Selasa, 24 April 2018

Rajawali Hitam 1 Lanjutan Dewi Ular Serial Gelang Kumala Kho Ping Hoo

----
Seri Gelang Kemala III
( LANJUTAN DEWI ULAR )
Karya
Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Sumber djvu: syauqy_arr
convert & edit ebook : MCH
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
RAJAWALI HITAM
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid I
Gadis itu terbangun dari tidurnya dalam sebuah kamar
hotel di kota Hui-cu. Begitu terbangun dari tidurnya, gadis
itu tidak segera turun dari pembaringan, melainkan duduk
bersila dan bersamadhi.
Ia seorang gadis yang berusia kurang lebih duapuluh
satu tahun. Pakaiannya berkembang cerah dan wajahnya
cantik jelita. Mukanya bulat telur, mulutnya kecil mungil
dengan bibir merah membasah. Hidungnya mancung dan
ujungnya agak menjungat ke atas lucu sekali. Di kanan kiri
mulutnya terdapat lesung pipit
Seorang gadis yang cantik jelita, bahkan dalam keadaan
baru bangun tidur dan rambutnya awut-awutan, ia masih
tampak cantik sekali.
Dara ini bernama Souw Lee Cin. Biarpun usianya baru
kurang dari duapuluh satu tahun, namun namanya di dunia
kang-ouw sudah terkenal, bahkan banyak orang
menjulukinya Dewi Ular Cantik (Bi Coa Sian-li) karena gadis
ini terkenal sebagai seorang pawang ular yang pandai. Ilmu
silatnya amat tinggi karena ia digembleng oleh ibunya sendiri
yang berjuluk Ang-tok Mo-li (Iblis Betina Racun Merah) Bu
Siang, seorang wanita setengah tua yang juga amat cantik
akan tetapi amat ganas pula sehingga mendapat julukan
seperti itu. Ang-tok Mo-li telah menurunkan seluruh ilmunya
kepada muridnya yang juga puteri kandungnya ini sehingga
tingkat kepandaian Lee Cin sudah hampir menyamai ibunya.
Akan tetapi ibunya itu hidup terpisah dari ayahnya, dan
baru saja beberapa bulan ini mereka hidup bersama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayah Lee Cin adalah seorang pendekar besar bernama
Souw Tek Bun yang dijuluki Sin-kiam Hok-mo (Si Pedang
Sakti Penaluk Iblis) dan karena kebijaksanaannya, dalam
pemilihan beng-cu dua tahun yang lalu dia terpilih sebagai
Beng-cu (Pemimpin) dari dunia kang-ouw. Di waktu
mudanya, Souw Tek Bun berpisah dari Ang-tok Mo-li Bu
Siang karena perbedaan watak, si wanita berwatak ganas
dan kejam seperti iblis betina, yang pria berwatak gagah
perkasa dan budiman seperti seorang pendekar besar.
Berkat usaha Lee Cin, maka ayah dan ibunya itu kini hidup
bersama dengan bahagia di pegunungan Hong-san.
Lee Cin merupakan pendekar wanita yang gagah perkasa.
Ia memiliki sebatang pedang pusaka yang disebut Ang coakiam
(Pedang Ular Merah) dan memainkannya dengan ilmu
pedang coa-kiamsut. Selain itu, dari ibunya ia mempelajari
pula Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang amat
berbahaya, ilmu silat Sin-liong-kun (Sitar Naga Sakti) yang
tangguh dan dari In Kong Thai-su, seorang tokoh besar
Siauw-limpai ia pernah diberi pelajaran ilmu totok It-yang-ci
yang ampuhnya bukan main. Dengan semua ilmu
kepandaiannya ini, Lee Cin berani malang melintang di
dunia kang-ouw dan jarang menemukan tandingan.
Akan tetapi mengapa di pagi hari itu ia nampak demikian
kusut dan terus bersamadhi setelah bangun tidur? Bahkan
kedua matanya agak membengkak seperti orang yang
kebanyakan menangis. Memang sesungguhnyalah, malam
tadi Lee Cin hampir tidak dapat pulas dan sehari semalam
hanya menangis saja menyesali nasib dirinya. Kurang lebih
dua tahun yang lalu cintanya terhadap seorang pemuda
bernama Song Thian Lee gagal karena pemuda itu mencinta
seorang dara lain yang kini telah dikawininya. Kemudian, ia
jatuh cinta kepada seorang pemuda bernama Cia Tin Han,
akan tetapi apa yang terjadi? Baru kemarin ia melihat
sendiri betapa Tin Han ditendang oleh neneknya sendiri dan
terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam! Ia menangisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kematian Tin Han dengan hati hancur lebur. Hanya setelah
teringat akan nasihat ayahnya bahwa ia harus dapat
menerima dan menghadapi kenyataan dengan gagah, ia
dapat pulas dan pagi ini begitu terbangun, ia bersamadhi
untuk menenteramkan pikirannya.
Baru saja ia menyadari bahwa ia mencinta Tin Han
setelah Tin Han ditendang ke dalam jurang! Tadinya ia
masih ragu karena Tin Han dianggapnya sebagai seorang
pemuda lemah lembut yang berjiwa patriot, dan iapun
tertarik kepada seorang tokoh lain yang misterius, seorang
yang selalu menolongnya dan berkedok hitam, yang
disebutnya saja Si Kedok Hitam. Tidak tahunya, Si Kedok
Hitam itu bukan lain adalah Cia Tin Han (Baca kisah Dewi
Ular). Keluarga Cia Tin Han yang lain semua bekerja sama
dengan pemberontak Panglima Phoa dan dengan orangorang
Jepang dan hal ini ditentang oleh Tin –Han, maka dia
diserang sendiri oleh neneknya sehingga terlempar ke dalam
jurang.
Di dalam samadhinya, bayangan Tin Han selalu
mengganggunya. Akhirnya ia membiarkan bayangan itu
memasuki lamunannya. Seorang pemuda yang gembira,
tampan, agak ugal-ugalan akan tetapi pemberani luar biasa.
Kini pemuda yang dicintanya itu telah tiada, lenyap ditelan
jurang yang lebar dan dalam. Akan tetapi jatuhnya ke jurang
itu belum merupakan bukti bahwa dia telah mati. Bangkit
kembali semangat Lee Cin setelah berpikir begitu!
Lee Cin membersihkan dirinya dan mandi sampai
tubuhnya terasa segar kembali. Ia sudah dapat mengusir
semua sisa duka dari hatinya, matanya sudah bersinar
terang kembali. Ia maklum bahwa ia tidak boleh hanyut
dalam seretan duka. Ia harus menghadapi kenyataan dengan
mata terbuka. Cia Tin Han terjatuh ke dalam jurang, akan
tetapi hal itu belum berarti bahwa dia mati. Ini bukan
merupakan harapan kosong untuk menghibur hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang, terjatuh dari tempat setinggi itu tidak mungkin
seseorang dapat hidup lagi. Akan tetapi ini bukan atau
belum menjadi bukti bahwa dia mati. Ia harus mencari Tin
Han ke dasar jurang. Ia harus melihat sendiri bahwa
pemuda itu sudah tewas dan menguburkan jenazahnya.
Kasihan kalau Tin Han tewas di dasar jurang itu tanpa ada
yang mengurus jenazahnya. Ia harus mencarinya dan
membuktikan sendiri bahwa Cia Tin Han, laki-laki yang
dicintanya itu, benar-benar telah tiada.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Lee Cin membayar
sewa kamar, menggendong buntalan pakaiannya, kemudian
meninggalkan rumah penginapan dan segera pergi keluar
kota menuju ke bukit di mana kemarin ia tertawan oleh
Keluarga Cia. Dari apa yang didengarnya kemarin, ia dapat
menduga bahwa Keluarga Cia tentu telah pergi
meninggalkan bukit itu, karena takut kalau disergap musuh.
Ia mendaki tempat di mana kemarin Tin Han terjengkang
ke dalam jurang. Tempat itu sunyi, tidak nampak seorang
pun manusia. Lee Cin menghampiri jurang itu dan melongok
ke bawah. Ia merasa ngeri. Jurang itu merupakan tebing
yang amat curam, dan ia tidak dapat melihat dasar jurang
yang tertutup kabut. Agaknya hanya burung yang memiliki
sayap saja yang akan dapat menuruni tebing itu. Ia harus
mencari jalan lain untuk mencapai tebing jurang itu. Tidak
mungkin rasanya menuruni jurang itu dari situ. Terlalu
terjal dan sekali terpeleset, habislah sudah riwayatnya.
Ia lalu mengambil jalan lain yang turunnya tidak begitu
terjal. Akan tetapi inipun amat sukarnya. Ia harus
melangkah dari batu ke batu dengan hati-hati karena sekali
batu itu terlepas dan menggelinding ke bawah, ia sendiri
tentu akan menggelinding ke bawah. Ia melangkah dengan
hati-hati, berpegangan batu dan akar pohon. Setelah agak
dalam, ia melihat batang-batang pohon banyak bertumbuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tempat itu. Dengan berpegangan pada cabang dan barang
pohon, ia dapat merayap ke bawah lagi.
Lee Cin harus mempergunakan ilmu meringankan tubuh
untuk merayap seperti itu. Kadang-kadang dinding itu
demikian terjalnya sehingga tegak lurus! Hanya dengan
berpegang kepada cabang pohon dan lubang-lubang yang
terdapat di permukaan batu dinding itu ia dapat merayap
terus ke bawah. Ia harus berhati-hati sekali karena sekali
pegangannya terlepas atau injakan kakinya meleset,
tubuhnya akan terhempas ke bawah dan mungkin akan
terbanting ke atas batu yang akan membuat tubuhnya
hancur lebur! Lee Cin merayap terus. Dua jam telah berlalu
sejak ia merayap dari penurunan pertama. Pekerjaan ini
makan banyak tenaga sehingga tubuhnya sudah basah oleh
keringat.
Akan tetapi ia terus turun sampai akhirnya dasar tebing
itu tampak olehnya. Sinar matahari telah mencapai dasar
tebing dan ia terpesona. Seolah ia melihat taman sorga di
bawah kakinya! Begitu terang, kuning kehijauan, teramat
indahnya. Ada sebatang sungai kecil berlekak-lekuk di
bawah sana. Ada padang rumput yang hijau segar. Ia
merayap terus dan akhirnya dapat menginjakkan kakinya ke
atas tanah datar. Ketika ia memandang ke atas,
pandangannya terhalang kabut dan ia tidak dapat melihat
bagian atas tebing. Alangkah tingginya seakan menembus
awan. Matahari dengan sinarnyapun tidak dapat menembus
kabut itu. Sinar yang jatuh ke permukaan dasar tebing
datang dari jurusan lain yang tidak terhalang tebing. Tebing
itu merupakan bukit yang menjulang tinggi. Hatinya
berdebar. Mungkinkah ia dapat bertemu dengan Tin Han
dalam keadaan masih hidup?
Ia menutup lamunannya. Tidak, ia tidak mengharapkan
apa-apa, karena harapan ini kalau ternyata sia-sia akan
menghancurkan hatinya. Ia akan mencari dan siap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menemukan Tin Han dalam keadaan bagaimanapun juga. Ia
harus tabah dan waspada.
Mulailah Lee Cin mencari-cari. Karena ia tidak tahu
dengan presis di mana Tin Han terjatuh, tidak dapat
mengkira-kirakan dari bagian mana pemuda itu terjatuh, ia
lalu menyusuri pinggir dasar tebing itu yang ternyata
panjang sekali.
Setelah memakan waktu lama, sam pai di ujung sana, ia
tidak menemukan sesuatu. Apa lagi tubuh Tin Han, bekas
bekasnyapun tidak ada. la merasa penasaran dan memutar
tubuhnya, mengulangi lagi dengan arah berbalik. Ia
menyusuri dasar tebing dari sebelah sana sampai akhirnya
tiba di bagian yang tidak ada tebingnya, melainkan tanah
datar dan jauh di sana tampak genteng rumah pedusunan.
Tidak juga ia menemukan tubuh Tin Han. Ia menjadi
bingung. Apakah Tin Han dapat lobos dan selamat? Rasanya
tidak mungkin! Ia kembali lagi dan mulailah ia memanggilmanggil.
"Han-ko......... Han-ko......... Ia mengulang-ulang
panggilannya dengan pengerahan tenaga khi-kang sehingga
suaranya menimbulkan gaung yang aneh. Akan tetapi tidak
ada jawaban. Tin Han lenyap begitu saja seperti ditelan
bumi! Ia melongok dari jurang ke jurang lain, jurang-jurang
kecil yang berada di bawah tebing, namun tidak nampak ada
tubuh orang di sana.
Akhirnya ia menjatuhkan diri, duduk di bawah sebatang
pohon dengan tubuh lemas. Diambilnya sehelai saputangan
untuk mengusap leher dan mukanya yang basah. Ia
mengambil napas panjang untuk menghimpun tenaga murni
karena ia merasa lelah sekali. Lelah lahir batin. Matanya
masih liar mencari-cari, kalau-kalau melihat tubuh pemuda
itu tersangkut di suatu tempat.
Lee Cin duduk bersila, memejamkan matanya,
menenteramkan hatinya. Tenanglah, kata hatinya kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri sendiri. Tin Han tidak ada, tubuhnya tidak ada, berarti
dia belum mati atau hilang. Rasanya tidak mungkin terjadi
dari tempat setinggi itu tidak mati akan tetapi mengapa
hilang? Kalau terbanting dari atas, tidak mungkin tubuhnya
hancur lebur dan tidak meninggalkan sisa. Ia ber gidik, ngeri
membayangkan itu. Ke manakah Tin Han? Apa jadinya
dengan dia? Ia membuka matanya lagi, memandang ke atas
yang tertutup kabut dan ke kanan kiri, kembali mencaricari.
Jangan-jangan tadi karena lelahnya, ia mencari kurang
teliti. Maka, iapun bangkit kembali, lalu sekali lagi
menyusuri dasar tebing dari ujung sini ke ujung sana,
kadang berhenti untuk meneliti satu bagian. Namun sia-sia
belaka, tidak ditemukannya tubuh Tin Han atau bekasbekasnya
sedikitpun. Tin Han lenyap begitu saja!
Kembali Lee Cin duduk bersila, bertanya-tanya dalam
hatinya kemudian seperti dengan sendirinya, matanya
ditujukan ke atas, ke langit. Ya Tuhan, apa yang telah
Engkau lakukan terhadap Tin Han, bisik hatinya. Masih
hidup atau sudah matikah dia? Kalau masih hidup,
bagaimana dan di mana dia berada? Kalau sudah mati, apa
yang terjadi dengan jenazahnya? Semua pertanyaannya
tidak terjawab. Untuk mengusir rasa ke sepiannya yang
teramat mendalam, ia lalu mengambil sulingnya dan seperti
tanpa disengaja ia meniup sulingnya, memanggil ular-ular di
daerah itu. Ia hanya teringat bahwa kalau Tin Han dapat
mendengar suara sulingnya, seperti juga ular-ularnya, pasti
akan datang juga ke situ.
Akan tetapi setelah beberapa lamanya meniup suling,
yang berdatangan hanya ular-ular dari semua penjuru. Ularular
besar kecil, dengan beraneka bentuk dan warna datang
dan mengepung Lee Cin dalam jarak dua meter di bawah
pohon.
Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya, memandang
kepada ular-ular yang kini diam di sekelilingnya itu dan ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa aman. Ular-ular itu adalah binatang-binatang yang
biarpun dianggap sebagai binatang berbahaya, namun
sebenarnya merupakan binatang yang sama sekali tidak
buas. Manusia lebih buas dari pada ular. Manusia
menyerang mahluk lain, membunuh mahluk lain hanya
untuk dimakan atau hanya untuk bersenang-senang.
Adapun ular-ular itu, tidak akan mengganggu siapapun
kalau saja tidak lebih dulu diganggu. Ular-ular itu hanya
mengenal membela diri dan melawan pengganggunya demi
keselamatannya, tidak pernah menyerang lebih dulu tanpa
sebab. Lee Cin melihat seekor ular putih sebesar ibu jari
tangannya merayap di dekatnya. Ia menjulurkan tangannya
dan ular itu segera merayap ke tangannya, melibatkan
ekornya pada pergelangan tangan Lee Cin, lidahnya keluar
masuk dan matanya memandang kepada Lee Cin dengan
tajam. Alangkah lucunya! Lee Cin membelai ular itu dengan
jari-jari tangannya, lalu melepaskannya lagi.
Akan tetapi senyumnya menghilang ketika ia teringat lagi
kepada Tin Han. Awan duka kembali menyelimuti wajahnya.
Tadi, ketika ular-ular itu datang, pikirannya sejenak
melupakan Tin Han dan dukapun lenyap. Kini ia teringat lagi
dan duka kembali menguasai hatinya.
Ia lalu menutup sulingnya mengusir ular-ular itu. Satu
demi satu ular-ular itu merayap pergi meninggalkan Lee Cin.
Keadaan menjadi sunyi kembali setelah Lee Cin
menghentikan tiupan sulingnya. Ia merasa seolah dirinya
diteIan kesunyian.
Kesunyian sejati merupakan keheningin lahir batin dan
keadaan ini dapat mengayun manusia ke dalam dimensi
lain, di atas suka dan duka. Akan tetapi merasa kesepian
lain lagi. Merasa kesepian merupakan kerinduan akan
seseorang atau suatu dan hal ini mendatangkan siksa dalam
batin. Merasa ditinggalkan, merasa kesepian dan merasa
tidak ada yang memperdulikan, membuat hati merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nelangsa dan hidup seolah tidak ada artinya. Pada hal,
hidup harus berani berada dalam keadaan sunyi dan hening.
Hidup harus berani sendiri, karena segala sebab akibat
berada dalam diri sendiri, segala tanggung-jawab juga harus
dipikul sendiri. Hidup tidak dapat digantungkan kepada
siapapun juga. Akhirnya, kalau nyawa sudah mening galkan
badan, setiap orang manusia juga harus bersendirian,
sendiri menghadapi maut, tidak ditemani siapapun juga.
Karena itu, di waktu masih hidup, harus berani bersunyi
diri, berhening-hening karena hanya dalam keheningan lahir
batin inilah dapat ditemukan apa yang selalu dicari-cari
orang, yakni kebahagiaan. Keheningan berarti kebahagiaan,
keheningan yang kosong tanpa di isi ingatan apapun
sehingga kenangan tidak sempat masuk sehingga hati akal
pikiran dijauhkan dari kenangan pahit maupun manis.
Berada di atas suka dan duka, tidak dipengaruhi suka duka
dan segala perasaan lain, di situlah letaknya kebahagiaan.
Kebahagiaan selalu sudah berada di dalam dan di luar diri
kita dan hanya orang yang berada dalam keheningan dapat
merasakan itu. Biasanya, hidup kita bergelimang nafsu daya
rendah yang menimbulkan segala macam perasaan, dan
dalam keadaan seperti itu, kebahagiaanpun tidak tampak
bayang annya. Ia begitu dekat, namun begitu jauh! Dekat
melebihi mata sendiri, namun kalau jauh tak tampak
bayangannya. Sudah ada dan menjadi satu diri, namun
masih dicari-cari, semua ini akibat ulah nafsu daya rendah
manusia yang selalu berusaha menguasai diri.
Hanya orang yang berada dalam ke heninganlah yang
berdekatan dengan Tuhan Yang Maha Kasih, kesadaran
dirinya selalu dipenuhi kekuasaan Tuhan, bahkan setiap
detak jantung menyebut Nama. Tuhan dengan penuh
kepasrahan, penuh penyerahan, tunduk dan taat akan,
segala kehendakNya!
Lee Cin melamun, tenggelam ke dalam lamunannya yang
dipenuhi bayangan Tin Han. Tiba-tiba matanya terbelalak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena ia seperti melihat bayangan Tin Han berkelebat jauh
di depan.
"Han-ko......... !" Lee Cin melompat dan mengejar. Akan
tetapi setelah agak dekat, keningnya berkerut, hatinya tak
senang bahkan timbul kemarahannya yang hebat ketika ia
mengenal bahwa pemuda yang dikejarnya itu sama sekali
bukan Tin Han, melainkan Ouw Kwan Lok!
Kemarahannya membuat mukanya berubah merah dan
matanya menyinarkan api. Gerakan kedua kakinya
dipercepat.
"Ouw Kwan Lok, manusia jahanam. Engkau tidak akan
dapat lari dariku!" teriaknya dan ia sudah mengambil
keputusan bahwa sekali ini ia tentu akan dapat membunuh
orang yang amat keji itu. Akan tetapi Lee Cin juga teringat
betapa licik dan curangnya pemuda itu, maka ia lalu
mencabut pedang An coa-kiam dan melakukan pengejaran
dengan hati-hati dan waspada sekali.
Pemuda itu memang Ouw Kwa Lok! Kwan Lok berlari
cepat ketika melihat Lee Cin mengejarnya dan dia memasuki
hutan di depan yang menyambut padang rumput yang tebal
itu. Lee Cin terus mengejar memasuki hutan itu. Akhirnya ia
melihat Ouw Kwan Lok berdiri menantinya sambil
memegang sebatang pedang terhunus. Ketika Lee Cin tiba
dalam jarak lima meter, tangan kirinya bergerak berulangulang
dan sinar sinar terang menyambar ke arah Lee Cin.
Itulah pisau-pisau terbang yang amat berbahaya dari
pemuda itu. Namun, Lee Cin sudah siap siaga. Ia mengelak
dengan cepat sambil memutar pedangnya dan pisau yang
tidak terelakkan ditangkis pedangnya sehingga runtuh.
Setelah pisau-pisau itu habis, Lee Cin meloncat ke depan.
Ouw Kwan Lok lari lagi dan menyelinap ke balik sebatang
pohon besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jahanam busuk, hendak lari ke mana engkau?" Lee Cin
berseru dan mengejar. Akan tetapi ketika tiba di bawah
pohon, tiba-tiba saja kakinya sudah terjerat dan tali yang
menjerat kaki kanannya itu ditarik ke atas oleh Kwan Lok
dari balik pohon. Dengan sendirinya tubuh Lee Cin
tergantung pada sebelah kakinya yang terjerat. Akan tetapi,
karena ia sudah siap siaga terhadap jebakan pemuda itu,
Lee Cin tidak menjadi gugup. Sekali pedangnya berkelebat,
ia telah membikin putus tali yang menjerat kakinya dan
tubuhnya meluncur ke bawah kembali. Ia berjungkir balik
dua kali dan dapat hinggap di atas kedua kakinya di tanah.
Akan tetapi pemuda yang memasang jerat itu sudah lari lagi.
Lee Cin mengejar sekuat tenaga dan akhirnya ia dapat
menyusul Ouw Kwan Lok.
"Jahanam, bersiaplah untuk mampus!" teriak Lee Cin
dan pedangnya menyambar ganas ke arah leher Kwan Lok
dari belakang.
Kwan Lok membalikkan tubuhnya dan pedangnya
menangkis dengan kuatnya.
"Trangggg ..... !" Bunga api berpijar dan Ang-coa-kiam di
tangan Lee Cin tertangkis. Keduanya terhuyung ke belakang.
Memang tenaga sin-kang Kwan Lok juga sudah kuat sekali
sehingga dia mampu menandingi tenaga sin-kang gadis itu.
Kwan Lok membalas serangan gadis itu dengan dahsyat
pula. Dia menganggap Lee Cin musuh guru-gurunya yang
harus dibunuhnya. Sesungguhnya dia tergila-gila oleh
kecantikan Lee Cin dan hatinya ingin sekali mempermainkan
gadis itu lebih dulu sampai puas, baru dia akan
membunuhnya untuk membalaskan dendam kedua orang
gurunya. Tadi dia sudah merasa girang berhasil menjerat
kaki Lee Cin. Sayang, sebelum dia mampu menangkapnya,
gadis itu telah dapat membikin putus tali jeratan itu. Kini
gadis itu menyerangnya dengan mati- matian, maka Kwan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lok juga membalas dan keduanya sudah bertanding pedang
dengan seru.
"Haiiitt......... ! Singg.....!" Pedang di tangan Lee Cin
menusuk dengan gerakan yang luar biasa cepat dan
kuatnya. Serangan ini dilakukan Lee Cin dengan tubuh
melayang seperti terbang. Itulah serangan pedang dengan
jurus Naga-terbang- menembus- awan yang luar biasa
cepatnya. Melihat serangan dahsyat ini, Kwan Lok terkejut
dan dia pun mengelebatkan pedangnya menangkis dari
samping.
"Wuuutt.... cringgg ..... !" Kembali bunga api berpijar dan
Kwan Lok merasa betapa tangannya tergetar hebat. Setelah
menangkis, Kwan Lok miringkan tubuhnya ke kiri dan
tangan kirinya meluncur ke depan untuk menangkap tangan
Lee Cin yang memegang pedang. Dia menggunakan ilmu
gulat dan silat Hek-wan-kun (Silat Lutung Hitam). Sekali
tubuh seorang lawan tertangkap tangannya, tentu akan
disusul dengan bantingan yang cepat dan mengejutkan. Dan
Lee Cin tidak dapat mengelak lagi. Lengan kanannya telah
tertangkap tangan kirinya lalu bergerak, sambil kakinya
menggeser sehingga pundak kirinya berada di depan, Ia
menotok dengan ilmu totok It-yang-ci yang amat ampuh.
"Wuuuttt.... plakk!" Kwan Lok terpaksa melepaskan
cengkeramannya dan menggerakkan lengan kanannya ke
samping untuk menangkis tangan yang menotok itu.
Keduanya melangkah mundur, kemudian maju lagi untuk
menyerang dengan lebih hebat.
Kedua orang itu bertanding dengan amat serunya,
masing- masing mengeluarkan semua kepandaiannya dan
mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi setelah Lee
Cin mulai menggunakan tangan kirinya untuk menyelingi
serangan pedangnya dengan totokan-totokan, mulailah Ouw
Kwan Lok terdesak hebat. Pemuda ini cukup mengerti akan
kehebatan totokan tangan kiri dengan satu jari itu. Totokan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu mengeluarkan bunyi seperti pedang di tusukkan, dan
anginnya menyambar demikian dahsyat. Maka dia tidak
berani menerima totokan itu, melainkan mengelak atau
menangkis dengan pedangnya.
Pertandingan antara dua orang muda ini sudah
berlangsung seratus jurus lebih. Biarpun dia amat terdesak
dan main mundur terus, akan tetapi Kwan Lok masih dapat
mempertahankan diri.
Dia mulai merasa gentar. Dia tahu bahwa kalau
dilanjutkan pertandingan itu, akhirnya dia akan kalah. Akan
tetapi untuk melarikan diri tidak ada kesempatan lagi
karena sinar pedang kemerahan yang bergulung-gulung itu
menutup semua jalan keluarnya. Tidak ada lain jalan
baginya kecuali melawan terus.
Lee Cin juga merasa penasaran. Ia sudah mendesak,
menguasai pertandingan itu, lebih banyak menyerang, akan
tapi belum juga ia mampu merobohkan lawan yang ulet dan
kuat ini. Tiba-tiba ia melihat kesempatan terbuka. Ketika
itu, Kwan Lok menggerakkan pedangnya membacok ke arah
lehernya. Lee Cin merendahkan diri mengelak akan tetapi
sambil melangkah maju dengan kaki kanannya dan
pedangnya menyambar ke arah leher lawan. Gerakannya
amat cepat dan tidak mungkin dapat dieelakkan lagi oleh
Kwan Lok. Pemuda ini terkejut sekali dan terpaksa untuk
menyelamatkan diri dari maut, tangan kirinya menangkis
dari samping. Lengannya bertemu dengan pedang Ang-coakiam.
“Singg.... crokk....!!" Lengan kiri Kwan Lok sebatas sikut
putus ketika bertemu dengan Ang-coa-kiam.
"Aduhhhh. ..... !!" Kwan Lok menjerit dan melemparkan
tubuh ke belakang, kemudian dia melarikan diri dengan
cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin memandang kepada tangan yang buntung dan
menggeletak di atas tanah itu, kemudian memandang
pedangnya, lalu mengangkat muka memandang ke arah
Kwan Lok yang melarikan diri. Ia hendak mengejar, akan
tetapi kembali melihat tangan itu dan kakinya tidak
bergerak. Pemuda itu memang jahat dan keji, pikirnya, akan
tetapi kini telah mendapatkan pelajaran hebat, telah
kehilangan sebelah lengannya. Ini sudah merupakan hajaran
yang cukup keras yang mudah-mudahan akan membuat dia
sadar dan jera melakukan kejahatan lagi.
Lee Cin sekali lagi
memandang kepada
lengan itu, kemudian
memutar tubuhnya dan
meninggalkan tempat itu.
Harapannya untuk menemukan
Tin Han di situ
sudah hilang. Pemuda itu
telah lenyap ke mana,
dan memang tidak ada
sedikitpun kemungkinan
seseorang akan dapat
hidup setelah tiba di
tebing securam itu.
Hatinya terasa berat,
akan tetapi ia tidak
menangis lagi. Ia menggigit
bibirnya menahan
kepedihan hati. Ayahnya
pernah menasihatinya
untuk selain siap menghadapi peristiwa apapun yang
menimpa dirinya, untuk menghadapi kenyataan yang betapa
pahitpun dengan tabah dan tanpa mengeluh.
Hidup adalah tantangan, demikian ayahnya
menasihatinya. Hidup berarti kita dihadapkan kepada seribu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
satu macam tantangan. Justeru itulah yang menjadi inti dan
penggerak hidupnya. Tantangan dan tantangan datang silih
berganti. Seorang gagah tidak akan lari dari tantangan itu,
melainkan harus menghadapinya dengan gagah, dan harus
dapat mengatasi tantangan apapun juga. Kini ia menghadapi
tantangan yang amat berat, yaitu dengan tewas atau
lenyapnya orang yang dicintanya. Ia tidak boleh membiarkan
dirinya hanyut oleh duka, tidak boleh menangisi dan
meratapi saja. Ia harus bangkit kembali untuk melanjutkan
perjalanan hidup ini, menghadapi lagi tantangan lain yang
mungkin lebih hebat lagi. Berdiri tegak dan tegar
menghadapi apapun yang menimpa dirinya tanpa
menggoyahkan imannya, tetap pasrah dengan penuh
penyerahan kepada Tuhan namun tidak pernah patah
semangat, tidak pernah tersesat melakukan perbuatan yang
menyimpang dari kebenaran, penuh kepercayaan bahwa apa
yang terjadi itu tentu mengandung hikmah yang baik, yang
belum diketahuinya. Memang sudah demikian digariskan
dalam jalan hidupnya, harus ia lalui sabar dan ikhlas
sehingga ia, tetap memiliki kekuatan untuk menghadapi
segala hal baru dalam hidup ini.
Kata ayahnya, segala hal yang menimpa diri kita adalah
hasil daripada perbuatan kita sendiri di masa lalu, kita tidak
dapat menyingkir dari akibat itu, harus menuai apa yang
telah kita tanam sendiri. Karena itu, semua perbuatan yang
dilakukannya haruslah dianggap sebagai menanam benih,
tentu saja harus menanam benih yang baik agar kelak ia
akan menuai buah yang baik pula.
Lee Cin teringat kepada ayahnya. Ia kini harus pulang ke
Hong-san. Kini sudah tiba waktunya. Bulan lima telah dekat
dan pada bulan itu akan diadakan pertemuan besar di Hongsan.
Pertemuan di antara para tokoh kang-ouw seperti yang
dikehendaki oleh para pimpinan Siauw-lim-pai, yang akan
diadakan di tempat tinggal ayahnya sebagai beng-cu. Dalam
pertemuan itulah niat ayahnya untuk mundur sebagai beng-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cu akan disampaikan kepada semua tokoh dan utusan
partai-partai persilatan di dunia persilatan. Lee Cin mulai
dengan perjalanannya pulang ke Hong-san, membawa
banyak pengalaman hebat yang lebih mematangkan
batinnya.
-oo(mch)oo-
Setelah berpisah dari Lee Cin, Thian Lee lalu kembali ke
markas pasukan di Hui-cu. Pasukan itu kini telah dipimpin
oleh para perwira yang ditunjuk oleh Thian Lee untuk
memimpin pasukan menggantikan Lai-ciangkun yang telah
ditangkap karena pengkhianatannya.
Para perwira menyambut kedatangan Thian Lee dengan
hormat dan kagum. Panglima itu bertindak demikian cepat.
Thian Lee lalu mengajak para perwira untuk berunding dan
dia mengatur siasat untuk mengerahkan pasukan ke timur
dan menyerang pasukan Phoa-ciang kun yang telah
bersekutu dengan para tokoh sesat dunia kang-ouw, dan
juga bersekutu dengan para bajak laut Jepang.
Seluruh pasukan Ali Hui-cu dikumpulkan dan ternyata
kekuatan mereka ada tujuhribu limaratus orang. Thian Lee
membagi pasukan ini menjadi tiga barisan dan pada hari itu
juga mereka berangkat menuju ke pantai timur. Tiga barisan
itu setelah tiba di luar markas besar pasukan di pantai,
berpencar menjadi tiga. Sebuah barisan mengepung di utara,
barisan kedua datang dari barat dan barisan ke tiga
mengepung dari selatan.
Mereka membuat perkemahan di tiga tempat 'itu dan
Thian Lee lalu mengirim utusan membawa suratnya yang
minta agar Phoa-ciangkun menaluk saja dan tidak
melakukan perlawanan. Kalau tidak, maka markasnya akan
dihancurkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menerima Surat ini, Phoa-ciangkun menjadi marah dan
dia menyuruh penggal kepala utusan itu, kemudian orangprangnya
melemparkan kepala utusan itu keluar pintu
gerbang!
Thian Lee menjadi marah sekali. Phoa-ciangkun boleh
saja tidak mau menyerah, akan tetapi perbuatannya
membunuh utusan itu sudah menyalahi peraturan perang,
melanggar kehormatan! Para perwira bawahannya juga
marah dan menyarankan kepada Thian Lee untuk segera
menyerang.
"Nanti dulu, harap kalian jangan dipengaruhi oleh
kemarahan. Pihak musuh melakukan hal itu dengan
sengaja, agaknya memancing agar kita marah dan
nelakukan penyerbuan tanpa perhitungan lagi dan hal ini
akan mengakibatkan kerugian kepada kita karena kita
kurang waspada. Pula, aku tidak percaya bahwa semua
perajurit yang berjaga di pantai ini memiliki niat
memberontak. Pasti banyak di antara mereka yang tidak
setuju dengan pemberontakan komandan mereka itu. Aku
akan menyelundup ke dalam markers kota itu dan aku akan
menyadarkan anak buah mereka. Kalau sudah banyak yang
sadar, tentu tidak akan sukar menghancurkan kekuatan
mereka. Harap diingat bahwa kekuatan mereka ada sepuluh
ribu orang, maka harus dibuat kacau lebih dulu dari dalam."
Kota itu terjaga ketat oleh perajurit perajurit Phoaciangkun
yang dibantu oleh seregu pasukan bajak laut
Jepang. Pada sore hari itu, seorang petani yang memakai
caping mendorong gerobak penuh ubi memasuki kota. Dia
dihentikan oleh para penjaga dan diperiksa, akan tetapi
karena petani itu tidak memperlihatkan sesuatu yang
mencurigakan, seorang petani setengah tua, rambutnya
sudah bercampur uban dan kakinya pincang, maka diapun
diperkenankan mendorong gerobak itu masuk kota. Belum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai malam, pintu gerbang kota itu sudah ditutup dan
lalu-lalang keluar masuk pintu gerbang dilarang.
Petani ubi itu adalah Thian Lee. Dengan mewarnai
rambutnya, dia tampak setengah tua dan dengan berjalan
pincang dia menjadi seperti seorang petani setengah tua
yang tidak berbahaya. Thian Lee benar-benar menjual
ubinya. Setelah ubinya diborong oleh pedagang hasil bumi
dan dibayar, diapun mulai dengan penyelidikannya. Kota itu
merupakan benteng yang dijaga ketat. Dia sudah mendapat
keterangan dari para perwira pembantunya bahwa tadinya
Un-ciangkun mengirim belasan orang mata-mata untuk
melakukan penyelidikan di kota pemberontak itu. Satu di
antaranya kini membuka rumah obat di sudut kota. Thian
Lee lalu menuju ke toko obat itu yang sudah mulai tutup.
"Maafkan saya, harap layani keperluan saya. Saya
hendak membeli obat luka yang mujarab. Saya dengar obat
luka yang dijual oleh Cui-sinshe (tuan tabib Cui) amat
manjur. Tolonglah saya untuk membeli obat itu."
Seorang pria setengah tua mendekatinya. "Dari mana
engkau tahu tentang obat luka buatan Cui-sin-she?"
Thian Lee memandang tajam lalu menjawab lirih, "Dari
sahabat Un yang tinggal di Hui-cu."
Mendengar ini, pria itu cepat menarik tangan Thian Lee
dan diajak masuk ke dalam rumah. Setelah tiba di ruangan
dalam, pria itu berkata, "Sayalah orang she Cui. Ada kabar
apa dari Un-ciangkun?"
Thian Lee menggeleng kepalanya. "Kabar yang buruk.
Un-ciangkun telah terbunuh orang."
Cui Kang, orang itu, terbelalak dan menjadi pucat
wajahnya. Dia adalah seorang kepercayaan Un-ciangkun
yang dikirim ke situ sebagai mata-mata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pantas saja tidak ada berita darinya. Dan engkau ini
siapakah, sobat? Siapa yang mengutusmu masuk ke sini?"
Thian Lee berterus terang. "Aku adalah Panglima Song
Thian Lee dari kota raja. Un-ciangkun di bunuh dan
wakilnya, Lai-ciangkun ikut memberontak. Dia sudah kami
tawan dan pasukannya telah kami kuasai. Kami yang
memimpin pasukan yang kini mengepung kota ini." Agar
orang itu percaya, Thian Lee mengambil surat kuasanya.
Melihat ini, Cui Kang segera berlutut dengan sebelah
kakinya memberi hormat.
"Saya siap menerima perintah ciang-kun."
"Aku ingin engkau menceritakan tentang para perwira di
sini. Siapa saja mereka dan siapa pula di antara mereka
yang condong menentang pemberontakan Phoa-ciangkun,
siapa yang mendukung."
Karena sudah lama menjadi mata-mata di situ, dengan
mudah Cui Kang lalu menceritakan semua rahasia para
perwira di situ, juga tempat tinggal mereka. Setelah
mendengar dengan jelas, Thian Lee mengangguk dan
berkata, "Terima kasih. Keteranganmu cukup jelas. Malam
ini aku akan bergerak, dan engkau siapkan segala keperluan
kalau-kalau aku ketahuan dan dikejar. Aku akan
menyelinap ke sini kalau dikejar dan siapkan tempat
sembunyi."
"Baik, Song-ciangkun!" kata Cui Kang.
Thian Lee mulai melakukan gerakannya ketika malam
tiba. Malam itu gelap, amat menolong pekerjaannya. Dia
mengenakan pakaian serba hitam dan menutupi muka,
hanya memperlihatkan sepasang matanya saja. Hal ini perlu
dia lakukan agar kalau sampai ketahuan, dia akan mudah
melarikan diri' dan tidak dikenal mukanya.
Perwira Co adalah seorang perwira yang masih setia
kepada kerajaan. Dialah seorang di antara mereka yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditunjuk oleh Cui Kang sebagai seorang yang diam-diam
menentang pemberontakan dan Thian Lee segera menuju ke
rumah perwira Co. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dia
dapat melayang naik ke atap rumah dan mengintai ke
bawah. Dilihatnya perwira yang dicarinya duduk seorang diri
menghadapi meja sambil menenggak arak. Dia mengenal Cociang
kun karena Cui Kang sudah menggambarkan
bagaimana orangnya.
Dengan amat hati-hati dia melayang turun ke dalam
kamar itu dan sebelum Co-ciangkun yang terkejut sekali
sempat berteriak, Thian Lee sudah menotoknya sehingga.
perwira itu menjadi lemas dan tidak mampu bergerak
maupun bersuara. Thian Lee mendudukannya kembali ke
atas kursinya, lalu dia mengeluarkan surat kuasa,
memperlihatkannya kepada Co-ciangkun sambil berbisik,
"Aku adalah Panglima Song Thian Lee yang memimpin
pasukan yang kini mengepung kota ini."
Setelah berkata demikian, dia membebaskan totokannya.
Co-ciangkun lalu memberi hormat kepadanya. "Aih, Song
thai-ciangkun, saya sedang bingung menghadapi keadaan
ini. Apa yang harus saya lakukan?"
"Aku mendengar bahwa engkau menentang
pemberontakan Phoa-ciangktm?"
"Tentu saja, akan tetapi apa yang dapat saya lakukan?
Banyak perwira mendukungnya dan kalau saya terangterangan
menentang, tentu saya sudah di tawan atau
dibunuh."
"Dengar baik-baik, aku sedang melakukan gerakan untuk
mengacaukan pertahanan di sini. Engkau harus
memerintahkan anak buah, pasukan yang kau pimpin,
untuk tidak melakukan perlawanan kalau perang terjadi,
membawa pasukanmu keluar dari benteng dan pura-pura
menerjang musuh, akan tetapi sebetulnya lari menyeberang.
Sebagai tanda, suruh beberapa orang membawa bendera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuning. Kalau melihat bendera itu, pasukan kami tidak akan
menyerang dan akan menerima pasukan dengan baik.
Mengertikah engkau, Co-ciangkun? Dengan cara ini, engkau
dan pasukanmu tidak akan tersangkut pemberontakan dan
engkau tidak akan mendapat hukuman."
Co-ciangkun memberi hormat dan berulangkali
menyatakan setuju dan mengerti. Setelah merasa yakin
bahwa perintahnya akan ditaati, Thian Lee lalu pergi dari
situ melalui atap seperti kedatangannya dan dia lalu
mendatangi para perwira lain yang oleh Cui Kang ditunjuk
sebagai perwira yang menentang pemberontakan. Seperti
cara tadi, diapun dapat mempengaruhi para perwira itu
untuk menyeberang di waktu ada pertempuran. Seluruhnya
ada limabelas orang perwira yang sudah menyatakan
sanggup dan taat.
Lewat tengah malam, Thian Lee menuju ke sebuah
rumah di mana tinggal perwira yang membantu gerakan
pemberontakan Phoa-ciangkun. Seperti yang sudah-sudah,
dia memasuki rumah itu, langsung menuju ke kamar tidur
perwira itu, menotok isterinya dan menyeret perwira itu
turun dari pembaringan. Sebelum perwira itu sempat
berteriak, dia menotoknya sehingga perwira itu terkulai
lemas tidak mampu bergerak atau berteriak lagi.
"Manusia tidak mengenal budi," Thian Lee memaki.
"Engkau sudah memperoleh kedudukan yang baik, akan
tetapi masih berkhianat dan mendukung pemberontakan
Phoa-ciangkun. Karena itu engkau layak dihukum!" Setelah
ber kata demikian, Thian Lee lalu memukul dada perwira itu,
tidak cukup kuat sehingga tidak mematikan, akan tetapi
akan membuat perwira itu menderita luka berat yang baru
akan pulih setelah beristirahat sedikitnya sebulan!
Demikianlah, Thian Lee mendatangi tidak kurang dari
duapuluh perwira yang dipukulnya seperti itu. Ketika
hendak memasuki rumah besar Phoa-ciangkun, dia melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjagaan yang teramat ketat sehingga dia tidak mau
membahayakan diri sendiri dan menganggap perbuatannya
telah cukup untuk mengacaukan pertahanan benteng kota
itu.
Pada keesokan paginya, petani yang kemarin sore
memasuki pintu gerbang sudah keluar lagi mendorong
gerobaknya yang sudah kosong. Kini pintu gerbang dijaga
lebih ketat lagi dan orang yang sedikit saja mencurigakan
akan ditahan atau tidak boleh keluar dari kola. Dan pada
hari itu, mulailah larangan memasuki pintu gerbang kota.
Setelah tiba kembali di pasukannya, Thian Lee lalu
mengatur serangan. Dia mengumpulkan para pembantunya
dan menceritakan apa yang telah dilakukannya malam tadi.
Para perwira itu merasa kagum sekali.
"Jangan lupa. Kalau ada pasukan membawa bendera
kuning keluar dari pintu gerbang benteng, jangan serang,
melainkan terimalah mereka karena mereka itu adalah
pasukan yang dipimpin perwira-perwira yang masih setia
dan yang menyeberang kepada kita. Juga kalau keadaan
musuh sudah terdesak dan terjepit, berlakulah murah
kepada perajurit musuh. Yang menaluk harus diterima
dengan baik dan jangan dibunuh."
Demikianlah, terompet dan tambur dibunyikan riuh
rendah ketika tiga pasukan kerajaan itu maju bersama dari
tiga jurusan. Dari dalam pintu gerbang keluar pasukan
Panglima Phoa yang menyambut serangan itu. Akan tetapi
terjadi kekacauan pada pasukan itu. Ketika musuh
menyatakan perang dengan tambur dan terompet mereka
dan Phoa ciangkun mengumpulkan perwira-perwiranya, ada
duapuluh orang perwira yang tidak mampu hadir karena
mereka menderita sakit berat! Dan dia tidak tahu bahwa ada
belasan orang perwira yang hadir adalah perwira-perwira
yang menentangnya dan yang siap melakukan
penyeberangan dengan pasukan mereka kepada pasukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari Hui-cu. Dengan agak bingung Phoa-ciangkun
memerintahkan para perwira memimpin pasukan masingmasing
untuk menyerbu keluar, dibantu oleh pasukan
gerombolan bajak laut Jepang.
Ketika Thian Lee melihat bahwa di antara pasukan
pemberontak itu terdapat seorang pemuda yang mengamuk
bagaikan naga marah, dia terkejut sekali dan cepat diapun
berlari menghampiri. Ternyata pemuda itu adalah
musuhnya, yaitu Siang Koan Tek!
"Jahanam Siang Koan Tek, akulah lawanmu!" bentak
Thian Lee.
Melihat pemuda berpakaian panglima ini, Siang Koan Tek
segera mengenalnya. Karena gentar, dia lalu meneriaki
beberapa orang Jepang untuk membantunya dan segera
Thian Lee dikeroyok oleh Siang Koan Tek dan lima orang
bajak Jepang yang menggunakan samurai. Terjadi
perkelahian yang seru sekali.
Sementara itu, para perwira yang memimpin pasukan
yang membawa bendera kuning telah diterima oleh pasukan
dari Hui-cu, dan mereka kini membalik, membantu pasukan
kerajaan melawan pasukan pemberontak. Pertempuran
menjadi kacau balau.
Setelah banyak pasukan menyeberang sekarang jumlah
mereka berimbang banyaknya. Akan tetapi pasukan
pemberontak kehilangan semangat karena mereka
kehilangan pimpinan perwira-perwira atasan mereka yang
tidak dapat ikut ber tempur karena menderita sakit berat.
Yang memimpin mereka adalah perwira perwira muda yang
kurang pengalaman, maka mereka bertempur dengan
membabi buta dan ngawur.
Perkelahian antara Thian Lee dan Siang Koan Tek yang
dibantu lima orang Jepang masih berlangsung seru. Lima
orang Jepang itu cukup lihai sehingga Thian Lee diserang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari segala jurusan. Akan tetapi, Thian Lee dengan pedang
Jit-goat-kiam mengamuk. Pedang nya berubah menjadi
gulungan sinar terang dan setiap kali senjatanya bertemu
dengan senjata lawan, tentu lawan itu terhuyung dan
merasa tangannya sakit, tanda bahwa dalam hal tenaga
dalam, tak seorangpun di antara mereka mampu menandingi
Thian Lee. Hal ini tidak mengherankan karena Thian Lee
telah menguasai Thian-te Sin-kang yang amat kuat.
Setelah memutar pedangnya lebih cepat lagi, akhirnya
Thian Lee dapat merobohkan dua orang pengeroyoknya. Dua
orang jepang itu terpelanting dengan luka pada leher dan
paha mereka sehingga mereka tidak mampu untuk bangkit
kembali.
Siang Koan Tek menjadi marah. Dengan Kui-liongkiamsut
(Ilmu Pedang Naga Setan) dia menyerang Thian Lee.
Pada saat itu, pedang Thian Lee sedang menahan dua
samurai dan begitu samurai itu terpental, sebatang samurai
lain telah menyapu kakinya. Thian Lee melompat ke atas
dan pada saat itulah pedang Siang Koan Tek menyerangnya
dengan sebuah tusukan ke arah perut. Tubuh Thian Lee
masih berada di udara ketika serangan tiba. Dia
mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang pada tangan kirinya,
menyambut tusukan itu dengan tangan kiri dan
mencengkeram pedang dan pada saat Siang Koan Tek
terkejut, Thian Lee menggerakkan pedangnya ke depan.
"Singgg......... cappp.......!” Pedangnya menusuk dada
Siang Koan Tek. Pemuda itu berseru keras dan roboh
terjengkang, darah bercucuran dari dada yang didekapnya
dengan kedua tangan. Pedangnya sendiri terlempar entah ke
mana.
Tiga orang Jepang menjadi gentar. Mereka masih
melawan, akan tetapi dalam waktu singkat saja merekapun
roboh oleh pedang di tangan Thian Lee.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Lee mencari-cari dengan matanya. Kalau ayah
pemuda yang baru saja roboh itu maju, yaitu Siang Koan
Bhok, tidak akan ada di antara para perwira yang akan kuat
melawannya. Harus dia sendiri yang maju. Akan tetapi
ternyata tidak mendapatkan datuk timur itu.
Agaknya Siang Koan Bhok tidak mau terlibat dalam
pemberontakan, hanya puteranya yang berambisi besar itu
yang langsung terlibat.
Pertempuran berlangsung beberapa jam saja. Setelah
terdesak hebat dan para perwira kerajaan meneriakkan agar
mereka menyerah, banyak di antara perajurit
pemberontakan yang melempar senjata dan berlutut
menyerah. Phoa-ciangkun masih mengamuk, akan tetapi
akhirnya dia tewas di bawah hujan senjata para perwira.
Pertempuran itupun berhenti dan banyak sekali perajurit
pemberontak yang menaluk.
Selesailah penumpasan pemberontakan itu. Orang-orang
Jepang yang tidak terbunuh dalam pertempuran itu,
melarikan diri dengan perahu-perahu mereka, kembali ke
lautan di mana mereka menjadi bajak laut. Orang-orang
kang-ouw yang membantu gerakan pemberontakan itupun
banyak yang melarikan diri setelah melihat pihaknya
menderita kekalahan. Thian Lee menguasai kota
perbentengan di pantai itu dan meninggalkan lima ribu
orang perajurit dengan beberapa orang perwira untuk
menguasai kota dan mengatur kembali kehidupan di situ,
sementara menanti keputusan dari kota raja yang akan
mengirim seorang panglima baru.
Thian Lee lalu kembali dengan pasukannya ke Hui-cu. Di
sini diapun menyerahkan semua pasukan ke tangan para
perwira untuk menjanjikan akan mengirimkan seorang
panglima baru dari kota raja. Setelah semua urusan selesai
berangkatlah dia pulang ke kota raja, membawa berita
gembira bahwa pemberontakan telah berhasil dipadamkan di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pantai timur dan para pimpinan pemberontak dapat
ditawan.
Tentu saja Kaisar menyambut kembalinya dengan penuh
kegembiraan dan memuji keberhasilan panglima besar itu.
Akan tetapi yang lebih bahagia lagi adalah Cin Lan yang
menyambut suaminya dengan rasa bangga dan syukur.
Banyak yang diceritakan Thian Lee kepada isterinya, juga
tentang Lee Cin yang dijumpainya dan yang telah
membantunya dalam membasmi kawanan pemberontak.
"Lee Cin? Kenapa tidak engkau ajak ia singgah di sini.
Aku sudah rindu kepadanya!" kata Cin Lan gembira.
"Ia sedang berada dalam kebimbangan. Bayangkan saja,
ayahnya telah diserang dan dilukai oleh seorang yang
berkedok hitam. Ia mencari Si Kedok Hitam sampai ke Huicu,
akan tetapi di sana beberapa kali ia terancam bahaya
maut dan siapa yang menolongnya? Bukan lain adalah Si
Kedok Hitam itu sen diri! Tentu saja ia menjadi bimbang.
Aku sendiri pernah ditolong Si Kedok Hitam dan ilmu
silatnya memang hebat. Akan tetapi dia masih terselubung
rahasia, aku dan Lee Cin tidak tahu siapa dia sebenarnya."
Thian Lee lalu bercerita tentang Keluarga Cia yang terlibat
dalam pemberontakan.
"Tentu engkau sudah menangkap semua Keluarga
Cia......... bukan?"
Thian Lee menggeleng kepalanya. "Sama sekali tidak. Aku
sengaja membiarkan mereka dapat meloloskan diri. Mereka
adalah pendekar-pendekar patriot, bukan orang jahat.
Mereka hanya terpedaya oleh Panglima Phoa dan orangorang
Jepang. Aku mengharap mereka akan menyadari
kesalahan mereka, berjuang bersama-sama orang Jepang
dan panglima yang berkhianat. Hal ini juga diminta oleh Lee
Cin kepadaku. Keluarga itu bersikap baik kepadanya
terutama dua orang mudanya yang agaknya jatuh cinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Lee Cin. Kuharap saja ia akan menemukan jodohnya
yang baik dan tepat."
"Mudah- mudahan saja, akupun mengharapkan
demikian," kata Cin Lan dan ia teringat betapa dulu Lee Cin
mencinta suaminya akan tetapi gadis itu mundur dan
mengalah ketika mengetahui bahwa Thian Lee mencintanya.
-oo(mch)oo-
Pemandangan di luar kota benteng di pantai timur itu
sungguh mengerikan. Perang baru saja berhenti dan tempat
itu penuh dengan manusia yang rebah malang melintang
dan berserakan, Ada yang sudah menjadi mayat, ada yang
masih mengerang kesakitan karena luka parah. Banjir darah
di mana-mana. Kalau tadi di waktu bertempur, mereka
merupakan orang-orang yang dipenuhi nafsu membunuh,
kini mereka menggeletak tidak berdaya dan suara yang
terdengar hanyalah ratap tangis kesakitan. Pasukan yang
bertugas membersihkan tempat belum sempat bekerja, dan
pasukan yang mendapat kemenangan sudah memasuki kota
perbentengan.
Di antara mayat-mayat yang berserakan itu, tiba-tiba
terdapat seorang yang berjalan ke sana sini memandangi
mayat-mayat itu, seperti sedang mencari sesuatu. Dia
membalik-balikkan mayat yang telungkup untuk melihat
wajah mayat itu. Dia seorang kakek berusia hampir
enampuluh tahun yang bertubuh tinggi besar dan gagah,
membawa sebatang dayung baja. Orang itu bukan lair
adalah Siang Koan Bhok, datuk timur yang telah mendengar
adanya pertempuran di tempat itu. Karena putera
tunggalnya, Siang Koan Tek terlibat dalam pertempuran itu,
hatinya merasa khawatir sekali dan kini setelah
pertempuran selesai, dia mencari-cari puteranya di antara
mereka yang tewas atau terluka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mencari-cari beberapa Iamanya, akhirnya dia
menemukan apa yang dicarinya. Dia melihat puteranya,
Siang Koan Tek, rebah telentang dengan mata terbuka,
terbelalak dan muka membayangkan kenyerian hebat, telah
tewas. Tubuhnya bersimbah darah dan dadanya terluka.
Sejenak dia hanya berdiri seperti berubah menjadi
patung. Matanya terbelalak memandang mayat itu, seperti
tidak percaya. Akhirnya dia menghela napas, menelan
kembali rintihan yang keluar dari hatinya.
"Siang Koan Tek ..... !" Bibirnya bergerak lemah dan dia
lalu membungkuk, mengangkat mayat itu dan dipondongnya
mayat itu. Wajahnya penuh kerut merut, sinar matanya
seperti api hampir padam, dan dia melangkah di antara
mayat-mayat itu, pergi meninggalkan tempat itu sambil
memondong mayat puteranya.
Di atas sebuah bukit yang hijau, Siang Koan Bhok
mengubur jenazah puteranya. Penguburan yang sunyi dan
sederhana. Tidak dihadiri seorangpun, tidak ada yang
berkabung, kecuali sang ayah yang mengerjakan semua
penggalian dan mengubur jenazah puteranya dengan hati
yang seperti ditusuk- tusuk rasanya.
Tak lama kemudian penguburan selesai dan kakek itu
duduk bersila di depan kuburan puteranya, kemudian
perlahan-lahan dia memukul- mukulkan dayungnya ke atas
gundukan tanah dan terdengar suaranya yang parau. "Siang
Koan Tek, aku berjanji akan membawa kepala Song Thian
Lee untuk kupakai bersembahyang di depan kuburmu ini.
Tunggu saja, anakku, dendammu akan terbalas!"
Janji itu diucapkan dengan suara serak dan perlahan,
akan tetapi terdengar sangat menyeramkan. Kemudian
perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan menyeret dayungnya,
pergi dari puncak bukit itu seperti seorang yang kehabisan
tenaga dan kehilangan semangat. Yang memenuhi hati dan
akal pikirannya hanya dendam dan kedukaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi orang yang tidak mau menghadapi kenyataan hidup,
tidak mau waspada mengamati segala perbuatan diri sendiri,
maka segala peristiwa yang menimpa dirinya tentu akan
mendatangkan guncangan hebat. Siangkoan Bhok menerima
kenyataan ini sebagai sesuatu yang amat pahit, yang
menghancurkan hatinya, sesuatu yang diakibatkan oleh
perbuatan orang lain sehingga timbullah dendam yang
setinggi langit sedalam lautan. Dia lupa bahwa semua itu
bersumber dari kelakuannya sendiri. Kalau saja dia menjadi
seorang ayah yang baik, yang mendidik puteranya itu
menjadi seorang yang baik, belum tentu Siang Koan Tek
akan mengalami kematian demikian menyedihkan. Dia tidak
menyadari bahwa puteranya telah menjadi seorang pemuda
yang jahat sekali, dan dia seperti buta, tidak melihat
kejahatan puteranya. Inilah akibatnya kalau orang tidak
pernah mawas diri, selalu menganggap dirinya baik, bahkan
perbuatan yang jahat dan merugikan orangpun dianggapnya
baik. Maka kalau sampai ada mala petaka terjadi atas
dirinya, dia menganggap hal itu tidak adil dan menimbulkan
dendam kepada orang lain.
Kakek itu -melangkah terus dan hanya satu tujuan yang
terkandung di dalam hati, yaitu membalas dendam kematian
anaknya kepada Song Thian Lee!
-oo(mch)oo-
Pada suatu sore, Song Thian Lee sedang duduk istirahat
di dalam taman di belakang gedungnya bersama Tang Cin
Lan, isterinya. Mereka berdua duduk sambil mengobrol dan
Cin Lan mengajak Hong San putera mereka, bermain-main.
Tidak ada seorangpun pelayan di situ karena ia ingin
menyendiri menikmati udara sore yang sejuk. Bunga-bunga
di taman itu sedang berkembang dan suasananya tenteram
dan menyejukkan hati. Akan tetapi, agaknya ada sesuatu
yang mengganggu hati Thian Lee di saat itu. Wajahnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampan itu tidak begitu cerah. Sedikit perubahan ini sudah
cukup bagi Cin Lan untuk dapat menduga bahwa ada
sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya. Maka ia lalu
memanggil seorang pengasuh, menyuruh pengasuh
membawa masuk Hong San sehingga ia kini berdua saja
dengan suaminya di dalam taman itu.
"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Apakah itu?
Bolehkah aku ikut memikirkannya?" tanya Cin Lan sambil
duduk di dekat suaminya.
Thian Lee menghela napas dan memandang wajah
isterinya dengan kagum. Isterinya ternyata amat waspada,
dapat menjenguk isi hatinya walaupun dia tidak menyatakan
sesuatu. Diapun tidak pernah menyimpan suatu rahasia
dari isterinya, maka dia menjawab dengan sejujurnya.
"Engkau benar. Ada sesuatu yang amat menggangguku,
sejak aku kembali dari timur menumpas pemberontakan.
Aku melihat kenyataan bahwa kedudukanku yang sekarang
ini sesungguhnya tidak tepat bagiku."
"Eh, kenapa begitu?" tanya Ci Lan sambil menatap wajah
suaminya dengan tajam.#
"Hal itu kusadari ketika aku berhadapan dengan
Keluarga Cia, Lan-moi. Mereka adalah patriot-patriot yang
ingin membebaskan tanah air dan bangsa dari cengkeraman
penjajah, dan aku harus memusuhi dan membasmi orangorang
seperti itu. Hal ini sungguh menyedihkan hatiku.
Sudah berulang kali aku dihadapkan dengan orang-orang
yang berpendirian seperti itu. Mula- mula ketika Thian Tok
menemuiku dan memaki aku sebagi antek penjajah.
Kemudian Keluarga Cia itu. Sungguh menyakitkan hati
sekali, Lan-moi. Dan biarpun pada hakekatnya aku bukan
membantu pemerintah Mancu untuk menindas rakyat,
namun siapakah yang percaya bahwa aku tidak melakukan
penindasan terhadap para patriot? Aku menjadi serba salah,
Lan-moi. Aku menghambakan diri kepada Kaisar, menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anugerah pangkat dari Kaisar karena aku yakin akan
kebijaksanaan Kaisar. Akan tetapi harus diakui bahwa tidak
semua pembesar Mancu bijaksana seperti Kaisar. Di antara
mereka banyak yang telakukan penindasan sebagai
penguasa-penguasa penjajah Mancu. Dengan sendirinya aku
terbawa-bawa. Maka, aku sungguh melihat kenyataan
bahwa kedudukanku sebagai panglima besar ini sungguh
tidak tepat bagiku." Thian Lee menghela napas panjang
mengakhiri kata- katanya.
Cin Lan memandang suaminya dengan khawatir. "Lalu,
apa rencanamu, Lee-ko?"
"Tidak ada jalan lain, Lan-moi. Aku harus mengundurkan
diri dari jabatanku ini. Aku akan menghadap Kaisar dan
akan berkata terus terang apa yang menyebabkan aku
mengundurkan diri. Kaisar amat bijaksana dan dia dapat
menyelami perasaan dan kehidupan para pendekar. Aku
akan mengabdi kepada rakyat sebagai seorang pendekar
saja, bukan melalui kedudukanku yang membuat aku
bertentangan dengan para patriot."
"Aku menyetujui saja pendapat dan pendirianmu, Lee-ko.
Akan tetapi ingatlah bahwa aku sendiri puteri seorang
pangeran Mancu. Bagaimana aku harus bicara kepada
ayahku tentang pengunduran dirimu ini?"
Thian Lee memandang kepada isterinya dengan penuh
kasih. "Aku tidak menyalahkan engkau sebagai seorang
puteri pangeran, Lan-moi, karena biarpun ayahmu seorang
pangeran, namun beliau seperti juga Kaisar, memiliki
kebijaksanaan dan tidak mau menindas rakyat jelata. Apa
lagi engkau hanya puteri tiri pangeran, dan ayah
kandungmu adalah seorang pendekar patriot, seperti juga
mendiang ayah kandungku."
Keduanya termenung, teringat akan ayah kandung
masing-masing. Ayah kandung Thian Lee bernama Song Tek
Kwi, seorang tokoh Kun-lun-pai, seorang pendekar dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patriot sejati. Demikian pula ayah kandung Cin Lan adalah
seorang pendekar dan patriot sejati bernama Bu Cian. Kedua
orang pendekar itu tewas di tangan para perajurit kerajaan,
mereka tewas sebagai patriot-patriot sejati yang menentang
kelaliman pembesar Mancu.
"Akan tetapi, ayah tiriku itu, Pangeran Tang Gi Su, amat
bijaksana dan amat baik kepadaku, Lee-ko. Rasanya sukar
bagiku untuk menjelaskan pendirianmu kepadanya, aku
merasa sungkan sekali."
"Biarlah, kalau begitu kita berdua yang akan menghadap
ayahmu, dan biarkan aku yang akan bicara kepadanya.”
Tiba-tiba terdengar angin gerakan orang dan tiba-tiba
saja muncul seorang kakek tinggi besar di dalam taman itu.
Thian Lee segera mengenal kakek itu yang bukan lain adalah
Siangkoan Bhok, ayah dari Siangkoan Tek yang tewas dalam
pertempuran di pantai timur itu. Dia lalu bangkit berdiri dan
menghampiri kakek itu yang berdiri tegak, dayung di tangan
kanan dan matanya mencorong memandang kepada Thian
Lee.
"Selamat datang, lo-cian-pwe!" kata Thian Lee dengan
suara tenang. "Keperluan, apakah yang mendorong lo-cianpwe
datang berkunjung?"
Sementara itu, Cin Lan yang juga sudah mengenal kakek
itu, bangkit pula berdiri dan siap siaga. Ia tahu betapa
lihainya datuk dari timur, majikan Pulau Naga ini. Di waktu
mudanya sebagai seorang gadis belia, ia pernah mencarikan
sian-tho (buah tho dewa) untuk mengobati gurunya, Pek I
Lokai yang terlalu parah. Ketika memberi buah itu ke Pulau
Ular Emas, ia tersasar ke Pulau Naga dan bertemu dengan
Siang Koan Tek dan ibunya yang amat lihai (baca Kisah
Sepasang Gelang Kemala).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Song Thian Lee, bersiaplah engkau untuk mampus. Aku
datang untuk membalaskan kematian puteraku, Siang Koan
Tek!"
"Lo-cian-pwe, Siangkoan Tek tewas dalam pertempuran
karena dia membantu pemberontak yang bersekongkol
dengan bajak laut Jepang. Aku tidak sengaja
membunuhnya." jawab Thian Lee membela diri.
"Tidak perduli apa alasanmu, yang jelas kematiannya
adalah karena engkau dan sekarang engkau harus menebus
dengan nyawamu. Kecuali kalau engkau takut melawanku,
engkau boleh mengerahkan tenaga bantuan, aku tidak
takut!"
Thian Lee tersenyum. "Bukan watak seorang pendekar
untuk menjawab tantangan dengan pengeroyokan. Aku
hanya memberitahu kepadamu bahwa puteramu tewas
dalam perang dan bukan salahku kalau sampai dia tewas.
Akan tetapi kalau engkau menantangku, aku tidak akan
mundur selangkahpun, Tung-hai-ong!" Tung-hai-ong (Raja
Lautan Timur) adalah julukan Siang Koan Bhok.
"Bagus! Aku percaya akan omonganmu. Berjanjilah sekali
lagi bahwa engkau akan menghadapi tantanganku tanpa
pengeroyokan. Isterimu itupun tidak boleh mengeroyok.
Kalau kemudian dia menantangku bertanding satu lawan
satu, akan kulayani."
"Siang Koan Bhok, suamiku sudah berkata tidak akan
mengeroyok dan kami bukanlah pengecut-pengecut yang
suka mengandalkan pengeroyokan!” kata Cin Lan yang
percaya penuh akan kemampuan suaminya.
"Kalau begitu, aku menantangmu untuk datang ke hutan
buatan di utara kota raja besok pagi setelah matahari
muncul, untuk bertanding satu lawan satu! Kalau engkau
tidak muncul atau datang dengan bawa teman banyak,
berarti engkau seorang pengecut hina!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan khawatir, aku akan datang."
Jilid II
'Dan aku akan menemaninya, bukan untuk
mengeroyokmu. Aku akan hadir sebagai saksi pertandingan
antara kalian." kata Cin Lan mendahului suaminya.
"Baik, kalian berdua boleh datang. Aku akan menunggu
di sana!" Setelah berkata demikian, Siangkoan Bhok
meloncat dan pergi dari situ melalui pagar tembok yang
berada di belakang taman. Melihat betapa kakek itu dapat
masuk ke taman tanpa diketahui penjaga, padahal cuaca
masih terang, dapat dibayangkan betapa lihainya kakek itu.
Setelah kakek itu pergi, barulah Cin Lan merasa khawatir
akan keselamatan suaminya. "Dia lihai sekali, Lee-ko.
Dapatkah engkau menandinginya dan mengalahkannya?"
Thian Lee tersenyum, penuh kepercayaan kepada diri
sendiri. "Jangan khawatir, Lan- moi, dia tidak akan dapat
mengalahkan aku dengan mudah. Yang menguntungkan
aku, dia sudah mulai tua dan tentu tenaganya sudah
berkurang. Kalau dia menantangku untuk mengukur
kepandaian, hal itu tidak menjadi soal, akan tetapi yang
membuat aku menyesal adalah bahwa tantangannya itu
untuk membalas dendam kematian puteranya. Dengan
begitu, tentu dia akan bertanding mati- matian dalam
usahanya membalas dendam. Aku khawatir satu di antara
kami terpaksa harus berkelahi sampai dapat merobohkan
lawan, sebuah pertandingan antara mati dan hidup. Aku
tidak takut, akan tetapi aku tidak ingin membunuhnya."
"Akan tetapi, dia yang menghendaki demikian, maka
jangan ragu- ragu, Lee-ko. Keraguanmu akan merupakan
kelemahan yang membahayakan dirimu sendiri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Lee mengangguk dan untuk menghibur hati
isterinya agar jangan gelisah memikirkan pertandingan yang
akan di adakan besok pagi, dia lalu menggandeng tangan
isterinya dan diajak masuk ke dalam rumah.
Malam itu Thian Lee tidur dengan nyenyak, sedikitpun
dia tidak merasa khawatir akan apa yang terjadi besok. Dia
bukanlah orang yang suka dihantui pikirannya sendiri. Apa
yang akan datang besok, akan dihadapi besok pula. Dia
penuh kepercayaan kepada diri sendiri, bukan berarti
meremehkan orang lain, melainkan pendiriannya, dia setiap
saat akan berani menghadapi apa saja. Yang landasannya
adalah kebenaran. Selama dia bertindak benar, apapun
akibat tindakannya itu, akan dihadapi dengan tabah.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cin Lan sudah
bangun. Wanita ini yang lebih gelisah sehingga semalam
agak sukar tidurnya. Hatinya penuh kekhawatiran akan
keselamatan suaminya.
Pagi-pagi sekali ia telah mempersiapkan makan pagi
untuk suaminya. Setelah Thian Lee terbangun dan mandi,
mereka lalu makan pagi. Thian Lee bersikap seperti biasa,
akan tetapi Cin Lan amat pendiam pagi itu. Kemudian
mereka berkemas dan Thian Lee membawa sebatang tongkat
yang menjadi senjata utamanya. Dengan tongkat itu ia dapat
memainkan Hok-mo-tung (Tongkat Penaluk Iblis) yang amat
lihai. Kemudian keduanya pergi menunggang kuda menuju
ke pintu gerbang utara. Para penjaga di pintu gerbang
mengenal panglima mereka, dan biarpun mereka merasa
heran melihat panglima mereka pergi berdua dengan isteri
tanpa pengawal dan berpakaian sebagai rakyat biasa,
mereka tidak berani bertanya. Mereka semua tahu belaka
bahwa panglima muda mereka ini adalah seorang pendekar
yang sakti, demikian pula isterinya. Mungkin keduanya akan
berburu binatang di hutan, pikir mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suami isteri itu menjalankan kuda mereka perlahanlahan
menuju ke sebuah hutan tak jauh dari pintu gerbang.
Sebuah hutan buatan yang penuh dengan binatang hutan,
yang dijadikan tempat berburu binatang oleh Kaisar dan
keluarganya. Matahari mulai menyinarkan cahayanya yang
hangat dan pagi itu cerah dan indah sekali.
Setelah tiba di tengah hutan, di tempat terbuka yang
merupakan padang rumput, mereka melihat Siang Koan
Bhok telah berdiri di sana dengan dayung baja di tangannya.
"Bagus, kalian berdua datang! Song Thian Lee, turunlah
dan mari kita mulai bertanding!" kata Siang Koan Bhok
sambil melintangkan dayung bajanya.
"Lan-moi, jagalah kuda kita," kata Thian Lee dan diapun
melompat turun dari atas punggung kudanya. Pedangnya
tergantung di punggungnya dan dengan tenang dia
melangkah menghampiri Siang Koan Bhok. Setelah menjura
dengan hormat diapun berkata, suaranya tenang namun
tegas.
"Siang Koan Lo-cian-pwe, sebelum kita bertanding, untuk
terakhir kalinya aku hendak memberitahu kepadamu bahwa
pertandingan ini sama sekali tidak kuinginkan. Di antara
kita sesungguhnya tidak ada permusuhan apapun. Kematian
puteramu adalah kematian wajar dari seorang yang tewas
dalam perang sehingga tidak perlu disesalkan. Sekali lagi
aku minta agar engkau menyadari hal ini dan membatalkan
pertandingan yang tiada gunanya ini."
"Song Thian Lee, sejak dahulu engkau selalu menjadi
penghalang bagiku! Andaikata puteraku tidak tewas di
tanganmu sekalipun, aku tidak pernah merasa menjadi
sahabatmu, melainkan sebagai musuh. Sudahlah, jangan
banyak cakap lagi. Mari kita mulai !”
Thian Lee menghela napas panjang. Dia percaya bahwa
sebagai seorang datuk besar, Siang Koan Bhok merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pantang untuk bertindak curang, untuk melakukan
pengeroyokan. Diapun maklum melihat sikap datuk itu
bahwa tak mungkin dia membujuknya lagi, maka diapun
melangkah maju dan mencabut pedang Jit-goat-sin-kiam
dari punggungnya. Menghadapi seorang lawan seperti Siang
Koan Bhok dia tidak boleh bersikap ragu atau sungkan lagi.
Lawan ini terlalu tangguh dan dayung bajanya hanya dapat
dilawannya dengan pedang saja.
"Kalau begitu baiklah, lo-cian-pwe, aku sudah siap,"
katanya tenang. Cin Lan menalikan kendali kedua ekor kuda
pada sebatang pohon dan ia menonton pertandingan itu
dengan mata tak berkedip dan hati terguncang tegang.
"Lihat serangan!" Bentak Siang Koan Bhok dan mulailah
dia menyerang. Dayung bajanya menyambar dengan
dahsyatnya ke arah kepala Thian Lee. Dayung itu kuat dan
keras sekali. Sebongkah batu besar akan hancur terkena
pukulan dayung itu, apa lagi kepala oang!
Thian Lee mengelak ke bawah dan ketika dayung
menyambar ke atas kepalanya, diapun membalas dengan
tusukan pedang ke arah paha lawan. Siang Koan Bhok
mengangkat kaki dan mundur ke belakang, dayungnya
diayunkan berputar dan kembali menyambar ke arah tubuh
Thian Lee.
Pemuda itu menggunakan segala kelincahan tubuhnya
untuk mengelak dan berloncatan menghindar sambil
kadang-kadang membalas dengan pedangnya. Makin lama
gerakan mereka menjadi semakin cepat sehingga dayung
dan pedang tidak nampak bentuknya lagi, sudah berubah
menjadi segulungan besar sinar ke hitaman dan pedang
itupun berubah menjadi sinar terang bergulung-gulung.
Hanya kadang-kadang saja kalau kedua senjata bertemu
dan mengeluarkan bunyi nyaring, diketahui bahwa dua
gulungan sinar itu adalah senjata-senjata yang ampuh!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang Koan Bhok menyerang dengan pengerahan seluruh
tenaga dan kepandaiannya. Dia mainkan dayung baja itu
dengan ilmu Swe-kut-pang (Tongkat Penghancur Tulang) dan
dayungnya berubah menjadi segulungan sinar kehitaman
yang mengeluarkan angin dahsyat.
"Wirr-wirr-wirr !" Dayung itu menyambar-nyambar dalam
jarak agak jauh karena senjata itu merupakan senjata yang
panjang.
Akan tetapi Thian Lee adalah seorang lawan yang sakti.
Pemuda ini telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan
juga pengalaman bertempur yang banyak. Dia mainkan ilmu
pedang Jitgoat-kiam-sut (Ilmu Pedang Matahari dan
Bintang), dan menggunakan kelincahannya untuk
menghindari semua sambaran dayung, sementara itu diapun
membalas dengan serangan pedangnya yang merupakan
sinar-sinar maut.
Cin Lan yang menonton pertempuran .itu hampir tidak
pernah berkedip. Ia merasa kagum bukan main dan diamdiam
ia harus mengakui bahwa kakek itu luar biasa
lihainya. Kalau ia yang maju melawannya, tak mungkin ia
dapat bertahan lebih dari limapuluh jurus. Akan tetapi ia
percaya penuh akan kemampuan suaminya dan iapun
menonton dengan jantung berdegup penuh ketegangan.
Thian Lee juga maklum bahwa tidak mudah baginya
untuk mengalahkan fawannya. Dayung kakek itu sungguh
ampuh dan berbahaya sekali. Dia harus dapat membuat
kakek itu melepaskan dayungnya karena selama kakek itu
menggunakan dayung itu sebagai senjata, agaknya akan
sukar sekali baginya untuk mendapat kemenangan.
Akan tetapi pandang mata dan pendengaran Thian Lee
awas sekali. Dia melihat betapa wajah kakek itu menjadi
agak pucat dan napasnya terasa pendek. Ini menunjukkan
bahwa kakek itu telah lelah. Inilah satu-satunya kelemahan
lawannya. Karena usia tua, maka daya tahan kakek itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menurun banyak. Tenaganya memang masih amat kuat,
akan tetapi daya tahannya menurun dan napasnya
memburu.
Thian Lee menggunakan kesempatan itu untuk
mendesak Iawannya. Pedangnya menyambar-nyambar
dengan ganas dan ketika kakek itu membalas dengan
ayunan ke arah pinggangnya, dia miringkan tubuh,
mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dan membacok ke
arah tengah-tengah dayung itu.
"Singgg .............. trakk!!" Dia berhasil! Dayung itu patah
menjadi dua potong.
Thian Lee meloncat ke belakang. "Sudah cukup, Io-cianpwe.
Senjatamu sudah rusak!" katanya untuk menghentikan
pertandingan.
Akan tetapi Siang Koan Bhok memandang ke arah dua
potong dayung yang tinggal pendek itu di kedua tangannya,
lalu membuangnya ke atas tanah sambil meludah.
Kemudian dia membentak.
"Hanya dayungku yang patah, aku belum kalah!" katanya
dan dia lalu menggerak-gerakkan kedua tangannya yang
berubah menjadi, kehijauan, tanda bahwa kedua tangan itu
mengandung hawa beracun yang amat jahat. Itulah ilmu
pukulan tangan kosong beracun yang di sebut Ban-tok-ciang
(Tangan Selaksa Racun) yang dahsyat bukan kepalang.
Thian Lee adalah seorang pendekar sejati. Melihat lawan
sudah kehilangan senjata dan kini maju dengan tangan
kosong, diapun segera memasukkan pedangnya di sarung
pedang yang tergantung di punggungnya dan menghadapi
Siang Koan Bhok dengan tangan kosong pula! Dia maklum
akan hebat dan berbahayanya Ban-tok-ciang, maka diapun
mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang ke dalam kedua
lengannya sampai ke ujung-ujung jari untuk melindunginya
dari hawa beracun di kedua tangan lawan, kemudian dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memasang kuda-kuda dengan kedua lengan terpentang lebar
seperti sayap dan kaki kirinya di angkat seperti seekor
burung sedang terbang. Dan inilah pembukaan dari ilmu
silat tangan kosong yang disebut Silat Elang Terbang (Huieng-
kun).
Melihat pemuda itu sudah siap, Siang Koan Bhok mulai
dengan serangannya dibarengi bentakarmya yang dahsyat,
"Hyaaaaatttt!" Tubuhnya menerjang maju, kedua tangan
memukul bergantian ke depan. Akan tetapi gerakan Thian
Lee amat gesit seperti seekor burung, dia mengelak beberapa
kali dan membalas dengan sapuan kakinya. Datuk itu
melompat ke atas untuk menghindarkan sapuan dan ketika
tubuhnya turun, kedua tangannya sudah menyerang lagi
dengan hantaman atau cengkeraman. Cengkeraman tangan
Siang Koan Bhok bahkan lebih berbahaya dari tamparannya,
karena cengkeraman ini mengandung ilmu Jiu-jit-su yang
dipelajarinya dari tokoh Jepang. Sekali kena dicengkeram,
jangan harap dapat terlepas lagi dan tubuh lawan tentu
akan ditekuk dan dibanting!
Namun Thian Lee agaknya maklum akan kelihaian kedua
tangan lawan itu. Dia mengandalkan kecepatannya untuk
menghindar sambil membalas dengan serangan yang tidak
kalah hebatnya. Sekali-kali kedua tangan mereka beradu
dan ketika kedua lengan itu bertemu, kedua nya merasa
tubuh mereka tergetar hebat. Siang Koan Bhok terkejut
melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh
ketika beradu lengan dengan nya. Hawa sin-kang yang amat
kuat melindungi kedua lengan pemuda itu menolak hawa
beracun dari Ban-tok-ciang yang dimainkannya.
Kembali Cin Lan harus menyaksikan pertandingan yang
mendebarkan hatinya. Ia merasa tegang sekali dan diamdiam
is menyesalkan mengapa suaminya tidak
menggunakan pedangnya. Ia khawatir sekali melihat betapa
kedua tangan kakek itu berwarna kehijauan tanda bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua tangan itu mengandung hawa beracun yang amat
berbahaya. Akan tetapi nyonya muda itu tidak berkata
sesuatu, hanya di dalam hati saja ia berdoa untuk
kemenangan suaminya dan menonton dengan kedua mata
jarang berkedip dan hati tegang.
Perkelahian itu memang hebat sekali. Biarpun kini
keduanya hanya mengandalkan kedua tangan dan kaki,
namun serunya tidak kalah ketika mereka menggunakan
senjata tadi. Suara pukulan mereka menderu-deru,
membawa angin pukulan bersiutan dan ketika kedua lengan
bertemu, tanah yang diinjak Cin Lan seakan turut bergetar.
Akan tetapi ternyata bahwa kakek itu kalah dalam daya
tahan. Keringatnya telah membasahi seluruh tubuhnya. Dari
kepalanya mengepul uap dan napasnya mulai memburu.
Melihat ini, Thian Lee merasa girang dan dia ingin
mengalahkan kakek itu karena kelemahannya ini. Dia akan
bertahan terus sampai kakek ini kehabisan tenaga sendiri
dan terpaksa menghentikan perkelahian itu.
Siang Koan Bhok juga merasa betapa tubuhnya sudah
lelah, akan tetapi dia melihat lawannya masih segar. Dia
tidak akan menang kalau mengandalkan kekuatan daya
tahan dan pernapasan. Dia harus mengirim pukulan maut
yang tidak akan dielakkan lawan.#
Tiba-tiba kakek itu meloncat ke depan dan menekuk
kedua lututnya. Dengan tubuh setengah berjongkok itu dia
menghantamkan kedua tangan dengan telapak tangan
terbuka, mendorong sambil mengerahkan seluruh
tenaganya. Angin pukulan dahsyat menyambar dan
mengejutkan hati Thian Lee. Dia tidak dapat lagi mengelak,
maka jalan satu-satunya baginya hanya menyambut pula
dengan kekerasan. Diapun mendorongkan kedua tangannya
yang terbuka sehingga kedua pasang tangan itu bertemu di
udara dengan tenaga yang dahsyat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuuuuuttttt......... dessss. !!" Pertemuan antara dua
pasang tangan itu dahsyat bukan main. Tubuh Thian Lee
terdorong ke belakang walaupun kedua kakinya masih tetap
memasang kuda-kuda. Dia merasa dadanya agak sesak dan
cepat dia mengambil napas panjang.
Akan tetapi Siang Koan Bhok terhuyung ke belakang dan
baru berhenti setelah punggungnya menabrak sebatang
pohon. Dia bersandar di pohon itu sambil memejamkan
kedua matanya, darah segar mengalir dari ujung bibirnya!
Cin Lan cepat menghampiri suaminya yang bernapas
dalam sambil memejamkan mata pula. "Lee-ko, engkau tidak
apa-apa?" tanyanya khawatir.
Perlahan-lahan Thian Lee membuka matanya,
memandang kepada isterinya, menghela napas, tersenyum
dan menggeleng kepala. "Aku tidak apa-apa, jangan
khawatir." Dia lalu memandang ke de-pan dan melihat Siang
Koan Bhok yang bersandar di batang pohon sambil
memejamkan matanya. Melihat darah segar mengalir di
ujung bibir kakek itu, tahulah Thian Lee bahwa kakek itu
telah terluka dalam yang cukup parah.
"Lo-cian-pwe," katanya, "Bersediakah lo-cian-pwe untuk
kuobati?" Dia menawarkan.
Siang Koan Bhok membuka matanya dan sinar
kebencian berkobar di dalam sinar matanya. "Aku tidak
butuh bantuanmu. Sekarang aku kalah, akan tetapi akan
datang saatnya engkau yang kalah melawanku. Selamat
tinggal!" Dengan terhuyung kakek itu lalu pergi dari situ.
Thian Lee bergerak hendak mengejar, akan tetapi pundaknya
disentuh isterinya.
"Kalau dia tidak mau dibantu, itu salahnya sendiri, Leeko.
Jangan perdulikan orang berkepala batu itu."
Thian Lee menahan langkahnya dan hanya memandang
kepada kakek itu yang terus melangkah dengan terhuyung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia menghela napas panjang dan berkata dengan penuh
sesal.
"Betapa keras hatinya. Aku menyesal sekali tidak dapat
menyadarkannya dari kekeliruannya. Dia kelak tentu akan
merupakan ancaman bagi kita. Akan tetapi apa boleh buat,
kita harus siap setiap saat menghadapinya."
Suami isteri itu lalu keluar dari dalam hutan,
menunggangi kuda mereka dan kembali memasuki kota raja.
Setelah terjadi peristiwa itu, semakin besar keinginan Thian
Lee untuk mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai
panglima dan hidup sebagai rakyat biasa bersama anak
isterinya.
-oo(mch)oo-
"San-ko, sekarang kita akan ke mana?" tanya Ceng Ceng
kepada Hui San ketika mereka jalan bersama menuju ke
utara.
"Aku akan pergi ke Hong-san, akan tetapi hendak
singgah di kota raja dan daerahnya untuk mengundang para
tokoh kang-ouw di daerah itu. Kemudian dari sana baru aku
menuju ke Hong-san untuk menghadiri pertemuan penting
itu. Di sana engkau akan dapat bertemu dengan gurumu,
Ceng-moi."
"Baik, San-ko, aku akan ikut denganmu. Dan kebetulan
sekali, kalau kita menuju ke kota raja, aku minta agar kita
singgah dulu sebentar di rumah pamanku di Pao-ting. Aku
tidak akan lama tinggal di sana, hanya menjenguk sebentar.
Engkau tidak keberatan, Sanko?"'
"Tentu saja tidak. Pergi ke kota ra ja memang melewati
Pao-ting dan pula akupun ingin berkenalan dengan keluarga
pamanmu. Bukankah engkau pernah mengatakan bahwa
mereka adalah keluargamu terdekat?" kata Hui San sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menatap wajah gadis itu dengan sinar mata tajam penuh
arti. Ceng Ceng mengangguk dan kedua pipinya berubah
kemerahan. Kalau seorang pemuda ingin memperkenalkan
diri kepada keluarganya, hal itu tentu saja mempunyai arti
penting!
Beberapa hari kemudian, pada suatu pagi mereka
memasuki pintu gerbang kota Pao-ting. Mereka menjalankan
kuda mereka perlahan dan tepat di pintu gerbang mereka
berpapasan dengan dua orang penunggang kuda lain yang
keluar dari kota itu. Ceng Ceng memandang kepada mereka
dan wajahnya berubah berseri gembira.
"Hwe Li ...... ! Lai-suheng....!"
Dua orang penunggang kuda itu berhenti dan mereka
memandang kepada Ceng Ceng. Souw Hwe Li segera
mengenalnya dan iapun melompat turun dari atas punggung
kudanya.
"Ceng Ceng......... “
Ceng Ceng juga melompat turun dan di lain saat kedua
orang gadis itu sudah berangkulan dengan gembira.
"Hwe Li dan suheng, perkenalkan ini sahabatku!" kata
Ceng Ceng sambil menunjuk kepada Hui San. "Namanya
Thio Hui San. San-ko, inilah saudara misanku Souw Hwe Li
dan ini suhengku bernama Lai Siong Ek."
Hui San yang sudah turun dari atas kudanya memberi
hormat kepada Hwe Li dan Siong Ek, yang dibalas oleh
mereka dengan hormat pula. Ceng Ceng melihat wajah
mereka berdua yang sungguh-sungguh seperti sedang
tegang, maka ia bertanya.
"Kalian hendak pergi ke manakah?" "Ceng Ceng, ada
urusan yang penting sekali telah terjadi dengan keluarga
kami." Hwe Li lalu menggandeng Ceng Ceng ke pinggir dan
bicara dengan suara perlahan. "Pagi tadi ayahku pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memenuhi tantangan seseorang di luar kota dan kami
hendak menyusul ke sana untuk kalau perlu
membantunya."
"Ah, mengapa dia ditantang? Dan paman Souw Can pergi
dengan siapa?" tanya Ceng Ceng sambil mengerutkan
alisnya. "Biarlah aku ikut pergi untuk membantunya!"
"Kalau begitu, mari kita menyusul ke sana, Ceng Ceng,
dan akan kuceritakan di dalam perjalanan nanti." Hwe Li
berkata. Ceng Ceng segera menyetujui dan memandang
kepada Hui San.
"San-ko, kita ikuti mereka sebentar. Siapa tahu pamanku
membutuhkan bantuan kita."
Mereka berempat menunggangi kuda mereka keluar dari
pintu gerbang dan di sepanjang perjalanan Hwe Li ber cerita
dengan singkat. Kiranya baru beberapa bulan yang lalu, di
kota Pao-ting ada orang membuka perusahaan pengawal
barang kiriman baru yang menggunakan nama Sin-liong
Piauw-kiok Perusahaan Pengawal barang Naga Sakti. Tentu
saja Souw Can tidak memperdulikan, biar ada sepuluh orang
membuka piauw-kiok di Pao-ting, dia tidak akan dapat
berbuat apapun karena orang bebas untuk membuka
perusahaan. Akan tetapi, Sinliong Piauw-kiok yang baru itu
menggunakan bendera yang sama dengan Kim-liong-piauwkiok,
yaitu bendera yang bergambar naga. Hal ini tentu saja
dapat dikatakan bahwa perusahaan baru itu sengaja
menggunakan nama yang mirip dan memalsu bendera. Souw
Can dengan baik-baik telah mendatangi piauw-kiok itu dan
menegur mereka, dan minta agar bendera mereka diubah
dan tidak sama dengan bendera Kim-liong Piauw kiok. Akan
tetapi pihak Sin-long Piau kiok tidak menanggapi bahkan
mengambi sikap menantang. Sejak itu, kedua piauw-kiok
seolah bermusuhan.
"Permusuhan berlarut-larut," Hwe Li mengakhiri
ceritanya. "Pada suatu hari mereka bahkan berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang para piauw-su (pengawal) kami yang sedang
mengirim barang ke kota raja. Tentu saja ayah menjadi
marah karena banyak piauw-su kami terluka. Dia hendak
mendamaikan dan mendatangi Sin-liong Piauw-kiok, akan
tetapi ayah bahkan ditantang untuk mengadu ilmu pada
pagi hari ini di luar kota. Pagi tadi ayah pergi seorang diri,
melarang kam untuk ikut. Kami merasa tidak enak hati lalu
menyusul."
"Hemm, Sin-liong Piauw-kiok bertindak sewenangwenang
dan aku khawatir Paman Souw Can akan terjebak.
Mari kita percepat perjalanan kita," kata Ceng Ceng.
Akhirnya mereka tiba di tempat itu. Karena Souw Can
pergi berjalan kaki, maka dia tersusul dan baru saja dia tiba
pula di tempat itu. Dan di sana sudah menanti Ji Kui, ketua
Sin-liong Piauw-kiok yang datang bersama lima orang
kawannya. Ji Kui adalah seorang pria berusia kurang lebih
limapuluh tahun, bertubuh tinggi kurus, mukanya merah
dan matanya tajam bersinar, berdiri tegak sambil memegang
sebatang tombak setinggi tubuhnya. Lima orang kawannya
rata-rata berwajah bengis dan kejam yang sepatutnya
dimiliki orang-orang jahat.
Ketika Souw Can melihat ketua Sin long Piauw-kiok itu
berada di situ bersama lima orang kawannya, dia tersenyum
mengejek. "Bagus sekali! Engkau menantang untuk
bertanding satu lawan satu, akan tetapi ternyata engkau
membawa lima orang teman, orang she Ji!"
Ji Kui tertawa mengejek. "Ha-ha, demikian kecil nyalimu,
Souw Can sehingga melihat kawan-kawanku engkau lantas
ketakutan. Jangan khawatir, mereka ini hanya menjadi saksi
saja atas pertandingan antara kita. Majulah dan bersiaplah
untuk mampus di ujung tombakku!"
Akan tetapi sebelum Souw Can menjawab, tiba-tiba
terdengar seruan dari belakangnya. "Ayah........”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Can menoleh dan melihat puterinya, Souw Hwe Li
datang bersama Lai Siong Ek dan diapun mengenal Ceng
Ceng yang datang bersama seorang pemuda yang tidak
dikenalnya. Setidaknya kedatangan mereka membesarkan
hatinya karena kini kawan-kawan Ji Kui itu ada
tandingannya kalau mereka membantu Ji Kui. Akan tetapi
untuk tidak mendatangkan kesan buruk, dia menghardik
puterinya dan muridnya atau calon mantunya,
"Hwe Li dan Siong Ek, mau apa kalian ke sini?"
Ceng Ceng sudah melompat turun dari atas kudanya dan
menghampiri Souw Can, memberi hormat. "Paman Souw,
saya ikut datang untuk mewakili mu menghadapi orang ini!"
"Ha-ha-ha, kiranya engkaupun bukan seorang yang jujur,
Souw Can Eng kau juga mengundang datang balabantuan!"
Ji Kui mengejek.
Souw Can sudah maklum akan kepandaian puteri dan
muridnya, dan diapun percaya penuh akan kelihaian Ceng
Ceng yang menjadi murid datuk pandai, maka hatinya
menjadi besar. Belum lagi diingat pemuda yang datang
bersama mereka. Pemuda itu tampan dan gagah, agaknya
juga bukan seorang yang lemah. Maka diapun berkata
dengan suara menantang.
"Ji Kui, sekarang kita bicara seperti seorang laki-laki.
Engkau berenam, aku berlima. Kita boleh saling bertanding
dan melihat pihak mana yang lebih banyak menderita
kekalahan! Engkau boleh mengajukan kawan-kawanmu itu
dan aku mengajukan puteriku, muridku, keponakanku dan
sahabatnya itu dalam pertandingan satu lawan satu!"
Ji Kui yang merasa betapa pihaknya lebih banyak, tentu
saja menerima tantangan itu. Apa lagi pihak lawannya
memiliki pembantu-pembantu dua orang gadis muda dan
dua orang pemuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik! Kita bertanding satu lawan satu. Pihak yang kalah
harus membubarkan piauw-kioknya dan meninggalkan kota
Pao-ting!" Dia lalu memberi isyarat kepada seorang
pembantunya yang berkepala botak untuk maju. Si botak
yang tubuhnya tinggi besar ini melangkah ma ju dan
mencabut goloknya dengan sikap angkuh.
"Hayo, siapa di antara kalian yang berani melawan aku?"
tantangnya.
"Ayah, biar aku yang maju lebih dulu!" kata Souw Hwe Li
dan ayahnya mengangguk setuju. Hwe Li mencabut
pedangnya dan melangkah maju, memandang si kepala
botak dengan sinar mata "Majulah, aku telah siap
melawanmu!" bentak Souw Hwe Li.
Si kepala botak fertawa. "Ha-ha-ha, nona muda. Aku
khawatir kalau kulitmu yang halus itu akan menjadi lecet
oleh golokku! Biarlah kulawan engkau dengan tangan
kosong saja!" Dia beranggapan bahwa kalau melawan
dengan kedua tangan kosong dia mempunyai banyak
kesempatan untuk mencolek dan memegang tubuh sintal
gadis cantik itu.
"Botak sombong! Lihat pedang!"
Hwe Li membentak dan pedangnya sudah berkelebat
menusuk ke arah dada kepala botak. Si botak mengelak,
akan teiapi begitu dia mengelak, pedang Hwe Li sudah
mengejarnya dan mengirim serangan bacokan ke arah
kepala botaknya. Si botak melompat ke sana sini untuk
mengelak dan dia terkejut sekali karena ternyata pedang di
tangan gadis cantik itu lihai sekali, cepat dan juga
mengandung tenaga besar. Sebentar saja dia terdesak dan
harus berloncatan seperti seekor kera. Karena tidak dapat
bertahan lagi dia terpaksa mencabut goloknya dan untuk
menutupi rasa malunya, dia berteriak.
"Golokku akan membunuhmul"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini mereka bertanding dengan menggunakan senjata.
Dan ternyata permainan golok si botak itu tidak dapat
dipandang ringan. Gerakannya juga cepat dan tenaganya
besar sehingga goloknya menjadi segulung sinar yang
mendesak sinar pedang Hwe Li. Akan tetapi Hwe Li memiliki
kecepatan yang lebih dibandingkan lawannya. Dengan
mengandalkan kecepatan gerakannya, Hwe Li berhasil
membuat si botak terdesak hebat dan akhirnya dia hanya
mampu mengelak dan menangkis saja, tidak mendapat
kesempatan untuk balas menyerang! Limapuluh jurus telah
lewat dan setelah mendapat' kesempatan yang balk, pedang
Hwe Li menyambar ke bawah dan si botak itu berteriak
keras sambil berlompat ke belakang dan paha kanannya
bercucuran darah karena telah terkena pedang Hwe Li.
Tentu saja dia tidak berani maju lagi dan hanya
menundukkan kepala botaknya dengan muka kemerahan
karena malu.
"Ji Kui, pihakmu sudah kalah satu kali!" kata Souw Can
dengan girang.
Muka Ji Kui yang kemerahan itu menjadi semakin merah
saking malu dan marahnya. "Di pihak kami masih ada lima
orang!" Dia memberi isyarat dan seorang di antara para
pembantunya yang bertubuh pendek gendut melangkah
maju. Dia tidak membawa senjata dan dengan sikap congkak
dia memandang kepada pihak Souw Can sambil tersenyum
menyeringai dan berkata, "Aku tantang bertanding dengan
tangan kosong. Siapa berani, melawan aku?"
Lai Siong Ek tidak mau kalah oleh tunangannya. "Suhu,
biar saya menghadapinya."
Souw Can mengangguk. Dia tahu bahwa biarpun
bakatnya tidak begitu baik seperti puterinya, calon
mantunya yang juga muridnya ini sudah memiliki ilmu silat
yang cukup baik. "Hati-hati lah," katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lai Siong Ek adalah putera jaksa Pao-ting, maka selain
mengandalkan ilmu silatnya, diapun mengandalkan
kedudukan ayahnya, maka hatinya besar dan penuh
keberanian.
"Majulah, aku telah siap melawanmu!" katanya sambil
memasang kuda-ku da.
Si gendut pendek menyeringai. Tadinya dia
mengharapkan bahwa gadis satunya lagi yang juga cantik
jelita untuk maju melawannya. Kiranya yang maju
menandinginya adalah seorang pemuda!
"Bagus! Orang muda, kau jagalah seranganku ini!"
bentaknya dan diapun sudah menerjang dengan pukulan
kedua tangannya yang berlengan pendek-pendek tetapi yang
memiliki tenaga besar itu.
Siong Ek mengelak dan pada pukul berikutnya, dia
menangkis.
"Dukk.....!" Dua lengan bertemu dan akibatnya Siong Ek
mundur dua langkah. Dari sini saja sudah dapat diduga
bahwa tenaga pemuda itu masih kalah dibanding lawannya.
Akan tetapi Siong Ek tidak menjadi jerih dan diapun bersilat
dengan cepat untuk membalas serangan lawan. Terjadilah
perkelahian yang seru. Mereka itu saling serang, saling
desak sehingga menjadi pertanding an yang seru dan
menegangkan. Saling pukul juga terjadi dimana tangkisan
atau elakkan tidak sempat lagi dilakukan sehingga tubuh
terkena pukulan. Kalau si gendut yang terkena pukulan,
tubuhnya hanya bergoyang sedikit, akan tetapi kalau Siong
Ek yang terkena pukulan, tubuhnya terhuyung mundur dua
langkah! Biarpun Siong Ek yang menang cepat itu lebih
banyak memukul dan mengenai tubuh lawan, akan tetapi
karena tiap kali terkena pukulan dia merasa nyeri maka
makin lama pertahanannya menjadi semakin lemah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Can melihat bahwa kalau dilanjutkan, muridnya
itu akan kalah. Dia khawatir kalau Siong Ek terluka parah,
maka dia melompat ke depan dan berka ta, "Siong Ek,
mundurlah!"
Siong Ek yang sudah kewalahan itu terpaksa mundur,
dan Souw Can berkata Ji Kui. "Kami mengakui bahwa
muridku kalah, maka keadaan kita kini satu-satu. Biarlah
aku sendiri yang maju!"
"Tidak, paman!" kata Ceng Ceng yang sudah melompat ke
depan. "Paman merupakan pimpinan, sepantasnya maju
paling akhir. Biarlah aku yang menghadapi lawan!"
Souw Can yang maklum bahwa Ceng Ceng kini menjadi
lihai sekali, hanya mengangguk. Si gendut melihat Ceng
Ceng maju, menyeringai lebar dan berkata kepada Ji Kui.
"Ji-toako, biar aku maju sekali lagi menghadapi gadis
ini!" Ji Kui tersenyum. Dia memandang rendah Ceng Ceng
yang kelihatan lemah lembut itu maka dia mengangguk.
"Nona manis, hati-hatilah melawan aku. Aku tidak ingin
memukul seorang gadis cantik seperti engkau!" si gendut
mengejek sambil menyeringai lebar.
"Babi .gendut! Engkau boleh pilih, menggunakan senjata
atau tangan kosong?" kata Ceng Ceng.
Dimaki babi gendut, si gendut menjadi marah akan tetapi
dia masih terta wa mengejek. "Mari main-main dengan
tangan kosong. Aku ingin mendekap tubuhmu yang molek
itu!"
Ceng Ceng mengerutkan alisnya. "Lihat seranganku!"
bentaknya dan secepat kilat kakinya menendang. Si gendut
terkejut dan cepat meloncat ke belakang untuk
menghindarkan perutnya dari tendangan, kemudian dia
mengembangkan kedua lengannya dan menerjang maju,
menubruk untuk merangkul gadis itu. Akan tetapi dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lincah dan ringannya Ceng Ceng mengelak, meloncat ke
sebelah kanan si gendut dan tangannya menampar ke arah
pelipisnya!
"Wuuuuttt....!" Tamparan itu dapat dielakkan, akan tetapi
si gendut makin terkejut karena tamparan itu nyaris
mengenai pelipisnya dan terasa ada angin kuat menyambar.
Gadis ini tidak boleh dipandang ringan! Dia menggereng dan
kini menyerang bagaikan kesetanan, bukan lagi ingin
mencolek, menowel atau mendekap, akan tetapi memukul
sungguh sungguh dengan kedua tangannya.
Pertandingan ini pun berlangsung seru, akan tetapi
setelah lewat tigapuluh jurus, sebuah tendangan kaki kiri
Ceng Ceng mengenai perut yang gendut itu. Si gendut
terjengkang dan terbanting keras sehingga mulutnya
mengeluarkan suara "ngek!" dan dia terengah- engah!
Agalcnya dia merasa malu sekali dan menutupi mulutnya
dengan kemarahan. Tangan kanannya meraba pinggangnya
dan dia susah menghunus sebatang golok yang berkilauan
saking tajamnya. Tanpa memberi tahu lagi, secara curang,
dia telah menubruk maju dan menyerang dengan goloknya
secara membabi buta!
Melihat serangan yang nekat itu, Ceng Ceng melolos
kebutannya tanpa mencabut pedang. Kebutannya yang
berbulu merah berkelebatan menangkis datangnya golok ini
Baru belasan jurus saja, bulu kebutan dapat melibat golok
dan sebelum si gendut dapat menarik kembali goloknya,
kembali kaki kirinya menendang dengan kuatnya dan sekali
ini mengenai dada si gendut.
"Ngekk........!!” goloknya terlepas, tubuhnya terbanting
keras dan sekali ini dengan susah payah baru dia dapat
merangkak bangun, di bantu oleh seorang kawannya.
"Hemm, Ji Kui, pihakmu kalah lagi sehingga kedudukan
menjadi dua satu untuk kemenangan kami !" kata Souw Can
dengan girang sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ji Kui mengerutkan alisnya dan memberi isyarat kepada
pembantunya yang ke tiga, seorang berwajah hitam dan
bertubuh kokoh dan tegap. Si muka hitam ini maju sambil
mencabut sebatang pedang dari pinggangnya dan
menantang dengan suara lantang. "Siapa berani melawan
aku ?"
"Paman Souw, saya masih belum lelah. Biarkan saya
menandingi kerbau muka hitam ini!" kata pula Ceng Ceng,
sengaja memaki lawan agar lawan menjadi marah.
Kemarahan mengurangi kewaspadaan maka melemahkan
pertahanan lawan. Ceng Ceng dapat menduga bahwa tentu
si muka hitam yang diajukan ini lebih lihai dari pada si
gendut, maka ia pun tidak segan-.segan untuk mencabut
pedang dengan tangan kanan sedangkan kebutan bulu
merahnya dipegang dengan tangan kirinya.
Umpan Ceng Ceng berhasil. Si muka hitam menjadi
marah sekali dimaki kerbau muka hitam dan tanpa memberi
peringatan lagi dia sudah mengayun goloknya dibacokkan ke
arah kepala Ceng Ceng. Agaknya dia hendak membelah
kepala itu dengan sekali bacokan saja. Namun Ceng Ceng
mengelak dengan mudah, bahkan membarengi dengan
tusukkan pedangnya yang disusul dengan menyambar
kebutan ke arah muka lawan.
Si muka hitam terkejut, cepat mundur dan memutar
goloknya untuk menangkis dan membabat putus tali
kebutan. Akan tetapi usahanya gagal karena Ceng Ceng juga
sudah menarik kembali kebutannya dan membiarkan
pedangnya tertangkis untuk menguji tenaga lawan.
"Trang g g......... !" Bunga api berpijar ketika golok
bertemu pedang. Ceng Ceng merasakan tangan kanannya
tergetar, akan tetapi si muka hitam lebih kaget lagi karena
pedang itu sedemikian kuatnya sehingga goloknya terpental
ke belakang! Dia menjadi penasaran dan marah. Bagaikan
seekor kerbau gila dia menyerang lagi, memutar goloknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
clan menyerang secara bertubi-tubi. Namun Ceng Ceng
menyambutnya dengan tenang dan cepat. Perkelahian ini
lebih menegangkan dari tadi. Akan tetapi, hanya Souw Can,
Souw Hwe Li dan. Li Siang Ek saja yang merasa tegang dan
takut kalau-kalau Ceng Ceng kalah. Thio Hui San menonton
dengan tenang dan tersenyum karena dia yakin bahwa gadis
yang dicintanya itu tidak akan kalah. Baik mengenai tenaga
sakti maupun kecepatannya, Ceng Ceng masih menang
setingkat dari lawannya.
Dugaannya benar. Setelah lewat limapuluh jurus, Ceng
Ceng berseru nyaring, "Kena. ..... !!" Ujung kebutannya
menyambar ke arah mata lawan dan ketika si muka hitam
menarik kepalanya ke belakang, kesempatan itu
dipergunakan oleh Ceng Ceng untuk menusukkan
pedangnya ke arah lengan kanan si muka hitam.
"Haiiiitttt.... aduhhh....!" Si muka hitam terpaksa
mejepaskan goloknya dan lengannya berdarah karena
terluka oleh ujung pedang di tangan Ceng Ceng. Tentu saja
dengan luka di lengan kanan, si muka hitam tidak dapat
maju lagi.
"Nah, Ji Kui, pihakmu kalah lagi.! Kedudukan menjadi
tiga satu untuk kemenangan kami. Apakah engkau sudah
mengaku kalah sekarang?"
"Souw Can siapa yang kalah? persama aku, kami masih
mempunyai tiga orang jago!" Dia memberi isyarat kepada
seorang pembantunya yang belum maju. Orang ini melompar
ke depan. Orangnya bertubuh kecil kurus, akan tetapi
rupanya gesit sekali dan karena dia diajukan belakangan,
dapat diduga bahwa ilmu kepandaiannya tentu lebih lihai
dari pada tiga orang yang pernah maju bertanding tadi.
Melihat senjatanya saja orang sudah merasa ngeri.
Senjatanya itu berupa dua buah bintang baja sebesar
kepalan tangan yang disambung dengan sehelai rantai baja.
Dia sudah memegang senjatanya dan menantang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa berani melawanku, majulah dan bersiaplah untuk
mampus!"
Souw Can hendak maju sendiri, akan tetapi Ceng Ceng
mencegahnya. "Paman Souw, belum tiba saatnya paman
maju sendiri. Di sini ada seorang sahabat baikku, dia ini
bernama Thio Hui San dan biarlah aku minta bantuannya
agar dia yang maju mewakili paman. San-ko, maukah
engkau membantu kami untuk menandingi orang ini?"
"Tentu saja," jawab Hui San sambil tersenyum dan
memberi hormat kepada Souw Can. "Kalau saja paman
mengijinkan."
"Tentu saja, orang muda. Kalau Ceng Ceng yang
mengusulkan engkau maju, tentu saja aku menyetujui
sepenuhnya!"
Hui San lalu melangkah maju menghadapi si kecil kurus
yang memegang senjata rantai berujung dua bintang ba ja
itu. "Sobat," katanya kepada orang itu, lalu memandang
kepada Ji Kui. "Pihak kalian masih ada tiga orang sedangkan
kami hanya tinggal aku dan Paman Souw, dua orang saja.
Karena itu, bagaimana kalau dari pihak kalian dua orang
saja yang maju bersama untuk melawanku dan nanti
pimpinan kalian bertanding melawan Paman Souw Can?"
Sungguh sebuah tantangan yang terlalu berani. Souw
Can sendiri terkejut dan mengerutkan alisnya. Mengapa
sahabat Ceng Ceng itu demikian sombong dan gegabah,
menantang dua orang sekaligus? Akan tetapi Ceng Ceng
hanya tersenyum. Dia yakin akan kehebatan ilmu
kepandaian pria yang menarik hatinya itu dan dengan girang
ia mendapat pikiran bahwa agaknya Hui San hendak
memamerkan ilmu kepandaiannya kepada keluarganya!
"Akan tetapi dua lawan satu? Itu tidak adil!" kata Souw
Can memprotes.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ceng Ceng segera berkata, "Paman, harap paman jangan
sangsi lagi. Aku yakin San-ko akan mampu menang dan
pula, pertandingan ini agar dapat diselesai kan secepat
mungkin!"
Ji Kui diam-diam merasa girang dan dia memberi isyarat
kepada pembantunya yang pertama, seorang raksasa yang
bermata lebar, untuk maju memban to rekannya yang kecil
kurus. Raksasa ini melangkah maju dan segera mencabut
golok besarnya dan menyeringai!
"Bocah sombong, engkau mencari kematian sendiri!"
geramnya.
Akan tetapi Thio Hui San yang bertubuh jangkung tegap,
berpakaian biru itu tersenyum kepada dua orang calon
lawannya. "Majulah kalian berdua dan ku akan melawan
kalian dengan tangan kosong!"
Akan tetapi dua orang itu sudah marah sekali dan tanpa
banyak cakap, si raksasa sudah menggerakkan goloknya
yang menyambar ke arah leher Hui San sedangkan yang
kecil kurus begitu menggerakkan tangannya, dua bintang
baja itu sudah mengaung-ngaung di udara dan menyambarnyambar
ke arah kepala Hui San.
Dengan tenang namun cepat sekali Hui San mengelak
mundur, kemudian cepat sekali dia sudah menyerang maju
dengan kedua tangannya. Akan tetapi dua orang lawannya
juga mengelak dan mereka segera menghujankan serangan
dengan senjata mereka ke arah Hui San. Pemuda ini
mempergunakan ginkangnya dan tubuhnya berkelebatan di
antara gulungan sinar senjata lawan, sedikitpun senjatasenjata
itu tidak dapat menyentuh tubuhnya. Kadang dia
bahkan berani menangkis golok dari samping dengan tangan
miring dan menghantam bintang yang menyambarnya
dengan tangan terbuka!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perkelahian ini terjadi paling ramai dan paling
menegangkan. Terutama sekali bagi pihak Souw Can,
kecuali Ceng Ceng. Gadis ini menonton dengan tersenyum
kagum. Ia mengagumi ginkang dari pemuda yang menarik
hatinya itu dan maklum bahwa dengan gin-kangnya itu, Hui
San tentu dapat menghindarkan diri dari semua serangan. Ia
kagum melihat pemuda itu menggunakan ilmu silat Kongjiu-
jip-pek-to (Tangan Kosong Menyambut Seratus Golok).
Setelah pertandingan itu berlangsung lima puluh jurus lebih,
tiba-tiba Hui San mendapat kesempatan untuk menangkap
sebuah di antara dua bintang baja yang menyambar
kepadanya dan dengan kecepatan kilat dia melontarkan
bintang baja itu ke arah bintang baja kedua. Lontarannya
demikian kuatnya sehingga pemiliknya, si kecil kurus itu
tidak sempat menghindarkan tabrakan kedua bintang baja
itu.
"Wuuutttt.... darrrr ..... !!" Dua buah bintang baja itu
bertumbukan di udara dan. pecah! Bukan itu saja, bahkan
pecahan dua buah bintang baja itu menyambar dan
mengenai leher dan pundak pemiliknya. sehingga si kecil
kurus berteriak kesakitan dan melompat keluar dari
kalangan pertandingan dengan leher dan pundak terluka!
Tinggal si raksasa yang menyerang dengan goloknya.
Ketika golok membacok ke arah Hui San, pemuda ini
mendahului, menggunakan sebuah jari tangan untuk
melakukan totokan It-yang-ci dan raksasa itu tiba-tiba saja
berdiri dalam posisi menyerang dengan goloknya sama sekali
tidak bergerak seperti telah berubah menjadi patung! Hui
San lalu menendang dengan kaki kirinya dan si raksasa itu
terlempar ke belakang, akan tetapi totokan tadi punah dan si
raksasa merangkak bangun sambil menyeringai kesakitan
karena tendangan tadi mengenai dadanya yang membuat
napasnya sesak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main kagumnya Hwe Li dan Siong Ek. Mereka
tidak dapat menahan diri lagi dan bertepuk tangan untuk
menyambut kemenangan Hui San tadi. Juga diam-diam
Souw Can kagum bukan main dan tahulah dia bahwa
pemuda itu adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Bukan hanya dia, juga musuhnya, Ji Kui, merasa
terkejut dan hatinya merasa jerih. Akan tetapi dia sudah
terlanjur menantang, akan ditaruh ke mana kalau dia lalu
mengundur kan diri?
"Baiklah, pihakku telah kalah dan aku tidak akan
melanggar janji. Aku akan membubarkan Sin-Hong Piauwkiok
dan akan meninggalkan Pao-ting, akan tetapi hatiku
masih belum puas kalau belum menguji kepandaianmu,
Souw Can. Marilah kita bertanding satu lawan satu!"
"Akan tetapi pihakmu telah kalah sehingga pertandingan
ini tidak masuk hitungan lagi!" kata Souw Hwe Li.
"Andaikata engkau dapat menangkan ayahku sekalipun,
tetap saja pihakmu telah kalah dan engkau harus
membubarkan piauw-kiokmu dan minggat dari Pao-ting!"
Wajah yang sudah merah dan menjadi semakin merah
karena marah dan malu. Dia menghentikan gagang tombak
nya di atas tanah dan berkata, "Aku tidak akan melanggar
janji. Aku hanya ingin tahu sampai di mana tingkat
kepandaian Souw Can! Kecuali kalau dia tidak berani,
akupun tidak ingin mengubah sifatnya yang pengecut !"
"Ji Kui, manusia sombong. Selama ini engkau yang
mencari perkara dengan pihak kami. Sekarang engkau
menantangku, apa kaukira aku takut kepadamu? Majulah,
aku siap menghadapi tantanganmu!" Setelah berkata
demikian, Sou Can meloncat ke depan dan mencabut
pedangnya.
Ji Kul juga tidak banyak cakap lagi, segera menyerang
dengan tombaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Syuuutttt......... tranggg......... I!" Terdengar .suara
lantang ketika tombak itu ditangkis pedang di tangan Souw
Can. Mereka segera saling serang dengan seru dan hebatnya.
Ternyata permainan tombak Ji Kui lihai sekali, ketika
tombak digetarkan ujung mata tombak seolah telah berubah
menjadi banyak. Luncuran tusukan tombaknya kuat sekali,
juga pukulannya dengan gagang tombak amat berbahaya.
Akan tetapi kini dia menghadapi Souw Can yang memainkai
ilmu pedang Kun-lun-kiam-sut yang selain indah juga amat
kokoh kuat. Bukan hanya kuat dalam pertahanan,
melainkan hebat dan dahsyat pula dalam serangannya.
Kedua orang piauw-su ini bertanding dengan seimbang.
Mereka memang seimbang, baik kecepatan maupun
tenaganya. Melihat ini, Hwe Li dan Siong Ek menjadi tegang
sekali, khawatir kalau ayah dan guru mereka kalah. Ceng
Ceng yang juga menonton dengan penuh perhatian, dapat
melihat kelemahan Ji Kui. Maka dengan suara lantang ia
bertanya kenada Hwe Li:
"Hwe Li, ilmu tombak itu memang ampuh sekali. Akan
tetapi tahukah engkau di mana kelemahannya?"
Hwe Li yang memang tidak mengerti, menjawab heran.
"Aku tidak tahu, Ceng Ceng."
"Tombak itu melayang-layang seperti seekor naga yang
menyerang dengan moncongnya, akan tetapi kedudukan
kakinya lemah sekali sehingga kalau diserang ,dari bawah
tentu akan sulit meng hadapi lawan!"
Tentu saja Souw Can mendengar ini. Maka iapun cepat
mengubah gerakan pedangnya dan kini dia mengirim
serangan dari bawah, ke arah kedua kaki lawan secara
bertubi-tubi!
Ji Kui terkejut bukan main. Dia masih mencoba untuk
memutar tombaknya ke bawah untuk melindungi kedua
kakinya, namun pertahanannya lemah sekali dan pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu saat, pedang Souw Can telah menyambar dan melukai
betisnya yang kiri dan tanpa dapat dihindarkan lagi Ji Kui
jatuh berlutut dengan sebelah kakinya.
Souw Can menghentikan gerakannya dan bertanya,
"Bagaimana, Ji Kui, apakah engkau masih ingin
melanjutkan?"
Ji Kui bangkit berdiri, bertopang pada tombalcnya dan
terpincang-pincang. "Aku mengaku kalah," katanya singkat
dan dia lalu meninggalkan tempat itu, dibantu seorang
pembantunya yang memapahnya.
Souw Can memandang sampai ke enam orang pergi jauh,
lalu dia membalikkan tubuh menghadapi Ceng Ceng dan
berkata, "Ceng Ceng, ternyata pandanganmu tajam sekali
sehingga engkau sudah dapat menemukan kelemahannya.
Engkau tadi telah membantuku, Ceng Ceng."
"Aih, paman. Apa artinya itu? Sudah sepantasnya kalau
saya membantu paman."
"Dan Engkau, orang muda. Tanpa adanya engkau di sini,
belum tentu pihak kami akan mendapatkan kemenangan.
Banyak terima kasih atas bantuanmu itu."
"Harap jangan sungkan, paman. Paman adalah keluarga
baik dan dekat dari Ceng- moi, maka bagi saya tidak ada
soal bantu membantu melainkan sudah menjadi kewajiban
saya."
"Mari kita semua pulang. Kemenangan ini harus
dirayakan, sekalian sebagai sambutan atas kedatangan Ceng
Ceng dan Thio Hui San," kata Souw Can dengan girang.
Mereka semua menunggang kuda. Ceng Ceng
berboncengan dengan Hwe Li. Setelah mereka tiba di Kimliong
Piauw-kiok, para anak buah perusahaan itu
menyambut dengan gembira setelah mendengar akan
kemenangan ketua mereka. Tentu saja isteri Souw Can juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa girang sekali, apa lagi melihat kedatangan Ceng
Ceng. ,
Mereka lalu merayakan kemenangan itu, dihadiri oleh
para anggauta Kimliong Piauw-kiok. Souw Can dan
sekeluarganya, termasuk Ceng Ceng dan Thio Hui San,
makan satu meja besar di bagian dalam. Dan mereka makan
minum sambil bercakap-cakap, terutama sekali mereka
menghujani Ceng Ceng dengan pertanyaan sehingga gadis
itu terpaksa menceritakan semua pengalamannya.
Kemudian Souw Can yang sudah berpengalaman dan
berpemandangan tajam itu melihat bahwa ada tali hubungan
yang erat antara keponakannya dengan pemuda berpakaian
biru itu, maka sambil tersenyum dia lalu mengangkat cawan
arak mengajak semua orang minum sambil berkata, "Mari
kita minum secawan arak untuk menghormati kedatangan
Thio-thiante."
Semua orang minum arak dan Hui San cepat
menghaturkan terima kasih atas penghormatan itu.
"Thio-thiante, kalau boleh kami mengetahui, tahun ini
berapakah usia'nu?"
Hui San tersenyum dan mukanya agak kemerahan,
mungkin karena arak atau mungkin juga karena pertanyaan
yang sangat pribadi itu. "Usia saya sudah duapuluh
enam......... paman."
"Ah, kalau usiamu sudah sebanyak itu, tentu engkau
sudah beristeri, bukan?"
Kini wajah pemuda itu benar-benar kemerahan, dan
Ceng Ceng juga menundukkan mukanya yang kemerahan
dan tidak berani menentang pandang mata orang lain. Ia
sudah dapat menduga ke mana arah pertanyaan pamannya
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya adalah seorang yatim piatu, tidak ada orang yang
mengurus tentang perjodohan saya sehingga sampai
sekarang masih belum beristeri," kata Hui San lirih.
"Tapi tentu sudah mempunyai tunangan?"
"Juga belum," sahut Hui San sambil menundukkan
mukanya.
"Wah, kebetulan sekali kalau begitu! Mari kita minum
lagi secawan arak sebelum aku menyatakan usulku yang
amat baik ini!" Semua orang minum lagi secawan arak.
"Thio-thiante, engkau seorang yang yatim piatu, dan
kebetulan sekali keponakanku Liu Ceng ini juga yatim piatu!
Kalian berdua sama-sama memiliki ilmu kepandaian tinggi
dan juga kalian sudah bersahabat baik, tentu sudah dapat
mengetahui watak masing- masing. Oleh karena itu, aku
mempunyai usul. Bagaimana kalau kalian berdua berjodoh?
Hio-thiante, bagaimana pendapatmu?"
Hui San tersenyum dan tersipu. "Ini......... ini......... saya
merasa tidak berharga..........”
"Aku tidak bertanya berharga atau tidak, akan tetapi
jawablah, mau atau tidak engkau kujodohkan dengan Ceng
Ceng?"
Hui San menghela napas panjang.
Hatinya menjerit "mau!" akan tetapi bibirnya tidak
mampu menjawab. Setelah didesak dia berkata, "Hal
ini......... saya serahkan kepada Ceng-moi saja bagaimana
pendapatnya.......... “
"Ha-ha-ha-ha!" Souw Can tersenyum, maklum akan isi
hati pemuda itu. Dia lalu menoleh kepada Ceng Ceng yang
sudah menundukkan mukanya yang kemerahan.
"Nah, Ceng Ceng, keponakanku yang manis. Engkau
sudah mendengar sendiri jawaban Hui San. Bagaimana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau engkau kujodohkan dengan Hui San? Maukah engkau
atau tidak?"
"A ihhh, paman. ...... " Ceng Ceng berkata lirih dan
kepalanya semakin menunduk.
"Eh, bagaimana sih engkau ini, Ceng Ceng? Ayah
bertanya kok dijawab aih-aih begitu. Katakan saja engkau
mau, begitu kata hatimu, bukan? Kalau begitu, kelak
pernikahan kalian dirayakan bersama pernikahanku dengan
Lai-suheng. kata' Souw Hwe li yang ramah.
"Aihh, Hwe Li ...... !"
Akhirnya nyonya Souw Can yang berkata, "Begini saja,
aku sekarang mengajak semua orang minum secawan arak
untuk menjawab. Yang ikut minum berarti menyetujui
perjodohan itu. Yang tidak setuju boleh tidak usah minum!
Nyonya itu mengangkat cawan araknya dan mau tidak mau
Hui San dan Cen Ceng, biarpun malu-malu, terpaksa minum
araknya karena di dalam hati mereka memang sudah ada
pertalian kasih yang belum mereka utarakan dalam katakata,
namun sudah seringkali mereka saling lihat dalam
suara dan pandang mata masing-masing.
"Bagus, pertunangan ini harus dirayakan pula! Tambah
dagingnya dan araknya!" kata Souw Can gembira.
"Pertunangan disahkan sekarang juga dan kami semua yang
menjadi saksinya! Soal pernikahan, dapat diatur kemudian."
"Maafkan kami, paman Souw," kata Hui San. -"Harap
paman tidak tergesa gesa dengan pernikahan karena kami
masih mempunyai tugas. Saya harus mengundang para
tokoh kang-ouw untuk menghadiri pertemuan di tempat
tinggal Souw-bengcu di Hong-san dan Ceng-moi juga akan
bertemu dengan gurunya di sana."
"Benar, paman. Saya ingin bertemu dengan suhu dan
minta restunya lebih dulu tentang......... ini......”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kami akan menanti dengan sabar dan
mempersiapkan segala peralatan pernikahan ganda ini."
Mereka berdua bermalam satu malam di rumah Souw
Can, dan pada keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka
berangkat meninggalkan Pao-ting. K et ika melakukan
perjalanan meninggalkan kota Pao-ting, Hui San dan Ceng
Ceng sama-sama diam saja tidak banyak bicara. Akhirnya
Hui San membuka percakapan.
"Ceng-moi, kulihat engkau sejak tadi diam saja.
Kenapakah? Apakah ada sesuatu yang mengganggu
pikiranmu?"
Ceng Ceng berhenti melangkah dan memandang kepada
pemuda itu. "Aku teringat akan peristiwa di rumah paman
Souw Can tadi. San-ko, tidak kelirukah jawabanmu atas
pertanyaan Souw-ce (paman Souw) tadi? Tidak salahkah
pilihanmu? Aku hanya seorang gadis yatim piatu yang tidak
punya apa-apa sedangkan engkau. ......"
"Akupun seorang yatim piatu yan tidak punya apa-apa,
Ceng-moi."
"Akan tetapi engkau seorang pendekar besar, seorang
murid Siauw-lim-pai yang terkenal!"
"Aih, Ceng-moi, harap jangan berkata demikian.
Perjodohan bukan melihat keadaan lahiriah seseorang,
melainkan keadaan hatinya. Dan tentang hatiku, sudah
sejak pertemuan kita pertama kali aku telah jatuh cinta
kepadamu, Ceng moi."
"Benarkah katamu itu, San-ko?"
"Untuk apa aku berbohong, Ceng-moi? Dan engkau
sendiri, engkau tidak menolak usul perjodohan yang
diajukan Paman Souw! Kenapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah yang cantik itu berubah merah dan senyumnya
dikulum. "Ah, aku.......... aku hanya menyerahkan saja
kepada kebijaksanaan Paman Souw....."
"Kalau begitu, engkau hanya menurut pamanmu dan
tidak cinta kepadaku?"
"Aih, San-ko ...... !" Ceng Ceng semakin tersipu.
Hui San melangkah maju dan memegang kedua tangan
gadis itu. Kedua tangan itu terasa hangat seperti dua ekor
anak ayam.
"Jawablah, Ceng-moi, adakah cinta di hatimu
kepadaku?"
Ceng Ceng tidak menjawab, hanya mengangguk dan ia
menyandarkan mukanya di dada Hui San. Pemuda itu
merasa bahagia sekali, hatinya seperti, membesar dan dia
mendekap kepala itu,
dibenamkan di dadanya.
Sampai beberapa
lamanya mereka dalam
keadaan seperti itu,
kemudian Hui San
melepaskan dekapannya
dan mereka melanjutkan
perjalanan sambil
bergandeng tangan.
Tidak ada kesenangan
lebih besar dari pada
bertemunya dua hati
dalam cinta asmara.
Pada saat seperti itu,
keduanya sudah
kehilangan ruang dan
waktu, lupa segala.
Dunia ini milik mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua dan segala apa yang tampak di depan mata menjadi
semakin indah, langit tampak semakin biru, sinar matahari
semakin cerah, daun-daun semakin hijau. Segalanya serba
indah dan semua suara seperti berubah menjadi nyanyian
merdu yang merayakan dua hati mereka yang bersatu dalam
cinta!
-oo(mch)oo-
Kakek tinggi besar bermuka merah itu melangkah lebar.
Wajahnya yang gagah itu kelihatan berkerut, sinar matanya
yang mencorong itu kehilangan. sinarnya. Dia melangkah
sambil menyeret sebatang dayung baja dan mulutnya
berkemak-kemik bicara kepada diri sendiri. "Awas kau Song
Thian Lee ..... , awas kau Song Thian Lee.........!”
Kakek itu adalah Siang Koan Bhok yang berjuluk Tunghai-
ong (Raja Laut Timur) yang menjadi majikan dari Pulau
Naga. Siang Koan Bhok adalah seorang di antara para datuk
besar di dunia kang-ouw dan namanya sudah dikenal oleh
semua orang kang-ouw dengan perasaan gentar. Baru saja
dia mengalami hal yang membuat dia berduka dan marah.
Ketika mendengar tentang perang yang terjadi antara
pasukan pemberontak yang bermarkas di pantai timur dan
pasukan pemerintah, dia menjadi khawatir. Dia sendiri tidak
terlibat dalam perang, akan tetapi putera tunggalnya yang
amat dikasihinya, Siang Koan Tek, ikut membantu
pemberontak dan ikut pula dalam perang. Dan seperti yang
dikhawatirkannya, ketika dia mencari-cari di antara mayat
yang berserakan, dia menemukan mayat Siang Koan Tek,
puteranya! Dengan hati hancur dia mengangkat mayat
puteranya dan menguburkannya di bukit yang sunyi.
Kemudian, dengan hati penuh geram dia mendatangi tempat
tinggal Song Thian Lee, panglima yang memimpin pasukan
pemerintah yang telah menghancurkan pasukan
pemberontak. Siang Koan Bhok menantang Song Thian Lee
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mereka bertanding satu lawan satu. Datam sebuah
pertandingan yang mati-matian dan seimbang itu akhirnya
Siang Koan Bhok kalah dan terluka dalam. Usianya yang
sudah limapuluh delapan membuat dia kalah tenaga. Maka
dia meninggalkan musuh besarnya dengan hati penasaran
dan mengandung dendam!
Setelah mengobati lukanya sampai sembuh, kini Siang
Koan Bhok menuju pulang ke Pulau Naga. Dia berniat untuk
melatih diri dengan tekun untuk kemudian dapat
menantang Song Thian Lee lagi dan mengalahkannya,
membunuhnya! Dia melakukan perjalanan dalam keadaan
berduka dan marah, dan dalam beberapa waktu saja sejak
dia menemukan mayat puteranya, Siang Koan Bhok tampak
jauh lebih tua dari pada biasanya. Rambutnya yang tebal
panjang itu kini telah berubah putih semua!
Pagi itu dia memasuki sebuah dusun. Kebetulan sekali di
dusun itu kepala dusun sedang merayakan pernikahan
puterinya. Maka seluruh desa menjadi sibuk. Semua orang
ikut merayakannya.
Ketika Siang Koan Bhok melihat keramaian ini, dia
menyeret dayungnya dan memasuki rumah yang sedang
merayakan pesta. Para petugas menerima tamu yang tidak
mengenalnya mengira bahwa kakek ini datang hendak
mengemis, karena biarpun pakaian kakek itu mewah akan
tetapi sudah kotor dan kusut sekali. Empat orang petugas
itu lalu menyambutnya dan seorang di antara mereka
berkata.
"Orang tua, kini bukan waktunya minta sedekah.
Pergilah dan lain kali saja kau datang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid III
Mendengar ini, Siang Koan Bhok memandang empat
orang itu dengan mata mencorong. "Kalian mengira aku
mengemis?"
"Habis apa lagi kalau bukan ..... " Belum habis orang itu
berkata, dayung itu menyambar dan empat orang itu
berpelantingan dengan kepala remuk dan tewas seketika.
Belasan orang yang menganggap diri mereka kuat segera
berdatangan dan melihat empat orang tewas oleh seorang
kakek, mereka menjadi marah dan mencabut senjata
mereka. Akan tetapi Siang Koan Bhok yang sedang kesal
hatinya itu kembali mengayunkan dayungnya beberapa kali
dan belasan orang itupun berpelantingan dan tewas!
Melihat ini, kepala dusun yang menjadi tuan rumah
terkejut sekali dan cepat dia maju dan berlutut di depan
Siang Koan Bhok. "Lo-cian-pwe, mohon lo-cian pwe
mengampuni kami yang tidak bersalah dan sedang
merayakan pernikahan anak perempuan kami."
"Hemm, tidak tahukah kalian bahwa tuan besarmu
datang karena merasa haus dan lapar? Hayo keluarkan
hidangan untukku, dan yang harus melayani aku adalah
sepasang mempelai itu. Cepat kerjakan atau aku akan
membunuh semua orang yang berada di sini!"
"Baik, baik,......... lo-cian-pwe,......... silakan duduk di
dalam......... !”
Siang Koan Bhok menyeret dayungnya dan dipersilakan
duduk di meja kehormatan. Sepasang mempelaipun di paksa
ayah mereka untuk keluar, memberi hormat lalu melayani
kakek itu makan minum!
Selagi Siang Koan Bhok makan minum, tiba-tiba
terdengar suara lantang dari luar. "Siang Koan Bhok,
tuabangka iblis! Sampai sekarang engkau belum juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengubah watakmu yang kejam. Sekali ini aku tidak
mungkin tinggal diam saja!"
Di luar rumah itu telah berdiri seorang kakek yang
tubuhnya pendek gendut serba bulat, pakaiannya seperti
jubah pertapa yang sederhana. Tangan kanannya memegang
sebuah kebutan panjang berbulu putih. Melihat kakek yang
usianya sekitar limapuluh tiga tahun ini, Siang Koan Bhok
mengerutkan alisnya dan kemarahannya memuncak. Setelah
menenggak lagi cawan araknya sampai habis, dia lalu
bangkit berdiri dan menyeret dayungnya keluar dari rumah
itu sampai dia berhadapan dengan si kakek gendut.
"Hemm, Thian Tok. Berani engkau mengganggu aku?
Rupanya engkau sudah bosan hidup, ya?"
Kakek pendek gendut itu bernama Gu Kiat Seng dan
berjuluk Thian Tok (Racun Langit), seorang di antara para
datuk dan terkenal sebagai Datuk Barat. Akan tetapi
berbeda dengan para datuk besar yang biasanya berwatak
keras dan kejam, menghendaki agar segala kemauannya
ditaati siapa saja, tidak demikian dengan Thian Tok. Biarpun
dia bukan golongan pendekar, akan tetapi dia tidak pernah
melakukan kejahatan.
"Bagus, mari kita tentukan siapa yang lebih unggul di
antara kita. Akan tetapi bukan di dusun ini. Mari kita
mencari tempat sunyi di luar dusun!" Setelah berkata
demikian, Thian Tok melompat dan cepat sekali pergi dari
situ, dikejar oleh Siang Koan Bhok. Dalam keadaan sakit
hati, duka dan marah seperti itu, semua orang dianggap
musuh oleh Siang Koan Bhok, maka tantangan itu tentu
saja diterimanya dengan marah.
Setelah kedua orang kakek yang berlari cepat seperti
terbang itu tiba jauh dari dusun, di sebuah lapangan
rumput yang sunyi dan di sana tidak tampak seorangpun,
Thian Tok berhenti. Siang Koan Bhok segera menghadapinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan dua orang kakek itu berdiri sating berhadapan seperti
dua ekor ayam jantan hendak bertanding!
"Thian Tok, engkau lancang mencampuri urusanku,
berarti engkau sudah bosan hidup!" kata Siang Koan Bhok
sambil melintangkan dayung bajanya di depan dada.
"Hemm, justeru engkau yang bosan hidup. Engkau
membunuh belasan orang dusun yang tidak berdosa. Kalau
aku tidak melihatnya masih tidak mengapa. Akan tetapi
setelah aku melihatnya, terpaksa aku harus melenyapkan
iblis keji seperti engkau dari permukaan bumi agar jangan
membunuhi orang tidak berdosa lagi," kata Thian Tok yang
sudah mempersiapkan senjatanya, yaitu kebutan berbulu
merah.
"Thian Tok, jahanam sombong. Engkaulah yang akan
mampus!" Siang Koan Bhok berteriak dan dayungnya
menyambar dahsyat. Akan tetapi sekali ini yang diserangnya
adalah Datuk Barat, maka dengan mudahnya Thian Tok
mengelak dan kebutannya menyambar ke depan. Hebatnya,
begitu kebutan menyambar, bulu kebutan yang biasanya
halus lemah itu tiba-tiba menjadi kaku dan kuat seperti
kawat-kawat baja dijadikan satu. Kebutan itu menusuk ke
arah perut Siang Koan Bhok. Akan tetapi majikan Pulau
Naga inipun sudah mengenal kehebatan lawan, maka dia
memutar dayungnya menangkis, lalu menyerang lagi dengan
dahsyat. Demikianlah, terjadi perkelahian satu lawan satu
yang seru dan hebat, dan tidak disaksikan oleh siapapun.
Begitu hebat tenaga mereka sehingga di sekitar mereka ada
angin menyambar-nyambar dengan kuatnya.
Mereka tidak tahu bahwa di belakang sebatang pohon
yang tumbuh tidak jauh dari situ, terdapat seorang yang
mengintai dan menonton pertandingan mereka. Orang ini
masih muda, berpakaian serba putih, wajahnya tampan dan
gerak geriknya lembut dan halus, akan tetapi lengan kirinya
buntung sebatas siku sehingga lengan baju bagian kiri itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kosong dan tergantung lepas di sisi tubuhnya. Pemudi ini
bukan lain adalah Ouw Kwan Lok! Pemuda yang pernah
menjadi murid mendiang Pak-thian-ong Datuk Utara dan
juga Thian-te Mo-ong Datuk Besar Selatan itu menonton
perkelahian dengan penuh perhatian. Seperti kita ketahui,
belum lama ini Ouw Kwan Lok bertemu dengan Lee Cin,
seorang di antara tiga musuh-musuh gurunya yang harus
dibunuhnya. Dua orang yang lain adalah Song Thian Lee
dan isterinya, Tang Cin Lan. Akan tetapi dalam
perkelahiannya melawan Lee Cin, dia kehilangan lengan
kirinya. Untung dia masih dapat melarikan diri sehingga
tidak sampai terbunuh oleh gadis perkasa itu. Dia mengobati
luka di lengan buntungnya dan pagi hari ini secara tidak
disengaja dia menjadi saksi sebuah perkelahian yang seru
dan hebat antara dua orang datuk besar itu!
Kwan Lok pernah bertanding melawan Thian Tok ketika
dia menculik Ceng Ceng dan terpaksa dia melarikan diri me
ninggalkan Ceng Ceng yang kemudian menjadi murid datuk
itu. Dan kini dia melihat datuk yang pernah mengalahkan
dia itu bertanding dengan seorang kakek yang bersenjatakan
sebatang dayung baja. Biarpun dia belum pernah berjumpa
dengan Siang Koan Bhok, akan tetapi dia telah mendengar
banyak tentang Para datuk dari gurunya, maka dia segera
mengetahui siapa adanya kakek gagah perkasa itu. Diapun
tahu bahwa Siang Koan Bhok adalah ayah dari Siang Koan
Tek yang telah dikenalnya dan mengetahui pula bahwa Siang
Koan Tek telah tewas dalam perang ketika pasukan
pemerintah kerajaan menyerbu pasukan pemberontak. Dia
sendiri tidak ikut dalam perang karena sebelum itu
lengannya sudah buntung oleh Lee Gin.
Pertandingan antara kedua orang datuk itu semakin sera.
Mereka telah bertanding hampir duaratus jurus, akan tetapi
masih belum ada yang tampak terdesak. Agaknya tingkat
kepandaian mereka memang seimbang, dan demikian pula
tenaga mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi kini perlahan-lahan Siang Koan Bhok mulai
terdesak. Hal ini disebabkan karena dia baru saja sembuh
dari luka dalam yang dideritanya ketika dia bertanding
melawan Song Thian Lee. Kebutan bulu putih di tangan
Thian Tok kini menyambar-nyambar dengan ganasnya dan
Siang Koan Bhok hanya mampu mengelak dan menangkis
saja, tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk
membalas, bahkan jelas nampa.k betapa napasnya mulai
ngos-ngosan.
Ouw Kwan Lok berpikir cepat. Mudah saja baginya untuk
memihak siapa. Dengan tangan kanannya dia mengambil
lima batang pisau terbangnya dan keluarlah dia dari balik
pohon besar itu. Dengan hati-hati dia menimpukkan pisaupisaunya
beruntun ke arah Thian Tok yang tengah
bertanding dengan Siang Koan Bhok.
"Wirrr-wirr-wirr-wirr-wirr.........
Lima sinar menyambar ke arah tubuh Thian Tok. Kakek
ini terkejut bukan main akan tetapi dia dapat melompat ke
belakang dan memutar kebutannya sehingga pisau-pisau
terbang itu runtuh semua. Akan tetapi Kwan Lok sudah
melompat dan menerjangnya dengan pedangnya. Biasanya
dia mempergunakan sepasang pedang di kedua tangannya,
akan tetapi karena tangan kirinya sudah buntung, dia hanya
menggunakan sebatang pedang saja. Akan tetapi
serangannya masih berbahaya!
Thian Tok mengelak dan pada saat itu, Siang Koan Bhok
yang merasa mendapat bantuan juga sudah mengayun
dayung bajanya sehingga Thian Tok dikeroyok dua. Karena
ilmu silat Ouw Kwan Lok, biarpun sebelah tangannya
buntung, masih tangguh sekali, maka pengeroyokannya
membuat suasana pertandingan berubah. Kini Thian Tok
terdesak hebat dan dia hanya main mundur! Masih untung
baginya bahwa Siang Koan Bhok sudah hampir kehabisan
tenaga maka dia masih mampu menghindarkan diri dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
desakan datuk itu. Melihat bahwa keadaannya berbahaya
dan kalau dilanjutkan tentu dia akan kalah, Thian Tok lalu
menggunakan gin-kangnya meloncat jauh keluar dari
kalangan pertandingan sambil berseru keras.
"Siang Koan Bhok manusia curang!' Dia lalu melarikan
diri dengan amat cepatnya. Tubuhnya yang pendek gendut
itu seperti bola menggelinding cepa.t sekali.
Siang Koan Bhok yang sudah kehabisan tenaga tidak
mungkin dapat mengejarnya dan Ouw Kwan Lok tidak akan
berani mengganggunya kalau hanya seorang diri. Maka,
Thian Tok dapat melarikan diri dengan aman.
Kini Siang Koan Bhok, dengan napas terengah-engah,
berdiri memandang kepada Kwan Lok, matanya
memancarkan perasaan tidak senang. Dia adalah seorang
datuk yang angkuh, maka biarpun sudah dibantu orang, hal
ini malah membuat dia marah karena hal itu dianggap
merendahkan dirinya.
"Siapa engkau dan mengapa engkau membantuku?"
bentak kakek itu. Dari suara bentakannya, tahulah Kwan
Lok bahwa kakek itu marah kepadanya. Dia cerdik sekali.
Tiba-tiba Kwan Lok menjatuhkan diri berlutut di depan
kakek itth
"Harap lo-cian-pwe memaafkan kelancangan saya. Saya
bernama Ouw Kwan Lok dan saya adalah sahabat baik
putera lo-cian-pwe, mendiang Siang Koan Tek. Secara
kebetulan saja saya melihat lo-cian-pwe bertanding melawan
Thian Tok. Saya sendiri pernah bentrok dengan Thian Tok,
oleh karena itu biarpun saya tahu bahwa lo-cian-pwe sama
sekali tidak akan kalah oleh Thian Tok, saya membantu
untuk merobohkannya. Harap lo-cian-pwe suka memandang
muka mendiang sahabat saya Siang Koan Tek untuk
memaafkan kelancangan saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senang hati Siang Koan Bhok mendengar kata-kata yang
teratur baik dan sopan itu. "Hemm, permainan pedangmu
seperti kukenal. Siapakah gurumu, Kwan Lok?"
Kwan Lok juga tahu bahwa kedua orang gurunya adalah
juga datuk-datuk besar, dapat dibilang rekan-rekan dari
Siang Koan Bhok walaupun tingkat kepandaian Siang Koan
Bhok menurut penuturan Thian-te Mo-ong lebih tinggi dari
mereka. Maka diapun tidak perlu menyembunyikan diri dan
dia menjawab dengan sikap hormat. "Guru saya yang
pertama adalah mendiang Pak-thian-ong, adapun guru saya
yang kedua adalah Thian-te Mo-ong. Kedua orang guru saya
sudah bercerita banyak tentang kehebatan ilmu yang
dimiliki lo-cian-pwe. Maka, setelah kini bertemu di sini
secara kebetulan sekali, saya merasa beruntung sekali dan
mohon petunjuk dari lo-cian-pwe."
Siang Koan Bhok memandang wajah pemuda itu dengan
hati senang. Dia telah kehilangan putera dan tidak
mempunyai murid dan pemuda ini agaknya akan dapat
menjadi muridnya yang baik, yang dapat digemblengnya dan
kelak pemuda ini sebagai muridnya dapat mewakilinya
untuk membalas dendam kepada Song Thian Lee!
"Ouw Kwan Lok, bagaimana lengan kirimu sampai
buntung? Apakah sejak kecil?"
Mendengar ini, Ouw Kwan Lok nenggigit bibirnya dan
matanya menjadi merah seolah dia menahan turunnya air
mata karena duka. "Tidak sejak kecil, lo cian-pwe. Dan
karena lengan saya buntung inilah maka saya tidak dapat
ikut berperang bersama mendiang Siang Koan fek. Lengan
saya ini buntung dalam usaha saya untuk membalaskan
dendam kenatian guru saya Pak-thian-ong dan
kesengsaraan hidup guru saya Thian-te Mo ong.”
"Siapa musuhmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Musuh saya ada tiga orang, lo-cian pwe. Pertama Song
Thian Lee, kedua isterinya Tang Cin Lan dan ke tiga Souw
Lee Cin."
"Dan siapa yang membuntungi lengan mu?"
"Ketika kebetulan saya bertemu dengan Souw Lee Cin
kami bertanding dan karena kurang hati-hati lengan kiri
saya menjadi buntung, lo-cian-pwe."
Siang Koan Bhok sudah senang sekali. Kiranya Song
Thian Lee merupakan seorang di antara musuh-musuh
pemuda ini.
"Dengar baik-baik, Kwan Lok. Engkau sudah tahu bahwa
puteraku Siang Koan Tek telah tewas dalam perang dan
semua ini adalah karena perbuatan Song Thian Lee. Kalau
aku mengambilmu sebagai murid dan anak angkat, maukah
engkau kelak membalaskan kematian Siang Koan Tek
kepada Song Thian Lee?"
Bukan main girangnya rasa hati Kwan Lok. Dia memberi
hormat sambil berlutut dan berkata. "Suhu yang mulia,
tentu saja teecu akan merasa bahagia kalau dapat menjadi
murid suhu, dan tentang membalas dendam kepada Song
Thian Lee, teecu bersumpah untuk mela kukannya, sekalian
untuk membalaskan kedua orang suhu teecu."
"Bagus, kalau begitu mari kau ikut aku ke Pulau Naga."
"Baik, silhu!"
Pergilah kedua orang itu dan di sepanjang perjaalanan ke
Pulau Naga, Kwan Lok bersikap baik sekali kepada gurunya.
Dia melayani suhunya dan menyediakan segala keperluan
suhunya dan bersikap sangat hormat. Siang Koan Bhok
semakin girang dan bangga. Putera nya sendiri tidak pernah
bersikap sedemikian baiknya seperti Kwan Lok. Maka dia
mengambil keputusan untuk mewariskan seluruh ilmunya
kepada murid ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-oo(mch)oo-
Mati dan hidupnya setiap orang manusia berada di
tangan Tuhan. Hal ini tidak dapat dibantah oleh siapapun
juga. Kalau Tuhan sudah menghendaki kematian seseorang,
tidak ada dewa manapun akan mampu menyelamatkannya.
Biar dia bersembunyi di lubang semut, maut akan tetap saja
menjemput. Sebaliknya kalau Tuhan tidak menghendaki
seseorang itu mati, dewa manapun tidak akan dapat
membunuhnya. Biar dihujani seribu batang anak panah,
tidak satupun ada yang mematikannya.
Demikian pula dengan diri Cia Tin Han atau yang tadinya
hanya dikenal se bagai Si Kedok Hitam oleh Souw Lee Cin.
Ketika untuk ke sekian kalinya Si Kedok Hitam menolong
Lee Cin terbebas dari tangan keluarga Cia, dia menyuruh Lee
Cin lari dan bersembunyi sedangkan dia sendiri menghadapi
keluarga Cia yang amat lihai. Nenek Cia demikian marah
kepada Si Kedok Hitam sehingga ia menyerangnya dengan
tongkatnya dan berhasil merenggut kain penutup muka itu.
Alangkah kagetnya semua anggauta keluarga Cia itu ketika
melihat bahwa wajah di balik kedok itu adalah wajah Cia Tin
Han! Dan nenek Cia menjadi demikian marah melihat bahwa
cucunya sendiri yang menentang mereka, lalu mengirim
tendangan yang membuat tubuh Tin Han terlempar ke
dalam jurang di belakangnya. Jurang yang tak terukur
dalamnya, bahkan dasarnya tidak tampak dari atas karena
selalu berkabut.
Cia Tin Han adalah seorang pemuda berusia duapuluh
dua tahun, berwajah tampan dan sikapnya seperti seorang
pemuda terpelajar yang tidak mengenal ilmu silat! Namun,
dia pemberani luar biasa, selalu gembira dan jenaka.
Ketika Tin Han masih kecil, bersama kakaknya yang
bernama Cia Tin Siong dan yang lebih tua dua tahun
darinya, diapun dididik ilmu silat oleh keluarga Cia yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkenal memiliki ilmu silat yang tangguh. Akan tetapi Tin
Han sejak kecil kurang berminat mempelajari ilmu silat dan
lebih bersemangat mempelajari kesusasteraan.
Akan tetapi ketika Tin Han berusia sepuluh tahun, terjadi
hal yang luar biasa. Pada suatu hari dia ber main seorang
diri dan entah apa yang mendorongnya, dia mendaki bukit
Lo-sian-san (Bukit Dewa Tua) yang berada dekat kota Huicu.
Bahkan kota Hui-cu terletak di kaki bukit itu. Dia terus
mendaki sampai ke puncak bukit itu dan setelah tiba di
puncak dia menjadi bingung bagaimana harus turun ke
sana. Ketika mendaki puncak, dia melewati daerah berhutan
yang merupakan daerah liar. Tidak ada jalan untuk turun
karena naiknya tadipun dia tidak menurutkan jalan setapak,
hanya berusaha mendaki saja. Kini dia menjadi bingung
karena setelah dicobanya turun, selalu dia berhadapan
dengan jurang yang dalam!
Tin Han adalah seorang anak yang berani dan tidak
pernah menangis. Walau pun dia bingung sekali,diapun
tidak menangis dan tidak pernah berhenti berusaha mencari
jalan turun. Akan tetapi, jalan yang di ambilnya bahkan
membuat dia tersesat jauh dan hanya berputar-putar di
sekeliling puncak itu.
Sampai hari menjadi sore dia masih berputar-putar di
situ. Akhirrnya terpaksa dia berhenti karena selain kedua
kakinya terasa lelah sekali, juga perutnya lapar, membuat
dia kehabisan tenaga dan tubuhnya terasa lemas.
Selagi dia duduk di bawah pohon untuk mengaso, cuaca
mulai menjadi remang- remang karena senja telah tiba. Dia
merasa bingung, akan tetapi dia tidak takut. Tiba- tiba
terdengar suara auman yang menggetarkan jantung dan Tin
Han melompat berdiri. Tahu-tahu di depannya telah berdiri
seekor harimau kumbang yang cukup besar, yang mendesisdesis
dan memperlihatkan taringnya ketika binatang itu
melihat Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak lain tentu sudah menangis dan tubuhnya menjadi
lumpuh berhadapan dengan harimau itu. Akan tetapi Tin
Han dengan tabah lalu menakut-nakuti harimau itu dengan
menggereng pula dan tangannya mengambil sebongkah batu
untuk disambitkan kepada harimau. Akan tetapi, harimau
itu pandai mengelak lalu mengaum lagi, kini siap untuk
meloncat dan menerkam bocah yang berani menye rangnya
itu. Tin Han menyambar sepotong kayu dari bawah pohon
dan siap- untuk melawan. Dia tidak akan menyerah begitu
saja! Dengan penuh keberanian dia memegang tongkat kayu
itu dan siap memukul kalau harimau itu berani
mendekatinya.
Tiba-tiba harimau itu menggereng dan melompat,
menerkam ke arah Tin Han. Akan tetapi berbareng dengan
itu sebuah sinar hitam menyambar dan ternyata sinar itu
adalah sepotong batu yang menyambar cepat dan mengenai
hidung harimau itu. Harimau itu terpelanting dan
menggereng kesakitan, memandang Tin Han dengan
bingung. Mendadak menyambar lagi sepotong batu yang
mengenai kepalanya. Batu itu menyambar demikian kuatnya
sehingga harimau itu menggereng kesakitan lalu
membalikkan tubuhnya dan lari tunggang langgang
meninggalkan Tin Han.
Tentu saja Tin Han merasa heran bukan main. Tiba-tiba
terdengar seruan dari belakangnya. "Sian-cai......... !”
Dia cepat memutar tubuhnya dan melihat seorang kakek
berpakaian kuning berdiri di situ. Kakek ini sudah tua,
paling sedikit enampuluh lima tahun usianya dan berjenggot
panjang putih, akan tetapi kepalanya botak dan dia
memakai sebuah topi kain.
Melihat kakek itu, Tin Han yang cerdik mengerti mengapa
harimau itu tadi melarikan diri. Kiranya kakek ini yang telah
menolongnya dan menyambitkan batu kepada harimau itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan sikap hormat dia lalu menjatuhkan diri berlutut di
depan kakek itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu, kakek yang baik.
Kalau tidak ada kakek yang menolong, tentu sekarang saya
sudah berada dalam perut harimau tadi!" katanya sambil
memberi hormat.
Kakek itu mengelus jenggotnya yang panjang. "Anak yang
baik, engkau tidak takut menghadapi harimau itti?"
"Saya tidak takut dan akan melawan mati-matian, kek."
"Siapakah namamu, anak yang baik?"
"Nama saya Cia Tin Han, kek."
Kakek itu melebarkan kedua matanya yang sipit. "Ah,
kiranya engkau ini keturunan keluarga Cia yang berada di
Hui on?"
"Benar sekali, kek."
"Engkau tentu pandai bersilat maka begitu berani."
"Tidak, kek. Aku tidak pandai silat, malah aku tidak
senang mempelajari ilmu silat."
"Ehhh? Bukankah engkau ini keturunan keluarga Cia?
Siapakah ayahmu, anak Cia Hok atau Cia Bhok?"
"Paman Cia Hok dan paman Cia Bhok belum menikah,
kek. Saya adalah anak ayah Cia Kun"
"Hemm, bagus. Cia Kun itu putera pertama dari nenek
Cia, tentu ilmu silatnya lihai. Kenapa engkau tidak suka
belajar silat?"
"Ilmu silat itu kasar dan hanya dipakai untuk berkelahi
saja. Aku tidak suka berkelahi."
"Ha-ha, akan tetapi ada kalanya engkau dipaksa untuk
berkelahi, sepert ketika engkau bertemu dengan harima tadi.
Kalau engkau pandai silat, tentu engkau akan mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkan harimau tadi. Begini saja, engkau mempelajari
ilmu silat dari aku, bagaimana? Tidak perlu orang tuamu
dan keluarga Cia tahu. Aku mengajarmu dengan diam-diam
dan engkau boleh terus menyembunyikan kepandaianmu.
Sekali waktu kepandaianmu itu tentu akan ada gunanya."
"Aku tidak suka, kek."
Kakek itu mengerutkan alisnya. "Hemm, engkau anak
yang keras hati. Baiklah, kalau begitu aku tidak akan
menunjukkan jalan pulang padamu. Hendak kulihat sampai
di mana kekerasan hatimu. Setelah berkata demikian, sekali
berkelebat kakek itu sudah lenyap dari depan Tin Han.
Tin Han menjadi bingung. Hari sudah hampir malam dan
dia masih belum dapat pulang. Karena mencari jalan pulang
di waktu malam gelap lebih tidak mungkin lagi, maka dia
lalu memanjat pohon itu dan bertekad melewatkan malam di
atas pohon. Dengan demikian tidak akan ada harimau yang
mengancamnya! Dia sudah melupakan lagi kakek tadi.
Semalam suntuk Tin Han tidak dapat memejamkan
matanya. Dia takut kalau sampai tertidur lalu terjatuh dari
atas pohon. Malam itu dinginnya menembus tulang. Dia
kedinginan dan kelaparan. Akan tetapi tetap saja dia tidak
mengeluh apa lagi menangis.
Pada keesokan paginya, dia turun dari atas pohon dan
kembali dia berusaha mencari jalan untuk menuruni
puncak. Dan seperti juga kemarin, usahanya tidak pernah
berhasil dan dia hanya berputar-putar sekeliling puncak.
Perutnya semakin lapar dan tenaganya semakin habis.
Akhirnya dia tiba di bawah pohon yang kemarin di mana dia
berhadapan dengan kakek itu. Dia benar-benar bingung.
Kedua kakinya seperti patah-patah rasanya dan seluruh
tubuhnya lemas. Malam kembali tiba. Sehari tadi dia hanya
dapat mengisi perutnya dengan air yang didapatnya dalam
perjalanan mencari jalan turun itu. Kini perutnya terasa
perih sekali dan sering berkeruyuk. Setelah malam tiba,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali dia memanjat pohon dan berdiam di atas pohon.
Akan tetapi rasa kantuk menyerangnya. Tak tertahankan
rasanya. Matanya terpejam dan diapun jatuh tertidur. Akan
tetapi tubuhnya terguling dari atas batang pohon dan tubuh
itu tentu telah terbanting ke atas tanah sekiranya dia tidak
cepat mencengkeram ke kanan kiri dan berhasil
mencengkeram ranting pohon. Dengan sisa tenaga yang
masih ada, dia mengangkat tubuhnya kembali sehingga
dapat duduk di atas ba tang pohon.
Tin Han sudah lemas sekali. Akan tetapi dia berkeras hati
untuk bertahan dan menggosok-gosok kedua matanya
sampai pedih sehingga dia tidak sampai tertidur.
Pada keesokan paginya dia sudah tidak dapat turun dari
pohon itu. Ketika dicobanya untuk turun, kaki tangannya
gemetar dan tidak bertenaga sama sekali sehingga dia hanya
mendekap batang pohon itu dan tidak dapat turun.
Tiba-tiba di bawah pohon telah berdiri kakek yang
kemarin dulu berada di situ. Kakek itu menengadah dan
melihat Tin Han memeluk batang pohon, dia tertawa.
"Bagus! Kekerasan hatimu luar biasa dan daya tahanmu
juga luar biasa. Engkau berbakat baik sekali. Cia Tin Han,
aku mau menolongmu turun dan memberi makan, akan
tetapi berjanjilah dulu bahwa engkau suka menjadi
muridku. Engkau akan kuantar pulang dan secara diamdiam
aku akan mengajarkan silat kepadamu! Bagaimana?
Apakah engkau memilih mati kelaparan di atas pohon itu
dari pada menjadi muridku? Apakah engkau sebodoh itu?"
Tin Han berpikir keras. Tentu saja bodoh sekali kalau dia
memilih mati. Biarlah dia berjanji menjadi murid kakek itu.
Kelak kalau kakek itu melihat dia tidak berbakat, tentu akan
berhenti sendiri mengajar.
"Baiklah, kakek. Saya mau menjadi muridmu," katanya
dengan suara lemah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu tertawa bergelak, tubuhnya tiba-tiba melayang
naik ke atas pohon. Dia memegang lengan Tin Han lalu
melayang lagi ke bawah membawa Tin Han yang akhirnya
dapat selamat tiba di atas tanah. Karena kedua kakinya
lemas, Tin Han jatuh `berluttit dan diapun memenuhi
janjinya, menyebut, "Suhu. ..... !" dan memberi hormat.
"Ha-ha-ha, ketahuilah, Tin Han. Aku ini bukan orang lain
karena aku adalah suheng dari nenekmu. Nenek Cia adalah
adik seperguruanku, akan tetapi sudah lama aku
menghilang dari dunia ramai sehingga nenekmu sendiri
tentu mengira bahwa aku sudah mati. Dahulu sekali, orang
menyebutku dengan kata-kata pujian, akan tetapi aku
sudah melupakan itu dan sekarang, karena aku memang
tidak mempunyai nama, bagimu aku adalah Bu Beng Lo-jin
(Orang Tua Tak Bernama). Mulai saat ini engkau menjadi
muridku. Aku akan menentukan di mana engkau akan
belajar dariku. Sekarang, lebih dulu makan dan minumlah!"
Dari balik jubahnya kakek itu mengeluarkan sepotong besar
roti kering dan daging kering, juga sebuah guci yang isinya
air jernih.
Tanpa disuruh dua kali Tin Han lalu makan roti dan
daging kering. Dia minum air dari guci itu dan perutnya
terasa kenyang, tenaganya pulih kembali.
"Sekarang mari ikuti aku pulang. Kalau ditanya
keluargamu katakan saja bahwa engkau tersesat selama dua
hari dua malam. Kemudian kau boleh pulang bersama
keluargamu. Akan tetapi setiap malam engkau harus pergi
keluar dari kota Hui-cu, di luar pintu gerbang utara dan aku
akan menantimu di sana."
Mereka lalu menuruni puncak. Karena kalek itu
mengenal jalan, maka sebentar saja mereka sudah tiba di
lereng bukit Lo-sian. Tiba-tiba mereka mendengar suara
memanggil-manggil namanya. "Tin Han......... Tin Han.........
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han mengenal suara ayahnya. Bu Beng Lo-jin lalu
berkata, "Nah, engkau. temuilah mereka. Aku akan pergi
dulu. Ingat, malam nanti di luar pintu gerbang utara."
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat kakek itu sudah
menghilang.
"Tin Han......... !" Suara itu kembali terdengar.
"Ayah, aku berada di sini!" Tin Han berseru sambil berlari
menghampiri ke arah suara. Tak lama kemudian dia melihat
ayahnya, kedua orang pamannya dan juga neneknya berlarilari
menghampirinya.
"Tin Han.......... !" Cia Kun membungkuk lalu
memondongnya. "Engkau membikin kami gelisah setengah
mati! Ke mana saja engkau pergi?" tanya ayah yang merasa
girang bukan main melihat anaknya yang kedua ini dalam
keadaan selamat.
"Aku bermain-main di puncak, lalu tersesat dan tidak
dapat turun sampai dua hari dua malam," kata Tin Han.
Nenek Cia menghampiri Tin Han dan memegang
lengannya untuk merasakan denyut nadinya. Nenek itu
mengerutkan alisnya dan memandang heran.
"Akan tetapi engkau tidak kelaparan! Apa saya, yang
kaumakan?" tanyanya sambil memandang dengan tajam
penuh elidik.
Tin Han maklum akan kelihaian nenek yang tentu tidak
dapat dibohongi bahwa dia tidak makan apa-apa, maka
diapun lalu berkata, "Aku kelaparan dan aku memetik daundaun
muda untuk kumakan, nek. Dan minum air jernih.
Untung tadi aku menemukan jalah turun."
Nenek Cia percaya dan dengan gembira keluarga itu
membawa Tin Han pulang. Demikianlah, mulai malam itu,
Tin Han diam-diam meninggalkan rumahnya, lalu pergi
keluar pintu gerbang utara, di mama Bu Beng Lo-jin sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunggu dan dia dibawa ke sebuah kuil tua yang sudah
tidak dipakai lagi di luar hutan dan' mulai mengajarkan ilmu
silat kepadanya.
Sungguh aneh. Setelah diberi petunjuk oleh kakek itu,
timbul keinginan Tin Han untuk belajar dengan sungguhsungguh.
Pengalamannya tersesat di puncak itu agaknya
telah menyadarkannya bahwa ilmu silat amat berguna
untuk membela diri dari bahaya.
Untuk menghilangkan kecurigaan keluarganya, terutama
nenek Cia, mulai hari itu Tin Han mau juga dilatih ilmu silat
oleh ayahnya. Dia mulai mengenal ilnu silat keluarga Cia,
akan tetapi dibandingkan dengan kakaknya, Cia Tin Siong,
dia ketinggalan jauh dalam ilmu silat keluarga mereka itu.
Semua ilmu yang dipelajarinya dari Bu Berg Lo-jin
dirahasiakan dan tidak pernah diperlihatkan kepada
siapapun juga.
Setelah mempelajari ilmu silat selama sepuluh tahun,
dalam usia duapuluh tahun, Tin Han ditinggalkan Bu Beng
Lo jin. "Engkau sudah maju pesat sungguhpun belum
mencapai kesempurnaan dalam ilmu silatmu. Dengan ilmu
silatmu sekarang, agaknya sudah sukar dicari orang yang
dapat mengalahkanmu. Sudah tiba waktunya kita berpisah,
Tin Han. Ingat, Jangan sekali-kali menceritakan tentang
diriku kepada siapapun juga."
Bu Beng Lo-jin meninggalkan Tin Han. Pemuda ini dalam
pandangan keluarganya tetap sebagai seorang pemuda yang
lebih pandai ilmu sastra ketimbang !mu silat. Mereka
menganggap bahwa ilmu silat yang dikuasai Tin Han tidak
terlalu tinggi, tidak seperti yang dikuasai Cia Tin Siong. Dan
selalu Tin Han juga bersikap seperti seorang pemuda yang
lemah lembut.
Akan tetapi pemuda ini mewaris watak patriot dari
keluarganya. Ia pun membenci pemerintah penjajah
Manchu. Dia tidak dapat tinggal diam saja meliha betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjajah Mancu menguasai tanah airnya. Berbeda dengan
keluarganya yang menentang penjajah secara terangterangan,
Tin Han menentang secara diam-diam Bahkan
setiap kali dia melakukan sesuatu untuk menentang para
penjajah, dia selalu mengenakan pakaian hitam dan juga
topeng hitam sehingga dia hanya dikenal sebagai Si Kedok
Hitam.
Hanya ada perbedaan antara sikap Tin Han dan sikap
keluarga Cia. Keluarg. Cia membenci semua orang yang
memegang kedudukan sebagai pembesar Mancu dan
memusuhi mereka. Bahkan keluarga Cia tidak segan-segan
untuk bersekutu dengan orang-orang golongan hitam untuk
memberontak. Akan tetapi Tin Han tidak demikian. Dia
seorang patriot sejati yang tidak sudi bersekutu dengan
perjahat, bahkan dia bersikap sebagai seorang pendekar
yang menentang kejahatan walaupun hal inl dilakukan
dengan diam-diam pula.
Setelah ditinggalkan gurunya, banyak yang sudah
dikerjakan Tin Han secara diam-diam. Bahkan ketika dia
mendengar betapa Beng-cu, yaitu pemimpin dunia kangouw,
direstui oleh pemerintah Mancu, dia menjadi
penasaran dan menganggap Beng-cu itu sebagai antek
Mancu. Diam-diam dia lalu mendatangi Beng-cu Souw Tek
Bun di Hong-san dan menantangnya. Dalam pertandingan
yang seru, dia terluka sedikit lengannya oleh pedang yang
lihai dan Souw Tek Bun, akan tetapi sebaliknya, dia berhasil
memberi pukulan yang dahsyat kepada Beng-cu itu sehingga
Souw Tek Bun menderita luka lalam yang cukup parah.
Perbuatan inilah yang membuat Souw Lee Cin
mendendam kepada Si Kedok Hitam! Ia mendengar dari
ayahnya bahwa penyerangnya adalah seorang pemuda
berkedok hitam dan Lee Cin berangkat pergi untuk mencari
Si Kedok Hitam untuk membalas dendam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kisah Dewi Ular sudah diceritakan dengan jelas
tentang pertemuan Lee Cin dengan Si Kedok Hitam. Aka
tetapi berulang kali Si Kedok Hitam menyelamatkan Lee Cin
sehingga membuat gadis ini menjadi bingung. Di satu pihak
dia mendendam kepada Si Kedok Hitam, yang sudah
melukai ayahnya akan tetapi di lain pihak berulang kali dia
diselamatkan oleh Si Kedok Hitam.
Paling akhir, kembali Lee Cin yang dikeroyok keluarga
Cia diselamatka oleh Si Kedok Hitam. Gadis ini lari
bersembunyi dan mengintai bagaimana Si Kedok Hitam
dikeroyok oleh keluargga Cia. Ia melihat pula ketika Nenek
Cia menggunakan tongkatnya untuk merenggut lepas topeng
hitam sehingga ia melihat bahwa Si Kedok Hitam itu bukan
lain adalah Cia Tin Han! Akan tetapi ketika itu, Nenek Cia
yang marah sekali melihat bahwa orang yang selama ini
menentangnya adalah cucunya sendiri, mengiri tendangan
yang membuat Tin Han terlempar dan jatuh ke dalam jurang
yang teramat dalam! Akan tetapi ketika gadis itu mencari
jenazah pemuda yang terjatu dari tempat yang demikian
tinggi, ia tidak dapat menemukan jenazah itu! Tin Han telah
lenyap seperti ditelan bumi.
Apakah yang telah terjadi dengan Tin Han? Benarkah dia
mati ketika terjatuh ke dalam jurang yang demikian
dalamnya? Tuhan Yang Maha Kuasa agaknya belum
menghendaki kematian pemuda ini!
Ketika dirinya tertendang dan terlempar jatuh ke dalam
jurang, Tin Han masih sadar. Dia merasakan tubuhnya
melayang, makin lama semakin cepat dan dia tidak dapat
berdaya. Kepalanya menjadi pening dan matanya menjadi
gelap. Dia tidak dapat berdaya untuk menolong diri sendiri,
maka diapun sudah pasrah saja, memejamkan matanya dan
menghadapi kematian.
Namun tiba-tiba sekali sesosok bayangan hitam
menyambar dari atas dan Tin Han merasa tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertahan dari kejatuhannya. Punggung bajunya terkait
sesuatu, akan tetapi tubuhnya tidak berhenti melainkan
melayang terus ke depan, tidak jatuh ke bawah! Diapun
mendengar kelepak sayap burung. Ketika dia berdongak dan
memandang ke atas, matanya terbelalak dan dia terkejut
setengah mati karena mendapatkan dirinya dicengkeram
oleh seekor burung rajawali hitam yang sangat besar!
Cengkeraman kaki burung itulah yang mengait punggung
bajunya dan kini burung itu membawanya terbang ke arah
depan, dengan kecepatan yang membuat dia pening!
Tin Han menggoyang kepalanya untuk mengusir
kepeningannya dan mulai berpikir. Apa yang harus
dilakukannya? Kalau dia meronta dan memegang kaki
burung lalu menghantamnya, tentu dia akan celaka. Kalau
burung itu melepaskan cengkeram kakinya, tentu dia akan
terjatuh ke bawah! Akan tetapi kalau membiarkan dirinya,
dia hendak dibawa ke manakah? Mungkin ke sarang burung
itu, di mana dia, akan dimangsa bersama anak-anaknya.
Akan tetapi kemungkinan kedua ini lebih baik. Kalau dia
sudah dilepaskan oleh burung itu, dimana saja, baru dia
akan melawan burung itu dan mengusirnya. Maka, diapun
diam saja dan diam-diam mengumpulkan hawamurni untuk
menghimpun kekuatan agar nanti dapat dipergunakan
untuk melawan burung rajawali hitam yang amat besar ini.
Dari atas dia melihat bahwa rajawali hitam itu
membawanya terbang ke arah sebuah bukit, bukan lagi
bukit Lo-sian, melainkan sebuah bukit yang berdekatan
dengan Lo-sian-san. Dia teringat bahwa bukit itu disebut
Bukit Hitam karena dari jauh hutan-hutannya yang lebat
membuat bukit itu tampak menghitam. Hutan-hutannya
amat besar dan liar, dan kabarnya tidak pernah ada orang
berani memasuki hutan itu. Dan kini rajawali hitam itu
membawanya ke bukit yang menakutkan itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba di atas bukit itu, rajawali mulai turun lalu
terbang berputaran di atas puncak bukit. Tak lama lagi aku
tentu akan diturunkan di sarangnya, pikir Tin Han dan dia
sudah bersiap-siap untuk menyerang begitu diturunkan.
Kini rajawali hitam itu terbang berputaran di atas sebuah
pondok yang terdapat di puncak itu! Sebuah pondok! Tempat
tinggal manusia, bukan sarang burung. Beberapa kali
burung itu mengeluarkan teriakan yang melengking,
memekakkan telinga Tin Han.
Dia melihat dua orang keluar dari pintu pondok itu dan
mereka berdongak ke atas, lalu menuding-nuding ke arah
burung. Seorang di antara mereka lalu berseru dengan suara
nyaring, "Hek-tiauw ko (Rajawali Hitam), turunkan pemuda
itu di sini perlahan-lahan!"
Burung itu seperti mengerti ucapan orang itu, lalu
menyambar turun dan setelah dekat dengan tanah, dia
melepaskan cengkeramannya. Tin Han melompat turun dan
dapat hinggap di atas tanah dengan selamat. Burung itupun
turun tak jauh dari situ, lalu membersihkan bulu-bulunya
dengan paruhnya.
Tin Han merasa kecelik. Burung itu tidak hendak
menjadikan dia sebagai mangsanya, melainkan
menyerahkan kepada majikannya. Dia cepat memutar tubuh
menghadapi kedua orang itu dan dia terbelalak, lalu cepat
menjatuhkan dirinya berlutut.
"Suhu.......... !!!" Dia berseru girang sekali. Kiranya
seorang di antara kedua orang itu adalah Bu Beng Lo-jin,
gurunya ang sudah hampir dua tahun meninggalkannya.
"Tin Han, tidak kami sangka engkau orangnya yang
dibawa Hek-tiauw-ko ke sini. Bagaimana asal mulanya
engkau dapat dibawa burung itu ke sini?"
"Suhu, kalau tidak ada burung rajawali itu yang
menolong teecu, sekarang teecu tentu sudah mati. Teecu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjatuh dari tebing gunung yang amat curam, lalu disambar
oleh burung rajawali ini."
"Ha-ha-ha, sungguh kebetulan sekali. Memang burung
itu dilatih untuk itu. Dan engkau harus menghaturkan
terima kasihmu kepada sahabatku ini. Karena Thay Kek Cinjin
inilah yang menjadi majikan Hek-tiauw-ko!" Bu Beng Lojin
-nenunjuk kepada seorang kakek lain yang sejak tadi
berdiri di sebelahnya. Tin Han memandang kakek itu dan
terkejut melihat sinar mata kakek itu yang ketika
memandangnya dia merasa seperti ada kilat menyambar.
Begitu penuh wibawa sinar mata itu.
Tin Han lalu berlutut di depan kakek itu dan berkata,
"Teecu Cia Ti Han menghaturkan terima kasih kepada locian-
pwe."
Kakek itupun berjenggot panjang dan dia mengelus
jenggotnya sambil berseru, "Sungguh kalau sudah jodoh tak
dapat dihalangi lagi. Hek-tiauw-ko sudah
menyelamatkanmu, itu berarti sudah jodoh. Dan pinto (saya)
tidak dapat menentang takdir. Bu Beng Lo-jin, kebetula
sekali yang berjodoh itu muridmu sendiri sehingga pinto
tidak akan meragukan lagi wataknya!"
"Ha-ha-ha! Tin Han, mengertikah engkau? Cepat
haturkan terima kasih karena baru saja They Kek Cin-jin ini
menerima engkau menjadi muridnya! Peruntunganmu
sungguh baik sekali. Terlepas dari cengkeraman maut
bahkan bertemu dengan seorang manusia dewa yang sukar
dicari keduanya di dunia ini, ha-ha ha!"
Tin Han terkejut dan girang sekali. Kiranya kakek tadi
bicara soal jodoh antara guru dan murid. Tentu saja dia
girang dan cepat dia memberi hormat sambil berlutut, lalu
menyebut, "Suhu, teecu siap melaksanakan semua petunjuk
suhu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek yang disebut sebagai Thay sek Cin-jin itu
mengangguk-angguk dan berkata, "Tin Han, jangan lupa
mengucapkan terima kasih kepada Hek-tiauw-ko atau dia
akan menganggap engkau seorang manusia yang tidak
mengenal budi."
Tin Han lalu bangkit berdiri dan menghampiri burung
itu. Burung itu besar sekali, tingginya lebih dari Tin Han. Tin
Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi
hormat kepada burung itu dan berkata, "Hek-tiauw-ko, aku
mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu yang sudah
menyelamatkan nyawaku."
Burung itu mengangkat muka ke atas dan mengeluarkan
bunyi nyaring tiga kali, kemudian mengebut-ngebutkan
sayapnya dan terbang melayang berputaran di atas pondok
itu.
Dua orang kakek itu tertawa dan Thay Kek Cin-jin
berkata, "Hek-tiauw-ko tidak mengenal terima kasih dan
sikap Tin Han hanya membuat dia malu."
Diam-diam Tin Han kagum bukar main kepada burung
itu. Bu Beng Lo-jin lalu menghampirinya dan berkata, "Nah,
Tin Han. Engkau berdiamlah di sini dan jadilah murid yang
baik dari Thay Kek Cin-jin."
"Ha-ha-ha, Bu Beng Lo-jin. Pinto tidak dapat lama-lama
berdiam di sini. Paling lama pinto hanya dapat mengajarkan
ilmu selama tiga bulan saja kepada Tin Han," kata Thay Kek
Cin-jin.
Bu Beng Lo-jin lalu berkata lagi kepada Tin Han. "Tin
Han, kalau dia mau mengajarmu selama tiga bulan, itu
sama saja dengan kalau engkau belajar selam sepuluh tahun
dariku. Cepat haturkan terima kasih!"
Tin Han terkejut dan girang, lalu menghaturkan terima
kasih kepada gurunya yang baru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Thay Kek Cin-jin, sekarang terpaksa aku harus
meninggalkan tempat ini. Sudah tiga hari tiga malam aku
tinggal sini, sudah cukup lama. Selamat berpisah kawan,
dan engkau rajin-rajinlah mempelajari ilmu di sini, Tin Han!"
"Sian-cai ...... engkau selalu melakukan perjalanan.
Kapankah perjalananmu itu akan berhenti, sobat?" kata
Thay Kek Cin-jin.
"Bukankah hidup ini suatu perjalanan? Aku menurutkan
hati dan kakiku, Cin-jin dan selama ini hati dan kakiku tak
pernah mengecewakan aku. Nah, selamat tinggal!" Setelah
berkata demikian, Bu Beng Lo-jin berkelebat dan lenyap dari
situ.
"Nah, Tin Han. Pinto hanya dapat memberi bimbingan
kepadamu selama tiga bulan saja. Karena itu pinto harus
melihat dulu sampai di mana tingkat kepandaianmu. Hektiauw-
ko yang akan menjadi teman berlatih untukmu."
Kakek itu lalu mengeluarkan suara melengking pendek dan
burung rajawali hitam itu lalu menyambar turun dan
hinggap di atas tanah depan Thay Kek Cin-jin.
"Hek-tiauw-ko, engkau harus melayani Tin Han ini
berlatih setiap kali dikehendakinya. Sekarang, ujilah
kepandaiannya, akan tetapi jangan melukainya!"
Burung itu seperti mengerti ucapan orang dan dia lalu
berloncatan menghadapi Tin Han, lain mengeluarkan suara
pendek tiga kali seperti menantang bertanding!
"Bersiaplah, Tin Han. Jangan pandang ringan Hek-tiauwko
atau engkau akan dirobohkan dalam beberapa gebrakan
saja! Mulailah, engkau boleh menyerangnya lebih dulu!"
Tin Han menaati perintah ini. Dia lain menerjang ke
depan untuk menghantam ke arah dada burung rajawali itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuuuutt ..... plakk!"
Tin Han terkejut sekali
ketika sayap burung itu
menangkis pukulannya
dan hampir saja dia
terpelanting. Demikian
kuatnya sayap itu. Hal ini
membuatnya lebih
berhati-hati dan dia lalu
menerjang lagi, menampar
ke arah kepala
burung sambil melompat
ke atas. Akan tetapi
kembali sayap burung
menangkis dan Tin Han
menarik kembali tamparannya
lalu kakinya
menendang ke arah perut
burung. Hek-tiauw-ko
kembali dapat mengelak dan mereka lalu bertanding dengan
serunya. Tin Han membatasi pukulannya karena dia tidak
mau melukai burung yang telah menyelamatkan nyawanya.
Burung itupun menyerang dengan patukan paruhnya dan
sabetan sayapnya. Akan tetapi Tin Han yang maklum akan
besarnya tenaga burung itu, mempergunakan kelincahannya
untuk mengelak dan balas menyerang. Akan tetapi sampai
limapuluh jurus, belum juga dia dapat mengalahkan Hektiauw-
ko, bahkan ketika burung itu membuka kedua
sayapnya dan menyerang dengan kedua sayap bergantian,
dia men jadi terdesak dan terhuyung.
"Cukup!" kata Thay Kek Cin-jin dan burung itupun
menghentikan gerakannya dan melompat ke belakang. Juga
Tin Han menghentikan gerakannya, lalu menghadap
gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, ternyata tidak sia-sia Bu Beng Lo-jin
memimpinmu selama sepuluh tahun, Tin Han. Ilmu
kepandaianmu sudah cukup bagus dan kalau engkau tidak
membatasi tenagamu, belum tentu Hek-tiauw-ko akan
mampu mempertahankan diri terhadap serangamu. Dalam
waktu tiga bulan ini, pinto akan mengajarkan cara
menghimpun sin-kang untuk memper kuat sin-kang dalam
tubuhmu dan semacam ilmu silat tangan kosong yang pinto
ambil dari gerakan-gerakan Hek-tiauw-ko. Ilmu silat ini
boleh kau namakan Hektiauw-kun (Silat Rajawali Hati
Kosong). Disebut demikian karena untuk dapat
menghimpunnya, engkau harus dapat mengosongkan semua
hati akal pikiranmu, dan kalau engkau sudah dapat melatih
sampai ke puncaknya, kiranya akan sukar ada orang dapat
menandingi sin-kangmu itu. Nah, kini perhatikan Hektiauwkun
yang harus kaupelajari baik-baik."
Kakek itu lalu bersilat dan banyak gerakannya mirip
dengan gerakan burung rajawali, kedua lengan menjadi
seperti sayap dan kedua kaki menjadi cakar. Bahkan kepala
dapat dipergunakan untuk menyerang seperti seekor burung
rajawali menyerang dengan paruhnya.
Mulai hari itu, Tin Han belajar ilmu silat dengan tekun
sekali. Selain mempelajari ilmu silat, diapun melayani
suhunya dengan baik. Mencarikan sayur-sayuran yang
disukai gurunya, memasakkan masakan dan mencarikan air
minum. Semua dilakukan dengan tekun dan penuh
perhatian sehingga hati Thay Kek Cin-jin menjadi semakin
suka kepada pemuda itu. Baru sebulan belajar, Hektiauw-ko
sudah tidak mampu melawannya. Dalam belasan jurus saja
dia sudah mampu merobohkan burung itu sehingga
terpelanting dan akhirnya burung itu tidak mau lagi diajak
berlatih!
Waktu berlalu dengan amat cepatnya dan tahu-tahu tiga
bulan telah lewat! Akan tetapi, Tin Han sudah mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguasai dua ilmu itu dalam waktu tiga bulan! Hal ini
bukan karena ilmunya yang mudah dipelajari, akan tetapi
karena dia telah memiliki dasar yang kuat yang diberikan
oleh Bu Beng Lo-jin dan terutama sekali karena
ketekunannya. Setiap hari dia berlatih sampai jauh malam!
Setelah lewat tiga bulan, pada suatu hari Thay Kek Cinjin
memanggilnya. Tin Han yang telah tahu bahwa waktunya
tiba, segera menghadap kakek itu dan dia berlutut di depan
kakinya.
"Tin Han, engkau tentu telah mengetahui bahwa waktu
tiga bulan yang kuberikan kepadamu telah tiba. Hari ini
engkau harus berpisah dari pin-to. Pinto sendiri akan pergi
meninggalkan tempat ini dan entah kapan akan kembali.
Pesan pin-to yang terakhir, jangan meniru perbuatan
keluarga Cia yang demi perjuangan tidak segan untuk
bersekutu dengan orang jahat dan orang Jepang seperti yang
telah kauceritakan kepada pin-to. Pendapatmu sudah benar.
Perjuangan mengusir penjajah Mancu baru akan dapat
terlaksana kalau semua orang gagah semua penjuru bersatu
menghimpun tenaga rakyat, karena hanya rakyat dengan
pimpinan pendekar patriot sejati saja yang akan mampu
mengusir penjajah Mancu yang saat ini sangat kuat.
Sebelum mendapat kesempatan ke arah itu, engkau
bertindaklah sebagai seorang pendekar yang
memperjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong yang
lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenangwenang.
Ingat, banyak pejabat Mancu yang terdiri dari
orang-orang Han yang gagah perkasa dan mereka itu sedikit
banyak mengurangi penindasan yang dilakukan pemerintah
terhadap rakyat. Kebiasaan yang dahulu dengan
menyembunyikan diri di balik kedok adalah suatu hal yang
baik dan menguntungkan. Membantu dan menolong orang
tidak perlu menonjolkan diri dan tidak perlu dikenal, selain
itu engkau tidak mudah dicari oleh orang-orang Mancu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin akan mengejar ngejarmu sebagai seorang penjahat
yang menentang pemerintah. Mengertikah engkau, Tin Han?"
"Teecu mengerti, suhu. Ada satu hal yang. teecu
mengharapkan akan mendapat persetujuan suhu."
"Hemm, katakanlah. Apa itu?"
"Kalau teecu menyembunyikan diri di balik kedok, teecu
harus menyembunyikan juga nama aseli teecu. Karena itu,
kalau suhu menyetujui, teecu akan memakai nama Hektiauw-
ko sebagai nama samaran karena biasanya teecu
memang suka mempergunakan pakaian serba hitam."
"Ha-ha-ha, bagus sekali! Pin-to setuju! Engkau boleh
memakai nama Hektiauw Eng-hiong (Pendekar Rajawali
Hitam), akan tetapi ingat, jangan mencemarkan nama baik
Hek-tiauw-ko yang pernah menyelamatkan nyawamu."
"Teecu akan menaati semua pesan suhu."
"Nah, sekarang pin-to akan pergi!" Kakek itu lalu
mengeluarkan pekik melengking pendek dan tak lama
kemudian Hek-tiauw-ko terbang menyambar ke bawah. Tin
Han cepat menghampiri burung itu dan merangkul lehernya.
"Hektiauw-ko, kita akan berpisah. Yang baik-baik menjaga
suhu dan dirimu sendiri." Hati Tin Han terharu juga karena
burung raksasa itu telah menjadi sahabat baiknya, bahkan
menjadi teman berlatihnya.
Thay Kek Cin-jin lalu melompat dan dengan ringan
tubuhnya melayang naik ke atas punggung burung itu. "Hek
tiauw-ko mari kita pergi!" katanya dan sekali kakinya
menendang, burung itu mengembangkan sayapnya dan
terbang ke atas dengan cepatnya. Tin Han mengikuti dengan
pandang mata kagum. Dia sendiri selama beberapa bulan di
situ, sudah pernah beberapa kali menunggang Hek-tiauw-ko
dan dibawa terbang sampai ke awan di langit. Setelah
berputar beberapa kali, burung itu mengeluarkan pekik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nyaring beberapa kali seolah memberi salam kepada Tin
Han, lalu dia melayang jauh.
Tin Han memandang sampai titik hitam itu lenyap dari
pandang matanya. Kemudian diapun meninggalkan tempat
itu sambil menikmati pemandangan alam yang tampak dari
puncak itu. Jalan menuruni bukit penuh dengan hutan
belukar, akan tetapi dengan hati ringan dia memasuki
hutan. Halangan jurang kalau tidak terlalu lebar dia lompati
dengan mudah. Setelah dia melatih diri dengan Khong-sim
Sin-kang, tubuhnya terasa ringan dan lompatannya juga
amat jauh.
Dia merasa berkewajiban untuk mencari keluarganya,
setidaknya mencari ayah ibunya. Betapapun marahnya ayah
ibunya, dia yakin kalau melihat dia yakin kalau melihat dia
selamat mereka tentu akan merasa senang sekali. Kalau
neneknya masih marah kepadanya, dia akan minta ampun
kepada neneknya yang amat galak itu. Dia lalu
menggunakan ilmu berlari cepat menuruni lereng bukit itu.
-oo(mch)oo-
Pegunungan Hong-san tampak indah berseri karena
musim bunga telah tiba. Di mana-mana pada permukaan
pegunungan itu tampak kehijauan dihias warna-warni
bunga beraneka ragam. Indah sekali di pegunungan kalau
musim semi atau musim bunga tiba. Dan suasana yang
indah itu menjadi meriah dan indah sekali dengan
beterbangannya ratusan ekor kupu-kupu yang juga
berwarna-warni. Burung-burung berkicau di pohon-pohon
dengan suara riang gembira.
Souw Lee Cin ikut merasakan suasana yang cerah dan
riang gembira itu. Hatinya juga gembira karena ia akan
bertemu dengan ayahnya. Telah lama ia meninggalkan
ayahnya dan merasa rindu. Juga dengan penuh harapan ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendaki bukit Hong-san itu, harapan untuk melihat ibunya
berada di puncak menemani ayahnya!
Setelah tiba di pondok yang berada di puncak gunung
Hong-san, harapan Lee Cin terpenuhi. Dengan girang sekali
ia melihat ayahnya keluar dari pondok menyambutnya,
dengan Ang-tok Mo-li Bu Siang di sisinya! Dan ibunya juga
tampak cantik dan bersih, sinar matanya cemerlang dan
tidak ada lagi sinar kejam yang dahulu tampak dari pandang
mata ibunya. Dari pandang mata dan senyum di bibir
ibunya, ia dapat mengetahui bahwa ibunya merasa
berbahagia!
"Ayah......... Ibu......... !" Lee Cin berlari menghampiri dan
di lain saat ia telah berangkulan dengan ibunya. Dan Lee Cin
tidak dapat menahan lagi air matanya! Air mata bahagia dan
sekaligus air mata kedukaan! Melihat ibunya kini berbahagia
dengan ayahnya tentu saja ia merasa senang, akan tetapi
juga mengingatkan ia kepada Cia Tin Han yang membuatnya
terharu dan bersedih.
"Eh? Kenapa engkau menangis, anakku?" Bu Siang
bertanya heran sekali. Sepanjang pengetahuannya, ketika
Lee Cin masih hidup bersamanya, gadis itu berhati keras
dan pantang menangis. Kini, pertemuan begitu saja
membuatnya menangis! Hal ini jelas menunjukkan bahwa
perangai anaknya itu telah menjadi halus.
"Aku menangis karena bahagia melihat engkau telah
berada di samping ayah, ibu!" Kemudian iapun melepaskan
rangkulannya dan memberi hormat kepada, ayahnya.
"Mari, mari kita masuk dan bicara di dalam, Lee Cin."
"Nah, sekarang ceritakan tentang hal yang paling penting.
Tentang ibumu tidak usah kauceritakan karena aku telah
mendengar semuanya dari ibumu."
"Lalu apa yang harus kuceritakan lebih dulu, ayah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentang urusanku hendak mengundurkan diri dari
jabatan Beng-cu. Apakah engkau sudah menyampaikan
kepada Hui Sian Hwe-sio atau Im Yang Sengcu tentang
keputusanku itu?"
" Aku sudah menghadap Hui Sian Hwe-sio dan suhu In
Kong Thai-su dan menyampaikan keinginan ayah kepada
mereka. Dua orang tua itu lalu mengatakan bahwa
pengunduran diri ayah itu sebaiknya disampaikan dalam
rapat pertemuan yang akan diadakan di sini dalam bulan ini
juga. Dalam rapat itupun akan dibicarakan tentang orangorang
kang-ouw yang terbujuk oleh pa ra bajak laut Jepang
untuk melakukan pemberontakan. Karena itu, kita harus
bersiap menerima banyak orang kang-ouw yang akan
berdatangan ke sini atas undangan Hui Sian Hwe- sio dan
suhu In Kong Thai-su."
Souw Tek Bun mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya
begitu. Akan lebih sah lagi kalau pengunduran diriku
diputuskan dalam rapat pertemuan itu. Sekarang ceritakan
bagaimana dengan hasil penyelidikanmu tentang Si Kedok
Hitam."
Wajah Lee Cin berubah muram mendengar pertanyaan
ini karena ia segera teringat akan Cia Tin Han yang terjatuh
ke dalam jurang yang teramat dalam itu.
Bu Siang adalah seorang wanita yang berpengalaman.
Melihat perubahan pada wajah anaknya, ia lalu bertanya,
"Eh, apa yang telah terjadi, Lee Cin? Pertanyaan ayahmu
tentang Si Kedok Hitam agaknya mendatangkan duka di
hatimu. "
Lee Cin terkejut. Ia tidak mengira bahwa ibunya telah
dapat membaca isi hatinya. Maka iapun mengambil
keputusan untuk berterus terang.
"Ayah, aku sudah temukan Si Kedok Hitam. Akan tetapi
ternyata dia bukan seorang jahat. Bahkan tiga empat kali dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelamatkan nyawaku dari ancaman bahaya yang
mengancam diriku. Aku sudah bertanya kepadanya tentang
penyerangannya kepada ayah dan dia menjawab sejujurnya
bahwa memang benar dia yang melakukannya. Akan tetapi
dia katakan bahwa hal itu dilakukan hanya untuk
memperingatkan ayah. Dia menganggap bahwa ayah adalah
seorang beng-cu dukungan pemerintah Mancu. Dia seorang
patriot sejati, ayah, maka dia tidak senang kalau ada orang
Han membantu pemerintah penjajah Mancu. Diapun bilang
bahwa dia juga terluka lengannya oleh pedang ayah.
Bagaimana aku dapat mendendam kepadanya, ayah? Dia
menyerang ayah dengan alasan kuat dan sebaliknya dia
telah berulang kali menyelamatkan nyawaku. Pantaskah
kalau aku memaksanya mengadu ilmu dan nyawa?"
Souw Tek Bun menghela napas. "Sudah kuduga
demikian. Dia memang tidak bermaksud membunuhku
karena kalau hal itu dilakukan, tentu sekarang aku sudah
tidak berada di dunia ini. Dan alasannya memang kuat.
Sebetulnya itulah sebabnya mengapa aku hendak
mengundurkan diri. Pengangkatanku sebagai beng-cu
disaksikan dan direstui oleh orang-orang pemerintah Mancu.
Hal ini membuat aku merasa tidak enak, seolah-olah aku
diangkat oleh pemerintah Mancu. Padahal, di sudut hatiku
sendiri aku tidak suka kepada pemerintah Mancu yang
menjajah tanah air kita. Sudahlah, Lee Cin, urusanku
dengan Si Kedok Hitam sudah kuanggap selesai dan tidak
perlu lagi kita mencarinya, tidak perlu kami saling
mendendam. Mungkin dia yang berada di pihak yang benar."
Mendengar ini, wajah Lee Cin semakin muram. Apa
artinya menghabiskan permusuhan itu kalau Si Kedok
Hitam telah tewas?
"Kenapa engkau masih merasa berduka, Lee Cin?" tanya
ibunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku teringat kepada Si Kedok Hitam, ibu. Sudah
kukatakan tadi betapa sudah beberapa kali dia
menyelamatkan diriku dari ancaman bahaya. Dan yang
terakhir kalinya, ketika dia menolong dan membelaku, dia
terkena tendangan yang membuat dia terlempar dan jatuh
ke dalam jurang yang teramat dalam. Aku......... aku sudah
mencari jenazahnya, akan tetapi tidak berhasil. Ia mati
dalam keadaan mengerikan, bahkan jenazahnya tidak dapat
kutemukan." Lee Cin tidak dapat menahan kesedihannya
dan cepat menggunakan ujung lengan bajunya untuk
menyusut beberapa titik air mata yang membasahi pipinya.
Bu Siang dan Souw Tek Bun saling pandang. Mereka
sudah cukup tua untuk dapat menduga apa yang bergolak
dalam Kati puteri mereka.
"Lee Cin, kau..... kau cinta padanya?" tanya Bu Siang.
Lee Cin memandang kepada ibunya, tidak dapat
menjawab dan tiba-tiba ia menubruk dan merangkul ibunya
sambil menangis! Ulahnya ini sudah merupakan jawaban
yang jelas sekali bagi suami isteri itu. Mereka juga ikut
berduka bahwa puteri mereka jatuh cinta kepada seorang
yang telah mati!
"Lee Cin, tenangkan hatimu," kata Souw Tek Bun dengan
suara menghibur. "Kaukatakan sendiri bahwa engkau tidak
berhasil menemukan jenazahnya! Hal itu berarti bahwa
sangat boleh jadi dia belum mati."
Lee Cin melepaskan rangkulan pada ibunya, menyusut
air matanya dan memandang kepada ayahnya dengan mata
basah.
"Bagaimana mungkin itu, ayah? Tinggi tebing dari mana
dia terjatuh itu ribuan kaki. Ketika dari atas tebing aku
menjenguk ke bawah, dasarnya tidak nampak, yang tampak
hanya kabut. Tidak mungkin seseorang yang terjatuh ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam jurang yang demikian dalamnya masih dapat
selamat."
"Akan tetapi buktinya, ketika engkau menuruni tebing
itu, engkau tidak dapat menemukan jenazahnya, bukan?
Tidak mungkin jenazah hilang begitu saja. Banyak peristiwa
aneh terjadi di dunia anakku. Siapa tahu Si Kedok Hitam itu
dapat tertolong ketika dia melayang jatuh dari atas tebing
itu."
Mendengar ucapan ayahnya, wajah yang muram itu
mendapatkan sinar kembali. Sinar harapan yang memenuhi
hatinya dan terpancar keluar dari pandang matanya.
"Lee Cin," kata ibunya. "Engkau hanya menyebut dia Si
Kedok Hitam. Sebetulnya siapakah dia? Siapa namanya?
"Namanya Cia Tin Han, ibu."
"Di mana dia tinggal?"
"Tadinya keluarganya tinggal di Hui-cu."
"Ahhh! Apakah dia mempunyai hubungan dengan
keluarga Cia, keluarga pendekar yang tinggal di Hui-cu itu?"
"Benar, ibu. Dia putera kedua."
"Lalu siapa yang menendangnya sampai dia terjatuh ke
dalam jurang itu?"
Jilid IV
"Yang menendangnya adalah Nenek Cia, neneknya
sendiri."
"Ehhhh? Ini membingungkan!"
"Lee Cin, lebih baik engkau ceritakan semua dengan jelas
tentang engkau dan Cia Tin Han itu, dan tentang Keluarga
Cia di Hui-cu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena sudah menceritakan tentang perasaan hatinya
terhadap Cia Tin Han, mau tidak mau Lee Cin harus
menceritakan semuanya.
"Keluarga Cia di Hui-cu adalah keluarga pendekar patriot
yang membenci pemerintah Mancu, bahkan membenci
semua orang Han yang bekerja kepada pemerintah penjajah.
Akan tetapi mereka telah bersekutu dengan Phoa-ciangkun
yang memberontak, dan bersekutu pula dengan orang-orang
Jepang."
"Aih, sungguh sayang. Banyak patriot yang
berpemandangan sempit, mau saja diperalat oleh
pengkhianat dan orang asing," kata Souw Tek Bun.
"Karena di Hui-cu muncul Si Kedok Hitam yang
mendatangi para pembesar Han, aku menjadi curiga kepada
keluarga itu. Tadinya kusangka bahwa yang menjadi Si
Kedok Hitam yang telah melukai ayah adalah Cia Tin Siong,
cucu pertama Nenek Cia, sehingga aku ingin menantangnya.
Akan tetapi, setelah beberapa kali aku terancam bahaya
maut dan Si Kedok Hitam muncul menolongku, aku menjadi
sangsi. Cucu Nenek Cia yang kedua, adalah Cia Tin Han
akan tetapi pemuda itu merupakan pemuda yang paling
lemah di antara keluarga Cia. Agaknya dia tidak mempelajari
ilmu silat secara mendalam dan lebih suka mempelajari
sastra. Dan diapun tidak setuju melihat keluarganya
bersekutu dengan orang-orang Jepang. Cia Tin Han seorang
patriot sejati yang lebih mengandalkan kekuatan rakyat
untuk mengusir penjajah. Karena sikap keluarganya itu, aku
jadi bentrok dengan mereka. Apa lagi setelah aku bertemu
dengan kakak Song Thian Lee yang sebagai panglima muda
menyamar dan melakukan penyelidikan ke timur. Aku
bekerja sama dengan kakak Song akan tetapi kami tertawan
oleh Keluarga Cia yang dipimpin oleh Nenek Cia, kami
dikeroyok oleh para pemberontak dan orang-orang Jepang.
Dan ketika kami ditawan, kami dibebaskan oleh Si Kedok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hitam. Kakak Song Thian Lee lalu memimpin pasukan
menyerbu Keluarga Cia yang melarikan diri. Ketika aku
bertemu mereka, kembali aku tertawan. Ketika aku
terancam, muncul Si Kedok Hitam yang menolongku dan
menyuruh aku melarikan diri. Aku berlari dan mengintai
ketika Si Kedok Hitam menahan serangan semua keluarga
Cia. Aku melihat tongkat Nenek Cia merenggut kedok hitam
dan tampaklah siapa Si Kedok Hitam! Ternyata orang yang
lihai sekali ini bukan lain adalah Cia Tin Han yang dalam
keadaan biasa tampak lemah. Dan Nenek Cia menjadi marah
karena dikhianati cucunya, lalu dia menendang dan Cia Tin
Han terlempar lalu jatuh ke dalam jurang yang teramat
dalam itu."
Lee Cin berhenti bercerita dan mengerutkan alisnya.
Ibunya segera merangkulnya. "Sekarang aku mengerti
mengapa engkau mencinta Si Kedok Hitam atau Cia Tin Han
itu. Akan tetapi jangan putus asa, anakku. Apa yang
dikatakan ayahmu tadi benar. Belum tentu dia tewas. Boleh
jadi sekali dia tertolong, entah oleh apa dan siapa."
"Benar sekali, Lee Cin. Nanti setelah selesai pertemuan
rapat dan menyerahkan kembali kedudukan Beng-cu kepada
mereka, ibumu dan aku ingin merantau dan biarlah kami
berdua membantumu untuk mencarinya," kata Souw Tek
Bun.
Lee Cin mengangguk. "Kuharap dia masih hidup seperti
yang kaukatakan, ayah. Aku sendiri setelah pertemuan rapat
nanti akan pergi juga untuk mencarinya. Selama hidup aku
akan merasa penasaran kalau tidak mengetahui bagaimana
nasibnya. Ayah dan......... aku....... aku cinta padanya dan
sebagai Si Kedok Hitam diapun pernah menyatakan cinta
kepadaku," kata Lee Cin sambil mengusap setetes air mata.
Bu Siang terharu, merangkul dan mencium puterinya.
"Jangan khawatir, anakku. Kami akan membantumu
menemukan dia kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin merasa terhibur dan berterima kasih sekali
kepada orang tuanya. Mereka lalu bersiap-siap untuk
menyambut orang-orang kang-ouw yang akan berdatangan
ke Hong-san.
-oo(mch)oo-
Tamu pertama yang datang ke Hong-san adalah Thio Hui
San yang datang bersama Ceng Ceng. Begitu berhadapan
dengan Lee Cin, Ceng Ceng memandang penuh perhatian
seperti teringat akan sesuatu. Akan tetapi Lee Cin sudah
menghampirinya dan memegang lengan Ceng Ceng dan
berkata dengan gi rang.
"Enci, aku mengenalmu! Bukankah engkau gadis yang
menggunakan kebutan dan pedang menyerang Siang Koan
Tek untuk menolongku? Bukankah engkau murid Thian
Tok?"
Kini Ceng Ceng teringat. Gadis ini yang dulu ditolong oleh
ia dan gurunya akan tetapi dibawa lari oleh seorang
berkedok hitam. "Aih, sekarang aku teringat. Engkau yang
dulu dilarikan oleh orang berkedok hitam itu, bukan?"
Thio Hui San tersenyum dan memperkenalkan kedua
orang gadis itu. "Ceng moi, inilah nona Souw Lee Cin, puteri
beng-cu Souw Tek Bun yang pernah kuceritakan kepadamu.
Cin-moi ini adalah nona Liu Ceng, seorang ...... sahabat
baikku."
Dua orang gadis itu saling pegang tangan dan sebentar
saja mereka menjadi akrab.
"Ayah, pemuda ini adalah Thio Hui San, murid dari suhu
In Kong Thai-su, jadi masih terhitung suhengku sendiri." Lee
Cin memperkenalkan Hui San kepada ayah ibunya. Diamdiam
ia merasa girang melihat hubungan antara Hui San
dan Ceng Ceng tampak mesra. Hal ini dapat ia ketahui dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar mata mereka ketika saling pandang. Ia merasa kasihan
kepada Hui San yang pernah menyatakan cinta kepadanya
namun ditolaknya. Dan agaknya kini Hui San telah
memperoleh gantinya dan Ceng Ceng juga seorang gadis
yang baik dan perkasa.
"Paman Souw, sayalah yang diutus oleh susiok Hui San
Hwe- sio untuk mengundang para tokoh kang-ouw agar
datang mengadakan rapat pertemuan di sini. Waktu yang
ditentukan adalah nanti tanggal limabelas bulan ini, kurang
lima hari lagi. Suhu pasti akan datang, demikian pula locian-
pwe Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai juga akan
datang. Mereka berdualah yang akan memimpin rapat
pertemuan karena mereka yang mengundang. Dan di dalam
rapat pertemuan itu, permintaan paman untuk
mengundurkan diri akan dibicarakan."
"Ah, begitukah? Saya telah membuat kedua lo-cian-pwe
banyak repot dan juga membuat engkau bersusah payah
mengundang orang-orang kang-ouw."
"Ayah, suheng Thio Hui San ini malah senang melakukan
tugas itu karena memberi kesempatan kepadanya untuk
merantau. Apa lagi dalam perjalanan itu dia ditemani enci
Ceng Ceng!" Lee Cin menggoda sambil memandang kepada
dua orang itu. Wajah Ceng Ceng ber ubah kemerahan, akan
tetapi sambil tersenyum ia berkata kepada Lee Cin.
"Ah, secara kebetulan saja kami saling berjumpa. Dan
tahukah engkau,. adik Lee Cin? Perjumpaan kami adalah
pada waktu aku dan suhu membantumu menghadapi
Siangkoan Tek dan ayahnya itulah! Setelah engkau dilarikan
oleh orang berkedok hitam, aku kewalahan menghadapi
Siangkoan Tek. Akan tetapi untunglah, San-ko ini datang
membantu sehingga kami dapat mengusir orang jahat dan
ayahnya yang lihai itu."
"Dan sejak itu kalian melakukan perjalanan bersama,
bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Ceng Ceng tersipu malu. "Benar, pertama aku
ingin meluaskan pengalaman mengunjungi para tokoh
kangouw, dan kedua kalinya karena aku ingin bertemu
dengan suhu yang juga akan datang ke sini menghadiri
rapat pertemuan."
Thio Hui San membantu kekasihnya yang menjadi
tersipu atas pertanyaan Lee Cin , lalu berkata kepada Lee
Cin, "Cin-moi, terus terang saja, Ceng-moi dan aku telah
bersepakat untuk hidup bersama."
Lee Cin sudah menduga bahwa antara kedua orang muda
itu tentu ada hubungan yang baik, maka mendengar ini ia
segera memegang lengan Ceng Ceng dan berkata girang, "Ah,
kalau begitu aku mengucapkan kionghi (selamat) kepada
kalian! Jangan lupa mengirimkan kartu merahnya kalau
saatnya tiba."
"Tentu saja!" kata Ceng Ceng yang merasa lega bahwa
tunangannya telah berterus terang sehingga ia tidak perlu
malu-malu lagi.
Lee Cin segera dapat akrab dengan Ceng Ceng dan
sepasang prang muda itu diberi kamar di dalam rumah
Souw Tek Bun, bukan dianggap sebagai tamu bahkan
sebagai keluarga sendiri.
Tanggal limabelas tiba dan sejak pagi-pagi sekali,
berbondong orang mendaki puncak Hong-san untuk
menghadapi rapat pertemuan. Karena Souw Tek Bun
memang tidak mempunyat prabot seperti meja kursi untuk
menyambut para pendatang, dia menyambut dan
mempersilakan mereka pergi ke lapangan rumput tak jauh
dari pondoknya. Lapangan rumput itu luas sekali dan dapat
menampung ratusan orang.
Bermunculan tokoh-tokoh dunia persilatan, terutama
sekali para wakil partai persilatan yang besar seperti Siauwlim-
pai, Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Kong- thong-pai, bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari Gobi-pai yang jauh juga mengirim dua orang tokoh
wanita untuk menghadiri rapat pertemuan itu. Akan tetapi
sekali ini, Hui Sian Hwesio tidak mengundang wakil dari
pemerintah untuk menghindarkan bentrokan dari mereka
yang pro dan anti pemerintah. Para tokoh yang telah disebut
datuk besar juga berdatangan.
Thiah-te Mo-ong Koan Ek, Raja iblis Selatan, juga hadir
dan dia datang seorang diri saja. Kemudian Siangkoan Bhok
datang bersama muridnya yang telah mempelajari
simpanannya, yaitu Ouw Kwan Lok yang lengan kirinya
buntung. Setelah itu muncul pula Thian-tok Gu Kiat Seng
yang disambut dengan penuh kegembiraan oleh Ceng Ceng.
Lee Cin memandang dengan alis berkerut ketika ia
melihat Ouw Kwan Lok datang bersama Siang Koan Bhok.
Pemuda itu buntung lengan kirinya oleh pedangnya.
Kemudian Lee Cin terkejut juga ketika melihat Nenek Cia
datang pula bersama Cian Kun dan Cia Tin Siong! Akan
tetapi ia menyambut mereka semua dengan sikap tenang
saja, karena mereka semua itu datang untuk membicarakan
urusan dunia kang-ouw, terutama untuk membicarakan
pengunduran diri ayahnya. Namun diam-diam hatinya
berdebar tegang juga. Hadirnya orang-orang ini tentu akan
menimbulkan guncangan.
Di antara banyak orang tokoh lain, tampak pula Pek I
Lokai, yaitu guru dari Tang Cin Lan isteri panglima muda
Song Thian Lee. Kini yang mewakili Siauw-lim-pai selain Hui
Sian Hwesio, datang pula In Kong Thaisu yang menjadi
ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu.
Setelah matahari naik tinggi, semua tamu sudah
berkumpul di lapangan rumput di tengah mana didirikan
sebuah panggung terbuka, Souw Tek Bun sebagai tuan
rumah lalu naik ke atas panggung. Begitu dia naik ke atas
panggung dan memberi hormat ke empat penjuru, keadaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi hening dan orang-orang yang hadir menghentikan
percakapan mereka yang membuat suasana menjadi gaduh.
"Cu-wi (Saudara sekalian) yang mulia. Sebagai tuan
rumah di Hong-san ini, saya menghaturkan selamat datang
kepada cu-wi dan terima kasih bahwa ini hari cu-wi
melelahkan diri mendatangi tempat ini, sesuai undangan
yang diberikan oleh pihak Siauw-lim-pai. Oleh karena
pengundangnya adalah Siauw-lim-pai, maka saya
menyerahkan agar pimpinan selanjutnya dipegang oleh wakil
dari Siauwlim-pai demi kelancaran rapat pertemuan ini." Dia
lalu memberi hormat sambil membungkuk ke arah Hui Sian
Hwesio yang dalam pemilihan dahulu menjadi wakil ketua
Bengcu bersama lm Yang Sengcu ketua Kunlunpai. "Silakan,
lo-cian-pwe."
Hui Sian Hwesio tersenyum lebar dan diapun naik ke
atas panggung itu. Seperti yang dilakukan Souw Tek Bun
yang kini sudah turun dari panggung, diapun memberi
hormat ke empat penjuru dan suaranya terdengar lembut
namun lantang ketika dia bicara.
"Saudara sekalian yang terhormat, dari pihak kami
terpaksa mengadakan rapat pertemuan ini karena terjadi
hal-hal yang teramat penting yang patut untuk kita
perbincangkan bersama. Pertama-tama adalah keinginan
Bengcu kami untuk mengundurkan diri dari kedudukannya
sebagai bengcu."
Segera terdengar seruan-seruan yang tidak setuju, riuh
rendah mereka bicara untuk menyatakan ketidak-setujuan
mereka sehingga suasana menjadi gaduh kembali.
Hui Sian Hwesio lalu mengangkat tangannya untuk
minta kepada semua yang hadir agar tenang. Setelah
suasana menjadi tenang kembali diapun berkata, "Cuwi,
hendaknya mengetahui bahwa bengcu Souw Tek Bun
mengundurkan diri karena alasan pribadi dan tentu saja dia
berhak menentukan hal itu. Agar lebih jelas, kami persilakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bengcu Souw Tek Bun untuk mengemukakan alasannya
mengapa dia mengundurkan diri dari jabatan bengcu. Kami
persilakan!"
Souw Tek Bun kembali naik ke panggung dan berkatalah
dia dengan suara lantang. "Saudara sekalian, saya
mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari
kedudukan bengcu karena dua hal. Pertama, karena saya
merasa tidak tepat dan bahwa tingkat kepandaian saya
belum cukup untuk saya menjadi bengcu. Masih banyak
saudara lain yang jauh lebih pandai dari pada saya untuk
menjadi bengcu, lebih tepat dan lebih pantas. Kedua, karena
saya ingin hidup tenang dengan keluarga saya, maka saya
mengambil keputusan untuk berhenti menjadi bencu!"
Kembali orang-orang saling bicara sendiri sehingga
suasana menjadi gaduh. Akan tetapi tiba-tiba terdengar
suara melengking nyaring mengatasi semua suara itu dan
ternyata yang bicara itu adalah nenek Cia. Ia menggerakgerakkan
tongkat naganya ke atas kepala dan berteriak,
"Dengarlah aku bicara!" Semua orang kini diam dan semua
mata ditujukan kepadanya.
"Aku setuju sekali kalau Souw Tek Bun berhenti menjadi
bengcu. Kami seluruh keluarga Cia memang tidak sertuju
dia menjadi bengcu. Dia hanya bengcu yang di pilih oleh
pemerintah Mancu dan siapa tahu kalau dia menjadi antek
Mangcu!"
Mendengar ini, suasana menjadi gaduh dan Im Yang
Seng-cu segera naik ke atas panggung. Dia mengangkat
kedua tangannya ke atas minta kepada semua orang untuk
diam, lalu dia berkata.
"Kalau Souw-enghiong hendak mengundurkan diri dari
kedudukan bengcu, hal itu adalah haknya dan kita semua
tidak mungkin bisa memaksa orang menjadi bengcu di luar
kehendaknya. Akan tetapi pinto sungguh tidak senang
mendengar dia disangka menjadi antek Mancu. Pinto sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi wakil ketua dan tidak pernah melihat ketua kita
menjadi antek Mancu. Ucapan keluarga Cia tadi hanya
fitnah belaka! Pinto dan sahabat Hui Sian Hwesio adalah
wakil-wakil ketua bengcu dan kami berdua menyatakan
bahwa Souw-enghiong selama menjadi bengcu tidak pernah
menjadi antek penjajah Mancu!"
Setelah lm Yang Seng-cu turun dari atas panggung, tibatiba
seorang melompat naik ke atas panggung dan
gerakannya demikian ringan seolah dia terbang saja. Semua
orang memandang dan sebagian besar dari mereka mengenal
siapa adanya kakek itu. Kakek yang usianya mendekati
enampuluh tahun ini bertubuh tinggi besar dan bermuka
merah. Juga dia memegang sebatang dayung baja yang
besar. Dia adalah Siang Koan Bhok dan berjuluk Tung-haiong
(Raja Laut Ti mur), seorang datuk yang nama besarnya
sudah terkenal di dunia kang- ouw. Munculnya datuk ini
tentu saja menarik perhatian orang dan semua orang
memperhatikan dan ingin mendengar apa yang
dikatakannya.
"Kami dari Pulau Naga setuju sepenuhnya dengan
ucapan Keluarga Cia tadi. Kita semua mengenal Keluarga
Cia sebagai Keluarga patriot yang selalu berusaha untuk
menentang pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi apa
yang dilakukan oleh Souw-bengcu selama dia menjadi bengcu?
Dia tidak pernah menggerakkan kita untuk menentang
pemerintah penjajah! Seorang beng-cu harus memimpin kita
semua untuk menentang penjajah, menggulingkan penjajah
dan melepaskan rakyat dari belenggu penjajahan!"
Tepuk sorak menyambut ucapan yang bernada gagah
dan patriotik ini. Akan tetapi Siang Koan Bhok kembali
mengangkat kedua tangan ke atas untuk minta agar semua
orang diam. Setelah suasananya menjadi hening, dia berkata
lagi dengan suaranya yang dalam dan lantang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara sekalian! Selama ini, di Timur sudah banyak
orang gagah yang bangkit untuk menentang pemerintah,
namun sayang mereka diserbu oleh kekuatan pasukan
pemerintah yang besar sehingga gerakan mereka gagal.
Kalau saja Beng-cu dan para Wakilnya membantu gerakan
itu dan mengerahkan seluruh kekuatan dunia kang-ouw,
tentu usaha itu akan berhasil baik. Akan tetapi beng-cu dan
para wakilnya diam saja, maka sudah tepatlah kalau Souwbeng
cu mengundurkan diri. Sekarang kita perlu melakukan
pemilihan Beng-cu baru yang pantas untuk memimpin kita
berjuang melawan penjajah. Kami sudah bicara, kemudian
terserah saudara sekalian" Siang Koan Bhok turun dari
panggung disambut tepuk sorak ramai yang mendukungnya.
Kini Hui Sian Hwe-sio yang berada di panggung. Setelah
semua orang diam, hwe-sio tokoh Siauw-lim-pai inipun
berkata dengan suara lembut namun cukup lantang.
"Apa yang diucapkan oleh saudara Bhok itu tidak
sepenuhnya benar. Biarpun kami tidak pernah melakukan
perlawanan yang sifatnya memberontak terhadap
pemerintah, itu bukan berarti bahwa kami pro-pemerintah
penjajah, apa lagi menjadi anteknya. Kami hanya melihat
bahwa waktunya belum tiba dan kekuatan pasukan
pemerintah amat kuat. Kami orang-orang yang menjunjung
tinggi kebenaran dan keadilan, diam-diam adalah berjiwa
patriot juga. Justeru gerakan-gerakan yang sudah
memberontak terhadap pemerintah itulah yang kita hendak
bicarakan setelah urusan pengunduran diri Souw-bengcu
selesai. Kami melihat banyak orang kang- ouw yang
bersekutu dengan orang-orang asing untuk melakukan
pemberontakan dan hal ini kami sama sekali tidak setuju.
Apa lagi kalau bersekutu dengan para gerombolan penjahat
yang menggunakan perjuangan sebagai kedok untuk
menutupi kejahatan mereka mengacau rakyat jelata. Kami
adalah patriot-patriot sejati yang tidak sudi bersekutu
dengan mereka. Kami adalah pembela-pembela rakyat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan penindas rakyat. Hal ini tentu cu-wi telah
mengetahuinya dengan baik untuk membedakan mana
pejuangan sejati dan mana yang palsu."
"Kami protes!" Tiba-tiba Nenek Cia melompat ke atas
panggung. Melihat ini, terpaksa Hui Sian Hwe-sio turun
untuk memberi kesempatan kepada nenek itu untuk bicara.
"Kami protes atas ucapan Siauw-li pai tadi!" Nenek Cia
berkata lantang "Kami sendiri mengakui bahwa baru-baru
ini kami berjuang melawan penjajah dan kami bekerja sama
dengan pasukan pemberontak dan dengan orang-oran
Jepang! Walaupun kami telah gagal, akan tetapi kami
anggap apa yang kami lakukan itu sudah benar! Pada saat
seperti sekarang ini, perjuangan menentang penjajahan
harus dilakukan oleh semua pihak. Tidak perduli golongan
putih atau Imam, harus bersatu padu untuk mengusir
penjajah. Tidak perduli kita bersekutu dengan orang asing,
yang penting penjajah Mancu harus digulingkan. Kita perlu
bertindak, sekarang juga, dengan mempersatukan segala
pihak berjuang, bertindak sekarang juga, bukan hanya
dengan omong kosong!" Setelah berkata demikian, Nenek Cia
lalu melompat turun dari atas panggung dan kata-katanya
yang bersemangat itu mendapat sambutan meriah. Suasana
terasa panas menegangkan karena ada dua pihak yang
berbicara dan saling bertentangan.
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring mengatasi
semua kegaduhanan sesosok tubuh yang pendek gendut
melayang naik ke atas panggung. Dia dalah seorang kakek
berusia limapuluh empat tahun yang bertubuh pendek
gendut serba bulat, pakaian jubah pertapa dan tangannya
memegang sebatang kebutan bulu putih. Dia adalah Thian
Tok (Racun Langit) Gu Kiat Seng. Dia mengangkat tangan
kiri dan kebutannya ke atas sehingga suasana menjadi
tenang. Lalu terdengar suaranya yang melengking tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara sekalian! Saya melihat jalannya rapat tidak
beres dan terjadi perbantahan. Kalau dilanjutkan begini bisa
berakhir dengan perkelahian di antara kita sendiri. Sekarang
harap diputuskan dulu acara pertama, yaitu tentang
pengunduran diri Souw- bengcu dari kedudukannya sebagai
beng-cu. Apakah hal ini dapat disetujui? Jawablah yang
keras!"
Semua orang memang tidak melihat perlunya kedudukan
beng-cu bagi Souw Tek Bun dipertahanankan karena
orangnya sudah memberi asalan pengunduran diri, maka
serempak mereka menjawab, "Setujuuuu. ..... !!"
"Bagus, bagus!" Thian Tok berseru. "Berarti acara
pertama sudah beres. Kini, sebelum kita meningkat ke acara
kedua sebaiknya kalau diadakan pemilihan beng-cu baru
lebih Kalau sudah begitu, maka beng-cu baru yang akan
memimpin rapat membicarakan tentang perjuangan.
Bagaimana, saudara sekalian, apakah usul saya ini
disetujui?"
"Setujuuu.......... !" Kembali orang-orang berseru nyaring.
Hui Sian Hwe-sio naik ke panggung dan dia menganggukangguk
lalu memberi hormat kepada Thian Tok. "Saudara
Gu, terima kasih atas usul saudara yang tepat ini." Thian
Tok tersenyum dan melompat turun kembali, meninggalkan
Hui Sian Hwe-sio seorang diri.
"Cu-wi, apa yang diusulkan oleh saudara Thian-tok Gu
Kiat Seng, tadi memang tepat sekali. Sekarang Souw-sicu
sudah bukan beng-cu lagi dan kedudukan beng-cu menjadi
kosong. Kami sebagai pengundang berkewajiban untuk
mengadakan pemilihan beng-cu baru. Nah, saudara-saudara
boleh mengajukan wakil-wakil calon beng-cu."
Nenek Cia melompat ke atas panggung dan berkata,
"Kami harap saudara sekalian tidak salah pilih. Karena perlu
orang yang bersamangat muda sebagai pemimpin, sebaiknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau kita memilih calon-calon muda! Kami sendiri
mengajukan cucu kami, Cia Tin Siong sebagai calon bengcu!"
Setelah berkata demikian, Nenek Cia melompat turun
lagi.
Hui Sian Hwe-sio berkata, "Siapa lagi yang akan
rpengajukan calonnya, harap naik ke panggung!"
Siang Koan Bhok melompat ke atas panggung. "Saya
setuju sekali dengan pendapat nyonya Cia. Sebaiknya kaum
muda yang diserahi tugas memimpin orang-orang gagah
sedunia. Saya mengajukan calon yaitu muridku sendiri
bernama Ouw Kwan Lok!"
Banyak orang gagah golongan bersih memilih In Kong
Thai-su ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu yang juga ha-dir.
Kakek ini lalu naik ke panggung dan sambil tersenyum
berkata, "Pin-ceng sudah tua, maka pin-ceng wakilkan
sebagai calon ketua kepada murid pin-ceng yang bernama
Thio Hui San!"
Ada pula golongan yang memilih Im Yang Seng-cu ketua
Kun-lun-pai, ada yang memilih Thian Tok Gu Kiat Seng.
Akan tetapi kakek gendut pendek ini berkata lantang. "Saya
adalah seorang yang bebas, tidak bersedia menjadi calon
beng-cu yang akan mengikat kaki tangan dan membuat aku
tidak bebas lagi!"
Akhirnya diputuskan bahwa calon beng-cu adalah Cia
Tin Siong, Ouw Kwan Lok, Thio Hui San, dan Im Yang Sengcu.
Tentu saja tiga orang muda itu didukung oleh guru
masing-masing yang siap mempertahankan calonnya.
"Dipersilakan keempat calon naik ke panggung untuk
diperkenalkan kepada hadirin!" kata pula Hui Sian Hwe-sio.
Berturut-turut Cia Tin Siong, Ouw Kwan Lok, dan Thio
Hui Sari naik ke atas panggung disambut tepuk sorak dan
segera orang-orang melakukan pemilihan masing-masing.
Dengan sendirinya, golongan yang condong kepada golongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesat memilih Ouw Kwan Lok yang dijagokan oleh Siang
Koan Bhok, golongan yang merasa dirinya pejuang dan
patriot memilih Cia Tin Siong yang dijagokan oleh Nenek Cia
yang mereka kenal sebagai seorang patriot yang gigih. Dan
golongan pendekar bersih tentu saja condong untuk memilih
Thio Hui San yang dijagokan oleh Ketua Siauw-lim-pai.
Akhirnya Im Yang Seng-cu yang duduk di bawah
panggung, terpaksa naik juga karena diapun dijadikan
calon. Sebagai wakil ketua beng-cu dia tentu saja dapat
menolak dan setelah berada di atas panggung dia berkata,
"Sian-cai ! Tiga Calon beng-cu yang muda-muda dan gagah
telah dipilih, mengapa masih juga mengajukan pin-to untuk
menjadi calon? Pinto sudah tua dan mengurus Kun- lun- pai
saja sudah merepotkan, mana mungkin pinto dapat menjadi
bengcu?"
Akan tetapi orang-orang golongan bersih yang masih ragu
untuk memilih Thia Hui San, ragu akan kemampuan orang
muda itu, tetap memilih Im Yang Seng-cu.
"Saudara sekalian!" kata Hui San Hwe-sio dari atas
panggung. "Sekarang terdapat empat orang beng-cu. Lalu
bagaimanakah kita akan memilih siapa yang paling tepat di
antara mereka?"
Siang Koan Bhok yang berada di bawah panggung
berseru dengan suara lantang sehingga mengatasi semua
kegaduhan. "Menjadi seorang beng-cu haruslah dia yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Karena itu, seperti sudah
sepatutnya memilih ketua, sebaiknya diadakan pi-bu
(bertanding silat) antara empat calon itu!"
Mereka semua yang hadir di situ adalah orang-orang
dunia persilatan, maka mendengar usul ini tidak ada yang
tidak setuju. Dengan suara bulat mereka menyatakan
persetujuan mereka karena mereka ingin sekali melihat
pertandingan silat antara para jagoan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara riuh rendah menyatakan persetujuan itu disambut
oleh Hui San Hwe-sio sambil mengangkat kedua tangan
mereka semua diam, kemudian dia berkata, "Kami tanyakan
kepada mereka yang tadi mengajukan calon beng-cu, apakah
kalian setuju dengan diadakannya pi-bu ini? Pertama
kepada Nyonya Cia kami tanyakan, apakah setuju dengan
diadakannya pi-bu?"
"Kami setuju, kalau perlu pendukungnya dapat maju
untuk mewakili calonnya!" Nenek itu menggerakkan tongkat
naganya dengan garang.
"Bagai mana dengan saudara Siang Koan Bhok?"
"Aku setuju muridku diadu dengan calon lain, dan juga
setuju kalau perlu para pendukungnya maju satu demi satu"
"Bagaimana dengan pendukung Im Yang Seng-cu?"
Serempak para pendekar yang memilih ketua Kun-lunpai
ini menjawab setuju. Kalau diadakan pi-bu, mereka
yakin bahwa ketua Kun-lun-pai ini yang akan keluar sebagai
pemenang melawan orang-orang muda itu.
"Kalau Im Yang Seng-cu yang maju, maka akulah yang
akan menggantikan cucuku,” teriak Nenek Cia penasaran.
"Omitohud, bagaimana mungkin ini? Calon harus
bertanding melawa calon, dan pendukung melawan
pendukung. Kami sendiri setuju diadakan pertandingan
antara calon. Sekarang sebaiknya diundi antara keempat
calon, siapa lawan siapa yang akan maju."
Hui Sian Hwe-sio lalu memegang empatbuah hio-swa
(dupa biting), dua panjang dan dua pendek. Dia
menggenggam empat batang hio-swa itu di bagian atasnya
sehingga tidak tampak mana yang panjang dan mana yang
pendek. Lain dia mempersilakan keempat calon mencabut
sebatang hio. Hasilnya, Thio Hui San dan Im Yang Seng-cu
mencabut hio panjang sedangkan Ouw K wan Lok dan Cia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Siong mencabut hio pendek. Ini berarti bahwa Thio Hui
San akan bertanding melawan Im Yang Seng-cu dan Ouw
Kwan Lok akan bertanding melawan Cia Tin Siong.
Lee Cin sejak tadi mengikuti semua yang terjadi di situ.
Hatinya kadang terasa panas kalau melihat Nenek Cia.
Nenek itu yang telah membunuh Cia Tin Han, pikirnya. Akan
tetapi ia menahan kesabarannya karena amat tidak baik
membuat keributan di saat itu. Melihat bahwa Ouw Kwan
Lok harus bertanding melawan Cia Tin Siong, dara ini
berbisik kepada ayah dan ibunya yang berdiri di dekatnya.
"Tingkat kepandaian Ouw Kwan Lok itu lebih tinggi, akan
tetapi dengan buntungnya lengan kirinya, tentu keadaan
menjadi ramai. Cuma kasihan saudara Thio Hui San harus
bertanding melawan Im Yang Seng-cu. Bagaimana dia dapat
menandingi ketua Kun-lun-pai itu walau pun aku tahu
kepandaian Thio-twako juga amat tinggi?"
"Tenangkan hatimu. Kita lihat saja bagaimana
kesudahannya. Aku khawatir ini akan menjadi besar dengan
majunya para pendukung. Im Yang Seng-cu tentu akan
mengalah terhadap Thio Hui San. Kita lihat sajalah," kata
Souw Tek Bun.
"Yang penting, mereka tidak akan memaksa ayahmu,"
kata Ang-tok Mo-li Bu Siang. "Kalau ada yang
mengganggunya, aku yang akan menghadapi orang itu.”
Souw Tek Bun memandang kepada isterinya sambil
tersenyum. Biarpun isterinya telah banyak berubah, namun
kadang masih tampak juga kekerasan hatinya sebagai
seorang datuk kang-ouw!
"Menurut hasil Thio Hui San harus bertanding melawan
Im Yang Seng-cu, kemudian baru Ouw Kwan Lok melawan
Cia Tin Siong. Yang lain harap turun dari panggung, kecuali
kedua orang yang hendak bertanding, yaitu Thio Hui San
dan Im Yang Seng-cu," kata Hui Sian Hwe-sio. Dia sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu turun dari panggung diikuti yang lain. sehingga kini
yang berada di atas panggung hanya Thio Hui San dan Im
Yang Seng-cu.
Thio Hui San memberi hormat kepada Im Yang Seng dan
sambil tersenyum dia berkata, "Apa yang dapat saya
pergunakan untuk menandingi to-tiang? Harap to-tiang
jangan mempergunakan tangan yang terlalu keras untuk
mengalahkan saya."
Im Yang Seng-cu tertawa sambil mengelus jenggotnya.
"Ha-ha-ha, sicu Thio Hui San jauh lebih tepat untuk menjadi
ketua dari pada pin-to yang sudah tua. Biarlah pin-to
mengaku kalah sebelum bertanding dan pin-to
mengundurkan diri dari calon beng-cu!" Ucapannya itu
terdengar lantang terdengar oleh semua orang. Tentu saja
para pendukungnya merasa tidak puas, akan tetapi karena
Im Yang Seng-cu mengalah terhadap Thio Hui San, murid
Siauw-lim pai, mereka tidak terlalu kecewa. Mereka juga
sudah maklum akan kehebatan Siauw- lim-pai.
Hui Sian Hwe-sio naik ke atas panggung ketika Im Yang
Seng-cu turun dan dia berkata dengan lantang. "Karena Im
Yang Seng-cu sudah mengalah, maka Thio Hui San dianggap
sebagai pemenang dalam pi-bu ini dan dia harus
menghadapi pemenang dari pertandingan kedua." Dia lalu
mengajak Hui San turun. Ceng Ceng menyambut pemuda itu
dengan muka berseri.
"Aih, San-ko, hatiku sudah gelisah sekali melihat engkau
tadi berhadapan dengan Im Yang Seng-cu. Untung bagimu
dia mengalah dan mengundurkan diri."
"Akan tetapi aku harus menghadapi pemenang dari
pertandingan ke dua, dan kurasa mereka bukan orang
lemah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"San-ko, mengapa engkau mau dijadikan calon beng-cu?
Apakah engkau ingin sekali menjadi beng-cu?" Gadis itu
bertanya sambil menatap tajam wajah tunangannya.
Hui San menghela napas panjang. "Sama sekali aku tidak
ingin, Ceng-moi. Akan tetapi bagaimana lagi kalau suhu
minta aku mewakilinya. Tentu saja aku tidak berani
menolak."
"Berhati-hatilah, San-ko. Aku ikut mendoakan semoga
engkau keluar sebagai pemenang."
Sementara itu, Hui Sian Hwe-sio sudah memanggil dua
orang calon lain untuk naik ke panggung dan kini Cia Tin
Siong sudah berhadapan dengan Ouw Kwan Lok.
Hampir semua orang, kecuali Siang Koan Bhok,
memandang rendah kepada murid datuk ini. Pemuda yang
lengan kirinya buntung, mana dapat menjadi seorang jagoan
yang lihai ? Akan tetapi Cia Tin Siong tidak berani
memandang rendah. Dia pernah bertemu dengan Ouw Kwan
Lok yang ketika itu bersama Siang Koan Tek membantu
gerakan pemberontak di Timur. Walaupun dia belum tahu
sampai di mana kelihaiannya, akan tetapi pemuda ini sudah
diaku sebagai murid Siang Koan Bhok, tentu kakek itu
sudah menurunkan ilmu- ilmunya yang tinggi.
Karena tidak memandang rendah, begitu maju Tin Siong
telah mencabut suling peraknya dan menghadapi Ouw Kwan
Lok.
"Sobat, keluarkan senjatamu!" tantangnya.
Ouw K wan Lok tersenyum. "Saudara Cia Tin Siong,
benar-benarkah engkau mau melawan aku? Apakah engkau
sanggup untuk menjadi seorang beng-cu yang memimpin
dunia kang-ouw? Sebaiknya engkau mencontoh tindakan Im
Yang Seng-cu tadi, mengalah saja kepadaku agar aku tidak
perlu merobohkan seorang yang pernah menjadi sahabatku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tin Siong, majulah dan jangan banyak bicara lagi. Kalau
engkau sampai kalah, biar aku yang maju!" Terdengar teriak
Nenek Cia yang membuat para penonton menjadi tegang.
Nenek itu agaknya hendak berkeras mendapatkan
kedudukan beng-cu bagi cucunya, kalau perlu ia sendiri
yang akan maju menandingi siapa saja yang tidak
menyetujui cucunya menjadi beng-cu!
Mendengar seruan neneknya, Cia Tin Siong berkata
kepada Ouw Kwan Lok.
"Sobat she Ouw, majulah dan mari kita bertanding untuk
menentukan siapa di antara kita yang lebih patut menjadi
beng- cu."
Ouw Kwan Lok kembali tersenyum lebar. "Baiklah kalau
engkau memaksa, akan tetapi jangan menyesal kalau
terpaksa aku merobohkanmu di depan banyak orang. Nah,
maju dan seranglah!"
"Tidak, keluarkan dulu senjatamu. Aku tidak mau
menyerang lawan yang tidak bersenjata, apa lagi......... " Dia
tidak melanjut kan kata- katanya, hanya memandang lengan
baju kiri yang kosong itu.
Ouw Kwan Lok mengerutkan alisnya lalu dia memutar
lengan kiri yang tinggal sepanjang siku itu sehingga lebihan
lengan baju itu berputar.
"Inilah senjataku!"
Melihat ini, Tin Siong tidak ragu lagi. "Lihat seranganku!"
bentaknya sulingnya menyambar dengan tusukan yang
cepat dan kuat ke arah lehe Kwan Lok.
Akan tetapi dengan gerakan lincah sekali Ouw Kwan Lok
mengelak dari tusukan lain lengan kirinya menyambar dan
lengan baju yang kosong itu berubah tegang menotok ke
arah dada Tin Siong!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Siong terkejut sekali dan mengelak, lalu membalas
dengan serangan gencar. Demikian cepat gerakan sulingnya
sehingga suling mengeluarkan suar mengaung-ngaung
seperti ditiup. Akan tetapi Kwan Lok dapat mengimbangi
kecepatan gerakan Tin Siong dan dia mengelak ke sana sini
dan kadang menangkis dengan lengan bajunya.
Terjadilah pertandingan yang menarik dan seru. Dan
Ouw Kwan Lok tetap saja tidak mau mencabut pedangnya
yang tergantung di punggung. Dia menghadapi lawannya
dengan tangan kosong saja. Mula-mula dia menggunakan
ilmu silat Iek-wan-kun (Silat Lutung Hitam) yang gesit bukan
main dan beberapa kali dia hampir dapat merampas suling
perak lawan. Kemudian dia mengubah ilmu silatnya dan
menggunakan Pek-swat ok-ciang (Tangan Beracun Salju
Putih) yang dahulu dipelajarinya dari Thian-te Mo-ong.
Pukulannya mengandung hawa dingin yang mengejutkan
hati Tin Siong. Akan tetapi pemuda ini telah mempelajari
ilmu silat keluarga Cia dengan baik. Dia memutar sulingnya
sehingga bentuk sulingnya lenyap dan berubah menjadi
sinar perak yang bergulung-gulung. Pukulan-pukulan
berhawa dingin dari Ouw Kwan Lok dapat dibendung dan
bahkan dia dapat membalas dengan totokan-totokan suling
peraknya.
Akan tetapi kembali Kwan Lok mengubah ilmu silatnya.
Kini dia mainkan Kui-Song-kun (Silat Naga Iblis) yang d
pelajarinya dari Siang Koan Bhok. Ilmu silat ini hebat sekali
karena mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat
sehingga setiap kali ditangkis tangan, sulingnya terpental
dan hampir terlepas dari pegangan Tin Siong.
Agaknya Kwan Lok memang sengaja hendak
memamerkan ilmu-ilmunya, maka dia mengubah-ubah ilmu
silatnya walaupun dia mampu merobohkan Tin Siong dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Berkat gemblengan Siang
Koan Bhok yang hendak menggunakan muridnya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalas dendam kepada musuh-musuhnya, kini Ouw
Kwan Lok telah maju demikian pesat sehingga dia tidak
kalah lihainya dibandingkan dengan Siang Koan Bhok
sendiri. Dia telah menguasai ilmu-ilmu dari tiga orang datuk.
Pertama dari Pak-thian-ong datuk utara, kedua dari Thian-te
Mo-ong datuk selatan, kemudian ke tiga dari Siang Koan
Bhok datuk timur!
Setelah memamerkan Kui-long-kun tiba-tiba dia merubah
lagi ilmu silatnya dan inilah Ban-tok-ciang (Tangan Selaksa
Racun). Sambaran hawa dari tangan kanan Kwan Lok
membuat Tin Siong menjadi pening dan tiba-tiba saja ujung
lengan baju tangan kiri yang berubah menjadi kaku telah
menotok lehernya dan Tin Siong roboh terguling di atas
panggung, sulingnya terlepas dari tangannya! Dia tidak
mampu bergerak lagi karena sudah tertotok jalan darahnya
yang membuat dia lemas.
Akan tetapi Kwan Lok yang maklum bahwa keluarga Cia
dapat ditarik menjadi sekutu, cepat menyambar tubuh itu
dan sekali tangan kanannya bergerak dia telah
membebaskan totokan sehingga Tin Siong mampu bergerak
kembali dan dia sudah mengambilkan suling perak yang tadi
terlepas lalu menyerahkan kepada Tin Siong.
Pada saat itu, terdengar suara melengking dan Nenek Cia
sudah melayang naik ke atas panggung. Akan tetapi, Tin
Siong menyambut neneknya dan ber kata, "Nek, saya telah
kalah. Saudara Ouw K wan Lok sudah sepatutnya menjadi
beng-cu."
Melihat cucunya sama sekali tidak terluka, Nenek Cia
tidak dapat berbuat apa-apa, apalagi pada saat itu Hui Sian
Hwe-sio sudah naik ke atas panggung.
Dengan sikap hormat Hui Sian Hwe sio mempersilakan
nenek itu turun dari atas panggung. "Nyonya Cia, silahkan
turun dari panggung karena segera akan diadakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertandingan berikutnya. Si-cu Cia Tin Siong jelas telah
mengalami kekalahan dalam pertandingan tadi."
Dengan muka. cemberut nenek itu segera menggandeng
tangan Tin Siong dan diajak melompat turun dari atas
panggung. Mereka yang berpihak kepada Ouw Kwan Lok,
yaitu para golongan hitam, bersorak riuh menyambut
kemenangan jagoan mereka itu.
Hui Sian Hwe-sio lalu mengangkat tangan ke atas dan
berseru, "Saudara sekalian, pertandingan kedua
dimenangkan oleh si-cu Ouw Kwan Lok, maka sekarang
akan diadakan pertandingan antara pemenang pertandingan
pertama dengan pemenang pertandingan kedua. Thio Hui
San, engkau naiklah ke panggung menghadapi si-cu Ouw
Kwan Lok!"
Hui Sian Hwe-sio sendiri tidak khawatir. Dia cukup tahu
akan kepandaian murid keponakannya. Thio Hui San telah
menguasai ilmu-ilmu silat Siauw-limpai dengan matang,
bahkan dia mempunyai ilmu andalan yang jarang dimiliki
orang lain, yaitu ilmu totok It-yang-ci. Akan tetapi In Kong
Thai-su, guru Thio Hui San, mengerutkan alisnya dan dia
merasa khawatir. Melihat ilmu kepandaian Ouw Kwan Lok
tadi, dia menyangsikan apakah Thio Hui San akan mampu
keluar sebagai pemenang. Dia hanya menghela napas saja
karena tidak dapat berbuat sesuatu.
"San-ko, hati-hatilah menghadapi dia," bisik Ceng Ceng
kepada Hui San yang mengangguk dan pemuda itu
melompat naik ke atas panggung menghadapi Ouw Kwan
Lok.
Lee Cin juga merasa khawatir juga melihat betapa Ouw
Kwan Lok yang lengan kirinya sudah buntung itu bahkan
lebih tangguh dari pada sebelum lengannya buntung!
Bahkan ibunya yang berdiri di sampingnya berkata lirih,
"Wah, kepandaian pemuda buntung itu hebat sekali! Heran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku bagaimana engkau dapat membuntungi lengan kirinya,
Lee Cin."
"Ketika dia berkelahi melawan aku, ilmu kepandaiannya
tidak sehebat itu, ibu. Aku sendiri juga heran mengapa
sekarang dia demikian lihai." kata Lee Cin.
Souw Tek Bun menghela napas panjang. "Tidak perlu
diherankan. Tadinya, pemuda itu memang sudah lihai,
walaupun masih kalah olehmu, Lee Cin. Akan tetapi
sekarang dia menjadi murid Siang Koan Bhok dan agaknya
datuk itu telah menurunkan ilmu-ilmunya yang paling hebat
kepadanya."
Mereka bertiga berdiam dan dengan hati tegang
memandang ke atas panggung di mana dua orang pemuda
itu sudah berdiri saling berhadapan. Hui San tampak gagah
dengan bajunya yang serba biru, tubuhnya yang jangkung
tegap dan wajahnya yang tampan dan jantan. Sabaliknya
Ouw Kwan Lok tampak seperti seorang pemuda yang lemah
lembut, berpakaian serba putih, apa lagi lengan kirinya
buntung. Hanya matanya yang mencorong tajam itu
menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemuda yang lihai.
Melihat Thio Hui San sudah berhadapan dengannya,
Ouw Kwan Lok tersenyum mengejek. Biarpun dia tahu
bahwa pemuda berpakaian biru itu seorang murid Siauwlim-
pai yang lihai, namun dia memandang ringan dan
bertanya dengan tersenyum. "Orang she Thio, engkau
hendak mempergunakan senjata apa? Keluarkanlah
senjatamu!"
Wajah Kwan Lok menjadi merah. Dia menekan
kemarahannya dan tersenyum mengejek. "Aku sudah
mendengar bahwa In Kong Thai-su terkenal dengan ilmu
totok It-yang-ci, maka engkau tentu akan mengandalkan
ilmu itu. Justeru aku ingin menguji sampai dimana
kehehatan It-yang-ci!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hui San diam-diam terkejut. Pemuda lengan buntung ini
benar-benar sombong sekali. Tidak aneh kalau dia
mengetahui tentang It-yang-ci karena memang In Kong Thaisu,
gurunya, terkenal dengan ilmu itu.
"Kalau begitu, mulailah, aku sudah siap!" kata Hui San
sambil memasang kuda-kuda yang kokoh kuat.
Melihat kuda-kuda ini, Kwan Lo kembali tersenyum
mengejek. "Sambutlah seranganku!" Begitu menyerang, dia
sudah menggunakan ilmu pukulannya yang paling ampuh,
yaitu Ban-tok-ciang. Ilmu pukulan ini mengandung racun
yang berbahaya sekali dan orang yang terkena serangan ini,
tentu darahnya akan keracunan. Hui San mengenal pukulan
ampuh maka diapun cepat menggunakan kecepatan
gerakannya untuk mengelak dan membalas, langsung saja
menggunakan It-yang-ci!
Hebat bukan main pertandingan ini. Pukulan mereka
sama-sama mengeluarkan tenaga sin-kang yang hebat dan
dahsyat, terdengar bersiutan. Akan tetapi mereka dapat
mengelak atau menangkis dan balas menyerang. Walaupun
tangannya hanya tinggal sebuah, namun Kwan Lok dapat
menggunakan lengan baju kirinya yang kosong untuk
menangkis, bahkan dapat pula lengan baju kiri
dipergunakan untuk menyerang dengan totokan yang
berbahaya pula.
Mereka saling serang silih berganti sampai enampuluh
jurus lebih. Akan tetapi, lambat laun Hui San mulai terdesak
karena lawannya mengubah-ubah ilmu silatnya sehingga
sukar sekali bagi Hui San untuk dapat mengikuti gerak
geriknya. Tiba-tiba Kwan Lok mengeluarkan teriakan
melengking nyaring dan tubuhnya mencelat ke atas lalu
menyerang dengan pukulan tangan kanannya ke arah
kepala Hui San!
Serangan yang menerkam dari atas ini berbahaya sekali.
Tidak mungkin dapat dielakkan lagi oleh Hui San dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpaksa Hui San menyambut dengan tangkisan yang
sekuat-kuatnya. Tangan kirinya mendorong ke atas
menyambut tangan kanan itu sedangkan tangan kanannya
juga menangkis serangan lengan baju yang menusuk ke
arah matanya.
"Wuuuuuttttt......... dessss......... !!!"......... tubuh Kwan
Lok terpental sehingga dia berjungkir balik tiga kali baru
turun ke atas panggung. Akan tetapi tubuh Hui San
terdorong mundur terhuyung-huyung dan pemuda ini
muntahkan darah segar dari mulutnya! Sesosok tubuh
melayang ke atas panggung dan menyambar tubuh Hui San,
dibawa turun. Yang melakukan hal itu adalah In Kong Thaisu
sendiri. Melihat muridnya sudah terluka parah, dia lalu
menolong untuk segera mengobatinya dengan It-yang-ci.
Souw Tek Bun cepat menghampiri mereka. "Mari, silakan
membawanya masuk ke rumah kami, Thai-suhu."
In Kong Thai-su tidak sungkan lagi, lalu membawa tubuh
Hui San ke dalam rumah di mana dia segera melakukan
pengobatan dengan ilmu It-yang-ci. Ceng Ceng mengikuti
dengan muka pucat dan hati cemas sekali.
Sementara itu, melihat kemenangan muridnya, Siang
Koan Bhok lalu berseru keras dari tempat dia berdiri,
"Muridku sudah menang. Berarti dialah yang menjadi bengcu
baru!"
Hui Sian Hwe-sio, walaupun dengan hati cemas, naik ke
atas panggung dan berkata kepada semua yang hadir,
setelah minta mereka yang menyambut kemenangan itu
dengan sorak sorai diam. "Setelah diadakan pertandingan
yang jujur dan adil, ternyata yang keluar sebagai
pemenangnya adalah si-cu Ouw Kwan Lok. Dialah yang
menjadi beng-cu baru, kalau tidak ada orang lain yang
menolaknya." Sengaja dia mengeluarkan kata-kata ini
dengan harapan kalau-kalau ada yang menentang
pengangkatan beng-cu baru itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau Im Yang Seng-cu ikut bertanding, tentu dia yang
menang!" terdengar suara beberapa orang yang tadi
mendukung ketua Kun-lun-pai itu.
Tiba-tiba terdengar seruan melengking, "Tunggu. !" Dan
Nenek Cia tampak melayang ke atas panggung.
Ouw Kwan Lok mengerutkan alisnya. Apakah nenek yang
terkenal galak ini tidak mau menerima kekalahan cucunya?
"Nenek Cia! Engkau tidak ikut menjadi calon beng-cu,
mengapa naik ke panggung? Apa maumu? Engkau boleh
bertanding melawan aku!" terdengar Siang Koan Bhok
berseru.
"Aku bukan ingin merebut kedudukan beng-cu. Aku
mengakui bahwa pemuda ini telah menang dan dia pantas
diangkat menjadi beng-cu. Akan tetapi aku ingin mengukur
sampai di mana kepandaiannya agar hatiku puas mengakui
dia sebagai beng-cu!"
"Akulah musuhmu!" bentak Siang Koan Bhok marah.
Akan tetapi dari atas panggung, Kwan Lok berkata
kepada gurunya. "Su-hu, biarlah Nenek Cia ini menguji
kemampuanku, agar dia tidak lagi berani meremehkan
suhu!"
Siang Koan Bhok tertawa bergelak.
Dia tahu bahwa tingkat kepandaian muridnya itu sudah
melampaui dirinya maka memang lebih kuat Kwan Lok yang
maju dari pada dia.
"Bocah she Ouw, kalau engkau mampu bertahan
tigapuluh jurus menghadapi tongkatku ini, baru aku
mengakui bahwa engkau memang pantas menjadi beng-cu!"
kata Nenek Cia sambil memalangkan tongkat naganya.
"Jangankan tigapuluh jurus, biar limapuluh jurus atau
lebih aku sanggup melayanimu, nek!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jawaban ini memerahkan telinga Nenek Cia. Dia
memutar tongkatnya dan membentak, "Bocah sombong,
rasakan tongkatku!" Dan iapun sudah menyerang dengan
dahsyatnya. Melihat serangan ini, Kwan Lok maklum bahwa
nenek itu lihai sekali maka dia tidak berani main-main.
Cepat dia mengelak lalu menggerakkan lengan baju kirinya
untuk menotok dan tangan kanannya menyambar ke arah
tongkat untuk merampasnya. Akan tetapi nenek itupun
sudah menarik kembali tongkatnya dan menggunakan
untuk menyerampang kedua kaki Kwan Lok. Pemuda ini
meloncat ke atas dan terjadilah saling serang dengan seru
sekali.
Melihat gerakan nenek itu, Lee Cin diam-diam terkejut.
Kini baru ia tahu bahwa kalau dulu ia pernah menang atas
diri nenek ini, adalah karena nenek ini mengalah. Kalau
nenek Cia bersungguh-sungguh, belum tentu ia akan dapat
menang dengan mudah. Akan tetapi yang membuat ia
tertegun dan terkejut adalah melihat betapa lincahnya
gerakan Kwan Lok, betapa pemuda itu menghadapi tongkat
nenek itu tanpa sedikitpun terdesak walaupun dia bertangan
kosong.
Setelah lewat duapuluh jurus, tiba-tiba nampak sinar
berkelebat dan tahu-tahu Kwan Lok telah mencabut
pedangnya. Begitu dia memutar pedang balas menyerang,
Nenek Cia terkejut karena ilmu pedang yang dimainkan
pemuda itu amat dahsyat. Segera ia terdesak mundur dan
hanya mampu memutar tongkatnya untuk melindungi diri.
Kwan Lok terus menyerang dengan desakan yang kuat
sehingga kembali duapuluh jurus telah lewat. Sudah empat
puluh jurus mereka bertanding dan Kwan Lok bukan saja
mampu menandingi nenek itu, bahkan dia mampu
mendesak!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Haiiiiitttt......... !" Tiba-tiba Kwan Lok mengeluarkan
teriakan nyaring dan pedangnya menyambar seperti kilat.
Nenek Cia menggerakkan gagang tongkatnya menangkis.
"Tranggg......... !" Nenek itu terhuyung mundur dan
bukan main kagetnya ketika ia melihat sebagian dari hiasan
naga tongkatnya telah terbabat buntung!
Kwan Lok sudah menyimpan kembali pedangnya dan
tersenyum mengejek kepada nenek itu sambil berkata,
"Bagaimana, nek? Sudah puaskah engkau menguji aku?
Sebetulnya di antara kita tidak pernah saling menyerang.
Kita dapat bekerja sama untuk menggulingkan pemerintah
Mancu. Kita sahabat, bukan musuh, kawan dan bukan
lawan."
Nenek Cia hams mengaku kalah. merasa malu kalau
terus berkeras, maka iapun mundur tanpa malu lagi,
bahkan berkata, "Engkau memang pantas untuk beng-cu."
Nenek yang keras hati itu lalu melompat turun dari atas
panggung.
Siang Koan Bhok merasa senang dan bangga sekali atas
kemenangan muridnya itu, maka dari bawah panggung dia
berteriak, "Masih adakah orang yang tidak menyetujui
muridku Ouw Kwan Lok menjadi beng-cu? Kalau masih ada,
silakan maju dan mengujinya!"
Ouw Kwan Lok sendiri menjadi mabok kemenangan dan
dia merasa bangga sekali. Sambil tersenyum dia memandang
ke empat penjuru dan berkata lantang, "Benar sekali apa
yang diucapkan suhu. Kalau ada yang masih merasa
penasaran, silakan naik dan bertanding dengan aku.
Bagaimana kalau bekas beng-cu Souw maju mengujiku?
Atau barangkali isterinya atau anaknya perempuan yang
terkenal pandai ?"
Mendengar tantangan ini, Souw Tek Bun diam saja dan
biarpun Lee Cin merasa tangannya gatal, iapun tidak berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendahului ayahnya. Akan tetapi Ang-tok Mo-li Bu Siang
tidak dapat menahan kemarahannya. Sekali berkelebat
tubuhnya melayang naik ke panggung dan langsung saja ia
menyerang Ouw Kwan Lok dengan pukulan Ang-tok-ciang
(Tangan Racun Merah) sambil berseru, "Bocah sombong,
rasakan pukulanku!"
Melihat wanita itu menyerangnya dari udara, Ouw Kwan
Lok bersikap waspada. Dia sudah mendengar betapa
lihainya datuk wanita ini, maka begitu melihat pukulan
tangan kanan yang berubah kemerahan itu, diapun
mengerahkan sin-kangnya dan menyambut dengan
dorongan tangan kirinya.
"Plakkk.......... !!" Akibatnya, Ang-tok Mo-li terpental ke
belakang akan tetapi dengan berjungkir balik ia dapat turun
ke atas panggung, sedangkan Ouw Kwan Lok hanya mundur
dua langkah! Tiba- tiba Souw Tek Bun sudah meloncat naik
ke atas panggung. Ouw Kwan Lok mengira bahwa bekas
beng-cu itu hendak mengeroyoknya, akan tetapi ternyata
tidak. Souw Tek Bun memegang tangan isterinya dan
menariknya mundur.
"Sudahlah, kita tidak mempunyai urusan sedikitpun
dengan pengangkatan beng-cu ini. Siapapun yang akan
diangkat, tidak ada urusannya dengan kita!"
Setelah berkata demikian, dia mengajak isterinya
melompat turun.
Makin besarlah kepala Ouw Kwan Lok. Dia tersneyum
memandang kepada Im Yang beng-cu dan berkata lantang.
"Tadi ada yang menyesalkan mengapa Im Yang Seng-cu
ketua Kun-lun-pai tidak ikut bertanding. Sekarang setelah
aku keluar sebagai pemenang, kalau masih penasaran,
silakan Im Yang Seng cu naik ke panggung untuk
mengujiku!" Dengan lagak sopan dan ramah Ouw Kwan Lok
menantang! Ini hebat sekali. Menantang ketua Kun-lun-pai,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada hal semua orang tahu betapa lihainya Im Yang Sengcu.
Banyak orang berseru, "Im Yang Seng-cu naik ke
panggung!" .dan mereka ingin sekali melihat pemuda
sombong itu dikalahkan. Tadinya Im Yang Seng-cu yang
sudah tua itu tidak mau melayani tantangan Ouw Kwan Lok,
akan tetapi karena banyak suara mengharapkannya,
terpaksa dia bangkit dan naik ke panggung.
Ouw Kwan Lok menyambut dan memberi hormat.
"Terima kasih kalau to-tiang sudi memberi petunjuk
kepadaku!" Sikapnya kelihatan sopan dan kata-katanya
merendah, akan tetapi senyum dan pandang matanya penuh
ejekan.
"Sian-cai ...... ! Ouw- sicu sungguh mengagumkan, masih
muda sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tung-hai-ong
boleh merasa bangga mempunyai seorang murid seperti
engkau, Pin-to sudah tua, tidak ingin bertanding, hanya
ingin menguji tenaga sin-kangmu."
"Silakan, to-tiang!" kata Ouw Kwan Lok.
"Sambutlah seranganku ini, orang muda!" Im Yang Sengcu
lain mengajukan kaki kanannya dan tangan kanannya
mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah dada
Ouw Kwan Lok.
Pemuda ini cepat mengerahkan tenaga dan diapun
mengajukan kaki kanan ke depan dan tangan kanannya
yang terbuka di dorongkan ke depan menyambut dorongan
tangan kanan kakek itu.
"Desss......... !" Dua tenaga sakti yang amat kuat bertemu
di udara dan akibatnya, Im Yang Seng-cu mundur tiga
langkah, akan tetapi Ouw Kwan Lok juga mundur tiga
langkah. Hanya bedanya, kalau pernapasan kakek itu agak
memburu, sebaliknya pernapasan Ouw Kwan Lok biasa dan
tenang-tenang saja! Hal ini saja membutktikan bahwa Ouw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwan Lok masih menang sedikit dan kemenangan ini adalah
karena dia jauh lebih muda dari pada lawannya yang sudah
berusia tujuhpuluh tiga tahun!
"Sian-cai ..... Ilmu kepandaian Ouw sicu memang hebat
dan kalau diukur dengan tingkat kepandaian, memang
sudah pantas menjadi beng-cu. Pin-to tidak ingin
mencampuri urusan pemilihan beng cu baru, terserah
kepada hadirin sekalian!" Setelah berkata demikian, Im Yang
Seng-cu melompat turun dari atas panggung.
Ouw Kwan Lok memandang ke empat penjuru dengan
wajah berseri. Dia merasa seolah menjadi orang terpandai di
dunia ini. "Saudara sekalian! Kalau sudah tidak ada lagi
yang penasaran, berarti saudara sekalian menerima saya
menjadi beng-cu baru, bukan?"
Sorak sorai menyambut ucapan ini, yaitu mereka yang
memang mendukung pemuda itu sejak awal. Sedangkan
yang lain, biarpun dalam hati merasa tidak senang, hanya
diam saja tidak berani memperlihatkan perasaan mereka.
"Nah, sekarang saudara sekalian. Sebagai beng-cu baru
saya ingin melanjutkan rapat pertemuan ini, yaitu
membicarakan tentang perjuangan kita menentang
pemerintah penjajah Mancu! Saya mempersilakan Hui Sian
Hwe-sio sebagai pengundang rapat pertemuan ini untuk
menjelaskan apa yang hendak dibicarakan tentang
perjuangan ini."
Hui Sian Hwe-sio bicara dari tempat ia berdiri,
"Omitohud.......... Tadinya kami sama sekali tidak hendak
membicarakan tentang perjuangan menentang pemerintah
penjajah, melainkan membicarakan betapa banyak di antara
orang kang-ouw yang bekerja sama dengan orang asing
seperti yang baru-baru ini terjadi di pantai timur. Orangorang
kang-ouw dapat diperalat oleh pasukan yang
memberontak, dan juga bersekutu dengan orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jepang. Hal ini amat tidak baik, mencemarkan nama baik
dunia kang-ouw dan orang-orang gagah pada umumnya.
"Hui Sian Hwe-sio telah bicara tentang orang-orang yang
menentang pemerintah akan tetapi bersekutu dengan
pasukan pemberontak dan orang Jepang. Siapa yang akan
menanggapi pernyataan itu?" kata Ouw Kwan Lok, bersikap
sebagai seorang pemimpin.
"Aku akan menja wabnya!" Tiba-tiba terdengar suara
melengking seorang wanita dan ternyata yang bicara itu
adalah Nenek Cia!
"Silakan bicara!" kata Ouw Kwan Lok.
"Kami keluarga Cia sejak dahulu adalah patriot- patriot
sejati yang selalu menentang kekuasaan panjajah Mancu.
Menurut pandangan kami, orang berjuang menentang
penjajah Mancu boleh melakukan segala. cara. Apa salahnya
bekerjasama dengan para pemberontak dan orang-orang
Jepang? Kami akui bahwa memang kami bekerja sama
dengan mereka. Akan tetapi tujuannya adalah menentang
penjajah Mancu. Justeru demi berhasilnya perjuangan kita
harus merangkul siapa saja untuk memperkuat diri. Heran
sekali mengapa ada orang ribut-ribut tentang hal itu, akan
tetapi tinggal peluk tangan saja melihat betapa penjajah
menindas rakyat jelata?"
"Apa yang dikatakan Nenek Cia tepat sekali. Apakah ada
yang akan menanggapi? Dan apakah wakil Siauw-limpai dan
Kun-lun-pai yang tadinya menjadi wakil beng-cu lama akan
memberikan jawaban?"
"Sian-cai......... !" Terdengar Im Yang Seng-cu berkata
lantang. "Ucapan Nyonya Cia itu berarti demi mencapai
tujuan menghalalkan segala cara! Bukan begitulah sikap
seorang pendekar. Betapa. sucipun tujuannya, kalau cara
mencapainya kotor, tujuan itu akan tercemar pula. Orangorang
Jepang itu adalah bajak-bajak laut yang sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak mengacaukan kehidupan rakyat di pantai. Seorang
pendekar semestinya menentang mereka, bukan malah
diajak bersekutu. Seorang pendekar patriot akan berjuang
dengan bersih, patriot sejati hanya akan berjuang dengan
dukungan rakyat jelata, bukan didukung oleh para penjahat
yang hanya akan mengail di air keruh."
"To-tiang, kalau menurut pendapat to-tiang seperti itu,
lalu bagaimanakah kalian akan berjuang menentang
penjajahan? Dan kapan to-tiang akan mulai berjuang?
Selama ini yang- namanya orang-orang gagah hanya tunduk
dan menurut saja apa yang dikehendaki pemerintah
penjajah. Bahkan pemilihan beng-cu yang lalu didukung
oleh pemerintah Mancu. Itukah yang dinamakan sikap
seorang patriot? Kami lebih condong mendukung pendapat
Nenek Cia!" kata Ouw Kwan Lok yang disambut sorak sorai
golongan hitam yang hadir di situ.
Mendengar ini, Im Yang Seng-cu lalu mengibaskan
lengan bajunya dan berkata, "Kalau demikian peristiwa
Bengcu, sudahlah. Kami dari Kun-lun-pai tidak akan
mencampuri urusan kalian yang menentang pemerintah
sambil bersekutu dengan para penjahat! Mari kita pergi
meninggalkan tempat ini!"
Mendengar ini, In Kong Thai-su juga mengajak saudarasaudaranya
untuk meninggalkan tempat itu. Akan tetapi
melihat ini, Ouw Kwan Lok berkata dengan lantang.
"Saudara sekalian harap jangan pergi dulu, kami hendak
membuat pengumuman kami yang pertama sebagai beng-cu
baru adalah bahwa kedudukan beng-cu berada di Pulau
Naga dan kalau ada urusan dengan beng-cu harap datang ke
Pulau Naga!"
Para utusan Kun-lun-pai, Siauw-limpai, Kong-thong-pai,
Bu-tong-pai, dan Go-bi-pai menghadap Souw Tek Bun yang
menjadi tuan rumah untuk berpamit, lalu mereka pergi
meninggalkan tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Satu demi satu para tamu meninggalkan Hong-san. Yang
paling akhir adalah Ouw Kwan Lok gurunya, Siang Koan
Bhok
Jilid V
Lee Cin tersenyum mengejek. "Habis, engkau mau apa?
Salahmu sendiri sampai lenganmu buntung!"
Mereka saling pandang. Ouw Kwan Lok merasa sakit
hati, bukan hanya karena lengannya dibuntungi gadis itu,
akan tetapi juga untuk membalaskan sakit hati para
gurunya, mendiang Pak-thian-ong dan Thian-te Mo-ong.
Akan tetapi kini dia menghadapi Lee Cin, Souw Tek Bun dan
Ang-tok Mo-li. Mereka bertiga itu dengan tegak berdiri dan
siap untuk melawan. Biarpun Ouw Kwan Lok bersama Siang
Koan Bhok, namun dia tidak berani main-main menghadapi
tiga orang itu. Akhirnya dia tersenyum dan kembali menjura
kepada Lee Cin.
"Nona Souw, biarlah lain kali saja aku membalas
kebaikanmu itu," katanya lalu pergi bersama gurunya
meninggalkan tempat itu. Keadaan menjadi sunyi setelah
semua orang pergi.
Lee Cin mengepal tinjunya. "Mengapa ayah melarangku
ketika aku hendak menentang dan melawan bangsat itu?"
katanya dengan kesal.
"Engkau tentu tahu bahwa saat itu sedang diadakan
pemilihan beng-cu baru sehingga tidak ada alasannya kalau
engkau hendak menyerangnya. Selain itu, kulihat ilmu
kepandaian pemuda itu sungguh luar biasa sekali. Bahkan
Im Yang Seng-cu tidak dapat mengatasinya, dan Nenek Cia
juga kalah olehnya. Sungguh berbahaya kalau engkau
hendak melawan dia, Lee Cin."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak takut, ayah. Biarpun aku juga mengerti bahwa
ilmu kepandaiannya sudah maju dengan pesatnya dan
mungkin saja aku tidak akan mampu menandinginya."
"Aku juga penasaran. Aku ingin mencoba kelihaiannya,
akan tetapi engkau menghalangi aku!" kata pula Ang-tok
Mo-li kepada suaminya.
Souw Tek Bun tersenyum. "Aku hanya menjaga agar
jangan sampai engkau dikalahkannya di depan begitu
banyak orang. Lain waktu masih banyak kesempatan bagi
kita untuk menentangnya kalau dia melakukan kejahatan."
"Celaka! Dia menjadi beng-cu, akan dibawa kemanakah
dunia persilatan? Aku tahu, dia adalah seorang pemuda
yang herhati palsu dan amat jahat, ayah," kata Lee Cin
khawatir.
"Biarpun dia beng-cu, kalau tindakannya tiilak benar,
kurasa para orang gagah tak akan menuruti kemauannya.
Paling-paling golongan sesat yang akan taat kepadanya,"
ayahnya menghibur.
Sementara itu Ouw Kwan Lok yang melakukan
perjalanan dengan Siang Koan Bhok, telah tiba di kaki
gunung Hong -san.
"Kwan Lok, kalau gadis puteri Souw Tek Bun itu yang
membuntungi lengan kirimu, kenapa tadi engkau tidak
membunuhnya saja?" Siang Koan Bhok menegur muridnya.
"Ia dan ayah ibunya merupakan lawan yang tidak ringan,
suhu. Aku khawatir kalau gagal tadi. Kalau aku sudah turun
tangan, haruslah berhasil. Biarlah, lain waktu aku pasti
akan membalas dendam kepadanya, tidak cukup dengan
membunuhnya atau membuntungi lengannya. Sekarang,
yang paling penting bagiku adalah menyusun kekuatan. Apa
artinya menjadi beng-cu kalau tidak mempunyai anak
buah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anak buah kita di Pulau Naga cukup banyak."
"Akan tetapi mereka hanya anak buah biasa saja, suhu.
Yang kumaksudkan, kita harus dapat mengundang orangorang
berkepandaian tinggi untuk menjadi anggautaku di
sana. Aku harus dapat membuat seluruh dunia persilatan
tunduk kepadaku, dan kalau ada yang tidak mau taat, akan
kuberi hajaran. Tentu saja aku harus mempunyai anak buah
yang pandai dan banyak."
Siang Koan Bhok mengangguk. Dia kagum kepada murid
barunya ini, dan menganggap dia sebagai pengganti Siang
Koan Tek, pureranya.
"Jangan lupa untuk membalaskan dendamku kepada
Song Thian Lee, Kwan Lok."
"Jangan khawatir, suhu. Tak lama lagi tentu aku akan
mampu menghadiahkan kepada Song Thian Lee kepada
suhu. Juga isterinya harus mati di tanganku. Mereka bertiga
itu, Song Thian Lee, Tang Cin Lan, dan Souw Lee Cin, adalah
musuh-musuh utamaku."
Legalah hati Siang Koan Bhok dan dia percaya muridnya
ini tidak hanya membual saja. Dia percaya bahwa dengan
tingkat kepandaiannya yang sekarang, Kwan Lok akan
mampu menandingi dan mengalahkan Song Thian Lee.
Tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan di depan
mereka telah berdiri seorang kakek tinggi kurus yang
berusia hampir enampuluh tahun. Kwan Lok dan Siang
Koan Bhok segera mengenal kakek ini yang bukan lain
adalah Thian to Mo-ong Koan Ek.
“Eh, kiranya suhu Thian-te Mo-ong!" tegur Kwan Lok
dengan gembira.
"Kwan Lok, lupakah engkau akan pesanku ketika kita
berpisah? Engkau tidak memenuhi pesanku, bahkan engkau
ikut Tung-hai-ong dan merebut kedudukan beng-cu! Mulai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saat ini engkau hatus ikut aku dan membalas dendam
kepada musuh- musuhku!"
"Hemm, suhu Thian-te Mo-ong. Aku sama sekali tidak
lupa akan pesanmu. Tahukah engkau bahwa aku sampai
kehilangan lengan kiri karena memenuhi pesanmu?
Sekarang aku tidak perlu memenuhi pesanmu ini karena
tiga orang yang suhu musuhi itu juga merupakan musuhku.
Musuh kita bersama."
"Heh, Thian-te Mo-ong, apa maumu menghadang
perjalanan kami di sini?" Siang Koan Bhok berseru tidak
senang.
"Siang Koan Bhok, engkau mencuri muridku!" Thian-te
Mo-ong membalas dengan marah.
"Tidak, suhu Thian-te Mo-ong. Suhu Siang Koan Bhok
tidak mencuriku. Aku yang minta menjadi muridnya dan
sekarang kebetulan sekali. Aku sedang mencari-cari orangorang
seperti suhu ini untuk menjadi pengikut dan
pembantuku. Marilah suhu, engkau ikut denganku ke Pulau
Naga dan kita membangun kekuatan bersama. Kalau kita
sudah kuat, apa sih sukarnya membasmi musuh- musuh
kita itu?"
"Hemm, engkau berlagak. Aku menjadi pembantumu?
Apakah engkau mimpi ? Biarpun engkau sudah menjadi
beng-cu, engkau tetap muridku. Bagaimana aku sebagai
gurumu kini menjadi anak buahmu?"
"Suhu, biarpun aku muridmu, akan tetapi sekarang aku
lebih lihai daripada mu. Sekarang begini saja. Kalau suhu
dapat mengalahkan aku, baiklah, aku akan ikut dengan
suhu dan menaati semua perintah uhu. Akan tetapi
sebaliknya kalau suhu kalah olehku, suhu harus ikut ke
Pulau Naga dan membantuku. Bagaimana ?"
"Engkau menantangku? Hemm, setelah menjadi murid
Siang Koan Bhok, engkau berani menantangku, ya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, aku tidak akan menggunakan ilmu yang
kupelajari dari suhu Siang Koan Bhok. Aku akan melawan
suhu dengan ilmu yang kupelajari dari suhu sendiri, dengan
demikian barulah adil"
Thian-te Mo-ong tersenyum mengejek. Dia tadi sudah
melihat betapa lihainya Ouw Kwan Lok. Akan tetapi kalau
pemuda itu tidak mempergunakan ilmu silat lain, melainkan
menggunakan ilmu silat yang diajarkannya dulu, bagai
mana mungkin Kwan Lok mampu menandinginya?
"Baik, bersiaplah. Siang Koan Bhok menjadi saksinya!"
"Ha-ha-ha, akan kusaksikan betapa Thian-te Mo-ong
kalah oleh muridnya!" Siang Koan Bhok tertawa.
" Awas, lihat seranganku.” Thian-te Mo-ong berteriak
ganas dan dia sudah menerjang maju dan menyerang
dengan ilmu silat Pek-swat Tok-ciat (Tangan Beracun Salju
Putih). Ouw Kwan Lok cepat mengelak lalu balas menyerang
dengan ilmu yang sama! Tentu saja Kwan Lok kurang
leluasa memainkan ilmu silat itu karena hanya dengan
sebeah tangan, akan tetapi dia memiliki gerakan yang lebih
cepat dari gurunya itu sehingga dia tidak sampai terdesak.
"Haiiiiittttt ..... !" Thian-te Mo-ong nengirim pukulan
keras sekali dengan tangan kanannya, mengarah kepala
muridnya, akan tetapi Kwan Lok membuat gerakan yang
sama dengan tangan kanannya, menangkis pukulan itu
sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya.
"Wuuuttt......... desss......... "" Akibat benturan kedua
lengan itu, tubuh Thian te Mo-ong terhuyung ke belakang.
Ternyata dia kalah kuat!
"Nah, suhu telah kalah," kata Kwan Lok sambil
tersenyum.
"Baiklah, dalam pertandingan tangan kosong aku
mengaku kalah kuat, akan tetapi coba tahan pedangku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau engkau mampu!" kata Thian-te Mo-ong sambil
mencabut sepasang pedangnya dan menyilangkan sepasang
pedang itu di depan dadanya.
"Baiklah, akan kulayani kehendakmu, suhu!" Diapun
meloloskan pedangnya dari punggung dan keduanya segera
bertanding dengan pedang. Kwan Lok tetap memainkan ilmu
pedang yang dipelajarinya dari gurunya. Akan tetapi karena
memang dia menang cepat dan menang kuat, dia segera
dapat mendesak Thian-te Mo-ong. Dia sudah hafal akan
gerakan serangan gurunya, maka dia selalu dapat mengelak
dan menangkis. Dan setiap kali menangkis, pedang suhunya
terpental. Kwan Lok mempercepat gerakannya dan sekali
membentak nyaring, sambil memutar pedangnya, dia
berhasil membuat sepasang pedang itu terpental dan lepas
dari tangan Thian-te Mo-ong.
"Bagaimana, suhu, maukah suhu menjadi pembantuku
di Pulau Naga?" Tanya Kwan Lok sambil menyarungkan
pedangnya kembali.
Thian-te Mo-ong hampir tidak percaya. Muridnya ini
benar-benar telah mampu mengalahkannya dalam
permaianan silat yang pernah diajarkannya!
"Ha-ha-ha, Thian-te Mo-ong, engkau harus mengakui
sudah tua dan kalah oleh murid sendiri!" Siang Koan Bhok
menertawainya.
"Dan bagaimana dengan engkau, Siang Koan Bhok?
Apakah engkau mampu mengalahkannya?"
Siang Koan Bhok menggeleng kepalanya. "Aku belum
mencobanya dan tidak akan mencobanya. Aku siap menjadi
pembantu utama dari Ouw Kwan Lok.
"Bagus, suhu Siang Koan Bhok menjadi pembantu
pertama dan suhu Thiante Mo-ong menjadi pembantu
kedua. Akan kuat sekali keadaan kita di Pulau Naga."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian-te Mo-ong menghela napas dan mengambil
sepasang pedangnya. "Baiklah, aku suka menjadi
pembantumu yang ke dua."
Tiga orang itu lalu melanjutkan perjalanan mereka
menuju ke Pulau Naga.
-oo(mch)oo-
Kaisar Kian Liong memang merupakan seorang kaisar
yang baik dan pandai, akan tetapi tiada manusia di dunia ini
yang tanpa cacat. Kaisar Kian Liong suka sekali akan wanita
cantik. Kalau sudah melihat wanita cantik, biarpun wanita
itu sudah bersuami, akan diusahakan agar wanita itu dapat
menjadi miliknya. Selir dan dayangnya ratusan orang
banyaknya, namun agaknya Kaisar Kian Liong masih
memalingkan mukanya kepada wanita lain yang bukan
miliknya.
Akan tetapi segala bentuk kesenangan kalau terlalu di
turuti, akhirnya membuat orang menjadi bosan juga.
Demikian juga dengan Kaisar Kian Liong. Akhirnya dia
merasa bosan juga bermain- main dengan wanita cantik.
Pada suatu hari, ketika dia duduk dalam tandu, dia melihat
wajah seorang di antara para pemikul tandu. Wajah pemuda
itu sedemikian menarik hatinya, membuat Kian Liong
teringat akan wajah seorang selir ayahnya yang pernah
dicintanya akan tetapi dahulu tak pernah dia dapat memiliki
selir ayahnya itu.
Setelah duduk di bagian dalam istana, dia menyuruh
panggil pemuda pemikul tandu Setelah pemuda yang berusia
delapanbelas tahun itu datang berlutut di depannya, Kaisar
Kian Liong semakin tertarik. Seorang pemuda yang tampan
sekali, demikian tampan dan halus bersih kulitnya seperti
seorang wanita saja. Dia lalu mengangkat pemuda itu
menjadi pelayannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu bernama Ho Shen. Ketika pada suatu malam
Kaisar Kian Long memanggilnya kemudian mengajaknya
tidur, pemuda itu diam-diam merasa terkejut dan
menganggap kaisarnya telah menjadi gila. Akan tetapi
kemudian dia mengetahui bahwa kaisarnya benar-benar
tergila- gila kepadanya dan menjadikan dia sebagai
kekasihnya! MuIai saat itu, Ho Shen yang cerdik itu tidak
menyia-nyiakan waktunya. Dia diangkat menjadi kepala
pelayan. Kalau semua pelayan pria adalah kasim (orang
kebiri) maka dia sendiri tidak dan bahkan diangkat menjadi
kepala!
Tabun-tahun terlewat dan Ho Shen dapat merayu sang
kaisar sedemikian rupa sehingga akhirnya dia diberi
kedudukan tinggi sebagai perdana menteri! Untuk menutupi
kecurigaan orang, Kaisar Kian Liong menyuruh Ho Shen
menikah.
Peristiwa ini merupakan rahasia, akan tetapi sebaikbaiknya
barang busuk ditutupi, baunya tercium juga.
Hanya, orang tidak berani membicarakan secara terbuka
dan diam-diam saja, pura-pura tidak tahu. Mereka bahkan
merasa iri kepada Ho Shen yang dapat menumpuk kekayaan
dari kedudukannya.
Peristiwa ini akhirnya terdengar pula oleh Panglima muda
Song Thian Lee. Panglima muda ini memang sudah
mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Ketika
mendengar berita itu, dia merasa muak dan mendorongnya
untuk cepat mengundurkan diri. Pada suatu hari, dia mohon
menghadap Kaisar dan membawa sesampul surat
permohonan berhenti dari jabatannya.
Kaisar Kian Liong mengerutkan alisnya setelah membaca
surat permohonan itu dan menatap wajah panglima muda
Song Thian Lee yang menunduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Song Ciang-kun, apa sebabnya engkau tiba-tiba hendak
mengundurkan diri dari jabatanmu? Apakah jabatanmu
yang sekarang kurang tinggi?"
"Tidak sama sekali, Yang Mulia. Jabatan sekarang ini
sudah cukup tinggi dan terhormat bagi hamba."
"Kalau begitu, apakah penghasilanmu kurang? Gajimu
tidak mencukupi?"
"Juga tidak, Yang Mulia. Penghasilan hamba sudah lebih
dari cukup, gaji hamba cukup besar."
"Kalau begitu, mengapa engkau hendak mengundurkan
diri, Song Ciangkun? Selama ini engkau menjadi panglima
muda yang cakap dan setia, bahkan baru-baru ini engkau
sudah berhasil memadamkan pemberontakan di pantai
timur. Lalu mengapa mendadak engkau ingin berhenti?"
"Terus terang saja, Yang Mulia. hamba ingin hidup dalam
suasana tenang dan damai bersama anak isteri hamba."
"Apakah selama menjadi panglima di sini hidupmu tidak
tenang dan tidak damai?"
Song Thian Lee memberi hormat.
"Memang tidak, Yang Mulia. Terutama sekali kalau
hamba melaksanakan tugas, beberapa kali hamba harus
berhadapan dan melawan para pendekar yang ikut
memberontak. Hamba merasa bersalah dan gelisah."
"Hemm, akan tetapi mereka adalah pemberontak yang
hanya mendatangkan kekacauan dalam kehidupan negara
dan rakyat!"
"Memang benar, Yang Mulia. Akan tetapi merekapun
merupakan segolongan pendekar."
"Kalau......... engkau memihak kepada mereka yang
memberontak, Song-ciangkun?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sama sekali tidak, Yang Mulia. Biarpun mereka itu
pendekar, kalau mereka bersekutu dengan orang-orang
asing dan pemberontak seperti di pantai timur itu, hamba
akan tetap menentang."
"Song-ciangkun, apakah sudah engkau pikir baik-baik
keputusanmu ini? Kami akan merasa kehilangan sekali
kalau engkau mengundurkan diri. Bukankah selama ini kita
bersahabat dan kami bersikap balk kepadamu?"
"Ampun, Yang Mulia. Memang Yang Mulia telah memberi
anugerah dan kebaikan kepada hamba. Akan tetapi hamba
sudah memikirkan dengan matang. Hamba tidak ingin
menjadi seorang panglima yang diam-diam membenci
pekerjaannya sendiri. Lebih baik hamba berterus terang dan
minta berhenti dengan hormat."
"Baiklah, Song-ciangkun. Kami dapat menghargai
kejujuranmu. Akan tetapi karena pengunduran dirimu
merupakan urusan besar dan menyangkut penataan
pasukan, kami akan membicarakan derigan Panglima Tua
Bouw dan Panglima Coa agar dapat diatur bagaimana
baiknya dan siapa yang akan menggantikan jabatanmu.
Sesudah itu, baru kami akan memberi surat pelepasan
kepadamu."
Setelah memberi hormat dan mengucapkan terima kasih,
Song Thian Lee mengundurkan diri keluar dari istana.
Tak lama setelah Song Thian Lee pergi, Kaisar Kian Liong
memanggil Panglima Tua Bouw Kin Sek dan wakilnya, yaitu
Panglima Coa Kun.
Setelah kedua orang panglima itti menghadap, Kaisar
Kian Liong lalu memberitahu kepada mereka. "Baru saja
Song-ciangkun menghadap kami dan mengutarakan niatnya
untuk mengundurkan diri sebagai panglima. Apakah kalian
berdua mengetahui apa sebabnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang panglima itu saling Pandang dan Bouwciangkun
segera menjawab. "Sepanjang yang hamba ketahui,
tidak ada sebab-sebab yang menyebabkan dia
mengundurkan diri, Yang Mulia."
"Hemm, akan tetapi dia mengatakan bahwa hatinya tidak
merasa nyaman karena dalam pemberantasan pemberontak,
seringkali dia harus berhadapan dengan para pendekar.
Apakah kalian mengetahui apa artinya itu?"
Coa Ciang-kun yang tinggi kurus dan bermuka pucat itu
lalu memberi hormat. "Ampun, Yang Mulia. Kalau hamba
tidak salah duga, hamba mengetahui sebab-sebabnya."
"Coba ceritakan, Coa-ciangkun," kata kaisar.
"Ketika Song-ciangkun memadamkan pemberontakan di
timur, dia tidak mau mempergunakan pasukan untuk
membasmi sebuah keluarga yang sangat benci kepada
kerajaan. Keluarga itu adalah Keluarga Cia dan mungkin
keluarga Cia yang telah membunuhi pembesar-pembesar
yang setia kepada paduka. Akan tetapi panglima Song tidak
inelanjutkan pengejaran dan membiarkan mereka itu lolos!"
"Wah, itu merupakan kesalahan besar! Membasmi
pemberontak haruslah sampai ke akar-akarnya! Kalau
keluarga itu tidak dibasmi, tentu mereka lain kali akan
mengadakan pemberontakan lagi."
"Ampun, Yang Mulia," kata Panglima Tua Bouw Kin Sek
yang memang mencari kesempatan. "Kalau begitu,
mundurnya Panglima Song tentu ada kaitannya dengan itu.
Jangan-jangan dia mundur untuk menyusun kekuatan
untuk memberontak bersama Keluarga Cia itu!"
"Hamba juga mendengar berita yang mencurigakan, Yang
Mulia. Baru baru ini para kang-ouw mengadaka pertemuan
di Hong-san untuk memilih ketua baru. Akan tetapi tidak
seperti biasanya, mereka tidak mengundang perwira
setempat sehingga pemilihan itu gelap bagi kita. Jangan-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan ini ada hubungannya pula dengan berhentinya Songciangkun.
Mereka hendak menyusun kekuatan!" kata pula
Coa-ciangkun.
Wajah Kaisar Kian Liong menjadi merah dan alisnya
berkerut, lalu tangannya mengepal tinju. "Sangat boleh jadi
dugaan kalian itu! Kalau begitu kalian harus turun tangan.
Setelah dia berhent nanti, kalian harus mengutus orangoran
pandai dan mengamati gerak-geriknya dan kalau benar
dia mengadakan perhubungan dengan para pemberontak,
jangan ragu-ragu lagi, tangkap dan binasakan Songciangkun!"
"Baik, Yang Mulia. Hamba akan mengaturnya!" jawab
Bouw-ciangkun yang merasa girang karena diam-diam
panglima ini membenci Song Thian Lee yang mendapat
kepercayaan besar dari Kaisar. Dia merasa iri dan benci.
Akan tetapi, orang yang baik dan benar selalu dilindungi
oleh Kekuasaan yang tidak tampak. Percakapan antara dua
panglima dan kaisar ini didengar oleh seorang thai-kam
(kasim) yang bertugas di situ. Thia-kam ini amat mengagumi
Song Thian Lee, dan mendengar itu, diam-diam dia lalu
mengirim surat kepada Thian Lee, memberitahu bahwa
pendekar itu teramcam dan harus berhati-hati karena
tindak-tanduknya akan diamati dengan ancaman mati.
Song Thian Lee bercakap-cakap dengan, isterinya tentang
permintaannya mundur dari jabatannya.
"Apa yang kaulakukan itu aku setuju sekali, Lee-ko.
Kalau aku teringat akan orang-orang tua kita yang tewas
oleh pasukan pemerintah, sungguh aneh sekali kalau
sekarang engkau malah nenjadi panglima pemerintah. Aku
sendiri puteri angkat seorang pangeran, maka akupun tidak
dapat berkata apa-apa ketika engkau diangkat menjadi
panglima. Namun di sudut hatiku, aku merasa tidak enak
sekali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar kata-katamu. Bukan hanya mengingat akan orang
tua kita, akan tetapi juga mengingat akan saudara-saudara
Para pendekar di dunia kang-ouw, mereka tentu tidak
senang mendengar aku menjadi panglima kerajaan. Ayahku
dulu adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang patriotik yang
gagah, akan tetapi anaknya sekarang menjadi panglima
kerajaan penjajah. Kalau aku melakukan tugas membasmi
pemberontak, aku sering bertemu dengan orang-orang
kangouw yang ikut memberontak. Nah, di situ hatiku
menjadi tidak senang sekali karena pekerjaanku ini
berlawanan dengan batinku."
"Lalu, kalau engkau sudah mengundurkan diri, apakah
kita juga akan tetap tinggal di kota raja, Lee-ko?"
"Tidak, Lan-moi. Kota raja bukan tempat yang tepat
untuk kita hidup secara aman dan tenteram. Aku akan
tinggal di kampung halamanku, yaitu di dusun Tung-sinbun
yang tidak jauh dari kota raja. Aku akan menjauhkan
diri dari semua pemberontakan-pemberontakan kecil sambil
menanti datangnya saat di mana rakyat yang akan
memberontak terhadap penjajah. Aku juga akan
menjauhkan diri dari dunia kang-ouw. Aku ingin tinggal di
dusun di mana dahulu ayahku tinggal dan hidup sebagai
seorang petani."
"Akan tetapi kalau sekali waktu aku merasa rindu
kepada ibu, bolehkah aku pergi menengoknya di istana
ayah?"
"Tentu saja boleh."
Beberapa hari kemudian, surat keputusan dari Kaisar
tiba, yaitu yang menyetujui bahwa Thian Lee mengundurkan
diri dari pekerjaannya sebagai panglima. Karena setelah
tidak lagi menjali panglima muda dia harus meninggalkan
gedung yang sekarang menjadi tempat tinggalnya, maka
setelah menerima surat keputusan itu, Thian Lee segera
memboyong keluarganya pindah ke dusun Tung-sin-bun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Tang Gi Su, ayah tiri Cin Lan, terkejut sekali
mendengar akan mundurnya Thian Lee dari jabatannya. Dia
segera mengunjungi Thian Lee dan bertanya tentang hal itu.
Akan tetapi setelah menerima penjelasan Thian Lee,
pangeran yang bijaksana itupun dapat mengerti. Mantunya
adalah seorang pendekar besar, tentu saja merasa tidak
enak kalau harus bermusuhan dengan sesama pendekar
yang mendukung pemberontakan terhadap pemerintah
Mancu. Dia hanya menghela napas dan memesan kepada
mantunya itu agar jangan melibatkan diri dengan
pemberontakan karena dia akan merasa berduka sekali
kalau mantunya menjadi musuh kerajaan.
Ci Tung-sin-bun, Thian Lee membeli rumah ayahnya
yang dulu, membangunnya kembali dan membeli beberapa
petak sawah ladang dan selanjutnya dia hidup sebagai
petani. Sama sekali dia tidak tahu dan tidak mengira bahwa
segala gerak geriknya diawasi dengan tajam oleh orang-orang
yang disebar oleh Bouw-ciangkun dan Coa-ciangkun. Dia
hidup sebagai seorang petani, mempergunakan tenaga
buruh tani untuk menggarap sawah ladangnya, juga dia
berusaha untuk memperdagangkan hasil bumi. Thian Lee
hidup dengan tenang dan sederhana bersama Tang Cin Lan
dan Song Han San, putera mereka yang kini sudah berusia
tiga tahun.
-oo(mch)oo-
Kota Cin-an, amat ramainya.. Kota besar ini menjadi
penting karena berada di dekat Sungai Huang-ho yang
menghubungkannya sampai ke lautan di Teluk Pohai, dan
menghubungkan kota Cin-an dengan barat. Lalu lintas
perdagangan melalui Sungai Huang-ho menjadi kota Cin-an
makin ramai dikunjungi banyak pedagang dari lain daerah.
Untuk menampung dan melayani para pengunjung yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak jumlahnya, maka di Cin-an didirikan banyak rumah
penginapan yang merangkap sebagai rumah makan.
Pada suatu hari, seorang pemuda yang menumpang pada
perahu besar yang membawa banyak penumpang yang
datang dari barat, turun mendarat lalu nelakukan
perjalanan menuju kota Cin-an. Pemuda ini berusia
duapuluh satu tahun, berpakaian sebagai seorang pelajar
miskin karena pakaiannya terbuat dari kain kasar. Pemuda
ini berwajah tampan dan gerak geriknya lembut seperti biasa
gerakan seorang pelajar atau sastrawan. Mulutnya yang
selalu mengandung senyum ramah dan sabar itu membuat
wajahnya selalu tampan cerah gembira dan matanya yang
bersinar-sinar menandakan bahwa dia memandang
kehidupan ini sebagai sesuatu yang patut disyukuri dan
menggembirakan.
Pemuda itu bukan lain adalah Cia Tin Han. Seperti kita
ketahui, Tin Han adalah putera Cia Kun dan cucu Nenek Cia
yang galak. Tidak seperti kakaknya, Cia Tin Siong yang sejak
kecil tampa mempelajari ilmu silat dengan tekun Tin Han
lebih kelihatan sebagai seorang sastrawan yang suka akan
pelajaran sastra. Akan tetapi di luar tahu semua
keluarganya, diam-diam Tin Han digembleng oleh seorang
pertapa aneh berjuluk Bu Beng Lo-jin sehingga tanpa ada
yang mengetahui dia memiliki tingkat ilmu silat yang bahkan
lebih tinggi dari pada kakaknya, bahkan tingkatnya hampir
menandingi tingkat kepandaian silat neneknya.
Akan tetapi, kalau neneknya dan seluruh keluarganya
berwatak patriot dan mati-matian membenci Kerajaan
Mancu dan berusaha dengan segala daya untuk menentang
pemerintahan, sebaliknya Tin Han tidak menyetujui sikap
neneknya yang tidak segan bersekutu dengan orang-orang
Jepang dan orang-orang sesat. Tin Han memiliki jiwa patriot
sejati yang tidak mau dikotori oleh hubungan dengan orangorang
dari dunia sesat, apa lagi dengan orang-orang Jepang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sesungguhnya hanya bajak- bajak laut itu. Dia berjiwa
pendekar yang menegakkan kebenaran dan keadilan. Kalau
keluarganya memusuhi semua pembesar walaupun ada di
antara mereka yang baik dan bijaksana, Tin Han tidak
memusuhi pembesar yang bijaksana, hanya menentang
pembesar yang menindas rakyat, pembesar korup yang
hanya memperkaya diri sendiri tanpa memperdulikan
kesengsaraan rakyat. Terhadap pembesar yang bijaksana,
Tin Han hanya memperingatkan agar mereka tidak menjadi
antek Mancu menindas rakyat.
Ketika keluarganya bersekutu dengan orang-orang
Jepang dan para tokoh sesat, membantu pemberontakan
yang dilakukan Phoa-ciangkun di pantai timur, Tin Han
tidak ikut, bahkan beberapa kali dia menghalangi
keluarganya yang menangkap Lee Cin dan juga Thian Lee
yang menyamar sebagai orang biasa dalam penyelidikannya.
Dalam melakukan hal ini Tin Han mengenakan pakaian dan
topeng hitam sehingga dia dikenal sebagai Si Kedok Hitam.
Akan tetapi akhirnya dia ketahuan oleh keluarganya dan
dalam pertempuran sebagai Kedok Hitam menentang
keluarganya dan membebaskan Lee Cin, dia terkena
tendangan neneknya dan terjatuh ke dalam jurang yang
amat dalam. Baru pada saat itu keluarganya tahu bahwa Si
Kedok Hitam adalah Tin Han.
Telah diceritakan di bagian depan, betapa Tin Han yang
terjatuh ke dalam jurang tertolong oleh Hek-tiauw-ko,
burung rajawali hitam yang besar itu dan bertemu dengan
gurunya, Bu Beng Lojin dan Thai Kek Cin-jin kakek pertapa
pemilik burung rajawali yang berilmu tinggi. Selanjutnya, Tin
Han menjadi murid Thai Kek Cin-jin. Walaupun dia diajar
ilmu oleh kakek sakti itu selama tiga bulan saja, namun
tingkat kepandaiannya telah maju dengan pesat sekali dan
kini Tin Han sama sekali berbeda dengan Tin Han sebelum
dia terjatuh ke dalam jurang! Dia telah menguasai dua
macam ilmu yang diajarkan Thaikek Cin-jin, yaitu pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ilmu Silat Hek-tiau-kun (Silat Rajawali Hitam), dan cara
menghimpun tenaga sin-kang yang disebut Khong-sim Sinkang
yang membuat dia dapat bergerak cepat sekali dan
tenaganya menjadi amat kuat.
Setelah berpisah dari Thai Kek Cin-jin, Tin Han lalu
mulai melakukan perjalanan merantau. Pertama-tama dia
pergi ke kota Hiu-cu di kaki bukit Lo-sian-san untuk
mencari tahu perihal keluarganya. Akan tetapi di tempat ini
dia hanya melihat bekas tempat tinggal keluarganya saja dan
tidak ada seorangpun mengetahui di mana adanya keluarga
Cia sekarang. Dari situ dia lalu melakukan perjalanan
merantau, memenuhi pesan gurunya bahwa dia harus
bertindak sebagai seorang pendekar pembela kebenaran dan
keadilan.
Pada suatu hari, dia tertarik untuk menumpang perahu
dan setelah perahu tiba di dekat Cin-an, dia mendarat
karena hatinya tertarik untuk pergi ke Cin-an, kota yang
ramai itu.
Perjalanan dari tepi Huang-ho ke Cin-an memakan waktu
sehari. Dari tepi sungai itu telah dibangun jalan yang cukup
lebar dan para pedagang yang datang berkunjung, biasanya
melakuka perjalanan bersama-sama agar lebih aman.
Bahkan di Cin-an maupun di tepi sungai itu, banyak piauwsu
(pengawal bekerja untuk mengawal) mereka agar selamat
dalam perjalanan. Jarang ada yang berani melakukan
perjalanan seorang diri karena dia dapat menjadi korban
orang-orang jahat yang suka merampok. Dengan
berkelompok mereka dapat menyewa beberapa orang piauwsu
untuk mengawal mereka, apa lagi mereka yang membawa
barang dagangan dan menggunakan gerobak-gerobak untuk
mengangkut barang-barang dagangan mereka itu. Di antara
para piauw-su dan para penjahat itu sudah ada kerja sama
yang baik. Para piauw-su itu suka memberi uang jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada para penjahat dan mereka tidak akan mengalami
gangguan.
Akan tetapi Tin Han yang ingin menikmati perjalanan itu,
melakukan perjalanan seorang diri saja. Dia melangkah
santai sambil menggendong buntalan pakaian di
punggungnya, menikmati keindahan pemandangan alam di
sepanjang perjalanan. Lembah Sungai Huang-ho di waktu
tidak sedang meluap karena banyak turun hujan,
merupakan lembah yang subur sehingga pemandangan
indah sekali.
Ketika Tin Han sedang berjalan seenaknya, terdengar
seruan-seruan dari belakang. Dia cepat menengok dan
berjalan minggir. Ternyata serombongan pedagang membawa
dua gerobak barang dagangan sedang melakukan perjalanan
cepat. Mereka dikawal oleh sepuluh orang piauw-su yang
membawa golok telanjang di tangan. Tin Han berhenti dan
memandang mereka itu. Kenapa orang-orang ini membawa
pengawal, pikirnya. Tentu perjalanan di sini kurang aman.
Baru saja dia berpikir demikian, dia melihat di depan
muncul belasan orang yang menghadang di jalan. Tin Han
yang ingin tahu segera mendekat dan menonton dari
kejauhan. Dia melihat betapa para piauw-su itu
menghampiri mereka yang menghadang di tengah jaIan dan
mereka bercakap-cakap, lalu para piauw-su itu
menyerahkan barang entah apa kepada mereka. Mereka
bercakap sambil tertawa-tawa dan setelah itu, belasan orang
itu berloncatan meng hilang ke balik semak-semak.
Rombongarr itu lalu melanjutkan perjalanan mereka.
Tin Han mengangguk-angguk. Biarpun dia tidak tahu apa
yang dibicarakan oleh para piauw-su dan para pedagang
tadi, dia dapat menduga. Tentu para piauw-su itu telah
memberi "uang jaIan" kepada para perampok itu sehingga
rombongan itu dibiarkan lewat dengan aman. Ini merupakan
semacam pemerasan pikirnya. Perampok-perampok itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerima suapan dari para piauw-su dan ini merupakan
kerja sama mereka. Tentu para piauw-su itu minta ganti dari
para pedagang. Lalu ke mana perginya para petugas
keamanan? Di mana-mana dia melihat terjadinya
perampokan-perampokan tanpa adanya petugas keamanan
untuk membasmi para penjahat itu. Ini hanya menunjukkan
bahwa mereka yang bertugas menjadi komandan pasukan
keamanan daerah itu tidak bekerja dengan benar. Kalau
mereka itu bijaksana, tentu sudah mendengar akan adanya
gangguan ini dan mudah saja bagi mereka untuk membasmi
para perampok itu. Sungguh kasihan rakyat, seolah tidak
ada yang melindungi, dan terpaksa harus menyuap para
perampok. Yang paling menderita tentulah para pembeli
barang dagangan itu karena dengan adanya biaya yang
banyak dalam perjalanan, tentu barang dagangannya akan
dinaikkan harganya. Akhirnya yang menderita adalah rakyat
yang membutuhkan barang-barang itu.
Tin Han melanjutkan perjalanannya. Ketika dia tiba di
tempat di mana para penghadang tadi muncul, dia melihat
dua orang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak. Dia
tidak menjadi heran atau kaget karena dia sudah tahu
bahwa mereka tentulah perampok yang sengaja akan
"memungut pajak" kepada setiap orang yang lewat di situ.
"Berhenti !" bentak seorang di antara mereka yang
bertubuh tinggi besar dan berwajah seram.
"Ada apakah kalian menyuruhku berhenti?" tanya Tin
Han sambil tersenyum ramah. "Kalau kalian hendak
menanyakan jalan, aku sendiri orang yang baru datang di
sini dan tidak mengenal jalan."
"Hayo bayar dulu pajak jalanan kepada kami!" bentak
pula si tinggi besar sambil mengamangkan goloknya yang
telanjang.
"Pajak jalanan apa yang kau maksud kan? Aku tidak
mengerti," kata Tin Han, pura-pura.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang lewat di sini harus membayar pajak jalanan kalau
ingin selamat sampai di Cin-an!"
"Akan tetapi aku tidak mempunyai uang," katanya.
"Kalau tidak punya uang, tinggalkan buntalan yang
kaugendong itu dan kami akan menggeledah kanttmgkantung
pakaianmu!"
"Wah, jangan begitu, sobat. Buntalan ini adalah
pakaianku untuk berganti pakaian, dan uangku hanya
tinggal dua tail." Tin Han mengeluarkan uangnya yang
memang hanya tinggal dua tail, lalu menyodorkan kepada
mereka.
"Untuk apa uang dua tail ? Hayo lepaskan buntalan itu!"
Perampok ke dua yang bertumbuh pendek gendut
merenggutkan buntalan pakaian itu dari pundak Tin Han.
Kemudian, yang tinggi besar menggeledah saku pakaian Tin
Han akan tetapi dia tidak menemukan apapun yang
berharga. Dia lalu mengantungi uang yang dua tail perak
dan mengambil pula buntalan pakaian Tin Han.
"Nah, tinggalkan buntalan ini dan kau boleh melanjutkan
perjalananmu. Cepat!" Si tinggi besar mengamangkan
goloknya. Tin Han cepat melanjutkan perjalanannya. Ketika
dia tiba di sebuah tikungan jalan, Tin Han melompat ke
dalam hutan di sebelah kanan jalan dan. di balik sebatang
potion besar dia menanggalkan pakaian luarnya. Kini dia
memakai pakaian dalam yang serba hitam, mengambil pula
kain hitam yang tadinya dilibatkan di pinggang dan
memasang kain hitam itu di depan mukanya. Yang tampak
kini hanya sepasang matanya. Setelah menanggalkan
pakaian luarnya dan mengenakan pakaian hitam yang
memang sudah dipakainya di sebelah dalam, gerakan Tin
Han berubah. Dengan gesit sekali dia lalu melompat dan
berlari ke tempat tadi. Dia tidak melalui jalan raya,
melainkan menyusup-nyusup dalam hutan itu mencari-ari.
Akhirnya dia menemukan gerombolan perampok itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata gerombolan itu mempunyai sebuah pondok besar di
tengah hutan dan mereka sedang minum minum, bahkan
ada yang mabok dan tertawa-tawa.
"Ha-ha-ha, hasil kita hari ini cukup memuaskan!" kata
seorang di antara mereka.
"Wah, lama-lama kita bisa menjadi malas, mendapatkan
hasil besar tanpa bekerja sedikitpun."
"A-sam! Kenapa sastrawan miskin itu tidak kau biarkan
lewat saja? Sialan besar, uangnya hanya dua tail dan
buntalan itu hanya terisi pakaian butut!"
"Ticlak ada seorangpun yang boleh kita biarkan lewat
tanpa membayarkan sesuatu. Terlalu enak bagi sastrawan
itu kalau dia lewat tanpa membayarkan apa-apa. Biar dia
tahu rasa, datang ke Cin-an tanpa sekepingpun uang di
sakunya dan tanpa pakaian pengganti sepotongpun, ha-haha!"
Semua orang tertawa geli membayangkan sastrawan
miskin itu kebingungan di Cin-an! Tin Han mengerutkan
alisnya dan dia segera melompat turun dari atas pohon, tiba
di depan pondok. Semua perampok itu terkejut bukan main
ketika tiba-tiba ada seorang berpakaian hitam dan bertopeng
hitam pula berada di situ.
Kepala gerombolan itu seorang tinggi kurus yang
wajahnya kekuning-kuningan. Melihat orang bertopeng, dia
menjadi marah dan segera maju dan membentak, "Siapa kau
dan mau apa datang ke sini?" Sementara itu temantemannya
sudah mengambil posisi mengepung Tin Han.
"Tidak penting siapa aku! Yang penting, lekas kalian
kumpulkan semua barang dan uang hasil rampokan kalian
dan serahkan kepadaku!" bentak Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kepala gerombolan itu tentu saja menjadi marah bukan
main. Mereka adalah perampok-perampok ganas, bagaimana
kini ada orang yang berani merampok mereka?
"Jahanam busuk, tidak tahukah engkau dengan siapa
engkau berhadapan? Aku adalah Toat-beng Ui-houw
(Harimau Kuning Pencabut Nyawa) yang sudah terkenal di
wilayah ini. Hayo katakan siapa engkau dan cepat berlutut
kalau engkau tidak ingin nyawamu kucabut!" Sambil berkata
demikian, kepala gerombolan yang nama julukannya
Harimau Kuning Pencabut Nyawa itu telah melolos sebatang
golok besar yang tampaknya berat dan tajam sekali.
Tin Han tersenyum di balik topengnya. "Engkau yang
jahanam busuk! Kalau tidak cepat kalian berikan semua
hasil rampasan dan sogokan dari para piauw-su itu, jangan
salahkan aku kalau engkau menjadi Bu-thow Ui-houw (Hari
mau Kuning Tanpa Kepala)!"
Dimaki dengan ejekan seperti itu, kepala perampok
menjadi marah bukan main. "Bunuh jahanam ini!"
perintahnya dan limabelas orang anak buahnya sudah
menerjang maju sambil menghujankan golok mereka.
Mereka mengira bahwa orang bertopeng itu akan roboh
dengan tubuh hancur lebur. Akan tetapi, "trang trang-trang!"
golok mereka sating beradu dan si kedok hitam sudah tidak
berada di tengah-tengah mereka. Mereka memutar tubuh
dan melihat betapa si kedok hitam sudah berdiri di sana
sambil tertawa-tawa. Dengan marah mereka menerjang lagi.
Akan tetapi sekali Tin Han tidak mengelak dan begitu dia
menggerakkan kaki tangannya, golok-golok berpelantingan
disusul para pengeroyok itu roboh satu demi satu. Melihat
ini, Toat-beng Ui-houw menjadi marah sekali dan sambil
mengeluarkan bentaka panjang nyaring diapun lari
menghampiri dan menyerang Tin Han dengan goloknya.
Serangan yang cukup dahsyat itu tampaknya tidak
diperdulikan oleh Tin Han. Akan tetapi setelah golok itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekat kepalanya, tiba-tiba tangan kirinya menyambar
dan menyambut. Dengan tangan telanjang Tin Han
menangkap golok itu dan tangan kirinya membabat lengan
kanan kepala gerombolan.
"Trakk......... ......... aduhhh.....!" Kepala gerombolan
menjerit kesakitan karena lengan kanannya patah tulangnya
ketika bertemu dengan tangan Tin Ham. Sebelum dia dapat
berbuat selanjutnya, sebuah tendangan Tin Han membuat
tubuhnya terlempar ke belakang sampai lima meter dan
jatuh berdebuk di atas tanah.
Para anak buah perampok itu menjadi penasaran dan
semakin marah. Mereka menyerang lagi, akan tetapi kini
tubuh Tin Han berlompatan ke sana sini membagi-bagi
tamparan dan tendangan sehingga dalam waktu singkat
limabelas orang anak buah gerombolan itu sudah jatuh
tersungkur semua!
Bukan main kagetnya Toat-beng Ui houw. Diapun
menjadi ketakutan dan maklum bahwa dia bertemu dengan
seorang sakti! Maka, tanpa malu-malu la gi dia lalu berlutut
dan mengangguk-anggukkan kepalanya ke arah Tin Han
sambil berkata, "Tai-hiap (Pendekar Besar), ampunkan kami
semua......... " Dia meratap dan melihat ini, limabelas orang
anak buahnya juga segera berlutut sambil menganggukanggukkan
kepalanya.
Tin Han bertolak pinggang. "Hayo cepat lakukan
perintahku. Keluarkan semua uang dan barang rampasan
dan suapan yang kalian terima dari para piauw-su itu!"
Kepala perampok itu memberi isya rat dan lima orang
anak buahnya setengah berlari ke dalam pondok dan mereka
keluar lagi sambil membawa banyak barang dan uang,
ditumpuk di depan Tin Han.
Tin Han mengambil tumpukan uang yang banyaknya
tidak kurang dari limapuluh tail perak. Dia mengambil pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buntalan pakaianya, memasukkan uang itu ke dalam
buntalannya lalu menggendong lagi buntalan itu di
punggungnya.
" Aku hanya mengambil uang dan buntalan ini, barang
selebihnya boleh kalian miliki. Akan tetapi, mulai saat ini
kalian tidak boleh lagi melakukan penghadangan dan
perampokan di sini. Kalau kalian masih melakukannya, aku
akan datang kembali dan tidak akan memberi ampun
kepada kalian semua. Akan kubunuh kalian satu demi
satu!"
Tin Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi dari
situ. "Ampun, tai-hiap. Kami akan menaati perintah tai-hiap,
akan tetapi harap tai-hiap memberitahu siapa sebetulnya
tai-hiap," kata kepala gerombolan dengan takut-takut.
"Hemm, sebut saja aku Hek-tiauw Eng-hiong (Pendekar
Rajawali Hitam )!" setelah berkata demikian, sekali
berkelebat Tin Han sudah lenyap dari depan mata mereka.
Tin Han kembali ke tempat di mana dia meninggalkan
pakaiannya dan dengan cepat dia mengenakan lagi pakaian
biasa di sebelah luar itu dan sambil menggendong
buntalannya dia melanjutkan perjalanannya menuju Cin-an.
Dia tersenyum senang. Uangnya tinggal dua tail dan uang
limapuluh tail yang dia rampas dari para perampok itu amat
berguna baginya. Untuk biaya perjalanannya. Melakukan
perjalanan merantau membutuhkan uang untuk biaya dan
dari mana dia dapat memperoleh uang itu? Kalau perlu dia
harus mencuri atau mengambil dari tangan para penjahat!
-oo(mch)oo-
Di kota Cin-an, Tin Han bermalam di sebuah rumah
penginapan yang juga merupakan sebuah rumah makan
yang besar. Setelah mendapatkan kamar, dia pergi ke depan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagian rumah makan dan mengambil tempat duduk di meja
yang berada di sudut belakang.
Selagi dia menanti datangnya pesanan makanan, dia
melihat-lihat ke bagian lain dari ruangan rumah makan itu.
Dia tertarik ketika melihat seorang laki-laki berusia kurang
lebih tigapuluh tahun duduk seorang diri menghadapi meja.
Laki-laki ini bertubuh sedang dan wajahnya cukup tampan,
pakaiannya sederhana berwarna serba hijau. Yang menarilc
perhatian Tin Han adalah sebuah tongkat bambu kuning
yang terselip di punggungnya. Aneh sekali orang itu,
pikirnya. Agaknya karena tidak berani membawa senjata
yang dilarang oleh pemerintah, dia membawa tongkat bambu
kuning sebagai pengganti pedang. Rambutnya dikuncir
panjang dan berada di belakang punggung lewat pundaknya.
Sepasang matanya bersinar tajam dan diam-diam Tin Han
dapat menduga bahwa orang itu tentu memiliki ilmu silat
yang tangguh. Dari sinar matanya saja dia dapat menduga
bahwa dia seorang ahli lweekeh (Tenaga dalam) yang kuat.
Ketika orang itu mengangkat muka dan mereka bertemu
pandang, Tin Han mengalihkan pandang matanya dan tidak
memperhatikan lagi orang itu, yang mulai makan karena
hidangan yang dipesannya sudah diantar oleh seorang
pelayan.
Pada saat itu, ruangan tamu di rumah makan itu sudah
terisi separuhnya. Tiba-tiba masuk dua orang yang membuat
Tin Han terkejut sekali karena dia menyangka bahwa
seorang di antara mereka adalah Souw Lee Cin! Gadis itu
mirip benar dengan Lee Cin. Akan tetapi debar jantungnya
menjadi tenang kembali setelah dia mendapat kenyataan
bahwa gadis itu bukan Lee Cin, melainkan seorang gadis
yang mirip dengan Lee Cin. Setelah diperhatikan, biarpun
gadis itu juga cantik, akan tetapi tidaklah secantik Lee Cin.
Teman gadis itu juga seorang pemuda yang usianya sekitar
duapuluh lima tahun dan tampak gagah dan tampan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka lalu mengambil tempat duduk di meja yang kosong
dan memesan makanan.
Pada saat itu, orang berbaju hijau itupun mengangkat
muka memandang kepada dua orang muda yang baru
masuk karena mereka kebetulan duduk di bagian depannya.
Dan Tin Han melihat sesuatu yang membuatnya terkejut.
Dari sinar mata orang berbaju hijau itu tampak kebencian
dan kemarahan yang amat hebat! Akan tetapi agaknya orang
itu menahannya dan tetap melanjutkan makannya. Tin Han
juga tidak memperhatikannya lagi.
Pertemuannya dengan gadis yang mirip Lee Cin ini
membuat Tin Han teringat kepada gadis yang dicintanya itu.
Dia mencinta. Lee Cin dan perasaan hatinya ini telah
dibisikkannya kepada gadis itu ketika dia menolongnya lari
dari tangan keluarganya. Dia sudah mengaku bahwa dia
mencinta Lee Cin, sebagai Si Kedok Hitam! Di manakah
adanya Lee Cin sekarang? Dan apakah gadis itu melihat dia
terjatuh ke dalam jurang? Kalau melihatnya demikian, tentu
Lee Cin akan menganggap bahwa dia. telah mati! Tin Han
termenung dan teringat bahwa Lee Cin adalah puteri Bengcu
Souw Tek Bun di Hong-san. Sekali waktu dia akan
mencari Lee Cin di sana. Tentu saja dia tidak dapat
mencarinya sebagai Si Kedok Hiram karena Si Kedok Hitam
pernah melukai Souw Tek Bun yang tentu akan
menganggapnya sebagai musuh. Dia akan mencarinya,
sebagai Tin Han! Lee Cin tentu belum mengetahui bahwa
dialah Si Kedok Hitam, dan sebagai Tin Han dia dapat
menemui gadis itu dengan aman, tidak terganggu oleh ayah
gadis itu. Berdebar jantungnya teringat akan Lee Gin.
Bagaimana gadis itu akan menyambutnya kalau bertemu
dengannya sebagai Tin Han? Sepanjang ingatannya, Lee Cin
bersikap baik kepadanya sebagai Tin Han, sikap bersahabat.
Entah bagaimana penerimaan gadis itu terhadap dirinya
sekarang, apa lagi kalau dia menyatakan cintanya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lamunannya terganggu dengan datangnya pelayan yang
membawa makanan pesanannya. Dia lalu mulai makan dan
kembali dia mengerling ke arah pemuda baju hijau. Pemuda
baju hijau itu telah selesai makan sekarang, akan tetapi dia
masih minum-minum sambil terkadang melirik ke arah
muda-mudi yang makan di meja yang berada di depannya.
Tin Han merasa curiga. Sinar mata pemuda baju hijau itu
selalu ditujukan kepada si gadis, tidak pernah memandang
si pemuda kawan gadis itu.
Tin Han teringat akan sesuatu dan terkejut. Dia pernah
mendengar akan adanya penjahat yang disebut jai-hwa-cat
(penjahat pemetik bunga) yang kerjanya menculik gadisgadis
cantik untuk diperkosa. Jangan-jangan pemuda baju
hijau itu sebangsa jai-hwa-cat! Ja i-hwa -c at atau bukan,
pemuda baju hijau itu bersikap mencurigakan dan dia harus
waspada. Biarpun gadis dan pemuda itu juga kelihatan
sebagai orang-orang yang tidak lemah, namun kalau perlu
mereka harus dilindungi, apalagi gadis itu yang mirip Lee
Cin.
Tak lama kemudian, ketika pesanan makanan gadis dan
pemuda itu diantar oleh pelayan, pemuda baju hijau bangkit
berdiri, membayar makanan dan hendak pergi keluar. Dia
melewati meja gadis dan pemuda itu,. berhenti dan tiba-tiba
bertanya kepada gadis itu. "Maafkan sa ya, bukankah nona
ini she Souw?"
"Bukan!" jawab gadis itu tak senang karena ada orang
laki-laki yang berani mengajaknya bicara.
"Ah, maaf," kata pemuda baju hijau dan diapun pergi dari
situ.
Tin Han yang mendengar pertanyaan itu berdebar-debar.
She Souw? Kalau begitu, agaknya pemuda baju hijau itupun
mengira bahwa gadis itu adalah Souw Lee Cin! Apa
hubungannya dengan Lee Cin? Akan tetapi, jelas bahwa
hubungan itu tidak akrab. Buktinya pemuda itu mengira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis itu Lee Cin. Kalau sudah berhubungan akrab, tentu
dapat mengetahui bahwa ia bukan Lee Cin.
Tin Han sengaja memperlambat makannya karena dia
ingin menanti sampai gadis dan pemuda itu selesai makan.
Dia harus membayangi mereka secara diam-diam, untuk
melindungi mereka karena dia semakin curiga kepada
pemuda baju hijau itu.
Setelah dua orang itu selesai makan dan membayar
kepada pelayan lalu keluar. dari rumah makan, Tin Han juga
ke luar sambil masih menggendong buntalan pakaiannya.
Dia tidak meninggalkan buntalan itu di kamarnya karena
ada uang limapuluh tail perak dalam buntalan. Diam-diam
dia membayangi kedua orang itu yang segera keluar di jalan
besar.
Belum jauh gadis dan pemuda itu pergi, Tin Han melihat
pemuda baju hijau yang tadi keluar dari tikungan jalan dan
membayangi mereka berdua. Diam-diam dia tersenyum geli.
Orang berbaju hijau itu membayangi pemuda dan gadis
sedangkan dia membayangi si pemuda baju hijau!
Siapakah pemuda baju hijau yang mencurigakan itu?
Seperti telah diduga oleh Tin Han, pemuda itu bukan orang
biasa, melainkan seorang jagoan yang tinggi ilmu silatnya.
Dia bernama Yauw Seng Kun dan dia adalah murid dari
mendiang Jeng-ciang-kwi Chi Sam Ti! Seperti kita ketahui,
Jeng-ciang-kwi yang bermusuhan dengan Ang-tok Mo-li Bu
Siang, ketika sedang merayakan hari ulang tahunnya,
diserbu oleh Ang-tok Mo-li dan Lee Cin. Ibu dan anak ini
mengamuk. Ang-tok Mo-li mengamuk dan merobohkan
banyak anak buah Jeng ciang-kwi, sedangkan datuk dari
Guha Tengkorak itu sendiri dihadapi Lee Cin. Dalam
pertandingan satu lawan satu yang amat seru, akhirnya
Jeng-ciang-kwi dapat terbunuh oleh Lee Cin. Pada saat itu,
Yauw Seng Kun juga berada di antara mereka Akan tetapi
melihat betapa gurunya tewas, diapun seperti yang lain-lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerah dan tidak melawan lagi. Akan tetapi diam-diam
dia mendendam kepada Lee Cin. Setelah Lee Cin dan ibunya
pergi, Yauw Seng Kun rajin melatih diri dengan ilmu silat
yang dia pelajari dari gurunya. Demikian tekun dia melatih
diri sehingga dia memperoleh banyak sekali kemajuan.
Setelah merasa dirinya kuat, dia mulai pergi untuk mencari
musuh besarnya.
Akan tetapi, sebelum dia pergi mencari Lee Cin yang dia
tahu bersama Ang-tok Mo-li berada di Bukit Ular. dia
kedatangan tamu. Tamu itu adalah utusan Thian-te Mo-ong
yang mencari Jeng-ciang-kwi. Oleh Thian-te Mo-ong Jengciang-
kwi ditawari kedudukan yang baik kalau mau bekerja
sama dan mau datang ke Pulau Naga di mana Beng-cu yang
baru berada. Utusan Thian-te Mo-ong dengan jelas
memberitahu kepada Yauw Seng Kun bahwa kini kedudukan
Beng-cu yang baru amat kuat, mendapat dukungan dari
Siang Koan Bhok dan Thian-te Mo-ong. Beng-cu bermaksud
untuk mengumpulkan para datuk, diajak bekerja sama
untuk menentang pemerintah Mancu dan mengambil alih
kekuasaan. Kelak kalau perjuangan mereka berhasil, mereka
semua tentu akan memperoleh kedudukan yang tinggi dan
mulia.
"Sayang, guruku telah tewas terbunuh oleh musuh," kata
Yauw Seng Kim. "Aku sedang hendak mencari musuh besar
itu untuk membalas dendam atas kematian suhu."
Utusan itu bertanya, siapakah musuh besar yang telah
membunuh Jeng ciang- kwi?”
"Dia adalah Souw Lee Cin dan ibu nya, Ang-tok mo Li.”
"Ah, mereka adalah orang-orang yang lihai sekali!" kata
utusan itu. "Kalau engkau suka bersekutu dengan kami,
tentu akan lebih mudah untuk membalas kematian
gurumu." Utusan itu adalah seorang tokoh dunia sesat yang
ditugaskan untuk membujuk tokoh-tokoh kangouw lainnya_
Dia bernama Ma Huan dan mempunyai pergaulan yang luas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di dunia golongan sesat. Maka, begitu mendengar bahwa
Jeng-ciang-kwi telah meninggal dunia, dia membujuk Yauw
Seng Kun untuk bergabung dengan Pulau Naga. Dia tahu
bahwa sebagai murid Jeng-ciang-kwi, tentu Yauw Seng Kun
berkepandaian tinggi pula, apa lagi majikan baru dari Cuba
Tengkorak ini juga memiliki anak buah yang hampir
limapuluh orang banyaknya.
Yauw Seng Kim tertarik sekali.
"Baiklah, aku akan berkunjung dulu ke Pulau Naga dan
melihat keadaan. Kalau nanti aku merasa tertarik untuk
bergabung, aku akan membawa semua anak buahku ke
sana."
Demikianlah, Yauw Seng Kun lalu mengadakan
perjalanan menuju ke Pulau Naga dan kebetulan pada hari
itu dia tiba di Cm-an dan bertemu dengan seorang gadis
yang mirip sekali dengan Lee Cin. Dia baru satu kali melihat
Lee Cin, yaitu ketika gadis itu bertanding melawan gurunya,
karena itu melihat gadis yang mirip sekali dengan Lee Cin,
dia mengira bahwa gadis itu benar-benar musuh besarnya.
Biarpun setelah bertanya apakah gadis itu she Souw dan
mendapat jawaban bukan, hatinya masih penasaran dan
diam-diam dia menanti di luar rumah makan lalu
membayangi gadis dan pemuda itu. Seng Kun sama sekali
tidak tahu bahwa. ada orang lain yang membayangi dia!
Siapakah gadis yang mirip Lee Cin dan siapa pula
pemuda yang melakukan perjalanan bersamanya? Pemuda
itu bernama The Siang In, seorang pemuda yang tinggal
bersama orang tuanya di Ho-ciu. Adapun gadis yang mirip
Lee Cin itu bernama The Kiok Hwa, adik kandungnya. Kakak
beradik ini baru saja meninggalkan perguruan mereka di
Kun lun-pai dan mereka hendak pulang ke Ho-ciu. Ka.rena
perjalanan itu amat jauh, setibanya di Cin-an mereka
kehabisan uang. Sebagai pendekar-pendekar Kunlun,
mereka pantang melakukan hal tercela untuk mencari uang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka setelah menghabiskan sisa uang untuk membeli
makanan di rumah makan, mereka lalu keluar untuk
mencari tempat ramai dengan maksud untuk mencari dana
dengan memainkan ilmu silat di depan umum.
Setelah kakak beradik ini tiba di sebuah taman umum
yang ramai, keduanya lalu berniat untuk memamerkan ilmu
silat mereka di tempat itu dan minta bantuan uang dari para
penonton. Sesungguhnya mereka berdua masih malu-malu
karena belum pernah mereka melakukan hal ini, akan tetapi
karena bekal uang yang sedikit sudah habis dan mereka
membutuhkan uang untuk pembeli makanan dan penyewa
kamar, mereka memberanikan diri. The Siang In dengan
muka kemerahan berdiri dan bertepuk tangan memancing
perhatian banyak orang.
"Saudara-saudara sekalian yang budiman!" teriaknya dan
orangpun mulai berdatangan dan membentuk lingkaran
menonton apa yang hendak diperbuat pemuda dan gadis
cantik itu. "Saudara-saudara yang budiman. Kami kakak
beradik she The yang berasal dari Ho-ciu, karena di tengah
perjalanan kehabisan uang, kami hendak mempertontonkan
ilmu silat dengan harapan saudara sekalian sudi memberi
imbalan sekedarnya untuk kami pakai sebagai bekal
perjalanan kami yang masih jauh."
Setelah berkata demikian, diapun mengangguk kepada
Kiok Hwa. Gadis inipun bangkit berdiri, memberi hormat ke
empat penjuru sambil berkata, "Harap cu- wi (saudara
sekalian) tidak menertawakan ilmu silat yang masih
dangkal!" Setelah berkata demikian, mulailah gadis itu
bersilat. Mula- mula gerakannya lambat, makin lama
semakin cepat sehingga akhirnya orang hanya melihat
bayangannya berkelebat ke sana sini. Ilmu silat Kun-lun-pai
memang cepat dan indah sehingga semua orang yang
menonton menjadi tertarik sekali dan ramailah orang
bertepuk tangan. Keramaian ini menarik perhatian lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak orang lagi sehingga tempat itu penuh dengan
penonton. Orang- orang bertepuk tangan ketika Kiok Hwa
menghentikan gerakan silatnya dengan sikap manis, lalu
memberi hormat ke empat penjuru.
"Sekarang tiba giliran saya untuk memperlihatkan sedikit
ilmu silat, ha rap cu-wi tidak menertawakannya," kata Siang
In dan diapun melolos sabuk dari pinggangnya yang
berwarna biru. Setelah memberi hormat ke empat penjuru,
diapun lalu bersilat mempergunakan sabuk biru yang
panjangnya dua meter itu. Memang indah sekali gerakan
pemuda ini. Sabuk yang lembek itu kadang berubah tegak
lurus ketika dia memainkannya dan dari putaran sabuk itu
terdengar angin menderu seolah yang diputar itu adalah
tongkat dari baja saja.
Sementara Siang In memperlihatkan kebolehannya, Kiok
Hwa berjalan berkeliling sambil mengembangkan ujung
bajunya ke mana orang-orang melemparkan uang. Sebentar
saja ujung baju yang dikembangkan itu telah penuh dengan
uang dan Kiok Hwa menuangkannya ke atas tanah,
kemudian berkeliling lagi dengan baju yang kosong
dikembangkan seperti tadi.
Ketika ia tiba di sebelah kiri, tiba-tiba saja ia berhadapan
dengan seorang pemuda baju hijau yang dikenalnya sebagai
pemuda yang tadi menegurnya ketika berada di rumah
makan. Kiok Hwa berhenti melangkah dan pemuda baju
hijau itu berkata dengan suara lantang.
"Nona, aku suka menyumbang sebanyak sepuluh tail
perak kalau engkau dapat bertahan melawanku selama
duapuluh jurus!''
Mendengar ini, semua orang berdiam dan memandang ke
arah Yauw Seng Kun. Bahkan The Siang In yang sedang
bersilat lalu menghentikan gerakannya dan diapun
menghampiri adiknya, dan memandang kepada pemuda baju
hijau. Dia juga teringat bahwa pemuda itu adalah pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tadi bertanya kepada adiknya apakah adiknya she
Souw. Dia memandang penuh perhatian. Seorang pemuda
yang usianya sekitar tigapuluh tahun, pakaiannya serba
hijau dan wajahnya juga tampan bertubuh sedang.
Rambutnya yang juga dikuncir panjang itu amat tebal dan
tergantung di belakang pundak. Di punggungnya terdapat
sebatang tongkat bambu kuning.
Siang In segera memberi hormat kepada orang itu dan
berkata dengan lembut, "Sobat, kami berdua hanya mencari
tambahan bekal uang di jalan dengan mempertontonkan
sedikit ilmu silat kami yang tidak ada artinya. Adikku tidak
akan bertanding dan bertaruh dengan siapapun juga."
"Sobat, apakah engkau takut kalau aku akan melukai
atau mencelakakan adikmu ini? Sama sekali tidak, sobat.
Aku hanya tertarik melihat ilmu silatnya dan ingin
mencobanya. Untuk itu, aku akan memberi bantuan
sebanyak duapuluh tail perak. Baik ia kalah atau menang, ia
akan kuberi duapuluh tail perak!"
"Terima kasih atas kebaikanmu, sobat. Bagaimana kalau
aku saja yang mewakili adikku, berlatih sebentar
denganmu?"
"Tidak bisa, aku tertarik akan permainan silat nona ini,
bukan permainan sabukmu tadi. Nah, bagaimana pendapat
para saudara yang menonton? Apakah tawaranku tadi tidak
patut? Aku ingin bermain-main ilmu silat sebentar dengan
nona ini, sukur kalau dapat bertahan sampai duapuluh
jurus dengan janji tidak akan melukai dan akan
kusumbangkan duapuluh tail perak!"
Semua orang bersorak setuju. Tentu saja selain mereka
ingin melihat gadis itu menerima duapuluh tail perak, juga
mereka ingin menyaksikan pertandingan ilmu silat. Ilmu
silat gadis itu cukup tangguh, maka orang berbaju hijau ini
tentu memiliki kepandaian sehingga dia berani menawarkan
uang duapuluh tail perak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat semua penonton menyetujui, dan pemuda itu
berjanji tidak akan mencelakai atau melukai adiknya, Siang
in terpaksa tidak dapat menolak lagi.
"Baiklah, biar adikku melayanimu selama duapuluh
jurus!" katanya dan kepada adiknya dia berkata, "Hwa- moi,
berhati- hatilah kau."
Kiok Hwa mengangguk dan orang berpakaian hijau itu
lalu mengambil uang dari sakunya sebanyak duapuluh tail
perak. Dengan gerakan sembarangan dia melemparkan
duapuluh potong kecil perak itu ke atas tumpukan uang
yang tadi telah dikumpulkan Kiok Hwa dan potongan perak
kecil- kecil itu jatuh tepat di atas tumpukan uang dengan
rapih membentuk lingkaran seperti ditata dengan tangan
saja!
Kiok Hwa segera memasang kuda-kuda di depan Seng
Kun dan berkata, "Aku telah bersiap!"
"Eh, nona. Aku menjadi malu sekali kalau harus
menyerang terlebih dulu. Engkau adalah seorang wanita,
maka biarlah engkau yang lebih dulu menyerangku," kata
Seng Kun dengan sikap sembarangan, tidak memasang
kuda-kuda seperti Kiok Hwa.
Jilid VI
"Lihat seranganku!" gadis itu membentak dan sudah
membuka serangan dengan cepat dan kuat. Namun, gerakan
gadis ini bagi Yauw Seng Kun tampak lemah dan lamban
sehingga dengan mudah saja dia mengelak. Dia sengaja
membiarkan gadis itu menyerangnya sampai sepuluh jurus
dan semua serangan itu dapat dielakkannya. Yauw Seng
Kun merasa kecewa sekali. Tadi dia sengaja memancing dan
menantang untuk membuktikan sendiri siapa sebetulnya
gadis yang disangkanya Souw Lee Cin itu. Dari seranganserangan
gadis itu ia dapat menilai ilmu kepandaiannya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah gadis itu menyerang selama sepuluh jurus dia yakin
bahwa gadis ini bukan Souw Lee Cin seperti disangkanya.
Kalau gadis itu Lee Cin, tentu serangan-serangannya jauh
lebih hebat dari pada ini. Akan tetapi selain dia tadinya
mengira bahwa gadis ini Souw Lee Cin, dia juga tertarik
akan kecantikan gadis ini dan kini setelah dia tahu bahwa
gadis ini bukan musuh besarnya, dia berkeinginan untuk
mempermainkan gadis yang menggiurkan hatinya itu.
Ketika Kiok Hwa memukul lagi dengan kepalan tangan
kanan, Seng Kim dengan sengaja menerima pukulan itu
dengan dadanya yang terbuka.
"Dukkk. ..... !" Kiok Hwa terkejut bukan main karena ia
merasa seperti memukul bantal yang empuk saja yang
membuat tenaganya amblas dan lenyap. Sebelum ia dapat
menarik kembali tangannya dalam kagetnya, tahu-tahu
pergelangan tangan kanannya itu telah ditangkap oleh
tangan kiri Seng Kun! Ia meronta dan menarik-narik
tangannya, namun tidak berhasil. Dengan penasaran dan
marah ia menggunakan tangan kiri untuk menyerang,
menusukkan jari tangannya ke arah mata pemuda itu. Akan
tetapi kembali Seng Kun menggerakkan tangan kanannya
dan menangkap pergelangan tangan kiri Kiok Hwa! Kedua
pergelangan tangan gadis itu telah di tertangkap dan Kiok
Hwa tidak mampu menggerakkan kedua tangannya lagi.
Diperlakukan begini Kiok Hwa men jadi malu dan marah,
hampir ia menangis. "Lepaskan tanganku...... !" Katanya
sambil meronta-ronta dengan sia sia.
Seng Kim tersenyum, "Akan kulepaskan kalau engkau
sudah mengakui bahwa engkau kalah dalam pertandingan
ini, nova The!"
Kiok meronta lagi, sia-sia. Akhirnya The Siang In yang
maju dan memberi hormat kepada Seng Kum "Sobat, adikku
sudah kalah, harap lepaskan ia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, ia harus mengakui dulu kekalahannya." Seng Kim
berkata dan berkeras tidak mau melepaskan kedua tangan
yang sudah dipegangnya itu. Dia senang sekali melihat gadis
itu menjadi kemerahan mukanya dan bersitegang untuk
meronta-ronta hendak melepaskan diri dari pegangan
namun sia-sia.
"Aku.... aku mengaku. ...... kalah....!" Akhirnya Kiok Hwa
berkata. Ia tidak mau menyerang lagi dengan tendangan
karena kini ia maklum bahwa lawannya adalah seorang yang
amat lihai dan ia khawatir kalau terus menyerang dengan
tendangan, keadaannya akan lebih parah lagi.
Seng Kim melepaskan kedua tangan itu sambil
mendorongkan dan Kiok Hwa terhuyung ke belakang.
Pemuda itu tersenyum dan berkata, "Ilmu silat nona tidak
jelek!" Dia lalu memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan
kakak beradik itu. Mereka menghentikan pertunjukan
mereka dan orang orangpun bubar meninggalkan tempat itu.
Tin Han juga ikut menonton dan dia menyaksikan semua
ini. Diam-diam dia terkejut juga. Pemuda berbaju hijau itu
benar-benar seorang yang memiliki ilmu silat tinggi dan
akan merupakan lawan tangguh baginya. Akan tetapi karena
pemuda itu tidak mengganggu kakak beradik she The itu,
diapun diam saja. Akan tetapi diam-diam dia masih
khawatir. Pandang mata pemuda berbaju hijau terhadap
gadis itu, seperti pandang mata seekor harimau kelaparan
memandang seekor domba muda yang gemuk! Dia seolah
dapat melihat air liur menetes dari mulut pemuda baju hijau
itu.
Setelah The Siang In dan The Kiok Hwa meninggalkan
taman umum itu sambil membawa uang dari hasil
sumbangan penonton dan pemberian Yauw Seng Kun, diamdiam
Tin Han tetap membayanginya.
Hari telah menjelang senja dan kedua kakak beradik itu
menuju ke rumah penginapan di mana Tin Han menyewa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah kamar. Sungguh suatu hal yang kebetulan sekali.
Tak disangkanya bahwa kakak beradik itupun bermalam di
situ. Hal ini membuat hatinya menjadi lega. Dengan
demikian dia tidak akan bersusah payah untuk menjaga
kedua orang itu. Kalau malam ini tidak terjadi sesuatu,
berarti kedua kakak beradik itu terlepas dari bahaya. Kalau
si baju hijau itu benar seorang jai-hwa cat seperti yang
diduganya, tentu dia akan turun tangan malam ini juga
untuk menculik gadis cantik yang mempunyai wajah mirip
Lee Cin itu.
Akan tetapi dua buah kamar yang disewa kakak beradik
itu terletak di Ujung belakang, agak jauh dari kamar yang
disewanya. Malam itu juga, dia merebahkan diri dengan
tetap waspada, mendengarkan kalau-kalau terdengar suara
yang mencurigakan.
Menjelang tengah malam, lapat-lapat Tin Han mendengar
suara langkah orang di atas atap rumah penginapan itu. Dia
cepat turun dari pembaringannya dan membuka jendela
kamarnya, keluar dari kamar melalui jendela dengan hati
hati, kemudian setelah tiba di luar, dia meloncat ke atas
genteng. Dia memandang ke arah dua kamar kakak beradik
itu, dan benar saja, seperti yang telah dikhawatirkannya,
ada sesosok bayangan manusia di atas atap itu. Tin Han
cepat turun kembali melepaskan pakaian luarnya dan hanya
mengenakan pakaian serba hitam yang memang sudah
dipakainya di balik pakaian luarnya, menggunakan sabuk
kain hitam untuk menutupi mukanya sebagai topeng dan
kembali dia meloncat keluar dari jendela dan terus melayang
ke atas genteng.
Ketika dia memandang, ternyata di atas genteng itu
sudah terjadi perkelahian! Tin Han mendekati dan
bersembunyi di batik wuwungan rumah. Dilihatnya bahwa si
baju hijau sedang bertanding melawan kakak beradik itu!
Kiranya dua orang kakak beradik itu agaknya sudah curiga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada si baju hijau dan sudah menanti sehingga begitu si
baju hijau tiba di atas genteng kamar mereka, keduanya
sudah keluar menyambut sehingga terjadi perkelahian. The
Siang In, pemuda itu menggunakan senjata sa buk birunya
sedangkan The Kiok Hwa menggunakan sebuah pisau
panjang. Kakak beradik itu menyerang dengan ganas, akan
tetapi Yauw Seng Kun yang telah mencabut tongkat bambu
kuningnya dapat menandingi mereka dengan seenaknya.
Jelas bahwa dua orang kakak beradik itu sama sekali bukan
lawannya. Tiba-tiba tongkat bambu kuningnya bergerak
cepat dan kedua orang kakak beradik itu secara beruntun
roboh di atas genteng dalam keadaan tertotok! Seng Kun
cepat menyambar tubuh Kiok Hwa dan dibawanya lari
secepatnya meninggalkan tempat itu.
Tin Han tadinya tidak mengira mereka berdua itu akan
kalah sedemikian cepatnya. Dia lalu melompat ke arah Siang
In, sekali menggerakkan jari tangannya dia membebaskan
Sian In dari totokannya, kemudian diapun berkelebat pergi
untuk mengejar Seng Kun yang sudah berlari jauh.
Siang In yang sudah mampu bergerak lagi, menjadi
bingung. Dia melihat betapa adiknya dilarikan si baju hijau,
akan tetapi mereka sudah tidak tampak dan dia tidak tahu
harus mengejar ke arah mana. Akhirnya dia hanya mengejar
dengan ngawur saja dan mencari-cari orang yang telah
menculik adiknya.
Sementara itu, Yauw Seng Kun yang sudah berhasil
menculik Kiok Hwa yang ditotoknya sehingga tidak mampu
bergerak atau bersuara, membawa lari gadis itu sampai tiba
di luar kota. Dengan kepandaiannya yang sudah tinggi
tingkatnya, dia melompati pagar tembok kota Cin-an dan
kini tiba di luar kota, di jalan yang sepi.
Tiba-tiba dia merasa ada yang mencolek pundaknya dari
belakang. Dia terkejut sekali, berhenti berlari dan memutar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh. Ketika dia melihat seorang berpakaian hitam yang
bertopeng kain hitam, dia makin kaget.
"Siapakah engkau? Mau apa engkau mengejar aku?"
tanyanya untuk menghilangkan rasa heran dan kagetnya
bahwa ada orang yang mampu mengejarnya, bahkan
mencolek pundaknya tanpa dia mendengar sama sekali
kedatangannya!
"Siapa aku tidak penting...... Aku mengejarmu karena
engkau telah menculik seorang gadis!"
Yauw Seng Kun menduga bahwa orang ini tentu tokoh
kang-ouw yang tinggal di daerah Cin-an, maka dia sengaja
memperkenalkan diri agar orang itu menjadi gentar. "Apa
perdulimu: Ketahuilah, aku adalah Yauw Seng Kun, majikan
dari Guha Tengkorak di Lembah Iblis, Kwi-san. Harap
engkau jangan mencampuri urusanku!"
Mendengar orang itu memperkenalkan diri, Tin Han
tertawa di balik topengnya. "Aku Hek-tiauw Eng-hiong, tidak
perduli engkau datang dari Guha Tengkorak atau Guha
Setan dan tentu saja aku akan mencampuri urusanmu
selama engkau berbuat kejahatan. Sudah jadi tugasku
untuk menentang setiap perbuatan jahat , dan menculik
seorang gadis merupakan kejahatan yang besar sekali!"
Yauw Seng Kun sudah biasa memandang rendah orang
lain dan sangat tinggi hati, mengangkat diri sendiri setinggi
mungkin. Juga dia amat membanggakan ilmu
kepandaiannya dan mengira bahwa di dunia ini jarang
terdapat orang yang mampu menandinginya. Maka,
mendengar orang bertopeng hitam yang mengaku sebagai
Pendekar Rajawali Hitam itu hendak menentangnya, tentu
saja dia menjadi marah sekali.
"Kau berani mencampuri urusanku dan hendak
menentang aku, jahanam busuk? Apakah engkau sudah
bosan hidup?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, justeru karena masih ingin hidup aku harus
menentang orang-orang macam engkau ini. Hayo cepat
lepaskan gadis itu atau engkau akan menyesal nanti!"
Yauw Seng Kun menjadi semakin marah. Karena kalau
dia masih memondong gadis itu gerakannya tentu tidak
leluasa, maka dia menurunkan Kiok Hwa di atas tanah.
Gadis itu rebah tak berdaya, tidak mampu menggerakkan
kaki tangannya dan kini Yauw Seng Kun menghadapi orang
bertopeng itu. Karena menduga bahwa orang bertopeng itu
tentu memiliki ilmu kepandaian yang bêrarti, dia lalu
mencabut tongkat bambu kuning dari punggungnya dan
memutar tongkat itu sehingga berubah menjadi segulungan
sinar hitam di malam yang remang- remang itu. Bulan
sudah condong ke barat, akan tetapi sinarnya masih cukup
terang bagi dua orang yang sudah berhadapan dan siap
untuk bertanding itu.
"Malam ini engkau akan mampus di tanganku!" Bentak
Yauw Seng Kun dan segera dia menyerang dengan tongkat
bambu kuningnya. Serangannya itu mengeluarkan bunyi
mencicit ketika tongkatnya meluncur ke arah tenggorokan
Tin Han. Namun dengan mudahnya Tin Han mengelak ke
samping dan tongkat itu mengejarnya dengan sabetan ke
arah kepala. Bukan main cepatnya gerakan tongkat itu,
namun Tin Han lebih cepat lagi mengelak, lalu membalas
dengan tamparan tangannya. Tamparannya mendatangkan
angin pukulan yang mengejutkan hati Yauw Seng Kim.
Makin yakinlah kini dia bahwa dia berhadapan dengan
lawan tangguh, maka diapun mengerahkan tenaganya dan
menyerang semakin gencar.
Kiok Hwa yang rebah telentang dan tidak mampu
bergerak itu hanya dapat menonton dengan jantung
berdebar tegang. Ia sudah tahu akan kelihaian pe muda
yang menculiknya dan ia khawatir kalau si topeng hitam
yang menolongnya itu akan kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun yang menjadi senjata Yauw Seng Kun hanya
sebatang tongkat bambu kuning, namun di tangan pemuda
itu, senjata sederhana itu dapat menjadi senjata yang amat
ampuh. Bambu kuning itu dapat dipergunakan sebagai
pedang untuk menusuk dan menabas, juga sebagai tongkat
untuk menotok jalan darah. Namun Tin Han dapat
mengimbanginya dan ketika beberapa kali Tin Han
menangkis serangan itu dengan tangannya, Yauw Seng Kun
merasa betapa panas dan tergetar tangannya yang
memegang bambu kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
tenaga sin-kang lawannya amat kuat.
Dengan penasaran karena setelah menyerang bertubitubi
sampai puluhan jurus tongkatnya tidak pernah
menemui sasaran, Yauw Seng Kun menubruk dengan
hantaman tongkatnya ke arah kepala lawan. Tin Han
menggerakkan tangan kanan, memutarnya dari kiri ke
kanan untuk menangkis.
"Plakkkkk!" Tangannya berhasil menangkis dan
memegang tongkat lawan dan cepat dia mengerahkan untuk
merampas tongkat itu! Akan tetapi Yauw Seng Kun
mempertahankan. Dua tenaga sin-kang yang kuat
bersitegang.
"Takk!" Tongkat itu patah menjadi dua potong! Yauw
Seng Kun terkejut bukan main dan dia melompat ke
belakang, lalu membalik dan melontarkan sepotong tongkat
itu ke arah lawannya. Sepotong tongkat itu meluncur seperti
anak panah menyerang dada Tin Han. Akan tetapi pemuda
ini sudah siap dan dia menggunakan potongan tongkat yang
berada di tangannya untuk menangkis sehingga tongkat
yang meluncur itu dapat terpukul runtuh. Akan tetapi ketika
Tin Han mengangkat muka, ternyata lawannya telah lenyap
dalam kemuraman malam, meninggalkan gadis yang masih
menggeletak di atas tanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menggunakan sepotong tongkat rampasan itu, Tin Han
lalu menotok kedua pundak Kiok Hwa gadis itupun dapat
bergerak kembali. Begitu dapat bergerak dan bersuara, Kiok
Hwa menjatuhkan dirinya berlutut di depan Tin Han.
"In-kong (tuan penolong), saya The Kiok Hwa
menghaturkan banyak terima kasih atas budi pertolongan
in-kong. Kalau tidak ada in-kong yang menolong, entah apa
jadinya dengan diri saya."
Tin Han menyentuh pundak gadis itu dengan tangannya,
menyuruhnya bangkit lagi. "Berdirilah, nona dan jangan
banyak sungkan. Sudah menjadi tugas kewajiban untuk
menentang kejahatan. Lebih baik nona cepat kembali ke Cinan
karena kakakmu tentu sedang mencarimu dengan hati
gelisah"
Kiok Hwa bangkit berdiri, mencoba untuk menatap tajam
sepasang mata di batik topeng itu. "Baik, in-kong. Akan
tetapi selama hidupku saya tidak akan melupakan budi
kebaikan in-kong. BoIehkah saya mengetahui nama in-kong
dan bolehkah saya mengenal wajah inkong?"
"Nona, kalau engkau boleh melihat wajahku, untuk apa
aku menggunakan topeng? Kalau mau mengenal namaku,
sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Sekarang, cepat nona
kembali ke Cin-an,' aku membayangi dari jauh."
"Baik, in-kong," kata Kiok Hwa dan iapun memutar
tubuhnya lalu berlari cepat keluar dari tempat itu menuju
kembali ke kota Cin-an. Tin Han membayanginya karena
khawatir kalau-kalau penculik tadi akan mengganggunya
kembali.
Kiok Hwa memasuki kota Cin-an dengan melompati
pagar tembok seperti ketika ia dibawa keluar oleh penculik
tadi dan langsung saja kembali ke rumah penginapan. Ia
mendapatkan kakaknya sedang duduk termenung dengan
gelisah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
The Siang In terkejut ketika melihat adiknya membuka
pintu dan masuk ke kamarnya. "Hwa-moi, engkau sudah
kembali? Bagaimana engkau dapat kembali?" Dia meloncat
bangun sambil memegang tangan adiknya.
Kiok Hwa berkata, "Aku hampir celaka di tangan penculik
itu, koko. Aku dibawa sampai keluar kota Cin-an. Untung
datang seorang Bintang penolong. Seorang laki-laki
bertopeng menolongku. Orang bertopeng itu lihai bukan
main. Setelah bertanding dengan penculik jahanam itu, dia
dapat mengalahkannya dan penculik itupun melarikan diri.
Aku lalu dibebaskan dari totokan dan in-kong itu minta
kepada agar segera kembali ke sini."
"Ah, terima kasih kepada Tuhan yang masih
melindungimu, moi-moi! Siapakah namanya in-kong itu?"
"ltulah yang mengecewakan hatiku, koko. Dia memakai
topeng hitam dan ketika kutanya namanya, mengaku
bernama Hek-tiauw Eng-hiong. Dia tidak mau
memperkenalkan mukanya. Ah, aku berhutang nyawa
kepadanya, koko. Kalau tidak ada dia, tentu aku mati,
andaikata tidak dibunuh penculik laknat itu tentu aku akan
membunuh diri."
“Sudahlah, Hwa-moi. Bagaimanapun juga; Tuhan masih
melindungimu. Kita tidak pernah melakukan kejahatan,
maka bagaimanapun tentu ada saja yang menolong kita.
Penculik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi,
kalau penolongmu itu dapat mengalahkannya, tentu dia
seorang sakti."
"Wah, kepandaian in-kong itu hebat sekali, koko.
Bayangkan saja, dia meng hadapi penculik jahanam itu yang
meng gunakan tongkatnya, dengan tangan kosong saja! Dan
akhirnya dia dapat mematahkan tongkat itu sehingga
penculik menjadi ketakutan dan kabur. Aku berhutang
nyawa kepadanya, entah bagaimana dapat membalasnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita dapat membalas budinya dengan bersembahyang
kepada Tuhan semoga in-kong itu mendapat berkah yang
berlimpahan dari Tuhan, sesuai dengan budi kebaikannya,
moi-moi."
Kakak beradik itu membicarakan Hek-tiauw Enghiong
tiada habisnya, sama sekali mereka tidak mengira bahwa
orang yang mereka bicarakan itu hanya beberapa meter saja
dari kamar mereka, di sebuah kamar lain di rumah
penginapan itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi benar Tin Han
berangkat meninggalkan rumah penginapan. Baru saja dia
membayar sewa kamarnya. muncul Siang In dan Kiok Hwa
yang juga hendak membayar sewa kamar dan meninggalkan
rumah penginapan itu pagi-pagi benar. Mereka hanya
bertukar pandang dan Tin Han cepat mengalihkan pandang
matanya ketika pandang matanya bertemu dengan sinar
mata Kiok Hwa yang memandangnya. Akan tetapi gadis itu
tidak mengenalnya, sungguhpun sejenak ada keraguan di
hati gadis ini yang merasa pernah bertemu dengan Tin Han
akan tetapi ia lupa lagi bilamana dan di mana.
-oo(mch)oo-
Tin Han meninggalkan kota Cin-an. Dia bermaksud pergi
ke Hong-san untuk mencari Lee Cin. Di dalam hatinya dia
merasa tegang kalau membayangkan pertemuannya dengan
Lee Cin dan juga dengan Souw Tek Bun. Bagaimanapun
juga, dia pernah melukai Souw Tek Bun walaupun ketika dia
melakukan itu dia berpakaian sebagai Si Kedok Hitam.
Bagaimana sambutan Lee Cin kalau dia muncul di sana?
Dan apakah kedua orang tua gadis yang dicintanya itu akan
suka menerimanya sebagai mantu? Dia menjadi tegang,
karena dia belum yakin benar bahwa Lee Cin akan
membalas cintanya, dan membayangkan dia ditolak pula
oleh ayah-ibu Lee Cin membuat jantungnya berdebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mengapa takut akan bayangan, pikirnya. Yang penting
dia harus menemui Lee Cin dan bagaimana nanti sajalah
akibatnya! Dia sudah merasa rindu sekali kepada Lee Cin.
Kalau dia terkenang saat perjumpaannya dengan Lee Cin,
pada saat terakhir. Dia sebagai Tin Han dan dia sebagai Si
Kedok Hitam sudah menyatakan cintanya kepada Lee Cin!
Dan ketika dia sebagai Tin Han menyatakan cintanya
terhadap gadis itu, Lee Cin tidak menolaknya, walaupun
juga tidak mengatakn bahwa gadis itu membalas cintanya!.
$ekarang, kalau dia bertemu lagi dengan Lee Cin, dia akan
berterus terang meminangnya sebagai calon isterinya.
Keputusan ini sudah tetap di hatinya. Dia harus berani,
berani meminang dan berani ditolak.
Lee Cin pernah menyatakan sayang bahwa dia tidak
pandai silat. Kalau kemudian gadis itu mengetahui bahwa
dia pandai silat, bagaimana? Akan tetapi tentu Lee Cin akan
tahu bahwa dialah Si Kedok Hitam! Serba salah jadinya.
Sebaiknya kalau dia menyembunyikan kepandaiannya dari
gadis itu.
Tin Han berjalan seenaknya keluar dari kota Cin-an.
Ketika dia sedang berjalan melenggang seenaknya, tiba-tiba
dari belakangnya terdengar seruan nyaring. "Minggir!
Minggir!" dan terdengar derap. kaki kuda.
Tin Han cepat minggir dan memutar tubuhnya untuk
melihat siapa yang membalapkan kuda di pagi hari itu.
Ternyata dia seorang yang berpakaian perwira tinggi
bersama duabelas orang pengawalnya.
Tin Han jadi tertarik. Dia memang merasa tidak senang
kepada perwira penjajah Mancu yang suka bertindak
sewenang-wenang. Karena hatinya tertarik maka dia lalu
membayangi mereka dengan menggunakan ilmu berjalan
cepat. Di sepanjang jalan itu masih sepi, akan tetapi karena
dia tidak ingin dilihat orang berjalan cepat sekali, dia
mengambil jalan dalam hutan di sebelah jalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari jauh dia melihat betapa tigabelas orang berkuda itu
kini menyeberangi Sungai Huang-ho dengan menggunakan
perahu besar. Mereka menyeberang bersama kuda-kuda
mereka. Tin Han jadi semakin tertarik dan diapun segera
menyewa perahu kecil dan minta kepada tukang perahu agar
menyeberangkannya.
Setelah tiba di seberang, para penunggang kuda itu
melanjutkan perjalanan mereka. Tin Han juga mendarat lalu
melakukan pengejaran dengan mempergunakan ilmu berlari
cepat. Akhirnya dia dapat menyusul rombongan berkuda itu
yang ternyata memasuki sebuah hutan di Lembah Sungai
Huang-ho. Tin Han terus mengikuti pasukan selosin
pengawal yang dipimpin oleh seorang perwira yang bertubuh
tinggi kurus dan bermuka pucat itu.
Pasukan itu adalah pasukan pengawal Kerajaan Mancu
yang dipimpin oleh Panglima Coa Kun, yaitu wakil dari
Panglima Tua Bouw Kin. Setelah berloncatan turtm dari atas
kuda, Coa-ciangkun lalu menghampiri pondok dan
muncullah seorang kakek tinggi kurus yang berpakaian
hitam putih dan ada gambar lm-yang di dadanya. Usianya
mendekati enampuluh tahun dan kakek ini bukan lain ada
lah Thian-te Mo-ong. Melihat kakek ini, Coa-ciangkun
memberi hormat yang dibalas oleh Thian-te Mo-ong.
"Kebetulan sekali Coa-ciangkun sudah datang," kata
Thian-te Mo-ong. 'Kami sedang mengadakan pertemuan di
sini.'
Coa-ciangkun dipersilakan lalu masuk dan di ruangan
belakang yang cukup luas telah duduk Hek-bin Mo-ko, Sinciang
Yauw Seng Kun, Ma Huan dan beberapa orang lain
lagi. Hek bin Mo-ko adalah seorang tokoh sesat yang
bertubuh tinggi besar dan semua anggauta ttibuhnya
tampak besar dan bundar, perutnya gendut dan kulitnya
hitam. Hek-bin Mo-ko (Iblis Muka Hitam) ini bersenjatakan
sebatang ruyung berduri yang besar dan berat. Orang kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bernama Sin-ciang Mo-kai (Pengemis Iblis Tangan
Sakti) adalah seorang tokoh kang-ouw golongan sesat pula
yang bertubuh tinggi kurus dan mukanya kekuningan
seperti orang berpenyakitan, matanya sipit sekali. Seusia
dengan Hek-bin Mo-ko, kurang lebih limapuluh tahun dan
Pengemis Iblis ini bersenjatakan sebatang tongkat yang
beracun. Yauw Seng Kun telah kita kenal, yaitu pemuda dari
Guha Tengkorak di Lembah Iblis murid mendiang Jengciang-
kwi, dan Ma Huan yang berusia empatpuluh tahun
adalah seorang utusan dari Pulau Naga, nembantu Siang
Koan Bhok dan Ouw Kwan Lok. Empat orang lain yang
duduk di situ kesemuanya adalah tokoh-tokoh sesat yang
sudah dihubungi oleh Thian-te Mo-ong dan mau diajak
bersekutu.
Bagaimana Thian-te Mo-ong dapat mengadakan
pertemuan rahasia dengan Panglima Coa di tempat itu?
Bukankah Thian-te Mo-ong pernah membantu
pemberontakan dan pernah dihukum buang, bahkan
kemudian menjadi pelarian yang diburu pemerintah
Kerajaan Mancu?
Ternyata setelah Song Thian Lee mengundurkan diri dan
semua kekuasaan atas pasukan berada sepenuhnya di
tangan Panglima Tua Bouw Kin Sek, maka panglima ini telah
mengubah siasatnya. Dia menyebar orang-orangnya,
termasuk Panglima Coa untuk menghubungi orang-orang
kang-ouw golongan sesat dan membujuk mereka untuk
bekerja sama dengan pasukan pemerintah memusuhi kaum
pendekar dan patriot! Karena Panglima Bouw bukan hanya
menjanjikan, melainkan juga dengan royal membagi-bagi
hadiah, maka golongan sesat menjadi terpikat. Karena inilah
maka Thian-te Mo-ong seperti telah diampuni oleh kerajaan,
asalkan dia mau membantu pemerintah untuk membasmi
kaum pendekar dan patriot. Kebijaksanaan baru ini lebih
menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun bagi
golongan sesat, maka banyaklah tokoh kang-ouw yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk golongan sesat dapat terpikat, termasuk Thian-te
Mo-ong tentu saja karena diampuni dan tidak lagi menjadi
orang buruan pemerintah. Bahkan Thian-te Mo-ong berjanji
kepada Panglima Coa untuk menghubungkannya dengan
Beng-cu baru, yaitu Ouw Kwan Lok yang tinggal di Pulau
Naga.
Panglima Coa masuk ke pondok dan dipersilakan duduk
di ruangan belakang di mana telah berkumpul teman-teman
Thian-te Mo-ong.
"Silakan duduk, ciangkun. Saudara-saudara sekalian,
perkenalkan inilah Panglima Coa dari kota raja yang menjadi
wakil dari Panglima Tua yang menguasai seluruh pasukan
pemerintah." Thian-te Mo-ong memperkenalkan panglima itu
kepada rekan-rekannya. Dia lalu memperkenalkan pula
tujuh orang tokoh kangouw yang sudah hadir di situ.
Panglima Coa saling memberi hormat dengan mereka semua
dan dia lalu duduk berhadapan dengan mereka.
"Mo-ong, sekarang ceritakan lebih dulu tentang
pengangkatan Beng-cu baru itu, siapa dia dan bagaimana
kedudukannya," kata Panglima Coa.
"Beng-cu Souw Tek Bun telah mengundurkan diri dari
jabatan beng-cu, ciangkun, dan ini kebetulan sekali karena
diapun berhaluan menentang pemerintah. Penggantinya
adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, dan terhitung
muridku juga, bernama Ouw Kwan Lok. Dia menangkan
pertandingan pemilihan beng-cu dan sekarang tinggal di
Pulau Naga, bersama Siang Koan Bhok yang juga menjadi
gurunya."
"Dan bagaimana pendapatnya tentang ajakan kami untuk
bekerja sama menentang golongan pendekar yang
bermaksud menentang pemerintah Kerajaan Ceng?"
" Aku sudah menyampaikan ke padanya, dan dia
menjawab bahwa hal itu akan dipertimbangkan melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesungguhan pemerintah yang mengajak bekerja sama. Dan
juga beng-cu kami itu mengatakan bahwa setelah diadakan
kerja-sama, biarlah beng-cu tetap bersikap mendekati para
pendekar dan pemberontak, dengan demikian dia akan tahu
siapa yang harus ditentang."
"Ha-ha-ha, dia ingin melihat kesungguhan hati kami?
Tunggu sebentar!" Panglima Coa lalu bangkit dan memanggil
pengawalnya yang masih berada di luar. Seorang pengawal
datang dan membawa sebuah kantung sebesar kepala
manusia, dan dia menyerahkan kantung kepada Coaciangkun.
"Nah, inilah hadiah pertama untuk disampaikan kepada
beng-cu. Kalau kerja sama sudah menghasilkan, akan lebih
banyak pula hadiah dikirimkan kepadanya."
Coa-ciangkun membuka kantung itu dan
memperlihatkan isinya kepada semua yang hadir. Tampak
emas permata berkilauan dalam kantung itu. Sungguh
merupakan hadiah yang berharga sekali!
"Baik, kami menerimanya, ciangkun. Akan tetapi
kamipun ingin mendengar penjelasan dari ciangkun
mengapa sekarang, pihak pimpinan pasukan mengajak kami
bekerja sama? Apa yang mendorong para pimpinan ciangkun
melakukan kerja sama ini? Kami harus mengetahui latar
belakang perubahan sikap ini agar kami tidak ragu-ragu lagi.
"Hemm, kalian ingin mengetahui sebabnya? Dahulu, di
waktu Song Thian Lee masih menjadi panglima muda dan
dipercaya oleh kaisar, dia selalu menentang orang-orang
kang-ouw sehingga banyak orang kang-ouw memberontak
atau menentang pemerintah kerajaan. Kami menganggap
sikap itu keliru sama sekali. Seharusnya orang kang-ouw
didekati dan diajak bekerja sama sehingga tidak timbul
pemberontakan, kecuali dari pihak para pendekar yang
menganggap diri mereka patriot. Nah, dengan bekerja sama
dengan orang-orang kang-ouw, kita tentu akan lebih mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membasmi para pendekar itu. Setelah kini Song Thian
Lee mengundurkan diri dan tidak menjadi panglima lagi,
semua kekuasaan terjatuh ke tangan Panglima Tua Bouw
Kin Sek maka perubahan sikap kami ini dapat dilaksanakan.
Mengertikah kalian?"
Tujuh orang itu mengangguk-angguk.
"Sekarang, untuk membuktikan bahwa kalian memang
sungguh hati berniat untuk bekerja sama, kami minta kalian
membantu kami untuk menangkap atau membunuh bekas
panglima Song Thian Lee dan isterinya. Sanggupkah kalian?"
Tujuh orang kang-ouw itu saling pandang dan Yauw Seng
Kun yang belum mengenal orang macam apa adanya Song
Thian Lee, sudah menyanggupi, "Tentu saja kami dapat
membantu ciangkun!"
"Akan tetapi, Song Thian Lee dan isterinya itu merupakan
lawan yang tangguh," kata Thian-te Mo-ong, agak ragu.
"Hemm, biarpun dia tangguh, kalau menghadapi kita
semua, dia akan mampu berbuat apakah? Aku membawa
surat perintah Kaisar untuk menangkapnya dengan tuduhan
bahwa dia sengaja membantu pemberontak Keluarga Cia,
dan aku membawa selosin pengawal pilihan. Ditambah lagi
dengan kalian bertujuh, apa dia akan mampu melawan?"
Thian-te Mo-ong mengangguk-angguk. "Kalau kita semua
maju, aku merasa yakin kita akan mampu menangkap atau
membunuh mereka berdua. Baik, kapan kita akan berangkat
dan di mana mereka tinggal ?"
"Mereka tinggal di dusun Tung-sinbun tak jauh dari
kotaraja dan kita berangkat sekarang juga. Kami akan
menyediakan tujuh ekor kuda untuk kalian. Selain itu,
apakah engkau tahu di mana adanya Keluarga Cia, Mo-ong?"
"Tentu saja aku tahu di mana mereka bersembunyi.
Ketika Beng-cu menawarkan kepada mereka untuk tinggal di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pulau Naga, mereka menolak dan mereka untuk sementara
tinggal di Bukit Cemara."
"Bagus! Tugas kalian, setelah kita menyerbu rumah Song
Thian Lee, adalah untuk membasmi Keluarga Cia itu.
Mereka adalah orang-orang yang amat membenci pemerintah
Kerajaan, merupakan orang-orang berbahaya. Bagaimana,
sanggupkah kalian bertujuh untuk membasmi Keluarga
Cia?"
Thian-te Mo-ong tertawa. "Ha-ha-ha, membasmi mereka
adalah urusan mudah, ciangkun. Yang paling lihai di antara
mereka adalah Nenek Cia, dan nenek itu pernah dikalahkan
oleh Bengcu yang baru. Kalau kami melaporkan permintaan
ciangkun ini kepada Beng-cu, tentu akan mudah membasmi
mereka."
"Baiklah, kami percaya kepada kalian. Sekarang, mari
kita berangkat. Para pengawalku akan menyediakan kuda
untuk kalian."
Tak seorangpun di antara mereka mengetahui bahwa
semua percakapan mereka itu didengar dengan jelas oleh Tin
Han! Ketika mendengar bahwa mereka hendak menyerbu
rumah bekas panglima Song Thian Lee, dia mendengarkan
dan kurang tertarik. Akan tetapi alangkah terkejut hatinya
ketika dia mendengar bahwa mereka hendak menyerbu dan
membasmi Keluarga Cia! Tidak, dia tidak dapat tinggal diam
saja. Juga dia harus melindungi keluarga Song Thian Lee
yang pernah didengarnya sebagai seorang panglima muda
yang bijaksana. Dari percakapan itu tahulah dia bahwa
pemerintah Kerajaan Mancu telah mengubah taktiknya. Kini
mereka hendak menyuap kepada para tokoh kang-ouw dari
golongan sesat untuk membantu pemerintah menghancurkan
para pendekar dan patriot. Hatinya menjadi
panas mendengar ini dan dia bermaksud untuk menghalangi
tindakan mereka yang akan membunuh bekas panglima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Song Thian Lee dan juga hendak membasmi keluarganya,
Keluarga Cia!
Karena sudah mendengar bahwa mereka akan pergi ke
dusun Tung-sinbun dekat kota raja dan mereka semua
hendak menunggang kuda, Tin Han lalu mendahului mereka
melakukan perjalanan ke arah kota raja. Ketika hari menjadi
malam dan dia bermalam di rumah penginapan yang sama!
Tin Han mendapatkan pikiran yang dianggapnya bagus.
Malam itu, diam-diam dia menyelinap ke kandang kuda dari
penginapan itu dan mencari seekor kuda yang dipilihnya
paling baik dari semua kuda yang ada.
Pada keesokan harinya, tentu saja keadaan menjadi geger
ketika Coa-ciang kun mengetahui akan lenyapnya seekor
kuda yang terbaik, yaitu kuda yang menjadi tunggangannya.
Dia memaki- maki para petugas rumah penginapan akan
tetapi tidak ada seorangpun tahu ke mana perginya kuda
yang hilang itu. Tin Han pura-pura ikut resah seperti para
tamu lain dan dengan hati geli dia melihat perwira tinggi itu
menyuruh anak buahnya mencari dan membeli seekor kuda
lain yang baik. Setelah mendapatkan seekor kuda,
berangkatlah mereka.
Tin Han juga meninggalkan rumah penginapan itu dan
melepaskan kuda curiannya yang diikat pada sebuah pohon
di luar kota Kan-lok, lalu membayangi rombongan itu
dengan berkuda.
Akhirnya, rombongan itu tiba di dusun Tung-sin-bun.
Ketika itu, senja telah tiba dan agaknya rombongan itu tidak
mau berhenti dulu, langsung saja menuju ke rumah Song
Thian Lee, setelah mendapat keterangan di mana rumah
bekas panglima itu.
Pada sore hari itu, Song Thian Lee sedang duduk dengan
isterinya di serambi depan. Tang Cin Lan sedang bermainmain
dengan puteranya yang baru berusia tiga tahun. Ketika
mendengar bunyi kaki kuda mendatangi rumah mereka,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suami isteri ini tidak mengira bahwa merekalah yang
kedatangan tamu. Baru setelah belasan orang berkuda itu
memasuki halaman rumahnya, mereka tahu bahwa
rombongan orang itu datang untuk berurusan dengan
mereka. Yang membuat Thian Lee terheran-heran adalah
ketika dia melihar Panglima Coa dan Thian Lee masih
mengenal Thian-te Mo-ong yang di tangkapnya ketika datuk
ini membantu pemberontakan beberapa tahun yang lain,
kemudian Thian-te Mo-ong berhasil meloloskan diri ketika
dikirim ke tempat pembuangan. Heran dia mengapa
Panglima Coa dapat datang bersama Thian-te Mo-ong yang
menjadi orang buruan pemerintah? Namun dia menekan
keheranannya dan segera bangkit bersama isterinya yang
menggendong Hong San.
"Kiranya Coa-ciangkun yang datang berkunjung! Entah
kepentingan apa yang membawa ciangkun datang
berkunjung ke rumah kami?"
Akan tetapi Coa-ciangkun tidak turun dari atas kudanya,
bahkan tidak membalas penghormatan Thian Lee,
sebaliknya dia mengambil surat perintah Kaisar dan berkata
lantang, "Song Thian Lee, atas perintah Kaisar kami datang
untuk menangkap engkau dan seluruh keluargamu! Karena
itu menyerahlah sebelum kami mempergunakan kekerasan!"
Thian Lee dan Cin Lan terkejut bukan main mendengar
ucapan itu. "Coa-ciangkun! Kesalahan apakah yang kami
perbuat maka Kaisar memerintahkan untuk menangkap
kami?"
"Ketika engkau melakukan pembersihan di timur, engkau
sengaja memberi kebebasan kepada para pemberontak
Keluarga Cia. Karena itu engkau dianggap pemberontak!"
"Bohong semua itu! Suamiku ketika memegang jabatan
panglima, sudah berjasa besar menumpas pemberontakpemberontak
dan orang-orang jahat! Dia bukan
pemberontak dan tahukah engkau siapa aku? Aku adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteri Pangeran Tang Gi Su. Beranikah kalian berkurang
ajar untuk menangkap aku?"
"Ini perintah Kaisar. Kami hanya menjalankan tugas.
Hayo kalian cepat berlutut menyerah daripada kami harus
menggunakan kekerasan!" bentak lagi Coa-ciangkun.
Thian Lee menjadi marah sekali. Dia dapat menduga
bahwa semua ini bukan keluar dari lubuk hati Kaisar. Tentu
Kaisar telah dihasut dan mungkin yang menghasut adalah
Panglima Coa dan Panglima Bouw yang dia tahu memang
merasa iri dan tidak suka kepadanya.
"Coa-ciangkun! Engkau tahu bahwa kini aku bukan lagi
seorang pejabat pemerintah yang harus tunduk atas semua
perintah Kaisar. Aku tidak merasa bersalah dan aku tidak
mau menyerah!"
"Engkau hendak melawan Kaisar?"
"Bukan Kaisar yang kulawan, melainkan kalian! Engkau
membawa pula pemberontak Thian-te Mo-ong, padahal dia
orang buruan pemerintah! Engkaulah yang berbuat jahat,
Coa-ciangkun!"
"Serbu!" bentak Coa-ciangkun kepada anak buahnya.
Duabelas orang pengawal itu lalu mencabut golok mereka
dan berlompatan turun dari atas kuda. Demikian pula tujuh
orang tokoh kangouw itu berlompatan turun dari kuda. Hekbin
Mo-ko sudah mengayun ruyungnya yang berduri, besar
dan berat, sedangkan Sin-ciang Mo-kai juga
mempergunakan tongkatnya yang beracun untuk menyerang
Thian Lee. Thian-te Mo-ong tidak mau ketinggalan. Song
Thian Lee adalah musuh besarnya, maka diapun su dah
mengeluarkan sepasang pedangnya dan menyerang dengan
dahsyat.
Thian Lee menyambar Jit-gwat-kiam (Pedang Matahari
dan Bulan) yang berada di atas meja dan diapun menyambut
penyerangan banyak orang itu. Sementara itu, Yauw Seng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kun yang melihat betapa cantiknya Tang Cin Lan, sudah
menggunakan tongkat bambu kuningnya untuk menyerang
wanita itu, dengan maksud untuk menangkapnya hiduphidup.
Serangannya ini dibantu pula oleh Ma Huan dan
empat orang tokoh kang-ouw lainnya. Cin Lan tidak menjadi
gentar. Dia sudah menggendong Hong San di punggungnya
dan memutar sebatang tongkat, memainkan ilmu tongkat
Hok-mo-tang (Tongkat Penaluk Iblis) dan mengamuk.
Thian Lee dan Cin Lan adalah suami isteri yang lihai ilmu
silatnya. Cin Lan adalah murid Pek I Lo-kai dan tubuhnya
kebal racun karena pernah digigit ular merah dan ular putih
yang racunnya berlawanan. Ilmu tongkatnya Hok-mo-tang
amat dahsyat, dan iapun seorang yang pemberani dan tabah
berkat pengalamannya ketika ia masih gadis dan suka
merantau mencari pengalaman. Terutama sekali Thian Lee.
Ilmunya lebih tinggi dibandingkan isterinya. Pendekar ini
pernah menjadi murid Liok-te Lo-mo, kemudian pernah pula
menjadi murid Jeng-ciang-kwi, kemudian menjadi murid
Kim Sim Yok-sian si Dewa Obat dan murid Tan Jeng Kun.
seorang pertapa sakti yang mengasingkan diri dari dunia
ramai. Semua itu masih ditambah lagi ketika dia
menemukan pedang Jitgoat-kiam dan dua kitab, yaitu
Thian-te Sin-kang dan Jit-goat Kiam-sut. Ilmu
kepandaiannya pada masa itu jarang menemukan
tandingan.
Akan tetapi dia sekali ini menghadapi pengeroyokan
banyak orang pandai, dan dia tidak dapat memusatkan
perhariannya karena perhatiannya terbagi kepada isteri dan
anaknya yang juga dikeroyok banyak orang pandai. Hanya
dengan ilmu pedangnya yang luar biasa, dia dapat mencegah
desakan para pengeroyoknya dan selalu berusaha mendekat
isterinya untuk melindunginya.
Tin Han menyaksikan ini semua dan dia terbelalak
kagum. Suami isteri itu sungguh hebat, pikirnya. Apa lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu pedang Song Thian Lee. Dia hanya melihat sinar
pedang bergulung-gulung menyelimuti suami isteri itu
sehingga tidak ada senjata lawan yang mampu
menembusnya. Akan tetapi, suami isteri itu kini hanya dapat
bertahan saja dan kalau dilanjutkan perkelahian seperti itu,
akhirnya mereka akan terancam bahaya. Cepat dia
melepaskan pakaian luarnya dan menutupi mukanya
dengan kain hitam, lalu mengambil sebatang pedangnya
yang selalu disimpan dalam buntalan. Itulah pedang Pekkong-
kiam (Pedang Sinar Putih) pemberian Bu Beng Lo-jin,
gurunya yang pertama. Setelah menyembunyikan buntalan
dan pakaiannya, dia lalu melompat memasuki gelanggang
pertempuran dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu
membantu suami isteri itu menghadapi pengeroyokan
belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu silat yang
tangguh.
Pedang di tangan Thian Lee sudah merobohkan empat
orang pengawal, sedangkan tongkat di tangan Cin Lan juga
sudah merobohkan tiga orang pengawal. Biarpun para
jagoannya belum ada yang roboh, sedikitnya robohnya tujuh
orang pengawal itu membuat para pengawal lainnya menjadi
jerih dan menambah semangat mereka.
Ketika mereka melihat seorang berkedok hitam
memasuki gelanggang perkelahian dan membantu mereka,
Thian Lee segera mengenal Si Kedok Hitam yang pernah
menolongnya ketika dia dan Lee Cin ditawan oleh Keluarga
Cia. (Baca Kisah Si Dewi Ular) .
"Terima kasih, sobat. Engkau kembali menolongku!" kata
Thian Lee kepada Si Kedok Hitam yang begitu masuk sudah
merobohkan dua orang pengawal. Tiga orang pengawal lain
lalu mundur dan tidak berani lagi maju mengeroyok. Kini
Thian Lee menghadapi Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo-ko dan
Sin-ciang. Yauw Seng Kun berhadapan dengan Cin Lan dan
dia dibantu oleh Ma Huan dan empat orang tokoh kang-ouw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lainnya. Kalau Thian Lee dapat mengimbangi pengeroyokan
tiga orang lawan itu, sebaliknya Cin Lan mulai terdesak
hebat. Hal ini adalah karena para pengeroyoknya mulai
bermain curang, yaitu serangan mereka ditujukan kepada
anak yang berada dalam gendongan di punggungnya.
Melihat nyonya muda itu terdesak dan anaknya terancam
bahaya, Tin Han segera menyerang Yauw Seng Kim yang dia
lihat paling berbahaya di antara para pengeroyok Cin Lan.
Begitu diserang oleh pedang di tangan Tin Han, Yauw Seng
Kun menangkis dengan tongkatnya. Dia sudah merasa jerih
menghadapi Si Kedok Hitam yang pernah bertanding
dengannya ketika Si Kedok Hitam itu menolong Kiok Hwa
terlepas dari tangannya.
"Trangggg..... !" Tongkat bambu kuning di tangan Seng
Kun putus tinggal sepotong. Hal ini membuatnya amat
terkejut dan Ma Huan segera menolong dan membacokkan
goloknya kepada Si Kedok Hitam. Akan tetapi goloknya
terpental ketika bertemu dengan Pek-kongkiam dan sebuah
tendangan dari Tin Han membuat Yauw Seng Kun terhuyung
ke belakang. Melihat bantuan yang amat kuat itu, Cin Lan
mengamuk dan tongkatnya menotok roboh dua orang tokoh
kang-ouw yang bantu mengeroyok!
Melihat kini Cin Lan tidak terancam bahaya, Tin Han
menubruk dengan pedangnya menyerang Thian-te Mo-ong.
"Sing..... ..... tranggg..... !" Sepasang pedang Thian-te Moong
dipergunakan untuk menangkis sinar putih pedang di
tangan Tin Han dan akibatnya, Thian-te Mo-ong harus
melompat mundur karena kedua tangannya tergetar hebat.
Agaknya Coa-ciangkun dapat melihat gelagat buruk. Dia
lalu melompat ke atas kudanya, melarikan diri untuk
mencari bala bantuan. Melihat ini, Thian-te Mo-ong
kehilangan nyalinya. Diapun berseru kepada semua
rekannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita mundur!"
Karena memang kini sudah terdesak, para pengeroyok itu
lalu berloncatan ke belakang, melompat pula ke atas
punggung kuda mereka dan mereka melarikan diri tunggang
langgang.
Thian Lee dan Cin Lan tidak melakukan pengejaran.
Thian Lee menjura kepada Tin Han dan berkata, "Sobat,
kembali engkau menyelamatkan kami. Terima kasih atas
budimu."
"Tidak perlu berterima kasih, Song taihiap. Sudah
menjadi kewajiban kita untuk saling menolong dari ancaman
antek-antek Mancu itu. Yang penting sekarang sebaiknya
engkau dan isterimu cepat pergi meninggalkan dusun ini
karena kalau mereka datang lagi membawa bala bantuan
pasukan besar, bagaimana kalian akan dapat melawan
mereka?"
"Kata-katamu benar, sobat. Setidaknya, beri kami tahu
siapa namamu agar kami mengetahui siapa yang menolong
kami."
"Sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Nah, selamat
berpisah!" Tin Han segera melarikan diri dari tempat itu dan
kembali mengenakan pakaiannya, dan menunggang
kudanya. Thian Lee sekeluarga telah selamat dan sekarang
dia harus menyelamatkan keluarganya sendiri yang juga
terancam oleh antek-antek Mancu.
Thian Lee bersama isterinya bergegas mengumpulkan
pakaian dan uang, lalu keduanya pergi meninggalkan dusun
Tung-sin-bun, memberi pesangon kepada para pembantu
mereka dan menyuruh mereka cepat pergi pula karena
dikhawatirkan mereka akan tersangkut urusan mereka.
Benar saja seperti yang di khawatirkan Tin Han, pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali duaratus orang pasukan
memasuki dusun Tung-sin-bun dan mereka menyerbu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah Thian Lee. Akan tetapi mereka tidak menemukan
siapapun juga di rumah itu, maka isi rumah lalu dirampas
oleh mereka dan dalam hal mengamankan barang- barang
milik Thian Lee ini, ulah mereka tiada ubahnya seperti
segerombolan perampok!
-oo(mch)oo-
Tin Han dapat menemukan tempat persembunyian
keluarganya. Ternyata keluarganya membuat tiga buah
pondok kayu di puncak Bukit Cemara dan tempat itu
terkurung hutan yang lebat dan mengandung banyak pohon
cemara di samping pohon-pohon liar.
Akan tetapi dia tidak berani menghadap keluarganya. Dia
sudah ketahuan bahwa dialah Si Kedok Hitam yang selalu
menentang mereka ketika mereka hendak membunuh Lee
Cin dan Thian Lee. Bahkan neneknya sendiri telah
menendangnya masuk ke dalam jurang. kalau kini dia
menghadap, bagaimana penerimaan mereka? Tentu dia
dianggap sebagai pengkhianat. Hatinya merasa rindu sekali
kepada ayah dan ibunya, juga kepada kakaknya, kedua
pamannya dan neneknya. Dia rindu untuk bertemu dan
bercakap-cakap dengan mereka semua. Akan tetapi dia
merasa ngeri membayangkan mereka akan menerimanya
sebagai seorang musuh! Dia tidak akan dapat mencari
alasan mengapa dia membela Lee Cin dan Thian Lee.
Keluarganya membenci penjajah Mancu dan membeci semua
orang yang bekerja kepada pemerintah Mancu. Bahkan
untuk melakukan pemberontakan, keluarganya tidak segansegan
untuk bersekutu dengan perwira yang memberontak,
dan lebih lagi malah, bersekutu dengan golongan sesat dan
dengan orang Jepang! Pendirian seperti itu berbeda jauh
dengan pendiriannya, bahkan bertentangan. Bagai mana
mungkin dia menyadarkan keluarganya, terutama sekali
neneknya bahkan melakukan perjuangan bersekutu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golongan sesat dan dengan orang asing adalah keliru sama
sekali ? Dia mengenal neneknya sebagai seorang yang keras
hati, yang membenci penjajah sampai ke tulang sumsumnya,
melebihi kebenciannya kepada golongan sesat.
Sampai sepekan lamanya dia hanya berkeliaran saja di
daerah pegunungan Cemara itu, tidak berani Iangsung
menemui keluarganya. Dia mencari kesempatan kalau-kalau
dapat melihat ibunya seorang diri meninggalkan puncak.
Hanya kepada ibunya saja dia akan mampu berhadapan.
Ibunya amat mencintanya dan tentu dapat memaafkannya.
Akan tetapi ditunggu sampai sepekan, tidak tampak ibunya
menuruni puncak atau keluar dari pondok.
Selagi Tin Han kesal menunggu, tiba-tiba pada saat pagi
dia melihat serombongan orang menunggang kuda mendaki
bukit itu. Ada orang-orang yang datang, jumlahnya ada
enam orang. Cepat Tin Han bersembunyi dan mengintai,
untuk melihat siapa yang datang mendaki bukit Cemara.
Setelah mereka tiba dekat, dia mengenal beberapa orang
di antara mereka, yaitu orang-orang yang baru-baru ini
menyerbu rumah Song Thian Lee. Mereka adalah Thian-te
Mo-ong, Hek-bin Mo- ko, Sin-ciang Mo-kai, Yauw Seng Kun,
Ma Huan dan ditambah seorang kakek lagi yang tidak
dikenalnya. Kakek ini tampak gagah perkasa, tinggi besar
bermuka merah dan dia memegang sebatang dayung baja.
Melihat wajah dan senjata itu, teringatlah Tin Han akan
cerita neneknya. Neneknya seringkali bercerita kepadanya
tentang para datuk persilatan di dunia kang-ouw dan
melihat wajah dan perawakan kakek itu, juga melihat
senjatanya, dia menduga bahwa tentu kakek ini yang
berjuluk Tung-hai-ong (Raja Lautan Timur), datuk wilayah
timur yang bernama Siang Koan Bhok dan menjadi majikan
Pulau Naga! Dia pernah mendengar neneknya bercerita
bahwa di antara Empat Datuk Besar di empat penjuru,
kepandaian Siang Koan Bhok inilah yang paling tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jantung Tin Han berdebar tegang. Tidak salah lagi, mereka
ini tentu akan melaksanakan rencana mereka untuk
membasmi Keluarga Cia seperti yang diperintahkan oleh
panglima yang bersekongkol dengan Thian-te Mo-ong itu.
Keparat, pikirnya. Kalian tidak akan dapat membasmi
Keluarga Cia selama aku masih hidup! Akan tetapi dia
menahan kesabarannya dan hendak melihat dulu apa yang
akan terjadi. Dia lalu tersembunyi di balik semak belukar
dan mengintai.
Enam orang itu telah tiba di depan tiga pondok yang
berdiri berjajar. Mereka turun dari atas kuda mereka dan
mengikatkan kuda-kuda itu di batang pohon, lalu Thian-te
Mo-ong dengan su ara lantang berteriak, "Haiiii, Keluarga
Cia, keluarlah kami hendak bicara!"
"Thian-te Mo-ong, mau apa engkau di sini?" terdengar
bentakan dari dalam pondok di tengah dan muncullah
Nenek Cia yang memegang tongkat kepala naganya. Ia
memandang kepada Thian-te Mo-ong dengan alis berkerut
ketika melihat bahwa Thian-te Mo-ong datang bersama
banyak orang. Mendengar teriakan Thian-te Mo-ong tadi,
kini bermunculanlah Cia Kim dan isterinya, Cia Tin Siong
dan kedua saudara Cia Hok dan Cia Bhok. Lengkaplah
Keluarga Cia kini berada di depan pondok menyambut
kedatangan enam orang itu. Jumlah pihak tuan rumah juga
ada enam orang dan agaknya hal ini sudah diperhitungkan
oleh Thian-te Mo-ong maka diapun datang berenam untuk
mengimbangi pihak keluarga Cia.
"Nenek Cia, kebetulan sekali keluargamu lengkap, atau
masih kurang seorang lagi? Ah, cucumu yang seorang lagi
itu tidak masuk hitungan, bukan?"
"Katakan apa keperluanmu datang berkunjung ke tempat
tinggal kami?" kata pula Nenek Cia dengan ketus. Ia tahu
orang macam apa adanya Thian-te Mo-ong, maka baru
bertemu saja ia sudah merasa tidak senang, akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam-diam ia juga terkejut melihat Siang Koan Bhok datang
bersama Thian te Mo-ong.
"Keluarga Cia sejak dahulu terkenal sebagai orang-orang
yang membenci pemerintah Kerajaan Ceng. Akan tetapi
kalian lihat sendiri betapa bodohnya memusuhi Kerajaan
yang amat kuat. Kini ternyata Kerajaan Ceng mengulurkan
tangan persahabatan kepada kalian, maukah kalian
menerimanya?"
"Apa? Jadi engkau sekarang sudah menjadi anjing
peliharaan Mancu, Thia te Mo-ong? Engkau membujuk kami
untuk bersahabat dengan penjajah Mancu? Tidak sudi!
Katakan kepada majikanmu di kota raja bahwa selama kami
masih bernapas, kami akan selalu menentang dan
memusuhi penjajah Mancu!"
"Ha-ha-ha, sudah kuduga engkau nenek kepala batu
akan menjawab begitu. Apa engkau tidak takut terhadap
kekuatan kami? Kami diberi wewenang untuk membasmi
keluarga Cia kalau kalian membangkang!"
"Jahanam busuk! Kalian akan mengerahkan tenaga
pasukan Mancu. Biar ada seribu orang dari mereka, kami
tidak takut dan tidak akan mundur!"
"Nenek sombong! Kami tidak perlu menggunakan tenaga
pasukan untuk membasmi kalian. Kita boleh bertanding
dengan adil dan jujur, satu lawan satu! Siapa di antara
kalian yang menjadi jagoan pertama, silakan maju, akan
kami lawan dengan seorang di antara kami."
Cia Tin Siong, Cia Hok dan Cia Bhok melangkah maju,
akan tetapi Nenek Cia membentak. "Mundur kalian! Aku
sendiri yang akan maju lebih dulu!"
Nenek Cia melompat ke depan dan memalangkan t
ongkat nya di depan dada, lalu menghardik kepada Thian-te
Mo-ong. "Nah, aku yang maju. Kalian maju satu demi satu
atau semua, aku tidak akan mundur!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nenek sombong! Akulah lawanmu dan dayungku akan
melumatkan kepalamu yang keras itu!" Siang Koan Bhok
membentak dan diapun melompat maju sambil memutar
dayungnya. Hal ini memang sudah diatur oleh Thian-te Moong
yang sudah mengetahui tingkat kepandaian Keluarga
Cia. Yang paling lihai adalah Nenek Cia maka sebelumnya
dia sudah mengatur agar Siang Koan Bhok yang menghadapi
nenek tangguh itu.
"Bagus, Siang Koan Bhok, aku tidak takut kepadamu!"
bentak Nenek Cia dan tubuhnya sudah menerjang ke depan,
tongkat naganya diputar cepat dan dia menyerang dengan
dahsyatnya.
"Trangg! Trakk!" Dayung menangkis bertemu dengan
tongkat naga dan nenek itu terhuyung ke belakang
sedangkan Siang Koan Bhok hanya mundur dua langkah.
Dari akibat pertemuan dua senjata ini saja sudah dapat
dilihat bahwa dalam hal tenaga sin-kang, Siang Koan Bhok
masih menang setingkat.
Namun nenek itu memang seorang yang amat berani.
Walaupun ia tahu pula bahwa tenaganya kalah kuat, namun
ia menyerang lagi dengan hebatnya.
Tongkatnya menyambar-nyambar ganas mengeluarkan
angin pukulan yang mengeluarkan bunyi berciutan. Akan
tetapi Siang Koan Bhok yang tidak berani memandang
rendah kepada nenek itu dan diapun mengimbangi dengan
permainan keras, mengandalkan tenaga sin-kangnya yang
memang lebih kuat. Pertandingan itu berlangsung seru dan
dahsyat sekali. Angin pukulan tongkat dan dayung baja itu
terasa oleh semua yang hadir di situ, terasa menyambarnyambar.
Tin Han yang menonton dari tempat sembunyinya,
mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa neneknya kalah
tenaga dan mulailah neneknya itu terdesak. Gerakan
tongkatnya tidak setangkas tadi. Setelah bertandingan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama seratus jurus lebih, neneknya yang seringkali
tergetar ketika senjatanya bertemu dengan senjata lawan itu
mulai kehabisan tenaga.
Kekhawatiran Tin Han segera terbukti. Ketika itu, Nenek
Cia mengerahkan seluruh tenaganya menghantamkan
tongkat naganya, agaknya dengan nekat hendak mengadu
tenaga. Tongkatnya menyambar seperti seekor naga yang
menyerang dan melihat ini, Siang Koan Bhok juga
mengerahkan tenaga pada dayung bajanya, menyambut
hantaman itu dengan tangkisan yang amat kuat. Tak dapat
dicegah lagi, adu tenaga melalui senjata itupun terjadilah.
Dua senjata panjang itu bertemu di udara.
"Darrr. . . .!!!" Terdengar seperti ledakan ketika dua buah
senjata itu bertemu di udara. Siang Koan Bhok terdorong
mundur tiga langkah, akan tetapi Nenek Cia terhuyunghuyung
dan tongkatnya hampir terlepas dari pegangannya.
Pada saat ia kehilangan tenaga dan keseimbangannya itu,
mulutnya juga mengeluarkan darah segar tanda bahwa
nenek ini telah menderita luka dalam yang parah, Siang
Koan Bhok masih mengayun dayung bajanya, mengirim
hantaman ke arah kepala Nenek Cia. Agaknya dia hendak
memenuhi ancamannya tadi hendak melumatkan kepala
nenek itu dengan dayung bajanya.
Pada saat itu tampak sesosok bayangan menyambar dan
dayung baja yang sudah menyambar itu tertahan di udara.
Siang Koan Bhok terkejut sekali dan menarik kembali
dayungnya. Pada saat itu, Tin Han sudah menyambar tubuh
neneknya yang terhuyung sehingga tidak sampai terjatuh.
"Nek, bagaimana keadaanmu nek?" tanya Tin Han dan
segera dia memegang nadi tangan neneknya. Nadinya
berdenyut lemah sekali dan Nenek Cia hanya menggeleng
kepalanya, lalu melepaskan diri dari rangkulan Tin Han,
duduk bersila mengatur pernapasan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian-te Mo-ong segera melangkah maju dan dengan
gembira dia berkata lantang. "Nah, Keluarga Cia, pihakmu
telah kalah. Apakah ada lagi yang berani mencoba-coba
untuk maju?"
Sebelum lain orang menjawab, Tin Han sudah melompat
berdiri dan dia yang menghadapi Thian-te Mo-ong sambil
berkata, "Akulah yang maju mewakili Keluarga Cia!"
Melihat pemuda itu, Thian-te Moong berkata, "Siapakah
engkau, orang muda?"
"Aku bernama Tin Han, cucu dari Nenek Cia."
Melihat Tin Han yang mereka kira telah tewas itu maju,
Cia Kun cepat berkata, "Tin Han, jangan sembrono. Biarkan
aku yang maju!" bentaknya.
Tin Han menghibur ayahnya, "Ayah, kalau Nenek saja
kalah, apakah ayah kira mampu menandingi Siang Koan
Bhok? Biarkan aku yang maju untuk mencoba-coba, hitunghitung
aku menebus dosa dan kalau aku kalah olehnya,
barulah ayah yang maju sendiri," kata-kata Tin Han ini
terdengar demikian meyakinkan. Diam-diam Cia. Kun,
ayahnya berpikir. Mereka semua telah tahu bahwa Tin Han
ternyata Si Kedok Hitam yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Siapa tahu pemuda itu benar-benar akan dapat
menandingi Siang Koan Bhok! Maka dia mengangguk lalu
mundur. Ketika Cia Tin Siong hendak maju melarang
adiknya, Cia Kun memberi isyarat agar Tin Siong
membiarkan Tin Han main lebih dulu.
Akan tetapi Thian-te Mo-ong tertawa bergelak. Kini dia
tahu bahwa Tin Han adalah seorang cucu lain dari Nenek
Cia yang dikabarkan tidak memiliki ilmu silat, melainkan
hanya pandai sastra, maka dia mengambil keuntungan ini
dan berkata, "Saudara Siang Koan Bhok telah menangkan
pertandingan, harap beristirahat dulu. Biarkan aku sendiri
yang akan menghadapi pemuda ini!" Berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian-te Mo-ong melangkah maju menghadapi Tin Han
tanpa mencabut sepasang pedangnya. Jelas bahwa dia
memandang ringan lawannya.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru