Minggu, 07 Mei 2017

Cersil 2 Serial Kisah Naga Langit 1 Karya Emas Kho Ping Hoo

Cersil 2 Serial Kisah Naga Langit 1 Karya Emas Kho Ping Hoo Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil2 Serial Kisah Naga Langit 1 Karya Emas Kho Ping Hoo
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil 2 Serial Kisah Naga Langit 1 Karya Emas Kho Ping Hoo
Ketika Si Tiong dan Hong Yi melangkah masuk melalui pintu depan, Bi Lan, anak
perempuan berusia tujuh tahun yang mungil dan manis itu, tiba-tiba menyambut ayah ibunya
dengan bentakan nyaring, "Ayah ibu awas seranganku!" Dan anak itu dengan gerakan yang
gesit sekali' telah menyerang ayah ibunya dengan pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan.
Mulutnya yang kecil mungil berseru berulang-ulang, "Haiiittt.... yaaattt?"
Si Tiong dan Hong Yi mengelak dan membiarkan anak mereka melakukan serangan bertubitubi
sampai tujuh jurus. Kemudian Si Tiong menangkap lengan Bi Lan dan mengangkat tubuh
anak itu dan dipondongnya,
"Bagus, Bi Lan. Akan tetapi engkau harus berlatih lebih tekun lagi." kata Si Tiong sambil
mencium pipi anaknya.
"Akan tetapi engkau juga tidak boleh melalaikan pelajaranmu membaca dan menulis, Bi
Lan." kata Hopg Yi.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 72
Lu-ma muncul dari dalam. Badannya gemuk dan sehat dan wajahnya penuh senyum. "Mana
berani ia melalaikan pela-jarannya? Selama ada aku di sisinya, ia tidak akan berani bermalasmalasan!"
Bi Lan cemberut dan melapor kepada ibunya. "Ibu, nenek Lu galak dan kejam!
Kalau aku tidak menurut, ia tidak mau melanjutkan dongengnya!"
"Bukan galak dan kejam, melainkan itu karena ia sayang sekali kepadamu, Bi Lan. Nenek
ingin engkau menjadi seorang yang pandai dan berguna bagi manusia dan dunia kelak." kata
Hong Yi.
"Baiklah, nenekmu yang galak dan kejam ini malam nanti akan melanjutkan dongengnya
tentang nenek sihir yang jahat itu." kata Lu-ma sambil tersenyum.
Bi Lan turun dari pondongan ayah-nya dan lari menghampiri Lu-ma lalu memeluknya."Nenek
Lu tidak galak dan kejam, melainkan baik hati sekali! Aku sayang padamu, nek. Malam nanti
lanjutkan donggengnya, ya?"
Mei-eka semua tertawa menyaksikan k kemanjaan anak itu. Si Tiong dan Hong Yi lalu
berkemas dan setelah makan malam mereka mengatakan kepada Lu-ma dan Bi Lan bahwa
besok pagi-pagi sekali se-belum fajar menyingsing mereka akan berangkat bertugas dan sekali
ini mere-ka akan pergi untuk waktu yang lama dan belum dapat ditentukan berapa lamanya.
"Kalian akan pergi ke inana dan me-lakukan tugas apakah maka membutuh-kan waktu lama?"
tanya Lu-ma.
"Kami akan memimpin pasukan menu-ju ke utara untuk berperang mengusir bangsa Kin."
kata Hong Yi.
Lu-ma melompat bangkit dari duduk-nya. "Berperang....? Ahhh....!" Mata nenek itu terbelalak
dan alisnya berkerut, wajahnya membayangkan kekhawatiran besar.
"Engkau kenapakah nek? Ayah dan ibu adalah prajurit-prarajurit patriot yang gagah perkasa,
tentu saja mereka pergi berperang untuk mengusir penjajah”, kata Bi Lan yang memang sejak
kecil telah diberi pengertian oleh ayah ibunya tentang kependekaran dan kepahlawanan. ”kita
sepatutnya merasa bangga, nek”.
Lu-ma masih tampak gelisah. "Akan tetapi.... bertempur....??"
"Bibi ucapan Bi Lan. tadi benar sekali. Kami harus bertempur membela bangsa dan tanah air.
Karena itu kami titip Bi Lan agar kau amati ia baik-baik selama kami pergi."
"Ibu, aku ingin ikut berperang melawan Bangsa Kin !" tiba-tiba Bi Lan berkata lantang.
Si Tiong tersenyum bangga. "Enskau masih terlalu kecil. Bi Lan. Engkau harus belajar dan
berlatih dengan giat agar menJadi kuat dan mampu melawan musuh. seKarang belum
waktunya karena di pihak musuhpun tidak ada anak kecilnya."
Kalau sudah besar aku boleh ikut bertempur, ayah?"
"Tentu saja! Engkau akan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa dan ditakuti
musuh."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 73
Setelah Bi Lan tidur, malam itu Han Si Tiong dan Liang Hong Yi bicara lebih serius kepada
Lu-ma. "Kalau terjadi apa-apa dengan kami, andaikata kami gugur dalam perang, rawatlah Bi
Lan baik-baik bibi. Di almari itu kami tinggalkan seluruh harta milik kami, dapat engkau
pergunakan untuk membesarkan Bi Lan. Jangan lupa untuk mengundang guru silat dan guru
sastra untuk mendidiknya." pesan Liang Hong Yi.
Lu - ma mengangguk - angguk sambil mengusap air matanya. la tidak dapat
menyembunyikan kegelisahan hatinya. Ia amat sayang kepada Hong Yi, menganggap wanita
itu seperti anak kandungnya sendlri. Membayangkan Hong Yi bertempur dalam perang,
terluka atau bahkan tewas, hatinya merasa gelisah bukan main. Melihat nenek itu menahan
isak dan mengusap air mata, Hong Yi merangkulnya"
"Tenanglah dan jangan khawatir, bibi. Kami akan menjaga diri dengan hati-hati dan
percayalah, Jenderal Gak Hui akan membawa kami mencapai kemenangan yang gemilang."
kata Si Tiong dengan nada menghibur dan membesarkan hati.
"Benar, bi. Jangan khawatir dan jangan memperlihatkan kesedihan kepada Bi Lan agar anak
itu tidak ikut khawatir dan bersedih. Kami berdua pasti akan pulang dengan selamat." kata
Hong Yi.
Akhirnya Lu-ma dapat menenangkan hatinya. Akan tetapi malam itu ia tidak mau berpisah
dari Bi Lan dan menemani anak itu tidur di kamar Bi Lan
Jilid 5 .....
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali suami isteri itu sudah selesai berkemas. Ketika
saatnya keberangkatan tiba, mereka memasuki kamar Bi Lan dan ternyata Lu-ma juga sudah
bangun sejak tadi. Mereka menggugah anak itu. Anak itu malam tadi sudah memesan dengan
sangat kepada ayah ibunya agar dia digugah kalau mereka hendak berangkat.
Bi Lan terbangun. Hong Yl merangkul anaknya. "Anakku Bi Lan, engkau baik-balk menjaga
dlrimu dl rumah. Taati semua petunjuk nenekmu dan jangan lupa untuk belajar dengan tekun,
baik sastra maupun sllat."
"Jangan khawatir, Ibu." Dan ketlka la melihat Lu-ma mengusap air matanya, Bi Lan menegur.
"Eh, nenek kenapa menangis? Jangan cengeng, nek dan Jangan khawatir. Selama ayah dan
ibu pergi, a-kulah yang akan menjagamu!"
Si Tiong juga merangkul anaknya. "Bi Lan, ingat, selama ayah dan ibu tidak berada di rumah,
engkau jangan nakal. Jangan suka berkelahi dengan anak-anak lain."
"Ayah, ibu, kalau pulang jangan lupa membawa oleh-oleh!"
Hong Yi tersenyum. "Baik, akan tetapi oleh-oleh apa yang kau inginkan, Bi Lan?"
"Aku ingin ayah dan ibu pulang membawa oleh-oleh sebatang pedang bengkok milik seorang
panglima Bangsa Kin!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 74
Han Si Tiong saling bertukar pandang dengan Liang Hong Yi. Keduanya mengangguk.
"Baiklah, Bi Lan, aku akan mengusahakan agar dapat merobohkan seorang panglima Kin dan
merampas pedangnya untukmu."
Suaml isterl Itu lalu meninggalkan rumah, dlantar sampai keluar pekarang-an oleh Bi Lan dan
Lu-ma. Bi Lan meng-antar ayah ibunya dengan wajah cerah dan pandang mata bangga, tidak
sepertl Lu-ma yang niengusap alr matanya yang selalu mengalir keluar dari sepasang
matanya.
Setelah suami isteri yang sering nengbk dan melambaikan tangan menghilang di tikungan
jalan, Bi Lan menggandeng tangan neneknya dan mengomel. "Aih, nenek ini cengengl benar
sih! Sudah tua menangis! Ayah dan ibu kan pergi berjuang, sepatutnya bergembira dan
berbangga, bukan menangis."
Lu-ma menyusut air matanya dan tersenyum, rnengelus rambut kepala cucunya yang amat
disayangnya. "Aku juga gembira dan bangga, Bi Lan."
"Lalu kenapa nenek menangis?"
"Hemm, karena cengeng itulah!"
"Ehh....,?". Bi Lan.tldak mengerti bingung.
"Sudahlah, mari kita masuk ke rumah, mandi yang segar, berganti pakaian lalu sarapan." Luma
lalu menggandeng tangan cucunya dan mereka memasuki rumah yang bagl Lu-ma tibatiba
teraaa sepi itu.
* * *
Sepasang suami isteri itu memang tampak gagah sekali ketika mereka menunggang kuda
memimpin Pasukan Halilintar yang mereka bentuk. Terutama sekali Liang Hong Yi tampak
cantik dan juga gagah perkasa. Dengan pakaian perang wanita yang baru berusia dua puluh
enam tahun ini tampak gagah dan melihat isteri komandan mereka ini ikut me-mimpin
pasukan di samping suaminya, para perajurit anggauta Pasukan Halilintar menjadi gembira
dan bersemangat sekali!
Balatentara Kerajaan Sung itu dipimpin sendiri oleh Jenderal Gak Hui. Setelah barlaan keluar
darl kota raja, Jenderal Gak Hul lalu membagi barisan besar itu menjadi llma pasukan, dl
antaranya Pasukan Halllintar yang bertugas sebagal pendobrak dl garis terdepan. Pasukan-pasukan
Itu berpencar dan dlmaksudkan untuk menyerang benteng pertahanan tentara Kin di
utara dari beberapa jurus-an. Siasat inl dilakukan untuk memecah perhatian musuh,
membuyarkan pemusat-kekuatan musuh dan menimbulkan kesan seolah-olah yang
melakukan penyerbuan ke utara itu jauh lebih besar jumlahnya dari pada yang sebenarnya.
Penyerbuan besar-besaran yang dilakukan barisan yang dipimpin Jenderal Gak Hui Ini
mengejutkan barisan Kln. Apa lagi karena serbuan itu dilakukan darl berbagai jurusan.
Mereka melakukan perlawanan mati-matian dan terjadilah pertempuran di mana-mana,
pertempuran yang dahsyat
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 75
Han Si Tiong memperlihatkan kegagahannya. Pasukan Halilintar yang dipimpinnya
merupakan pasukan yang membuat pihak musuh berantakan dan terpaksa mendatangkan bala
bantuan lebih besar untuk menghadapl pasukan istimewa yang dipimpin Han Si Tiong dan
isterinya. Liang Hong Yi bertempur di samping suaminya, di setiap pertempuran wanita muda
ini mengamuk dengan pedangnya. Gelung rambutnya terlepas dan rambutnya riap-riapan
ketika ia mengamuk dan merobohkan banyak lawan.
Ketika pertempuran sedang memuncak, tiba-tlba Hong Yi melihat suaminya bertanding
melawan seorang lawan yang bertubuh tinggi besar dan melihat pakaiannya dapat diketahui
bahwa dia seorang panglima. Panglima Kin ini memainkan sebatang pedang bengkok dan dia
lihai bukan main. Han Si Tiong sendiri sampai kewalahan menghadapi lawan yang amat
tangguh ini. Dan sepak terjang panglima Kin ini agaknya mendatangkan semangat yang
berkobar di pihak pasukan Kin. Apa lagi datang pasukan lain yang membantu sehingga selain
jumlah pasukan Kin lebih besar, juga kedudukan mereka jauh lebih kuat. Pada saat itu,
Pasukan Halilintar berada di lereng sebuah bukit dan mereka terkepung ketat oleh pasukan
musuh. Mereka terdesak hebat dan melihat ini, Han Si Tiong bermaksud untuk mencari jalan
terobosan agar pasukannya dapat dlselamatkan dan untuk sementara mun-dur dulu dari
kepungan dari pada pasu-i kannya hancur dibinasakan pihak lawan yang amat kuat. Juga dia
melihat beta" pa pasukannya sudah tampak kelelahan dan semangat mereka sudah mulai
lemah. Karena perhatiannya terpecah, hampir saja lehernya terkeria sabetan pedang panglima
musuh yang dilawannya. Dia cepat melompat ke belakang dan memutar pedangnya sehingga
tubuhnya terlindung dan terpaksa dia mencurahkan seluruh perhatiannya lagi menghadapi
lawan yang tangguh itu. Karena desakan ini, maka Han Si Tiong belum mendapat kesempatan
untuk memerintahkan pasukannya mundur.
Liang Hong Yi juga melihat keadaan Pasukan Halilintar yang sudah terje-pit dan terdesak itu.
la merasa khawatir sekali melihat pasukan yang tampak kelelahan dan kehilangan semangat.
la tahu bahwa hanya ada satu cara untuk menyelamatkan diri dan memenangkan pertempuran
berat sebelah itu, ialah dengan meningkatkan semangat pasukannya sehingga berapi-api.
Maka, ia lalu cepat berlari ke arah para perajurit yang bertugas membawa bendera Pasukan
Halilintar. Setelah tiba dekat, ia berseru, "Be-rikan bendera dan genderang itul" la merampas
begitu saja bendera pasukan dan sebuah genderang perang, lalu berlari ke arah puncak buklt
kecll tak jauh darl sltu. Setelah tlba dl puncak, la menancapkan tihang bendera dl puncak,
kemudian ia memukul gendereng dengan sekuat teriaga, menglayaratkan penyerbuan. Bunyl
genderang bertalu-talu, nyaring Ae-kali, mengejutkan Pasukan Halilintar sendiri dan juga
pihak lawan. Ketika pasu-kan Kin melihat bahwa yang memukul genderang itu seorang
wanita yang ram-butnya riap-riapan dan berpakaian seba-gai perwira, mereka menghujankan
anak panah ke arah Liang Hong Yi. Namun, Hong Yi mempergunakan pedang di tangan
kanan untuk menangkisi semua anak panah yang menyambar ke arah tubuhnya sedangkan
tangan kirinya tetap memukuli genderang.
Melihat kegagahan Hong Yl, para perajurit Pasukan Halilintar menjadi kagum dan bangga.
Semangat mereka terbakar berkobar-kobar dan mulut mereka me-ngeluarkan teriakanteriakan
nyaring, kemudian bagaikan kesetanan mereka mengarnuk! Hebat bukan main sepak
terjang para perajurit Pasukan Halilintar ini, bagaikan halilintar menyambar-nyambar dan para
perajurit Kin roboh bergelimpang-an! Biarpun Hong Yi sudah menghentikan pemukulan
genderang, namun bunyi genderang masih bertalu-talu karena ada perajurit penabuh
genderang yang meng-gantikannya. Hong Yi sendiri lalu berlari menuruni bukit kecil itu. la
melihat betapa suaminya masih bertanding seru melawan panglima Kin dan kini suaminya
mulai terdesak dan keadaannya berbahaya sekali. Maka, dengan pedang di tangan Hong Yi
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 76
melompat dan menerjang, membantu suaminya menyerang panglima itu. Panglima itu
terkejut karena gerakan pedang Hong Yi cukup dahsyat. Dia mengerahkan tenaga dan
mengeluarkan semua ilmu pedangnya, namun menghadapi pengeroyokan suami isteri itu,
akhirnya dia roboh terkena tusukan pedang di tangan Han Si Tiong. Tusukan itu mengenai
dadanya dan diapun roboh dan tewas.
"Pangeran Cusi gugur....lt" terdengar seruan beberapa orang perajurit Kin yang bertempur
tldak jauh dari situ. Berita inl terus menjalar dan robohnya panglima Kin yang ternyata
seorang pangeran ini membuat pasukan Kin menjadi kacau dan panik.
Han Si Tiong teringat akan pesan puterinya. Dia lalu mengambil pedang berinkok milik
panglima atau pangeran yang tewas. itu. Sebatang pedang yang indah sekali, bergagang emas!
Setelah membuka sarung pedang yang tergantung di pinggang pangeran itu dan menggantung
pedang itu di pinggangnya sendiri, bersama Hong Yi dia lalu terus memimpin pasukannya
untuk mendesak plhak iawan yang sudah menjadl panlk Itu. Akhirnya pasukan Kin mundur
melarlkan diri, meninggalkan banyak kawan yang tewas. Pasukan Halilintar yang mula-mula
mengejar, berhenti atas perintah Han Sl Tiong. Mengejar terus di daerah lawan, selain
membuat pasukannya yang sudah lelah sekali itu kehabisan tenaga, juga ada bahayanya
mereka akan terjebak, Pasukan Halilintar bersorak menggegap-gempita sebagai pernyataan
kegembiraan mereka. Hong Yl yang telah berhasil menlngkatkan semangat pasukannya
dengan cara yang gagah berani itu menjadl bahan percakapan pasukan yang merasa kagum
dan bangga sekali.
Kemenangan demi kemenangan diperoleh barisan yang dipimpin Jenderal Gak Hui dan
Pasukan Halilintar memegang peran penting dalam pertempuran yang berhasil ini. Tentu saja
Jenderal Gak Hui mencatat semua jasa Han Si Tiong dan juga Liang Hong Yi.
Akan tetapi, selagi Jenderal Gak Hui mulai berhasil dengan gerakan serangannya ke arah
utara yang dikuasai kerajaan Kin, tiba-tlba saja datang utusan Kaisar Sung Kao Tsu yang
membawa surat perintah kaisar untuk Jenderal Gak HUl. Alangkah terkejut rasa hatl Jenderal
Gak Hul ketika membaca surat perintah Itu. Kalsar memerintahkan agar dia menghentikan
serangannya dan segera menarlk barisannya kembali ke selatan. Rasa kaget, heran, penasaran
dan marah memenuhi hati jenderal inl. Dia sudah mulai menyerang dan mendapatkan banyak
kemenangan dan kemajuan. Kalau dia diberi kesempatan, bukan mustahil dia akan mampu
mengusir penjajah Kin keluar dari seluruh daerah Sung yang dirampasnya karena di
sepanjang daerah yang dapat direbutnya, seluruh rakyat menyambutnya dengan hangat dan
siap membantunya! Dia dapat memperbesar dan memperkuat barisannya sambil berperang.
Akan tetapi, tlba-tiba tanpa alasan apapun, Kaisar merintahkan agar dia menghentikan
gerakannya dan menarik kembali pasukan-pasukannya ke selatan! Biarpun ha-tinya penuh
penyesalan, namun Gak Hui adalah seorang panglima yang amat se-tia kepada Kerajaan
Sung. Berarti dia harus setia kepada Kaisar! Apapun perintah kaisar harus dia taati, bahkan
dia siap memberikan nyawanya kalau hal itu dikehendaki oleh kaisar! Demikianlah kesetiaan
Jenderal Gak Hui yang disanjung dan dipuji rakyat jelata. Jenderal Gak Hui sempat
menitikkan air mata ketika dia berada seorang diri dalam kamarnya pada saat dia
memerintahkan para perwiranya untuk menarik kembali pasukan-pasukan di bawah
komandonya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 77
Apakah yeng terjadi dl kota raja, terutama di lstana Kaisar? Mengapa Kaisar Sung Kao Tsu
memerlntahkan Jenderal Gak Hul untuk menghentikan gerak-an penyerbuannya menguslr
pefijajah Kln yang sudah mulai tampak hasllnya?
Semua ini adalah hasll persekutuan antara Raja Kin dan Perdana Menteri Chin Kul yang
sudah dijalin selama bertahun-tahun. Perdana Menteri Chin Kui yang sudah bersahabat
dengan Raja Kin Ini selalu berusaha untuk mencegah Kaisar Kao Tsu memerangi kerajaan
Kin di Sung Utara. Akan tetapi sekali ini dia tldak berhasil sehingga Kaisar Kao Tsu
mengljlnkan Jenderal Gak Hui untuk mengadakan gerakan penyerbuan ke utarfl sepertl yang
diusulkan Jenderal Gak itu.
Serangan mendadak itu mengejutkan Raja Kln. Apa lagi ketika seorang pa-ngeran tewas
dalam pertempuran itu. Dia menjadi marah sekali dan segera dia me-merintahkan seorang
menterinya untuk memanggil seorang datuk yang tinggal dl Sln-kiang, Datuk ini bukan lain
adalah Ouw Kan, peranakan Uigur-Cina yang berilmu tinggi dan datuk ini memang su-dah
seringkali dimintai bantuan untuk melaksanakan tugas yang berat dengan imbalan besar. Pada
bagian awal kisah ini kita sudah mengenal Ouw Kan datuk darl Sin-kiang ini yang mencoba
untuk merampas kitab-kitab yang dibawa Tiong Lee Cin-jin dari hegara India.
Tak lama kemudian Ouw Kan sudah datang menghadap Raja Kin. Usianya se-kitar enam
puluh dua tahun. Rambut, .kumis dan jenggotnya sudah berwarna putih. Tubuhnya sedang
saja namun ma-sih tegak dan tegap seperti tubuh se-orang muda. Tangannya selalu membawa
sebatang tongkat dari ular cobra kering. Wajahnya tidak buruk, akan tetapi me-nyeramkan
dan sepasang matanya yang lebar itu bergerak liar. Raja Kin me-nyambutnya dengan girang
dan datuk ini dihormati, diperbolehkan menghadap ra-ja sambil duduk di atas kurst,
menghadap Raja Kin.
"Apakah yang dapat saya lakukan untuk paduka?" tanya Ouw Kan tanpa banyak upacara lagi.
Memang sikap datuk ini terhadap Raja Kin berbeda derigan sikap para pembesar pada
umumnya. Dia tidak pernah memberl hormat secara berlebihan kepada siapapun juga dan hal
inipun dlmaklumi oleh Raja Kln.
"Kami membutuhkan bantuanmu, Ouw-sicu (orang gagah Ouw), untuk urusan yang teramat
penting. Engkau akan kami beri surat kuasa dan pergilah ke Selatan ke kota raja Hang-couw
dan jumpal Perdana Menteri Chin Kui. Atas nama kami tegurlah dia mengapa balatentara
Sung Selatan yang dlpimpin Jenderal Gak Hui sampal menyerang ke utara. Katakan bahwa
dla harus dapat membujuk kaisar menghentlkan serangan itu, kalau tldak kami akan
memutuskan hubungan dan akan menyerang ke selatan."
"Tugas itu mudah sekali, Sribaginda. Kenapa untuk tugas sesederhana itu harus saya yang
melakukannya? Paduka dapat mengutus sembarang orang." kata Ouw Kan yang merasa
betapa tugas itu terlalu kecil tak berarti bagi dirlnya yang biasa melakukan tugas-tugas yang
lebih besar dan sukar.
"Itu baru tugas pertama, Ouw-sicu. Ada tugas ke dua yang amat penting dan berat. Kami kira
hanya engkau yang akan dapat melaksanakan dengan baik, Ouw-sicu." kata Raja Kin.
"Nah itu yang saya sukai, Sribaginda. Apakah tugas ke dua itu?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 78
"Ketahuilah bahwa dalam penyerbuan barisan Kerajaan Sung Selatan, putera kami telah gugur
dalam pertempuran. Dia tewas di tangan perwira yang bernama Han Si Tiong bersama
isterinya yang bernama Liang Hong Yi. Nah, engkau carilah mereka dan engkau tentu tahu
apa yang harus kaulakukan terhadap mereka untuk membalas sakit hatlku karena kematian
puteraku di tangan mereka."
Ouw Kan mengangguk-angguk. Wajah-nya berseri dan mulutnya yang dikelilingi kumis dan
jenggot itu tersenyum, hati-nya gembira. "Baik, Sribaginda. Harap paduka tidak khawatir.
Dua tugas Itu pasti akan dapat saya laksanakan dengan baik. Kapan saya harus berangkat?"
"Sekarang juga berangkatlah. Pilihlah kuda terbaik dan di sepanjang perjalanan sampai ke
tapal batas, setiap orang pejabat tentu akan mengganti kudamu dengan yang baru asal engkau
tunjukkan surat kuasa dari kami. Akan tetapi, Ouw sicu, jangan engkau melibatkan diri dalam
pertempuran karena hal itu akan menghambat terlaksananya tugasmu yang penting.
Berangkatlah dan hadiah besar menantimu setelah engkau menyelesaikan tugas itu dengan
baik."
Ouw Kan menerima surat kuasa dari Raja Kin dan berangkatlah dia menunggang seekor kuda
pilihan yang baik. Demikianlah, selagi di perbatasan masih terjadi pertempuran, Ouw Kan
memasuki kota raja Hang-couw dan tidak sukar baginya untuk menemukan gedung istana
tempat tinggal Perdana Menteri Chin Kui.
Perdana Menteri Chin Kui tergopoh-gopoh menerima utusan Raja Kin itu dan mengajaknya
bercakap-cakap dalam ruangan rahasia yang tertutup rapat. Dia pernah bertemu dengan Ouw
Kan sebagai utusan Raja Kin, apa lagi ketika Ouw Kan memperlihatkan surat kuasanya, Chin
Kui percaya sepenuhnya kepada datuk itu. Dia menyambut tamunya dengan jamuan makan.
Setelah mereka makan minum, Perdana Menteri Chin Kui lalu menanyakan maksud
kunjungan Ouw Kan.
"Saya datang diutus oleh Sribaginda Kerajaan Kin yang marah sekali karena barisan Sung
telah menyerang daerah Kin dan saya diutus untuk menegur dan me-nanyakan kepada Chintaijin
(Pembesar Chin) mengapa hal seperti itu dapat ter-jadi. Sribaginda minta agar saya
menyampaikan kepada Chin-taijin bahwa kalau taijin tidak segera membujuk Kaisar Sung
agar cepat menghentikan serangan dan menarik kembali pasukan dari daerah Kerajaan Kin,
maka Sribaginda akan memutuskan hubungan dengan taijin dan akan menyerang dan
membasmi Sung Selatan!"
Wajah Chin Kui agak berubah pucat dan dia menelan ludah beberapa kali sebelum menjawab.
"Ouw-slcu, harap sampalkan kepada Sribaginda. Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas
penyerangan Itu. Percayalah, saya sudah berusaha sekuatnya untuk mencegah penyerangan
itu, akan tetapi semua ini gara-gara si kepala batu Jenderal Gak Hui. Dia dapat mempengaruhi
Kaisar sehingga Kaisar menyetujui penyerbuan itu. Akan tetapi, saya akan berusaha matimatian
untuk membujuk Kaisar agar barisan itu ditarik kembali. Tunggu dan lihatlah saja,
saya yakin pasti akan berhasil."
"Hemm, saya harap saja janjimu ini akan dapat dipenuhi dengan cepat, Chin-taijin. Karena
kalau tidak, tentu Sribaginda akan menganggap bahwa taijin mengkhianati persahabatan. Nah,
sekarang setelah saya menyampaikan pesan Sribaginda, saya mohon dirl akan melak-sanakan
tugas lain. Saya minta tolong kepada taijin agar suka memberitahu dl mana adanya rumah
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 79
seorang perwira yang bernama Han Sl Tiong, seorang perwira dalam barisan yang tkut
menyerbu ke utara."
"Han Sl Tiong? Ah, aku Ingat. Dia adalah perwira baru yang ditugaskan membentuk Pasukan
Halilintar. Rumahnya berada dl sebelah barat Jembatan Rembulan, di ujung selatan kota,
Ouw-sicu."
"Terima kasih, taijin dan saya mohon pamit." Ouw Kan bangkit berdiri dan merangkap kedua
tangan depan dada sebagai penghormatan.
"Sebentar, sicu!" Perdana Menteri Chin Kui mengambil sebuah kantung kain yang sejak tadi
telah dipersiapkan dan memberikan kantung itu kepada tamunya. "Ini ada sedikit hadiah dari
kami iintuk sicu."
Hadiah atau bingkisan seperti ini sudah biasa diterima Ouw Kan, maka diapun tidak sungkan
lagi, menerima kantung kain yang cukup berat itu, lalu membungkuk dan keluar dari gedung
besar itu.
Tak lama kemudian Ouw Kan sudah tiba di depan rumah Han Si Tiong. Dia menambatkan
kudanya di sebatang pohon, kemudian dia memasuki pekarangan rumah itu. Seorang lakl-lakl
setengah tua yang bekerja di pekarangan Itu sebagai tukang kebun menghampirinya. Melihat
seorang kakek menggendong buntalan kain kuning dan kepalanya memakai topi bulu, tukang
kebun itu segera bertanya dengan sikap hormat.
"Tuan mencari siapakah?"
Ouw Kan memandang tukang kebun jg itu lalu menjawab, "Aku mencari tuan rumah, ada
urusan penting sekali."
-
"Wah, sayang sekali, tuan. Majikan, saya bersama isterinya sedang pergi memimpin pasukan
untuk berperang mengusir penjajah Kin!" kata tukang kebun itu dengan nada bangga.
Ouw Kan mengerutkan alisnya. "Hemm, mereka pergi dan belum pulang? Kalau begltu, siapa
saja yang tinggal di rumah?"
"Tinggal nyonya tua dan nona kecil.
"Tolong panggll mereka keluar. Aku dapat menyampaikan urusan penting ini kepada mereka
saja."
Mellhat tamu itu sudah tua dan agaknya mempunyai urusan penting, tukang kebun tidak
curlga. "Baiklah, tuan. Slla-kan duduk menunggu dl ruang tamu, sa-ya akan melaporkan
kepada nyonya tua."
Tukang kebun mengantar Ouw Kan fcgiemasuki ruangan tamu yang berada di bagian luar
rumah itu, kemudian dia masuk ke dalam untuk melaporkan kedatangan tamu itu kepada Luma.
Ketika itu, Lu-ma sedang bereda di dapur membantu pelayan wanita setengah tua yang
menjadi pelayan dalam keluarga itu. Bi Lan juga membantu. Anak berusia tujuh tahun ini
memang ingin membantu segala pekerjaan yang dilakukan neneknya. Mereka mempersiapkan
masakan untuk makan siang nanti. Ketika tukang kebun melaporkan bahwa di ruang tamu
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 80
menunggu seorang tamu lakl-laki tua yang mengatakan ada urusan sangat penting untuk
dlsampaikan kepada Lu-ma, nenek ini lalu mencuci tangannya.
"Slapakah, nek?"
"Tidak tahu siapa, mungkin tamu kenalan ayahmu." kata Lu-ma, lalu ia melangkah keluar dari
dapur menuju ke ruangan tamu di depan. Bi Lan tidak mau ketinggalan, menggandeng tangan
neneknya, ikut pergi ke ruangan tamu.
Setelah Lu-ma dan Bi Lan memasuki ruangan tamu, mereRa1 meiihat seorang laki-laki tua
duduk di atas kursi dan memandang kepada mereka dengan sinar mata penuh selldlk. Ouw
Kan bangklt berdlrl. dan segera bertanya. "Aku ingin bertemu dengan Han Si Tlong dan
laterl-nya. Dl mana mereka?"
Lu-ma menduga bahwa tentu kakete Inl kenalan balk Haa Si Tiong, maka ia-pun menjawab,
"Han Si Tlong dan isteri-nya tldak ada di rumah, mereka pergl perang dan belum pulang."
"Dan siapakah kalian ini?"
"Saya Lu-ma, bibi mereka dan ini Han Bi Lan, anak tunggal mereka."
Ouw Kan memandang anak perempuan, Itu. Sungguh seorang anak perempuani yang manis
dan mungil sekali. Kalau dia membunuh anak ini, hal Itu sudah merupakan pembalasan hebat
yang akan menghancurkan hati Han Sl Tiong dan isterinya. Akan tetapi dia meragu. Mungkin
Sribaginda Raja Kin mempunyai rencana lain dengan anak musuh-musuhnya ini. Mungkin
juga dapat dipergunakan untuk memaksa suaml isteri itu datang! Sebaiknya dia cullk dan
bawa saja anak ini dan diserahkan kepada Sribaginda Raja Kln. Setelah berpikir demikian,
tiba-tiba dia menjulurkan tangan kanannya hendak menangkap lengan Bi Lan.
"Eh....?" Ouw Kan terbelalak, kaget dan heran. Anak perempuan kecil itu dapat mengelak
sehingga tangkapannya luput.
"Mau apa engkau?" bentak Bi Lan dan ia sudah memasang kuda-kuda, siap untuk berkelahi!
"Nek, dia ini orang jahat, nek. Hati-hati, dia orang jahat!"
Ouw Kan merasa kagum juga. Hebat anak ini, pikirnya. Selain memiliki ba-kat gerakan yang
amat gesit, juga tam-paknya cerdik bukan main. Maka dia lalu melangkah maju dan RembaH
tangannya menyambar. Bl Lan mengelak, akan teta-pi apa artinya kegesitan seorang anak
perempuan berusia tujuh tahun terhadap datuk yang sakti itu? Sekali jari tangan Ouw Kan
menyambar, Bi Lan sudah tertotok dan. terkulai. Akan tetapi Ouw Kan menangkapnya
sehingga anak itu tidak sampal roboh dan sekali angkat, Bl Lan sudah berada dalam
pondongan lengan kinnya, terkulai lemas, tak mampu bergerak atau bersuara!
Melihat ini, Lu-ma terbelalak dan ia marah sekali. Tadi ketika cucunya berteriak mengatakan
bahwa laki-laki itu jahat, ia tentu saja tidak percaya. Akan tetapi sekarang ia marah sekali.
Bagaikan seekor singa betina direbut anaknya, ia menyerbu dengan kedua tangan membentuk
cakar ke arah Ouw Kan.
"Mau apa engkau dengan cucuku? Le-paskan ia! Lepaskan Bi Lan, engkau penjahat!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 81
Akan tetapi tangan kanan Ouw Kan yang memegang tongkat ular cobra kering bergerak dan
robohlah Lu-ma tanpa dapat bersuara lagi karena totokan tongkat itu mengenai ulu hatinya
dan ia tewas seketika. Biarpun tidak mampu bergerak dan bersuara, Bi Lan masih sadar dan ia
melihat dengan mata terbelalak betapa neneknya roboh dan tak bergerak lagl. la tidak dapat
mengeluarkan suara tangis, akan tetapl dari kedua matanya bercucuran air mata.
Pembantu wanita yang tadl dlpesan oleh Lu-ma untuk mengeluarkan minuman untuk tamu,
muncul di pintu. la terbelalak melihat Lu-ma menggeletak di atas tanah dan Bi Lan dipondong
seorang kakek yang memegang sebatang tongkat u-lar, dan anak itu menangis tanpa suara.
Po-ci dan cawan minuman yang dibawanya di atas baki terlepas dari tangannya dan jatuh
tnengeluarkan bunyi berkerontang-an. Melihat ini, sebelum pembantu vyani-ta jitu melarikan
diri, Ouw Kan kembali menggerakkan tongkatnya yang menyambar dan mengenai leher
wanita itu. Tanpa mengeluarkan suara lagi wanita itupun roboh dan tewas seketika.
Setelah membunuh dua orang wanita lemah itu, Ouw Kan lalu melangkah ke-luar sambil
memondong Bi Lan yang ma-kln deras tangisnya setelah melihat Lu-ma dan pembantu rumah
tangga itu di-bunuh kakek yang menculiknya» Karena khawatir kalau-kalau ada yang melihatnya
dan menjadi curiga melihat anak yang dipondongnya itu mencucurkan air mata dan
wajahnya Jelas menunjukkan tangls walaupun tldak ada suara keluar dari mulutnya, Ouw Kan
menepuk tengkuk Bi Lan ddn anak perempuan itu terkulai dan pingsan, seperti tidur. Ouw
Kan menyimpan tongkatnya, diselipkan di ikat pinggangnya, kemudian dengan langkah lebar
hendak keluar dari pekarangan itu.
Akan tetapi, tukang kebun yang tadi pertama kali menyambutnya, melihat dia tergesa-gesa
keluar sambil memondong Bi Lan. Tukang kebun itu tentu saja menjadi curiga. Dia mengejar
dan rnenghadang di depan kakek itu.
"Heii! Mau kaubawa ke mana Nona'i Bi Lan itu? Lepaskan!" Tukang kebun itu menerjang
untuk merampas Bi Lan dari tangan Ouw Kan. Datuk ini melihat bahwa gerakan tukang
kebun itu cukup» kuat, menunjukkan bahwa dia pandai bermain silat. Akan tetapi tentu saja
tingkat kepandaian tukang kebun itu tidak ada artinya dibandingkan tingkat Ouw Kan.
Menghadapi terjangan tukang kebun itu, Ouw Kan menyambutnya dengan ten-dangan kaki
kanannya. Cepat dan kuat sekali tendangan itu. Biarpun tukang kebun itu sudah berusaha
mengelak, tetap saja ujung sepatu Ouw Kan masih menyambar iganya.
"Krekk....!" Tukang kebun itu terpelanting keras dan roboh tak dapat bergerak lagi. Tulangtulang
iganya patah-patah dihantam tendangan kaki Ouw Kan! Karena khawatir kalau banyak
orang akan rnelihatnya, dan merasa yakin bahwa tukang kebun itu juga tewas, Ouw Kan lalu
cepat keluar dari pekarangan itu. Dengan cepat dia menuju ke pintu gerbang kota raja sebelah
utara. Melihat seorang kakek menggendong seorang anak perempuan yang agaknya sakit atau
tertidur dipondong dengan sikap penuh kasih sayang, tentu saja tidak ada orang yang
mencurigainya dan Ouw Kan dapat keluar dari kota raja dengan aman.
Sementara itu, sepergi Ouw Kan, Perdana Menteri Chin Kui lalu berusaha keras untuk
membujuk Kaisar Sung Kao Tsu, memperingatkan kaisar bahwa gerakan penyerbuan yang
dilakukan Jenderal Gak Hui itu sesungguhnya salah sama sekali. Bangsa Kin yang berada di
utara selama ini tidak pernah mengganggu daerah Sung di selatan sehingga kita berada dalam
keadaan tenteram penuh damal, dapat bekerja membangun kembali kerajaan di daerah yang
tanahnya lebih subur. Mengapa sekarang mencari permusuhan? Kalau nanti Kerajaan Kin
membalas dan menyerbu ke selatan, bukankah hal itu i akan mendatangkan kesengsaraan?
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 82
"Hamba yang akan mengusahakan minta maaf dan hamba berani menanggung bahwa
Sribaginda Raja Kin tidak akan melakukan balas dendam terhadap penyerbuan itu, asalkan
paduka segera memerintahkan Jenderal Gak Hui agar menghentikan penyerbuan dan menarlk
kembali balatentara." Demikian Pefdana Menterl Chln Kul mengakhlri bujukannya. Kalsar
Kao Tsu menurut, apa lagi ketika para menteri lain juga mendukung usul Perdana Menteri
Chin Kui. Juga pada dasarnya Kaisar Kao Tsu mernang seorang yang tidak suka perang.
Maka, diapun segera mengambil keputusan dan dikirimlah utusan dengan perintahnya kepada
Jenderal Gak Hui untuk menghenti-kan penyerbuan ke utara dan menarik kembali barisannya
ke daerah selatan.
Jenderal Gak Hui merasa kecewa, marah dan menyesal sekall. Dla telah memenangkan
pertempuran dl banyak tempat dan sudah menguasal daerah yang luas. Akan tetapi karena
kesetiaannya, terpaksa dla menlnggalkan daerah yang telah dlkuasainya itu dan kemball ke selatan,
diiringi tangis kecewa penduduk daerah yang ditinggalkannya. Akan tetapi dia masih
ragu untuk pulang ke kota ra-Ja dan mendirikan perkemahan di dae-rah tapal batas. Dia hanya
mengutus pa-ra perwiranya kembali ke kota ra|a dan mengantar laporan tertulis yang
dltujukan kepada Kaisar Kao Tsu.
Karena sudah tldak ada pertempuran lagi, Han Si Tiong dan Liang Hong Yl Juga Ikut pulang
dengan sebagian darl pasukan dan para perwlranya. Kalau di sepanjang perjalanan, pasukan
yang pulang ke kota raja membawa kemenang" an ini disambut oleh rakyat dengan gem-bira,
setelah memasuki kota raja, dari ( pihak pemerintah malah tidak ada pe-nyambutan dan
suasananya dingin saja. Hal ini adalah karena perintah dan pengaruh Perdana Menterl Chtn
Kul yang menganggap barlsan yang menang perang itu bahkan meruglkan kerajaan!
Betapapun juga, ketika menerima para perwira yang pulang dan menghadapnya, Kaisar Kao
Tsu menerima mereka dengan baik. Bahkan dla lalu memberi anugerah pangkat kepada para
perwira yang namanya disebut dalam daftar Jasa yang dikirlm Jenderal Gak Hui. Karena Han
Sl Tiong dan Isterinya dipuji-puji oleh Jenderal Gak Hul, maka Kaisar Kao Tsu memberl
anugerah keduduk-an pangllma muda kepada Han Si Tiong dan isterlnya dan keduanya
diangkat menjadi bangsawan! Suaml isteri inl ialu pulang ke rumah mereka. Tadl bersama
para perwira lain, begitu masuk kota raja mereka langsung menghadap kaisar. Ini merupakan
peraturan datt tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Tentu saja mereka merasa gembira
sekali, teruta-ma sekali Hong Yi. Kalau diingat bahwa tadinya ia hidup dalam rumah pelesir
asuhan Lu-ma dan walaupun ia tidak diperas, namun tetap saja ia pernah menjadi seorang
pelacur! Dan sekarang, ia memperoleh seorang suami yang baik dan yang mencintainya, tidak
memandang rendah walaupun suaminya tahu bahwa ia seorang bekas pelacur! Dan ia telah
mempunyai seorang anak yang manis pula. Sekarang ditambah lagi anugerah dari Kaisar yang
mengangkat ia dan suaminya menjadi bangsawan! Bangsawan yang ber-kedudukan terhormat
sebagai panglima muda! Semua ini sungguh cocok sekali dengan ramalan yang ia dapatkan
dari Kwan Im Bio, kuil dari Sang Dewi Welas Asih itu. Dengan hati dipenuhi kebanggaan dan
kebahagiaan, bersama suaminya ia pulang membawa hadiah pedang bengkok bergagang emas
untuk anak mereka.
Akan tetapi, alangkah heran rasa hatl mereka ketika mereka tiba di depan rumah mereka.
Keadaan tempat tinggal mereka itu hampir tak dapat mereka kenali lagi. Pekarangannya tak
terawat, penuh dengan rumput liar dan daun-daun, kering. Agaknya sudah lama sekali tidak'
pernah disapu dan dibersihkan. Dinding rumah itupun kotor dan semua pintu dan jendela di
depan tertutup. Rumah itu tampak sunyi sekali. Sungguh aneh. Seluruh penduduk kota raja
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 83
sudah mendengar bahwa sebagian pasukan yang pergi ber-perang sudah pulang. Mustahil
kalau Lu-ma, pelayan wanita, tukang kebun dan Bi Lan belum mendengar akan kepulangan
rnereka. Mereka tidak ada yang menyambut?
Dengan hati merasa heran dan tidak enak suami isteri itu berlari memasuki pekarangan.
Setelah hampir tiba di pin-tu depan, tiba-tiba muncul seorang perajurit dari pintu samping.
Melihat Han Si Tiong dan Liang Hong Yi, perajurit itu memberi hormat. Tentu saja suami
isteri ini bertambah heran melihat adanya seorang perajurit di situ.
Han Si Tiong cepat melompat ke depan perajurit itu. "Hei, siapa engkau dan mengapa berada
di sini?"
"Han-ciangkun, saya memang hari ini bertugas menjaga rumah ciangkun ini." jawab perajurit
itu.
"Menjaga rumah kami? Kenapa? Dan di mana puteri kami? Di mana Lu-ma dan para
pembancu?" tanya Sl Tiong sambil mengerutkan alisnya.
Perajurit itu tampak bingung. Dia mengerti bahwa suami isteri perwira ini belum tahu akan
malapetaka yang menimpa keluarga mereka dan agaknya d»a| menjadi orang pertama yang
harus rneo-j ceritakannya! Dia merasa tidak enak sekali harus menyampaikan berita yang
menyedihkan itu.
"Tidak ada siapa-siapa di rumah ini, ciangkun. Hanya ada saya yang bertugas jaga hari ini.
Kwe-ciangkun atasan saya yang memerintahkan kami inelakukan penjagaan di sini secara
bergantian dan hari ini tiba giliran saya."
"Akan tetapi kenapa? Apa yang telah terjadi? Ke mana perginya semua peng-hunl rumah Ini?
Di mana anakku?" Liang Hong Yl yang sudah tldak sabar lagt bertanya, suaranya
mengandung kegelisahan.
Perajurlt itu menelan ludah beberapaj kali sebelum menjawab, kemudian memberanikan diri
menjawab, "Ciangkun dan hujin, telah terjadi hal yang menyedihkan di rumah ini, kurang
lebih sebulan yang lalu...."
Han Si Tiong menangkap lengan perajurit itu dan mengguncangnya. "Apa yang telah terjadi?
Hayo cepat ceritakan!"
Perajurit itu mengangguk - angguk. "Kurang lebih sebulan yang lalu, di ru-mah ini telah
ditemukan Lu-ma dan pelayan wanita telah tewas, dan tukang kebun terluka parah...."
"Dan anakku? Puteriku Bl Lan....??" teriak Hong Yi wajahnya menjadi pucat sekali.
"Ia.... ia.... hilang. Tidak ada yang tahu ke mana...."
"Aihhh....!" Hong Yi sudah melompat ke serambi depan dan mendorong dauh plntu depan.
Pintu itu terpalang dari dalam, akan tetapl dorongari kedua tangan Hong Yl yang disertal
tenaga saktl itu membuat palang pintu jebol dan daun pintunya terbuka. Hong Yi berlari-lart
memerlksa semua bagian dalam rumah. Kosong! Benar-benar telah kosong, tidak ada
seorangpun di situ. Anakoya tidak ada di rumah itu!
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 84
"BiLan....! Bi Lan....!! Bibi Lu-ma...!!" la menjerit-jerit mernanggil sambil ber-lari ke sanasini
mencari-cari, akan te-tapi tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba Si Tiong merangkulnya
dan melihat su-aminya, Hong Yi merangkul dan menangis.
"Tiong-ko.... di mana Bi Lan? Dan BiBi Lu-ma? Apa yang terjadi dengan me-reka?" la
menangis tersedu-sedu di atas dada suaminya.
Han Si Tiong mendekap kepala iste-rinya. "Yi-moi, tenangkanlah hatimu, Yi-moi. Dalam
keadaan seperti ini kita harus menguatkan perasaan hati. Ingat sepak terjangmu dalam
pertempuran. Engkau seorang wanita gagah perkasa, harus mampu dan kuat menghadapi
apapun juga. Tenangkanlah hatimu."
Hong Yi menumpahkan kegelisahan-nya melalui tangis. Setelah tangisnya mereda dan ia
mampu menguatkan hati-nya, ia melepaskan rangkulannya. Dengan wajah pucat dan sepasang
mata merah, ia bertanya kepada suaminya. "Tiong-ko, bagaimana dengan Bi Lan? Apa yang
terjadi dengan anak kita itu?"
"Tenangkan hatimu, Yi-moi. Aku sudah mendengar cerita perajurlt itu. Bi-bi Lu-ma dan
pelayan wanita telah dibunuh orang. Tukang kebun kita terluka parah akan tetapi kata
perajurit itu, sebelum tukang kebun tewas, dia sempat dibawa oleh Kwee-ciangkun. Dan anak
kita agaknya dibawa lari pembunuh itu."
"Ahh....! Siapakah yang melakukan ini? Aku bersumpah akan membunuhnya dengan
tanganku sendiri. Bi Lan, anak kita.... bagaimana nasibnya....?"
"Tenangkan hatimu. Setidaknya, aku yakin Bi Lan masih hidup. Kalau penculik itu berniat
membunuhnya, tentu sudah dilakukannya seperti ketika dia membunuh yang lain. Kalau dia
menculik anak kita, itu berarti dia menginginkan anak kita hidup-hidup dan selama Bi Lan
masih hidup, ada harapan bagi kita untuk dapat berjumpa lagi dengannya."
,
"Akan tetapi, siapakah yang melakukan kekejian ini? Siapa yang memusuhi kita seperti ini?"
"Kita tunggu saja. Aku sudah memerintahkan perajurit tadi untuk mengundang Kweeclangkun
ke sini. Engkau tahu, Kwee-ciangkun adalah sahabat kita yang baik. Tentu dia
mengetahui lebih banyak dari tukang kebun kita itu."
Tak lama kemudiari muncullah Kwee-clangkun. Perwira Kwee ini tldak ikut pergi berperang
karena dia bertugas sebagal perwira pasukan penjaga kota raja. Dia bersahabat balk dengan
Han Si Tiong dan biarpun dia tldak termasuk anak buah Jenderal Gak Hul seperti halnya Sl
Tlong, akan tetapl Perwlra Kwee Inl-pun seorang yang tidak suka kepada Perdana Menterl
Chin Kui.
Begitu diterima oleh Si Tlong dan Hong Yi, Kwee-ciangkun merangkul sahabatnya itu..
"Han-ciangkun, aku merasa ikut prihatin atas malapetaka yang menimpa keluargamu selagi
kalian pergi berjuang melawan penjajah Kin." katanya terharu.
"Terima kasih, Kwee-fciangkuit. Duduklah dan ceritakanlah sejelasnya kepa-da kami apa
yang telah terjadi dalam rumah kami ini ketika kami pergi bertempur." kata Han Si Tiong.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 85
Moreka bertlga duduk bertiadapan. Mirang lebih sebulan yang lalu, tepat-nya mungktn srdah
tiga puluh lima hari, padu suatu pagi aku mendengar laporan dari anak buahku yang
melakukan peron-dten bahwa telah terjadi pernbunuhan di rumahmu ini. Mula-mula yang
mengetahuinya adalah seorang tetanggamu yang melihat tukang kebunmu menggeletak di
pekarangan. Mendengar bahwa pembunuhan itu terjadi di rumahmu, aku sendiri lalu bergegas
datang melakukan pemeriksaan. Ternyata bukan hanya tukang kebun yang menggeletak
dalam Keadaan terluka parah, melainkan juga Lu-ma, bibi kallan Itu, dan wanita pembantu
rutnah tangga kallan telah menggeletak tewas di kamar tamu."
"Kwe-ciaogkun, siapa yang melakukan pembunuhan keji ini? Dan apa yang terjadi dengan
anakku Bi Lan?" Hong Yi bertanya tak sabar.
"Tenanglah. Yl-mol. Biarkan Kwee-ciangkun melanluthan ceritanya." suaminya
menenangkannya
Kwee-ciangkun yang bernama Kwee Gi itu, seorang pria tinggi besar gagah berusia kurang
lebih empat puluh tahun, menghela napas panjang. dan memandang dengan sinar mata penuh
iba kepada Hong Yi. "Pada saat itu, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Bi Lan yang tidak
berada di rumah. Akan tetapi aku meli-hat tukang kebun itu masih hidup, maka aku lalu
menyuruh orang memanggil tabib dan merawatnya. Setelah dia siuman dari pingsannya, aku
segera bertanya ke-padanya apa yang telah terjadi. .Sebelum dla tewas karena luka parah,
semua tulang iganya patah-patah, dia bercerita kepadaku. Katanya pagi hari itu datang
seorang laki-laki berusia enam puluh tahun lebih, rambut, kumis dan jeriggotnya le-bat dan
sudah putih semua, mengenakan topl aslng sepertt yang biasa dipakal suku-suku asing di utara
dan barat, memegang sebatang tongkat ular kobra kering, wajahnya menyeramkan dengan
mata lebar dan liar, tubuhnya sedang dan tegap. Tamu itu datang mencari kalian berdua.
Ketika dijawab bahwa kalian pergi, dia minta bertemu dengan siapa saja yang berada di
rumah. Tukang kebun itu lalu memberitahu Lu-ma dan tukang kebun itu kembali ke
pekarangan depan, tldak tahu lagi apa yang terjadi di dalam. Akan tetapi, tak lama kemudian
dia me-lihat laki-laki tua itu keluar dari dalam rumah sambil memondong Bi Lan yang tampak
lemas dan anak itu me sangis tanpa suara. Tukang kebun berusaha untuk merebut kembali
anak itu, akan tetapi penculik itu lihai sekali. Sebuah tendangan yang amat kuat mematahkan
tulang-tulang iga tukang kebun itu sehing-ga dia roboh pingsan. Nah, demikianlah ceritanya.
Setelah menceritakan semua itu, diapun menghembuskan napas terakhlr. Ketika aku
memeriksa Jenazah Lu-ma dan pelayan Itu, mereka berdua tewas dengan luka di ulu hati dan
di leher. Luka itu kecil saja, agaknya tertusuk benda tumpul, akan tetapi di sekitar luka itu
berwarna menghitam. Tentu mereka keracunan hebat sekali dan tewas seketika. Dari
kenyataan itu, jelas bahwa laki-laki tua itu seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.”
Sunyi sekali setelah Kwee-ciangkun menyelesaikan ceritanya. Suami isteri itu saling
berpandangan dan perlahan-lahan dari kedua mata Hong Yi kemba-li menetes-netes air mata.
"Tiong-ko, kenalkah engkau dengan jahanam itu?" tanya Hong Yi sanrbil menahan isak
tangisnya.
Sambil mengerutkan alisrtya, Han Si Tiong menggeleng kepala. "Aku tidak mengenalnya,
tidak pernah melihatnya, mendengarpun belum. Kenapa orang yang tidak dikenal reelakukan
semua kekejaman ini?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 86
"Akupun tidak mengenal orang dengan gambaran seperti itu. Akan tetapi kenapa dia menculik
anakku?" Hong Yi mengepal kedua tangannya, kegelisahan, kedukaan dan kemarahan
memenuhi hatinya.
Kwee-clangkun menghela napas panjang. "Kiranya tldak salah lagi kalau aku mengira bahwa
perbuatan orang yang keji ini tentu merupakan suatu balas dendam"
“Akan tetapi kami berdua tidak mengenal orang macam itu! Bagaimana dia dapat membalas
dendam kalau kita mengenalnyapun tidak? Ada urusan apa antara orang itu dengan kami?"
kata Hong Yi penasaran sekali.
"Tidak selamanya orang yang menden-g dam kepada kita turun tangan sendiri. Bisa saja dia
menyuruh orang lain yang lihai untuk melaksanakan balas dendamnya itu. Mungkin saja
orang yang membunuh bibi kalian dan menculik puteri kalian adalah orang suruhan, seorang
pembunuh bayaran." kata Kwee Gi.
Han Si Tiong mengangguk-angguk "Apa yang dikatakan Kwee-ciangkun itu benar sekali, Yimoi.
Tentu ada orang yang sakit hati kepada kita, yang secara pengecut membalas dendam
kepada keluarga kita. Betapapun Juga, masih ada harapan bagl kita bahwa mereka tidak akan
mengganggu Bi Lan yang tidak bersalah apapun kepada mereka."
"Perkiraanmu itu kurasa benar sekali Han-ciangkun. Kalau pembunuh itu menginginkan
kematian anakmu, tentu hal itu telah dilakukannya di sini, tidak perlu bersusah payah
menculik anak itu keluar dari kota raja yang tentu saja mengandung resiko ketahuan."
"Aku bersumpah akan mencari penculik itu, membunuhnya dan merampas kembali anakku'
Aku tidak akan berhenti sebelum dapat menemukannya!" Hong Yi berkata dengan tegas dan
penuh kemarahan.
Si Tiong menghela napas panjang. "Tentu hal itu akan kita lakukan, Yi-moi, akan tetapi harus
dengan persiapan matang dan sebagai seorang yang memegang kewajiban, kita harus
mengembalikan dulu kedudukan yang dianugerahkan kepada kita. Ahh, sungguh bertubi-tubi
malapeta-ka menimpa diri kami, Kwee-ciangkun. Pertama, kami harus ikut berduka dan
prihatin karena Jenderal Gak dipaksa menghentikan gerakannya dan menarik mundur
pasukannya yang sudah mulai memperoleh kemenangan. Kemudian setelah kami pulang
dengan hati berat, kami bahkan dihadapkan dengan. peristlwa pembunuhan bibi daa dua orang
pembantu kami dan penculikan anak kami." Han Si Tiong menarik napas panjang lagi dengan
wajah diliputi kedukaan.
"Aku mengerti, Han-ciangkun. Biar-pun engkau dan isterimu mendapat anu-gerah pangkat
panglima muda dan men-jadi bangsawan, namun hati kalian diliputi kedukaan. Aku juga
mengerti akan keputusan Sribaginda Kaisar yang mengejutkan itu, yang memerintahkan
Jenderal Gak menghentikan gerakan penyerbuan ke utara dan menarik mundur tentara-nya.
Semua ini gara-gara bujukan perdana Meteri Chin Kui dan antek-anteknya sehingga Sri
Baginda Kaisar mengambil keputusan seperti itu. Djam-diam aku sendi-ri sudah mengirim
orang yang dapat ku-percaya untuk mengabarkan tentang per-j buatan Perdana Menteri Chin
Kui ini kepada Jenderal Gak Hul." kata Perwira Kwee Gi.
"Hemm, begitukah?" Han 'Sl Tiong mengepal tinjunya. "Kasihan Jenderal Gak yang gagah
perkasa dan budiman. Kasihan rakyat yang tinggal di sekitar perbatasan sebelah utara yang
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 87
tadinya sudah dibebaskan oleh pasukan kita. Mereka mengantar penarikan mundur pasu-kan
di bawah pimpinan Jenderal Gak de-ngan ratap tangis. Kalau begitu, untuk apa kami lebih
lama lagi bertugas sebagai perwira? Kwee-ciangkun, kami berdua akan mengundurkan diri,
kami akan pergi mencari puteri kami sampai dapat kami temukan."
Kwee-ciangkun dapat memaklumi ke-adaan sahabatnya. Demikianlah, Han Si Tiong dan
Liang Hong Yi lalu mohon ijin untuk mengundurkan diri dan berhenti dari jabatan mereka
dengan alasan harus mencari puteri mereka yang hilang diculik orang. Permohonan berhenti
Ini hanya sampai di tangan Jenderal Ciang Sun Bo yang berhak menangani urusan Ini. Seperti
kita ketahui, Jenderal Ciang itil adalah anak buah Perdana Menteri Chin Kui dan dia pernah
bentrok dengan Si Tiong dan Liang Hong Yi karena dia tertarik oleh kecantikan Hong Yi. Dlu
tidak berani mengganggu, suumi isteri itu karena mereka menjadl para pembantu Jenderal
Gak Hul, Oleh karena itu membaca permohonan suami isteri itu untuk berhenti dari pekerjaan
mereka, tentu saja dia segera menyetujui.
Han Si Tiong dan Liang Hong Yl la-lu berkemas, menjuali harta miliknya lalu meninggalkan
kpta raja. Mereka berdua merantau, mencari-cari puteri mereka. Akan tetapi penculik itu sama
sekali ti-dak meninggalkan jejak sehingga mereka tidak tahu harus mencari ke mana. Dari
ciri-ciri penculik itu seperti yang diceritakan oleh tukang kebun mereka kepada Kweeclangkun,
mereka mendengar keterangan dari orang-orang kang-ouw (su-ngai telaga, dunia
persilatan) bahwa yang dimaksud itu mungkin seorang datuk yang bernama Ouw Kan dan
berjuluk Toat-beng Coa-ong (Raja Lllar Pencabut Nyawa). Akan tetapl selama bertahun-tahun
Inl datuk Itu hanya dlkenal ssbagai seorang yang datang darl Sln-klang dan riamanya amat
terkenal dl utara, dl daerah yang klni dtduduki Kerajaan Kln. Karena itu Si Tiong dan Hong
Yi pergl merantau ke utara, lalu ke Sin-kiang. Sampai hampir dua tahun mereka merantau dan
mencarl-carl, akan tetapi semua usaha mereka sla-sia. Mereka tldak dapat me-nemukan datuk
yang mereka curigai Itu, bahkan akhirnya di daerah Sin-kiang mereka mendengar bahwa
datuk itu mung-kin sekali sudah tewas, walaupun tak se-orangpun dapat memastikan akan hal
itu dan tidak ada pula yang tahu di mana kuburnya. Juga tidak ada orang yang da-pat
mengatakan di mana adanya Bi Lan yang diculik itu.
Akhirnya setelah semua usaha mereka sia-sia, Si Tiong dan Hong Yi meng-hentikan usaha
mereka mencari puterl mereka. Dengan kecewa dan duka mere-ka lalu membeli sebidang
tanah di dekat See-ouw (Telaga Barat) dan hldup sebagai petani, mengasingkan diri dari dunla
ramai. Mereka hidup sederhana. Sang Waktu akhirnya mengobati sakit hati dan kedukaan
mereka. Mereka menerima nasib dan hidup sebagai petani, mendapatkan ketenterartian dan
kedamaian di tempat yang sunyi dan indah itu. Penduduk sekitar telaga yang indah itu kadang
melihat sepasang suami isteri ini menunggartg keledai mereka di sepanjang tepi telaga sambil
menikmati pemandangan yang indah sekali dari 'tempat itu. Mereka hidup terasing dan jauh
dari dusun, seperti dua orang pertapa. Bah-kan para penduduk dusun di sekitar tela-ga tidak
pernah tahu bahwa sepasang suami isteri itu adalah bekas panglima dan telah memperoleh
gelar bangsawan darl Kaisar Sung Kao Tsu!
* * *
Apa yang terjadi dengan Bi Lan? Mari kita ikuti perjalanan Ouw Kan datukr yang dikenal
dengan julukan Toat-beng Coa-ong itu, yang berhasil membawa Bi Lan yang ditotok pingsan
dan dipondongnya itu keluar pintu gerbang kota raja sebelah utara. Orang-orang yang
melihatnya tentu menduga bahwa kakek itu memondong cucunya yang sedang tldur.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 88
Setelah tiba jauh darl kota raja, Ouw Kan menurunkan Bi Lan dan membebaskan totokannya.
Bi Lan yarig merasa tubuhnya kaku dan lemah, jatuh terduduk. Kini ia terbebas dari totokan,
mampu bergerak dan mengeluarkan suara. Begitu ia dapat menggerakkan tangan kakinya,
tanpa memperdulikan tubuhnya yang masih terasa lemah, ia sudah meloncat bangun.
"Kakek jahat, engkau telah membu-nuh nenek, pelayan dan tukang kebun ka-n»i! Aku harus
niembalaskan kernattan mereka!" Setelah mengeluarkan suara bentakan ini, ia lalu menerjang
dan menyerang kakek itu kalang kabut!
Akan tetapi apa artinya serangan se-orang anak berusia tujuh tahun? Biarpun Bi Lan sejak
kecil telah digembleng dasar-dasar ilmu silat oleh ayah ibunya, na-mun tentu saja inenghadapi
seorang datuk seperti Ouw Kan, kepandaiannya itu sama sekali tidak ada artinya. Sekali
tangan kiri kakek itu menyambar, anak itu telah terpelanting dan terbanting roboh.
"Hemm, anak bandel! Kalau engkau tidak mau menaatiku dan berjalan sendiri dengan baikbaik,
aku akan membuatmu tidak dapat bergerak seperti tadi kemudian aku akan
menyeretmu!"
Bi Lan adalah seorang anak yang memiliki keberanian besar. Mendengar ancaman itu ia sama
sekali tidak merasa takut, bahkan kini ia sudah bangkit dan dengan nekat ia inenyerang lagi!
Ouw Kan menangkap lengan Bi Lan, akan tetapi anak itu cepat mendekatkan mukanya dan
menggigit tangan kakek itu!
"Uhh'" Ouw Kan yang tidak mengira tergigit tangannya. Karena merasa nyeri dia lalu
mengibaskan tangannya dan kembali Bi Lan terpelanting. Akan tetapi ia bangkit lagi,
mukanya merah karena marah dan ia sama sekali tidak menangis,
"Kakek iblis! Kubunuh engkau!" teriaknya dan kembali ia menerjang.
Ouw Kan diam-diam merasa kagum akan kenekatan dan keberanian anak itu akan tetapi dia
juga merasa terganggu. Kini dia menggerakkan tangan dan sekali jari tangannya menotok, Bi
Lan roboh dengan tubuh lemas dan kaki tangan lumpuh. Akan tetapi ia masih dapat
mengeluarkan suara dan lapun memaki maki.
"Kakek Jahat! Kakek Iblls! Muka jelek, hatimu lebih jelek lagi!"
"Hemm, engkau memang bandel dan keras kepala. Engkau mencari sakit sendiri. Disuruh
berjalan sendiri baik-baik tidak mau, rasakan sekarang aku akan menyeretmu!"
Ouw Kan melepaskan pita rambut Bi Lan sehingga rambut yang panjang itu terurai lepas.
Kemudian kakek itu menjambak rambut Bi Lan yang lebat dan hitam, lalu menyeret tubuh
yang telentang itu di belakang.
Tentu saja Bi Lan merasa tersiksa sekali. Belakang kedua lengan dan kakinya, juga punggung
dan pinggulnya, terasa sakit-sakit karena terseret dan terantuk batu-batu di jalan. Tubuh
bagian belakang itu lecet-lecet, pakaiannya bagian belakang juga pecah-pecah. Rasa pe-dih
menusuk tulang. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, tidak mau berteriak, tidak mengeluh.
Hanya matanya yang menjadi basah dan alr mata turun ke atas kedua pipinya.
Setelah berjalan agak jauh, Ouw Kati merasa kesal juga harus menyeret tubuh anak itu. Sama
tldak enaknya dengan memondong. Dia berhenti dan menoleh. Dilihatnya anak itu sama
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 89
sekali tidak mengeluh, melainkan mengertakkan gigi dan kedua matanya mengeluarkan air
mata namun sedikitpun tidak terdengar tangisnya. Anak yang luar biasa, pikirnya kagum.
Bagian belakang tubuh anak itu sudah lecet-lecet berdarah, akan tetapl la tldak pernah
mengeluh, dan sepasang mata yang jeli itu memandang ke-padanya penuh kemarahan!
"Nah, tidak enak bukan kalau kuseret? Apa sekarang engkau masih keras kepala dan tidak
mau berjalan sendiri?"
Bi Lan adalah seorang anak yang pemberani dan keras hati, akan tetapi di samping itu ia juga
seorang anak yang cerdlk bukan main. Pikirannya berjalan cepat. la sudah melihat untung
ruginya. Kalau la berkeras tidak menaati perintah penculikya, ia akan tersiksa, terluka dan
mungkin akan tewas. Kalau begitu, tentu ia tldak beri kesempatan lagi untuk membalas semua
kejahatan yang telah dilakukan kakek itu. Sebaliknya kalau ia menaati, selain penyiksaan
yang menghina itu tidak perlu ia rasakan, juga masih terbuka kesempatan baginya untuk
membalas dan kalau mungkin membunuh kakek ini. Setelah pikiran secepat kllat ini bekerja,
ia lalu mengatakan keputusan hatinya.
"Baik, aku akan berjalan sendiri." Ouw Kan tersenyum, merasa menang dan dia lalu
membebaskan totokannya sehingga Bi Lan mampu bergerak kembali. Bi Lan maklum bahwa
menyerang lagi dengan nekat akan sia-sia belaka. la harus menekan kemarahannya dan menahan
kesabarannya, menanti terbukanya kesempatan yang baik untuk membalas dendam. la
bangkit dan merasa betapa bagian belakang tubuhnya nyerl sekall, panas dan pedih sehingga
tak tertahankan lagi la menyeringai kesakltan.
Melihat inl, Ouw Kan yang merasa kagum dan suka mellhat anak perempuan yang pemberanl
dan tahan uji itu mengeluarkan sebuah bungkusan dari sakunya. "Menghadaplah ke sana, akan
kuobati lecet-lecet itu!"'
Bi Lan tidak membantah, lalu berdirl membelakangi kakek itu. Ouw Kan membuka
bungkusan yang terisi obat bubuk berwarna kuning. Dia menaburkan bubuk kuning itu pada
luka-luka di bagian be-lakang tubuh Bi Lan. Anak itu merasa betapa panas dan pedih di
tubuhnya se-gera hUang terganti rasa dingin dan nyaman.
"Nah, mari kita lanjutkan perjalanan kita." kata Ouw Kan. Dia melangkah dan Bi Lan berjalan
di sampingnya. Setelah berjalan tanpa bicara beberapa lamanya, Bi Lan lalu bertanya,
mengatur agar kemarahan tidak muncul dalam suaranya.
"Engkau ini siapakah, Kek?"
Ouw Kan tersenyum dan mengelus jenggot putihnya yang lebat. Dari suaranya, anak ini sama
sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sungguh seorang anak yang luar biasa!
"Hemm, mau tahu slapa aku? Aku bukan orang biasa saja. Namaku Ouw Kan, akan tetapi
dunia persilatan mengenal aku sebagai Toat-beng Coa-ong!"
"Pantas tongkatmu ular kering!" kata Bl Lan sambll memandang ke arah tongkat yang kinl
dipegang tangan kanan kakek itu.
"Ha-ha, engkau cerdlk. Siapa nama-mu?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 90
"Namaku Han Bi Lan, kek."
"Han Bi Lan? Nama yang bagus." Ouw Kan mengangguk-angguk. Datuk Ini adalah seorang
yang berwatak aneh dan terkenal kejam sekali. Dia dapat membunuhi orang tanpa berkedipi
Akan tetapi, betapapun jahatnya, ada juga saatnya dia bersikap seperti seorang manusia biasa
yang dapat tertarik dan merasa suka kepada seseorang seperti sekarang dia merasa suka sekali
kepatfa anak perempuan yang dlcullknya ini. Sikap Bl Lan yang pemberanl Itu membuat dia
kagum dan suka.
"Akan tetapi, kek. Engkau yang tidak mengenal aku, kenapa sekarang menculikku? Dan
nenek Lu-ma, pembantu rumah tangga dan tukang kebun kami, apa kesalahan mereka
terhadapmu? Kenapa mereka kau bunuh?"
Dihujani pertanyaan ini, Ouw Kan tertawa. Dia adalah seorang manusia yang tak pernah
menyadari akan kesalahannya. Dia percaya bahwa segala yang dia lakukan adalah benar,
tidak jahat, karena semua perbuatannya itu ada alasannya! Nafsu daya rendah memang
menjadlkan hati akal pikiran sebagai sarang-nya dan melalui hati akal pikiran inilah nafsu
setan membisikkan alasan-alasan untuk membenarkan segala perbuatannya yang menyimpang
dari kebenaran. Setan itu cerdik bukan main. Dia niembela se-mua perbuatan sesat dengan
alasan-alas-an yang tampaknya masuk akal dan benar!
"Hemm, engkau ingin tahu mengapa aku melakukan penculikan dan pembunuhan itu, Bl Lan?
Semua Itu untuk menghukum dosa yang dllakukan ayah ibumu? Mereka telah membunuh
Pangeran Cu Sl dalam pertempuran, maka Sribaginda Raja Kin lalu menyuruh aku untuk
membalas dendam kematian puteranya."
"Akan tetapi, kenapa aku yang kau culik dan mereka yang kau bunuh? Kami tidak
mempunyai kesalahan apapun!" Bi Lan membantah.
"Kalau ayah ibumu berada di rumah, tentu mereka yang akan kubunuh. Akan tetapi mereka
tidak berada di rumah. Yang ada hanya engkau puteri mereka dan orang-orang itu. Maka
engkau yang kuculik dan mereka kubunuh sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Cu
Si."
Pada saat itu terdengar suara derap kaki kuda datang dari belakang. Ouw Kan berhenti
melangkah dan menengok. Bi Lan juga memutar tubuh. Mereka melihat seorang laki-laki
menunggang kuda datang dari arah belakang. Ouw Kan lalu berdiri di tengah jalan
menghadang dan mengangkat tangan kiri ke atas sebagai tanda menghentikan penunggang
kuda itu. Kuda dihentikan, debu mengepul dan laki-laki itu melompat turun dari atas
punggung kudanya. Dia seorang laki-laki kurang lebih empat puluh tahun dan me-lihat
sebatang golok yang terselip di punggungnya dapat diduga bahwa dia se-orang yang siap
menghadapi gangguan dengan kekerasan. Seorang tokoh kang-ouw yang mengandalkan ilmu
silatnya untuk membela diri. Mukanya bulat, tubuhnya kokoh dan sinar matanya mencorong.
Alisnya berkerut ketika ia memandang kakek yang menghentikannya di tengah jalan itu.
"Paman tua, ada keperluan apakah engkau menghadang perjalananku?" tanya laki-laki itu
sambil memandang kepada Bi Lan yang berdiri di tepi jalan. "Apakah ada sesuatu yang perlu
kubantu?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 91
"He-he, memang ada yang perlu Kau-bantu, sobat. Aku sudah tua dan cucuku ini masih kecil.
Kami membutuhkan kudamu untuk melanjutkan perjalanan kami. Maka, engkau lanjutkan
perjatanan dengan jalan kaki dan tinggalkan kudamu untuk kami pakai." kata Ouw Kan
dengan senyum.
"Dia bohong! Aku bukan cucunya. Dia bukan kakekku, dia menculikku!" tiba-tiba Bi Lan
berteriak. la melihat sikap gagah laki-laki itu dan mengharapkan pertolongan darinya.
Laki-laki itu mengerutkan alisnya semakin dalam dan memandang kepada Ouw Kan dengan
tajam penuh selidik. "Ehh? Benarkah itu, paman tua?"
Sikap lembut Ouw Kan lenyap, ter-ganti pandang mata mencorong dan sua-ranya juga ketus.
"Jangan mencampuri urusanku. Berikan saja kudamu itu kepadaku!"
"Hemm, engkau sudah menculik seorang anak perempuan dan kini hendak merampas
kudaku? Orang tua, jangan engkau berani main-main di depanku! Engkau tidak tahu siapa
aku? Aku adalah orang yang disebut Hui-liong Sin-to (Go-lok Sakti Naga Terbang)!
Minggirlah dan jangan ganggu. aku lagi dan biarkan aku mengantarkan anak ini kembali ke
orang tuanya. Barulah aku mau mengampunimu!"
"Heh-heh-heh, kalau begitu terpaksa gku harus membunuhmu!" kata Ouw Kan tertawa sambil
menggerakkan tongkat ularnya. Tongkat itu meluncur ke arah dada laki-laki itu. Akan tetapi
orang yang mengaku berjuluk Hui-liong Sin-to itu dengan tangkas dan gesitnya menge-lak ke
belakang dan sekali tangan kanannya meraba punggung, tampak slnar berkelebat dan
sebatang golok yang amat tajam telah berada dl tangan kanannya.
Ouw Kan tidak perduli. Serangan pertamanya yang dapat dihindarkan lawan itu membuatnya
penasaran dan diapun menyerang lagi. Kini tongkat ular kobra itu membuat gerakan melayang
dan melingkar-llngkar menyerang ke arah titik-titik jalan darah maut di bagian tubuh
lawannya. Hui-llong Sin-to terkeJut bukan matn, mengenal serangan yang amat ber-bahaya.
Dia cepat memutar goloknya me-nangkls sambil mengerahkan tenaga de-ngan maksud untuk
mematahkan tongkat ular kobra kerlng itu.
"Tranggg.....!!'' Tampak bunga apl ber-pijar dan bukan tongkat ular itu yang patah, melainkan
golok Itu terpental dan hamplr saja terlepas dart tangan peme-gangnya. Laki-laki itu terkejut
bukan main. Dia adalah seorang ahli silat yang kenamaan dan tergolong jagoan sehingga
memperoleh julukan Golok Sakti Naga Terbang. Goloknya amat terkenal dan jarang
menemukan tanding. Akan tetapi sekali ini berhadapan dengan seorang kakek, tongkat ular
kering kakek itu dapat membuat goloknya terpental! Tahulah dia bahwa dia berhadapan
dengan seorang lawan sakti. Akan tetapi dia tidak mendapat kesempatan untuk berpikir
karena tongkat yang sudah berubah menjadi gu-lungan sinar hitam itu sudah menyambar lagi
ke arahnya.
Jilid 6 .....
Hui-Liong Sin-To terpaksa menangkis lagi sambil terhuyung ke belakang. Ouw Kan
menggerakkan tangan kirinya, dengan telapak tangannya dia men dorong ke arah dada lawan.
"Robohlah!" bentaknya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 92
Serangkum tenaga dahsyat menyambar dan tubuh orang itu terpental ke be!akang dan
terbanting roboh. Goloknya terlepas darl tangannya dan tubuh itu terkulal lemas. Matanya
terbelalak memandang Ouw Kan yang berdlrl sambll tersenyum mengejek. Telunjuk tangan
kanannya dlangkat menuding dan rnulutnya yang mengeluarkan darah segar bertanya,
"Siapa.... siapa..... engkau.....?"
"Toat-beng Coa-ong Ouw Kan namaku!" kata Ouw Kan. Orang Itu tampak terkejut sekali. ,
"Toat-beng Coa-ong.....? Ahhhh .... mati aku.....!" Dia terkulai lagi dan diam tak bergerak,
tewas seketika karena pukulan Ouw Kan tadi mengandung hawa beracun yang amat dahsyat.
Bi Lan menonton dengan mata terbe-lalak dan hatl merasa ngeri. Kjni sadarlah anak inl
bahwa penculiknya adalah seorang yang saktl dan berbahaya sekall. Tahulah la bahwa la tidak
mungkin akan dapat terlepas darl cengkeraman kakek inl mempergunakan kekerasan. la
mena-han kebenciannya yang makln mendalam melihat betapa kakek Itu demlkian mudah nya
membunuh orang, hanya untuk merampas kudanya.
Ouw Kan menghampiri Bi Lan dan tersenyum, lalu berkata dengan nada bangga. "Hah, orang
macam itu berani melawan aku! Mencari mampus sendlri. Hayo, Bi Lan, kita melanjutkan
perjalanan dengan menunggang kuda."
Bi Lan tldak membantah ketika la diangkat dan didudukkan dl atas pung-gung kuda.
Kemudian kakek Itu melompat dan duduk di belakangnya. Kuda dilarikan meninggalkan
tempat itu. Bi Lan menoleh memandang ke arah pemilik kuda yang menggeletak tanpa nyawa
di atas tanah dan ia mulai merasa ngerl.
"Bl Lan, kalau engkau bertemu orang mengatakan bahwa aku menculikmu laiu orang Itu
menantangku, dia tentu akan matl dl tanganku dan engkaulah yang menyebabkan
kematlannya Itu," kata Ouw Kan.
Bl Lan merasa ngerl, Kakek inl lihal bukan maln dan ia tahu bahwa ucapen kakek itu bukan
sekedar gertak kosong belaka.
"Habls, apa yang harua kukatakan kepada orang? Engkau memang menculikku." Jawabnya.
"Engkau akan membawaku ke mana, kek? Apa yang akan kaulakukan denganku? Kalau
engkau hendak membunuhku, kenapa tldak kaulakukan sekarang?"
"Heh-heh, aku suka melihatmu dan sayang kalau engkau dibunuh, Bl Lan. Aku akan
membawamu ke utara dan me-nyerahkanmu kepada Srlbaginda Raja Kin yang kematian
puteranya. Terserah kepadanya apa yang akan clilakukannya terhadap dirimu."
Bi Lan mengerutkan 'altsnya. Hatiriya merasa khawatir sekali. Raja Kin itu mendedam sakit
hati kepada ayah ibunya yang telah membunuh puteranya da-lam perang. Kalau ia terjatuh ke
tangan raja itu, teittu akan celaka hidupnya. Raja itu tentu akan melampiaskan dendamnya.
Mungkin ia akan dibunuh, atau disiksa. Atau la akan disandera dan dijadikan umpan untuk
memancing datangnya ayah ibunya! Ah, gawat sekali kalau begitu. Akan tetapi ia diam saja.
Siang hari itu panasnya bukan main. Ouw Kan menghentikan kudanya dan mereka turun dari
atas punggung kuda. Setelah menambatkan kudanya pada sebatang pohon, Ouw Kan
mengajak Bl Lan duduk dl bawah pohon yang teduh. Jalan pegunungan itu sunyi sekali.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 93
"Perutku lapar, kita makan dulu." katanya dan dia mengeluarkan ssebuah bung kusan yang
berisi roti kering dan daging kering. "Kita makan seadanya dan minum anggur ini." Ternyata
kakek itu membawa seguci anggur.
"Aku tidak suka minum anggur. Di sana ada alr, aku ingln minum air." kata Bi Lan, menunjuk
ke arah alr yang mengucur darl celah-celah batu padas.
Karena ia tldak Ingin kelaparan dan, kehabisan tenaga, Bl Lan makan rotl dan daglng kerlng,
dan mlnum alr yang ditampung dengan kedua tangannya. Ouw Kan §endlrl makan rotl dan
daging kerlng lalu la minum anggur sampai habls setengah guci.
Dalam. keadaan hampir mabuk dia lalu merebahkan diri di atas rumput dl bawah pohon Itu
dan sebentar saja dia sudah tldur mendengkur!
Bi Lan duduk dl rumput dan memandang kakek Itu dengan Jantung berdebar. Inilah aaatnya,
piklrnya. Saat yang memberl kesempatan kepadanya untuk meloloskan diri, untuk melarlkan
diri! la menanti sampai dengkur kakek itu terdengar teratur dan panjang-panjang, tanda bahwa
tidurnya sudah pulas benar. la bangkit berdirl, perlahan-lahan sambil terus mengamati kakek
itu. Tidak ada tanda-tanda bahwa kakek itu memperhatikannya. la memutar tubuhnya, kemudian
berjingkat rnelangkah meninggalkan tempat itu. Akan tetapi baru belasan langkah ia
berjalan, tiba-tiba tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan yang taktam-pak sehingga ia
terhuyung ke belakang dan jatuh terduduk di tempatnya yang tadi! la memutar tubuh melihat
beta-pa kakek itu masih mendengkur! Bi Lan menjadi penasaran sekali. Kembali ia bangkit
berdiri dengan hati-hati dan kini ia melangkah meninggalkan tempat itu sambil mundur,
matanya tetap meman-dang ke arah kakek yang masih tidur mendengkur.
Setelah mundur belasan langkah, la irtelihat kakek yang maslh mendengkur itu tlba-tiba
menggerakkan tangan ke arahnya dan .... kembali ada tenaga yang amat kuat menariknya ke
depan. Betapa-pun ia berusaha untuk bertahan, tetap saja tubuhnya tertarlk kembali ke depan
dan ia jatuh terduduk di tempatnya yang tadi, tak jauh dari tubuh kakek yang re-bah telentang
dan tidur mendengkur itu!
Hati Bi Lan menjadi gemas sekali. Mengertilah ia bahwa kakek sakti itulah yang membuat
tubuhnya selalu tertarik kembali. Entah bagaimana, dalam keada-an tidur mendengkur kakek
itu mampu mencegahnya melarikan diri! Kempirah-an membakar hatinya. Sekaranglah
kesempatan itu terbuka baginya. Makin lama ia akan semakin jauh di daerah uta-ra dan akan
makin kecillah harapar untuk dapat meloloskan diri. Kalau kakeK ini, biarpun dalam tidur,
dapat menghalanginya melarikan diri, satu-satunya jalan harus membunuhnya lebih dulu! Bi
Lan menjadi nekat. Di dekatnya terdapat seborgkah batu sebesar kepalanya. la mengambil.
batu itu dan mengangkatnya dengan ke-dua tangannya. Lalu ia menghampiri Ouw Kan.
Dengan mengerahkan seluruh tena-ganya ia membanting batu itu, menimpakannya ke arah
muka Ouw Kan yang tidur telentang di atas rumput!
"Wuuuttt.... bukkkk!" sungguh aneh. Dia masih mendengkur, akan tetapi ketika batu ttu
menlmpa, kepalanya bergerak ke samping sehingga batu itu menghantam tanah, tidak
mengenai mukanya! Bi Lan menjadi penasaran sekali. Diambilnya lagi batu itu dan
ditimpakan lagi ke arah muka. Namun, sampai tiga kali ia mengulang, tetap saja hantamannya
itu . tidak pernah mengenai muka kakek itu. Bi Lan menjadi penasaran sekali dan untuk ke
empat kalinya ia menimpakan batu itu sekuat tenaga ke atas dada Ouw Kan! Sekali ini kakek
itu tidak dapat mengelak dan batu itu tepat menehantam dadanya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 94
"Bukkk....!!" Bi Lan terpental sampai tiga meter, seperti dilontarkan tenaga yang amat kuat
dan batu itu terlepas dan kedua tangannya, terpental lebih jauh lagi. Tubuh Bi Lan terbanting
keras ke atas tanah sehingga pinggulnya tera-sa nyeri.
Ouw Kan bangkit duduk, menggosok-gosok kedua matanya seperti orang baru bangun tidur,
memandang kepada Bi Lan. lalu bangkit berdiri. Bi Lan juga bangkit berdin walaupun
pinggulnya terasa nyeri. la maklum bahwa ia tidak mungkin da-pat terbebas dari kakek ini.
Kesempatan baik tadi telah ia pergunakan, akan tetapi ternyata kakek itu seorang yang a-mat
sakti. Sedang dalam keadaan tidur saja kakek itu dapat menggagalkan usahanya menyferang
untuk membebaskan diri, apalagi dalam keadaan sadar. Dan ia dapat membayangkan betapa
ngeri na-sibnya kalau terjatuh ke dalam tangan Raja Kin yang mendendam kepada ayah
ibunya.
"Tidak! Aku tidak mau kaubawa lagi! Biar kaubunuh aku, aku tetap tidak mau ikut
denganmu!" teriak Bi Lan dengan nekat.
Ouw Kan tertawa bergelak. Dia me-rasa semakin suka kepada anak yang pemberani, nekat
dan tidak takut mati ini. "Ha-ha-ha, Bi Lan. Apa kaukira engkau akan dapat- menolak kalau
aku membawamu pergi?" Dia lalu berkemak-kemik membaca mantera dan mengerah-kan
kekuatan sihirnya, lalu berkata de-ngan suara yang lembut namun mengan-dung wibawa yang
kuat sekali. "Bi Lan, anak baik! Ke sinilah, engkau harus patuh dan ikut denganku, ke
manapun kubawa engkau pergi!"
Ada sesuatu yang teramat kuat mendorong Bi Lan, baik mendorong hatinya dan kedua
kakinya sehingga ia me!angkah maju, menghampiri kakek itu. Akan tetapi baru tiga langkah
ia berjalan, tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring dan tiba-tiba saja kekuatan yang
mendorong Bi Lan itu lenyap.
"Tidak, tidak!" Bi Lari berhenti dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak sudi ikut denganmu.
Engkau kakek jahat, telah membunuh nenek, pelayan dan tukang kebun kami. Aku benci
padamut"
Ouw Kan merasa terkejut sekali melihat betapa pengaruh sihirnya atas diri anak itu punah.
Dia tahu bahwa suara tawa tadilah yang memunahkan kekuatan sihirnya. Dia merasakan
getaran he-bat terkandung dalam suara tawa itu.
"Omitohud! Toat-beng Coa-ong Ouw Kan di mana-mana mendatangkan kekacauan belaka.
Anak sekecil inipun hendak dipaksanya. Uih, sungguh mernalukan sekali seorang datuk besar
sampai dimakl-maki anak kecil!"
Ouw Kan cepat memutar tubuh ke kanan dan dia melihat kakek itu! Seo-rang kakek yang
berusia sekitar enam puluh tahun, berjubah kuning dengan kotak kotak merah, kepalanya
gundul mengenakan peci kain kuning. Tubuhnyating-gi besar berperut gendut dan bajunya
tidak terkancing sehingga dadanya tampak. Mukanya bulat dan semua anggauta tu-buh kakek
ini tampak kebulat-bulatan. Di tangan kanannya terdapat sebatang tongkat panjang berkepala
naga. Tentu saja Ouw Kan menjadi terkejut dan juga marah sekali. Baru beberapa bulan dia
bertemu dengan kakek ini yang bukan lain adalah Jit Kong Lama, pendeta Lama dari Tibet
yang amat sakti itu. Per-nah dia dan Ali Ahmed datuk suku Hui itu berhadapan dengan Jit
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 95
Kong Lama dan memperebutkan kitab-kitab yang dibawa Tlong Lee Cin-jin dan dia bersama
Ali Ahmed kalah melawan kakek gundul dari Tibet Inl.
"Jit Kong Lama!" Ouw Kan membentak marah. "Tidak malukah engkau seba-gai seorang
datuk besar hendak mencampuri urusan orang lain? Urusanku dengan anak ini sama sekalt
ttdak ada §ahgkui pautnya dengan dirimu, karena itu pergilah dan jangan mengganggu kami!"
"Ha-ha-ha! Ouw Kan, pinceng (aku) tidak sudi mencampuri urusan pribadimu, akan tetapi
pinceng ingin inencampuri urusan anak ini. Kalau ia memang suka kaubawa pergi, pinceng
tidak akan peduli. Akan tetapi kalau ia tidak mau kau bawa pergi, setelah ada pinceng di sini,
engkau tidak boleh memaksanya."
Mendengar ucapan hwesio gundul berjubah aneh itu, Bi Lan cepat berkata dengan lantang.
"Losuhu yang baik, dia itu orang jahat sekali!" Telunjuknya menuding ke arah muka Ouw
Kan. "Aku tidak sudi ikut dengan dial" .
Jit Kong Lama tertawa lagi. "Ha-ha-ha, Ouw Kan, engkau sudah mendengar sendiri dengan
jelas! Anak Ini tidak tnau ikut denganmu, maka pergilah' linggal-kan ia dan jangan
menggunakan paksaan
Ouw Kan menjadi marah bukan main. la amat membutuhkan diri Bi Lan untuk dijadikan
bukti keberhasilan tugasnya kepada Raja Kin. Dia tidak berhasil membunuh Han Si Tiong dan
Liang Hong Yi, sekarang harus gagal lagi menculik anak mereka. Membunuhi nenek dan dua
pela-yan itu, tentu saja tidak ada artinya bagi pembalasan dendam kematian Pangeran Cu Si.
Akan tetapi diapun bukan seorang bodoh. Baru beberapa bulan yang lalu, bersama Ali Ahmed
sekalipun mere-ka tidak mampu menandingi Jit Kong Lama. Apalagi sekarang harus melawan
seorang diri! Dia tidak sebodoh itu untuk mencari penyakit melawan orang yang jauh lebih,
kuat dari padanya.
"Anak ini aku yang membawanya sampai di sirai. Kalau ia tidak mau ikut, biar ia $rarnpus
saja!" Setelah berkata demikian, tiba-tiba dengan gerakan ce-pat sekali tubuhnya sudah
melompat ke arah Bi Lan dan tongkat ular kobra itu meluncur ke arah kepala anak perempuan
itu.
"Trakkk!" tongkat itu bertemU ujung tongkat naga di tangan Jit Kong Lama sehingga
terpental dan tubuh Ouw Kan agak terhuyung ketika ia terdorong ke belakang.
"Omitohud! Apa kaukira pinceng ini patung? Anak ini tidak sudi kau bawa, apalagi
kaubunuh! Karena ia tidak mau, pinccng harus membelanya!" Jit Kong Lama melintangkan
tongkat kepala naga di depan dadanya.
Ouw Kan memandang dengan mata berapi, akan tetapi dia menahan diri dan tidak berani
menyerang. "Jit Kong La-ma, sekali ini aku mengalah kepadamu. Akan tetapi ingatlah bahwa
aku bertttgas sebagai utusan Sribaginda Raja Kin dan campur tanganmu ini berarti engkau telah
berdosa terhadap KeraJaan Kin!"
"Ha-ha-ha, ancamanmu itu tidak ada artinya bagi pinceng. Pinceng bukan war-ga negara Kin,
maka pinceng tidak berdosa kepada kerajaan manapun!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 96
Setelah melotot kepada pendeta Lama dan Bi Lan, Ouw Kan lalu memutar tubuhnya, berlari
ke arah kuda yang dltam-batkan pada batang pohon, melepas kendali kuda lalu melompat ke
atas punggung binatang itu dan cepat meninggalkan tempat itu.
Kini pendeta Lama itu berdiri berhadapan dengan Bi Lan. Mereka saling pan-dang dan
memperhatikan. Sebagai anak Cerdik Bi Lan tahu bahwa kakek gundul ini telah menolongnya
dan ia ha-rus berterima kasih kepadanya. Maka ia-pun maju menghampiri dan menjatuhkan
diri berlutut di depan Jit Kong Lama. "Losuhu telah menolong saya dan membebaskan saya
dari tangan pembunuh dan penculik itu. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
losuhu."
Jit Kong Hwesio membungkuk ctan menggunakan tangan kirinya untuk mera-ba-raba dan
menekan-nekan kepala, kedua pundak dan punggung Bi Lan. Anak itu merasa heran dan tidak
enak diraba-raba seperti ku, akan tetsipi ia diam saja.
"Bangkitlah, anak baik. Siapa namattiu dan di mana tempat tinggalmu?"
Bi Lan bangkit berdiri. "Saya bernama Han Bi Lan dan tempat tinggal saya dl kota raja Hangchou."
"Omitohud! Begitu jauhnya dia membawamu? Dari Hang-chou ke sini? Wah, perjalanan dari
sini ke Hang-chou dengan" berjalan kaki akan makan waktu puluhan hari! Bagaimana engkau
akan dapat pulang sendiri, Bi Lan? Di dalam perjalanan sejauh itu, engkau tentu akan bertemu
banyak orang jahat. Engkau mungil dan cantik, tentu banyak orang jahat tidak akan
melepaskanmu begitu saja."
Mendengar ini, kembali" Bi Lan men-jatuhkap dirinya berlutut. "Lo-suhu, mohon losuhu
jangan kepalang menolong saya. Kalau losuhu sudi menolong saya mengantarkan saya pulang
ke Hang-chou, pasti saya akan sampai di rumah dengan selamat dan kedua orang tua saya
tentu akan berterima kasih sekali kepada losuhu." Bi Lan belum mau menyebutkan nama ayah
dan ibunya, karena la beluin mengenal slapa sebenarnya kakek Inl dan la tldak tahu apakah
kakek ini tidak memusuhl ayah Ibunya.
"Omltohud...... untuk melindungimu engkau harus menjadi muridku dan pinceng melihat
engkau bertulang baik, pantas menjadi muridku....."
"Teecu suka menjadi murid suhu!" Cepat Bi Lan menyambar tawaran ini.
"Omitohud! Tidak ringan syaratnya untuk rtienjadi muridku, Bi Lan. Sampai hari ini pinceng
belum pernah menerinia murid dan kalau engkaii memang berjodoh menjadi muridku, engkau
harus memenuhi syarat itu."
"Apakah syarat itu, suhu? Teecu (murid) tentu akan bersedia untuk memenuhl-nya!" kata Bi
Lan dengan penuh semangat.
"Ada dua syarat yang harus kaupenuhi. Pertama, engkau harus mengikuti aku selama sepuluh
tahun dan selama itu engkau tidak boleh pergi ke manapun juga, tidak boleh pulang ke rumah
orang tuamu. Dan syarat ke dua, setelah sepuluh tahun menjadi muridku, engkau boleh pergi
dan pulang kepada orang tuamu, akan tetapi engkau harus mencari sampai ketemu dan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 97
membunuh seorang musuh besarku yang bernama Tiong Lee Cin jin. Nah, sanggupkah
engkau memenuhi. kedua syarat itu?"
Bi Lan yang masih berlutut itu tertegun. Syarat ke dua itu tidak perlu ia ragukan lagi.
Siapapun musuh gurunya, sudah menjadi kewajibannya untuk menentang musuh besar
gurunya. Akan tetapi syarat pertama itulah yang berat. la ta-di mau menjadi murid Lama itu
agar ia dapat cepat diantar pulang. Akan tetapi syarat itu menghendaki agar selama se-puluh
tahun ia tidak boleh pulang ke rumah orang tuanya! la mempertimbang-kan syarat itu. Kalau
ia menolak, ia harus pulang sendiri, padahal Hang-chou begitu jauh, perjalanan begitu lama
dan hampir dapat dipastikan ia akan celaka di tangan orang-orang jahat di sepanjang
perjalanan jauh itu. Kalau ia menerinna, biarpun selama sepuluh tahun ia berpisah dari orang
tuanya, akan tetapi setelah sepuluh tahun lewat, ia akan dapat bertemu kembali dengan
mereka. Selain itu, ia akan mendapatkan ilmu-ilmu yang tinggi dari gurunya.
"Hei, bagaimana ini? Kenapa diam saja? Kalau tidak mau, sudahlah, pinceng inau pergi."
"Mau, suhu, teecu mau dan sanggup!" teriak Bi Lan cepat
"Benarkati engkau sanggup? Kalau begitu, bersumpahlah, disaksikan Langit dan Bumi!"
Sejak kecil Bi Lan sudah diajar sastra oleh kedua. orang tuanya, maka ia pernah membaca
tentang orang bersumpah. Sambil masih berlutut ia merangkap kedua tangan dan
mengangkatnya ke atas, lalu bersumpah dengan suara lantang, "Disaksikan Langit dan Bumi,
saya Han Bi Lan bersumpah akan menjadi murid dari suhu ..... Jit Kong Lama...." Sampai di
sini Bi Lan menoleh kepada kakek itu dan Jit Kong Lama menganggukkan kepala
membenarkan. ".....saya akan menaati
semua perintahnya, selama sepuluh tahun tidak akan meninggalkannya dan setelah tamat
belajnr saya akan pergl mencarl dan membunuh musuh besar suhu yang bernama Tlong Lee
Cin-jtn!"
Jlt Kong Lama tertawa dan mengang-guk-angguk dengan gamblra sekali. Tadl dia telah
meraba dan inenekan kepala dan tubuh anak itu dan dia mendapat kenyataan bahwa Bi Lan
adalah seorang anak perempuan yang bertulang baik dan berbakat sekali. la akan menjadi
seorang murld yang baik sekali. Watak datuk inl? memang aneh. Dia tidak ingin tahu
siapakah orang tua anak itu. Dia tidak perduli. Yang penting baginya adalah anak itu, bukan
orang tuanya. Maka diapun tidak bertanya lagi siapa ayah ibu anak itu dan Bi Lan juga diam
saja.
"Mari kita pergi, Bi Lan." Jit Kong Lama menggandeng tangan anak itu dan dia berlari cepat
sambil menggandeng. Bi Lan terkejut sekali. la merasa tubuh-nya seperti melayang karena
kedua kakinya kadang tidak menginjak tanah. Saking cepatnya mereka meluncur, Bi Lan
memejamkan kedua matanya, apa lagi kalau kakek itu membawanya melompatl jurang yang
lebar dan dalam.
Jlt Kong Lama tldak berani kembali ke Tlbet dan dia membawa Bi Lan ke sebuah di antara
puncak-puncak yang terpencll di Pegunungan Kun-lun-san. Dusun-dusun kecil di sekitar
tempat itu dihuni sedikit penduduk yang bekerja sebagai petani dan mereka menganggap Jit
Kong Lama sebagai seorang pendeta yang bertapa di puncak itu, ditemani seorang murid
perempuan. Jit Kong Lama dan Bi Lan hidup secara sederhana di puncak itu dan mulai hari
itu dia menggembleng muridnya dengan tekun. Bi Lan juga berlatih dengan rajin sekali. Anak
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 98
perempuan kecil itu sudah mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang pendekar wanita agar
kelak, selain dapat inembalas dendam gurunya terhadap musuh besarnya, juga ia ingin
mencari Ouw Kan untuk membalaskan kematian neneknya, juga pelayan dan tukang kebun
mereka. Cita-cita inilah yang membuat anak itu bertahan dan belajar dengan penuh semangat
walaupun terkadang ia merasa rindu sekali kepada ayah ibunya,
* * *
Kalau tidak diperhatikan tidak dlrasakan, sang waktu melesat dengan amat cepatnya, lebih
cepat daripada apapun Juga. Tanpa terasa, bertahun-tahun lewat seolah baru beberapa hari
saja. Seorang tua yang mengenang masa kanak-kanaknya, merasa seolah masa itu baru iewat
beberapa hari saja, padahal sudah pdluh-an tahun berlalu. Sebaliknya kalau diperhatikan dan
dirasakan, sang waktu merayap lebih lambat daripada siput sehingga sehari rasanya seperti
sebulan. Menanti? sesuatu atau seseorang yang terlambat satu jam saja rasanya seperti sudah
terlambat sehari!
Demikianlah, tanpa terasa sepuluh tahun telah lewat sejak Souw Thian Liong mengikuti
Tiong Lee Cin-jin sebagai murid pertapa yang sudah berkelana itu. Tiong Lee Cln-jin
mengajak Thlan Liong pergi ke Puncak Pelangi, sebuah di antara banyak puncak di
Pegunungan Gobi. Di puncak yang indah namun sunyi ini Tiong Lee Cln-Jin membangun
sebuah pondok dari kayu dan barnbu yang sederhana namun kokoh kuat. Dlbantu Thlan
Liong, dia membersihkan pondok itu dan bekerja mencangkul dengan tekun setiap hari
sehingga beberapa bulan kemudian di depan dan kanan kiri pondok terdapat taman yang
penuh tanaman bunga beraneka warna dan belakang pondok terdapat sebuah kebun yang luas.
Dia mena-nam segala macam sayuran, pohon-pohon buah dan juga tanaman obat-obatan.
Tiga empat tahun kemudian, karena kebiasaan dan kesukaan Tiong Lee Cin-jin menolong dan
mengobati penduduk dusun sekitar puncak itu yang menderita sakit, dan pengobatannya itu
selalu berhasil menyembuhkan, maka dla dikenal sebagai Tabib Dewa! Kemudian
berdatanganlah para penduduk membawa orang sakit ke Puncak Pelangi untuk minta obat
kepada Tabib Dewa. Setelah dibutuhkan banyak orang, Tiong Lee Cin-jin menanam lebih
banyak lagi tumbuh-tumbuhan yang mengandung ,obat.
Thian Liong digembleng ilmu silat setiap hari. Anak ini memang rajln sekali, bukan hanya
rajin berlatih silat, melainkan juga rajin membantu suhunya sehingga diapun hafal akan semua
jenis tanaman obat. Akhirnya Thian Liong juga mempelajari ilmu pengobatan dan suhunya
yang bijaksana juga mengajarkan ilmu sastra kepadanya.
Demikianlah, setelah lewat sepuluh tahun, Thian Liong telah menjadi seorang pemuda dewasa
berusia dua puluh tahun. Bentuk tubuhnya sedang dan tegap, kulitnya putih karena sejak kecil
tinggi di puncak bukit. Rambutnya hitam panjang dan lebat, alisnya berbentuk golok, matanya
tajam mencorong namun bersinar lembut, hidungnya mancung dan mulut-nya selalu
membayangkan senyum penuh pengertian dan kesabaran. Mukanya agak bulat namun
dagunya runcing. Lang kahnya tenang dengan tubuh tegak. Pa-kaian dan sikapnya yang
bersahaja dan rendah hati itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa pemuda ini seorang yang
telah memiliki ilmu yang tinggi, yang membuat dia menjadi seorang sakti yang lihai sekall.
Kerendahan hatinya itu wajar, sudah lahlr batin dan mendarah daglng, karena sudah meresap
benar ke dalam Jiwanya nasihat gurunya yang beru-lang kali sejak dia pertama kali menjadi
muridnya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 99
"Ingat selalu, Thian Liong. Kita manusia ini hanya merupakan seonggok darah daging dan
tulang yang lemah dan tidak bisa apa-apa kalau tidak ada Kekuasaan Tuhan yang bekerja
dalam diri kita. Karena itu ingatlah selalu bahwa apapun yang dapat kita lakukan dalam hidup
ini, baik melalui pikiran, kata-kata dan perbuatan, semua itu hanya mungkin kare-na
Kemurahan Tuhan. Tuhanlah yang Maha Kuasa, Maha Pintar, Maha Bisa, Maha Ada, dan
Maha Segalanya sejak dahulu, sekarang, kelak dan selama-lamanya. Kita ini hanya menjadi
alatNya. Maka ingatlah selalu agar engkau menjadi alat Tuhan yang baik, karena kalau tidak,
besar bahayanya onggokan darah daging dan tulang ini akan diperalat oleh Iblis."
Nasihat ini sudah meresap dalam jiwa dan hati sanubari Thian Liong, maka dia selalu merasa
bahwa dirinya tidak bisa apa-apa dan kalaupun ada yang dapat dia lakukan, hal itu dapat
terjadi karena Kekuasaan Tuhan yang membimbingnya.
Thian Liong mendapat kemajuan pesat dalam ilmu, sastra karena gurunya memiliki banyak
kitab kuno yang harus dibacanya sampai habis. Kitab pelajaran filsafat dan agama telah
dibacanya semua dan sering kali Tiong Lee Cin-jin mengajak dia merenungkan dan
mempelajari inti pelajaran kitab-kitab itu. Thian Li-ong tahu bahwa gurunya itu condong
kepada To-kauw (Agama To) dan pandangan hidupnya banyak dipengaruhi filsafat da-lam
Kitab To-tek-keng. Akan tetapi gurunya juga tidak mengesampingkari ajaran-ajaran dari
semua agama lain. Diambilnya ajaran-ajaran yang seirama, dan ini banyak sekali, dari agamaagama
itu dan dikesampingkannya sedikit perbedaan yang ada mengenai sejarah,
kepercayaan, dan upacara.
"Ketahuilah Thian Liong. Yang kita sebut Thian, Tuhan Yang Maha Kuasa itu mutlak Maha
Ada dan Maha Benar. Kalau orang-oraog saling membicarakan dan mempertentangkan maka
akan tim-bul bentrokan dan perselisihan. Hal ini terjadi karena mempertentangkan itu adalah
hati akal pikiran kita yang sudah diperalat nafsu. Hati akal pikiran kita terlalu kecil sekali
untuk dapat mengu-kur Keberadaan, Kebesaran, dan Kebe-naranNya. Hati-akal-pikiran hanya
akan membentuk aku ya.ng selalu minta dibe-narkan, aku yang selalu merasa pintar, selalu
merasa benar sendiri, paling me-ngerti. Si-aku yang sesungguhnya bukan lain adalah nafsu,
kuasa iblis. Bagaimana mungkin kebenaran hendak diperebutkan? Memperebutkan kebenaran
itu sendiri sudah jelas tidak benar! Semua agama mengajarkan manusia untuk hidup baik dan
bermanfaat bagi dunia dan manu-sia dan semua agama itu benar adanya karena merupakan
wahyu dari Tuhan untuk membimbing manusia agar tidak tersesatdan agar tidak melakukan
kejahatan. Tbntu saja ketika wahyu dlturunkan, manusia menerimanya disesualkan dengan
jamannya, kebudayaan bangsanya pada waktu itu, dengan tradisinya dan segalanya. Hal ini
tentu akan membuat wahyu-wahyu itu tampak berbeda pada lahirnya. Pakaiannyg saja yang
berbeda, bahasanya, dan setelah lewat ratusan atau ribuan tahun mungkin pula terjadi
perubahan-perubahan dalam bahasa dan penafsirannya. Kenapa mesti dicari perbedaannya?
Kenapa mesti dipertentangkan? Kenapa mesti membenarkan agama sendiri dan menyalahkan
agama yang lain? Tuhan hanya satu. Bahkan satu dl antara jutaan ciptaanNya, yaitu matahari,
manfaatnya untuk semua manusia di permukaan bumi, apalagt Tuhan sendiri! Tuhan Yang
Maha Esa adalah Tuhan semua manusia, tak perduli berbangsa atau beragama apapun, bahkan
Tuhan semua mahluk, yang tampak maupun yang tidak tampak, yang bergerak maupun yang
tidak bergerak! Lihatlah sebintik lumut. Begitu kecil tak berarti, namun Kekuasaan Tuhan
berada dalam dirlnya, karena itu ia hldup!"
"Suhu, semua itu telah dapat teecu mengerti. Yang membuat teecu masih belum jelas adalah
ucapan suhu dahulu bahwa kita tidak akan dapat merasakan bekerjanya Kekuasaan Tuhan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 100
dengan jelas, tidak akan dapat mengerti kalau ? menggunakan hati akal pikiran kita. Lalu
untuk mengerti kita harus bagaimana?"
"Hati akal pikiran itu hanya merupakan gudang penyimpan segala macam pengalaman. la
hanya akan mengetahui dan rnengerti apa yang tersimpan dalam ingatannya saja. Selebihnya
ia tidak tahu apa-apa. Coba kau cari seorang yang belum pernah kau kenal, tidak kau ketahui
namanya, tidak kauketahui di mana tinggalnya, dapatkah engkau? Tidak mungkin, bukan? Itu
baru mencari seorang manu-sia! Apalagi mencari Tuhan dan KekuasaanNya! Bagaimana hati
akal pikiran akan dapat menemukannya? Nah, karena itu hentikanlah mencari dengan hati
akal pikiran, biarkan hening dan rohmu yang akan dapat berhubungan dengan Tuhan. Tuhan
itu ROH adanya, bukan mahluk. Melihat kekuasaannya? Buka saja panca inderamu dan
perhatikan sekelilingmu. Dl mana-mana di luar dirimu dan di dalam dirlmu, Kekuasaan itu tak
pernah berhenti bekerja! Berkah itu terus mengalir tiada hentinya. Lihatlah betapa sebentar
saja Kekuasaan itu, atau yang disebut To (Jalan) itu berhenti, akan musnalah alam semesta
ini! Matamu dapat melihat, hidungmu dapat mencium, telingamu dapat mendengar,
jantungmu berdetik, rambutmu tumbuh dan segalanya itu, pekerjaan siapakah? Dapatkah
engkau menghentikan tumbuhnya sehelai saja dari rambut di tubuhmu?"
Percakapan seperti inilah yang rnepi-i buat Thian Liong menjadi rendah hati menghadap
Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya dalam bimbingan KekuasaanNya.
Pada pagi hari itu, setelah melayani gurunya makan pagi dan telah selesai mencucl peralatan
makan, Tiong Lee Cin jin memanggilnya. Suhunya sudah duduk di serambi depan pondok
mereka, duduk di atas sebuah bangku bambu Tiong Lee Cin-Jin tampak termenung. Thian
Liong menghampiri gurunya dan duduk dl atas bangku di depan kakek itu sambil memandang
gurunya. Gurunya sekarang tampak segar dan sehat walaupun usia-nya sudah enam puluh
tahun. Sepahang matanya tajam bersinar penuh wibawa, senyumnya tak pernah meninggalkan
bibirnya. Rambutnya sudah, dlhiasi uban, diikat dengan pita kuning. Pakaian-nya sederhana
sekali, hanya kain kuning yang dilibatkan di tubuhnya. WaJah itu tampak jauh lebih muda
dari usia sebenarnya. Thian Liong tahu bahwa ini adalah hasil dari ketenangan batin yang tak
pernah dilanda permasalahan hidup. Bukan berarti bahwa gurunya tidak pernah menghadapi
kesukaran-kesukaran hldup. Sama sekali bukan. Seperti ucapan guru-nya. Manusia hidup tak
mungkin terbebas daripada masalah susah senang selama dia masih mempergunakan pikiran !
karena susah senang ini memang perma-inan pikiran. Apabila hati akal pikiran tidak bekerja,
misalnya di waktu tidur, maka manusia tidak akan lagi merasakan susah atau senang. Gurunya
sudah memiliki batin yang kokoh kuat, tenang dan seperti gunung karang, tidak tergoyahkan
oleh hantaman gelombang suka dan duka. Gurunya menghadapi semua peristiwa yang
menimpa dirinya sebagai suatu hal yang wajar saja sehingga da-pat menerimanya sambil
tersenyum, tidak mempengaruhi perasaan batinnya. Tidak ada lagi rugi untung bagi Tiong
Lee Cin-jin. Bahkan tidak ada lagi susah senang yang mengikuti batinnya. Semua keadaan
diterima dengan tenang dan seperti gunung karang menerima gelombang, susah senang lewat
begitu saja tanpa bekas.
"Suhu memanggil teccu?'" tanya Thian Liong.'
Tiong Lee Cin-jin memandang muridnya dengan sinar mata penuh sayang dan tersenyum.
Ada kebanggaan sedikit memancar dari sinar matanya. Bagaimanapun juga, tentu saja
kebanggaan dalam hati kakek itu. Selama sepuluh tahun dia menggembleng murid tunggalnya
inj dan dia melihat kemajuan yang luar biasa pada diri muridnya ini. Harus dia akui bahwa dia
sendiri di waktu muda tidak memilikjl bakat sehebat muridnya ini. Dalam sepuluh tahun,
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 101
Thian Liong hampir dapat menguasal semua ilmu yang diajarkannya dengan baik. Bukan
hanya ilmu silat lahiriah, melainkan juga batiniah. Pemuda itu dapat menghimpun tena-ga
sakti yang amat kuat. Selain itu, ju-ga batinnya kuat, pengetahuannya men-dalam mengenai
soal kerohanian. Bagai-raanapun juga, kebanggaan ini hanya ter-dorong oleh kepuasan
hatinya imelihat kemajuan muridnya, sama sekali tidak n?embuat dia menjadi sombong atau
ting-gi hati, lebih tepat sebagai perasaan bangga dan puas dari seseorang yang melihat hasil
pekerjaannya berbuah baik dan memuaskan.
"Thian Liong, engkau tentu sudah dapat menduga apa maksudku memanggilmu. Kalau
engkau lupa menghitung, aku ingatkan engkau bahwa telah sepuluh tahun engkau
mempelajari ilmu dariku."
Thian Liong menelan ludah untuk menenangkan hatinya yang berdebar. Tentu saja dia
mengerti dan masih ingat akan ucapan gurunya dahulu bahwa gurunya akan membimbingnya
mempelajari ilmu selama sepuluh tahun.
"Apakah suhu maksudkan bahwa wak-tunya telah tiba bagi teecu untuk berpisah dari suhu?"
tanyanya dengan suara tenang dan sikap biasa saja.
Gurunya mengangguk-angguk. "Benar, Thian Liong. Seperti pepatah dahulu mengatakan
bahwa ada waktu berkumpul pasti akan tiba waktu berpisah. Tiada yang abadi di dunia ini dan
perubahan memang perlu bagi kehidupan ini. Seka-rang tiba saatnya bagi kita untuk saling
berpisah, Thian Liong. Erigkau perlu untuk turun gunung dan mempraktekkan se-mua teori
pelajaran yang pernah engkau terima dariku. Tanpa diamalkan, apa gu-nanya semua ilmu
yang kaukuasai itu? Dan tanpa diamalkan, sia-sia sajalah engkau bersusah payah selama
sepuluh tahun mempelajarinya, Selain itu, aku juga akan memberi beberapa tugas untuk itu."
"Teecu akan senantiasa menaati semua perintah suhu dan ceecu akati sela-lu ingat akan semua
nasehat suhu dan akan melaksanakannya dalam langkah ke-hidupan teecu. Tugas apakah yang
hendak suhu berikan kepada teecu?"
"Tentu engkau masih ingat akan tugas hidupmu setelah engkau menguasai ilmu yang seiama
sepuluh tahun ini kau pelajari dengan tekun di sini. Tugas seo-rang pendekar yang membela
kebenaran dan keadilan, membela mereka yang lemah tertindas dan menentang mereka yang
kuat kuasa dan sewenang-wenang. Terutama sekali engkau jangan lupa untuk berbakti kepada
bangsa dan kerajaan Sung, membantu kerajaan menghadapi kemurkaan ba.ngsa Kin. Itu
merupakan tugas umum bagimu yang dapat kaulaku-kan sepanjang hidupmu. Aku masih
mem-punyai dua buah tugas untukmu. Perta-ma, ada beberapa bingkisan kitab yang harus
kauserahkan kepada Ketua Kuil Siauw-lim-pai, Ketua Partai Kun-lun-pai, dan ketua partai
Bu-tong-pai. Kitab-kitab itu ada hubungannya dengan ilmu silat mereka, untuk memperdalam
dan mema-tangkan ilmu mereka. Kemudian, sisa ki-tab-kitab agama dan filsafat agar kau
haturkan kepada Sribaginda Kaisar Sung Kao Tsu. Dan yang terakhir, dan ini penting sekali,
engkau harus berusaha urituk menyelamatkan Kerajaan Sung dari pengaruh buruk Perdana
Menteri Chin Kui”.
"Apakah kesalahan Perdana Menterl Chin Kui maka teecu harus menentangnya, suhu?"
"Aku belum menceritakan kepadamu terttang Jenderal Gak Hui, patriot dan pahlawan sejati
itu, Thian Liong. Ketahuilah, Jenderal Gak Hui berhasil rnem-bujuk Sribaginda Kaisar untuk
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 102
memberi ijin kepadanya melakukan penyerbuan ke utara untuk merampas kembali daerah
Sung yang telah dikuasai bangsa Kin. Sribaginda telah memberi ijinnya, dan Jen-deral Gak
Hui telah berhasil menyerbu ke utara dan menang dalam banyak pertempuran. Akan tetapi
apa yang terjadi? Perdana Menteri Chin Kui membujuk Kaisar untuk memerintahkan Jenderal
Gak Hui agar menghentikan serbuan ke utara dan menarik mundur pasukannya!"
"Akan tetapi mengapa begitu, suhu?"
"Menurut berita rahasia yang sempat kudengar, agaknya antara Perdana Menteri Chin Kui dan
Kerajaan Kin terdapat persekutuan rahasia. Karena itulah maka perdana meneri yang khianat
itu mem-bujuk kaisar dan karena dia memiliki pengaruh yang amat besar maka kaisar berhasil
dibujuknya.
"Akan tetapi apakah Jenderal Gak Hui mau menarik mundur pasukannya?" tanya Thian Liong
penasaran.
"Jenderal Gak Hui adalah seorang pang lima yang amat setia dan jujur, maka apapun yang
diperintahkan kaisar dia pasti tidak mau menolaknya. Dia mema-tuhi perintah kaisar dan
menarik mundur pasukannya walaupun ditangisi rakyat yang tadinya daerahnya dibebaskan
dari cengkeraman bangsa Kin. Tentu saja hal itu menghancurkan hati Jenderal Gak Hui
sehingga dia tidak segera membawa kembali sebagian dari barisannya ke selatan, melainkan
membuat perkemahan di perbatasan."
"Kasihan sekali rakyat yang ditinggalkan dan kasihan Jenderal Gak Hui." kata Thian Liong
sambil menarik napas panjang. "Kemudian apa yang terjadi selanjutnya, suhu?"
"Kisah selanjutnya sungguh membuat hati menjadi terharu, Thian Liong. Setelah pasukan
Jenderal Gak Hui ditarik mundur, pasukan kerajaan Kin melampiaskan dendamnya kepada
rakyat yang tadinya menyambut pasukan Sung dengan gembira. Mereka dianggap membantu
pasukan Sung dan setelah mereka ditinggalkan, pasukan Kin menghukum rakyat daerah yang
telah dibebaskan kemudian ditinggalkan itu dengan kejam dan sewenang-wenang. Banyak
rakyat tidak berdosa dibunuh. Para serdadu Kin mendapat kesempatan untuk melampiaskan
nafsu mereka dengan alasan mereka menghajar musuh. Mereka merampok, memperkosa dan
tidak ada kekejaman yang pantang mereka lakukan."
"Hemm, begitukah kiranya kalau nafsu sudah menguasai manusia, mengubah manusia
menjadi lebih kejam daripada binatang buas yang tidak mempunyai akal pikiran."
"Benar, Thlan Liong. Ketika Jenderal Gak Hui mendengar laporan ini dia tidak dapat
menahan kemarahan hatinya. ia lupa diri bahkan berani melupakan perintah kaisar yang
melarangnya menyer-bu ke utara. Dia sendiri memimpin pasukannya dan mengamuk,
membasmi dan membunuh banyak sekali pasukan Kerajaan Kin."
"Sungguh seorang panglima yang men-cinta bangsanya dan gagah perkasa." Thian Liong
memuji dengan kagum.
"Memang begitulah. Akan tetapi akibatnya menyedihkan sekali, Thian Liong. Perdana
Menteri Chin Kui menjadl marah sekali dan siap menghasut kaisar, mengatakan bahwa
Jenderal Gak Hui telah menentang perintah kaisar, berarti telah memberontak dan pantas
dihukum mati."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 103
"Ah, suhu! Akan tetapi Jenderal Gak Hui yang gagah perkasa itu tentu tidak mudah
ditangkap. Selain gagah perkasa, diapun memiliki pasukan yang amat kuat dan setia, Juga
didukung rakyat yang mencintanya." kata Thian Liong penuh harapan,
Gurunya menggeleng kepala dan meng hela napas panjang. "Kenyataannya tidak demikian,
Thlan Liong. Jenderal Gak Hui di waktu mudanya pernah disumpah oleh ibunya untuk
bersetia sampai mati, kalau perlu berkorban nyawa. Karena itu, ketika Kaisar menjatuhkan
hukuman mati kepada Jenderal Gak Hui, dia menerinianya dengan hati-rela dan menyerahkan
diri walaupun para pendukungnya berusaha keras untuk mencegahnya. Bahkan kawankawannya
terdekat yang bertekad hen-dak menyelamatkannya dari hukuman mati, bahkan
dibentak dan dimarahi oleh Jenderal Gak Hui sebagai orang- orang yang tidak setia kepada
kaisar! Demikianlah, panglima besar yang setia dan patriotik itu, panglima yang benar-benar
seorang pahlawan, telah menemui kematiannya secara menyedihkan, menjadi korban
kelicikan Perdana Menteri Chin Kui."
Thian Liong menghela napas panjang. "Ahh, sekarang teecu mengerti mengapa suhu
menugaskan teecu untuk menentang pembesar lalim itu dan menyela-matkan kerajaan dari
tangannya yang kotor. Teecu akan berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan tugas yang
suhu berikan kepada teecu."
"Sekarang kauambillah peti dari kolong pembaringanku dan bawa peti itu ke sini." kata Tiong
Lee Cin-jin. Thian Liong mengangguk lalu memasuki kamar gurunya dan membawa sebuah
peti hitam diletakkan peti itu di depan gurunya.
Tiong Lee Cin-jin membuka peti kayu hitam itu. Ternyata peti itu berisi banyak kitab yang
sudah tua. Dia mengeluarkan tiga buah kitab.
"Ini adalah sebuah kitab Sam-jong Cin keng berisi pelajaran dari Ji-lai-hud. Kitab ini harus
kauserahkan kepada Ketua Siauw-lim-pai karena Kuil Siauw-lim yang berhak memiliki dan
merawatnya, juga mempelajari isinya. Yang ke dua ini kitab Kiauw-ta Sin-na dan pelajaran
ini sealiran dengan ilmu cengkeraman dari Bu-tong-pai, maka harus kauserahkan Ketua Butong-
pai. Yang ke tiga ini adalah kitab inti ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, agar
kauserahkan Ketua Kun-lun-pai. Dan ini," kakek itu mengeluarkan sebatang pedang dan
belasan buah kltab. "Belasan kitab agama dan fllsafat ini harap kau haturkan kepada
Sribaglnda Kaisar untuk menambah pelajaran ahlak para pejabat, sedangkan pedang ini, lihat
nama pedang itu yang ter ukir di pangkalnya."
Thian Liong mencabut pedang itu. Pedang itu ternyata tumpul, tidak tajam dan tidak runcing!
Terbuat dari baja yang berwarna putih gelap seperti kapur. Dia melihat tiga huruf yang terukir
pada pangkal pedang itu dan memba-ca tiga huruf itu, mata Thian Liong terbelalak lebar
karena keheranan. Dia membaca namanya sendiri di situ. Thian-liong-kiam (Pedang Naga
Langit)! Meng-apa pedang itu bernama presis seperti namanya? Dia menyarungkan pedang
itu kembali dan memandang kepada gurunya dengan sinar mata mengandung pertanyaan.
Tiong Lee Cin-jin tersenyum, "Begitulah aku dahulu ketika untuk pertama kali mendengar
engkau menyebutkan namamu. Seperti juga engkau sekarang ini, aku terheran-heran. Apalagl
ketika itu, ketika kita pertama kali bertemu, aku memandang ke angkasa mellhat awan-awan
membentuk seekor naga yang sedang melayang di angkasa. Sungguh sua-tu kebetuian yang
menakjubkan. Aku telah menemukan pedang yang namanya Thian-liong-kiam, kemudian aku
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 104
mendengar namamu juga Thian Liong dan melihat Thian-liong (Naga Langit) terbang di
angkasa. Karena itu, maka aku mengambil keputusan untuk memberikan pedang ini
kepadamu."
"Akan tetapi, untuk apakah pedang ini, suhu? Suhu selalu mengajarkan bah-wa semua
anggauta tubuh kita dapat dimanfaatkan untuk melindungi diri, dan benda apapun juga yang
tampak dapat kita pergunakan untuk rnembantu dan menjadi senjata kita."
"Benar sekali dan kenyataannya memang masih seperti itu, Thian Liong. Akan tetapi, pedang
ini sudah kutemukan dan benda ini buatan orang sakti, merupakan benda pusaka yang langka.
Juga, melihat pedang ini tumpul, tidak taJam dan tidak runcing, aku yakin pembuatnya dahulu
tidak mempunyai maksud agar pedang ini dipergunakan untuk melukai atau membunuh
orang. Ambillah dan engkau dapat mernanfaatkamiya bila perlu. Ketahuilah, bahwa selain
pedang ini terbuat dari batu bintang yang lebih kuat daripada baja, juga air rendamannya
dapat menawarkan segala macam racun."
"Terima kasih, suhu. Kapah teecu ha-rus berangkat, suhu?" Dalam pertanyaan ini terkandung
keharuan karena mengi-ngatkan dia bahwa sebentar lagi dia akan berpisah dari orang yang
selarna ini bukan saja menjadi gurunya, akan tetapi Juga menjadi pengganti orang tuanya,
menjadi satu-satunya orang yang menyayang dan disayangnya di dunia ini. Selain merasa
berat untuk berpisah dari orang yang dihormati dan disayangnya itu, dengan siapa selama
sepuluh tahun dan hidup bersama, juga ada perasaan iba mepyelubungi hatinya mengingat
bah-wa gurunya yang sudah tua itu akan dia tinggalkan dan hidup seorang diri, tidak akan ada
yang membantu bekerja di kebun, tidak ada yang melayaninya lagl. Akan tetapi dengan
batinnya yang telah menjadi kokoh kuat Thlan Liong dapat menguasai perasaannya sehingga
perasaan haru itu tidak tampak pada wajahnya dan tidak terdengar pada suaranya.
"Berkemaslah karena engkau harus berangkat hari ini juga. Hari ini cerah, indah dan baik
sekali untuk memulai perjalananmu. Bungkus semua kitab ini dalam buntalan kain agar
mudah kau gendong. Jangan lupa bawa semua pakaianmu, juga semua uang hasil penjualan
hasil kebun dan sumbangan orang-orang yang berobat itu boleh kaubawa sebagai bekal dalam
perjalanan."
"Baik, suhu." Thian Liong segera ber-kemas, mengumpulkan semua kitab dan pakaiannya
menjadi satu buntalan kain kuning. Juga pedang Thian-liong-kiam yang bergagang dan
bersarung sederhana itu dia masukkan dalam buntalan, demi-kian pula uang pemberian
suhunya. Sete-lah selesai, dia menggendong buntalan kain kuning di pungungnya dan
menjatuhkan dirinya berlutut lagi di depan kaki suhunya.
"Suhu, haruskah teecu berangkat sekarang?"
"Berangkatlah sekarang juga, Thian Liong."
"Suhu, teecu mohon pamit."
"Mendekatlah, Thian Liong. Blarkan aku memelukmu."
Pemuda itu mendekat dan Tiong Lee Cin-Jin lalu merangkulnya. Thian Liong balas
merangkul. Dalam rangkulan itu guru dan murid ini merasakan betapa kasih sayang mereka
menggetar menjalar dl seluruh tubuh mereka, membuat tubuh mereka gemetar.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 105
"Berhati-hatilah dalam perantauanmu, Thian Liong. Ingatlah selalu kepada Tuhan dan dasari
semua tindakanmu dengan penyerahan sepenuhnya atas Kekuasaan Tuhan, waspadalah selalu
gerak-gerik la-hir batinmu sendiri."
"Akan teecu Ingat semua itu, suhu. Harap suhu menjaga dirl baik-baik. Selamat tinggal,
suhu."
"Selamat jalan, muridku."
Thian Liong bangkit dan melangkah keluar, diikuti pandang mata gurunya. Dia melangkah
terus, keluar dari pekarangan, beberapa kali menengok dan melihat gurunya berdiri di ambang
plntu depan. Thian Liong melihat gurunya tersenyum. Diapun tersenyum dan seketika rasa
sedih dari haru karena perpisahan itu larut dalam senyum. Dla melangkah lebar dan dengan
cepat meninggalkan Puncak Pelangi.
Tiong Lee Cin-jin memandang bayangan muridnya sampai lenyap dltelan pohon-pohon. Dia
masih tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah. Dia berkejap sehingga ada dua titik alr
mata turun di atas kedua pipinya. Diusapnya air mata itu dengah tangan kanan, kemudi-an
dipandangnya tangan yang basah terkena air mata dan Tlong Lee Cln-jln tiba-tiba tertawa
bergelak. Dia mentertawakan ulah nafsu yang mendatangkan iba diri dan mentertawakan
kelemahan itu, Kemudian sambil masih tertawa dla masuk lagi ke dalam rumah dan duduk
bersila di atas pembaringan, lalu bernyanyi dengan suara lantang.
"Setelah mengenal keindahan
dengan sendirinya mengenal keburukan,
setelah Cahu akan kebaikan
dengan sendirinya tahu pula akan keJahatan.
Sesungguhnya
ada dan tlada saling melahlrkan
sukar dan mudah saling melengkapi
panjang dan pendek saling mengadakan
tinggi dan rendah saling menunjang sunyi
dan suara saling mengisi dahulu dan kemudian saling menyusul.
Itulah sebabnya para bijaksana
bekerja tanpa pamrih mengajar tanpa bicara.
Segala terjadi tanpa dia mendorongnya tumbuh tanpa dia ingin memilikinya berbuat tanpa
dia menjadi sandarannya.
Walau berjasa dia tidak menuntut
Justeru tidak menuntut maka takkan musna”.
Suara nyanyian Tiorig Lee Cin-jin yang mengambil ayat-ayat dari kitab To-tek-keng ini
perlahan saja, akan tetapi karena suara itu didorong tenaga khi-kang yang amat kuat, maka
suara itu mengandung getaran kuat dan terdengar pula oleh Thian Liong yang sedang
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 106
melangkah cepat menuruni Puncak Pelangi. Mendengar nyanyian yang sudah dikenalnya itu
Thian Liong tersenyum dan dia mempercepat langkahnya menuruni puncak.
* * *
Untuk memenuhi tugas dari gurunya, Thian Liong lalu melakukan perjalanan ke Kun-lun-san.
Tempat ini yang paling jauh di antara yang lain, maka dia lebih dulu hendak pergi ke Kunlun-
pai untuk menyerahkan Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang berada dalam buntalan
kain kuning di punggungnya. Setelah itu, baru dia akan pergi ke Bu-tong-pai dan Siauw-limpai.
Kemudian yang dia akan pergi ke kota raja Hang-chou, menghadap Kaisar Sung Kao Tsu
dan menyerahkan tiga belas buah kitab. Setelah semua kitab dapat dia serahkan ke-pada
mereka yang berhak menerimanya, baru dia akan menyelidiki tentang Perdana Menteri Chin
Kui dan kalau ternyata pembesar itu masih merupakan pembesar lalim yang mengancam
keselamatan kerajaan, dia akan menentangnya sekuat tenaganya.
Setelah melakukan perjalanan yang amat jauh dan melelahka'n, melalui gu-run dan
pegunungan, akhirnya pada suatu hari dia tiba di kaki pegunungan Kun-lun. Ada sebuah jalan
raya yang cukup lebar menuju ke barat dan jalan ini yang biasa dipergunakan para rombongan
peda-gang yang membawa barang dagangan mereka dari dan ke daerah barat, menuju Tibet,
terus ke selatan ke Kerajaan Bhutan Nepal, dan India. Jalan itu seringkali sunyi, baru ramai
kalau musim panas tiba dan para pedagang banyak yang rnelaku-Kari perjalanan dalam
rombongan yang dikawal dengan kuat. Pada hari-hari biasa, yang melewati Jalan itu hanyalah
penduduk dusun-dusun sekltarnya, para petani, pemburu, dan pencari hasil hutan.
Pagi harl itu Thian Liong berJalan dlatas Jalan besar, menanti-nantl kalau ada orang yang
dapat dla tanyal ten-tang Kun-lun-paL Dia sudah kehablsan bekal. Uangnya yang dia dapat
dari gu-runya tidak berapa banyak dan sudah ha-bis untuk membeli makanan dalam. perjatanan
selama ini. Gurunya pernah ber-pesan kepadanya untuk kebutuhan hidup-nya dia
harua mencarl uang dengan be-kerja. BekerJa apa SaJa asalkan tidak merugikan orang. Tentu
saJa dengan mempergunakan ilmu kepandaiannya, de-ngan mudah dia akan dapat mengambil
uang milik orang tain, akan tetapi hal itu berarti merugikan orang lain dan tentu saJa dia tidak
akan sudi melaku-kan perampokan atau pencurian. Akan teCap! pagi ini uangnya sudah habis
sa-ma sekali, maka dia tidak dapat membeli bekal makanan ketika melewatl sebu-ah dusun
pagi tadi.
Ketika dia tlba dl sebuah Jalan yang terletak di tempat tinggi, dia melihat jauh di depan ada
debu mengepul dan terlihat gerakan banyak orang sedang bertempur. Mellhat adanya
beberapa buah gerobak berdlrl tak Jauh dari tempat pertempuran Itu, Thian Liong dapat menduga
bahwa sepihak dari mereka yang bertempur Itu tentu rombongan pedagang. Teringatlah
dia akan cerita guru-nya bahwa para pedagang Jarak Jauh Itu blasanya dlkawal oleh orangorang
yang pandal ilmu silat karena banyak penJahat yang berusaha untuk merampok barahg
dagangan yang berharga mahal stu. Thian Llong lalu berlari cepat menurunl lereng Itu dan
sebentar saja dia sudah tiba dl tempat pertempuran. Dia meli-hat lima orang yang berpakalan
sebagai saudagar berdiri ketakutan dekat lima buah kereta penuh barang, bersama lima orang
kusir kereta yang Juga menon-ton perkelahlan dengan slkap ketakutan.
Thlan Llong memandang ke arah mereka yang berkelahi. Ternyata yang berkelahi hanya dua
orang laki-laki yang dikeroyok oleh belasan orang yang berpakaian sebagai pengawal. Akan
tetapi dua orang yang bersilat pedang itu lihai bukan main. Dikeroyok belasan orang, mereka
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 107
sama sekali tidak terdesak, bahkan para pengeroyok yang kocar-kacir dan sudah ada iima
orang di antara mereka roboh mandi darah.
Karena tidak tahu persoalannya, Thlan Liong merasa ragu untuk bertindak. Dia tidak tahu
slapa yang berada di pihak yang jahat sehingga dia meragu siapa yang harus dibelanya. Thian
Llong lalu menghampiri lima orang saudagar yang bersama lima orang sais berdiri diekat
kereta.
"Sobat-sobat, apakah yang terjadi?" dia bertanya. Para saudagar yang tadinya takut melihat
Thlan Liong mendekati mereka karena mengira karena pemuda itu kawan para perampok,
menjadi lega mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi karena pemuda itu tampak hanya seperti
seorang pemuda dusun yang bersahaja dan lemah, merekapun tldak dapat mengharapkan
bantuan darlnya.
"Orang muda, pergilah cepat. Dua orang itu adalah perampok yang hendak merampas barang
kami dan belasan orang itu adalah para piauwsu (pengawal barang) yang melindungi kami."
jawab seorang kusir yang berdiri paling dekat dengan Thian Liong.
Mendengar ini, Thian Liong tldak ragu lagi pihak mana yang harus dia bantu» Dia
memandang ke arah perkelahian. Dua orang itu memang lihai sekali. Para piauwsu yang juga
mempergunakan pedang sebagai senjata, sudah kewalahan dan terdesak ke belakang. Dua
orang itu berusia kurang lebih einpat puluh tahun, orang pertama bertubuh tinggi kurus
dengan muka berbentuk meruncing seperti muka tikus dan orang ke dua bertubuh pendek
gendut namun gerakannya tidak kalah cepat dibandingkan kawannya. Kedua orang itu
mengenakan pakaian yang sama, seluruhoya berwarna hitam dari sutera halus dan di bagian
dada ada, gambar seekor burung rajawali putih.
Thian Liong lari menghampiri pertempuran itu dan mengerahkan tenaga sakti lalu berseru,
"Hentikan pertempuran dan tahan senjata!"
Seruannya ini mengandung kekuatan yang memaksa mereka yang sedang bertempur itu
masing-masing menahan gerakan dan berlompatan mundur sehingga otomatis pertempuran itu
terhenti. Dan orang berpakaian hitam itupun berlompatan ke belakang dengan wajah terheranheran.
Mereka semua kini memutar tubuh menghadapi Thian Liong dengan sinar mata heran
dan juga penasaran.
Seorang di antara dua orang perampok itu, yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka tikus
membawa sebuah kantung kain biru yang diikatkan di punggungnya. Dia yang kini
membentak kepada Thian Liong,
"Heh, orang muda! Mau apa engkau menghentikan perkelahian kami?"
Thian Liong berkata dengan sabar, "Sobat, aku mendengar bahwa kalian berdua merampok
para saudagar ini sehingga di antara kalian semua terjadl perkelahian yang mengaklbatkan
luka bahkan mungkln kematian. Kenapa kalian berdua melakukan kejahatan ini? Kalau
memang kalian rnembutuhkan sumbangan, saya kira kalian dapat memlntanya darl para
saudagar ini dan mereka tentu tldak akan menolak kalian untuk memberi sumbangan."
Dua orang perampok itu terbelalak keheranan, keduanya saling pandang kemudian mereka
tertawa geli melihat ulah pemuda yang mereka anggap tolol itu. "Hei, bocah tolol!
Menggelindinglah pergi dan jangan mencampuri urusan kami. Kami adalah orang-orang Pek
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 108
tiauw-pang (Perkumpulan Rajawali Putih) dan kami akan membunuhmu pula kalau engkau
tidak cepat pergi dari sini!"
Setelah berkata demikian, dua orang itu audah menerjang lagi, menyerang pa-ra piauwsu yang
tinggal berjumlah tiga belas orang itu. Para piauwsu juga menggerakkan pedang mereka dan
kembali mereka berkelahi. Suara pedang bertemu pedang berdentlngan dan dua orang yang
mengaku sebagal orang-orang Pek-tiauw-pang itu mengamuk.
Thian Liong tertegun, kecewa bahwa dua orang itu Udak mendengar nasihat-nya. Akan tetapi
sebelum dia turun tangan, tiba-tiba tampak bayangan merah muda berkelebat dan tahu-tahu di
situ telah berdiri seorang gadis yang mengenakan pakaian serba merah muda. Gadis itu
berusia kurang lebih tujuh belas tahun, cantik jelita seperti dewi, dan sepasang matanya
mengeluarkan sinar mencorong dan mata itu jeli dan tajam bukan main. la berdiri disitu,
tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan memegang sebatang ranting pohon yang masih
ada daunnya, lalu terdengar suaranya melengking.
"Sudah lama kudengar akan kejahatan Pek-tiauw-pang! Sekarang aku melihat sendiri dua
orang Pek-tiauw-pang merampok. Nonamu ini tidak akan mengampuni kalian!" Setelah
berkata demikian, tubuhnya bergerak cepat sekali seperti seekor burung terbang dan ia sudah
melayang dan menyerang dengan ranting pohon itu ke arah si pendek gendut! Biarpun ranting
itu hanya sebesar ibu Jari kaki, dan panjangnya hanya satu meter, akan tetapi ketika
menyambar ke arah kepala perampok pendek gendut, terdengar suara bercuitan dan ranting itu
berubah menjadi slnar kehijauan yang menyambar ke arah jalan darah di leher si pendek
gendut. Jagoan Pek-tiauw-pang ini terkejut bukan main karena dia dapat, merasakan,
sambaran angin serangan yang dahsyat mengarah lehernya. Itu merupakan serangan maut'
Cepat' dia mengelak dan melompat ke belakang, akan tetapi ada sehelai daun yang terlepas
dari ran-ting itu dan terbang menampar pipinya,
"Plakk!" Biarpun hanya sehelai daun basah yang mengehai pipinya, akan tetapi terasa cukup
nyeri, panas dan pedih. Si pendek gendut menjadi marah sekali. Dia mengeluarkan gerengan
dan memu-tar pedangnya, menyerang ke arah gadis berpakaian merah muda itu. Pedangnya
menjadi stnar putih bergulung-gulung yang menyerbu ke arah gadis itu. Akan tetapi dengan
indahnya gadis itu beriompatan menghindar dan terdengar ia mengeluarkan suara tawa merdu
yang mengejek. "Hi-hik, manusia macam katak buduk beranl melawan nonamu? Engkau
sudah boaen hldup!" Rantlng dl tangan pdii itu membalaa, rnenyambar-nyambar, akan tetapl
si pendek gendut Itupun lihai. Dia dapat menangkls dengan pedang dan ba-las menyerang.
TerJadi perkelahian seru di antara mereka.
Sementara itu, tiga belas orang piauwsu yang melihat betapa si pendek gendut sudah
berkelahi melawan gadis baju merah muda yang membantu mereka, kini menyerbu dan
mengeroyok si muka tikus!
Perampok tinggi kurus bermuka tikus ini mengerutkan alisnya, memutar pedang melindungi
dirinya. Dia tahu bahwa ka-lau dia seorang diri harus menghadapi pengeroyokan tiga belas
orang piauwsu itu, dirinya dapat terancam bahaya. Dia melirik ke arah temannya dan
mendapat kenyataan bahwa gadis muda itu llhai sekali, bahkan dengafl sepotong rantlng
agaknya dapat membuat kawannya repot sekali. Tiba-tiba sl tingg! kurus melompat Jauh ke
belakang dan melarikan diri!
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 109
Terdengar teriakan yang keluar dari kelompok saudagar itu. "Tolong! Dia membawa semua
uang kami dalam kantung biru itu! Kejar dia.....!!"
Para piauwsu mengejar, akan tetapi ternyata orang tinggi kurus itu larinya cepat sekali.
Melihat dan mendengar ini, Thian Liong lalu melompat ke depan dan melakukan pengejaran.
Para piauwsu menghentikan pengejaran mereka karena mereka teringat akan keselamatan
lima orang saudagar yang harus mereka lindungi. Mereka kembali ke tempat itu dan melihat
gadis berpakaian merah muda itu masih bertanding melawan perampok gendut pendek,
mereka menonton sambil bersiap-siap. Sebagian dari mereka merawat lima orang kawan yang
terluka.
Sementara itu, dengan mempergunakan ilmu berlari cepat yang nsenibuat tubuhnya meluncur
seperti terbang ketika melakukan pengejaran, sebentar saja Thian Liong sudah dapat
menyusul perampok tinggi kurus bermuka tikus yang melarikan diri itu.
"Perlahan dulu, sobat!"
Si tinggi kurus itu terkejut bukan main mendengar ucapan ini dan dia melihat bayangan orang
berkelebat, tahu-tahu di depannya telah berdiri pemuda yang tadi mencela dia dan temannya
karena melakukan perampokan! Tadinya dia terkejut mengira bahwa yang dapat menyusulnya
adalah gadis yang amat lihai itu. Akan tetapi ketlka mendapat kenyataan bahwa pengejarnya
hanyalah pemuda tadi yang tampak biasa saja, dia menjadi marah sekali.
Jilid 7 …..
”Mampuslah” Bentaknya dan dia sudah menyerang dengan bacokan pedangnya ke arah leher
Thian Liong. Orang itu sudah membacok dengan sekuat tenaga dan sudah merasa cepat
sekali. Namun bagi mata dan telinga Thian Liong yang terlatih baik, bacokan itu datangnya
lambat dan lemah saja. Maka dengan mudah dia mengelak dengan miringkan tubuhnya
sehingga bacokan meluncur lewat mengenai tempat kosong.
”Sobat, aku tidak mau berkelahi denganmu. Aku hanya menghendaki agar engkau
menyerahkan buntalan biru itu. kata Thian Liong tenang.
Si tinggi kurus itu menghentikan gerakannya. "Apa? Engkau juga menghendaki uang ini?
Kalau begitu, kita adalah rekan segolongan, mengapa engkau menggangguku? Kalau engkau
minta bagian, katakan saja dan aku pastl akan memberimu."
Thlan Liong menggeleng kepalanya. "Tldak, aku tldak menginginkan uang itu Akan tetapi
uang itu harus dlkemballkan kepada pemlliknya yang merasa kehllangan. Serahkan buntalan
itu kepadaku dan aku tidak akan menahanmu lagi."
"Engkau minta ini? Nah, terimalah!" Si muka tikus membentak akan tetapl bukan buntalan itu
yang dia berikan, melainkan pedangnya sudah menyambar lagi dengan cepat karena dia
mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi dengan tenang namun jauh lebih cepat Thian
Liong miringkan tubuhnya, membuat langkah ke depan mengitari tubuh lawan, tangan kirinya
menepis tangan lawan yang memegang pedang sedangkan tangan kanannya meraih ke arah
punggung perampok muka tikus itu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 110
"Dukk.....! Aduhh..... brettt'!" Tubuh perampok itu terhuyung dan buntalan yang tadinya
tergantung di punggungnya telah berpindah ke tangan Thian Liong.
Perampok itu marah sekali. Tentu saja dia tidak rela buntalan biru berisi uang emas dan perak
itu direbut begitu saja. Biarpun tangan kanannya terasa ngilu ditepis tangan Thlan Llong tadi,
namun kemarahan membuat dla tldak merasakan Ini dan dla sudah menerjang lagi seperti
kesetanan.
"Kembalikan bungkusan itu!" terlaknya.
"Benda ini bukan milikmu." kata Thian Liong dan tubuhnya bergerak cepat mengelak dari
sinar pedang yang menyambar-nyambar. Sampai belasan kali pedang itu menyambar namun
tak pernah dapat menyentuh ujung baju Thian Liong. Melihat kenekatan orang itu, Thian
Liong menyadari bahwa penjahat seperti ini sukar untuk diharapkar kesadarannya tanpa
memberi hajaran kepadanya.
"Slnggg....!" Pedang menyambar lagl membabat ke arah pinggang kiri Thian Liong. Pemuda
Itu menggerakkan kaki kirinya yang mencuat ke depan menyambut serangan itu. Ujung
kakinya menendang pergelangan tangan yang memegang pedang. Pedang terlepas dan
terpental jauh dan sebelum si muka tikus hilang kagetnya, kaki kanan Thian Liong mencuat.
"Dukkk!" Kaki itu menyambar dada dan tubuh perampok bermuka tikus itu terjengkang dan
terbanting roboh. Sambil meringis kesakitan dia merangkak bangun. Kini maklumlah dia
bahwa pemuda ini lihai sekali dan kalau dia melawan terus, berarti dia mencari penyakit.
Maka setelah dapat bangkit berdiri dan kepeningan kepala serta kesesakan napasnya mereda,
dia lalu melarikan diri meninggalkan Thian Liong yang masih berdiri dengan sikap tenang.
Setelah melihat penjahat itu pergi, diapun lalu meninggalkan tempat itu dan kembali ke
tempat di mana terjadi perampokan tadi.
Sementara itu, Bi Lan masih bertanding seru melawan perampok yang bertu-buh gendut. Dia
termasuk seorang tokoh Pek-tiauw-pang dan tingkat kepandaianya sudah cukup tinggi. Ilmu
pedangnyapun lihai. Pedangnya berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung. Namun, dia
merasa penasaran sekali karena betapapun cepatnya dia memutar pedangnya, sama sekall
tidak pernah dapat menyentuh ujung baju gadls remaja yang menjadl lawannya. Tentu saja dia
menjadi penasaran sekali. Bagaimana mungkln dia, seorang jagoan darl perkumpulan Pektiauw-
pang, kini tidak mampu mengalahkan seorang gadis yang usianya baru kurang lebih
tujuh belas tahun dan yang hanya menghadapi pedangnya dengan sebatang ranting kecil? Dia
sama sekali tidak tahu bahwa gadis remaja itu adalah murid manusia saktl Jit Kong Lama»
pendeta Lama dari Tibet yang amat sakti dan yang telah menggembleng murid perempuannya
itu selama sepuluh tahunl Kalau Bi Lan menghendakl, dalam satu dua jurus saja ia tentu
mampu merobohkan lawannya. Akan tetapi dasar ia memiliki watak yang llncah gemblra,
jenaka dan nakal, di samping galak dan cerdik, gadis itu sengaja hendak mempermainkan
lawannya.
"Singg....!" Pedang sl gendut menyambar ke arah lehernya. Bi Lan denganmudah mengelak
ke belakang dan ujung rantingnya menyambar.
"Brettt....!!" ujung ranting itu menebas dari atas ke bawah dan rontoklah semua kancing baju
si gendut sehingga baju itu seketika terbuka memperlihat-kan dada dan perutnya yang gendut
se-kali dan berkulit putih.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 111
"Hiiih, seperti babi kamu!" Bi Lan berkata mengejek dan belasan orang piauwsu yang
menonton perkelahian itu tak dapat menahan tawa mereka. Si gendut menjadi marah bukan
main. la merasa dipermainkan, dihina dan dijadikan buah tertawaan semua orang itu.
"Bocah jahanam, mampus kau!" bentaknya dan kembali pedangnya menyambar dahsyat, kini
menusuk ke arah ulu hati gadis itu. Bi Lan menekuk lutut, merendahkan tubuhnya dan ketika
pedang meluncur lewat atas kepalanya, dari bawah ranting di tangannya meluncur ke depan.
"Bret....!" Kini tali celana si gendut itu yang putus semua dan tak dapat dicegah lagi, celana
itu lepas dari perut yang gendut dan melorot turun!
"Hihhh! Menjijikkanl" Bi Lan memejamkan mata dan memutar tubuh membelakangi
lawannya yang kini telanjang sambil menutupl mukanya dengan tangan kiri. Suara tawa
meledak bahkan ada yang terpingkal-pingkal mellhat Si gendut kedodoran dan repot
mengangkat celananya ke atas.
Muka Si gendut menjadl merah sekali seperti kepiting direbus. Akan tetepi ketika dia melihat
Bi Lan berdiri membelakanginya, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan balk untuk
membalas penghinaan yang luar biasa itu, Cepat sekali dengan tangan kiri menahan celananya
agar jangan merosot turun, tangan kanannya menggerakkan pedangnya hendek memenggal
leher gadis itu dari belakang.
"Wuuutt...,. crott!!" Tubuh si gendut terkulai roboh dan darah bercucuran muncrat dari
dadanya yang berlubang tertusuk ujung ranting yang tadi secepat kilat ditusukkan Bi Lan
sambil membalikkan tubuh, tepat memasuki dada si gendut selagi pedangnya masih terangkat
ke atas. Gerakan Bi Lan cepat bukan main sehingga lawannya tidak sempat mengelak atau
menangkis tagi. Karena ranting itu telah menembus jantungnya, maka begitu terkulai roboh si
gendut segera tewas tanpa dapat mengeluh lagi. Bi Lan membuang rantingnya yang berlumur
darah dan sama sekali tidak melirik lagi ke arah lawan yang telah tewas itu.
Lima orang pedagang yang usianya sudah setengah tua kini berani keluar dari dalam kereta
dan mereka menghampiri Bi Lan dengan sikap hormat. Pada saat itu Thian Liong datang
berlari cepat dan dia membawa sebuah kantung kain berwarna biru yang tampaknya berat.
Thian Liong menghampiri lima o-rang pedagang itu. Dia dapat menduga bahwa tentu lima
orang itu yang memiliki barang-barang yang dikawal karena pakaiannya berbeda jauh dari
para piauwsu.
"Ini rnlllk kalian yang tadi dilarikan perampok, Terimalahl" Lima orang pedagang itu tampak
girang sekall. Seorang dari mereka menerima kantung biru itu dan mereka berlima segera
memberi hormat kepada Thian Liong dan Bi Lan. Mereka semua menyangka bahwa pemuda
dan gadis itu tentu merupakan pasangan karena mereka datang pada saat yang sama dan
keduanya merupakan orang-orang lihai yang telah menolong mereka.
Seorang dari lima orang saudagar itu mewakili ternan-temannya dan berkata kepada sepasang
muda mydi itu dengan sikap hormat. "Tai-hiap (pendekar besar) dan li-hiap (pendekar wanita)
berdua telah menyelamatkan nyawa dan harta kami. Untuk itu kami semua mengucapkan
banyak terima kasih dan kami harap tai-hiap berdua sudi menerima sedikit sumbangan dari
kami ini sebagai tanda terima kasih kami." Saudagar yang berjenggot panjang itu membuka
kantung blru dan mengeluarkan segenggam uang emaa, dlserahkan kepada Thian Liongl
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 112
Thian Liong mengerutkan alisnya dan menggoyang tangan kanan menolak. "Tidak, apa yang
kami lakukan sudah merupakan kewajiban kami, kami tidak mengharapkan upah!"
Akan tetapi Bi Lan sudah melangkah maju dan sekali tangannya bergerak, ia. sudah
menampar tangan yang menggenggam uang emas itu sehingga saudagar itu berteriak
kesakitan dan uang emasnya berhamburan di atas tanah.
"Engkau ini sungguh seorang yang sama sekali tidak mengenal budi, sudah ditolong malah
balas menghina dengan menyerahkan segenggam uang! Lupakah kalian bahwa kami berdua
bukan hanya telah menyelamatkan harta bendamu akan tetapi juga nyawa kalian berlima dan
belasan orang pengawal kalian? Apakah nyawa kalian semua harganya hanya segenggam
uang emas ini? Betapa murahnya nyawa kalian!"
Lima orang saudagar itu terkejut sekali dan menjadi ketakutan. Si Jenggot panjang yang
agaknya menjadl pemimpln mereka, cepat membungkuk-bungkuk kepada Bi Lan, memberl
hormat dan berkata dengan suara mengandung penuh penyesalan.
"Ampunkan kami, li-hiap. Kami memang bersalah. Sekarang katakanlah apa yang li-hiap
kehendaki dan kami pasti akan memenuhi permintaan li-hiap untuk niembalas budi li-hiap."
”Sebetulnya kami tidak mengharapkan apa-apa seperti dikatakan tai-hiap ini. Kami bukan
pengawal kalian yang kalian gaji. Kami membunuh dan mengusir penjahat, menyelamatkan
kalian hanya karena hal itu sudah merupakan kewajiban para pendekar! Akan tetapi
mengingat bahwa nyawa kalian telah diselamatkan, apakah tidak sepantasnya kalau nyawa
kalian dihargai sedikitnya. Separuh dari isi kantung uang itu?"
Mendengar ini, Thian Liong mengerutkan alisnya akan tetapi dia tidak dapat berkata apa-apa.
Sementara itu, lima orang saudagar itu membungkuk-bungkuk dan si jenggot panjang cepat
berkata, "Tentu saja, li-hiap! Tuntutan itu lebih darl pada pantasl" Dia lalu mengambil sebuah
kantong kosong lalu memindahkan sebaglan isi kantung biru ke kantung yang kosong, bahkan
dla sengaja memlllh emasnya saja. Setelah emas separuh kantung biru itu dlpindahkan, dia
lalu meletakkan kantung yang teriri emas itu ke atas tanah di depan Bi Lan sambil berkata,
"Silakan, li-hlap. Bingkisan yang tldak seberapa ini kaml berikan kepada jl-wl (kallan berdua)
dengan hati rela dan ikhlas. Sekarang kami mohon dlri hendak melanjutkan perjaianan kami."
Tergesa-gesa lima orang saudagar yang ketakutan melihat Bi Lan marah tadi lalu memberi
isarat kepada para piauwsu dan tak lama kemudian kereta mereka bergerak meninggalkan
tempat itu.
Thian Liong masih berdiri berhadapan dengan Bi Lan. Kantung berisi uang emas itu masih
tergeletak di atas tanah, di antara mereka. Mereka saling padang dan baru sekarang Thian
Liong dapat mengamati Wajah gadis berpakaian serba merah muda itu. Dan dia menjadi
kagum dalam hatinya walaupun kekaguman itu tidak tampak pada wajahnya yang tetap
tenang. Siapa yang tidak kagum melihat gadis remaja yang jelita itu?
Usianya paling banyak baru tujuh belas tahun, akan tetapl ilmu silatnya sungguh hebat!
Pakaian sutera serba merah muda itu sesuai sekali dengan tubuhnya yang ramping dan
kulitnya yang putlh mulus itu tampak semakin bersih dan lembut dlpadu dengan sutera merah
yang membungkusnya. Rambut di kepalanya hitam lebat dan panjang, digelung dengan
indahnya dan dihias tusuk sanggul dari emas berbentuk burung kecil bermata merah. Sinom
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 113
(anak rambut) lembut halus melingkar-lingkir di dahi dan pelipisnya. Sepasang telinga yang
Indah bentuknya itu terhias anting-anting membuatnya tampak lucu dan kekanak-kanakan.
Dahi yang halus putlh itu tampak semakin mulus karena sepasang alisnya amat hitam,
menjelirit kecil melengkung, melindungi sepasang mata yang seperti bintang kejora,
pandangannya tajam dan penuh gairah hidup, penuh semangat. Hidungnya yang mancung
serasi sekali dengan mulutnya yang menggairahkan, dengan bibir yang indah dan kemerahan
tanpa glncu, dihias pula sepasang lesung pipit di kanan kiri. Dagunya meruncing. Kulitnya
putih mulus dan tubuh yang mulai dewasa itu seperti bunga se-dang mekar atau buah sedang
ranum, dengan lekuk lengkung yang menggiurkan. Pendeknya, seorang gadis remaja yang
cantik jelita! Akan tetapi pandang mata Thian Liong tampak tak senang ketika dia melirik ke
arah kantung uang. Sungguh sayang, gadis secantik itu ternyata
mata duitan!
"Memalukan," katanya lirih namun penuh teguran, "Menerima upah untuk menolong orang.
Seperti tukang pukul saja."
Gadis itu membelalakan matanya dan kini matanya tampak lebar sekali, membuat wajahnya
tampak lucu. Akan tetapi setelah melebarkan mata, ia lalu menge-rutkan alisnya dan matanya
mencorong, bibirnya cemberut. Jelas sekali tampak bahwa ia marah!
"Apa kau bilang? Memalukan? Engkau munafik!" la memaki.
"Munafik? Aku?" Thian Ltong melongo heran dan kaget dimaki munafik.
"Ya engkau munafik. Coba Jawab, apakah engkau memillki banyak uang?"
Thlan Liong menggeleng kepalanya. 'Tldak sama sekali."
"Jawab lagi, Apakah engkau tldak membutuhkan makan, pakaian, dan tempat tinggal untuk
melewatkan malam?"
"Tentu saja aku membutuhkan."
"Jawab lagi. Kalau engkau lapar, apakah engkau mengemis makanan ataukah mencuri
makanan? Kalau pakaianmu rusak, kulihat sepatumu itu sudah butut sekali dan perlu diganti,
dari mana engkau akan mendapatkan semua itu? Mencuri? Dan kalau engkau menginap dl
rumah penglnapan, apakah setelah bermalam paglnya engkau lalu minggat tanpa membayar?
Hayo jawab! Untuk semua itu engkau membutuhkan uang ataukah tidak?"
Diberondong begitu dan melihat sikap gadis itu membusungkan dadanya seperti menantang,
Thian Uong gelagapan dan menelan ludah sebelum menjawab
"Ya.... eh, tentu saja untuk semua itu aku membutuhkan uang."
"Bagus, ya? Engkau butuh uang pada hal engkau tidak punya uang, dan seka-rang ada orang
yang memberimu uang, engkau pura-pura menolak dan berani mengatakan i-nemalukan. Apa
lagi nama-nya itu kalau bukan inunafik?"
"Akan tetapi aku menolong mereka bukan untuk mendapatkan bayaran uang!" Thian Liong
membantah.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 114
"Berlagak suci! Kita tidak rninta uang. Mereka yang memberikan kepada kita karena mereka
hendak membalas jasa. Uang ini sudah sepantasnya menjadi milik kita. Apa artinya uang
sebegini dibandingkan dengan harta kekayaan dan nyawa mereka berlima itu? Ini adalah uang
halal, sama sekali tidak haram, tahu?" Bi Lan lalu membuka kantung1 itu, menuangkan isinya
ke atas tanah la-lu membagi potongan-potongan emas itu menjadi dua. Yang setengah bagian
ia masukkan ke dalam buntalan kuning berisi pakaiannya, dan yang setengahnya lagi ia
masukkan kembali ke dalam kantung biru.
"Nah, yang itu bagianmu. Ambillah!" katanya sambil menudingkan telunjuk kirinya yang
kecil mungil ke arah kantung biru itu. Akan tetapi Thian Liong tidak mengacuhkan kantung
itu, melainkan menghampiri mayat perampok gendut yang tewas oleh ranting di tangan Bi
Lan tadi. Dia membungkuk untuk memungut pedang milik perampok gendut yang tewas itu
dan mulailah dia menggunakan pedang itu untuk menggali tanah.
Melihat pemuda itu tidak mengacuhkannya dan malah menggali lubang di tanah, Bi Lan
menjadi penasaran. la menghampiri pemuda itu dan menegur, "Hei, apa-apaan yang
kaulakukan ini?"
Thian Liong yang sejak tadi menahan kedongkolan hatinya terhadap gadis Itu, menghentikan
pekerjaannya dan dia berdiri menghadapi Bi Lan, memandang dengan slnar mata tajam
mengaridung marah dan berkata, suaranya maslh lirih dan lembut, namun mengandung nada
suara teguran keras.
”Nona, engkau masih amat muda namun telah memillkl llmu kepandalan tlnggi. Sungguh
sayang sekali bahwa engkau terlalu kejam!"
Kini gadis itu yang terbelalak, ka"et dan heran, lalu alisnya berkerut dan la, inenjadi marah.
"Aku kejam?"
"Ya, engkau kejam! Engkau telah memburiuh orang ini padahal tanpa membunuhnyapun,
dengan mudah engkau akan dapat mengalahkannya!" kata Thian Uong penasaran, lalu
melanjutkan pekerjaannya menggali lubang kuburan.
"Kalau engkau bilang aku kejam, maka aku katakan engkau ini tolol! Tolol, bodoh, munafik!"
Gadis itu memaki-maki karena ia menganggap pemuda itu memakinya kejam. "Aku
membunuhnya kau katakan kejam? Apa kaukira dia itu orang lemah-lembut dan baik hati?
Ketahuilah, tolol, bahwa diapun berusaha membunuh para piauwsu dan saudagar itu dan
kalau tidak ada aku, tentu semua orang itu celah dlbunuhnya! Dia itu pembunuh kejaml"
Thlan Llong menunda penggaliannya dan manoleh kepada gadis itu, klni suaranya terdengar
tegas. "Dia pembunuh orang dan jahat? Akan tetapi engkau juga membunuhnya. Apa bedanya
antara kalian berdua? Apa kau ingin kusamakan dengan perampok yang kau bunuh ini?"
"Jelas beda! Tolol dan bodoh sekali kalau tidak melihat bedanya! Dia menyerang dan
membunuh orang-orang yang tidak bersalah, dia menggunakan kepandaiannya untuk
melakukan kekerasan dan mencelakai1 orang! Sedangkan aku, aku menggunakan kepandaian
untuk menentang kejahatan, aku membunuh orang yang jahat berbahaya bagi orang-orang
lain yang tidak berdosa! Dia penjahat dan aku pendekar, itulah perbedaannya!" Bi Lan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 115
membentak marah dan ia mem-banting-banting kaki saking jengkelnya disamakan dengan
perampok jahat!
Akan tetapi Thiah Liong juga sudati' merasa jengkel dan tidak mau mengalah. "Engkau dapat
berbuat lebih baik dari itu, nona. Engkau akan benar-benar ber-Jasa besar kalau engkau hanya
mengha-Jar penjahat ini, 'membuatnya jera dan berhasil menasehatlnya agar dia kembali ke
jalan benar. Akan tetapl membunuhnya? Engkau tldak mampu memberi hidup, maka juga
tldak berhak mematikan.
Setelah berkata demikian, Thian Liong melanjutkan pekerjaannya menggali iubang kuburan.
Bi Lan membantlng-banting kaki dengan gemas, kedua tangannya terkepal akan tetapi tidak
menyerang karena ia melihat pemuda itu sibuk bekerja. "Engkau.... cerewet dan bawel! Huh,
aku muak dan benci melihatmu!!"
Thian Liong tertawa dan kembali menunda pekerjaannya, lalu menoleh ke arah gadis itu.
"Akan tetapl aku suka dan kasihan padamu."
Bl Lan mendengus dan memutar tubuhnya, terus melangkah pergi, diikuti suara tawa Thian
Liong yang dapat menguasai perasaannya dan kini melihat betapa lucu keadaan mereka. Baru
bertemu, bekerja sama menolong rombongan saudagar menentang penjahat, lalu bercekcok!
Padahal mereka belum saling memperkenalkan dlri, namanyapun tidak tahu. Setelah gadls itu
pergi, baru dia teringat betapa jelita dan menariknya gadis itu dan betapa lihai ilmu silatnya.
Berwatak pendekar pula, atau setidak-nya merasa menjadi pendekar. Sayang, galaknya bukan
kepalang, seperti seekor harimau betina! Dia masih tersenyum-senyum ketika melanjutkan
pekerjaannya. Setelah lubang itu cukup dalam, dia lalu mengubur jenazah penjahat gendut itu,
menimbuni jenazah dalam lubang, menancapkan pedang itu di atas gun-dukan tanah kuburan,
baru dia membersihkan kedua tangannya, mengambil bun-talannya yang tadi dia letakkan di
bawah pohon tak jauh dari situ. Dia tidak menengok ke arah kantung biru yang berisi
setengah jumlah uang emas yang ditinggalkan gadis itu. Ketika membungkuk hendak
mengambil buntalan pakaian dan kitab-kitabnya, dia melihat buntalannya itu menonjol dan
tampak lebih besar dari biasanya. Dia merasa heran lalu membuka ujung kain buntalan yang
tadi-nya diikat. Ternyata buntalan atau kan-tung biru berisi uang emas itu telah berada dalam
buntalannya! Cepat dia menoleh ke arah tempat; di inana kantung biru tadi ditinggalkan gadis
itu dafi kantung itu telah lenyap. Kiranya diam-diam kantung itu telah dimasukkan ke dalam
buntalannya oleh gadis itu! Bukti bahwa gadis itu dapat melakukan inl . tanpa diketahuinya,
agaknya ketika dial?, sedang asik menggali lubang, menunjuk- te kan bahwa gadis itu
memang lihai sekali. Sejenaki Thian Liong termangu dan ragu-ragu apakah akan menerima
uang itu ataukah tidak. Kalau dia tidak meneri-manya dan meninggalkan di tempat itu,y apa
gunanya? Jangan-jangan malah dlte-iK mukan orang-orang Jahat, karena yang berkeliaran
dalam tempat liar dan sunyl sepertl itu biasanya hanyalah orang-orangSs sesat. Kalau
diterimanya dan menjadi miliknya, apa salahnya? Gadis itu benar juga. Harus diakui bahwa
dia membutuhkan uang untuk membeayai perjalanannya. Dia butuh uang untuk membeli
pengganti pakaian, untuk membeli makan setiap hari, dan untuk membayar sewa kamar untuk
bermalam. Dan uang itu memang bukan uang haram, melainkan pemberian para saudagar
yang memberinya dengan rela dan senang hati. Dla menghela nepas panjang lalu menglkatkan
ujung buntalannye kemball, kemudian menggendong buntalan itu dan mulai mendaki
sebuah puncak yang menurut keterangan penduduk di lereng bawah, adalah tempat tinggal
Kun-lun-pai.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 116
Tiba-tiba dia menahan langkahnya. Dia hendak ke Kun-lun-pal, kemudian ke Bu-tong-pai dan
ke Siauw-lim-pai untuk menyerahkan kitab-kitab atas perintah gurunya. Kitab-kitab itu
menurut gurunya amat penting bagi ketiga partai persilatan itu. Kitab-kitab itu dia simpan dalam
buntalan pakaiannya dan tadi bun-talan pakaiannya telah dibuka oleh gadls itu! Ah, siapa
tahu? Banyak tokoh persi-latan yang menginginkan kitab-kitab itu. demikian gurunya
berpesan dan agar dia berhati-hati menjaganya karena bukan tidak mungkin akan ada tokohtokoh
kang-ouw yang lihai akan mencoba merampasnya kalau mereka mengetahui bahwa dia
membawa kitab-kitab itul Ah gadis itu! Siapa tahu?
Dengan jantung berdebar dan perasaannya tegang Thian Liong lalu menurunkan buntalannya
dan membukanya. Dia cepat memeriksa isinya dan. Wajahnya tiba-tiba menjadi pucat ketika
melihat bahwa yang berada dalam buntalannya kini hanya ada dua buah kitab, yaitu Kitab
Sam-jong Cin-keng untuk diberikan kepada ketua Siauw-lim-pai dan Kitab Kiauw-ta Sin-na
untuk Bu-tong-pai. Kitab ke tiga, yaitu Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat untuk Kun-lunpai
telah lenyap! Dia mencari-cari, membolak-balik pakaiannya, namun tetap saja kitab kuno
itu tidak dapat ditemukan! Dia teringat bahwa tadinya kitab itu berada paling atas di antara
tiga buah kitab itu karena memang kitab itu tadinya akan dia serahkan paling dulu kepada
Kun-lun-pai!
"Celaka!" Dia berseru dan mengepal tinju. Siapa lagi kalau bukan gadis galak itu yang
mengambilnya? Agaknya ketika membuka buntalan dan memasukkan kantung uang, ia
melihat kitab itu berada paling atas dan gadis itu lalu mengambilnya dan membawanya pergi.
"Bocah liar! Kalau bertemu, akan kutampari pinggulnya sedikitnya sepuluh kali!" kata Thian
Liong gemas. Akan tetapi dia lalu tertegun. Bagaimana mungkin bisa bertemu? Ke mana dia
harus mencari? Gadis itu asing sama sekali. Dia tidak mengetahui namanya, apalagi tempat
tinggalnya! Sialan! Tiga tugas pertama telah gagal satu! Apa yang akan dikatakan kepada
gurunya? Ah, dia merasa kecewa dan malu. Akan tetapi dia harus bertanggung jawab! Dia
harus mencari gadis itu dan merampas kembali kitab untuk Kun-lun-pai, tidak lupa
menghukum gadis itu dengan sepuluh kali tamparan pada pinggulnya! Sekarang, tugas
utamanya, dia harus menemui Ketua Kun-lun-pai dan melaporkan tentang kehilangan kitab
itu. Dia harus bertanggung jawab dan siap menerima celaan dan teguran dari ketua Kun-lunpai.
Dia memang bersalah, tidak hati-hati dan lengah sehingga kitab yang amat penting dan
berharga itu dapat dicuri orang. Dia mengikatkan kembali buntalannya, menggendongnya dan
mengerahkan tenaga mempergunakan ilmu berlari cepat sehingga larinya seperti terbang
mendaki puncak menuju ke kompleks kuil dan bangunan Kun-lun-pai yang berada di puncak
itu.
Karena Thian Liong menggunakan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) untuk berlari cepat
mendaki puncak sebentar saja dia sudah tiba di puncak dan dia melihat sekumpulan bangunan
besar yang luas, dikelilingi pagar tembok yang cukup tinggi dan kokoh. Dia lalu berlari ke
depan, di mana terdapat sebuah pintu gerbang yang besar. Baru saja dia berhenti berlari, tibatiba
terdengar bentakan nyaring di belakangnya.
"Siapa kau? Mau apa kau berkeliaran di sini?"
Thian Liong terkejut. Dia tidak mendengar ada orang datang. Ini membuktikan bahwa orang
itu tentu memiliki ginkang hebat. Cepat dia memutar tubuh dan berhadapan dengan seorang
wanita berusia kurang lebih lima puluh tahun. Rambutnya sudah bercampur uban dan
digelung ke atas diikat kain kumng yang lebar hampir menutupi seluruh kepalanya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 117
Pakaiannya sederhana seperti pakaian seorang pertapa atau pendeta. Juga pakaiannya terbuat
dari kain kuning yang kasar dan murah. Sebatang pedang tergantung di punggungnya, pedang
dengan ronce-ronce berwarna putih.
Thian Liong yang selain menerima pendidikan ilmu silat tinggi juga menerima pendidikan
kerohanian yang mendalam disertai tata susila tinggi, cepat memberi hormat karena dia
maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita sakti.
"Locianpwe (orang tua gagah), maafkan saya. Saya sengaja datang berkunjung untuk
menghadap Ketua Kun-lun-pai." Dia merangkap kedua tangan depan dada sambil
membungkuk hormat.
Akan tetapi wanita itu, yang wajahnya membayangkan kegalakan dan sinar matanya
mencorong masih mengerutkan alisnya. "Huh, kamu seorang laki-laki berani mendatangi
bagian asrama wanita, tentu mengandung niat kurang sopan. Kamu mengandalkan
kepandaianmu untuk berlaku kurang ajar, ya?'
"Ah, tldak lama sekali, locianpwe!" seru Thian Liong dengan kaget.
"Saya tldak tahu bahwa ini asrama wanlta....!"
"Bohong! Hendak kulihat sampai dl mana kelihaianmu maka kamu berani muncul di depan
asrama kami! Sambutlah!" Setelah berkata demikian, tiba-tiba saja wanita itu sudah
menyerang dengan tamparan tangan kirinya. Tamparan tangan terbuka itu cepat sekali dan
membawa angin pukulan yang kuat, mengarah pelipis Thian Liong sehingga merupakan
serangan berbahaya yang dapat mendatangkan maut!
Diam-diam Thian Liong merasa heran dan juga penasaran. Bagaimana seorang wanita yang
berpakatan seperti pertapa atau pendeta, tabiatnya demikian keras, berprasangka buruk dan
menyerang orang tak bersalah dengan serangan maut? diapun cepat mengelak mundur
sehingga tamparan itu luput.
"Locianpwe, saya bukan musuh dan tldak berniat buruk." Thian Liong mencoba untuk
mengingatkan wanita itu.
“sambut ini....!!" Wanita itu bahkan menyerangnya lagi, kini menggunakan pukulan yang
mengandung sin-kang (tenaga aakti). Pukulan jarak Jauh ini cukup dahsyat. Angin
menyambar dan hawa pukul-an yang kuat menerpa ke arah Thian Liong. Melihat bahaya ini,
terpaksa pe-muda itu mengerahkan tenaga dan mendorong ke depan untuk menyambut serangan
lawan.
"Syuuuuttt.... dessss....!!" Dua tenaga yang kuat bertemu di udara dan akibatnya, tubuh
pendeta wanita itu terdorong ke belakang dan la terhuyung-huyung, sedangkan Thian Llong
maslh berdlri tegak.
Wanita Itu terkejut. la adalah tokoh Kun-lun-pai tingkat tiga, kepandaiannya hanya di bawah
tingkat ketua dan wakil ketua. Akan tetapi dalam adu tenaga sakti melawan seorang pemuda,
ia terdorong dan terhuyung! la terkenal berwatak, keras, maka kekalahan dalam adu tenaga ini
bahkan membuatnya penasaran dan semakin marah.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 118
”Sratt ....." tampak sinar putih berkelebat menyilaukan mata dan sebatang pedang mengkilat
telah berada di tangan kanan wanita itu. Cara ia mencabut pedang dari punggung sedemikian
cepatnya, menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli pedang yang pandai.
"Cabut pedang atau senjatamu yang lain! Mari kita mengadu kemahiran memainkan senjata!"
kata wanita itu dengan ketus.
"Locianpwe, sekali lagi saya harap jlocianpwe tidak salah sangka. Saya bukan musuh Kunlun-
pai. Kalau locianpwe masih berkeras hendak menyerang dan membunuh orang tidak
bersalah, silakan!"
Setelah berkata demikian, Thian Liong berdiri tegak, memejamkan mata, menenggelamkan
segala kegiatan jasmani ke dalam kehampaan, hati akal pikirannya tidak bekerja, lahir batin
menyerah kepada Kekuasaan Tuhan seperti yang telah dilatihnya bertahun-tahun di bawah
bimbingan Tiong Lee Cin-jin.
"Engkau menantang maut? Apa kau kira aku tldak berani membunuh orang luar yang
melanggar pantangan, mengunjungi asrama murid-murid wanita Kun lun-pai? Sambut ini!
Nenek itu menerjang maju dan pedangnya berkelebat ke arah leher Thlan Llong.
"Slnggg....!" saklng kuatnya pedang dlgerakkan, terdengar suara berdesing ketika senjata Itu
menyambar ke arah leher Thian Llong.
"Wuuutt....!" Wanita itu terkejut bu-kan main karena ketika pedangnya me-nyambar ke arah
leher pemuda itu, tiba-tiba pedangnya terpental sepertl tertolak tenaga tak tampak yang lentur
dan kuat sehingga tenaganya yang mendorong pedangnya itu memballk! Pemuda itu masih
berdiri sambll menundukkan muka dan kedua matanya terpejam, mulutnya tersenyum dan
wajahnya tampak demiklan tenang dan tenteram, seperti wajah orang yang sedang tidur pulaa.
la merasa penasaran sekali dan mepyerang lagi dengan pedangnya. Namun setiap kali
membacok atau menusuk, pedangnya selalu terpental. Makiri kuat ia menyerang, semakin
kuat lagi tenaga yang membuatnya terpental karena tenaga membalik.
Tiba-tiba terdengar seruan lembut. "Ngo-sumoi (adik seperguruan ke lima), hentikan itu!"
Mendengar seruan im, nenek itu melompat mundur, napasnya terengah dan wajahnya merah
sekali. Thian Liong membuka matanya memandang dan dia melihat seorang pendeta wanita
berpakalan serba putih berdlri di depannya. Wanita ini usianya sudah enam puluh lebih,
namun wajahnya masih tampak segar dan slnar matanya lembut. Begitu bertemu pandang,
Thian Liong merasa tunduk dan tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan seorang nenek
yang sakti dan yang telah mampu mengendalikan nafsu-nafsunya sendirl. Maka dia cepat
memberi hormat, mengangkat kedua tangan ke depan dada.
"Loclanpwe, saya mohon maaf sebanyaknya kalau kunjungan saya kesini hanya
mendatangkan keributan dan gangguan."
Pendeta wanita itu tersenyum dan wajahnya tampak jauh leblh muda ketl" ka la tersenyum.
"Ah, slcu (orang muda gagah), kamilah yang sepatutnya mlnta maaf atas slkap sumol Biauw
In yang keras terhadapmu tadi. Akan tetapi siapakah engkau, sicu? Dan ada keperluan apakah
engkau datang ke tempat kaml ini?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 119
"Nama saya Souw Thian Liong dan kedatangan saya ini untuk memenuhl perintah guru saya."
"Hemm, kaml melihat tadl bahwa engkau telah mencapal tingkat tertinggl dari tenaga sakti.
Siapakah gurumu?"
"Suhu disebut Tiong Lee Cin-jin."
"Sian-cai (damai)....!" Nenek itu berseru dan wajahnya tampak terkejut dan berseri. "Kiranya
Tiong Lee Cin-jin yang bijaksana yang mengutus muridnya datang berkunjung?" Nenek itu
menoleh kepada sumoinya yang galak tadi. "Biauw In Su.moi, lihat apa yang telah kau
lakukan tadi? Engkau menyerang murid Tiong Lee Cin-jin'"
Wanita galak itu tampak kaget dan wajahnya menjadi agak pucat.
"Aku.... aku tidak tahu....”
"Loclanpwe, kejadian tadi harap dilupakan saja, Sayalah yang bersalah dan mlnta maaf." kata
Thlan Liong yang merasa tldak enak mendengar teguran itu.
"Souw-sicu, sikapmu ini menunjukkan bahwa engkau pantas menjadi murid Tiong Lee Cinjin
yang bijaksana. Katakanlah, tugas apa yang diberikan gurumu kepadamu sehingga engkau
datang ke slni?"
"Maaf, loclanpwe. Sesual dengan perintah suhu, saya hanya dapat membicarakan urusan itu
kepada para pimpinan Kun-lun-pai, yaitu Kui Beng Thai-su atau Hui In Slan-kouw saja."
Nenek itu tersenyum. "Kui Beng Thai-su adalah ketua umum Kun-lun-pai dan Hui In
Siankouw adalah sumoinya yang memimpin para murid wanita. Akulah Hui In Siankouw dan
ia ini seorang sumoiku bernama Biauw In Suthai."
"Ah, kiranya locianpwe adalah Hui In Sian-kouw. Terimalah hormat saya." Thian Liong
memberi hormat lagi,
Hul ln Sian-kouw tersenyum dan berkata. "Souw-sicu, harap kelak sampaikan maaf kami
kepada suhumu dan jangan menertawakan kami. Kami rnempunyai peraturan bahwa laki-laki
tidak boleh memasuki asrama para murid wanita Kun-lun-pai. Oleh karena itu, terpaksa kami
tidak dapat mempersilakan engkau memasuki asrama dan hanya dapat menyambutmu di sini
saja."
"Tidak mengapa, locianpwe. Saya menghormati peraturan itu."
"Kalau begitu, mari kita duduk dan bercakap-cakap di sana." Hui In Sian-kouw menunjuk ke
arah kiri di mana terdapat sekumpulan batu yang putih bersih. Agaknya batu-batu itu memang
dira-wat dan dijadikan tempat untuk duduk bersantai. Thian Liong mengikuti dua orang
pendeta wanita itu dan mereka lalu duduk di atas batu sallng berhadapan.
"Nah, sekarang sampaikan pesan Tiong Lee Cln-Jln itu kepadaku, Souw-sicu. Aku yang akan
menyampaikan kepada suheng (kakak seperguruan) Kui Beng Thaisu."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 120
Thian Llong menghela napas panjang "Sungguh! sayang sekali. Saya yang semesiinya
membawa kabar gembira untuk locianpwe, karena kelalaian saya, telah membuat kabar itu
berubah menjadi tldak menyenangkan."
Hul In Slankouw tetap tersentum. "Apapun yang terjadl, terjadilah, Souw-slcu. Tidak ada
kejadian baik atau buruk, sebelum pikiran kita menilai didasari kepentingan pribadi.
Ceritakanlah tanpa ragu. Kaml siap menerima yang ,dianggap paling buruk sekallpun."'
Thian Libng mengangguk kagum. Tak salah penilaiannya tentang pendeta wani-ta ini.
Seorang yang arlf bijaksana. Maka diapun bercerita dengan lapang dada. "Saya dlutus suhu
untuk mengantarkan sebuah kltab untuk Kun-lun-pal yeng harus saya serahkan sendlri kepada
Kui Beng Thai-su atau kepada Hui In Slan-kouw dan kebetulan sekall kini saya berhadapan
dengan locianpwe sendiri."
"Ah, sebuah kltab dari Tiong Lee Cin-Jin untuk Kun-lun-pai? Souw-sicu, apakah nama kitab
itu?" Tiba-tiba Biauw In Suthai bertanya dengan nada suara gembira. Agaknya ia tetah
melupakan kemarahannya tadi dan kini merasa gembira sekali mendengar bahwa Kun-lun-pai
akan mendapatkan sebuah kitab dari Tiong Lee Cin-jin yang namanya terkenal di antara
semua tokoh besar dunia persilatan itu.
"Nama kitab Itu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat." kata Thian Liong.
"Alhh! Itu kitab pelajaran ilmu silat tinggi yang khusus diciptakan untuk murid wanita dan
kitab itu lenyap ratusan tahun yang lalu, kabarnya dicuri seorang pertapa sakti yang jahat!"
seru Hui In Sian-kouw kagum. "Dan sekarang Tiong Lee Cin-jin dapat menemukannya
kembali dan hendak mengembalikan kepada Kun-lun-pai? Betapa bijaksananya Tiong Lee
Cin-jin."
"Souw-sicu, cepat keluarkan kitab itu dan berikan kepada Hui In Suci (kakak perempuan
seperguruan Hui In)!" kata Biauw In Suthai tidak sabar lagi karena ingin segera melihat kitab
pusaka Kun luni-pai itu.
"Bersabarlah, sumoi. Berilah waktu kepada Souw-sicu, agaknya dia masih hendak bercerita."
kata Hui In Sian-kouw dengan tenang dan sabar.
"Sesungguhnya banyak yang harus saya ceritakan, locianpwe. Akan tetapi yang terpenting
unluk saya beritahukan adalah bahwa kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat itu, ketika saya
berada dl lereng bawah pegunungan Kun-lun-san ini lenyap dicurl orang."
"Apa....??" Biauw In Suthal melompat berdiri. "Tidak mungkin!" Tentu engkau bohong dan
ingin menguasai kitab itu untukmu sendiri!"
"Sumoi, Jangan sembarangan bicara!" Hui In Sian-kouw menegur adik seperguruannya.
"Suci, semua laki-laki di dunia ini mana ada yang dapat dipercaya? Dia memiliki ilmu
kepandaian tinggi, mana mungkin kitab itu dicuri orang? Coba kuperiksa buntalannya!"
Biauw In Suthai melompat ke arah buntalan pakalan Thian Liong yang tadi diturunkan
pemuda itu ketlka hendak duduk di atas batu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 121
Melihat ini, Thian Liong membiarkan saja. Hui In Sian-kouw juga tidak keburu melarang
sumolnya yang sudah membuka buntalan pakaian itu.
"Suci ini ada dua buah kitab!" seru Biuaw In Suthai sambil memperlihatkan dua buah kitab
tua yang diambilnya dari buntalan itu.
"Itu adalah Kitab Sam-jong Cin-keng milik Siauw-lim-pai dan kitab Kiauw-ta Sin-na milik
Bu-tong-pai. Kedua kitab itu harus saya serahkan kepada pemilik masing-masing, seperti juga
kitab milik Kun-lun-pai yang hilang."
"Sumoi, kembalikan dua buah kitab itu. Kita tidak berhak menyentuhnya." perintah Hui In
Sian-kouw dan Blauw In Suthai mengembalikan dua buah kitab itu. Akan tetapi ia terus
mencari dan membuka kantung biru.
"Hei, lihat, suci! Banyak emas di sini, Tentu dia telah menjual kitab klta itu dan mendapatkan
banyak emas. Hayo kau mengaku saja! Kepada siapa kltab kami itu kau jual!" Biauw In
Suthai sudah mencabut lagi pedangnya dan mengancam Thian Liong.
"Sumoi, sirnpan pedangmu dan mundur!" Hui In Sian-kouw menegur sumoinya dan Biauw In
Suthai menyarungkan lagi pedangnya dan melangkah mudur dengan mulut cemberut dan
matanya mencorong galak memandang Thian Liong. Hui In Sian-kouw memandang pemuda
Itu. "Souw-sicu, apakah penjelasanmu tentang ini semua?"
Thian Liong menghela napas panjang. "Saya tadi belum selesai bercerita, loclanpwe. Tadi
ketika saya melakukan perjalanan dan tiba di jalan raya di lereng bukit sebelah bawah, saya
melihat serombongan lima orang saudagar dlkawal belasan orang piauwsu sedang diganggu
dua orang perampok. Dua orang perampok ttu lihai dan para piauwsu agaknya akan kalah dan
terbunuh semua. Saya lalu membela mereka yang dlrampok dan pada saat itu muncul pula aeor.
ang gadls yang llhai, la Juga membantu para piauwsu dan menewaskan seorang di antara
dua perampok itu. Perampok ke dua melarikan sekantung emas dan saya mengejarnya dan
berhasil mengambil kembali kantung yang dibawanya lari. Ketika saya mengembalikan
kantung emas itu kepada para saudagar, mereka lalu menyerahkan setengah isi kantung itu
kepada kami berdua, yaitu saya dan nona itu. Setelah para saudagar dan rombongannya
meninggalkan tempat itu, saya lalu mengubur mayat perampok yang terbunuh oleh gadis itu.
Di antara kami terjadi perselisihan paham karena saya mencelanya yang telah membunuh
perampok itu. la marah-marah dan pergl membawa separuh uang yang ditinggalkan saudagar,
yang separuh lagi ia berikan kepada saya. Nah, ketika saya sibuk menggali lubang untuk
mengubur jenazah itulah, saya lengah. Tahu-tahu kantung uang emas yang tadinya saya tolak
itu telah berada dalam buntalan pakaian inl dan kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang
berada di tumpukan paling atas, telah lenyap."
"Gadis Itu tentu cantik jelita, bukan?" Tiba-tiba Biauw In Suthai bertanya, nadanya mengejek.
"Memang ia cantik jelita dan usianya kurang lebih tujuh belas tahun," kata Thian Liong
sejujurnya.
"Nah Itulah, laki-laki semua mata keranjang! Tentu mellhat gadis cantlk itu, dia tergila-gila
dan untuk menyenangkan hatinya, dia memberikan kitab itu kepadanya. Suci, pemuda ini
harus bertanggung jawab, dia harus mengembalikan kitab itu kepada kita!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 122
"Sumoi, tidak malukah engkau berkata seperti itu? Kitab itu memang millk Kun-lun-pai, akan
tetapi telah ratusan tahun hilang dan kita tldak dapat menemukannya kembali. Tlong Lee Cinjin
berhasil mendapatkannya kembali dan hendak menyerahkan kepada kita. Souw-alcu
kehilangan kitab itu, dlcuri oleh orang laln. Bagalmana kita dapat menimpakan tanggung
jawab kepadanya untuk mengemballkan kitab itu kepada kita? Sudahlah, aku melarangmu
bicara lagi"
Mendengar teguran keras dari Hui In Siankouw, Biauw In Suthai mengerutkan alishya dan
mukanya menjadi buruk sekali karena ia cemberut. "Suci terlalu membela laki-laki ini. Biar
aku melapor kepada toa-suheng (kakak seperguruan pria tertua)!" Setelah berkata demikian,
pendeta wanita yang galak itu lalu meninggalkan tempat itu untuk pergi ke asrama baglan
putera di balik bukit.
Hui In Siarikouw menghela napas panjang. "Souw-sicu, maafkan sikap sumoi Biauw In
Suthai. la memang keras hati. Sungguh aku merasa tidak enak kepadamu, sicu."
"Tidak mengapa, locianpwe. Memang sudah sewajarnya kalau ia marah karena saya memang
bersalah. Saya telah le-ngah sehingga kitab itu lenyap dicuri orang. Sudah semestinyalah
kalau saya bertanggung jawab. Saya berjanji akan mencari kitab itu sampal dapat dan setelah
saya temukan, tentu akan saya serahkan kepada locianpwe di slni."
Pendeta wanita itu tersenyum dan mengangguk-angguk. "Dari sikapmu sebagai murid, kami
dapat menilai betapa bijaksananya Tlong Lee Clnjln, Souw-sicu, Siapakah nama gadis yang
mencuri kiiab itu?"
"Saya tidak tahu namanya, locianpwe, kaml tidak sempat berkenalan. Akan tetapi sayapun
tidak berani mengatakan bahwa ia yang mencuri kitab itu karena tldak ada buktlnya.
Bagaimanapun juga, saya akan berusaha sekuat kemampuan saya untuk mencari kitab itu."
"Kami percaya bahwa engkau akan berhasil, sicu, dan sebelumnya kami mengucapkan terima
kasih atas usahamu mencari kitab itu. Tldak lupa, sampaikan terima kasih Kun-lun-pai yang
sebesar-besarnya kepada gurumu Tiong Lee Cin-Jln yang sudah menemukan kttab kaml yang
hilang itu dan berusaha mengembalikannya kepada kami. Sampaikan hormat ku kepada
beliau."
"Baik, loclanpwe, akan saya sampaikan kalau saya sudah menyelesaikan tugas-tugas saya dan
bertemu lagi dengan suhu. Sekarang, saya mohon pamit dan terima kaslh atas pengertlan
locianpwe yang sudah memberl maaf atas kelengahan saya sehingga kltab untuk locianpwe
itu sampai hilang."
"Selamat jalan, sicu, dan berhati-hatilah dalam perjalanan. Semua prang mengetahui bahwa
para datuk dan tokoh kang-ouw ingin sekali merampas kitab-kitab yang didapatkan oleh
Tiong Lee i! Cin-jin dari dunia barat. Sicu yang masih membawa dua kitab, tentu tidak akan
terlepas dari incaran mereka."
"Terima kaslh, loclanpwe, atas nasihat itu. Selamat tinggal."
Thian Liong menggendong buntalan-nya» memberi hormat lalu pergi menuruni puncak itu.
Akan tetapi, ketika dia tiba di lereng gunung ke dua dari'puh-cak, dia melihat Biauw In Suthai
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 123
meng-hadang perjalananh^a dan pendeta wanita itu ditemani dua orang gadis yang berpakaian
serba kuning. Dua orang gadis itu berusia kurang lebih delapan belas tahun, keduanya
bertubuh rarnping berkulit pu-tih mulus dan keduanya cantik manis. Hanya bedanya, yang
seorang lebih jang-kung dengan wajah bulat dan yang kedua agak lebih pendek dan lebih
muda dengan wajah bulat telur. Rambut mereka di gelung ke atas dengan kain berwarna
kuning yang lebar. Di panggung mereka tergantung sebatang pedang.
Blarpun Blauw In Suthal tadl berslkap galak kepadanya, Thian Liong tidak mendendam dan
mellhat nenek Itu berdirl menghadang perjalanan bersama dua orang gadis itu, dla cepat
menghampirl dan memberi hormat.
"Locianpwe, saya mohbn diri hendak meninggalkan Kun-lun-san, harap locianpwe suka
memberi jalan."
Akan tetapl Biauw In Suthal bertolak pinggang dan memandang pemuda itu dengan marah.
"Souw Thian Liong, engkau sudah tahu akan kesalahanmu! Engkau sebagai seorang laki-laki
telah berani lancang datang ke asrama puteri Kun lun-pai. Karena itu sebelum kami menguji
kepandaianmu, kami tidak akan membiarkanmu pergi. Tadi kami melihat sebatang pedang
dalam buntalanmu. Hayo keluarkan pedangmu. Kami menantangmu untuk mengadu silat
pedang!" Nenek itu menantang.
Thian Liong mengerutkah alisnya. "Akan tetapi, loclanpwe, saya tidak ingin bertanding
dengan siapapun, saya tidak ingin bermusuhan dengan siapapun."
"Enak saja! Engkau melanggar daerah terlarang bagi prla, dan engkau telah membikin lenyap
kttab pusaka Kun-lun-pai Engkau harus menerima tantangan kaml ini. Aku tldak ingln
dlanggap sebagai orang tua yang menghina anak muda. Karena itu, muridku inl akan
mewaklll aku mengujl llmu pedangmu. Kim Lan, bersiaplah engkau!"
Gadis yang lebih tinggi bermuka bulat itu tiba-tiba menjadi merah wajahnya dan ia tampak
semakin cantik. Ia mengangguk menerima perintah gurunya dan sekali tangan kanannya
bergerak, tampak sinar berkelebat dan Thian Liong segera mengenal pedang itu sebagai
pedang bersinar putih yang tadi dipergunakan Biauw In Suthai. Dengan gerakan indah dan
gagah gadis cantik bernama Kim Lan ini menggerakkan pedangnya menunjuk ke atas, lalu
pedangnya berkelebat seperti kitat menyambar, menjadi sinar menyilaukan dan ia sudah
rnemasang kuda-kuda dengan pedang bersenibu-nyi di bawah lengan kanan, tangan kiri
melingkar depan dada. Gayanya indah dan gagah sekali.
"Sicu, silakan!" kata Kim Lan, suaranya merdu namun mengandung tanteng-an dan kekerasan
hati, sinar matanya tajam menyambar ke arah wajah Thian Liong. Tentu saja pemuda itu
menjadi ragu. Dia tidak ingin berkelahi, apa lagi melawan seorang gadis yang tidak dikenalnya
sama sekali, yang tidak mempunyai urusan apapun juga dengan dirinya. Melihat
keraguan ini, Biauw In Suthai segera berkata nyaring.
"Souw Thian Liong, engkau mengaku murid Tiong Lee Cin-jin yang terkenal, akan tetapi
engkau pengecut kalau tidak berani menghadapi tantangan muridku Klm Lan. Ambil
pedangmu dan coba kita sama mellhat apakah engkau mampu menandingi Tian-lui-kiam-sut ,
(Ilmu Pe-dang Kilat Guntur)! Kalau engkau dapat menang melawan Kim Lan, berarti engkau
pantas berkunjung ke markas puteri Kun-lun-pai karena engkau menjadi keluarga sendiri.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 124
Akan tetapi kalau engkau kalah, kami akan membiarkan engkau pergi dan ternyata nama
besar Tiong Lee Cin-jin hanya kosong belaka!"
Wajah Thian Liong berubah agak merah. Terlalu sekali nenek ini, pikirnya! Dia dipaksa untuk
melawan karena kalau tidak, dia akan dianggap sebagai pe-ngecut dan berarti dia akan
merendahkan nama besar gurunya yang amat dihormat di dunia kang-ouw. Dia terpaksa, mau
tidak mau, harus melayani tantangan itu. Dia merasa serba salah. Dilayani, dia merasa tidak
semestinya karena dia tidak mempunyai permusuhan dengan mereka dan tidak ingin
menghina Kun-lun-pai dengan mengalahkannya. Kalau tidak dllayani, dia dianggap pengecut
dan na-ma besar gurunya terseret turun. Selain itu, dia juga ingin sekali melihat sampai di
mana kehebatan Ilmu Pedang Kilat Guntur itu. Dia pernah mendengar dari gurunya bahwa
ilmu pedang Itu merupakan llmu puiaka dan andalan Kun-lun-pai dan bahwa hanya murldmurld
tertinggl saja yang berhak menguasal llmu pedang itu. Gadis ini masih amat muda
paling banyak sembilan belas tahun usianya, akan tetapi sudah menguasai Tian-lui-kiam-sut,
berarti ia seorang murid Kun-lun-pai yang sudah tinggi tingkatnya. Timbul keinginannya
untuk menguji kehebatan ilmu pedang itu!
Setelah menghela napas panjang, Thian Liong melepaskan gendongannya ke atas tanah,
membuka buntalan, mengambil pedangnya dan mengikatkan lagi buntalan itu dengan teliti
karena dia tidak mau lagi kehilangan dua buah kitab untuk Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai itu,
kemudian ia mencabut pedangnya, melempar sarung pedang di atas buntalan pakaian dan
menghampiri Kim Lan dengan pedang di tangan. Pedang Thian-liong-kiam itu adalah
sebatang pedang kuno, berbentuk seekor naga gagangnya merupakan ekornya. Dia berdiri
santai, pedang di tangan kanan itu tergantung ke bawah. Sama sekall dla tldak membu-at
pasangan kuda-kuda,
"Baiklah, kalau locianpwe memaksa. Sllakan, nona, saya sudah slap melayani nona." katanya.
Biauw In Suthai dan gadis ke dua melangkah mundur dan menonton di pinggir. Melihat Thian
Liong sudah mencabut pedang dan mengatakan siap wa-laupun sikapnya masih santai, Kim
Lan lalu membentak dengan suara nyaring.
"Lihat serangan pedangku!" Setelah memberi peringatan, barulah ia bergerak. Dan
serangannya memang hebat sekali. Begitu ia menerjang maju, pedangnya berkelebatan
menyambar-nyambar seperti kilat dan ia telah menghujani Thian Liong dengan serangkai
serangan kilat yang dahsyat! Thian Liong merasa kagum. Cepat dia menggunakan ginkang
untuk berkelebatan mengelak dari semua serangan. Timbul kegembiraan hatinya. Ilmu pedang
yang dimainkan gadis bernama Kim Lan itu memang hebat sekali dan gadls Itu benar-benar
telah menguasai llmu pedangnya dengan baik. Pedang kilat itu seolah telah menyatu dengan
dirlnya.
Sampai belasan jurus Thlan Liong menghindarkan dirl dari sambaran pedang dengan elakanelakan
cepat. Namun dia tahu bahwa dla tidak mungkin meng-andalkan elakan saja untuk
menghindarkan diri dari serangan yang bertubi-subi datangnya Itu. Maka, ketlka dla terdesak,
mulallah dla menggerakkan Thian-Liong-kiam di tangan kanannya. Akan tetapi tentu saja dla
membataal tenaganya karena dia tidak ingin membikin rusak pedang lawan, juga tidak ingin
membikin malu gadis itu dengan tolakan tenaga saktinya. Dia menangkls dengan tenaga
terbatas.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 125
"Tranggg....!" Dua pedang bertemu dan tampak bunga api berpijar menyilaukan mata. Gadls
itu cepat memeriksa pedangnya. la merasa lega melihat pedangnya tidak rusak, juga lega
karena merasa betapa tenaganya seimbang dengan tenaga lawan. Pertandingan dilanjutkan
dan kini Thian Liong terkadang membalas dengan serangan pedangnya. Pertandingan itu
tampak ramai dan seimbang. Hal ini terjadi tentu saja karena Thian Liong banyak mengalah.
Dia tidak ingin membikin malu gadis itu maka sengaja membuat pertandingan itu tampak seru
dan ramai seolah kepandalan mereka seimbang. Tentu saja dlapun tldak mau kalau sampai dia
kalah, karena hal iu akan merendahkan nama beaar gurunya. Tldak, dia harus menang, akan
tetapl kemenangan melalul pertandlngan yang seimbang dan ramai.
"Hailiiittt....!!" Tlba-tiba Kim Lan merendahkan tubuhnya setengah berjong-kok dan
pedangnya menyambar-nyambar ke arah kedua kaki Thian Liong. Pedang itu diputar-putar
merupakan gulungan sinar putlh yang mengancam kedua kaki lawan. Thlan Liong
berloncatan untuk menghindarkan diri dari serangan ke arah kedua kakinya itu. Untuk
menghentikan desakan lawan, dia menyerangkan pedang nya dari atas dan pedang Thianliong-
kiam berkelebat. Ujung kain pengikat ke-pala Kim Lan terbabat putus dan sehelai kain
kuning melayang ke bawah. Gadis itu terkejut dan mengubah serangannya. Kini ia berdiri lagi
dan pedangnya menyambar-nyambar ke arah leher lawan.
"Trang-trang-tranggg..., tiga, kali berturut turut kedua pedang bertemu dl udara dan keduanya
melompat ke belakang. Lima puluh jurus telah lewat dan Thlan Llong merasa bahwa sudah
cukup lama dla mengalah. Ketika pedang kilat itu meuncur menyambar dengan tusukan ke
arah dadanya, dia hanya sedikit miringkan tubuhnya dan mengangkat lengan kirinya. Pedang
itu meluncur dekat sekali dengan iga kirinya dan pada saat itu, lengan kirinya turun
mengempit pedang lawan! Kim Lan terkejut dan mengerahkan tenaga untuk mencabut
pedangnya yang tampaknya seolah menancap di dada lawan itu. Akan tetapi tiba-tiba Thian
Liong mengetuk siku kanannya. Seketika lengan kanannya kehilangan tenaga dan sebelum
gadis itu dapat mengatasi keadaannya tangan Thian Liong yang memegang pedang itu telah
mendorong pundak kiri Kim Lan sehingga tubuh gadis itu terhuyung ke belakang dan
pedangnya tertinggal, dikempit oleh lengan kiri pemuda itu!
Keadaan ini jelas membuktikan bahwa Kim Lan telah kalah. Thian Liong cepat mengambtl
pedang gadis itu, memegang ujungnya dan menyodorkan gagangnya kepada Kim Lan.
"Terimalah pedangmu dan maafkan aku, nona." ucapannya itu dikeluarkan dengan tulus. Kim
Lan menerima pedang itu dan tiba-tiba ia menjatuhkan diri bersimpuh di atas tanah dan
menangis tentu saja Thian Liong menjadi bengong melihat hal ini.
Anehnya, Biauw In Suthai menghampirinya. Thian Liong sudah bersiap siaga untuk
melindungi dirinya kalau diserang tiba-tiba oleh pendeta wanita yang galak ini. Akan tetapi
anehnya, Biauw In Suthai tersenyum dan berkata dengan suara girang.
"Souw" Thian Liong, kiong-hi (selamat)! Kami mengucapkan selamat!"
"Selamat? Untuk apa?" Thian Liong bertanya, tidak mengerti.
"Selamat karena engkau telah membuktikan bahwa engkau murid yang mengagumkan dari
Tlong Lee Cln-jln, engkau telah menang dalam pertandingan ini dan engkau telah
memperoleh seorang isteri yang baik dan cocok sekali bagimu."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 126
Thian Liong terbelalak semakin heran. "Isteri? Apa.... apa maksud locianpwe?" Nenek itu
menunjuk Kim Lan yang masih bersimpuh dan menangis menutupi muka dengan kedua
tangannya. "Lihat itu, calon isterimu menangis karena haru dan bahagia!"
"Locianpwe, apa maksudmu? Saya.... saya tidak...." dia bingung harus berkata apa.
Biauw In Suthai tertawa dan melihat nenek itu tertawa Thian Liong merasa aneh sekali.
Nenek yang galak dan keras seperti batu karang itu dapat terta-wa, akan tetapi hanya
mulutnya yang menyeririgai tertawa, matanya sama sekali tldak ikut tertawa. Mata itu tetap
memandang dengan sinar yang keras.
"Heh-heh-hl-hl-hlk. Makaudku....? Itu urusan orang muda. Engkau boleh bicara sendtrl
dengan Klm Lan!" Setelah berkata demikian, pendeta wanita itu melangkah pergi
meninggalkan Thian Liong yang masih berdiri bengong.
Setelah nenek itu pergi, Thiar Liong memandang kepada gadis yang masih du-duk bersimpuh
dan menangis tanpa suara itu. Kemudian dia memandang kepada gadis ke dua yang berdiri di
dekat gadis yang menangis dan kebetulan gadis itu juga sedang memandang kepadanya Gadis
yang bermuka bulat telur dan bertubuh mungil ini wajahnya sama cantik dengan gadis
pertama. Bedanya, gadis yang .lebih pendek ini wajahnya tidak membayangkan kekerasan
seperti yang lain. la bahkan memandang kepada Thian Liong dengan sinar mata kagum dan
lembut, dan bibirnya mengembangkan senyum. Melihat sikap ini, Thian Liong yang tidak
berani bertanya kepada gadis yang menangis, lalu bertanya kepada gadis ke dua itu.
"Nona, apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh loclanpwe tadi? Sungguh matl saya tldak
mengertl sama sekali"
Gadis itu menoleh kepada gadls yang masih duduk bersimpuh dan biarpun sudah tidak
menangs lagi namun masih menutupi mukanya dengan kedua tangan seperti orang yang
merasa malu. "Sucl (kakak seperguruan, bolehkah aku mewakilimu menceritakan apa artinya
semua ini kepada Souw-sicu?"
Gadis yang bernama Kim Lan mengangguk. Gadis mungil itu lalu melahgkah maju
rnenghampiri Thian Liong dan la berkata dengan suara merdu. "Kami berdua adalah murid
Kun-lun-paii di bawah asuhan guru karni Biauw In Suthai. Inl adalah enci Kim Lan dan aku
bernama Ai Yin. Ketahuilah, sicu, kami berdua telah disumpah oleh guru kami ketika kami
menerima pelajaran ilmu pedang Tian-lui-kiam-sut (Ilmu Pedang Kilat Gun-tur) bahwa kami
hanya boleh menikah kalau...."
"Sumoi....!" Kim Lan menegur sumoinya dan ia kini bangkit berdiri, akan tetapi tidak berani
menatap wajah Thian Liong, melainkan memandang wajah sumoinya.
"Suci, kalau aku tldak menceritakan semuanya, bagaimana Souw-sicu akan dapat mengertl
persoalannya? Karena dia merupakan orang yang tersangkut, tiada salahnya dia mengetahui
rahasia kita."
Sejenak Kim Lan termangu-mangu, lalu melirik malu-malu ke arah Thian Liong, kemudlan
mengangguk dan berkata lirih, "Balk, teruskanlah."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 127
Thian Llong merasa tidak enak. "Nona, kalau kalian mempunyai rahasia, tidak perlu kalian
ceritakan padaku. Akupun tidak ingin mendengar tentang rahasia orang lain."
"Souw-slcu, rahasia kami ini sekarang telah melibatkan dirimu, maka engkau harus
mendengarnya."
"Hemm, kalau engkau dengan suka rela hendak menceritakan kepadaku, silakan." kata Thian
Liong yang sebetulnya ingin sekali tahu akan sikap 8iauw In Suthai tadi.
"Seperti kukatakan tadi, kami berdua telah disumpah oleh guru kami. Kami tidak boleh
berhubungan dengan pria, bahkan tldak boleh berdekatan. Subo (ibu guru) mungkin akan
rnembunuh kami kalau melihat kami akrab dengan pria. Kami disumpah bahwa kami hanya
boleh menikah kalau ada pria yang dapat mengalahkan Ilmu Pedang Kilat Guntur kami. Pria
yang dapat mengalahkan kami harus menjadi suami kami. Karena itu, ketika engkau
mengalahkan suci Kim Lan, berarti engkau menjadi jodoh atau calon suami suci Kim Lan,
Souw-sicu."
Thlan Liong terbelalak, terkejut dan heran. "Akan tetapi....., bagaimana mungkln ada aturan
sepertl itu? Pernikahan tidak dapat dipaksakan oleh satu pihak, harus ada persetujuan kedua
pihak. Sedangkan aku.... aku sama sekali belum mempunyai keinginan bahkan belurn pernah
berpikir untuk menikah!"
Jilid 8 …..
”Akan tetapi engkau harus menerima suci Kim Lan menjadi isterimu, sicu. Harus!" kata Ai
Yin. Kata terakhir itu mengandung tekanan kuat sekali.
"Harus?" Thian Liong mengerutkan alisnya yang tebal dan memandang Ai Yin dengan sinar
mata mengandung rasa penasaran. "Siapa yang mengharuskan?"
"Sumpah , kami yang mengharuskan. Tidak ada pllihan lain bagi suci Kim Lan. Menurut
sumpah kaml, kami harus menikah dengan lakl-lakl yang mampu mengalahkan llmu pedang
kami!"
"Aturan gila! Sumpah macam apa itu? Bagaimana kalau laki-laki yang mengalahkan kalian
itu sudah tua dan sudah beristeri?"
"Itu merupakan kekecualian. Sumpah kami hanya menyangkut pria yang belum berkeluarga,
tua muda tidak masuk hitungan. Dan kami percaya bahwa eng-kau belum berkeluarga, sicu."
"Hemm, aneh. Bagaimana kalau pria yang mengalahkan kalian Itu tidak bersedia menikah
dengan kalian?"
"Menurut sumpah kaml, kalau begltu masalahnya, kaml harus membunuh pria itu! Jadi tldak
ada pilihan laln bagl suci Kim Lan. la harus menlkah denganmu atau kalau sicu menolak, la
harus mem-bunuhmu!" kata Ai Yln.
Thian Llong terkejut sekall. "Gila be-narl Belum pernah aku mendengar aturan yang leblh gila
darl pada Inl. Aku sama sekall tldak ada kelnglnan untuk menlkah, bagalmana mungkln aku
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 128
dlpaksanya? Tentu aaja aku menolak untuk memenuhl aturan glla-gilaan Ini. Aku tldak mau
menlkah dengan siapapun!"
Tlba-tlba Klm Lan memandangnya dan berkata, suaranya mengandung kekerasan. "Kalau
engkau menolak, Souw Thian Liong, berartl penghinaan yang tlada taranya bagiku. Aku akan
membunuhmu atau engkau harus membunuhku karena engkau telah menodai dan
mencemarkan nama dan kehormatankul"
Thian Llong membelalakkan matanya. ”Aih! Apa pula ini? Aku tidak pernah menyentuhmu,
bagalmana engkau dapat mengatakan bahwa aku menodal dan mencemarkan
kehormatanmu?"
"Ini sudah menjadl sumpahku. Tidak ada plllhan lain baglku. Aku harus menjadl isterimu atau
terpaksa aku akan mengadu nyawa denganmu!" Setelah berkata demikian Kim Lan mencabut
pedangnya.
"Wah. ini gllal Nona Klm Lan. engkau tldak aan memang melawan aku, dan aku dapat lari
meninggalkanmu dengan mudah. Engkau tldak akan dapat mengejar atau membunuhku."
"Aku akan terus mencarlmu, memperdalam llmuku dan selalu berusaha untuk
membunuhmu!" kata Kim Lan.
"Dan aku akan membantu suci untuk membunuhmul" kata pula Ai Yin sambil inencabut
pedangnya.
"Wah-wah, kalian inl sudah tidal waras lagl. Nona-nona, kalian adalah, orang-orang muda,
bagaimana berpendirian begini kolot? Perjodohan hanya ditentukan oleh cinta atau
kesepakatan kedua pihak, sama sekali tidak boleh main paksa."
"Kita diikat oleh sumpah!" jawab kedua orang gadis cantik itu berbareng.
"Kalau engkau tetap gagal dalam usahamu untuk membunuhku, bagaimana, nona Kim Lan?"
Thian Liong bertanya.
"Kalau selalu tetap gagal, tidak ada jalan lain bagiku kecuali membunuh diri atau dibunuh
guruku."
"Gila....! Thian Liong berteriak. "Kalian gadis-gadis muda sudah menjadi korban keganasan
seorang nenek gila!"
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan Biauw In Suthai sudah berada di depan Thlan
Llong. "Bocah she Souw! Engkau berani memaki aku nenek glla? Murld-muridku memenuhi
sumpahnya, berarti mereka adalah orang-orang gagah sejatl yang setia kepada gurunya.
Akulah yang akan membantu Kim Lan membunuhmu kalau engkau menolak menjadi
suaminya!"
"Dunia sudah miring! Kalian orang-orang tidak waras!" Thian Liong berseru sambil
menyambar buntalan pakaiannya dengan tangan kiri dan siap membela dlri dengan pedang
Thlan-llong-klam di tangan kanan.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 129
"Bunuh Jahanam ini" Biauw In Suthai berteriak dan tlga orang wanlta itu menggerakkan
pedang di tangan mereka. Tampak tiga sinar kilat menyambar dengan dahsyat ke arah Thian
Liong. Demikian cepat seperti kilat menyambarnya tiga pedang itu sehingga Thian Liong
terpaksa membuang diri ke belakang lalu bergulingan menjauh dan cepat dia melompat
bangkit kembali. Melihat tiga orang wanita Itu sudah hendak menerjangnya lagi dengan
pedang diputar di atas kepala, Thian Liong cepat menyimpan pedangnya dan mengerahkan
tenaga sakti, mendorong ke arah mereka dengan kedua telapak tangan.
"Wuuutttt....!!" Angin yang kuat sekali menerpa tiga orang wanita itu. Mereka merasa terkejut
sekali dan berusaha menahan, namun mereka tidak kuat dan tetap saja tubuh mereka
terdorong angin dan terhuyung-huyung ke belakang. Bahkan Ai Yin yang agaknya paling
lemah dl antara mereka bertiga, terguling roboh. Walaupun mereka tldak terluka, namun
mereka terkejut sekali dan ketlka mereka memahdang ke depan, ternyata pemuda itu telah
menghilang dari sltu.
Melihat itu, Kim Lan menjatuhkan diri berlutut dl depan kaki subonya dan menangis. "Subo,
teecu (murid) dltolak seorang iaki-laki dan teecu tidak mampu membunuhnya. Sllakan subo
menghukum dan membunuh teecu, teecu pasrah...."
Blauw In Su-thai menghela napaa panjang. tangan kanan maslh memegang pedangnya. Pada
saat itu, Ai Yin yang mencinta suclnya Juga ikut berlutut di depan kaki Biauw In Suthai dan
berkata, "Subo, sucl tidak bersalah. Ia sudah berusaha membunuh Souw Thlan Liong, bahkan
teecu dan subo sendirl juga sudah membantunya. Namun, orang itu terlalu tangguh."
"Hemm, menurut sumpahmu sendlri, laki-lakl itu adalah jodohmu dan kalau dla menolak,
engkau berusaha untuk membunuhnya. Pergilah dan usahakanlah agar engkau dapat
membunuh dia, dan jangan sekali-kali engkau berani kembali menghadapku di sini sebelum
engkau mampu membunuhnya!" kata nenek itu, kemudian sambil mendengus marah, ia
memutar tubuhnya dan menlnggalkan tempat itu.
Kim Lan masih terisak dan mengha-pus air matanya. Mukanya menjadi pucat dan ia
memandang wajah sumoinya de-ngan sedih. "Sumoi, selamat tinggal, aku hendak pergi dan
berusaha memenuhi sumpahku, sampai aku berhasil atau mati." Setelah berkata demikian,
Klm Lan memballkkan tubuhnya dan berlart cepat meninggalkan sumolnya.
"Sucl, tunggu....ll" Ai Yln melompat dan melakukan pengejaran.
Klm Lan berhentl. Mereka berdlri berhadapan. "Ada apakah, sumoi?"
"Sucl, aku Ikut pergl denganmu."
Kim Lan membelalakkan matanya, kemudian mengerutkan allsnya yang Indah bentuknya.
"Ah, sumol! Engkau tidak boleh! Subo akan marah sekali kepadamu'"
"Biarlah, suci. Aku tidak tahan lagi dihantui sumpah kita itu, apalagi setelah melihat
akibatnya kepadamu! Aku tidak mau kelak sepertimu, suci. Dan ingat, yang disumpah subo
hanyalah kita berdua, karena itu aku harus membantu-mu dan membelamu. Bukankah engkau
akan membelaku juga kalau aku tertimpa masalah seperti engkau sekarang ini? Suci, kita
berdua sudah yatim piatu, tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Kita berdua sudah seperti
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 130
saudara sendiri, sejak kecil hidup bersama. Ah, kalau aku tahu akan begini jadinya, dahulu
aku tidak akan mau bersumpah, biar tidak menguasai Tian-lui-kiam-sut juga tidak mengapa."
"Sumoi....!" Kedua orang gadis itu berangkulan dan menangis. Tak lama kemudian, dua orang
gadis Itu sudah menuruni lereng pegunungan Kun-lun-san. Ai Yin ikut pergi bersama sucinya
untuk. membantu sucinya mencari Thian Liong, untuk membunuh pemuda itu atau kalau:
gagal mereka yang akan dibunuh guru mereka! Tentu saja, kecuali kalau pemuda itu mau
menikahinya.
Sementara itu, dl balik sebuah batu besar, Biauw In Suthai berdiri dan dengan punggung
tangan kirinya ia mengusap kedua matanya untuk menghapus beberapa butir air mata yang
membasahi pelupuk matanya. Nenek yang keras hati seperti baja itu menangis, walaupun tak
bersuara dan hanya beberapa butir air mata membasahi pelupuk matanya! Kalau saja ada
murid Kun-lun-pai melihatnya, pasti mereka akan menjadi gempar dan terheran-heran. Hati
Biauw In Suthai terkenal keras dan kaku, bahkan ketika ia kematian gurunyapun tak sebu-tir
alr mata keluar dari matanya yang selalu bersinar keras. Akan tetapi pada saat itu, di mana
tidak ada orang lain menyaksikannya, ia merasa hatinya se-perti ditusuk-tusuk pedang dan ia
tidak dapat menahan ketika beberapa butir air mata membasahi kedua matanya. Itupun cepatcepat
butir-butir air mata itu dihapusnya. Kemudlan dengan tubuh terasa lemah lunglal ia
menjatuhkan dlrl duduk dl atas tanah berumput dan berslla. Plklrannya melayang-layang ke
masa la-lu.
Ia pernah muda. Lama sebelum menjadi pendeta dan tokoh besar tingkat tiga Kun-lun-pal. la
pernah Jatuh clnta. Bahkan tlga kali la jatuh clnta! Namun ke tiga kallnya gagal. Selalu saja la
dlsila-siakan, ditinggal pergi suaminya yang menikah dengan wanlta lain. la merasa seakan
bunga layu yang dibuang setelah sarl madunya dihlsap habis. la tldak pernah mempunyai anak
darl tlga kali menjadi isteri orang. Mulailah la merasa bencl kepada laki-laki. Demiklan
mendalam rasa sakit hatinya sehingga la memperdalam ilmu silatnya dan setelah menjadi
seorang ahli silat yang pandai, ia mencari ketiga orang laki-lakl bekas suaminya yang menyianyiakan
dan membunuh mereka! Kemudian sebagai seorang pendekar wanita, ia melanglangbuana
dan selalu membunuh penjahat tanpa ampun. Akan tetapi yang dibunuhnya selalu prial
Prla yang menjadl penjahat, terutama sekall la selalu memburu para jai-hwa-cat (penjahat
pametik bunga atau pemerkosa wanlta) dan tanpa ampun membunuhnya dengan sadis!
la baru menghentikan kebiasaannya yang menggemparkan dunla perailatan itu setelah ta
bertemu dengan Kut Beng Thalsu yang sekarang menjadl Ketua Umum Kun-lun-pal. la
dlkalahkan dengan mudah oleh pendeta Kun-lun-pal itu, bahkan lalu menerlma bimblngan
dalam llmu silat dan juga tentang kerohanlan. Akhirnya, karena ia maJu sekali, bukan saja
dalam llmu sllat, melainkan juga dalam soal kerohanian sehlngga la tldak lagi menjadl ganas
dan kejam, bahkan pantang untuk sembarangan membunuh, Kui Beng Thaisu yang melihat
bakat baik darl wanlta ini untuk menjadl pelatlh llmu sllat, alu mengangkatnya sebagai
pimpinan bagian murid Kun-lun-pai wanita, menjadi pembantu Hui In Siarikouw yang
menjadi ketua bagian murld wanita.
Kemudian Biauw In Suthai memlllh dua orang gadis yatlm piatu menjadi murid pribadinya,
yaitu Kim Lan dan Ai Yin. Selama hampir sepuluh tahun ia mendidik dua orang gadis ini,
bahkan menurunkan ilmu pedang Tian-lui-kiam-sut yang tidak dapat diajarkan kepada
sembarang murid. Untuk itu, ia mengharuskan dua orang murid ini melakukan sumpah seperti
yang telah kita ketahui. Sumpah itu menunjukkan betapa benci ia kepada kaum pria dan
sesungguhnya ia tidak rela kalau dua orang murid yang disayangnya seperti anak-anaknya
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 131
sendiri itu menjadi isteri orang hanya dengan bahaya kelak akan mengalami nasib seperti
dirinya, yaitu disia-siakah suami dan ditinggal pergi! Kalau ada pria yang mampu
mengalahkan Thian-lui-kiam-sut, berarti pria itu sakti dan hal ini dapat menguntungkan ia
atau pihak Kun-lun-pai. Pria yang menjadi suami muridnya itu dapat mengajarkan ilmuilmunya
yang sudah dapat mengalahkan Tian-lui-kiam-sut sehingga mutu ilmu silat Kun-lunpai
dapat meningkat. Akan tetapi kalau pria itu menolak mengawini murid yang
dikalahkannya, muridwa harus membunuh laki-laki itu. Inilah merupakan jalan baginya untuk
membalas dendamnya kepada kaum pria yang dibencinya! Juga untuk menguji kesetiaan dua
orang murid yang dikasihinya itu. Semua ilmunya telah ia berikan dan ia menuntut agar dua
orang muridnya itu berbakti dan setia kepadanya.
Akan tetapi, ketika diam-diam ia mengintai dan melihat betapa dua orang muridnya itu pergi
meninggalkannya untuk berusaha mengejar dan membunuh Souw Thian Liong. hati pendeta
wanita itu merasa sedih sekali.
Dendam sakit hati merupakan racun jahat yang akan merusak batin sendiri. Dendam sakit hati
menimbulkan kebencian dan nafsu kebencian membuahkan kekejaman, menghilangkan
prikemanusiaan karena kebencian bagaikan api baru dapat dipadamkan oleh tindakan buas
untuk menda-tangkan siksaan bahkan pembunuhan ter~ hadap orang yang dibenci. Namun
yang diderita oleh Biauw In Suthai bukan ha-nya dendam kebenclan karena disia-siakan pria
selama tlga kali saja, terutama sekali dendam ini dikobarkan karena pada terakhir kalinya,
yaitu ketika ia bertemu dengan pria ke empat dan ia jatuh cinta secara mendalam, pria itu
tidak membalas cintanya karena medgetahui bahwa ia telah menjadi janda tiga kali!
Kekecewaan ini merupakan puncak pen-deritaannya karena harus diakuinya bah-wa pada pria
ke empat ini ia benar-be-nar jatuh cinta.
Selagi Biauw In Suthai tenggelam ke dalam kesedihan, tiba-tiba ia mendengar teguran suara
yang lembut.
"Biauw In, ada apakah dengan engkau ?”.
Nenek itu terkejut bukan maln. Orang datang begitu dekat dl belakangnya dan ia tldak
mengetahuinya! Hal Ini menunjukkan betapa hebat gln-kang (llmu merlngankan tubuh) orang
Itu. Akan tetapi ketlka ia bangklt dan memutar tubuh, la mellhat bahwa dl situ telah berdiri
seorang kekek yang Jangkung kurus, berJenggot panjang, berambut putlh, yang bukan lain
adalah Kul Beng Thaisu sendirl, Ketua Umum Kun-lun-pai, penolong dan juga
pembimbingnya. la maklum bah-wa kepada kakek ini ia tidak dapat menyembunyikan
sesuatu. Kakek iitu andah berada di situ, tentu telah mengetahui akan kepergian dua orang
muridnya tadi, bahkao mungkin sudah mengetahui pula tentang Souw Thian Liong! Maka,
iapun segera menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu, menahan tangisnya. Saking
sedihnya, ia tidak dapat mengeluarkan kata-kata.
"Sumoi, tenangkan batlnmu dan ceritakanlah kepadaku, apa yang telah cerja-di sehingga
engkau tenggelam dalam kesedlhan?" Kul iBeng Thalsu adalah orang yang menyadarkan
nenek itu yang dahulu maalh seorang wanlta muda berusla tlga puluh tahun bernama Blauw
In. Juga dla yang memberl pendidlkan dan blm-blngan kepadanya. Akan tetapl karena pada
waktu Itu gurunya maslh hldup dan Blauw In diterima sebagal murld Kun-lun-pai, mellhat
tlngkat kepandaiannya sudah tinggl, maka dia menyebut sumol (adik perempuan seperguruan)
kepada Blauw In Suthai dan nenek inl menyebutnya suheng (kakak laki-laki seperguruan).
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 132
Dan setelah guru mereka meninggal, Kui Beng Thaisu menggantikan kedudukan ketua dan
dia mengangkat Biauw In Suthai menjadi wakil ketua bagian murid wanita.
Biauw In Suthai menenangkan hatinya dan beberapa kali menghirup napas panjang sambil
mengheningkan cipta. Se-telah merasa hatinya tenang, ia bangkit berdiri dengan perlahan.
"Mari duduk di sana dan engkau ke-luarkanlah semua masalah yang merlsau-kan hatimu,
sumoi," kata kakek itu. Biauw In Suthai mengangguk dan kedua-nya lalu menghampiri
sekumpulan batu tak jauh dari situ lalu masing-masing du-duk di atas sebuah batu.
"Maafkan kelemahanku, suheng. Semua itu terjadi demikiah cepatnya dan dalam waktu
singkat terjadi demikian banyak perubahan. Mula-mula aku melihat munculnya seorang
pemuda di depan asrama puteri para murid Kun-lun-pai. Tentu saja aku curiga kepadanya dan
selain menergurnya aku juga menguji ilmu kepandaiannya karena kulihat dia memiliki ilmu
berlari cepat yang hebat."
"Sian-cai (damai)..... Kenapa engkau masih juga belum dapat melunakkan hatimu yang keras
itu, sumoi?"
"Aku berniat mengujinya saja, suheng. Ternyata dia memang lihai sekali. Suci Hui In
Siankouw datang dan melerai. Atas pertanyaan suci, pemuda itu mengaku bernama Souw
Thian Liong dan dia murid Tiong Lee Cin-jin."
"Murid Tiong Lee Cin-jin? Ahh, tidak aneh kalau dia lihai sekali. Akan tetapi apa keperluan
murid Tiong Lee Cin-jin datang berkunjung?"
"Tadinya dia memang hendak menghadap suheng, akan tetapi dia tersesat ke asrama bagian
puteri. Suci Hui In mewakili suheng dan dia bercerita kepada suci, bahwa dia diutus Tiong
Lee Cin-jin untuk menyerahkan sebuah kitab kepada suheng. Kitab itu bukan lain adalah
Kitab Ngo-heng Llan-hoan Kun-hoat,"
"Siancai....!" Kui Beng Thaisu berseru kagum. "Jadi Tiong Lee Cin-jin telah berhasil
menemukan kitab pusaka kita yang telah hilang ratusan tahun yang lalu itu dan
mengembelikan kepade klta? Bukan malnl Sungguh beliau seorang yang sakti den bljakaana
sekali!"
"Akan tetapl kelanjutan ceritaku tidak begltu menyenangkan, suheng. Pemuda she Souw itu
mengatakan bahwa baru saja kitab pusaka kita itu dicuri orang."
"Sian-cai;...! Slapa yang mencurinya?"
"Itulah, suheng, Dla sendiri tidak tahu slapa yang mencurinya. Aku menganggap dia
berbohong dan hendak menyembunylkan kitab itu. Aku hendak menyerangnya dan
memaksanya mengaku dl mana kitab itu, akan tetapi sucl Hui In melarangku."
"Sucimu benar, sumoi. Pemuda Itu tidak mungkin menyembunyikannya. Dia sudah berani
datang menceritakan tentang kehilangan kitab itu, berarti dia jujur. Apakah dia tidak
mengatakan pertanggungan-jawabnya atas kehilangan itu?"
"'Dia mengatakan bahwa dia akan mencari kitab itu sampai dapat."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 133
"Nah, Itu sudah cukup. Kltab pusaka Itu sudah ratusan tahun lenyap. Tlba-tlba saja ditemukan
Tlong Lee Cin-Jln yang mengutus murldnya untuk mengembalikan kepada klta. Kalau kltab
itu dlcurl orang, hal itu merupakan sebuah kecelakaan. Tiong Lee Cln-Jin adalah seorang
yang sakti dan bijak, tentu murid-nya juga seorartg yang gagah perkasa. Lalu, apa yang
menyebabkan engkau bersedih?"
Biauw In Suthai menduga bahwa suhengnya tentu sudah tahu akan kepergian dua orang
muridnya, bahkan mungkin tahu pula akan pertandingan tadl.
"Ketika Souw Thian Llong turun dari puncak, aku bersama Kim Lan dan Ai, Yin sengaja
menghadangnya, suheng."
"Hemm, apa lagi yang kaulakukan bersama dua orang muridrnu itu, sumoi?"
"Aku menantang pemuda itu untuk bertanding pedang melawan muridku Kim Lan. Muridku
itu sudali dewasa, sudah berusia sembilan belas tahun, dan pemu-da murid Tiong Lee Cin-jtn
itu memiliki ilmu kepandaian tlnggi, suheng. Aku yakin bahwa pemuda itu pasti dapat mengalahkan
Kim Lan dan aku ingin dia menjadi jodoh Kim Lan."
Kui Beng Thaisu mengerutkan alisnya yang putih. Dia memandang sumoinya dengan sinar
mata lembut namun penuh keheranan.
"Hemm, kalau hendak menjodohkan muridmu, kenapa harus mengadu 'mereka? Apakah
maksudmu sebenarnya, sumoi?"
Nenek itu menundukkan mukanya. Terpaksa ia harus menceritakan rahasia-nya dengan dua
orang muridnya itu. Suaranya lirih ketika ia menjawab, "Ketika dua orang muridku berlatih
Tian-lui-kiam-sut mereka telah bersumpah bahwa mereka hanya mau menikah dengan pria
yang mampu mengalahkan ilmu pedang mereka itu."
"Hemm, bagaimana engkau dapat menyuruh mereka bersumpah seperti itu? Bagaimana kalau
pria yang mengalahkan mereka itu tidak mau menikah dengan mereka?"
Suara Biauw In Suthai semakin lirih ketika menjawab, "Kalau pria yang mengalahkan mereka
tldak mau memperistri mereka, maka mereka harus membalas penghinaan itu dengan
membunuhnya!"
"Siancai....!" Kui Beng Thaisu berseru dan alisnya berkerut. "Kemudlan bagaimana?"
"Kim Lan bertanding dengan Souw Thian Liong dan la kalah. Karena pemuda itu menolak
untuk berjodoh dengannya, Kim Lan, menyerangnya dan hendak membunuhnya memenuhi
sumpahnya, akan tetapi pemuda itu melarikan diri. Kini Kim Lan dan Ai Yin...., mereka....
pergi untuk mencari dan membunuh pemuda itu...."
Kui Beng Thaisu terkejut dan menggeleng-geleng kepalanya sambil mengelus jenggotnya
yang putih panjang. Kemudian dia mengangguk-angguk.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 134
"Hemm, tidak kusangka bahwa penyakit dendammu terhadap kaum pria ternyata telah berakar
dalam batinmu sehingga diam-diam telah meracunimu. Racun itu pada akhirnya akan
merusak dirimu sendiri. Buktinya sekarang telah mengorbankan kedua muridmu yang kausayang
seperti anak-anakmu sendiri. Ah, Biauw In sumoi, kiranya semua pelajaran yang tclah
kuberikan kepadamu sela-ma puluhan tahun ini, hanya mampu menghilangkan kebuasanmu
saja, akan tetapi tidak pernah dapat melenyapkan dendanimu terhadap pria. Alangkah
sayangnya. Aku, aingguh merasa kecewa sekali, sumoi. Engkau tega mengorbankan muridmu
sendiri untuk melamplas-kan dendam hatlmu terhadap prla."
Mendengar ucapan suhengnya yang sudah dlanggapnya sebagal gurunya sendlri, penolongnya
dan orang yang selama kurang teblh dua puluh tahun memblm-blngnya, yang cllkeluarkan
dengan nada ledlh Itu, Biauw In Suthai menundukkan mukanya yang menjadi pucat dari la
menguatkan perasaannya agar jangan sampal menangis.
”Maafkan aku, suheng. Maafkan aku. Setelah kedua orang muridku pergl, baru aku menyadarl
bahwa aku telah membuat mereka menderital Aku telah membuat dua orang yang kusayang
seperti anak-anakku sendiri itu hidup merana. Sesungguhnya, selama ini aku sudah berusaha
untuk menekan nafsu dendam kebencianku. Aku menyumpah kedua orang muridku itu hanya
untuk menjaga agar mereka berdua memperoleh suami yang berilmu tinggi, yang lebih
tangguh daripada mereka. Aku ingin mereka mendapatkan suami seorang pendekar. Akan
tetapi setelah aku mendengar bahwa Souw Thian Liong itu murid Tiong Lee Cin-jin.... ah, aku
menjadi lupa diri, terbakar oleh perasaan sakit hatiku...."
"Eh? Apa hubungan sakit hatimu dengan Tiong Lee Cin-jin?" tanya ketua Kun-lun-pai itu
dengan heran.
Biauw In Suthai tetap menundukkan mukanya dan menjawab dengan lirih. "Tiong Lee .... Bu
Tiong Lee.... dialah laki-laki terakhir dalam hidupku, dialah yang mengobarkan sakit hatiku
terhadap tiga orang suamiku yang terdahulu seperti yang pernah kucerltakan kepada
suheng...."
"Siancai....! Jadl Tlong Lee Cin-jin di waktu beliau masih muda itukah pria yang pernah
membuat engkau jatuh cinta, kemudian engkau kecewa dan patah hati karena dia tidak
membalas cintamu, bahkan meninggalkanmu begitu saja? Biauw In, Biauw In! Sungguh
engkau telah tersesat jauh. Bagaimana mungkin engkau dapat mengharapkan seorang pemuda
arif bijaksana sepertl Tiong Lee Cin-lin untuk jatuh cinta padamu? Beliau adafah seorang
yang menyerahkan seluruh kehidupannya untuk mengembangkan pelajaran tentang agama,
tentang rohaniah, dan beliau adalah seorang manusia yang telah mampu menundukkan semua
nafsu daya rendah dalam dirinya. Jadi, engkau ingin murid-muridmu dapat membunuh Souw
Thian Liong karena dia itu murid Tiong Lee Cin-jin, untuk melampiaskan sakit hati dan
kekecewaanmu?"
"Maafkan aku, suheng. Sesungguhnya, bukan itu satu-satunya tujuanku. Andaikata pemuda
itu menerima dan mau menJadi suami KlmLan, berartl aku ber-besan murid dengan Tiong !
Lee Cin-jin dan Kun-lun-pal menjadi bertambah kuat karena mendapat tambaha'n tlmu melalui
suami Kim Lan,j Akan tetapi pemuda itu menolak sehingga Kim Lan pergi hendak
mencari dan membunuhnya, dan Ai Yin ikut sucinya untuk membantu."
"Hemm, dorongan nafsu dendam kebencianmu telah membuat engkau men-jadi seorang
wanita yang tidak berperasaan dan tidak berperikemanusiaan lagi, membuat engkau tega
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 135
untuk mengorban-kan murid-murid sendiri, tega pula un-tuk menyuruh murid-muridmu
membunuh orang-orang tidak berdosa. Sekarang nafsu jahatmu telah terlaksana, engkau
membuat murid-muridmu bermusuhan dengan murid Tiong Lee Cin-jin. Seharusnya engkau
merasa puas dan setan dalam dirimu bersorak-sorai kegirangan, mengapa engkau malah
menjadi sedih dan menangis?"
Biauw In Suthal tidak kuat bertahan lagi. la turun dari atas batu dan menja-tuhkan diri berlutut
di depan batu yang diduduki Kui Beng Thaisu sambil menangis. Kini tangisnya adalah tangis
aseli, tangis wajar seorang wanita tua yang merasa sedih dan penuh penyesalan diri, terisakisak
dan alr mata bercucuran darl kedua matanya, mengallr di sepanjang pipinya yang pucat.
Seolah-olah bendungan yang dibentuk oleh kekerasan hatl se-jak bertahun-tahun dan menjadi
bepdung-an baja yang amat kuat itu tiba-tiba pe-cah dan wanita itu menangis sampai sesenggukan.
Beberapa lamanya Kui Beng Taisu hanya memandang sambil mengelus
jeriggotnya yang putih panjang, meng-angguk-angguk sendiri karena diam-diam dia maklum
bahwa akhirnya dia berhasil mencairkan hati yang mengeras seperti baja itu. Dia maklum
bahwa tangislah merupakan obat yang amat manjur bagi penyakit yang diderita sumoi-nya itu.
Kalau tidak dapat menangis, terdapat ancaman bahaya besar bagi kesehatan wanita itu.
Kehancuran perasaan sehe-bat itu dapat membuat ia jatuh sakit berat atau bahkan
mendatangkan gun-cangan dan tekanan batin yang dapat membuat ia menjadi gila.
Blauw In Suthal sepuasnya menumpah-kan semua penyesalan dan kesedihan hatlnya mclalul
tanglsnya. Satelah hatlnya terasa rlngan dan tangianyra meredo, la. mengusap mukanya yang
basah Itu dengan ujung lengan bajunya yang sudah basah pula, kemudian ia berkata llrih.
"Suheng, anipunkan aku, suheng...."
"Engkau tahu, sumoi bahwa engkau tidak bersalah kepadaku. Engkau bersalah kepada Thian
(Tuhan) dan kepadanyalah engkau harus minta ampun. Akan tetapl minta ampun saja tidak
ada gunanya, sumoi. Permohonan arnpun kepada Tuhan haruslah disertai pertaubatan dan
taubat yang sesungguhnya bukan hanya timbul dalam hati dan pikiran, bukan hanya
terucapkan oleh mulut, melainkan harus dibuktikan dalam tindakan, dalam perbu-atan. Hati
dan pikiranmu haruslah dicucl bersih dari dendam saklt hati itu dan pertaubatanmu harus
terbukti dengan tidak mengulangi lagi plkiran dan perbuatan yang telah kaulakukan itu.
Inipun belum cukup. Kesadaranmu dan penyesalang hatimu harus dibuktikan dengan relanya
engkau menerlma hukuman atas segala kesalahanmu Itu dalam bentuk keprihatinan. Kalau
tidak, maka semua penyesalanmu itu tidak ada gunanya karena akar kebencian masih tetap
hidup daiarn batinmu dan sewaktu-waktu dapat menumbuhkan tunas baru."
"Aku mengerti, suheng, dan aku siap menerima hukuman apapun yang suhertg berikan
kepadaku."
"Bagus kalau begitu. Mulai hari ini engkau harus tinggal dalam pondok peng-asingan selama
tiga tahun!"
Biauw In Suthai menundukkan muka-nya. "Aku menerima hukuman itu dengari rela,
suheng."
"Sukurlah kalau begitu. Nah» pergilah ke pondok pengasingan' kita dan sampai gbertemu
kembali tiga tahun kemudian."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 136
Biauw In Suthai memberi hormat lalu berjalan pergi mendaki puncak sambil iinenundukkan
mukanya. Tentu saja ia mengenal pondok pengasingan itu. Merupakan sebuah pondok
terpencil agak jauh di belakang kompleks bangunan Kun-lun-pai, sebuah pondok sederhana
dan kosong di mana seorang murid yang terhukum harus melewatkan hari-harinya dengan
berprihatin dan bersamadhi, tldak diperkenankan meninggalkan pondok yang sunyi itu
sebelum masa huk'umannya ha-bis. Menyepi sendiri dan untuk makanan-nya yang sederhana,
setiap pagi seorang murid bertingkat paling rendah mengantarkan makanan itu dan
menaruhnya di depan pintu.
Kui Beng Thaisu merigikuti bayangan sumoinya dengan pandang mata, kemu-dian dia
mengelus jenggotnya dan meng-hela napas panjang.
"Sian-cai...., semoga Thian menolongnya dan membebaskannya dari tekanan nafsu
kebencian."
Thian Liong tiba di daerah Pegunungan Bu-tong-san. Karena senja telah tiba, ketika dia
memasuki sebuah dusun yang cukup besar dan di sltu terdapat sebuah rumah pengihapan
sederhana, dia memasuki rumah penginapan merangkap rumah makan Itu. Tadinya dia
mengira bahwa tempat Itu hanya merupakan rumah ma kan dan dia hanya ingin makan dan
bertanya-tanya di mana dia bisa mendapat-kan tempat untuk bermalam. Pelayan yang
menyambutnya tersenyum mendengar pertanyaannya.
"Tuan mencari tempat untuk menginap? Di sinilah tempatnya. Kami mem-punyai beberapa
buah kamar yang kartii sewakan kepada para tamu dari luar dusun. Selain di sini tidak ada
tempat lain yang menyewakan kamar!"
Thian Liong menjadi girang. Dia tidak jadi memcuri makanan karena hendak mandi lebih
dulu, dan dia minta diantar ke sebuah kamar yang akan disewanya untuk malam itu. Ternyata
kamar itu walaupun kecil namun, bersih dan tempat tidurnya yang sederhana Juga cukup
bersih. Ada pula karriar mandi di situ dan Thian Liong segera mandi dan ber-ganti pakaian
bersih. Dia bersiap-siap untuk keluar dari kamar menuju ke rumah makan yang berada di
ruangan depan. Dia harus membawa kantung uang emas dan pedangnya, karena kalau
ditinggalkan di dalam kamar, ada kemungkinan barang-barang berharga itu akan dicuri orang.
Dia mengikatkan pedang di belakang punggungnya dan mengikatkan kantung emas di
pinggangnya, meninggalkan buntalan pakaiannya dl atas meja dalam kamar. Pada saat itu dia
mendengar suara merdu wanita di luar kamarnya, bicara dengan suara pelayan yang telah
menerimanya tadi.
Berdebar rasa jantung Thian Liong. Segera dla teringat akan gadis yang dijumpainya di Kunlun-
san dahulu Itu, maka cepat dia membuka daun pintu kamarnya dan melangkah keluar.
Hampir saja dia bertabrakan dengan seorang gadis berpakaian serba hljau. Namun dengan
gerakan ringan dan gesit sekall gadis Itu inengelak dan mencondongkan tubuh ke klri
sehlngga tidak terjadl tabrakan. Thian Llong menclum bau harum bunga mawar ketlka gadls
Itu membuat gerakan menghindar.
"Ah, maafkan aku, nona!" katanya dan dia melihat bahwa gadls ini bukan gadis yang
dljumpalnya dl Kun-lun-san dahulu itu. Memang keduanya sebaya, kurang lebih delapan
belas tahun, sama-sama cantik jelita, wajahnya agak bulat, me-miliki daya tarik yang kuat,
terutam.a sekali sepasang matanya yang indah dengan kerling tajam memikat dan bibirnya
yang menggairahkan dengan senyumnya yang semanis madu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 137
Gadis itu memandang wajah Thian Liong yang tampan dan ia tersenyum. Manis sekali! Thian
Liong memandang, dalam hatinya merasa kagum dan juga heran bagaimana dalam sebuah
dusun di kaki pegunungan itu dia dapat bertemu dengan seorang gadis seperti itu. Jelas bukan
seorang gadis dusun yang sederhana. Rambut yang hitam lebat itu digelung indah ke atas dan
dihias setangkai bunga mawar merah. Kalung, anting-anting dan gelang emas bertabur
permata meng-hias tubuhnya yang padat langsing. Di punggungnya, di bawah sebuah
buntalan pakaian dari kain kuning, tampak ga-gang sepasang pedang.
"Tidak mengapa," kata gadis itu dengan suara merdu dan senyumnya meng-hias bibir yang
merah basah, "masih un-, tung kita tidak bertabrakan!"
"Maafkan," kata lagi Thian Liong dan dia melanjutkan langkahnya menuju ke depan. Dia
mendengar pelayan itu berkata kepada gadis tadi.
"Inilah kamar nona," kata pelayan itu.
"Sunyi benar rumah penginapan ini" kata gadis itu.
"Hari ini memang sepi, nona. Tamunya hanya nona dan tuan tadi, yang hampir bertabrakan
dengan nona. Biasanya ramai, sampai sepuluh buah karnar kami penuh semua."
"Sudah, tinggalkanlah aku."
"Baik, nona. Kalau nona hendak makan, silakan pergi ke rumah makan kami, di bagian depan
bangunan ini." kata pelayan itu yang segera pergi.
Thian Liong tidak memperdulikan mereka lagi dan memasuki rumah makan sederhana itu.
Dia duduk menghadapi meja dan memesan nasi dan dua macam masakan sayur dan daging
ayam. Untuk mlnumnya dia memesan alr teh.
Ketika dia duduk termenung menanti datangnya makanan yang dipesannya, ti-ba-tiba
terdengar suara merdu di belakangnya. "Wah, agaknya tamunya hanya klta berdua!
Bagaimana kalau aku juga makan di meja ini? Agar ada teman bercakap-cakap."
Thian Liong menoleh dan bangkit ber-dlri ketika melihat bahwa yang bicara adalah gadis tadi.
Buntalannya sudah ti-ak ada, tentu ditinggalkan di dalam kamar seperti yang dia lakukan.
Siang-kiam (sepasang pedang) itu kini tergantung di pungungnya dan di pinggangnya
tergantung beberapa buah kantung kain. Pakaiannya yang serba hijau itu bersih dan terbuat
dari sutera yang halus. Bunga mawar merah di rambutnya ,serasi sekali dengan pakaiannya
yang hijau.
Thian Liong tercengang keheranan mendengar gadis itu ingin duduk semeja dengan nya untuk
makan dan bercakap-cakap. Darl sikap yang berani dan tidak malu-malu ini dia dapat
mengambil kesimpulan bahwa gadis ini seorang gadis yang biasa melakukan perjalanan di
dunia per-silatan dan seorang gadis yang sikapnya terbuka dan tidak terikat oleh segala
macam peraturan dan peradatan.
"Oh, silakan, nona. Silakan!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 138
Gadis itu tampak gembira sekali dan ia lalu menarik sebuah kursi dan duduk berhadapan
dengan Thian Liong, terha-lang meja yang tldak berapa besar se" hingga mereka saling
berhadapan dalam jarak dekat, hanya satu meter lebih. Berdebar juga rasa jantung dalam dada
Thian Liong. Gadis itu demikian dekat dengannya dan kembali hidungnya tnenang-kap
keharuman bunga mawar. Bagaima-na mungkin setangkai bunga mawar yang menghias
kepala gadis itu dapat mena-burkan keharuman demikian semerbak? Gadis itu menggapaikan
tangan memang-gil pelayan yapg segera datang meng-hampiri.
"Aku memesan makanan yang sama dengan yang dipesan tuan ini. Dan ja-ngan lupa,
sediakan seguci kecil anggur yang paling baik."
Pelayan itu mengangguk dan pergi meninggalkan mereka. "Akan tetapi aku hanya memesan
minuman air teh, nona."
Gadis itu mengerling dengan matanya yang indah. Kerling tajam memikat disertai senyum
manis, alisnya bergerak tanda heran. "Akan tetapi mengapa? Hawanya begini dingin,
sebaiknya minum arak atau anggur yang dapat mengha-ngatkan badan."
"Aku.... aku tidak pernah minum arak."
Sepasang alis itu kini bergerak naik bersama kedua matanya yang terbelalak lebar. "Sungguh
aneh! Baru sekarang aku mendengar seorang laki-laki tidak pernah minum arak! Padahal
melihat engkau membawa sebatang pedang di punggungmu, mestinya engkau seorang kangouw
(dunia persilatan) yang tidak asing dengan arak atau anggur."
Thian Liong tersenyum. "Arak dapat membuat orang mabok dan mabok membuat orang
kehilangan akal dan pertimbangan sehingga dia dapat melakukan hal-hal yang tidak baik."
"Hi-hi-hik!" Gadis itu tertawa, tawanya lepas sehlngga kedua biblr Itu merekah, tampaklah
deretan gigi yang rapl dan putih bersih. "Orang minum arak harus dapat menyesuaikan
dengan kekuatan minumnya sehingga tidak dapat sampai mabok; Aku sendiri selama hidupku
bekum pernah mabok, beberapa banyakpun anggur atau arak yang kuminum!"
"Silakan nona kalau hendak minum anggur, bagiku cukup air teh hangat saja!" kata Thian
Liong yang tidak ingin mencela kebiasaan minum arak gadis itu.
Beberapa lamanya mereka hanya duduk, menanti datangnya makanan yang dlpesan, tidak
bicara apapun, Gadis itu mengamati wajah Thian Liong dengan penuh perhatian. la
melakukan itu tanpa pura-pura dan dengan terang-terangan. Dl lain pihak, Thian Liong yang
tahu bahwa gadis itu memandangnya penuh perhatian, menjadi salah tlngkah. Dia selalu
mengelak untuk beradu pandang dan diam-diam dia memperhatikan bajunya, apakah ada
yang tidak beres dengan pakaiannya. Dia merasa rikuh, canggung dan tidak enak diamati
seperti itu. Maka, dla menghela napas lega ketika pelayan datang membawa pesanan nasi dan
masakan untuk mereka.
Melihat bahwa yang dipesan pemuda Itu hanyalah nasi dan dua macam masakan sayur dan
daging ayam, gadis itu mengerutkan alisnya.
"Hanya ini?" .tegurnya kepada pelayan.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 139
"Itulah yang dipesan oleh tuan Inl, nona." kata pelayan.
"Hayo cepat tambah masakan Ikan sirip kuning saus tomat, goreng burung dara, udang masak
jamur, kepiting goreng telur. Cepat, berapapun akan kubayar!"
Pelayan Itu memandang bodoh. ""Wah, pesanan nona terlalu mewah. Mana di dusun ada
udang dah keplting? Ikan slrlp kunlngpun tidak ada, yang ada hanya ikan lee-hl biasa. Burung
dara juga tldak ada, adanya ayam atau bebek."
"Wah, brengsek! Ya sudah, cepat sediakan segala macam masakan yang ada di sini! Ikan leehi,
ayam dan bebek, apa saja. Cepat!"
"Baik, nona." Pelayan itu cepat mengundurkan dirl untuk menyampaikan pesan itu kepada
tukang masak.
Melihat semua itu, Thian Liong tersenyum, kemudian berkata, "Mari, nona, Silakan makan,
selagi sayurnya masih panas."
”Ya, akan tetapi makannya perlahan-lahan saja sambil menunggu masakan lain yang
kupesan."
"Bagiku ini saja sudah cukup." katag Thian Liong sambil mengambil sepasang sumpit bambu
yang disediakan di atas meja. Gadis itupun memilih sepasang sumpit dengan hati-hati,
mencari yang bersih, kemudian dia berkata.
"Tapi aku sudah memesan masakan-masakan laln untuk kita berdua!"
Thlan Llong tldak menjawab, akan tetapl diam-diam dla merasa tldak enak juga kalau tldak
ikut makan begltu banyak maaakan yang telah dipesan oleh gadis itu. Agar jangan
mengecewakan hati gadis itu yang agaknya hendak menjamunya, diapun makan perlahan dan
sedikit-sedikit untuk menanti masakan-masakan baru yang dipesan. Gadis itu minum anggur
dengan lahap, menuangkan anggur ke dalam cawannya dan minum minuman keras itu seperti
minum air saja. Beberapa kali ia menawarkan kepada Thian Liong, namun pemuda itu selalu
menolak. dengan lembut dan mengucapkan terima kasih. Bau anggur yang harum sedap itu
memang merangsang seleranya, akan tetapi dla tidak mau mencoba-coba.



Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru