Rabu, 12 April 2017

Cersil Kwee Ceng 4

baca juga:
Masih A Seng hendak berkata pula, tenaganya
sudah habis, maka Siauw Eng pasang kupingnya, di
mulutnya kakak angkatnya itu. Si nona masih dengar:
“Ajarilah ini anak dengan baik-baik, jaga supaya ia
jangan kalah dengan itu…imam…”
“Jangan khawatir,” Siauw Eng menjawab. “Legakan
hatimu, kau pergilah dengan tenang…Kita Kanglam Cit
Koay, tidak nanti kita kalah…!”
A Seng tertawa, perlahan sekali, habis itu
berhentilah ia bernapas…..
Enam saudara itu memangis menggerung-gerung,
kesedihan mereka bukan main. Walaupun semuanya
bertabiat aneh, mereka tetap manusia biasa, mereka
juga saling menyinta. Dengan masih menangis,
mereka menggali liang, untuk mengubur jenazah
saudaranya itu ditempat itu. Sebagai nisan, mereka
mendirikan satu batu besar.
Itu waktu, cuaca sudah menjadi terang, maka Coan
Kim Hoat dan Han PO Kie lantas turun gunung untuk
cari mayatnya si MayatPerunggu serta Bwee Tiauw
Hong, si Mayat Besi. Mereka mencari denagn sia-sia.
Habis hujan lebat, di tanah berpasir mesti ada tapak
kaki tetapi ini tidak. Entah kemana perginya Tiauw
Hong beserta mayat suaminya itu.
“Di tempat begini, tidak nanti wanita itu kabur jauh,”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kata Cu Cng sekembalinya kedua saudara itu.
“Sekarang mari kita antar anak ini dan kita pun
merawat diri, kemudian kau, shatee, lioktee dan
citmoay, coba kau pergi mencari pula.”
Pikiran ini disetujui, maka habis mengucurkan
airmata di depan kuburan A Seng, mereka pun turun
dari gunung. Mereka jalan belum jauh tempo mereka
dengar menderunya binatang liar, yang terus terdengar
berulang-ulang.
Po Kie keprak kudanya, maka itu kuda berlompat ke
depan. Lari serintasan, binatang itu berhenti dengan
tiba-tiba, tak mau ia maju walaupun dipaksa
majikannya. Po Kie menjadi heran, ia memasang mata
ke depan.
Di sana tertampak serombongan orang serta dua
ekor macam tutul menoker-noker pada tanah. Itulah
sebabnya kenapa kuda si kate tidak berani maju terus.
Tidak ayal lagi, Po Kie lompat turun dari kudanya,
dengan cekal Kim-kiong-pian, ia maju ke arah mereka.
Segera ia dapat tahu perbuatannya itu macan tutul.
Dua ekor macan tutul itu telah dapat mengorek satu
mayat, malah jago Kanglam ini kenali itu mayatnya
Tan Hian Hong, yang terluka dari leher sampai di
perutnya, seluruhnya berlumuran darah, seperti ada
dagingnya yang orang telah potong.
Heran Po Kie. Ia berpikir: “Dia mati di atas gunung,
kenapa mayatnya ada di sini? Siapakah orang-orang
itu? Apakah maksudnya maka itu mayat diganggu?”
Itu waktu Coan Kim Hoat semua telah datang
menyusul, maka mereka pun saksikan myatnya Hian
Hong itu. Mereka menjadi heran sekali. Diam-diam
mereka bergedik menyaksikan itu musuh tangguh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Coba tidak ada Kwee Ceng, setahu bagaimana jadinya
dengan mereka.
Kedua macan tutul itu sudah mulai gerogoti
mayatnya Hian Hong.
“Tarik macan itu!” kata satu anak kecil yang
menunggang kuda, yang berada di antara rombongan
orang tadi. Ia menitahkan orangnya, yang menjadi
tukang pelihara macan tutul itu. Tempo ia lihat Kwee
Ceng, dia membentak: “Hai, kau sembunyi di sini!
Kenapa kau tidak berani membantui Tuli bertarung?
Makhluk tidak punya guna!”
Bocah itu ialah Tusaga, putranya Sangum.
“Eh, kamu mengepung pula Tuli?” tanya Kwee
Ceng, yang agaknya kaget. “Di mana dia?”
Tusaga perlihatkan roman tembereng dan puas.
“Aku tuntun macan tutulku menyuruhnya geharesi dia!”
sahutnya. “Kau lekas menyerah! Kalau tidak, kau pun
bakal digegaren macanku!” ia mengancam tetapi ia tak
berani dekati musuhnya, jerih ia menampak Kanglam
Cit Koay. Kalau tidak, tentulah Kwee Ceng telah
dihajarnya.
Kwee ceng terkejut, “Mana Tuli?!” ia tanya.
“Macan tutulku telah gegares Tuli!” sahut Tusaga
berteriak. Ia lantas ajak pemelihara macan tutul itu
untuk berlalu.
“Tuan muda, dialah putranya Khan besar
Temuchin!” berkata itu tukang rawat macan tutul,
maksudnya memberitahu.
Tusaga ayun cambuknya, menhajar kepalanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang itu. “Takut apa!” teriaknya. “Kenapa tadi ia
serang aku! Lekas!”
Dengan terpaksa, tukang rawat macan tutul itu turut
perintah. Satu tukang rawat macan tutul yang lainnya
ketakutan, ia berkata, “Akan aku laporkan kepada
Khan besar!”
Tusaga hendak mencegah tapi sudah kasep.
Dengan mendongkol ia berkata: “Biarlah! Mari kita
hajar Tuli dulu! Hendak aku lihat, apa nanti paman
Temuchin bisa bikin!”
Kwee ceng jeri kepada macan tutul tetapi ia ingat
keselamatannya Tuli. “Suhu, dia hendak suruh macan
itu makan kakak angkatku, hendak aku menyuruh
kakak angkatku lari,” ia kata kepada Siauw Eng.
“Jikalau kau pergi, kau sendiri bakalan digegares
macan itu,” kata itu guru. “Tak takutkah kau?”
“Aku takut…” sahut murid ini.
“Jadi kau batal pergi?” tanya gurunya lagi.
Kwee Ceng bersangsi sebentar, ia menyahuti: “Aku
mau pergi!” Benar-benar ia lantas lari.
Cu Cong rebah di bebokongnya unta karena
lukanya, ia kagumi bocah itu. Ia berkata kepada
saudara-saudaranya: “Bocah ini bebal tetapi dialah
orang segolongan dengan kita!”
“Matamutajam, jieko,” kata Siauw Eng. “Mari kita
bantu dia!”
Coan Kim Hoat lantas memesan: “Bocah galak itu
memelihara macan tutul, ia mungkin putranya satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pangeran atau raja muda, kita harus berhati-hati. Kita
tak boleh terbitkan onar, ingat, tiga dari kita terluka…”
Po Kie manggut, ia lantas saja lari menyusul Kwee
Ceng, setelah menyandak, ia ulur tangannya, akan
cekuk bocah itu, untuk terus dipanggul!
Tetap tubuh Kwee Ceng di atas pundak orang, ia
seperti lagi menunggang kuda, yang larinya sangat
pesat, sebentar kemudian tibalah di satu tempat,
dimana tampak Tuli sedang dikurung oleh belasan
orang. Dia orang ini turut perintahnya Tusaga, dari ini
putranya Temuchin Cuma dikurung, tidak lantas
dikeroyok.
Sebenarnya Tuli rajin melatih diri menuruti
ajarannya Cu Cong, ia pun sangat berani, ketika
besoknya pagi ia tidak dapat cari Kwee Ceng, tanpa
minta bantuan Ogotai, kakaknya, seorang diri ia pergi
memenuhi janji kepada Tusaga untuk bertempur.
Tusaga datang dalam jumlah belasan, heran dia
melihat Tuli sendirian. Tapi ia tidak peduli suatu apa,
pertempuran sudah lantas dimulai. Hebat Tuli itu, ia
gunai jurus ajarannya Cu Cong, ia bikin musuhmusuhnya
rubuh satu demi satu. Ia tentu tidak tahu,
jurusnya itu adalah jurus pojok dari “Khong Khong
Kun”, ilmu silat tangan kosong.
Tusaga penasaran, sebab dua kali ia rubuh
mencium tanah dan hidungnya kena diberi bogem
mentah dua kali juga, saking murkanya, ia lantas lari
pulang untuk menagmbil macan tutul ayahnya. Tuli
yang sedang kegirangan tidak menyangka musuhnya
itu bakalan minta bantuan binatang liar.
“Tuli! Tuli! Lekas lari, lekas!” Kwee Ceng berteriakteriak
sebelum ia datang mendekat. “Tusaga bawaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
bawa macan tutul!”
Tuli kaget, hendak ia lari, tapi ia lagi dikurung.
Sementara itu Han Po Kie dapat candak Tusaga dan
melombainya.
Kanglam Cit Koay dapat lantas mencegah Tusaga
apabila mereka kehendaki itu, tetapi mereka tidak mau
menerbitkan onar, sekalian mereka ingin saksikan
sepak terjangnya Tuli dan Kwee Ceng.
Itu waktu ada beberapa kuda dilarikan keras ke
arah mereka, salah satu penunggangnya berteriakteriak.
“Jangan lepaskan macan tutul! Jangan lepaskan
macan tutul!”
Segera terlihat ternyata mereka itu adalah Mukhali
berempat, yang dengan laporannya si tukang pelihara
macan tutul, tanpa perkenanan dari Temuchin lagi,
mereka lantas datang menyusul.
Itu wkatu Temuchin bersama Wang Khan,
Jamukha, dan Sangum tengah menemani dua saudara
Wanyen di tenda mereka, mereka terkejut mendengar
laporan si tukang pelihara macan, semua lantas lari
keluar tenda untuk naiki kuda mereka. Wang Khan
mendahului perintah satu pengiringnya: “Lekas
sampaikan titahku, cegah cucuku main gila!“
Pengiring itu segera kabur dengan kudanya.
Wanyen Yung Chi kecewa gagal menyaksikan
orang diadu dengan binatang, ia masgul, sekarang ia
dengar berita ini, kegembiraannya terbangun secara
tiba-tiba, “Mari kita lihat!“ katanya.
Wanyen Lieh pun gembira tetapi ia tidak perlihatkan
itu pada wajahnya. Ia pikir: “Jikalau anaknya Sangum
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membinasakan anaknya Temuchin, kedua mereka
bakal jadi bentrok, dan inilah untungnya negaraku,
negara Kim yang besar!” Ia terus kisiki pengiringnya,
yang pun lantas berlalu dengan cepat.
Wang Khan semua iringi kedua saudara Wanyen
itu. Mereka jalan baharu satu lie lebih, di depan
mereka tertampak beberapa serdadu Kim tengah
berkelahi sama pengiring Khan ini yang tadi diberikan
titah. Sebabnya adalah serdadu-serdadu Kim itu
menghalang-halangi orang menjalankan tugas, sedang
si petugas tidak berani abaikan kewajibannya.
Dua saudara Wanyen itu lantas memerintah
serdadu-serdadunya berhenti berkelahi. Mereka ini
bilang: “Kami tengah berdiam disini, orang ini tidak ada
matanya, dia terjang kami!”
Pengiringnya Wang Khan itu mendongkol dan tidak
mau mengerti. Ia pun tidak karu-karuan dipegat dan
dikeroyok. Ia kata dengan sengit: “Aku toh ada di
sebelah depan kamu dan kamu di belakang aku…!”
Dua saudara Wanyen itu tidak inginkan mereka adu
mulut. “Berangkat!” mereka menitah.
Jamukha lihat itu semua, ia menduga peristiwa itu
terjadi karena bisanya dua Wanyen ini, karena ia jadi
waspada.
Tidak lama tibalah mereka di depan rombongannya
Tusaga beramai. Dua ekor macan tutul sudah lepas
dari ikatan pada lehernya, keempat kakinya tengah
menoker-noker dan mulutnya meraung-raung tidak
hentinya. Di depan mereka berdiri dua bocah ialah Tuli
dan Kwee Ceng.
Temuchin dan keempat pahlawannya segera
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
siapkan panah mereka, diarahkan kepada dua
binatang liar itu. Temuchin ketahui baik, binatang
adalah binatang kesayangan Sangum, yang ditangkap
sedari masih kecil dan dipelihara dan dididik dengan
banyak sukar hingga jadi b esar dan dapat mengerti,
dari itu asal putranya tidakterancam tidak mau ia
memanah macan itu.
Tusaga lihat datangnya banyak orang dan kakek
beserta ayahnya juga berada bersama, ia jadi semakin
temberang, berulang-ulang ia anjuri macannya lekas
menyerang.
Wang Khan murka melihat kelakuan cucunya itu,
disaat ia hendak mencegah, lalu terdengar suara kuda
berlari-lari mendatangi di arah belakang mereka.
Sebentar saja kuda itu, seekor kuda merah, tiba
diantara mereka. Penunggangnya seorang wanita usia
pertengahan yang memakai mantel kulit indah dan
mengempo satu anak perempuan yang elok
romannya, adalah istrinya Temuchin atau ibunya Tuli.
Ia lantas lomat turun dari kudanya.
Nyonya Temuchin tengah pasang omong dengan
istrinya Sangum di tenda mereka, tempo ia dengar
perkara putranya, ia khawatirkan keselamatan
putranya itu, maka ia lantas menyusul. Anak
perempuan yang ia bawa-bawa itu adalah putrinya,
Gochin Baki.
“Lepas panah!” Yulun Eke segera memerintah. Ia
sangat khawatir melihat putranya terancam macan
tutul itu. Gochin sebaliknya segera hampirkan
kakaknya. Ia baharu berusia empat tahun, romannya
cantik dan manis, ia belum tahu bahaya. ia tertawa
haha-hihi. Kemudian ia ulurkan tangannya, berniat
mengusap-usap kepalanya seekor macan tutul.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Macan itu lagi bersiap-siap, melihat orang datang
dekat, segera ia berlompat menubruk.
Semua orang kaget, sedang Temuchin tidak berani
melepaskan anak panahnya, khawatir kena putrinya.
Keempat pahlawannya lempar panah mereka dan
menghunus golok untuk maju menyerang.
Dalam saat mengancam itu, Kwee Ceng berlompat,
ia tubruk Gochin, yang ia peluk, untuk menjatuhkan
diri, meski demikian, kuku macan telah mampir
dipundaknya.
Di antara empat pahlawan, Boroul yang bertubuh
kate dan kecil adalah yang paling gesit, ialah yang
maju di muka sekali, tetapi justru ia maju, kupingnya
mendengar beberapa kali suara angin menyambar,
menyusul mana kedua macan itu rubuh berbareng,
rubuh celentang lalu tidak berkutik lagi. Ia menjadi
heran, apapula ia dapatkan, kedua binatang itu
berlubang masing-masing di kedua pelipisnya, yang
darimana darah mengucur keluar. Terang itu adalah
kerjaan orang yang lihay. Kapan ia berpaling ke arah
darimana suara angin itu datang menyambar, tampak
enam orang Han, pria dan wanita, lagi mengawasi
dengan sikapnya yang tenang sekali. Ia lantas
menduga kepada mereka itu.
Yulun Eke lantas saja peluki putrinya, yang ia ambil
dari rangkulannya Kwee ceng. Anak itu menangis
karena kagetnya, maka ia dihiburi ibunya, yang pun
terus tarik Tuli, untuk dirangkul dengan tangannya
yang lain.
Sangum sangat murka. “Siapa yang membunuh
macanku?!” ia tanya dengan bengis.
Semua orang berdiam. Walaupun kejadian berlaku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di depan mata mereka, tidak ada seorang jua yang
ketahui siapa si penyerang gelap itu. Boroul sendiri
tutup mulut.
“Sudahlah saudara Sangum!” berkata Temuchin
sambil tertawa. “Nanti aku gantikan kau empat macan
tutul yang paling jempolan ditambah sama delapan
pasang burung elang.”
Sangum masih mendongkol, ia membungkam.
Wang Khan gusar, ia mendamprat Tusaga. Cucu ini
didamprat di depan orang banyak, ia penasaran,
keluarlah alemannya, ia terus menangis sambil
bergulingan di tanah, ia tidak pedulikan walaupun
kakeknya menitahkan ia berhenti menangis.
Diam-diam Jamukha kisiki Temuchin apa yang tadi
terjadi di tengah jalan antara pengiringnya Wang Khan
dan serdadu-serdadu Kim.
Panas hatinya Temuchin. Ia menginsyafi peranan
kedua saudara Wanyen itu. Di dalam hatinya, ia kata:
“Kamu hendak bikin kita bercedera, kita justru hendak
berserikat untuk menghadapi kamu!” Maka ia hampiri
Tusaga, untuk dikasih bangun dengan dipeluk. Anak
itu mencoba meronta tetapi tidak berhasil.
Sambil tertawa, Temuchin hampiri Wang Khan dan
kata: “Ayah inilah permainan anak-anak, tak usah
ditarik panjang. Aku lihat anak ini berbakat baik, aku
berniat menjodohkan dia dengan anakku, bagaimana
pikirmu?”
Wang Khan girang, ia lihat, meskipun masih kecil,
Gochin sudah cantik, setelah dewasa, mesti dia jadi
elok sekali. Ia tertawa dan menyahuti: “Mustahil aku
tidak setuju? Marilah kita tambah erat persaudaraan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kita. Cucuku yang perempuan hendak aku jodohkan
dengan Juji, putramu yang sulung, Kau akurkah?”
Dengan girang, Temuchin kata sama Sangum.
“Saudara, sekarang kita menjadi besan!”
Sangum itu angkuh, ia sangat bangga untuk
keturunannya, terhadap Temuchin ia berdengki dan
memandang enteng, tak senang ia berbesan
dengannya, tak senang ia berbesan, akan tetapi disitu
ada putusannya ayahnya, terpaksa ia menyambut
dengan sambil tertawa.
Wanyen Lieh menjadi sangat tidak puas. Gagallah
tipu dayanya. Selagi ia berpaling, ia lihat
rombongannya Kwa Tin Ok, dan Cu Cong rebah di
atas unta. Ia terperanjat dan heran sekali. “Eh, kenapa
ini beberapa Manusia Aneh berada disini?” katanya
dalam hatinya.
Tin Ok beramai tidak mau menarik perhatian orang,
mereka berdiri jauh-jauh. Mereka tidak lihat Wanyen
Lieh, itulah kebetulan bagi pangeran ini yang lantas
ngeloyor pergi duluan.
Temuchin lantas dapat tahu enam itu ialah yang
tolongi putranya, ia suruh Boroul memberi hadiah bulu
dan emas, sedang Kwee Ceng, yang ia usap-usap
kepalanya, ia puji untuk keberaniannya.
Tuli tunggu sampai Wang Khan semuanya sudah
berlalu, ia tutur kepada ayahnya sebabnya ia berkelahi
sama Tusaga, ia pun bicara hal Kanglam Cit Koay (
yang sekarang menjadi Kanglam Liok Koay sebab
jumlah mereka telah berkurang satu).
Temuchin berpikir sebentar, terus ia kata pada
Coan Kim Hoat, “Baik kamu berdiam di sini mengajari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ilmu silat kepada putraku. Berapa kamu menghendaki
gaji kamu?”
Coan Kim Hoat senang dengan tawaran itu. Mereka
memang lagi pikirkan tenpat untuk bisa mendidik Kwee
Ceng. Ia lantas menyahuti: “Khan yang besar sudi
terima kami, itu pun sudah bagus, mana kami berani
minta gaji besar? Terserah kepada Khan sendiri
berapa sudi membayarnya.”
Temuchin girang, ia suruh Boroul layani enam
orang itu, untuk diberi tempat, habis itu ia larikan
kudanya, untuk susul kedua saudara Wanyen, guna
mengadakan perjamuan perpisahan untuk mereka itu.
Kanglam Liok Koay jalan perlahan-lahan, untuk
merundingkan urusan mereka.
“Mayatnya Tan Hian Hong dipotong dada dan
perutnya, entah itu perbuatan kawan atau lawan…”
kata Han Po Kie.
“Itulah aneh, aku tak dapat menerkanya,” bilan Tin
Ok. “Yang paling perlu ialah mencari tahu dimana
beradanya Tiat Sie.”
“Memang selama ia belum disingkirkan, kita selalu
terancam bahaya,” menyatakan Cu Cong.
“Sakit hatinya ngoko memang mesti dibalas!” kata
Siauw Eng.
Karena ini kemudian Po Kie bersama Siauw Eng
dan Kim Hota lantas pergi mencari. Mereka mencari
bukan hanya disekitar tempat itu, malah diteruskan
hingga beberapa hari, mereka tidak peroleh hasil.
“Wanita itu rusak matanya terkena tok-leng toako,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mestinya racunnya senjata itu bekerja, maka mungkin
ia mampus di dalam selat!” kata Po Kie kemudian
sepulangnya mereka.
Dugaan ini masuk di akal. tapi Tin Ok tetap
berkhawatir. ia baharu merasa hatinya tentram kalau
sudah dengan tangannya sendiri ia bisa raba
mayatnya Tiat Sie si Mayat Besi itu. Ia menginsyafi
lihaynya Bwee Tiauw ong. Tentang perasaannya ini ia
tidak utarakan, ia khawatir saudara-saudaranya
bersusah hati.
Sejak itu Kanglam Liok Koay menetap di gurun
pasir, akan ajari ilmu silat kepada Kwee Ceng dan Tuli
yang juga diajari ilmu perang. Dan Jebe bersama
boroul turut memberi petunujk juga. Hanya kalau
malam, Kwee Ceng dipanggil belajar sendirian untuk
diajari ilmu pedang, senjata rahasia dan entengi tubuh.
Sebab diwaktu siang mereka diajari menunggang
kuda, main panah dan ilmu tombak.
Kwee Ceng bebal, di sebelah itu ada sifatnya yang
baik. Ia tahu ia mesti membalas sakit hati ayahnya,
untuk itu ilmu silat penting, dari itu, ia belajar dengan
rajin sekali. Untuk itu ia dapatlah disebut, pisau tumpul
kalau digosok terus bisa menjadi tajam.
Cu Cong bersama Coan Kim Hoat dan Han Siauw
Eng mengajarakan ilmu kegesitan, kemajuannya
sedikit, tapi ajarannya Han Po Kie dan Lam Hie Jin
tentang pokok dasar silat, ia mengerti dengan cepat,
malah ia segera dapatkan maknanya itu.
Sang tempo berjalan dengan pesat, sepuluh tahun
sudah lewat. Sekarang Kwee Ceng telah menjadi satu
anak tanggung berumur enam belas tahun. Lagi dua
tahun akan tiba saatnya janji pibu itu, adu kepandaian.
Maka Kanglam Liok Koay perhebat pengajarannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hingga untuk sementara muridnya dilarang belajar naik
kuda dan memanah, dan siang dan malam terus ia
belajar silat tangan kosong dan pedang.
Bab 11. Memanah Burung Rajawali
Angin mulai reda, salju yang turun secara besarbesaran
baru berhenti, walaupun demikian untuk
daerah di gurun pasir utara, hawa udara masih dingin.
Dalam iklim demikian, pada harian Ceng Beng,
Kanglam Liok Koay membawa barang-barang
sembahyangan ke kuburannya thio A Seng, untuk
sembahyangi saudara yang sudah beristirahat untuk
selamanya di alam baka itu. Kwee Ceng juga diajak
bersama.
Tempat kediaman bangsa Mongol tidak
berketentuan, maka itu untuk pergi ke kuburan,
rombongan ini mesti melarikan kuda mereka setengah
harian, baru mereka tiba. Mereka itu atur barang
sembahyangan, mereka pasang hio, lalu pai-kui.
Malah Siauw Eng berkata dalam hatinya: “Ngo-ko,
belasan tahu kami didik anak ini, sayang di bebal, dia
tidak dapat teriam semua pengajaran kita, maka itu
aku mohon bantuan kau, untuk lindungi padanya,
biarlah tahun lusa, dalam pertandingan di Kee-hin, dia
tidak sampai memalukan nam akita Kanglam Cit
Koay!”
Sepuluh tahun enam saudara itu tinggal di utara,
rambu dan kumis jenggot
mereka sudah mulai berwarna abu-abu, tapi Siauw
Eng, walaupun ia tidak secantik
dulu, masih ada sisa keelokannya, ia tetpa menarik
hati.
Di situ ada tulang-tulang yang berserakan, Cu Cong
jadi seperti melamun. Ia ingat pada Bwee Tiauw Hong,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sia-sia saja dicari, orangnya tidak ketemu,
mayatnya juga tidak kedapat. Kalau tidak mati, si
Mayat Besi mestinya tak bisa bersembunyi terusmenerus.
Kemana perginya wanita seperti siluman itu?
Dalam sepuluh tahun itu, kepandaiannya Liok Koay
juga turut bertambah. Umpamnya Tin Ok, ia utamakan
“Hok Mo Thung-hoat”, ilmu tongkatnya, “Tongkat
Menakluk Iblis”. Ia bersiap sedia menyambut Tiauw
Hong.
Lam Hie Jin paling menyanyangi Kwee Ceng, si
bebal tapi rajin. Ia ingat, dulu ia pun ulet seprti bocah
ini. Kali ini, ia tampak kemajuan Kwee Ceng, yang
mebuat ia girang. Habis pai-kui, Kwee Ceng
berbangkit, apa mau ia kena injak sebuah batu kecil, ia
terpeleset, tapi cepat sekali, ia dapat imbangi
tubuhnya, dia tak jadi jatuh. Ia tersenyum kepada Kim
Hoat, yang pun melihatnya.
“Mari!” katanya seraya ia lompat dengan tangan kiri
melindungi diri, dengan tangan kanan ia sampok
pundak muridnya itu.
Kwee Ceng terkejut tapi ia dapat menangkis, hanya
ketika ia geraki tangannya itu, lekas ia kasih turun
pula!
Menampak itu, Hie Jin tersenyum. Sekarang ia
meninju ke dada.
“Coba kau kasih lihat kebiasaanmu, kau layani siesuhu
berlatih,” Saiuw Eng menganjurkan. “Kau kaih
ngo-suhu lihat padamu!”
“Sie-suhu” yaitu guru keempat dan “ngo-suhu” guru
ke lima.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Baru sekarang Kwee Ceng mengerti, sedang
serangannya Hie Jin pun dibatalkan ditengah jalan,
untuk tukar itu dengan sambaran tangan kiri ke
pinggang. kali ini si murid melompat mundur. Ia
berlaku cepat, tapi Hie Jin lebih cepat pula, dengan
satu enjotan tubuh, guru yang keempat ini sudah
menyusul dan tangan kanannya kembali menjambak
pundak. dengan mendak, Kwee Ceng luputkan dirinya.
“Balas menyerang, anak tolo!” Po Kie berseru.
“Kenapa manda diserang selalu?”
Anjuran ini diturut, setelah itu, Kwee Ceng
membalas. Ia gunai ajaran Lo Han Kun, ilmu silat
“Tangan Arhat” dari guru she Han itu, yaitu bagian Kay
San Ciang-hoat. Membuka Gunung. Ia pun dapat
menempur dengan seru.
Selang beberapa jurus, dengan satu tolakan, Kwee
Ceng dibikin terpental dan jatuh, tapi begitu jatuh, ia
lompat bangun pula, cuma mukanya yang merah.
Hie Jin segera kasih mengerti bagian
kelemahannya.
Selagi guru itu berbicara, tiba-tiba terdengar dua
kali suara tertawa, ynag datangnya dari pepohonan
lebat disamping mereka. Cu Cong dan Kim Hoat
terperanjat. “Siapa?!” mereka tanya. Mereka pun
lompat untuk cegah jalanan orang buat lari turun.
Orang yang tertawa itu tidak lari, ia justru muncul
dari tempatnya bersembunyi, hingga tampak nyata
ialah satu nona elok dengan muka putih potongan telur
dan kedua pipinya bersemu merah. Masih ia
tersenyum.
“Engko Ceng, apakah kau kena dihajar suhu?” ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanya.
Mukanya Kwee Ceng menjadi merah. “Siapa suruh
kau datang ke mari?” ia menegur.
Nona itu tertawa. “Aku senang melihat kau dihajar!”
sahutnya.
Kalau Kwee Ceng likat, si nona polos dan jenaka. ia
pun bukan lain daripada Gochin Baki, putrinya
Temuchin, yang bersama Tuli dan pemuda she Kwee
ini, usianya tak berjauhan serta biasa mereka bergaul,
main bersama-sama. Ia sangat disayangi ayah ibunya,
ia rada manja, sedang Kwee Ceng jujur dan rada tolol.
Sering Kwee Ceng digoda, sampai mereka bentrok,
tapi tak lama mereka akur pula, selamanya si nona
mengaku yang salah dan rela minta maaf. Demikian
mereka hidup rukun seperti saudara saja, sedang
ibunya Gochin, yang ingat budi Kwee Ceng telah
menolongi putrinya, perlakukan ia dengan baik, dia
dan ibunya sering diantarkan pakaian dan binatang
ternak, pergaualan kedua anak muda itu juga tidak
dilarang.
Hari itu Gochin tahu Kwee Ceng hendak pergi paibong
(sembahyang kuburan), ia pergi dulu dengan
menunggang kuda, ia sembunyi di antara pepohonan
lebat, hingga ia saksikan segalanya. Sengaja sampai
Kwee Ceng rubuh, baru ia muncul untuk menggodai
anak muda itu.
Kwee Ceng malu, kurang senang dan berbareng
girang.
“Apakah kau tidak senang aku datang?” tanya si
nona dengan tertawa. “Baiklah, nanti aku pulang…!” Ia
bicara dengan merdeka, meskipun disana ada enam
orang lainnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Oh, tidak, tidak!” kata Kwee Ceng lekas. “Kita
pulang bersama sebentar.”
Gochin tertawa, tak jadi ia pergi.
Senang Cu Cong semua menyaksikan eratnya
hubungan anak-anak ini, mereka tersenyum.
“Mana orang yang ikut padamu?” kemudian tiba-tiba
Tin Ok tanya si putri.
Gochin melengak. “Siapa?” ia tanya. “Aku datang
sendirian.“
“Bukannkah kakakmu pun datang, dia
dibelakangmu, untuk bergurau?”
“Kakak tidak datang! Benar aku datang sendirian.”
“Liok-tee, coba lihat!” Tin Ok minta. Dengan
tongkatnya ia menunjuk ke pepohonan lebat di
belakang kuburan.
Coan Kim Hoat pergi memeriksa. “Disini tidak ada
orang,” katanya.
“Terang sekali aku dengar suaranya dua orang!” Tin
Ok berkukuh. Tadi dengar tertawanya Gochin,
menyusul suaranya seorang lain. Ia sangka orang itu
adalah kawannya si nona, ia tidak perhatikan.
Sekarang benar tidak ada orang disitu, ia menjadi
heran. Ia lantas berpikir.
“He, tengkorak hilang satu!” tiba-tiba Kim Hoat
berseru.
Dengan berlari-lari, semua orang hampirkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saudara she Coan itu. Memang telah lenyap sebuah
tengkorak, masih ada bekasnya di salju. Mesti baru
saja orang curi itu. Kembali orang heran, kaget dan
curiga. Kim Hoat menjelaskan semuanya kepada Tin
Ok.
“Cegat di empat penjuru!” seru toako ini, kakak
tertua. Ia sendiri mendahului lari turun gunung,
saudara-saudaranya menyusul, sembari lari, ia apsang
kupingnya.
“Disana ada tindakan kaki kuda, lekas susul!” toako
ini menitah, tongkatnya menuju ke selatan. Maka
saudara-saudara yang lain pun pada mengejar ke arah
selatan itu.
“Apakah aku yang salah?” tanya Gochin pada si
anak muda, perlahan bicaranya.
“Ini bukan urusanmu,”sahut Kwee Ceng. “Rupanya
telah datang musuh yang lihay”.
Si nona ulur lidahnya.
Tidak lama dari itu muncul beberapa puluh
penunggnag kuda, semuanya orang Mongolia, yang
dikepalai oleh satu pekhu-thio, pemimpin satu
eskadron. Melihat tuan putrinya, dia itu lompat turun
dari kudanya, untuk memberi hormat.
“Tuan putri, Kha Khan titahkan aku menyambut,”
katanya.
“Untuk apakah?” tanya si putri, keningnya
mengerut.
“Ada datang utusannya Wang Khan.” sahut perwira
itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak senang si nona mendengar itu, ia lantas
menjadi gusar. “Aku tak mau pulang!” katanya sengit.
Pekhu-thio itu menjadi serba salah. Ia memberi
hormat pula dan katanya: ”Kalau tuan putri tidak
pulang, Kha Khan bakal hukum hambamu ini…”
Gochin dijodohkan dengan Tusaga, cucu Wang
Khan, tapi ia erat bergaul dengan Kwee Ceng, meski
tidak ada soal asmara, ia toh berat nanti akan berpisah
sama ini anak muda. Sebaliknya, tak senang ia
menikah sama Tusaga, yang sombong dan galak itu.
Maka tak mau ia pulang.
Siauw Eng tidak turut saudara-saudaranya pergi. Ia
lihat itu semua. Ia kata pada Kwee Ceng: “Anak Ceng,
pergi kau temani tuan putri pulang.” Tanpa tunggu
jawaban, ia larikan kudanya pergi menyusul saudarasaudaranya.
Gochin masih bersangsi sesaat, akhirnya ia pulang
juga. Tak mau ia menentangi ayahnya.
Wang Khan itu mengantar panjar, Temuchin ingin
putrinya temui si utusan.
Kwee Ceng tidak mengantar terus sampai di tenda
Temuchin, ia terus balik ke tendanya sendiri, di mana
ia tinggal bersama ibunya. Ia berduka, maka ia duudk
diam saja. Ketika Lie Peng, ibunya, bertanya, ia tetap
membungkam.
Itu waktu terdengar suara tetabuan, itulah tanda
penyambutan pada utusan Wang Khan. Baru sekarang
Lie Peng dapat mendugai hal putranya ini. Ia lantas
menghibur: “Tuan putri benar baik sama kau, tetapi
kita tetap orang Han, maka itu tepat kalau ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dijodohkan sama cucunya Wang Khan…”
“Ibu, aku bukan pikiran itu,” Kwee Ceng akhirnya
mau juga buka mulutnya. “Hanya Tusaga itu kasar dan
kejam, denagn menikah sama dia, tuan putri bakal
bersengsara…”
Lie Peng tahu baik hati anakanya itu, ia menghela
napas. “Habis apa daya kita sekarang?” katanya.
Kwee Ceng berdiam terus sampai habis bersantap
malam, setelah mana ia pergi ke tenda gurunya, yang
semuanya sudah pulang. Mereka itu sia-sia belaka
menyusul penunggang kuda atau pencuri tengkorak
itu. Kim Hoat lantas ajari muridnya jurus-jurus dari
Tiang Kun, habis berlatih, muridnya pulang, untuk naik
pembaringan tanpa salin pakaian lagi.
Lapat-lapat Kwee Ceng dengar tetabuan, ia tidur
terus sampai pulas. Adalah kira-kira tengah malam, ia
mendusin dengan terperanjat. Ia dengar tanda tiga kali
tepuk tangan. Ia lantas bangun, ia bertindak ke
tendanya akan menyingkap dengan hati-hati. Untuk
kagetnya, di antara sinar rembulan, ia tampak satu
tengkorak tepat di jalanan di muka kemahnya. Ia pun
dapat lihat tegas lima liang pada tengkorak itu.
“Musuh datang cari musuh…” pikirnya. “Suhu tidak
ada di sini, seorang diri mana aku sanggup melawan?
Bagaimana kalau musuh menerjang ke dalam tenda
untuk melukai ibuku?”
Ia ambil keputusan dengan cepat. Ia lebih dulu
ambil goloknya. lalu ia sinngkap tenda dengan tibatiba,
untuk lompat keluar, untuk segera dupak
tengkorak itu hingga mental jauh beberapa tembok.
Untuk lindungi diri, ia putar goloknya. Setelah itu,
dengan sipa sedia, ia memandang ke sekitarnya. Di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebelah kiri di bawah pohon ia tampak seorang berdiri
diam, mukanya tidak kelihatan. Dia cuma kata: “Kalau
kau berani, mari turut aku?!”. Dia bicara dalam bahasa
Tionghoa, bajunya gerombongan, tangan bajunya
lebar. Itu bukan dandanan orang Mongolia.
“Siapa kau?” tanya Kwee Ceng. “Mau apa kau cari
aku?”
“Kau toh Kwee Ceng?!” orang itu tegasi.
“Habis kau mau apa?!” tanya Kwee Ceng.
“Mana pisau belatimu yang tajam mempan besi?
Mari kasih aku lihat!”
Tiba-tiba ia melompat mencelat, sampai di sisi anak
si muda, kakinya menendang jatuh golok orang,
menyusul mana sebelah tangannya menekan ke dada
orang.
Sebat gerakan orang itu, sampai Kwee Ceng tidak
bisa lindungi goloknya. Tapi ia sempat berkelit, tangan
kanannya menyambar lengan orang itu, tangan kirinya
menyerang sikut. Inilah jurus “Orang-orang patah
bahunya” salah satu dari jurus ilmu silat, “Membagi
urat memisah Tulang”. Kalau orang itu kena diserang,
tanpa ampun lagi, bahu kanannya mesti patah,
terlepas sambungan sikutnya.
Ilmu silat ini Kwee Ceng dapatkan dari Cu Cong dan
Cu Cong mengutamakan ini karena ia pikir, cuma
dengan ilmu ini ia nanti sanggup layani Kiu Im Pek-kut
Ciauw dari Bwee Tiauw Hong yang setiap waktu
lambat atau cepat, bakal cari padanya. Ilmu ini pun
baru ia ciptakan sendiri, sebab tadinya ia tidak pikirkan
untuk pelajarai itu. Ia melatih bersama Coan Kim Hoat.
Sebagai Biauw Ciu Si-seng, si Mahasiswa Tangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lihay, ia bisa asah otaknya menciptakan ilmu silat itu.
dan sekarang Kwee Ceng menggunai itu untuk
melawan musuhnya.
Orang itu terperanjat, untuk membebaskan diri, ia
lekas serang mukanya Kwee Ceng. Ia bukannya
meloloskan diri hanya menyerang. Maka kagetlah
Kwee Ceng, yang lain hendak membikin patah lengan
musuh; terpaksa ia lepaskan kedua tangannya dan
mencelat mundur. Meski begitu, dia masih merasa
sakit terkena sambaran anginnya serangan lawan itu.
Setelah itu Kwee Ceng lihat orang adalah satu
imam muda yang mukanya bersih dan tampan, yang
usianya delapan atau sembilanbelas tahun. Ia pun
dengar si imam atau tosu, mengatakannya dengan
perlahan: “Tak kecewa pelajarannya, tidak sia-sia
pengajarannya Kanglam Liok Koay selama sepuluh
tahun…”
“Kau siapa?!” tegur Kwee Ceng, yang masih
berjaga-jaga. “Untuk apakah kau mencari aku?”
“Mari kita berlatih pula!” kata si imam, yang tidak
gubris perkataan orang. Ia pun terus menyerang tanpa
tunda kata-katanya itu.
Kwee Ceng menanti tidak bergeming, kapan tangan
imam itu sudah hampir sampai pada dadanya, ia
mengegos ke kiri, tangan kirinya menyambar lengan si
imam dan tangan kanannya menyambar ke batang
leher. Kalau ia berhasil, akan copotlah batang leher si
imam itu. Jurus ini oleh Cu Cong dengan lucu
dinamakan “Sembari tertawa dan berbicara
melepaskan rahang”.
Imam itu kenali serangan berbahaya itu, ia
bebaskan diri pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah belasan jurus, melihat keringan tubuh
orang, yang dapat bergerak-gerak dengan pesat
sekali, Kwee Ceng segera mengerti bahwa imam ini
ada terlebih pandai daripadanya. Keinsyafan ini,
ditambah sama kekhawatirannya akan munculnya
Bwee Tiauw Hong, membuat hatinya gentar, maka
juga, tempo kakinya lawan melayang, kempolan
kanannya kena didupak. Syukur kuda-kudanya kuat
dan tendangan tak hebat, ia cuma terhuyung, tidak
terluka. Karena ini, ia lantas kurung diri dengan rapat,
hingga ia menjadi terdesak. Disaat kewalahan, tibatiba
ia dengar seruan dari belakangnya: “Serang
bagian bawahannya!”
Dengan tiba-tiba bangkitlah semangatnya Kwee
Ceng. Ia kenali suaranya sam-suhu, gurunya yang
ketiga yaitu Han Po Kie. Ia lantas menggeser ke kanan
untuk terus menoleh. Untuk kegirangannya, ia tampak
keenam suhunya itu telah hadir semua. Saking
memusatkan perhatian pada lawan, ia sampai tidak
ketahui munculnya keenam gurunya itu. Segera,
menuruti petunjuknya Po Kie, ia mulai menyerang di
bawah.
Imam itu licah gerakannya, tetapi lemah bagian
bawahnya, dan ini terlihat tegas oleh Kanglam Liok
Koay, maka itu Po Kie sadarkan muridnya. Karena ini,
lantas saja si imam berbalik terdesak, hingga terpaksa
ia main mundur.
Kwee Ceng merangsak maju, sampai ia lihat
lawannya terhuyung, tidak tempo lagi, kedua kakinya
saling sambar dengan tipunya Lian-hoan Wan-yoh-twie
– kaki Burung Wanyoh Berantai. Ia sampai tidak
menyangka bahwa musuhnya bakal menggunai akal.
“Awas!” teriak po Kie dan Siauw Eng yang terkejut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng kurang pengalaman, meskipun ia telah
diperingatkan, sudah terlambat, kaki kanannya kena
dicekal lawan, terus disempar, maka itu tak ampun
lagi, tubuhnya melayang, dengan suara keras,
tubuhnya itu jatuh celentang, hingga ia merasakan
sakit sekali. Saking gesitnya, ia dapat lantas berlompat
bangun dengan gerakannya “Ikan Tambra Meletik”. Ia
hendak maju pula tetapi ke enam gurunya sudah mulai
kurung si imam muda.
Tosu itu tidak bersiap untuk memberikan
perlawanan, ia juga tidak menunjukkan tanda hendak
menerobos keluar dari kurungan, sebaliknya dengan
rangkap kedua tangannya, ia memberi hormat kepada
Kanglam Liok Koay. Ia kata: “Teecu In Cie Peng, atas
titah guruku Tiang Cun Cu Khu Totiang, teecu datang
untuk memujikan suhu semua sehat-sehat!” Lantas ia
berlutut untuk mengangguk-angguk.
Cu Cong berenam bersangsi, mereka tidak
mengulurkan tangan untuk mengasih bangun, maka itu
si imam bangkit snediri untuk terus merogoh ke dalam
sakunya guna menarik keluar sesampul surat, yang
mana dengan kedua tangannya, ia angsurkan kepada
enam manusia aneh itu – tegasnya kepada Cu Cong.
“Mari kita bicara di dalam,” kata Kwa Tin Ok, yang
dengar suara tindakan kaki mendatangi, hingga ia
menduga kepada serdadu peronda bangsa Monglia.
Tanpa sangsi, In Cie Peng turut masuk.
Coan Kim Hoat menyulut lilin.
Tenda itu berperabot buruk. Di situ Cu Cong tinggal
berlima, karena Siauw Eng tidur di kemahnya seorang
wanita Mongolia. Melihat itu, Cie Peng mengerti orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidup bukan main sederhananya. ia menjura ketika ia
mulai berkata: “Suhu berlima banyak cape! Guruku
sangat bersyukur, dia titahkan teecu datang kemari
untuk menghanturkan banyak-banyak terima kasih”.
“Hm!” Tin Ok perdengarkan suara tawar, karena ia
pikir: “Kalau kau datang dengan maksud baik,
mengapa kau robohkan anak Ceng? Bukankah kau
sengaja datang untuk pertunjuki pengaruh sebelum
tiba saatnya bertanding?”
Itu waktu Cu Cong telah membuka sampul dan
membaca suratny. Khu Cie Kee memperingatkan
bahwa sepuluh tahun sudah berlalu sejak perpisahan
mereka di Kanglam dan dia turut berduka cita atas
meninggalnya Thio A Seng. Ia memberitahu bahwa
pada sembilan tahun yang lalu ia telah berhasil
mencari turunan Yo Tiat Sim.
Mengetahui ini, Tin Ok semua terperanjat. Coan Cin
Kauw banyak pengikutnya, yang tersebar luas di
seluruh negara, tetapi buat cari satu nyonya yang
lenyap, benar-benar sulit. Tidak diayana, Cie Kee
begitu cepat menemui nyonya itu serta anaknya.
Mereka sendiri menemui Kwee Ceng secara
kebetulan.
Surat itu diakhir dengan pemberitahuan bahwa lagi
dua tahun, mereka berdua pihak bakal bertemu pula di
Cui Sian lauw di Kee-hin, disaat bunga-bunga mekar.
“Memang ini tulisannya Khu Totiang,” kata Cu Cong
akhirnya.
“Anak turunan she Yo itu bernama Yo Kang?” Tin
Ok bertanya.
“Benar,” sahut Cie Peng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia toh adik seperguruanmu?” Tin Ok
menegaskan.
“Dialah kakak seperguruanku,” sahut pula tosu she
In itu. “Walaupun usiaku lebih tua, diwaktu memasuki
perguruan, kakakku itu mendahului dua tahun.”
Dingin hatinya Kanglam Cit Koay mendengar
keterangan itu. Kwee Ceng kalah oleh In Cie Peng,
satu sutee, bagaimana pula ia dapat melayani Yo
Kang, sang suheng? Pula heran, Khu Cie Kee ketahui
jelas tentang mereka, hal mereka dapatkan Kwee
Ceng, hal kematiannya Thio A Seng, dan hal sekarang
mereka berdiam di padang gurun ini…. Sebaliknya,
mereka sendiri tidak tahu suatu apa perihal imam itu!
Inilah tanda mereka sudah berada di bawah angin.
“Apakah barusan kau layani dia untuk mencobacoba?”
Tin Ok tanya pula, suaranya dingin.
“Teecu tidak berani,” jawab Cie Peng, yang
berkhawatir oleh sikap orang.
“Sekarang kau sampaikanlah kepada gurumu itu,”
bilang Tin Ok, “Walaupun Kanglam Liok Koay tidak
punya guna, perjanjian di Cui Sian Lauw tidak bakal
digagalkan, jadi dia tidak usah khawatir suatu apa pun.
Bilang bahwa kami tidak usah membalas dengan
surat.”
Cie Peng likat, hingga ia berdiam saja.
“Ach ya, apa perlunya kau ambil itu tengkorak
manusia!” Tin Ok tanya pula.
Cie Peng berdiam. Tak sangka ia bakal ditanyakan
tentang tengkorak itu. Ia diperintah gurunya pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
utara untuk menyampaikan surat, ia dipesan untuk
sekalian selidiki Kwee Ceng, tentang sifatnya dan ilmu
silatnya. Khu Cie Kee memperhatikan putra
sahabatnya, ia bermaksud baik, tetapi muridnya ini
menyeleweng sedikit, walaupun ia tidak bermaksud
jahat. Setibanya di Mongolia, di tepi sungai Onon, Cie
Peng tidak segera menemui Kanglam Liok Koay,
hanya ia mencuri lihat Kwee Ceng berlatih, malah ia
menguntit juga orang pay-bong terhadap Thio A Seng
hingga ia saksikan semuanya, tetapi ia diperogoki oleh
Tin Ok dan kabur. Coba ia lari tanpa sebat tengkorak,
yang ia lihat aneh, tidak nanti ia menerbitkan
kecurigaan.
“Apakah kau ada punya hubungan sama Hek Hong
Siang Sat?” tanya Tin Ok sebab orang diam saja.
“Atau kau tertawakan Kanglam Cit Koay yang satu
diantaranya terbinasa di bawah cengkeraman Kiu Im
Pek-kut Jiauw?”
Baharu Cie Peng menjawab: “Teecu ambil
tengkorak itu untuk dibuat main, tak ada maksud
lainnya. Tentang Hek Hong Siang Sat dan Kiu Im Pekku
Jiauw, teecu tidak tahu-menahu…”
“Hm!” bersuara Tin Ok yang terus berdiam.
Cie Peng jadi jengah. “Teecu memohon diri,”
katanya kemudian.
Tin Ok antar orang sampai di muka tenda. Cie Peng
memberi hormat lagi sekali. Mendadak orang she Kwa
ini berseru: “Kau pun jumpalitan!” dan tangan kirinya
menyambar ujung baju orang di betulan dada.
Saking kaget, Cie Peng geraki kedua tangannya,
untuk membebaskan diri. Inilah hebatnya, coba dia
diam saja, dia Cuma akan jungkir balik. Kali ini ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membangkitkan amarahnya tetuanya Liok Koay. Tin
Ok angkat tubuh orang dan membanting. maka
jatuhlah ia dengan hebat, bebokongnya sakit, sampai
sekian lama, baharu ia bisa merayap bangun, untuk
dengan terpincang-pincang ngeloyor pergi…..
“Imam cilik itu tak tahu adat, tepat toako ajaradat
padanya,” kata Po Kie.
Tin Ok berdiam, selang sesaat ia menghela napas.
Semua saudaranya mengerti kedukaan toako ini,
mereka turut masgul pula.
“Ya, apa boleh buat….” kata Hie Jin kemudian.
“Benar, sieko,” Siauw Eng bilang. “Kita bertujuh
saudara sudah puas berkelana, banyak pengalaman
kita, baik pun yang berbahaya, kita belum pernah
mengkerat atau mundur!”
Tin Ok mengangguk. “Sekarang pergilah kau pulang
dan tidur,” katanya pada Kwee Ceng. “Besok akan aku
ajarkan kau senjata rahasia.”
Cu Cong semua gegutan. Hebat senjata rahasia
tok-leng dari kakaknya ini. Senjata itu adalah senjata
rahasia istimewa penjaga diri sejak si kakak tak dapat
melihat matahari, tak pernah dipakai kecuali disaat
genting, pula tak pernah diwariskan kepada lain orang,
tapi sekarang hendak siturunkan kepada murid ini.
“Anak Ceng, lekas menghanturkan terima kasih
kepada toa-suhu,” Siauw Eng ajari muridnya itu.
Kwee Ceng mengucap terima kasih sambil berlutut
dan mengangguk, habis itu baharu ia mengundurkan
diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tin Ok menghela napas pula perlahan. Ia sangsi
apa Kwee Ceng dapat wariskan kepandaiannya itu
dengan sempurna.
Semenjak itu, semakin rajin guru ini mengajari
muridnya. Adalah kehendak mereka agar si murid
maju cepat. Mereka khawatir kalah berlomba dengan
Khu Cie Kee menampak kemajuannya In Cie Peng itu.
Akan tetapi sulit bagi mereka untuk mewujudkan
kehendak itu. Sekalipun seorang yang berotak
cemerlang ada sulit untuk dibikin maju dalam tempo
yang pendek, apa pula Kwee Ceng yang bebal itu,
yang lambat kesadarannya, malah makin didesak, ia
membuatnya semakin banyak kesalahan.
Itu pagi Siauw Eng ajari Kwee Ceng ilmu pedang
Wat Lie Kiam dijurus keempat yang bernama “Di
cabang pohong menyerang lutung putih”. Untuk itu
perlu orang berlompat tinggi dan jumpalitan. Murid ini
mencoba berlompat, selama tujuh atau delapan kali, ia
gagal senantiasa, percuma gurunya ajari ia mesti
begini mesti begitu. Siauw Eng menjadi sangat
berduka, hingga ia berlinang air mata, dengan
lemparkan pedangnya, ia tinggalkan muridnya.
Kwee Ceng terperanjat, ia menyusul, ia memanggilmanggil,
tapi gurunya berjalan terus. Ia menjadi
masgul sekali, hingga ia berdiri menjublak. Ia tahu
semua gurunya ingin ia maju, maka itu, ia mejadi
sangat menyesal. ia menjadi gelisah menampak gurugurunya
mulai perlihat roman tidak puas. ia masih
berdiam tatkala dari belakang, ia dengar teriakannya
putri Gochin: “Engko Ceng, mari lekas, mari lekas!”
Kapan ini bocah menoleh, ia tampak putri itu yang
duduk di atas seekor kuda, mengasih lihat roma cemas
bernareng gembira. “Ada apa?” ia tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mari lekas lihat!” sahut putri Temuchin itu. “Banyak
burung rajawali lagi bertarung!”
“Aku lagi berlatih,” Kwee Ceng beritahu.
Putri itu tertawa. “Apakah kau tidak dapat melatih
dengan baik dan kembali dimarahin gurumu?” dia
tanya.
Kwee Ceng jujur, ia mengangguk.
Putri itu masih tertawa. “Hebat pertarungan itu!” ia
kata pula mendesak. “Mari lekas lihat!”.
“Aku tidak mau,” sahut Kwee Ceng. Ia ingat
perlakuannya Siauw Eng barusan, ia berduka sekali, ia
lenyap kegembiraannya.
Akhirnya si putri menjadi tidak sabaran. “Aku sendiri
sampai tidak melihat, karena aku datang untuk
mengajak kau!” katanya. “Kalau tetap kau tidak hendak
pergi melihat, selanjutnya kau jangan pedulikan aku
lagi!”
“Pergi kau kembali dan melihatnya sendiri,” Kwee
Ceng bilang. “Bukankah sama kalau sebentar kau
menceritakannya kepadaku?”
Gochin lompat turun dari kudanya, ia kasih moyong
mulutnya. “Sudahlah, kau tidak mau pergi, aku juga
tidak mau pergi…” bilangnya sambil cemberut. “Aku
todak tahu, rajawalai yang hitam yang menang atau
yang putih…”
“Apakah itu sepasang rajawali putih yang besar
yang berkelahi?” Kwee Ceng tanya.
“Benar! Kawanan si hitam banyak tapi si putih lihay,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sudah enam atau tujuh ekor si hitam yang mampus…”
Mendengar itu, hati Kwee Ceng tertarik juga. “Mari!”
katanya, dan ia tarik tangan si tuan putri, buat diajak
naik bersama ke atas kudanya itu, guna kabur ke kaki
lembah di mana terlihat belasan ekor rajawali hitam
tengah mengurung dan menyerang rajawali putih,
hingga sayap mereka pada rontok berhamburan.
Rajawali putih lebih besar dan patuknya terlebih kuat,
hebat setiap patukan dan cengkeramannya. Demikian
seekor musuhnya yang terlambat berkelit, kena
disambarnya, lalu bangkainya jatuh di depan Gochin.
Sebentar saja sudah bnayak penduduk yang datang
melihat pertempuran rajawali itu, malah Temuchin
yang mendengar kabar itu juga turut muncul. Ia datang
dengan mengajak Ogotai dan Tuli.
Sering Kwee Ceng, Gochin dan Tuli main-main
bersama di lembah itu, hampir setiap hari mereka
tampak sepasang burung rajawali putih itu, terhadap
burung itu mereka mendapat kesan yang baik, maka
itu tidak heran kalau sekrang mereka mengharapi
kemenangannya si putih hingga mereka berteriakteriak
menganjuri si putih itu. Kata mereka itu saling
ganti: “Hayo putih, patuk padanya! Awas di kiri, ada
musuh, lekas berbalik! Bagus! Bagus! Kejar padanya!
Kejar!”
Lagi dua ekor rajawali hitam jatuh mati, tetapi
sepasang rajawali putih juga telah mendapat luka,
bulunya yang putih ternodai dengan darahnya yang
merah.
Seekor rajawali hitam yang tubuhnya lebih besar
daripada yang lainnya, lantas berbunyi berulang-ulang,
lalu kira-kira sepuluh kawannya terbang pergi, tinggal
lagi tiga, yang masih bertempur dengan seru.
Menampak itu, semua penonton bersorak-sorai. Habis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu, tiga ekor si hitam lantas kabur, satu si putih
mengejar.
Habis pertarungan itu, orang banyak hendak
bubaran, justru itu, di udara terdengar riuh suara
burung tadi, lalu tertampak belasan si hitam terbang
kembali, ke jurang, menerjang si putih yang lagi berdiri
sambil merapikan bulunya.
“Bagus!” berseru Temuchin, yang menyaksikan
siasat perang si hitam.
Hebat si putih, dia melawan sebisanya, dia matikan
satu musuhnya, tetapi akhirnya ia jatuh karena lukalukanya.
Sudah begitu, kira-kira sepuluh ekor
musuhnya itu masih menyerbu terus.
Kwee Ceng bertiga, Tuli dan Gochin menjadi kaget
dan cemas, malah Gochin lantas menangis. “Ayah,
lekas panah!” ia teriaki ayahnya.
Temuchin sebaliknya berkata kepada Ogotai dan
Tuli: “Si rajawali hitam menang perang, mereka itu
menggunai siasat, maka ingatlah kamu!”
Dua putra itu mengangguk
Habis membunuh si putih, kawanan si hitam
terbang ke arah sebelah liang di atas jurang, dai liang
itu tertampak munculnya dua kepala anak rajawali
putih yang mencoba membuat perlawanan.
“Ayah, masih kau tidak mau memanah?” tanya
Gochin sambil menangis.
Temuchin tertawa, segera ia siapkan panahnya,
terus ia menarik, lalu anak panahnya nancap di
badannya seekor rajawali hitam itu, yang rubuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terbinasa dengan segera.
Riuh tempik sorak memuji Khan yang besar itu.
“Coba kau memanah!” kata Temuchin seraya
menyerahkan panahnya kepada Ogotai.
Putra itu menurut, ia memanah, ia merubuhkan
seekor rajawali hitam itu.
Tuli pun mencoba, dan ia juga berhasil merubuhkan
seekor. Setelah itu, semua sisa burung rajawali hitam
itu terbang kabur.
Panglima-panglima Teuchin lantas turut memanah,
tetapi burung-burung hitam itu sudah terbang tinggi,
sulit untuk mengenai mereka. Pun burung itu dapat
menyampok anak panah.
“Siapa yang dapat memanah burung itu, ia akan
mendapat hadiah!” Temuchin berseru.
Jebe si Jago Panah berdiri di samping Temuchin, ia
berniat pertontonkan ilmu panahnya Kwee Ceng, ia
turunkan panahnya, ia dekati Kwee Ceng untuk
menyerahkan panahnya itu. “Kau berlutut! Kau panah
lehernya burung itu!” ia menyuruh dengan suara
perlahan.
Kwee Ceng sambuti panah itu, ia tekuk sebelah
kakinya, dengan tangan kiri memegang busur dan
tangan kanan mencekal anak panah berikut talinya, ia
lantas menarik hingga busur itu, atau tangannya
menjadi melengkung. Busur itu beratnya dua ratus kati
tapi ia dapat menariknya, karena setelah sepuluh
tahun berguru kepada Kanglam Liok Koay, tenaganya
menjadi besar sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Justru itu dua ekor burung rajawali hitam terbang
beredeng, datangnya dari arah kiri. Tidak tempo lagi,
Kwee Ceng menarik tangan kanannya, menarik habis
hingga busur itu melengkung sepenuhnya, semabri
menarik, ia mengincar.
“Ser!” demikian anak panah menyambar, dan
seekor rajawali rubuh, sia-sia ia mencoba berkelit.
Tepat ia terpanah batang lehernya. Tapi anak panah
itu tembus, terus menyambar perutnya rajawali yang
kedua, yang jadi rubuh bersama di sampingnya si
tukang panah.
Menampak itu, orang banyak bersorak dengan
pujiannya. Itulah yang dibilang, sekali memanah dua
ekor burung. Dan karena ini, sisa burung yang lainnya
terbang kabur, tidak lagi berputaran di atas jurang.
“Serahkan burung itu kepada ayahku!” Gochin
berbisik di kupingnya Kwee Ceng.
Si anak muda menurut, ia memungut dua bangkai
burung itu, ia lari kepada Temuchin, di depan siapa ia
etkuk sebuah lututnya, kedua tangannya diangkat
tinggi, untuk persembahkan burung itu.
Seumurnya Temuchin paling menyukai panglima
yang gagah perkasa dan orang kosen, sekarang ia
saksikan Kwee Ceng serta sikapnya itu, ia menjadi
girang sekali.
Harus diketahui, untuk di utara ini, burung rajawali
ada besar luar biasa, kalau sepasang sayapnya
direntangkan, lebar panjangnya sampai setombak
lebih, bulu sayapnya pun kuat seumpama besi, kapan
ia menyambar ke bawah, ia dapat cekuk seekor kuda
kecil atau kambing besar, malah adakalanya harimau
atau macan tutul pun mesti lari dari burung ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang bocah ini bisa memanah sekaligus dua ekor,
itulah hebat!
Temuchin suruh pengiringnya ambil burung itu.
“Anak yang baik, kau hebat!” ia kata pada si bocah.
“Inilah guruku yang mengajari,“ sahut Kwee Ceng
yang tidak hendak mensia-siakan Jebe, gurunya itu.
Temuchin tertawa pula. “Gurunya Jebe, muridnya
juga Jebe!” pujinya. Di dalam bahasa Mongol, “Jebe”
itu berarti “ahli panah yang lihay atau dewa panah”
Tuli hendak bantu adik angkatnya itu, ia kata
kepada ayahnya, “Ayah tadi bilang, siapa yang
berhasil memanah, dia bakal dihadiahkan sesuatu,
sekarang saudaraku ini memanah sekaligus dua ekor,
ayah hendak menghadiahkan dia apakah?”
“Apa pun boleh!” sahut ayahnya itu, yang terus
tanya Kwee Ceng, “Kau menghendaki apa?”
Tuli girang sekali. “Benarkah barang apa pun
boleh?” ia tegaskan ayahnya.
“Apakah aku dapat mendustai anak-anak?” ayahnya
itu tertawa.
Semua orang mengawasi Kwee Ceng, sebab heran
mereka atas sikapnya Khan mereka itu. Ingin mereka
mengetahui apa yang si bocah bakal minta.
“Khan yang agung telah perlakukan aku begini baik,
ibuku pun telah punyakan segala apa, karena itu tidak
usahlah aku diberikan apa-apa lagi,” berkata Kwee
Ceng dengan jawabannya.
Temuchin tertawa lebar. “Kau anak yang berbakti,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam segala hal kau lebih dulu ingat ibumu!” katanya.
“Kau sendiri, apakah yang kau kehendaki? Kau
sebutkan saja, jangan takut!”
Kwee Ceng perdengarkan suara perlahan, dengan
kedua kakinya ia berlutut di depan kudanya khan yang
besar itu. Ia berkata: “Aku sendiri tidak menghendaki
apa-apa, aku hendak mewakilkan seseorang mohon
suatu hal…”
“Apakah itu?” tanya Temuchin.
“Tusaga, cucunya Wang Khan itu busuk dan jahat,”
ia berkata. “Kalau Putri Gochin dinikahkan dengannya,
dibelakang hari mestinya tuan putri menderita, maka
itu aku mohon denagn sangat supaya janganlah tuan
putri dijodohkan dengan dia itu” sambungnya
kemudian.
Melengak Temuchin mendengar permintaan itu, lalu
akhirnya ia tertawa terbahak.
“Sungguh ucapan kanak-kanak!” katanya. “Mana
dapat. Baiklah, hendak aku menghadiahkan kau
serupa mustika!” Ia loloskan golok pendek di
pinggangnya, ia sodorkan itu pada si bocah.
Semua panglima menjadi kagum dan memuji,
agaknya mereka sangat ketarik hati. Golok pendek itu
adalah goloknya khan mereka sendiri, golok mustika
yang pernah dipakai membinasakan bnayak musuh.
Coba tidak khan itu telah melepas kata, tidak nanti ia
serahkan goloknya itu.
Kwee Ceng menhanturkan terima kasih, ia sambuti
golok itu, yang sarungnya terbuat dari emas dan
gagang golok berukirkan emas berkepala harimau,
ditabur sepotong batu kumala hitam, dimana ada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terukir pula kata-kata: “Golok pribadi dari Khan
Temuchin”. Di sebelah itu masih ada ukiran dua baris
kata-kata, bunyinya: “Membunuh musuh dan
memusnahkan musuh bagai menyembelih harimau
dan kambing”.
Temuchin berkata, “Musuh-musuhku tak usahlah
aku sendiri yang membunuhnya, kau anak kecil,
kaulah yang mewakilkan aku membunuh mereka!”
Belum lagi Kwee Ceng sahuti si khan itu, mendadak
Gochin menangis, terus ia lompat naik atas kudanya
yang lantsa kasih kabur!
Temuchin keras bagaikan berhati besi akan tetapi
menyaksikan putrinya yang paling ia sayangi itu begitu
bersusah hati, hatinya menjadi lemah, maka juga ie
menghela napas. Terus ia putar kudanya, untuk pulang
ke kemahnya.
Semua panglima dan pangeran mengikuti dari jauhjauh.
Kwee Ceng tunggu sampai orang sudah pergi
semua, ia hunus golok pendek itu dan melihat sinarnya
yang tajam, yangs seperti mendatangkan hawa dingin
adem. Pada golok itu berpeta tanda darah, yang
menyatakan entah berapa banyak korban yang telah
dimakan. habis membuat main itu golok, ia masuki ke
dalam sarungnya. Kemudian ia cabut pedangnya
sendiri, untuk melatih Wat Lie Kiam-hoat. Ia masih
tidak berhasil menyempurnakan jurus “Di cabang
pohon menyerang lutung putih”. Kalau ia tidak
melompat terlalu rendah ia tentu tak keburu
menggerakkan pedangnya. Ia menahan sabar, ai
mencoba pula, ia malah makin gagal, hingga ia
bermandikan keringat. Tengah ia berlatih, ia dengar
suara berkelengannya kuda, lalu ia tampak Gochin lari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendatangi dengan kudanya.
Putri itu tiba untuk terus lompat turun dari kudanya,
buat terus rebahkan diri di atas rumput, sebelah
tangannya dipakai untuk menunjang kepalanya. Ia
tidak ganggu Kwee Ceng, yang lagi berlatih, hanya ia
menontoni. Hanya ketika ia saksikan kawan itu sangat
mengeluarkan tenaga, ia berkata: “Sudah, engko
Ceng, jangan berlatih terus, mari beristirahat!”
“Kau jangan ganggu aku, aku tidak punya waktu
untuk temani kau berbicara,” kata Kwee Ceng.
Gochin berdiam, lalu ia tertawa mengawasi
kawannya itu. Ia menanti sekian lama, lalu ia
mengeluarkan sapu tangannya, yang kedua ujungnya
ia gumpal masing-masing sesudah mana, ia timpuki itu
kepada si anak muda. “Kau sustlah peluhmu!” katanya.
Kwee Ceng bersuara perlahan, agaknya ia terkejut,
tetapi ia antap sapu tangan jatuh di sampingnya, ia
sendiri terus berlatih.
Gochin terus mengawasi, sampai satu kali ia angkat
kepalanya, ia dengar suara berisik dari kedua anak
burung rajawali putih di atas tebing, menyusul mana
segera terdengar suara yang keras tetapi agak hebat
dari si rajawali putih besar yang terbang datnag. Dialah
burung tadi, yang mengejar kawanan burung hitam itu,
yang rupanya baharu kembali. Dia rupanya bermata
tajam, ia sudah lantas ketahui kebinasaan
pasangannya. Ia lantas terbang berputaran, suaranya
sedih.
Kwee Ceng berhenti berlatih, ia mengawasi burung
itu.
“Engko Ceng, lihat bagaimana harus dikasihani
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
burung itu…” berkata Gochin.
“Pasti ia sangat berduka,” sahut si engko Ceng itu.
Lagi sekali burung besar itu perdengarkan suara
nyaring, terus ia terbang ke atas seprti memasuki
mega.
“Mau apa ia terbang ke atas?” tanya tuan putri itu.
Belum berhenti suaranya Gochin, burung itu sudah
terbang turun pula, sangat cepat, tujuannya ke jurang,
atau tahu-tahu ia telah serbu batu gunung yang besar,
maka di detik lain, ia sudah roboh dengan tidak
bernyawa lagi!
Dua-dua Kwee Ceng dan Gochin terkejut sekali.
Mereka menjerit dan sama-sama mencelat. Untuk
sejenak itu, keduanya kadi terdiam.
“Sungguh harus dihormati! Sungguh harus
dihormati!” tiba-tiba mereka dengar satu suara nyaring
di belakang mereka, hingga mereka menjadi heran,
lekas-lekas keduanya berpaling. Mereka melihat satu
tosu atau imam, yang berkumis abu-abu tetapi
mukanya merah dadu, yang tangannya mencekal
hudtim atau kebutan pertapa, yang aneh dandannya,
sebab ia telah mebuat tiga konde kecil di atas
kepalanya, beroman sebagai huruf “pin”, sedang
jubahnya bersih sekali, tidak ada abunya sedikit juga,
tidak biasanya untuk orang yang berada di gurun pasir.
Dan ia pun berbicara dalam bahasa Tionghoa.
Gochin tidak mengerti bahasa itu. Ia pun sudah
lantas menoleh pula, memandang ke atas tebing, dan
segera ia berkata: “Bagaimana dengan kedua anak
burung itu? Bapak dan ibunya telah mati…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sarang di liang di atas tebing itu sukar dipanjat
orang, kedua burung itu masih kecil, belum bisa
terbang, cara bagaimana mereka bisa mencari
makan? Bukankah mereka itu bakal mati
kelaparan….?
Bab 12. Imam Berkonde Tiga
Kwee Ceng menjublak sekian lama, baru ia buka
suara. “Kecuali orang bersayap dan dapat terbang naik
ke atas sana, baru anak-anak burung itu dapat di
tolongi…” katanya. Ia pegang pula pedangnya dan
mulai lagi denagn latihannya. Ia masih saja tidak
berhasil melatih jurus keempat yang bau diajari
gurunya itu.
Tiba-tiba terdengar suara dingin di belakangnya,
“Dengan belajar secara demikian, lagi seratus tahun
juga tidak bakal berhasil!”
Kwee Ceng berhenti bersilat, ia menoleh. Ia awasi
imam berkonde tiga itu. Ia menjadi tidak senang. “Apa
katamu?” ia tanya.
Si imam tersenyum, ia tidak menyahuti, hanya
mendadak ia maju mendekati, lalu Kwee Ceng merasai
bahunya kaku, lalu dengan satu kelebatan, pedangnya
telah pindah tangan kepada si imam itu.
Pernah Kwee Ceng diajari gurunya yang kedua, Cu
Cong, ilmu dengna tangan kosong merampas senjata
musuh, akan tetapi ia belum dapat menyakinkan itu
dengan sempurnya, belum ia menginsyafi gayanya,
maka itu, kagum ia untuk lihaynya ini imam, gerakan
siapa ia sepertinya tidak melihatnya. Mana bisa ia
membela diri atau berkelit? Berbareng dengan itu, ia
berkhawatir untuk Gochin. Maka segera ia melompat
ke depan tuan putri itu, ia hunus golok hadiahnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Temuchin, untuk bersiap melindungi putri ini.
“Liaht biar tegas!” bersuara si imam itu, yang tidak
pedulikan sikpa orang, hanya ia mencelat ke atas,
hingga tahu-tahu ia sudah jalankan jurus yang Kwee
Ceng tak sanggup pelajari itu, sedang turunnya si
imam adalah sangat cepat tetapi tenang. Bocah ini
berdiri melengak, mulutnya terbuka lebar.
Si imam lempar pedangnya ke tanah, ia tertawa.
“Burung rajawali putih itu harus dihormati,
turunannya pun tak boleh tak ditolongi!” ia berkata,
setelah mana, ia lompat untuk lari ke jurang, untuk
mendaki dengan cepat, gerakannya bagai lutung atau
kera. Ia berlari dengan kaki, menjambret dan
merembet dengan tangan, sebentar kemudian, ia
sudah mencapai hingga di atas jurang, di dekat liang
yang merupakan sarang burung rajawali putih itu.
Hati Kwee Ceng dan Gochin berdenyut keras tak
hentinya. Mereka kagum, heran dan berkhawatir untuk
keselamatan si imam. Jurang itu tinggi, tebing dan
semua batunya licin. Hancur-luluhlah kalau orang jatuh
dari atasnya. Di atas tebing itu si imam tampak
menjadi kecil tubuhnya.
“Bagaimana?” tanya Gochin yang memeramkan
matanya.
“Hampir tiba!” sahut Kwee Ceng. “Bagus! Bagus..!“
Gochin kasih turun kedua tangannya, justru ia
melihat si imam lompat ke liang, tubuhnya seperti
terpelanting jatuh, hingga ia menjerit kaget. Akan tetapi
si imam tiba dengan selamat, dan dengan ulur kedua
tangannya, ia mulai menangkap dua anak rajawali itu,
untuk kemudian dimasukkan ke dalam sakunya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena mana, dilain saat, ia sudah mulai turun pula.
Dia Tiba di bawah dengan tak kalah cepatnya sewaktu
ia mendaki.
Kwee Ceng dan Gochin lari menghampirkan
pertapa itu, yang merogoh keluar kedua anak burung
itu, untuk mengangsurkan, seraya ia tanya Gochin,
“Bisakah kamu merawat anak-anak burung ini?”
“Bisa, bisa, bisa!” sahut si putri dengan cepat
seraya menyambuti.
“Hati-hati, jangan sampai tanganmu kena dipatuk!”
memperingati si imam. “Burung ini kecil akan tetapi
patokannya sakit sekali.”
Gochin loloskan benang ikatan rambutnya, dengan
itu ia ikat kakinya kedua burung itu. Ia girang bukan
main. “Aku nanti ambilkan daging untuk memelihara
padanya!”
“Eh, tunggu dulu!” kata si imam. “Kau mesti berjanji
padaku satu hal, baru suka aku serahkan burung ini
padamu!”
“Apakah itu?” si putri tanya.
“Aku ingin kau tidak beritahu siapa juga yang aku
telah mendaki jurang itu dan mengambil anak burung
ini,” kata si imam.
“Baik,” sahut si nona. “Hal itu sebenarnya sulit juga,
tapi biarlah aku tidak menyebutkannya.”
Si imam ini tertawa, ia berkata: “Kalau nanti
sepasang anak burung ini menjadi besar, mereka
bakal menjadi sangat kuat dan galak, maka itu diwaktu
mengasih makannya kau mesti hati-hati.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Aku tahu,” sahut Gochin, yang girangnya bukan
main. Ia kata klepada Kwee Ceng: “Engko Ceng,
burung ini kita punyakan seorang seekor, akan tetapi
sekarang akulah yang bawa dulu, untuk aku
memeliharanya. Akur?”
Kwee Ceng mengangguk. Gochin lantas lompat
naik ke atas kudanya dan kabur pergi.
Kwee Ceng bengong mengawasiu tuan putri itu, lalu
di lain pihak ia kagumi si imam ini yang demikian lihay,
yang pun pandai mainkan jurusnya yang sulit itu. Ia
menjadi seperti kehilangan semangatnya.
Si imam konde tiga itu pungut pedangnya untuk
dikembalikan kepada pemiliknya, habis itu ia memutar
tubuhnya sembari tertawa, untuk berlalu.
“To…totiang, jangan pergi dulu…!” Kwee Ceng
berkata, agaknya ia baru sadar, hingga susah ia
membuka mulutnya.
“Kenapa?” si imam tanya. Ia tertawa pula.
Bocah ini menggaruk-garuk kepalanya, rupanya
sulit ia berbicara. tapi Cuma sejenak, lantas ia jatuhkan
diri berlutut di depan si imam dan manggut-manggut,
entah sampai berapa puluh kali.
“Eh, untuk apa kau pay-kui terhadapku?” si imam
tanya, tertawa.
Mendadak Kwee Ceng mengucurkan air mata. Ia
lihat si imam demikian sabar dan ramah, ia seperti
menghadapi satu sanaknya yang terdekat.
“Totiang, aku ada sangat bebal…” ia kata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kemudian. “Aku belajar rajin dan ulet akan tetapi tetap
aku tidak dapat belajar dengan sempurna hingga
karenanya aku membuat keenam guruku menjadi tidak
senang…”
“Habis, apakah yang kau kehendaki?” tanya si
imam, tetap tertawa.
“Siang dan malam aku berlatih, tetap aku gagal…”
Kwee Ceng kata pula.
“Apakah kau ingin petunjukku?” imam itu tanya lagi.
“Benar!” Dan Kwee Ceng mendekam pula,
mengangguk-angguk lagi.
“Aku lihat kau jujur dan bersungguh hati, begini
saja,” kata si imam. “Lagi tiga hari ada bulan
pertengahan, nanti selagi rembulan terang menderang,
aku nantikan kau di atas puncak. Tapi kau tidak boleh
beritahukan hal ini kepada siapa juga!” Ia menunjuk ke
puncak yang ia sebutkan.
Kwee Ceng menjadi bingung. “Aku…aku…tidak
dapat mendaki…!” katanya.
Si imam sudah lantas berjalan, ia tidak
memperdulikannya lagi, ia jalan terus.
“Kalau begini, sengaja totiang hendak menyulitkan
aku,” pikir Kwee Ceng, “Terang dia tidak ingin
mengajari aku…” Cuma sesaat ia berpikir pula: “Aku
toh bukannya tidak punyakan guru yang pandai? Di
depan mataku toh ada enam guru yang bersungguhsungguh
mengajari aku? Dasar aku yang tolol! Apa
daya sekarang? Meski totiang lihay sekali, mana dapat
aku mewariskan kapandaiannya itu? Percuma aku
belajar dengannya…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bocah ini menjadi tawar hatinya. Tapi matanya
masih mengawasi ke pundak. Lalu ia ingat pula
pelajarannya, maka terus ia berlatih lagi. Ia baru
pulang sesudah matahari turun dari gunung dan ia
rasai perutnya lapar.
Tiga hari telah lewat. Hari itu Han Po Kie ajarkan
muridnya ilmu cambuk Kim-liong-pian. Senjata lemas
itu beda darpada golok atau lainnya senjata tajam,
kalau tenaga latihannya kurang orang tak akan terlukai
kerenanya, sebaliknya, dia sendiri yang bisa
bercelaka. Demikian sudah terjadi, satu kali Kwee
Ceng salah menggeraki tangannya dan cambuknya
mengenai kepalanya sendiri!
Po Kie menjadi mendongkol, ia sentil kupingnya si
murid itu, yang kepalanya telah menjelut!
Kwee Ceng tutup mulut, ia belajar terus.
Melihat orang bersungguh hati, lenyap rasa
dongkolnya Po Kie. Ia membiarkan saja walaupun si
murid lagi-lagi membuat beberapa kesalahan.
Po Kie mengajari lima jurus, setelah pesan si murid
belajar terus dengan sungguh-sungguh, ia
meninggalkan pergi dengan menunggang kudanya.
Benar-benar sukar ilmu cambuk itu, Kwee Ceng
menjadi korban, hingga ia menjadi babak-belur.
Kepalanya dan jidatnya benjut, lengan dan kakinya
matang biru. Saban salah menarik, ujung cambuk
mengenai diri sendiri. Maka itu akhirnya, dengan
merasa sakit dan letih, ia rebahkan diri di rumput dan
kepulasan. Ia mendusin sesudah rembulan muncul. Ia
merasakan sakit pada tubuhnya, tapi ia memandang
ke atas bukit. Ia ingat janjinya si imam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia bisa mendaki, mustahil aku tidak!” akhirnya ia
kata dengan penasaran. Dan ia lari ke kaki jurang,
untuk mulai mendaki. Ia jambret setiap oyot rotan, ia
naik seperti merayap. Ia bisa naik setinggi enam atau
tujuh belas tombak, lalu ia berdiam. Jalan naik lebih
jauh batu melulu, seperti tembok yang licin.
“Mesti dapat!” ia keraskan hatinya. Dan ia mencoba.
Ia cari lubang atau sela batu, untuk dipegang, untuk ia
menindak. Satu kali ia terpeleset, hampir cekalannya
terlepas, hampir ia terjatuh! Kapan ia memandang ke
bawah, ia merasa ngeri bukan main. Sekarang, naik
tak dapat, turun pun sukar!
Kwee Ceng menghela napas bahna sukarnya. Tibatiba
ia ingat perkataan gurunya yang keempat: “Di
kolong langit ini tidak ada urusan yang sukar, asal hati
orang kuat!”. Maka ia kertak gigi. ia sekarang dapat
akal, ialah ia pakai golok pendeknya, untuk mencokel
batu, guna menancap itu untuk dipakai sabagai alat
pegangan, buat dijadikan tempat injakan. ia merayap
tetapi ia dapat maju setindak dengan setindak, sangat
ayal. Ia telah mesti menggunai tenaga terlalu besar,
baru manjat dua tombak, kepalanya sudah pusing,
kakinya tangannya lemas. Maka ia diam mendekam, ia
bernapas denagn perlahan-lahan.
Setahu berapa banyak liang lagi harus dibikin untuk
dapat naik ke atas. Kwee Ceng tidak
memperdulikannya. Setelah cukup beristirahat, ia
mulai pula mencongkel batu. Baru ia mulai, atau
mendadak ia dengar suara orang tertawa diatasnya. Ia
heran, ia pun tidak berani dongak, untuk melihatnya.
Untuk heranya, tiba-tiba ada sehelai dadung meroyot
turun, ujungnya berdiam tepat di depannya!
“Ikat pinggangmu, nanti aku tarik kau naik!” begitu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
suara terdengar. Ia kenali suaranya si imam konde
tiga. Tiba-tiba ia menjadi girang sekali, hingga
semangatnya terbangun pula. Tanpa banyak pikir, ia
simpan goloknya, sambil sebelah tangan terus pegangi
liang batu, dengan tangan kanannya ia libat
pinggangnya, mengikat keras.
“Apakah kau telah selesai mengikat?” tanya si imam
dari atas.
“Sudah!” sahut si bocah.
“Sudah atau belum?” tanya lagi suara di atas.
Rupanya ia tidak dengar jawabannya si bocah. Tibatiba
ia tertawa, lalu menambahkan: “Ah, aku lupa!
Suaramu tidak cukup keras, tak sampai ke atas sini.
Kalau kau sudah mengikat rapi, kau tariklah dadung
ini, tarik tiga kali!”
Kwee Ceng menurut, ia membetot tiga kali. Habis
itu mendadakan ikatan pada pinggangnya menjadi
keras, segera tubuhnya terangkat, hingga terlepaslah
pegangannya pada batu dan injakan kakinya juga. Ia
terkejut juga, tetapi sebab tahu ia lagi diangkat naik, ia
tidak terlalu berkhawatir. Hanya untuk herannya, baru
ia terangkat naik, tiba-tiba ia sudah sampai di atas,
berdiri tepat di depannya si imam!
Bukan main ia girang dan bersyukur, tak tempo lagi
ia tekuk lututnya, untuk pay-kui, guna menghanturkan
terima kasihnya, akan tetapi si imam cekal tangannya,
untuk ditarik, sambil tertawa, imam itu berkata:
“Kemarin kau telah pay-kui padaku seratus kali, sudah
cukup, sudah cukup! Bagus, anak bagus, kau ada
punya semangat!”
Puncak gunung itu boleh dibilang datar, di situ ada
sebuah batu besar yang rata, yang penuh dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
salju.
“Duduklah di sana!” kata si imam.
“Biar teecu nerdiri saja menemani suhu,” Kwee
Ceng bilang.
“Kau bukannya orang kaumku, aku bukannya
gurumu,” kata si imam. “Kau juga bukan muridku. Kau
duduklah!”
Dengan hati bingung, Kwee Ceng berduduk.
“Keenam gurumu itu semua orang-orang Rimba
Persilatan kenamaan,” kata si imam, “Walaupun kita
tidak kenal satu sama lain akan tetapi kita saling
menghormati. Untuk kau, asal kau dapat pelajarakn
kepandaian satu saja dari enam gurumu itu, kau sudah
bisa tonjolkan diri di muka umum. Kau bukannya tidak
rajin belajar, kenaapa selama sepuluh tahun ini
kemajuanmu tidak banyak? Tahukah kau sebabnya?”
“Itulah karena dasarku yang bebal, biar suhu semua
bersungguh-sungguh mengajarainya, aku tidak bisa
peroleh kemajuan,” Kwee Ceng menjawab.
“Itulah tidak benar seluruhnya!” jawab si imam
dengan tertawa. “Inilah dia yang dibilang, yang
mengajar tak jelas caranya dan yang belajar tak
menginsyafi jalannya…”
“Kalau begitu, aku mohon su…su…eh totiang, sudi
mengajarinya,” Kwee Ceng memohon.
“Bicaranya tentang umumnya ilmu silat, sebenarnya
sudah jarang orang Rimba Persilatan yang sepandai
kau,” menerangkan si imam pula, “Kau baru belajar
silat, lantas kau dijatuhkan si imam muda, ini pun satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pukulan untukmu, kau lantas merasa pelajaranmu tak
ada faedahnya. Hahaha, kau ternyata keliru!”
Kwee Ceng heran. Kenapa imam ini ketahui urusan
kekelahannya itu?
“Imam itu memang daripada kau, ia sebenarnya
telah menggunai akal,” berkata si imam, “Coba kamu
bertempur secara biasa, belum tentu ia dapat
menangkan kau. Disamping itu kepandaian keenam
gurumu tak ada dibawahan aku, dari itu tidak dapat
aku ajarkan kau ilmu silat!”
Kwee Ceng heran berbareng putus asa.
“Ketujuh gurumu telah bertaruh sama orang,”
kembali si imam berkata, “Kalau aku ajarkan kau ilmu
silat dan kemudian gurumu memdapat tahu, mereka
pasti menjadi tidak senang. Mereka adalah orangorang
terhormat, dalam hal pertaruhan, mana mereka
mau berlaku curang?”
“Pertaruhan apakah itu totiang?” tanya Kwee Ceng.
“Rupanya gurumu belum memberi keterangan
padamu, karena itu, sekarang baiklah kau tidak usah
menanyakan. Nanti dua tahun lagi, mereka akan
memberitahukannya padamu. Sekarang begini saja.
Kesungguhan hatimu rupanya membuatnya kita
berjodoh. Akan aku ajarkan kau ilmu mengendalikan
napas, duduk, jalan dan tidur…”
Kwee Ceng heran bukan main. “Ilmu bernapas,
duduk, jalan dan tidur..?” pikirnya. “Begitu aku terlahir,
aku hampir bisa semua itu sendirinya. Perlu apa kau
mengajarinya pula…?” Ia tapinya tutup mulut.
“Kau singkirkan salju di atas batu itu,” kata si imam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kau tidur di situ,” lantjutnya kemudian.
Kwee Ceng menjadi semakin heran, tetapi ia
menurut, denagn kedua tangannya, ia singkirkan salju
itu, habis itu ia terus rebahkan dirinya di atasnya.
Si imam mengawasi. “Untuk tidur caramu ini, buat
apa akukah mengajarinya?” katanya. “Aku ada punya
empat perkataan, kau ingat baik-baik. Inilah dia: Sue
teng cek ceng bong, Tee hie cek kie oen, Sim soe cek
cin hoat, Yang seng cek im siauw.”
Kwee Ceng menurut, ia ingat itu dan
mengulanginya sampai beberapa kali. Ia ingati terus,
tetapi ia tak tahu apa artinya yang sebenarnya. Ia
melainkan tahu itu berarti: “Pikiran tenang, perasaan
terlupa, tubuh kosong, hawa berjalan, hati mati,
semangat hidup, yang bangun, im hapus.
Imam itu berkata pula, menerangkan: “Sebelumnya
tidur, orang mesti kosongkan otaknya, jangan pikir
suatu apa juga, barulah naik pembaringan dan rebah
miring, napas kasih jalan perlahan-lahan, semangat
jangan goncang, jangan ngawur. Nah, begini, kau
mesti bernapas.”
Lantas si imam mengajari caranya napas disedot
masuk dan keluar sambil bersemadhi. “Sekarang
duduklah dan mulai!” katanya pula.
Kwee Ceng menurutm ia mencoba. Mulanya,
pikirannya goncang, ada saja yang ia ingat, tetapi ia
lawan itu, ia coba lupai segala apa. Lama-lama ia
menjadi tenang juga. Hanya, selang satu jam, ia rasai
kaki dan tangannya kaku dan kesmutan.
Si imam bersila di depan orang, buka matanya.
“Sekarang kau rebahlah,” katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng menurut pula. Ia rebah hingga ia tidur
kepulasan tanpa merasa, tempo akhirnya ia sadar,
fajar sudah menyingsing.
“Sekarang kau pulang, sebentar malam datang
pula.” kata si imam, da ia kerek turun tubuh bocah itu.
Kwee Ceng menurut, maka seterusnya setiap
malam ia datang pada si imam, yang kerek ia naik,
untuk ia belajar napas, duduk, tidur dan jalan. Lekas ia
merasakan suatu keanehan. Si imam tidak ajari ia ilmu
lainnya, toh kapan di waktu siang ia berlatih silat, ia
rasai tubuhnya jadi ringan sekali dan gesit. Selang
setengah tahun, ia lantas dapat lakukan apa-apa yang
tadinya ia tidak sanggup lakukan.
Kanglam Liok Koay lihat itu kemajuan, mereka
girang sekali. Mereka menyangka kemajuan muridnya
ini berkat kerajinan dan keuletannya.
Lain keanehan yang nyata, Kwee Ceng rasai ia
dapat mendaki jurang lebih tinggi dan lebih gampang,
baru di bagian yang licin, si imam kerek padanya.
Satu tahun telah berlalu dengan cepat, maka lagi
beberapa bulan akan tibalah saat pibu. Kanglam Liok
Koay merasa gembira. Mereka percaya muridnya
bakal menang. Mereka juga girang akan lekas kembali
ke Kanglam. Maka itu, setiap hari mereka omongkan
hal pibu dan bakal pulang itu.
Pada suatu pagi, Hie Jin kata pada muridnya: “Anak
Ceng, selama ini kau belajar mainkan senjata saja,
mungkin kau kurang leluasa dengan tangan
kosongmu, dari itu mari kau coba-coba.”
Kwee Ceng mengangguk. Ia lantas turut pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tempat berlatih. Hie in sedang hendak mulai berlatih
sama muridnya itu tempo kelihatan debu mengepul
jauh di sebelah depan dan terdengar berisik suara
kuda dan orang. Itulah segerombolan kuda, yang lari
larat, dan si penggembala, orang-orang Mongol, repot
mengendalikan. Baru semua kuda dapat dibikin tenang
dan berkumpul, mendadak dari arah barat datang
seekor kuda kecil merah marong, kuda itu menyerbu
ke rombongan kuda banyak itu, menggigit dan
menyentil, hingga kuda ini menjadi kacau pula. Setelah
itu, kuda itu lari pula ke utara dan lenyap. Tapi dia tidak
pergi lama, kembali terlihat ia mendatangi, kembali ia
mengacau rombongan kuda tadi.
Kawanan penggembala itu menjadi dongkol, tapi
mereka tidak bisa suatu apa. Mereka hendak tangkap
kuda merah itu, tetapi tak dapat karena kuda itu lari
kabur, lalu berdiri diam di tempat jauh seraya
perdengarkan meringkiknya berulang-ulang, rupanya
ia puas sudah mengacau itu….
Liok Koay dan Kwee Ceng heran. Mereka pun
kagumi kuda merah itu. Malah Han Po Kie segera
hampirkan rombongan penggembala itu, akan tanya
kuda itu kepunyaan siapa. Ia penggemar kuda,
kudanya sendiri jempolan, tetapi masih kalah jauh
dengan kuda merah itu.
“Setahu darimana keluarganya kuda kecil ini,” sahut
seorang penggembala. “Baharu beberapa hari yang
lalu kami lihat dia, kami mencoba menangkap padanya
tetapi gagal, dia menjadi penasaran terhadap kami, lau
terus-terusan ia mengacau. Dia ada sangat cerdik dan
gesit.”
“Itulah bukannya kuda,” kata satu penggembala.
“Habis apakah itu?” tanya Po Kie.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Inalah kuda turunan naga dari langit, dia tidak
dapat diganggu!” jawab penggembala itu kemudian.
Seorang penggembala lain tertawa. “Siapa bilang
naga bisa menjdai kuda?” katanya. “Ngaco belo!”
“Kau tahu apa, anak kecil? Sudah puluhan tahun
aku menggembvala kuda, tidak pernah aku lihat kuda
semacam ini!” Ia belum tutup mulutnya, kapan kuda
merah itu sudah datang menyerbu pula.
Han Po Kie segera bertindak. ia memang seorang
ahli kuda, tahu ia sifat atau kebiasaannya hewan itu.
Orang Mongol sendiri kagum padanya. Begitulah ia lari
ke tempat dimana kuda itu bakal mundur. Tepat
dugaannya. Kuda itu lari ke arahnya. Ia kate, ia seperti
berada di bawahnya perut hewan itu. tapi ia tak kasih
dirinya dilompati, sebaliknya ialah yang melompat ke
bebokong kuda itu. Ia kate tapi ia dapat melompat
tinggi. Segera ia berada di atas punggung kuda. Ia
sudah pandai, ia percaya bakal berhasil, siapa tahu,
belum ia sempat mendudukinya, kuda itu sudah lewati
dia, hingga ia jatuh ke tanah, cuma tak sampai
terguling, ia jatuh sambil berdiri. Ia menjadi dongkol.
lantas ia lari mengejar.
Hebat larinya kuda itu, dia tak tercandak, hanya
disaat ia lari lewat, tiba-tiba dari smaping ada satu
orang yang lompat menyambar kepadanya,
memegang surinya. Dia kaget, dia lompat dan lari,
karena mana, dia kena bawa orang yang
menyambarnya itu, sebab orang itu tidak mau melepas
cekalannya.
Semua penggembala menjadi terkejut, mereka
berteriak. kanglam Liok Koay pun terkejut, karena
itulah Kwee Ceng yang menyambar kuda itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Disamping itu mereka heran kapannya bocah ini
pelajarkan sifatnya hewan, dan kapannya ia
mempelajari keng-sin-sut, ilmu enteng tubuh.
“Selama satu tahun ini, pesat majunya anak Ceng,”
kata Siauw Eng. “Mungkinkah ia dipayungi ayahnya
almarhum? Mungkinkah ngo-ko…?
Nona ini tidak tahu, kepandaian Kwee Ceng itu
adalah hasilnya ajaran si imam konde tiga, karena
ketekunan Kwee Ceng sendiri yang bebal tapi rajin dan
ulet. Setiap malam ia naik turun jurang, tanpa ia
merasa, ia tengah menyakinkan ilmu ringan tubuh
yang sangat lihay, yaitu “Kim-gan-kang” atau ilmu
“Burung Welilis Emas.” Dia cuma tahu si imam konde
tiga itu sangat baik hati suka memberi pengajaran
kepadanya hingga ia dapat bersemadhi…
Selagi Liok Koay bicarakan hal murid ini, tahu-tahu
si murid sudah kembali bersama kuda merah itu, yang
terus angkat kedua kaki depannya, untuk berdiri,
kemudian ia meyentil dengan kedua kaki belakangnya.
Kwee Ceng tidak rubuh karenanya, ia memegangi
dengan keras, kedua kakinya menjepit. Po Kie pun
segera ajar dia bagaimana harus membikin jinak kuda.
Masih saja kuda itu berjingkrakan, dai seperti ingin
menjungkirkan penunggangnya.
Si penggembala, yang percaya kuda itu adalah
turunan naga, sudah lantas berlutut dan memuji
supaya janganlah Tuhanbergusar karena kudanya itu
dipermainkan…
Siauw Eng pun lantas berteriak, “Anak Ceng, lekas
turun. Kasih sam-suhu gantikan kau!”
“Jangan!” teriak Po Kie, yang mencegah. “Kalau
digantikan, dia bakal gagal!” Ia tahu, kalau seorang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dapat menakluki kuda binal, kuda itu bakal tunduk
untuk selama-lamanya kepada penakluk itu.
Kuda itu masih berjingkrakan, rupanya ingin dia
membikin penunggangnya jungkir balik, tetapi Kwee
Ceng terus memegangi erat-erat, malah kemudian,
bocah ini memeluk ke leher, tenaganya dikerahkan,
makin lama makin keras pelukan itu. Diakhirnya, kuda
itu sukar bernapas, lalu ia berhenti meronta-ronta, dia
berdiri diam!
“Bagus! Bagus!” seru Po Kie. “Dia berhasil”
Kwee Ceng khawatir kuda itu bakal lari atau kabur,
ia tidak mau lantas turun.
“Cukup sudah!” Po Kie bilang pada muridnya. “Kau
turun! Dia sudah tunduk kepadamu, walaupun kau usir,
dia tidak nanti lari!”
Mendengar itu barulah Kwee Ceng lompat turun.
Kuda itu benar tidak lari, sebaliknya, dia jilati belakang
telapakan tangan si bocah, dia jadi jinak sekali.
Menampak itu, dari kaget dan heran, orang menjadi
tertawa!
Satu penggembala dekati kuda itu, ia dipersen
jentilan hingga ia terjungkal!
Kwee Ceng lantas tuntun kuda itu ke sisi instal,
untuk gosoki keringatnya, untuk membersihkan
badannya.
Liok Koay tidak suruh muridnya itu berlatih lebih
jauh, dengan masing-masing mereka merasa heran,
mereka masuk ke kemah mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tengah hari, habis bersantap, Kwee Ceng pergi ke
kemah gurunya.
“Anak Ceng, ingin aku lihat seberapa jauh kau
punya ilmu Kay-san-ciang,” berkata Coan Kim Hoat
pada muridnya itu.
“Disini?” sang murid tegaskan.
“Ya. Di mana saja orang bisa menghadapi musuh,
maka orang mesti siap akan bertempur di kamar yang
kecil.” Kata-kata itu disusul sama ancaman tangan kiri
dan tinjuan kepalan kanan.
Kwee Ceng mennagkis dan berkelit, malah terus
sampai tiga kali, setelah diserang untuk keempat
kalinya, ia membalas. Kim Hoat menyerang dengan
hebat, malah ia terus gunai jurusnya “Masuk ke dalam
guna harimau”. Ia mengarah ke dada. Ini bukan jurus
latihan, tapi serangan benar-benar yang berbahaya.
Kwee Ceng mundur, hingga bebokongnya nempel
sama tenda. Ia kaget seklai. Tentu saja, hendak ia
membela diri. Ia putar tangan kirinya, guna
menyingkirkan dua tangan gurunya itu. Akan tetapi
hebat serangan si guru, Cuma tempo ia menggenai
dada muridnya, ia rasai dada muridnya itu lembek
seperti kapuk, lalu tangannya kena dihalau!
Untuk sejenak Kwee Ceng tercengang, tapi segera
ia berlutut di depan gurunya itu.” Teecu salah, silakan
liok-suhu menghukum,” ia menyerah. Ia takut sekali,
tak tahu ia bersalah apa maka gurunya serang ia
secara demikian telengas.
Tin Ok semua berbangkit, semua mereka menunjuk
roman bengis.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Secara diam-diam kau turut orang lain belajar silat,
kenapa kau tidak beritahu itu pada kita?!” tehur Cu
Cong. “Coba tidak liok-suhu mencoba padamu, kau
tentu tetap hendak menyembunyikannya, bukan?!”
“Cuma guru Jebe mengajarakan teecu main panah
dan tombak,” Kwee Ceng menjawab. Ia omong dengan
sebenarnya. Si imam konde tiga tidak ajarkan ia ilmu
silat, cuma ilmu semadhi, sedang ilmu enteng tubuh, ia
diajarkan diluar tahunya.
“Masih kau berdusta?!” Cu Cong bentak pula.
Kwee Ceng menangis, air matanya mengucur
keluar. “Suhu semua memperlakukan teecu sebagai
anak, mana berabi teecu berdusta?” sahutnya.
“Habis darimana kau dapat kepandaianmu tenaga
dalam?!” Cu Cong masih bertanya. “Apakah kau
hendak andalakn gurumu yang lihay itu maka kau jadi
tidak pandang lagi kami berenam?! Hm!”
“Tenaga dalam?” Kwee Ceng melengak. “Sedikit
pun teecu tidak mengerti itu.”
“Fui!” seru Cu Cong sambil ia ulurkan tangannya ke
jalan darah hian-kee-hiat di bawahan tulang iga. Siapa
terkena itu, ia mesti pingsan.
Kwee Ceng tidak berkelit atau menangkis, ketika
totokannya Cu Cong mengenai, dagingnya bergerak
sendirinya, membikin totokan itu kena
dikemsampingkan. Si bocah Cuma merasakan sakit, ia
tak kurang suatu apa.
Cu Cong tidak menggunai tenaganya sepenuhnya,
tapi ia terkejut dan heran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Nah, apakah ini bukannya tenaga dalam!” serunya.
Kwee Ceng terkejut. “Adakah ini hasil latihannya
totiang?” ia tanya pada dirinya sendiri. Lalu ia
mengasih keterangan: “Selama dua tahun ini, ada
orang yang setiap malam mengajari teecu bagaimana
harus menyedot napas, duduk bersila dan tidur, teecu
anggap ajaran itu menarik hati, teecu ikuti ia belajar
terus. Sama sekali ia tidak ajarakan ilmu silat pada
teecu. Cuma ia pesan supaya teecu jangan
memberitahukan hal itu pada siapa pun. Teecu anggap
hal ini bukan perbuatan busuk, teecu juga tidak
mensia-siakan pelajaranku, dari itu teecu tidak
memberitahukan kepada suhu semua.” Ia lantas
mengangguk-angguk dan menambahkan: “Teecu tahu
teecu bersalah, lain kali teecu tidak berani pergi
bermain pula…”
Enam guru itu saling pandang. Terang murid ini
tidak berdusta.
“Apakah kau tidak tahu, pelajaranmu itu bukan
tenaga dalam?” tanya Siauw Eng yang menegaskan.
Tenaga dalam itu adalah Iweekang (laykang).
“Benar-benar teecu tidak tahu kalau itu adalah
pelajaran tenaga dalam,” Kwee Ceng menyahuti. “Dia
suruh teecu duduk, untuk menarik dan mengeluarkan
napas dengan perlahan-lahan, selama itu, tidak boleh
teecu pikirkan apa juga. Mulanya sulit, tetapi kemudian
teecu merasakan hawa panas keluar masuk, dan ini
menarik hati…”
Liok Koay heran berbareng girang di dalam hati.
Tidak mereka sangka, muridnya ini telah dapatkan
Iweekang sedemikian rupa.
Kwee Ceng jujur, hatinya bersih, dari itu, ia dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyakinkan Iweekang lebih cepat dari siapa juga.
“Siapa yang ajarkan kau ilmu itu?” Cu Cong tanya.
“Di mana dia mengajarkannya?”
“Dia tidak mau beritahu she dan nama atau
gelarannya pada teecu, dia juga larang teecu
memanggil suhu padanya,” Kwee Ceng jawab. “Malah
dia suruh teecu bersumpah untuk tidak menjelaskan
roman tubuh dan wajahnya.”
Liok Koay semakin heran, mereka menjadi curiga.
Mulanya mereka menyangka Kwee Ceng cuma
bertemu orang pandai, tapi kalau begini, mesti ada
sebab lainnya lagi. Sebab apakah itu?
“Nah, pergilah kau!” kata Cu Cong kemudian.
“Selanjutnya teecu tidak berani pergi bermain-main
pula dengan dia itu,” kata Kwee Ceng.
“Tidak apa-apa, kau boleh pergi memain seperti
biasa,” kata Cu Cong. “Kami tidak persalahkan
padamu, asal kau tidak beritahukan dia bahwa kami
telah ketahui urusan ini.”
“Baik, suhu,” kata Kwee Ceng, yang terus undurkan
diri. Ia girang gurunya tidak marah. Setibanya di
kemah, di sana Gochin sudah menantikan dia, di
sampingnya ada dua ekor rajawali putih. Kedua burung
itu telah membesar denagn cepat, berdiri di tanah,
keduanya melebihkan tingginya tuan putri itu.
“Lekas, telah setengah harian aku menunggui kau!”
kata putri itu.
Seekor rajawali angkat kakinya dan pentang
sayapnya, terus ia terbang mencablok di pundaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng.
Dengan berpegangan tangan, dua kawan ini lari ke
tegalan, untuk bermain dengan burung mereka.
Di dalam kemah, Liok Koay berbicara. “Dia ajarkan
ilmu kepada anak Ceng, dia tentu tidak bermaksud
buruk,” Siauw Eng mengutarakan pikirannya.
“Hanya kenapa dia tidak menghendaki kita
mendapat tahu?” tanya Kim Hoat. “Kenapa pada anak
Ceng juga ia tidak menjelaskan hal Iweekang itu?”
“Mungkin dia adalah kenalan kita,” Cu Cong bilang.
“Kenalan?” ulangi Siauw Eng, “Kalau dia bukan
sahabat, tentulah ia itu musuh…”
Kim Hoat berpikir. “Di antara kenalan kita, rasanya
tak ada yang berkepandaian seperti dia….” katanya.
“Kalau dia musuh, nah untuk apakah ia mengajari
anak Ceng?” Siauw Eng tanya pula.
“Siapa tahu kalau dia tidak tengah mengatur daya
upaya busuk?” kata Tin Ok dingin.
Semua saudara itu terkejut.
“Kalau begitu, baiklah sebentar malam aku dan lioktee
pergi ikuti anak Ceng untuk lihat orang itu,” kata Cu
Cong kemudian.
Tin Ok berlima mengangguk.
Malam itu Cu Cong dan Kim Hoat menanti di luar
kemah ibunya Kwee Ceng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Ibu, aku hendak pergi!” begitu terdengar suaranya
sang murid, lalu ia lari keluar, cepat larinya. Kedua
guru itu segera menguntit dari kejauhan. Syukur di
tanah datar itu tak ada sesuatu rintangan, maka itu,
mereka dapat terus memasang mata. Mereka sendiri
tidak khawatir nanti terlihat si murid, yang larinya benar
pesat sekali. Sampai di lembah, masih si murid lari
terus.
Ketika itu, dengan ilmunya maju pesat, Kwee Ceng
dapat mendaki jurang tanpa bantuan lagi. tentu saja,
Cu Cong dan Kim Hoat heran bukan main. Mereka
menantikan, sampai Tin Ok berempat datang
menyusul. Mereka ini berbekal senjata, khawatir nanti
ketemu musuh lihay. Cu Cong ceritakan halnya Kwee
Ceng naik ke atas jurang.
Siauw Eng dongak, ia lihat mega hitam, ia gegetun.
“Mari kita sembunyi disini, tunggu sampai mereka
turun,” Tin Ok mengatur.
Mereka lantas ambil tempatnya masing-masing.
Siauw Eng berpikir keras. Suasana malam ini
mengingati ia malam itu tempo mereka mengepung
Hek Hong Siang Sat dengan kesudahannya Thio A
Seng menutup mata untuk selamanya. Ia menjadi
sangat berduka.
Sang waktu lewat detik demi detik, di atas jurang
tidak terdengar gerak apa juga. Tanpa terasa, sang
fajar telah menyingsing, sang matahari sudah keluar,
puncak jurang tetap sunyi senyp, malah Kwee Ceng
tak tampak turun. Tak tampak juga orang yang dikatan
gurunya itu.
Lagi satu jam mereka menanti dengan sia-sia,
akhirnya Cu Cong mengusulkan naik ke atas guna
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melihat.
“Bisakah kita naik?” Kim Hoat tanya.
“Belum tentu, kita coba saja,” sahut kakak yang
kedua itu.
Cu Cong terus lari pulang ke kemah untuk ambil
dadung, dua buah kampak serta beberapa puluh
potong paku besar. Tempo mereka mulai menanjak,
mereka gunai paku itu, mereka saling menarik. Setelah
bermandikan keringat, keduanya tiba juga di atas.
Segera juga mereka berserua karena kagetnya.
Di samping batu besar ada teratur sembilan buah
tengkorak putih, di bawah lima, di tengah tiga di atas
satu, tepat dengan pengaturannya Hek Hong Siang
Sat dahulu hari. Semua tengkorak itu pun ada
lubangnya, bekas totokan jari tangan, seperti terkorak
pisau tajam. Di pinggiran lubang itu ada tanda hitam,
yang mana dikhawatirkan ada sisa racun.
Keduanya kebat-kebit hatinya. Yang aneh, di situ
tak ada orang, entah kemana perginya Kwee Ceng
serta orang yang dikatakan gurunya itu. Maka lekaslekas
mereka turun pula, hati mereka tegang dan
cemas.
Po Kie semua heran, mereka lantas tanya ada apa
dan kenapa dengan kedua saudara itu.
“Bwee Tiauw Hong!” sahut Cu Cong, masih tegang
hatinya.
Empat saudara itu terperanjat.
“Anak Ceng?” tanya Siauw Eng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Entahlah,” sahut Kim Hoat, “Mungkin mereka turun
dari sebelah…” Ia lalu menjelaskan apa yang mereka
lihat di atas sana.
“Belasan tahun cape lelah kita, siapa tahu, kita
memelihara harimau untuk meninggalkan bahaya
untuk di kemudian hari,” kata Tin Ok masgul.
“Anak Ceng jujur dan polos, dia bukannya satu
manusia yang tak berbudi,” kata Siauw Eng, sangsi.
“Habis kenapa ia ikuti si siluman itu selama dua
tahun dan ia menutup mulut terus?” tanya Tin Ok.
“Apakah toako mau artikan si perempuan siluman
buta itu hendak pinjam tangan anak ceng untuk celakai
kita?” tanya Po Kie.
“Mestinya begitu,” sahut Cu Cong, yang akur sama
kakaknya.
“Taruh kata anak Ceng mengandung maksud tidak
baik, tidak nanti dia dapat berpura-rupa sedemikian
rupa,” Siauw Eng tetap bersangsi.
“Mungkin siluman perempuan itu anggap waktunya
belum tiba dan dia belum menjelaskan sesuatu kenapa
anak ceng…” Kim Hoat pun mengutarakan dugaannya.
“Tubuhnya anak Ceng sudah cukup enteng,
Iweekangnya sudah punya dasar, tetapi ilmu silatnya
masih kalah jauh denagn kita, kenapa si perempuan
siluman itu tidak ajarkan dia ilmu silat?” tanya Po Kie.
ia pun heran.
“Perempuan siluman itu hendak pakai tangannya si
Ceng, mana dia begitu baik hati hendak menurunkan
kepandaiannya?” kata Tin Ok. “Bukankah suaminya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terbinasa di tangannya si Ceng?”
Semua orang berdiam, mereka menggigil
snedirinya. Hebat ancaman bahaya yang mereka
khawatirkan itu.
Tin Ok menghajar tanah dengan tongkatnya.
“Sekarang mari kita pulang!” ia mengajak. “Kita
berpura-pura tidak tahu, kita tunggu si Ceng datang
pada kita, lalu tiba-tiba kita hajar dia hingga bercacat.
Biar pun ia lihay, mustahil kita berenam kalah
padanya…”
Siauw Eng kaget, “Anak Ceng hendak dibikin
bercacat?!” serunya. “Habis bagaimana dengan janji
pibu?”
“Lebih penting nyawa kita atau pibu itu?” tanya Tin
Ok.
Si nona berdiam begitupun yang lainnya.
“Tidak bisa!” seru Hie Jin kemudian.
“Tidak bisa apa?” tanya Po Kie.
“Dia tak dapat dibikin bercacat!” jawab Hie Jin.
“Tidak dapat?” Po Kie tegaskan pula.
Hie Jin mengangguk.
“Aku setuju sama sie-ko,” bilang Siauw Eng. “Lebih
dulu kita mesti mencari kepastian, baru kita pikir pula.”
“Tapi urusan ada sangat penting. “ Cu Cong
peringati, “Kalau kita salah tindak karena kita merasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kasihan terhadapnya, tak dapat diduga bagaimana
hebatnya bencana yang bakalan terjadi. Bagaimana
kalau tindakan kita bocor?”
“Memang inilah berbahaya,” kata Kim Hoat.
“Samtee, bagaimana kau?” tanya Tin Ok.
Po Kie bersangsi, akan tetapi kapan ia saksikan air
mata adiknya, ia lantas tetapkan hatinya. “Aku di pihak
sietee,” jawabnya.
Dari enam bersaudara itu, tiga setuju Kwee Ceng
dibikin cacad dan tiga tidak, maka akhirnya, Cu Cong
menghela napas. “Coba ngotee ada di sini, kita pasti
akan memperoleh putusan, salah satu pihak tentulah
lebih satu suara.”
Mendengar disebut-sebutnya A Seng, berhneti
mengucur air mata Siauw Eng. Ia kata: “Sakit hati
ngoko mana dapat tidak dibalaskan! Toako, kami
dengar titahmu!”
“Baiklah!” kata toako itu. “Mari kita pulang dulu!”
Di dalam kemah mereka, mereka masih tetap raguragu,
hati mereka tidak tenang. Maka Tin Ok bilang:
“Kalau benar, ia datang, jietee sama lioktee, kamu
halangi mereka, nanti aku yang turun tangan!”
Demikian mereka bersiap sedia.
Tin Ok bersama Cu Cong dan Coan Kim hoat bukan
bangsa sembrono akan tetapi menyaksikan keanehan
Kwee Ceng dan di atas jurang kedapatan itu sembilan
tengkorak dari Bwee Tiauw Hong, kaut kepercayaan
mereka bahwa Bwee Tiauw Hong adalah orang yang
mengajari Iweekang kepada murid mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nyatanya, tidaklah demikian duduknya hal.
Kapan tadi malam Kwee Ceng tiba di atas jurang, si
imam sudah menantikan dia, hanya si imam ini segera
menunjuk seraya berkata: “Kau lihat, apakah itu?”
Di bawah sinar rembulan guram, Kwee Ceng lihat
sembialn tengkorak. Tentu saja ia menjadi kaget.
“Adakah ini diatur oleh Hek Hong Saing Sat?” ia tanya.
“Eh, kau pun kenal Hek Hong Siang Sat?” si imam
tanya, heran.
Kwee Ceng mengangguk. Ia tuturkan hal
pertempuran gurunya semua dengan Hek Hong Siang
Sat itu dengan kesudahan gurunya yang kelima
terbinasa. ia pun kasih tahu bagaimana dengan cara
kebetulan ia dapat menikam mati pada Tan Hian Hong.
Si imam itu tertawa. “Kiranya si Mayat Perunggu
yang lihay itu terbinasa di tanganmu!” katanya.
“Tetapi totiang, adakah si Mayat Besi itu datang?
Apakah totiang dapat lihat padanya?” tanya Kwee
Ceng.
“Aku belum lama sampai disini,” sahut si imam.
“Tempo aku sampai, tumpukan ini sudah ada. Tadinya
aku menyangka ini permainan gila dari muridnya Oey
Yok Su dari Tho Hoa To. Tanghay. Kalau begitu,
tentulah si Mayat Besi datang untuk mencari gurugurumu
itu.”
“Dia telah buta kedua matanya kena dihajar
toasuhu, kami tidak takut,” kata Kwee ceng.
Si imam jumput satu tengkorak, ia periksa itu, lalu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggeleng-geleng kepala. “Orang ini hebat ilmu
silatnya,” katanya kemudian. “Aku khawatir gurumu itu
bukan tandingannya. Umpama kata aku pun
membantu pihakmu, masih belum tentu kita menang.”
Si imam bicara dengan sungguh-sungguh, Kwee
Ceng kaget dan heran.
“Pada belasan tahun dulu dia masih belum buta, dia
masih tidak dapat lawan tujuh guruku,” ia bilang. “Dan
sekarang kita ada berdelapan….”
“Sebelum kau datang, aku pun telah
memikirkannya,” berkata si imam. “Tidak dapat aku
menduga sampai dimana lihaynya jeriji-jeriji tangannya
itu, maka sekarang kita harus mengerti, setelah toh dia
datang untuk mencari, dia mestinya ada punya
andalannya”.
“Sebenarnya mau apa dia menyusun tengkoraktengkorak
di sini?” Kwee Ceng tanya. “Apakah bukan
sengaja dia hendak membikin kita mendapat tahu dan
bersiap sedia?”
“Aku pikir tidak demikian. Tengkorak ini ada
hubungannya sama Kiu Im Pek-ku iauw, maka itu aku
percaya, dia rupanya menyangka orang tak bakal
datang ke tempat ini, siapa tahu, kita justru biasa
datang kemari hingga kita mempergokinya.”
Hati Kwee ceng menjadi tidak tenang. “Kalau begitu
baiklah aku nlekas pulang untuk memberitahukan
guru-guruku,” katanya.
“Baiklah,” sahut si imam. “Sekalian kau bilangi
bahwa ada satu sahabatnya memesan dengan
perantaraan kau bahwa lebih baik mereka menyingkir
dari dia itu, untuk mereka memikirkan daya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perlawanannya. Tak dapat dia dilawan keras.”
Kwee ceng terima pesan itu, lantas ia hendak
berlalu, atau tiba-tiba si imam sambar pinggangnya,
untuk dipondong, buat segera diajak berlompat ke
belakang batu besar, untuk keduanya berjongkok.
kaget ini bocah, hendak ia menanyakan sebabnya,
atau mulutnya didului dibekap, buat diajak mendekam.
“Jangan bersuara,” berbisik si imam itu yang terus
mengintai.
Dalam herannya, Kwee Ceng berdiam dan turut
mengintai juga.
Orang tidak usah menanti terlalu lama akan lantas
terlihat berkelebatnya satu bayangan, disusul sama
munculnya satu tubuh, yang dibawah sinar rembulan
tampak nyata. Itulah Tiat-sie Bwee Tiauw Hong si
Mayat Besi denagn rambutnya yang panjang dan riapriapan.
Setahu bagaimana dia naiknya, sedang
disebelah belakang jurang itu ada terlebih terjal
tebingnya daripada bagian depan.
Kwee Ceng terkejut ketika Bwee Tiauw Hong
memutar tubuh, matanya memandang ke tempat
sembunyi mereka. Tapi si Mayat Besi tidak lihat siapa
juga, dari itu dia terus dududk bersila di atas batu di
mana biasa si anak muda bersemadhi. Di situ ia lantas
menyakinkan ilmu dalamnya. Menampak ini insyaflah
Kwee Ceng akan pentingnya ilmu yang si imam ajari
padanya, karenanya ia jadi sangat bersyukur kepada si
imam konde tiga ini yang tidak dikenal.
Bab 13. Tipu Lawan Tipu
Berselang sesaat, tubuhnya Bwee Tiauw Hong
kasih dengar suara meretek, mulanya perlahan, lalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi nyaring seperti meletusnya suara kacang
goreng yang digoreng terlalu matang. Cuma suara
yang terdengar, tubuhnya sendiri tidak bergerak, Kwee
Ceng heran walaupun ia tidak mengerti latihan orang
yang luar biasa itu.
Tak lama, dari keras dan nyaring, suara mereteknya
Tiauw Hong menjadi kendor, lalu berhenti. Habis itu,
dia bangkit berdiri, tangan kirinya menarik sesuatu dari
pinggangnya. Kwee Ceng hanya lihat berkelebatnya
sinar putih perak dari suatu benda seperti ular panjang.
Ia terkejut pula. Sekarang ia melihat nyata itulah joan
pian, cambuk lemas putih yang mengkilap. Kim-liongpian
dari Han Po Kie panjang Cuma enam kaki,
cambuk ini berlipat sepuluh kali. Mungkin enam
tombak. Cambuk ini terus dicekal di tengahnya kedua
tangan, sambil tertawa, Tiauw Hong lantas bersilat.
Hebat bergeraknya cambuk lemas itu, cepatnya luar
biasa. Yang hebat adalah tempo cambuk dipegang
ujungnya dengan sebelah tangan kanan, ujungnya
yang lain menghajar batu besar!
Habis itu Kwee Ceng dibikin kaget sama ujung
cambuk yang emnyambar ke arahnya. Ia lihat tegas,
ujung itu ada punya belasan gaetan yang tajam. Ia
tidak takut, untuk bela diri, ia cabut pisaunya yang
tajam, untuk dipakai menangkis. Belum lagi kedua
senjatanya beradu, ia rasakan lengannya sakit sekali,
lengan itu orang kasih paksa turun sedang
bebokongnya ditekan supaya ia mendekam pula. Ia
bergerak tanpa ia merasa.
Sekejap saja, ujung cambuk lewat di atasan
kepalanya!
Anak tanggung ini mengeluarkan peluh dingin.
“Kalau totiang tidak tolong aku, habis hancur
kepalaku…” pikirnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah matanya buta, Bwee Tiauw Hong sengaja
menyakinkan cambuk lemas. Kupingnya menjadi
terang sekali, sedikit saja suara berkelisik, ia dapat
dengar. Dalam jarak enam tombak, sukar orang lolos
dari cambuknya yang panjang itu, yang ia telah latih
dengan sempurna..
Dengan ketakutan, Kwee Ceng mendekam,
napasnya ia tahan.
Habis berlatih, Tiauw Hong simpan cambuknya itu.
Sekarang ia keluarkan suatu apa dari sakunya, ia
letaki itu ditanah, lalu tangannya meraba-raba. Ia
berdiam, seperti lagi memikirkan sesuatu. Ketika ia
berbangkit, ia bikin gerakan seperti berlatih silat. Ia
kembali meraba barangnya itu , lagi ia berpikir.
Beberapa kali ia berbuat begitu, baru ia simpan pula
barangnya itu. Diakhirnya ia ankat kaki, berlalu dari
belakang jurang darimana ia datang tadi.
Kwee Ceng menghela napas lega. Ia berbangkit.
“Mari kita ikuti dia, entah ia bakal kasih pertunjukkan
apalagi,” berkata si imam, yang pun lantas bangun.
Malah ia sambar pinggang bocah itu, untzk bawa ia
turun dari belakang jurang itu. Kwee Ceng dapat
kenyataan, dibagian belakang ini, orang pun bisa naik
dengan melapati di oyot rotan. Cara ini telah digunai
oleh si Mayat Besi.
Setibanya mereka di bawah, terlihat Tiauw Hong
berada jauh di arah utara. Si imam kempit Kwee Ceng,
ia lari menyeusul. Dan Kwee Ceng merasakan dirinya
seperti dibawa terbang. Lama mereka berlari-lari, di
waktu langit mulai terang, Tiauw Hong tiba di satu
tempat di mana ada banyak kemah, di sana ia
menghilang. Si imam mengcoba mengikuti terus, untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini, mereka mesti menyingkir dari serdadu-serdadu
penjaga.
Di tengah-tengah ada sebuah kemah terbesar,
tendanya berwarna kuning. Di belakang ini si imam
mendekam, lalu ia dan Kwee Ceng menyingkap tenda,
untuk melihat ke dalam.
Justru itu terlihat satu orang, dengan goloknya
membacok satu orang lain, yang rubuh dengan segera
dan terbinasa, rubuhnya ke dekat tenda di mana dua
orang itu tengah mengintai.
Kwee Ceng kenali, si terbunuh itu adalah
pengiringnya Temuchin, ia menjadi heran. Ia singkap
lebih tinggi tenda, untuk melihat tegas si pembunuh,
yang ekbetulan menoleh, maka ia lantas kenali
sebagai Sangum, putranya Wang Khan. Dia itu sudah
lantas susuti goloknya pada sepatu.
“Sekarang kau tidak akan sangsi pula, bukan?”
berkata Sangum itu.
Di situ ada satu orang lain, ia ini kata,” Saudara
angkatku Temuchin pintar dan gagah, belum tentu kau
akan berhasil.”
Sangum tertawa dingin, dia kata: “Jikalau kau
menyayangi kakak angkatmu, nah, pergilah kau
melaporkannya!”
Orang itu menyahuti: “Kau adalah adik angkatku,
ayahmu juga perlakukan aku baik sekali, sudah tentu
aku tidak bakal sia-siakan padamu!”
Kwee Ceng kenali orang itu adalah saudara angkat
sehidup semati dari Temuchin, yaitu Jamukha, ia
menjadi heran sekali. Pikirnya: “Mustahilkah mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bersekutu untuk mencelakai Khan yang agung?
Bagaimana ini bisa terjadi?”
Lalu terdengar seorang lain: “Setelah kita berhasil,
maka semua ternak, orang perempuan dan hartanya
Temuchin terjatuh kepada Sangum, semua
sebawahannya untuk Jamukha, dan dari pihak kami
negara Kim yang besar, Jamukha bakal diangkat
menjadi Tin Pak Ciauw-touw-su.”
Pangkat itu adalah pangkat tertinggi untuk wilayah
utara dengan tugas memanggil menakluk dan
menghukum pemberontak.
Kwee Ceng tidak melihat tegas muka orang itu,
karena orang itu berdiri membelakangi dia, maka ia
menggeser, ketika ia melihat dari samping, ia seperti
mengenalinya. Orang ada memakai jubah bulu ynag
mahal, dandannya mewah. Ia tak usah mengingatingat
lama, akan kata dalam hatinya: “Ah, ialah
pangeran keenam dari negara Kim!”
Jamukha tertarik dengan janji itu, ia berkata: “Asal
saja ayah angkatku Wang Khan memberikan titahnya,
aku tentu menurut.”
Sangum menjadi girang sekali, ia bilang: “Berapa
susahnya untuk ayahku memberi titahnya? Sebentar
akan aku minta titahnya itu, tidak nanti ia tidak
memberikannya!”
Wanyen Lieh, si putra Raja Kim yang keenam itu,
berkata: “Negeriku yang besar bakal lantas berangkat
ke Selatan untuk menumpas kerajaan Song, itu waktu
kamu berdua masing-masing boleh memimpin
duapuluh ribu serdadu untuk membantu, setelah
usahanya berhasil, kamu bakal dapat hadiah lainnya
lagi!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sangum girang sekali, ia berkata: “Kabarnya negara
di Selatan itu adalah negara yang indah permai, di
seluruh tanahnya penuh denagn emas dan orangorang
perempuannya ada bagaikan bunga-bunga, jika
Tuan Pangeran mengajak kita bersaudara pergi ke
sana, sungguh bagus sekali!”
Wanyen Lieh tersenyum. “Sekarang tolong kedua
tuan bilangi aku, cara bagaimana kamu hendak
menghadapi Temuchin?” dia tanya.
Selagi Kwee Ceng memasang kuping, ia rasai si
imam menarik ujung bajunya, kapan ia menoleh, ia
dapatkan imam itu menunjuk ke belakang. Ia lantas
berbalik. Maka ia lihat Bwee Tiauw Hong sedang
membekuk satu orang, rupanya ditanyakan sesuatu.
“Biar apa dia lakukan, buat sesaat ini guru-guruku
tidak bakal menghadapi bahaya,” Kwee Ceng berpikir.
“Biar aku dengari persekutuannya mereka ini yang
hendak mencelakai Khan yang agung.” Maka itu ia
mendekam terus seraya memasang kupingnya.
Terdengar Sangum berkata: “Temuchin itu telah
jodohkan putrinya kepada putraku, baru saja ia kirim
utusan untuk membicarakan hari pernikahan.” Dia
menunjuk orangnya Temuchin yang telah ia binasakan
itu. Dan melanjuti kemudian: “Aku sudah lantas kirim
orang untuk memberi balasan, aku minta ia besok
datang sendiri untuk berembuk bersama ayahku. Aku
percaya ia bakal datang dan tentunya tanpa membawa
banyak pengiring, maka itu baiklah kita sembunyikan
orang disepanjang jalan. Temuchin boleh mepunyai
tiga kepala dan enam tangan, tidak nanti ia lolos dari
jaring perangkapku ini! Ha-ha-haha!”
Kwee Ceng kaget dengan berang gusar. Ia tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangka ada orang sedemikian jahat, yang hendak
membinasakan saudara angkatnya sendiri. ia masih
hendak mendengari lebih jauh etika ia rasakan si imam
sambar ia untuk ditekan, menyusul mana Tiauw Hong
berkelebat lewat, di tangannya ada orang yang
dikempitnya. Sekejap saja, si Mayat Besi sudah lewat
jauh.
Si imam tarik tangan si bocah, akan pergi
meninggalkan kemah beberapa puluh tindak, lalu ia
berbisik: “Tiauw Hong lagi cari orang untuk
menanyakan tempat kediaman gurumu. Mari lekas,
kalau terlambat bisa gagal!”
Kwee Ceng terpaksa menurut, maka bersama-sama
mereka lari pesat, menuju kemahnya Kanglam Liok
Koay. Ketika itu hari telah siang. Di sini si imam
berkata: “Sebenarnya tidak hendak aku perlihatkan
diriku, akan tetapi urusan ada begini penting, bahaya
tengah mengancam, tidak dapat aku berkukuh lebih
lama lagi. Pergilah kau masuk ke dalam, bilang pada
gurumu bahwaTan-yang-cu Ma Goik mohon bertemu
sama Kanglam Liok Koay.”
Dua tahun Kwee Ceng ikuti imam ini, baru sekarang
ia ketahui nama orang. Cuma ia tetap belum tahu,
siapa imam ini yang semestinya lihay. Ia mengangguk,
tanpa ayal, ia lari ke dalam kemah. “Suhu!” ia berseru
begitu ia menyingkap tenda. Baharu saja ia memanggil
itu, mendadak ia merasakan dua tangannya sakit,
tangannya itu kena orang sambar, disusul mana sakit
di kakinya yang kena ditendang, maka terus ia rubuh,
akan setelah itu, sebatang tongkat melayang ke
kepalanya! Bukan main kagetnya ia, apapula kapan ia
kenali, penyerangnya itu adalah Kwa Tin Ok, gurunya
yang nomor satu. Ia lantas meramkan mata, untuk
menantikan kebinasaannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Segera itu menyusul terdengar suara senjata
bentrok, habis mana satu orang lompat kepada anak
tanggung itu.
Kwee Ceng segera kenali gurunya yang ketujuh,
ialah Han Siauw Eng, siapa terus berseru: “Toako,
tahan!”. Pedang guru itu telah terpental.
Tin Ok menghela napas, ia tancap tongkapnya.
“Citmoay, hatimu lemah sekali!” katanya perlahan.
Sekarang Kwee Ceng melihat, orang yang
menyambar tangannya adalah Cu Cong dan Coan Kim
Hoat. Ia menjadi sangat bingung.
“Mana dia gurumu yang mengajarkan kau ilmu
dalam?!” tanya Tin Ok kemudian dengan dingin.
“Dia ada di luar, dia mohon bertemu sama suhu
semua,” sahut Kwee Ceng.
Bukan main kagetnya Tin Ok berenam! Bagaimana
mungkin Bwee Tiauw Hong datang diwaktu siang hari
bolong? Maka bersama-sama mereka lompat keluar
tenda. Tapi di bawah terangnya sinar matahari, di sana
mereka tampak seorang imam tua, Bwee Tiauw Hong
sendiri tidak ada bayangannya sekalipun.
“Mana itu siluman perempuan” Cu Cong bentak
muridnya.
“Teecu telah lihat dia tadi, mungkin sebentar dia
bakal datang kemari,” sahut itu murid.
Kanglam Liok Koay berdiam, lalu mereka
mengawasi Ma Giok, mereka berenam menjadi raguragu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Imam itu bertindak mau, ia menjura. “Sudah lama
pinto mengagumi tuan-tuan, sekarang kita dapat
bertemu, sungguh pinto merasa sangat beruntung,” dia
berkata.
Cu Cong lepaskan tangan Kwee Ceng, yang ia
masih pegangi. Ia membalas hormat. Ia pun lantas
berkata: “Tidak berani memohon tanya gelaran
totiang.”
Sekarang Kwee Ceng ingat, belum lagi ia
menolongi si imam menyampaikan berita, ia lantas
berkata: “Inilah Tan-yang-cu Ma Goik Ma Totiang.”
Liok Koay heran, mereka terperanjat. Mereka tahu
Ma Giok itu adalah murid kepala dari Ong Tiong Yang,
yang menjadi kauwcu atau kepala agama dari Coan
Cin Kauw. Setelah wafatnya Ong Tiong Yang, dengan
sendirinya dia menjadi pengganti kepala agama itu.
Tiang Cun Cu Khu Cie Kee adalah adik seperguruan
dari Ma Giok ini. Dia biasanya berdiam di dalam
kelentengnya, jarang sekali ia membuat perjalanan,
dari itu, dalam hal nama ia kalah terkenal dengan Khu
Cie Kee, sedang tentang ilmu silatnya, tidak ada orang
yang mengetahuinya.
“Kiranya ciang-kauw dari Coan Cin Kauw!” berkata
Tin Ok. “Maafkan kami! Entah ada pengajaran apa dari
ciang-kauw maka telah datang ke gurun Utara ini?
Adakah kiranya berhubungan sama janji suteemu
mengenai pibu di Kee-hin nanti?”
“Suteeku itu adalah seorang pertapa, tetapi ia masih
gemar seklai dalam urusan pertaruhan,” berkata Ma
Giok, “Mengenai tabiatnya itu, yang bertentangan
dengan agama kami, sudah beberapa kali pinto
menegurnya. Mengenai pertaruhan itu sendiri, pinto
tidak ingin memcampurinya. Kedatanganku ini adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk lain urusana. Pertama-tama pinto ingin bicara
tentang anak ini. Pinto bertemu dengannya pada dua
tahun yang lalu, pinto lihat dia polos dan jujur, denagn
lancang pinto ajari dia cara untuk membantu panjang
umurnya. Tentang itu pinto belum dapat perkenanan
tuan-tuan, maka sekarang pinto mohon tuan-tuan tidak
berkecil hati.”
Liok Koay heran tetapi tidak dapat mereka tidak
mempercayainya. Coan Kim Hoat lantas saja lepaskan
cekalannya kepada muridnya itu.
Siauw Eng menjadi girang sekali. “Adakah totiang
ini yang ajarkan kamu ilmu?” ia tanya muridnya.
“Kenapa kau tidak hendak memberitahukannya dari
siang-siang, hingga kami menjadi keliru menyangka
terhadapmu?” Ia mengusap-usap rambut muridnya itu,
nampaknya ia sangat menyayanginya.
“Totiang larang aku bicara,” Kwee Ceng jawab
gurunya ini.
“Pinto biasa berkelana, tidak suka pinto orang
ketahui tentang diriku,” Ma Giok berkata. “Itulah
sebabnya walaupun pinto berada dekat dengan tuantuan
tetapi pinto tidak membuat kunjungan. Tentang ini
pinto pun memohon maaf.” Ia lantas menjura pula.
Kanglam Liok Koay membalas hormat. Mereka lihat
orang alim sekali, beda daripada saudara-saudaranya,
kesan mereka lantas berubah.
Disaat enam saudara ini hendak tanyakan hal Bwee
Tiauw Hong, justru itu terdengar suara tindakannya
banyak kuda, lalu tertampak beberapa penunggang
kuda tengah mendatangi ke arah kemahnya Temuchin.
Kwee Ceng menjadi sangat bingung. tahulah ia, itu
adalah orang-orangnya Sangum, yang hendak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memancing Temuchin.
“Toasuhu, hendak aku pergi sebentar, sebentar aku
akan kembali!” kata ini anak muda dalam bingung dan
khawatirnya.
“Jangan, jangan pergi!” mencegah Tin Ok. “Kau
berdiam bersama kami.” Tin Ok mencegah karena ia
menyesal atas perbuatannya yang semberono tadi. ia
menjadi sangat menyayangi muridnya ini, karena
mana, ia jadi berkhawatir untuk ancaman bahaya dari
pihaknya Bwee Tiauw Hong. Bagaimana kalau si
Mayat Besi datang dengan tiba-tiba?
Kwee Ceng jadi semakin bingung. Ia masih bicara
sama guru itu tapi si guru sudah lantas bicara sama
Ma Giok tentang pertempuran mereka melawan Hek
Hong Siang Sat. Terpaksa ia berdiam, hatinya
berdenyutan.
Segera setelah itu, terdengar pula congklangnya
kuda, kapan Kwee Ceng menoleh, ia tampak
datangnya Gochin. Putri itu menghentikan kudanya
sejarak belasan tindak, lantas ia mengapai berulangulang.
Kwee Ceng takut pada gurunya, ia tidak berani
pergi menghampirkan, ia hanya menggapai, minta si
tuan putri datang lebih dekat.
Gochin menghampiri. kelihatan kedua matanya
merah dan bendul, ruapanya ia baru habis menangis.
Setelah datang dekat, ia berkata dengan suara seperti
mendumal: “Ayahku….ayahku ingin aku menikah sama
Tusaga…” Lalu air matanya turun pula.
Kwee Ceng tidak sahuti putri itu, ia hanya kata:
“Lekas kau pergi kepada Khan yang agung, bilang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sangum bersama Jamukha lagi mengatur tipu daya
untuk membinasakan kepada Khan!”
Gochin terkejut. “Benarkah itu?” tanyanya.
“Tentu saja benar!” sahut Kwee Ceng. “Aku dengar
sendiri persekutuan mereka itu! Lekas kau pergi
kepada ayahmu!”
Gochin menjadi tegang hatinya tetapi ia tertawa.
“Baik!” katanya. Ia putar kudanya, untuk segera dikasih
lari.
Kwee Ceng heran. “Ayahnya hendak dibikin celaka
orang, kenapa dia girang?” ia tanya dirinya sendiri.
Lalu ia ingat suatu apa. “Ah! dengan begini bukankah
ia jadi tidak bakal menikah sama Tusaga?” Maka ia
pun bergirang. Ia memang sayangi Gochin sebagai
adik kandungnya!
Itu wkatu terdengar suaranya Ma Giok. “Pinto bukan
hendak menangi lain orang dengan merendahkan diri
sendiri, dengan sebenarnya Bwee Tiauw Hong itu
telah jadi sangat lihay. Dia sekarang telah dapat
mewariskan kepandaiannya Tocu Oey Yok Su dari Tho
Hoa To, Tanghay. ilmunya Kiu Im Pek-kut Jiauw sudah
terlatih sempurnya, sedang cambuknya ada luar biasa.
Kalau kita bekerjasama berdelapan, kita tidak bakal
kalah, tetapi untuk singkirkan dia, jangan harap malah
mungkin bakal rugi sendiri…”
“Habis apa sakit hatinya ngoko dan toako mesti
dibiarkan tak terbalas?” kata Siauw Eng yang selalu
ingat Thio A Seng.
“Sejak dahulu kala ada dibilang, permusuhan harus
dilenyapkan, tetapi jangan diperhebat,” Ma Giok bilang.
“Tuan-tuan telah binasakan suaminya, bukankah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berarti sakit hati itu telah terbalas? Dia sebatang kara,
dia pun buta matanya, dia harus dikasihani.”
Liok Koay berdiam. “Dia melatih diri secara
demikian hebat, setiap tahun ia telah bunuh berapa
banyak orang yang tidak bersalah dosa,” kata Po Kie
kemudian, “Maka itu totiang, dapatkah kau
membiarkannya saja?”
“Laginya sekarang ini dia yang mencari kami, bukan
kami yang emncari dia,” CU Cong berkata pula.
“Taruh sekarang kita menyingkir dari dia,” Coan Kim
Hoat menyambungi, “Kalau benar dia hendak
menuntut balas, untuk selanjutnya tak dapat kita tidak
berjaga-jaga. Inilah sulit!”
“Untuk itu pinto telah dapat pikir suatu jalan untuk
menghindarkannya,” berkata Ma Giok. “Jalan ini ada
sempurna, asal tuan-.tuan suka berlaku murah dan
suka mengasihani dia untul membuka satu jalan baru
untuknya.”
Cu Cong semua berdiam, mereka awasi kakak
mereka, untuk dengar putusan si kakak.
“Kami Kanglam Cit Koay biasa sembrono, kami
Cuma gemar berkelahi,” kata Tin Ok emudian. “Kalau
totiang sudi menunjuki suatu jalan terang, kami pasti
akan bersyukur. Silahkan totiang bicara.”
Tin Ok mengerti, imam ini bukan melulu
memintakan ampun untuk Bwee Tiauw Hong, hanya
orang lagi melindungi juga mereka sendiri. Selama
sepuluh tahun ini, entah bagaimana kemajuannya si
Mayat Besi. Suara kakaknya ini membikin heran
saudara-saudaranya yang lain.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kwa tayhiap berhati mulia, Thian tentu akan
memberkahi,” kata Ma Giok seraya mengangguk.
“Satu hal hendak pinto memberitahukannya. Turut
pikiranku, selama sepuluh tahun ini, mungkin sekali
Bwee Tiauw Hong telah dapat pengajaran baru dari
Oey Yok Su….
Cu Cong semua terkejut. “Hek Hong Siang Sat
adalah murid-murid murtad dari Oey Yok Yu, cara
bagaimana dia dapat ajarakan pula ilmu?” ia tanya.
“Itulah memang benar,” berkata Ma Giok, “Hanya
setelah mendengar Kwa tayhiap berusan perihal
pertempuran pada belasan tahun yang sudah lalu itu,
pinto dapat menyatakan kepandaiannya Bwee Tiauw
Hong telah maju pesat seklai, tanpa dapat penunjuk
dari guru yang lihay, dengan belajar sendiri, tidak nanti
ia dapat peroleh itu. Umpama kata sekarang kita dapat
singkirkan Bwee Tiauw Hong, kemudian Oey Yok Su
mendapat tahu, bagaimana nanti…?”
Tin Ok semua berdiam. Mereka pernah mendengar
perihal kepandaian Oey Yok Su itu, mereka masih
kurang percaya sepenuhnya. Mereka mau menyangka
orang bicara secara dilebih-lebihkan. tapi aneh kenapa
Ma Giok ini nampaknya jeri kepada pemilik pulau Tho
Hoa To itu?
“Totiang benar,” Cu Cong berkata kemudian.
“Silakan totiang beri petunjuk kepada kami.”
“Pinto harap tuan-tuan tidak menertawainya,” Ma
Giok minta.
“Harap totiang tidak terlalu merendah,” kata Cu
Cong. “Ada siapakah yang tidak menghormati Cit Cu?”
Dengan “Cit Cu” dimaksudkan tujuh persaudaraan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiang Cun Cu.
“Bersyukur kepada guru kami, memang Cit Cu ini
ada juga nama kosongnya di dalam dunia kangouw,”
kata Ma Giok. “Pinto percaya, terhadap kami dari Coan
Cin Kauw, mungkin Bwee Tiauw Hong tidak berani
lancang turun tangan. Karena ini juga, pinto hendak
menggunai suatu akal untuk membikin ia kabur…”
Lantas imam itu tuturkan tipunya.
Sebenarnya Tin Ok tidak sudi mengalah, tetapi
untuk membari muka kepada Ma Giok, terpaksa
mereka menurut. Maka itu, habis bersantap, mereka
sama-sama mandaki jurang. Ma Giok dan Kwee Ceng
yang jalan di muka, Tin Ok berenam jalan di belakang
Kwee Ceng, murid mereka itu. Mereka dapat lihat cara
naiknya ma Giok. Mereka percaya, imam ini tidak ada
di sebawahannya Khu Cie Kee, Cuma tabiatnya itu
dua saudara seperguruan saja yang berbeda.
Setibanya Ma Giok dan Kwee Ceng di atas, mereka
lantas kasih turun dadung mereka, guna bnatu
menggerek naik kepada Kanglam Liok Koay.
Sesempai di atas, enam saudara itu segera dapat
lihat tumpukan tengokraknya Bwee Tiauw Hong.
Sekarang ini baharu mereka percaya habis imam itu.
Lantas semua orang duduk bersamedhi, sambil
beristirahat, mereka menantikan sang sore. Dengan
lewatnya sang waktu, cuaca mulai menjadi guram, lalu
perlahan-lahan menjadi gelap. Masih mereka
menantikan, hingga tibanya tengah malam.
“Eh, mengapa dia masih belum datang?” tanya Po
Kie, mulai habis sabarnya.
“St! Dia datang…!” kata Tin Ok.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Semua orang berdiam, hati mereka berdenyut.
Kesunyian telah memerintah di atas jurang itu.
Sebenarnya Tiauw Hong masih jauh tetapi kuping
lihay dari Tin Ok sudah mendengarnya.
Sungguh gesit si Mayat Besi ini. Dia muncul dalam
rupa seperti segumpal asap hitam. Dia terlihat nyata di
bawah sinar rembulan. Setibanya di kaki jurang, ia
lantas mulai mendaki. Ia seperti tidak menggunai
kakinya, Cuma kedua tangannya. Dia seperti naik di
tangga saja.
Cu Cong semua yang mengawasi, mejadi kagum.
Kapan Cu Cong berpaling pada Coan kim Hoat dan
Han Siauw Eng, dia tampak wajah orang tegang. Ia
percaya, wajahnya sendiri tentu begitu juga.
Segera juga Tiauw Hong tiba di atas. Di
bebokongnya ia menggendol satu orang, yang lemas,
entah mayat atau orang hidup.
Kwee Ceng terkejut kapan ia sudah lihat pakaian
orang itu, yang adalah dari kulit burung tiauw yang
putih. Itulah Gochin Baki, putrinya Temuchin, kawan
kesayangannya. Tak dapat dicegah lagi, mulutnya
bergerak, suaranya terdengar. tapi disaat itu juga, Cu
Cong bekap mulutnya, seraya guru yang kedua ini
berkata terus: “Kalau Bwee Tiauw Hong, si wanita
siluman itu terjatuh ke dalam tanganku, - aku Khu Cie
Kee – pasti aku tidak akan mau sudah saja!”
Tiauw Hong dengar seruan kaget dan suaranya
Kwee Ceng itu, ia heran, sekarang ia dengar suara
orang bicara dan menyebut-nyebut Khu Cie Kee dan
namanya juga, ia menjadi terlebih kaget. Ia lantas saja
bersembunyi di samping batu untuk memasang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telinga.
Ma Giok semua telah dapat lihat tingkah laku si
Mayat Besi ini, di dalam hati mereka tertawa. Cuma
Kwee Ceng yang hatinya goncang, karena ia pikirkan
keselamatannya Gochin.
“Bwee Tiauw Hong atur tulang-tulangnya di sini,
sebentar dia bakal datang,” berkata Han Po Kie. “Kita
baik tunggui saja padanya.”
Tiauw Hong sembunyi tanpa berani berkutik. Ia
tidak tahu ada berapa orang lihay yang bersembunyi di
situ.
“Dia memang banyak kejahatannya,” ia dengar
suaranya Han Siauw Eng, “Tapi karena Coan Cit Kauw
mengutamakan wales asih, baiklah ia diberi jalan
baru….”
Cu Cong tertawa. “Ceng Ceng San-jin sangat
murah hati, pantas suhu pernah bilang kau gampang
untuk mencapai kesempurnaan!” katanya. Siauw Eng
bicara sebagai juga ia adalah Ceng Ceng San-jin.
Kauwcu Ong Tiong Yang ada punya tujuh murid
yang mendapat nama baik, tentang mereka itu, tidak
seorang juga kaum kangouw yang tidak
mengetahuinya. Murid kepala, si toa-suheng, ialah
Tan-yang-cu Ma Giok. Yang kedua adalah Tiang-cincu
Tam Cie Toan, yang ketiga Tiang-sen-cu Lauw Cie
Hian. Yang keempat ialah Tang Cun Cu Khu Cie Kee,
yang kelima Giok-yang-cu Ong Cie It. Yang keenam
Kong-leng-cu Cek Tay Thong. Dan yang terakhir
adalah Ceng Ceng San-jin Sun Put Jie, istrinya Ma
Giok pada sebelum Ma Giok sucikan diri.
“Tam Suko, bagaimana pikiranmu?” tanya Siauw
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng. Ia tanya Hie Jin, yang disini menyamar sebagai
Tam Cie Toan.
“Dia berdosa tak terampunkan!” sahut Hie Jin
sebagai Cie Toan.
“Tam Suko,” berkata Cu Cong, “Selama ini telah
maju pesat sekali kau punya ilmu Cie-pit-kang, kalau
sebentar si siluman perempuan datang, silahkan kau
yang turun tangan, supaya kami yang menjadi
saudara-saudaramu dapat membuka mata kami. Kau
akur?”
Hie in sengaja menyahut: “Lebih baik minta Ong
Sutee yang gunai kaki besinya untuk dupak dia, untuk
antarkan dia pergi ke sorga di Barat…”
Dalam Coan Cin Cit Cu, Khu Cie Kee yang
namanya paling tersohor, yang kedua adalah Ong Cie
It, yang mendapat julukan Thie Kak Sian si Dewa Kaki
Besi, karena lihaynya tendangannya dan pernah ia
bertaruh mendaki jurang yang tinggi hingga ia dapat
menakluki beberapa puluh orang gagah di Utara.
Sembilan tahun ia mengeram di dalam gua, untuk
menyakinkan kekuatan kakinya itu. Cie Kee sendiri puji
padanya.
Demikian mereka ini berbicara, seperti sandiwara.
Cuma Tin Ok yang bungkam, karena ia khawatir
suaranya dikenali Bwee Tiauw Hong. Pembicaraan itu
membikin gentar hatinya si Mayat Besi, hingga ia
berpikir: “Coan Cin Cit Cu telah berkumpul semua,
kepandaian mereka juga maju pesat, kalau aku terlihat
mereka, mana bisa aku hidup lebih lama?”
Cu Cong berkata pula: “Malam ini gelap sekali
sampai lima jeriji tangan sukar terlihat, kalau sebentar
kita turun tangan, baik semua berlaku hati-hati. Kita
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mesti mencegah si siluman perempuan itu dapat
meloloskan diri!”
Girang Tiauw Hong mendengar itu. “Syukur langit
gelap,” katanya dalam hati. “Kalau tidak, dengan mata
mereka yang lihay, mereka tentulah telah dapat lihat
aku. Berterima kasih kepada Langit dan Bumi yang
sang rembulan tidak muncul!”
Kwee ceng sendiri mengawasi Gochin, perlahanlahan
si nona membuka matanya. Ia menjadi lega
hatinya. itu tandanya si nona tidak dalam bahaya jiwa.
ia lantas menggoyangi tangan, untuk mencegah si
nona itu berbicara. Si nona tapinya tidak mengerti.
“Engko Ceng lekas tolongi aku!” ia berteriak.
Kwee Ceng menjadi sangat bingung. “Jangan
bicara!” katanya. Tapi dia toh bicara dengan suara
keras!
Kagetnya Tiauw Hong tidak kalah dengan kagetnya
si anak muda. Segera ia totok urat gagu si tuan putri
itu. Ia lalu menjadi heran dan curiga.
“Cie Peng, apakah kau yang barusan berbicara?”
tanya Coan Kim kepada muridnya, yang disamarkan
sebagai In Cie Peng.
Kwee Ceng tahu peranannya. “Barusan teecu
seperti dengar suara wanita,” ia menyahut.
Tiba-tiba Tiauw Hong ingat apa-apa. “Coan Cin Cit
Cu ada disini semua? Benarkah ada begini kebetulan?
Bukankah orang lagi menghina aku karena aku buta
dan sengaja mereka mengatur sandiwara?” ia mulai
geraki tubuhnya.
Ma Giok kasih lihat gerakan si Mayat Besi itu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengertilah ia bahwa orang mungkin mulai curiga. Ia
menjadi berkhawatir. Kalau terjadi pertempuran,
pihaknya tak usah takut, Cuma dikhawatirkan
keselamatan Kwee Ceng dan Gochin. Dipihak Liok
Koay juga mungkin bakal ada yang bercelaka.
Cu Cong mengawasi gerak-geriknya Bwee Tiauw
Hong, ia lihat bahaya mengancam, segera ia berkata
dengan nyaring: “Toa suko, bagaimana dengan
penyakinan pelajaran yang suhu ajarakan beberapa
tahun ini, yaitu Kim-kwan Giok-cauw ie-sie Koat?
Pastilah kau telah peroleh kemajuan. Coba kau
pertunjuki untuk kami lihat.”
Ma Giok tahu Cu Cong ingin dia perlihatkan
kepandaiannya guna menakluki Bwe Tiauw Hong, ia
lantas menjawab: “Sebenarnya walaupun aku menjadi
saudara yang tertua, lantaran aku bebal, tak dapat aku
lawan kau, saudara-saudaraku. Apa yang aku dapati
dari guru kita, dalam sepuluh tahun tidak ada dua….
Imam ini bicara secara merendah akan tetapi ia
telah gunai tenaga dalamnya, maka itu suaranya
nyaring luar biasa, terdengar tedas sampai jauh,
berkumandang di dalam lembah.
Bwee Tiauw Hong mengkerat mendengar suara
orang itu. Perlahan-lahan ia kembali ke tempat
sembunyinya.
Ma Giok llihat kelakuan orang, ia berkata pula:
“Kabarnya Bwee Tiauw Hong telah buta kedua
matanya, kalau benar, ia harus dikasihani juga,
umpama kata ia menyesal dan suka mengubah
kesalahannya yang dulu-dulu dan tidak tidak lagi
mencelakai orang-orang yang tidak bersalah dosa
serta tidak akan mengganggu pula kepada Kanglam
Liok Koay, baiklah kita beri ampun kepadanya. Khu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sutee, kau bersahabat serat dengan Kanglam Liok
Koay, pergi kau menemui mereka itu, untuk mohon
mereka jangan membuat perhitungan pula dengan dia.
Aku pikir, kedua pihak baiklah menyudahi urusan
mereka.”
“Itulah perkara gampang,” sahut Cu Cong.
“Penyelesaiannya berada di pihak Bwee Tiauw Hong
sendiri, asal dia suka mengubah perbuatannya….”
Tiba-tiba terdengar suara dingin dari belakang batu:
“Terima kasih untuk kebaikannya Coan Cin Cit Cu!
Aku, Bwee Tiauw Hong ada di sini!”
Semua orang terperanjat sangking herannya.
Mereka duga Tiauw Hong jeri dan bakal menyingkirkan
diri secara diam-diam, tidak tahunya dia benar bernyali
besar, dia malah menghampiri mereka.
Tiauw Hong berkata pula: “Aku adalah seorang
wanita, tidak berani aku memohon pengajaran dari
totiang beramai, tetapi telah lama aku dengar ilmu
silatnya Ceng Ceng San-jin, ingin aku memohon
pengajaran daripadanya…” Habis berkata, ia berdiri,
siap sedia dengan cambuknya yang panjang itu.
Kwee Ceng lihat Gochin rebah di tanah, tubuhnya
diam saja, ia berkhawatir. Memang persahabatannya
erat sekali dengan itu putri serta Tuli. Maka sekarang,
tanpa pedulikan lihaynya Bwee Tiauw Hong, ia lompat
kepada kawannya itu, untuk mengasih bangun
padanya. Tahu-tahu tangan kirinya si Mayat Besi
sudah lantas menyambar dan mencekal tangan
kirinya. Tentu sekali, tidak dapat ia berdiam saja. Di
satu pihak ia lemparkan tubuh Gochin kepada Siauw
Eng, dilain pihak ia geraki tangan kirinya itu, untuk
berkelit. Ia dapat lolos. Tapi Tiauw Hong benar-benar
lihay, ia menyambar pula, kali ini ia memegang nadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang, maka anak muda itu menjadi mati daya. “Siapa
kau?” tanya si buta.
Cu Cong memberi tanda dengan tangan kepada
muridnya itu, atas mana Kwee Ceng segera
memberikan penyahutan: “Teecu adalah In Cie Peng,
murid dari Tiang Cun Cin-jin.”
Tiauw Hong segera berpikir: “Muridnya begini muda
tetapi tenaga dalamnya sudah bagus sekali, ia dapat
meloloskan diri dari tanganku. Baiklah aku menyingkir
dari mereka…” Dengan perdengarkan suara, “Hm!” ia
lepaskan cekalannya.
Kwee Ceng lantas lari menjauhkan diri, apabila ia
lihat tangannya, di situ ada petahan lima jari tangan,
dagingnya melesak ke dalam. Coba si Mayat Besi
tidak jeri, mungkin tangannya itu sudah tidak dapat
ditolong lagi….
Oleh karena ini, Tiauw Hong pun tidak berani
mengulangi tantangannya untuk mencoba menempur
Sun Put Jie. Tapi ia ingat suatu apa, maka ia tanya Ma
Giok: “Ma totiang, timah dan air perak disimpan
denagn hati-hati, apakah artinya itu?”
Ma Giok menyahuti: “Timah itu sifatnya berat,
diumpamakan dengan rasa hati. Itu artinya, rasa hati
harus dikendali, dengan berdiam, peryakinan berhasil.”
Tiauw Hong tanya pula: “Nona muda dan anak
muda, apakah artinya itu?”
Pertanyaan itu membuat Ma Giok terkejut. Itu
bukanlah pertanyaan biasa. Kata-kata itu ialah istilah
dalam kalangan agama To Kauw. Maka ia lantas
membentak: “Silumanm, kau hendak mendapatkan
pelajaran sejati? Lekas pergi!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiauw Hong tertawa lebar. “Terima kasih atas
petunjukmu, totiang!” katanya. Terus ia berlompat,
cambuknya digeraki melilit batu, apabila ia menarik
dan tubuhnya mencelat, ia lompat ke arah jurang,
gerakannya sangat enteng dan pesat, hingga orang
semua kagum.
Di lain pihak, orang berlega hati melihat perginya
wanita bagaikan siluman itu. Ma Giok segera totok
sadar kepada Gochin yang diletaki di atas batu untuk
beristirahat.
“Sepuluh tahun ia tak tertampak, tidak disangka si
Mayat Besi telah jadi begini lihay,” berkata Cu Cong.
“Coba tidak totiang membantu kami, sudah tentu kami
sukar lolos dari nasib celaka.”
“Jangan mengucap begitu,” berkata Ma Giok, yang
keningnya berkerut, suatu tanda bahwa ia ada
mendukakan apa-apa.
“Totiang, apabila kau memerlukan sesuatu, walupun
kami tidak punya guna, kami bersedia untuk menerima
titah-titahmu,” Cu Cong tawarkan diri. Ia lihat imam itu
berduka. “Harap totiang jangan segan-segan menitah
kami.”
“Oleh karena kurang pikir, sejenak barusan pinto
telah kena tertipu wanita yang sangat licin itu,” berkata
imam itu setelah menghela napas panjang.
Cu Cong semua terkejut. “Adakah totiang dilukai
senjata rahasia?” mereka tanya.
“Itulah bukan,” sahut imam itu. “Hanya tadi ketika ia
menanya padaku, tanpa berpikir lagi, pinto telah jawab
dia. Pinto khawatir jawaban itu nanti menjadi bahaya di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belakang hari…”
Cu Cong semua mengawasi, mereka tidak
mengerti.
“Ilmunya si Mayat Besi ini, yaitu yang disebut Gwamui
atau ilmu luar, telah berada di atasan pinto dan
saudara-saudara,” sahut si imam kemudian, “Umpama
kata Khu Sutee dan Ong Sutee berada di sini, masih
belum tentu kita dapat menangkan dia. Hanya dalam
Iweekang, atau ilmu dalam, dia belum menemui
jalannya yang benar. Setahu darimana, dia rupanya
telah dapat cari jalan itu, hanya karena tidak ada orang
yang tunjuki, dia belum berhasil menyakinkannya. Tadi
ia menanyakan jalan itu kepada pinto. Mestinya itu
adalah jalan yang ia belum dapat tangkap artinya.
Benar pinto telah baharu menjawab sekali, akan tetapi
itu satu juga bisa membantu banyak padanya untuk ia
peroleh kemajuan…”
“Harap saja ia insyaf dan tidak nanti melakukan pula
kejahatan,” kata Siauw Eng separuh menghibur.
“Harap saja begitu. Kalau dia tambah lihay dan
tetap ia berbuat jahat, dia jadi terlebih sukar untuk
ditakluki. Ah, dasar aku yang semberono, aku tidak
bercuriga….!”
Selagi Ma Giok mengatakan demikian, Gochin
perdengarkan suara, lalu ia sadar. Terus ia angkat
tubuhnya, untuk berduduk di atas batu. Ia rupanya
sadar seluruhnya, karena ia lantas berkata kepada
Kwee Ceng: “Engko Ceng, ayahku tidak percaya
keteranganku, ayah sudah ajak orang pergi kepada
Wang Khan…”
Kwee Ceng kaget. “Kenapa Khan tidak percaya
kepada kau?” ia tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Tempo aku beritahukan bahwa kedua paman
Sangum dan Jamukha hendak membikin ayah celaka,
ayah tertawa terbahak-bahak. Ayah bilang, lantaran
aku tidak sudi menikah denagn Tusaga, aku jadi
hendak memperdayainya. Aku telah jelaskan bahwa
hal itu kau dengar dengan kupingmu sendiri, ayah
malah jadi semakin tidak percaya. Ayah bilang,
sepulangnya nanti, ia hendak hukum padamu. Ayah
pergi dengan mengajak ketiga kakakku serta belasan
pengiring. Karena itu aku segera berangkat untuk cari
kau, tetapi di tengah jalan aku dibekuk perempuan
buta itu. Adakah dia yang membawa aku menemui
kamu?”
Putri ini tak sadar akan bahaya yang mengancam
padanya tadinya, maka itu Cu Cong dan yang lainnya
kata dalam hati mereka: “Coba tidak ada kita disini,
tentulah batok kepalamu sudah berlobang lima jari
tanga…”
“Sudah berapa lama Khan pergi?” tanya Kwee
Ceng yang hatinya cemas.
“Sudah sekian lama,” sahut Gochin. “Mereka
menunggang kuda pilihan. Tidak lama lagi tentulah
mereka akan sudah sampai di tempatnya Wang Khan.
Engko Ceng, Sangum dan Jamukha bakal celakai
ayahku itu, bagaimana sekarang?” Lantas saja ia
menangis.
Kwee Ceng menjadi bingung. Inilah yang pertama
kali ia menghadapi soal sulit itu.
“Anak Ceng lekas kau pergi!” berkata Cu Cong.
“Kau pakai kuda merahmu itu untuk susul Khan yang
agung! Umpama kata ia tidak mempercayaimu, dia
harus mengirim orang untuk mencari keterangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlebih dahulu. Dan kau, tuan putri, lekas kau pergi
kepada kakakmu Tuli, untuk minta ia lekas siapkan
tentara guna segera pergi menyusul dan menolongi
ayahmu!”
Kwee Ceng menginsyafi keadaan, tanpa ayal lagi,
ia mendahului turun dari atas jurang, sedang Ma Giok
denagn mengikat tubuh Gochin, telah turunkan tuan
putri itu.
Setibanya di lembah. Kwee Ceng kabur ke kemah
di mana ia ambil kudanya, untuk menaikinya, guna
dikasih lari sekeras-kerasnya. Ia khawatir Temuchin
keburu sampai di tempat Wang Khan dan itu artinya
bahaya untuk Khan yang maha agung itu. Di lain pihak
ia menjadi girang sekali, ia puas benar dengan
kudanya yang larinya sangat pesat, apapula di tanah
rata. Pernah ia mencoba menahan, untuk berjalan
perlahan-lahan, ia khawatir hewan itu terlalu letih,
tetapi si kuda tidak mau berhenti, terus ia lari,
nampaknya ia tidak takut capek.
Selang dua jam, baru kuda itu mau juga
diistirahatkan sebentar, habis mana, ia kabur pula.
Sesudah lari lagi satu jam, tibalah Kwee Ceng di
tempat datar dimana kedapatan tiga baris tentera yang
jumlahnya mungkin tiga ribu jiwa. Dari benderanya
ketahuan, itulah pasukan Wang Khan, yang siap sedia
denagn panah dan golok terhunus.
Di dalam hati Kwee Ceng mengeluh. Terang
Temuchin telah lewat di situ, dan itu berarti, jalan
pulang dari Khan agung itu telah terpegat. Karena ini,
ia keprak kudanya untuk dikasih lari lewat di sini
tentara itu. Ketika si opsir dapat ketahui dan berseru,
untuk mencegah, ia sudah lewat jauh!
Di tengah jalan Kwee Ceng tidak berani berlambat,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
malah tiga jagaan telah ia lewatkan terus. Maka itu
kemudian ia sudah mulai dapat melihat bendera yang
besar dari Temuchin. Setelah ia mendatangi lebih
dekat, ia tampak rombongan dari belasan orang yang
tengah maju terus, ia keprak kudanya, untuk tiba di
samping khan itu.
“Kha Khan, lekas kembali!” ia berteriak. “Jangan
pergi lebih jauh!”
Temuchin heran, ia tahan kudanya, “Ada apa?” ia
menanya.
“Ada bahaya,” sahut Kwee Ceng, yang terus
tuturkan persekutuannya Wanyen Lieh. Ia pun
beritahukan perihal tentera pencegat di belakang
mereka.
Dengan roman bersangsi, Temuchin awasi bocah
tanggung ini. Ia pun berpikir: “Memang Sangum tidak
akur dengan aku, tetapi ayah angkatku, Wang Khan,
tengah mengandali tenagaku. Saudaraku Jamukha
ada sangat baik denganku, kita sehidup semati, apa
mungkin nia hendak mencelaki aku?”
Kwee Ceng tahu khan itu bersangsi, ia kata pula:
“Kha Khan, cobalah kirim orang untuk periksa benar
atau tidak ada tentara pencegat jalan!”
Biar bagaimana, Temuchin adalah seorang yang
teliti. Ia pun berpendirian, “Lebih baik terpedaya satu
kali tetapi jangan mati konyol!” Maka ia terus berpaling
pada Ogotai, putranya yang kedua itu dan Chilaun,
panglimanya, untuk mengatakan: “Lekas kamu pergi
menyelediki!”
Dua orang itu sudah lantas lari balik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Temuchin memandang ke sekelilingnya. “Naik ke
bukit itu!” Ia kasih perintah. “Siap sedia!”
Dalam keadaan seperti itu, khan ini tidak jeri. Ia pun
ada bersama orang-orangnya ynag gagah, malah
mereka ini tahu tugasnya, begitu naik ke atas bukit,
mereka lantas menggali lobang dan memindahkan
batu, buat berjaga-jaga diiri dari serangan anak panah.
Tak lama dari selatan terlihat debu mengepul naik,
disusul sama munculnya satu pasukan tentara terdiri
dari beberapa ribu jiwa. Dipaling depan pasukan itu
terlihat Ogotai dan Chilaun lari kabur mendatangi.
Jebe ada sangat awas, ia tampak tentara itu tengah
mengejar. “Benar-benar pasukannya Wang Khan!” ia
berseru.
Segera terlihat pula, pasukan pengejar itu memecah
diri dalam diri dalam jumlah ratusan jiwa, mereka ambil
sikap mengurung, guna memegat Ogotai dan Chilaun,
siapa sudah lari terus, tubuhnya mendekam di
punggung kuda, cambuknya dipecut berulang-ulang.
“Anak Ceng, mari kita sambut mereka!” Jebe
berteriak. Dan ia keprak kudanya, diturut oleh
muridnya.
Hebat lari kudanya kwee Ceng, mendahulukan
gurunya, ia tiba lebih dahulu kepada Ogotai dan
Chilaun, terus ia gunai panahnya, kapan tiga anak
panahnya melesat, tiga pengejar terdepan rubuh dari
kuda mereka. Cepat luar biasa, ia menyusuli dengan
anak panahnya yang keempat.
Jebe lebih lihay daripada muridnya ini, ia turut
memanah, dengan berulang-ulang, maka denagn
berulang-ulang sejumlah serdadu musuh rubuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terguling. Akan tetapi musuh berjumlah besar, mereka
maju bagaikan gelombang!
Ogotai dan Chilaun telah tahan kuda mereka dan
berbalik, mereka sekarang turut menyerang denagn
panah mereka, sembari menyerang mereka mundur ke
bukit dimana Temuchin menanti. Di sini khan itu
bersama Borchu, Juji dan lainnya, sudah lantas
memanah juga. Panah mereka tidak pernah gagal,
denagn begitu pihak pengejar dapat tertahan majunya.
Temuchin naik ke tempat yang lebih tinggi, akan
memandang jauh ke empat penjuru. Ia telah
menyaksikan tentaranya Wang Khan tengah
mendatangi di empat jurusan itu. Kemudian pada
sebuah pasukan ia tampak seorang yang menunggang
seekor kuda yang besar, yang ditawungi bendera
kuning yang besar juga. Orang itu ialah Sangum,
putranya Wang Khan. Ia lantas saja berpikir. Ia anggap
ia mesti menang tempo, dengan memperlambat segala
apa. Sendirian saja, sukar buat ia menoblos kurungan,
Tuli sendiri belum tentu tepat datangnya, karena ada
kemungkinan tentaranya tak mau dengar putra yang
masih muda itu.
“Adik Sangum, aku minta sukalah kau datang ke
mari untuk bicara!” ia lanats teriaki itu saudara angkat.
Dengan diiringi pasukan pengawalnya, Sangum
mendekati bukit. Beberapa puluh tentara lain pun
melindungi dia dengan mereka, siap sedia tameng besi
mereka guna menangkis panah gelap. Ia berlaku
jumawa. Ketika ia buka mulutnya, ia pun nyata sekali
kepuasannya. “Temuchin, lekas menyerah!” demikian
ia berteriak.
Temuchin tidak menyahuti, ia hanya menanya:
“Apakah salahku terhadap ayahku Wang Khan, maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kau bawa pasukanmu untuk menyerang aku?”
Sangum pun menjawab dengan pertanyaannya:
“Adakah sejak jaman dahulu kala bangsa Mongol
tinggal pada masing-masing sukunya, ternaknya
kambing dan kerbau adalah kepunyaan beramai satu
suku, tetapi kau kenapa, kau langgar aturan leluhur
kita? Kenapa kau hendak persatukan semua suku?”
“Bangsa Mongolia telah diperhina oleh negara Kim,
negara itu menghendaki kita setiap tahun membayar
upeti beberapa laksa ekor kerbau, kambing dan kuda,
adakah itu selayaknya?” Temuchin balik tanya. “Asal
saja kuta bangsa Mongolia tidak saling menyerang,
kenapa kita mesti takuti bangsa Kim itu?”
Kata-kata ini tajam, kapan orang-orangnya Sangum
mendengarnya, hati mereka goncang. Mereka setujui
perkataan itu.
Temuchin lanjtui perkataannya: “Bangsa Mongolia
bangsa orang-orang peperangan yang pandai,
kenapakah kita tidak hendak pergi mengambil emas
dan perak dan permatanya bangsa Kim itu? Kenapa
kita mesti tiap tahun membayar upeti terhadap
mereka? Kita bangsa Mongolia ada diantaranya yang
rajin memelihara kerbau dan kambing, ada juga yang
malas dan cuma doyan gegares! Kenapa mereka yang
rajin mengasih makan mereka yang malas itu? Kenapa
kita tidak hendak memberikan lebih banyak kerbau dan
kambing kepada yang rajin? Kenapa kita tidak mau
membiarkan si malas itu mati kelaparan?”
Dijaman dahulu bangsa Mongolia hidup dalam
suatu keluarga atau suku, ternaknya adalah
kepunyaan suku bersama, kemudian karena tenaga
pertumbuhan mereka bertambah dan adanya
pemakaian alat-alat dari besi, perlahan-lahan sifat itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berubah, ialah kebanyakan bangsa penggembala itu
memakai cara memiliki sendiri-sendiri. Temuchin
sengaja singgung sifat itu, ia membuatnya tentaranya
Sangum menyetujuinya, diam-diam mereka itu pada
mengangguk.
Sangum mengerti orang lagi menghasut tentaranya.
“Jikalau kau tidak mau menyerah!” ia membentak,
“Asal aku menuding dengan cambukku ini,
berlaksanaan anak panah bakal dilepaskan terhadap
dirimu! Jikalau itu sampai terjadi, jangan kau memikir
untuk hidup lebih lama pula!”Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru