Selasa, 24 April 2018

Cersil Pedang Penakluk Iblis 2

-----
"Boleh, dan ini bukan berarti bahwa aku mengajar PaK-kek Sinciang
kepadamu, Suheng, karena kau pun kelak akan diberi
pelajaran oleh Ayah. Dan tentu ilmu silatmu itu aku senang sekali
kau dapat mempelajarinya." Hui Lian memandang ke wajah
suhengnva yang kini sudah merupakan pemuda berusia delapan
belas tahun itu dengan kagum. Ia kini mulai mempunyai pandangan
lain terhadap Kong Ji, tidak lagi berani memandang rendah bahkan
ia kagum sekali karena keadaan pemuda itu benar-benar jauh
daripada persangkaannya semula.
Demikianlah, dengan diam-diam, tanpa diketahui oleh Go Ciang
Le dan yang lain-lain, kedua orang muda ini saling menukar ilmu
silat dan mereka mempunyai hubungan yang makin erat. Setelah
merima Ilmu Silat Tin-san-kang dari Kong Ji, sikap Hui Lan terhadap
pemuda ini- lebih erat dan rapat, dan ia yang berwatak jujur benarbenar
percaya akan kebaikan dan kesayangan hati Kong Ji
terhadapnya. Bahkan dalam usahanya untuk membalas kebaikan
Kong Ji, Hui Lian seringkali bertanya kepada Soan Li tentang Sinciang
yang ia belum tahu betul, untuk kemudian diberikan dan
dijelaskan kepada Kong Ji. Dengan jalan inilah, Kong Ji yang amat
cerdik itu akhirnya dapat mengenaI Pak-kek Sin-ciang, walaupun
hanya teorinya.
Setelah tahu dari Hui Lian betapa sukarnya mempelajari Pak-kek
Sin-ciang, Kong Ji merasa kecewa sekali. Memang betul ia telah
mencoba menjalani syarat-syaratnya, akan tetapi memang pada
dasarnya watak pemuda ini tidak bersih, maka ia selalu gagal
menghadapi godaan daripada nafsu dan perasaan sendiri dalam
samadhi. Oleh karena itu ia memang dapat mainkan Pak-kek Sinciang
yang ia pelajari dari Hui Lian, akan tetapi yang ia miliki hanya
"kulitnya" saja dan isinya bukan Pak-kek Sin-ciang sesungguhnya,
melainkan ia isi dengan tenaga Tin-san-kang dan lweekang yang ia
dapat pelajari. dari See-thian Tok ong. Oleh campuran ini, maka
ilmu silat Pak-kek-sin-ciang yang dimiliki oleh Kong Ji menjadi
299
berubah sifatnya, sudah menyeleweng daripada aselinya, namun
harus diakui bahwa tidak berkurang kelihaiannya bahkan boleh
dibilang lebih ganas dan berbahaya bagi lawan, sungguhpun intinya
tidak sekuat aselinya.
Empat tahun telah lewat dengan cepatnya. Kong Ji telah menjadi
seorang pemuda dua puluh dua tahun, tubuhnya jangkung dan
wajahnya tampan. Soan Li telah menjadi seorang gadis yang
usianya dua puluh tiga tahun, sifatnya lemah-lembut, namun pada
wajahnya yang cantik itu terbayang kematangan jiwa yang
membuat ia makin pendiam dan hemat dengan kata-kata.
Sebaliknya Hui Lian Iaksana sinar matahari yang bercahaya terang,
telah menjadi seorang gadis berusia delapan belas tahun yang tentu
saja cantik jelita, namun juga manja, nakal dan gembira.
Dalam waktu empat tahun ini, kepandaian mereka bertiga telah
meningkat tinggi. Selama delapan tahun Kong Ji menerima latihanlatihan
dari Ciang Le dan selain itu, ia pun telah menguasai ilmu
Pak-kek Sin-ciang yang dapat ia pelajari dari Hui Lian. Hatinya diamdiam
mendongkol sekali dan timbul kebencian, terhadap Ciang Le
karena ternyata bahwa suhunya ini benar-benar tidak menurunkan
Pak-kek Sin-ciang kepadanya! Namun, dengan amat pandainya ia
menyembunyikan perasaannya itu, bahkan makin mendekati Hui
Lian. Terhadap Soan Li, diam-diam hatinya masih menaruh cinta,
namun karena Soan Li makin dingin terhadapnya, lama-lama
perhatian itu ditujukan kepada Hui Lian. gadis yang jujur dan
berhati polos itu.
Adapun Hui Lian seorang gadis remaja yang masih hijau, tidak
dapat menangkap maksud buruk di hati Kong Ji, dan menghadapi
rayuan dan sikap mengasih dari Kong Ji pun percaya bahwa hatinya
telah terpikat oleh pemuda ini.
Pada suatu malam, Hui Lian tidak dapat tidur karena hawa terlalu
panas. Musim panas telah tiba dan kamarnya demikian panas tidak
enak sehingga ia membuka pintu dan berjalan ke belakang, dengan
maksud hendak pergi ke taman mencari hawa segar. Ketika ia lewat
dekat ruangan belakang, ia mendengar ayah bundanya bercakapcakap
dengan Soan Li. Ia mendengar Soan Li terisak, maka
tertariklah hatinya. Dian-diam mendekati pintu dan mendengarkan
300
percakapan itu. Kalau saja sucinya tidak menangis, tentu dia tidak
mau melakukan pengintaian, akan tetapi karena sucinya menangis,
sebagai seorang wanita, sudah sewajarnya kalau ia ingin tahu
sekali. tidak berani muncul begitu saja, maka tiada lain jalan
baginya kecuali berdiri di luar pintu dan mendengar percakapan
mereka.
"Soan Li mengapa kau menangis. Ingat kau sudah berusia dua
puluh tiga tahun, sudah lebih cukup bagimu untuk berumah
tangga," kata Bi Lan dengan suaranya yang halus.
"Semenjak kau berusia tujuh belas tahun, banyak sudah orang
ternama di dunia kang-ouw dan orang-orang bangsawan kaya raya
di daerah ini datang meminangmu, akan tetapi kau selalu menolak.
Hal itu memang kami anggap betul, karena kami sendiri pun ingin
memilihkan seorang suami yang baik untukmu, Soan Li. Akan tetapi,
menurut pandanganku, Kong Ji seorang yang cukup baik dipandang
dari sudut kepandaiannya maupun dari sikapnya. Dia tepat sekali
menjadi suamimu, dan ketahuilah, semenjak kami bertemu dengan
Kong Ji, memang aku dan Subomu telah merencanakan hendak
menjodohkan kau dan Kong Ji. Hanya karena kami menganggap
bahwa sebelum kalian tamat belajar belum tepat melangsungkan
perjodohan, maka baru sekarang ini kami memberitahukan
padamu," kata Ciang Le panjang lebar sehingga Soan Li dan Bi Lan
merasa agak heran. Tidak biasanya Ciang Le bicara demikian
banyaknya.
Mendengar ini, Soan Li makin terengah-engah menangisnya.
Kemudian ia dapat menguasai dirinya dan berkata lirih,
"Suhu, dan juga Subo, mohon ampun sebanyaknya. Suhu dan
Subo maklum bahwa teecu tidak hanya menganggap Suhu dan
Subo sebagai guru, bahkan teecu menganggap sebagai ayah bunda
sendiri.” Sampai di sini, Soan Li kembali mengalirkan air mata
karena terharu. Adapub Hui Lian yang mendengarkan percakapan
dari luar, wajahnya berubah pucat sekali, hatinya perih dan tak
terasa pula dua titik air mata melompat ke atas sepasang pipinya. Ia
merasa telah jatuh cinta kepada Kong Ji, dan percaya pula bahwa
pemuda itu suka kepadanya, ada pun hubungan Kong Ji dengan
Soan Li demikian jauh dan dingin. Sekarang mendengar bahwa
301
Kong Ji hendak dijodohkan dengan Soan Li, maka ia merasa terkejut
sekali. Dadanya berdebar-debar dan ia ingin sekali mendengar apa
yang akan dikatakan oleh Soan Li.
"Muridku yang baik, kau pun kami anggap sebagai anak sendiri.
Kami menganggapmu sebagai kakak dari Hui Lian oleh karena itulah
maka kami sengaja memilih-milih jodoh yang tepat untukmu," kata
Bi Lan dengan suara menghibur dan ia mengelus-elus rambut gadis
itu yang duduk di atas bangku rendah di sebelahnya.
Mendengar ini, makin membanjir air mata dari mata Soan Li.
Gadis ini menjatulikan diri berlutut dan menyembunyikan mukanya
di pangkuan Bi Lan.
"Anak. mengapa kau kelihatan begItu berduka? Apakah yang
mengganggu pikiranmu?” tanya Ciang Le yang bermata tajam dan
yang dapat menduga bahwa tentu ada sesuatu yang terkandung di
dalam hati muridnya ini.
"Teecu, layak dipukul mati...." kata Soan Li. "Seharusnya teecu
berterima kasih atas budi kecintaan Suhu dan Subo, rela untuk
mengorbankan nyawa teecu yang tidak berharga untuk Suhu dan
Subo, akan tetapi sekarang, baru urusan perjodohan saja teecu
sudah memperhkatkan sikap tidak menyenangkan...."
"Katakanlah, apa yang kaupikirkan, Soan Li?" tanya Bi Lan, kini
ingin tahu juga apa yang hendak diajukan Soan Li sebagai alasan
keberatan terhadap perjodohan itu.
"Sesungguhnya amat sukar teecu bicara, dan seyogyanya teecu
minerima saja tanpa banyak rewel. Akan tetapi, karena teecu
anggap bahwa hal ini harus teecu kemukakan demi kebaikan Suhu
dan Subo sendiri, terutama demi kebaikan Adik Hui Lian, terpaksa
teecu memberanikan diri membuka mulut. Teecu rela menerima
hukuman setelah teecu bicara, dan setelah Suhu mendengar
keterangan teecu, teecu pun siap menerima semua keputusan."
Hui Lian makin terkejut dan detak jantungnya menghebat. Apa
maksud Soat Li maka membawa-bawa namanya dalan urusan itu?
"Semenjak Liok-sute datang ke sini entah mengapa teecu selalu
merasa tidak suka kepadanya. Teecu sering kali menegur perasaan
302
sendiri dan menganggap bahwa teecu tentu keliru. Akan tetepi
akhir-akhir ini, ternyata perasaan teecu itu tidak membohongi teecu.
Ada sesuatu yang membuat teecu terpaksa harus berterus terang
kepada Suhu dan Subo tentang din Liok-sute...."
Sampai di sini, kembali Soan Li kelihatan ragu-ragu dan pada
saat itu tiba-tiba Ciang Le menengok ke arah pintu sambil
membentak dengan alis berkerut, "Hui Lian sejak kapan kau belajar
menjadi pengintai? Hayo kau masuk saja!”
Hui Lian kaget bukan main. ia memang tahu betul akan kelihaian
ayahnya, namun dapat mengetahui kedatangannya biarpun ia telah
mempergunakan ginkangnya, itulah hebat! Ia makin kagum kepada
ayahnya dan dengan muka merah sekali ia masuk melalui pintu ke
dalam ruang belakang ini.
"Ayah, aku merasa panas di kamar dan hendak ke taman...."
katanya gagap. "Aku tahu, kau mendengar percakapan kami dan
berdiri di luar pintu. Hui Lian, jangan sekali-kali kau berbuat hal
seperti itu lagi. Kalau mau masuk, masuk saja, kalau tidak lebih baik
pergi menjauh, jangan mendengar percakapan orang!" kata
ayahnya.
Hui Lian menundukkan mukanya dan ia lalu duduk di atas sebuah
bangku rendah tak jauh dan ayahnya.
Melthat munculnya Hui Lian, Soan menjadi makin tidak enak hati.
Ia berkali-kali memandang kepada Suhunya kemudian kepada Hui
Lian, hatinya berat sekali untuk bicara.
"Soan Li kauteruskan keteranganmu. Tak usah kau berlaku
sungkan dan tak usah kau menyembunyikan sesuatu. Biar pun Hui
Lian berada di sini, namun adalah Sumoimu atau seperti Adikmu
sendiri. Kita semua adalah sekeluarga dan sekarang ini adalah
percakapan keluarga yang tak boleh diadakan segala macam
rahasia!" kata pula Ciang Le dan biarpun suaranya halus dan
tenang, namun mengandung pengaruh besar dan membuat hati
Soan Li dan Hui Lian tunduk dan takut.
"Suhu dan Subo, demi kebahagian rumah tangga Suhu, teecu
akan berterus- terang. Ada sesuatu dalam diri Liok-sute yang ganjil,
303
seakan-akan dia menyembunyikan sesuatu rahasia yang aneh dan
menakutkan."
Ciang Le mengangguk. "Sejak dulu aku pun mempunyai
keraguan, dari sinar matanya memang ada sesuatu yang aneh.
Karena itu aku tidak mau menurunkan Ilmu Pak kek Sin-ciang
kepadanya. Akan tetapi sikapnya selama delapan tahun ini baik
sekali sehingga keraguanku lenyap dan dia mendatangkan kesan
baik dalam hatiku."
"Akan tetapi Suhu, belum lama ini tecu kebetulan sekali melihat
dia... melatih diri dengan Pak-kek Sin-ciang!"
Keterangan ini demikian mengejutkan hingga keadaan di situ
sunyi, Hui Lian menundukkan mukanya. Ciang Le memandang
kepada Soan Li dengan mata terbelalak, sedangkan Bi Lan
mengerling ke arah puterinya.
'Apa kaubilang? Betul-betulkah itu? Apakah boleh jadi dia
mengintai ketika aku memberi latihan kepada kau dan Hui Lian?"
"Entahlah, Subo. Hanya teecu mellhat gerakannya itu, biarpun
boleh dibilang baik sekali, namun isinya tidak seperti sebagaimana
mestinya. Isi pukulan dan jurus-jurus Pak-kek Sin ciang yang dia
mainkan itu adalah hawa pukulan yang aneh dan dahsyat."
"Aneh, aneh sekali. teruskan keteranganmu, Soan Li. Apa pula
yang kau ketahui tentang Sutemu itu."
"Teecu memberitahukan hal ini karena itu adalah sesuatu yang
amat ganjil sehingga teecu pikir Suhu akan dapat berlaku hati-hati.
Dan soal ke dua, membuat teecu berani menyatakan tidak setuju
akan perjodohan itu, bukan sekali kali hanya berdasarkan rasa tidak
suka teecu kepadanya, akan tetapi sesungguhnya...." Sampai di sini
Soan Li memandang kepada Hui Lian dan mukanya menjadi sedih.
"Teruskan saja, Soan Li. Kau tidak mengadu atau bicara jahat,
akan tetapi demi kebaikan bersama,” kata Bi Lan. Nyonya ini
maklum bahwa tentu ada suatu dengan diri Hui Lian, dan ia sudah
merasa tegang dan cemas.
"Sumoi, kauampunkan Cicimu ini yang jahat dan rendah budi.
Namun aku terpaksa... demi kebaikanmu sendiri...." Hu Lian
304
mengangkat mukanya. Gadis ini mempunyai kejujuran dan di
samping ini juga ketabahan, maka sambil tersenyum akan tetapi
mukanya pucat ia berkata,'
“Teruskanlah Suci. Tak usah khawatir kalau memang yang keluar
dari mulut adalah hal-hal yang sebenarnya."
"Suhu, dan juga Subo. Teecu melihat bahwa hubungan antara
Adikku Hui Lian dan Liok Sute amat erat, amat rukun dan baik.
Bahkan, kalau teecu tidak salah kira di antara mereka ada rasa suka
yang besar. Dan selain itu... mereka sering kali berlatih bersama
dan Sumoi seakan-akan amat tertarik kepadanya. Hal inilah yang
menggelisahkan hati teecu selama ini. Menurut anggapan teecu,
Sute hendak mempermainkan Sumoi, sangat boleh jadi dia sengaja
menarik hati Sumoi yang masih amat muda ini untuk….. untuk dapat
belajar Pak-kek Sin-ciang."
"Suci kau tak tahu malu!" Hui Lian membentak sambil berdiri,
mukanya merah dan matanya bersinar-sinar. "Kau... kau iri hati...!!"
"Hui Lian, diam kau!!" Ciang Le membentak marah. Pendekar ini
sekarang lenjadi pucat wajahnya, sedangkan Bi Lan juga pucat
sekali.
Terdengar Soam Li menangis. “Suhu dan Subo, juga kau Adikku
Hui Lian, aku bersumpah kepada Thian bahwa tidak sekali-kali
dalam hatiku ada maksud jahat Suhu, sesungguhnya teecu khawatir
kalau sampai Adik Hui Lian masuk perangkap dan teecu khawatir
kalau kalau Suhu salah pilih ketika mengambil Sute sebagai murid.
Kalau semua dugaan teecu keliru boleh bunuh teecu sekarang juga!
Sebaliknya kalau Suhu tetap hendak menjodohkan teecu dengan
dia, biarpun tercu tidak suka kepadanya, teecu akan menerima
dengan hati berdarah. Apa saja untuk membalas budi Suhu dan
Subo'"
Hati Ciang Le tidak karuan rasanya. Seakan-akan hendak
meledak dadanya, Ia marah sekali, marah kepada Kong Ji kepada
Hui Lian, juga kepada Soan Li.
"Hui Lian, apakah engkau memberi pelajaran Pak-kek Sin-ciang
kepadanya?”' tanyanya kepada puterinya itu yang membelalakkan
mata, takut kalau-kalau ayahnya akan memukulnya saking marah.
305
Hui Lian menjadi pucat sekali, namun ia tidak gentar. ia berdiri
menghadap ayahnya dan berkata tegas.
"Memang betul, Ayah! Akan tetapi bukan sekali-kali anak
membuka rahasia Pak-kek Sin-ciang karena anak sengaja tidak
membocorkannya dan melanggar sumpah. Anak pikir bahwa
akhirnya sebagai murid Ayah, Suheng tentu akan menerima
pelajaran Pak-kek Sin-ciang pula. Dan selain ini, Suheng tidak
menerima begitu saja, hanya mendengar teorinya dari anak dan
sebagai imbalannya, anak diberi pelajaran olehnya..." Sampai di sini
Hui Lian tiba-tiba menghentikan kata-katanya karena baru ia ingat
bahwa ia tidak boleh membocorkan rahasia suhengnya itu!
Akan tetapi sudah terlanjur dan tak dapat ditarik kembali.
Ayahnya menahan kemarahannya dan di dalam hatinya, pendekar
yang bijaksana ini memang dapat menganggap bahwa alasan Hui
Lian memang tepat.
"Pelajaran apakah yang dapat ia berikan kepadamu?" tanyanya.
Terpaksa Hui Llan mengaku terus terang karena ia sudah tak
dapat mundur lagi. "Ayah, sesungguhnya Suheng bukanlah seorang
yang bodoh seperti yang kita kira. Dia mempunyai banyak ilmu silat
yang aneh-aneh, dan teecu menerima sebuah di antaranya, yakni
Ilmu silat yang mempunyai kelihatan hampir sama dengan Pak kek
Sin-ciang, bahkan dalam penggunaan tenaga agaknya lebih hebat.
Ciang Le mengerutkan alisnya, nampaknya tertarik sekali. ia lalu
melompat berdiri.
"Coba kauserang aku dengan ilmu aneh itu!" perintahnya.
Hui Ltan tidak ragu-ragu lagi karena ia maklum akan kelihaian
ayahnya di dalam kesempatan ini ia hendak memperlihatkan
kehebatan ilmu pukulann yang ia peroleh dari Kong Ji, maka ia lalu
mengerahkan tenaga Tin-san-kang dan menyerang dengan
sungguh-sungguh. Dengan begini ia harap ayahnya akan
menghargai ilmu ini dan tidak akan terlalu menyalahkannya bahwa
ia telah menukarnya dengan teori Pak kek Sin ciang.
306
"Jagalah, Ayah!" katanya gembira dan ia lalu memukul, dengan
kedudukan tubuh rendah. Dengan kedua tangan ia mendorong dada
ayahnya, inilah pukulan yang terkuat daripada Tin-san-kang.
Ciang Le terkejut sekali ketika merasa sambaran hawa pukulan
yang amat dahsyat ke arah dadanya. Ia lalu mengerahkan tenaga
lweekang, mempergunakan hawa murni menjadi tenaga lemas dan
dadanya menerima dorongan itu.
Dada itu terasa oleh kedua tangan Hui Lian amat lunak, akan
tetapi tenaga Tin-san-kang di tangannya dihisap lenyap dan ia
sendiri yang terhuyung-huyung setelah terpental ke belakang oleh
kembalinya tenaganya sendiri'
"Pukulan apakah ini" Ciang Le benar-benar terkejut karena
dengan Pak-kek-sin-ciang, tak mungkin putertnya mempunyai hawa
dorongan yang demikian dahsyatnya. ia memang belum pernah
melihat Tin-san-kang yang diciptakan oleh Giok Seng Cu belum lama
berselang, sedangkan dahulu ketika ia menghadapi Seng Cu (baca
Pendekar Budtman). Giok Seng Cu belum mempunyai Tin-san-kang.
"Coba kau bersilat dengan ilmu itu sampai habis." perintahnya
kepada Hui Lian. Gadis ini tadi terkejut sekali karena ternyata bahwa
pukulan Tin-san-kang itu tidak ada artinya bagi ayahnya, maka kini
ia bersilat sebaiknya mainkan ilmu silat yang selalu mengambil
kedudukan rendah itu.
"Cukup!" kata Ciang Le. “Dari mana dia mendapatkan ilmu silat
ini?"
"Menurut Suheng, katanya ia belajar dari See-thian Tok-ong,"
jawab Hui Lian perlahan.
Ciang I.e berpikir keras. ia tahu bahwa See-thian Tok-ong adalah
orang dari See-thian (barat) sedangkan ilmu silat yang baru saja
dimainkun oleh puterinya itu, biarpun gerakan-gerakan aneh,
namun kedudukan kakinya jelas sekali menunjukkan gaya dari utara
bahkan satu sumber dengan Pak-kek Sin-ciang!
"Panggil Kong Ji ke sini. Lekas!” bentaknya kepada Hui Lian.
Gadis ini segera berlari keluar menuju ke kamar Kong Ji yang
307
terletak di bangunan sebelah kiri, agak jauh dari bangunan pusat,
terhalang oleh taman.
Akan tetapi, ketika Hui Lian tiba di kamar Kong Ji melihat kamar
itu kosong. Sunyi sekali di situ karena memang situ tidak ada
pelayan dan biasanya Kong Ji berada seorang diri saja di kamarnya.
Hui Lian berdiri bagaikan patung, hatinya tidak karuan rasanya.
"Liok-suheng...!" ia memanggil perlahan, keluar dari kamar itu,
berdiri di tengah taman.
"Sumoi, aku di sini. Kau keluarlah...!" terdengar suara Kong Ji
dari luar pagar tembok taman!
Hui Lian berlari dan melompat tembok pagar itu. Ketika ia tiba di
luar pagar tembok, ia melihat bayangan Kong Ji di situ, dan pemuda
ini telah menggendong buntalan pakaian yang besar.
"Sumoi, hayo kita pergi agak jauh untuk bicara!" Sambil berkata
demikian pemuda itu lalu berlari cepat menuju ke utara di mana
terdapat sebuah hutan kecil.
Hui Lian ragu-ragu. "Suheng, Ayah hendak bicara denganmu...."
"Marilah ikut sebentar, kita dapat bicara di tempat agak jauh,"
kata Kong Ji tanpa menoleh.
Terpaksa Hui Lian berlari mengejar Setelah tiba di dekat hutan,
barulah Kong Ji menghentikan larinya.
"Sumoi, aku tak dapat bertemu dengan Ayahmu. Suhu tentu
marah besar kepadaku. Suci sudah mengadu yang bukan-bukan,
sungguh memalukan dan menyedihkan.” Sampai di sini Kong Ji
terisak, dan karena keadaan gelap Hui Lian tidak dapat melihat
wajah suhengnya, namun ia tahu bahwa suhengnya menangis
saking sedihnya.
"Kau tahu semua yang dibicarakan Suheng?"
"Aku tahu, aku sudah sejak tadi mendengar dari atas genteng."
Diam-diam Hui Lian memuji dan kagum sekali. Dia yang hanya
berdiri di luar pintu, ayahnya tahu akan kehadirannya. Akan tetapi
suhengnya ini dapat mengintai dari atas genteng tanpa diketahui
ayahnya!
308
"Lebih baik kau berterus terang kepada Ayah. Kau toh tidak ada
kesalahan apa-apa. Kau belajar Pak kek Sin ciang dariku, dan akulah
yang bersalah," kata Lian Hui menghibur.
"Tidak, Sumoi. Biarpun Suhu tidak akan marah kepadaku, akan
tetapi aku malu dan sakit hati sekali kepada Suci yang sudah
menghinaku dan mengira yang akan-bukan. Lagi pula aku... aku
tidak suka dijodohkan dengan dia...." suara Kong Ji perih sekali
karena mendengar penolakan Soan Li. Ketika ia mendengar bahwa
ia akan dijodohkan dengan Soan Li, ia, bisa berjingkrak-jingkrak
saking girangnya, akan tetapi alangkah hancur hatinya ketika ia
mendengar betapa Soan Li tidak saja menolak, bahkan memburukburukkan
namanya dan dengan jelas sekali menelanjangi dadanya
sedemikian rupa. Berbahaya benar Soan Li agaknya yang dapat tahu
segala isi hatinya itu.
"Suheng, Suci adalah seorang yang baik...."
"Tidak, Sumoi, apakah kau masih belum tahu bahwa bukan dia
yang menawan hatiku?"
Berdebarlah hati Hui Lian mendengar ini. Ia maklum bahwa
suhengnya ini sayang atau cinta kepadanya, hal ini sering dapat
ditangkap dari kata-kata dan sikap pemuda itu terhadapnya. Diamdiam
ia bersyukur mendengar kata-kata terakhir ini.
"Habis, kalau pergi. bagaimana, Suheng....? hendak ke manakah
kau, dan apakah Ayah takkan marah...?"
"Sumoi, aku benar-benar sakit terhadap hinaan Suci. Aku harus
melakukan sesuatu, melakukan sesuatu untuk membuktikan kepala
Suhu bahwa tidak percuma aku menjadi muridnya. Aku hendak
pergi mencari orang-orang jahat dari Im-yang-bu-pai, hendak
kuhancurkan Im yang-bu-pai, hendak kubasmi Bu-cin pang yang
sudah menjadi biang keladi kehancuran Hoa-san-pai, hendak kucari
See-thian Tok-ong dan Giok Seng Cu, akan kukalahkan mereka
untuk menjunjung nama besar Suhu. Juga akan kucari di mana
adanya Lie Bu Tek Suheng, akan kucari pula Adik Sin Hong dan
terutama sekali... akan kucari kitab-kttab rahasia peninggalan
Sucouw Pak Kek Siansu. Akulah yang akan menjadi ahli warisnya
309
dan aku yang akan menjunjung tinggi nama Luliang-san juga nama
Suhu."
Hui Lian mendengarkan dengan hati berdebar. Alangkah gagah
dan mulianya hati suhengnya ini. Sucmya, Soan Li benar-benar tolol
dan salah duga. Orang begini mulia dan gagah dicaci maki
sedemiktan rupa!
"Sumoi, kalau kau... suka turut kepadaku kau pun akan
mengambil bagian dalam tugas-tugas suci ini. Siapa tahu kita
berdua yang akan mendapatkan kitab rahasia itu, kita berdua yang
akan menghancurkan musuh-musuh besar yang dibenci Ayahmu.
Marilah kau ikut dengan aku, Sumoi."
Berdebar lebih keraslah hat; Hut Lian.
"Akan tetapi, Ayah...."
"Sumoi, bukan aku saja yang dihina oleh Suci Soan Li. Kau pun
dihinanya, dibuka rahasiamu mengajar Pak-kek Sinkang kepada
Suhu. Suci ternyata memunyai hati yang penuh iri dan dengki, dan
celakanya, agaknya Suhu dan Subo percaya kepadanya. Biarlah
Suhu dan Subo kelak melihat bahwa kau dan aku yang betul, bahwa
Suci tidak bisa apa-apa hanya bisa mengacaukan saja. Marilah kita
pergi, Sumoi."
Pada saat itu bulan tersembul di balik awan dan Hui Lian melihat
pedang tergantung di pinggang Kong Ji.
"Eh, kau membawa Pak-kek-sin kiam?" tanyanya terkejut.
"Hanya pinjam untuk menunaikan tugas ini, Sumoi. Pedang ini
dahulu aku yang mendapatkan, bahkan kalau tidak aku yang
memberi tahu, Suhu juga tidak akan tahu bahwa pedang ini berada
di tangan See-thian Tok-ong. Sekarang aku bukan mencuri, hanya
akan meminjam dan mewakili Suhu menghajar kepada orang-orang
jahat itu, untuk membalas dendam ayah bundaku, membalas
dendam Ayah Bunda Adik Sin Hong, dan membalas dendam Hoasan-
pai serta kematian Suhu Liang Gi Tojin. Hayo ikut saja, Sumoi.
Akulah yang menjamin bahwa kelak Ayahmu tidak akan marah
bahkan bangga melihat puterinya demikian gagah perkasa dan
berjiwa pendekar seperti ayahnya!"
310
Hui Lian memang masih berhati kanak-kanak. Ia mudah sekali
dibujuk dan timbulnya ialah karena ia sudah menaruh kepercayaan
sepenuhnya kepada Kong Ji.
Melihat keraguan Hui Lian, Kong Ji mulai merasa mendapat
angin.
"Sumoi, tanpa bantuanmu, mungkin aku kurang kuat. Mungkin
aku akan tewas dalam melakukan tugas ini. Akan tetapi dengan kau
di sampingku, aku merasa kuat sekali, biar raja iblis keluar dari
neraka, dengan kau di sampingku, aku akan sanggup
mengalahkannya. Kalau kau tidak mau ikut, aku pun tidak dapat
memaksa, dan dalam setiap pertempuran berbahaya, aku hanya
akan membayangkan wajahmu dan menganggap kau disampingku
sehingga aku akan kuat. Kalau aku kalah dan tewas.... sudahlah,
kita takkan bertemu kembali, Sumoi. Selamat tinggal...." Kembali
suara Kong Ji terdengar seperti orang terisak menangis dan pemuda
ini lalu berjalan pergi.
Untuk beberapa lama Hui Lian berdiri termenung, kemudian ia
memanggil: "Tunggu dulu, Suheng...."
Kong Ji cepat membalikkan tubuhnya. "Jadi kau mau ikut,
Sumoi...?" tanyanya girang.
"Akan tetapi Ayah dan Ibu... tak mungkin aku pergi begini saja
tanpa. memberi tahu mereka..."
"Kalau memberi tahu, tentu Ayah Bundamu mencegah. Kita pergi
bukan untuk berbuat jahat, kita berjuang, menunaikan tugas suci,
mengapa harus ragu-ragu dan memberi tahu? Lebih baik tidak
memberi tahu dan kelak kalau kita sudah berhasil pulang, tentu
mereka akan lebih bangga lagi.”
"Hui Lian.....!. terdengar panggilan. Itulah suara Soan Li.
Agaknya gadis itu menyusul dan mencarinya, tentu disuruh oleh
Ciang Le untuk menyusul Hui Lian yang begitu lama belum juga
kembali dari memanggil Kong Ji.
Memang benar demikian, Soan Li tadinya disuruh menyusul Hui
Lain, akan tetapi ketika mendapatkan sumoinya itu tidak ada,
sedangkan Kong Ji juga tidak dapat dicari, Soan Li menjadi curiga
311
dan gelisah sekali. ia melompat ke atas pagar tembok dan
memandang ke sekelilingnya, akan tetapi karena malam itu agak
gelap, ia tidak melihat sesuatu, juga tak mendengar suara orang.
Soan Li lalu melompat turun dan mengejar ke utara, karena ia
pikir bahwa hanya di utara terdapat hutan, jadi kalau ada orang
melarikan diri, hutan itulah yang paling tepat untuk dituju. Dengan
gerakannya yang gesit dan ringan sekali, Soan Li bergerak maju. Di
dalam gelap, ia kelihatan seperti bayangan iblis menghitam yang
terbang karena kedua kakinya tertutup oleh pakaian yang panjang
dan longgar. Akan tetapi, di waktu bulan muncul keluar dari balik
mega dan meyinari gadis yang baru lari cepat ini, nampak seperti
seorang bidadari yang turun dari bulan untuk bermain-main di
tempat sunyi itu. Sambil berlari, Soan Li menengok ke sana ke mari
dan memasang telinga, kadang-kadang memanggil nama Hui Lian,
"Hui Lian...! Hui Lian Sumoi...!!"
Tiba-tiba dari belakang sebatang pohon berkelebat bayangan
hitam dan Kong Ji muncul di hadapannya. "Gak-suci, mencari
siapakah?" tanya pemuda ini.
Melihat munculnya pemuda ini begitu tiba-tiba mau tak mau Soan
Li menjadi terkejut juga dan hatinya berdebar.
"Kau...? Suhu memanggilmu lekas pulang. Di mana Hui Lian
Sumoi yang tadi mencarimu atas perintah Suhu?"
Akan tetapi sebagai jawaban tiba-tiba kedua tangan Kong Ji
bergerak menyerangnya! Tangan kiri pemuda ini dengan jari
terbuka menotok ke arah lambungnya, dilakukan dengan cepat dan
bertenaga.
Soan Li kaget sekali. Di dalam gelap ia tidak begitu dapat melihat
gerak Kong Ji namun gadis ini telah terlatih baik, pendengarannya
amat tajam, dan dari sambaran angin yang dahsyat, maklum bahwa
Kong Ji telah menyerang lambungnya dengan tenaga yang akan
dapat menewaskannya, sedikitnya melukainya dengan hebat.
"Bangsat!" bentaknya dan gadis ini cepat menggunakan lengan
kanan menangkis mengerahkan tenaga lwekangnya dan siap untuk
menyusulkan tangan kiri membalas serangan Kong Ji.
312
Akan tetapi, ia tadi tidak melihat gerakan tangan kanan pemuda
itu yang tiba-tiba mengebutkan sesuatu di depan mukanya. Soan Lt
mengelak dan dengan mudah kebutan itu dapat dihindarkan dan
mukanya tidak terkena serangan aneh itu. Namun tiba-tiba Soan Li
mengeluh, matanya berkunang, hidungnya mencium bau harum
yang amat menyesakkan dada dan kepalanya seperti berputar. Ia
kaget bukan main dan biarpun ia belum mempunyai banyak
pengalaman pertempuran dan tidak pernah menghadapi orangorang
kang-ouw, namun ia sudah banyak mendengar penuturan
Suhunya. Oleh karena itu ia maklum bahwa ia telah terkena hawa
beracun yang disebar oleh Kong ji. Dengan sekuat tenaga ia
menahan napas dan mengerahkan hawa murni di dalam tubuh
untuk mengusir pengaruh bisa itu, namun Kong Ji sudah
mendahuluinya. Sekali saja tangan Kong Ji bergerak, jalan darah thi
hu-hiat di tubuhnya telah kena ditotok dan seketika itu juga
lemaslah tubuh Soan Li.
Kong Ji memeluknya, memeluk dengan erat lalu berbisik di dekat
telinganya.
"Soan Li, kau sungguh kejam, kau menghinaku semau dan
seenaknya saja. Kau keterlaluan, Soan Li. Semenjak dulu aku
tergela-gila kepadamu. Alangkah cantiknya wajahmu, akan tetapi
hatimu kejam terhadapku. Biarpun demikian, Soan Li aku tetap cinta
padamu dan aku bersumpah bahwa pada suatu hari kau tentu akan
tunduk kepadaku, kau pasti akan menjadi kekasihku yang taat."
Terdenga Kong Ji tertawa menyeramkan, tertawa perlahan dan
lambat dan tangannya membelai-belai muka yang halus itu,
membelai rambut yang lemas dan hitam itu.
Bergidiklah Soan Li ketika mendengar suara ketawa ini. Semenjak
kenal dengan Kong Ji belum pernah ia mendengar pemuda itu
tertawa seperti ini, seperti suara ketawa iblis. Terpaksa ia
meramkan mata ketika merasa betapa pemuda itu meraba-raba
mukanya, membelai-belai rambutnya. Selama hidupny ia belum
pernah Soon Li tersentuh oleh tangan laki-laki, dan sekarang berada
dalam pelukan Kong Ji dan dirayu sedemikian itu, ia hampir pingsan
karena muak dan benci!
313
"Suheng, lekaslah, aku khawatir kalau-kalau Ayah akan menyusul
ke sini," terdengar suara Hui Lian dan dalam hutan.
Kong Ji tersentak kaget dan sadar kembali dari pengaruh hawa
nafsunya yang membuatnya seperti iblis.
"Baik, Sumoi, tunggu sebentar!" jawabnya kemudian ia
mendckatkan mukanya di telinga Soan Li dan berbisik, "Soan Li, kau
tinggi hati dan sombong, Kau memandang rendah kepadaku, akan
tetapi kelak aku akan mematahkan kesombonganmu itu. Kelak kau
akan tahu bahwa Kong Ji bukanlah orang yang boleh kauhina begitu
saja. Rebahlah!" ia mendorong tubuh Soan Li yang segera terguling
dan rebah di atas tanah yang basah dan dingin. Kong Ji kembali
tertawa perlahan seperti tadi, kemudian sekali berkelebat ia
menghilang di dalam hutan.
Dengan sekuat tenaga, Soan Li mengerahkan lweekangnya.
Setelah bergulat dengan pengaruh totokan, akhirnya ia dapat
membebaskan diri dan begitu sadar, ia segera bangun duduk dan
menangis tersedu-sedu. Ia merasa malu, kecewa, gemas, dan benci.
Ia merasa terhina luar biasa sekali dan ingin ia segera membunuh
diri karena gemas terhadap diri sendiri mengapa ia begitu sembrono
sehingga mudah saja diserang secara menggelap oleh Kong Ji.
Kalau saja Kong Ji tidak mempergunakan hawa beracun yang lihai
dan tidak terduga datangnya tadi, tak mungkin ia akan kalah. Ia
merasa kulit mukanya yang tadi diraba-raba oleh Kong Ji amat
panas, merasa seakan-akan kulit muka itu menjadi kotor sekali dan
ingin ia membeset membuang kulit muka yang telah dijamah itu.
Bahkan rambut yang dibelai-belai terasa gatal dan kotor dan ingin
menjambak dan mencabuti rambut itu.
"Jahanam Kong Ji... tunggulah saja, aku bersumpah akan
membalas penghinaanmu ini!" sambil menangis tersedu-sedu ia
berkata seorang diri penuh kebencian terhadap Kong Ji. Kadangkadang
ia bergidik kalau memikirkan peristiwa tadi. Kong Ji benarbenar
seorang iblis suara tawanya, suara bicaranya, benar-benar
mendirikan bulu tengkuk. Kalau ia membayangkan apa yang akan
terjadi dengannya kalau Hui Lian tidak memanggil Kong Ji,
gemetarlah tubuh Soan Li.
314
"Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri,
Jahanam...." berkali-kali ia mengambil keputusan.
"Soan Li, mengapa kau menangis di sini?” tiba-tiba terdengar
suara teguran di belakangnya dan hampir saja Soan Li berseru
kaget. Ia tersentak dan cepat memandang. Ketika melihat bahwa
yang berdiri di situ adalah subonya, ia cepat menjatuhkan diri
berlutut dan menangis lagi.
"Soan Li, apa yang telah terjadi?" Bi Lan bertanya, "Tenangkan
hatimu dan bicaralah."
"Sumoi telah,.. pergi bersama dia. Teecu berhasil mengejar dan
tak terduga- duga manusia busuk itu menyerang, teecu... roboh dan
tak dapat mengejar lebih lanjut."
"Kaumaksudkan Kong Ji? Dia merobohkanmu lalu melarikan diri
bersama Hui Lian!" Bi Lan berseru keras dan nyonya ini mulai
marah.
"Betul, Subo. Kalau jahanam itu berkelahi dengan jujur, belum
tentu teecu mudah dikalahkan, akan tetapi dia curang sekali dan dia
mempergunakan sesuatu entah apa, hanya tiba-tiba teecu mencium
bau yang harum menyesakkan napas dan kepala teecu pusing,
maka teecu tidak berdaya dan kena ditotok."
Tiba-tiba Ciang Le mendekati Soan Li dan hidungnya
berkembang-kempis di dekat rambut gadis itu.
"Hmm, dia telah mempergunakan racun Bunga Ang-goat-hoa
(Bunga Bulan Merah) yang hanya terdapat di barat. Racun ini tentu
dia dapatkan dan pelajari dari See-thian Tok-ong."
“Kemana lari mereka?" tanya Bi Lan bernafsu.
"Ke dalam hutan, Subo, selanjutnya entah ke mana karena teecu
tidak berdaya dan lama baru berhasil membebaskan diri dari
totokan."
"Keparat!" Bi Lan berkelebat dan menghilang ke dalam hutan.
Ciang Le melompat dan berseru,
"Isteriku, takkan ada gunanya! Malam begini gelap dan hutan itu
banyak sekali jurusannya, ke mana kita harus mengejar?"
315
Akhirnya Bi Lan terpaksa menyerah dan tak melanjutkan
pengejarannya, karena mengejar di dalam gelap tanpa mengetahui
arah tujuan mereka yang dikejar, benar-benar merupakan hal tak
masuk di akal.
"Suhu dan Subo, biarlah teecu yang akan mencari mereka sampai
dapat, kalau belum bertemu, teecu takkan kembaIi." kata Soan Li
menahan tangisnya.
"Aku sendiri yang akan pergi, Soan Li bersama Subomu. Kalau
benar seperti dugaanmu bahwa dia jahat sekali, dia amat berbahaya
dan terlalu kuat bagimu. Ilmu silat yang diperlihatkan Hui Lian saja
sudah amat berbahaya apalagi kalau dia masih mempergunakan
hawa pukulan beracun. Dia bukan Iawanmu, Soan Li."
Gadis itu tidak membantah, Ciang Le lalu mengajak isterinya
untuk pulang dan berkemas, karena pada keesokan harinya mereka
akan berangkat mencari Hui Lian dan Kong Ji. Soan Li
diperkenankan terus ke kamarnya untuk beristirahat, karena gadis
itu baru saja menghadapi hal sangat menggelisahkan dan
menegangkan hati.
Akan tetapi, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Ciang Le
dan Bi Lan mendapatkan kamar Soan Li sudah kosong! Mudah saja
bagi Ciang Le dan isterinya untuk menduga bahwa gadis itu tentu
telah pergi untuk mencari Hua Lian.
Ciang Le menarik napas panjang "Benar-benar tidak baik
kejadian Kong Ji pergi membawa Pak-kek Sin kiam, dan dengan
kepandaian serta pedang itu kalau dia benar-benar amat jahat
seperti yang diduga oleh Soan Li, dia merupakan bahaya besar. Hui
Lian amat bodoh dan kini dia ikut pergi dengan Kong Ji. Sekarang
ditambah Soan Li pergi lagi seorang diri, aah benar-benar sekarang
kita tidak boleh menyembunyikan diri dan berpeluk tangan saja.
Mari kita berangkat, siapa tahu kalau-kalau mereka semua itu, anakanak
yang masih hijau, akan menghadapi bahaya.”
Maka pada hari itu juga. berangkatlah Ciang Le bersama isterinya
meninggalkan Pulau Kim-bun-to (Pulau Pintu Emas). Mereka
mendapat keterangan dari tukang-tukang perahu bahwa memang
mereka melihat Soan Li menyeberangi selat dengan menyewa
316
perahu layar, akan tetapi tak seorang pun tahu atau melihat Kong Ji
dan Hui Lian. Kong Ji memang diam-diam menyeberangi selat pada
malam hari mempergunakan sebuah perahu kecil yang didayungnya
sendiri.
Setelah menyeberangi selat dan tiba di daratan Ttongkok, Ciang
Le dan isterinya lalu melanjutkan perjalanan mereka dengan
menunggang kuda.
-oo0mch-dewi0oo-
Kong Ji yang pergi bersama Hui Lian, membatalkan niatnya ke
Luliang-san untuk mencari kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu
yang pernah dilihatnya di dasar jurang, ia pikir bahwa pada waktu
itu, amat berbahaya untuk pergi ke Luliang-san. ia merasa pasti bah
suhu dan subonya tentu akan mengejarnya, dan sungguh besar
kemungkinannya suhu dan subonya akan langsung menuju ke bukit
itu. Untuk sementara ini, ia ingin jangan sampai bentrok dengan
suhu dan subonya, karena sungguhpun ia tidak takut menghadapi
siapapun juga, namun menghadapi suhunya, ia merasa gentar juga.
Apalagi Hui Lian berada di sampingnya dan kalau sampai terjadi
pertentangan antara ia dan Ciang Le, tentu gadis ini akan memihak
ayahnya.
"Liok-suheng, kita sekarang hendak menuju ke manakah?" tanya
Hui Lian pada Kong Ji. Mereka juga melakukan perjalanan berkuda
karena begitu tiba didaratan Tiongkok, Kong Ji lalu membeli dua
ekor kuda yang dibelinya dengan sepasang gelang di tangan Hui
Lian. Mereka tidak membawa uang dan untuk mencuri kuda tentu
saja Hui Lian tidak sudi, maka gadis ini rela menukarkan sepasang
gelangnya yang indah dengan dua ekor kuda yang kuat.
"Sumoi, aku mendengar bahwa musuh-musuh kita terutama
sekali orang-orang Im-yang-bu-pai berada di daerah utara. Maka
sekarang kita harus menyusul mereka ke sana."
Sebetulnya, Kong Ji mempunyai rencana lain. Pemuda ini pernah
mendengar suhunya bercakap-cakap dengan sahabat yang baru
datang dari pedalaman, tentang adanya bangsa Mongol yang mulai
berkembang, dan tentang surutnya pemeintah Kin. Diam-diam
317
pemuda ini memptinyai cita-cita yang besar sekali. ia dahulu
seringkali mendengar dari para anggauta Im-yang-bu-pai ketika ia
masih berada di perkumpulan itu sebagai wakil suhunya, bahwa
orang-orang Mongol memang merupakan pasukan yang kuat dan
gagah berani, dan betapa orang-orang gagah saling berlumba untuk
meruntuhkan pemeritah Kin. Mendengar semia ini, diam-diam Kong
Ji berpikir bahwa kalau saja ia dapat menggulingkan pemerintah Kin
dan dapat memimpin orang-orang Mongol, ada harapan ia akan
menggantikan kedudukan kaisar! Memang aneh, di dalam otak anak
ini terdapat lamunan-lamunan yang luar biasa dan tidak sewajarnya.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XII
HUI Lien baru beberapa kali mengadakan perjalanan dengan
ayah bundanya di daratan Tiongkok, itu pun hanya ketika ia masih
belum dewasa dan semua gerakannya terbatas. Kini ia telah dewasi,
telah berusia delapan belas tahun dan di samping suhengnya, ia
merasa sudah dapat kekuatan sendiri. Oleh karena itu, ia merasa
amat gembira melakukan perjalanan jauh ini dan kesedihannya
karena harus berpisah dari ayah bundanya, perlahan-lahan
mengurang.
Kong Ji juga tidak bodoh. Pemuda ni pandai sekali mengambil
sikap dan dia tetap memperlihatkan kasih sayang dan sopan-santun
bagaikan seorang kakak seperguruan terhadap adiknya,
sungguhpun beberapa kali ia memperlihatkan sikap dan
mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaannya sehingga
gadis itu mengerti bahwa suhengnya benar-benar cinta kepadanya,
bukan hanya cinta seorang kakak terhadap adik seperguruan,
melainkan terutama sekali cinta seorang pria terhadap seorang
wanita. Namun Hui Lian yang masih bersifat kanak-kanak itu
seakan-akan tidak merasa atau tidak tahu, dan sikapnya tetap lincah
jenaka, tidak ada perubahan sama sekali.
Tentu saja Kong Ji sama sekali tidak mengira bahwa di dalam
kepala Hui Lian yang cantik jelita itu, tersembunyi kecerdikan ayah
bundanya. Ketika malam hari itu ia diajak pergi oleh Kong Ji hatinya
318
memberontak dan perasaannya tidak mengijinkan ia pergi
meninggalkan ayah bundanya begitu saja. Akan tetapi, ketika
mendengar suara panggilan Soan Li, tiba-tiba ia melihat sikap Kong
Ji berubah.
"Sumoi, kautunggu dulu di situ, biar aku yang menghadapi Suci,"
kata Kong Ji yang cepat meloncat untuk menyambut kedatangan
Soan Li. Gadis ini merasa curiga sekali dan diam-diam ia memutar
otaknya. Ia memang jujur dan ia percaya penuh bahwa suhengnya
itu se-orang yang bersemangat gagah dan baik budinya, akan tetapi
kini ia mulai menaruh hati curiga.
"Suheng memang mempunyai sikap yang agak aneh," pikirnya
sambil mengenang segala peristiwa yang baru terjadi, "dia pandai
ilmu bahkan lebih tinggi dari aku atau Suci, akan tetapi
merahasiakan semua kepandaiannya itu, bahkan terhadap Ayah ia
berlaku pura-pura bodoh. Kemudian ia berkeras hendak
mempelajari Pak-kek Sin--ciang, benar-benar sikapnya aneh sekali.
Lebih baik aku menyelidiki dan kebetulan ia mengajak aku pergi
melakukan tugas membasmi musuh-musuh besar, alangkah baiknya
kalau aku ikut dan diam-diam memperhatikan semua sepak
terjangnya. Kalau ia memang baik dan Suci yang salah sangka,
berarti aku menjadi saksi akan kebaikannya itu, dan sebaliknya
kalau ternyata ia berbahaya dan jahat, mudah aku turun tangan'"
Demiklanlah, Hui Lian mengambil keputusan untuk ikut dengan
Kong Ji. Dengan adanya perasaan ini di hati Hui Lian maka biarpun
luarnya kedia orang muda ini kelihatan akur sekalI, namun mereka
menyimpan suara hati dan rahasia masing-masing.
Akan tetapi, di sepanjang perjalanan itu, selama berpekan-pekan
sampai berbulan-bulan, Kong Ji selalu memperlihatkan sikap yang
amat baik dan tidak ada tanda-tanda bahwa ia mempunyai niat
jahat. Setiap kali bermalam di sebuah kota, mereka selalu menyewa
dua buah kamar di rumah penginapan dan tak pernah pemuda itu
memperlihatkan sikap tidak sopan.
Akan tetapi terjadilah hal-hal di luar tahunya Hui Lian. Gadis ini
merasa heran ketika pada suatu pagi, setelah mereka meninggalkan
kota di mana mereka menginap dalam sebuah hotel, tahu tahu
pemuda itu mempunyai sekantong uang emas.
319
"Suheng, dari mana kau mendapatkan uang begitu banyak?"
tanyanya terheran-heran.
Kong Ji tersenyum. "Malam tadi aku tidak dapat tidur, Sumoi, dan
melihat kamarmu sudah gelap dan sunyi, aku tidak berani
mengganggu dan keluar seorang diri untuk berjalan-jalan dan
melihat-lihat. Ketika aku sedang berjalan di bagian yang sunyi, tibatiba
aku melihat berkelebatnya bayangan hitam atas genteng. Aku
bercuriga dan cepat mengejarnya. Dia itu seorang yang memakai
kedok hitam dan membawa pedang. Ternyata dia seorang maling
yang pandai, maka aku lalu membekuknya, mengancam agar dia
tidak melakukan pencurian lagi. Ia tunduk kepadaku dan sebagai
tanda takluk, ia menyerahkan kantong ini kepadaku." Kong ji
tertawa gembira. "Kebetulan sekali karena memang kita
membutuhkan bekal dalam perjalanan ini."
"Akan tetapi uang itu uang curian, Suheng!"
"Belum tentu, dan kalau sekiranya memang betul demikian,
bukan kita yang mencurinya. Misalnya ini uang curian, tentu yang
kecurian seorang hartawan besar yang takkan terasa diambil
hartanya hanya sekian ini. Bukankah sudah biasa para pendekar
perantau kalau kekurangan bekal suka mengambil dari milik
hartawan yang jahat?"
Hui Lian tidak berkata apa-apa lagi hanya ia merasa menyesal
mengapa tidak ikut menghadapi peristiwa itu. Baiknya mereka pagipagi
sudah meninggalkan kota, kalau tidak tentu Hui Lian akan
mendengar kabar yang menggegerkan, bahwa semalam rumah
seorang hartawan didatangi penjahat yang selain mengambil uang
emas hartawan itu juga mengambil nyawa hartawan itu tanpa
alasan. Kalaupun ia mendengar berita ini, tentu tidak akan mengira
bahwa yang membunuh dan mencuri uang itu sebetulnya adalah
Kong Ji sendiri.
Apakah sebenarnya yang terjadi? Memang Kong Ji keluar dari
kamarnya, mempergunakan kepandaiannya untuk berjalan di atas
rumah-rumah orang, dan tiba-tiba ia melihat sinar terang di rumah
seorang hartawan. Rumah itu besar dan indah dan lapat-lapat
terdengar suara nyanyian wanita diiringi oleh tetabuhan yang
merdu. Kong Ji tertarik lalu mengintai dari atas genteng yang tinggi
320
sekali. Kiranya hartawan yang sudah setelah tua itu sedang
menghibur diri di atas loteng dihibur oleh isteri-isterinya yang lima
orang jumlahnya. Isteri-Isteri inilah yang bernyanyi dan menabuh
gamelan.
Entah mengapa, tiba-tiba Kong Ji merasa iri hati dan benci
kepada hartawan itu, kebencian yang timbul dalam hatinya tanpa
sebab-sebab yang ia ketahui. ia hanya benci sekali melihat
kesenangan yang dimiliki oleh hartawan itu, apalagi kalau
memikirkan nasib sendiri yang semenjak kecil tidak pernah
mengalami kesenangan sama sekali. Menurutkan perasaan yang
timbul tiba tiba Kong Ji melayang turun, tanpa banyak cakap ia
memukul kepala hartawan itu dengan kepalan tangan sehingga
tanpa dapat berteriak lagi hartawan itu roboh binasa dengan kepala
pecah. Kemudian, entah apa yang menyebabkannya, Kong Ji
mencabut pedangnya, digerak-gerakan di sekitar leher lima orang
wanita yang tadi menghibur hartawan itu. Karuan saja para wanita
yang sudah merasa ngeri melihat pembunuhan itu, kini menjadi
ketakutan sampai mereka roboh pingsan, karena mengira, bahwa si
pedang itu akan menebas leher merekai Kon Ji tertawa bergelakgelak
merasa lucu sekali, kemudian ia memeriksa ke dalam kamar
hartawan itu dan menggondol pergi sekantong uang emas.
Memang semenjak kecil, di dalam diri Kong Ji mengalir watak
yang amat aneh yang membikin dia seakan-akan merasa gembira
dan senang sekali kalau melihat orang mengalami penderitaan.
Akan tetapi ia dapat menyembunyikan perasaan yang ganjil ini
dengan selimut sikap yang sewajarnya, bahkan sikap seorang yang
amat baik hati. ia dapat menangis tersedu sedu, dapat bicara halus
dan lemah lembut, dan dapat kelihatan terharu dan sebagainya.
Namun di lubuk hatinya, selalu terkandung perasaan iri hati dan
dengki melihat orang lain bahagia dan selalu ia rindu akan
penglihatan menyedihkan yang menimpa diri orang lain.
Perasaannya terhadap Soan Li, yang sudah menarik hatinya,
yang membuat rindu dan tergila-gila, dan selalu ditahan-tahannya,
mendatangkan penyakit lain dalam lubuk hatinya. Mendatangkan
atau membangkitkan nafsu buruk, nafsu hewani dan yang membuat
ia mempunyai watak seperti orang jai-hwa-cat (penjahat pemetik
bunga). Oleh karena itu, di waktu malam, kalau Hui Lian yang tidak
321
menyangka sesuatu sudah pulas di dalam kamarnya sendiri,
pemuda ini pergi pada tengah malam dan kembali menjelang fajar.
Dan pada keesokan harinya, tentu ada kehebohan di dalam kota
atau dusun itu karena seorang wanita cantik kedapatan tewas atau
membunuh diri di dalam kamarnya sendiri!
Namun Hui Lian sama sekali tidak tahu akan hal ini dan masih
mengira bahwa suhengnya itu bukanlah seorang jahat sebagaimana
sangkaan Soan Li. Sampai pada suatu malam terjadi hal yang
menimbulkan kecurigaan hati gadis itu.
Ketika itu, mereka telah tiba di kota Keng-sin-bun di kaki Bukit
Mao-san. Ketika hendak memasuki pintu kota itu, mereka berdua
bertemu dengan serombongan orang berkuda dan ternyata bahwa
mereka itu adalah serombongan piauwsu (pengantar barang) yang
sedang mengawal sebuah kereta. Di dalam kereta itu kelihatan dari
balik tirai, kepala seorang wanita muda yang cantik bersama
seorang laki-laki yang dari pakaiannya menunjukkan bahwa dia
seorang pembesar. Rupa-rupanya mereka baru saja meninggalkan
Keng-sin-bun dan hendak pergi jauh dan agaknya mereka
membawa barang-barang berharga pula, buktinya piauwsu yang
mengawal mereka sampai belasan orang jumlahnya.
Hui Lian tidak begitu memperhatikan mereka, akan tetapi tibatiba
ia tertarik sekali oleh gerakan tangan Kong Ji yang seakan-akan
melambaikan tangannya ke arah kuda. Terjadilah hal yang
menimbulkan keributan karena dua ekor kuda yang menarik kereta
itu tiba-tiba meringkik dan berjingkrak-jingkrak! Pengemudi kereta
mencoba untuk menarik kendali kuda dan menenangkan sepasang
binatang yang mengamuk itu, namun sia-sia, bahkan kuda-kuda itu
lalu kabur tak terkendalikan lagi! Pembesar dan isterinya yang
berada di kereta berteriak-teriak minta tolong, sedangkan belasan
orang piauwsu itu lalu membedal kuda mengejar.
Hui Lian tadinya masih duduk di atas kudanya dengan bengong
karena ia masih belum tahu apakah yang terjadi, akan tetapi tibatiba
ia menjadi pucat ketika ia melihat wajah suhengnya, Kong Ji
seperti orang tertawa bergelak-gelak, mulutnya terbuka dan
bergerak-gerak, matanya bersinar-sinar akan tetapi tidak ada suara
keluar dari mulutnya. Melihat keadaan suhengnya ini berdirilah bulu
322
tengkuk Hui Lian. Muka suhengnya begiu berubah pada saat itu
sehingga ia tentu takkan mengenalnya kalau tidak yakin betul
bahwa pemuda yang kini mukanya demikian mengerikan adalah
Kong Ji.
Sementara itu, kereta yang dibawa kabur oleh kuda-kuda yang
marah itu mulai miring dan hampir terguling. Hui Lian melihat ini
lalu membedal kudanya dengan cepat sekali. Ia melalui beberapa
orang piauwsu, kemudian setelah dekat dengan kereta, secepat kilat
Hui Lian meloncat. Sekali loncatan saja sudah berdiri di tempat
pengemudi yang sedang duduk dengan muka pucat memegangi
kendali tanpa berdaya lagi. Hui Lian merampas kendali,
mempergunakan lweekangnya yang disalurkan pada kendali-kendali
itu, menycntak kuda dan sepasang kuda itu tak dapat menahan
tenaga hebat ini. Mereka terpaksa menghentikan larinya dan
mengangkat kaki depan tinggi-tinggi, mengeluarkan suara
meringkik-ringkik dan keringat mereka membasahi punggung dan
paha.
Para piauwsu cepat-cepat membuka pintu kereta dan menolong
bangsawan dan isterinya turun dari kereta, sedangkan piauwsupiauwsu
lain lalu memegang kendall, kuda di dekat hidung. Hui Lian
meloncat turun dan ketika ia menghampiri kuda, ia menjadi kaget
bukan main. Ternyata bahwa pada leher kuda itu kelihatan tandatanda
menghitam. Tanda ini hanya dapat didatangkan oleh pukulan
Tin-san-kang yang hebat.
Suami isteri bangsawan itu menghampiri Hui Lian dan hendak
menjatuhkan diri berlutut, namun Hui Lian memegang tangan
wanita cantik tadi dan berkata,
"Sudahlah, tak perlu banyak melakukan sungkan. Lebih baik
suruh orang mengganti kuda dan melanjutkan perjalanan."
Akan tetapi, melihat isterinya pucat dan menggigil ketakutan
setelah mengalami peristiwa tadi, pembesar yang usianya sudah tua
itu berkata,
"Tak usah diteruskan sekarang. Perjalanan ditunda dan mari kita
bermalam di Keng-sin-bun menghilangkan kekagetan."
323
Para piauwsu memandang kepada Hui Lian dengan penuh
kekaguman. Seorang di antara mereka, yang tertua dan yang
membawa golok di pinggangnya, menjura dan berkata,
"Lihiap sungguh mengagumkan sekali. Kami berterima kasih atas
pertolongan Lihiap. Kami adalah piauwsu-piauwsu dari Bu-cin-pang
dan bolehkah kami mengetahui nama Lihiap yang mulia?"
Sebelum Hui Lian menjawab, Kong Ji sudah membalapkan
kudanya menghampiri tempat itu sambil berkata, "Ha, aku
mendengar bahwa Bu-cin-pang adalah perkumpul orang-orang
gagah, tidak tahunya yang mengawal kereta ini hanya gentonggentong
kosong belaka," ia berpaling kepada pembesar itu sambil
berkata, "Taijin, kalau kau melakukan perjalanan jauh bersama
puterimu, kalian akan mengalami bencana, karena pengawalpengawal
ini sama sekali tidak becus!"
Pembesar itu menjadi merah mukanya. Wanita muda yang cantik
itu adalah isterinya, akan tetapi oleh Kong Ji disebut "puterimu"!
Akan tetapi, biarpun para piauwsu menjadi pucat dan marah sekali
mendengar ejekan ini, Kong Ji tidak pedulikan mereka, bahkan lalu
berkata kepada Hui Lian, "Sumoi, hayo pergi"
Mendengar pemuda tampan itu menyebut "sumoi" kepada Hui
Lian, para piauwsu terpaksa menahan marah mereka. Baru
sumoinya saja demikian lihai apalagi suhengnya.
Adapun Hum Lian yang terheran-heran dan tidak senang atas
sikap suhengnya, tidak mau bercekcok dengan Kong Ji di depan
orang maka ia hanya mengagguk kepada mereka dan melompat ke
atas kudanya menyusul Kong Ji.
"Suheng, mengapa kau begitu kasar terhadap mereka?"
Kong Ji tersenyum manis ketika menoleh kepada Hui Lian dan
gadis ini kembali teringat betapa jauhnya perbedaan wajah ini
dengan tadi ketika kereta itu kabur. "Sumoi kaumaksudkan terhadap
piauwsu-piauwsu tadi?"
"Ya, mereka tidak mengganggumu, mengapa kau menghina dan
mengejek?"
324
"Sumoi yang baik, apakah kau tadi tidak mendengar bahwa
mereka itu adalah piauwsu-piauwsu dari perkumpulan Bu-cin-pang?"
"Habis mengapa?"
"Ah, kau tidak mengerti, Sumoi. Ho-san-pai yang kelihatan dari
sini itu yang menjulang tinggi di sana. Tahukah kau mengapa Hoasan-
pai rusak binasa?”'
"Ya, sudah kudengar penuturanmu dari orang-orang Im-yang-bupai."
"Akan tetapi yang membawa naik orang-orang Im-yang-bu-pai
adalah ketua dari Bu-cin-pang yang bernama Sian pian Giam-ong
Ma Ek ini, atau lebih tepat perkumpulan Bu-cin-pang, pernah
bentrok dengan Suheng Lie Bu Tek dan karenanya ketika orangorang
Im-yan bu pai hendak menyerbu ke Hoa-san-pai. Ma Ek yang
menjadi penunjuk jalan. Dengan demikian berarti bahwa Bu-cin-pai
termasuk musuh-musuh dari Hoa-san-pai yang harus kuberi
pengajaran. Inilah sebabnya mengapa aku tadi bersikap kasar
terhadap mereka."
Hui Lian menarik napas lega. Setelah mendengar ini, ia tidak
dapat menyalahkan suhengnya karena memang sudah sepatutnya
Bu-cin-pang dibalas untuk menebus dosa mereka terhadap Hoa-sanpai
dan terutama sekali atas kematian Liang Gi Tojin dan terlukanya
Lie Bu Tek.
Akan tetapi ia masih teringat akan pukulan Tin-san-kang kepada
sepasang kuda itu, dan tentang perubahan air muka Kong Ji, maka
sambil memandang kagum ia bertanya lagi,
"Akan tetapi, apakah kesalahan pembesar dan isterinya yang
duduk di dalam kereta?"
"Mereka mengapa'"
"Suheng, jangan berpura-pura. Aku tahu bahwa kau memukul
kuda-kuda itu dengan pukulanmu dari jauh."
Kong Ji memang terkejut dalam hatinya, namun pada mukanya
tidak terbayang sesuatu, bahkan ia tersenyum dan sepasang
matanya berseri.
325
"Sumoi, kau benar-benar lihai dan matamu amat awas! Pukulan
itu aku lakukan dengan sengaja karena hendak kupermainkan orang
orang Bu-cin-pang itu. Aku takkan mencelakakan suami isteri itu,
karena andaikata kau tidak turun tangan, aku tentu akan menolong
mereka."
Kembali alasan ini masuk di akal dan Hun Lian tentu akan merasa
puas kalau saja tadi ia tidak melihat muka Kong Ji yang
menyeramkan.
"Akan tetapi mengapa kau sengaja menyebut isteri bangsawan
itu sebagai puterinya? Mengapa harus membuat diaI malu?"
Kong Ji tertawa geli. "Sumoi, kaulihat. Bangsawan itu usianya
sudah lima puluh tahun lebih, sedangkan isterinya masih begitu
muda. ia tentu bukan seorang bangsawan yang baik. Siapa tahu ia
adalah seorang di antara golongan bangsawan yang setelah
melakukan korupsi besar-besaran, lalu melarikan diri bersama
isterinya yang amat muda. Apa salahnya menggodanya agar ia tahu
diri?"
Mau tidak mau Hui Lian tersenyum mendengar ini. Kecurigaannya
lenyap dan ia hanya masih merasa seram kalau mengingat
perubahan wajah pemuda itu tadi.
Mereka masuk ke kota Keng- sin-bun dan menyewa dua kamar
yang letaknya agak berjauhan, terhalang oleh dua taman yang
sudah diisi oleh tamu lain. Dua orang saudara seperguruan ini lalu
membersihkan diri dan memesan makanan. Akan tetapi pada saat
itu, terdengar suara berisik di luar dan ternyata bahwa rombongan
tadi telah memasukl pekarangan hotel.
"Cu-taijin telah datang kembali..." terdengar pelayan berseru.
Lalu terdengar suara pembesar itu. "Ya, kami akan bermalam di
sini lagi untuk satu dua malam. Sediakan kamar yang bersih."
Muncullah pembesar itu bersama isterinya yang muda dan cantik.
Melihat Kong Ji dan Hui Lian sedang duduk di depan meja makan,
pembesar itu nampak gembira, akan tetapi ia mengelakkan pandang
mata Kong Ji.
"Ah, Lihiap kau pun bermalam di sini?I" katanya gembira.
326
Hui Lian berdiri. "Taijin, harap kau berdua tidak banyak
mengalami kekagetan."
Tiba-tiba Kong Ji juga berdiri dan berkata, "'Taijin, Hujin
(Nyonya), mari makan bersama kami."
Mendengar pemuda itu menyebut "hujin" kepada ‘jsterinya,
pembesar itu hilang kemendongkolan hatinya dan ia menghampiri
meja mereka sambil menuntun tangan isterinya.
"Ah, kebetulan sekali, kami pun belum makan. Apa? Kalian
menjamu kami. Tak mungkin. Heei, pelayan! Lekas sediakan meja
dengan lengkap, datangkan hidangan yang paling enak untuk empat
orang"
Pembesar itu lalu menarik tangan isterinya dan mengajaknya
duduk di depan meja itu. Sikapnya amat ramah-tamah dan isterinya
yang ternyata memang cantik itu tidak likat-likat lagi melihat
keramahan Hui Lian kepadanya.
"Jiwi yang gagah, perkenalkanlah, aku adalah Cu Hian, tadinya
menjadi Tihu di Kian-kang, akan tetapi sekarang sudah pensiun dan
hendak kembali ke selatan bersama isteriku, hendak hidup tenteram
di dusun menunggu sawah." ia tertawa puas. "Bolehkah kami
mengenal nama jiwi yang gagah?"
"Aku Ta Kauw dan ini Sumoiku Bi Hoa" Kong Ji menjawab cepat
sebelum Hui Lian menjawab. Diam-diam Hui Lian merasa geli sekali
akan jawaban ini, Suhengnya benar-benar kadang-kadang suka
berjenaka dan juga aneh. Menyebut diri sendiri dengan nama Ta
Kauw (Pemukul Anjing), dan baiknya ia diberi nama Bi Hoa (Bunga
Cantik) sehingga Hui Lian tidak berkecil hati.
Pembesar itu nampak tercengang, karena nama yang
diperkenalkan ini memang agak aneh terdengarnya. Akan tetapi ia
tersenyum dan memandang kepada Hui Lian.
"Lihiap benar-benar gagah perkasa. Kalau tidak mehhat sendiri,
siapa dapat percaya bahwa seorang dara semuda lihiap dapat
melakukan hal yang hebat itu?"
Hui Lian mengucapkan kata-kata merendahkan diri. Hidangan
datang dan mereka makan minum dengan gembira. Ternyata bahwa
327
biarpun sudah tua, pembesar itu. pandai sekali bergaul dan amat
gembira. Selain ini ia amat mencinta isterinya, sehingga dalam
makan minum ini, dengan penuh perhatian ia menyumpit potonganpotongan
daging yang paling baik untuk dimasukkan ke dalam
mangkok di depan isterinya. Mulutnya tiada hentinya menghibur
isterinya ini supaya jangan gelisah, supaya makan agar jangan sakit
dan sebagainya.
Setelah makan minum selesai, pembesar itu minta maaf kepada
Kong Ji dan Hui Lian, menggandeng tangan isterinya dan berkata,
"Isteriku baru saja mengalami kekagetan, harap jiwa maafkan, kami
hendak beristirahat."
Setelah mereka pergi, Kong Ji nampak murung. Diam-diam Hui
Lian memperhatikan dan kemudian ia tidak tahan untuk tidak
bertanya.
"Kau mengapa, Suheng? Agaknya tidak senang hatimu...."
"Bukan tidak senang, Sumoi, hanya aku berduka memikirkan
nasib diriku. Melihat suami isteri tadi... mereka begitu rukun dan
saling mencinta... aah..." ia memandang tajam kepada Hui Lian
dengan pandang mata penuh arti.
Merahlah wajah Hut Lian. ia bangkit dari duduknya dan
mengalihkan percakapan, "Suheng, aku pun hendak mengaso
sebentar. Perjalanan tadi, telah membikin mataku agak pedas
mungkin banyak debu membikin kotor mata." ia lalu meninggalkan
suhengnya, masuk ke dalam kamarnya.
Akan tetapi ternyata Kong Ji mengikutinya dan kini berdiri di
pintu. "Boleh aku masuk, Sumoi?"
"Mengapa tidak? Asal daun pintu kau biarkan terbuka."
Kong Ji melangkah masuk dan duduk diatas bangku. Hui Lian
duduk di atas pembaringan.
"Suheng," kata Hui Lian tidak enak melihat pemuda itu diam saja,
"kau pergilah ke kamarmu, lebih baik kita mengaso dulu."
Akan tetapi Kong Ji tidak bergerak dari tempat duduknya dan
menatap wajah sumoinya dengan mata penuh kerinduan. "Sumoi,
328
apakah kau tidak mau bersikap agak manis kepadaku? Sumoi, kau
tahu akan perasaan hatiku kepadamu, kau tahu bahwa aku amat
rindu kepadamu, aku... aku...."
"Hush, Suheng, aku tidak suka bicara tentang ini, sekarang
bukan waktunya!” Hui Lian mengerutkan keningnya.
Kong Ji menundukkan mukanya, kelihatan sedih sekali sehingga
tak terasa pula Hui Lian menjadi terharu. Demikian pandai, pemuda
itu menarik mukanya sehingga nampak amat berduka dan putus
asa.
"Memang aku Liok Kong Ji semenjak kecil bernasib buruk.
Pembesar bandot tua itu,
tukang korupsi dan manusia
tiada guna masih lebih bahagia
dari padaku. Ada seorang
wanita yang mencintaya, akan
tetapi aku... hanya kebencian
yang ada dalam dada semua
wanita terhadapku...."
"Suheng jangan bicara
begitu, kau mengasolah di
kamarmu. Tenangkan
pikiranmu dan jangan berpikir
yang tidak-tidak."
Kong Ji, berdiri, kelihatan
lemas. 'Maaf, Sumoi, aku tadi
melantur. Akan tetapi aku tidak
akan beristirahat, aku harus
pergi ke Bu-cin-pang untuk menagih hutang lama. Kau mau
ikutkah?"
Tentu saja Hu, Lian tidak mau ditinggalkan dalam urusan ini, ia
segera berkemas dan tak lama kemudian berangkatlah mereka
berdua menuju perkumpulan Bu-cin-pang. Dengan mudah saja
mereka mendapat keterangan di mana adanya rumah perkumpulan
ini.
329
Rumah perkumpulan Bu-cin-pang atau Bu-cin-pai adalah rumah
perkumpulan yang besar dan megah, karena memang perkumpulan
ini yang paling besar dan berpengaruh di dalam kota itu. Sebagaimana
pembaca masih ingat, di dalam permulaan cerita ini, telah
dituturkan serba sedikit tentang Bu-cin-pang yang mengeluarkan
barongsai yang kemudian menjagoi dan betapa timbul bentrokan
antara Bu-cin-pang dan tiga pengemis dari Hek-kin-kai-pang.
Kemudian Lie Bu Tek membela para pengemis itu, mengalahkan
orang orang Bu-cin-pang sehingga Hoa-san-pai dimusuhi oleh Bucin-
pang.
Kong Ji dan Hui Lian tiba di depan gedung itu. Hui Lian ikut
dengan suhengnya, bukan semata-mata karena ingin menghadapi
urusan pembalasan sakit hati, juga ia ingin menyaksikan sepak
terjang Kong Ji dan ingin menjaga agar suhengnya itu tidak terlalu
ganas.
"Suheng, menurut penuturanmu itu, yang bersalah dan berdosa
terhadap Hoa-san-pai, hanyalah Ma Ek itu. Maka harap kau suka
maafkan anggauta-anggauta lain yang tidak berdosa," pesannya
ketika mereka pergi ke rumah perkumpulan ini.
Kong Ji hanya mengangguk.
Beberapa orang anggauta Bu-cin-pang melihat kedatangan
mereka. Di antara mereka terdapat orang-orang yang tadi
mengawal kereta pembesar Cu, maka melihat kedatangan Hui Lian,
mereka benar-benar menyambut dengan muka berseri. Akan tetapi
melihat Kong Ji, merek:a bersikap dingin.
"Lihiap, ini merupakan kehormatan besar sekali bagi Bu-cinpang,"
kata seorang di antara mereka kepada Hui Lian.
"Jangan banyak cerewet!" Kong Ji memotong. "Lekas panggil
keluar Si Moyet Tua Ma Ek!"
Orang-orang itu melongo, kemudian mereka menjadi marah
sekali. Seorang di antara mereka melangkah maju menghadapi
Kong Ji dan berkata tak senang "Sahabat, mengapakah kau bersikap
begini tidak patut terhadap kami? Tadi kau sudah menghina kami
dan kami diam saja karena kami mengingat akan pertolongan Lihiap
ini, sekarang kau datang-datang memaki ketua kami."
330
"Jangan banyak cakap, lekas panggil bangsat tua Ma Ek kesini,
aku mau bicara'" kata Kong Ji dan kedua tangannya digerakkan
secara sembarangan ke depan, akan tetapi akibatnya empat orang
anggauta Bu-cin-pang seperti tertiup badai dan terlempar ke kanan
kiri.
Keadaan menjadi rebut, sebagian menjauhkan diri dan ada
beberapa orang lagi berlari masuk ke dalam. Kong Ji tersenyum
kepada Hui Lian melihat gadis ini agak khawatir kalau-kalau Kong Ji
menyebar maut.
Akan tetapi, setelah anggauta Bu-cin pang yang berlari masuk
tadi keluar lagi, mereka bukan mengiringkan ketua Bu cin-pang,
melainkan seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih, bertubuh
tinggi besar dan bersikap gagah. Pemuda ini adalah putera dari Ma
Ek bernama Ma Hoat. ia menjura kepada Hui Lian karena ia sudah
mendengar dari anak buahnya tentang kegagahan nona ini,
kemudian ia menghadapi Kong Ji.
"Siapakah yang ingin bertemu dengan Ma-lo-pangcu (Ketua Ma)'"
tanyanya ragu-ragu.
Kong Ji maju selangkah. "Aku Toat-ma-beng (Pencabut Nyawa
Kuda) hendak bertemu dengan Lo-ma (Kuda Tua), di mana dia?"
Dengan kata-kata ini, terang sekali Kong Ji menghina Ma Ek. Nama
keturunan Ma Ek adalah Ma atau boleh diartikan kuda, maka
dengan menyebut diri Pencabut Nyawa Kuda, jelas bahwa ia datang
hendak memusuhi Ma Ek.
Merahlah wajah Ma Hoat mendengar ini. "Kau ini manusia kurang
ajar sekali. Ayahku Siang-pian Giam-ong (Raja Maut Senjata
Sepasang Ruyung) bukan orang orang boleh dipermainkan dan aku
puteranya, Tiat-jiu (Si Tangan Besi) Ma Hoat juga tidak suka
menelan hinaan orang begitu saja. Ayah sedang keluar kota, dan
kau mau apakah?"
Kong Ji mengeluarkan ketawa kecil, lagaknya menghina sekali.
"Hem, kau kuda kecil jangan banyak berlagak. Ketahuilah bahwa
Ayahmu itu dosanya sudah setinggi bukit dan aku datang untuk
mencabut nyawanya."
331
"Bedebah!" Ma Hoat tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia
memaki dan cepat menerjang maju dengan sepasang "tangan
besinya"!
Akan tetapi mana bisa ia melawan Kong Ji. Andaikata ada seratus
Ma Hoat, kiranya takkan mudah merobohkan Kong Ji. Maka semua
orang Bu-cin-pang terheran-heran ketika terdengar suara "duk' dan
biarpun mereka melihat jelas betapa kepalan tangan kanan dari Ma
Hoat dengan tepat mengenai dada Kong Ji, namun bukan pemuda
ini yang roboh melainkan Ma Hoat sendiri yang terpental ke
belakang lalu jatuh bergulingan sampai lima kali.
Ma Hoat berdiri sambil meringis kesakitan.
"Masih ada yang gatal tangan hendak memukulku? Boleh, hayo
silakan maju!” Kong Ji menantang sambil melangkah maju dan
membusungkan dadanya.
Ma Hoat dan kawan-kawannya otomatis melangkah mundur
ketakutan. Akan tetapi dengan mendongkol sekali Ma Hoat berkata,
"Kau lihai sekali, akan tetapi siapakah kau dan mengapa kau
memusuhi kami? Mengakulah terus terang agar kelak dapat kami
laporkan kepada Ayah kalau ia datang."
"Hem, tikus-tikus bernyali kecil...." kata Kong Ji dan ketika Hui
Lian melihat suhengnya itu menggerak-gerakkan tangan
mengerahkan tenaga Tin-san-kang seakan-akan siap untuk
menyebar pukulan ia cepat berkata,
"Suheng tidak perlu membunuh orang yang tidak berdosa. Ma Ek
tidak ada, biarlah lain kali datang lagi."
Kong Ji menoleh kepada sumoinya, kemudian ia tersenyum
kepada para anggauta Bu-cin pang. "Kau dengar itu? Kalau tidak
taat kepada Sumoiku yang berhati emas, kalian sudah hancur
seperti ini!" ia menggerakkan kedua tangan memukul ke atas di
depannya dan "bra braak!" papan nama Bu-cin-pang berikut
sebagian payon rumah di depan jatuh berantakan ke bawah.
Ma Hoat dan kawan-kawannya menjadi pucat mereka tak
bergerak seperti patung memandang kepada dua orang saudara
seperguruan itu yang meninggalkan mereka.
332
Tiba-tiba Kong Ji menoleh kepada Ma Hoat dan berkata, "Kalau
kau masih penasaran, aku bermalam di hotel Sen an-koan, di kamar
nomor tujuh!"
Setelah jauh dari situ, Hui Lian bertanya heran, "Suheng, nomor
kamar adalah sembilan dan nomor kamarku belas. Kamar nomor
tujuh adalah kamar Cu-taijin dan isterinya. Mengapa menyebut
nomor kamarmu nomor tujuh?
Kong Ji tersenyum dan berkata, "Begitukah? Ah, aku sudah lupa
lagi akan nomor kamar-kamar kita, Sumoi. Akan tetapi tidak
mengapa, kukira mereka takkan begitu goblok untuk datang ke
hotel Seng-an-koan."
Biarpun mulutnya bicara demikian, namun sesungguhnya Kong Ji
ketika memberitahukan tempat menginap tadi ia mengandung
maksud yang amat mengerikan. Memang otak pemuda ini, dapat
merangkai dan mengatur siasat secara kilat, yang bagi orang lain
merupakan siasat yang masak selama berhari-hari. Tentu saja Hui
Lian sudah puas dengan jawaban itu dan tidak mengira sama sekali
bahwa pada malam hari itu akan terjadi hal-hal yang amat
menyeramkan di kamar tujuh hotel Seng-an-koan....... .
Sukar sekali untuk mengikuti jalan pikiran Kong Ji, juga amat
sukar untuk nengenal dan mengerti wataknya yang amat aneh.
Pemuda ini, kalau dilihat dan didengar begitu saja, nampak seperti
seorang pemuda tampan dan halus, sopan dan lemah lembut tutur
katanya, bahkan kadang-kadang kelihatan seperti seorang yang
amat baik hati. Akan tetapi, hanya iblis yang mengetahui keadaan di
dalam ruang kepala dan dadanya. Ruang dadanya penuh dengan
hawa dan nafsu jahat, penuh dendam dan dengki, iri hati dan suka
melihat orang lain menderita. Kepalanya penuh dengan siasat-siasat
busuk yang amat cerdik dan licik, penuh dengan kecerdikan yang
langka, sehingga boleh jadi pikiran pemuda aneh ini sudah
mendekati kegilaan.
Malam hari itu Hui Lian tidak dapat tidur. Ia memikirkan keadaan
suhengnya. Mulai tampak olehnya keanehan watak suhengnya itu,
dan kalau ia ingat betapa suhengnya menyatakan cinta kasih begitu
terus terang ia merasa terharu, juga kasihan dan bingung. Ia sendiri
suka kepada Kong Ji, akan tetapt ia tidak tahu apakah dia cinta
333
kepada pemuda itu atau tidak. Memikirkan bahwa suhengnya
menjadi suaminya, bagi Hui Lian adalah hal yang amat tidak
mungkin, hal yang amat memalukan, hal yang tidak disukanyai.
Tentu saja gadis yang masih muda ini belum dapat membedakan
antara suka dan cinta, bahkan ia masih belum tahu apakah
sebetulnya cinta kasih itu.
Kemudian ia teringat akan ayah bundanya dan mengalirlah air
mata Hui Lian teringat kepada ibunya dan merasa amat rindu.
Mengapa ia telah berlaku lancang, minggat dari rumah bersama
Kong Ji?. Akan tetapi ketika ia teringat akan percakapan antara ayah
bundanya dan Soan Li sucinya, hatinya menjadi panas dan ia
merasa kasihan kepada Kong Ji. Selama ini, ia tidak mendapat bukti
kebenaran tuduhan Soan Li terhadap Kong Ji. Sudah jelas bahwa
suhengnya itu seorang gagah yang berjiwa pendekar.
Menjelang tengah malam, barulah Hui Lian dapat tidur pulas.
Akan tetapi tidak lama ia tidur nyenyak karena tiba-tiba ia mengimpi
mendengar suara orang-orang ketawa. Suara ketawa ini demikian
aneh dan menyeramkan sehingga ia menjadi gelagapan dan
terbangun dari tidurnya. Namun, biarpun Hui Lian sudah telentang,
dengan mata terbuka lebar, masih saja ia mendengar suara ketawa
yang menyeramkan itu! Bulu tengkuk gadis ini berdiri. Selama
hidupnya belum pernah ia mendengar suara ketawa yang demikian
anehnya. Ayahnya seringkali mendapat kunjungan tokoh-tokoh
kang-ouw yang aneh-aneh, dan ada pula di antaranya mereka itu
yang suara ketawanya aneh sekali, namun tidak seperti suara
ketawa yang ia dengar pada malam ini, yang ia dengar dalam mimpi
dan juga dalam keadaan sadar! Kemudian suara itu lenyap dan kini
terdengar suara orang menangis perlahan. Hui Lian yang
mempunyai pendengaran tajam terlatih ini tahu bahwa itulah suara
seorang wanita terisak-isak ketakutan.
Karena masih terpengaruh oleh suara ketawa yang menyeramkan
tadi dan masih terheran-heran mengapa di dalam mimpi ia juga
mendengar suara itu, Hui Lian sampai lama berbaring telentang.
Setelah ia yakin betul bahwa ia sudah sadar dan bahwa suara
wanita terisak isak itu jelas terdengar keluar dari kamar Cu-taijin,
pembesar dan isterinya yang bermalam di kamar nomor tujuh hotel
itu, ia melompat turun.
334
Hui Lian menjadi serba salah. ia melompat turun dari
pembaringan dan duduk di atas bangku, mendengarkan suara isak
tangis itu. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak tahu mengapa
nyonya itu menangis. Apakah cekcok dengan suaminya? Apakah
yang terjadi? Memang amat mudah bagi Hui Lian untuk mengintai
ke dalam kamar nomor tujuh itu, akan tetapi ia tidak sudi mengintai
kamar di mana menginap sepasang suami isteri!
Akan tetapi, Hui Lian teringat akan sesuatu dan pucatlah dia.
Bukankah suhengnya tadi memberi tahu kepada Ma Hoat dan orang
orang Bu-cin-pai bahwa suhengnya bermalam di hotel ini di kamar
nomor tujuh? Siapa tahu kalau orang Bu-cin-pai datang menyerbu
kamar itu! Pikiran ini membuat Hui Lian cepat-cepat menyambar
pakaian luarnya, memakai pakaian itu lalu membawa pedangnya,
melompat keluar dari jendela setelah membuka daun jendela itu
perlahan- lahan. ia melompat terus ke atas genteng dan dengan
beberapa kali gerakan kaki saja ia sudah tiba di atas kamar nomor
tujuh.
Kini jelas terdengar suara isak tangis itu dan tiba-tiba terkejutlah
Hui Lian karena mendengar suara Nyonya Cu itu menjerit keras
sekali, disusul pula oleh teriakan mengaduh nyonya itu. Sebelum
hilang kagetnya, Hui Lian mendengar pula suara pembesar she Cu
itu, "Aduh... mati aku...!"
Hui Lian hendak menerjang masuk melalui jendela yang hendak
ditendangnya, akan tetapi ia mendengar suara gaduh di kamar itu,
dan terdengar pintu, tertendang roboh dan disusul suara Kong Ji.
"Bangsat she Ma, kau benar-benar berani datang mengantar
kematian?"
Cepat Hui Lian menendang jendela dan meloncat ke dalam. Ia
melihat pemandangan yang amat mengerikan sehingga biarpun ia
tabah, tetap saja gadis ini membuang muka dan tidak berani
memandang ke atas pembaringan. Di atas pembaringan itu, tubuh
Nyonya Cu yang berkulit putih dengan pakaian tidak keruan
menggeletak dengan leher putus! Juga pembesar she Cu itu
menggeletak di atas lantai dengan kepala pisah dan tubuhnya. Di
atas tempat tidur dan di lantal darah....... membanjir, menimbulkan
pemandangan yang amat menyeramkan. Ma Hoat, pemuda tinggi
335
besar putera Siang-pian Giam-ong Ma Ek, berdiri di sudut dengan
tangan kanan masih memegang sebatang golok yang berlumur
darah, dan dari cara pemuda ini berdiri, maklumlah Hui Lian bahwa
pemuda ini sudah kena ditotok oleh Kong Ji sehingga berdiri kaku
seperti patung. Namun mata pemuda she Ma itu ditujukan kepada
Kong Ji penuh kebencian. Adapun Kong Ji sendiri, telah menyalakan
lilin dan kini memegang tempat lilin, wajahnya agak pucat.
"Sayang kita terlambat, Lian-moi….” katanya perlahan ketika ia
mellhat Hui Lian melayang masuk dari jendela.
Hui Lian tak dapat berkata apa-apa pada saat itu, ia masih
terpengaruh oleh pemandangan yang amat mengerikan. Sementara
itu, dan luar terdengar tindakan kaki banyak orang yang tentu saja
tertarik oleh jerit dan teriakan tadi.
"Bangsat seperti ini harus dibikin mampus!" kata Kong Ji dan
tangan kirinya yang tadi bergerak memasuki saku bajunya,
menyambar ke arah kepala atau ubun-ubun kepala pemuda she Ma
itu. Hui Lian tidak mencegah karena memang ia juga benci melihat
kekejaman Ma Hoat.
Akan tetapi aneh, ketika jari jari tangan Kong Ji menimpa kepala
Ma Hoat, tidak terjadi sesuatu. Bahkan pemuda itu tidak kelihatan
sakit, sehingga Hui Lian menjadi heran, lalu memandang kepada
suhengnya. Akan tetapi sebenarnya Kong Ji telah melakukan
semacam pukulan keji yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong, yakni
pukulan yang disebut pukulan "merampas ingatan" dan pukulan
perlahan ini telah merusak urat-urat saraf di antara otak sehingga
untuk selamanya pemuda she Ma ini akan menjadi lupa keadaan
atau gila! Perubahan hanya terlihat kepada sinar matanya yang tibatiba
menjadi layu dan bengong.
"Mari kita keluar, Moi moi," kata Kong Ji. Hui Lian tanpa
menjawab ikut keluar dari pintu kamar itu. Banyak orang datang di
depan pintu, dengan lampu di tangan. Juga semua pengurus hotel
datang di tempat itu.
“Telah terjadi pembunuhan hebat, pembunuhnya telah kami
tangkap dan kini berada di kamar dalam keadaan tidak berdaya.
Kalian uruslah hal ini dan serahkan pembunuh itu kepada yang
336
berwajib," kata Kong Ji senang, kemudian ia bersama Hui Lian
meninggalkan tempat itu, pergi duduk di ruang depan.
Orang-orang menyerbu masuk ke dalam kamar dan mereka
bergidik menyaksikan pemandangan yang amat menyeramkan itu.
Akan tetapi alangkah kaget hati mereka ketika mereka melihat
bahwa yang menjadi pembunuh keji itu bukan lain adalah Ma Hoat,
seorang tokoh yang amat disegara di Keng-sin-bun. Siapakah yang
tidak kenal dengan putera dui ke-tua Bu-cin-pai ini? Akan tetapi,
mereka makin terheran-heran ketika melihat pemuda she Ma ini
tertawa ha-ha-hi-hi dan tidak dapat btrgerak, tidak melawan ketika
golok yang berlumur darah itu di ambil orang. Tubuhnya kaku dan
tidak bertenaga sama sekali. Ributlah semua orang dan urusan ini
lalu diserahkan kepada pembesar yang berkuasa di kota itu.
"Suheng bagaimanakah terjadinya itu semua?" tanya Hui Lian
kepada Kong Ji dengan suara masih menyatakan kengeriannya.
Kong Ji menarik napas panjang dan wajahnya yang tampan itu
nampak agak pucat. Kelihatannya ia menaruh hati kasihan sekali
kepada pembesar dan isterinya itu.
"Sebetulnya aku sudah tidur, akan tetapi tiba-tiba aku
mendengar suara kaki di atas genteng. Aku cepat bangun dan
bersiap sedia, karena aku mengira bahwa ada orang jahat hendak
memasuki kamarku. Ternyata aku salah duga dan sama sekali tidak
tahu bahwa bangsat she Ma itu memasuki kamar nomor tujuh.
Kemudian aku mendengar tangis nyonya muda itu sehingga aku
menjadi curiga. Cepat aku keluar dan mengintai di dalam kamar.
Remang-remang aku mehhat bahwa she Ma itu telah berada di
dalam kamar dengan golok di tangan! Aku tidak tahu apa yang ia
lakukan akan tetapi agaknya ia melakukan perbuatan yang tidak
patut dan mengancam nyonya itu dengan goloknya, sedangkan
suami tua bangka itu tidak dapat berbuat apa-apa. Mungkin nyonya
muda itu melawan, maka tiba-tiba sebelum aku dapat mencegah,
bangsat she Ma itu telah mengayun goloknya, membunuh Cu-hujin
dan suaminya. Melihat ini, aku cepat menendang daun pmtu, ia
hendak menyerang akan tetapi aku mendahuluinya, menotoknya
dan memasang lilin. Dan pada saat itulah kau menendang daun
jendela dan melompat masuk."
337
Hui Lian bergidik. ia merasa heran sekali mengapa Ma Hoat
melakukan pembunuhan ini. Agaknya Kong Ji dapat membaca apa
yang dipikirkan oleh sumoinya, buktinya pemuda ini menarik napas
dan berkata,
"Tentu ia mengira bahwa yang berada di dalam kamar itu adalah
aku dan... dan kau...."
Merah wajah Hut Lian mendengar ini -dan untuk
menyembunyikan rasa jengahiya, ia berkata mencela suhengnya.
"Semua adalah gara-garamu, Suheng. Kalau kau tidak salah
memberi tahu bahwa kamarmu nomor tujuh, suami isteri itu takkan
mengalami nasib yang demikian menyedihkan."
Kong Ji menarik muka menyesal sekali. "Memang aku yang
bodoh, mari aku pergi membasmi orang-orang Bu-cin-pai!" Ia
bangun berdiri seakan-akan hendak melaksanakan ancamannya ini,
akan tetapi Hui Lian mencegahnya. Pada saat itu, orang-orang
mengangkat jenazah Nyonya Cu untuk diurus seperlunya. Kong Ji
duduk kembali dan memandang. Bibirnya bergerak-gerak sedikit
dan hatinya berkata, "Kalau kau tidak melawan, aku takkan
membunuhmu!"
Jenazah ke dua datang digotong orang, yakni Cu-taijin yang juga
ditutup dengan kain, Kong Ji menyeringai dan hatinya berkata.
"Kalau isterimu tidak muda dan cantik, kau takkan mampus!"
Kini orang menggiring keluar pemuda she Ma yang dituduh
menjadi pembunuh kejam itu, Hui Lian semenjak tadi melihat
rombongan itu dengan hati ngeri, menjadi terheran-heran. Ma Hoat
berjalan terhuyung-huyung, kedua tangannya diikat orang dan yang
mengherankan sinar mata pemuda ini layu dan matanya terbelalak
memandang kosong ke depan, babirnya bergerak-gerak seperti
orang bicara perlahan dan kadang-kadang ia tertawa menyeringai!
"Dia telah gila..." bisik Hui Lian.
"Ya, dia gila dan tentu akan dihukum. Pembalasan yang baik
sekali bagi tokoh Bu-can-pai," kata Kong Ji.
338
Hui Lian menengok kepadanya. "Suheng kau tadi menggerakkan
tangan ke arah kepalanya, kau telah memukulnya dengan pukulan
apakah"
Kong Ji tersenyum. "Tadinya aku hendak membunuhnya karena
hatiku panas sekali melihat kekejamannya, akan tetapi aku lalu ingat
bahwa kalau aku membunuhnya, orang akan mengira aku yang
membunuh suami isteri itu, maka aku menahan tenagaku dan hanya
menepuk kepalanya. ia terluka akan tetapi tidak mati.
"Hm, kau sudah menghukum dia, Suheng. Tentu dia takkan lama
hidup."
"Entahlah, mungkin beberapa pekan..." jawab Kong Ji kurang
peduli.
Hui Lian tidak mempunyai alasan untuk tidak percaya kepada
suhengnya. Semua nampak begitu wajar. Peristiwa mengerikan itu
pun wajar. Semua orang dapat melihat bahwa Ma Hoat memasuki
kamar suami isteri itu, agaknya hendak mengganggu Nyonya Cu,
kemudian membunuh mereka. Mungkin juga tadinya Ma Hoat
mengira bahwa kamar itu didiami oleh Kong Ji dan Hui Lian. Tentu
demikian terjadinya pembunuhan itu, tak bisa lain. Hui Lian juga
percaya, hanya ia masih bingung dan terheran bagaimana Ma Hoat
yang tidak berapa tinggi kepandaiannya itu begitu berani mati untuk
datang menuntut balas!
Tentu saja Hui Lian tidak mendengar suara hati Kong Ji tadi, juga
tidak dapat melihat apa yang tersembunyi di balik senyuman wajah
tampan itu. Kalau gadis ini tahu apa yang sebetulnya telah terjadi,
mungkin ia akan roboh pingsan saking kagetnya, dan mungkin ia
akan menjauhi suhengnya seperti orang menjauhi ibis!
Tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kong Ji telah
mempergunakan kepandaiannya, pada tengah malam itu ia keluar
dari kamarnya tanpa diketahui oleh siapa pun juga. Kemudian ia
mengunjungi rumah Ma Hoat, juga tanpa diketahui orang ia
memasuki kamar Ma Hoat menotok pemuda ini dan membawanya
Iari ke rumah penginapan itu, kemudian ia melompat ke dalam
kamar nomor tujuh dan melemparkan tubuh Ma Hoat ke lantai. Cutaijin
terbangun akan tetapi ia segera ditotok dan tak berdaya.
339
Dalam kegilaannya, Kong Ji yang malam itu sudah berubah menjadi
iblis, hendak mengganggu nyonya muda yang membikin dia tergilagila
karena kecantikannya. Hanya seorang iblis yang bisa melakukan
hal ini mengganggu isteri orang di depan suaminya dan di depan
orang lain! Nyonya Cu mengecewakan hatinya karena meronta dan
menangis, maka ia lalu mengambil golok yang tadi dibawanya dari
kamar Ma Hoat membabat putus leher Nyonya Cu, kemudian
membebaskan totokannya pada Cu-taijin untuk memberi
kesempatan kepada orang tua ini berteriak, membunuhnya pula
dengan golok yang masih berlumur darah itu. Kemudian, ia
menekan gagang golok ke dalam tangan kanan Ma Hoat sambil
menotoknya sehingga tubuh pemuda ini menjadi kaku!
Semua itu memang sudah direncanakan lebih dulu, bahkan telah
direncanakan ketika ia mengaku menginap di dalam kamar nomor
tujuh di hotel itu pada saat ia hendak meninggalkan Bu-cin-pai
bersama Hui Lian. Oleh karena siasat ini diatur amat licin, biar Hui
Lian sendiri kena ditipu dan sama sekali tidak menyangka bahwa
pembunuhan itu adalah perbuatan Kong Ji.
Betapapun juga, setelah terjadinya peristiwa ini, di waktu malam
Hui Lian suka gelisah. Ia mendapat perasaan bahwa kadang-kadang
suhengnya itu kelihatan amat aneh, penuh rahasia dan ada sesuatu
yang amat seram menakutkan terbayang pada diri pemuda itu.
Mereka melanjutkan perjalanan dan dalam usaha mereka mencari
Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, dan See thian Tok-ong yang menurut
Kong Ji harus dibalas, mereka makin mendekati tapal batas di
daerah utara. Memang, orang-orang kang-ouw mengabarkan bahwa
tokoh-tokoh besar pada pergi ke utara, di mana mulai panas
suasananya dengan adanya tanda-tanda memberontak dari bangsa
Mongol.
Pada suatu malam, ketika dua orang muda ini bermalam di
sebuah rumah penginapan besar di kota Potouw di lembah Sungai
Kuning, kota yang sudah mendekati perbatasan dengan Mongol,
terjadi hal ke dua yang membuat gadis ini makin berlaku hati-hati
terhadap suhengnya.
Makin ke utara, makin berkuranglah wanita-wanita cantik dan
biarpun hal ini bagi Hui Lian tentu saja tidak ada artinya, namun
340
bagi Kong Ji merupakan siksaan besar! Semenjak meninggalkan
Pulau Kim-bun-to dan melakukan perjalanan dengan Hui Lian,
secara diam-diam di luar tahu sumoinya ini, entah sudah berapa kali
Kong Ji melakukan perbuatan-perbuatan yang terkutuk. Sepak
terjangnya lebih jahat dan mengerikan daripada perbuatan seorang
jai-hwa-ciat (bangsat pemetik bunga) biasa, dan lebih kejam
daripada seorang perampok biasa. Di mana-mana ia meninggalkan
maut sebagai bekas tangannya dan semua ini di lakukan demikian
cepat dan licin tanpa meninggalkan bekas sehingga biarpun
perbuatan-perbuatannya menyebar maut di mana-mana ini
menggegerkan dunia kang-ouw, namun tak seorang yang dapat
menerka perbuatan siapakah yang demikian keji itu. Apalagi orang
lain bahkan Hui Lian yang melakukan perjalanan bersama dengan
Kong Ji, masih tidak tahu sama sekali akan segala perbuatan
pemuda ini!
Wanita-wanita utara memang tidak secantik wanita-wanita
selatan dan daerah utara ini jauh kalau dibandingkan dengan
daerah selatan yang kaya dan penuh kota-kota perdagangan. Juga
hawanya tidak menyenangkan, amat dingin sewaktu musim salju
dan luar biasa panasnya di waktu musim panas. Oleh karena ini,
Kong Ji merasa tersiksa dan setiap hari ia membujuk Hui Lian untuk
mempercepat perjalanan agar mereka segera sampai di tempat
yang mereka tuju, yakni Telaga Gasyun Nor, tempat yang terkenal
sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Mongol di bawah
pimpinan Temu Cin yang gagah perkasa. Kong Ji dan Hui Lian
mendengar bahwa di sana banyak berkumpul orang-orang kangouw
dan kiranya di tempat inilah mereka akan dapat bertemu
dengan tokoh-tokoh yang mereka cari.
Memang mencari tokoh-tokoh yang dianggap musuh besar itu
dipergunakan oleh Kong Ji sebagai alasan, padahal sebenarnya ia
mempunyai cita-cita lain. Ia ingin mengadakan hubungan dengan
pemimpin-pemimpin orang Mongol, untuk bersekutu dengan mereka
dan mencari kesempatan mendapatkan kekuasaan dan pengaruh!
Malam hari itu, ketika berbaring di dalam kamarnya, Kong Ji tak
dapat pulas. ia gelisah sekali bergulik ke kanan kiri. Hawa di dalam
kamar panas bukan main dan beberapa kali pemuda ini
mengeluarkan suara keluhan panjang pendek.
341
Kemudian ia bangkit dari tempat tidurnya, membuka pintu
kamar. Keadaan sunyi karena waktu itu sudah menjelang tengah
malam. Rumah penginapan yang besar dan kuno itu tidak banyak
tamunya sehingga kamar-kamar banyak yang kosong. Para pelayan
sudah tidur nyenyak dan keadaan gelap. Kong Ji melompat dan
sebentar saja ia sudah berada di luar jendela kamar Hui Lian!
Untuk beberapa lama ia ragu-ragu menggeleng-geleng kepala
dan melangkah menjauhi jendela, hendak kembali ke kamarnya
sendiri. Akan tetapi kembali berhenti bertindak, menoleh dan
mendekati jendela lagi. Sampai lama ia berdiri di situ, ragu ragu dan
sangsi. Kalau orang melihat mukanya tentu akan melihat
pertentangan keras di dalam batin pemuda ini terbayang pada
mukanya, pertentangan antara dua pikiran atau dua suara yang
bertempur di dalam dadanya. Akhirnya wajahnya berubah beringas
dan sekali ia menggerakkan tangan daun jendela kamar Hui Lian
terbuka.
Kemudian tubuhnya berkelebat dan melompatlah ia memasuki
kamar itu dari jendela yang sudah terpentang lebar. Akan tetapi
tiba-tiba ia berseru kaget dan cepat mengelak ketika dari
sampingnya menyambar pedang yang hampir saja menembusi
dadanya.
"Bangsat hina dina! Apakah kau mencari mampus berani
mengganggu Nonamu?" terdengar bentakan Hui Lian.
Kong Ji merasa terkejut dan juga bingung, ia malu sekali. Cepat
ia melompat keluar akan tetapi bayangan Hui Lian mengejarnya.
Kong Ji tak dapat melarikan diri lagi dan ia berdiri sambil
menundukkan mukanya.
Ketika Hui Lian tiba di luar kamar dan melihat siapa orangnya
yang membongkar jendela kamarnya dan memasuki kamarnya tadi,
gadis ini berdiri bengong dan wajahnya sebentar pucat sebentar
merah. Dadanya berombak dan sampai beberapa lama ia tidak
dapat mengeluarkan kata-kata. Memang ia sudah menaruh hati
curiga dan setiap malam ia berlaku hati-hati sekali, tak pernah
melepaskan pakatan luar dan selalu berkawan pedang. Hal ini
adalah karena ia selalu merasa ngeri apabila teringat akan nyonya
pembesar she Cu itu. Malam itu mendengar suara jendela kamarnya
342
dibongkar orang, maka ia telah bersiap siap dia dan begitu melihat
sesosok bayangan orang melompat masuk, ia segera menyerang
dengan tusukan pedangnya. Tidak disangkanya bayangan itu lihat
sekali, di dalam lompatan masih sempat mengelak dan melompat
keluar lagi. Dan kini ternyata bahwa orang itu adalah Kong Ji.
"Suheng... apa... apa yang hendak kau lakukan tadi...?"
tanyanya, suaranya bengis, akan tetapi agak gemetar dan perlahan.
"Sumoi... kaubunuhlah aku... aku... aku merasa kesepian dan
gelisah... aku cinta, kepadamu... aku rindu kepadamu... hatiku
terslksa karena ingin dekat dengan mu... aku lupa daratan.
Ampunkan aku Sumoi, atau kau boleh bunuh saja aku..” kata-kata
ini dakeluarkan dengan suara menggetar dan dari celah-celah jari
tangan yang menutupi muka itu
mengalir butiran-butiran air mata!
Hui Lian menyarungkan
pedangnya kembali. "Suheng
mengapa kau berlaku begitu
rendah? Sungguh tak kunyana, Su
heng..." Di dalam hati Hui Lian
mulai ingat akan penuturan
sucinya, yakni Gak Soan Li tentang
watak buruk dari suhengnya ini,
penuturan yang tadinya tidak
dipercayanya, yang dianggapnya
sebagai pernyataan iri hati dan
dengki dari Soan Li.
"Sumoi, aku cinta padamu, dan
aku tak tahan lagi... karena itulah
aku menjadi gelap pikiran. Sumoi, aku bersumpah takkan
melakukan lagi. Marilah kita lekas melanjutkan perjalanan agar lekas
selesai tugas kita, kemudian kita kembali ke Pulau Kim- bun to.
Atau... kalau kau tidak percaya lagi kepadaku, cabut pedangmu itu
dan kau boleh bunuh aku, aku takkan melawan!"
Hui Lian tidak menjawab, ia tahu bahwa kalau suhengnya ini mau
melawan, ia takkan dapat menangkan terhadap suhengnya ia juga
tidak yakin benar apakah yang akan dilakukan pada saat itu.
343
Melihat gadis itu diam saja. Kong ji mencabut Pak-kek Sin-kiam
yang selalu berada di punggungnya, memberikan pedang pusaka itu
kepada Hui Lian.
"Sumoi aku bersumpah, disaksikan oleh pokiam ini, bahwa aku
takkan melakukan perbuatan itu lagi. Kau percayalah...."
"Bagaimana aku bisa yakin akan isi hatimu?" akhirnya Hui Lion
berkata lirih.
"Kalau kau sudah tidak percaya lagi kepadaku, nah, ambil pedang
ini dan kau boleh tusuk dadaku, Sumoi."
Hui Lian menggerakkan tangannya dan di lain saat pedang Pakkek
Sin-kiam sudah berada di tangannya. Kong Ji diam-diam
terkejut dan pemuda ini siap untuk menggunakan pukulan maut
kalau gadis ini menyerang. Akan tetapi Hui Lian tidak
menyerangnya, hanya memandang kepada Pak-kek Sin-kiam, lalu
berkata.
"Suheng, aku maafkan kau. Mungkin kau tadi kemasukan iblis
yang berkeliaran di daerah asing ini. Akan tetapi, sebagai hukuman,
aku merampas Pak-kek Sin-kiam. Biarlah aku yang membawa
pedang ini dan untukmu, biar kau memakai pedangku," Hui Lian
mencabut pedang dan sarung pedangnya, pedang yang juga baik
akan tetapi tentu saja kalah jauh kalau dibandingkan dengan Pakkek
Sin-kiam, lalu memberikan pedangnya kepada Kong Ji.
Gadis ini berpikir bahwa dengan pedang itu di tangan, ia takkan
khawatir lagi menghadapi Kong Ji. Hal ini pun dibenarkan oleh katakata
Kong Ji yang agaknya dapat membawa pikirannya.
"Terima kasih, Sumoi, kau memang berhati mulia. Sekarang Pakkek
Sin-kiam sudah berada di tanganmu, dengan Pak kek Kiam-sut,
tentu sewaktu-waktu kau dapat membunuhku kalau aku tidak
memegang teguh janjiku."
Hui Lian merasa lega. Memang, biar pun pemuda ini sudah
mempelajari Pak-kek Sin-ciang-hoat, akan tetapi baru teorinya
belaka dan kalau ia memegang Pak-kek Sin-kiam dan mainkan ilmu
pedang itu, apakah yang dapat dilakukan oleh Kong Ji terhadapnya?
Seujung rambut pun gadis ini tidak pernah mengira bahwa
344
jangankan dia dengan Pak-kek Sin-kiam dan ilmu pedang Pak-kek
Kiamsut, biarpun ada lima orang seperti dia, belum tentu akan
dapat menangkan Kong Ji. Pemuda ini diam-diam telah melatih
semua teori dari Pak-kek Sin-ciang, dan agaknya dalam ilmu ini ia
tidak kalah oleh Hui Lian. Apalagi dia sudah mempunyai Tin-sankang
yang hebat, sudah mempunyai ilmu silat dari See-thian Tokong
dan juga telah mendapat dasar-dasar yang kuat dari ilmu silat
Hoa-san-pai serta Kwan-im-pai, bahkan semua ini masih ditambah
lagi oleh gemblengan dari Go Ciang Le yang melatihnya dengan
sungguh-sungguh dalam ilmu silat tinggi lain kecuali Pak-kek Sinciang.
Demikianlah, perjalanan dilakukan terus dengan cepat. Mereka
mempergunakan kuda untuk melewati tapal batas dan akhirnya
tibalah mereka di Telaga Gasyun Nor atau juga disebut Cu yen-hu.
Di sekitar telaga ini terdapat tanah yang subur dan karena inilah
maka Temu Cin mempergunakannya sebagai markas besar
sementara. Di sini terdapat tempat yang subur pula, sedangkan
daerah itu sebagian besar terdiri dan padang pasir yang gundul.
Selain ini, dan telaga ini ia pun dapat melakukan perjalanan melalui
air sungai yang ada hubungannya dengan Sungai Kurang sehingga
tempat ini memang dapat disebut amat strategis.
Akan tetapi, tentu saja Temu Cin takkan menjadi seorang
pemimpin besar kalau dia tidak mempunyai siasat yang amat cerdik.
Di luarnya saja kelihatan bahwa tempat itu ia jadikan markas besar,
namun pada hakekatnya, markas besarnya dipecah-pecah dan
berada di mana-mana. ia maklum bahwa bangsanya menghadapi
banyak saingan dan musuh yang selalu mengintai dan yang
bertujuan menghancurkannya, maka ia tidak begitu bodoh untuk
memusatkan tenaga di suatu tempat. Selain ini, ia pun
menghubungi orang-orang pandai dari pedalaman, yang dibujuknya
dan diberi hadiah hadiah besar untuk membantu perjuangannya.
Ketika Hui Lian dan Kong Ji tiba di tempat itu, mereka berdua
segera dikurung oleh barisan penjaga yang tentu saja merasa
curiga. Mereka mengira bahwa dua orang muda ini tentulah
penyeldik atau mata-mata dari pemerintah Kin yang masih berkuasa
di selatan. Maka para penjaga itu mengurung dan membentak.
345
"Turun dart kuda dan menyerah! Tanpa perlawanan kami akan
menangkap kalian hidup-hidup untuk dihadapkan kepada kepala
penjaga"
Akan tetapi, mana Kong Ji dan Hui Lian takut menghadapi ini?
Kong Ji tersenyum mengejek dan berkata,
"Orang liar, tutup mulutmu yang kotor dan lebih baik kau lekaslekas
panggil keluar pemimpinmu yang bernama Temu Cin!"
Pada waktu itu, nama Temu Cin sudah amat dipandang tinggi
oleh orang-orang Mongol, sudah dianggap sebagai penjelmaan
dewata agung yang datang ke dunia untuk memimpin bangsa
Mongol. Oleh karena itu, mendengar pemuda bangba Han ini tidak
menghormati pimpinan mereka, para penjaga menjadi marah sekali.
"Manusia kurang ajar! Kau sudah berani datang di wilayah kami
tanpa ijin dan datang-datang kau bersikap kurang ajar. Apakah kau
mempunyai nyawa cadangan maka begitu tak takut mampus?"
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XIII
PARA orang-orang Mongol itu mulai mengurung dan mereka
telah mencabut senjata. Sikap mereka mengancam sekali dan di
sana-sini terdengar teriakan orang menyuruh Kong Ji dan Hui Lan
menyerah baik-baik. Namun Kong Ji tiba-tiba tertawa bergelak dan
berkata penuh suara menyindir.
"Ha, ha, begini sajakah macamnya anak buah dari Temu Cin
yang tersohor gagah? Tidak tahunya sejajar gentong-gentong nasi
yang tiada guna'"
Tentu saja orang Mongol itu menjadi marah sekali dan serentak
mereka menyerbu. Kong Ji mencabut pedangnya dan melompat
turun dari kuda, diturut oleh Hui Lian yang menjadi bingung melihat
sikap suhengnya itu. Menurut suhengnya, mereka datang ke tempat
itu bukan saja ntuk mencari orang-orang kang-ouw yang menjadi
musuh besar, akan tetapi juga hendak bertemu dengan Temu Cin
pemimpin orang-orang Mongol yang terkenal sekali. Akan tetapi
346
mengapa sekarang suhengnya itu seakan-akan sengaja mencari
urusan?
Namun Hui Lian tidak sempat memusingkan semua ini karena
banyak sekali orang Mongol menyerang dan mengeroyoknya
sehingga ia terpaksa mencurahkan perhatiannya untuk membela
diri. Orang-orang Mongol itu ternyata rata-rata bertenaga besar dan
gerakan senjata mereka juga kuat dan cepat sekali. Akan tetapi,
oleh karena gerakan mereka itu hanya gerakan cepat dan nekad,
tidak teratur seperti gerakan ahli silat, tentu saja bagi Kong Ji dan
Hui Lian yang berilmu tinggi, mereka ini merupakan makanan yang
empuk.
Hui Lian tidak mau membunuh orang tanpa ada sebab tertentu.
Di dalam pertempuran dan percekcokan ini, di dalam hati ia
mengaku bahwa pihaknya yang salah. Ia hanya membela diri karena
ikut dikeroyok, akan tetapi ia hanya murobohkan orang tanpa
melukai berat, atau menabas kutung senjata mereka saja. Pak-kek
Sin-kiam bagaikan sebatang pisau tajam bertemu buah labu
menghadap golok dan pedang para pengeroyok itu. Setiap kali
pedang pusaka ini bertemu dengan senjata lawan, pasti senjata
lawan itu terbabat putus dengan amat mudahnya. Oleh karena
kejadian ini orang-orang Mongol menjadi gentar dan mereka
mengalihkan pengeroyokan mereka kepada Kong Ji. Akan tetapi,
inilah kesalahan mereka. Kalau mereka mengeroyok Hui Lian saja,
paling hebat senjata mereka rusak dan mereka roboh terluka ringan.
Sekarang setelah mereka mengeroyok pemuda itu, sama halnya
dengan mencari mati sendiri. Kong Ji benar-benar telengas dan
kedua tangannya menyebar maut. Setiap sambaran tangan kiri
meremukkan kepala atau menotok jalan darah kematian! Hui Lian
sampai bergidik melihat sepak terjang suhengnya ini.
Baiknya baru ada tujuh orang yang tewas ketika tiba-tiba
terdengar bentakan keras menahan semua orang yang bertempur.
Bentakan itu demikian berpengaruh, karena semua orang Mongol
lalu melompat mundur dan berlutut.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, yang datang itu
adalah Temu Cin sendiri bersama pasukannya yang terpukul mundur
oleh pasukan musuh yang besar jumlahnya. Pada waktu itu Temu
347
Cin sedang memimpin bangsanya untuk menundukkan suku suku
bangsa lain yang tadinya menindas mereka. Di antara suku-suku
bangsa yang besar dan kuat adalah suku-suku bangsa Kerait dan
Naiman. Dua suku bangsa ini bersatu dan menghadapi
pemberontakan Temu Cin. Baru-baru ini, Temu Cin dengan hanya
seratus lima puluh orang pasukannya, bertemu dengan rombongan
musuh yang jumlahnya seribu orang lebih. Tentu saja pasukan
Temu Cin menjadi kewalahan dan dikejar-kejar. Dengan amat
cerdiknya, Temu Cin melarikan pasukann menuju ka Gasyun Nor, di
mana telah bersiap sedia kawan-kawan untuk menyambut musuh.
Dengan keras hati dan tidak mengenal lelah Temu Cin terus
melakukan perjalanan yang amat jauh melalui padang pasir untuk
memancing musuhnya yang banyak jumlahnya.
Akan tetapi, ketika tiba di Telaga Cu-yen-hu atau Telaga Gasyun
Nor, ia melihat orang-orangnya tengah mengeroyok seorang
pemuda dan seorang dara yang amat luar biasa permainan
pedangnya, Temu Cin paling suka melihat orang gagah, dan
memang termasuk kecerdikannya untuk memikat hati orang-orang
pandai agar cita-citanya mendapat bantuan mereka. Oleh karena ini,
sekelebat saja melihat jalannya pertempuran, Temu Cin sudah tahu
bahwa dua orang muda itu bukanlah ahli silat sembarangan.
Di lain pihak, ketika Kong Ji dan Hui Lian memandang orang yang
baru tiba, mereka diam-diam merasa kagum dan tertarik. Ada
sesuatu dalam diri Temu Cin yang menarik perhatian orang dan
menimbulkan kekaguman, ada sesuatu dalam sikapnya yang
berbeda dengan semua orang. Selain ini, pemuda Mongol ini juga
gagah sekali, dengan wajah seperti harimau dan sepasang mata
sipit yang tajam dan bergerak-gerik penuh kecerdikan.
Temu Cin menjura kepada Kong Ji dan Hui Lian, sedangkan
matanya bersinar kagum ketika melihat pedang Pak-kek Sin-kiam di
tangan gadis itu.
"Ji-wi Enghiong yang mulia, maafkan aku tidak sempat
menyambut lebih siang kedatangan Ji-wi yang merupakan
penghormatan bagi kami. Dan lebih-lebih lagi maafkan atas
kelancangan orang-orangku yang tidak tahu bahwa dua orang
348
gagah datang sebagai sahabat. Biarlah aku akan memberi hukuman
kepada mereka!'
Mendengar ini, Kong Ji melengak dan Hui Lian merasa tidak enak
sekali. Sebetulnya, pihaknya yang seharusnya ditegur dan pihaknya
yang keterlaluan, akan tetapi tuan rumah mengeluarkan kata-kata
yang demikian sungkan.
"Sahabat, harap kau yang maafkan kami, dan harap jangan
memberi hukuman kepada orang-orangmu. Mereka itu hanya
menjalankan kewajiban dan kamilah yang datang mengganggu.
Maaf, maaf...." kata Hui Lian.
Temu Cin berpaling kepada orang-orangnya. "Kaudengarkan itu?
Lihiap ini bukan orang sembarangan, baru melihat pokiamnya saja,
seharusnya kalian dapat menduga. Hayo lekas singkirkan mayatmayat
ini dan bersihkan tempat untuk menyambut dua tamu
agung'"
Sekarang Kong ji melangkah maju dan menjura, "Kami memang
berlaku lancang, untungnya Tuan Rumah begitu sopan santun dan
baik hati. Sebetulnya, kedatangan kami adalah untuk bertemu
dengan pimpinan besar kalian yang bernama Temu Cin."
Orang Mongol muda yang bertubuh tegap itu tertawa bergelak.
"Alangkah bahagia hatiku mendapat perhatian dua orang muda
begini gagah perkasa. Tai-hiap, akulah Temu Cin!"
Kong Ji dan Hum Lian kali ini benar-benar terkejut. Sama sekali
tidak mereka sangka bahwa pemimpin besar itu masih begitu muda,
dan lagi begitu sederhana!
Melihat keheranan mereka, kembali Temu Cin tertawa. "Marilah
duduk di dalam tenda, Ji-wi Enghiong. Mari kita bercakap-cakap di
dalam dan minun arak."
Karena tidak baik dan tidak enak bicara di luar, apalagi setelah
terjadi pertempuran tadi, Kong Ji dan Hui Lian menurut saja. Mereka
mengikuti Temu Cin yang masuk ke dalam sebuah tenda besar
sekali di mana telah tersedia meja dan bangku serba lengkap. Tidak
disangka bahwa biarpun hanya bangunan tenda, namun di sebelah
349
dalamnya lengkap dan menyenangkan, patut menjadi tempat
tinggal seorang pemimpin besar.
Setelah duduk dan arak dikeluarkan oleh pelayan yang cepat
pergi lagi, Temu Cin bertanya,
"Tidak tahu siapakah Jiwi yang muda dan gagah?"
"Aku bernama Liok Kong Ji, dan nona ini adalah Go Hui Lian,
sumoiku. Kami datang dari selatan, dari Pulau Kim bun-to."
Mendengar sepasang mata yang sipit itu terbelalak dan wajah
Temu Cin berseru. "Aha, Lihiap ini she Go, ada hubungan apakah
kiranya dengan Taihiap Ciang Le yang berjuluk Hwa I Enghiong dan
juga tinggal di Kim-bun-to?"
"Dia adalah ayahku," jawab Hui Lian cepat.
Temu Cin cepat berdiri dari tempat duduknya dan menjura
dalam-dalam kepada Hui Lian. "Ah, benar-benar kehormatan besar
sekali bagiku dapat bertemu dengan Lihiap di sini, dapat menerima
kunjungan puteri dari Taihiap Go Ciang Le. Guru-guruku yang
demikian banyak jumlahnya tak seorang pun di antara mereka yang
tidak mengagumi dan menjunjung tinggi nama ayahmu, Nona."
"Terima kasih, Taijin terlampau menghormat," jawab Hui Lian
yang sebaliknra menyebut "taijin", karena menurut pendapatnya
bukankah pemuda Mongol itu seorang yang berkedudukan tinggi,
menjadi pemimpin besar seluruh rakyat Mongol? Temu Cin
sebaliknya tidak merasa aneh disebut taijin dan sikapnya biasa serta
ramah-tamah.
"Adapun maksud kedatangan kami," kata Kong Ji kemudian,
"Karena sudah lama sekali kagum mendengar nama besar Taijin,
kagum mendengar pergerakan saudara-saudara bangsa Mongol
untuk memperbaiki nasib. Apalagi mendengar berita bahwa Taijin
bercita-cita untuk membebaskan rakyat kami dari penindasan
bangsa Kin, benar-benar menimbulkan hati kagum dan berterima
kalis. Oleh karena itu, kami sengaja datang bukan saja untuk
menyaksikan kebenaran berita ini, juga untuk berkenalan dengan
Taijin dan kalau mungkin menyediakan tenaga membantu
perjuangan suci ini.
350
Berseri wajah Temu Cin mendengar ini. Untuk menarik hati dan
menarik bantuan orang-orang gagah di dunia kang-ouw, ia tidak
segan-segan mengeluarka banyak harta. Apalagi pemuda yang
gagah ini datang-datang menawarkan tenaga bantuannya sendiri.
Hal ini benar-benar menyenangkan hatinya sehinggga ia tersenyumsenyum
gembira.
Akan tetapi sebaliknya Hui Lian menjadi amat terheran-heran.
Mengapa sekarang suhengnya menyatakan maksud yang amat jauh
bedanya daripada semula? Ia menoleh kepada suhengnya dengan
pandang mata penuh pertanyaan, akan tetapi Kong ji pura-pura
tidak melihatnya. Hati Hui Lain menjadi mendongkol sekali dan ia
kehilangan kesabarannya.
"Taijin, menurut kabar yang kudapat, di utara ini banyak
perkumpulan orang-orang pandai dan tokoh-tokoh kang-ouw dari
segala macam golongan. Oleh karena inilah maka kami sengaja
datang ke sini bukan hanya untuk berkenalan denganmu, akan
tetapi terutama sekali hendak mencari beberapa orang tokoh kangouw
yang menjadi musuh besar kali. Kami mengharapkan
keterangan dan taijin apakah mereka berada di daerah utara ini."
Temu Cin menekan perasaan tidak senangnya mendengar ini. Ia
amat membutuhkan bantuan orang-orang pandai untuk
melaksanakan cita-citanya yang besar, yakni selain mempersatukan
suku-suku bangsa di utara sehingga menjadi suku bangsa besar,
juga untuk menyerbu ke selatan dan menguasai seluruh Tiongkok.
Tentu saja mendengar adanya pertentangan antara orang gagah, ia
tidak senang karena itu berarti merugikan perjuangannya. Akan
tetapi dengan pandai dapat menyembunyikan perasaannya itu dan
pada wajahnya yang gagah tidak terbayang sesuatu.
"Siapakah gerangan nama musuh-musuh besar Lihiap itu?"
"Mereka adalah orang-orang tingkat tinggi di dunia kang-ouw,
yakni Giok Seng Cu ketua Im-yang-bu-pai, Ba Mau Hoatsu dart Tibet
dan See-thian Tok ong beserta anak tsterinya."
Temu Cin benar-benar terkejut mendengar ini. “Mereka adalah
orang-orang luar biasa di dunia kang-ouw!" katanya. "Sudah lama
sekali aku mendengar nama mereka sebagai iblis-iblis yang sakti,
351
akan tetapi sayang belum pernah bertemu muka, juga mereka tidak
ada di sini. Lihiap bermusuhan dengan orang-orang seperti itu,
alangkah berbahayanya! Baiklah, aku akan membuka mata dan
memasang telinga, kalau aku mendengar di mana adanya mereka,
pasti aka kuberi tahu kepada Lihiap." Kemudian pemimpin orang
Mongol ini berpaling kepada Kong Ji. "Liok Taihiap, tentang
maksudmu hendak membantu kami benar-benar amat kuhargai.
Tentu saja kelak tidak akan melupakan budi yang besar dari Taihiap
ini. Akan tetapi aku pun bersama seluruh kawanku minta bukti
pembelaan dari Taihiap. Tak lama lagi akan datang serombongan
barisan musuh, yakni dari suku bangsa Naiman dan Kerait yang
jumlahnya seribu orang lebih, dipimpin sendiri oleh kepala suku
bangsa Naiman yang gagah perkasa. Mereka mengejar-ngejar kami
dan kalau mereka tiba aku akan mengadakan perlawanan besarbesaran.
Untuk serbuan mereka ini aku sudah memasang jebakan
dan aku yakin mereka akan dapat kuhancurkan. Kawan-kawanku di
sini berjumlah tiga ribu orang lebih dan sekarang sudah kusiapkan.
Bahkan aku sudah memanggil beberapa orang panglima dan
pembantu dari barat. Maukah kau dan Lihiap membantu kami?"
"Tentu saja, Taijin. Serahkan saja pemimpin barisan musuh
kepadaku, hendak kuperlihatkan bahwa kedatangan kami ini tidak
percuma belaka!" jawab Kong Ji gembira.
Tiba-tiba terdengar sorak sorai yang hebat dari jurusan timur dan
pada saat itu seorang pengawal masuk bersama seorang Mongol
yang usianya, kurang lebih tiga puluh tahun, bertubuh tegap sekali
akan tetapi agak pendek, sepasang matanya lebar dan kumisnya
kecil panjang. Orang ini berpakaian perang dan di pinggangnya
tergantung sebuah golok yang gagangnya amat indah ukirannya.
Dengan matanva yang lebar itu ia menatap Kong Ji dan ia tidak
menyembunyikan kekagumannya ketika ia melihat Hui Lian yang
cantik manis.
"Bouw Ang Gempo, bagus kau datang pada saat yang tepat!"
Temu Cin berkata girang ketika panglima itu memberi hormat
kepadanya. "Perkenalkan dulu kepada dua orang pendekar ini. Dia
ini adalah Liok Kong Ji Taihiap, murid dari pendekar besar Go Ciang
Le di Kim bun-co, sedangkan Nona ini adalah puteri dari Go-talhiap
352
itu yang bernama Go Hui Lian. Jiwi Enghiong, inilah Bouw Ang
Gempo panglima perangku yang sudah bayak berjasa."
Bouw Ang Gempo, dengan lagak gagah memberi hormat kepada
dua orang muda itu. Pandangan matanya terhadap Kong Ji agak
bercuriga, akan tetapi terhadap Hui Lian, jelas sekali terbayang
kekagumannya.
"Bouw Ang Gempo, berapa banyak pasukan yang kaubawa?"
"Dua ribu lima ratus orang, Khan Muda!" kata panglima itu. Kong
Ji dan Hui Lian terkejut mendengar sebutan Temu Cin yang disebut
Khan Muda atau Raja Muda itu. Tak mereka sangka bahwa
kedudukan orang Mongol muda ini sudah meningkat demikian
tinggi.
"Bagus, kau dan anak buahmu harus menjaga agar jangan
terlampau banyak terjadi pembunuhan. Taklukkan orang-orang
Naiman dan Kerait itu dalam keadaan hidup sehingga mereka akan
menggabungkan diri dengan kita. Adapun tentang kepala suku
bangsa Naiman beserta putennya yang keras kepala itu, kau
serahkan saja kepada Liok-taihiap dan Go Lihiap. Mereka ini sudah
sanggup untuk menghadapi mereka!"
Bouw Ang Gempo menggerakkan sepasang alisnya yang
gombyok. "Akan tetapi, Lima Honggan kepala suku bangsa Naiman
itu lihai sekali! Apalagi puterinya bukanlah orang yang tidak boleh
di-buat main-main!" Sambil berkata demikian ia memandang kepada
Kong Ji dengan pandang merendahkan dan kepada Hui Lian dengan
pandang mata khawatir.
Temu Cinn tersenyum. "Ha, ha, ha, panglimaku, kaulah yang
kurang awas. Sekarang tidak ada waktu lagi, kelak setelah selesai
mengalahkan musuh, boleh kau belajar kenal dengan kelihaian dua
orang pendekar muda ini!”
Panglima itu memberi hormat dan berjalan keluar. Temu Cin juga
mengajak dua orang tamunya untuk keluar, karena suara musuh
yang mendatangi tempat itu kini sudah terdengar jelas, Mereka
sudah berbaris di dekat telaga dan terdengar suara menantangnantang.
353
Barisan yang datang hendak menyerbu suku bangsa Mongol ini
kelihatan tidak teratur. Sungguhpun mereka itu rata-rata memiliki
perawakan yang gagah dan kuat, namun sebagian besar nampak
amat lelah, bahkan ada beberapa orang yang cepat mengambil air
dari telaga untuk menghilangkan rasa haus.
Mereka dipimpin seorang tua yang berjenggot panjang dan
tangan kanannya memegang tongkat kuningan yang dipegang
seperti toya. Kelihatannya gagah sekali dan dari tindakannya nyata
bahwa ia memiliki kepandaian silat yang tinggi. Kakek ini diam saja,
hanya memandang ke depan dengan mata tajam, sedangkan yang
berteriak-teriak menantang adalah pembantu-pembantunya yang
berdiri di bagian depan dari barisan itu.
Setelah menghadapi mereka dari jarak tiga puluh tombak Temu
Cin berkata, suaranya nyaring sekali sehingga diam-diam Hui Lian
dan Kong Ji memuji dan tahu bahwa pemimpin muda ini ternyata
memiliki tenaga lweekang dan khikang ang tinggi juga.
"Paman Lima Honggan! Sudah berkali-kali kukatakan bahwa tiada
gunanya kau dan kawan-kawanmu memusuhiku. Kau takkan
menang! Bagaimana kau bisa mengalahkan bangsa Mongol yang
besar? Daripada membuang nyawa cuma-cuma, bukanlah lebih baik
kau dan kawan-kawanmu menggabungkan diri dengan kami! Hawa
begini panas, kalian sudah melakukan perjalanan jauh, apakah tidak
lebih baik datang minum arak menghilangkan lelah? Lihatlah anak
buahmu sudah kehausan, apakah kau tidak hendak memberi
kesempatan kepada mereka untuk minum dulu? Lihat, aku dan
kawan-kawanku sengaja tidak menjaga telaga, untuk memberi
kesempatan kepada orang-orangmu melepaskan lelah!"
"Temu Cin, siapa sudi mendengar bujukanmu? Kau sudah
menghina keluarga kami, kau hendak mengajak kami menyerang ke
selatan? Huh, orang macam kau akan menyerang ke selatan?
Tengoklah tingginya Gunung Thai-san, apa kaukira akan dapat
menghadapi orang selatan yang banyak memiliki ahli-ahli silat yang
tinggi? Sudahlah, jangan banyak cerewet. Kalau kau memang lakilaki,
pertanggung jawabkan semua perbuatanmu dan menyerah
untuk kubelenggu!"
354
Akan tetapi pada saat itu, Temu Cin tertawa bergelak. "Paman
Lima Hong-on. lihatlah, apa yang sudah terjadi dengan anak
buahmu? Apakah kau masih keras kepala hendak melawan?"
Lima Honggan menengok dan mukanya menjadi pucat. Sebagian
besar anak buahnya tadi tak dapat menahan haus dan beramairamai
mereka minum air telaga Gasyun Nor, juga kuda-kuda yang
kepayahan diberi minum. Mereka minum dengan bernafsu sekali,
lupa akan segala apa di sekeliling mereka. Hanya para pemimpin
yang di tengah jalan masih kebagian air, dan mereka yang memang
bersemangat baja, tidak tergesa-gesa minum ketika menghadapi
musuh. Dan sekarang mereka yang tadi minum air telaga, semua
roboh bergelimpangan dalam keadaan lemas dan tak berdaya,
seperti orang mabok atau orang mengantuk. Bahkuda yang minum
air itu pun sekarang rebah miring, mengeluarkan ringkik panjang
seperti keluhan. Sebentar saja lebih dari separuh barisan rebah
malang melintang dan keadaan menjadi panik.
Tiba-tiba dari dalam barisan Lima Honggan, melompat keluar
seorang wanita yang bertubuh ramping. Wanita bermuka manis
sekali, dengan rambut dipotong pendek. Bajunya biru dan celananya
merah berkibar tertiup angin ketika ia melompat ke depan dengan
sinar mata memancarkan kemarahan. Tangan kanannya bergerak
dan tahu-tahu ia telah mengeluarkan senjatanya yang istimewa,
yakni sebuah bola baja yang diikat dengan rantai kecil. Nona yang
usianya paling banyak tujuh belas tahun, masih amat muda dan
amat cantik menggiurkan ini, setelah mengayun bola baja itu di atas
kepalanya, diputar-putarnya sehingga menimbulkan suara nyaring.
Ia menudingkan telunjuk kirinya ke arah Temu Cin.
"Temu Cin, bangsat curang manusia tak berbudi! Kau telah
meracuni orang- orang kami!" Sambil berkata demikian sekali
melompat gadis ini telah melapaui sepuluh tombak dan berdiri
menantang dengan marah!
Temu Cin menoleh kepada Kong Ji dan Hui Lian, tersenyum dan
berkata, “Itulah Lima Nalumei, puteri Paman Honggan yang tadinya
hendak dijodohkan dengan aku. Dia lihai sekali, apakah di antara Jiwi
ada yang sudi mewakiliku?"
355
Hui Lian memandang kepada Temu Cin dan matanya ragu-ragu
ketika ia memandang dan bertanya, "Taijin, betul-betulkah kau
meracuni orang itu!"
Temu Cin tersenyum. "Aku sayang orang-orang di utara,
bagaimana aku mau meracuni mereka? Mereka hanya telah minum
air yang dicampuri obat bius yang melemahkan dan memabokan
saja."
Sementara itu, sejak tadi Kong Ji memandang ke arah Nalumei
dengan mata berseri dan penuh gairah. Gadis itu memang cantik
sekali, dan memiliki sifat kecantikan yang lain sekali dari pada
kecantikan seorang gadis Han. Rambutnya yang dipotong pendek
itu agak kecoklat-coklatan dan matanya agak kebiruan seperti mata
seorang nona bangsa Semu. Mendengar permintaan Temu Cin, ia
lalu berkata.
"Biar aku yang menghadapinya!" Ia melompat dengan gembira
sambil mencabut pedangnya.
"Saudara Liok, jangan bunuh dia, tangkap hidup-hidup!" Temu
Cin masih sempat memberi ingat pemuda ini. Kemudian ia berpaling
kepada Hui Lian, "Go lihiap, kalau Paman Lima Honggan maju,
harap kau suka menghadapinya. Aku mau membantu Bouw Ang
Gempo menaklukkan barisan mereka!"
Belum sempat Hui Lian menjawab sekali berkelebat Temu Cin
sudah melompat jauh untuk memimpin pasukan menghadapi musuh
yang masih hendak mengadakan perlawanan.
Ketika Kong ji berhadapan dengan nona bangsa Naiman itu, ia
merasa girang sekali. Makin dekat, makin nampak kecantikan nona
ini yang benar-benar masih amat muda, namun sudah mempunyai
sikap gagah. Nona ini melihat kedatangan Kong Jil dengan pedang
di tangan sudah tahu bahwa pemuda tampan bangsa Han ini
tentulah jagoan dari Temu Cin, maka tanpa banyak cakap lalu
menggerakkan senjatanya menyerang dengan hebat.
"Bagus, Nona manis, gerakanmu indah sekali!" Kong ji memuji
sambil mengelak. Akan tetap' baru saja ia mengelak, bola baja itu
sudah datang menyambar lagi amat cepatnya, mengarah kepalanya.
Kong ji tentu saja tidak mau membiarkan kepalanya dihancurkan
356
oleh benda itu, dan tidak berani pula berlaku semberono karena
sambaran bola itu mendatangkan angin mengiuk. Cepat pedangnya
bergerak menangkis dan bahkan inengerahkan tenaga untuk
memutuskan tali bola itu.
Akan tetapi, tali itu tidak terputus, bahkan ketika pedangnya
menahan tali, bola itu dapat memukul terus, menukik ke bawah
mengancam dadanya. Kong Ji benar-benar kaget sekarang. Tak
disangkanya bahwa nona ini demikian lihainya. ia cepat menarik
kembali pedangnya dan mengelak ke kiri melangkah maju dan
tangan kirinya diulur untuk merampas senjata lawan yang lihai itu.
Akan tetapi, nona itu telah mendahuluinya, menotok ke arah
Iambungnya dengan dua jari tangan kiri. Gerakannya cepat dan
kuat sehingga kembali Kong Ji terkejut sampai berseru sambil
melompat mundur. Jelas baginya bahwa gerakan tadi adalah ilmu
menotok jalan darah dari selatan! Bagaimanakah seorang nona
bangsa Naiman yang tinggal jauh di utara dapat mainkan ilmu silat
selatan seperti orang Han?
Namun ia tidak sempat melamun terlalu lama karena Nalumei
menyerangnya lagi, kini senjatanya diputar hebat dan mendesak
kuat setelah diketahuinya bahwa pemuda berpedang ini dapat
menghalau semua serangannya. Kong Ji juga melayaninya dengan
hati-hati. Pemuda ini tidak mau menjatuhkan tangan besi, karena
selain tidak mau melukai gadis manis yang menarik hatinya ini,
juga. ia ingin sekali menyaksikan ilmu sang gadis ini lebih jauh.
Pertempuran berjalan seru sekali.
Tiba-tiba kakek yang menjadi ayah gadis ini berteriak keras,
memberi aba-aba kepada pasukannya untuk menyerbu. Dia sendiri
membawa tongkatnya melompat untuk membantu puterinya. Tibatiba
ia berhadapan dengan seorang gadis Han -yang lincah, seorang
gadis yang memegang pedang pusaka yang berkilauan cahayanya.
Lima Honggan tidak gentar, sambil membentak keras ia mengayun
tongkatnya ke arah Hui Lian. Gadis ini menangkis.
"Traangg!" Bukan main kagetnya Lima Honggan ketika ujung
tongkatnya somplak, terbabat putus oleh pedang lawannya itu. ia
mencelat mundur kemudian menghadapi Hui Lian lebih hati-hati.
Tidak berani lagi ia mengadu tongkatnya dengan pedang itu dan
357
selalu menghindarkan bertemunya kedua senjata. Namun
tongkatnya selalu mengancam jalan darah yang berbahaya. Seperti
juga Kong Ji. Hui Lian mendapat kenyataan bahwa ilmu silat dari
selatan gerakannya hampir sama dengan ilmu silat cabang Bu-tongpai.
Adapun pasukan Naiman dan Kerait setelah melihat pemimpin
dan puterinya itu turun tangan, sambil bersorak sorak mereka lalu
maju menyerbu, disambut oleh Bouw Ang Gempo yang memimpin
anak buahnya. Namun sia-sia belaka bagi pihak penyerang, karena
jumlah mereka sudah berkurang banyak. Kini mereka menghadapi
sambutan dari pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya sehingga
sebentar saja mereka dikurung dan dikeroyok. Banyak yang roboh
bergelimpangan dan lebih banyak lagi yang tertangkap hidup-hidup.
Adapun mereka yang terterkena minuman yang mengandung obat
bius, siang-siang sudah dibelenggu oleh pihak Mongol.
Pertempuran antara pihak Kong Ji dan Nalumei hanya
berlangsung selama dua puluh jurus. Kalau Kong Ji mau, dalam
beberapa belas jurus saja akan dapat merobohkan lawannya akan
tetapi ia merasa sayang kalau melukai nona ini. Maka setelah
mendapat kesempatan baik ia memukul hancur bola besi itu dengan
tenaga Tin-san-kang, kemudian sebelum Nalumei sempat mengelak,
ia telah menepuk pundak gadis itu sehingga Nalumei jatuh lemas
tak berdaya. Kong Ji menyambar tubuhnya dan mengempitnya, lalu
membawanya ke dalam markas orang-orang Mongol.
Adapun pertandingan antara Hui Lian. dengan Lima Honggan
juga tidak berjalan seimbang. Tidak saja pedang pusaka Pak-Kek
Sin-kiam terlalu ampuh buat kakek itu, juga ilmu pedang gadis itu
terlalu tinggi baginya. Sebentar saja, melihat berkelebatnya sinar
pedang yang menyilaukan mata, Lima Honggan menjadi kabur
pandangan matanya dan berkunang-kunang. Ia merasa bahwa kali
ini ia dan anak buahnya pasti akan kalah. Apalagi setelah ia melihat
puterinya tertawan musuh, hatinya menjadi kalut dan ia berlaku
nekat. Ketika itu, pedang di tangan Hui Lian tengah menyerang ke
arah dadanya. Kakek ini menangkis dengan tongkat sekuat tenaga.
Terdengar suara nyaring dan tongkatnya patah menjadi dua. Namun
ia tidak mundur, sebaliknya bahkan merangsek maju dengan kedua
tangan diulur merupakan cengkeraman. Tangan kiri mencengkeram
358
ke arah pedang dan tangan kanan mencengkeram ke arah dada Hui
Lian!
Hui Lian terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa kakek ini
demikian nekat. Kalau ia membabat, kedua lengan itu, pasti putus,
namun ia tidak tega berlaku sekeji itu. Ia hanya mengelak untuk
menghindarkan cengkeraman ke arah dadanya dan karena ia
berlaku lambat, pedangnya telah kena dipegang oleh cengkeraman
kakek itu.
Lagi-lagi Hui Lian terkejut. Kalau orang tidak memiliki lweekang
yang tinggi, baru mencengkeram Pak-kek Sin-ciang saja jari-jari
tangannya tentu akan putus semua! Agaknya kakek ini
mempergunakan tenaga lemas sehingga tidak terpengaruh oleh
tajamnya pedang yang keras. Kalau Hui Lian mau, ia dapat
menyalurkan tenaga lemas pada pedangnya dan dengan demikian
dapat melukai tangan kakek itu, akan tetapi ia tidak tega.
Sebaliknya, ia hanya mencoba untuk membetot terlepas pedang itu.
Mereka saling membetot dan tiba-tiba kakek itu menjerit,
tangannya yang mencengkeram pedang terlepas dan ia roboh
terlentang mandi darah. Tepat di ulu hatinya tertancap oleh
sebatang anak panah yang kecil.
Hui Lian tertegun dan menengok ke belakangnya. Ia melihat
Temu Cin bediri memandangnya dengan senyum, di tangan pemuda
Mongol ini terlihat busur kecil dan anak-anak panah yang kecil pula.
Jelaslah bahwa Temu Cin sudah turun tangan mengirim anak panah
tadi ke ulu hati Lima Honggan'
"Dia harus dibinasakan, Lihiap, terlalu berbahaya untuk
pergerakanku!" kata Temu Cin yang cepat lenyap pula di antara
orang-orang yang sedang berperang tanding.
Orang-orang suku bangsa Kerait dan Naiman sebentar saja dapat
dikalahkan dan hanya beberapa belas orang saja yang tewas,
semua dapat ditawan dan diikat kedua tangannya. Mereka ini tidak
dibunuh, akan tetapi perlahan-lahan akan mendapat bujukan dan
penerangan dari Temu Cin sehingga kelak mereka bahkan akan
menjadi pembantu dan anggauta pasukan yang setia. Di sinilah
terletak kekuatan Temu Cin. ia tidak mau sembarangan
359
menewaskan suku-suku bangsa utara kecuali yang dianggap
berbahaya. Ia pandai mengambil hati dan pandai ia mengatur
sehingga kelak seluruh suku bangsa di utara yang amat banyak
macam dan jumlahnya itu dapat bersatu menjadi satu bangsa
Mongol yang besar dan jaya.
Sehabis perang Temu Cin menghampiri Hui Lian dan mereka
berdua berjalan kembali ke perkemahan, di sepanjang jalan
disambut dan dihormati oleh semua orang Mongol. Diam-diam Hui
Lian mengakui bahwa pemuda Mongol ini memang tepat untuk
menjadi pemimpin. Gagah perkasa dan pandai memimpin, keras hati
dan ramah tamah. Hui Lian memandang ke sana ke mari dan
merasa heran mengapa ia tidak melihat Kong Ji.
Ke manakah perginya Kong Ji? Setelah ia mengalahkan Nalumei,
ia menawan gadis cantik itu dan membawanya keperkemahan
Mongol. Akan tetapi, sebagai tamu di tempat itu, ia tidak dapat
berbuat sesuka hatinya dan terpaksa memberikan gadis tawanannya
kepada para penjaga yang sudah menyediakan tempat tahanan
khusus untuk para pimpinan pasukan musuh.
"Jaga dia balk-baik dan jangan ganggu. lni perintah Temu Cin!"
kata Kong Ji yang merasa khawatir kalau-kalau gadis yang
menggiurkan hatinya itu mendapat perlakuan buruk dari para
penjaga tahanan.
Akan tetapi begitu ia kembali ke medan pertempuran dan hendak
melampiaskan nafsunya yang suka membunuh, Temu Cin sudah
mendekatinya dan tertawa, "Liok-taihiap, harap kau jangan
mencampuri perang kecil ini. Cukup orang-orangku saja. Ke mana
kau membawa Nalumei tadi?"
Merah muka Kong Ji. Pandang mata temu Cin demikian tajam
seakan-akan orang ini dapat menjenguk ke dalam isi hatinya.
"Aku serahkan kepada penjaga tawanan."
"Hem, kau agaknya tertarik kepdanya, Taihiap?"
Makin merah muka Kong Ji. Orang ini benar-benar berbahaya,
mempunyai pandangan mata yang amat tajam dan otak yang cerdik
sekali.
360
"Dia memang manis, anehkah kalau seorang laki-laki tertank
kepada seorang gadis manis seperti dia?" Kong Ji menjawab dan
sikapnya kurang senang.
Temu Cin tertawa bergelak. "Jangan salah mengerti, Taihiap.
Kalau aku mau, gadis itu dulu sudah menjadi isteriku, dia adalah
bekas tunanganku ketika aku masih kecil!. Kalau aku mau menjadi
suaminya, takkan ada perang hari ini dan aku pun tidak akan dapat
maju, mungkin sekarang menjadi ayah yang baik. Ha, ha, ha! Akan
tetapi, Taihiap seorang gagah takkan terlalu memusingkan urusan
macam ini, dan kiranya seorang gadis suku bangsa Naiman kurang
cocok dengan seorang pendekar Han seperti kau. Bouw Ang Gempo
sudah lama tergila-gila kepada Nalumei, dan dia seorang yang
berjasa besar. Aku akan merasa girang sekali kalau dapat
menjodohkan Nalumei kepadanya sebagai pemberian jasa."
"Taijin, akulah yang mengalahkannya, aku yang menawannya,
sudah sepantasnya kalau Nona itu diberikan kepadaku," kata Kong
Ji dan kalau Hui Lian mendengar ini, gadis itu tentu akan merasa
aneh sekali bagaimana suhengnya dapat berkata demikian tanpa
merasa sungkan dan malu sedikitpun juga.
Temu Cin diam-diam juga terkejut. Penilaiannya terhadap Kong Ji
merosot keras dan pemimpin ini biarpun masih muda, namun ia
memiliki pertimbangan yang masak dan pandangan yang luas sekali.
"Taihiap, apakah Sumoimu tidak akan marah kalau kau
mengambil Nalumei?" tanyanya tiba-tiba.
Merah wajah Kong Ji. Pemuda ini teringat akan semua
pengalamannya dengan Hui Lian dan ia sudah yakin sekaang bahwa
Hui Lian tidak cinta kepadaya, walaupun sumoinya itu belum
membencinva seperti yang dilakukan oleh Soan Li.
"Mengapa mesti marah' Aku suhengnya dan dia sumoiku, tidak
ada hubungan lain kecuali itu."
Temu Cin berseri wajahnya. "Benarkah begitu, Taihiap? Bagus
kalau begatu. Apakah sumoimu itu belum bertunangan dengan
orang lain"
361
Kong Ji menggelengkan kepalanya. "Belum...." dan diam-diam
dia menduga apakah pemimpin bangsa Mongol ini suka kepada Hui
Lian?
"Kalau begitu, biarlah aku melamar sumoimu itu untuk... Bouw
Ang Gempo. Dengan begitu, biarpun Nalumei kau ambil, dia tidak
akan terlalu berduka! Ha ha, ha, bukankah ini baik sekali, Taihiap?"
Demikianlah, di luar tahunya Hui Lian, persoalan ini dibicarakan
oleh Kong Ji dan Temu Cin, kemudian bahkan Bou Ang Gempo
dipanggil dan panglima diberi tahu, secara terus terang.
Bouw Ang Gempo mengurut-urut kumisnya yang kecil panjang.
"Nona Nalumei sudah kuketahui watak dan keahliannya dalam
berperang, sedangkan Nona Hui Lian itu, biarpun tidak kalah cantik
oleh Nalumei, aku belum melihat sendiri sampai di mana
kepandaiannya. Aku paling tidak suka mempunyai isteri yang
lemah!"
Temu Cin khawatir kalau Kong Ji merasa tidak senang dan
tersinggung. Maka ia tertawa dan berkata, "Bouw Ang Gempo ini
paling menghargai kegagahan, dia sendiri juga memiliki kepandaian
tinggi, apalagi dibantu oleh goloknya yang ampuh dan sakti, untuk
suku bangsa kami, kiranya tidak ada keduanya!"
Mendengar ini, Kong ji melirik ke arah golok yang tergantung di
punggung Bouw Ang Gempo. Golok itu sarungnya indah, juga
gagangnya merupakan kepala mahluk aneh, singa bukan naga juga
bukan, namun harus diakui bahwa gagangnya amat indah, dengan
sepasang mata dari batu kemala hijau.
"Bouw Ang Gempo, marilah kaubuktikan ketajaman golokmu itu
dengan pedang ini," kata Kong Ji sambil memungut sebatang
pedang yang terlempar ke atas tanah. Di sekitar tempat itu memang
banyak sekali senjata-senjata tajam dari mereka yang jatuh dalam
perang.
Bouw Ang Gempo tertawa bergelak dan sekali tangannya
bergerak, ia telah mencabut goloknya. Kong Ji kagum bukan main
melihat golok yang putih berkilauan seperti perak, akan tetapi ketika
digerakkan membawa cahaya kehijauan itu. Benar-benar golok
mustika yang luar biasa, pkirnya, Bouw A Gempo mengambil
362
pedang dari tangan Kong Ji dan sekali ia memukulkan pedang pada
goloknya, terdengar suara nyaring dan pedang itu putus bagaikan
tangkai kembang teratai beradu dengan pisau tajam saja'
"Bouw Ang Gempo, mari kita bertaruh!" Kong Ji berseru sambil
memandang kepada golok itu dengan mengilar. "Aku akan
menyuruh Sumoiku melayanimu mengadu kepandaian agar kau
puas dan melihat sampai di mana kepandaian Sumoiku. Kalau Sumoi
kalah, terserah kepadamu dan aku takkan keberatan apa-apa, biar
pun kau akan mengambil pedang pusaka yang dibawa oleh Sumoi,
yang tidak kalah oleh golok ini baiknya. Akan tetapi kalau Sumoi
menang, golok ini harus kauserahkan kepadaku, dan aku berhak
mengambil pedang pusaka kami itu. Bagaimana?"
Bouw Ang Gempo sudah kegirangan karena ia boleh menguji Hui
Lian yang memang amat dikaguminya, apalagi kalau mengingat
bahwa gadis Han yang cantik itu akan menjadi isterinya, maka serta
merta ia menyanggupinya dan menerima pertaruhan itu.
Temu Cin menggosok-gosok tangannya dengan hati girang.
"Bagus sekali," pikirnya, "kalau Go Hui Lian menjadi isteri Bouw Ang
Gempo dan Liok Kong Ji menjadi suami Nalumei, berarti aku dapat
tambahan dua tenaga pembantu yang tangguh. Bagi Temu Cin,
tidak ada yang lebih penting daripada cita-citanya, dan segala apa
yang ia lakukan ialah demi tercapainya cita-citanya yang dikandung
di dalam hatinya semenjak kecil. Cita-cita ini adalah, menaklukkan
seluruh negeri dan merajai seluruh dunia!
-oo0mch-dewi0oo-
"Sumoi, Bouw Ang Gempo itu harus diberi sedikit hajaran agar
terbuka matanya dan jangan memandang rendah kepada kita."
Kong Ji berkata kepada Hui Lian ketika malam hari itu Temu Cin
mengadakan pesta untuk merayakan kemenangannya. Yang
memenuhi tenda besar tempat pesta itu berlangsung adalah
panglima-panglima dan pembantu-pembantu Temu Cin dan di
antaranya terdapat beberapa orang kang-ouw dari selatan, orangorang
yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi di antara mereka
363
tidak kelihatan adanya -orang-orang yang dicari oleh Kong Ji dan
Hui Lian.
"Mengapa kau berkata begitu, suheng?" tanya Hui Lian.
"Kau tunggu saja, ia pasti akan menantangmu menguji senjata.
Tadi aku telah bercakap-cakap dengannya dan karena ia
memamerkan golok pusakanya, aku menyatakan bahwa goloknya
itu takkan menang dengan pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang
kaubawa. ia marah-marah dan menyatakan bahwa kelihaian senjata
bukan tergantung sepenuhnya dari kebaikan senjata itu sendiri
melainkan dari orang yang memegangnya. Aku pun marah dan
menyatakan bahwa kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada
kepandaiannya. Oleh karena ini, aku berani pastikan dia akan
menantangmu. Kuharap kau jangan berlaku sungkan-sungkan
menghadapinya, Sumoi."
Hui Lian menghela napas. "Kau ini mencari perkara saja. Pihak
tuan rumah begitu ramah dan baik terhadap kita dan kau
membangkitkan kemarahan dalam hati panglima yang dipercaya
oleh Temu Cin."
"Akan tetapi aku harus menjaga nama apalagi menjaga nama
besar Suhu!'"
Hui Lian hanya menarik napas panjang. "Baiklah, kalau memang
ia menantang, akan kulihat sikapnya. Kiranya tak perlu melukainya,
cukup kalau membuktikan bahwa Pak-kek Sin-kiam lebih bagus
daripada segala macam golok!"
Pesta berjalan penuh kegembiraan dan di dalam kesempatan ini
Temu Cin bahkan angkat bicara, membentangkan siasat-siasat dan
rencana-rencana selanjutnya. Bukan main hebatnya hasil yang
sudah dicapai oleh pemimpin muda ini. Ternyata bahwa pasukanpasukan
yang berada di bawah kekuasaannya sudah banyak sekali
tersebar di mana-mana, dan siap untuk mempergunakan di segala
waktu. Kini tugas dari setiap pasukan yang berpencaran itu adalah
mengumpulkan kawan-kawan atau lebih tepat memperbesar jumlah
anggauta pasukan, baik dari suku-suku bangsa lain yang menyetujui
pergerakan mereka maupun dari tawanan-tawanan yang sudah
diinsyafkan!
364
Setelah itu, hidangan dikeluarkan dan orang mulai makan minum
gembira. Pujian-pujian diucapkan oleh Temu Cin untuk para
panglimanya, terutama sekali Bouw Ang Gempo dipuji-puji,
disambut tepuk sorak oleh kawan sejawatnya. Panglima ini berdiri,
mengurut kumisnya dan menoleh ke sana ke mari dengan bangga,
terutama sekali ia beberapa kali menoeh ke arah tempat duduk Hui
Lian dan Kong Ji, sehingga diam-diam gadis ini merasa gemas dan
mendongkol.
"Kepandaianku apa sih artinya kalau dibandingkan dengan
kepandaian dua tamu agung kita?" kata Bouw Ang Gempo sambil
menjura ke arah Kong Ji. "Liok taihiap telah dapat menawan puteri
kepala suku bangsa Naiman yang terkenal pandai, itu sudah
membuktikan bahwa kepandaian Liok-taihiap benar-benar hebat.
Apalagi kepandaian Go-lihiap. Aku mendengar bahwa ia telah
menghadapi Lima Honggan, bukankah itu hebat? Oleh karena itu
untuk menggembirakan pesta malam hari ini, dan untuk menambah
pengalaman dan meluaskan pandangan mata kami, aku minta
dengan hormat sudilah kiranya Go-lihiap memberi sedikit petunjuk
dan pelajaran dalam ilmu pedang kepadaku." Setelah berkata
demikian, Bouw Ang Gempo melompat ke dekat meja Hui Lian dan
menjura, matanya memandang penuh arti kepada Kong Ji.
Semua orang bertepuk tangan menyatakan gembira. Tentu saja
mereka sudah mendengar bahwa nona bangsa Han yang cantik dan
yang menjadi tamu pemimpin mereka itu lihai sekali, dan kini
mereka ingin sekali menyaksikan apakah Hui Lian kuat menandingi
Bouw Ang Gempo yang sudah amat terkenal di kalangan bangsanya
sendiri.
"Go-lihiap," tiba-tiba terdengar suara Temu Cin keras ketika ia
memandang kepada Hui Lian dengan senyum lebar, "Harap kau
jangan salah terima. Bou Ang Gempo tidak berniat buruk, dan betulbetul
hanya untuk minta petunjuk darimu. Terus terang saja,
panglima ini memiliki sebatang golok pusaka yang amat baik, maka
ia ingin sekali menguji goloknya itu dengan pedang pusakamu dan
selain itu, ingin pula menguji ilmu silatnya dengan ilmu silatmu.
Untuk meramaikan pesta ini, harap kau jangan menolak'"
365
Bouw Ang Gempo gembira sekali mendengar ini, maka ia
mendahului melompat ke tengah ruangan itu yang memang sudah
dikosongkan dan dipersiapkan lebih dulu untuk tempat bersilat.
"Orang menantangku, sungguhpun tanpa maksud buruk,.
bagaimana aku dapatmenolaknya?" kata Hui Lian. Mukanya agak
merah, tanda bahwa nona ini menongkol sekali. Kalau Bouw Ang
Gempo hendak mencoba kepandaian mengapa justru memilih dia?
Mengapa tidak memilih Kong Ji? Ia merasa seperti hendak dijadikan
tontonan! Aku akan menghajar babi berkumis ini,” pikirnya gemas!
Di lain saat gadis ini telah meninggalkan mejanya dan sekali ia
melompat, telah menghadapi Bouw Ang Gempo dengan pedang di
tangan. Semua orang kagum sekali melihat cara melompat yang
amat lincah ini, apalagi melihat pedang yang berkilauan itu, mereka
memuji dan menyatakan bahwa itulah pedang mustika yang amat
baik.
"Bouw Ang Gempo, agaknya kau amat membanggakan golokmu
dan mengandalkan ilmu silatmu, baiklah aku akan mencobanya,”
kata gadis ini dan ia menekan rasa mendongkolnya karena tidak
baik memperlihatkan kemarahan di muka umum, apalagi ia dan
suhengnya adalah tamu-tamu yang dihormati.
Bouw Ang Gempo tersenyum dibuat- buat agar kelihatan gagah.
"Lihiap, aku adalah pihak tuan rumah dan juga laki- laki, tidak patut
menyerang lebih dahulu. Kau majulah dan mari kita main-main
sebentar!"
"Baik, kaulihat pedangku!" Hui Lian tidak mau berlaku sheji
(sungkan-sungkan) lagi, pedangnya digerakkan dan segulung sinar
meluncur ke arah dada panglima Mongol itu.
"Mari mengadu ketajaman senjata!” Bouw Ang Gempo berteriak
keras tiba-tiba dari samping goloknya menyambar dan membacok
ke arah pedang. Hui Lian tentu saja tidak mau membiarkan
pedangnya terbacok dari samping, cepat merubah arah pedang dan
sengaja memapaki datangnya golok. Gadis ini amat percaya akan
ketajaman dan keampuhan Pak-kek Sin-kiam, maka tanpa ragu-ragu
ia memapaki golok itu dengan maksud membuat golok itu rusak.
"Traaang...,"
366
Bunga api yang banyak sekali berpijar menyambar ke sana ke
mari ketika dua senjata itu bertemu dan bunga-bunga api muncrat
ke arah muka Hui Lian dan Ang Gempo. Keduanya terkejut sekali
dan cepat masing-masing melompat mundur untuk melihat apakah
senjata mereka rusak. Akan tetapi baik Pak-kek Sin-kiam maupun
golok di tangan Bouw Ang Gempo itu tidak rusak sedikitpun juga
sehingga mereka menjadi lega. Diam-diam kedua orang ini memuji
senjata lawan dan tadi ketika bertemu senjata, Hui Lian merasakan
tenaga raksasa yang membuat pedangnya terpental kembali. Ia
maklum bahwa panglima Mongol ini memiliki tenaga gwakang yang
amat besar maka kalau selalu beradu senjata, biarpun pedangnya
takkan rusak, namun karena senjata itu sama baiknya, jika terus
menerus beradu senjata, pihaknyalah yang rugi. Kemungkinan
rusaknya senjata di pihaknya lebih besar. Oleh kaena ini, ia lalu
melompat maju dan cepat melakukan penyerangan dengan ilmu
pedangnya yang lihai, tidak memberi kesempatan kepada lawan
untuk mengadukan senjata. ia mengandalkan kelincah dan
kecepatannya, setiap kali mengganti jurus dan menghindarkan
pertemuan senjata.
Bouw Ang Gempo terkejut bukan main ketika melihat tubuh
lawannya seakan-akan berubah menjadi tiga orang. Di kanan kiri
dan depan terdapat berkelebatnya bayangan nona itu dan dimanamana
ia melihat pedang yang berkeredepan menusuk, membacok
dan menabasnya! Panglima Mongol ini menjadi bingung sekali.
Dalam hal senjata, ia boleh mengandalkan goloknya yang ternyata
memang ampuh dan bukan senjata sembarangan, juga dalam hal
tenaga, tak usah khawatir karena tenaganya lebih besar. Akan
tetapi dalam hal silat, ia masih kalah jauh, apalagi menghadapi
kecepatan gadis itu, ia benar-benar menjadi bingung dan sebentar
sa ja matanya berkunang dan kepalanya serasa terputar-putar!
Baiknya Hui Lian ingat bahwa ia meghadapi seorang panglima
yang disayang oleh Temu Cin, dan ingat bahwa pertandingan ini
hanyalah sekedar menguji kepandaian belaka. Kalau dia mau,
memang dengan jurus-jurus yang paling berbahaya dari ilmu
pedangnya, ia dapat merobohkan atau membunuh Bouw Ang
Gempo. Akan tetapi tentu saja ia tidak mau lakukan hal ini dan
hanya berusaha untuk melukai sedikit atau kalau mungkin
367
merampas senjata lawan. Ia hanya mengharap supaya panglima ini
mengakui kelemahannya dan akan mengaku kalah.
Siapa kira bahwa panglima ini sama sekali tidak mau kalah,
bahkan dengan berkat Bouw Ang Gempo menggerakkan goloknya,
menangkis pedang nona itu sekuat tenaga.
"Traaaang... criiiing...!" kembali sepasang senjata ini bertemu
dan kali ini burga api yang muncrat lebih banyak lagi, mengagetkan
para kadirin di situ.
Kembali Hui Lian melompat ke belakang karena ia tidak mau
kalau sampai ada bunga api yang mengenai kulit mukanya. Sambil
melompat ia memeriksa pedangnya yang ternyata masih utuh akan
tetapi diam-diam ia merasa mendongkol sekali. Kau keras kepala,
pikirnya gemas, baiklah, aku akan memberi hajaran kepadamu!
Akan tetapi, Bouw Ang Gempo sudah melompat ke belakang,
memeriksa golok dan kemudian memasukkan golok itu ke dalam
sarungnya di pinggang. Ia menjura sambil tertawa,
"Go-lihiap, aku harus akui bahwa pedangmu itu benar-benar luar
biasa hebat, tidak kalah bagusnya daripada golok mustikaku. Karena
senjata kita ini senjata pusaka, sayanglah kalau sampai rusak.
Bagaimana kalau kita melanjutkan adu kepandaian ini dengan
tangan kosong?”
Sebetulnya Hui Lian tidak sudi meladeni orang ini lebih lanjut,
akan tetapi gadis ini masih muda dan darahnya masih panas. ia
masih belum puas karena kemenangannya tadi hanya dapat dilihat
oleh mata seorang ahli saja. Bagi orang- orang lain tentu belum
mengakui bahw ia lebih unggul daripada panglima Mongol ini. Oleh
karena itu, ucapan Bouw Ang Gempo yang bersifat tantangan itu tak
dapat dttolaknya. "Baiklah, ilmu golokmu sudah kulihat, aku pun
ingin melihat ilmu silatmu sampai di mana sih tingginya!” katanya
dengan nada mengejek sambil menyarungkan Pak-kek Sin-kiam.
Sebetulnya, Bouw Ang Gempo bukanlah seorang bodoh yang
bermata buta. Dar pertandingan tadi ia sudah maklum bahwa
kepandaian gadis ini memang luar biasa sekali dan ia kalah jauh,
bahkan harus mengakui bahwa kepandaian Nalumei yang sudah
pernah dilihatnya, tidak mungkin dapat mengatasi kepandaian nona
368
Han ini. Akan tetapi karena ia sudah mengadakan perundingan
dengan Kong Ji dan sudah mendapat janji bahwa nona ini akan
dijodohkan dengan dia, ia ingin menguji sampai sepuasnya. Bahkan
dalam pertandingan tangan kosong ini, ia akan dapat beradu tangan
dan kalau mungkin ia akan menangkap calon isterinya ini"
"Lihiap kau mulailah!" katanya sambil tersenyum-senyum.
Hui Lian melangkah maju dan mengirim serangan dengan
pukulan ke arah telinga kiri lawan. Inilah jurus dan Ilmu Silat Pakkek
Sin-ciang yang amat lihai, kelihatannya memukul telinga, akan
tetapi sebenarnya leher lawanlah yang diarah.
Akan tetapi tiba-tiba Bouw Ang Gempo menubruknya dengan
kedua lengan dikembangkan dan sepasang tangan panglima Mongol
itu yang penuh bulu hitam panjang, mencengkeram ke arah
pergelangan tangannya yang memukul itu. Hui Lian terkejut karena
hampir saja pergelangan tangannya kena dicengkeram. Cepat ia lalu
membuka jari-jari tangannya dan mengibaskan jari-jarinya ke arah
tangan yang mencengkeram. Inilah jurus mengibaskan jari tangan
yang lihai sekali, karena jari-jari tangan yang dikibaskan itu dapat
memutuskan otot dan mematahkan tulang. Akan tetapi, Bou Ang
Gempo yang sudah melatih kedua tangannya sudah merendamnya
dengan obat dan melatihnya tak kenal lelah memiliki sepasang
tangan yang kulit telapaknya sudah mengeras dan menguat.
Kibasan jari-jari tangan nona itu tidak melukainya, namun cukup
membuat ia merasa telapak tangannya pedas kedua tangannya
terpental.
Jari-jari tangan yang dikibaskan ini adalah jurus pukulan Pak-kek
Sin-ciang yang disebut Sin-ci-coan-hoa (Jari Sakti Menembus Bunga)
dan merupakan semacam ilmu yang sukar dipelajari. Ilmu ini tepat
sekali dipergunakan untuk menghadapi lawan yang pandai Ilmu Silat
Kin-jia -hoat, semacam ilmu mencengkeram dan menangkap
(seperti Judo).
Bouw Ang Gempo merasa penasaran dan beberapa kali ia
menubruk dengan mengeluarkan seruan keras. Hui Lian pernah
mendengar dari ayahnya bahwa di Mongol terdapat ilmu gulat yang
lihai, maka ia menduga bahwa panglima Mongol ini tentulah
mempergunakan ilmu gulat. Ayahnya pernah berkata, "Kalau kau
369
menghadapi lawan yang mempergunakan ilmu gulat, hati-hati dan
jagalat jangan sampai kau kena tertangkap. Lawan dia dengan
tendangan dan pukulan yang mempergunakan tenaga lweekang dari
jauh!"
Oleh karena itu, Hui Lian mempergunakan ginkangnya, selalu
menjauhi Bouw Ang Gempo. Kemudian ia teringat akan ilmu
pukulan yang ia pelajari dari Kong Ji, yakni yang sebetulnya adalah
Ilmu Pukulan Tin-san-kang akan tetapi yang ia sendiri tidak tahu
namanya. Ketika ia melihat lawannya menubruk lagi cepat Hui Lian
mengerahkan tenaga, rendahkan tubuh dan mendorong dengan
kedua tangannya.
Kong Ji terkejut sekali melihat sumoinya mempergunakan Ilmu
Pukulan Tin-san-kang, akan tetapi kemudian ia lega karena ia ingat
bahwa tenaga dari sumoinya belum berapa hebat. ia tidak
menurunkan semua ilmu ini kepada Hui Lian. Betapapun juga,
terdengar teriakan kaget dan tubuh Bouw Ang Gempo terjengkang,
atau lebih tepat teelempar ke belakang sampai dua tombak lebih'
Akan tetapi panglima Mongol ini benar-benar kuat. ia melompat
berdiri lagi, tersenyum-senyum dan membersihkan pakaiannya, lalu
menjura kepada Hui Lian dengan wajah berseri.
"Go-lihiap, sekarang baru aku percaya bahwa kepandaianmu
memang benar-benar hebat. Saudara-saudara, tepuk tangan untuk
Nona Go Hui Lian" Semua orang yang berada di situ bertepuk
tangan dan bersorak memuji.
Hal ini tidak disangka-sangka oleh Hui-Lian. Ia merasa tidak enak
hati melihat sikap yang demikian tutus dari diri Bouw Ang Gempo,
maka ia pun menjura.
"Saudara Bouw Ang Gempo, terima kasih bahwa kau sudah
berlaku mengalah kepadaku," katanya.
Kong Ji menghampiri Bouw Ang Gempo dan menarik tangannya
ke arah mejanya.
"Kau benar-benar kuat, dapat menahan dorongan Sumoiku
sehingga tidak terluka. Sekarang, setelah mengadu kepandaian
barulah perkenalan kita disebut erat, karena bukanlah orang-orang
370
gagah di dunia baru dapat bergaul bebas setelah menguji
kepandaian masing-masing? Hal ini harus dirayakan!"
Hui Lian tidak keberatan melihat Bouw Ang Gempo duduk semeja
dengannya, karena memang ia merasa kagum melihat sikap yang
demikian jujur dan berani mengakui kekalahannya dari panglima
Mongol ini. Kalau orang kang-ouw di selatan, kekalahan tentu
dianggap bagai penghinaan dan hal yang memalukan serta
menjatuhkan nama, akan tetapi bagaimana orang ini menerimanya
dengan wajah gembira saja? Tentu saja ia tidak tahu bahwa
panglima Mongol ini merasa puas melihat kepandaian orang yang
dianggap sebagai calon isterinya!
Temu Cin sendiri berkenan memberi selamat kepada Hui Lian
dengan secawan arak atas kemenangan dan kepandaiannya yang
lihai. Kemudian Temu Cin memerintahkan anak buahnya bubar.
"Di dalam kegembiraan kita harus tetap waspada," kata
pemimpin muda ini, "musuh-musuh kita masih selalu mengintai.
Kalau kita tidak membatasi diri dan berpesta pora mabok-mabokan
kemudian pada lewat tengah malam ada musuh menyerbu,
bagaimana nasib kita?" Demikianlah semua orang bubaran, kecuali
meja yang dihadapi Kong Ji, Hui Lian, Bouw Ang Gempo dan juga
Temu Cin sendiri yang pindah mendekati mereka.
Beberapa kali Kong Ji bertukar isarat dengan pandangan mata
dengan Bouw Ang Gempo, di luar tahunya Hui Lian. Ang Gempo
melepaskan tali pinggang yang mengikat sarung goloknya,
kemudian menyerahkan golok itu kepada Kong Ji sambil berkata,
"Liok-taihiap, aku kalah bertaruh, golok ini lebih pantas berada di
tanganmu. Terimalah'"
Kong ji menerima sambil tertawa girang. “Saudara Bouw Ang
Gempo, kau benar-benar seorang laki-laki sejati. Terima kasih."
Hui Lian memandang semua ini dengan heran. "Suheng,
pertaruhan apakah yang kau adakan dengan Saudara Bouw Ang
Gempo?"
Suhengnya hanya tersenyum saja dan panglima Mongol itu yang
menjawab sambil tertawa lebar. "Liok-taihiap bertaruh bahwa aku
371
pasti akan kalah menghadapimu, Lihiap, sebagai taruhannya, aku
menawarkan golokku."
"Dan andaikata aku kalah?" tanya Hui Lian mengerutkan kening.
"Sumoi, aku tahu bahwa kau takkan kalah, maka aku berani
mempertaruhkan pedang Suhu."
Hui Lian hanya tersenyum, akan tetapi di dalam hatinya ia
mencela suhengnya yang begitu sembrono, berani mempertarukan
pedang ayahnya! Adapun Temu Cin yang mendengar semua itu
hanya tersenyum penuh rahasia. Pemimpin muda ini maklum akan
perjanjian antara kedua orang ini dan ia pun sudah setuju sekali,
maka ia telah siap untuk membicarakan tentang perjodohan antara
Bouw Ang Gempo dengan Hui Lian. Akan tetapi, ia sama sekali tidak
tahu bahwa telah diatur rencana yang amat keji oleh Kong Ji
terhadap sumoinya.
Tiba-tiba Bouw Ang Gempo mengangkat cawan araknya. "Lihiap,
aku Bou Ang Gempo benar-benar kagum terhadapmu, maka biarlah
sekali lagi dengan secawan arak aku menghaturkan selamat sebagai
pernyataan takluk!"
Hui Liman tidak enak sekali, "Ah, kau berlebih-lebihan. Dalam
sebuah pertandingan, kalah menang bukanlah hal yang aneh.
Kepandalanmu juga amat lihai, terutama sekali ilmu gulat itu benarbenar
berbahaya sekali."
Biarpun mulutnya berkata demikian, namun Hun Lian tak
mungkin dapat menampik penghormatan orang, maka ia
mengangkat cawannya yang sementara itu telah dipenuhi oleh Kong
Ji.
"Minumlah, Sumoi. Penghormatan orang secara tulus iklas tak
boleh ditolak." kata Kong Ji yang mengangkat cawannya sendiri,
diikuti pula oleh Temu Cin yang menganggap hal yang wajar saja.
Akan tetapi, begitu Hui Lian menenggak cawan araknya, tiba-tiba
gadis ini melompat dari bangkunya.
"A‘aaa...! Siapa berani main-main dengan aku...?" ia hendak
mencabut pedangnya, akan tetapi tiba-tiba bumi yang diinjaknya
serasa berputar dan ia roboh pingsan di atas lantai'
372
Temu Cin terkejut sekali, akan tetapi pemimpin ini dapat
menekan perasaannya dan memandang tajam, menanti sabar, apa
yang akan terjadi selanjutnya.
Bouw Ang Gempo dan Kong Ji tertawa bergelak. "Liok-taihiap,
kau benar-benar memegang janji. Terima kasih”
Kong Ji menghampiri tubuh Hui Lian dan mengambil pedang Pakkek
Sin-kiam berikut sarungnya. Pedang Hui Lian yang tadinya
terikat di punggungnya, ia lepaskan dan lemparkan di atas lantai.
Kini ia memakai dua senjata, yakni golok dari Bouw Ang Gempo
yang diikat di pinggang dan pedang Pak-kek Sin-kiam di punggung.
"Segala apa sudah dirundingkan dan sudah dilakukan beres.
Temu Cin Taijin perkenankan aku melanjutkan perjalananku pada
malam hari ini juga. Nalumei akan kubawa serta. Masa bodoh
dengan Sumoi, harap ia diperlakukan baik-baik di sini!" Ia menjura
kepada Temu Cin, yang berdiri dan tersenyum pula.
"Baiklah, Taihiap. Selamat jalan dan aku masih mengharapkan
bantuanmu kelak.”
Kong Ji melompat ke arah tenda di mana Nalumei ditawan. Gadis
ini berbaring dan masih berada dalam keadaan terikat kaki
tangannya. Melihat kedatanga Kong Ji, matanya bersinar marah.
"Nalumei, tahukah bahwa kau hendak dikawinkan dengan Bouw
Ang Gempo? Dan tahukah kau pula bahwa aku sengaja menebusmu
dengan sumoiku karena aku cinta padamu? Marilah kita berangkat,
untuk apa tinggal di tempat yang berbahaya ini. Mari kau ikut aku
merantau dan mengecap kebahagiaan hidup" Ia lalu menyambar
tubuh gadis itu, memanggul atau memondongnya lalu berlari cepat,
pergi dari situ. Nalumei menerima nasib. Memang ia kagum sekali
akan kepandaian pemuda bangsa Han ini dan kalau dibandingkan
dengan Bouw Ang Gempo, tentu saja pemuda ini jauh lebih tampan,
sungguhpun sikapnya tidak segagah Temu Cin yang tadinya ia
kagumi sekalli.
-oo0mch-dewi0oo373
Setelah Kong Ji pergi, Bouw Gempo yang sudah terlalu banyak
minum arak itu, memandang kepada Temu Cin sambil menyeringai,
kemudian ia berkata,
"Dengan perkenan Khan Muda yang mulia, hamba hendak
mengaso bersama isteri hamba..." ia membungkuk dan
menghampiri tubuh Hui Lian yang hendak dipondongnya.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan keras, disusul oleh
suara berdebum dan tahu-tahu tubuh Bouw Ang Gempo telah
terlempar jauh! Ia tadi telah ditangkap dan dilemparkan Temu Cin
yang mempergunakan ilmu gulat yang luar biasa!
Bagaikan anjing yang jatuh dilemparkan Bouw Ang Gempo
kerengkangan bangun dan memandang kepada raja mudanya itu
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
"Bangsat!" Temu Cin memaki-maki dan tangannya meraba-raba
gagang goloknya. "Kalau aku tidak ingat akan jasamu sekarang kau
sudah tak bernyawa lagi!"
Apa…. apakah kedosaan hamba...?" Bouw Ang Gempo berkata
ketakutan.
"Jahanam! Kau merendahkan martabat kita! Aku memang setuju
kalau nona ini menjadi isterimu, akan tetapi bukab dengan cara
serendah ini. Mana sifat laki-lakimu sebagai seorang pahlawan
Mongol?"
"Hamba... hamba... ini adalah siasat dari Liok-taihiap... dan
kalau... kalau dengan jalan halus siapakah yang dapat menghadapi
Go-lihiap...?" kata pula panglima itu ketakutan dan bingung.
"Celaka' Kau menjadi kotor dan rendah setelah dekat dengan
orang she Lok yang khianat itu! Sekali kau menjamah tubuh Nona
Go, golokku akan minum darahmu! Bodoh sekali! Nona ini adalah
puteri dari Taihiap Go Ciang Le yang amat kubutuhkan bantuannya.
Kalau kita melakukan hal serendah ini, apa kau kira cita-cita kita
akan tercapai? Kita akan dimusuhi oleh seluruh orang gagah di
dunia dan kita akan mampus tertumpas sebelum melangkah maju.
Orang she Liok itu jahanam sekali, hal ini sudah kucurigai semula,
akan tetapi sekarang buktinya. Kepada sumoinya sendiri, telah
374
berlaku khianat dan biadab, apalagi terhadap kita. Lekas kaubawa
seribu orang pasukan, susul dan cegat dia. Rampas kembali Nalumei
yang lebih patut menjadi isterimu, rampas kembali pedang Nona ini.
Kalau dapat bunuh saja orang jahanam itu! Lekas!"
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XIV
BAGAIKAN anjing dipukul Bouw Ang Gempo pergi. Temu Cin
menepuk tangan tiga kali. Pelayan-pelayan wanita datang dan
pemimpin muda yang keras hati dan berdisiplin ini memberi
perintah:
"Bawa Nona ini ke dalam kamar tamu, rawat baik-baik dan
setelah sadar, katakan bahwa dia tidak perlu takut. Aku akan bicara
dengan dia sendiri kalau dia sudah sadar." Setelah berkata demikian
pemimpin besar ini lalu kembali ke kamarnya dengan uring-uringan.
ia tidak mengira bahwa di dalam minuman yang di suguhkan oleh
Kong Ji kepada Hui Lian tadi diberi obat membikin mabok, dan tidak
menyangka bahwa Kong Ji telah menjalankan siasat yang demikian
busuknya, terutama sekali ia marah karena panglimanya yang paling
disayang telah kena dibujuk oleh pemuda she Liok itu untuk
menjalankan perbuatan serendah itu.
Sementara itu, Liok Kong Ji berlari-lari meninggalkan Telaga
Gasyun Nor. Bulan bercahaya terang sehingga ia dapat melakukan
perjalanan dengan senang. Akan tetapi, karena ia masih asing
dengan daerah ini, ia tidak tahu mana yang terdekat, dan hanya
mengikuti jalan yang dahulu ia lalui bersama Hui Lian. Hatinya
girang sekali. Tidak saja ia mendapatkan Nalumei nona manis
bangsa Naiman itu, akam tetapi ia juga mendapatkan Pak-kek Sinkiam
dan golok mustika dari Bouw Ang Gempo. Pula telah terbebas
dan Hui Lian, gadis yang telah menolak cinta kasihnya, berarti
musuhnya dan harus dilenyapken. Ia tersenyum girang kalau
mengingat akan nasib Hui Lian, terjatuh ke dalam tangan seorang
Mongol yang kasar dan buruk rupa.
375
"Hem, kau menolakku dan sekarang mendapatkan orang Mongol
itu, ha, ha ha," ia ketawa seorang diri sehingga Nalumei yang
berada dalam pondongannya menjadi terheran-heran.
Tiba-tiba pemuda itu menghentikan larinya. ia mendengar suara
kaki kuda yang banyak sekali. Ketika ia memperhatikannya, derap
kaki kuda itu datang dari belakang, kanan kiri dan dari depan!
Agaknya ia telah terkurung oleh barisan kuda yang banyak sekali
jumlahnya. Memang betul demikian, Bouw Ang Gempo yang telah
mendapat perintah, dengan hati mengkal terhadap Kong Ji telah
mengerahkan seribu orang pasukan berkuda untuk menyusul Kong
Ji, bahkan dengan jalan mengambil jalan terdekat, dapat
mengurung pemuda yang lari itu.
Waktu itu telah menjelang fajar. Keadaan masih remang-remang
dan suram. Cahaya matahari tipis berlawanan dengan cahaya bulan
yang sudah lemah, nampak udara keabu-abuan menimbulkan
bayang-bayang yang menyeramkan. Di dalam kesuraman ini, Kong
Ji melihat banyak sekali penunggang kuda muncul dari mana-mana.
"Liok Kong Ji manusia curang, kau sudah terkurung dan
nyawamu berada di tangan kami. Kembalikan Nalumei dan pedang
pusaka. Golok mustikaku boleh kaubawa ke neraka. Ha, ha, ha!"
Itulah suara Bouw Ang Gempo, yang kasar dan besar, yang
bergema sekitar tempat itu amat menyeramkan. Mendengar katakata
ini, Kong Ji maklum bahwa ia telah terjebak, bahwa telah
tertipu oleh orang orang Mongol. Ia cepat membebaskan Nalumei
dan menurunkan gadis itu.
"Kalau ingin selamat, bantu menghadapi mereka. Boleh kau pilih,
bersuamikan aku atau orang kasar itu!" kata Kong Ji sambil
mencabut golok dan pedang. Akan tetapi, golok itu amat ringan
sehingga ia terheran sekali. Ketika melihat lebih nyata, ia terkejut
dan marah. Golok ini sama sekali bukan golok mustika yang dipakai
Bouw Ang Gempo melainkan golok palsu yang hanya gagangnya
sama dengan golok panglima itu. Ia cepat menyerahkan golok itu
kepada Nalumei.
"Biarpun golok palsu, lumayan untuk menjaga diri. Bersiaplah!"
376
Nalumel mengangguk. ia memang sakit hati sekali kepada suku
bangsa Mongol yang telah membunuh ayahnya dan mengalahkan
bangsanya, bagaimana ia sudi diambil isteri oleh seorang kasar
seperti Bouw Ang Gempo? Lebih baik ikut dengan pemuda Han yang
gagah perkasa ini.
"Bouw Ang Gempo ternyata kau seekor ular busuk yang harus
mampus. Biar-pun kau dan orang-orangmu sudah mengurungku,
kau dapat berbuat apakah?" Baru saja ia bicara demikian, cepat
seperti kilat Kong Ji melompat dan ia telah berada di depan kuda
Bouw Ang Gempo. Setelah pedangnya berkelebat, putuslah
sepasang kaki depan kuda itu dan terpaksa Bouw Ang Gempo
melompat, Ia dan kudanya sambil mengayun senjata rahasia berupa
pisau-pisau terbang, sebanyak tiga buah. Namun dengan mudah
Kong Ji membabat putus pisau-pisau itu dengan pedangnya.
Bouw Ang Gempo sudah siap dan sambil memberi aba-aba
kepada anak buahnya. ia menyerbu dengan goloknya.
"Bunuh anjing ini dan tawan putri Nalumei, jangan lukai calon
isteriku itu,” perintahnya dengan suara garang.
Terjadilah pertempuran yang hebat sekali. Kong Ji menggerakkan
pedangnya dan baru sekarang Bouw Ang Gempo melihat kelihaian
pemuda ini. Baru beberapa gebrakan saja lima orang anak buahnya
menjerit dan roboh mandi darah. Ia marah sekali dan sambil
memberi dorongan semangat kepada anak buahnya untuk
mengcroyok, ia mengobat-abit golok pusakanya dengan tenaga
sekuatnya.
Kong Ji merasa kewalahan juga. Biarpun pedangnya banyak
merobohkan lawan, akan tetapi jumlah lawan terlampau banyak dan
mereka ini nekat tidak takut mati, sedangkan mereka rata-rata juga
orang-orang yang banyak pengalaman dalam pertempuran. Apalagi
Bouw Ang Gempo bukannya lawan yang boleh dipandang rendah.
"Kalau begini terus, belum merobohkan seratus orang tenagaku
sudah habis,” keluhnya. Kemudian ia mengambil keputusan untuk
merobohkan Bouw Ang Gempo lebih dulu. Segera ia mendesak dan
pedangnya bagaikan bintang melayang meluncur mengarah dada
Bouw Ang Gempo. Panglima ini cepat menangkis, akan tetapi
377
tangkisannya ini gagal karena goloknya tersampok ke samping.
Baiknya pada saat berbahaya itu, seorang anak buahnya dengan
nekat menubruk Kong Ji sehingga terpaksa Kong Ji mengubah
gerakan pedangnya, tidak dapat membunuh Bouw Ang Gempo
sebaliknya membabat penyerang ini yang segera roboh dengan
tubuh menjadi dua potong.
Demiklanlah, setiap kali ia hampir berhasil membunuh Bouw Ang
Gempo, selalu dihalangi oleh seorang pengeroyok. Diam-diam Kong
Ji merasa mendongkol dan juga kagum akan kesetiaan orang-orang
Mongol ini terhadap pemimpin mereka. Keadaannya seperti seekor
harimau dikeroyok banyak tikus. Roboh seorang maju dua orang
roboh dua orang maju lima orang sehingga ia menjadi sibuk juga.
Tiba-tiba ia mendengar Nalumei menjerit. Ketika ia melirik,
ternyata bahu gadis itu telah kena ditangkap.
"Lepaskan dia!" Kong Ji marah, sekali melompat ia telah berada
dekat Nalumei. Pedangnya bergerak dan robohlah empat orang
yang tadi menangkap Nalumei!
Dari belakang orang-orang mengejarnya. Kong Ji merendahkan
diri, menyarungkan pedang dan kedua tangannya memukul bertubitubi
ke depan.
Bukan main hebatnya akibat dari pukulan Tin-san-kang. Bagaikan
daun kering tertiup badai belasan orang perajurit Mongol roboh tak
bernyawa lagi dari telinga mereka mengalir darah!
Kong Ji memukul terus dan untuk sesaat orang-orang Mongol itu
menjadi gentar. Mereka menganggap bahwa ini adalah ilmu
siluman. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kong Ji. ia
menyambar tubuh Nalumei, melompat keatas kuda yang telah
kehilangan penunggangnya, lalu membalapkan kuda itu!
Dari belakang orang orang Mongol mengejarnya sambil berteriakteriak.
Ratusan batang anak panah menghujani Kong Ji. Anak muda
ini dengan mudah dapat mengibas runtuh semua anak panah, akan
tetapi kudanya tak dapat mengelak dan tak lama kemudian kudanya
roboh bimasa dengan tubuh belakang penuh anak panah yang
menancap dalam-dalam.
378
"Keparat! Kubasmi kalian!" bentak Kong Ji marah. "Nalumei kau
bersembunyilah di belakang batu karang itu. Diam-diam
kaurobohkan seorang musuh dan pakailah pakaiannya lalu siapkan
dua ekor kuda untuk kita," kata Kong Ji bersiasat.
Nalumei mengangguk. Ia amat kagum kepada pemuda ini yang
ternyata luar biasa gagahnya. Juga sekarang ia melihat bahwa
pemuda ini benar-benar tampan dan gagah, maka hatinya jatuh. ia
mengambil keputusan untuk ikut dengan pemuda ini dan kelak akan
dapat membalas dendam kepada orang-orang Mongol atas kematian
ayahnya. Dengan bantuan pemuda ini, ia berbesar hati. Cepat
Nalumei menyelinap dan menyembunyikan diri di belakang batu
karang yang besar. Mereka telah tiba di daerah yang kering, akan
tetapi masih ada pohon-pohon sedikit dan batu-batu karang
menonjol tinggi.
Para pengejar sudah datang dekat Kong Ji memapaki mereka dan
dengan pedang di tangan kanan ia siap sedia. Para pengejarnya itu,
juga Bouw Gempo menahan kuda mereka. Betapa pun juga,
kegagahan pemuda ini mengecilkan hati mereka.
"Liok Kong Ji, kalau kau menyerahkan Nalumei baik-baik kami
akan kembali dan kau boleh melanjutkan perjalananmu," kata Bouw
Ang Gempo. ia merasa gentar terhadap Kong Ji dan hendak
mempergunakan cara damai.
Kong Ji tersenyum. "f3ouw Ang Gempo, tak kusangka kau
ternyata seorang yang rendah budi. Bukankah aku sudah
meninggalkan sumoiku dalam keadaan tidak berdaya? Bukankah
kita sudah berjanji untuk saling bertukar antara Sumoiku dan Nona
Nalumei? Kau ternyata tidak saja memalsu golok, bahkan sekarang
kau mengejar dan hendak merampas Nalumei dan membunuhku.
Anjing dan ular kiranya tidak sejahat engkau!"
"Enak saja kau bicara! Memang golokku ada dua, mengapa kau
tidak melihat baik-baik di waktu kau menerimanya itu tandanya kau
goblok. Tentang sumoimu itu, siapa yang sudi? Kau boleh
mengambilnya kembali asal kau memberikan Nalumei calon isteriku
itu kepadaku.”
379
Kong Ji memperlihatkan wajah berseri. Bouw Ang Gempo
kebetulan sekali, aku memang baru saja merasa menyesal telah
meninggalkan Sumoi. Kalau kau benar-benar hendak menukarnya
kembali, boleh kau membawa Nalumei"
Nalumei yang bersembunyi di balik batu karang, terkejut sekali
dan mukanya menjadi pucat. ia tidak tahu akan siasat yang
dijalankan oleh Kong Ji dan ia memang belum mengenal kelihatan
siasat Kong Ji.
Bouw Ang Gempo tertawa mengejek. “Orang she Liok, siapa
tidak tahu bahwa kau mempunyai tipu muslihat dan akal busuk?
Siapa bisa percaya kepadamu?”
"Kalau kau tidak percaya boleh kau menyuruh seorang anak
buahmu mengambil Nalumei. Boleh naikkan dia di atas kuda untuk
kaubawa pulang, siapa yang akan menipumu?"
Mendengar ini, Bouw Ang Gempo menyuruh seorang anak
buahnya membawa kuda menghampiri Kong Ji. "Itu, dia di balik
batu karang," kata Kong Ji, "ambil saja dia."
Orang berkuda itu membalapkan kudanya sampai di belakang
batu karang itu, akan tetapi tiba tiba ia menjerit dan dadanya
ditembusi oleh ujung golok di tangan Nalumei.
Bouw Ang Gempo terkejut sekali, akan tetapi kejadian ini
membuat ia kurang waspada sehingga ia tidak melihat bahwa Kong
Ji sudah mendekatinya. Sebelum ia tahu apa yang harus dilakukan
tiba-tiba pundaknya sudah dicengkeram oleh Kong Ji yang
melakukan ini sambil melompat sejauh lima tombak lebih! Benarbenar
hebat pemuda ini karena dari jatak lima tombak lebih ia dapat
menangkap lawannya tanpa diketahui lebih dulu oleh orang begitu
banyak. Bouw Ang Gempo hendak melawan, akan tetapi sudah
kehilangan tenaga, karena jalan darahnya sudah ditekan oleh Kong
Ji yang duduk di atas kudanya. Sambil mengempit tubuh Bouw Ang
Gempo, Kong Ji membalikkan kudanya menghadapi orang-orang
Mongol yang tercengang melihat kejadian itu.
"Kalau kalian bergerak, pemimpinmu ini akan kupatahkan barang
lehernya!" ia mengancam. "Biarkan aku dan Nalumei pergi, kalau
380
kalian tidak mengganggu, aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo
dalam keadaan hidup."
"Siapa bisa tanggung kalau kau tidak akan menipu kami?" teriak
seorang pembantu Bouw Ang Gempo. "Bagaimana kalau kau pergi
dan kemudian tetap memhunuh komandan kami? Lekas lepaskan
dia kalau tidak, kami akan menghujani anak panah dan akan
menyerangmu mati-matian. Biarpun sampai di neraka, sebelum
habis pasukan kami, kami akan mengejarmu!"
Kong Ji maklum bahwa ancaman ini bukan ancaman kosong,
maka ia cepat mengatur siasat, "Aku tidak menipu kalian. Kalau
tidak percaya, biarlah barisan anak panah kalian mengikuti kami
dengan jalan kaki. Begitu kami membalikan kuda, kalian boleh
menghujani anak panah, apa salahnya? Nah, kalau sudah lima li dan
sini, aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo dan kami akan
melarikan kuda. Dengan demikian menjadi adil bukan? Kalian tidak
dapat mengejar kami karena tidak berkuda, sedangkan kami tidak
dapat menipu karena kalau aku membunuh komandanmu, barisan
anak panah itu dapat menghujani kami dengan anak panah."
Para pembantu Bouw Ang Gempo mengadakan perundingan,
akhirnya setuju. Bagi mereka, nyawa Bouw Ang Gempo lebih
berharga daripada Nalumei. Seratus dua puluh orang ahli panah lalu
turun dari kuda dan berbaris, siap mengantar Kong Ji. Pemuda ini
tertawa sambil mengempit tubuh Bouw Ang Gempo yang tak
berdaya itu, ia berseru, "Nalumei, keluarlah dan situ, dan
melanjutkan perjalanan"
Nalumei girang sekali karena tadi ia mendengar semua dan tahu
bahwa semua kata-kata pemuda itu hanyalah siasat belaka untuk
menipu musuh. ia menjadi semakin girang dan muncullah dari balik
batu karang itu seorang pemuda yang ganteng menunggang kuda
dengan gagah. Dia inilah Nalumei yang sudah merobohkan
penunggang kuda yang hendak menjemputnya tadi dan memakai
pakaian luarnya! Semua orang Mongol tercengang, akan tetapi
Nalumei berkata sambil tersenyum manis.
"Bagus sekali, orangmu tadi kurang ajar dan hendak
menggangguku, terpaksa aku membunuhnya dan mengambil kuda
dan pakaiannya, amat perlu bagi perjalananku.
381
Biarpun mendongkol, orang-orang Mongol itu tidak berdaya.
Keselamatan Bouw Ang Gempo jauh lebih penting dari pada urusan
kematian seorang anak buah biasa. Kong Ji dan Nalumei lalu
menjalankan kuda perlahan untuk memberi kesempatan kepada
seratus dua puluh orang atilt panah itu mengikuti mereka sambil
berjalan kaki.
"Nalumei, kau manis sekali dalam pakaian itu," kata Kong Ji
perlahan sambil memandang Nalumei yang menjalankan kudanya di
sebelahnya.
Nalumei tercengang, akan tetapi ia girang sekali. Luar biasa
pemuda ini, dalam keadaan seperti itu, terancam oleh seratus dua
puluh orang ahli panah di belakang, masih sempat bercumbu.
"Dan kau gagah perkasa sekali. Taihiap,” balasnya lirih dengan
kerling mata penuh arti. Kong Ji girang. Nona ini benar-benar jauh
bedanya dengan Hui l.ian, dan melakukan pejalanan bersama dia
tentu akan amat menyenangkan.
Setelah jarak lima li dilewati, Kong Ji menghentikan kudanya dan
memutar binatang tunggangannya itu, menghadapi seratus dua
puluh orang yang mengikutinya.
"Aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo di sini seperti yang
telah kita janjikan. Harap saja kalian dapat dipercaya." katanya.
"Janji orang-orang Mongol takkan dilanggarnya,” jawab seorang
di antara para ahli panah itu.
Kong Ji menoleh kepada Nalumei, “Kekasihku, kau pergilah dulu,
nanti kususul engkau. Dengan seorang diri, lebih mudah bagiku
untuk menyelamatkan diri, kalau kalau mereka nanti menyerang."
Nulumai tidak ragu-ragu untuk mentaati perintah ini karena tadi
ia sudah menyaksikan betapa lihainya Kong Ji. Sambil tersenyum
manis, gadis suku bangsa Naiman yang kini sudah menyamar dalam
pakaian pria ini lalu mengangguk dan membalapkan kudanya, lari ke
depan.
"Nah, sekarang kalian boleh menerima kembali Bouw Ang
Gempo. Lihat, dia tidak aku apa-apakan dan masih sehat," kata
Kong Ji setelah melihat Nalumei berada di tempat aman, takkan
382
tercapai oleh anak panah yang dilepaskan dari tempat itu. Ia
menurunkan Bouw Ang Gempo dari atas kuda, dan panglima Mongol
itu karena didorong lalu terhuyung ke depan dan terus berjalan
dengan langkah cepat ke arah kawan-kawannya.
Melihat betapa panglima mereka benar benar dilepas dan dapat
berjalan serta keadaannya memang tidak terluka para ahli panah itu
tidak mengganggu ketika sambil tertawa Kong Ji membalapkan kuda
menyusul Nalumei.
Gadis itu telah menanti di
tempat jauh. Melihat
kedatangan Kong Ji, ia girang
sekali dan menyambut dengan
senyum mains. Hatinya girang
bahwa pemuda ini tidak
menemui halangan sesuatu.
"Nalumei, hayo kita
balapkan kuda jangan sampai
tersusul oleh mereka," kata
Kong Ji dengan wajah berseri.
"Mereka tentu akan mencakmencak
dan pasti akan
berusaha mengejar kita."
Nalumei menyabat kudanya
dan kedua orang muda ini lalu
mengaburkan kuda sehingga
debu mengepul di belakang ke dua binatang itu.
"Ape sih yang kaulakukan terhadap Bouw Ang Gempo" tanya
Nalumei. Gadis ini adalah seorang gadis yang terlahir di tengahtengah
suku bangsa menungang kuda, maka dia sendiri sudah
semenjak kecil dapat menunggang kuda, kini menjadi seorang
penunggang kuda yang amat pandai. Oleh karena itu, biarpun
berada di atas punggung seekor kuda yang membalap, dia masih
enak saja dan masih sempat bercakap-cakap.
383
Kong Ji tersenyum. "Tidak apa hanya aku memutuskan urat
syaraf kepalanya sehingga babi kunirsan itu takkan dapat mengingat
dengan baik lagi.
Nalumei diam-diam merasa ngeri akan tetapi ia juga girang
sekali. Sekalian orang Mongol yang membantu Temu Cin berarti
musuh besarnya, maka kematian atau terlukanya seorang seperti
Bouw Ang Gempo merupakan pembalasan dendam baginya.
"Kuharap saja lain kali kau dapat melakukan hal seperti itu
terhadap Temu Cin dan lain-lain manusia Mongol yang telah
membasmi suku bangsaku, Tauhiap.”
Akan tetapi Kong Ji hanya tersenyumdan demikianlah, sepasang
orang muda melakukan perantauan mereka, dan Halumei tidak
sadar bahwa diam-diam ia telah menyerahkan diri kepada seorang
muda yang berwatak aneh, kejam, dan licin sekali.
Memang betul apa yang diucapkan oleh Kong Ji kepada Nalumei
itu. Dengan cara diam-diam ia telah menepuk ubun-ubun kepala
Bouw Ang Gempo dan dengan ilmu pukulan keji yang ia pelajari dari
See-thian Tok-ong, ia telah merusak urat syaraf di kepala panglima
Mongol itu sehingga, seperti halnya pemuda Ma Hoat tempo hari,
panglima ini pun menjadi lupa ingatan dan seperti orang gila.
Kawan-kawannya yang tadinya girang menyambutnya, setelah
Bouw Ang Gempo datang dekat, menjadi terheran-heran melihat
panglima itu memandang kepada mereka seperti orang mimpi.
Ketika di-tanya dan ditegur, panglima Mongol ini hanya tersenyum
menyeringai dan akhirnya tahulah mereka bahwa panglima ini telah
berubah ingatannya! Tak seorang pun di antara mereka yang
menduga bahwa ini adalah perbuatan Kong Ji, dalam kebingungan,
mereka segera membawa Bouw Ang Gempo kepada Temu Cin.
Ketika itu, Temu Cin sedang bercakap-cakap dengan Hui Lian.
Gadis ini telah mendengar semua penuturan Temu Cin tentang
kekejian dan pengkhianatan Kong Ji, tak dapat menahan air
matanya. Ia merasa amat kecewa kepada diri sendiri yang salah
tafsir akan Kong Ji, merasa penasaran mengapa ayahnya dapat
mengambil murid sejahat itu, merasa sakit hati dan marah sekali
kepada suhengnya. Juga ia ngeri memikirkan betapa ia pernah
384
mengajar Pak-kek Sin-ciang kepada Kong Ji dan ia maklum bahwa
pemuda itu merupakan seorang manusia iblis yang amat lihai,
apalagi setelah pedang Pak-kek Sin-kiam dibawanya! Di samping ini,
Hui Lian merasa bersukur dan berterima kasih sekali ke pada Temu
Cin. Kalau tidak karena sifat yang gagah dan adil dari pemimpin
besar ini entah bagaimana jadinya dengan nasibnya.
"Aku akan mencarinya! Aku akan membunuhnya!" hanya inilah
kata-kata yang keluar dan mulut Hui Lian.
"Sabar Lihiap. Aku pun sudah mengutus Bouw Ang Gempo dan
seribu orang pasukan panah untuk menghadang dan
membunuhnya, sekalian merampas kembali Nalumei dan pedang
pusakamu."
"Kau baik sekali, Taijin. Kalau tidak kau yang menolongku...."
"Sudahlah, antara orang sendiri mengapa banyak sungkan? Aku
selalu mengharmati orang-orang gagah dan membenci orang yang
jahat dan curang. Apalagi aku ingat bahwa nama ayahmu sudah
menjulang tinggi di dunia kang-ouw, bagaimana aku dapat
membiarkan kau mengalami celaka? Biarpun aku tidak minta balas
jasa kepada siapapun -juga, namun aku kelak masih banyak
mengharapkan bantuan-bantuan dari orang-orang gagah seperti
kau, Ayahmu dan yang lain-lain," jawab Temu Cin yang pada
hakekatnya amat cerdik itu. Kecerdikan dan kegagahan serta
pengaruhnya yang amat besar inilah yang kelak dapat menghasilkan
perjuangan dan cita-citanya sehingga ia mencapai kedudukan
tertinggi menjadi raja besar yang terkenal dengan nama Jengis
Khan!
Tengah mereka bercakap-cakap datanglah rombongan ahli panah
yang tadinya mengikuti Kong Ji bersama ratusan perajurit sisa dari
seribu orang yang tadinya dipimpin oleh Bouw Ang Gempo. Pasukan
yang lain menanti di luar, yang masuk adalah pemimpin barisan
berpanah sebanyak tiga orang yang menggandeng Bouw Ang
Gempo di tengah-tengah. Dilihat dari jauh, seakan-akan tiga orang
ini mengawal seorang tangkapan yang keadaannya menyedihkan
kali.
385
Temu Cin mengerutkan kening dan berkata perlahan kepada Hui
Lian.
"Ah, agaknya suhengmu telah dapat menggagalkan pengejaran
Bouw Ang Gempo...."
Tiga orang itu menghadap Temu Cin, memberi hormat secara
militer, kemudian menuturkan semua pengalaman mereka.
Menjelaskan betapa dengan amat cerdik dan licinnya, Kong Ji yang
dikejar-kejar itu telah berhasil menawan Bauw Ang Gempo sehingga
terpaksa mereka melepaskan pemuda itu asal Bouw Ang Gempo
tidak dibunuh.
"Akan tetapi sungguh aneh, Khan Muda yang mulia, memang
Panglima Bouw Ang Gempo telah dilepas dan tidak terluka sama
sekali, akan tetapi aneh... Paduka dapat melihatnya sendiri,
keadaannya tidak sewajarnya... agaknya seperti berubah ingatan!"
Temu Cin memandang kepada panglimanya. Dadanya berdebar
menahan kemarahan. Benar-benar merupakan tamparan baginya. ia
tentu akan ditertawai orang sedunia kalau mereka mendengar
betapa seorang panglimanya dengan pasukan seribu orang
jumlahnya, telah gagal untuk mengejar dan menangkap seorang
buronan!
"Bouw Ang Gempo l Hayo jelasnya semua ini!" bentaknya marah.
Akan tetapi Panglima Mongol yang tegap pendek dan berkumis
kecil panjang itu hanya menyeringai, mulutnya berkemak-kemik dan
yang terdengar hanya kata-kata mengaco tidak karuan.
"Ah, Kong Ji benar-benar manusia Iblis!" tiba-tiba Hui Lian
menggebrak meja. "Tak perlu diperiksa orang ini telah kehilangan
ingatannya. Dulu dalam perjalanan, dia membikin seorang pemuda
she Ma seperti ini, yakni ditotok putus urat-urat syaraf di
kepalanya!"
Temu Cin minta penjelasan. Setelah mendengar penuturan Hui
Lian, tiba-tiba ia melompat berdiri, mencabut golok dan sekali tabas
saja putuslah leher Bou Ang Gempo. Hui Lian terkejut sekali dan
gadis ini menegur,
386
"Apakah artinya ini? Mengapa orang yang harus dikasihani ini
dibunuh? Ini keterlaluan sekali!!"
Temu Cin menyarungkan goloknya wajahnya nampak gelap dan
berduka. Kemudian ia memandang kepada Hui Lian sambil
tersenyum pahit.
"Go-lihiap, kalau kau seorang tamu yang pernah diperlakukan
secara curang dan jahat oleh Bouw Ang Gempo dapat menaruh hati
kasihan kepadanya bagaimana aku tidak? Bouw Ang Gempo adalah
seorang kepercayaanku yang selalu taat dan setia, aku kasihan dan
sayang kepadanya," kata Temu Cin kepada Hui Lian yang terheranheran
dan tidak senang melihat pemimpin orang Mongol ini
membunuh Bouw Ang Gempo.
"Kalau kasihan, mengapa Taijin bahkan membunuhnya?"
"Adakah jalan yang lebih baik untuk membebaskannya dari
penderitaan daripada membunuhnya? Kalau ia dibiarkan hidup, ia
akan menjadi seorang gila yang tidak ada gunanya. Bagi seorang
gagah, lebih baik mati daripada hidup tak berguna, bahkan hanya
akan mendatangkan malu belaka," kata Temu Cin dan wajah
pemimpin besar ini nampak muram.
Akhirnya Hut Lian terpaksa mengakui dalam hati bahwa
perbuatan Temu Cin terhadap diri Bouw Ang Gempo tadi memang
tepat. Dan bertambahlah kebenciannya terhadap Liok Kong Ji,
pemuda berwatak iblis itu.
“Aku akan mencari keparat itu, Tai-jin, dan percayalah bahwa
dengan bantuan Ayah Bundaku, kelak aku akan dapat
menewaskannya, dan dengan demikian sakit hatimu dan sakit hati
Bouw Ang Gempo akan terbalas."
"Kau baik sekali, Lihiap, dan kami merasa beruntung sekali dapat
berkenalan denganmu. Sampaikan saja hormatku pada ayahmu
pendekar besar yang sudah lama kujunjung tinggi namanya."
Hui Lian bersiap-siap kemudian meninggalkan tempat itu setelah
berjanji bahwa kelak ia akan membantu pemimpin ini bersama ayah
bundanya dan sahabat-sahabatnya di dunia kang-ouw. Temu Cin
memberi seekor kuda yang amat baik berikut bekal makanan,
387
minuman dan emas. Selain ini, ia memerintahkan sepasukan
berkuda untuk mengawal Hui Lian keluar dari daerah kering yang
amat sukar itu, untuk mencegah agar gadis ini jangan sampai
tersesat dan menderita kesulitan di jalan.
Tentu saja Hui Lian menjadi girang dan merasa berterima kasih
sekali, maka berangkatlah rombongan itu mengawal Hui Lian
menuju ke selatan. Debu mengepul tinggi dari bawah kaki
rombongan berkuda ini, menutupi cahaya matahari yang masih
lemah.
-oo0mch-dewi0oo-
Kurang lebih seratus orang pengemis sabuk hitam, yakni
anggauta-anggauta penting dari perkumpulan pengemis Hek-kinkaipang,
berkumpul di luar kota Bi nam-bun. Sebagaimana pembaca
tentu masih ingat, perkumpulan Hek-kin-kaipang adalah
perkumpulan pengemis yang paling besar dan berpengaruh, dan
telah memiliki nama yang terkenal di dunia kang-ouw. Ketua dari
Hek-kin-kaipang adalah Kiang Cun Eng, wanita cantik yang genit,
akan tetapi yang pada dasarnya memiliki watak gagah dan baik.
Ketua Hek-kin-kaipang inilah yang telah menolong Wan Sin Hong
dan yang membawanya ke puncak Luliang-san, menyehkannya
kepada Luliang Sam lojin.
Setelah menyerahkan Sin Hong kepada dua orang kakek sakti di
Luliang-san itu, Kiang Cun Eng lalu memindahkan pusat
perkumpulannya di Bi-nam-bun dan semenjak itu ia hidup
menyendiri, bahkan setengah bersembunyi. Ia maklum bahwa
setelah merampas Sin Hong dari tangan orang-orang Im-yang-bupai,
berada dalam keadaan terancam. Ke pada para anggauta Hekkin-
kaipang pun berpesan agar menjauhkan diri bentrokan dengan
Im-yang-bu-pai.
Telah berpuluh tahun Cun Eng menjadi ketua Hek-kin-kaipang.
Ketua perkumpulan ini dipilih dalam lima tahun sekali dan selalu
mereka memilih Cun Eng. Bukan saja karena wanita ini memang
memiliki kepandaian tinggi, juga karena selama dipimpin oleh Cun
Eng perkumpulan ini dapat berkembang dengan baik dan dalam diri
388
Cun Eng mereka mendapatkan seorang pemimpin yang baik dan
tegas.
Pada hari itu, kembali lima tahun telah lewat dan hari itu mereka
berkumpul di Bi-nam-bun untuk menguasai perkumpulan itu agar
dapat menjadi ketua perkumpulan yang besar dan berpengaruh ini.
Akan tetapi beberapa orang yang hendak mencari kedudukan ini
semua kena dikalahkan oleh Kiang Cun Eng yang lihai.
Namun sekarang lain lagi. Selama ini, Hek-kin-kaipang telah maju
pesat dan diantara anggautanya telah terdapat baik orang-orang
pandai yang dengan suka rela menggabungkan diri. Maka sekarang
banyak sekali calon-calon ketua yang memiliki kepandaian tinggi.
Apalagi, telah tersiar desas-desus bahwa ketua Hek-kin-kai-pang,
yakni Kiang Cun Eng, hendak melepaskan kedudukannya dan
memberikan kepada seorang laki-laki gagah perkasa yang menjadi
sahabat baiknya. Bahkan ada desas-desus lain yang
menggemparkan yakni, bahwa Kiang Cun Eng bukan saja hendak
menyerahkan kedudukan kapada orang itu, akan tetapi juga hendak
menyerahkan jiwa raganya atau jelasnya hendak... menikah dengan
orang itu!
Tentu saja hal inl menggemparkan para anggauta Hek-kinkaipang.
Mereka tahu bahwa ketua mereka itu semenjak dulu tidak
mau menikah, biarpun banyak orang-orang muda yang tergila-gila
kepada Cun Eng yang cantik jelita dan pandai. Bagaimana sekarang
setelah ketua ini usianya sudah tidak muda lagi, biarpun masih
cantik, tiba-tiba hendak memilih suaminya?
Laki-laki itu bukanlah orang sembarangan, melainkan seorang
pendekar yang ternama, penghuni atau pemilik dari pulau Kim-ketho
(Pulau Ayam Emas). Kim-ke-tho adalah sebuah pulau di dekat
pantai timur dan orang ini termasuk seorang tuan tanah kaya raya
yang memiliki pulau itu. Ia hidup seorang diri di pulau itu, tidak
berkeluarga hanya dibantu oleh puluhan orang nelayan dan pekerja.
Namanva terkenal sebagai seorang gagah yang banyak menolong
orang dan kiranya di dunia kang-ou nama julukan Sian-hud-tim
(Kebutan Dewa) bukan julukan asing lagi. Nama sebenarnya dari
orang gagah ini adalah Yap Kong Ki, usianya sudah empat puluh
tahun lebih, wajahnya terang dan mukanya putih. Rambutnya
389
digelung seperti seorang tosu, gerak-geriknya halus akan tetapi
langkahnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli silat pandai.
Di dalam perantauannya, Kiang Cun Eng bertemu dengan orang
ini dan ternyata olehnya bahwa ilmu silat yang dimiliki oleh Yap
Kong Ki jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri. Akhirnya
keduanya saling "jatuh hati" dan diam-diam mereka merencanakan
sebuah rumah tangga berdua.
Banyak orang kang-ouw datang di Bi-nam-bun pada hari itu, ada
yang datang untuk memenuhi undangan sebagai saksi, ada pula
yang sengaja untuk melihat-lihat keadaan dan kalau kiranya
mungkin akan mencalonkan diri menjadi ketua. Tidak sedikit yang
datang hendak melihat Kiang Cun Eng, ketua pekumpulan yang
cantik itu yang biarpun usianya sudah empat puluh tahun lebih
masih menarik hati banyak pria.
Tak lama setelah seratus lebih anggauta Hek-kin-kaipang
berkumpul, datanglah Kiang Cun Eng bersama Yap Kong ki.
Memang sudah lama Cun Eng selalu bersama Yap Kong Ki, juga
seringkali tinggal di atas Pulau Kim-ke-tho tidak jauh letaknya dan
Bi-nam-bun dusun di pantai laut itu.
Semua mata memandang dan banyak yang kagum melihat Kiang
Cun Eng karena wanita ini masih saja memiliki bentuk tubuh yang
langsing dan padat, wajah yang riang gembira dan senyumnya
masih amat manis. Kemudian orang mulai memperhatikan Yap Kong
Kim. Harus mereka akui laki-laki ini pun gagah dan cocok berjalan di
sebelah Cun Eng. Akan tetapi banyak pula di antara mereka yang
merasa iri hati dan cemburu, yakni mereka yang menginginkan
kedudukan ketua dan terutama sekali yang suka kepada Cun Eng.
Para anggauta Hek-kin-kaipang menyambut kedatangan Kiang
Cun Eng dengan penghormatan dan seruan, "Hidup Kiang-pangcu
(Ketua Kiang) dari Hek kin-kaipang!"
Kiang Cun Eng tersenyum, mencabut keluar sebuah tongkat
hitam kecil, yakni tongkat pusaka dari Hek-kin-kaipang mengangkat
tongkat itu tinggi di atas kepala sambil berseru, "Hidup Hek-kinkaipang!"
390
Kemudian Cun Eng mengambil tempat duduk di atas sebuah
bangku yang sudah disediakan di situ. Yap Kong Ki berdiri di
belakangnya, memandang kepada para pengemis yang hadir
dengan sikap tenang.
“Kawan-kawanku sekalian," Kiang Cun Eng berkata dengan suara
penuh perasaan terharu, "saat pemilihan ketua baru telah tiba. Akan
tetapi sebelum kita mengadakan pemilihan perkenankan saya bicara
sedikit. Sudah empat kali pemilihan, selalu aku yang mendapat
kehormatan dipilih menjadi ketua. Selama ini kawan-kawan telah
membantuku dan perkumpulan kita makin berkembang. Akan tetapi,
sekarang tiba saatnya bagiku untuk mengundurkan diri...."
Terdengar suara celaan dan pernyataan kecewa dari sana-sini,
disusul dengan suara, "Kami memilih Kiang-pangcu...!"
Cun Eng mengeleng-geleng kepala sambil tersenyum pahit.
"Berilah waktu kepadaku untuk beristirahat. Kepandaianku terbatas
sekali, dan sekarang keadaannya berbeda dengan dahulu. Di dunia
kang-ouw muncul banyak orang jahat yang lihai sekali, maka
perkumpulan kita perlu dipimpin oleh orang yang pandai. Aku tidak
sanggup lagi dan sekarang aku menyerahkan kepada kawan-kawan
yang cakap."
"Curang...!" terdengar teriakan di tengah-tengah kumpulan
pengemis, sukar dicari siapa yang bicara itu. "Kiang-pangcu hendak
mundur sambil menggasak semua kekayaan Hek-kin-kaipang!"
Sepasang mata Kiang Cun Eng bersinar marah dan berusaha
mencari si pembicara tadi, akan tetapi sia-sia karena suara para
pengemis yang simpang siur itu menyembunyikan pembicaraan tadi.
"Begitu rendahkah orang menganggapku?" Cun Eng
menggerakkan kedua tangan dan tiga kali ia bertepuk tangan maka
datanglah delapan orang anggauta Hek-kin-kaipang menggotong
empat buah peti besar yang ditaruh di tengah-tengah tempat
pertemuan itu. Cun Eng menghampiri peti-peti itu dan membukanya
satu demi satu. Ternyata bahwa peti itu penuh dengan uang dan
barang-barang berharga.
"Kawan-kawan sekalian, lihatlah baik-baik. Empat peti ini adalah
seluruh harta kekayaan perkumpulan yang kita semua kumpulkan
391
selama puluhan tahun. Aku telah menukar-nukarkan dan
meringkaskan menjadi barang-barang berharga untuk keperluan
perkumpulan. Bahkan yang sepeti di antaranya adalah milik
pribadiku, warisan dari orang tuaku. Akan tetapi, kalau aku
mengundurkan diri, aku pun akan meninggalkan milikku itu untuk
perkumpulan. Nah, siapa berani bilang aku hendak mundur
membawa lari harta perkumpulan?" Cun Eng berdiri tegak menyapu
semua orang dengan mata menentang.
Keadaan sunyi untuk beberapa lama.
"Kami memilih Kiang-pangcu! Kalau Kiang-pangcu memaksa
mengundurkan diri, itu berarti pengkhianatan terhadap partai!"
terdengar suara seorang pengemis.
Cun Eng menoleh ke arah suara itu. “Tak dapat dianggap
pengkhianatan. Aku mundur bukan melarikan diri, melainkan
hendak memberikan kepada orang yang lebih cakap. Sebelum aku
mundur hari ini aku akan membantu kawan-kawan memilih ketua
baru dan percayalah biarpun aku sudah mengundurkan diri,
sewaktu-waktu aku siap sedia membela kehormatan Hek-kin
kaipang!"
Kembali terdengar suara bercampur aduk tidak karuan. Keadaan
sampai lama begitu saja sehingga Cun Eng mengangkat tangan
kanan dengan marah.
"Kawan-kawan, kalian bukan anak kecil yang berpikiran sempit.
Baru saja kata-kataku tadi dapat diterima dengan baik dan sekarang
aku mengusulkan seorang calon untuk mengganti kedudukanku
sebagai ketua baru"
Semua suara terhenti dan keadaan menjadi sunyi. Semua orang
ingin sekali mendengar siapa gerangan calon yang dipilih oleh ketua
itu. Ada yang menyangka bahwa Cun Eng tentu akan menunjuk Yap
Kong Ki yang berdiri seperti patung itu, dan hati para anggauta
berdebar menanti. Ada yang tidak setuju dan ada pula yang setuju,
akan tetapi semua mata kini diarahkan kepada Yap Kong Ki. Akan
tetapi, jawaban atau lanjutan kata-kata Cun Eng ternyata jauh
berbeda dengan dugaan mereka.
392
"Aku mengusulkan supaya Tan Lokai tuggantikan aku menjadi
pangcu baru!" sambil berkata demikian, Cun Eng melompat ke
kanan dan menggandeng keluar tangan seorang pengemis tua yang
tinggi kurus dan berwajah ramah. Semua orang tertegun, akan
tetapi ada sebagian yang setuju. Tan Lokai (Pengemis Tua she Tan)
terkenal sebagai pembantu ketua yang selain tinggi kepandaiannya,
juga amat ramah dan sabar. Akan tetapi karena jarang sekali ia
bertempur orang-orang belum menyaksikan sendiri sampai dimana
kelihaiannya, bahkan ada yang memandang rendah.
"Kiang-pangcu benar-benar membikin lokai menjadi malu," kata
Tan Lokai sambil membungkuk-bungkuk, akan tetapi lalu berkata
dengan nada suara bersungguh-sungguh, "Aku yang sudah tua
telah dapat mengerti akan semua alasan Kiang-pangcu, maka
apabila tidak ada yang mengajukan keberatan, demi
menyelamatkan perkumpulan dari tangan orang jahat, aku bersedia
menjadi ketua dan bekerja dengan bantuan para kawan yang setia!"
Kiang Cun Eng kelihatan gembira kali. "Bagaimana kawankawan?
Setujukah kalian?"
Terdengar jawaban bersimpang siur di sana-sini.
"Yang tidak setuju harap angkat tangan! Pengangkatan ketua
harus diterima dengan suara bulat seperti biasa!" kata pula Cun
Eng.
Tak lama kemudian, kagetlah Cun Eng melihat rombongan di
sebelah kiri semua mengangkat tangan, lebih dari tiga puluh orang!
Dan yang lebih menggelisahkannya lagi, justru yang mengangkat
tangan itu adalah tokoh-tokoh yang belum lama menggabungkan
diri ke dalam perkumpulan Hek-kin-kai-pang! Kemudian, dua orang
pengemis melompat keluar dan menghadapinya. Yang seorang
adalah pengemis tinggi besar yang terkenal dengan sebutan Tiatciang-
eng (Pendekar Tangan Besi) dan bernama Lai Sek. Dia adalah
seorang anggauta pimpinan Hek kin-kaipang yang sudah tinggi
tingkatnya, orangnya tinggi besar bermuka kuning, dan mempunyai
watak yang jujur. Sudah lama Lai Sek tergila-gila kepada ketuanya
sendiri dan semenjak tadi ia sudah merasa cemburu dan iri hati
sekali melihat Yap Kong Ki, maka sekarang ia melompat maju
setelah mendapat kesempatan.
393
"Aku tidak setuju kalau Kiang-pang-cu, mundur! Kalau mundur
apa alasannya? Dan pula aku mendengar desas-desus tentang
perjodohan! Inipun harus dijelaskan, orang gagah tidak perlu
merahasiakan sesuatu. Ketiga, aku tidak setuju ada orang luar hadir
di dalam pertemuan Hek-Kin-kaipang ini, kecuali kalau dia hendak
mencoba untuk merebut kedudukan ketua," setelah berkata
demikian, pengemis tinggi besar ini memandang ke arah Yap Kong
Ki dengan mata melotot.
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Lai Sek, wajah Cun Eng
menjadi merah sekali. Ia maklum akan isi hati orang kasar ini dan
tahu bahwa Lai Sek sudah lama jatuh hati kepadanya. Bahkan pada
setiap kali pemilihan ketua Lai Sek inilah yang tampil ke depan
berkeras memilih dia melanjutkan kedudukan ketua.
Adapun Tan Lokai, mendengar betapa Kiang Cun Eng dihina,
menjadi tidak senang. Ia menghadapi Lai Sek dan berkata.
"Lai Sek, mengapa kau begitu kurangajar terhadap Kiangpangcu?
Ingat, sebelum ada ketua baru, dia masih ketua kita! Kalau
kau tidak setuju akan pilihan pangcu, kau boleh mengajukan calon.
Ataukah kau sendiri hendak mencalonkan diri sendiri? Tentang
orang luar tentu kaumaksudkan Yap-sicu. Dan dalam hal ini pun kau
benar-benar keliru Yap Sicu adalah seorang gagah yang selalu
membantu Hek-kin-kaipang dan sudah banyak ia menyumbang,
sungguhpun dia bukan anggauta perkumpulan kita. Katakan,
apakah kau ingin menjadi pangcu dan sanggupkah kau memimpin
perkumpulan kita?"
Diserang begini oleh Tan Lokai, Lai Tek menjadi gagap. "Aku...
aku... betapapun juga, kalau Tan Lokai menjadi pangcu, aku harus
menguji dulu kepandaiannya!" akhirnya ia berkata untuk menutupi
malunya.
"Bagus! Itulah seharusnya ucapan seorang laki-laki!" memuji
orang ke dua yang tadi melompat maju. Dia ini adalah orang
pengemis tua berusia lima puluh tahun lebih yang bernama Teng
Gai berjuluk Kim-tung Mo-kai (Pengemis Setan Tongkat Mas).
Tongkatnya berwarna kuning seperti emas, sungguhpun amat
disangsikan apakah benar-benar dari pada logam mahal itu. Setelah
berkata demikian ia melompat mundur untuk me-nanti giliran.
394
Sudah menjadi kebiasaan dalam perkumpulan Hek-kin-kaipang,
tiap kali ada pemilihan pengurus baru, semua anggauta berhak
untuk menguji kepandaian ketua yang dipilih, maka kata-kata Lai
Sek tadi menggembirakan semua orang. Adapun Tan Lokai sendiri
yang tahu bahwa kali ini ia menghadapi banyak orang yang
menentangnya, sudah siap menghadapi setiap lawan.
"Lai Sek kalau kau penasaran, majulah lohu melayanimu
bermain-main sebentar!"
"Awaslah, Tan Lokai!" Lai Sek yang jujur itu tidak mau banyak
bicara dan secepat angin ia menggerakkan tongkatnya menyerang
ke arah dada Tan Lokai. Pengemis tua ini memiliki ilmu tongkat
yang lihai sekali. Cun Eng tahu bahwa ilmu tongkat pengemis ini
mengatasi semua ilmu tongkat yang dimiliki oleh para anggauta
Hek-kin-kaipang, maka tidak khawatir dan karena itu pula tadi
memilihnya sebagai calon ketua.
Dengan cepat sekali Tan Lokai membuktikan kelihaiannya.
Biarpun Lai Sek bertenaga besar seperti kerbau dan tongkatnya
mengeluarkan angin saking kerasnya serangan-serangan yang
dilakukannya namun dengan enak dan mudah semua serangan
digagalkan. Dalam beberapa belas jurus saja terdengar Lai Sek
berteriak kesakitan dan jatuh terjengkang ketika kakinya kena
dicongkel oleh tongkat Tan Lokai yang gerakannya cepat sekali!
Tan Lokai dengan senyum ramah membantu Lai Sek bangun.
Pengemis kalap ini meringis kesakitan, lalu menjura. “Tan Lokai
benar-benar lihai, siauwte yang muda bermata buta. Urusan ketua
terserah saja kepada pemilihan orang banyak!" katanya sambil
menyerat tongkatnya dan mengundurkan diri.
“Ha, ha, ha! Tidak kusangka Tiat-tiang-eng demikian lemahnya!
Dan nama Tan Lokai tidak kosong belaka. Biar aku yang mencoba
kepandaiannya," kata Kim-lung Mo-kai sambil mclompat maju
dengan tongkat kuning di tangan.
Tan Lokai mengerutkan kening. Pengemis di depannya ini baru
beberapa bulan menjadi anggauta, akan tetapi selalu bersikap
mencurigakan. Bahkan sekarang, sabuk yang dipakainya bukanlah
sabuk hitam melainkan sabuk putih.
395
"Sahabat Teng Gai, mengapa kau memakai sabuk putih?"
tegurnya.
Kim Lung Mo-kai Teng Gal tertawa geli. "Tan Lokai, nama Hekkin
kaipang kuanggap tidak baik dan kurang tepat. Mengapa
memakai nama hitam? Bukankah lebih patut kalau diganti saja
dengan Pek-kin-kaipang (Perkumpulan Pengemis Sabuk Putih).
Kalau aku yang menjadi ketuanya, tentu akan segera kuganti nama
perkumpulan kita."
Kata-kata ini disambut oleh suara tawa menyatakan setuju dan
ketika Tan Lokai dan Cun Eng menengok ke arah mereka yang
tertawa, ternyata bahwa mereka itu adalah puluhan orang yang tadi
mengangkat tangan dan di antara mereka banyak yang memakal
sabuk putih!
Tan Lokai marah sekali. "Teng Gak kau hendak mengujiku, atau
merampas kedudukan ketua, ataukah hendak mengkhianatt
perkumpulan?"
"Yang pertama dan kedua memang tepat, aku hendak
mengujimu dan kalau kau kalah, akulah yang lebih patut menjadi
ketua. Soal pengkhianatan, aku bukan hendak memperbaiki
keadaan perkumpulan, mana bisa disebut mengkhianati?"
"Bagus, kau majulah!" seru Tan Lokai.
Teng Gak mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tongkatnya
ini seperti gerakan garuda memukulkan sepasang sayap, yakni ia
memegang tongkat di tengah-tengah dan mengirim pukulan dengan
ujung tongkat kiri ke atas kepala, kemudian disusul dengan ayunan
ujung tongkat kanan ke arah perut lawan. Akan tetapi ketika Tan
Lokai menangkis, kakek ini terkejut sekali. Ujung tongkat itu
memukulnya dengan tenaga lweekang yang lemas dan mempunyai
daya membetot, sebaliknya pukulan ujung tongkat kanan yang
menyusul, dilakukan dengan penyaluran tenaga gwakang yang amat
kuat dan keras! Melihat cara pukulan ini, Tan Lokai yang sudah
banyak pengalamannya terkejut dan terheran-heran. Inilah cara
ilmu silat dari orang Im-yang-bu-pai, yang mendasarkan pada ilmu
Silat Im-yang-ciang-hoat atau Ilmu Silat Im-yang!
396
"Eh, kau orang Im-yang-bu-pai!” tegurnya sambil membalas
serangan lawan.
Teng Gak hanya tertawa mengejek, dan pada saat itu, tiga puluh
orang yang tadi mengangkat tangan, mendengar kata-kata Tan
Lokai ini, serentak bangkit berdiri tegak dan bersiap-siap, sikap
mereka angker sekali. Keadaan menjadi riugh dan orang-orang Hek
kin-kaipang juga cepat memisahkan diri dari mereka.
"Teng Gai apa kehendakmu?" tanya Tan Lokai, akan tetapi Teng
Gai terus saja mendesaknya dengan pukulan pukulan maut. Tan
Lokai yang mengalami kekagetan, tak dapat menjaga diri dengan
baik, maka terdengar suara keras ia mencelat ke belakang sampai
tiga tombak lebih ketika tongkat kuning lawannya berhasil
menyodok dadanya! Baiknya Tan Lokai telah mengerahkan
lweekang, sehingga biarpun terluka berat, tidak sampai
membahayakan nyawanya.
"Teng Gai, betulkah kau orang Im yang-bu-pai dan apakah
maksudmu memasuki perkumpulan kami?" Cun Eng melompat maju
dengan pedang di tangan menghadapi pengemis sabuk putih itu.
"Ha, ha, ha, Kiang-pangcu! Im yang-bu-pai sudah tidak ada dan
aku sekarang calon ketua dari Pek-kin-kaipang! Aku menuntut
hakku sebagai pemenang calon ketua. Akulah yang berhak menjadi
nama baru dan aku akan mengganti nama perkumpulan menjadi
Pek- kin kaipang!”
Sebelum Kiang Cun Eng menjawab, berkelebat bayangan orang
dan sosok bayangan ini begitu tiba lalu menonjok ke arah Teng Gai
yang cepat menangkis. Akan tetapi to terhuyung-huyung dan hal ini
mengejutkan hatinya. Ketika ia memandang, yang menyodoknya
adalah seorang pengemis setengah tua yang bajunya tambaltambalan,
kumis dan jenggotnya malang melintang tidak karuan.
Pengemis ini berdin dengan dua tangan digerak-gerakkan, sambil
lulutnya mengeluarkan bunyi "ah-ah, uh-uh" tidak karuan. Ternyata
bahwa dia adalah seorang pengemis bisu.
"Ah Kai, biar aku menghadapinya!” kata Cun Eng, kaget melihat
datangnya pengemis ini yang dahulu di waktu masih kanak-kanak
adalah pelayan dari ayahnya. Pengemis ani biasa disebut Ah Kai
397
atau Si Bisu yang semenjak kecil sudah mempunyai kesukaan
belajar ilmu silat. Setelah ayah Cun Eng meninggal, A-Kai melarikan
diri dan baru hari ini muncul kembali dalam saat yang tidak
tersangka-sangka.
Akan tetapi Ah-Kai tidak mau mundur, bahkan ia lalu memberi
isyarat dengan tangan, minta Cun Eng mundur, kemudian sekali ia
mengulur tangan, tongkat pusaka Hek-kin-kaipang di tangan Cun
Eng telah pindah ke dalam tangannya, Cun Eng heran bukan main.
Tidak sembarangan orang akan dapat merampas tongkatnya
demikian mudah seperti sihir saja.
"Biarkan saja, dia takkan kalah," kata Yap Kong Ki kepada Cun
Eng yang sudah berdiri di dekatnya. Sian-hud-ti Yap Kong Ki tokoh
Pulau Kim-ke-tho yang semenjak tadi diam saja, mempunyai
penglihatan yang awas sekali. Sekali pandang saja ia maklum bahwa
pengemis bisu itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi, lebih
tinggi daripada kepandaian Cun Eng. Maka ia memberi nasehat
kepada Cun Eng untuk membiarkan pengemis bisu itu menghadapi
orang-orang Im-yang-bu-pai.
Sementara itu, Ah Kai telah menyerang Teng Gai kalang kabut
dan mulutnya tak pernah berhenti mengeluarkan 'ah-ah-ah uh-uh.
Biarpun tongkat hitam di tangannya itu digerak-gerakkan dengan
kacau, akan tetapi kembali terdengar Yap Kong Ki memuji dan
berkata kepada Cun Eng dengan nada suara terheran-heran.
"Eh, darimana ia mendapatkan ilmu tongkat itu? Cam-kauw-tunghwat
(Ilmu tongkat Pemukul Anjing) tidak sembarang orang dapat
mainkan!"
Memang ilmu tongkat yang dimainkan oleh Ah Kai itu luar biasa
sekali. Kelihatannya memang kacau balau dan tidak teratur sama
sekali, akan tetapi yang amat mengherankan, kekacauan gerakan
tongkat ini mengurung dan mematikan semua gerakan tongkat
kuning di tangan Teng Gai! Yang paling merasa heran dan
penasaran adalah Teng Gai sendiri, karena ia yang memiliki ilmu
Silat Im-yang-kun mengapa sekarang tidak berdaya sama sekali?
Setiap serangan menemukan tempat kosong, atau kadang-kadang
tertangkis oleh tongkat hitam butut itu dan tergetarlah telapak
398
tangannya, tanda bahwa Si Bisu itu memiliki tenaga lweekang yang
mengatasinya!
Para anggauta perkumpulan Hek-ki kaipang yang berada di situ
menonton pertempuran itu dengan mata terbelalak dan mulut
ternganga. Banyak di antara mereka kecuali beberapa orang
anggauta baru, kenal baik kepada Ah Kai yang di waktu kecilnya
merupakan pelayan ketua Hek-kin-kaipang yang sering kali digoda
oleh para anggauta. Setelah ketua Hek-kin-kai-pang meninggal
dunia bocah itu lenyap dan sekarang tiba-tiba muncul dalam
keadaan yang tak terduga-duga dan yang lebih aneh lagi memiliki
kepandaian yang demikian luar biasa. Maka kini mehhat Teng Gai
terdesak dan kebingunan, orang-orang mulai bersorak-sorak.
Makin keras suara orang-orang itu bersorak dan bertepuk tangan
ketika pada jurus ke lima puluh, setelah Teng Gai kebingungan dan
pening kepalanya menghadapi serangan bertubi-tubi dan aneh dari
lawannya, terdengar suara keras dan tubuh belakang dari Kim-tung
Mo-kai Teng Gai kena dihajar dengan sekali gerakan! Teng Gai jatuh
terguling-guling dan tongkat hitam di tangan Ah Kai terus bergerak
memukulnya, lagak Si Bisu benar-benar seperti seorang yang
memberi hajaran kepada seekor anjing.
"Lihai sekali... lihai sekali...'" Yap Kong Ki beberapa kali memuji.
"Agaknya ia telah beruntung mewarisi kepandaian dari Cam-kauw
Sin-kai yang telah lama hilang dari dunia kang-ouw."
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara gerengan keras dan
mendadak tubuh Ah Kai terhuyung ke belakang, seakan-akan ia
kena dorongan keras dari depan. Tubuh Teng Gai juga terdorong
sampai bergulingan seperti seekor trenggiling. Bahkan orang-orang
yang duduknya terdekat dengan mereka, semuanya terguling
karena terdorong oleh angin pukulan yang dahsyat sekali.
"Ayaaaa...!" Yap Kong Ki berseru terkejut. ia melihat datangnya
seorang kakek yang menyeramkan berambut panjang dan bermata
liar. Yang membuat Yap Kong Ki terkejut adalah daya pukulan dari
jauh yang dilakukan oleh kakek ini. Bagaimanakah sebuah pukulan
dari jarak jauh mempunyai tenaga yang demikian dahsyatnya? Ini
membuktikan bahwa orang yang baru datang adalah seorang ahli
silat tinggi yang lihai sekali.
399
Ketika Ah Kai memandang, pengemis bisu itu mengeluarkan
suara ribut-ribut nampaknya ia marah dan juga gentar menghadapi
kakek itu. Adapun Teng Gai ketika melihat kakek ini mukanya
berubah pucat sekali dan matanya terbelalak seolah-olah ia melihat
setan.
Kakek itu melihat semua orang diam dan memandangnya dengan
gentar, tertawa terkekeh, lagaknya memandang rendah. Ketika ia
memutar tubuh dan matanya mencari-cari, akhirnya ia melihat
Kiang Cun Eng dan suara ketawanya berhenti.
“Heh, belum mampus? Kiang pangcu, kalau kau ingin menebus
dosamu terhadapku, lekas berlutut den berjanji hendak menjadi
pembantuku dan menyerahkan tongkat ketua Hek-kin-kaipang
kepadaku." Suara kakek ini terdengar perlahan saja, namun di
dalamnya mengandung pengaruh dan ancaman besar.
"Giok Seng Cu Totiang, mengapa seorang tokoh besar seperti
Totiang dapat mengeluarkan kata-kata seperti itu? Memang aku
pernah berdosa terhadap Im-yang-bu-pai ketika menolong seorang
bocah, akan tetapi bukankah dosa itu telah tertebus dengan
tewasnya banyak sekali anak buahku? Pula, kedosaan itu tidak ada
artinya kalau dtingat bahwa hal itu aku lakukan untuk menolong
nyawa seorang anak yang tak berdosa."
Kakek ini memang Giok Seng Cu. Sebagaimana telah dttuturkan
di bagian depan, berkali-kali Giok Seng Cu mengalami kegagalan.
Tidak saja perkumpulan yang dipimpinnya, yakni Im-yang-bu-pai,
telah dibasmi oleh See-thian Tok-ong dan anak isterinya, akan tetapi
juga pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang sudah terjatuh di
tangannya itu, dapat terampas oleh See thian Tok Ong. Hal ini amat
menyakitkan hatinya. Selama beberapa tahun ini ia tidak mau
muncul, bersembunyi sambil memperdalam kepandaiannya.
Kemudian setelah ia muncul melihat bahwa lm-yang-bu-pai sudah
hancur dan anak buahnya sudah kocar-kacir, timbul di dalam
pikirannya untuk mendirikan perkumpulan baru. Tanpa perkumpulan
dan anak buah yang banyak jumlahnya, kedudukannya takkan kuat.
Kemudian teringatlah ia akan perkumpula Hek-kin-kaipang sebuah
perkumpulan yang amat besar dan kuat dan ia segera mengambil
keputusan untuk merampas kedudukan ketua di perkumpulan ini.
400
Kini ia telah berhadapan dengan Cu Eng. Mendengar Cun Eng
membela diri ia tertawa mengejek.
"Ha, enak saja kau bicara! Dengar mengandalkan siasat licin, kau
pernah menentang Im-yang-bu-pai yang berarti menentangku pula.
Sekarang, aku datang membunuhmu, bahkan hendak memimpin
perkumpulan jembel ini agar dapat kemajuan dan nama besar, dan
bahkan kuangkat menjadi pembantu. Bukankah hal ini membuktikan
bahwa aku sekarang telah berhati lemah dan mudah menaruh hati
kasihan? Kau tak perlu berterima kasih, asal kau dapat
memperlihatkan kasih sayang terhadap aku, cukuplah." Kata-kata ini
ditutup dengan lirikan mata yang penuh arti dan tentu amat
menjemukan karena main mata itu dilakukan kakek yang sudah
begitu tua!
Antara Yap Kong Ki dan Kiang Cun Eng memang terdapat
pertalian hati dan keduanya mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri dari urusan kang-ouw untuk mengecap
kenikmatan rumah tangga dalam usia mereka yang sudah agak
terlambat itu. Maka mendengar kata-kata Giok Seng Cu, hati Kong
Ki mendongkol bukan main. Terang-terangan kekasihnya dihina
orang dan hal ini tak mungkin dapat ia biarkan saja.
Yap Kong Ki belum pernah bertemu muka dengan Giok Seng Cu,
akan tetapi tentu saja ia dulu sudah seringkali mendengar nama
kakek pemimpin Im-yang bu-pai yang lihai Kalau saja tidak karena
urusan Cun Eng, agaknya ia akan lebih suka pergi menjauhi Giok
Seng dan tidak mencari urusan dengan orang yang berbahaya itu.
Sekarang melihat wanita yang dikasihinya dihina, Yap Kong tak
dapat menahan sabar lagi. ia melompat ke depan dan kebutan di
tangan kanannya tergetar.
"Totiang, telah lama sekali aku yang bodoh mendengar nama
besar dari Giok Seng Cu sebagai ketua Im yang-bu-pai yang berilmu
tinggi. Sudah lajim di dunia kang-ouw seorang tokoh yang berilmu
tinggi selalu memiliki pandang yang amat luas dan bijaksana. Akan
tetapi hari ini aku mendengar ucapan yang kau tujukan kepada
Kiang-pangcu, benar benar membuat aku terheran-heran dan
hampir tak dapat mempercayai telingaku sendiri."
401
Giok Seng Cu memutar tumit kakinya dan menghadapi Yap Kong
Ki. Ia melihat seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih,
bersikap gagah dan tenang, dengan alis dikerutkan tanda tak
senang hati dan kebutan yang terpegang di tangan kanan bulubulunya
tergetar, tanda bahwa lweekang orang yang memegangnya
sudah mencapai tingkat tinggi dan sudah dapat disalurkan melalui
gagang kebutan itu sampai ke ujung bulu kebutan.
"Hm, hm, kau sudah mengenaI namaku, akan tetapi sebaliknya
aku belum pernah melihat mukamu. Siapakah kau dan berdasarken
apakah kau hendak mencampuri urusanku?" tanya Giok Seng Cu.
Kalau menghadapi kebanyakan orang, Giok Seng Cu lebih banyak
mempergunakan tangannya daripada mulutnya. Akan tetapi melihat
Yap Kong Ki sekelebatan saja tahulah Giok Seng Cu bahwa yang
dihadapi bukanlah orang biasa, maka ia masih mempergunakan
mulut untuk bertanya nama.
"Aku yang bodoh disebut orang Sian-hud-tim Yap Kong Ki,
urusan Hek-kin-kaipang adalah urusanku juga, maka hinaan totiang
terhadap Hek-kin-kaipang berarti penghinaan terhadapku pula."
"Begitu??" Pertanyaan ini hampir bersamaan datangnya dengan
kibasan tangan kanan Giok Seng Cu yang mempergunakan ujung
lengan baju untuk menyerang Kong Ki.
Majikan Pulau Kim-ke-tho ini tak berani berlaku lengah. Ia tahu
bahwa setiap gerak serangan dari kakek ini tak boleh dipandang
ringan. Benar saja dugaannya, karena biarpun kibasan ujung lengan
baju ini dilakukan perlahan saja dan seakan-akan tidak memakai
tenaga, akan tetapi tiba-tiba angin pukulannya menyambar,
mengandung hawa panas dan bukan main kuatnya'
Yap Kong Ki memiliki ilmu silat turunan dan ia pun sudah
memiliki tenaga Iweekang yang tinggi. Menghadapi serangan lawan
yang ia tahu dilakukan dengan tenaga sebagian saja, sifatnya hanya
untuk mencoba dulu, ia pun tidak mau memperlihatkan
kelemahannya. Cepat ia mengebutkan hudtimnya ke arah lawan dan
dari hudtim ini pun menyambar hawa pukuian yang sekaligus
menangkis pukulan lawan dan langsung menyambar ke arah jalan
darah di pundak Giok Seng Cu.
402
"Hem, cacing tanah berani menjual lagak di depanku?" bentak
Giok Seng Cu, marah karena pukulannya tadi dapat ditangkis lawan
yang bahkan mengirim serangan balasan. Ia sama sekali tidak
mengelak dari totokan ujung hudtim, sebaliknya tangan kirinya maju
memukul dada lawan.
Ujung hudtim tepat sekali mengenai jalan darah di pundak Giok
Seng Cu, akan tetapi Yap Kong Ki berseru kaget karena ujung
kebutannya terpental balik seperti menotok baja hitam saja.
Sebaliknya, pukulan tangan kakek itu telah menyerang dadanya dan
biarpun masih hawa pukulannya saja sudah terasa di dalam
dadanya'
"Lihai sekali...!" Kong Ki berseru dan cepat Kebutan Dewa ini
memutar senjatanya sehingga kebutan itu berubah menjadi
segulungan sinar yang amat berbahaya. Biarpun ujungnya terdiri
dari bulu-bulu yang lemas, namun kalau dipergunakan dalam
serangan, dapat diperlemas atau diperkeras menurut saluran tenaga
dalam. Totokan-totokan yang dilakukan oleh ujung kebutan ini pun
bahaya sekali karena selalu mengarah jalan darah yang mematikan.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XV
MEMANG sukar menyerang seorang seperti Giok Seng Cu yang
memiliki Ilmu Kebal Tiat-pouw-san, akan tetapi di antara jalan-jalan
darah yang berada di dalam tubuh, terdapat banyak bagian yang
tak dapat dilindungi oleh ilmu kebal, seperti misalnya jalan darar
hai-yang-hiat, ong-cu-hiat dan lain-lain. Dan Yap Kong Ki yang
cerdik tahu harus memilih yang mana, maka kini setiap serangannya
selalu mengarah jalan darah mematikan yang berbahaya sehingga
betapapun lihainya, Giok Seng Cu tidak berani lagi mengandalkan
ilmu kebalnya.
Akan tetapi semua usaha itu sia-sia belaka karena tingkat
kepandaian Giok Seng Cu masih lebih tinggi, apalagi dalam ilmu
lwekang, kepandaiannya jauh melampaui lawannya. Melihat betapa
Yap Kong Ki amat sukar dirobohkan, timbul kemarahan dalam hati
Giok Seng Cu, kakek ini mengeluarkan suara keras mulailah ia
403
bersilat dengan gaya merendah. Dia telah mulai mengeluarkan ilmu
silatnya yang paling diandalkan yakni Ilmu Pukulan Tin-san-kang'
Yap Kong Ki terkejut sekali. Dari sepasang tangan kakek itu
menyerang angin pukulan yang jauh bedanya dengan tadi. Kini
setiap kali kakek itu menyerang tidak saja kebutannya terpental ke
belakang, bahkan tubuhnya juga sampai terdorong seakan-akan ada
gelombang tenaga yang dahsyat mendorongnya dari depan. Setelah
Giok Seng Cu mengeluarkan Tin-san-kang mulailah Kong Ki terdesak
hebat dan dalam belasan jurus kemudian ia telah terkurung oleh
pukulan-pukulan maut dari Tin-san-kang! Ia mulai sibuk ke
manapun juga ia melompat untuk mengelak, selalu ada hawa
pukulan yang menghadangnya.
Tiba-tiba terdengar seruan dari Ah-Kai yang semenjak tadi
menonton pertempuran itu. Si Bisu ini berdiri dengan mata
terbelalak saking kagumnya melihat kehebatan Giok Seng Cu. Akan
tetapi karena biarpun bisu ia tahu bahwa Kong Ki membela Hek-kinkaipang,
kini melihat majikan Pulau Kim-ke-tho ini terdesak hebat
dan berada dalam bahaya, ia lalu melompat maju dan mengirim
serangan dengan tongkatnya ke arah pusar dari Giok Seng Cu.
Giok Seng Cu cepat menyampok tongkat itu dengan tangan
kirinya, akan tetapi begitu kena disampok, tongkat yang terpental
itu segera menyeleweng dan melanjutkan serangannya dengan
totokan kilat ke arah ulu hati. Serangan ini masih dilanjutkan secara
bertubi-tubi dan gerakannya yang amat aneh membuat Giok Seng
Cu mengeluarkan seruan tertahan.
"Ayaa, bukankah ini Cam-kauw-tungwat? Pernah apa kau dengan
Camauw Sin-kai?" tanya Giok Seng Cu. Hatinya agak tidak enak
karena dahulu ia pernah bertemu dengan Cam-kauw Sinkai dan
mengingat akan Pengemis Sakti yang lihai dan tidak boleh dibuat
main-main ini, Giok Seng Cu merasa tidak enak kalau pengemis
yang menyerang ini masih ada hubungan dengan Ca kauw Sin-kai.
Akan tetapi, Ah Kai yang bisu mana dapat menjawab
pertanyaannya? Ah Kau hanya mengeluarkan suara ah, ah, uh uh,
dan tongkatnya menyerang terus dengan gencarnya, dibantu pula
oleh kebutan di tangan Kong Ki. Yang juga bergerak cepat. Melihat
betapa dua orang ini masih saja belum dapat mengalahkan Giok
404
Seng Cu, Kiang Cun Eng berseru keras dan ketua perkumpulan
kaipang ini melompat maju pula dan menyerang Giok Seng Cu
dengan pedangnya.
Giok Seng Cu marah sekali. "Kiang Cun Eng, kau dahulu telah
mempermainkan orang-orangku, sekarang kau tidak lekas-lekas
menakluk? Apakah kau memilih jalan mampus?"
"Giok Seng Cu pendeta busuk, memang lebih baik mati daripada
melihat kau menjadi Ketua Hek-kin-kaipang!" jawab Cun Eng.
Melihat Cun Eng sudah turun tangan, para anggauta Hek-kinkaipang
yang memiliki kepandaian cukup tinggi, mulai mengangkat
tongkat mereka dan beramai-ramai mereka mengurung Giok Seng
Cu.
"Teng Gai, kau tidak lekas menyuruh anak buahmu turun tangan,
mau tunggu kapan lagi? Apakah benar-benar kalian berani
mengkhianatiku?" kata Giok Seng Cu. Mendengar ini, Kim-tung Mokai
segera memberi tanda kepada kawan-kawannya yang berjumlah
tiga puluh orang. Tadinya Kim-tung Mo-kai Teng Gai memang
bermaksud hendak merampas kedudukan dalam perkumpulan itu,
akan tetapi setelah ia kalah oleh Ah Kat dan tak tersangka-sangka di
situ muncul Giok Seng Cu bekas pemimpinnya di 1m-yang-bu-pai
dahulu pikirannya berubah dan ia mengambil siasat lain. Begitu
mendapat isyaratnya, kawan-kawannya yang memang sebagian
besar adalah bekas anggauta Im-yang-bu-pai, segera menyerbu dan
sebentar saja di tempat itu terjadi pertempuran hebat.
Pihak Hek-kin-kaipang jauh lebih banyak orangnya, maka melihat
ini, Seng Cu mengeluarkan gerengan keras dan beberapa kali ia
melancarkan pukulan-pukulan Tin-san-kang yang paling hebat.
Terdengar pekik mengerikan dan tubuh Kiang Cun Eng terlempar
sampai tiga tombak lebih dalam keadaan tak bernyawa lagi!
Bukan main marahnya Kong Ki dan Ah Kai. Dua orang ini
memiliki kepadaian yang jauh lebih tinggi daripada Cun Eng, maka
mereka berdua biarpun kalah lihai oleh Giok Seng Cu, sebegitu jauh
masih dapat mempertahankan diri dan belum roboh oleh pukulanpukulan
Tin-san-kang. Kini melihat Giok Seng Cu telah membunuh
Cun Eng secara mengerikan, keduanya menjadi makin nekat dan
405
menyerang mati-matian. Lebih-lebih Kong Ki yang terasa hancur
melihat kekasihnya tewas. Tanpa mempedulikan keselamatan
sendiri, Sian-hud-tim Yap Ko Ki menyerbu Giok Seng Cu dengan
serangan-serangan maut.
Giok Seng Cu berteriak kesakitan ketika daun telinganya pecah
oleh pukulan kebutan di tangan Yap Kong Ki. ia marah dan kedua
rangannya bergerak ke depan menghantam dada lawan ini, maka
tubuh Kong Ki terpental dan ia pun tak jauh dari tubuh Cun Eng
dalam keadaan mati pula.
Ah Kai yang bisu dapat melihat keadaan, ia melompat jauh ke
belakang, memberi tanda dengan tongkat pusaka kepada para
kawan yang masih bertempur, lalu melarikan diri cepat
meninggalkan tempat itu. Ah Kat biarpun bisu amat cerdik. Dalam
berlari, ia menyambar peti yang tadinya ditumpuk oleh Cun Eng di
tempat itu. Melihat perbuatan Ah Kai ini, para anggauta Hek-kinkaipang
lalu meniru perbuatannya dan sebentar saja empat buah
peti berisi harta benda Hek-kin-kaipang telah dibawa lari oleh para
pengemis.
"Kejari Bunuh mereka yang melawan! Rampas kembali peti-peti
dan tangkap hidup-hidup Si Bisu!" tenak Giok Seng Cu sambil
melompat dan mengejar. Karena Giok Seng Cu memang hebat,
dalam beberapa loncatan saja ia telah dapat mengejar Ah Kai dan
terpaksa Si Bisu ini melepaskan peti yang dipanggulnya. ia tidak
berani menghadapi Giok Seng Cu, hanya memutar tongkatnya
melindungi dirinya. Karena Giok Seng Cu masih tidak enak hati
untuk membunuh orang yang agaknya ada hubungan dengan Camkauw
sin-kai, maka Giok Seng Cu tidak mau menjatuhkan serangan
maut, sebaliknya berusaha menawan. Namun, amat sukarlah
mengalahkan Ah Kai tanpa membunuhnya, karena gerakan Ah Kai
amat lincah dan ilmu tongkatnya memang tinggi sekali.
Tiga buah peti yang lain telah terampas pula, Giok Seng Cu
akhirnya terpak ia meninggalkan Ah Kai untuk mengamuk dan
membasmi para anggauta Hek kin-kaipang lebih dulu. Sepak
terjangnya mengerikan hati para pengemis karena setiap kali ia
mengayun tangan, sedikitnya tentu dua orang pengemis roboh
dengan dada pecah atau kepala remuk.
406
"Semua orang akan diampuni kalau menyatakan takluk! Aku akan
menjadi ketua Hek-kin-kaipang dan akan membawa perkumpulan ke
arah kemuliaan. Seru Giok Seng Cu yang mengerahkan tenaga
dalamnya sehingga suaranya terdengar amat nyaring dan
berpengaruh. Mendengar ini dan melihat betapa mereka sia-sia saja
kalau melawan terus, banyak orang pengemis lalu melepaskan
tongkat dan menjatuhkan diri berlutut, diturut oleh yang lain-lain.
Melihat ini, Ah Kai mengeluarkan seruan ah-ah, uh-uh beberapa
kali, membanting-banting kakinya dengan gemas sekali, lalu cepat
ia melarikan diri.
"Totiang, untuk menjadi ketua Hek-kin-kaipang, harus
mempunyai po-tung (Tongkat pusaka) yang dipegang oleh Si Bisu
itu!” kata seorang pengemis yang menakluk.
Mendengar ini Giok Seng Cu melomplat cepat dan mengejar Ah
Kai yang tentu saja berlari makin kencang. Dalam hal ilmu berlari
cepat, Ah Kai sudah mencapal tingkat tinggi juga, maka untuk
beberapa lama, Giok Seng Cu belum dapat menyusulnya.
"He... Bisu, kau berhenti dan serahkan tongkat butut kepadaku,
baru aku akan membebaskan kau!" Memang baginya lebih baik Si
Bisu itu pergi dari situ dalam hal merampas tongkat pusaka itu ia
pun akan merasa lebih senang kalau tak usah membunuh Ah Kai,
karena Giok Seng Cu masih ragu-ragu siapa adanya orang bisu yang
pandai mainkan ilmu tongkat Cam-kauw Tung-hoat itu.
Akan tetapi, sudah tentu saja Ah Kai tidak sudi memberikan
tongkat pusaka itu kepada Giok Seng Cu. Semenjak kecilnya, Ah Kai
telah berada di perkumpulan Hek-kin-kaipang dan ia amat setia
kepada ayah Cun Eng yang ketika itu menjadi ketua perkumpulan.
Setelah ayah Cun Eng meninggal, bocah bisu ini menjadi begitu
berduka sehingga ia melarikan diri dan selama itu tak seorang pun
tahu di mana adanya Ah Kai. Sebetulnya, Ah Kai telah bertemu
dengan orang-orang pandai di antaranya Cam-kau Sin-kai dan dari
orang-orang pandai Ah Kai menerima pelajaran ilmu silat tinggi.
Setelah memiliki kepandaian Ah Kai mencari perkumpulan Hek-kin
Kaipang yang sudah dipindahkan markasnya atu pusatnya oleh
Kiang Cun Eng. Di dalam hatinya, Ah Kai tetap setia kepada
perkumpulan ini dan hendak menyerahkan tenaga dan
407
kepandaiannya untuk membantu dan membela Kiang Cun Eng.
Tidak disangkanya, begitu ia datang, ia menghadapi orang-orang
jahat yang hendak merampas kedudukan di perkumpulan itu. Lebihlebih
tidak disangkanya bahwa di antara orang-orang jahat itu
muncul Giok Seng Cu yang amat lihai dan yang ilmu silatnya kiranya
takkan kalah oleh guru-guru yang pernah mengajarnya. Tadi ketika
melihat Cun Eng tewas hart Ah Kai sudah marah sekali dan ia
merasa sakit hati kepada Giok Seng Cu. Sekarang Giok Seng Cu
minta tongkat pusaka yang menjadi tongkat kekuasaan dari Hekkin-
kaipang, tentu saja ia tidak sudi menyerahkannya dan
mengambil keputusan untuk melindungi tongkat itu sampai saat
terakhir.
Melihat orang bisu itu tidak mau menyerahkan tongkat bahkan
lari makin cepat Giok Seng Cu mulai hilang sabar. Kalau perlu, ia
tidak takut membunuh siapapun juga. Andaikata benar dugaannya
dan pengemis bisu itu murid Cam-kauw Sin-kai, ia pun tidak takut.
Pula di tempat sunyi ini siapakah yang akan tahu bahwa pengemis
bisu itu di bunuh olehnya?
"Bisu, tinggalkan tongkat itu pengganti nyawamu!" Sekali lagi
Giok Seng Cu berseru ketika Ah Kai lagi-lagi tidak
memperdulikannya, Giok Seng Cu menggerakkan kedua tangannya
dan empat buah chi-piauw menyambar laksana kilat ke arah
belakang leher, punggung, lutut dan mata kaki.
Ah Kai dapat mendengar sambaran angin senjata rahasia itu,
maka cepat ia melompat ke kanan sejauh setombak lebth sehingga
serangan amgi (senjat gelap) itu hanya mengenai angin belaka
Namun, gerakannya ketika meiepaskan diri dari ancaman senjata
rahasia tadi telah memperlambat gerakannya dalam berlari sehingga
Giok Seng Cu sudah dapat menyusulnya.
Ah Kai membalikkan tubuh dan dengan secara mendadak ia
menyambut kedatangan kakek itu dengan serangan bertubi-tubi dari
tongkatnya. Kembali Giok Seng Cu gelagapan dan sibuk menangkis
dengan kibasan kedua ujung bajunya. Ia menjaga diri dari ujung
tongkat yang amat berbahaya itu, akan tetapi diam-diam ia pun
mencari kesempatan untuk menjatuhkan pukulan maut pada lawan
yang tangguh ini. Kakek ini sudah kehilangan kesabarannya, bahkan
408
kini rasa penasarannya memuncak menjadi kemarahan besar. Ketika
dengan tenaganya yang dahsyat ujung bajunya dapat membuat
tongkat lawan terpental, ia cepat mengirim pukulan Tin-san-kang
dengan tubuh merendah hampir berjongkok. Inilah pukulan Tin-sankang
dalam jurus yang amat hebat, yaknt jurus Chun-luttong-tee
(Geledek Musim Semi Menggetarkan Bumi)!
Ah Kat terkejut sekali. Cepat ia mergerahkan tenaganya,
menyalurkan tenaga lweekang sepenuhnya di lengan kin untuk
menangkis pukulan itu sambil tubuhnya dimiringkan agar dadanya
tidak terpukul oleh angin pukulan.
"Krek!" tubuh Ah Kai terlempar dan ia jatuh berdebuk terus
bergulingan untuk menghindarkan diri dari pukulan susulan.
Kemudian secepatnya ia melompat berdiri dengan muka meringis.
Tongkat masih ia pegang di tangan kanan dadanya pun tidak
terluka, akan tertapi lengan kirinya telah patah tulangnya, Demikian
hebat pukulan Giok Seng tadi.
Di lain pihak, Giok Seng Cu memandang kagum. Menangkis
pukulannya tadi dan tidak tewas, hanya mendapat luka patah tulang
lengan, benar-benar tak mungkin dapat dilakukan oleh
sembarangan ahli silat.
"Bisu, kau lihai!" serunya. "Sayang kau harus mampus karena
berani melawanku!" Kembali ia menubruk maju dengan
serangannya, akan tetapi Ah Kai tidak mau melayaninya dan sekali
berkelebat, pengemis bisu ini sudah kabur lagi.
Sekarang jarak antara mereka tidak begitu jauh lagi, maka
keadaan Ah Kat amat terancam. Baru saja ia lari belum setengah li,
Giok Seng Cu sudah dapat menyusulnya lagi dan dari belakang
mengirim pukulan lagi dengan dahsyat.
Ah Kai sudah mendapat pengalaman, maka kini ia tidak berani
menangkis lagi, sebaliknya ia lalu membanting tubuhnya ke kiri dan
terus bergulingan di atas tanah menjauhkan diri.
"Ha, ha, ha. Jembel bisu, kau hendak lari ke mana'" Giok Seng Cu
tertawa mengejek sambil mengejar lagi.
409
Mereka main kejar-kejaran dan setiap kali Giok Seng Cu
memukul, Ah Kai menghindarkan serangan dengan membanting diri
dan bergulingan. Sebegitu jauh pengemis bisu yang memiliki
gerakan lincah ini dapat menyelamatkan diri, akan tetapi ia maklum
bahwa kalau Giok Seng Cu mengejar terus, akhirnya ia takkan dapat
mengelak lagi dan pasti akan terpukul oleh ilmu pukulan yang aneh
dan dahsyat dan lawannya. Betapapun juga, tidak ada sedikit pun
pikirannya untuk mengalah dan menyerahkan tongkat. Ia
mengambil keputusan untuk melindungi tongkat itu dengan taruhan
nyawa!
Setelah berkejaran sejauh lima li, mereka tiba di dalam sebuah
hutan. Ah Kai sudah mulai lelah, bukan karena berkejaran itu,
karena ia telah memiliki ilmu ginkang yang tinggi dan takkan merasa
lelah biarpun berlari sampai puluhan li. Yang membuat ia lelah
adalah luka pada lengannya. Tulang yang patah itu setelah dipakai
bergerak, apalagi waktu ia bergulingan kadang-kadang tergencet
tubuh, terasa amat sakit.
Giok Seng Cu menjadi makin penasaran dan marah sekali.
Kemarahannya membuat kakek ini dapat berlari makin cepat dan
baru saja mereka memasuk hutan, Giok Seng Cu sudah dapat
menyusulnya lagi dan dengan mengeluarkan seruan seperti seekor
harimau marah, kakek ini menyerang dari belakang menghantam
punggung.
Ah Kai kembali membanting tubuh dan bergulingan. Akan tetapi,
Giok Seng Cu yang sudah tahu akan lawannya, menyerang dengan
lontaran senjata rahasianya yang berupa uang logam. Tiga buah
chi-piauw meluncur dan menyambar ke arah tiga jalan darah yang
mematikan.
Ah Kai mencoba untuk mengelak, akan tetapi ketika itu ia sedang
bergulingan, mana ia dapat bergerak dengan leluasa? Sebuah
daripada am-gi berhasil mengenai pundaknya dan kembali tulang
pundaknya sebelah kiri patah!
Ah Kai menahan rasa sakit dan melompat berdiri, Giok Seng Cu
sudah berdiri di depannya. Sambil menggigit bibir menahan marah
dan sakit, Ah Kai menubruk dan mengirim serangan maut dengan
tongkatnya. Kembali dua orang itu bertempur. Ah Kai marah sekali,
410
Giok Seng Cu tertawa-tawa mengejek karena maklum bahwa Si Bisu
ini sekarang tak mungkin dapat melarikan diri lagi dan pasti binasa.
"Jembel bisu, untuk tongkat butut dari Hek-kin-kaipang kau rela
membuang nyawa, sungguh percuma hidupmu dan sayang sekali
Cam-kauw Sin-kai telah menurunkan kepandaiannya kepadamu. Ha,
ha, ha!"
Ah Kai menggigit bibir
dan melawan terus. Akan
tetapi, dalam keadaan
sehat saja ia masih bukan
tandingan Giok Seng Cu,
apalagi sekarang ia telah
mendapat luka. Tulang
pundak dan lengan
kirinya telah patah dan
membuat seluruh
lengannya sebelah kiri
seakan-akan mati. Mana
mungkin ia dapat
menghadapi desakan
Giok Seng Cu? Ketika
Giok Seng Cu
mengibaskan ujung
lengan bajunya, Ah Kai
terlambat menangkis dan
dadanya terpukul. Tubuhnya terlempar sampai dua tombak lebih.
Akan tetapi, pengemis bisu ini benar-benar kuat sekali karena
pukulan-pukulan yang demikian dahsyatnya hanya membuat ia
terlempar, tidak sampai mengakibatkan luka di dalam tubuh.
Namun, keadaannya sekarang berbahaya sekali. Sebelum ia dapat
melompat bangun, Giok Seng Cu sudah berada di dekatnya dan kini
kakek ini mengangkat tangan untuk mengirim pukulan maut
terakhir.
Pada saat itu, berkelebat bayangan yang cepat laksana burung,
disusul bentakan halus dan nyaring.
"Kakek siluman jangan berbuat kejam!"
411
Giok Seng Cu melihat sinar yang menyilaukan matanya,
menyambar cepat di depan mukanya. Terpaksa ia mengurungkan
niatnya memukul Ah Kai karena kalau ia teruskan pukulan itu, tentu
tangannya akan bertemu dengan pedang yang luar biasa cepat
gerakannya. melompat mundur dan memandang. Bukan main
herannya ketika melthat bahwa yang menyerangnya adalah seorang
gadis yang cantik jelita dan berwajah gagah dan berpengaruh.
Ah Kai melihat kesempatan baik ini, ia melompat berdiri dan
memandang kepada gadis itu dengan mata penuh pernyataan
terima kasih. Kemudian ia menoleh kepada Giok Seng Cu, tertawa
mengejek dan melompat jauh melarikan diri lagi.
"Jembel busuk hendak lari ke mana?” Giok Seng Cu membentak
marah dan tubuhnya sudah bergerak hendak mengejar. Akan tetapi
sekali berkelebat, gadis itu telah menghadang di tengah jalan.
"Tidak boleh mendesak orang yang sudah lari!" kata gadis itu.
Giok Seng Cu marah sekali. "Jangan mencampuri urusanku!"
bentaknya dan tangan kirinya bergerak, ujung lengan bajunya
dikibaskan ke arah gadis itu dengan maksud mendorong gadis ini ke
pinggir.
Akan tetapi, gadis itu tidak menangkis, bahkan mempergunakan
jari tangan kirinya yang dikepretkan ke arah ujung baju sehingga
ujung kain yang amat kuat karena digerakkan dengan tenaga Tinsin-
kang itu terpukul kembali.
Kejadian ini membuat Giok Seng Cu membatalkan kehendaknya
mengejar Ah Kai. Ia terlampau kagum dan heran sehingga tidak
memperdulikan lagi kepada Ah Kai yang membawa lari tongkat
pusaka Hek-kin-kaipang. Bagaimana dengan jari-jari tangan yang
kecil runcing itu seorang gadis semuda ini dapat menangkis
pukulannya?
"Bocah, kau memiliki kepandaian juga. Akan tetapi jangan dikira
dengan sedikit kebisaanmu ini kau akan dapat menjual lagak di
depan Giok Seng Cu! Siapa kau?"
Akan tetapi, sebaliknya dari gentar mendengar nama besar Giok
Seng Cu ini, gadis ini bahkan nampak marah sekali dan pedang
412
yang tadinya telah disimpan, dicabutnya kembali. Sikapnya
bermusuh dan menantang, kemudian bibir yang manis tapi nampak
membayangkan kekerasan hati bergerak.
"Kau Giok Seng Cu? Pantas! Sudah kuduga bahwa kau tentu
bukan seorang baik-baik. Di dunia kang-ouw kau boleh menjadi raja
iblis, akan tetapi bertemu dengan Gak Soan Li, berarti akan tamat
riwayatmu!" Setelah berkata demikian gadis ini menggerakkan
pedangnya melakukan serangan yang datangnya cepat sekali dan
melihat ujung pedangnya tergetar, membuktikan bahwa penyaluran
tenaga lweekangnya sudah sampai ujung senjata, tanda dari
keahlian yang tinggi.
Akan tetapi Giok Seng Cu adalah seorang kakek yang
kepandaiannya amat tinggi. Juga pengalamannya sudah luas sekali,
mana ia mau memandang sebelah mata kepada seorang gadis
semuda itu? Ia tersenyum mengejek dan sambil mengelak dan
menyampok ujung pedang dengan ujung Iengan baju, ia mengejek.
"Gak Soan Li, kau seperti anak kambing menantang harimau.
Sayang kalau nyawamu terbang meninggalkan tubuhmu yang
cantik. Lebih baik kau ikut aku nenjadi muridku, baru kau akan
mendapatkan ilmu yang hebat."
Mendadak Giok Seng Cu menghentikan kata-katanya karena
matanya menjadi silau melihat bergeraknya pedang di tangan gadis
itu yang kini merupakan gulungan sinar pedang yang amat luar
biasa gerakannya. Serangan pedang datang bertubi-tubi, setiap
langkah atau jurus berisi empat sampai lima tikaman dan sabetan
semuanya mengarah bagian berbahaya dan cepatnya, mengimbangi
sambaran kilat! Karena tadi memandang rendah, Giok Seng Cu
kurang cepat bergerak dan dalam kesibukannya mengelak dan
menangkis, sehelai kain dan ujung lengan bajunya terbabat putus
oleh pedang yang tajam. Giok Seng Cu merasa kecele dan ia
terkejut sekali, juga terheran-heran. Ia tidak saja terkejut melihat
kelihatan gadis muda ini terutama sekali karena ia mengenaI ilmu
pedang itu yang dasarnya sama dengan ilmu silat yang ia pelajari
dari mendiang suhunva, Pak Hong Siansu! Tak bisa salah lagi ilmu
pedang yang dimainkan oleh gadis ini tentulah berasal dari orang
413
yang paling ditakutinya sesudah See-thian Tok-ong yaitu Hwa I
Enghiong Go Ciang Le, murid dari supeknya, Pak Kek Siansu.
"Eh, kau ada hubungan apa dengan Go Ciang Le," tanya Giok
Seng Cu sambil mengelak dari sebuah tusukan.
"Dia Suhuku, kau mau apa?" jawab Soan Li yang menyerang
terus dengan gemas karena ia merasa penasaran betapa semua
jurus-jurus terlihai dari ilmu pedangnya hanya berhasil
menyerempet dan membabat putus sedikit kain saja.
"He, kau kurang ajar sekali! Aku adalah suheng dari Gurumu,
bagaimana kau berani melawan Supekmu sendiri?"
Gak Soan Li menahan pedangnya dan berdirt memandang
dengan mata penuh kebencian.
"Siapa sudi mempunyai Supek seperti engkau yang jahat ini?
Suhu sudah banyaak menderita karena kejahatanmu, apakah kau
masih hendak menipuku? Kata Suhu kejahatanmu sudah
bertumpuk-tumpuk dan tadi kau mendesak seorang pengemis
merupakan kejahatanmu yang terakhir karenanya kau harus
menebus dosa di depan Giam kun (Malaikat Maut)!" Kembali Soan Li
menyerang dengan pedangnya secara hebat.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Gak Soan Li
adalah murid Go Ciang Le yang sudah mempelajari 1mu silat tinggi
bahkan ia sudah pula menerima pelajaran silat worisan, yakni Pakkek
Kiam-hoat ciptaan mendiang Pak Kek Siansu. Memang gurunya
sendiri hanya mewarisi paling banyak enam bagian dari ilmu silat ini
dan dia sendiri paling banyak hanya empat bagian, akan tetapi
bagian ini sudah cukup untuk ia pergunakan menghadapi lawan
yang tangguh. Seperti kita sudah maklum, Soan Li diam-diam
melarikan diri dari tempat tinggal suhunya di Pulau Kim-bun-to dan
pergi mengembara untuk menyusul atau mencari sumoinya, Go Hui
Lian yang lari bersama Liok Kong Ji. Di dalam perjalanan, tidak lupa
dara perkasa ini melakukan semua pesan dan cita-cita suhunya,
yakni menolong orang-orang yang menderita kesengsaraan
terutama sekali membela mereka dari para penjahat. Soan Li
berwatak keras, tenang dan pendiam maka kalau bertemu dengan
orang jahat, ia bersikap keras dan ganas sekali tak pernah memberi
414
ampun. Oleh karena kekerasan hatinya ini dalam berapa bulan di
perantauan ia telah banyak membasmi orang-orang jahat sehingga
di kalangan hek-to (dunia penjahat) namanya terkenal sekali dan ia
mendapat nama poyokan Kang-sim-li (Dara Berhati Baja).
Kini dalam perjalanannya, kebetulan sekali ia bertemu dengan
Giok Seng Cu yang hendak membunuh Ah Kai. Wataknya yang suka
menolong orang lemah, membuat ia turun tangan menolong Ah-Kai
dan setelah mendengar bahwa kakek rambut panjang itu adalah
Giok Seng Cu tentu saja Soan Li menjadi marah dan ingin
menewaskan kakek yang kejahatana telah banyak didengarnya dari
penuturan Go Ciang Le dan Liang Bi Lan, subonya.
Akan tetapi, kalau selama perantauannya Soan Li tidak pernah
menemui tandingan berat adalah sekarang ia bertemu dengan
batunya. Giok Seng Cu merupakan lawan yang amat tangguh. Hal
ini baru diketahui setelah Giok Seng Cu timbul marahnya dan kakek
ini mulal mengeluarkan kesaktiannya yang amat diandalkan, yakni
pukulan-pukulan Tin-san-kang! Pukulan-pukulan pertama membuat
Soan Li terkejut sekali karena hampir saja pedangnya terlepas ketika
lengan kanannya terkena sambaran angin pukulan itu. Ia terkejut
dan juga heran karena dalam pukulan ini, ia mengenal ilmu pukulan
aneh yang pernah ia lihat dimainkan oleh Hui Lian dan yang
menurut pengakuan sumoinya itu mendapat pelajaran dari Liok
Kong Ji!
"Jadi kaukah guru keparat dan jahanam Kong Ji?" bentaknya
sambil mempercepat permainan pedangnya.
Giok Seng Cu tertegun dan untuk sementara ia mengendurkan
serangann dan hanya mengelak saja dari samsambaran pedang
yang membuatnya kewalahan.
"Di mana adanya Kong Ji?" tanyanya.
"Di neraka dan kau sebentar lagi akan menyusulnya!" bentak
Soan Li dengan ketus dan memperhebat serangannya.
Giok Seng Cu salah duga. Dikiranya Kong Ji sudah tewas oleh
gadis ini, maka sambil berseru keras ia membalas serangan Soan Li
dengan ilmu silat Tin- san-kang. Pertandingan hebat dan matimatian
terjadi dengan serunya. Soan Li gesit dan cekatan seperti
415
seekor rajawali, pedangnya menyambar-nyambar dengan aneh dan
indah, setiap saat mengintai nyawa lawan.
Sebaliknya, Giok Seng Cu teguh kuda- kudanya, tubuhnya
direndahkan dan kedua kaki hanya digeser maju tanpa diangkat
kadang-kadang tubuhnya seperti berjongkok dan dari kedua
lengannya menyambar hawa pukulan yang seperti gelombang
dahsyat. Betapapun gesit dan cepatnya Soan Li bergerak namun ia
tidak berdaya menghadapi gelombang pukulan itu. Baru angin
pukulannya saja sudah -membuat pedangnya beberapa kali
terpental dan kalau menyerang dan menyambar tubuhnya membuat
napasnya menjadi sesak.
Biarpun kepandaian lawannya hebat sekali, Soan Li takkan patut
mengaku diri murid Go Ciang Le kalau ia menjadi jerih. Seperti juga
Hui Lian, gadis ini tidak pernah mengenaI artinya takut hanya
bedanya dengan sumoinya itu, kalau Hui Lian berwatak gembira,
jenaka dan ramantis adalah watak Soan Li pendiam, tenang, dan
bersungguh-sungguh.
Kini menghadapi desakan Giok Seng Cu, Soan Li tidak menjadi
takut, bahkan ia penasaran dan marah. Pedangnya dtgerakkan
cepat, tiba-tiba ia berseru keras dan tubuhnya seperti seekor walet
terbang melambung ke udara dan dari atas, pedangnya diputar
cepat menyerang Giok Seng Cu dengan tusukan maut.
"Ayaaa...!" Giok Seng Cu berteriak kaget sekali. Sekarang ini
datangnya tidak tersangka-sangka dan amat hebatnya sukar untuk
dielakkan lagi. Namun kakek ini yang sudah memiliki pengalaman
luas dalam ratusan pertandingan, dapat mencari siasat bagaimana
harus menghadapi bahaya ini dengan pihak sendiri mendapat
keuntungan. Ia merendahk tubuh, miringkan pundak dan kepala
hingga pedang yang menusuk leher hanya mengenai pundaknya,
mengerahkan lweekang untuk menahan tusukan berbareng kedua
tangannya bekerja, memukul dengan tenaga Tin-san-kang
sepenuhnya ke arah dua kaki Soan Li yang tidak terlindung.
Terdengar suara tulang patah, tubuh Soan Li terlempar jauh dan
gadis ini jatuh dalam keadaan duduk, kedua kakinya tak dapat
digerakkan lagi karena tulang kedua pahanya telah remuk!
Sebaliknya, pedang gadis itu telah dapat menembus pertahanan
416
tenaga Iweekang dari Giok Seng Cu dan melukai pundak kakek itu
agak dalam juga.
Giok Seng Cu terhuyung mundur, kemudian ia tertawa bergelak
ketika dengan tindakan kaki perlahan dan muka menyeringai seperti
iblis menghampiri gadis yang sudah tak berdaya lagi. Akan tetapi,
biarpun kedua kakinya sudah lumpuh dan ia tidak dapat lari, Soan Li
dengan mukanya pucat itu masih bersiap dengan pedang di tangan,
matanya memandang kepada lawannya bagaikan seekor harimau
marah.
"Ha-ha-ha! Nona manis, kau hendak berdaya apa lagi? Ha, ha,
bersiaplah untuk menemui setan-setan di neraka agar kau dapat
memilih seorang di antara mereka menjadi kekasihmu. Ha, ha, ha!"
Giok Seng Cu tertawa bergelak sambil mengangkat muka ke atas,
gemas sekali menderita luka, maka ia merasa amat puas akan dapat
membunuh gadis yang telah melukainya. Dengan kedua tangan
bertolak pinggang dan air muka seperti iblis ditambah dengan suara
ketawa yang mengerikan, keadaannya benar-benar menyeramkan.
Setelah merasa puas mentertawakan Soan Li, kakek ini lalu
menghentikan suara ketawanya dan bersiap hendak melakukan
pukulan maut. Akan tetapi ketika ia menundukkan kepala lagi dan
memandang ke depan, matanya dibuka lebar- lebar dan ia hampir
tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Apakah yang dilihatnya?
Di hadapannya, membelakangi gadis yang masih bersimpuh dengan
kedua kaki lumpuh itu, berdiri seorang muda berusia sembilan belas
tahun. Pemuda ini wajahnya sederhana saja seperti juga pakaiannya
yang terbuat dari kain kasar. Akan tetapi kesederhanaan wajah dan
pakaiannya tidak menyembunyikan ketampanannya dan sepasang
matanya seperti sepasang bintang yang menyinarkan pandangan
tajam menembus jantung. Pemuda ini berdiri sambil
memandangnya dengan bibir tersenyum. Adapun Soan Li setelah
mengerahkan tenaga dalam untuk mengusir rasa sakit pada kedua
pahanya, kini duduk tak bergerak dengan mata dipejamkan tanda
bahwa gadis ini dalam keadaan samadh atau setengah pingsan.
Hanya orang yang sudah matang latihan samadhi dan pengaturan
napas saja yang dapat duduk dan tidak roboh biarpun berada dalam
keadaan setengah pingsan.
417
"Setan cilik, siapa kau?"
Pemuda Itu menjawab dengan suara yang halus dan tenang.
"Sudah tahu aku setan cilik mengapa kau bertanya lagi? Aku
setan cilik yang datang mencegah iblis gede yang hendak
membunuh seorang gadis tak berdaya."
Dapat dibayangkan betapa marahnya Giok Seng Cu. Tokoh-tokoh
besar di dunia kang-ouw tidak ada yang berani main-main
dengannya, akan tetapi pemuda yang datangnya amat
mengherankan itu seperti setan yang datang tanpa menimbulkan
suara sehingga telinga Giok Seng Cu yang amat terlatih sekalipun
tidak dapat menangkap sesuatu suara kini berani bicara main-main
dengannya seperti seorang anak nakal kepada temannya.
"Kau sudah bosan hidup!" bentaknya marah dan biarpun
pundaknya sudah terluka oleh tusukan pedang, Giok Seng Cu
memaksa diri mendorong pemuda ini dengan Ilmu Pukulan Tin-sankang!
Dalam marahnya, ia hendak bikin mampus pemuda itu
dengan sekali pukul. Giok Seng Cu terkejut sendiri melihat pemuda
itu sama sekali tidak bergerak untuk menangkis atau mengelak.
Pukulannya yang dahsyat itu diterima begitu saja dengan dada
terbuka! Akan tetapi, watak yang kejam dari Giok Seng Cu tidak
membuat ia merasa menyesal atau mengurangi daya pukulannya. Ia
hanya merasa geli akan ketololan pemuda itu.
"Buk'" dada itu kena pukul dan tubuh pemuda itu bagaikan
sebuah bola karet terlempar jauh, bahkan terlemparnya agak ke
atas seperti bola ditendang. Giok Seng Cu merasa betapa kepalan
tangannya mengenai dada yang empuk seakan-akan dada pemuda
itu tidak bertulang. Akan tetapi ia tidak peduli karena sudah merasa
pasti bahwa dada itu tentu remuk sebelah dalamnya, maka tanpa
menengok lagi bagaimana keadaan pemuda yang telah dipukulnya
itu, ia melangkah maju hendak turun tangan terhadap Soan Li.
Akan tetapi, ia kembali menahan langkahnya dan hampir saja ia
mengelukan seruan kaget dan herannya. Entah kapan karena ia
tidak melihat gerakanya, tahu-tahu pemuda aneh yang dipukulnya
tadi telah berdiri di hadapannya lagi sambil tersenyum-senyum!
418
"Setan gede, masih ada lagikah pukulan tahumu? Enak sekali
rasanya, pingangku yang tadinya pegal-pegal menjadi sembuh
seketika. Terima kasih," kata pemuda itu.
Giok Seng Cu memandang dengan mata terbelalak. Kalau tidak
mengalaminya sendiri, pasti ia takkan dapat percaya. Ia biasanya
membanggakan Tin-san-kang karena merasa yakin akan
keampuhan ilmu pukulan itu. Bahkan See-thian Tok-ong sendiri
takkan mampu menerima pukulannya tadi tanpa menderita luka.
Akan tetapi pemuda ini secara gaib telah datang lagi dan minta
tambahan! Bahkan mendiang suhunya sendiri, Pak Hong Siansu,
takkan mungkin sanggup menerima Tin-san-kang tanpa terluka.
Entah kalau Pak Kek Siansu supeknya, karena ia tahu bahwa
supeknya itu memiliki sinkang yang hebat dan kesaktian seperti
seorang dewa. Akan tetapi, mungkinkah pemuda yang belum dua
puluh tahun usianya ini dapat memiliki kepandaian seperti Pak Kek
Siansu? Tidak mungkin! Barangkali ini hanya kebetulan saja dan
mungkin tadi ia kurang tepat mengerahkan tenaganya. Ataukah
tenaga Tin san-kang-nya tiba-tiba bocor dan tidak ampuh lagi?
Giok Seng Cu menggerak-gerakkan kedua lengannya. Terdengar
suara berkerotokan dari tulang-tulangnya dan ia masih merasa
hawa panas mengalir di kedua lengannya, tanda bahwa hawa Tinsan
kang dalam tubuhnya masih belum lenyap. Ia masih penasaran.
Dengan sembarangan kedua tangannya digerak-gerakkan ke kanan
kiri dan batu-batu yang berada di atas tanah menjadi pecah!
"Eh, setan gede. Apakah kau sedang menjual obat dan
memamerkan ilmu sulap?" pemuda itu mengejek lagi.
Giok Seng Cu menjadi mata gelap saking marahnya. ia
mengeluarkan bentakan keras dan kedua tangannya yang dikepal
kini sekaligus menghantam dada pemuda itu. Seperti tadi, pemuda
itu tidak mengelak sama sekali. hanya kedua kakinya tiba-tiba
menegang dan ia memasang bhesi (kuda-kuda) yang kokoh kuat.
"Bukk!!" Suara bertemunya kedua kepalan tangan dan dada kini
jauh lebih nyaring dari pada tadi dan akibatnya sungguh ajaib.
Bukan pemuda itu yang dadanya hancur atau tubuhnya mencelat,
sebaliknya cubuh Giok Seng Cu yang kini terpental seakan-akan
sehelai daun kering tertiup angin. Kemudian tubuhnya jatuh
419
berdebuk ke atas tanah, debu mengepul dan Giok Seng Cu duduk
dengan mata terbelalak memandang kepada pemuda itu. Kepalanya
bergoyang-goyang karena ia merasa pening sekali, telinganya
mendengar suara mengiang. Ia tahu bahwa ia telah terluka oleh
hawa pukulan Tin-san-kang. Ketika kedua tangannya bertemu
dengan pemuda itu, hawa pukulannya telah bertemu dengan tenaga
yang luar biasa sehingga hawa pukulannya Tin-san-kang membalik
lalu menyerang tubuhnya sendiri, senjata makan tuan! Giok Seng Cu
cepat memejamkan mata dan mengatur pernapasan dan tidak lama
kemudian ia dapat mengatasi dirinya. Kalau ia terlambat melakukan
usaha ini, pasti isi perutnya akan luka-luka dirusak akibat
membaliknya Tin-san-kang tadi.
Setelah dirinya terbebas dari ancaman maut, Giok Seng Cu
membuka mata dan menengok. ia melihat pemuda itu telah berlutut
di dekat tubuh Soan Li yang kini telah berbaring telentang. Pemuda
itu demikian sibuk menolong Soal Li sehingga sama sekali tidak
mempedulikan lagi, seakan-akan sudah lupa kepadanya.
Giok Seng Cu berbangkit perlahan berdiri dan memandang ke
arah pemuda itu dengan muka menyatakan kengerian hatinya
seperti seekor tikus melihat kucing. Kemudian ia melompat dan lari
tunggang langgang dari tempat itu.
"Siapa dia...?" pertanyaan ini berulang kali mengiang di telinga
hati Giok Seng Cu. Baru kali ini selama hidupnya melarikan diri
ketakutan melihat seorang pemuda yang tidak terkenal sama sekali.
Padahal pemuda itu sama sekali belum pernah menggerakkan jari
tangannya untuk menyerangnya.
"Sungguh memalukan'" Giok Seng Cu mengeluh kalau teringat
akan keadaannya yang memalukan, "Siapa dia begitu lihai?"
Mengingat kembali akan wajah pemuda itu, senyumnya, matanya, ia
merasa pernah bertemu dengan pemuda itu, entah di mana ia lupa
lagi. Di dalam dunia ini sudah banyak sekali. ia bertemu orang,
maka tidak ingat lagi di mana ia pernah bertemu dengan muka itu,
dengan senyum yang mengejek dan membayangkan ketabahan
hati, dengan sinar mata yang demikian tajam menusuk kalbu. Siapa
dia...?
420
Ya, siapa dia? Siapa pemuda yang sederhana dan sakti ini?'
Pembaca tentu dapat mengenalnya. Benar, dia bukan lain adalah
Wan Sin Hong, pemuda yang semenjak kecilnya menderita hebat
tiada hentinya. Banyak kaum arif bijaksana berkata bahwa
penderitaan pahit getir yang dialami di waktu kecil, akan
mendatangkan kebahagiaan di waktu tua. Bagi Wan Sin Hong yang
di waktu masih kecil menderita banyak kesengsaraan hidup, siksaan
lahir batin dan beberapa kali nyawanya tergantung di sehelai
rambut, memang pada masa ini tak dapat dikatakan telah menemui
bahagia. Akan tetapi tidak dapat disangkal pula bahwa ia telah
mendapatkan keberuntungan yang luar biasa besarnya. Tidak saja
ia telah mewarisi isi kitab Pak Kek Siansu dan telah mempelajari
sampai sempurna betul isi kitab itu, yakni Ilmu Silat Pak kek Sinciang
dan ilmu-ilmu lweekang sehingga di dalam tubuhnya telah
mengalir sinkang (hawa sakti) yang dahsyat tenaganya, akan tetapi
juga ia telah matang dalam ilmu pengobatan setelah ia menjadi
murid dan ahli waris dari mendiang Kwa Siucai, raja pengobatan
nomor satu di dunia pada waktu itu. Di samping itu semua,
sebagaimana telah dituturkan bagian depan dari cerita ini, Sin Hong
keluar dari tempat pertapaan dan berhasil bertemu dengan Lie Bu
Tek ayah angkatnya. Kemudian Lie Bu Tek yang sudah buntung
lengannya itu ikut dengan Sin Hong menuju ke puncak Luliang-san
dan ikut pula memasuki gua rahasia sehingga kedua orang ini
berlatih dan bertapa di dalam tempat rahasia itu sampai bertahuntahun,
tanpa diketahui oleh orang lain.
Kurang lebih lima tahun Sin Hong dan Lie Bu Tek bersembunyi di
tempat itu, yakni di dalam jurang tak berdasar yang berada di
puncak Luliang-san, yang sebetulnya merupakan lereng tersembunyi
dari bukit itu. Kalau Sin Hong memperdalam latihan ilmu silat
berdasarkan Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang sehingga ia dapat
memperoleh kesempurnaan dalam ilmu silat itu, adalah Lie Bu Tek
juga tidak tinggal diam. Di bawah petunjuk anak angkatnya yang
kini memiliki kesaktian tinggi itu, Lie Bu Tek telah dapat merangkai
Ilmu pedang baru yang tentu saja berdasarkan ilmu pedang Hoasan-
pai, akan tetapi ilmu pedang ini sekarang jauh lebih kuat dan
cepat, dan ilmu pedang ini adalah ilmu pedang yang khusus
dimainkan oleh seorang yang buntung sebelah tangannya. Setelah
421
lima tahun lewat, kini Lie Bu Tek sekarang bukan Lie Tek dahulu
lagi.
Biarpun kini ia hanya mainkan pedang dengan tangan kiri dan
tangan kanannya yang buntung tidak dapat melakukan gerakan
sebagai imbangan, namun kalau dibandingkan dengan keadaannya
dahulu sebelum lengannya buntung, kiranya lima orang Lie Bu Tek
dahulu dengan 1ima pasang lengan belum tentu akan dapat
menangkan seorang Lie Bu Tek sekarang dengan sebuah lengan kiri
saja! Hal ini bukan karena ilmu pedangnya memang menjadi jauh
lebih kuat, akan tetapi juga sebagian besar karena tenaga lweekangnya
sudah jauh lebih tinggi daripada dahulu.
Adapun kebaikan yang didapatkan oleh Sin Hong setelah ia
berkumpul kembali dengan gihunya, adalah pelajaran ilmu bathin
dan nasihat-nasihat berharga yang ia terima dari ayah angkatnya,
yang membuat jiwanya lebih masak lagi dan pandangannya lebih
jauh. Apalagi karena sekarang Lie Bu Tek menjalani hidup suci
seperti seorang pertapa, maka tentu saja ia mengajar anak
angkatnya tentang filsafat-filasafat hidup yang dalam dan amat
penting bagi bekal hidup seorang muda.
"Sin Hong, pengaruh yang amat berbahaya dan yang perlu kita
kekang dan kalahkan adalah pengaruh yang timbul dari dalam diri
sendiri. Pengaruh perasaan dan nafsu amat jahatnya sehingga
orang-orang cerdik pandai jaman dahulu selalu menyatakan bahwa
mengalahkan musuh tangguh bukanlah hal yang terlalu luar biasa,
akan tetapi mengalahkan diri sendiri adalah hal yang patut dikagumi
karena ini menandakan sifat seorang kuncu (budiman)."
"Apakah yang Gihu maksudkan dengan mengalahkan diri sendiri
itu" tanya Sin Hong yang ingin tahu lebih jelas tentang filsafat.
"Mengalahkan diri sendiri berarti mengalahkan segala rasa dan
pikiran yang ditunggangi oleh nafsu buruk. Rasa yang bersih adalah
rasa perikemanusiaan yang tidak dipengaruhi oleh nafsu, dan
bertindak menurutkan rasa yang bersih itu adalah tugas seorang
manusia karena rasa ini datangnya dari Thian Yang Maha Kuasa dan
sifatnya suci. Rasa yang bersih ini sudah disaring oleh kesadaran
sudah ditimbang oleh pertimbangan akal budi, sesuai dengan suara
dan kehendak Thian yang selalu berkembang di dalam batin
422
seorang kuncu (budiman). Sebaliknya, kalau kita tidak dapat
mengekang dan mengendalikan nafsu sehingga rasa ditunggangi
oleh nafsu, tindakan kita akan menyeleweng. Nafsu membutakan
kesadaran melemahkan pertimbangan dan menutupi telinga batin
sehingga tidak mendengar kumandang suara Thian. Nah, karena itu
ingatlah selalu, Sin Hong, bahwa musuh yang paling lihai di dunia
adalah diri kita sendiri. Maka berhati-hatilah, karena musuh ini
bekerja dengan halus, tidak peduli kau berada di mana, tiba-tiba
saja ia akan menyerang tanpa dapat kau lihat atau dengar lebih
dulu."
Sampai lama Sin Hong termenung untuk menangkap sari
pelajaran dari ayah angkatnya ini.
"Gihu, bagaimanakah kalau nafsu amarah timbul apabila kita
melihat musuh besar kita? Bagaimana harus anak lakukan kalau ada
orang telah menyakitkan hati kita?"
Lie Bu Tek diam-diam maklum ke mana maksud tujuan
pertanyaan ini. Bocah ini memang mendendam sakit hati yang amat
besarnya. Ayah bundanya dibunuh orang, kemudian semenjak
kecilnya telah mengalami berbagai hal yang menimbulkan sakit hati.
Peristiwa di Hoa-san-pai, terbunuhnya Liang Gi Tojin, terbuntungnya
lengan tangan Lie Bu Tek sendiri, lalu perbuatan Liok Kong Ji
sebagai siksaan yang diderita dan percobaan pembunuhan oleh
orang-orang Im-yang-bu-pai, kemudian usaha pembunuhan yang
dilakukan oleh Giok Seng Cu kepadanya, semua itu merupakan
pengalaman pahit getir yang tentu telah melukai hati anak ini, yang
dapat menimbulkan dendam dan sakit hati yang amat mendalam.
"Sin Hong, dendam dan sakit hati juga timbul dari nafsu, atau
lebih tepatnya itu adalah nafsu yang berganti rupa. Oleh karena itu,
kita jangan terseret olehnya dan kita harus lebih mendengarkan
suara batin yang disaring oleh kesadaran dan pertimbangan.
Menurutkan suara dendam dan sakit hati secara buta, sama halnya
dengan menutup mata dan membiarkan kita terseret oleh seekor
kuda liar. Bagiku, kalau ada balas membalas yang harus dilakukan,
maka hanya budi kebaikan saja yang kita harus balas. Budi kebaikan
yang sudah dilepas orang kepada kita, harus kita ingat selalu dan
kita balas sedapat mungkin. Ada pun tentang sakit hati, kalau
423
sekiranya kita yang disakiti orang dan hal itu sudah lampau, tiada
gunanya kita balas dengan kejahatan pula."
Sin Hong nampak tidak puas. "Akan tetapi Gihu, apakah
perbuatan manusia manusia jahat yang dilakukan kepada kita itu
tidak harus kita balas? Apakah kejahatan mereka itu harus
didiamkan saja? Kalau begitu akan tidak ada guna kita belajar ilmu
kepandaian, Gihu."
Lie Bu Tek tersenyum, senyum ramah yang sekaligus
mendinginkan otak Sin Hong yang panas.
"Sin Hong. Nabi pernah berkata bahwa kebaikan harus kita balas
dengan kebaikan pula, akan tetapi kejahatan harus ditindas dengan
keadilan! Untuk menanggulangi kejahatan, tidak baik dipakai istilah
membalas atau balas dendam. Kalau orang berbuat jahat kepada
kita lalu kita balas, bukankah itu berarti bahwa kita pun ketularan
dan menjadi jahat? Tidak, Sin Hong. Kita harus sadar dan kita harus
mempergunakan keadilan. Sudah tentu kewajiban orang gagah
adalah membasmi kejahatan, akan tetapi ingat perbuatan ini sama
sekali lain artinya dengan pembalasan. Kalau kita membasmi
seorang penjahat tak baik kalau kita lakukan dengan dasar bahwa
orang itu merugikan atau menjahati kita akan tetapi kita lakukan
dengan dasar bahwa orang itu berbahaya untuk umum dan bahwa
membasmi orang itu akan berarti keamanan bagi umum. Sebaliknya
kalau orang yang tadinya kita anggap jahat kemudian ternyata
bahwa ia telah berubah baik dan telah sadar akan kesesatannya,
kita tidak berhak membunuhnya."
Sin Hong mengerti akan isi dari pada pelajaran ini, namun ia
masih bingung karena dalam mengajukan pertanyaan tadi, ia
teringat akan musuh-musuhnya yang demikian banyaknya.
"Gihu bagaimana pandangan Gihu tentang musuh?"
"Sin Hong yang punya musuh hanyalah negara. Bagi kita, tidak
ada gunanya sama sekali. Thian melahirkan manusia- manusia
untuk saling bekerja sama dan bersatu. Oleh karena itu, bagiku,
seribu orang sahabat baik masih terlampau sedikit, sebaliknya,
seorang musuh sudah terlampau banyak. Kalau kita berjuang
membela negara kita memang sudah seharusnya membasmi musuh
424
negara, bukan berdasarkan kebencian kita terhadap mereka sebagai
manusia terhadap manusia, melainkan berdasarkan tugas suci kita
sebagai pembela negara (patriot) terhadap musuh negara. Dengan
selalu mengekang nafsu, segala perbuatan kita tidak ditunggangi
oleh nafsu, melainkan perbuatan yang dilakukan penuh kesadaran
dan perhitungan."
"Anak mulai mengerti dan terbuka mata anak oleh uraian Gihu.
Akan tetapi, bagaimana aku harus bersikap terhadap seorang
seperti Ba Mau Hoatsu yang telah membunuh Ayah Bundaku?"
"Ba Mau Hoatsu semenjak dahulu memang jahat. Entah berapa
banyak manusia tidak berdosa yang menjadi korban kejahatannya.
Kalau sampai sekarang dia tidak berubah dan masih jahat,
jangankan dia membunuh Ayah Bundamu, biarpun tidak demikian,
sudah menjadi kewajibanmu untuk membasmi dia demi menolong
orang-orang lemah yang selalu menjadi korban."
"Bagaimana dengan Kong Ji manusia hianat itu, Gihu?"
Lie Bu Tek menarik napas panjang. "Anak itu di waktu kecilnya
memang telah memperlihatkan watak yang luar biasa kejamnya.
akan tetapi kita harus menaruh hati kasihan kepadanya. Kasihan
bahwa sekecil itu ia telah tersesat. Memang kalau menurutkan nafsu
hati, aku dan kau yang sudah menjadi korban kekejiannya di waktu
kecil, sudah sepatutnya kalau kau membalasnya. Akan tetapi ini
tidak tepat, berlawanan dengan kebajikan. Kalau kelak kau bertemu
dengannya dan ia sudah menjadi pemuda dewasa yang baik dan
berwatak gagah sudah dapat merubah wataknya yang buruk, tidak
benarlah kalau kau masih menaruh dendam kepadanya. Kita harus
menyediakan banyak maaf kepada mereka yang memang patut
dimaafkan, dan boleh turun tangan kepada si jahat bukan untuk
kepentingan diri pribadi atau menurutkan nafsu hati sendiri,
melainkan untuk kepentingan umum."
Demikianlah, seringkali Sin Ho mendapat nasihat-nasihat dari Lie
Bu Tek yang sudah banyak mengalami pahit-getir hidup. Sin Hong
tahu akan kematangan pengalaman ayah angkatnya, karenanya ia
selalu mencatat semua pesan gihunya ini di dalam hati. Tentu saja
sebagai seorang pemuda yang memiliki kecerdikan dan pandangan
luas, ia tidak menelan mentah-mentah semua nasihat ini, melainkan
425
ia olah di dalam kepala dan ia pertimbangkan untuk diambil mana
yang dirasa tepat dan dipertimbangkan kembali mana yang dirasa
kurang cocok. Sesuai pula dengan pendapat Lie Bu Tek di antara
semua tugas dan keharusan, ia merasa berhutang budi kepada
Kiang Cun Eng ketua Hek-kin-kaipang.
"Budi kebaikan Kiang-pangcu terhatapmu itu harus selalu kau
ingat di dalam hatimu, Sin Hong. Kewajibanmulah untuk mencari dia
dan untuk membelanya seperti kau membela orang tuamu sendiri,"
demikian Lie Bu Tek sering kali berkata.
Setelah lima tahun bersembunyi di tempat itu dan Sin Hong
merasa bahwa pelajarannya sudah tamat, anak dan ayah angkat ini
lalu keluar dari tempat tersembunyi itu dan turun gunung. Tugas
pertama yang mereka lakukan adalah mencari keterangan tentang
Hek-kin-kaipang dan mencari tahu di mana tinggalnya Kiang Cun
Eng. Amat mudah mencari Hek-kin-kaipang oleh karena kumpulan
ini mempunyai anak buah banyak tempat. Dan Lie Bu Tek sudah
terkenal baik oleh para pengemis Hek kin-kaipang, maka ketika ia
berjumpa dengan mereka diberi tahu bahwa tak lama lagi akan
diadakan pemilihan ketua baru. Karena Bi-nam-bun masih amat
jauh, kedua orang ini cepat-cepat melakukan perjalanan ke tempat
itu agar jangan sampai terlambat menyaksikan pemilihan ketua
baru.
Akan tetapi, betapapun pandai mereka mempergunakan ilmu
berlari cepat karena jarak antara Luliang-san dan Bi nam-bun masih
dua ribu li lebih, mereka terlambat juga. Sebagaimana telah
dituturkan di bagian depan, mereka datang pada saat Giok Seng Cu
mengejar-ngejar Gak Soan Li.
Setelah dekat dengan Bi-nam-bun dan mendapat kenyataan
bahwa mereka datang tepat pada hari diadakannya pemilihan ketua
Hek-kin-kaipang, Sin Hong menjadi tidak sabar. Atas perkenan Lie
Bu Tek, ia lalu mengerahkan kepandalanya dan sebentar saja ia
telah meningalkan Lie Bu Tek sampai jauh. Memang, dibandingkan
dengan dulu, Lie Bu Tek sudah mendapat kemajuan luar biasa. Akan
tetapi, kalau dibandingkan dengan Wan Sin Hong, dalam segala
bidang ilmu silat masih kalah jauh sekali.
426
Tubuh Wan Sin Hong berkelebat cepat dan sebentar saja Lie Bu
Tek sudah tak melihat bayangannya lagi. Pendekar yang buntung
lengannya ini menarik napas panjang dan bibirnya bergerak-gerak
mendoa.
"Sin Hong telah memiliki kepandaian yang luar biasa. ia telah
menjadi seorang sakti, kiranya lebih hebat danipada Ciang Le.
Semoga ia tidak akan tersesat dan dapat tetap mengikuti jalan
kebenaran,"
Demikianlah mengapa Sin Hong dapat bertemu dengan Giok
Seng Cu yang sedang menghajar Soan Li dan dengan
kepandaiannya yang istimewa Sin Hong berhasil mengalahkan Giok
Seng Cu bahkan membikin kakek itu menjadi jerih dan lari
ketakutan!
Sin Hong tidak tahu bahwa kakek itu adalah Giok Seng Cu yang
dulu melemparnya ke dalam jurang. Ia hanya menduga bahwa
kakek itu seorang jahat yang hendak membunuh gadis itu, maka ia
turun tangan dan hanya mengusir kakek itu. Ia belum tahu akan
duduknya perkara mengapa kakek itu hendak membunuh Soan Li,
maka ia tidak berani berlaku lancang membunuh kakek tadi. Ketika
kakek itu pertama kali memukul, ia mengerahkan tenaga dan hawa
sinkang tubuhnya membuat dadanya menjadi lunak dan lemas.
Tenaga "Im" yang amat kuat telah menghisap pukulan Tin-san-kang
sehingga biarpun tenaga pukulan itu membuat tubuhnya terlempar
jauh namun ia tidak terluka sedikitpun. Sin Hong juga terkejut sekali
menyaksikan tenaga pukulan yang demikian dahsyat dan ganasnya.
Ketika tubuhnya terlempar, cepat mempergunakan ginkang,
berpoksai (berjungkir balik) di udara dan meluncur cepat kembali
menghadapi Giok Seng Cu.
"Kakek ini ganas sekali," pikirnya, “begitu bertemu telah tega
memukulku dengan tenaga yang dapat mematikan siapa saja yang
terpukul." Oleh karena itu, ketika kakek itu memukul dadanya untuk
kedua kalinya, ia sengaja mengerahkan tenaga "Yang" dan hawa
sinkangnya yang sudah kuat sekali itu ternyata dengan mudah
dapat menahan tenaga Tin-san-kang lawan, bahkan dapat
mengembalikan tenaga pukulan itu kepada si pemukul sendiri!
427
Setelah melihat kakek itu terluka oleh pukulannya sendiri, Sin
Hong menengok ke arah Soan Li. Pemuda ini setelah mewarisi
kepandaian dari kitab pegobatan dari Kwa Siucai, sekali pandang
saja tahulah ia bahwa gadis yang duduk setengah ptngsan itu
menderita luka hebat. Cepat ia berlutut dan dengan halus ia
menolak tubuh Soan Lt sehingga gadis itu berbaring terlentang. Sin
Hong memeriksa urat nadi, tahu bahwa gadis ini mendenta tulang
patah di kedua paha.
Cepat ia menotok jalan darah di punggung nona itu untuk
mematikan rasa sakit pada kedua paha kemudian dengan mengurut
belakang leher, nona itu siuman kembali dari pingsannya dan
mengeluarkan suara keluhan.
Begitu ia membuka kedua matanya dan melihat seorang pemuda
berjongkok di dekatnya, pemuda yang tersenyum dan memiliki mata
seperti bintang, dengan gerakan otomatis Soan Li menggerakkan
tubuh dan biarpun kedua kakinya sudah Iumpuh akan tetapi kedua
tangannya masih dapat melakukan pukulan dahsyat ke arah dada
Sin Hong.
Sin Hong cepat berseru, "Eh, jangan pukul, Nona. Aku hanya
bermaksud menolong!" Sambil berkata demikian, ia memasang
tenaga sinkang ke arah dada.
Kepalan tangan Soan Li yang hampir mengenai dada itu ditahan
oleh gadis ini setelah ia mendengar seruan Sin Hong akan tetapi ia
hanya dapat mengurangi tenaga saja, sudah tidak keburu menarik
pulang tangannya. Kepalan tangannya sudah menyentuh pakaian,
akan tetapi tiba-tiba kepalan tangan itu menyeleweng dan tidak
mengenai dada orang yang dipukul. Soan Li terheran-heran, akan
tetapi ia hanya mengira bahwa tenaganya yang sudah habis setelah
menderita luka oleh Giok Seng Cu. ia sama sekali tidak menyangka
bahwa pemuda yang bersahaja dan seperti seorang pemuda dusun
itu memiliki kepandaian.
Muka gadis itu menjadi merah sekali. “Maaf, aku sungguh bodoh
dan tak kenal budi. Di mana Giok Seng Cu?"
Sin Hong terkejut mendengar nama ini, akan tetapi ia dapat
menguasai perasaannya sehingga pada mukanya ia tidak tampak
428
perubahan sesuatu. ia memang tidak menyangka bahwa kakek tadi
dalah Giok Seng Cu.
"Giok Seng Cu?" tanyanya perlahan.
"Ya, manusia siluman yang tadi hampir membunuhku. Di mana
dia?" Sin Hong menengok ke arah kakek tadi melarikan diri. Ia
merasa kecewa sekali mengapa tadi ia membiarkan kakek itu lari.
Kalau ia tahu bahwa kakek tadi adalah Giok Seng Cu, tentu ia
takkan membiarkan musuh besar itu melarikan diri. Ia telah
mendapatkan alasan kuat untuk menewaskan Giok Seng Cu, yakni
karena kakek itu tadi hendak membunuh gadis ini.
"Kakek yang buruk rupa tadi?" katanya menjawab pertanyaan
gadis cantik ini. "Dia telah melarikan diri"
Soan Li memandang dengan heran "Tidak bohongkah kau,
sobat?"
"Bohong?' Aku...? Mengapa harus bohong?" Sin Hong
memandang dengan sinar mata tajam. Ditatap sedemikian rupa oleh
pemuda yang bermata bintang ini, tiba-tiba Soan Li menundukkan
mukanya. Ada sesuatu memancar keluar dari sepasang mata itu
yang membuat gadis ini berdebar hatinya.
"Maaf, bukan maksudku menghinamu. Akan tetapi orang macam
Giok Seng Cu kiranya takkan melarikan diri dengan mudah. Dia
amat terlampau lihai untukku. Bagaimana dia bisa melarikan diri?
Siapa yang membikin dia lari'?"
Sin Hong mengangkat pundak. "Entahlah, mungkin ia takut dan
menyesal akan perbuatannya sendiri setelah kau pingsan, Nona, dan
ia melarikan diri melihat aku datang. Tentu ia takut kalau-kalau
perbuatannya dilihat oleh orang lain." Keterangan yang sederhana
ini terdengar lucu oleh Soan Li sehingga ia tersenyum. Sin Hong
memandang kagum. Bagaimana dalam keadaan terluka hebat gadis
ini masih dapat tersenyum?
"Sobat, kau benar-benar belum tahu apa adanya kakek siluman
tadi," kata Soan Li sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Manusia macam dia mana kenal rasa menyesal atas perbuatan
429
sendiri dan kenal takut? Membunuh manusia baginya seperti
membunuh semut saja."
"Hebat...." Sin Hong memperlihatkan muka ketakutan.
Soan Li menarik napas panjang. "Kau benar-benar tidak
mengenal dunia kang-ouw, sobat. Alangkah bahagaanya menjadi
seorang seperti engkau. Tak usah mengenal segala orang jahat, tak
usah berurusun dengan segala kecurangan dan kekerasan, hidup
bertani dan musuhmu hanya sawah ladang dan tanah subur. Kau
tentu seorang petani, bukan? Bolehkah aku mengetahui namamu?'
Warna merah menjalar ke pipi Sin Hong. Diam-diam ia menjadi
geli, akan tetapi ia tidak ingin memperkenalkan diri, maka ia
mengangguk dan menjawab lirih,
"Aku seorang bodoh, aku... namaku dipanggil orang Gong Lam
(Pemuda Tolol)."
Soan Li mengerutkan alisnya yang berbentuk indah. "Ah, terlalu
sekali orang yang menyebutmu demikian. Wajahmu sama sekali
tidak kelihatan tolol."
"Memang aku tolol."
"Betul-betulkah kau tidak bisa apa-apa?"
Sin Hong menggeleng kepala dengan diam-diam ia kagum sekali
melihat betapa gadis yang sudah patah kedua tulang pahanya ini
dengan segala kekerasan hati melupakan rasa sakitnya. ia maklum
bahwa ia berhadapan dengan seorang gadis yang memillki kekuatan
batin dan daya tahan yang luar biasa.
"Sayang," kata Soan Li, "kalau begitu kau tentu tidak bisa
menolongku. Aku... aku terluka hebat dan tentu akan tewas di
tempat ini kalau tidak ada yang menolongku. Sedikitnya kau tentu
bisa mencarikan orang lain yang dapat menolong bukan? Misalnya
membawaku ke sebuah kota terdekat agar aku dapat berobat."
"Kau kenapakah?"
"Kedua tulang pahaku remuk...." Mau tidak mau biarpun ia sudah
mengeraskan hatinya suara Soan Li agak gemetar ketika ia
mengucapkan kata-kata ini. Gadis mana yang takkan hancur hatinya
430
mengingat bahwa kedua tulang pahanya telah remuk dan mungkin
sekali selama hidupnya ia akan menjadi seorang gadis lumpuh.
"Aku akan mengobatinya, Nona."
Soan Li menggerakkan kepalanya cepat sekali. Ia memandang
dengan mata tajam bersinar, menatap muka yang tampan itu
sampai lama. Akan tetapi ia melihat muka itu tetap tenang dan
sederhana dan sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa pemuda
itu main-main atau berotak miring.
"Gong Lam-ko... kau tidak main-mainkah?"
Sin Hong dalam hatinya tersenyum merasa lucu mendengar
panggilan itu. Gadis ini menyebutnya Gong Lam-ko (Kakak Gong
Lam), tentu hanya untuk menyatakan hormat sebagaimana
layaknya seorang gadis yang tahu adat.
"Siapa berani main-main terhadapmu Nona? Ketahuilah, aku...
aku sudah semenjak kecil mempelajari kepandaian menyambung
tulang patah. Ini perlu sekali. Banyak kaki kerbau di dusun patah
kakinya dan kalau seorang dusun tidak pandai menyambung tulang
kerbau yang patah, ia akan menderita rugi besar.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XVI
LENYAP rasa heran di dalam hati Soan Li, akan tetapi ia
menghela napas kecewa, "Tentu saja kau pandai menyambung
tulang kerbau yang patah. Akan tetapi, kakiku bukan kaki kerbau.
dan pula, kedua tulang pahaku bukan hanya patah, melainkan
remuk oleh pukulan lihai dari Giok Seng Cu. Tidak ada harapan
lagi..." Di hadapan orang lain, biar sampai mati Soan Li yang berhati
baja ini takkan sudi menangis. akan tetapi di depan pemuda dusun
ini, ia tidak malu-malu lagi dan bertitiklah dua butir air mata ke atas
pipinya.
Sin Hong menjadi kasihan sekali. "Percayalah, Nona. Aku
sanggup mengobati kedua kakimu. Pernah dahulu kerbau
431
kampungku ada yang kakinya remuk dan aku pun berhasil
mengobatinya sampai sembuh sama sekali."
Soan Li tentu saja tidak percaya dalam hatinya, akan tetapi
melihat muka yang bersungguh-sungguh itu, ia tidak tega untuk
menyatakan ketidakpercayaannya. Ia tersenyum dan berkata,
"Kau baik sekali, Saudara Lam." tidak mau menyebut Gong Lam
dan sengaja melenyapkan nama Gong yang yang artinya tolol.
Dengan menyebut Saudara Lam berarti Saudara Pemuda'
"Boleh aku mencobanya menyembuh kan kedua kakimu, Nona"
"Tentu saja boleh," kata Soan Li sambil memandang ke arah
kedua kakinya yang dilonjorkan dan sama sekali tak dapat
digerakkan. Baru sekarang ia teringat dan merasa heran sekali
mengapa kedua kakinya tidak menderita rasa sakit yang hebat. ia
mengerahkan tenaga dalam dan menyalurkan darah ke arah kaki,
akan tetapi tiba-tiba ia menjad pucat. Ia tidak berhasil dalam
usahanya ini.
"Celaka..." dan gadis ini menangis!
"Eh, eh, kau kenapa Nona?"
"Kakiku... sepasang kakiku sudah mati. biarpun tulang-tulangnya
dapat disambung, tiada gunanya lagi. Darahnya sudah tidak dapat
mengalir ke bawah..."
Sin Hong tentu saja tahu mengapa demikian. Dia sendiri yang
tadi menotok jalan darah dan menghentikan alian darah besar ke
arah kedua kaki sehingga biarpun kedua kaki itu masah dialiri darah,
hanya melalui urat-urat kecil untuk menahan daya hidup daging dan
kulit saja, akan tetapi menghilangkan segala kekuatan gerak.
"Seorang gagah tidak mudah putus asa..."
Soan Li tiba-tiba berhenti menangis, merasa terpukul dan malu
sekali. Dengan mata bersinar ia bertanya.
"Saudara Lam. kau tahu apa tentang orang gagah?"
Sin Hong merasa telah terlanjur bicara, maka ia segera
melanjutkan. "Aku hanya mendengar dari dongeng-dongeng orang
kampung bahwa seorang gagah tak pernah mengeluarkan keluhan.
432
Pernah aku mendengar dongeng tentang orang gagah yang dibuka
kulit lengannva, diketok, kerik dan disambung tulang lengannya
semua ini dakerjakan oleh tabib sedangkan orang gagah itu
mengobrol sambil minum arak dan ketawa-ketawa!"
"Kau benar, Saudara Lam. Aku pun dapat menahan rasa sakit.
Akan tetapi betul-betulkah kau sanggup mengobati kakiku?"
"Kita coba dan lihat saja, Nona."
"Baik, kau mulailah!”
Akan tetapa, ketika hendak turun tangan, San Hong nampak
ragu-ragu dan tiba-tiba mukanya menjadi merah sekali Melihat
keraguan ini, Soan Li curiga.
"Eh, mengapa kau tidak lekas-lekas mulai?"
"Aku... ak... ah, ketahuilah, Nona. Sebuah kaki kerbau tak pernah
ditutup oleh celana sedangkan kakimu...."
Muka Soan ia juga mendadak berubah merah sekali sampai ke
telinganya. Akan tetapa ia memaksa diri tertawa dan berkata,
"Tolol dalam hal seperta ini, siapa peduli akan segala aturan yang
sungkan?” Kemudian ia teringat akan sebutan dan ditambahkannya
cepat-cepat, "Maaf, aku tidak maksudkan kau tolol..."
Sin Hong tersenyum. "Tidak apa, Nona. Memang aku tolol.
Memang benar kata-katamu, tidak seharusnya kita berlaku sungkansungkan,
karena bukankah aku bermaksud mengobatimu? Nah,
maaf aku harus memegang kedua kakimu tanpa dihalangi oleh kain
ini." Sambil berkata demikian, dengan kedua tangan yang cekatan ia
mulai menggulung pipa celana dari kedua kaki gadis itu ke atas
sampai di paha! Dalam melakukan ini, beberapa kali ia harus
mengerahkan tenaga batin untuk mengusir perasaan aneh dan
untuk menekan jantungnya yang hendak melakukan tarian loncatloncatan.
Selama hidupnya belum pernah Sin Hong mengalami perasaan
seperti saat itu. Selama hidupnya pula baru pertama kali melihat
sepasang kaki yang bentuknya mungil, kulit yang demikian putih
dan halus. Apalagi ia terpaksa harus menjamahnya! Kalau saja
433
pemuda ini tidak memiliki tenaga batin yang kuat, kalau saja
lweekangnya tidak amat tinggi, tentu sepuluh jari tangannya akan
gemetaran.
Sebaliknya, Soan Li juga mengalami hal yang selama hidupnva
belum pernah ia alami sekalipun dalam mimpi belum. pernah ia
merasa harus memperlihatkan kedua kaki sampai ke paha di depan
mata seorang pemuda, apalagi harus dijamah dan bahkan dipijatpijat!
Setelah memegang kedua paha gadis itu dan mendapat
kenyataan bahwa tulang kedua paha itu benar-benar telah remuk,
Sin Hong tidak ragu-ragu lagi dan lenyap rasa malu dan
sungkannya. Ia cepat mempergunakan kepandaiannya yang ia
warisi dari Kwa Saucai untuk membereskan letak hancuran tulangtulang
paha itu sehingga pulih kembali biarpun masih dalam
keadaan retak-retak. Kemudian ia lalu mengeluarkan bungkusan
obat, mencampurnya dengan arak yang ia selalu bawa dalam guci
arak. Dengan obat campuran ini ia menggosok-gosok kedua paha
itu dan ketika ia melihat wajah Soan Li menjadi pucat, giginya
menggigit bibir dan beberapa titik air mata membasahi pipi, Sin
Hong kagum sekali. Ia tahu setelah menggosok paha itu, darah
mulai jalan kembali dan sakitnya bukan main. Akan tetapi tidak
sedikit pun keluhan keluar dari mulut gadis itu. Benar-benar seorang
gadis yang berhati baja pikirnya.
Setelah selesai, Sin Hong tanpa ragu-ragu lagi lalu merobek
sebuah bajunya yang dari buntalan, lalu membalutnya kedua paha
itu dengan erat. Lalu dibantunya gadis itu menurunkan gulungan
kaki celana kembali bahkan ia memasang sepatu yang tadi dilepas.
Wajah Soan Li sebentar merah sebentar pucat, merasa geli dan
seluruh bulu di tubuhnya meremang kalau ia mengingat bagaimana
seluruh kakinya diraba-raba oleh pemuda tampan ini.
Setelah itu, Sin Hong lalu mengeluarkan obat bubuk,
dicampurnya dengan arak lalu disuruhnya Soan Li meminumnya.
Bagaikan seorang anak kecil Soan Li minum obat itu tanpa bertanya
lagi. Ia segera merasa heran dan memandang kepada Sin Hong
dengan mata kagum, karena begitu minum obat, semua rasa sakit
434
lenyap dan kedua pahanya yang tadi terasa panas dan linu kini
menjadi dingin seperti dimasukkan dalam air dingin.
"Seperti juga kerbau-kerbau yang telah kautolong, aku
menghaturkan banyak terima kasih, Lam-ko. Kau benar-benar
seorang tabib yang pandai."
Sin Hong tersenyum. "Itu tandanya bahwa kau sudah menaruh
kepercayaan besar sekali kepadaku, Nona. Padahal kau belum tahu
apakah pengobatan ini benar- benar akan dapat menyembuhkan
kedua kakimu atau tidak."
"Aku percaya sepenuh hatiku. Kau bukan orang yang kelihatan
seperti seorang penipu. Sampai berapa lamakah kiranya aku akan
dapat berjalan kembali?"
"Tubuhmu kuat sekali. Nona. Dalam waktu dua minggu kau pasti
akan dapat berjalan seperti biasa. Sekarang bolehkah aku
mengetahui namamu dan mengapa kau sampai bertempur dengan
kakek tadi?"
"Aku Gak Soan Li dan aku bertempur dengan Giok Seng Cu
karena melihat dia mengejar dan hendak membunuh seorang
pengemis yang sudah kalah olehnya. Seandainya aku tidak melihat
dia mendesak orang tentu akan menyerangnya juga, karena dia
adalah musuh besar dari Guruku."
"Siapakah gurumu, Nona? Kau memiliki tubuh kuat, memiliki
kepandaian tinggi, tentu gurumu seorang dewa."
Soan Li tersenyum. "Biarpun bukan dewa, guruku tentu akan
dapat merobohkan Giok Seng Cu. Guruku adalah Hwa I Enghiong
Go Ciang Le."
Ketika itu, Sin Hong baru memberes-bereskan bungkusan obat.
Mendengar nama Go Ciang Le hampir saja guci arak yang sedang
dipegangnya terlepas dari pegangannya. Hatinya berdebar keras.
Tak disangkanya bahwa ia telah menolong nyawa murid dari Go
Ciang Le, pendekar besar yang selama ini disebut-sebut oleh Lie Bu
Tek, pendekar besar yang menjadi murid Pak Kek Siansu dan yang
boleh dibilang masih terhitung suhengnya juga. Dia mendengar
bahwa Go Cilang Le adalah murid terpandai Pak Kek Siansu. Biarpun
435
ia ingin sekali bertemu muka dengan suhengnya akan tetapi ada
sedikit tidak senang kepada pendekar ini, yaitu mengapa selama ini
pendekar itu tidak muncul tidak membantu Hoa-san-pai dan Luliangpai
yang diobrak-abrik orang jahat.
"Kau sendiri hendak ke mana, Nona?”
"Aku seorang perantau yang tidak mempunyai tempat tujuan
tertentu. Akan tetapi karena selama dua minggu aku tak akan dapat
bergerak, aku akan merasa berterima kasih sekali kalau kau mau
mencarikan kendaraan atau pemikul tandu agar aku dapat dibawa
ke kota terdekat untuk beristirahat di dalam rumah penginapan,"
kata Soan Li.
"Aku akan usahakan itu, Nona. Akan tetapi kau tunggulah
sebentar, aku akan memanggil Gihu yang menanti di luar hutan ini.
Baiknya kau menanti di bawah pohon itu agar jangan terserang
panas." Tanpa menanti jawaban Sin Hong lalu membungkuk dan
memanggul tubuh Soan Li dipondongnya lalu diletakkan ke bawah
sebatang pohon besar.
Kembali berdebar hati Soan Li ketika ia dipondong oleh sepasang
lengan yang kuat dan yang gerakannya halus dan sopan itu.
Seketika itu juga jatuhlah hatinya dan ia menyerahkan hatinya
bulat-bulat kepada pemuda dusun yang serhana ini. Ia merasa
begitu aman dan senang sehingga hampir saja ia menyandarkan
kepalanya di pundak Sin Hong. Hanya kesopanan yang
mencegahnya dan sebaliknya ia hanya memandang kepada Sin
Hong dengan mata penuh kasih dan hutang budi. Namun, mana Sin
Hong dapat mengerti ini semua? Dalam hal hubungan dengan
wanita, ia masih hijau dan tidak mengerti apa-apa.
Setelah menurunkan tubuh Soan Li sehingga duduk bersandar
pohon, Sin Hong lalu berjalan pergi, menuju ke tempat dimana Lie
Bu Tek dan dia datang. Ia sudah merasa terheran-heran mengapa
ayah angkatnya belum juga tiba di tempat itu. Memang betul bahwa
tadi ia meninggalkan Lie Bu Tek dan berlari cepat akan tetapi Lie Bu
Tek juga bukan orang lemah dan kini ilmunya berlari cepat sudah
amat maju. Hati Sin Hong mulai tidak enak dan setelah ia pergi agak
jauh ia lalu mempergunakan ilmu lari cepat.
436
Baru saja tiba di luar hutan dari jauh ia sudah melihat
pemandangan yang membuat hatinya gelisah. Ia melihat gihunya
tengah bertempur hebat dengan seorang pengemis yang
mempergunakan tongkatnya secara istimewa sekali.
Baiknya gihunya telah memperdalam ilmu pedangnya selama
lima tahun di dalam dasar jurang di Luliangsan sehingga biarpun
hanya bertangan kiri namun Lie Bu Tek dapat mendesak lawannya
yang aneh itu. Selama bertempur, pengemis itu mengeluarkan suara
ah-ah uh-uh dan dari sini saja Sin Hong yang sudah mempelajari
ilmu pengobatan tahu bahwa orang itu tentulah seorang yang bisu.
Bagaimana Lie Bu Tek tahu-tahu dapat bertempur dengan orang
itu? Para pembaca tentu dapat menduga bahwa orang itu adalah Ah
Kai pengemis bisu yang merampas tongkat pusaka Hek-kin-kaipang
dan yang baru saja terlepas dari desakan Giok Seng Cu, tertolong
oleh Gak Soan Li. Memang demikinlah. Ketika Lie Bu Tek mengejar
pureranya untuk segera tiba di Bi-nam-bun untuk mengunjungi
Kiang Cun Eng, tiba-tiba ia melihat seorang berlari cepat dari
jurusan depan, nampaknya tergesa-gesa dan mencurigakan. Setelah
mereka saling mendekati, Lie Bu Tek melihat longkat yang dipegang
orang itu adalah tongkat pusaka Hek-kin-kaipang yang pernah ia
lihat dahulu berada di tangan Kiang Cun Eng.
Timbul kecurigaan di hati Lie Bu Tek. Orang ini sudah membawa
tongkat pusaka perkumpulan pengemis itu, padahal yang
memegang tongkat hanya ketuanya. Andaikata orang ini, dipilih
menjadi ketua baru, tak mungkin sekarang berlari-lari seperti orang
dikejar setan. Tak salah lagi orang ini tentu telah mencuri, atau
merampas tongkat pusaka itu. Apalagi ketika ia lihat bahwa orang
ini tidak memakai sabuk hitam sebagai tanda dari anggauta Hek-kinkaipang.
Cepat ia melompat dan menghadang Ah-Kai.
"Sahabat perlahan dulu! Siapakah sahabat dan mengapa berlarilari
membawa tongkat Hek-kin-kaipang? Kalau tidak dapat memberi
jawaban yang tepat, terpaksa kau harus meninggalkan tongkat
pusaka itu kepadaku untuk kubawa ke Bi-nam-bun."
Ah Kai dapat mengerti ucapan orang biarpun ia sendiri tidak
dapat bicara. Memang ia bukan bisu tuli, kedua telinganya masih
dapat bekerja baik. Mendengar ucapan Lie Bu Tek dan melihat
437
betapa orang ini hanya memiliki sebelah tangan ia menjadi curiga.
Disangkanya bahwa Lie Bu Tek tentu seorang tokoh kangouw yang
datang hendak memperebutkan kedudukan pangcu dari Hek-ki
kaipang. Ketika itu ia sedang terburu-buru untuk menjauhkan diri
dan Giok Seng Cu. ia maklum bahwa biarpun tadi telah ditolong oleh
seorang dara perkasa, namun dara itu bukan tandingan Giok Seng
Cu dan tak lama kemudian Giok Seng Cu pasti akan melanjutan
pengejarannya. Ia tidak mau diganggu dan diperlambat larinya,
maka tanpa banyak cakap ia mengayun tongkatnya, memukul ke
arah pundak Lie Bu Tek.
Lie Bu Tek terkejut melihat gerakan serangan itu aneh dan cepat,
maka segera melompat ke samping. Tahu bahwa pengemis itu
memiliki kepandaian tinggi, ia lalu mencabut pedang dengan tangan
kirinya dan sebentar kemudian dua orang itu telah bertempur seru.
Kalau Lie Bu Tek merasa terheran-heran dan kagum akan
kelihaian ilmu tongkat lawannya, adalah Ah Kai menjadi penasaran
dan gemas sekali. Tak disangkanya bahwa hari itu ia akan bertemu
dengan demikian banyaknya orang pandai yang kepandaiannya
masih lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri. Berkali-kali ia
mengeluarkan suara ah-ah uh-uh untuk mencegah Lie Bu Tek
mendesaknya, akan tetapi tentu saja pendekar buntung itu tidak
mengerti dan bahkan mendesak cepat untuk mendapat kesempatan
merampas tongkat yang disangkanya telah dibawa lari oleh
pengemis ini.
Pada saat Sin Hong tiba di tempat itu, Ah Kai dan Lie Bu Tek
sudah bertempur delapan puluh jurus lebih dan Ah Kai makin lama
makin terdesak karena ia merasa kalah dalam kekuatan lwe-kang
menghadapi pendekar buntung itu. Ia mengirim tusukan cepat ke
arah jalan darah maut di dada kira lawan dan ketika Lie Bu Tek
mengelak ke belakang Ah Kai lalu melompat dan melarikan diri.
"Pencuri tongkat, kau hendak lari kemana?" Lie Bu Tek berseru
dan mengejar.
Tiba-tiba Ah Kai membalikkan tubuhnya dan sebatang piauw
meluncur ke arah dada Lie Bu Tek. Pendekar Buntung ini
mengangkat tangan kiri dan menangkis dengan pedangnya, lalu
melompat dan mengirim serangan lagi secepat kilat. Ah Kai
438
mengeluarkan seruan kaget, tongkatnya bergerak laksana ular
terinjak ekornya. Gerakannya berlenggak-lenggok dan sukar sekali.
diikuti atau diduga ke mana arah serangannya sehingga tahu-tahu
ujung tongkat pusaka itu telah meluncur mengancam leher Lie Bu
Tek. Pendekar ini mengeluarkan seruan kaget dan cepat
merebahkan diri ke belakang dengan keringat dingin membasahi
jidat. Serangan si Bisu tadi benar-benar tak terduga dan hebat.
Ketika Ah Kai yang marah itu menubruk, Lie Bu Tek menangkis
dengan pedang dan mereka melanjutkan pertempuran.
"Gi-hu, mengapa kau serang dia?" Sin Hong berseru setelah is
tiba dekat pertempuran.
"Tongkat itu adalah tongkat pusaka lek-kin-kaipang!" jawab Bu
Tek.
Mendengar ini, Sin Hong membentak. "Lepaskan tongkat!" Ia
menerjang maju dengan tangan kosong.
Ah Kai melihat lawannya mendapat bantuan menjadi makin
marah. Sekali membalikkan tubuh, tongkatnya menyambar kaki Sin
Hong. Pemuda ini mengangkat kaki kanannya dan diam-diam ia pun
memuji gerakan pengemis itu. Tadinya tongkat itu berada di tangan
kanan, akan tetapi ketika menyerang Sin Hong, tahu-tahu tongkat
itu telah berpindah ke tangan kiri. Pindahnya demikian cepat hingga
takkan dapat terduga atau terlihat oleh lawan. Tentu saja Sin Hong
yang sudah amat tinggi ilmunya dapat melihat pergerakan itu maka
ia memuji. Sekali mengangkat kaki kanan tongkat itu meluncur
lewat di bawah kaki, akan tetapi Sin Hong mengeluarkan seruan
keras dan kakinya yang diangkat itu dengan cepat luar biasa
menyambar turun dan di lain detik tongkat itu telah diinjaknya!
"Lepahkan tongkat!" teriaknya sekali lagi sambil mengerahkan
tenaga dan Ah Kai terpaksa melepaskannya karena tidak tahan
menghadapi tenaga injakan ini. Ia memandang kepada Sin Hong
dengan kedua mata terbelalak lebar saking heran dan kagumnya,
kemudian ia memandang kepada Lie Bu Tek dengan marah karena
dianggapnya Si Buntung itulah yang menghambat larinya sehingga
kini ia bahkan kehilangan tongkat pusaka.
439
Sin Hong menjemput tongkat itu dan menyerahkan kepada Lie
Bu Tek. Lie Bu Tek menerimanya dan berkata kepada Ah Kai.
"Sekarang jelas bahwa tongkat ini nemang betul tongkat pusaka
Hek-kin-kaipang. Dari manakah kau mendapatkan tongkat ini?"
"Gihu ,dia bisu dan tidak akan dapat bicara. Biar aku yang
mengajaknya bicara,” katanya. Ketika masih kecil dan dibawa
merantau oleh Lie Bu Tek, sebagai orang anak kecil, Sin Hong amat
suka memperhatikan gerak-gerik orang-orang bisu yang
dijumpainya di jalan. Tentu saja ia berbeda dengan orang-orang tua
dan tidak malu-malu untuk bercakap-cakap melalui gerak jari
tangan dan bersenda-gurau dengan orang bisu, maka sedikit banyak
ia dapat mempergunakan bahasa tangan itu. Sekarang ia
menghampiri Ah Kai dan dengan jari tangan digerakkan dan
menunjuk ke arah tongkat, akhirnya ia dapat menjelaskan kepada
Ah Kai tentang pertanyaan gihunya.
Dengan gerakan jari tangan pula, Ah Kai menunjuk ke arah
tongkat lalu merangkapkan kedua tangan, tanda bahwa ia
menghormati tongkat itu dan bersiap ,membelanya dengan nyawa.
"Jadi kau membela Hek-kin-kaipang?” tanya Sin Hong.
Ah Kai mengangguk-angguk dengan muka bangga.
"Di mana adanya Kiang Kaipangcu?” tanya Lie Bu Tek dan
melihat mata pengemis itu memandangnya penuh curi ia
menyambung cepat, "Ketahuilah Lie Bu Tek adalah sahabat baik
Kiang-pangcu dan semua anggauta Hek- kin-kaipang adalah sahabat
baikku!"
Mendengar ini, tiba-tiba Ah Kai menjura dengan hormat kepada
Lie Bu Tek lalu maju memeluk dan menangis terisak-isak tanpa
mengeluarkan air mata!
"Eh, lekas........ apa yang terjadi dengan Kiang-pangcu?"
Karena tidak bisa menjawab dan gerakan jari tangan-tangannya
demikian cepat sehingga Sin Hong sendiri tidak dapat menangkap
artinya dengan jelas, Ah Kai lalu memegang ujung baju Lie Bu Tek
dan menariknya, seakan-akan mengajaknya cepat-cepat ke tempat
Kiang pangcu.
440
"Gihu, dia mengajak kita pergi ke tempat Kiang-pangcu. Marilah!"
Tiga orang itu lalu berlari-lari ke dalam hutan.
"Gihu, harap kau berangkat dulu dengan sahabat ini. Aku hendak
menolong seorang lihiap yang terluka oleh Giok Seng Cu di dalam
hutan. Aku akan menyusulmu segera."
Mendengar ini Lie Bu Tek terkejut, akan tetapi karena tidak ada
waktu untuk bercakap-cakap, ia hanya mengangguk dan menunda
pertanyaan yang sudah berada di ujung bibirnya. Bersama Ah Kai
lalu berlari cepat menuju ke dusun Bi-nam-bun, sedangkan Sin Hong
lalu menuju ke tempat di mana Soan Li menantinya.
Melihat datangnya pemuda ini, wajah Soan Li berseri dan ia
berkata girang.
"Lam-ko, kau cepat sekali datang. Mana kendaraan atau tukang
pemikul tandu?"
"Di dalam hutan ini, dari mana bisa mendapatkan kendaraan atau
pemikul tandu, Nona? Biarlah aku yang mengantar kau ke dusun Binam-
bun tak jauh dari sini dan di sana nanti akan kucarikan rumah
penginapan untukmu. Jangan khawatir, aku akan menjaga dan
merawatmu sampai sembuh, Gak-siocia."
Soan Li kelihatan girang sekali dan tersenyum manis. "Ah, Lamko,
kita baru saja bertemu akan tetapi kau telah melimpahkan budi
bertumpuk-tumpuk. Bagaimana aku akan dapat membalasmu.”
"Jangan berbicara tentang budi, Nona. Sudah kewajibanku untuk
menolong sesama manusia yang menderita. Maukah... maukah kau
kupondong ke dusun Bi-nam-bun?"
Soan Li menjadi jengah dan malu, tak dapat mengeluarkan suara
hanya mengangguk. Melihat sikap ini, timbul sungkan dan malu
dalam hati Sin Hong.
"Kalau kau malu-malu apabila terlihat orang lebih baik kupanggul
saja, Nona. Biar kau duduk di atas pundakku sehingga dengan
demikian tidak banyak bedanya dengan apabila aku memanggul
tandu yang kau duduki. Hanya, duduk di atas pundak seperti itu
tidak mudah. Aku mendapat pikiran demikian karena aku percaya
441
bahwa kau berbeda dengan wanita umumnya, kau memiliki
kepandaian hebat maka kiranya akan mudah saja kamu duduk di
atas pundakku seperti itu.
"Bagaimana kau bisa menduga demikian? Kau tahu apakah
tentang ilmu silat, Im-ko?"
"Aku tidak tahu apa-apa. Hanya dahulu aku pernah melihat
rombongan tukang silat dan melihat seorang nona seperti engkau
duduk di atas pundak kawannya, bahkan berjumpalitan di atas
pundak duduk dan terdiri dengan enaknya.”
Soan Li tersenyum lalu berkata, "Sesukamulah. Dipondong atau
dipanggul, bagiku sama saja karena aku sudah tahu betul bahwa
kau memiliki isi dada yang bersih dan mulia."
Senang hati Sin Hong mendengar pujian ini. Ia lalu berjongkok,
dan Soan Li mempergunakan tenaganya menekan pundak pemuda
itu dan biarpun kedua kakinya lumpuh akan tetapi sekali mengayun
tubuh ias telah duduk di atas pundak kanan pmuda itu!
Sin Hong berdiri dan melihat Soan Li duduk dengan anteng dan
enak sama sekali tidak usah dipegangi lagi, ia memang tidak merasa
heran, akan tetapi mulutnya memuji.
"Gak-siocia, ternyata kau bahkan lebih pandai dari nona tukang
silat itu. Kau duduk tidak bergoyang sedikitpun juga!"
Jari tangan Soan Li yang halus menyentuh pundak kiri Sin Hong.
"Lam-ko, bisa saja kau memuji. Sebaliknya kaulah yang memiliki
tenaga besar mengagumkan. Kau seperti memanggul daun kering
saja."
"Bukan aku yang amat kuat, sebaliknya kaulah yang amat ringan,
Nona."
Demikianlah, dengan perasaan hati berdebar girang, Soan Li
membiarkan dirinya dipanggul oleh Sin Hong, sebaliknya Sin Hong
merasa beruntung karena sudah dapat menolong seorang murid
dari Hwa I Enghiong Go Ciang Le. Ia membayangkan betapa akan
girangnya hati Lie Bu Tek kalau tahu bahwa ia telah menolong
murid pendekar besar itu. Akan tetapi, karena ingin
442
menyembunyikan kepandaiannya dari Soan Li, ia tidak berani
mempergunakan ilmu lari cepatnya, bahkan berjalan dengan gaya
seakan-akan ia merasa berat dan agak sukar. Berkali-kali Soan Li
yang merasa tidak enak hati minta supaya ia beristirahat, akan
tetapi Sin Hong menolaknya.
Ketika Ah Kai tiba kembali di tempat pertempuran atau tempat
pemilihan ketua baru dari Hek-kin-kaipang, ia disambut dengan
serbuan dan Kim-tung Teng Gai bersama kaki tangannya!
Sebagaimana telah dituturkan di depan, setelah Giok Seng Cu
mengamuk, Kim-tung Mo-kai merubah siasat dan mengekor kepada
Giok Seng Cu yang memang menjadi ketuanya di waktu mereka
masih bergabung dalam perkumpulan lm-yang-bu-pai. Dengan kerja
sama ini, banyak anggauta Hek-kin-kaipang kena dirobohkan dan
yang lainnya lalu menakluk.
Akan tetapi ketika melihat Ah Kai datang bersama Lie Bu Tek
yang banyak dikenal oleh para anggauta Hek-kin-kaipang, para
pengemis yang tadinya menakluk lalu memberontak kembali. Terjadi
perang hebat antara Ah Kai yang dibantu oleh Lie Bu Tek melawan
Kim- tung Mo-kai yang bercita-cita membentuk perkumpulan Pekkin-
kaipang itu. Mereka rusak binasa oleh amukankan anggautaanggauta
Hek-kin-kaipang, apalagi ketika Ah Kai dan Lie Bu Tek
mengamuk.
Kim-tung Mo-kai sendiri mendapat lawan tangguh ketika ia
berhadapan dengan Lie Bu Tek. Setelah pertempuran hebat,
akhirnya dengan pedangnya Lie Bu Tek berhasil merobohkan orang
jahat ini. Kaki tangan Kim-tung Mo-kai melarikan dan cerai-berai.
Ke mana perginya Giok Seng Cu? Mengapa ia tidak kembali untuk
membantu anak buahnya? Ternyata kakek ini tahu diri. Setelah ia
bertemu dengan Sin Hong dan menyaksikan kelihatan orang muda
yang aneh dan sakti itu, ia menjadi ketakutan sekali. Ia pikir bahwa
urusan menjadi ketua Hek-kin-kaipang tidak akan ada gunanya
kalau di dekat tempat itu muncul seorang pemuda seperti yang
dijumpainya tadi. Maka dari hutan itu ia langsung melarikan diri ke
tempat jauh untuk mencari kedudukan yang lebih baik atau siasat
lain untuk memperkuat kedudukannya.
443
Setelah orang-orang jahat yang hendak menghancurkan Hek-kinkaipang
itu dapat diusir semua, para anggauta Hek-kin-kaipang lalu
mencentakan kepada Lie Bu Tek dengan sedih apa yang telah
terjadi. Lie Bu Tek menggeleng- geleng kepalanya dan memandang
ke arah jenazah Kiang Cun Eng. Tak tertahan pula air matanya
bercucuran ketika ia melihat wanita yang pernah menolongnya,
pernah pula menjadi kekasihnya, dan pernah pula menyelamatkan
nyawa Wan Sin Hong itu. Ia lalu membantu semua orang untuk
mengurus jenazah bekas ketua Hek-kin-kaipang ini dan juga
jenazah Yap Kong Ki tidak disia-siakan.
Di bagian lain dari dusun Bi-nam-bun, Sin Hong yang memanggul
tubuh Soan Li tidak berhasil mencankan rumah penginapan. Dusun
itu itu terlalu kecil sehingga satu-satunva rumah penginapan kecil
yang ada, telah penuh. Terpaksa Sin Hong membawa Soan Li ke
dalam sebuah kuil dan kuil tua yang hanya dijaga tiga orang hwesio
tua itu dengan senang hati menerima Soan Li dan memberikan
sebuah kamar untuk wanita beristirahat dan berobat. Biarpun
mereka itu tidak mengenal ilmu silat, namun pengalaman tiga orang
hwesio ini amat luas dan mereka menghormati pendekar gagah,
maka mendengar dari Sin Ho bahwa wanita itu adalah pendekar
wanita murid Hwa I Enghiong, mereka menghormati sekali dan rela
untuk menolong.
Setelah mendapat tempat untuk Soan Li, Sin Hong berpamitan
kepada gadis itu untuk membereskan atau membantu urusan ayah
angkatnya.
"Siapa ayah angkatmu dan mengapa dia tidak datang
bersamamu?" tanya Soan Li yang merasa kecewa akan di tinggalkan
pergi lagi.
"Ayah angkatku itu seorang she Lie seorang yang baik hati dan
sekarang sedang pergi ke perkumpulan pengemis. Aku takkan pergi
lama, Nona, setelah urusan Gihu beres, tentu aku akan datang
kembali bersama dia dan memperkenalkan dia kepadamu."
"Tapi, kau akan... kembali, bukan?"
Wan Sin Hong tersenyum. Kalau saja ia lebih dewasa, tentu katakata
ini akan dapat ia tangkap isinya. Akan tetapi ia tidak mengerti
444
dan hanya merasa senang melihat gadis itu benar-benar
membutuhkan pertolongannya dan takut ditinggalkan pergi.
"Jangan khawatir, sebagai pengobatmu, sebelum melihat kau
sembuh dan dapat berjalan kembali, aku takkan berani
meninggalkan kau, Siocia." Soan Li memberi hadiah senyum manis
untuk kata-kata ini dan pergilah Sin Hong dengan hati girang.
Dengan mudah saja ia dapat sampai di tempat pemilihan ketua Hekin-
kaipang. Akan tetapi, kedatangannya disambut oleh warta yang
amat menyedihkan hatinya. Kiang Cun Eng, wanita yang dahulu
menyelamatkan nyawanya dari ancaman maut di tangan orangorang
Im-yang-bu-pai, ternyata telah tewas secara mengerikan.
Tewas dalam tangan Giok Seng Cu!
"Keparat jahanam Giok Seng Cu!" katanya perlahan di depan Lie
Bu Tek, "Kalau aku tahu akan hal ini, pasti akan kuhancurkan
kepalanya!"
Sambil menangis Sin Hong bersembahyang di depan peti mati
Kiang Cun Eng dan berjanji di depan peti mati itu bahwa ia pasti
akan membalaskan sakit hati penolongnya itu.
Setelah penguburan jenazah Kia Cun Eng dan Yap Kong Ki
selesai, semua anggauta Hek-kin-kaipang minta tolong dan
menyerahkan kebijaksanaan Lie Bu Tek untuk memilih seorang
pangcu baru bagi Hek-kin-kaipang. Pendekar Buntung ini berkata.
"Menurut pendapat siauwte yang bodoh, seorang pangcu harus
berkepandaian tinggi dan bijaksana seperti mendiang Kiang-pangcu.
Di antara para saudara kulihat bahwa kepandaian Saudara Ah Kai
boleh diandalkan, apalagi dialah yan telah menyelamatkan tongkat
pusaka Hek kin-kaipang. Oleh karena itu, kiranya tepat sekali kalau
Saudara Ah Kai diangat menjadi pangcu baru."
Para pengemis yang sudah menyaksikan kepandaian Ah Kai,
setuju dengan usul ini, akan tetapi dan wajah mereka, ie Bu Tek
dapat menduga bahwa mereka itu bersangsi apakah seorang ketua -
ng bisu dapat bekerja baik.
"Sudah tentu Saudara Ah Kam perlu mendapat bantuan seorang
saudara yang berpengalaman dan bijaksana. Dan dalam hal ini, baik
sekali kalau Tan Lokai dipilih menjadi wakilnya, sedangkan
445
pembantu utama dari kedua pangcu ini adalah Tiat-ciang-eng Lai
Sek yang terkenal jujur. Bagaimana pendapat Saudara sekalian?"
Orang-orang bersorak gembira, menyatakan setuju. Memang,
selain tiga orang ini, kiranya tidak ada yang lebih tepat untuk
memegang pimpinan.
"Saudara sekalman telah tahu betapa besar jasa Sian-hud-tim
Yap Kong Ki, oleh karena itu kita pun jangan melupakan jasanya.
Sudah menjadi tugas Hek-kin-kaipang untuk menjaga
peninggalannya, yakni Pulau Kim-te-tho. Alangkah baiknya kalau
mulai sekarang Hek-ki kaipang mempergunakan pulau itu sebagai
markas besar."
Kembali para anggauta Hek-kin-kaipang menerima usul ini,
bahkan para pelayan dari mendiang Yap Kong Ki yang berjumlah
lima puluh orang lebih, menerima baik usul ini. Mereka ini sudah
berkumpul di situ dan semenjak mendengar bahwa majikan mereka
tewas serentak mereka menyatakan diri menjadi anggauta Hek-kinkaipang!
Para pelayan di Pulau Kim-ke-tho ini sudah mengenaI baik
akan sepak terjang Hek-kin-kaipang, maka mereka tidak ragu-ragu
dan tidak merasa hina untuk menjadi anggauta perkumpulan
pengemis yang sifatnya mulia ini.
Akan tetapi, tiga orang pemimpin Hek-kin-kaipang yang baru itu
dengan berkeras minta kepada Lie Bu Tek untuk sementara waktu
memimpin atau menjadi penasihat mereka. Apalagi Tan Lo-kai pada
waktu itu masih mendenta luka berat dan belum dapat bekerja,
maka bantuan Lie Bu Tek amat dibutuhkan.
"Harap Lie Taihiap tidak menolak," kata Tan Lo-kai yang masih
rebah di pembaringan, "setelah terjadi keributan ini, siapa tahu
kalau-kalau pihak orang jahat akan datang mengganggu lagi.
Kuharap Taihiap sudi mengawani kami sampai beberapa lama dan
setelah keadaan aman kembali baru Taihiap meninggalkan Hek-kinkaipang."
Sebelum Lie Bu Tek dapat menjawab, Sin Hong berkata, "Gihu,
kiranya demikianlah yang terbaik. Hitung-hitung kita beristirahat di
sini. Selain itu aku pun masih mempunyai urusan penting di sini
yang harus kubereskan."
446
Mendengar kata-kata anak angkatnya ini, Lie Bu Tek maklum
bahwa tentu ada sesuatu yang menahan Sin Hong, maka ia lalu
menyetujui. Setelah mereka berada di dalam kamar berdua, Lie Bu
Tek bertanya,
"Sin Hong, urusan apakah yang begitu penting sehingga kau
perlu tinggal beberapa lama lagi di tempat ini?"
"Aku perlu merawat seorang yang terluka berat, Gihu."
Lie Bu Tek memandang anak angkatnya dengan mata
mengandung keheranaa. Tidak biasanya pemuda ini merahasiakan
sesuatu, akan tetapi mengapa sekarang seakan-akan segan
menceritakan tentang orang yang dirawatnya itu?
"Sin Hong, siapakah dia?"
"Gihu akan terkejut kalau mendengarnya, dia adalah murid dan
Hwa I Enghiong dan namanya Gak Soan Li."
Lie Bu Tek benar-benar terkejut mendengar ini, akan tetapi juga
wajahnya berseri girang. "Bagus! Kalau begitu dari dia kita akan
dapat bertemu dengan Go Ciang Le!"
Sin Hong mengerutkan keningnya. "Bagiku sendiri, Gihu, aku
tidak begitu ingin bertemu dengan Hwa I Enghiong."
"Kau ini bagaimana, Sin Hong? Ciang Le adalah sahabatku
terbaik, lebih kekal dari saudara sendiri. Dia seorang pendekar besar
yang budiman, bahkan dia masih terhitung Suhengmu, karena dia
sendiri pun murid Pak Kek Siansu. Bahkan istennya adalah murid
Hoa-san pai, jadi masih terhitung Sumoiku sendiri yang amat baik."
"Justru hubungan dekat itulah yang membikin aku segan
bertemu dengan mereka, Gihu. Kalau Hwa I Enghiong itu bukan
sanak dekat atau tidak mempunyai hubungan dengan kita, tentu
aku akan suka sekali bertemu dengan pendekar gagah itu. Akan
tetapi mengapa kalau dia mempunyai hubungan demikian dekatnya
dengan Gihu, selama ini dia sembunyi saja dan tidak mau tahu
sama sekali tentang segala macam kejahatan yang dilakukan orangorang
atas diri Gihu? Mengapa Hoa-san-pai dan Luliang-san di basmi
orang begitu saja tanpa dia turun tangan membela?"
447
Lie Bu Tek menghela napas panjang. "Hal ini pun amat
mengherankan hatiku sampai sekarang, Sin Hong. Biasanya waak
Suhengmu itu tidak demikian. Akan tetapi, siapa tahu akan
keadaannya? Siapa tahu kalau-kalau ia berhalangan untuk
meninggalkan tempat tinggalnya?"
"Mungkin juga, Gihu. Baiklah, harap hal ini kita sama lihat saja
nanti. Akan tetapi untuk sementara ini, aku tidak ingin
memperkenalkan diri kepada siapa juga. Oleh karena itu maka Gaksiocia
itu tidak tahu siapa adanya aku, hanya tahu bahwa aku
adalah seorang pemuda dusun bernama Gong Lam yang kebetulan
mengerti ilmu pengobatan dan kebetulan pula bertemu dengan dia
sehingga dapat menolongnya."
Kemudian Sin Hong lalu menuturkan tentang pertemuannya
dengan Gak Soan Li, betapa Soan Li menolong Ah Kai dari serbuan
Giok Seng Cu sehingga gadis itu sendiri menjadi korban pukulan Ti
san-kang dari Giok Seng Cu yang lihai.
"Gihu, aku sudah bertemu Giok Se Cu, dan pukulannya memang
lihai bukan main. Juga, ketika aku dahulu pergi Hoa-san untuk
menjemput Gihu, aku telah bertemu dengan See-thian Tok-ong dan
anak isterinya. Mereka bertiga itu memiliki kekejaman dan kelihaian
yang lebih hebat dari Giok Seng Cu. Di samping ini masih ada
orang-orang sepert Ba Mau Hoatsu yang tangguh. Oleh karena itu,
kupikir ada baiknya kalau untuk sementara ini Gihu beristirahat di
pulau Kim-ke-tho, selain untuk memimpin dan membangun kembali
Hek-kin-kaipang agar kedudukannya kuat kembali, juga untuk
menjaga diri Gihu yang sudah dikenal oleh tokoh-tokoh jahat itu.
Adapun aku sendiri, setelah merawat sembuh kedua kaki Gak-siocia
yang patah, akan kulakukan penyelidikan di mana adanya silumansiluman
itu. Terutama sekali aku hendak mencari Giok Seng Cu, dan
Ba Mau Hoatsu. Kalau Gihu tinggal di Kim-ke-tho, mudah saja
bagiku untuk sewaktu-waktu datang apabila aku rindu kepadamu."
Lie Bu Tek tak dapat membantah. memang ia harus akui bahwa
Sin Hong ini biarpun amat penurut kepadanya, namun semua usul
yang dikeluarkan oleh anak ini mempunyai dasar yang kuat dan
menurutkan pertimbangan masak serta pandangan luas. Ia tahu
bahwa biarpun kini kepandaiannya sudah meningkat namun kalau
448
dibandingkan dengan kepandaian musuh-musuh besar itu, masih
disangsikan apakah ia akan dapat melawan mereka. Dengan
demikian maka akan berarti bahwa Sin Hong bukan mendapat
bantuannya, bahkan mungkin akan menghalangi pelaksanaan tugas
pemuda itu, pula kalau dipikir-pikir, memang tenaganya amat
dibutuhkan oleh Hek-kin-kaipang yang baru saja kehilangan
ketuanya.
Demikianlah setelah berunding dengan Lie Bu Tek, Sin Hong lalu
meninggalkan Pulau Kim-ke-tho dan cepat menuju kuil di mana ia
meninggalkan Gak Soan Li.
-oo0mch-dewi0oo-
Ketika Wan Sin Hong tiba di dalam kamar di mana Soan Li masih
rebah di atas pembaringan baru, ia disambut oleh Soan Li dengan
wajah merengut dan marah-marah.
"Kenapa kau datang juga? Mengapa tidak tinggalkan saja aku
biar mati di sini?" Soan Li berkata dengan suara marah dan aneh
sekali, air matanya menitik keluar dari sepasang matanya. Gadis ini
benar-benar di dalam hatinya merasa terheran-heran karena
sepeninggal Gong Lam, ia merasa sunyi dan gelisah. Apalagi setelah
sehari semalam pemuda itu tidak datang, ia merasa berduka,
khawatir, kecewa dan bingung. Ia demikian bersedih sehingga
ketika pendeta kelenteng itu datang memberi makanan, ia tidak
mau makan. Ketika pada keesokan harinya pemuda nu muncul di
pintu kamarnya, hatinya sebenarnya girang bukan main, akan tetapi
juga amat mendongkol karena sehari semalam ia merasa tersiksa,
tidak tidur dan tidak mau makan. Ia sendiri tidak mengerti mengapa
ia berhal seperti ini. Belum pernah selama hidupnya Soan Li merasa
seaneh ini. Memang pernah ia merasa berduka kalau ia teringat
akan ayah bundanya. Tadi sebelum Gong Lam datang, memang
perasaannya pada saat itu terkenang akan ayah bundanya yang
sudah meninggal dunia, akan tetapi tidak sama benar. Kalau ia
terkenang akan ayah bundanya, ia merasa berduka dan sunyi, akan
tetapi di samping ini tidak ada ingatan atau keinginan dalam hatinya
untuk menyusul mereka, bahkan ia merasa bahagia bahwa dalam
keadaan yatim piatu, ada keluarga Go yang menolong dan
449
mengangkatnya. Sebaliknya, ketika ia tadi ketakutan ditinggal pergi
selamanya oleh Gong Lam, ia tidak saja merasa berduka dan sunyi,
akan tetapi juga ingin kali menyusul, ingin sekali segera bertemu
dan tidak akan berpisah selamanya. Ia merasa bahwa hidupnya
akan kosong dan tidak menyenangkan kalau berada jauh dari
pemuda dusun itu!
Aneh, memang aneh sekali perasaan orang yang hatinya
tertembus panah asmara. Tak boleh dikatakan bahwa Soan Li jatuh
hati kepada Gong Lam karena ketampanan wajah, karena sudah
banyak Soan Li bertemu dengan orang-orang muda yang gagah dan
tampan, juga bukan karena tertarik oleh kepandaian karena
menurut pengertian Soan Li, pemuda dusun ini hanya pandai
mengobati tulang-tulang patah. Sudah tentu sekali ada sesuatu
dalam diri pemuda ini yang menarik dan menjatuhkan hati Soan Li,
gadis yang keras dan tinggi hati, yang tidak menyerahkan hatinya
kepada pemuda gagah dan tampan seperti Liok Kong .!
Kiranya tidak meleset jauh kalau diduga bahwa yang membuat
gadis itu jatuh hati, adalah karena sikap dari pemuda yang mengaku
bernama Gong Lam itu. Memang, sikap berpengaruh besar sekali
terhadap hubungan antara manusia. Siapa yang pandai mengatur
sikap sehingga sesuai dengan siapapun juga, sesuai dengan
keadaan apapun juga, dia seorang yang berbahagia!
Sin Hong ketika melihat sambutan Soan Li, menjadi tercengang.
Akan tetapi ia masih terlalu muda untuk dapat menjenguk isi hati
gadis itu. Ia hanya menganggap bahwa Soan Li adalah seorang
gadis yang gagah perkasa, keras hati dan juga agak aneh wataknya.
Maka ia lalu tersenyum dan menjura.
"Maafkan aku, Gak-siocia. Karena urusan Gihu belum beres dan
aku harus membantunya, maka baru sekarang aku datang. Apakah
Siocia sudah makan? Apakah mendapat pelayanan baik dari para
Suhu di sini? Dan bagaimana dengan kedua pahamu, Siocia? Banyak
baikkah?”
Mendengar pertanyaan yang penuh, perhatian serta melihat
wajah pemuda itu yang nampaknya bersungguh-sungguh ingin
mengetahui keadaannya, sekaligus lenyaplah kemendongkolan hati
450
Soan Li., Wajahnya yang cantik nampak berseri dan bibirnya
tersenyum manis.
"Mana bisa aku mendapat pelayanan baik? Sejak kemarin aku
belum makan dan tidur sekejap mata pun!"
Sin Hong terkejut. "Eh, eh, mengapa begitu? Aku sudah pesan
kepada para Suhu untuk memperhatikan keperluanmu, Siocia. Aku
akan menegur mereka."
"Sudahlah! Bukan mereka tidak memberi makan, aku sendiri
yang tidak mau makan. Tidak makan sehari semalam bagiku bukan
apa-apa tidak tidur satu malam saja sudah seringkali kulakukan, kau
jangan ribut-ribut. Kedua pahaku tidak terasa sakit lagi, akan tetapi
tak dapat digerakkan, sedikit saja bergerak, sakitnya bukan main.
Eh, mana itu Ayah angkatmu? Mengapa tidak ikut datang?"
"Gihu masih sibuk dengan urusannya, maka menyesal sekali tidak
dapat datang berkunjung ke sini. ia hanya menyampaikan
hormatnya kepadamu, Siocia."
"Hm, Gihumu tentu orang baik."
"Mengapa kau berpendapat begitu, Siocia? Kau belum pernah
bertemu dengannya."
"Kalau dia tidak baik, bagaimana bisa menjadi ayah angkatmu?"
Sin Hong tersenyum. ia suka kepada nona ini yang biarpun keras
hati dan bisa mengeluarkan kata-kata terus terang dan keras,
namun jujur dan menyenangan.
"Memang Gihu adalah seorang yang berhati mulia, lagi seorang
jantan."
"Lam-ko, kau pun seorang jantan. Biarpun belum kenal, kau telah
menolongku, telah mengobati dan sampai sekarang masih
memperhatikan keadaanku."
Sin Hong seperti diingatkan. "Nona, untuk melihat apakah
sambungan tulang pahamu benar letaknya, terpaksa aku harus
memeriksanya sekali lagi. Amat tidak enak kau kelak ternyata
bahwa sambungannya tidak betul sehingga kakimu bengkokbengkok."
451
Soan Li menjadi merah mukanya dan ia mempergunakan tangan
untuk menutup mulut untuk menahan ketawanya "Mengapa mesti
bilang terpaksa segala? Kenapa terpaksa? Bukankah kau ini tabibnya
dan aku ini kerbaunya yang patah tulang kakinya? Mau periksa,
silahkan saja periksa, kapan saja kau suka." Sambil berkata
demikian, gadis ini yang tadinya sudah bangun duduk, kini
membaringkan tubuhnya lagi tanpa menggerakkan kedua kakinya
yang selalu dilonjorkan.
Sin Hong menghampiri nona itu. Ia memang bersungguhsungguh
dengan kata-katanya tadi. Ia tahu bahwa dalam waktu
sehari semalam ini, tulang-tulang itu mulai bertumbuh dan merekat.
Kalau gadis ini melakukan banyak pergerakan sehingga tulangtulang
kakinya miring, tentu kelak paha gadis itu tidak benar
letaknya dan kakinya mungkin akan menjadi bengkok. Ia perlu
memeriksa lagi karena kalau terjadi demikian, sekarang masih
belum terlambat untuk membetulkan letaknya.
Dengan cekatan ia menggulung pipa celana itu ke atas. Biarpun
tidak sehebat kemarin akibatnya, tetap saja kedua tangannya masih
gemetar dan dadanya berdebar aneh. Namun ia tidak mau
memperlihatkan perasaan aneh ini dan mempergunakan hawa batin
untuk menekan perasaannya. Sepuluh jari tangannya bergerak
penuh keahlian mengurut dan meraba kedua paha tanpa
melihatnya. Betapapun sigap, ia takut memandang kulit paha itu,
takut kalau-kalau perasaannya akan mengganggu pekerjaan ini.
Dengan hati puas ia mendapat kenyataan bahwa pertumbuhan
tulang paha gadis itu ternyata baik dan diam-diam ia merasa kagum
sekali. Gadis ini sehari semalam tidak makan dan tidak tidur, dan
sedikit pun tidak menggeser dan menggerakkan kedua kaki, benarbenar
gadis ini telah mengalami penderitaan yang amat hebat. Akan
tetapi, sedikit pun tidak kelihatan sengsara.
"Bagus, pertumbuhannya baik sekali…” kata Sin Hong sambil
menurunkan gulungan pipa celana. Ketika ia menbuka mata dan
memandang ke arah gadis itu, ia melihat Soan Li meramkan kedua
mata, menggigit bibir menahan isak tangis, akan tetapi air matanya
mengucur keluar dan membasahi kedua pipinya!
452
"Eh, kau kenapa Nona?" Sin Hong terkejut sekali sehingga ia
menubruk maju, memegang pundak gadis itu dan mengangkatnya
sehingga Soan Li kini duduk dengan kedua kaki tetap dilonjorkan.
"Nona, kau merasa sakitkah"" Kegelisahan Sin Hong sewajarnya,
karena sebagai seorang ahli pengobatan, murid Kwa Siucai, ia tahu
bahwa kalau pertumbuhan tulang paha itu sampai ada yang salah,
yakni kalau ada pecahan tulang yang menusuk daging dan merusak
urat, berbahaya sekali keadaan Soan Li. Tadinya ia melihat gadis itu
tenang-tenang saja maka ia sudah merasa lega. Kalau terjadi hal
yang ia khawatirkan itu, tentu gadis itu akan, mengalami saksaan
rasa nyeri yang luar biasa. Sekarang, melihat gadis itu tiba-tiba
menangis dan menahan tangis dengan mengigit bibir, ia tentu saja
terkejut dan mengkhawatirkan yang bukan-bukan.
Sebaliknya, ketika merasa pundaknya dipegang oleh Sin Hong,
Soan Li tak dapat menahan
tangannya dan ia terisak
dengan kepala disandarkan
di pundak pemuda itu!
Sin Hong terheran-heran.
Sekarang tahulah dia bahwa
gadis itu bukan menangis
karena rasa nyeri melainkan
menangis karena sedih'
"Eh, kau kenapakah, Gaksiocia?
Mengapa kau
berduka dan menangis?
Percayalah, aku... Gong Lam
bertanggung jawab bahwa
kedua pahamu akan sembuh
dan pulih seperti sedia kala!
Percayalah padaku dan
jangan kau berduka."
Aneh sekali! Sin Hong sampai melongo dan memandang kepada
gadis itu dengan sepasang mata terbelalak bodoh. Gadis itu tiba-tiba
tersenyum manis di antara air matanya'
453
"Lam-ko aku bersumpah bahwa selama hidupku, takkan ada
orang lain yang akan menyentuh pahaku'"
Masih saja Sin Hong tidak mengerti. "Tentu saja, Siocia,"
jawabnya terheran, "apalagi kalau yang menyentuhnya sampai
mematahkan tulang-tulangnya, itu berbahaya sekali. Sekali lagi
patah takkan ada obatnya!"
Senyum Soan Li melebar, akan tetapi sepasang matanya yang
masih basah itu nampak kecewa.
"Sekarang aku tahu mengapa kau disebut Gong Lam (Pemuda
Tolol), karena sesungguhnya kau memang tolol!"
Muka Sin Hong menjadi merah, betapapun juga ia merasa tidak
enak disebut tolol. Apa sebabnya ia dianggap tolol? Kesalahan
apakah yang ia lakukan, ataukah ada kesalahan dalam ucapannya
tadi? Akan tetapi, karena dia berusaha menyembunyikan keadaan
dirinya, sambil tertawa bodoh ia menjawab.
"Memang aku tolol, barang kali karena... karena terlalu sering
aku berdekatan dengan kerbau."
Soan Li yang jarang tertawa itu kini menjadi geli dan tertawa
menutupi mulutnya. Benar-benar mengherankan. Kebodohan
pemuda ini tidak menjemukan atau menyebalkan hatinya,
sebaliknya, membuat ia gembira dan juga ia kasihan.
"Lam ko, jangan salah mengerti. Maksudku... kecuali engkau
seorang, aku takan sudi membiarkan orang lain menyentuhku...
aku... ah, sudahlah. Sukar memang bicara dengan engkau yang
tidak mau mengerti...."
Sin Hong mengerutkan kening dan benar-benar tidak mengerti,
seperti menghadapi teka-teki yang sulit. ia lebih bingung lagi ketika
melihat gadis itu seakan-akan marah dengan tiba-tiba.
"Sudahlah, Lam-ko, kalau diteruska akan naik darahku dan
penyakit di pahaku takkan menjadi sembuh. Lam-ko, sekarang
harap kau jangan kepalang tanggung menolongku. Bawa aku ke
dalam kota, dalam sebuah rumah penginapan yang besar dan
bersih."
454
"Gak-siocia, bukankah di sini juga bersih? Beristirahat lebih baik
di tempat yang sunyi, bukan di kota yang hawanya buruk dan
suasana tidak tenang."
"Tapi di sini tidak ada restoran besar yang menjual makanan
enak."
"Kalau kau ingin makanan enak, biar-aku carikan, Siocia."
"Lam-ko, mengapa berkeras? Aku hendak pindah ke kota, apakah
kau tidak mau mengantarku? Kalau tidak mau, biarlah dengan
merayap menggunakan dua tangan aku dapat pergi sendiri'"
Melihat Soan Li bersikap marah, diam-diam Sin Hong menarik
napas paniang. Nona ini benar-benar pemarah sekali, agaknya
segala kehendaknya harus diturut. Dengan sikap apa boleh buat ia
mengangkat kedua pundaknya.
"Baiklah, Nona. Kurang lebih tiga puluh li disebelah barat dusun
ini ada sebuah kota yang cukup besar. Aku akan mengantarkanmu
ke sana. Bila kita berangkat?"
"Sekarang juga!" jawab gadis itu tegas, akan tetapi ia merasa
ketertaluan dan menyambungnya cepat-cepat, "tentu saja kalau kau
tidak keberatan, Lam-ko."
"Tentu tidak, Siocia. Kalau kau menghendaki sekarang, marilah."
Akan tetapi, pada saat itu terdengar suara ribut-rebut di luar
kamar, dan dari suara itu, Soan Li dan Sin Ho maklum bahwa tiga
orang hwesio kelenteng itu sedang bertengkar mulut dengan
beberapa orang.
Kemudian terdengar hwesio-hwesio itu berteriak kesakitan dan
lari cerai berai diikuti dengan tindakan kaki beberapa orang yang
memasuki kelenteng dan langsung menuju ke kamar Soon Li. Sin
Hong cepat menengok dan ia melihat tiga orang pengemis datang di
tempat itu. Tadinya ia merasa terheran karena mengira bahwa
anggauta-anggauta Hek-kin-kaipang yang datang, akan tetapi ketika
ia melirik ke arah ikat pinggang mereka yang berwarna putih,
tahulah ia bahwa yang datang ini adalah pengemis dari golongan
lain.
455
"Lam-ko, apakah yang terjadi di luar?" tanya Soan Li sambil
menjulurka kepala hendak melongok keluar.
"Entah, Siocia. Ada tiga orang pengemis aneh datang menuju ke
kamar ini.”
“Agaknya para Suhu telah mereka paksa dan pukul, dan mereka
masuk dengan kekerasan."
"Hm, kau minggirlah, Lam-ko. Biar aku sendiri menghadapi
mereka. Eh, tolong kau ambilkan nasi dan sayur daging di meja itu,
perutku lapar sekali."
Diam-diam Sin Hong merasa geli dan kagum. Nona ini belum
tahu siapa yang datang dan belum tahu pula sampai dimana
kelihatan lawan, akan tetapi ia hendak menyambut kedatangan tiga
orang pengemis itu sambil makan! Akan tetapi, kemudian ia kagum
kalau teringat bahwa gadis itu kedua kakinya belum dapat
digerakkan sehingga sukar untuk menghadapi mereka dengan ilmu
silat, maka sudah tentu mangkok terisi nasi dan sayur berikut
sepasang sumpit itu sengaja diminta oleh Soan Li untuk
dipergunakan sebagai senjata! Ia cepat mengambilkan mangkok
nasi dan sumpit yang diterima oleh Soan Li dengan senyum.
Pada saat Sin Hong melangkah minggir menjauhkan diri dari
pintu, terdengar suara tindakan kaki yang berat. Tak lama kemudian
muncullah tiga orang pengemis setengah tua di ambang pintu
kamar itu. Pengemis yang tengah ternyata datang sambil
memanggul sebuah patung batu besar. Patung ini adalah patung
barongsai yang tadinya berada di ruang tengah dari kelenteng itu,
sebuah barang kuno yang amat berat karena terbuat dan pada batu
hitam. Dengan mengangkat dan memanggulnya sehingga tindakan
kakinya menjadi berat, tanpa terlihat sukar sama sekali
membuktikan bahwa pengemis ini memiliki tenaga yang besar.
Ketika melihat Soan Li duduk di atas pembaringan sambil makan
nasi dengan sepasang sumpit digerakkan ke mulut, pengemis itu
menurunkan patung itu. Ternyata bahwa ia telah membanting
patung itu ke atas lantai disertai tenaga hebat sehingga barangbarang
yang berada di dalam kamar itu terpental ke atas. Bukan
hanya barang-barang bahkan Sin Hong yang berdiri di dekat
456
pembaringan, juga, ikut terlempar ke atas sehingga pemuda ini
mengeluarkan seruan kaget. Akan tetapi, ketika pengemis itu
tertawa bergelak, ia melirik ke arah pembaringan yang diduduki oleh
Soan . Seketika itu juga suara ketawanya berhenti dan wajahnya
berubah. Tidak saja gadis ini seakan-akan tidak merasa sesuatu,
bahkan empat kaki pembaringannya telah amblas ke dalam lantai!
Memang amat mengherankan. Getaran bantingan patung batu yang
amat berat itu telah membuat barang-barang lain terpental ke atas,
akan tetapi pembaringan yang diduduki oleh Nona itu sebaliknya
telah amblas ke bawah, ini sudah membuktikan bahwa Gak Soan Li
memiliki tenaga lweekang yang amat mengagumkan. Tentu saja
akan lebih mengagumkan lagi kalau pengemis-pengemis tahu
bahwa gadis itu telah lumpuh kedua kakinya.
"Pengemis busuk, apa perlunya kalian datang mengganggu aku
makan?" bentak Soan Li menunda makannya sambil memandang
dengan sepasang mata bersinar-mar. "Apakah hendak mengemis
makanan?”
"Aha, Lihiap benar-benar hebat," pengemis yang tadi memanggul
patung berkata dengan senyum sindir, "tidak salah apa yang
dikatakan oleh Giok Seng Cu Locianpwe bahwa murid Hwa I
Enghiong benar-benar tangguh sekali. Tidak salah pula kata-katamu
tadi bahwa kami datang hendak mengemis makanan, yakni kalau
saja Lihiap ada makanan enak. Ha, ha!"
Orang-orang kang-ouw memang sering kali mempergunakan
kata-kata dan kalimat atau istilah yang aneh-aneh Mengemis
makanan bisa diartikan minta petunjuk dalam ilmu silat, yakni
maksudnya mencoba kepandaian tinggi. Dengan kata-kata lain
pengemis itu menantang Soan Li untuk mencoba kepandaian kalau
saja gadis itu memiliki kepandaian tinggi! Benar-benar ucapan yang
tidak saja mengandung tantangan akan tetapi juga ejekan.
"Hem, kalau kalian benar-benar sudah lapar sekali, nah,
terimalah ini dan makanlah!" Sambil berkata demikian, kedua
tangan gadis itu bergerak cepat sekali dan secara bertubi-tubi.
Gerakan ini disusul oleh berteriaknya tiga orang pengemis itu yang
bergulingan jatuh kemudian merayap bangun dan lari sipat kuping
tanpa berani menengok lagi! Apakah yang terjadi? Gerakan kedua
457
tangan Soan Li tadi mengakibatkan menyambarnya butiran-butiran
nasi yang cepat sekali menyambar muka tiga orang itu. Biarpun
hanya nasi, akan tetapi karena dilempar oleh tangan yang
mengandung tenaga sinkang tinggi, kalau mengenai kulit, nasi-nasi
itu sama dengan pelor-pelor besi. Nasi-nasi ini disusul
menyambarnya sayur kemudian sepasang sumpit menyambar ke
arah dua orang pengemis di kanan kiri dan mangkok menyambar ke
arah pengemis di tengah-tengah Akibatnya memang hebat.
Pengemis-pengemis itu selain dihajar oleh nasi dan sayur yang
mendatangkan rasa perih dan pedas di kulit muka, juga masih
terkena hajaran sepasang sumpit yang mengenai jalan darah di
pundak kedua pengemis, sedangkan mangkok itu dengan tepat
memukul dada pengemis yang di tengah-tengah. Pengemis ini
tadinya hendak mengerahkan tenaga dan menerima dengan
dadanya, akan tetapi ia kecele. Dadanya serasa terkena pukulan
yang ribuan kati beratnya, membuat ia terhuyung-huyung dan
dengan ketakutan ia lalu melarikan diri diikuti oleh dua orang
kawannya.
"Benar-benar mereka sudah kelaparan sekali. Begitu mendapat
nasi dan sayur mereka berebut dan melarikan diri," kata Sin Hong,
diam-diam ia memuji kepandaian Nona Gak ini.
Soan ia menoleh kepada Sin Hong "Lam-ko, kau tidak tahu.
Mereka itu mungkin sekali anak buah dari Giok Seng Cu yang
disuruh menyelidiki keadaanku. Kau tidak tahu bahwa mereka itu
biarpun tidak usah dikhawatirkan karena kepandaian mereka tidak
berapa hebat akan tetapi kedatangan mereka menjadi tanda bahwa
Giok Seng Cu tidak pergi jauh. Kalau Giok Seng Cu yang keluar dan
turun tangan sendiri, kiranya aku dan kau pada saat ini tidak dapat
bercakap-cakap lagi dan barangkali sudah menjadi mayat."
Sin Hong memperlihatkan wajah kaget dan takut.
"Kaumaksudkan kakek yang buruk rupa itu, Gak-siocia? Aduh, habis
bagaimana baiknya?" Ia memang ingin sekali mengetahui apa yang
hendak dilakukan oleh gadis ini selanjutnya.
Soan Li menarik napas panjang. "Bagaimana baiknya? Hm, kalau
dia turun tangan, apa boleh buat, aku akan melawannya dengan
458
sekuat tenagaku. Aku takkan menyerah sebelum mati, apa lagi...
aku dekat dengan engkau, Lam-ko, aku tidak takut mati."
Kini hati Sin Hong berdebar aneh. ia mulai dapat merasa akan
sikap gadis ini terhadapnya, dan hal ini membuatnya malu dan tidak
enak hati.
"Kalau dekat dengan aku mengapakah? Apakah yang dapat
kulakukan aku seorang lemah ini? Kalau kau sendiri tidak dapat
mengalahkannya, apalagi aku?"
"Bodoh, kau pandai mengobati. Kalau Giok Seng Cu muncul dan
ada beberapa tulang-tulangku patah lagi, aku takut apakah? Kau
pasti akan dapat menyembuhkannya."
"Kalau aku dia pukul mampus, bagai mana aku dapat merawat
luka-lukamu Nona'"
"Kalau kau dipukul mati, tentu aku pun mati. Mati berkawan
seorang yang balk hati seperti engkau tidak mendatangkan
penasaran hati, Lam-ko." Setelah berkata demikian, dengan kedua
tangan menekan pembaringan, tahu-tahu tubuh Soan Li telah
melayang ke arah pundak Sin Hong. "Awas, Lam-ko, sediakan
pundak kananmu!"
Sin Hong memasang pundaknya dan tahu-tahu nona itu telah
duduk di atas pundaknya di sebelah kanan, tangan kiri nona itu
menekan pundak kirinya seperti merangkul leher.
"Tidak berat, Lam-ko?"
"Tidak sama sekali. Heran benar kau seperti tidak ada lima kati
badanmu Nona," kata Sin Hong. Tentu saja pemuda ini tahu bahwa
Soan Li menggerakkan ginkangnya, maka sengaja ia memuji agar
disangka ia tidak mengerti sama sekali akan hal itu.
Maka berangkatlah dua orang itu meninggalkan kelenteng
menuju ke barat. Sin Hong tidak berani mempergunakan ilmu berlari
cepat, akan tetapi ia juga segan untuk berjalan terlalu lambat. Maka
ia lalu berjalan dengan langkah tegap dan lebar.
"Lam-ko, kau kuat sekali!" Soan Li memuji.
459
"Sebagai seorang gunung, aku sudah biasa berjalan kaki dan
berlari, Nona. Kadang-kadang aku harus melalui puluhan li dengan
pikulan berisi hasil bumi yang beratnya hampir seratus kati. Oleh
karena itu, memanggulmu bukan beban yang berat bagiku, beratmu
paling banyak beberapa belas kati saja."
"Orang gila, masa ada orang beratnya hanya belasan kati' Kalau
aku mau, aku lebih berat daripada pikulanmu yang ratusan kati itu'"
Sin Hong merasa khawatir kalau-kalau nona ini benar-benar
membuktikan ancamannya. Kalau Soan Li mengerahkan tenaga dan
memberatkan tubuhnya, kedudukannya tentu serba sulit. Tentu saja
ia takkan merasa berat dan betapapun juga, akan sanggup
memanggul tubuh Soan Li, akan tetapi kalau ia lakukan hal ini,
berarti ia membuka rahasianya sendiri. Kalau gadis itu memberatkan
tubuh, ia terpaksa harus "tidak kuat" dan hal ini akan membuat ia
dan gadis itu roboh terpelanting.
"Jangan, Nona. Jangan main-main, kita bisa jatuh' Eh, lihat,
bukankah ada orang-orang datang dan depan itu?" katanya untuk
mengalihkan perhatian Soan Li.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XVII
GADIS itu memandang ke depan dan terheran. Benar saja, dari
jauh datang lima orang penunggang kuda. Bagai-mana pemuda ini
bisa tahu akan kedatangan mereka itu? Kalau dia sendiri telah
memiliki sepasang mata terlatih dan juga ia duduk di pundak itu
sehingga ia menjadi lebih tinggi. Akan tetapi bagaimana pemuda ini
bisa mengetahui dulu akan kedatangan lima orang itu
"Eh, benar ada lima orang penunggang kuda datang dari depan.
Akan tetapi bagaimana kau bisa tahu, Lam-ko?"
Memang sebetulnya, tadi Sin Hong bukan secara kebetulan saja
menyatakan bahwa ada orang datang dari depan. Memang pemuda
ini telah memiliki penglihatan dan pendengaran yang lebih tajam
daripada Soan Li, maka sebelum gadis itu melihat atau mendengar,
ia lebih dulu telah mendengar derap kaki kuda dan melihat
460
bayangan lima titik depan. Kini ia terkejut dan menyesal sekali.
Otaknya yang cerdik diputar dan sebentar saja sambil tersenyum ia
sudah menjawab senang.
"Mudah saja, Gak-siocia. Dan jauh mereka memang tidak tampak
olehku akan tetapi debu yang mengepul itu sudah kelihatan dari
jauh. Debu yang mengepul di atas jalan raya, sudah pasti
disebabkan oleh orang bukan oleh kerbau."
Soan Li tersenyum. Mengapa ia begitu bodoh? Memang alasan ini
kuat sekali Di belakang lima ekor kuda itu memang debu mengepul
tinggi sehingga mudah di lihat dari jauh.
"Kau memang pandai, Lam-ko."
"Bukan pandai, hanya sudah biasa dengan kehidupan di tempat
sunyi, Nona.”
Sementara itu, lima orang penunggang kuda itu sudah tiba dekat
dan mereka itu ternyata lima orang laki-laki. Han Sin Hong berdebar
ketika inelihat bahwa dua orang di:antara mereka adalah dua orang
pengemis yang pundaknya terkena totokan sepasang sumpit yang
dilemparkan oleh Soan Li di kelenteng tadi pagi. Hmm, agaknya
akan terjadi hal-hal tidak enak, pikirnya. Apalagi kalau ia lihat tiga
orang lainnya yang kelihatannya bukan orang sembarangan. Yang
dua orang adalah orang-orang setengah tua dengan pakaian
piauwsu (pengawal barang kiriman), dan mereka ini kelihatan
sebagai ahli-ahli lweekeh karena sepasang mata kedua orang ini
berkilat-kilat dan berpengaruh. Akan tetapi yang lebih
niengkhatirkan hati Sin Hong adalah orang ketiga yakni seorang
gundul yang seperti hwesio, akan tetapi mukanya memperlihatkan
sifat jahat, sama sekali tidak patut seorang pertapa, apalagi
tubuhnya tinggi besar dan nampakm ia kuat bukan main,
sungguhpun usianya sudah amat tua.
Lima orang itu menghentikan kuda mereka dan dua orang yang
berpakaian seperti piauwsu itu tertawa bergelak ketika melihat Sin
Hong dan Soan Li. Telunjuk mereka menuding ke arah Sin Hong dan
mereka tertawa geli sampai memegang perut.
461
"Eh, kalian ini kenapa tertawa? Apa sih yang lucu?" Sin Hong
menegur karena ia mendongkol sekali. ia dapat menduga bahwa
tentu dia yang ditertawai karena dia memanggul tubuh Gak Soan Li
"Ayaa..!" seorang di antara dua piauwsu itu berpura-pura kaget
untuk melawak, "Kiranya kuda berkaki dua ini masih pandai bicara
segala! He, kuda kaki dua, kau setiap hari makan rumput
ataukah...?"
Baru saja ia bicara sampai di sini, piauwsu ini melompat kaget
dari kudanya yang meringkik dan mengangkat kedua kaki depan,
lalu meronta-ronta dan hendak minggat. Akan tetapi, sekali
menepuk pundak kuda itu dengan tangannya, piauwsu tadi dapat
membuat kuda itu tidak berdaya dan lemas! Kemudian piauwsu ini
dengan muka berubah mencabut sebatang jarum halus dari leher
kudanya dan memandang ke arah Soan Li dengan muka merah.
Memang, ketika tadi ia mengganggu Sin Hong, Soan Li marah sekali
dan sekali tangan kirinya bergerak, dua batang jarum menyambar
ke arah depan, yang sebatang menyambar muka piauwsu yang baru
bicara mengejek Sin Hong, sedangkan jarum ke dua menyambar
leher kudanya.
Piouwsu tadi memang lihai. ia dapat mendengar datangnya jarum
dan dapat cepat mengelak akan tetapi kudanya menjadi korban.
Baiknya ia memang berkepandaian tinggi sehingga ia dapat
membikin kudanya tak berdaya sebelum kuda itu melarikan diri dan
dapat mencabut jarum yang menancap di leher kudanya.
Melihat ini, diam-diam Soan Li mengeluh. Ia menghadapi lawan
yang tangguh. Tentu saja ia tidak akan gentar menghadapi mereka
ini kalau kedua kakinya dapat digerakkan. Akan tetapi dengan
duduk di atas pundak Gong Lam, ia dapat berbuat apakah?
"Inikah murid Hwa I Enghiong yang kalian maksudkan?" tanya
piauwsu kedua yang lebih tua kepada dua orang pengemis di
sampingnya. Dua orang pengemis itu mengangguk. Piauwsu itu lalu
mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Soan Li.
"Benar-benar murid Hwa I Enghiong hebat sekali. Tidak saja
kepandaiannya tinggi, akan tetapi juga memilikt keberanian yang
luar biasa pula. Sayangnva. kepandaian yang tinggi itu
462
dipergunakan untuk menghina dan merendahkan orang lain.
Sampai-sampai memaksa seorang pemuda tampan menjadi
kudanya. Ilmu ... memalukan benar!"
"Hei tutup mulutmu. kau kambing busuk! Aku memanggul Nona
ini atas kehendakku sendiri, secara suka rela sama sekali tidak
dipaksa! Juga aku bukan kuda, kau tahu? Enak saja kau bicara!" Sin
Hong memaki-maki marah sambil tangannya menuding-nuding ke
arah piauwsu itu yang memang memiliki jenggot panjang meruncing
seperti jenggot kambing. Pada saat itu, Soan Li juga sudah
menggerakkan tangannya mengirim tiga batang jarum ke arah
piauwsu itu. Piauwsu itu dengan senyum mengejek mengibaskan
lengan bajunya untuk menyampok runtuh tiga batang jarum tadi.
Akan tetapi tiba-tiba ia menjerit dan lengannya yang dipergunakan
menyampok jarum-jarum tadi berdarah! Ketika ia melihat ternyata
bahwa dua batang di antara jarum-jarum itu biarpun menancap
pada kulit lengannya, biarpun tidak begitu dalam, lengannya
berdarah dan perih. I benar-benar merasa heran karena tadi ia
sudah mempergunakan tenaga lweekang untuk menyampok jarumjurum
itu, mengapa tiba-tiba tenaganya lenyap sebagian besar
sehingga jarum-jarum itu masih mengenai lengannya?
Tentu saja tak seorang pun menduga bahwa ini adalah
disebabkan oleh kedua telunjuk tangan Sin Hong yang digerakgerakkan
menuding ke arah piauwsu itu ketika ia memaki-maki. Dari
telunjuknya keluar hawa sinkang yang secara aneh telah dapat
memukul piauwsu itu sehingga ketika piauwsu itu mengibaskan
lengannya, tenaga lweekangnya lenyap terpukul oleh sinkang dari
kedua telunjuk Sin Hong yang digerakkan! Bagi piauwsu itu, tentu
mengira bahwa Soan Li memang memiliki kepandaian yang amat
tinggi, maka ia tidak berani banyak cakap dan mukanya berubah.
Sebaliknya Soan Li mengira bahwa piauwsu ini kepandaiannya
tidak berapa hebat. Ia lalu berkata dengan suara nyaring,
"Aku Gak Soan Li selama hidupku belum pernah bertemu dengan
kalian, mengapa kalian mengambil sikap bermusuhan? Memang
betul bahwa aku adalah murid Suhu Go Ciang Le, habis kalian mau
apakah?"
463
Dua orang pengemis itu sudah tahu akan kepandaian Soan Li,
maka mereka tidak berani banyak bicara. Adapun dua orang
piauwsu itu kini berpaling kepada hwesio tinggi besar tadi, seakan
akan minta keputusan. Hwesio tinggi besar itu membuka mulut dan
suaranya terdengar seperti desis ular ketika ia berkata,
"Kalian turun tangan dan coba tangkap dia!"
"Baik, Suhu!" Dua orang piauwsu itu berkata girang, lalu
keduanya melompat turun dari kudanya dan bersama piauwsu
pertama melangkah maju menghadapi Soan l.i yang masih duduk di
pundak Sin Hong.
"Nona Gak yang baik, kami adalah Po An Ci-heng-te (Kakak
Beradik she Ci dari Po An) yang menjadi piauwsu di Po An.
Tentunya kau sudah pernah mendengar nama kami berdua...."
"Eh, eh, kalian ini mau jual obat atau mau main wayang? Mau
bicara lekas bicara ada keperluan apa pakai memperkenalkan nama
segala! Mana Nona Gak mengenaI manusia-manusia seperti kalian?"
Sin Hong membentak marah. ia merasa sebal sekali melihat lagak
dua orang piauwsu yang sombong itu. Soan Li menekan pundaknya
memberi tanda agar pemuda ini jangan naik darah karena gadis itu
tidak berani bersikap sembrono. Ia maklum bahwa kalau dua orang
muridnya saja sudah setangguh ini, apalagi hwesio tinggi besar itu,
tentu memiliki kepandaian tinggi sekali.
"Kahan mau apakah?" tanyanya.
"Kau sudah mendengar sendiri bahwa Suhu menyuruh kami
menawanmu, Nona. Kami merasa sayang untuk membikin kau lelah,
juga tidak tega membiarkan kau terluka. Oleh karena itu lebih baik
Nona menyerah saja tanpa perlawanan dan menurut saja kami
tawan untuk memenuhi perintah Suhu."
"Manusia-manusia rendah, siapa sudi mendengar omonganmu?"
bentak Soa Li dan kembali kedua tangannya bergerak. Empat
batang jarum yang sudah disiapkan menyambar ke arah dua orang
piauwsu itu. Akan tetapi kini kedua Ciheng-te itu sudah siap sedia,
maka dengan mudah mereka dapat mengelak.
464
"Gadis keji, kau memang tidak patut dikasihani!" seru dua orang
piauwsu itu yang mulai mendesak maju dengan sikap mengancam
sekali.
"Lam-ko, ulur kedua lenganmu, biar, aku duduk di atas kedua
lenganmu untuk melawan mereka!" kata Soan Li cepat.
Sin Hong maklum akan maksud gadis itu dan ia kagum atas
ketabahan hati Soan Li. Segera ia melonjorkan kedua lengannya ke
depan dengan kedua siku mepet pinggang. Soan Li lalu bergerak
dan tubuhnya meluncur turun dari pundak ke atas lengan itu. ia
duduk di atas kedua lengan Sin Hong seperti orang duduk di atas
kursi. Tentu saja ia mempergunakan ginkangnya sebaik mungkin
agar tubuhnya tidak terlalu memberatkan pemuda yang
menyangganya. Diam-diam Sin Hong mengeluh. Kalau Soan Li
terlalu mengerahkan tenaga untuk meringankan tubuh, tentu ia
kurang kuat menghadapi lawan-lawannya. Bagi dia tentu saja tidak
terasa berat, biarpun andaikata ditambah lagi dengan lima orang
Soan Li menindih kedua lengannya.
Di lain pihak, Ci Kong dan Ci Kwan, dua kakak beradik dari Po An
itu, memandang heran dan ragu-ragu untuk turun tangan. Apakah
gadis ini main-main ataukah memang sudah gila? Mana ada orang
berkelahi dengan cara macam itu?
"Nona, jangan kau main gila. Turunlah, mari kita bertempur
sampai seribu jurus!" kata Ci Kwan.
Tangan Soan Li bergerak dan pedangnya sudah berada di tangan
kanan.
"Tikus sawah, kalau kalian ada kepandiaan, majulah jangan
banyak cerewet,” jawab Soan Li.
Ci Kong dan Ci Kwan marah sekali. Mereka merasa dipandang
rendah oleh gadis ini. Dengan garang mereka lalu mencabut senjata
mereka, yakni sebatang golok besar yang tergantung di pinggang.
"Kwan-te (Adik Kwan), kautusuk mampus kuda kaki dua itu, biar
aku yang menawan Nona ini!" kata Ci Kong kepada adiknya.
Kemudian mereka serentak maju menyerang. Ci Kwan
menggunakan goloknya untuk menyerang lambung Sin Hong dan
465
samping, sedangkan Ci Kong mengerahkan tenaga membacok leher
Soan Li untuk mencegah gadis ini melindungi pemuda yang
menyangganya.
Serangan ini hebat. Soan Li maklum bahwa untuk dapat
menghindarkan dua serangan ini, harus digunakan gerak tipu Hiupo-
liu-hong (Pancuran Air Dilngkungi Pelangi). Tentu saja ia dapat
menggerakkan pedangnya melakukan gerakan ini, akan tetapi
bagaimana ia harus menggerakkan tubuhnya? Setelah duduk di atas
kedua lengan Sin Hong sekarang ia tidak leluasa bergerak, boleh
dibilang tubuh dan kedua kakinya telah dikuasai oleh pemuda yang
menyanggahnya. Akan tetapi tiba-tiba ia menjadi girang dan juga
terkejut heran karena pemuda yang menyangganya itu, yang
agaknya ketakutan melihat golok menyambar-nyambar telah
melangkah ke kiri dan tepat sekali ialah melakukan gerak kaki yang
cocok betul dengan jurus Hia-po-liu-hong! Soan Li telah
menggerakkan pedangnya dan terdengar dua kali suara nyaring
ketika pedangnya menangkis serangan dua golok itu.
Ci Kong dan Ci Kwan terkejut sekali. hampir saja senjata mereka
terlepas dari pegangan, demikian kuat tangan gadis itu. Mereka
merasa heran sekali bagaimana serangan dari dua jurusan dapat
ditangkis sekaligus oleh Soan Li. Akan tetapi mereka tidak diberi
kesempatan untuk memkirkan hal ini. Kini pedang Soan Li sudah
berkelebat menyambar ke arah mereka. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Soan Li ketika Sin Hong mengajukan kaki ke
depan dan gerakan Sin Hong tepat sekali bagi Soan Li untuk
menyerang dengan gerak tipu Sianli-kai-in (Dewi Membuka Mega).
Demikian cepat gerakan pedang di tangan So Li sehingga biarpun Ci
Kong dapat mengelak, namun Ci Kwan yang menggunakan golok
menangkis, tiba-tiba berseru kesakitan, goloknya terlepas dari
pegangan dan tiga jari tangannya terbabat putus! Memang gerak
tipu yang dimainkan oleh Soan Li ini berbahaya sekali, sebuah jurus
silat dari Ilmu Pedang Pak-kek Kiam-hoat yang lihai. Pedang di
tangannya ketika bertemu dengan golok yang menangkis, bukan
terpental kembali, melainkan meluncur di sepanjang batang golok
lawan yang memegang gagang golok. Akan tetapi ketika Soan Li
hendak maju untuk mengirim serangan maut kepada Ci Kwan, tibatiba
Sin Hong melangkah ke jurusan lain! Soan Li merasa kecewa
466
sekali, akan tetapi ia tak dapat menyesal, karena bukankah Sin
Hong memang tidak mengerti ilmu silat? Kalau tadi pemuda itu
melangkah ke jurusan yang tepat seperti yang ia kehendaki, adalah
kebetulan saja.
"Ke kanan dua langkah!" Soan Li berkata lirih kepada Sin Hong.
Pemuda tadinya sengaja melangkah ke lain jurusun oleh karena
memang ia tidak suka melihat gadis itu menurunkan tangan maut
kepada Ci Kwan. Sekarang, setelah Ci Kwan melompat mundur ke
dekat hwesio tinggi besar itu, barulah ia menurut perintah Soan Li
dan melangkah ke kanan dua kali. Ci Kong menyambutnya dengnan
sambaran golok. Ia marah sekali karena adiknva telah terluka pada
gebrakan pertama dan ingin membalas dendam, maka serangan
goloknya bertubi-tubi dan cepat sekali datangnya. Namun ia
memang bukan tandingan Soan Li. Ke mana saja goloknya
menyambar, selalu senjata ini terpental kembali.
Soan Lt terus berkali-kali memberi aba-aba kepada Sin Hong
untuk mengatur gerakan tubuh seperti melangkah kekiri,
merendahkan tubuh, mirmgkan tubuh dan lain lain. Biarpun
gerakannya kelihatan kaku, namun anehnya selalu Soan Li nendapat
kedudukan yang menguntungkan dalam pertandingan menghadapi
Ci Kong sehingga dalam jurus ke lima belas ia sudah berhasil
menusuk dan melukai pundak Ci Kong. Ci Kong penasaran dan
marah sekali, akan tetapi tiba-tiba hwesto tinggi besar itu
membentak, "Ci Kong mundur kau!"
Bentakan yang mengguntur ini membuat Soan Li dan Sin Hong
terkejut. Dalam bentakan ini terkandung tenaga khi-kang yang
besar sekali, tanda bahwa hwesio itu benar-benar bukan seorang
yang boleh dipandang ringan.
"Hwesio tua bangka, kau seorang pendeta apakah tidak malu
menghina seorang gadis muda! Tidak malukah kau melawan
seorang yang jauh lebih muda dari padamu? Kalau mau mencari
lawan carilah bangsa siluman dan pertapa, jangan mengganggu
Nona Gak!" Sin Hong mendamprat marah.
Soan Li merasa senang melihat sikap pemuda ini, akan tetapi
gadis ini adalah murid dari Go Ciang Le dan ia memiliki watak yang
keras. Ia merasa malu karena ucapan Sin Hong tadi seakan-akan
467
menyatakan bahwa dia takut menghadapi hwesio ini, maka ia cepat
berkata,
"Lam-ko, biarlah. Kalau dia berkeras hendak maju aku pun tidak
takut!" Mendengar ini, diam-diam Sin Hong mengeIuh. Kulau saja
kedua kaki Soan Li tidak lumpuh, kiranya ia masih percaya gadis itu
akan dapat melawan hwesio ini. Akan tetapi dengan duduk di atas
kedua lengannya, bagaimana Soan Li dapat melawan dengan baik?
Kalau ia terlalu membantu berarti membuka rahasianya sendiri,
maka ia menjadi serba salah.
"Hm, begitukah? Biarpun begitu, kalau hwesio raksasa gundul ini
hendak menggunakan senjata, benar-benar ia seorang yang tak
tahu malu sama sekali. Ia lebih tua, lebih besar, lebih tinggi,
pendeknya lebih kuat. Sedangkan Gak-siocia hanya duduk dan
membela diri mana bisa disebut adil?"
Hwesto itu tertawa bergelak. "Ha, ha, ha, bocah ini dahulu tentu
seekor kuda yang setia, sehingga sekarang setelah menjelma
menjadi manusia, sifatnya masih sama. Kau beruntung sekali
mendapatkan seekor kuda kaki dua seperti dia, Nona. Biarlah
pinceng tidak akan mengeluarkan senjata dan akan menggunakan
kedua tangan untuk menangkapmu dan melempar pergi kuda kaki
dua ini.”
Sin Hong sudah merasa girang mendengar ini. Kalau hwesio ini
tidak bersenjata, kiranya pedang di tangan Soan Li masih akan
dapat menguasainya. Akan tetapi, tak disangkanya bahwa Soan Li
selain memiliki watak yang keras, juga mempunyai sifat kegagahan
dan pantang mundur, lagi tak mengenal takut. Melihat hwesio itu
hendak maju dengan tangan kosong, ia merasa dipandang rendah
sekali, maka ia pun cepat menyarungkan pedangnya sambil berkata,
"Lo-suhu, kau memiliki dua lengan apakah aku tidak? Kau pandai
bersilat tangan kosong aku pun bisa. Majulah!”
Hwesio itu tertawa lagi dan sambil berseru keras ia memukul
dengan kepalan tangannya yang besar, meninju ke arah kepala Sin
Hong! Melihat hebatnya pukulan yang bersembunyi di balik kepalan
tangan itu tidak kalah banyak oleh tenaga pukulan Tin-san-kang dari
468
Giok Seng Cu! Ia tahu bahwa kalau Soan Li menangkis, lengan gadis
itu akan terluka.
Di lain pihak Soan Li sendiri pun kaget dan tahu bahwa lawannya
ini benar-benar memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi melihat
hwesio itu memukul pala Sin Hong, ia tidak rela membiarkan begitu
saja. Ia tahu bahwa pemuda yang menyangganya tentu tak dapat
mengelak dari pukulan itu, maka dengan nekat ia mengangkat
tangan kanan menangkis pukulan hwesio itu.
"Plak...!" Tubuh Soan Li di atas kedua lengan Sin Hong
bergoyang-goyang seperti setangkai bunga tertiup angin. Akan
tetapi yang aneh dan luar biasa sekali, tubuh hwesio tinggi besar itu
terlempar dan terjengkang sampai tiga tombak lebih jauhnya! Soan
Li tersenyum dingin menganggap bahwa hwesio itu ternyata hanya
nampaknya saja gagah, akan tetapi tenaganya ternyata tidak sangat
besar seperti yang ia khawatirkan tadi. Sebaliknya, hwesio tinggi
besar itu berdiri dengan kedua mata terbelalak heran juga gentar
melihat Soan Li. Baru menangkisnya sambil duduk saja, gadis telah
berhasil membuatnya terlempar dan terjungkal! Hwesio itu bergidik
dan berkata kepada empat orang kawannya.
"Mari kita pergi!"
Ia melompat ke atas kudanya dan membalapkan kuda itu, diikuti
oleh empat orang kawannya yang mcnjadi kecewa sekali.
Diam-diam Sin Hong merasa lega bahwa hwesio tadi telah dapat
dibikin takut oleh akalnya. Ketika tadi Soan Li menangkis lengan
hwesio itu diam-dia Sin Hong mengerahkan tenaganya ke dalam
sebuah lengan yang ia tempelkan di pinggang Soan Li. Maka ketika
kedua lengan bertemu, hwesao itu merasa betapa kuat tenaga
lweekang yang keluar dari lengan gadis itu, akan tetapi ia tak kan
terlempar begitu jauh kalau saja tiba-tiba ia tidak terdorong oleh
hawa pukulan dari bawah. Ini pun pekerjaan Sin Hong yang tanpa
diketahui oleh yang lain, tangan kanannya melakukan gerakan
mendorong dari bawah tubuh Soan Li ke arah perut hwesio itu!
"Ha, hwesio siluman, mana bisa melawan Gak-siocia yang gagah
perkasa?" kata Sin Hong sambil mentertawakan hwesio itu dan
empat orang kawannya yang membalapkan kuda melarikan diri.
469
"Lam-ko kauturunkan aku di bawah pohon sana itu." kata Soan
Li.
"Eh, kenapa, Nona?" Banyak orang jahat di sini, bukankah kita
lebih baik lekas-lekas pergi ke kota?"
"Tidak, kauturunkanlah aku." desak Soan Li.
Sin Hong tak dapat membantah pula, namun ia ingin tahu
mengapa tiba-tiba gadis ini minta beristirahat. Lelahkah dia?
Ataukah terluka ketika bertempur tadi?
Setelah Soan Li diturunkan dan duduk di atas tanah yang ditilami
daun-daun kering dan rumput, gadis itu memandang mesra
kepadanya dan berkata, "Aku minta beristirahat karena kau tentu
lelah sekali, Lam-ko. Kalau sudah hilang lelahmu barulah kita akan
melanjutkan perjalanan."
"Aku? Lelah? Ah, menyindir, Gak Siocia patutnya kaulah yang
lelah, kau baru saja menghadapi pertempuran mati-matian."
Sin Hong merasa jantungnya berhenti berdetik. Celaka, gadis ini
agaknya sudah tahu akan rahasianya, pikirnya. Maka hanya dapat
menoleh dan menatap wajah gadis itu tanpa menjawab.
Soan Li tersenyum. "Lam-ko, apa artinya semua perlawananku
tanpa menggerakkan tubuh dan kaki? Kedua tanganku yang
bekerja, akan tetapi yang bergerak adalah tubuh dan kakimu.
Kaulah yang menentukan kemenangan tadi!"
Sin Hong menghela napas lega. wajahnva berseri. Hal ini
dianggap oleh Soan Li bahwa pemuda itu puas dan bangga
mendapat pujiannya.
"Kau memang cerdik sekali, Lam-ko. Kalau saja kau tidak dapat
mengikuti kehendakku dan kau sampai salah melangkahkan kaki
pada saat berbahaya tentu kita berdua sudah menjadi korban
pukulan lawan.”
Pada saat Sin Hong kurang memperhatikan kata-kata Soan Li
karena ia tengah bengong dan memandang ke langit. Soan Li
mengerutkan kening mengira pemuda itu tidak mengacuhkannya.
Akan tetapi ketika ia ikut pula memandang ke atas, melihat seekor
470
burung rajawali yang amat besar sedang terbang di atas dengan
amat megahnya.
"Burung rajawali..!" kata Soon Li kagum.
Sin Hong sudah melompat dan berlari ke arah burung itu
terbang.
"Eh, Lam-ko, kau hendak ke mana...??" Soan Li bertanya kaget.
"Tunggu sebentar di situ, Siocia. Burung itu indah dan besar, aku
ingin melihatnya dari dekat!" jawab Sin Hong sambil berlari terus.
Setelah menghilang di jalan tikungan, pemuda ini lalu mengerahkan
ginkang dan berlari seperti terbang cepatnya.
"Lam-ko...!" Ia mendengar panggilan Soan Li, akan tetapi tidak
mempedulikannya. Panggilan itu berulang sampai beberapa kali,
dan berakhir dengan seruan memanjang dan mengerikan, "Lam
koooo'" Akan tetapi sayang, pada saat seruan ini menggema, Sin
Hong sudah terlalu jauh untuk dapat mendengar seruan
Sin Hong meninggalkan Soan Li bukan tidak ada sebabnya.
Ketika ia melihat burung rajawali tadi, segera mengenal burung itu
sebagai burung kim-tiauw yang dulu pernah ia tunggangi ke
Hoasan, yakni burung peliharaan dari See-thian Tok-ong Si Raja
Racun. Melihat burung ini terbang ke jurusan Pulau Kim-ke-tho, Sin
Hong menjadi gelisah sekali. Ia tahu bahwa ke mana saja burung itu
pergi, pasti ia menjadi pelopor dari Raja Racun itu. Kalau burung itu
terbang ke arah Pulau Kim-ke-tho dan kelihatan di daerah ini, sudah
hampir dapat dipastikan bahwa kedatangan See-thian Tok-ong di
daerah ini tentu ada hubungannya dengan Hek-kin-kaipang. Selain
perkumpulan pengemis ini, tidak ada hal lain yang akan menarik
hati seorang kang-ouw. Karena ia merasa khawatir kalau-kalau Hekkin-
kaipang diganggu oleh Raja Racun yang keji, dan ia tahu betul
bahwa gihunya dan yang lain takkan dapat menandingi See-thian
Tok-ong seanak isteri, maka ia cepat-cepat menyusul ke Kim-ke-tho
dan meninggalkan Soan Li untuk sementara waktu.
Tentu saja Sin Hong tidak pernah menduga bahwa Soan Li yang
ditinggalkannya itu terancam bahaya hebat. Belum lama setelah ia
pergi, Soan Li yang duduk seorang diri sambil memanggil-manggil
nama Gong Lam atau Sin Hong, tiba-tiba gadis ini melihat
471
datangnya Giok Seng Cu! Tak terasa pula, saking ngeri dan takut
menghadapi kakek yang amat lihai ini, panggilannya kepada "Lam
ko" menjadi makin nyaring dan panjang.
"Ha, ha, ha, ke mana perginya kau punya Koko yang baik, Nona
manis?" Giok Seng Cu tertawa bergelak sambil menghampiri Soan
Li. Gadis ini menggigit bibir dan siap dengan pedangnya, Giok Seng
Cu menubruk maju. Ketika pedang Soan Li menusuk dadanya, kakek
ini menggunakan ujung lengan baju melibat pedang sehingga
pedang itu seakan-akan dicengkeram oleh tangan yang amat kuat.
Mereka saling membetot dan pada saat itu, pukulan Tin-san-kang
yang hebat telah mengenai pundak Soan Li membuat gadis itu
mengeluarkan keluhan panjang dan pingsanlah ia! Sambil terkekehkekeh,
Giok Seng Cu mengempit pinggang gadis itu dan dibawanya
lari dari situ.
Memang setelah ia dikejutkan oleh Sin Hong yang menerima
pukulan Tin-san-kang dengan dada terbuka, Giok Seng Cu melarikan
diri, akan tetapi diam-diam ia mengikuti dan mengintai keadaan
Soan Li dengan amat terheran-heran ia melihat betapa pemuda
aneh dan lihai itu berlaku seperti seorang pemuda tolol, menolong
Soan Li dan mengobatinya. ia pun mendengar pemuda itu dipanggil
"Gong Lam-ko" oleh Soan Li. Diam-diam Giok Seng Cu memutar
otak. Ia merasa sudah pernah melihat pemuda ini, akan tetampi
sikap ketololan dari Sin Hong dan nama Gong Lam membikin Giok
Seng Cu bingung dan ia lupa lagi dimana ia pernah bertemu dengan
pemuda ini. Tentu saja ia sama sekali tidak teringat lagi akan Wan
Sin Hong, bocah yang dahulu telah ia lemparkan ke dalam jurang di
puncak Luliang-san. Betapapun juga di saat Sin Hong dekat dengan
Soan Li. Giok Seng Cu sama sekali tidak berani muncul. Dari hasil
pengintaiannya ia tahu bahwa gadis itu “jatuh cinta" kepada Gong
Lam, dan ia menduga bahwa sebaliknya pemuda itu tentu jatuh hati
pula kepada Soan Li. Laki-laki manakah yang takkan jatuh hati
kepada seorang gadis cantik ini? Apalagi kalau ia ingat betapa
pemuda itu sudah mengobati kedua paha gadis itu!
Ketika ia mengintai dan melihat Soan Li mengalahkan tiga orang
pengemis yang sebetulnya disuruh mengganggu dan sengaja
disuruhnya mencari perkara untuk memancing dan membuka
rahasia pemuda Giok Seng Cu masih belum berhasil mengetahui
472
siapa adanya Sin Hong. Kemudian, ia melihat pula betapa hwesio
tinggi besar itu juga kalah oleh Soan Li berkat bantuan secara
sembunyi oleh pemuda tolol itu. Ia benar-benar kaget sekali. Hwesio
tinggi besar itu bukan lain adalah Be Mau Hoatsu, tokoh besar dari
Tibet yang kepandaiannya tidak di sebelah bawah tingkat
kepandaiannya sendiri. Akan tetapa dalam segebrakan saja dengan
meminjam tangan Soan Li, pemuda itu dapat melemparkannya.
Benar-benar hebat sekali pemuda kecil ini! Karena ia mengintai dan
memperhatikan, mata Giok Seng Cu yang tajam dapat melihat
semua gerakan diam-diam dari Sin Hong dan pada saat itulah
terbuka mata Giok Seng Cu, membuat kakek ini hampir saja
mengeluarkan seruan saking kaget dan herannya.
"Demi iblis!" pikirnya. "Diakah anak itu??"
Giok Seng Cu mengingat-ingat. Tak salah lagi gerak kaki dan
pukulan pemuda itu yang ditujukan kepada Ba Mau Hoatsu, adalah
gerakan dan Ilmu Pak-kek-sin-ciang yang paling sulit dan hebat.
Selain Go Ciang Le, siapa lagi manusia di muka bumi ini yang dapat
melakukan pukulan macam itu? Kalau pemuda ini putera atau murid
Go Ciang Le, tak mungkin Gak Soan Li tidak mengenalnya, karena
Soan Li adalah murid Ciang Le. Akan tetapi, pemuda ini berlaku
ketolol-tololan dan kepandaiannya lebih tinggi daripada Soan Li
bahkan ia sangsikan apakah kepandaian Ciang Le sendiri sampai
meningkat setinggi tingkat kepandaian bocah ini. Akhinya ia teringat
akan bocah yang ia lemparkan ke dalam jurang di puncak
Luliangsan, Ah, ia sekarang ingat. Wajah pemuda ini memang sama
benar dengan wajah bocah yang bernyali besar, yang berada di
puncak Luliang-san, menjaga makam Pak Kek Siansu. Tentu bocah
ini sudah mewarisi kepandaian Pak Kek Siansu, akan tetapi ..
dengan cara bagaimanakah? Apakah ketika dilemparkan ke dalam
jurang, bocah ini tidak mampus?
Giok Seng Cu benar-benar bingung. kemudian ia melihat Ba Mau
Hoatsu dan kawan-kawannya melarikan diri dan melihat pula burung
kim-tiauw terbang lewat, kemudian dikejar oleh Sin Hong.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Giok Seng Cu. Sebuah pikiran
dan akal yang amat baik teringat olehnya. Maka segera ia
menyerang dan menawan Gak Soan Li, lalu dibawanya pergi dengan
cepat sekali.
473
-oo0mch-dewi0oo-
Apa yang dikhawatirkan oleh Sin Hong ternyata terbukti, ketika
pemuda ini tiba di pantai, ia melihat burung kim-tiauw itu telah
meluncur turun di Pulau Kim-ke-tho. Ia cepat melompat ke dalam
sebuah perahu anggauta Hek-kin-kaipang yang banyak
menyediakan perahu di tempat itu.
"Apakah ada seorang tinggi besar gundul muka hitam bersama
seorang nyonya dan seorang pemuda gundul menyeberang ke
pulau?" tanyanya cepat kepada seorang pengemis.
Para pengemis sudah mengenal Sin Hong sebagai putera angkat
Lie Bu Tek. Mereka tidak ada yang tahu bahwa Sin Hong memiliki
kepandaian yang amat tnggi, akan tetapi melihat Lie Bu Tek, maka
anggauta Hek-kin-kaipang menghormatnya.
"Betul, tadi memang mereka menyeberang dan menyewa perahu
dengan bayaran royal sekali," kata seorang di antara mereka.
Tanpa mempedulikan mereka lagi, Sin Hong mendayung
perahunya cepat sekali sehingga para pengemis itu melongo.
Bagaimana ada orang dapat mendayung perahu secepat itu
sehingga leb'h cepat luncurannya daripada kalau digerakkan oeh
layar yang tertiup angin?
"Aneh... aneh..." kata mereka.
Sin Hong dengan gelisah sekali mendayung perahunva dan
sebentar saja ia telah tiba di daratan Pulau Kim-ke-tho. tanpa
mempedulikan lagi perahu yang dipinjamnva, ia meloncat ke darat
dan terus lari ke arah perkumpulan Hek-kin kaipang. Ia masih
gelisah ketika melihat orang-orang berlari ke sana ke maril dalam
keadaan panik. Ketika ia tiba di depan rumah perkumpulan,
kemarahannya memuncak. Da sana-sini menggeletak tubuh para
anggauta Hek-kin-kaipang yang sudah menjadi mayat juga tubuh
beberapa orang bekas pelayan Yap Kong Ki. Sebagian besar lagi
melarikan diri ketakutan.
Di depan rumah perkumpulan atau bekas rumah gedung Yap
Kong Ki, masih terjadi pertempuran hebat. Sin Ho melihat See-thian
474
Tok-ong yang bertangan kosong sedang dikeroyok oleh Li Bu Tek,
Ah Kai, Tiat-ciat eng Lai Sek, dan masih ada beberapa orang tokoh
Hek-kin-kaipang. Tan Lokai tidak muncul karena pengemis tua ini
masih dalam keadaan terluka dalam pertempuran kemarin dulu.
Biarpun See-thian Tok-ong bertangan kosong, namun semua
pengeroyoknya tak dapat mendekat, bahkan selalu terjengkang
mundur kalau terkena sambaran angin pukulan Raja Racun yang
lihai itu. Ini baru See thian Tok-ong seorang diri yang turun tangan,
sedangkan tak jauh dari situ, Kwan Ji Nio berdiri melihat-lihat rumah
gedung yang megah itu. Adapun Ban beng Sin-tong Kwan Kwan Kok
Sun, pemuda gundul yang mukanya masih seperti bocah itu, sambil
tertawa terkekeh melempar-lemparkan batu-batu kucil ke kanan kiri.
Setiap orang yang terkena lemparan batunya, biarpun baru itu kecil
sekali, berteriak kesakitan sambil berlari tunggang langgang. Ketika
Sin Hong memandang lebih tegas, ternyata bahwa yang dilemparlemparkan
itu bukanlah batu-batu kecil, melainkan tawon-tawon
hitam kecil yang diambilnya dari sebuah kantong. Tawon-tawon ini
berbisa dan kalau mengenai tubuh orang lalu menyengat. Biarpun
sengatannya tidak mematikan orang, akan tetapi menimbulkan rasa
gatal-gatal dan sakit luar biasa sekali.
Tiba-tiba terdengar See-thian Tok-ong mengeluarkan suara pekik
yang luar biasa tidak menyerupai suara manusia. Akan tetapi
akibatnya luar biasa sekali. Sebagian besar anggauta Hek-kin-kaipang
kelihatan terjungkal sambil menutupi telinga dengan kedua
tangan dan wajah mereka pucat sekali, kelihatan mereka menderita
rasa sakit yang luar biasa. Bahkan Lie Bu Tek dan Ah Kai yang
berkepandaian paling tinggi di antara semua kawan, nampak
menggigil dan otomatis mengundurkan diri, tidak berani mendekati
kakek Raja Racun ini. Lai Sek yang memiliki tenaga gwakang cukup
besar akan tetapi tenaga lweekangnya kurang tinggi, jatuh dan
bergulingan untuk menjauhkan diri. Wajahnva pucat dan merasa
jantungnya berdebar keras, telinganya seakan-akan pccah dari
sebelah dalam!
"Ha-ha-ha, orang-orang Hek-kin-kai pang, dengarlah baik-baik!
Kami bertiga sesungguhnya datang bukan untuk menyebar
kematian, melainkan untuk menduduki ketua Hek-kin-kaipang dan
tinggal di pulau ini. Kalau kalIan melepas senjata dan menakluk
475
sebagai anak buah kami, kalian akan diampuni. Akan tetapi kalau
ada yang membantah, jangan tanya dosa, pasti akan mengalami
kemataian yang mengerikan. Ketahuilah, bahwa aku adalah Seethian
Tok-ong, dia ini adalah isteriku dan yang itu puteraku!"
Mendengar ini semua orang kelihatan kaget setengah mati. Para
anggauta Hek-kin-kaipang ini tentu saja pernah mendengar nama
iblis yang datang dari barat yang baru saja muncul di dunia kangouw
dan nama mereka menggetarkan jagat. Siapakah yang tidak
takut mendengar nama See-thian Tok-ong, yang kabarnya dengan
suara saja dapat membunuh puluhan orang? Siapa tidak ngeri
mendengar nama Kwan Ji Nio, yang kabarnya memiliki ilmu silat
tidak kalah oleh suaminya dan wataknya ganas melebihi siluman?
Dan siapa yang tidak meremang bulu tengkuknya mendengar nama
Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun yang semenjak kecil
permainannya adalah membunuh orang secara keji, yakni menyuruh
ular-ularnya memakan daging manusia? Apalagi mereka tadi sudah
melihat sepak terjang tiga orang ini yang benar-benar hebat.
Sebagian besar termasuk Tiat-ciang-eng Lai Sek, sudah gemetaran
seluruh tubuh dan berturut-turut mereka ini menjatuhkan diri
berlutut.
Lie Bu Tek dan Ah Kai yang tidak sudi berlutut. Bahkan Ah Kai
yang bisu itu dengan mata bernyala lalu menubruk maju
mempergunakan tongkat pusaka perkumpulan untuk menotok jalan
darah di leher See-thium Tok-ong. Akan tetapi sekali menggerakkan
tangan Raja Racun ini telah merampas tongkat itu dan begitu
tangan kirinya bergerak, tubuh Ah Kai roboh berkelojotan sebentar
terus tewas dengan tubuh berubah hangus! Inilah pukulan Hek-tokciang
(Pukulan Racun Hitam) yang amat mengerikan. Terdengar
suara ketawa See-thian Tok-ong yang menyeramkan dan keadaan
menjadi sunyi.
Lie Bu Tek yang tangannya buntung melangkah maju dengan
pedang di tangan.
"See-thian Tok-ong, kau telah datang bersama anak isterimu dan
menyebar maut di antara anggauta Hek-kin-kaipang Sekarang kau
merampas tongkat dan membunuh Kai-pangcu, benar-benar kau
tidak mengindahkan peraturan kang-ouw. Bukan demikian caranya
mengangkat diri menjadi pangcu."
476
"Habis, kau mau apa?" kata See-thian tok-ong mengancam.
"Kembalikan tongkat dan pergilah dari sini bentak Lie Bu Tek
tanpa mengenal takut, sungguhpun ia maklum bahwa ia takkan
menang menghadapi Raja Racun itu. Akan tetapi sebagai seorang
gagah, Lie Bu Tek tidak sudi memperlihatkan kelemahan dan sifat
pengecut maka beberapa orang pengemis, dipelopori oleh Lai Sek,
segera bangkit kembali dari tanah dan tidak mau berlutut. Mereka
menjadi bersemangat melihat sikap gagah dan Lie Bu Tek.
See-thian Tok-ong tertawa bergerak dan bagaikan seekor naga ia
mengayun tongkat pusaka itu menyerang Lie Bu Tek. Serangannya
ini hebat sekali dan sudah dapat dibayangkan bahwa andaikata Lie
Bu Tek dapat menghindarkan diri orang-orang di dekatnya pasti
akan terkena pukulan tongkat yang hawa pukulannya saja sudah
cukup kuat untuk merobohkan seorang lawan yang kurang kuat!
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan yang sukar diikuti
dengan pandangan mata, dibarengi bentakan nyaring, "See-thian
Tok-ong jangan menjual lagak di sini!"
See-thian Tok-ong menarik tongkatnya dan mengayun kaki
menendang ke arah bayangan yang merampas tongkatnya. Akan
tetapi aneh dan ajaib tendangannya mengenai tempat kosong
seakan-akan menendang bayangan, sedangkan tongkatnya tanpa
dapat dicegah lagi telah berpindah tangan! Ketika ia memandang, ia
melihat seorang pemuda tanggung yang berdiri di hadapannya
dengan muka memperlihatkan kemarahan. Pemuda ini biasa saja
dan pakaiannya pun sederhana sekali, tidak memegang senjata
kelihatan lemah. Sungguh sukar dipercaya. Seorang pemuda
tanggung dapat merampas tongkat dari tangan See-thin Tok-ong.
Jangankan orang lain, See-thian Tok-ong sendiri pun kalau tidak
mengalami sendiri pasti takkan percaya! Raja Racun ini memiliki
kepandaian yang luar biasa tingginya dan sudah mempunyai
pengalaman yang amat luas maka ia tahu bagaimana pemuda itu
tadi merampas tongkatnya. Ia tahu bahwa pemuda telah melakukan
gerakan berlawan, yakni tangan yang merampas tongkat
mempergunakan tenaga kasar sedangkan perut yang menerima
tendangan dijaga oleh tenaga lemas sehingga ketika kakinya
menyentuh kulit, perut itu bisa ditarik masuk secara otomatis
477
sehingga kaki yang menendang menyerang tempat kosong. Tentu
saja, bagi See-thian Tok-ong kepandaian macam ini saja bukan hal
yang aneh, akan tetapi yang ia merasa aneh adalah seorang anak
muda yang sudah begini pandai dalam usia semuda ini.
"Sin Hong, hati-hatilah, mereka ini lihai dan jahat sekali!" Lie Bu
Tek memperingatkan Sin Hong. Sungguhpun pendekar buntung
sudah percaya benar-benar akan kepandaian Sin Hong, namun
melihat anak angkatnya menghadapi See, thian Tok-ong seanak
isteri, tetap saja ia merasa gelisah.
Tiba-tiba Kwan Ji Nio berseru, "Dia adalah bocah yang merampas
kitab Kwa Siucay!"
Teringatlah See-thian Tok-ong. Dahulu ketika ia berusaha
merampas kitab dari tangan Kwa-siucai, ia telah bertemu dengan
seorang bocah yang luar biasa sekali, yang seorang diri sudah dapat
melarikan diri dari kejarannya dan Kwa Ji Nio.
"Kaukah ini?" serunya dan cepat sekali ia memukul dada Sin
Hong dengan tangan kanan disusul pula oleh tamparan tangan kiri
ke arah pipi anak muda itu. Ia masih memandang rendah kepada
Sin Hong, maka ia masih mempergunakan tangan kosong. Biarpun
hanya pukulan dan tamparan tangan kosong, namun bahayanya
melebihi sambaran senjata tajam, oleh karena kakek gundul dari
barat ini memiliki tenaga Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam)
hingga pertemuan antara lengan dengan lengan saja sudah dapat
membuat lawan terluka oleh racun.
Sin Hong bukan seorang bodoh. Dahulu ketika ia sedang menuju
ke Hoa-san, sudah pernah bertemu dengan keluarga iblis ini, dan ia
sudah menderita luka karena Hek-tok-ciang. Akan tetapi Sin Hong
dahulu bukanlah Sin Hong sekarang. Ia telah mempelajari kitab
pengobatan dari gurunya, yakni Kwa-siucai, dipelajarinya dengan
amat tekun sampai bertahun-tahun di tempat persembunyiannya,
yakni di dasar jurang Luliang-san. Maka sekarang tanpa ragu-ragu
lagi ia menggerakkan kedua tangan sekaligus, kedua tangannya
menangkis pukulan dan tamparan itu.
"Ayaaa...!" See-thian Tok-ong terhuyung mundur sampai tiga
langkah, akan tetapi ia segera tertawa bergelak karena tadi ketika
478
melihat anak muda itu berani menangkis, ia telah mengerahkan
seluruh tenaga Hek-tok-ciang sehingga ia percaya bahwa kini kedua
lengan pemuda itu tentu telah kemasukan racun yang banyak sekali
sehingga tak lama kemudian pemuda itu akan roboh sendiri.
Memang benar ia tadi terkejut bukan main karena pertemuan dua
pasang lengan itu membuatnya terhuyung tiga langkah, tanda
bahwa tenaga sinkang dalam tubuh anak muda ini benar benar
mengagumkan sekali, akan tetapi Raja Racun ini percaya bahwa
Hek-tok-ciang pasti takkan mengampuni nyawa lawannya.
"Bocah, tenaganiu besar juga. Akan tetapi lekas kau berlutut agar
aku dapat mengampuni dan memberi obat penawar untuk racun di
kedua lenganmu!"
Sin Hong tersenyum. Tadi sebelum turun tangan, ia telah
menggosok kedua tangannya dengan obat penawar racun. Ia tahu
bahwa biarpun dalam hal kepandaian silat ia tak usah takut
menghadapi keluarga iblis itu, akan tetapi ia harus berlaku hati-hati
terhadap racun mereka. Ini pula sebabnya maka ia agak terlambat
turun tangan sehingga Ah Kai sampai tewas secara mengenaskan di
tangan Raja Racun itu.
"See-thian Tok-ong siapa takut menghadapi racunmu? Majulah!"
See-thian Tok-ong tertegun. benarkah bocah ini kuat
menghadapi pengaruh Hek-tok-ciang? Kemudian ia teringat dan
berubahlah wajahnya. Bocah ini dahulu telah membawa lari kitab
peninggalan Kwa-siicai!
“Bocah sombong, siapakah namamu? Kami tidak biasa bertempur
dengan orang-orang tak bernama."
"Orang gila menganggap yang waras gila, itu sudah wajar. Orang
sombong menyatakan orang lain sombong, itu pun tak aneh. Seethian
Tok-ong, aku yang muda dan bodoh bernama Wan Sin Hong,
anak angkat dan Gi-hu Lie Bu Tek ini." Ia menunjuk ke arah Lie Bu
Tek yang memandang kagum kepada putera angkatnya ini.
"Bagus! Wan Sin Hong, kami pun bukan orang yang tidak tahu
urusan. Tadinya kami datang dengan maksud hendak menduduki
kursi Ketua Hek-kin-kaipang. Akan tetapi melihat muka Gi-humu,
479
kami membatalkan niat itu dan akan pergi dari sini apabila kau suka
menyerahkan semacam benda kepadaku."
"Kau tentu minta kitab peninggalan Kwa Suhu, bukan?" kata Sin
Hong sambil tersenyum.
Diam-diam See-thian Tok-ong terkejut. Ah, bocah ini terlalu
berbahaya, tidak saja berkepandaian tinggi, juga memiliki
kecerdasan otak yang menjadikan bocah ini seorang lawan berat,
pikirnya. Tanpa diketahui oleh orang lain, See thian Tok-ong
menggerakkan tangan bagai tanda rahasia kepada anak isterinya
serentak membantunya apabila terjadi pertempuran. Akan tetapi
pada mulutnya ia tersenyum.
"Wan Sin Hong kau benar-benar cerdik. Memang kitab itulah
yang kumaksudkan. Kau tahu aku paling suka main-main dengan
racun, maka kitab itu amat kubutuhkan untuk mempelajari penawar
racun, agar nyawaku tidak terancam bahaya."
"Kakek tua, kau memang pandai memutar omongan. Seorang
yang sudah disebut Raja Racun seperti engkau ini mana mungkin
takut akan racun lagi. Kau sendiri sudah merupakan racun dunia
yang paling berbahaya! Tentang kitab, kitab itu kupindahkan dalam
kepala. Kata-kata memindahkan kitab ke dalam kepala ini berarti
bahwa dia sudah menghapal seluruh isi kitab ke dalam ingatan dan
kitab itu sendiri mungkin sudah lenyap.
Memang bukan maksud sebenarnya dari See-thian Tok-ong
untuk minta kitab lalu pergi. Andaikata kitab itu benar ada dan oleh
Sin Hong diberikan kepadanya, tak mungkin ia mau pergi begitu
saja. Bukan watak See-thian Tok-ong seanak isteri untuk mengalah
kepada orang lain. Maka begitu mendengar jawaban ini, ia berseru
keras disusul gelak ketawanya yang menyeramkan dan di lain saat
ia telah menyerang Sin Hong dengan senjatanya yang luar biasa
dan hebat, yakni Ngo tok-mo-jiauw (Cakar Iblis Lima Racun) yang
berupa sepasang tangan merupakan cakar dengan kuku masingmasing
cakar mempunyai lima warna yang berbetla.
Hampir berbareng, secara bertubi-tubi Kwan Ji Nio sudah
melompat dan dari atas menyambar ke arah kepala Sin Hong,
menyerang dengan rantingnya yang tak kalah lihainya. Adapun Ban
480
beng Sin-tong Kwan Kok Sun sambil tertawa terkekeh-kekeh lalu
maju pula menyerang dengan senjatanya yang mengerikan yakni
seekor ular yang dipergunakan bagai senjata pian lemas. Kalau
kepala ular yang di depan dan diayun, kepala ular ini dapat
menggigit, sedangkan kalau ekornya yang di depan maka ekor ini
bisa dipergunakan sebagai cambuk. Yang hebat, baik gigitan
maupun sabetan ekor keduanya dapat menewaskan lawan karena
mengandung bisa yang kuat sekali.
Dalam detik-detik yang hampir berbareng sepasang cakar di
tangan See-thian Tok-ong menyerang ke arah muka dan perut,
ranting di tangan Kwan Ji Nio menotok ubun-ubun kepala,
sedangkan kepala ular yang dipegang oleh Kwa Kok Sun meluncur
untuk menggigit leher Sin Hong!
Tiga macam serangan ini dilakuka oleh ahli-ahli silat yang lihai,
dan satu serangan berarti datangnya maut yang hendak
mencengkeram nyawa. See-thian Tok-ong dan anak isterinya sudah
merasa yakin bahwa pemuda yang mereka serang itu pasti akan
roboh dan kiranya tak mungkin dapat menyelamatkan diri. Apalagi
dalam pandangan mata para pengemis Hek kin-kaipang.
Sungguhpun tadinya mereka melongo dan terheran-heran disertai
rasa kagum besar terhadap pemuda anak angkat Lie Bu Tek yang
tak mereka sangka-sangka ternyata memiliki kepandaian yang
melebihi Lie Bu Tek dan Ah Kai sendiri, namun sekarang melihat
pemuda itu dikeroyok tiga secara demikian hebat, mereka merasa
gelisah dan khawatir. Hanya Lie Bu Tek seorang yang masih berlaku
tenang, biarpun dadanya juga berdebar. Pendekar buntung ini
sudah tahu betul bahwa anak angkatnya itu telah mewarisi
kepandaian yang luar biasa dan tiada keduanya di kolong langit ini,
kepandaian istimewa dari Pak Kek Siansu.
Memang serangan dari See-thian Tok-ong seanak isteri itu bukan
main dahsyatnya dan kalau tokoh kang-ouw yang manapun juga
menghadapi serangan ini, pasti sukar dapat meloloskan diri.
Namun dengan sekali menggerakkan tubuh, Sin Hong berkelebat
dan lenyap dari kepungan senjata-senjata maut itu. Demikian cepat
gerakan tubuh pemuda ini sehingga bagi mata para anggauta Hekkin-
kaipang dia seakan akan telah menghilang dan mempunyai ilmu
481
siluman. Akan tetapi bagi mata Lie Bu Tek dan ketiga lawan yang
mengeroyok Sin Hong pemuda itu telah mempergunakan ginkang
yang istimewa menerobos di antara senjata sambil memutar
tongkat, sedangkan tangan kiri membuat gerakan memutar dengan
tenaga sinkang tinggi sehingga tiga orang lawannya tak dapat
dekat!
Tentu saja See-thian Tok-ong menjadi penasaran sekali. Sambil
mengeluarkan suara menyeramkan, ia lalu mendesak Sin Hong
dibantu oleh Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. Di lain saat terjadilah
pertandingan yang amat hebat. Pertandingan ini berjalan demikian
serunya sehingga sukar diikuti oleh pandang mata. Bahkan Lie Bu
Tek sendiri merasa pening menonton pertempuran itu. Tubuh Sin
Hong lenyap terbungkus oleh gulungan sinar menghitam, yakni
sinar tongkatnya yang digerakkan cepat sekali menurut gerak tipu
dari jurus-jurus Ilmu Silat Pak-kek-kiam-sut. Bukan main hebatnya
kepandaian pemuda mi. Kalau mempunyai pedang Pak-kek-sin-kiam
ditangan, agaknya keadaannya menjadi lain.
Biarpun hanya bersenjata sebatang tongkat pendek, namun
desakan tiga orang tangguh itu selalu membentur benteng kuat dari
tongkat hitam Hek-kin-kaipang. Adapun hawa beracun yang keluar
dari ular Kwan Kok Sun dan dari sepasang Ngo-tok-mo-jiauw di
tangan See-thian Tok-ong, yang amat berbahaya dan baunya saja
cukup merobohkan lawan, agaknya tidak mempengaruhi pemuda itu
sedikitpun juga. Memang, selain memiliki sinkang yang sudah tinggi
tingkatnya, pemuda ini pun telah menelan sebutir pel merah yang
mengeluarkan bau harum memenuhi mulut dan hidungnya, dan
obat ini mempunyai khasiat mencegah hawa beracun yang hendak
memasuki hidung dan mulut.
Tiga puluh jurus telah lewat dan biarpun ia dapat melindungi
tubuhnya dengan amat kokoh, namun sukar juga bagi Sin Hong
untuk menembus kepungan lawan dan untuk membalas menyerang.
Kedua belah pihak maklum bahwa kalau dilanjutkan, pertempuran
ini akan berlangsung lama sebelum salah satu pihak menderita
kerugian.
Tiba-tiba sebatang tongkat butut meluncur dan menangkis
ranting di tangan Kwan Ji Nio. Tongkat butut itu berada di tangan
482
seorang pengemis tua yang datang-datang membantu Sin Hong
sambil berkata,
"See-thian Tok-ong seanak isteri benar benar tak tahu diri, berani
mengganggu calon bengcu (ketua) delapan penjuru!"
See thian Tok-ong dan anak isteri terkejut. Terutama sekali Kwan
Ji Nio kaget ketika merasa betapa rantingnya terpental karena
bertemu dengan tongkat butut itu. Mereka belum tahu siapa-kah
adanya pengemis tua ini, akan tetapi harus diakui bahwa
gerakannya cukup lihai, jauh lebih Iihai daripada Pendekar Buntung
Lie Bu Tek.
Pada saat itu, kakek yang baru datang berseru kuat, "Ayaaa, juga
muridku Ah Kai telah kalian bunuh? Benar-benar keji dan jahat,
tidak segan membunuh seorang gagu!" Setelah berkata demikian
kakek pengemis ini lalu memutar tongkanya menjadi makin seru.
Kepandaian kakek ini hampir seimbang dengan kepandaian Kwan
ji Nio, maka See-thian Tok-ong dan puteranya tidak membantunya
karena lebih penting mengeroyok Sin Hong yang benar-benar luar
biasa tangguhnya.
Di dalam pengeroyokan tiga orang tadi, yang membuat Sin Hong
agak sibuk adalah Kwan Ji Nio, karena nyonya ini amat gesit dan
cepat gerakannya. Memang ginkang dari nyonya tua ini lihai sekali
sehingga ia disebut ahli Tee-in ciong (Loncat Tangga Awan). Kini
setelah nyonya ini meninggalkannya untuk menghadapi kakek
pengemis yang mengaku guru Ah Kai, Sin Hong merasa agak
longgar.
"Locianpwe yang mengaku guru Saudara Ah Kai, siapa nama
Locianpwe yang mulia? Dan mengapa pula menyebut boanseng
sebagai calon bengcu delapan penjuru?" Biarpun dikeroyok oleh dua
orang pandai, Sin Hong masih sempat bercakap-cakap dengan
kakek itu!
Kakek itu mengeluarkan suara ketawa aneh, nampaknya girang
sekali.
"Sicu (Orang Gagah) seorang diri kuat menghadapi keroyokan
See-thian Tok ong seanak isteri, orang gagah lain manakah yang
483
sanggup melakukan hal ini? Sicu ternyata telah mewarisi kepandai,
luar biasa dan kalau lohu tak salah lihat, Sicu telah mewarisi
kepandaian PakKek Siansu. Maka sudah sepatutnya Sicu yang
dicalonkan untuk menjadi bengcu delapan penjuru dalam pemilihan
yang akan datang! Ketahuilah, lohu (aku yang tua) adalah Camkauw
Sin-kai, seorang pengemis perantau yang miskin."
Semua orang terkejut mendengar ini. Pantas saja demikian
gagah, tidak tahunya dia adalah tokoh persilatan yang amat
terkenal namanya, akan tetapi yang selalu menyembunyikan diri
sebagai seorang jembel sengsara. Ayah dari Kiang Cun Eng dahulu
kenal kepada tokoh ini, bahkan seringkali mendapat petunjuk.
Semua anggauta Hek-kin-kaipang, biarpun belum pernah bertemu
muka, di dalam hati mereka menghormat pengemis tua ini.
Namun, nama besar Cam-kauw Sin-kai tidak berarti banyak bagi
See-thian Tok-ong seanak isteri. Mereka terus saja mendesak dan
Kwan Ji Nio juga tidak gentar. Rantingnya bergerak laksana kilat
menyambar-nyambar. Dalam hal lweekang, boleh jadi ia masih
kalah setingkat oleh kakek pengemis ini, namun ginkangnya terang
lebih tinggi dan hebat.
Selagi pertempuran berjalan seru-serunya, tiba-tiba terdengar
suara nyaring sekali dan dari atas menyambar turun seekor burung
kim-tiauw. Suara ini disusul oleh suara mendesis dan muncullah
puluhan ekor ular berbisa, berlenggang-lenggok menuju ke tempat
pertempuran. Akan tetapi selagi para pengemis Hek-kin-kaipang
menjadi gempar, bayangan seorang laki-laki muda berkelebat.
Beberapa kali tangannya diayun dan matilah ular-ular itu. Bahkan
ketika kim-tiauw menyambar turun, pemuda ini memukul dengan
kedua tangannya ke depan.
"Buk...!" Burung itu terpental dan roboh dengan nyawa
melayang.
Bukan main marahnya Kwan Kok Sun melihat ular-ularnya dan
burung kesayangannya tewas. ia memekik nyaring meninggalkan
Sin Hong dan sekaligus menyerang pemuda baju biru itu dengan
ularnya. Pemuda itu tertawa mengejek,
484
"Kwan Kok Sun, apakah kau tidak kenal lagi kepadaku?" Sambil
berkata demikian, dengan berani ia mengulur tangan menyambar
leher ular itu dan sekali meremas, leher ular itu hancur!
"Kong .Ji.. !!" Kwan Kok Sun berseru kaget.
Seruan ini keras sekali dan akibatnya aneh. Semua pertandingan
berhenti saketika. See-thian Tok-ong dan isterinya melompat
mundur sehingga Cam-kau Sin kai terheran-heran dan juga
menghentikan gerakannya. Sin Hong sendiri melompat dekat
pemuda baju biru itu memandangnya dengan mata terbelalak. Lie
Bu Tek juga berlari menghampiri dan memandang kepada pemuda
yang baru datang dengan sinar mata tajam. Semua orang
memandang kepada pemuda ini yang bukan lain adalah Liok Kong
Ji.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Liok Kong Ji
berhasil membawa lari Nalumei, puteri kepala suku bangsa Naiman
itu. Nalumei yang cantik itu yang tadinya tertawan oleh Kong Ji dan
menganggap pemuda ini sebagai musuh membantu orang-orang
Mongol, setelah dibawa lari oleh Kong Ji merasa suka dan kagum
kepada pemuda ini. Ia bahkan jatuh hati kepada Liok Kong Ji
pemuda yang berwajah tampan dan pandai mengambil hati orang
ini. Apalagi ia tahu bahwa Kong Ji berkepandaian tinggi luar biasa
dan sekarang, setelah ia menjadi kekasih pemuda ini, kiranya hanya
Kong Ji seoranglah yang dapat melindungi dirinya, dapat membalas
sakit hatinya kelak terhadap Temu Cin dan pasukannya yang sudah
membunuh ayahnya dan membasmi bangsanya.
Di lain pihak, Kong Ji benar-benar boleh merasa puas
mendapatkan seorang kawan atau kekasih seperti Nalumei. Tidak
saja nona suku bangsa Naiman ini cantik jelita dan gagah perkasa,
juga nona ini amat penurut dan setia kepadanya. Di samping
menghiburnya, nona ini juga dapat menjadi seorang pembantu yang
amat berharga dan boleh dipercaya.
Bersama kekasihnya ini, setelah meninggalkan daerah utara,
Kong Ji berpesiar ke pelbagai tempat indah. Di mana mana ia
meninggalkan bekas tangannya merobohkan jago silat jago silat
yang menjadi tokoh terutama di daerahnya, melakukan pencurianpencurian
barang-barang indah berharga dan emas permata untuk
485
dihadiahkan kepada Nalumei. Dan ada beberapa kali Kong Ji
memuaskan nafsunya yang seperti iblis, mencuri, membunuh dan
mengganggu anak bini orang! Akan tetapi hebatnya, semua
perbuatannya yang termasuk perbuatan busuk dan jahat, dilakukan
tanpa diketahui orang lain, bahkan Nalumei sendiri yang menjadi
kekasihnya atau boleh juga disebut isterinya sama sekali tak pernah
mimpi bahwa Kong Ji telah melakukan semua perbuatan itu. Tentu
saja Nalumei tahu bahwa kekasihnya suka mengambil barang
barang berharga dari kaum bangsawan untuk diberikan kepadanya,
akan tetapi dia tidak menganggap hal ini sebagai kejahatan.
Kalau orang berhadapan dengan Kong Ji, ia pasti takkan pernah
menyangka bahwa pemuda ini mempunyai watak buruk. Sebaliknya,
dipandang dari luar, pemuda ini mempunyai gerak-gerak yang halus
dan sopan, tutur sapanya halus, dan senyumnya murah. Bahkan
pedang Pak-kek Sin-kiam yang dirampasnya dari Go Hui Lian, tak
pernah diperlihatkannya kepada umum dan selalu disembunyikan di
balik baju luarnya. Dalam sepak terjangnya yang sudah-sudah
menghadapi para tokoh besar di dunia kang-ouw yang ia tantang
berpibu dan ia kalahkan, ia selalu mempergunakan kedua tangan
kosong. Tak seorang pun tokoh kang-ouw dapat menghadapinya
lebih dari lima puluh jurus. Kepandaian pemuda ini memang lihai
sekali yang tentu saja tidak amat mengherankan apabila diingat
bahwa Liok Kong Ji telah mempelajari berbagai ilmu silat tinggi dari
tokoh-tokoh besar. Ia pernah menjadi murid pamannya sendiri,
yakni Liok San tokoh Kwan-im-pai lalu mendapat gemblengan dari
Liang Gi Tojin dan Lie Bu Tek tokoh-tokoh Hoasan-pai. Setelah itu,
ia menerima warisan ilmu silat tinggi dengan Ilmu Pukul Tin-sankang
dari Giok Seng Cu, bahkan selama empat tahun dilatih secara
hebat oleh See-thian Tok-ong. Kemudian dan yang terakhir ini
membikin kepandaiannya memuncak tinggi, ia menerima
gemblengan bertahun-tahun lamanya dari Hwa l Enghiong Go Ciang
Le. Semua ditambah lagi dengan kecerdikan otaknya yang luar biasa
sehingga dia dapat menciptakan sendiri ilmu silat tinggi dengan cara
merangkai dan menyusun semua ilmu silat itu dijadikan satu.
Setelah terbebas dari kejaran pasukan Monggol, dalam
perantauannya, sesuai dengan desakan dan bujukan Nalumei
kekasillnya, setiap kali mengalahkan lalu berkenalan dengan tokoh
486
kang-ouw, Kong Ji membicarakan cita-cita Temu Cin yang hendak
menguasai benua Tiongok. Ia bicara seperti seorang patriot yang
hendak membela tanah air, maka di mana-mana ia dihormati orang,
mendapat dukungan banyak orang-orang gagah dan dianggap
sebagai seorang pendekar muda yang sakti dan berjiwa patriot.
Padahal semua ini dilakukan untuk memusuhi Temu Cin dan untuk
memuaskan hati dan perasaan Nalumai yang tentu saja makin
mencintainya. Juga di samping maksud-maksud ini, masih ada citacita
lain yang selalu menggerogoti hatinya, yang selalu membuat ia
termenung. Ia merasa iri kalau mendengar orang memuji-muji dan
menjunjung tinggi nama besar Hwa I Enghiong Go Ciang Le. Ia
ingin menggantikan nama ini, ingin duduk di tempat tertinggi dari
golongan silat. Ingin ia mengepalai seluruh dunia kang-ouw sebagai
seorang yang paling dihormati dan paling pandai. Untuk mencapai
cita-cita ini, ia harus mempunyai banyak pendukung agar pada
kesempatan para orang gagah memilih bengcu ia akan mendapat
suara terbanyak.
Kemudian ia mendengar bahwa di pusat perkumpulan Hek-kinkaipang,
yakni di Bi-nam-bun, diadakan pemilihan untuk ketua baru.
Mendengar berita ini Kong Ji tergerak hatinya. Ia tahu bahwa Hek
kin kaipang adalah sebuah perkumpulan yang besar dan
berpengaruh besar. Kalau ia berhasil menduduki kursi ketua
perkumpulan besar ini, sebentar saja namanya tentu akan terangkat
tinggi dan ini akan memudahkan tercapainya cita-citanya. Oleh
karena waktu diadakan pemillhan ketua itu sudah amat dekat,
sedangkan Nalumei tidak memiliki kepandaian setinggi dia, maka
kalau ia pergi dengan Nalumei tentu akan terlambat. Ia lalu
menyuruh Nalumei menunggunya di tempat itu yakni di dalam
sebuah kamar hotel besar di kota Kun-leng, dan ia sendiri
mempergunakan kepandaiannya untuk melakukan perjalanan
secepatnya ke Bi-nam-bun. Nalumei yang tahu akan maksud dan
cita-cita kekasihnya, tidak membantah.
Demikianlah ketika ia tiba di Bi-nam-bun, ternyata ia telah
terlambat satu hari, ia mendengar bahwa ketua Hek-kin-kaipang
telah terpilih dan kini perkumpulan itu pindah ke Pulau Kim-ke-tho.
Dengan kecewa akan tetapi tidak putus asa, pemuda yang bercita
cita besar ini lalu menyusul ke Kim-ke-tho dan secara kebetulan
487
sekali ia menyaksikan pertempuran besar. Ia tidak mengenaI
pemuda yang dikeroyok See-Thian Tok-ong dan Kwan Kok Sun,
akan tetapi melihat seorang pengemis tua bertempur melawan
Kwan Ji Nio, Kong Ji berpendapat bahwa tentu pengemis tua itu
seorang tokoh Hek-kin-kaipang. Maka untuk menonjolkan diri dan
untuk mencari nama baik di kalangan pengemis, ia segera turun
tangan, membunuh burung rajawali dan ular-ular kemudian
membunuh pula ular yang dipakai sebagai senjata oleh Kwan Kok
Sun.
Ketika Lie Bu Tek berlari menghampirinya, wajah Kong Ji
berubah, hatinya berdebar. Akan tetapi ia tidak takut, bahkan tanpa
malu-malu ia lalu menjura kepada pendekar yang sudah buntung
tangannya. Sementara itu. See thian Tok-ong yang melihat betapa
pihak lawan telah bertambah dengan Liok Kong Ji dan melihat
bahwa sekali gebrak saja Kong Ji sudah berhasil mengalahkan Kwa
Kok Sun, mengertilah ia bahwa pihaknya menghadapi bencana kalau
pertempuran itu dilanjutkan.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XVIII
SUDAHLAH, di sini bukan tempat kami!" kata See-thian Tok-ong
sambil melompat pergi, diikuti oleh isteri dan anaknya. Lie Bu Tek,
Wan Sin Hong, dan lain-lain orang masih tertegun menghadapi Kong
Ji, maka mereka tidak berbuat sesuatu untuk menghadapi kepergian
See-thian Tok-ong dan anak isterinya. Apalagi karena Sin Hong dan
Bu Tek benar-benar terpengaruh sekali oleh munculnya Kong Ji
sehingga mereka tidak pedulikan See-thian Tok-ong dan anak
isterinya yang melarikan diri, orang-orang lain juga tidak berani
turun tangan sendiri. Bahkan Cam-kauw Sin-kai sendiri merasa tidak
mampu melawan See-thian Tok-ong yang lihai, maka ia pun diam
saja, hanya memandang kepada Kong Ji dengan mata penuh
pertanyaan.
"Suheng, alangkah besarnya hatiku mendapat kebahagiaan
bertemu dengan Suheng di sini. Kukira... kusangka... Suheng sudah
488
tidak ada lagi di dunia ini,” suara Kong Ji terdengar menggetar
saking terharunya.
Senyum yang mengembang di bibir Lie Bu Tek benar-benar sukar
dilukiskan dan sukar pula dimengerti, akan tetapi Sin Hong tahu
betapa perih hati gi-hu bertemu dengan orang yang dulu telah
membuntungkan sebelah lengannya. Sambil mengerak-gerakkan
pundak kanannya yang tak berlengan lagi, Bu Tek berkata,
"Hm, tentu kau kecewa mengapa dulu tidak membuntungi
leherku saja hingga sekarang tak usah malu-malu melihat lenganku
yang butung, bukan?"
Tiba-tiba Kong Ji berlutut dan menangis. Bukan main pandainya
anak muda ini bermain sandiwara. Tak seorang pun yang hadir di
situ, juga Sin Hong sendiri tidak, yang tak ikut merasa terharu
melihat kesedihan pemuda ini dengan kata-kata yang keluar
terputus-putus penuh kesayuan,
"Suheng... Suheng yang mulia, mengapa Suheng berkata
demikian? Ah, sudah lama siauwte merasa betapa semua perbuatan
siauwte itu tentu akan mendatangkan salah sangka.... Kalau Suheng
tidak sudi mendengar omongan dan alasan siauwte, dan
menganggap siauwte benar-benar telah bertindak jahat, Suheng
boleh turun tangan sekarang juga membunuhku...."
Apalagi seorang muda seperti Sin Hong, sedangkan Lie Bu Tek
yang sudah banyak pengalamannya, mendengar kata-kata dan
getaran suara penuh keharuan menjadi ragu-ragu dan ingin sekali
mendengar selanjutnya apa yang akan dikatakan oleh Kong Ji.
"Ada musuh besar datang membasmi partai, kau tidak membela
nama baik partai dan tidak membela pihak sendiri. Bahkan
mengkhianati, lari ke musuh dan membuntungi lenganku. Apakah
kau sekarang hendak bilang bahwa semua perbuatan itu tidak
berdosa?" tanyanya.
Kong Ji bangkit dan berdiri, lalu menjura. Memang, berlutut tadi
hanya siasatnya belaka agar supaya ia dapat mengatur rencananya
dan dapat bermain sandiwara lebih mudah lagi karena ketika
berlutut mukanya tersembunyi. Kini ia menjura dan berkata dengan
suara lega, "Banyak terima kasih bahwa Suhe sudi mendengar
489
alasanku. Tidak akan siauwte sangkal bahwa siauwte memang telah
melakukan hal yang kelihatannya amat penakut, dan pengkhianat.
Akan tetapi di balik semua perbuatan siauwte ini, sebenarnya
siauwte mempunyai maksud dan cita-cita yang tertentu. Kalau
siauwte tidak melakukan hal itu, yakni tidak berlari kepada musuh,
pasti siauwe akan tewas dan apakah gunanya itu?
Kalau siauwte masih hidup dan mengumpulkan kepandaian,
bukankah siaute berarti masih mempunyai kesempat untuk
membalas dendam ? Untuk membuang nyawa secara sia sia dan
mati dalam penasaran? Hal kedua yang amat mendukakan hati
siauwte, adalah tentang pembuntungan lengan Suheng.! Memang
nampaknya keji, akan tetepi hendaknya Suheng berani akui bahwa
kalau siauwte tidak melakukan pembuntungan lengan itu, kiranya
pada waktu itu juga Suheng sudah dibunuh oleh musuh-musuh kita!
Siauwte sengaja membuntungi Suheng sebenarnya dengan maksud
untuk menyelamatkan nyawa Suheng!"
Lie Bu Tek tertegun dan melenggong. Tentu saja ia tidak mau
menerima alasan di dalam hatinya, akan tetapi oleh karena pada
lahirnya semua alasan ini memang tepat sekali dan bahkan berbukti,
yakin sampai sekarang dia sendiri masih hidup hanya karena dahulu
Kong Ji membuntungi lengannya, maka ia tak berkata apa-apa.
"Alasan bagus sekali! Dan tentang usahamu untuk membunuhku,
apakah ada alasannya pula?"
Mendengar suara im, bagaikan kilat cepatnya tubuh Kong Ji
bergerak membalik. Lie Bu Tek kagum bukan main melihat gerakan
itu dan ia dapat menduga bahwa Kong ji benar-benar telah memiliki
kepandaian tinggi. Tadi pun dengan sekali pukul dapat menewaskan
kimtiauw, ia sudah kagum sekali.
Kong Ji yang mendengar suara teguran itu kaget, karena ia
mengenal suara itu. Setelah berhadapan dengan orangnya ia
terheran. Ternyata ia berhadapan dengan pemuda yang lihai, yang
tadi dikeroyok oleh See-thian Tok-ong dan Kwa Kok Sun! Setelah
kini berhadapan baru ia mengenal bahwa pemuda ini bukan lain
adalah Wan Sin Hong!
490
"Sute..., kau juga berada di sini..?” katanya agak gagap karena ia
tidak menyangka sama sekali bahwa akan bertemu dengan Sin
Hong di tempat itu.
Sin Hong tersenyum dan pada saat ia dapat menangkap kerling
mata gi-hunya. Dalam kerling mata itu ia membaca cegahan agar ia
tidak terburu nafsu dan teringatlah Sin Hong akan nasehat- nasehat
gi-hunya bahwa ia tidak boleh secara serampangan dan mudah
menaruh dendam atas perbuatan jahat orang kepada diri sendiri.
"Kau masih mengaku aku sebagai Sutemu sesudah kau gagal
dalam usahamu membunuhku?" ejeknya.
Kong Ji mengerutkan kening dan wajahnya yang tampan itu
nampak muram, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Memang nasibku yang amat buruk, sudah ditinggal mati Ayah
Bunda, masih dibenci oleh banyak orang pula. semua perbuatanku
dianggap keliru, padahal apakah salahku dalam semua perbuatan
itu? Sute memang betul pada hari itu aku berusaha membunuhmu,
akan tetapi kau harus ingat bahwa aku melakukan hal itu, karena
tentu kau akan dibunuh pula oleh mereka. Dan untuk dapat
mencapai cita-citaku membalas dendam, sudah tentu aku perlu
memperbaiki pihak mereka agar aku lebih dulu dapat terbebas dari
bencana. Murid-murid Hoa-san-pai hanya tinggal aku dan kau pada
waktu itu. Kalau aku pun bersikap keras seperti engkau dan kita
berdua dibunuh, siapakah kelak yang membalas dendam suhu Liang
Gi Tojin?"
Seperti juga Lie Bu Tek, Sin Hong merasa kalah bicara, maka ia
diam saja. Lie Bu Tek lalu bertanya. "Dan kau datang ke sini dengan
maksud apakah?"
"Stauwte mendengar bahwa Hek-kin-kaipang memilih pengurus
baru. Mengingat. bahwa Kiang-pangcu Ketua Hek n-kaipang adalah
sahabat baik dari Suheng, maka siauwte sengaja datang untuk
menyaksikan pemilihan itu dan kalau perlu, siauwte dengan suka
rela hendak menyumbangkan tenaga."
"Tak perlu..." Lie Bu Tek menggeleng-gelengkan kepalanya. "tak
perlu bantuanmu..." Kemudian ia memberi perintah kepada para
pengemis Hek-kin-kaipang untuk mengurus para korban. Akibat
491
amukan See thian Tok-ong banyak anggauta Hek-kin-kaipang yang
tewas dan luka!
Kong Ji merasa betapa sikap Lie Bu Tek terhadapnya masih
dingin sekali dan ia tahu bahwa biarpun kesalahannya yang lalu
sudah agak terhapus oleh alasan- alasannya namun ia tetap menjadi
seorang yang tidak disuka. Ia mengangkat pundaknya dan berkata
lagi, "Tidak apalah kalau begitu. Setidaknya siauwte mengharap
kepada Suheng agar kelak Hek-kin-kaipang suka menyokong suara
untuk siauwte dalam pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng-san!"
Tiba-tiba Cam-kauw Sin-kai mengeluarkan suara ejekan daei
hidung, kemudian, kakek ini tersenyum dan berkata, ?Bagus sekali.
Sekaligus ada dua orang muda lihai di Pulau Kim-ke-tho yang
dicalonkan menjadi bengcu. Betapapun juga, aku jauh lebih suka
memilih ahli waris dari Pak Kek Siansu!" Sambil berkata demikian ia
mengangguk ke arah Sin Hong.
Kong Ji mehrik ke arah Sin Hong, senyum di bibirnya mengejek
dan masam. “Begitukah? Adikku Wan Sin Hong yang telah menjadi
calon bengcu dan mendapat sokongan segala macam pengemis dan
jembel? Selamat, selamat! Adapun tentang ahli waris Pak Kek
Siansu, aku yang bodoh tidak berani membantah. Akan tetapi aku
pun berhak menyebut diri sebagai ahli warisnya, karena aku adalah
murid terkasih dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le."
Lie Bu Tek yang tadinya memimpin orang-orang mengurus
jenaiah dan mereka yang terluka, dan tidak mau memperdulikan
lagi kepada Kong Ji, ketika dengar omongan ini, seketika melompat
dan menghadapi Kong Ji. "Apa katamu? Kau murid Ciang Le? Tak
mungkin"
Kong Ji tersenyum. "Dia adalah guruku, bagaimana Suheng
mengatakan tak mungkin? Siauwte adalah murid aseli, murid
terkasih dari Hwa I Enghiong, dan oleh karena itu, siauwte-lah yang
menjadi ahli waris sejati dari Pak Kek Siansu." Sambil berkata
demikian ia menggerakkan tangan kanannya dan sekejap kemudian,
pedang Pak-kek Sin-kiam telah berada di tangannya. "Inilah Pak-kek
klam, pedang pusaka peninggalan Kek Siansu, yang diberikan
kepadaku oleh Suhu Go Ciang Le. Apakah bukti ini masih belum
cukup?"
492
Semua orang tertegun, lebih-lebih Sin Hong. ia ingat betul bahwa
dahulu dialah yang menemukan pedang itu bersama kitab di dasar
jurang di puncak Luliang-san, kemudian pedang itu dirampas oleh
kim-tiauw yang bangkainya masih meringkuk di situ karena pukulan
Kong Ji tadi. Terampasnya pedang oleh kim-tiauw berarti pedang itu
terjatuh ke dalam tangan See-thian Tok-ong, bagaimana sekarang
oleh Kong Ji dikatakan bahwa ia menerimanya dari Ciang Le?
Lie Bu Tek tak bisa berkata sesuatu, hanya memandang dengan
mata terbelaIak. Kong Ji tersenyum kemenangan lalu
menyarungkan pedangnya kembali di dalam sarung yang
tersembunyi di balik bajunya.
"Nah, Suheng. Setelah Suheng tahu bahwa siauwte adalah murid
Hwa I Enghiong, ahli waris dari Pak Kek Siansu dan keturunan yang
berhak memiliki pedang Pak-kek Sin-kiam, apakah Suheng kelak
tidak membawa Hek-kin-kaipang untuk menyokong suara kepada
siauwte dalam pemilihan bengcu?"
"Kau mau menjadi bengcu atau tidak, apa sangkut pautnya
dengan aku? Aku tidak mau pedull." Setelah berkata demikian, Lie
Bu Tek mengundurkan diri untuk melanjutkan pekerjaannya
mengurus para korban.
Cam-kauw Sin-kai tertawa. "Aku tetap menyokong putera Liehiap
ini!"
Kong ji menjadi panas perutnya. Agaknya semua orang menaruh
hormat dan suka kepada Sin Hong, dan hal ini menggelisahkai
hatinya. Dia boleh menghadapi puluhan orang saingan dalam
pemilihan bengcu, akan tetapi Sin Hong? Menggemaskan sekali!
Namun, Kong Ji dapat menekan perasaannya, bahkan sambil
tersenyum ia menghampiri Sin Hong lalu menjura sambil berkata,
"Adikku Wan Sin Hong yang baik! Kau. benar-benar beruntung
sekali dan dipilih sebagai calon bengcu. Haa... siauw-beng-cu (ketua
cilik) kionghi-kionghi, biarlah aku yang bodoh memberi selamat
kepdamu!"
Sambil merendahkan diri dan menjura, Kong Ji mengangkat
kedua tangannya seperti orang memberi hormat. Akan tetapi diamdiam
ia telah mengerahkan tenaga dan ini adalah semacam jurus
493
Pukulan Tin-san-kang yang amat hebat. Dulu Sin Hong pernah
menerima pukulan Tin-san-kang dari Giok Seng Cu, akan tetapi
pukulan itu adalah pukulan langsung dengan kepalan tangan
mengenai dada. Pukulan semacam ini adalah pukulan dengan
tenaga kasar. Akan tetapi sekarang, pukulan Tin-san-kang yang
dilakukan dari jarak terpisah tanpa mengena kulit, jauh lebih hebat
dan berbahaya.
Semua orang terkejut sekali melihat betapa tubuh Sin Hong tibatiba
terhuyung-huyung mundur sampai empat langkah, dan
mukanya kelihatan pucat. Sin Hong terpengaruh oleh pukulan Tinsan-
kang yang hebat itu, pukulan yang sekali tonjok saja sudah
membikin tewas burung kim-tiauw, karena pemuda ini tidak pernah
menyangka bahwa Kong Ji memiliki kepandaian sehebat ini. Akan
tetapi. hawa sinkang di dalam tubuhnya sudah mencapai tingkat
tinggi berkat latihan-latihan menurut petunjuk kitab peninggalan Pak
Kek Siansu, sehingga hawa sakti dalam tubuh ini dapat bergerak
dan bekerja secara otomatis. Ketika kulit dan daging dadanya
menerima sambaran hawa pukulan lawan dan merasa betapa hebat
adanya pukulan itu, hawa sinkang secara otomatis bergerak ke arah
dada dan melindungi isi dada.
Akan tetapi, kehebatan pukulan itu tetap saja. membuat Sin
Hong terhuyung-huyung ke belakang sampai empat langkah.
Mukanya menjadi pucat karena pengerah sinkang yang dahsyat
untuk melindungi dada.
Sebaliknya, Kong Ji melongo. Hampir saja ia tidak dapat percaya
akan penglihatannya sendiri. Ia tahu betul sampai di mana
dahsyatnya pukulan Tin-san-kang tadi. See-thian Tok-ong sendiri
agaknya akan terluka berat kalau berani menerima pukulan ini
seperti yang dilakukan oleh Sin Hong, tanpa menangkis atau
mengelak. Akan tetapi, Sin Hong hanya terhuyung empat langkah
ke belakaug, dan kini sudah maju lagi perlahan-lahan sambil
tersenyum'....... “
"Kong Ji, ternyata kau pernah belajar kepada Giok Seng Cu!
Tenma kasih atas pemberian selamat, akan tetapi, siapakah yang
ingin menjadi bengcu? Mungkin kau yang sudah kegilaan, akan
tetapi aku tidak. Karena itu, aku tidak berani menerima
494
pemberianmu selamat tadi, terimalah kembali!" Sin Hong menjura
dan mengangkat kedua tangan ke depan seperti yang dilakukan
oleh Kong Ji tadi.
Kong-Ji maklum bahwa ia akan menerima serangan balasan,
maka ia bersiap-siaga. ia mengumpulkan lweekangnya yang sudah
dilatih bertahun-tahun dan menggeser sedikit tubuhnya agar
serangan hawa pukulan dari Sin Hong itu tidak terlalu tepat
kenanya. Akan tetapi, biarpun ia tidak merasa sambaran angin
dahsyat, tiba-tiba ia merasa dadanya dingin sekali dan rasa dingin
ini menyerang sampai ke
dalam jantungnya. Dengan
muka pucat Kong Ji
mengeluarkan seruan
tertahan dan tiba-tiba ia
menggerakkan kedua kaki,
tubuhnya berjungkir balik,
kedua kaki di atas dan
kepalanya di bawah! Ia
berdiri dengan cara terbalik
seperti dahulu kalau berlatih
Iweekang di bawah asuhan
See-thian Tok-ong. Inilah
cara untuk memulihkan
kesehatan dan untuk
menolak hawa pukulan lawan
yang sudah melukai dalam
tubuh. Sampai beberapa kali
tubuhnya berputaran,
membuat semua orang terheran-heran dan diam-diam Sin Hong
juga tertegun karena ilmu dari Kong Ji benar-benar sudah amat
tinggi dan berbahaya.
Tak lama kemudian, setelah hawa diangin terusir dan dalam
dada, Kong Ji berkata tanpa membalikkan tubuh. "Sin Hong, kita
sama lihat saja nanti, siapa yang menang di antara kita!" Setelah
berkata demikian, tiba-tiba tubuh yang masih berjungkir balik itu
bergerak dan sekali melompat, tubuh itu sudah berada di tempat
yang jauhnya hampir sepuluh tombak dengan kedua kaki di atas
495
tanah! Kemudian, sebelum semua orang sempat mencegah. Kong ji
sudah lenyap dari situ dengan cepat sekali.
Lie Bu rek menjadi pucat. "Sin Hong, bocah itu telah menjadi
seorang iblis yang berbahaya!"
Cam-kauw Sin-kai juga berkata kagum, "Kepandaiannya benarbenar
hebat, tidak kalah oleh tokoh-tokoh besar yang lain. Akan
tetap,, aku tetap percaya bahwa mereka semua takkan dapat
menandingi Wan-situ. Karena besok pada saat pemilihan bengcu
baru, kuharap Wan-sicu tidak mengecewakan harapan orang banyak
di dunia orang gagah, yakni seorang bengcu baru yang lihai
bijaksana harus terpilih agar dunia kang-ouw dapat terpelihara dari
pada malapetaka yang didatangkan oleh orang-orang jahat."
Sin Hong tadinya tidak tertarik sama sekali tentang hal. Ia juga
sama sekali tak pernah mendengar tentang urusan ini, maka
sedikitpun juga ia tidak tertarik untuk menjadi bengcu, apalagi
ketika ia mendengar bahwa bengcu yang dimaksud bukanlah seperti
halnya seorang ketua perkumpulan seperti Ketua He kin kaipang
misalnya, melainkan seorang ketua yang mengepalai partai
persilatan di seluruh Tiongkok. Seorang bengcu yang diangkat ini
disahkan dan dtakuti oleh semua ciangbunjin (ketua) dari partaipartai
besar seperti Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan lain-lain. Dahulu
memang tidak ada bengcu seperti ini. Setiap perkumpul atau partai
persilatan mempunyai ketua dan aturan-aturan sendiri. Akan tetapi
setelah beberapa kali timbul keributan antara partai-partai itu sendiri
sehingga selalu terjadi pemecah-belahan, lalu diadakan pemilihan
bengcu itu, sehingga di bawah pimpinan satu orang, para partai itu
dapat bekerja sama dengan baik. Apalagi di waktu menghadapi
bencana yang mengancam rakyat dan negara, maka tenaga seluruh
orang kangouw dapat dikerahkan pada saat yang sama dan di
bawah komando satu saja.
Kalau Sin Hong tadinya tidak tertarik, adalah Lie Bu Tek yang
amat tertarik. Setelah penguburan dan perawatan para korban
selesai, Lie Bu Tek menjamu Cam-kauw Sin-kai dan minta kepada
kakek ini untuk memberi penjelasan lebih lanjut tentang pemilihan
bengcu.
496
Cam-kauw Sin-kai adalah seorang tokoh besar yang selalu
menyembunyikan diri, maka jarang ada orang bertemu dengannya.
Akan tetapi diam-diam pengemis tua ini adalah bekas seorang
panglima di waktu mudanya, yakni sebelum tentara Kin menguasai
Tiongkok. Oleh karena itu, selalu ia memperhatikan keadaan tanah
airnya, ia pun selalu memperhatikan keadaan rakyat dan negara.
Kepandaian Cam kauw Sin-kai memang tinggi, kiranya dapat
disejajarkan dengan kepandaian Ba Mau Hoatsu atau Giok Seng Cu,
kalau kalah pun kiranya tidak banyak. Sebegitu lama, Cam-kauw
Sin-kai hanya menerima dua orang murid. Yang pertama adalah
seorang muda rupa tampan dan gagah dan kini sudah melakukan
tugas merantau dan membela keadilan dan peri kebenaran sebagai
seorang pendekar. Yang kedua adalah Ah Kai yang baru saja gugur
oleh See-thian Tok-ong.
Di dalam perantauannya, Cam-kau Sin-kai mendengar tentang
majunya pihak hek-to atau kaum hitam yang selalu mengganggu
ketenteraman umum. Semenjak dahulu, biarpun banyak orang
jahat, namun mereka itu selalu bekerja sama secara sembunyi
karena takut akan kejaran para pendekar gagah. Akan tetapi lambat
laun keadaan berubah. Di pihak mereka itu banyak muncul orangorang
pandai, atau mungkin juga orang-orang yang tadinya
tergolong pendekar-pendekar gagah entah mengapa terjeblos dan
bahkan menggabung dalam kelompok kaum jalan hitam ini. Apalagi
setelah munculnya tokoh- tokoh seperti Giok Seng Cu, Ba Mau
Hoatsu, keluarga See-thian Tok-ong, dan juga munculnya
perkumpulan-perkumpulan jahat seperti Bu-cin-pang, Im-yang-bupai
dan lain-lain, maka pihak hek-to makin berani saja. Ada tandatanda
bahwa pihak "kaum putih" akan terdesak. Bahkan sudah ada
beritanya bahwa partai-partai besar seperti Kunlun-pai dan Go bi pai
akan diserbu oleh kaum hitam! Dahulu memang masih ada seorang
pandai seperti Pak Kek Siansu, Thian Te Siang-mo, dan lain-lain
orang yang namanya cukup ditakuti oleh para penjahat. Akan tetapi
sekarang, siapakah yang boleh diandalkan? Ada murid Pak-Kek
Siansu yang cukup ternama, yakni Hwa I Enghlong Go Ciang Le dan
isterinya Liang Bi Lan. Akan tetapi mereka sudah lama tidak muncul
di dunia kangouw sehingga nama mereka tidak begitu terkenal lagi.
497
Di samping munculnya orang-orang jahat yang mengancam
kedudukan kaum pendekar pembela kebenaran, ada juga yang amat
menggelisahkan hati Ca kauw Sin-kai, yakni penyerbuan dari tentara
Mongol di bawah pimpinan seorang gagah perkasa seperti Temu Cin
itu. Tentu saja pengemis tua bekas panglima ini tidak peduli
andaikan pemerintah Kin akan hancur lebur oleh tentara Mongol.
Akan tetapi sebagai seorang bekas panglima ia maklum bahwa
setiap peperangan pasti akan mendatangkan sengsara kepada
rakyat jelata! Dan perang perlu dicegah. Untuk mencegah ini, tidak
ada jalan lain, kecuali membantu pemerintah Kin untuk mengusir
orang-orang Mongol!
Inilah scbabnya maka terpaksa Cam-kauw Sin-kai keluar dari
tempat sembunyinya mengadakan hubungan dengan orang-orang
gagah di seluruh tanah air, dan mengusulkan pengangkatan bengcu
baru. Kemudian ia teringat akan muridnya, Ah Kai yang sedang
menuju ke Ba-nam-bun untuk menghadiri pemilihan Ketua Hek-kinkaipang
yang baru. Maka lalu menyusul ke Bu-nam-bun, karena ia
hendak menarik Hek-kin-kaipang agar supaya ikut membantu
mencari calon bengcu dan untuk ikut pula menghubungi partaipartai
lain sehingga mereka dapat satu padu.
"Demikianlah, kebetulan sekali di pulau ini aku melihat ilmu silat
Wan-sicu luar biasa. Tidak betulkah dugaanku bahwa kau adalah
ahli waris tunggal dari Pak Kek Siansu, Wan-sicu?"
Sin Hong terpaksa mengaku bahwa dialah penemu kitab
peninggalan Pak Kek Siansu.
"Bagus! Kalau begitu, sesuai pula dengan sifat dan watak
mendiang gurumu, kau harus turun tangan menyelamatkan orangorang
gagah sedunia dan juga meyelamatkan rakyat dan negara
dari serbuan orang-orang Mongol, Wan-sicu."
"Bagaimana Locianpwe bisa berkata demikian? Boanseng adalah
seorang yang masih bodoh dan hijau, bagaimana boanseng berani
lancang mengangkat diri menjadi bengcu, mengepalai orang-orang
gagah sedunia?"
"Bukan kau mengangkat diri sendiri, Wan-sicu. Akan tetapi
kamilah yang mengangkat mu."
498
"Akan tetapi bukanlah banyak orang lain seperti Liok Kong Ji tadi,
yang ingin pula menjadi bengcu?"
"Itulah bahayanya. Memang banyak orang-orang yang tidak
bersih hatinya ingin menduduki kehormatan tertinggi di dunia ilmu
silat itu, akan tetapi justru inilah yang harus dilawan dan diberantas.
Kiranya hanya kau seorang yang akan dapat menghadapi mereka
sehingga kedudukan bengcu dapat diselamatkan.”
Bicara tentang Kong Ji, kembali Sin Hong teringat akan keadaan
pemuda aneh itu. Bagaimana Kong Ji bisa menjadi murid Go Ciang
Le? Ah, mengapa ia begitu bodoh? Ia bisa tanyakan hal ini kepada
Gak Soan Li! Teringat akan ini, Sin Hong lalu minta permisi dan
meninggalkan pulau itu untuk sebentar dan sementara itu, Camkauw
Sin-kai bercakap-cakap dengan Lie Bu Tek.
Ketika Sin Hong tiba di tempat dimana ia meninggalkan Soan Li
seorang diri, ia menjadi bmgung. Soan Li tidak kelihatan lagi, sudah
lenyap dari tempat itu. Ia memanggil-manggil beberapa kali dan
berjalan ke sana ke mari, namun tidak dapat melihat gadis itu. Ia
mulai gelisah, dan menjadi makin bingung dan cemas sekali ketika
ia melihat pedang Soan Li menggeletak di atas tanah. Tak salah
lagi, gadis itu pasti telah tertawan oleh orang jahat.
"Celaka...! Dan semua ini gara-gara aku yang meninggalkannya
seorang diri. Aku harus mencarinya...."
Cepat Sin Hong kembali ke Kim-ke-tho dan dengan singkat ia
menuturkan kepada gihunya tentang hilangnya Gak Soan Li murid
Go Ciang Le.
"Gihu, dia tertawan karena kelalaianku. Aku harus pergi sekarang
juga mencarinya, siapa tahu kalau-kalau aku masih akan dapat
mengejar dan menolongnya dari tangan penjahat yang
menculiknya."
"Memang seharusnya demikian. Sayang sekali dia sudah hilang,
kalau tidak tentu aku cepat bertanya tentang tempat tinggal Ciang
Le. Kalau saja aku tahu tempatnya, tentu akan kudatangi ia dapat
kutarik untuk membantu semua usaha kita,"
499
Tiba-tiba Cam-kauw Sin-kai menepak pahanya. "Ah, mengapa
Lie-taihiap tidak tadi tadi bertanya kepada lohu? Kalau Lohu tahu
bahwa kalian ada hubungan erat dengan Hwa I Enghiong, tentu
sudah kuberi tahu dari tadi. Memang kau dapat menarik
bantuannya, kiranya hal itu jauh lebih berharga daripada mencari
bantuan sepuluh orang ciangbunjin yang ternama ! Lohu tahu
tempat tinggalnya akan tetapi karena tidak ada hubungan erat, lohu
tidak berani mengganggunya. Hwa I Enghiong tinggal di Pulau Kimbun-
to."
" Nah, kalau begitu, biar aku pergi mencari Gak-siocia dan
menolongnya. Gihu pergi mencari Hwa I Enghiong, sedangkan Camkauw
Locianpwe dapat menggantikan kedudukan ketua Hek-kin
kaipang. Bukankah ini tepat sekali?" kata Sin Hong.
Karena menghadapi urusan penting dan pula melihat bahwa Hekkin-
kaipang memang perlu dipegang oleh seorang pandai seperti
Cam-kauw Sin-kai agar jangan mudah diganggu orang jahat Lie Bu
Tek segera menyatakan persetujuannya.
Para anggauta dikumpulkan, juga Tan Lokai dipondong keluar
dalam keadaan masih terluka, kemudian setelah diumumkan bahwa
Cam-kauw Sin-kai diangkat menjadi ketua, semua orang
menyatakan setuju. Cam-kauw Sin-kai sendiri tidak mau berlaku
sungkan-sungkan atau pura-pura lagi, lalu menerima pengangkatan
itu. Ia berpesan kepada Lie Bu Tek agar supaya betul-betul
berusaha membujuk Go Ciang Le suami isteri agar suka turun
tangan dan membantu, bahkan kiranya lebih baik kalau Hwa I
Enghiong mau dicalonkan sebagai bengcu.
Maka berangkatlah Sin Hong mencari Soan Li dan pada hari itu
juga Lie Bu Tek berangkat menuju ke Pulau Kim-bun-to, mencari
Hwa I Enghiong Go Ciang Le.
-oo0mch-dewi0oo-
Sampai sepekan lebih Sin Hong mencari-cari tanpa hasil. Ia
sudah mendengar sana-sini bertanya kepada penduduk, namun
Soan Li hilang tak meninggalkan jejak. Ia seperti meraba-raba di
tempat gelap. Akhirnya di sebuah kota ia mendengar bahwa di kota
500
itu beberapa hari yang lalu memang kelihatan ada orang wanita
cantik bersama seorang muda dan seorang kakek, akan tetapi Sin
Hong tidak dapat memastikan apa Soan Li ada di antara mereka ini.
Betapapun juga, ia lalu melanjutkan perjalanannya mengejar orangorang
itu.
Akan tetapi baru saja ia keluar dari rumah penginapan di mana ia
bermalam, belasan orang anggauta polisi mengejar dan
mengepungnya.
"Penjahat keji, kau hendak lari ke mana?" bentak mereka.
Sin Hong melongo dan memandang kepada mereka dan dengan
muka bodoh.
"Kalian ini ada apakah, siang hari bolong memaki-maki orang
tanpa alasan,” tanyanya mendongkol sekali karena memang hatinya
sedang risau memikirkan Soan Li.
“Masih berpura-pura lagi? Lebih baik menurut saja kami tangkap
agar kami tak usah mempergunakan kekerasan!" Sin Hong menjadi
heran sekali.
Karena ingin tahu latar belakang kejadian ini, ia membiarkan
kedua tangannya dibelenggu tanpa melawan. Kemudian digiring ke
sebuah rumah gedung di mana banyak penduduk berdiri di luar.
Jelas kelihatan dari luar bahwa di dalam rumah gedung itu pasti
terjadi peristiwa hebat. Ketika Sin Hong digiring masuk, orang yang
menonton memaki-maki padanya dan ternyata di dalam gedung itu
juga terjaga oleh anggauta polisi. Beberapa orang pembesar sedang
melakukan pemeriksaan. Seorang di antara anggauta-anggauta
polisi yang menangkap Sin Hong memberi laporan dan ributlah
mereka. Sin Hong diseret masuk dan dihadapkan pada seorang
pembesar yang berkumis tebal.
"Siapa namamu?" bentaknya.
"Namaku Gong Lam," jawab Sin Hong, ingat akan nama yang
diperkenalkan keida Soan Li.
Alangkah kaget hatinya ketika pembesar itu menggebrak meja
dan membentak, "Jangan main-main' Namamu Wan Sin Hong,
bagaimana kau berani membohong di depan kami? Pengawal
501
tampar dulu mulutnya yang membohong agar tidak berani
membohong lagi!”
Sin Hong terlampau kaget dan sehingga ia tidak mengelak ketika
seorang penjaga menampar mulutnya tiga kali. Ia tidak merasa apaapa,
sedangkan penamparnya menyeringai karena ia seakan-akan
menampar karet yang membuat telapak tangannya pedas.
"Taijin, bagaimana Taijin mengetahui namaku? Memang benar
namaku Wa Sin Hong, akan tetapi dari mana kalian tahu? Dan untuk
perkara apakah aku ditangkap?"
Pembesar itu tertawa bergelak. "Tak mudah kau menipu orang
seperti kami,” katanya menyombong. "Kau memang penjahat besar
dan berani sekali. Kau masih pura-pura tanya mengapa kau
ditangkap, Nah, mari kita bersama menyaksikan bekas tanganmu
yang jahat dan berlumur darah."
Setelah berkata demikian, pembesar itu memberi tanda kepada
para polisi dan kembali Sin Hong diseret memasuki sebuah kamar
yang besar. Di tengah kamar itu menggeletak seorang laki-laki dan
seorang wanita setengah tua dalam keadaan tak bernyawa lagi dan
berlumur darah, sedangkan peti uang yang telah kosong berserakan
di sudut, meja kursi terbalik. Jelas menandakan bahwa semalam
telah ada perampok masuk dan merampas uang lalu membunuh
dua orang tua itu,
Sin Hong membelalakkan matanya, lalu memandang kepada
pembesar itu dengan mata bertanya. Akan tetapi pembesar itu tidak
pedulikan pandang matanlya bahkan menariknya ke dalam kamar di
sebelah kamar itu sambil berkata,
"Masih mau menyaksikan yang lain yang lebih hebat lagi? Hayo,"
Di kamar ke dua ini, Sin Hong menyaksikan pemandangan yang
membuat darahnya bergolak saking marahnya. Di atas pembaringan
menggeletak tubuh seorang nona muda yang cantik. Nona ini telah
tewas pula dengan leher putus terbabat senjata tajam dan dari
keadaan di situ mudah diduga bahwa yang datang mengganggu
adalah seorang jai-hoa-cat (penjahat pemetik bunga). Ini semua
masih belum hebat, yang betul-betul membuat Sin Hong marah
bukan main adalah ketika ia disuruh membaca tulisan di tembok
502
putih. Tulisan yang dibuat dengan darah nona itu, yang bunyinya
seperti berikut :
Memetik bunga
merampas harta
membunuh hartawan
tanggung jawab pendekar Luliang san.
Di bawah barisan tulisan ini ada tanda tangannya yang jelas
sekali berbunyi WAN SIN HONG. Kemudian bagaikan mimpi ia
mendengar pembesar itu bicara,
"Biarpun berani sekali dan kejam, akan tetapi kau tolol. Kau
membiarkan dirimu terlihat oleh pelayan, yang tentu saja mengenal
potongan tubuhmu dan warna pakaianmu, kemudian kau berjalan
pergi seenakmu kembali ke dalam hotel Lianghoa likoan. Ha, ha,
selama hidupku baru kali ini aku bertemu dengan seorang penjahat
yang berani dan kejam namun tolol sekali!"
Tiba-tiba semua anggauta polisi berteriak kaget ketika melihat
Sin Hong sekali bergerak saja sudah melayang melewati kepala
mereka dan telah berada di luar rumah! Kemudian dengan gerakan
tangannya belenggu itu putus dengan mudah.
"Taijin, dan kalian semua, ketahuilah bahwa aku Wan Sin Hong
bukan seorang penjahat. Semua itu tentu perbuatan seorang yang
secara diam-diam memusuhi dan hendak membikin buruk namaku.
Aku bersumpah untuk mencari dan membekuk penjahat pengecut
itu!" Ketika para orang memburu keluar, sekali berkelebat saja Sin
Hong telah lenyap dari situ.
Tentu saja seluruh penduduk kota itu gempar. Setiap mulut
bicara tentang Wan Sin Hong penjahat besar yang berilmu tinggi.
Memang sudah menjadi kebiasaan manusia-manusia gatal mulut
untuk menyampaikan warta buruk akan seseorang seluas mungkin.
Tentang kebaikan orang, takkan ada seseorang pun setan yang
membicarakan, akan tetapi tentu keburukan orang, agaknya orangorang
yang mengaku sendiri suci pun suka pula mempercakapkan!
Sebentar saja, berita bahwa penjahat muda yang bernama Wan Sin
Hong dan berkepandaian amat tinggi berkeliaran mencari korban'
503
Sin Hong marah dan mendongkol bukan main. ia menduga-duga
siapakah gerangan orangnya yang begitu curang memburukkan
namanya secara begitu keji? Ia tidak berani sembarangan menduga,
dan diam-diam ia bersumpah untuk mencari orang itu, yang akan
diseretnya di depan orang banyak agar membuat pengakua
sehingga namanya bersih kembali.
Akan tetapi, bukan penjahat yang merusak namanya yang ia
temukan, bahkan peristiwa-peristiwa yang membuatnya terheranheran
dan marah, juga tidak berdaya! Beberapa hari kemudian
ketika melanjutkan perjalanannya, hampir dalam setiap kota ia
mendengar kejahatan yang dilakukan oleh... Wan Sin Hong!
Pencurian besar-besaran, pembunuhan kejam, gangguan pada
wanita-wanita secara mengerikan, pendeknya perbuatan sang iblis
keji!
Saking ngeri dan bingungnya, Sin Hong buru-buru meninggalkan
tempat itu dan di sepanjang jalan ia mencari-cari keterangan. Tiap
kali mendengar ada kejahatan terjadi di sebuah kota, ia menyusul
cepat-cepat untuk segera membekuk penjahatnya. Namun, selalu ia
tidak berhasil. Bahkan beberapa pekan kemudian, ia mengalami
peristiwa yang membuatnya benar benar tidak berdaya dan
bingung.
Di tengah perjalanan antara sebuah kota dan kampung di jalan
kecil berbukit yang sunyi, ia berjalan perlahan dengan pikiran kusut.
Tiba-tiba ia melihat dua orang pendeta tosu yang berdiri di tengah
jalan dengan senjata pedang di tangan dan siap mereka
mengancam sekali.
"Wan Sin Hong, akhirnya kami dapat juga membalas dendam!"
kata seorang di antara mereka, seorang tosu tua tinggi kurus
berjenggot putih.
"Siancai... siancai... selama hidup pinto belum pernah melihat
seorang penjahat semuda ini telah sedemikian jahatnya. Wan Sin
Hong, dosamu telah terIampau banyak, lebih baik kau lekas berlutut
dan menyerah," kata tosu ke dua yang bertubuh gemuk pendek dan
mukanya kuning.
504
Sudah terlalu banyak Sin Hong melihat kejadian-kejadian aneh
akhir-akhir ini, kejadian yang merugikan namanya, maka sekarang
menghadapi dua orang tosu yang datang-datang memaki dan
menuduhnya, ia bersikap adem saja, menarik napas panjang
dengan sebal ia bertanya,
"Jiwi Totiang ini siapakah, dan partai persilatan mana dan apa
alasannya hendak mencelakakan aku?"
"Pinto Im Yang Cu dari Kun-lun dan toyu ini adalah Tek Gwat
Tosu d Thian-san-pai. Kiranya tak perlu berpanjang lebar lagi, dan
tak ada gunanya berpura-pura memperlihatkan muka bersih dan
keheranan. Tepat seperti dikatakan oleh Tek Gwat Toyu tadi, lebih
baik kau lekas menyerah untuk kami bawa ke persidangan ketuaketua
partai." kata Im Yang Cu tosu yang kurus itu.
Sin Hong mendongkol bukan main. akan tetapi ia tidak bisa
merasa gemas pada dua orang tosu ini, karena ia maklum bahwa
mereka ini hanya menjadi korban dari perbuatan seorang jahat yang
sengaja meminjam namanya dalam perbuatan jahatnya. Ia
sekarang malah ingin sekali tahu perbuatan apa lagi gerangan yang
dilakukan oleh siluman itu.
"Jiwi Totiang, kalau Jiwi Totiang berhak melakukan penangkapan
atas diriku, kiranya aku yang tertuduh juga berhak untuk
mengetahui apakah gerangan kejahatan yang orang sangka
kulakukan. Apa kesalahanku terhadap Kun-lun-pai dan apa pula
perbuatanku yang membikin marah Thian-san-pai?"
Im Yang Cu menghela napas dan mengelus-elus jenggotnya yang
putih. "Hm, memang berbahaya sekali seorang muda mempelajari
ilmu silat tinggi, batin belum kuat sehingga kepandaiannya dipakai
untuk melakukan perbuatan jahat dan menyombongkan diri. Lebih
berbahaya lagi kalau orangnya masih semuda engkau, memiliki
muka yang baik dan yang menyenangkan. Benar-benar banyak yang
palsu di dunia ini. Wan Sin Hong kau masih berpura-pura tanya?
Baiklah agar jangan kelak orang bilang Kun lun-pai tidak adil, baik
pinto tuturkan perbuatanmu yang jahat terhadap murid Kun-lun-pal
yang bernama Thio Beng. Muridku itu sedang merayakan hari
pernikahannya, kau datang merampas pengantin wanita,
membunuh Thio Beng, kemudian membunuh pengantinnya sekali
505
karena ia melawan. Dengan jelas kau menuliskan surat tantangan di
atas tembok, perbuatanmu selain terkutuk juga amat sombong.
Apakah masih banyak bicara lagi?” Nama Wan Sin Hong sebagai
penjahat besar, siapakah yang tidak mendengar?”
Sin Hong mengerutkan alisnya. Benar- benar hebat. Orang jahat
yang sudah melakukan banyak kejahatan mempergunakan
namanya, ternyata bukan orang biasa, melainkan seorang yang
berkepandaian tinggi, kalau tidak demikian tak mungkin ia dapat
membunuh anak murid Kun-lun-pai demikian mudahnya.
"Apakah ada saksi yang melihat aku melakukan perbuatan itu,
Totiang? Menuduh orang berbuat jahat tanpa ada saksi, benarbenar
amat gegabah dan tidak adil.”
Tiba-tiba Tek Gwat Tosu tertawa bergelak, "Masih kurang
banyakkah saksi-saksi yang melihat sepak terjang penjahat muda
Wan Sin Hong? Kalau masih kurang, pinto mempunyai seorang saksi
utama yang akan melucuti kedokmu, penjahat muda! Kau menyerah
untuk kami bawa ke persidangan, dan saksi utama itu telah menanti
di sana. Tentu kau mengenal Kim Nio, bukan?"
Tentu saja Wan Sin Hong tidak mengenalnya. Hatinya makin
penasaran.
"Baiklah, aku akan ikut dengan Jiwi Totiang, akan tetapi bukan
dalam arti kata menyerah, melainkan aku hendak ikut untuk
menyelidiki persoalan ini lebih mendalam."
"Bocah jahat, kau benar-henar sombong sekali. Apa kaukira kami
tak sanggup menangkapmu?" lm Yang Cu tokoh Kun-lun-pai dengan
marah lalu melangkah maju, pedangnya dikelebatkan di depan
muka Sin Hong, akan tetapi yang sungguh-sungguh menyerang
adalah jari tangan kirinya, mencengkeram ke pundak pemuda itu.
Sin Hong sama sekali tidak mau menangkis atau mengelak.
Terdengar bunyi kain robek disusul oleh seruan kaget tokoh Kunlun-
pai itu.
Ketika jari-jari tangan kirinya mencengkeram pundak Sin Hong,
kain baju pada pundak itu robek dan hancur, akan tetapi kulit
pundak itu terasa oleh Im Yang Cu seakan-akan terbuat dan baja
506
dilumuri lemak. Demikian keras dan licin. Hal ini benar-benar tidak
masuk akal. Tosu ini terkenal memiliki kepandaian Eng-jiauw-kang
(Cengkeraman Garuda) dari Kun-lun-pai, jangankan tubuh manusia,
batu karang juga akan hancur kalau dicengkeramnya. Akan tetapi
bagaimana pundak pemuda itu tidak dapat dicengkeram?
"Totiang, apakah sudah menjadi kebiasaan seorang tosu untuk
merusak pakaian orang?" kata Sin Hong menyindir. Juga Tek Gwat
Tosu menjadi pucat mukanya dan diam-diam ia gelisah sekali.
penjahat muda ini benar-benar lihai sekali dan kalau memberontak,
apakah dia dan Tek Gwat Tosu dapat menahannya? Im Yang Cu
dapat melihat bahwa pemuda itu bukan orang sembarangan. Ia
berlaku cerdik dan tidak mau kehilangan muka, maka ia berkata,
“Wan Sin Hong, biarpun di dunia penjahat, orang mengenal
kegagahan dan nama. Apakah kau mau berjanji untuk ikut dengan
kami ke persidangan?"
"Aku memang hendak ikut, bukan untuk menyerah, melainkan
untuk mendengar persoalan ini lebih lanjut."
"Kalau begitu, mari kita berangkat!"
Dengan senang Sin Hong mengikuti kedua orang tosu itu menuju
ke scbuah bukit batu karang yang banyak terdapat jurang-jurang
curam. Dua orang tua itu dalam perjalanan ini kembali mengakui
kelihaian penjahat muda ini, karena biarpun mereka berdua
mengerahkan ginkang dan mempergunakan ilmu berlari cepat, tetap
saja orang muda itu berada di dekat mereka, Sedikit pun tak pernah
tertinggal, bahkan berlari seenaknya saja.
Tak lama kemudian tibalah mereka di puncak bukit itu, di mana
terdapat sebuah kelenteng kuno dan di depan kelenteng itu
terdapat lapangan rumput. Di kanan kini nampak jurang-jurang
ternganga amat curamnya. Ketika tiba di situ, Sin Hong melihat
beberapa orang pendeta, ada tosu ada pula hwesio, tengah duduk
bercakap-cakap dan nampaknya membicarakan hal yang amat
penting. Kedatangan Im Yang Cu dan Tek Gwat Tosu membawa
Wan Sin Hong mendapat sambutan hangat. Mereka semua berdiri
memandang kepada Sin Hong dengan penuh perhatian.
507
Sin Hong dihadapkan kepada dua orang tosu yang paling tua.
Dan laporan Im Yang Cu dan Tek Gwat Tosu, ia dapat menduga
bahwa mereka ini adalalah ketua Kun-lun-pai dan ketua Thian-sanpai.
Hatinya berdebar dan ia terkejut sekali. Ada apakah ketua-ketua
partai persilatan besar berkumpul di bukit?
"Wan Sin Hong kau telah berhadapan dengan persidangan ketua
ketua partai persilatan besar, apakah kau masih tidak lekas-lekas
berlutut dan mengakui dosa dosamu?" tanya ketua Kun-lun-pai
dengan suaranya yang lemah lembut dan bibir tersenyum, namun
sepasang mata dan suaranya berpengaruh sekali.
"Boanpwe Wan Sin Hong menghaturkan hormat kepada
Locianpwe sekalian. Akan tetapi, boanpwe sungguh tidak mengerti
apakah artinya persidangan ketua ketua partai dan tidak tahu pula
mengapa boanpwe disuruh menghadap. Juga mohon diberi tahu
siapakah sebenarnya Locianpwe sekalian?"
Ketua Thian-san-pai yang berdiri di sebelah ketua Kun-lun-pai,
seorang kakek berusia delapan puluh yang bertubuh kecil bongkok,
bermuka merah sekali, kepalanya botak dan tidak berjenggat
memukul-mukulkan tongkat hitamnya di atas tanah lalu berkata.
"Dunia telah berubah aneh sekali. Mana ada penjahat bersikap
sebaik ini? Heran, heran!"
Ketua Kun-lun-pai yang juga usianya sudah delapan puluhan,
bertubuh tinggi kurus, rambut dan jenggotnya panjang dan putih,
sikapnya lemah lembut, berkata lagi kepada Sin Hong.
"Pinto Tai Wi Siansu ketua Kun-lu pai, biarlah sebelum kami
mendengar pengakuan-pengakuan dosamu, pinto perkenalkan dulu
kepadamu agar kau tahu bahwa di sini kau tidak boleh main-main.
Di sebelahku ini adalah Leng Hoat Tai su ketua Thian-san-pai, tiga
saudara lain itu adalah Bu Kek Siansu ketua Bu- tong-pai, Kian Hok
Taisu ketua Go-bi-pai, dan Pang Soan Tojin ketua Teng-san-pai.
Saudara-saudara yang lain adala tokoh-tokoh semua partai besar.
Kami berkumpul di sini untuk keperluan lain, akan tetapi secara
kebetulai kami mendengar munculnya seorang penjahat muda
bernama Wan Sin Hong, bahkan hampir semua dari kami telah
bertemu dengan peristiwa kejahatan yang dilakukan oleh Wan Sin
508
Hong. Setelah berada di sini dan mendengar kau menantang,
apakah kami dapat tinggal diam?"
"Ah, tidak tahunya boanpwe dihadapkan kepada Ciangbunjinciangbunjin
(Keitia-ketua) dan partai-partai besar. Benar-benar
merupakan kehormatan bagi boanpwe. Akan tetapi boanpwe
mendengar bahwa biasanya para Locianpwe suka berlaku adil dan
teliti tidak sembrono. Maka boanpwe mengharap sukalah kira-kira
dosa-dosa boanpwe itu disebutkan lalu diselidiki lebih dulu sebelum
boanpwe dijatuhi hukuman, dan agar boanpwe diberi kescmpatan
untuk membela diri.”
Semua orang tua yang berada di situ saling pandang. Sikap
pemuda ini benar-benar bukan seperti sikap seorang penjahat. Akan
tetapi bukti-bukti banyak dan saksi pun ada.
"Dosamu terlalu banyak untuk disebut satu persatu. Buktinya di
mana-mana, tulisan darah di tembok masih belum kering, saksisaksi
yang melihat melakukan kejahatan masih belum mati. Bahkan
baru-baru ini kau telah membunuh murid partai kami Thio Beng
membunuh isterinya pula. Kemudian pihak Thai-san juga
mendapatkan seorang wanita yang telah kau ganggu. Mereka dapat
mencegah wanita itu membunuh diri dan sekarang wanita itu pun
berada di sini sebagai saksi. Apakah kau hendak menyangkal bahwa
kau tidak kenal wanita itu?" Tat Wi Siansu ketua Kun-lun pai
menudingkan telunjuknya ke arah seorang wanita muda dan cantik
sekali yang berdiri di pinggir dekat jurang bersandar pada batu
karang.
Sin Hong mengerahkan ingatannya akan tetapi ia tidak pernah
bertemu muka dengan wanita ini. Wanita ini masih muda dan cantik
sekali. Pakaiannya kusut demikian pula rambutnya, mukanya agak
pucat dan kelihatannya sedih sekali. Akan tetapi semua ini tidak
mengurangi kecantikannya, bahkan menambah jelita dan manis.
Setelah bertemu pandang, wanita itu tiba-tiba terisak dan
berkata.
"Memang dia inilah Si Keparat yang telah menggangguku. Dia ini
yang memasuki kamarku, membawaku keluar dengan paksa,
membawaku ke hutan dan mengancam hendak membunuhku kalau
509
aku berteriak. Dia membawaku masuk keluar hutan dan
memperlakukan aku secara kurang ajar dan keji, ia meninggalkan
aku seorang diri di dalam hutan." wanita itu menangis lagi dengan
sedih.
Sin Hong tak dapat menahan kemarahannya lagi. Bohongkah
wanita itu? Ataukah memang ada kejadian seperti itu yang
dilakukan oleh pemuda lain yang serupa benar dengan dia?
"Kau bohong...! Kau memfitnah... harus dibunuh...!" teriaknya
marah. Timbul niatnya untuk menangkap wanita itu kemudian
memaksanya mengaku sejujurnya. Benar juga, pikirnya. Siapa tahu
kalau-kalau orang yang selalu berusaha merusak namanya itu
mempergunakan wanita ini untuk menjadi saksi palsu? Kalau benar
demikian dan aku dapat memaksanya bicara, tentu Si Penjahat itu
dapat diketahui siapa orangnya. Secepat kilat tubuh Sin Hong
berkelebat ke arah wanita itu berdiri.
"Jahanam keji, apakah kau masih hendak membunuhnya lagi?"
terdengar suara halus dan sebatang tongkat kecil hitam menyambar
dan menghadang di depan tubuh Sin Hong. Pemuda ini
mengibaskan tangannya ke arah tongkat itu sambil berkata.
"Biarkan boanpwe menangkap pembantu Si Jahat itu,
Locianpwe!”
Baik Sin Hong maupun Leng Hoat Taisu pemegang tongkat itu,
terkejut akan akibat pertemuan tongkat dan tangan. Sin Hong
merasa tangannya tergetar, demikian besar tenaga Iweekang yang
disalurkan dalam tongkat itu, akan tetapi sebaiknya Ketua Thiansan-
pai ini terkejut bukan main karena tongkatnya telah terpental
mundur setelah kena dikibas tangan pemuda. Tosu tua maklum
bahwa di dunia kang-ouw, larang ada orang yang kuat menangkis
tongkatnya hanya dengan kibasan tangan belaka, maka tidak
anehlah bahwa ia terheran-heran melihat tongkatnya ditangkis oleh
seorang yang masih semuda ini. Namun, ia menjadi penasaran dan
malu pula, maka tanpa banyak cakap ia lalu menyerang Sin Hong
dengan tongkat hitamnya.
Sin Hong menjadi sibuk sekali. Dari angin pukulan tongkat,
tahulah ia bahwa ia menghadapi seorang yang berilmu tinggi.
510
Mengingat kedudukan kakek ini sebagai ketua Thian-san-pai, ia
merasa sungkan untuk melawannya, apalagi merobohkannya.
"Taisu, harap jangan salah memukul orang tak berdosa," katanya
sambil cepat mengelak dari serangan tongkat yang amat lihai itu.
"Mana ada maling mengaku dosa!" bentakan ini disusul dengan
menyambarnya pedang yang berkelebat menusuk leher Sin Hong.
Yang menyerang ini adalah ketua Bu-tong-pai, yakni Bu Kek Siansu.
Sin Hong mengeluh di dalam hatinya. Baru menghadapi serangan
seorang saja di antara para ciangbunjin ini, merupakan hal yang
tidak saja berat, akan tetapi juga tidak enak baginya. Antara dia dan
mereka ini tidak terdapat permusuhan sesuatu, dan seringkali
gihunya memberi nasihat agar ia menaruh hormat kepada para
ciangbunjin. Oleh karena itu ia tidak mau membalas dan hanya
mengelak dan kadang-kadang menggunakan tangannya untuk
menyampok dan menangkis.
Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai mengalami hal yang amat aneh.
Dia tidak akan berani mengaku bahwa dialah orang terpandai, akan
tetapi dia dapat memastikan bahwa di dunia kang-ouw tidak ada
orang yang berani dengan seenaknya menghadapi pedangnya. Akan
tetapi biarpun ia mengeroyok bersama Leng Hoat Taisu ketua
Thian-san-pai, namun pemuda yang dikeroyok ini dengan tangan
kosong dapat menghadapi mereka, nampaknya sama sekali tidak
terdesak dan seenaknya saja. Lebih-lebih heran dan kagetnya ketika
pemuda itu sanggup menangkis sambaran pedangnya dengan
menyentilkan jari telunjuknya. Kalau saja Bu Kek Siansu tidak
memiliki lweekang yang kuat tentu pedang itu telah terlepas dari
tangan demikian dahsyat dan kuatnya tenaga sentilan itu!
Sementara itu, ketika Sin Hong memandang ke arah gadis cantik
yang mendakwanya tadi, ia melihat gadis itu melompat ke dalam
kurang yang curam di dekatnya!
"Heeii..., jangan Iari kau..." Sin Hong tak peduli lagi ketika
tongkat hitam di tangan Leng Hoat Taisu mengarah pundaknya.
"Plak!" tongkat itu membalik ketika bertemu dengan pundak Sin
Hong, dan dibarengi oleh teriakan kaget ketua Thian-san-pai, Sin
511
Hong sudah dapat meloloskan diri dari kepungan dan melompat
cepat ke tempat di mana gadis tadi berdiri.
"Dia sudah membunuh diri karena perbuatanmu yang jahat!"
kata Tai Wi Siansu Ketua Kun-lun-pai yang juga melihat tubuh gadis
tadi melayang ke dalam jurang.
Akan tetapi Sin Hong berpendapat lain. Tadi karena ia merasa
gemas kepada gadis itu, di dalam pertempuran selalu
memperhatikan sehingga ia melihat betul gerakan gadis di pinggir
jurang. Matanya yang awas dapat melihat bahwa ketika bergerak
melompat ke dalam jurang, gadis itu mempergunakan ginkang yang
lumayan dan gerakan dalam melompat jelas sekali membuktikan
bahwa gadis itu adalah seorang ahli silat tinggi!
"Gadis penipu, kau hendak lari kemana?" bentak Sin Hong sambil
mengejar ke pinggir jurang. Akan tetapi jurang itu dalam sekali
sehingga tidak kelihatan dasarnya. Juga dari atas tidak kelihatan lagi
bayangan gadis itu, seakan- akan ditelan jurang yang ternganga.
"Jangan berpura-pura, ataukah sudah gila? Sudah jelas Nona Kim
Nio membunuh diri di dalam jurang karena perbuatanmu yang keji
dan jahat!" seru pula Tai Wi Siansu dan dibantu oleh yang lain-lain
para kakek yang berkepandaian tinggi itu siap untuk menangkap Sin
Hong.
"Cuwi Locianpwe, maafkan boanpwe tak dapat melayani lebih
lama lagi. Boan- pwe perlu mencari Nona tadi!" Tubuhnya melesat
dan bagaikan kilat ia telah lompat dan berlari cepat turun bukit.
Dengan mendongkol sekali Sin Hong berlari memutar dan
menuju ke jurang yang tadi kelihatan dari puncak. Akan tetapi,
seperti yang sudah ia duga, ia tidak dapat menemukan tubuh gadis
itu. Kalau gadis itu benar benar terjun untuk membunuh diri, tentu
ia akan dapat menemukan mayatnya yang sudah hancur.
Bagaimana gadis itu dapat melompat dari tempat yang begitu tinggi
tanpa terancam bahaya maut? Sin Hong berpikir keras namun tak
menemukan jawabannya. Dia sendiri biarpun sudah memiliki
ginkang tinggi, kiranya takkan mungkin dapat melompat dari atas
puncak itu ke bawah jurang. Pasti tubuhnya akan hancur. Kecuali
seekor burung, kiranya tidak ada manusia yang dapat melompat
512
dari tempat yang tingginya tak kurang dari lima puluh tombak itu.
Kecuali kalau ada yang membantunya, pikir Sin Hong. Akan tetapi
bagaimana caranya?
Makin marah hati pemuda ini. Kini ia yakin bahwa ada seorang
atau lebih musuh rahasia yang berusaha keras untuk merusak
namanya di dunia kang-ouw bahkan agaknya sengaja menarik
perhatian para tokoh besar dunia persilatan seperti ketua-ketua
partai itu agar dianggap sebagai seorang penjahat keji. Siapakah
musuh rahasia itu? Apakah wanita tadi? Tak mungkin, karena
selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan gadis tadi.
Apakah gadis tadi hanya menjadi alat? Siapakah gerangan yang
mengatur semua ini?
"Kurang ajar, aku harus mendapat rahasia mi. Aku harus dapat
menangkap penjahat itu dan menyeretnya di depan para
ciangbunjin." Hati dan pikiran Hong menjadi kusut karena ia merasa
khawatir sekali. Kalau para ciangbunjin sampai menganggap dia
sebagai seorang penjahat, dengan saksi-saksi yang hidup, benarbenar
urusan ini bukan urusan kecil lagi.
-oo0mch-dewi0oo-
Sampai berbulan-bulan Sin Hong merantau dengan pikiran kusut,
tidak saja ia merasa amat gelisah memikirkan keadaan Soan Li yang
hilang tanpa meninggalkan jejak, juga ia amat gelisah memikirkan
keadaan yang terjadi di sekitarnya. Tiada hentinya terdengar di
mana-mana tentang penjahat keji bernama Wan Sin Hong yang
tidak segan-segan meninggalkan nama di atas dinding kamar
tempat ia melakukan kejahatan. Bahkan beberapa kali Sin Hong
terpaksa harus mempergunakan kepandaiannya untuk melarikan diri
ketika ia dikejar-kejar oleh para tokoh kang-ouw yang berusaha
manangkapnya. Ia melarikan diri bukan karena takut, melainkan
karena segan untuk melawan. Ia maklum bahwa tokoh kang-ouw itu
bermaksud baik, yakni menangkap seorang penjahat keji
Pada suatu hari ia masuk ke dalam kota Liang-si. Ia sudah
kehilangan jejak Soan Li sama sekali dan kini ia mencari Soan Li dan
juga penjahat yang mengguaakan namanya itu secara membuta,
513
meraba-raba di dalam gelap, yakni di mana saja ia berada dicarilah
keterangan.
Kota Liang-si amat ramai dan besar karena di situ pusat
perdagangan yang menghubungkan dua propinsi. Sin Hong
bermalam di sebuah hotel dan mendapat kamar di belakang. Hari
telah mulai senja maka Sin Hong terus saja memasuki kamar untuk
mandi dan bertukar pakaian.
Akan tetapi baru saja masuk kamar ia mendengar gerakangerakan
orang dan disusul bisikan-bisikan, "Ini dia orangnya, tak
salah lagi...!"
Sin Hong sudah terlalu sering mengalami dirinya diintai dan
diserbu orang maka hal ini tidak mengherankannya. tenang-tenang
saja minta air hangat dari pelayan dan tanpa menghiraukan suara
gerakan orang banyak yang ia tahu mengurung kamarnya, pemuda
ini membersihkan diri dan bertukar pakaian. Kemudian ia memesan
masakan kepada pelayan.
"Bawa saja ke kamar, aku hendak makan di dalam kamar,"
katanya sambil menyerahkan beberapa potong uang. Setelah
makanan yang dipesan tiba, ia makan lalu memadamkan api dan
siap untuk istirahat.
Tiba-tiba di dalam gelap itu ia mendengar suara senjata rahasia
menyambar ke arah pembaringannya, Sin Hong dengan mudah
mengelak dan tanpa banyak cakap ia menyambar bungkusan
pakaiannya dan membuka daun pintu. Ternyata di depan pintu
kamarnya telah berdiri belasan orang yang berpaksian sebagai polisi
dan memegang senjata tajam, siap untuk menyerangnya. Sin Hong
menarik napas. Ia merasa malas untuk melayani para petugas
keamanan itu, maka ia lalu menutupkan lagi daun pintu, membuka
jendela untuk melarikan diri dari situ. Akan tetapi di sini telah ada
yang menjaga pula, bahkan pakaian mereka ini seperti ahli-ahli silat
dan gerakan mereka jauh lebih tangguh daripada yang menjaga di
depan pintu. Jumlah mereka yang berpakaian seperti kauwsu (guru
silat) ini sedikitnya ada dua belas orang pula.
"Kahan membosankan benar-benar!"
514
Sin Hong berkata perlahan, menutup kembali daun pintu dan
sekali kedua kakinya bergerak, tubuhya sudah mencelat ke atas.
Kedua tangannya digerakkan terdengar suara keras ketika pian dan
genteng menjadi bobol dari mana tubuhnya menjeblos genteng'
Akan tetapi, Sin Hong benar-benar keliru kalau ia mengira bahwa
di atas genteng ia akan terlepas dari kepungan, bahkan begitu
tubuhnya berada di wuwungan rumah, beberapa buah senjata
menyambar dan menyerangnya dengan cara yang amat dahsyat.
Ternyata bahwa yang menjaga di atas genteng adalah orang-orang
yang memiliki kepandaian tinggi, jumlahnya ada delapan orang di
antara mereka itu bahkan samar-samar melihat ketua Kun-lun-pai
dan Thian san-pai. Celaka, sekarang yang mengurungnya adalah
tokoh-tokoh besar.
"Wan Sin Hong bangsat keji, menyerahlah untuk menebus dosa,"
terdengar suara Tai Wi Siansu dan pedangnya dah berkelebat
dengan amat lihainya meluncur ke arah dada Sin Hong.
Sin Hong tidak mau melayani, sebaliknya ia menggulingkan
tubuhnya di atas genteng, bergulingan ke bawah dan disusul
dengan gerakan Hui-mau-jip-lim (Burung Terbang Masuk Hutan)
tubuhnya sudah melayang ke bawah dan melarikan diri dengan
cepat sekali.
"Kejar! Tangkap penjahat Wan Sin Hong ….!” terdengar suara
orang mengejar dari segala jurusan.
Sin Hong tidak mau melayani dan terpaksa ia melarikan diri ke
luar kota. Ia pikir takkan ada gunanya kalau melawan para
pengejarnya, karena yang menjadi persoalan penting bukanlah ia
dan para pengejar, melainkan antara dia dan penjahat yang
merusak namanya. Percuma belaka kalau ia akan menyangkal
semua tuduhan itu. Yang penting adalah mencari penjahat yang
mengkhianatinya, karena penjahat itulah musuhnya, bukan orangorang
kang-ouw yang mengejarnya.
Sebentar saja ia sudah dapat melenyapkan diri dari para
pengejarnya di dalam gelap. Baru saja ia melompat turun di luar
tembok kota, tiba-tiba ia mendapatkan dirinya dikurung oleh
belasan orang. Ketika ia melihat dengan bantuan sinar bulan yang
515
remang-remang ia terkejut dan juga girang karena di antara orang
orang yang tidak dikenalnya, ia melihat Liok Kong Ji, Ha Mau
Hoatsu, Giok Seng Cu, dan ada juga... Soan Li!
"Gak....... kau di sini...?" tak terasa pula ia berseru girang.
Akan tetapi, bukan main kagetnya, ketika ia melihat Soan Li tibatiba
mencabut pedang dan dengan cepat melompat dan
menyerangnya dengan ganas!
"Nona Soan Li...!" Sin Hong berseru kaget.
"Wan Sin Hong, kau telah menghinaku ….. kau telah merusak
hidupku... kau harus mampus di tanganku...'" Soan Li menyerang
kalang kabut!
Bukan kepalang kagetnya hati Sin Hong melihat ini. Terpaksa ia
mengelak dan beberapa kali memandang dengan penuh perhatian,
khawatir kalau-kalau yang dianggap Soan Li bukan gadis itu. Akan
tetapi tak salah lagi, inilah Gak Soan Li. Andaikata ia lupa akan
orangnya, ia takkan lupa akan ilmu pedangnya. Benar-benar Sin
Hong merasa dalam mimpi menghadapi hal yang aneh-aneh ini.
Sementara itu, dalam kota terdengar suara mereka mengejar,
bahkan terdengar Suara Tat Wi Siansu yang dikerahkan dengan
tenaga lweekang.
"Wan Sin Hong, lebih baik kau menyerah. Tiada gunanya kau biar
sampai ke neraka sekalipun kau akan berhadapan dengan seluruh
orang gagah di dunia'"
Sin Hong benar-benar menjadi bingung. Ia masih diserang kalang
kabut oleh Soan Li yang nampaknya nekat itu. Tiba-tiba Kong Ji
melangkah dan berkata keras, bengaruh,
"Soan Li kekasihku, sudahlah. Tinggalkan dia!"
Aneh di atas aneh! Sin Hong sampai berdiri bengong ketika
melihat betapa Soan Li tiba-tiba melempar pedangnya, berlari dan
menubruk Kong Ji yang memeluknya, kemudian gadis itu menangis
terisak-isak di atas dada Kong Ji. Lebih hebat lagi kekagetan hati Sin
Hong yang terheran-heran itu ketika mendengar suara Soan Li
penuh kemanjaan,
516
"Lam-ko, Wan Sin Hong telah merusak hidupku, telah
menghinaku...."
Sin Hong sampai tak dapat mengeluarkan suara saking heran dan
terkejutnya, ia masih merasa dalam mimpi ketika ia mendengar
suara Kong Ji berkata:
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XIX
“SIN HONG. demi persaudaraan kita, Aku sanggup menolongmu,
dan mari kita bersama menghancurkan para pengejarmu itu. Mari
kita gempur habis-habisan mereka itu asal kau suka bekerja sama
dengan aku. Marilah, Sin Hong saudaraku...."
Sambil berkata demikian, Kong Ji melepaskan pelukan Soan Li
dan menghampiri Sin Hong dengan senyum ramah.
Sin Hong masih bingung, serasa mimpi. Akan tetapi ia masih
cukup sadar untuk mengingat bahwa pengejarnya itu adalah tokohtokoh
besar dunia kang-ouw yang ternama dan termasuk pendekarpendekar
budiman. Ia tadi melihat di antara mereka dua orang
tokoh besar, yakni Tai Wi Siansu ketua Kun-lun-pai dan Leng Hoat
Taisu ketua Thian-san-pai dan baru. dua orang ini saja sudah
meyakinkan hati bahwa mereka benar-benar merupakan tokohtokoh
besar yang paling dihormati. Dan ia masih ingat akan sikap
Kong Ji ketika bertemu dengannya, di atas Pulau Kim ke-tho, sikap
yang tidak mencerminkan persaudaraan. Kini Kong Ji mengulurkan
tangan hendak membantunya, yakni dengan cara menumpas para
pengejarnya, tokoh-tokoh kang-ouw itu! Semua ini
membingungkannya. Tokoh-tokoh besar kang-ouw memusuhinya,
sebaliknya Kong Ji mengulurkan tangan kepadanya. Dan masih ada
lagi soal Soan Li yang tiba-tiba benci kepadanya, menuduh yang
bukan-bukan. Lebih aneh dan hebat lagi, Soan Li menyebut Kong Ji
dengan panggilan Lam- ko, padahal sebutan ini adalah sebutan
untuknya karena ia memperkenalkan diri kepada Soan Li sebagai
Gong Lam! Di samping semua kebingungan yang membuat Sin
517
Hong bengong terlongong masih ada lagi hal lain yang membuat ia
menjadi pucat, yakni dengan adanya Giok Seng Cu di situ bersamasama
Kong Ji. Giok Seng Cu ! inilah yang telah mematahkan tulang
kaki Soan Li, dan orang ini pula yang harus dibinasakannya, karena
bukanlah Giok Seng Cu pula yang menjadi ketua Im-yang-bu-pai
yang telah membasmi Hoa-san-pai dan menjadi biang keladi
kemusnahan Lu-liang-pai?
Akan tetapi mengapa sekarang Giok Seng Cu berada di situ
bersama Kong Ji dan mereka ini justru merupakan orang-orang
yang hendak membelanyanya dari kejaran dan ancaman tokohtokoh
besar dan ketua dari Kun-lun-pai, Thian-san-pai dan lain-lain?
Tanpa banyak cakap lagi, Sin Hong mengerakkan tubuhnya dan
tanpa dapat diduga lebih dulu ia telah mengirim pukulan ke arah
Giok Seng Cu. Kakek yang sudah pernah merasai kelihaian tangan
Sin Hong tentu saja tidak mudah diserang. Dia adalah murid dari
Pak Hong Thiansu, ketua dari perkumpulan lm-yang-bu-pai. Dia
seorang ahli silat tinggi yang sudah memiliki pengalaman luas sekali
dan kepandaiannya tidak boleh dipandang ringan. Maka tentu saja
biarpun diserang secara tiba-tiba oleh Sin Hong, ia dapat melihat hal
ini dengan baik, maka cepat-cepat ia miringkan tubuh sambil
menangkis sekuat tenaga.
Biarpun Giok Seng Cu mengerahkan tenaga Tin-san-kang dalam
tangkisannya ini, namun tetap saja terhuyung beberapa langkah
ketika hawa pukulan Sin Hong mendorongnya. Ia benar-benar
merasa heran sekali, juga terkejut karena secara aneh sekali
pemuda itu kembali telah menyerangnya.
"Sin Hong, jangan kau kurang ajar,” Kong Ji membentak dari
samping dan sinar kuning emas yang menyilaukan mata meluncur
ke arah punggung Sin Hong dari belakang!
Sin Hong terpaksa menarik kembali serangannya terhadap Giok
Seng Cu dan membalikkan tubuh. Ia melihat serangan pedang di
tangan Kong Ji hebat juga sedangkan pedang itu sendiri membikin
agak jerih. Sin Hong maklum bahwa pedang Pak-kek Sin-kiam yang
berada di tangan Kong Ji adalah sebuah pedang pusaka yang
ampuh sekali dan tidak boleh dibuat main-main. Maka ia pun hanya
518
mengelak dan melangkah mundur. Kong Ji mendesak, sedangkan
Giok Seng Cu juga mengirim pukulan Tin-san-kang dari samping.
Serangan-serangan ini sebenarnya tidak membingungkan hati Sin
Hong. Yang membikin ia gugup adalah ketika Soan Li kembali
menyerangnya, dan selain Ba Mau Hoatsu juga mengeluarkan
sepasang senjatanya, kini para pengejarnya telah datang dekat.
"Para Locianpwe yang baru tiba, biarlah kami membantu Cuwi
(Tuan Sekalian) menangkap penjahat besar Wan Sin Hong ini….!"
kata Kong Ji dengan nada suara gembira sekali.
Kembali hati Sin Hong terkejut. Ia tidak mengerti sama sekali
akan sikap Kong Ji. Baru saja menawarkan tenaga untuk
membelanya dari para pengejarnya, sekarang serentak mengajak
kawan-kawannya untuk menyerangnya. Apakah gerangan yang
tersembunyi di balik sikap aneh ini?
Sementara itu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan yang lain-lain
tentu saja tertegun melihat Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu. Dua
orang tokoh ini tentu saja sudah amat dikenal dan dapat dibilang
bukanlah orang-orang yang berdiri di pihak Tai Wi Siansu sekalian.
Akan tetapi mengapa mereka itu juga memusuhi penjahat muda
Wan Sin Hong.
Betapapun juga, kerena mereka sedang mengejar Wan Sin Hong
dan sekarang pemuda jahat itu sedang dikeroyok oleh Giok Seng Cu
dan kawan-kawannya, Tai Wi Siansu dan rombongannya tidak
banyak bertanya, langsung menyerbu dan mengeroyok Sin Hong
pula'
Sin Hong boleh jadi gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian
yang tinggi sekali, akan tetapi mana bisa ia tahan menghadapi
semua orang tokoh besar di dunia kang-ouw ini'' Pengeroyoknya
adalah Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, Liok Kong Ji. Gak Soan Li, Tai
Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan masih banyak tokoh besar lainnya
yang rata-rata memiliki kepandaian ilmu silat tinggi.
"Penasaran.... penasaran… Para Locianpwe jaman sekarang
sudah terlaluan sehingga tidak awas pemandangan mata, tidak
tajam pendengaranrya." Berkali-kali Sin Hong berseru keras dengan
kecewa dan sedih, kemudian karena menghadapi desakan yang
519
amat hebat, terpaksa ia menyambar sebatang ranting yang terletak
di atas tanah dan mengamuklah ia dengan Ilmu Pedang Pak kekkiam-
sut yang amat luar biasa!
Untung baginya, melihat ilmu pedang yang dimainkan dengan
sebatang ranting ini, Kong Ji demikian tertarik dan tertegun,
sehingga pemuda ini menghentikan serangannya dan menonton
cara Sin Hong bersilat pedang! Kesempatan baik ketika semua
pengeroyoknya mundur saking gentar menghadapi gerakan ranting
yang tidak saja amat cepat, akan tetapi juga amat kuat itu tidak
disia-siakan oleh Sin Hong. Sekali berkelebat lenyaplah ia dari depan
para pengeroyoknya! Diam-diam Kong Ji terkejut sekali. Kepandaian
Sin Hong, ternyata telah meningkat sedemikian hebatnya sehingga
ia harus mengaku takkan dapat melawan pemuda itu. Apakah dia
telah mempelajari Pak-kek Kiam-sut? Demikian pikir Kong Ji. Aneh
sekali, kitab itu masih berada di dasar jurang dan hanya aku yang
mengetahui tempatnya, bagaimana Sin Hong dapat mempelajari
ilmu pedang aneh itu? Tak salah tentu yang tadi dimainkan oleh Sin
Hong adalah Pak-kek Kiam sut, karena gerakan dasarnya hampir
sama dengan ilmu silat yang ia pelajari dari Hui Lian, yakni Pak-kek
Sin ciang hoat, Jangan-jangan kitab yang di dasar jurang itu telah
diambil oleh Sin Hong...!
"Hebat benar kepandaian penjahat Wan Sin Hong itu..."
terdengar Tai Wi Siansu memuji. "Dia itu murid siapakah?”
Mendengar kata-kata ketua Kun-lun- pai ini cepat-cepat Kong Ji
berkata,
"Locianpwe, dia itu adalah Wan Sin Hong yang selama ini
merajalela melakukan berbagai kejahatan. Dia adalah putra angkat
Lie Bu Tek murid Hoa-san pai dan hendaknya Locianpwe maklum
bahwa ada serombongan orang yang berniat mengangkatnya
menjadi bengcu pada pemilihan bengcu baru nanti."
Warta ini benar-benar mengagetkan Tai Wi Siansu. Kalau dunia
kang-ouw dipimpin oleh seorang bengcu sejahat itu, benar-benar
berbahaya sekali! Dan kepandaian pemuda jahat tadi memang
benar-benar luar biasa dan hebat, seakan-akan seorang iblis saja.
520
"Siapa yang memilihnya?" tanyanya sambil memandang wajah
tampan pemuda yang belum dikenalnya ini.
"Yang memilihnya adalah perkumpulan Hek kin-kaipang di bawah
pimpinan Cam-kauw Sin-kai," jawab Kong Ji.
Kembali Ketua Kun-lun-pai ini terkejut. Akan tetapi yang lebih
kaget lagi adalah Leng Hoat Taisu Ketua Teng-san-pai. Cam-kauw
Sin-kai adalah kakak seperguruan yang paling tua dan yang paling
pandai.
"Tak mungkin Cam-kauw Sin-kai memilih penjahat untuk menjadi
bengcu. Orang muda, kau siapakah berani berlancang mulut
menuduh Cam-kauw Sin-kai memilihnya?" tegur Leng Hoat Taisu
sambil memandang Kong Ji dengan mata penasaran.
Kong Ji menoleh kepada Giok Seng Cu dan kakek yang berambut
putih itu maju sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu ketahuilah! Pemuda ini
adalah calon bengcu dan kamilah pemilih-pemilihnya. Calon bengcu
tidak lancang menuduh, memang benar bahwa antara Cam-kauw
Sin-kai dan penjahat muda Wan Sin Hong terdapat perhubungan
yang erat. Hal ini baiktiya kau orang tua pikun suka pergi
menyelidiki."
Leng Hoat Taisu masih penasaran akan tetapi ia juga ingin sekali
segera menyelidik apakah hal ini benar adanya. Sebaliknya Tai Wi
Siansu memandang pada Kong Ji dengan ragu-ragu, maklum bahwa
Giok Seng Cu bukan orang baik-baik akan tetapi tahu pula akan
kelihaian kakek yang menjadi ketua lm-yang-bu-pai ini.
Kalau sampai Giok Seng Cu dan orang seperti Ba Mau Hoatsu
memIilihnya, tak dapat disangkal tentu yang ia pilih itu seorang
yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi, mungkinkah seorang yang
masih begini muda memiliki kepandaian berarti?
Kong ji orangnya memang cerdik sekali. Sekali pandang saja
tahulah ia apa yang terdapat dalam hati ketua Kun-Lun pai itu. Maka
sambil tersenyum ia menjura kepada Tai Wi Siansu dan Leng Hoat
Taisu berkata dengan suara lemah lembut,
521
"Jiwi Locianpwe sebagai ciangbunjin partai-partai besar, tentu
saja tak dapat dibandingkan dengan aku yang rendah. Untuk
menjadi Bengcu bukanlah mudah, dan aku yang muda merasa
dihormati oleh kata-kata Giok Seng Cu Locianpwe. Menjadi bengcu
memang sukar bukan main, tidak semudah merobohkan pohon pek
di kiri itu dengan tangan kosong."
Tai Wi Siansu melirik ke arah kiri dimana terdapat pohon pek
yang besarnya sepelukan orang lebih. Merobohkan pohon itu
dengan tangan kosong? Hem, kalau ia mengerahkan seluruh
tenaganya, agaknya dapat juga ia merobohkan pohon itu, akan
tetapi tidak berani memastikan, karena untuk dapat melakukan hal
itu, orang harus memiliki tenaga seribu kati.
"Merobohkan pohon itu dengan tangan kosong kauanggap
mudah? Ah, ingin kali aku yang tua menyaksikan kelihaian orang
muda sekarang."
Kong Ji kembali menjura dan berkata, "Aku yang muda Liok Kong
Ji memperlihatkan kebodohan, maaf...'" Setelah berkata demikian,
dengan langkah lebar ia menghampiri pohon pek itu, mengerahkan
tenaga Tin-san-kang dan sekali ia merendahkan tubuh dan
mendorong terdengar suara keras dan pohon terlempar ke atas.
Belum juga pohon itu turun, tubuh Kong Ji sudah berkelebat dan
nampak sinar menyilaukan berkelebatan, disusul oleh robohnya
pohon yang kini batangnya telah menjadi lima potong!
Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu dua orang ketua partai besar
yang tentu saja memiliki kepandaian tinggi, menyaksikan
demonstrasi ini menjadi kaget bukan main. Mereka yang
berpemandangan awas, tentu saja melihat betapa tadi pemuda itu
mempergunakan pedang yang luar biasa tajamnya, melompat
dengan gerakan Sin liong-seng-thian (Naga Sakti naik ke Langit)
dan dengan empat kali sabatan telah berhasil menabas batang
pohon menjadi lima potong!
"Hebat sekali!" Leng Hoat Taisu memuji.
"Apakah ia bermaksud hendak menduduki kursi bengcu?" tanya
Tai Wi Siansu yang masih menaruh hati curiga karena pemuda yang
lihai ini dipilih oleh orang-orang seperti Giok Seng Cu dan Ba Mau
522
Hoatsu. Apalagi setelah ia kini mengenal itu sebagai pedang Pak-kek
Sin-kiam yang dulu pernah dibuat perebutan dan pernah dibawa lari
oleh Giok Seng Cu. Bagaimana pedang itu terjatuh ke dalam tangan
pemuda ini?
Giok Seng Cu tersenyum. "Tai Wi Siansu, apakah kau tidak
mengenal Pak-kek Sin-kiam? Dahulu mendiang Supek Pak Kek
Siansu pernah berkata bahwa siapa yang mewarisi Pak-kek Sinkiam,
adalah jago nomor satu di dunia dan patut menjadi bengcu."
Tentu saja kata-kata dari Giok Seng Cu ini hisapan jempolnya
sendiri, akan tetapi para tokoh besar yang mendengar diam-diam
menjadi terheran dan kagum.
"Jadi dia ini murid Pak Kek Siansu yang mewarisi peninggalan
pedang dan kitab locianpwe itu?" tanya Tai Wi Siansu.
Giok Seng Cu tertawa bergelak. "Kalian sudah tahu sekarang,
apakah tidak betul pilihan kami mengangkat dia sebagai calon
bengcu?"
Sementara itu, Tai Wi Siansu melihat sinar mata yang sombong
sekali dari Kong Ji, maka diam-diam kakek yang awas ini menjadi
terkejut. ia memberi tanda kepada kawan-kawannya untuk pergi,
lalu berkata.
"Hal itu tergantung dengan keadaan pada saat nanti pemilihan
dilakukan. Sementara itu, sudah menjadi kewajiban kita hersama,
lebih-lebih kewajiban murid dari mendiang Pak Kek Siansu, untuk
menangkap seorang penjahat seperti Sin Hong. Ataukah... Liok-sicu
ini tidak mampu menangkapnya?"
Merah telinga Kong Ji mendengar ini. Wan Sin Hong pasti akan
mampus di tanganku. Kalau sekarang tak dapat melakukannya,
kelak pada pemilihan bengcu, apa salahnya membekuknya?"
"Kita sama lihat sajalah nanti..." kata Tai Wi Siansu sambil berlari
pergi meninggalkan tempat itu, diikuti oleh kawan-kawannya. Di
tengah jalan, Leng Hoat Taisu berkata,
"Toyu, sakapmu terhadap Liok Kong Ji tadi tepat sekali. Pinto
juga tidak menaruh kepercayaan terhadap pemuda seperti itu."
523
"Siapa bisa percaya kepada pilihan Giok Seng Cu dan Ba Mau
Hoatsu? Anehnya pemuda itu benar-benar lihai. Bagaimana
kepandaian Luliang-pai bisa jatuh ke dalam tangannya?" kata Tai Wi
Siansu.
Adapun Kong Ji yang ditinggal pergi oleh rombongan Tai Wi
Siansu, merasa gembira bukan main.
"Biarpun Sin Hong tak dapat kita tarik, dia sudah tidak berdaya,
pasti dikejar-kejar terus karena kejahatannya. Giok Seng Cu Suhu
harap bersama Mau Suhu pergi mencari See-thian Tok-ong dan
berusaha menariknya agar bersama kita membuat pahala. Harus
diberi tahu bahwa pihak Hwa I Engihiong Go Ciang Le sudah pula
keluar dan kalau kita tidak bersatu, sukarlah bagi kita untuk berhasil
mengejar cita-cita kita."
"Jangan khawatir, kami akan berusaha. Kurasa See-thian Tokong
takkan begitu bodoh memakai jalan sendiri," jawab Giok Seng
Cu yang tak lama kemudian pergi pula bersama Ba Mau Hoatsu.
Memang mengherankan sekali. Bagai mana orang-orang ternama
dalam dunia kang-ouw seperti Giok Seng Cu dan ba Mau Hoatsu
dapat demikian tunduk hadap Kong Ji? Dan bagaimana pula Gak
Soan Li sekarang berada bersama Kong Ji dan kelihatan begitu
mencintai dan menurut? Untuk melenyapkan keheranan ini, baiklah
kita ikuti pengalaman Soan Li semenjak ia ditawan dan dibawa pergi
oleh Giok Seng Cu dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.
Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Gak Soan Li yang
kedua pahanya masih belum sembuh, sama sekali tidak berdaya
menghadapi Giok Seng Cu dan akhirnya ia kena ditawan oleh kakek
jahat itu. Giok Seng Cu pada dasarnya bukanlah seorang bandot tua
yang suka akan daun kembang muda, dia bukan-seorang mata
keranjang. Akan tetapi, Gak Soan Li adalah seorang gadis yang
manis dan memiliki bentuk tubuh yang menarik hati. Biarpun
seorang kakek seperti Giok Seng Cu yang tidak berwatak mata
keranjang, kiranya tidak mengherankan kalau sampai tertarik pula.
Semua ini ditambah lagi oleh kenyataan bahwa gadis ini adalah
murid Go Ciang Le yang dianggap sebagai musuhya. Maka ia
menawan Soan Li bukan saja untuk memuaskan nafsu hatinya juga
524
sekalian untuk membalas dendam, atau setidaknya menyusahkan
murid musuh besarnya itu.
Sementara itu, di tempat lain tak jauh dart situ, terjadi hal yang
mengherankan pula. Hwesio gundul tinggi besar yang dipukul
mundur secara mengherankan oleh Gak Soan Li yang duduk di atas
dua tangan Sin Hong, dengan hati penasaran sekali pergi naik kuda
bersama dua orang muridnya Ci Kong dan Ci Kwan. Ia benar-benar
merasa sudah dihina sekali. Dengan malu dan marah-marah hwesio
tinggi besar ini membalapkan kudanya, di belakangnya diikuti oleh
dua orang muridnya yang tak berani banyak cakap karena maklum
bahwa guru mereka sedang marah.
"Minggir kau, jahanami" Tiba-tiba hwesio tinggi besar itu
membentak ketika melihat seorang pemuda berjalan seenaknya di
tengah jalan. Kuda tunggangan hwesio itu sedang berlari cepat
sekali, sedangkan pemuda itu seperti seorang buta yang tak melihat
datangnya kuda. Agaknya tubuh pemuda yang tidak besar itu akan
diterjang oleh kuda dan hal ini pasti berakibat hebat. Hwesio itu
yang sedang marah dan uring uringan, menjadi gemas melihat
pemuda ini. karena pemuda ini mengingatkan ia akan pemuda yang
memanggul Gak Soan Li.
"Kau cari mampus!" bentaknya lagi. biarpun tidak menaruh hati
kasihan sedikit pun terhadap pemuda ini, akan tetapi kalau sampai
kudanya menerjang, ada kemungkinan kudanya akan roboh pula.
Maka bentaknya ini dibarengi dengan sabetan cambuk yang berada
di tangannya ke arah leher pemuda itu dengan maksud
melemparkan pemuda itu ke pinggir jalan.
Akan tetapi akibatnya hebat bukan main dan hampir saja hwesio
itu terkena celaka. Pemuda yang disabetnya, dengan enak sekali
mengulur tangan kiri menyambar ujung pecut dan membarengi
gerakan ini dengan tangan kanan. yang dipukulkan ke depan
dengan jari-jari terbuka.
Hwesio itu merasa tubuhnya tersentak, demikian kuat pegangan
pemuda itu pada pecutnya. Kemudian tiba-tiba ia merasa desir
angin pukulan yang hebat sekali ke arah dadanya. Maklumlah
hwesio berilmu ini bahwa ia menghadapi pukulan lweekang yang
dapat mendatangkan maut.
525
Cepat tubuhnya dilempar ke belakang. Dengan gerakan
berjumpalitan berhasil membebaskan diri dari pukul istimewa yang
dilepaskan oleh pemuda itu. Akan tetapi, terdengar suara meringkik
keras dan kuda itu roboh berkelojotan lalu mati. Ternyata bahwa
kuda itu tak dapat mengelak seperti tuannya, sekali terkena pukulan
istimewa itu terus mati!
Hwesio itu terkejut sekali, akan tetapi kedua orang muridnya, Poan
Ci-heng-te menjadi marah sekali. Mereka ini sudah melompat
dari kuda dan mencabut golok dengan muka beringas.
"Bocah kurang ajar, apa kau buta berani membunuh kuda Suhu
kami"
Pemuda Itu tersenyum mengejek. "Aku Liok Kong Ji selamanya
belum pernah bertemu dengan kalian, akan tetapi datang-datang
gurumu yang berkepala gundul keras itu hendak menghinaku.
Hanya kepala kudanya, bukan kepala gundulnya yang remuk, itu
masih amat badus baginya."
Pemuda yang lihai ini memang Kong Ji adanya. Seperti telah
diketahui, di atas Pulau Kim-ke-tho, Kong Ji bertemu dengan Sin
Hong dan telah meningdalkan pulau dengan hati kecewa dan
dendam. ia harus menjatuhkan Sin Hong, baik secara kasar maupun
dengan jalan halus. Kebetulan sekali di tengah perjalanan ia tertemu
dengan hwesio tinggi besar beserta dua orang muridnya yang
sedang urang-uringan karena habis dihajar oleh Soan Li beberapa
hari yang lalu.
Po-an Ca-heng-te yakni dua saudara Ci Kong dan Ci Kwan,
mendengar jawaban Kong Ji yang menghina itu, marah bukan main.
Serentak mereka menerping maju dengan golok digerakkan cepat.
"Jangan sembrono...'" Hwesao gundul itu mencegah muridmuridnya,
namun terlambat. Dalam segebrakan saja, ketika dua
orang bersaudara yang terkenal ahli-ahli golok ini menerjang, Kong
Ji melakukan gerakan yang aneh. Tubuhnya mendadak jungkar
balik, kepalanya di atas tanah, kedua tangan kakinya bargerak dan
terdengar seruan kesakitan, disusul oleh robohnya saudara Ci itu!
Dengan cara yang amat aneh dan cepat sekali, Kong ji yang berdiri
dengan kaki di atas dan kepala di bawah itu telah bergerak secara
526
cepat melakukan serangan tanpa dapat ditangkis oleh kedua orang
saudara Ci yang tentu saja tidak mengira akan menghadapi
serangan macam itu. Inilah ilmu silat yang aneh yang dapat
dipelajari oleh Kong Ji dari See-thian Tok-ong!
Hwesio itu terkejut sekali melihat betapa dalam satu gebrakan
saja, dua orang muridnya telah dirobohkan secara aneh. Juga ilmu
silat yang diperlihatkan oleh Kong Ji ini pernah dilihatnya, maka
sambil melangkah maju ia bertanya,
"Orang muda, pernah apakah kau dengan See-thian Tok-ong?"
Kong Ji tersenyum mengejek. "See thian Tok-ong? Aku bukan
apa-apa dengan dia, mungkin dia itu calon pecundangku. Kau ini
hwesio gundul kepundaianmu boleh juga, siapakah kau dan apakah
kau berniat buruk ataukah baik terhadap aku Liok Kong Ji? Kalau
niatmu buruk, kau akan kurobohkan seperti dua orang muridmu
yang goblok ini, kalau niatmu baik, marilah kita bersahabat untuk
mencari kedudukan bersama di dunia ini.”
"Kau mengoceh! Kaukira aku takut menghadapi seorang bocah
seperti engkau? Tak usah membicarakan soal niat, coba
kaukalahkan sepasang rodaku ini, kalau memang gagah," Hwesio itu
menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu ia telah memegang
sepasang senjata yang aneh yakni sepasang roda.
"Eh, eh, bukankah kau ini Ba Mau Hoatsu dari Tibet? Sudah lama
aku ingin sekali bertemu dan bersahabat denganmu. Ba Mau Suhu,
harap menyimpan kembali senjatamu dan mari kita bercakap-cakap.
Tak perlu kita mengadu kepandaian; kau takkan menang."
Hwesio itu memang bukan lain Ba Mau Hoatsu adanya.
Sebagaimana telah diketahui, Ba Mau Hoatsu adalah seorang tokoh
besar dunia persilatan dan kepandaiannya sudah amat terkenal,
apalagi sepasang rodanya yang jarang menemui tandingan. Hanya
beberapa orang yang dapat mengalahkannya, maka ketika ia kalah
oleh Gak Soan Li yang bertanding di atas lengan tangan seorang
pemuda tolol, tentu saja Ba Mau Hoatsu merasa terhina sekali.
Sekarang ia bertemu dengan seorang lain yang kata-katanya
seakan-akan seorang jagoan bahkan yang berani memastikan
527
bahwa dia takkan menang melawan pemuda ini, tentu saja hati
hwesio Tibet ini menjadi makin mendongkol.
"Liok Kong Ji kau ini orang macam apakah berani betul membuka
mulut besar? Biarlah aku berjanji, kalau aku Ba Mau Hoatsu kalah
olehmu, aku akan suka menjadi sahabatmu. Akan tetapi sebaliknya,
kalau kau tidak menang, aku pasti akan menghancurkan kepalamu
sebagai hukuman atas kesombonganmu."
Kong Ji tersenyum, menghampiri dua orang saudara Ci yang
masih menggeletak lemas di atas tanah karena totokannya. ia
menggerakkan kedua kakinya menendang dan bergeraklah dua
orang saudara itu, karena telah terbebas dari totokan!
Kalian mendengar kata-kata Suhumu tadi? Nah, kalianlah yang
menjadi saksi," katanya sambil mendorong dua orang itu ke pinggir.
Kemudian Kong Ji menghadapi Ba Mau Hoatsu. Pemuda ini sudah
seringkali mendengar nama besar Ba Mau Hoatsu, maka ia tidak
berani berlaku sembrono, sungguhpun gerak-gerik dan kata-katanya
memandang ringan. Dengan gerakan indah ia menghunus
pedangnya yang begitu dihunus membuat Ba Mau Hoatsu berubah
air mukanya.
"Pak-kek Sin-kiam...l" serunya kaget tercengang sehingga ia lupa
untuk membuka serangannya.
"Memang betul, awas sekali matamu. Ba Mau Hoatsu. Pak-kek
Sin-kiam berada di tanganku, apakah kau masih belum percaya
bahwa kau takkan menang melawanku?"
"Bocah sombong, coba kau terima siang-lun (sepasang roda) di
tanganku'" bentak Ba Mau Hoatsu marah. Memang ia merasa kaget
dan agak gemetar melihat pedang pusaka perunggalan Pak Kek
Siansu akan tetapi karena yang memegangnya hanya seorang
bocah yang sangat muda sekali, mana ia sudi mengalah? Dengan
cepat ia mulai membuka serangannya, roda di tangan kanan dipukul
ke arah dada sedangkan roda kiri meluncur ke atas, terus menimpa
kepala Kong Ji.
Terdengar suara nyaring dua kali susul-menyusul, dan bunga api
berpijar menyilaukan mata ketika sekaligus pedang pusaka itu
berhasil menangkis sepasang roda yang menyerang dari depan dan
528
atas. Gerakan pedang di tangan Kong Ji cepat sekali dan diam-diam
Ba Mau Hoatsu harus mengaku bahwa pemuda itu memang
mempunyai tenaga besar dan gerakan cepat.
"Awas pedang!" Kong Ji berseru keras. Dalam gebrakan pertama
setelah berhasil menangkis, pedangnya tidak tinggal diam dan
melakukan serangan balasan yang tak kalah lahainya. Pemuda itu
telah mempelajari pelbagai ilmu silat dari guru-guru pandai
ditambah pula dengan otaknya yang luar biasa cerdik sehingga ia
dapat merangkai semua ilmu silat tinggi itu, kini dengan pedang
pusaka di tangan, tentu saja ia hebat sekali. Dengan otak cerdik luar
biasa, ketekunan jarang tandingan, dan ditambah bakatnya yang
baik, kini tingkat kepandaian pemuda ini sudah mengatasi Ba Mau
Hoatsu, bahkan kalau dibandingkan dengan kepandaian Giok Seng
Cu atau See-thian Tok-ong sekalipun, belum tentu kalah! Biarpun ia
hanya mempelajari Pak-kek Sin-ciang-hoat dari teorinya yang ia
dapat dari Nona Go Hui Lian saja, namun karena otaknya memang
luar biasa tajamnya, Kong Ji telah dapat mainkan jurus-jurus Pakkek
Sin-ciang yang dilakukan dengan pedang secara mengagumkan
sekali. Agaknya, kepandaian Hui Lian atau Soan Li sekalipun dalam
ilmu silat ini takkan dapat menang dari pemuda ini. Tentu saja
kemenangannya atau keunggulannya ini sebagian besar
dikarenakan pengertiannya yang luas dan dalam ilmu silat setelah ia
digembleng oleh banyak orang pandai seperti Giok Seng Cu, Seethian
Tok-ong, dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le sendiri.
Akan tetapi Ba Mau Hoatsu juga bukan seorang lawan yang
empuk. Pendeta gundul ini selain memiliki ilmu silat tinggi juga
memiliki banyak pengalaman dalam pertempuran, apalagi pernah
mempelajari ilmu hoatsut (ilmu –sihir). Sayang sekali bahwa hwesio
ini memiliki watak yang rendah sehingga batinnya menjadi kotor.
Kalau tidak demikian pasti akan memiliki tenaga batin yang kuat dan
menjadi seorang sakti yang sukar dilawan. Kini segala macam ilmu
sihirnya yang tidak begitu kuat, tidak ada artinya bagi Kong Ji,
pemuda yang sudah banyak mempelajari tentang ilmu ngendalikan
napas dan samadhi.
Melihat ketangguhan Ba Mau Hoatsu, Kong Ji menjadi marah dan
penasaran sekali. Sudah empat puluh jurus ia masih belum mampu
mengalahkan lawannya. Cepat ia merubah ilmu pedangnya dan kini
529
mainkan ilmu pedang gubahan sendiri yang ia ambil dari sari-sari
gerak ilmu silat yang pernah ia pelajari.
Imu pedang ini amat aneh dan tidak terduga datangnya sehingga
sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu menjadi kalut. Semua ini masih
ditambah dengan dorongan-dorongan tangan kiri yang mengandung
tenaga Tin san-kang hebat sehingga beberapa kali roda dari Ba Mau
Hoatsu terkena dorongan tangan kiri itu hampir saja runtuh'
Pada kesempatan terakhir ketika Ba Mau Hoatsu menyerang
dengan sepasang roda dari atas dan bawah, Kong Ji memutar
pedangnya seperti kitiran angin dan tahu-tahu pedangnya telah
menempel dengan roda kiri lawannya. Betapa-pun Ba Mau Hoatsu
hendak menarik senjatanya itu, tetap saja sia-sia karena Kong Ji
telah mempergunakan tenaga menyedot yang kuat sekali. Dengan
marah Ba Mau Hoatsu mengerahkan tenaga menyerang dengan
roda kanannya. Kong Ji mendahuluinya, mengirim tendangan ke
tempat berbahaya sedangkan tangan kirinya menembak dengan
tenaga Tin-san-kang sepenuhnya.
"Lepas senjata atau nyawa!" bentak pemuda itu.
Ba Mau Hoatsu benar-benar terkejut kali ini. Roda kirinya telah
macet, menempel dengan pedang lawan. Kini Pukulan Tin-san-kang
lawannya membentur roda kanannya dan membuat senjatan ini
membalik hendak memukul dadanya sendiri. Masih disusul lagi
dengan tendangan yang kalau mengenai sasaran pasti akan
mendatangkan bencana hebat. Cepat ia melakukan gerakan Samhoat
to-goat (Tiga Lingkaran Membungka Bulan) dengan maksud
untuk menyelamatkan diri dari tiga macam serangan lawan itu.
Namun, ia kalah cepat. Biar pun tendangan kaki dapat dielakkan
oleh Ba Mau Hoatsu dan dengan miringkan tubuh ia dapat
menguasai roda kanannya yang membalik, namun pedang Pak kek
Sin-kiam yang amat tajam itu, tiba-tiba melepaskan diri dari
tempelan roda dan bagaikan segaris kilat menyambar ke arah
tenggorokan hwesio itu!
Kalau saja Kong Ji tidak mempunyai cita-cita untuk memakai
tenaga hwesio kosen dari Tibet ini tentu ia akan melanjutkan
tusukannya dan leher hwesio itu akan tertembus oleh pedang
pusaka. Akan tetapi Kong Ji tidak melakukan hal ini, melainkan
530
menyelewengkan tusukannya dan akibatnya, hanya baju di bagian
leher saja yang terbabat hanya satu senti selisihnya dari kulit leher
Ba Mau Hoatsu!
Sebagai seorang ahlt silat tinggi, Ba Mau Hoatsu mengerti bahwa
lawannya telah mengampuni nyawanya. Mukanya menjadi pucat
dan berubah merah sekali. Ia kaget dan juga malu. Dalam beberapa
hari saja ia telah dikalahkan oleh dua orang muda secara aneh dan
memalukan sekali. Akan tetapi, melihat sikap pemuda yang bernama
Liok Kong ji ini, dan melihat ilmu silatnya yang mirip sekali dengan
ilmu silat Giok Seng Cu dan kadang-kadang mirip pula dengan ilmu
silat See-thian Tok-ong pula mengingat bahwa pemuda ini
memegang pedang Pak-kek Sin-kiam dan tak dapat diragukan lagi
tentu ahli waris pedang dan kitab peninggalan Pak Kek Siansu, lebih
baik kiranya kalau ia bersahabat dengan pemuda aneh dan lihai ini.
Oleh karena berpikir demikian, Ba Mau Hoatsu menarik napas
panjang dan berkata kagum.
"Liok-sicu kau benar-benar lihai sekali. Aku yang tua dan bodoh
mengaku kalah dan merasa terhormat sekali kalau dapat menjadi
sahabatmu."
Kong Ji tersenyum dan cepat menjura. "Terima kasih bahwa
Losuhu telah sudi mengalah dan memberi pelajaran kepada aku
yang muda, Ba Mau Suhu, marilah kita duduk di bawah pohon
sambil bercakap-cakap tentang cita-citaku yang akan mengangkat
tinggi nama kita bersama kalau saja Ba Mau Suhu suka membantu."
Ba Mau Hoatsu menurut dan di bawah pohon besar itu. Kong Ji
menceritakan cita-citanya. Ia menuturkan betapa kedudukan Temu
Cin pemimpin orang Mongol menjadi makin kuat dan betapa
pemerintah Kin sudah kocar-kacir.
"Mengapa pada kesempatan ini kita tidak mempergunakan
kepandaian mengumpulkan orang-orang gagah untuk merampas
kerajaan? Dengan alasan hendak mempertahankan negara dan
membangkitkan lagi kekuasaan bangsa sendiri, kurasa mudah saja
kita mencari dukungan dari orang-orang gagah dan rakyat jelata.
Kita robohkan pemerintah Kin, kemudian bersama rakyat kita
menggempur Temu Cin. Kalau kelak aku yang muda terpilih menjadi
Cin-beng Thian-cu (Putera Tuhan yakni sebutan untuk Kaisar!),
531
bukanlah Ba Mau Suhu juga akan mendapat bagian kedudukan
tinggi?"
Ba Mau Hoatsu mengangguk-angguk. jelas kelihatan amat
tertarik karena siapakh orangnya tidak suka menerima kedudukan
tinggi dan mulia? Akan tetapi ia ragu-ragu. Ia pernah membantu
pemerintah Kin merobohkan pemerintah lama dahulu, kalau
sekarang ia membantu Kong Ji merampas kedudukan bukankah
namanya akan rusak dan ia dianggap seorang pengkhianat yang
berkepala dua?
Kong Ji yang berpemandangan tajam itu, sekali pandang saja
sudah dapat menduga akan keraguan hati Ba Mau Hoatsu, maka
katanya,
"Ba Mau Suhu, kau telah membunuh mati muridmu sendiri,
seorang pangeran keluarga Raja Kin. Dengan perbuatan itu, berarti
secara langsung kau termasuk musuh besar Kerajaan Kin dan tentu
tidak disuka oleh mereka. Pada hal, kau membunuh muridmu Wanyin
Kan itu adalah hal yang sudah sepatutnya kalau menurut
pendapatku. 0leh karena itu kita akan melakukan perbuatan gagah
apabila dapat menggempur Kerajaan Kin."
Ba Mau Hoatsu tertegun. Bagaimana bocah ini dapat mengetahui
hal yang telah terjadi belasan tahun yang lalu itu?
Kong Ji tersenyum, "Ba Mau Hoatsu harap kau jangan curiga dan
heran. Biar pun masih muda, aku telah mempunyai pengalaman dan
hubungan yang amat luas. Aku pernah menjadi murid Giok Seng Cu
Suhu, pernah menjadi murid Hoa-san-pai, Kwan-im-pai, juga pernah
menerima gemblengan dari See-thian Tok-ong dan juga dari Hwa I
Enghiong Go Ciang Le. Semua ini masih ditambah pula oleh
kepandaian yang kuperoleh dari Pak Kek Siansu dengan bukti
adanya pedang ini di tanganku," Pemuda itu menyombongtin diri
dan Ba Mau Hoatsu yang sudah merasai kelihaian tangannya
percaya belaka bahwa pemuda inilah ahli waris kitab dan pedang
peninggalan Pak Kek Siansu kakek sakti itu.
Namun, Ba Mau Hoatsu tercengang juga ketika mendengar
bahwa Kong Ji pernah digembleng Go Ciang Le. Teringatlah ia akan
532
gadis cantik yang mengalahkannya sambil duduk di atas lengan
seorang pemuda aneh.
"Kalau begitu, Liok-sicu masih terhitung murid Hwa I Enghiong?
Belum lama ini pinceng telah bertemu dengan seorang murid wanita
dari Hwa I Enghiong...."
"Siapa dia...?" Kong Ji memotong tak sabar.
"Namanya Gak Soan Li, kepandalannya tinggi dan...."
Kong Ji melompat dan memegang lengan Ba Mau Hoatsu dengan
erat sehingga hwesio itu menjadi kaget. Kalau bukan Ba Mau Hoatsu
yang memiliki kepandaian tinggi, lengan orang lain pasti akan remuk
tulangnya digenggam sedemikian eratnya oleh Kong Ji.
"Di mana dia ? Hayo kita susul...!"
Ba Mau Hoatsu hendak bicara, akan tempi Kong Ji memutus
omongannya dengan kata-kata tak sabar.
"Mari berangkat menyusulnya kita bicara sambil berjalan."
Dengan ilmu lari cepat, kedua orang ini lalu menyusul gadis yang
diceritakan oleh Ba Mau Hoatsu. Di tengah jalan Ba Mau Hoatsu
menuturkan pengalamannya ketika bertemu dengan Gak Soan Li.
Tentu saja ia merasa malu untuk mengaku cara bagaimana ia telah
dikalahkan oleh gadis itu, dan hanya menceritakan bahwa ia beradu
kepandaian dengan Gak Soan Li dan mendapat kenyataan bahwa
kepandaian gadis itu memang tinggi sekali. Tentang pemuda tolol
yang menjadi "kuda" dan ditunggangi sepasang lengannya oleh
Soan Li, Ba Mau Hoatsu hanya mengatakan bahwa gadis itu
mempunyai seorang pelayan pemuda tolol yang agaknya berotak
miring.
Kong Ji tersenyum, bibirnya bergerak-gerak dan matanya
bersinar, wajahnya berseri kemerahan. Seluruh dirinya dikuasai
nafsu dan timbul cinta kasihnya yang selama ini terpendam.
"Dia memang amat pandai, Suciku itu memang lihai sekali..."
katanya memuji sambil mempercepat larinya sehingga Ba Mau
Hoatsu harus mengerahkan seluruh kepandaian untuk dapat
mengimbangi kecepatannya.
533
Baru dua hari mereka melakukan perjalanannya untuk menyusul
Gak Soan Li, pada hari ke tiga, mereka melihat seorang pertapa
rambut pandang berlari mendatangi sambil memanggul tubuh
seorang gadis. Kakek ini tertawa tawa seorang diri dan nona yang
dipanggul itu kelihatan lemas tak berdaya.
"Giok Seng Cu...!" Kong Ji dan Ba Mau Hoatsu berseru hampir
berbareng.
Sebaliknya, ketika Giok Seng Cu melihat Ba Mau Hoatsu, ia
berlari menghampiri sambil tersenyum.
“Eh, hwesio tua, kau hendak ke manakah?"
Akan tcrtapi kata-katanya terhenti ia terkejut bukan main ketika
tiba-tiba pemuda yang datang bersama Ba Mau Hoatsu itu tubuhnya
berkelebat tahu-tahu nona yang dipondongnya itu telah kena
dirampas oleh pemuda itu! Gerakan yang demikian cepatnya benarbenar
membuat ia kaget sekali dan sekaligus mengingatkan ia akan
"pemuda tolol" yang tadinya melindungi Gak Soon Li.
Melihat pemuda itu telah mendukung tubuh Soan Li dan kini
meletakkan tubuh itu di atas rumput sambil memeriksa nadi, Giok
Seng Cu hendak menyerang pemuda itu. Akan tetapi Kong Ji
menoleh dan berkata dengan suara berpengaruh,
"Suhu Giok Seng Cu, jangan ganggu Soan Li, dia kekasihku!"
Giok Seng Cu tertegun mendengar suara ini. Ia seperti sudah
pernah mengenal pemuda ini dan suaranya amat dikenalnya. Karena
pemuda ini datang bersama Ba Mau Hoatsu, maka Giok Seng Cu lalu
menoleh kepada hwesio Tibet itu dan menunda niatnya untuk
menyerang.
"Giok Seng Cu Toyu, kau seorang tua bangka apakah masih
hendak bermain gila terhadap seorang Nona muda? Lebih baik kau
membiarkan muridmu mewakilimu ha-ha-ha!"
"Mundku...?"
"Tidak kenal lagikah kau kepada muridmu sendiri? Dia itu Liok
Kong Ji muridmu, akan tetapi juga murid See-thian Tok-ong, murid
534
Hwa l Enghiong dan akhirnya murid atau ahli waris dari Pak Kek
Siansu!"
Giok Seng Cu membuka matanya lebar-lebar.
"Kong Ji, tidak saja kau sudah menjadi besar tubuhmu, akan
tetapi juga besar hatimu dan besar pula nyalimu. Bagaimana kau
begitu berani kurang ajar terhadap guru sendiri? Hayo lekas berlutut
minta ampun, baru pinto dapat mempertimbangkan hukumanmu!"
bentaknya marah.
Kong Ji telah memeriksa keadaan Gak Soan Li dan maklumlah ia
bahwa gadis yang masih pingsan itu tidak menderita luka parah
dalam tubuhnya, tidak terganggu oleh Giok Seng Cu, melainkan
tulang pahanya sedang mulai mulai tersambung dari keadaannya
yang patah.
"Suhu Giok Seng Cu, siapakah yang mematahkan tulang-tulang
paha kekasihku ini?" tanyanya dengan mata mengancam.
"Aku yang mematahkannya, eh, mau apa bicara begitu kurang
ajar kepadaku'"
Biarpun ia marah sekali, namun Kong-ji masih ingat akan citacitanya,
maka ia tidak mau bermusuhan dengan bekas gurunya ini.
Ia bahkan harus menarik tenaga kakek ini menjadi pembantunya.
"Kalau kau sendiri yang melukainya tidak apalah. Baiknya kau
tidak mengganggunya, kalau terjadi hal yang demikian, kiranya aku
akan melupakan hubungan kita yang sudah-sudah."
Sejak tadi, Giok Seng Cu sudah marah bukan main. Kata-kata
bekas muridnya itu diucapkan dengan nada demikian memandang
rendah. Tak patut sekali seorang murid bersikap sedemikian rupa
terhadap gurunya, maka dengan muka merah, Giok Seng Cu
berkata.
"Kong Ji, kau benar-benar harus dihajar adat'" Setelah berkata
demikian, ia lalu menggerakkan lengan bajunya menampar muka
muridnya.
"Plak, brettt," Ujung lengan baru itu bertemu dengan tangan
Kong Ji dan hancur.
535
"Kurang ajar, kau berani melawan?" Giok Seng Cu marah dan
cepat menyerang, kini sungguh-sungguh bukan sekedar untuk
menampar.
"Aku tidak melawan, hanya untuk memperlihatkan bahwa aku
bukanlah Kong Ji yang dahulu lagi, dan aku ingin -bekerja sama
dengan kau, Suhu Giok Seng Cu," kata Kong Ji sambil mengelak
cepat.
"Tunjukkan dulu kepandaianmu. bocah sombong!" Giok Seng Cu
mcnyerang lagi, kini tubuhnya merendah dan ia mulai melakukan
pukulan-pukulan Tin-san-kang!
Kong ji tentu saja maklum akan kelihaian ilmu silat ini, akan
tetapi ia telah mempelajari ilmu pukulan ini sepenuhnya, bahkan
telah melatih dengan giat dan mencampur Ilmu pukulan itu dengan
ilmu pukulan ganas yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong. Oleh
karena itu ia menghadapi ilmu pukulan bekas gurunya ini dengan
ilmu pukulan Tin-san-kang pula! Tidak itu saja, ia bahkan berani
menerima pukulan dengan pukulan .pula, berarti ia berani mengadu
tenaga. Barkali-kali dua pasang lengan bertenmu dengan tenaga
yang serupa dan keduanya tergeser mundur, tanda bahwa tenaga
mereka seimbang!
"Bagus, kau mendapat kemajuan pesat sekali!" seru Giok Seng
Cu berkali-kali sambil mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk
merobohkan muridnya ia merasa penasaran sekali. Masa seorang
guru tak dapat mengalahkan muridnya sendiri?
Akan tetapi biarpun ia telah mainkan Tin-san-kang sampai habis,
tetap saja ia tak dapat mengalahkan Kong Ji, bahkan Kong Ji
merubah Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang yang ia pelajari dari Hui Lian.
"Ini Pak-kek Sin-ciang tulen...!" seru Giok Seng Cu terkejut sekali.
Ia pernah menyaksikan ilmu silat ini ketika dimainkan oleh
supeknya, Pak Kek Siansu. Biarpun pada dasarnya ilmu silat yang
pelajari mendiang suhunya, Pak Hong Siansu, sama dengan Pak-kek
Siansu, akan tetapi jurus dan gerakannya jauh berbeda, hanya
gerakan kaki saja yang serupa.
“Memang aku murid Pak Kek Siansu!" seru Kong ji sombong dan
menyerang terus dengan hebatnya. Sebenarnya, yang ia mainkan
536
itu bukanlah Pak-kek Sin-ciang aseli yang baru sedikit ia pelajari. Ia
mainkan ilmu silat campuran antara Tin-san-kang, Pak-kek Sinciang,
dan Hek-tok-ciang yang ia pelajari dart See-Thian Tok-ong!
Namun, kepandaian Kong Ji sudah demikian hebat dan lihainya,
sehingga seorang tokoh seperti Giok Seng Cu sampai kewalahan
menghadapinya. Tmgkat ilmu silat dari Giok Seng Cu memang lebih
tinggi daripada tingkat Ba Mau Hoatsu dan kini di depan Ba Mau
Hoatsu, Giok Seng Cu merasa malu dan tidak sudi kalau sampai ia
kena dirobohkan oleh muridnya sendiri. Ia maklum bahwa kalau
dilanjutkan pertempuran yang sudah makan waktu seratus jurus itu,
ia akhirnya akan kalah juga karena kehabisan tenaga dan napas.
"Kong Ji kau hebat. Biar pinto mendengar omonganmu..."
katanya sambil melompat mundur. Kong Ji juga menghentikan
serangannya dan menjura dengan hormat.
"Suhu Giok Seng Cu biarpun sudah tua, makin kuat saja..." ia
memuji.
Giok Seng Cu menarik napas panjang.
"Siapa bilang? Menghadapi Wan Si Hong seorang bocah aku
kalah, kau pun aku tak dapat mengalahkan...."
"Sin Hong? Di mana Suhu bertemu dengannya" Dan bagaimana
Suhu dapat membawa Soan Li ke sini?"
Giok Seng Cu lalu menceritakan pengalamannya. Betapa ia
bertemu dengan Gak Soan Li dan bertanding ketika nona itu
mengaku sebagai murid Go Ciang Le. Ia didesak oleh nona itu, akan
tetapi akhirnya dapat melukai sepasang paha Soan Li dan pada saat
itu ia dipukul oleh Sin Hong. Kemudian ia mencentakan lagi bahwa
pemuda tolol yang kemudian dapat menduga Sin Hong adanya,
pergi meninggalkan Soan Li, maka ia lalu menawan gadis itu dan
membawanya pergi, bukan saja untuk membalas dendam kepada
Go Ciang Le akan tetapi juga membalas dendam kepada Sin Hong
yang agaknya saling cinta dengan Soan Li.
"Wan Sin Hong saling mencinta dengan dia...?" Kong Ji mukanya
sebentar pucat serta marah dan ia memandang ke arah Soan Li
yang masih menggeletak dalam keadaan pingsan. Memang nona itu
537
setiap kali siuman, ditotok pingsan oleh Giok Seng Cu agar jangan
banyak ribut di perjalanan.
"Begitulah kelihatannya, yang pasti, Nona ini cinta sekali kepada
pemuda yang ia sebut Lam-ko," Giok Seng Cu tertawa sambil
memandang kepada Ba Mau Hoatsu.
"Ba Mau-suhu, ketika dikalahkan Nona ini, apakah kau tidak
sadar bahwa yang mengalahkanmu bukanlah Nona ini melainkan
pemuda yang menyangganya?”
Ba Mau Hoatsu tercengang. "Begitukah?"
"Kau yang berkelahi tentu tidak begitu memperhatikan, akan
tetapi aku yang mengintai tahu betul bahwa kau telah dipermainkan
oleh Wan Sin Hong pemuda tolol itu!"
Ba Mau Hoatsu menjadi merah mukanya. "Kau ini sahabat
macam apa? Mengapa tidak keluar membantu bahkan
mentertawakan?"
Melihat Ba Mau Hoatsu marah-marah dan khawatir kalau-kalau
timbul keributan di antara dua orang kakek itu Kong Ji lalu
mengajak Giok Seng Cu berunding tentang cita-cita mereka
bersama.
Giok Seng Cu, seperti halnya Ba Mau Hoatsu, mempunyai hati
dan cita-cita yang tidak bersih, maka ia pun tertarik sekali dan
segera menyatakan persetujuannya untuk membantu agar kelak
mendapat bagian kedudukan tinggi. Kemudian kedua orang kakek
itu mendengar siasat yang diatur dan direncanakan oleh Kong Ji,
siasat untuk menghadapi lawan-lawan tangguh seperti Wan Sin
Hong, Go Ciang Le, dan juga Temu Cin.
Mendengar siasat ini, Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu takjub
bukan main, akan tetapi juga merasa ngeri.
"Bocah ini benar benar iblis cilik yang hebat..." pikir Giok Seng Cu
dan Ba Mau Hoatsu.
"Memang sebaiknya kalau kau lebih dulu menjadi bengcu,
dengan demikian lebih mudah bagi kita untuk melanjutkan cita-cita,"
kata Giok Seng Cu.
538
Demikianlah, dengan rela Giok Seng Cu memberikan Soan Li
kepada Kong Ji dan ia pun siap sedia membantu usaha bekas
muridnya yang kini berubah menjadi kepala atau pemimpin itu.
Adapun Kong Ji setelah mendapatkan Soan Li dan sesuai dengan
rencana yang tadi diaturnya, segera membawa gadis yang tak
berdaya itu ke sebuah rumah penginapan kota Kun-long di mana
Nalumei telah menantinya dengan hati sabar dan penuh cinta kasih.
Melihat kekasihnya datang bersama dua orang kakek dan seorang
gadis cantik jelita yang dipondong oleh Kong ji, hati Nalumei
berdebar gelisah, akan tetapi wajahnya yang jelita tidak
memperlihatkan sikap sesuatu. Bahkan ia cepat-cepat menolong
Soan Li memondongnya ke dalam kamarnya dan menyiapkan segala
sesuatu yang dibutulikan oleh Kong Ji.
"Nalumei, tinggalkan itu semua. Kau tak perlu sibuk, kau
kutugaskan untuk melakukan sesuatu yang lebih penting lagi." Ia
menarik lengan kekasihnya, memeluknya mesra untuk
menyenangkan hatinya, lalu berbisik menceritakan tugas itu.
Nalumei mengangguk-angguk. Gadis ini sudah tahu akan
keadaan kekasihnya dan tahu pula bahwa ia tidak boleh
membantah, harus selalu siap sedia melakukan apa saja yang
diperintahkan kepadanya oleh Kong Ji.
"Nalumei. kekasihku. Demi kebahagiaan kita kelak, demi
tercapainya cita-cita kita yang besar, kau harus dapat melakukan
pekerjaan mudah ini dengan hasil baik. Hanya kau harus berhatihati
jangan sekali-kali memperlihatkan bahwa kau mengerti ilmu
silat, karena kau berhapan dengan ahli-ahli silat tinggi." Demikian
pesannya. Nalumei menyatakan kesanggupannya dan pergilah
wanita ini melakukan tugasnya yang diperintahkan oleh Kong Ji.
Setelah Nalumei pergi dan menyediakan kamar untuk Ba Mau
Hoatsu dan Giok Seng Cu, Kong Ji lalu merawat dan mengobati
Soan Li. Pada para pelayan rumah penginapan, ia menyatakan
bahwa Soan Li adalah isterinya yang sedang menderita sakit, maka
tak seorang pun menaruh hati curiga. Apalagi karena kedatangan
Kong Ji bersama dua orang pendeta tua yang tentunya orang-orang
suci alim!
539
Karena itu tak seorangpun menaruh hati curiga ketika pada
malam harinya terdengar suara Soan Li memaki-maki,
"Wan Sin Hong,......... keparat jahanam, kubunuh engkau...!"
Disusul oleh tangis gadis itu. Para pelayan mengira bahwa wanita
yang datangnya dipondong itu kini panas dan mengigau.
Juga tidak ada yang mengherankan ketika pada keesokan
harinya, Soan Li menangis terisak-isak sambil menyandarkan
kepalanya di dada Kong Ji dan berkata,
"Engko Gong Lam, alangkah buruknya nasibku...."
Kong Ji tersenyum dan membelai rambut Soan Li, mengambil
secawan arak yang berbau harum sekali dari meja dan
mendekatkan cawan itu di bibir Soan Li sambil berkata,
"Tenanglah, manisku. Aku sudah mengusir Wan Sin Hong
bajingan rendah itu. Jangan kau susah hati, percayalah kepadaku,
kelak kita akan dapat membalas dendam kepada bajingan Sin
Hong...."
Soan Li yang keadaannya sudah normal lagi itu, minum arak dari
cawan tanpa banyak pikir lagi kemudian ia merebahkan kepalanya di
atas pangkuan Kong Ji dengan pandangan mata penuh kasih
sayang!
Beberapa hari kemudian, keadaan Soan Li seperti sebuah patung
bernyawa saja. Ia telah diberi minum racun oleh Kong Ji, racun
yang amat keji, yang hasiatnya bukan merampas nyawa melainkan
merenggut ingatan orang. Dalam pandangan Soan Li, orang yang
telah menghinanya dan menodainya adalah seorang bernama Wan
Sin Hong, sedangkan Kong Ji yang mengaku sebagai penolongnya ia
anggap sebagai Gong Lam.
Demikianlah maka pada saat Sin Hong dikejar-kejar oleh para
tokoh kang-ouw, ia bertemu dengan Kong Ji yang menyerangnya
dengan bantuan Soan Li, Giok Seng Cu, dan Ba Mau Hoatsu. Sampai
saat itu, Nalumei masih belum kelihatan bersama Kong Ji semenjak
gadis ini melakukan tugasnya. Tentu saja Sin Hong merasa
penasaran, heran dan juga cemas menyaksikan sikap Soan Li yang
tiba-tiba saja membencinya setengah mati dan alangkah herannya
540
melihat gadis itu bekerja sama dengan Kong Ji, Giok Seng Cu dan
Bau Mau Hoatsu. Terutama sekali ia benar-benar tidak mengerti
melihat gadis itu bersama Giok Seng Cu, padahal orang yang dahulu
mematahkan kedua tulang pahanya adalah kakek berambut panjang
inilah!
-oo0mch-dewi0oo-
Mari kita melihat keadaan Go Hui Lian yang sudah amat lama kita
tinggalkan. Gadis puteri Hwa I Enghiong melakukan perjalanan
seorang diri, meninggalkan daerah utara menuju pedalaman
Tiongkok kembali. Hatinya penuh kekaguman kepada Temu Cin,
pemimpi muda yang gagah perkasa dari bangsa Mongol itu, dan di
samping kekaguman terhadap Temu Cin juga ia merasa sakit hati
dan marah sekali kepada Liok Kong ji. Diam-diam ia merasa
menyesal sekali mengapa dahulu ia dapat ditipu oleh Kong ji.
Menyesal mengapa ia telah mengeluarkan kata-kata keji terhadap
sucinya, Gak Soan Li. Kini tahulah mengapa Soan Li membenci Kong
Ji. Tahulah ia bahwa sebenarnya ia dahulu masih seperti anak kecil
yang tidak tahu apa-apa, yang mengukur hati orang melihat wajah
dan mendengar suaranya. Hui Lian merasa menyesal bukan main
akan tetapi apa gunanya?
"Aku harus segera menemui ayah dan melaporkan tentang Kong
Ji. Manusia itu benar benar seorang manusia berbahaya sekali.
Apalagi sekarang Pak-kek sin-kiam berada di tangannya.
Kepandaiannya amat tinggi dan kalau orang macam dia tidak
ditundukkan, akan celakalah dunia...." Sambil berpikir seorang diri,
Hui Lian mengenangkan kembali segala kejadian yang ia alami
ketika ia melakukan perjalanan bersama Kong Ji.
Kini terbayang kembali peristiwa di hotel Keng-siu-bun di mana
bangsawan Cu yang tua beserta isterinya yang muda dan cantik
telah terbunuh dalam keadaan mengerikan sekali. Tentang Ma Hoat
yang menjadi gila. Kemudian tentang berita di mana-mana tentang
munculnya seorang jai-hoa-cat dan peneuri yang amat ulung dan
sakti". Teringat pula tentang sikap Kong ji yang beberapa kali
hendak mengganggunya di tengah malam. Teringat akan ini, Hui
Lian bergidik dan mulai timbul dugaan di dalam hatinya bahwa Kong
541
Ji yang melakukan semua perbuatan terkutuk itu. Semua
menambahkan kebencian di dalam halnya terhadap bekas
suhengnya itu.
Akan tetapi, dasar Hui Lian seorang wanita muda yang sedang
remaja, berhati riang gembira, sebentar saja ia telah dapat
melupakan kemendongkolan hatinya ketika ia melakukan perjalanan
melalui tempat-tempat yang indah. Biar pun ia masih muda dan
cantik jelita sehingga menarik hati setiap orang, namun sikapnya
yang gagah dan wajahnya yang selalu tersenyum ramah, membuat
setiap orang laki-laki yang tadinya mengandung niat kurang ajar
menjadi tunduk dan tidak berani berlaku sembrono.
Pada suatu hari ketika Hui Lian tiba di kota Ceng-si-kwan dan
bermalam di penginapan, ia mendengar dari pelayan sebuah
peristiwa yang membuat gadis ini menjadi panas dingin saking
marahnya. Mula-mula pelayan itu yang menyambut kedatangannya
dan menyediakan kamar serta melayaninya, berkata setengah
bergurau,
"Nona, harap Nona suka berlaku hati-hati. Baru kemarin malam
di kota ini terjadi peristiwa mengerikan sekali."
"Peristiwa mengerikan? Apakah yang terjadi?"
Pelayan itu bicara perlahan. "Siapa lagi kalau bukan penjahat
muda yang baru-baru ini menimbulkan kerusuhan hebat sekali di
kota-kota besar? Nona, penjahat cabul Wan Sin Hong telah
mendalangi kota ini!”
Hui Lian benar-benar terkejut sekali. Bukan terkejut karena ia
pernah mendengar kejahatan "penjahat cabul" itu. Melainkan
terkejut karena nama Wan Sin Hong disebut sebagai penjahat.
Seingataya, Wan Sin Hong adalah putera angkat Lie Bu Tek seperti
pernah ia mendegar dari ayah bundanya, juga Kong Ji. Bahkan
dengan hati kasihan ia pernah mendengar penuturan dari ayah
bundanya bahwa Wan Sin Hong adalah putera tunggal Wanyen Kan
atau Wan Kan dengan Thio Ling In suci (kakak seperguruan) ibunya
yang keduanya telah tewas di tangan Ba Mau Hoatsu, dan bahwa
semenjak kecil Wan Sin Hong dipelihara oleh Lie Bu Tek. Kemudian
542
ia mendengar bahwa mungkin sekali Wan Sin Hong telah tewas
sebagaimana diceritakan oleh Kong ji.
Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu muncul nama Wan
Sin Hong sebagai seorang penjahat cabul? Apakah barangkali ada
nama yang sama?
"Apa yang telah terjadi di kota ini? Apa yang dilakukan oleh
penjahat bernama Wan Sin Hong itu?" tanya Hui Lian kepada
pelayan yang menjadi pucat mendengar Hui Lian menyebut nama
penjahat itu keras-keras.
"Ssst, Siocia, jangan keras-keras. Kalau dia mendengar... dan kau
begitu begitu...."
"Begitu apa? Teruskan!" kata Hui Lian sambil tersenyum geli
melihat keadaan pelayan tua itu demikian ketakutan.
"Siocia, terus terang saja, kau begitu cantik jelita dan... penjahat
itu di setiap kota selalu mendatangi gadis tercantik...."
"Aku tidak takut! Biar ada sepuluh penjahat seperti dia jangan
kau khawatir, dengan sepasang tanganku ini akan dapat kubekuk
semua"
Tiba-tiba terdengar suara orang menarik napas panjang, disusul
oleh kata-kata yang terdengar berduka, "Aahhh... kalau saja
omongan itu dapat dibuktikan, alangkah baiknya...."
Pelayan itu terkejut bukan main karena tadinya di situ tidak ada
orang. Mukanya pucat, tubuhnya gemetar dan memutar tubuh
memandang.
"Aduuhh... Can-piauwsu benar-benar Membikin aku kaget
setengah mati!" katanya dengan lega ketika melihat yang bicara tadi
adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih,
berpakaian sebagai seorang guru silat dan sikapnya sabar, akan
tetapi matanya berpengaruh.
Hui Lian tentu saja sejak tadi sudah dapat melihat kedatangan
orang hanya ia pura-pura tidak mellhatnya karena disangkanya
orang ini seorang tamu biasa saja. Kini mendengar kata-kata orang
itu, ia memandang dengan tajam, matanya penuh pertanyaan.
543
"Lo-enghiong, apa maksudmu dengan kata-kata tadi?"
Can-piauwsu (Pengawal Can) tersenyum pahit dan berkata,
"Maaf, Nona. Kiranya tidak patut kalau aku yang tidak ada sangkutpautnya
dengan kata-katamu secara lancang menyatakan pendapat.
Akan tetapi agaknya kau terlalu besar bicara dan kata-katamu
hendak membekuk sepuluh Wan Sin Hong benar-benar menggelikan
sekali." ia menarik napas, berulang-ulang dan sambil menggeleng
gelengkan kepalanya ia hendak pergi dan situ. Akan tetapi alangkah
terkejutnya ketika tiba-tiba ia merasa punggungnya ditowel orang
dan tahu-tahu seluruh tubuhnya kaku tak dapat digerakkan! Can
piauwsu terkejut sekali karena ia maklum bahwa jalan darahnya
bagian tat-twa-heat telah kena ditotok orang secara ajaib sekali,
karena ia tidak melihat atau mendengar gerakan tangan orang sama
sekali! Kembali ia merasa pinggungnya diraba orang dan tahu-tahu
totokan tadi telah dibebaskan dan ia dapat bergerak kembali.
Cepat Can-piauwsu menoleh dan melihat gadis jelita yang tadi ia
pandang rendah berdiri sambil tersenyum kepadanya, senyumnya
luar biasa manisnya!
"Can-piauwsu, benar-benar lihai sekalikah keparat yang
mengganggu kotamu sehingga kau menjadi putus asa?"
Kalau tidak mengalaminya sendiri tentu Can-plauwsu takkan
percaya bahwa ada orang dapat menotoknya sedemikian rupa tanpa
ia mengetahui lebih dulu, apalagi kalau yang melakukan hal ini
adalah seorang gadis yang demikian mudanya. ia kini maklum
bahwa ia berhadapan dengan murid orang pandai, maka buru-buru
ia menjura.
"Lihaap, mohon maaf sebesarnya bahwa aku lamur tidak dapat
melihat Gunung Thai-san menjulang tinggi di depan mata. Mohon
tanya siapakah Lihiap dan dari perguruan mana?"
"Aku seorang pelancong biasa saja namaku Go Hui Lian. Kiranya
dunia kang-ouw tidak mengenal nama kecilku ini, akan tetapi sangat
boleh jadi kau telah pernah mendengar nama Ayahku Can-piauwsu."
"Siapakah nama Ayahmu yang mulia?"
"Ayah disebut Hwa I Enghiong..."
544
Sekaligus berubah air muka piausu itu mendengar nama besar
pendekar sakti ini. ia mula-mula memandang kepada Hui Lian
dengan mata terbelalak, kemudian tersipu-sipu ia memberi hormat
lagi.
"Ah, kiranya Lihiap adalah puteri dari Go-taihiap. Tentu saja aku
yang bodoh sudah mendengar nama besar Hwa I Enghiong. Sering
kali aku berpikir bahwa kalau Go-taihiap suka keluar pintu dan turun
tangan, kiranya penjahat Wan Sin Hong ini akan dapat dibelenggu."
"Can-piauwsu, benar-benarkah ada penjahat yang bernama Wan
Sin Hong mengacau kota ini?"
Kembali mata Can-plauwsu menatap wajah nona itu, akan tetapi
kini agak terheran-heran. Ia lalu menoleh kepada pelayan dan
berkata,
"Kau boleh pergi!" Setelah pelayan itu keluar dan ruangan itu,
Can-piauwsu mempersilakan Hui Lian duduk dan dengan wajah
sungguh-sungguh ia berkata.
"Lihiap, sesungguhnya aneh kalau kau belum pernah mendengar
nama Wan Sin Hong yang dalam beberapa bulan ini telah
menggernparkan dunia kang-ouw dengan perbuatan-perbuatannya
yang amat keji melebihi iblis. Telah banyak tokoh-tokoh besar
persilatan menggulung lengan baju untuk membasmi penjahat
tunggal ini, akan tetapi ia mempunyai gerakan seperti iblis sehingga
sukar sekali ditangkap. Bahkan tak ada yang pernah mempergoki
perbuatannya yang dilakukan seakan-akan sengaja menantang
orang-orang gagah untuk mencarinya! Akan tetapi, sudahlah, itu tak
perlu bicara tentang Wan Sin Hong, karena biasanya, setelah
melakuKan sesuatu dalam sebuah kota, ia pun menghilang hanya
meninggalkan bekas tangannya yang amat mengerikan. Di kota
Ceng-sin-kwan penjahat itu pada suatu malam telah membunuh
seorang pembesar berpangkat tihu dengan isterinya, mengganggu
lalu membunuh putri seorang hartawan dan perginya membawa
ratusan tael uang emas dari hartawan itu. Dalam satu malam saja
sudah melakukan perbuatan sebanyak itu, benar benar merupakan
kejahatan yang mengerikan sekali. Kiranya bagi kita sukarlah untuk
mencari jejaknya karena seperti biasa, aku yakin bahwa dia tentu
545
sudah meninggalkan kota ini dan sukar diketahui ke mana
perginya."
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XX
“KALAU begitu, aku harus mengejar dan mencarinya di kota lain.
Mustahil manusia tak dapat dicari," kata Hui Lian bersemangat dan
amat marah mendengar kejahatan sehebat itu sunguhpun ia
meragukan apakah itu benar-benar perbuatan Wan Sin Hong putera
Wanyen Kan.
"Sudah banyak yang mencari, di antaranya bahkan ciangbunjinciangbunjin
(ketua) dari partai-partai besar telah mencarinya. Kalau
kau hendak mencarinya, hendaknya kau ketahui bahwa Wan Sin
Hong itu masih amat muda dan berwajah tampan, tidak memegang
senjata akan tetapi ilmu silatnya luar biasa. Ini pun aku hanya
mendengar dari orang lain, Nona. bagiku Wan Sin Hong bukanlah
makananmu. Seorang seperti aku yang tua dan lemah ini bisa
apakah? Tak usah bicara tentang seekor harimau mengganas,
gangguan seekor anjing dan kawan-kawannya di dalam kota ini saja
aku Si Bodoh tak dapat berbuat apa apa."
"Anjing macam apakah yang mengganggu kota ini? Coba
kaukatakan kepadaku, Can-piauwsu, barangkali aku akan dapat
membantumu."
Can-piauwsu menarik napas panjang akan tetapi wajahnya kini
membayangkan harapan. "Di kota ini tinggal seorang okpa
(hartawan jahat) she Lee yang sudah lama merajalela melakukan
segala macam kejahatan mengandalkan pengaruh dan uangnya. Ia
seringkali merampas tanah dan rumah orang, bahkan merampas
dan mengganggu anak bini orang lain, semua itu dilakukannya
dengan berterang."
"Ini lebih jahat dari perbuatan Wa Sin Hong yang dilakukan
dengan menggelap!" kata Hui Lian yang sudah naik darah
mendengar penuturan itu.
546
"Sama jahatnya... sama jahatnya. Hanya saja, kalau Wan Sin
Hong selalu mengganggu orang-orang besar, hartawan Lee ini
mengganggu orang-orang miskin.
"Mengapa tidak ada orang menentangnya?"
"Siapa berani menentangnya? Pengaruhnya besar, Tihu dan
Tikoan, juga pembesar-pembasar lain di kota ini telah makan
suapannya dan mereka semua pada hakekatnya telah menjadi kaki
tangannya. Mengadukannya kepada pembesar? Yang mengadu
akan ditangkap dan dihukum! Menyerangnya mengandalkan
tenaga? Yang menyerang akan menghadapi tukang-tukang pukul
yang pandai serta menghadapi pula kepungan anak buah tikoan
barisan penjaga kota!"
"Jahat sekali! Can-piauwsu, kautunjukkan di mana rumah
hartawan Lee itu, juga di mana rumah tikoan dan tihu!"
"Tihu telah tewas bersama isterinya dibunuh oleh Wan Sin Hong.
Kejadian ini pun dipergunakan oleh tikoan untuk bertindak
sewenang-wenang, menggeledah setiap rumah, menerima sogokan
dan menangkapi orang-orang yang tidak disukai oleh Lee-wangwe.
Aah, sayang sekali Wan Sin Hong berlaku setengah-setengah.
Mengapa ia tidak membunuh juga sekalian tikoan dan hartawan itu?
Kalau ia lakukan ini, aku akan menganggapnya sebagai seorang
penjahat yang baik dan gagah!"
Malam harinya terjadi kegemparan lain ketika hartawan Lee yang
rumahnya terjaga kuat oleh puluhan orang tukang pukul itu
kemasukan penjahat yang tidak mengambil sesuatu yang berharga
itu. Inilah perbuatan Hui Lian yang malam itu juga memasuki rumah
hartawan Lee, dengan mudah mendapatkar kamarnya lalu menabas
putus dua buah daun telinga Lee-wangwe sambil mengancam,
"Kalau aku mendengar lagi bahwa kau melakukan kejahatan di
kota ini mengandalkan uang dan pengaruhmu, awas lain kali aku
datang lagi mengambil kepala-mu!" Kemudian ia berkelebat lenyap
meninggalkan Lee-wangwe yang roboh pingsan saking takut dan
sakitnya!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali terjadi hal lain yang lebih
menghebohkan. Ketika itu Su-taijin, pembesar berpangkat tikoan di
547
kota itu, sedang duduk di ruang belakang dekat kebun kembang
dihadap oleh Teng Sian seorang kepala tukang pukulnya yang
berpakaian seperti guru silat. Kalau orang melihat Su-taijin pasti ia
takkan mengira bahwa pembesar ini seorang mata keranjang dan
jahat. Orangnya sudah setengah tua, sikapnya halus, pendeknya
sikap seorang terpelajar. Akan tetapi siapa kira, di balik dari segala
kesopanan dan kehalusan itu tersembunyi watak yang gila harta gila
pangkat, dan mata keranjang! Entah sudah berapa banyak orang
yang menderita karena perbuatan Tikoan ini.
"Teng-kauwsu, bagaimana jawaban Kwee-wangwe?" terdengar
pembesar itu bertanya kepada jagoannya yang baru saja datang
melakukan tugas.
"Kwee-wangwe minta waktu sepekan untuk berpikir-pikir, Taijin,"
jawab jagoan itu.
Su-taijin mengangguk-angguk. "Hmm, kuharap saja ia tidak keras
kepala. Beri waktu tiga hari kalau tidak meluluskan permintaanku,
kautangkap saja ia sekeluarga dengan tuduhan bersekongkol
dengan penjahat Wan Sin Hong!"
"Baik, Taijin," jawab Teng Sian. "Memang Lee-wangwe sudah
berpesan agar cepat-cepat membereskan urusan ini."
Apakah yang sedang mereka bicarakan? Tak lain adalah
permintaan hartawan Lee yang menaruh hati kepada puteri keluarga
Kwee yang kaya pula hingga ia tidak dapat mempergunakan
hartanya untuk mendapatkan gadis yang diidamkan itu. Kini setelah
muncul penjahat Wan Sin Hong, hartawan Lee mendatangi tikoan
dan mereka merencanakan akal bulus untuk memfitnah keluarga
Kwee kalau saja Nona Kwee tidak diberikan kepada Lee-wangwe
untuk menjadi bini mudanya. Memang pada saat muncul penjahat
besar yang melakukan pembunuhan dan pencurian besar, tikoan
sebagai pembesar setempat dengan mudah sekali menangkap siapa
saja dengan alasan bercurigai atau menuduh orang itu bersekongkol
dengan penjahat yang membunuh tihu dan mencuri. Kwee-wangwe
menerima lamaran Lee wangwe yang sudah setengah tua, maklum
pula akan bahayanya lamaran ini, apalagi karena yang menjadi
"jembatan" adalah tikoan sendiri. Dalam bingungnya ia minta waktu
548
sepekan untuk berpikir, atau lebih tepat untuk mencari jalan keluar
daripada bencana yang mengancam itu.
"Memang betul, urusan ini harus cepat dibereskan," kata pula Sutaijin,
sambil mengelus-elus jenggotnya. "Dengan menangkap
Kwee-wangwe, sekali pukul kita dapat membunuh tiga lalat.
Pertama kita dapat menyerahkan Kwee-siocia yang jelita itu kepada
Lee-wangwe, ke dua kita dapat menyita harta bendanya, dan ketiga
kita dapat melaporkan ke kota raja, bahwa biarpun kita belum
berhasil menangkap Wan Sin Hong, namun kita sudah berhasil
menangkap sahabatnya di mana penjahat itu bermalam, yakni
keluarga Kwee!"
Dua orang itu bergembira membayangkan hasil yang mereka
akan dapat dari siasat keji ini, tidak tahu bahwa semenjak tadi, di
atas genteng mendekam tubuh seorang yang mendengarkan
percakapan mereka.
"Tikoan bangsat tak tahu malu" tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring dan tubuh yang langsing padat melayang turun dari atas
genteng, tepat di atas lantai di tengah-tengah antara Su-taijin dan
Teng-kauwsu. Dua orang itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba
melihat seorang gadis cantik jelita dan membawa pedang
tergantung di pinggang tahu-tahu telah berdiri di situ. Gadis ini
bukan lain adalah Go Hui Lian yang baru kembali dari rumah gedung
Lee-wangwe. Setelah berhasil membuntungi sepasang daun telinga
hartawan busuk itu. Dari rumah hartawan itu ia langsung
mendatangi rumah tikoan.
Su-taijin sudah seringkali menghadapi para penjahat kejam yang
tertangkap dan diadili, maka sebetulnya ia sudah tabah sekali
berhadapan dengan segala macam orang kasar. Akan tetapi
sekarang ia duduk bengong bagaikan patung, bukan karena kaget
dan takut melainkan saking kagumnya melihat seorang gadis yang
cantik ini, dan yang turun dari atas seperti seorang bidadari baru
turun dari kahyangan. Juga Teng Sian untuk beberapa detik duduk
melongo. Guru silat atau jagoan tangan kanan Su-taijin ini' lain lagi.
Ia melongo saking heran dan kagetnya, karena sebagai seorang ahli
silat tahulah dia bahwa ia berhadapan dengan seorang ahli yang
ulung, sehingga suara kakinya ketika berada di atas genteng tak
549
dapat didengar sama sekali. Akan tetapi di lain saat ia telah
melompat berdiri dan sekali menyambar ke dekat tembok, ia telah
memegang toyanya yang tadi disandarkan di tembok.
"Penjahat wanita dari manakah berani main gila di rumah
pembesar?" bentaknya sambil melompat maju mengancam Hui Lian.
Hui Lian membalikkan tubuh dan memandang kepada guru silat
itu dengan senyum sindir. "Aduh gagahnya tukang pukul ini. Ke
mana kau bersembunyi ketika muncul penjahat yang niengacau
kota> Bagus betul, ada penjahat muncul mengganggu kota, tikoan
dan jagoannya bukannya berusaha menangkap penjahat, bahkan
menambah kekacauan hendak memfitnah orang baik-baik. Kalian
harus diberi tahu rasa sedikit!"
Cepat sekali tubuh Hui Lian
bergerak dan di lain saat
terdengar suara gaduh ketika
toya di tangan Teng-kauwsu
terlepas dari tangan sedangkan
guru silat itu sendiri terlempar
jauh sampai tiga tombak dan
roboh pingsan dengan tulang
pundak dan lulang kaki patah!
Hui Lian telah memukul dan
menendang sekaligus sehingga
guru silat itu roboh pingsan
sebelum ia tahu bagaimana
nona jelita itu bergerak.
"Tolong...! Tangkap
penjahat!" Tikoan itu berteriak
teriak ketakutan. Baru sekarang ia benar-benar merasa takut ketika
melihat betapa mudah gadis itu merobohkan orang kepercayaannya.
Akan tetapi, sebelum ia sempat lari dan sebelum para penjaga
yang berlari-lari datang di tempat itu, Hui Lian sudah mencahut
pedangnya dan dua kali pedang berkelebat, tikoan itu kehilangan
lengan kiri dan ujung hidungnya. Pembesar itu menjerit-jerit seperti
babi disembelih, lari ke sana ke mari saking perih dan sakitnya,
kemudian roboh setelah menumbuk dinding.
550
Belasan orang penjaga datang dengan golok di tangan. Bagaikan
sekawanan anjing galak mereka ini mengepung dan menyerang Hui
Lian.
"Kalian anjing-anjing jahat berkedok penjaga keamanan, harus
dihajar semua!” dara perkasa itu membentak marah, tubuhnya
lenyap terbungkus sinar pedangnya yang berkelebatan.
Bukan main hebatnya sepak terjang Hui Lian ini. Di sana-sini
terdengar jerit dan pekik kesakitan. Pedang dan golok beterbangan
ke kanan kiri dan tubuh para pengeroyok terlempar dan saling
bertumbukan. Baiknya dara perkasa ini masih mengingat kasihan,
mengingat bahwa para pengeroyok ini hanyalah kaki-tangan atau
alat belaka. Oleh karena itu, ia tidak tega untuk berlaku kejam dan
hanya merobohkan mereka seorang demi seorang dengan luka
ringan saja. Namun ini sudah cukup untuk membuat semua orang
menjadi jerih dan sebagian pula mundur teratur.
Tiba-tiba Hui Lian mendengar suara datang tanpa melihat
orangnya.
'Cukup, Lihiap cukup. Tak baik menghina alat pemerintah. Lebih
baik pergunakan kepandaian untuk mencari penjahat besar Wan Sin
Hong!"
Hui Lian terkejut sekali. Cepat ia melompat keluar dari tempat itu
dan di antara teriakan orang-orang Su-taijin, Hui Lian menghilang.
Gadis ini menoleh kesana ke mari, mencari orang yang tadi
mengeluarkan suara mencegahnya melanjutkan amukannya.
Sebagai seorang ahli silat tinggi, maklumlah Hui Lian bahwa yang
tadi menegurnya adalah seorang ahli lweekeh yang pandai
mempergunakan Ilmu Coan-im-jap-bit, yakni ilmu mengirim suara
dari jauh yang hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli silat tinggi
yang memiliki tenaga lweekang tingkat tinggi.
Akan tetapi, ke manapun ia mencari dengan pandang matanya,
ia tidak melihat adanya orang yang kiranya melakukan hal tadi dan
hanya bertemu dengan Can-piauwsu. Pendekar ini merasa gembira
dan berterima kasih melihat hasil sepak terjang Hui Lian,
"Lilllap, kau patut sekali menjadi puteri Hwa I Enghiong! Mudahmudahan
saja dengan usahamu yang amat gagah ini keadaan
551
kotaku akan menjadi aman dan tenteram," kata piauwsu itu sambil
menjura.
Hui Lian tersenyum. "Aku hanya membantumu, Can-piauwsu.
Kalau kotamu menjadi aman dan tenteram, itu sepenuhnya adalah
karena jasamu yang besar bagi kota ini."
Oleh karena semua kaki tangan Su-tikoan sudah melihatnya, Hui
Lian tidak mau lama-lama tinggal di kota itu agar jangan
menimbulkan keributan lain. Pada keesokan harinya ia
meninggalkan kota Ceng-sin-kwan, menuju ke kota Tiang-si, kurang
lebih tiga puluh lima li dari Cengsin -kwan. Ia sengaja menyimpang
dari perjalanannya pulang dan ingin ke Tiang si karena dari Canpiauwsu
ia mendengar bahwa sehari setelah Ceng-sin-kwan kacau
oleh Wan Sin Hong, kota Tiang-si mendapat gilirannya. Penjahat
yang mengaku bernama Wan Sin Hong itu telah mengacau pula di
Tiang-si, melakukan perbuatan terkutuk.
"Aku harus berusaha mencari dan menangkapnya," kata Hui Lian
di dalam hatinya dan ia menjadi makin panas kalau teringat akan
kata-kata orang yang tidak menampakkan diri ketika ia dikeroyok
oleh anak buah tikoan.
Perjalanan ke Tiang-si ia lakukan secepatnya. Kurang lebih
sepuluh li dari Ceng-sin-kwan, Hui Lian memasuki sebuah kampung
dan perutnya tiba-tiba menjadi lapar sekali ketika mencium asap
masakan yang amat sedap yang keluar dari sebuah rumah makan
dalam dusun itu.
Ketika Hui Lian tiba di ambang pintu rumah makan, seorang
pelayan tua dengan kain lap putih bersih tergantung di pundaknya
menyambutnya dengan ramah-tamah. "Ah, Lihiap telah datang!
Silakan duduk di meja terbesar."
Tadinya Hui Lian terkejut, akan tetapi melihat muka yang ramah
itu, ia mengira bahwa memang sudah menjadi kebiasaan pelayan ini
untuk berlaku ramah dan bersikap seakan-akan telah mengenal
setiap pengunjung rumah makan. Juga tidak mengherankan kalau
pelayan menyebutnya "lihiap" karena memang Hui Lian tidak
menyembunyikan pedang yang digantung di pinggang. Dengan
tenang ia lalu mengambil tempat duduk.
552
"Keluarkan nasi dan masakan yang asapnya tercium olehku
sekarang ini,” katanya.
Pelayan itu tertawa, kelihatan gasinya yang ompong sebelah
kanan.
"Ha, Siocia tidak beda dengan yang lain. Memang masakan
bebek panggang di restoran kami amat terkenal. Biarpun restoran
kecil dan di dusun kecil pula, namun para bangsawan dan hartawan
dari kota Ceng-sin-kwan dan Tiang-si sudah mengenaI bebek
panggang kami. Dua hari yang lalu rombongan orang-orang gagah
yang tampan dan cantik yang amat royal dengan hadiahnya juga
telah menghabiskan lima ekor bebek panggang!"' Hui Lian merasa
jemu juga mendengar pelayan yang suka bicara ini.
"Cukup, lekas kau keluarkan masakan itu, aku sudah lapar!"
katanya. Pelayan itu mengangguk-angguk dan mengundurkan diri.
Memang tentang kelezatan masakan bebek panggang tidak
terlalu dilebih-lebihkan oleh pelayan tadi. Harus diakui oleh Hui Lian
bahwa jarang ia makan bebek panggang seenak itu, empuk gurih
dan sedap. Setelah selesai makan, ia berdiri dan memanggil pelayan
tadi hendak membayar. Akan tetapi alangkah herannya ketika
pelayan itu menggeleng kepala dan menggoyang kedua tangan
sambil berkata.
"Sudah dibayar... sudah dibayar, bahkan hadiahnya juga sudah
cukup banyak, harap Lihiap jangan membikin hamba sungkan dan
malu."
"Siapa yang membayar? jangan kau main main, Lopek!"
"Siapa berani main-main, Lihiap? Memang sudah dibayar pagi
tadi, oleh seoang hwesio tinggi besar dan lucu. Dia meninggalkan
uang dan berkata bahwa uang itu untuk membayar semua makanan
yang dimakan oleh seorang dara perkasa!"
"Ah, aku tidak mengenaI segala macam hwesio. Mungkin yang
dimaksudkan bukan aku." Hui Lian membantah.
"Tidak bisa salah, Losuhu itu sudah menerangkan tentang wajah
dan pakaianmu, juga pedang yang tergantung di pinggangmu. Mana
kami bisa salah dan demikian sembrono? Harap Lihiap sudi
553
membebaskan kami daripada keadaan tidak enak. Kalau Lihiap
membayar, tentu kami akan mendapat marah besar dari hwesio itu.
Kalau sampai di marah, waah, celakalah kami."
"Galakkah dia?" Hui Lian tertarik.
"Galak? Bukan main! Baru saja dia makan, datang dua orang
pemimpin barisan pengawal tikoan. Losuhu itu tanpa banyak cakap
lalu menendang meja di depan dua orang menjambak rambut dan
mengadu kepala mereka sampai keduanya roboh pingsan beberapa
jam lamanya."
Hui Lian makin terheran. "Bagaimana macam hwesio itu?
Membawa apa dan siapa namanya?"
"Entahlah, namanya kami tidak tahu. Tak seorang pun di antara
kami mendengar ia menyebut namanya. Ia bertubuh tinggi besar,
pakaiannya lebar, mukanya putih dan di punggungnya tergantung
sebatang penggada pendek dan besar mengerikan sekali. Ia
menghabiskan arak tiga guci besar kemudian setelah merobohkan
dua orang komandan itu, ia berpesan untuk membayarkan uang
yang ia tinggalkan untuk makanmu, Lihiap. Kemudian ia masih
berpesan lagi bahwa Lihiap sebaiknya melanjutkan perjalanan ke
Tiang-si secepatnya. kemudian seperti mengigau hwesio itu berkata
berulang-ulang bahwa ia pun hendak mencari orang she Wan."
Mendengar ini, Hui Lian cepat melangkah keluar tanpa berkata
apa-apa lagi. Ketika pelayan itu mengejar keluar untuk melihat,
gadis itu telah lenyap dari situ. Pelayan itu memutar matanya
sampai menjuling, menggaruk-garuk belakang kepala, lalu
mengomel seorang diri.
"Banyak iblis dan siluman sekarang ini! Iblis dan siluman muncul
di pagi hari. Kemudian ia menggeleng kepalanya dan memasuki
restoran lagi.
Sementara Itu, Hui Lian mempergunakan ilmu lari cepat menuju
ke Tiang-si. Ia tidak meragukan lagi bahwa orang yang telah
menegurnya ketika ia dikeroyok oleh orang-orang tikoan, adalah
orang yang kini membayar makanannya pula. Seorang hwesio tinggi
besar. Siapakah gerangan dia? Akan tetapi diam-dam ia selain
penasaran melihat orang itu tidak secara langsung
554
menghubunginya, juga merasa heran mengapa orang itu seakanakan
mengajaknya mengejar dan menangkap penjahat yang
bernama Wan Sin Hong.
Ilmu lari cepat yang dipergunakan oleh Hui Lian adalah lari cepat
Liok-te-hui-teng (Terbang di Atas Bumi) ajaran ayahnya, maka
cepatnya bukan main. Bagi pandang mata seorang yang bukan ahli
silat tinggi, tentu yang tampak hanya berkelebatnya bayangan
belaka. Oleh karena itu, tak lama kemudian ia sudah tiba di luar
tembok kota Tiang-si.
Tiba-tiba Hui Lian melihat bayangan orang berlari cepat di
sebelah depan. Yang berlari-lari itu adalah seorang hwesio tinggi
besar, dan berdebarlah hati Hui Lian ketika melihat hwesio tinggi
besar itu membawa sebuah senjata seperti penggada pendek yang
dipanggul di atas pundaknya. Melihat cara hwesio itu berlari sebelah
tangan memanggul penggada dan sebelah lagi dipentang dan
digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah, kembali Hui Lian terkejut
karena ia mengenal gerakan tangan itu sebagai ilmu lari cepat Huieng-
coan-in (Garuda Terbang Menembus Mega), semacam ilmu lari
cepat yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah
mempunyai ginkang tingkat tinggi.
Akan tetapi Hui Lian bukan puteri tunggal Hwa I Enghiong kalau
ia tidak dapat mengejar hwesio itu. Dengan ilmu lari cepatnya yang
jarang tandingannya, Hui Lian mengerahkan tenaganya dan
sebentar saja ia dapat mengimbangi kecepatan hwesio itu. Setelah
mereka berlari sampai di tembok kota Tiang-si, Hui Lian mehhat
hwesio itu mendahului seorang laki-laki yang berjalan seenaknya
kemudian tanpa mengeluarkan kata-kata sesuatu, hwesio itu
membalikkan tubuh dan memandang kepada pemuda itu dengan
penuh perhatian, setelah itu menggerakkan penggadanya yang
besar dan berat itu menghantam kepada orang itu.
Hampir saja Hui Lion mengeluarkan suara teriakan kaget ketika ia
melihat bahwa yang diserang oleh hwesio tinggi besar itu adalah
seorang pemuda yang kelihatan lemah sederhana, berwajah tampan
sekali dan bersikap tenang. Celaka, pikir gadis ini, pukulan hwesio
demikian lihainya, pemuda itu tentu akan roboh dengan kepala
pecah!
555
Sementara itu, pemuda yang tiba-tiba diserang oleh hwesio tinggi
besar itu terdengar berseru,
"Toa-suhu, kenapa kau datang-datang memukul orang'"
Akan tetapi tanpa menjawab hwesio tinggi besar itu menyerang
terus dengan hebatnya. Penggadanya yang berat bagaikan seekor
biruang menubruk dengan
cepat dan dahsyat. Pemuda
itu dengan gerakan lambat
mengelak ke sana ke mari.
Hui Lian kaget sekali melihat
serangan-serangan yang
amat dahsyat itu! Ia maklum
bahwa kepandaian hwesio itu
lihai dan bahwa setiap
pukulan yang dilakukan
apabila mengenai tubuh
pemuda itu tentu akan
merenggut nyawanya.
Timbul hati tak senang
dalam dada Hui Lian melihat
peristiwa itu, tidak senang
terhadap Si Hwesio. Melihat
seorang pemuda yang
kelihatan lemah, datang-datang diserang mati-matian oleh hwesio
itu tanpa diketahui atau diselidiki dulu kesalahannya, Jiwa ksatria
dalam dada Hui Lian memberontak. Siapa pun adanya hwesio itu,
baik dia orangnya yang selama ini secara rahasia menghubungiku
atau bukan, perbuatannya yang sekarang ini menyatakan bahwa dia
bukan seorang baik-baik, pikir Hui Lian. Ia mencabut pedang dan
sekali berkelebat tubuhnya telah melayang ke tempat perpuran.
Hwesio tua, jangan kau berlaku kejam curang...!" bentaknya dan
di lain saat terdengar suara berdentang yang amat nyaring ketika
pedang Hui Lian bertemu dengan penggada di tangan hwesio itu.
Hui Lian terkejut sekali. Pertemuan senjata itu membuat telapak
tangannya terasa tergetar dan hampir saja pedangnya terlepas dori
pegangan kalau saja ia tidak lekas mengatur tenaganya.
556
Sementara itu, pemuda yang tadi diserang bertubi-tubi oleh
hwesio tinggi besar, kini berdiri bagaikan patung hidup, memandang
kepada Hui Lian dengan mata terbuka lebar-lebar penuh
kekaguman.
"Nona, jangan menghalangi pinceng. Kau bahkan harus
membantu pinceng menangkapnya. Dialah penjahat besar Wan Sin
Hong'" kata hwesio itu sambil bergerak maju menyerang lagi
mengirim serangan dengan tendangan kaki kanan yang dilakukan
amat cepat dan kuatnya. Akan tetapi pemuda tampan itu dengan
amat mudah menggerakkan kaki dan tendangan itu mengenai
tempat kosong.
Muka Hui Lian menjadi merah karena jengah ketika tadi ia
menengok, ia melihat pandang mata pemuda itu. Entah mengapa
sudah biasa baginya melihat pandang mata ditujukan kepadanya
dengan sinar kekaguman, akan tetapi baru kali ini pandang mata
seorang pemuda membuat ia bermerah muka, jengah dan berdebar.
Kemudian rasa jengah terganti oleh rasa kaget dan kagum lihat cara
pemuda itu menggerakkan kaki untuk mengelak dari tendangan
lawan. Tak salah lagi itulah gerakan Sha-gak jiauw-po (Langkah
Segi Tiga) yang kadang-kadang dipergunakan dalam Ilmu Silat Pakkek-
sin-ciang!
"Nona, bukankah dari Ceng-sin-kwan kau sengaja datang ke sini
hendak membasmi penjahat Wan Sin Hong? Nah, ini dia orangnya!
Tidak lekas turun tangan mau tunggu kapan lagi?" Kembali hwesio
tinggi besar itu berseru sambil mempercepat gerakan penggadanya.
Lagi lagi pemuda itu mengelak tanpa memandang pada lawannya
karena sepasang matanya masih saja menatap wajah Hui Lian.
"Go-lihiap, lekas turun tangan! Ayahmu Hwa I Enghiong tentu
akan marah kalau melihat keraguanmu ini!" kembali hesio tinggi
besar itu berkata keras untuk melanjuckan serangannya.
Sebetulnya, hwesio ini sengaja menyebut-nyebut nama ayah Hui
Lian dengan maksud tertentu. Ketika sampai hampir sepuluh kali
penggadanya selalu mengenai angin, ia sudah terkejut sekali dan
maklum bahwa pemuda yang diserangnya itu benar-benar seorang
berkepandaian tinggi.
557
Oleh karena itu, ia sengaja menyebut nama Hwa I Enghiong
untuk menakut-nakuti lawannya.
Sadarlah Hui Lian dari lamunannya. Ia cepat menggerakkan
pedang yang ditusukkan ke arah tenggorokan pemuda itu. Pemuda
itu mengeluarkan suara mengeluh kecewa dan berduka, kemudian
sekali ia berkelebat, Hui Lian dan hwesio itu hanya berdiri melongo
karena gerakan pemuda itu bukan main cepatnya seperti terbang
saja. Hanya suara pemuda itu yang terdengar jelas sebelum lenyap
dari pandangan mata,
"Semua orang membenci Wan Sin Hong. Baiklah. Wan Sin Hong
akan lenyap, kalau masih ada Wan Sin Hong dia itu palsu!"
Hui Lian dan hwesto itu saling pandang dengan bengong. Baik
Hui Lian maupun hwesio yang lihai itu sendiri, baru kali ini
menghadapi seorang pemuda yang demikian aneh dan luar biasa
kepandaiannya. Tidak saja pemuda itu dengan tangan kosong dapat
menghadapi penggada hwesio itu sampai beberapa jurus, juga
pemuda itu dalam kepungan hwesto dan Hui Lian dapat melarikan
diri sedemikian mudahnya. Padahal menilik kepandaian, hwesio itu
agaknya memiliki kepandaian yang tidak kalah oleh Hui Lian, dan
kiranya tidak sembarang orang yang akan sanggup melarikan diri
dari kepungan dua orang ini.
"Hebat, hebat...! Kalau tidak menyaksikan sendiri, pinceng tidak
akan dapat percaya ada seorang muda berkepandaian sedemikian
tinggi. Benar-benar penjahat muda itu berbahaya sekali, seorang
iblis yang akan menggemparkan dunia kang-ouw...! Nona Go, kali
ini Ayah Bundamu harus turun tangan, kalau tidak, pinceng khawatir
takkan ada orang lain yang sanggup menandingi penjahat muda
Wan Sin Hong itu."
"Lo-suhu siapakah? Bagaimana bisa tahu bahwa aku adalah
puteri Hwa l Enghiong?"
Hwesio tinggi besar itu menyeringai. Memang hwesio ini
semenjak tadi mukanya seperti orang gembira selalu hingga
nampaknya lucu,
"Go-lihiap, kau memang mengagumkan, masih muda sudah
berkepandaian tinggi. Akan tetapi, agaknya usiamu yang amat muda
558
itulah yang membuat kau agak sembrono. Apakah sukarnya
mengenalmu setelah kau bicara dengan piauwsu itu dan kau
mengamuk di kota Ceng-sin- wan? Nama pinceng tidak ada orang
kenal, bahkan ayah bundamu sendiri kiranya belum pernah
mendengar namaku. Pinceng selamanya bertapa di dalam kelenteng
dan tidak mau mencampuri urusan dunia. Sekarang ini karena nama
Wan Sin Hong menggetarkan dunia menembus dinding kamarku,
terpaksa pinceng keluar untuk berusaha menangkapnya. Telah
beberapa hari pinceng mengikuti jejaknya akan tetapi melihat
gerak-geriknya yang menyatakan bahwa Wan Sin Hong tak boleh
dibuat sembarangan, pinceng menanti saat baik. Kebetulan di Cengsin-
kwan pinceng melihatmu, maka setelah mendapat bantuanmu
barulah pinceng turun tangan. Akan tetapi... ternyata tetap saja siasia.
Wan Sin Hong manusia iblis yang sukar dilawan."
"Betapapun juga, kuharap Lo suhu sudi memperkenalkan nama
yang mulia,” kata Hui Lian. "Aku sendiri adalah Go Hui Lian dan
kedua orang tuaku Lo-suhu sudah mengenalnya."
Kalau tadi hwesio itu menyeringai dan tersenyum saja, sekarang
ia menarik napas biarpun bibirnya masih tersenyum "Baiklah kali ini
pinceng terpaksa membuka pantangan. Pinceng adalah seorang
pertapa keliling, yang hidupnya dari kelenteng ke kelenteng,
namaku Tang Hwesio."
Hui Lian memang belum pernah mendengar nama ini, nama yang
sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw.
"Lo-suhu, memang namamu sama sekali tidak pernah kukenal.
Akan tetapi Ayah sering kali bilang bahwa orang-orang gagah di
dunia ini yang tidak mau memperkenalkan diri dan sama sekali tidak
terkenal banyaknya tidak terhitung. Sekarang bertemu dengan Lo
suhu, tahulah aku apa yang dimaksudkan oleh Ayah."
"Ha, ha, Ayahmu memang orang bijaksana. Biarpun belum
pernah bertemu muka, hati emasnya sudah lama pinceng dengar."
"Tang-lo-suhu, mari kita kejar penjahat tadi sebelum ia pergi
jauh!" tiba-tiba Hui Lian berkata. Setelah kini mengenal Tang
Hwesio ia merasa menyesal mengapa tidak tadi-tadi ia dapat
mengeroyok penjahat muda yang matanya "bisa bicara" itu.
559
Akan tetapi Tang Hwesio menggeleng kepalanya. "Tidak lihatkah
kau tadi bahwa penjahat muda itu memiliki ilmu lari cepat yang
amat luar biasa? Mungkin hanya Ayahmu yang dapat mengimbangi
kecepatan larinya, akan tetapi pinceng selamanya baru satu kali
pernah melihat ilmu lari cepat Siang-seng-hui (Sepasang Bintang
Beterbangan) dari Partai Siauw-lim. Tadinya pinceng anggap ilmu
lari cepat itu yang paling unggul, tidak tahunya penjahat tadi telah
memperlihatkan ilmu lari cepat yang agaknya tidak kalah oleh
Siang-seng-hui."
"Habis bagaimana kita bisa mengejarnya?"
"Dia pasti kembali ke kota Tiang-si. Mari kita menyelidik ke sana.
Kiraku, kalau kita berdua maju menyerangnya, tak mungkin dia
masih dapat mempertahankan diri. Hanya pinceng harap, kau tidak
ragu-ragu dan lambat seperti tadi Nona."
Setelah berkata demikian, dengan langkahnya yang lebar, Tang
hwesio berjalan cepat. Hui Lian mengejarnya dengan muka merah.
Kata-kata terakhir hwesio tadi memang teguran yang wajar. Kalau
saja dia tadi tidak ragu-ragu dan cepat menyerang, belum tentu
penjahat Wan Sin Hong tadi dapat melarikan diri.
Akan tetapi, mata itu! Sepasang mata pemuda tadi seakan-akan
bicara kepadanya, menyatakan rangkaian kata-kata mencerminkan
suara hati yang mendebarkan jantungnya. Dia itukah putera angkat
Lie Bu Tek? Betulkah pemuda itu menjadi penjahat? Kelihatan
begitu sederhana, lemah lembut dan tampan. Akan tetapi matanya
memang agak kurang ajar pikir Hui Lian. Dan kata-katanya itu?
Bagaimanakah maksudnya? Apa artinya pemuda itu berkata bahwa
Wan Sin Hong akan lenyap dan kalau ada hanya Wan Sin Hong
palsu? Semua ini membingungkan Hui Lian, akan tetapi ia tidak
mengeluarkan pernyataan sesuatu kepada Tang Hwesio yang
berjalan cepat memasuki kota tanpa bicara pula.
"Nona, malam ini kita harus berpencar. Kau menyelidik bagian
utara dan aku bagian selatan kota. Kita bertemu di kelenteng Hoan-
tang. Kalau kau bertemu dengan penjahat itu, kau lepaskan
panah api ini, demikian pula kalau kau melihat panah api yang
kulepaskan, harap kau cepat datang membantu. Kali ini kita harus
dapat menangkapnya, mati atau hidup," kata Tang Hwesio sambil
560
menyerahkan beberapa batang panah api kepada gadis itu. Hui Lian
menyatakan setuju, menerima panah menyimpannya di dalam
buntalan pakaian kemudia mereka berpisah. Tang Hwesio terus ke
sebuah kelenteng di tengah kota, yakni kelenteng Hok an-tang,
sedangkan Hui Lian mencari kamar di rumah penginapan.
Semenjak masuk ke dalam rumah penginapan, Hui Lian menaruh
hati curiga kepada serombongan orang terdiri dari enam orang yang
pakaiannya seperti jago-jago silat. Ia menduga bahwa enam orang
itu tentulah sebangsa tukang pukul atau anak buah bangsawan atau
hartawan okpa. Mungkin juga anggauta-anggauta perkumpulan silat
yang menjaga di kota Tiang si. Akan tetapi, tak lama kemudian
mereka itu main mata dan lenyap meninggalkan rumah penginapan
itu tanpa mengganggunya. Hui Lian menarik napas lega. Ia tidak
ingin mencari keributan dalam tugasnya yang lebih penting ini. Dan
penuturan yang ia dengar selama ia tiba di Ceng-sin-kwan sampai
Tiang-si, nama Wan Sin Hong memang tersohor sekali sebagai
seorang penjahat yang kejam. Tidak saja membunuh-bunuhi orang
seperti membunuh ayam saja, juga ia merampok harta benda dan
mengganggu anak bini orang lalu dibunuh secara mengerikan.
Kejahatan yang terakhir inilah yang membuat Hui Lian menjadi
marah sekali. Tidak peduli yang melakukan kejahatan itu putera
pungut Lie Bu Tek, tak peduli yang melakukan itu seorang pemuda
yang tampan, yang mempunyai mata pandai menyatakan isi hati,
yang wajahnya mendebarkan hatinya, orang sekeji itu harus ia
basmi! Oleh karena itu, Hui Lian bersemangat sekali dalam
menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya oleh Tang Hwesio.
Setelah makan malam, Hui Lian mengenakan pakaian yang
ringkas, membawa pedang dan panah api. Ia menanti sampai
rumah penginapan itu sunyi dan jalan raya juga sepi. Tanpa
diketahui oleh seorang pun tamu lain, gadis perkasa ini melompat
keluar melalui jendela yang ditutupnya kembali dari luar. Dengan
gerakan ringan bagaikan seekor burung walet ia melompat ke atas
genteng, Ia hati hati sekali, tidak segera pergi dari situ, melainkan
mendekam di atas genteng sambil memandang ke sana ke mari,
memasang mata dan telinga, takut kalau-kalau ada orang yang
melihat gerakan-gerakannya. Akan tetapi keadaan di sekelilingnya
sunyi belaka, hanya angin malam bertiup perlahan membelai pipi
561
dan rambutnya. Dengan hati lega Hui Lian lalu mulai melompat dan
sebentar saja sesosok bayangan yang gesit berlompatan dan
berlarian melalui genteng-genteng rumah di kota Tiang si.
Ketika ia memutar ke bagian utara diam-diam ia kecewa dan
mengecam Tang Hwesio di dalam hatinya. Ternyata bahwa ia
mendapat tugas di bagian yang sunyi, rumah-rumah di situ kecil dan
merupakan daerah penduduk miskin. Agaknya Tang Hwesio sengaja
memilih daerah ramai untuk bagiannya sehingga tugas yang
terberat berada di punggungnya. Sebagaimana telah diketahui,
penjahat Wan Sin Hong itu selalu melakukan kejahatan di daerah
orang kaya dan bangsawan-bangsaan. Di daerah yang miskin itu,
seorang penjahat hendak mencari apakah? Tidak ada harta untuk
dirampok, tidak ada gadis cantik untuk diganggu, dan tidak ada
bangsawan untuk dibunuh.
"Tang Ilwesio terlalu memandang rendah kepadaku..." kata Hui
Lian bersungut-sungut. Sambil berjalan di atas jalan yang sunyi itu
ia sering kali menegok ke selatan mengharapkan tanda panah dari
Tang Hwesio. Akan tetapi angkasa sunyi pula, hanya beberapa butir
bintang di langit mengiringkan bulan sepotong yang sudah timbul.
Hui Lian merasa jemu lalu tubuhnya digerakkan, meloncat naik
lagi ke atas genteng rumah. Dan rumah ini ia melihat ke sekeliling
dan pada saat itulah ia melihat di bawah sinar bulan bayangan
seorang laki-laki berlari cepat mengejar seorang wanita. Wanita itu
pun pandai ilmu silat dan pandai pula berlari cepat. Hal ini mudah
dilihat dan gerakannya ketika melarikan diri. Kebetulan sekali dua
orang yang berkejaran itu berlari melewati dekat rumah di mana Hui
Lian bersembunyi dan bulan bersinar terang. Ketika wanita itu lewat
dekat rumah dan terkena cahaya lampu yang tergantung di situ, Hui
Lian melihat bahwa yang melarikan diri adalah seorang gadis yang
cantik. Sekelebat ia seperti pernah melihat wajah perempuan ini
akan tetapi ia lupa lagi entah di mana dan bilamana. Kemudian
menyusul pengejar gadis itu, dan Hui Lian berdebar, mukanya
merah. Ternyata pemuda itu adalah pemuda yang tadi siang ia lihat
bersama Tang Hwesio, yakni pemuda yang oleh Tang Hwesio
disebut Wan Sin Hong.
562
"Gadis keji, jangan harap bisa terlepas dan tanganku...!"
terdengar pemuda itu berseru dan kini larinya cepat sekali. Dengan
beberapa lompatan saja ia telah menyusul gadis yang lari di
depannya. Gadis itu tiba tiba membalikkan tubuh menyerang
dengan pukulan yang tidak boleh dipandang ringan. Akan tetapi
tanpa mempedulikan jatuhnya pukulan pada tubuhnya, pemuda itu
mengulur tagan dan di lain saat gadis itu telah roboh dengan tubuh
lemas!
Ketika pemuda Itu membungkuk hendak mengangkat tubuh
gadis yang sudah tak berdaya tiba-tiba terdengar bentakan di
belakangnya.
"Bangsat tak tahu malu, kau memang harus mampus!" Sebatang
pedang meyambar cepat sekali ke arah punggungnya.
Hui Lian sudah memastikan bahwa pedangnya tentu akan
merobohkan lawan, karena selain kedudukan pemuda itu selang
sukar dan kepalang, juga serangannya itu merupakan serangan dari
jurus ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang yang terlihai.
Akan tetapi hebat sekali pemuda itu. Biarpun ia juga terkejut
sekali melihat datangnya serangan yang luar biasa cepat dan
berbahayanya, namun sekali mengelak secara otomatis dan
tangannya masih juga dapat menyambar tubuh gadis yang telah
pingsan dan dikempitnya.
Akan tetapi, ketika pemuda itu membalikkan tubuh untuk melihat
siapa yang menyerangnya, ia nampak gugup sekali.
"Kau... Nona..." Dan tak terasa pula tubuh gadis yang
dikempitnya diletakkan kembali ke atas tanah.
Hui Lian tidak mau peduli akan sikap yang aneh dari pemuda ini.
Ia merasa penasaran karena tadi serangan yang sudah begitu pasti
ternyata menemui tempat kosong. Dengan gemas lalu menubruk
maju menyerang dengan pedangnya, mengeluarkan ilmu pedangnya
yang paling sulit dan lihai karena ia maklum bahwa ia menghadapi
seorang lawan lihai.
"Jangan serang aku... jangan kau ikut membenciku..." pemuda
itu mengelak kesana ke mari sambil mengeluh.
563
Siapakah pemuda ini? Memang bukan lain dia adalah Wan Sin
Hong sendiri! Seperti telah diketahui, Sin Hong merasa penasaran
dan juga gemas sekali karena namanya dirusak orang. Di manamana
terdengar perbuatan-perbuatan jahat yang katanya dilakukan
oleh Wan Sin Hong, atau berarti olehnya! Oleh karena itu ia
menggerahkan seluruh perhatian untuk menyelidiki persoalan ganjil
ini. Sampai jauh ia merantau dan akhirnya ia melihat gadis yang
dulu mengaku telah diganggu! Setelah Wan Sin Hong bertemu
dengan Tang Hwesio dan Go Hui Lian kemudian dikeroyoknya, Sin
Hong melarikan diri dengan hati berduka sekali. Entah mengapa,
melihat Go Hui Lian, hatinya tergerak dan bayangan gadis jelita itu
tidak pernah dapat terusir dari depan matanya. Ia menjadi makin
kecewa dan berduka. Tadinya ia merasa gembira juga melihat puteri
Hwa I Enghiong Go Ciang Le yang sering kali dipuji oleh gihunya,
ternyata merupakan seorang gadis yang demikian cantik jelita dan
perkasa. Akan tetapi, kalau ia teringat betapa gadis manis ini pun
menganggap dia orang penjahat, benar-benar Sin Hong, menjadi
bingung dan sedih, dan makin bernafsulah ia untuk mencari orang
merusak namanya.
Alangkah girang hatinya ketika ia sedang melarikan diri
meninggalkan Hui Lian dan akan memasuki kota Tiang an ia melihat
bayangan seorang gadis cantik yang dikenalnya sebagai gadis yang
dia pernah mengaku menjadi korbannya! Gadis inilah yang dulu di
depan para tokoh kang-ouw dan para ciangbunjin (ketua) dari
partai-partai besar, mengaku telah diganggu dan yang agaknya
sengaja hendak mencoret mukanya di depan tokoh-tokoh besar itu,
entah karena kehendak sendiri ataukah disuruh oleh orang lain.
Dahulu gadis itu melompat ke dalam jurang dan disangka mati oleh
para tokoh besar tanpa menyelidiki lebih dulu. Dia sendiri sudah
mencari ke bawah, akan tetapi tidak menemukan mayat gadis itu,
tanda bahwa gadis itu bukannya membunuh diri dengan cara yang
luar biasa sekali.
Sin Hong menahan gelora hatinya dan tidak mau berlancang
tangan menyerang. Ia maklum bahwa gadis itu bukan orang biasa
saja, dan kalau diingat bahwa selama hidupnya belum pernah ia
bertemu dengan gadis itu, maka mustahil kalau itu sengaja merusak
namanya begitu saja. Pasti ada apa-apanya di belakang atau
564
dengan lain perkataan, pasti ada orang lain yang menggerakkan
gadis ini melakukan fitnahan keji terhadap dirinya. Kalau memang
ada orang di belakang layar itu, maka dia itulah orangnya yang
selama ini merusak namanya. Hati Sin Hong berdebar. Diam-diam
lalu mengikuti gadis itu karena menduga bahwa gadis itu tentu akan
membawanya ke tempat orang yang selama ini merusak namanya.
Akan tetapi wanita muda yang cantik itu menyewa kamar di
sebuah hotel. terpaksa Sin Hong juga menyewa kamar dan diamdiam
ia terus menguntit. Bukan main mendongkol hatinya ketika ia
mendapat kenyataan bahwa wanita itu tidak pernah keluar dari
kamarnya, bahkan memesan kepada pelayan untuk mengirim
masakan ke kamar. Sampai jauh malam Sin Hong mengintai dari
kamarnya sendiri ke arah kamar gadis ini.
Menjelang tengah malam, ia melihat bayangan orang melompatlompat
di atas wuwungan rumah dan ketika bayangn itu
menggerakkan tangan, ia melihat sebuah benda hitam kecil
melayang masuk ke dalam kamar wanita muda tadi melalui celahcelah
antara daun jendela.
Sin Hong cepat melompat keluar kamar, akan tetapi dengan
beberapa gerakan saja bayangan itu telah lenyap. Sin Hon
penasaran, cepat ia mendekati jendela kamar wanita itu dan
mengintai ke dalam. dilihatnya wanita itu tengah memegang sehelai
kertas yang ditulis dengan huruf-huruf besar.
"DIA MENGINTAIMU, LEKAS LARI, TERPISAH DAN TUTUP MULUT
Pandang mata Sin Hong yang tajam dapat membaca tulisan itu
dan ia menggigit bibir dengan mendongkol sekali. Tak disangkanya
bahwa musuh yang merusak namanya itu benar-benar amat lihai.
Tadi pun ia telah menyaksikan gerakannya yang luar biasa cepat
dan kini yakinlah dia bahwa musuhnya itu adalah bayangan tadi.
Dan wanita ini hanyalah kaki tangan dan musuh rahasianya.
Ia mendengar wanita itu mengeluarkan keluhan dan nampak
seperti ketakutan. Kemudian ia cepat menyelinap ketika melihat
wanita itu berbenah, membungkus pakaiän dan memanggulnya di
punggung, kemudian wanita itu memadamkan api lilin dan
melompat keluar melalui jendela dengan gerakan yang cukup lincah!
565
Kemudian wanita muda yang cantik itu berlari cepat sekali ke arah
utara, agaknya hendak keluar dari kota Tiangsi.
Sin Hong maklum bahwa gadis ini tentu taat akan surat perintah
tadi, maka untuk berhadapan dengan musuh rahasianya ia harus
menangkap gadis ini. Akan tetapi siapa kira, baru saja ia hendak
membekuk gadis itu, tiba-tiba muncul Go Hui Lian menyerangnya,
dengan hebat.
Biarpun Sin Hong harus mengaku bahwa ilmu pedang dari Hui
Lian tak boleh dipandang ringan, namun bukan serangan itulah
yang membuat ia menjadi gugup, bingung, dan berduka. Ia maklum
bahwa perbuatannya merobohkan gadis di tengah malam buta tentu
akan mendatangkan kecurigaan besar sekali dan tentu Hui Lian kini
akan merasa yakin bahwa Wan Sin Hong benar-benar seorang
penjahat keji pengganggu wanita!
Di samping kedukaan ini. juga Sin Hong ingin sekali menguji
sampai di mana kehebatan ilmu silat dari puten pendekar yang
sudah amat terkenal dan selalu dipuji-puji oleh gihunya. Maka lalu
memperhatikan dan menghadapi pedang Hui Lian dengan tangan
kosong.
Di lain pihak, Hui Lian merasa amat penasaran, mendongkol, dan
juga heran, Dia adalah puteri tunggal Go Ciang Le jagoan nomor
satu di dunia persilatan. Dia sudah mewarisi Ilmu Silat Pak-kek, Sinciang
yang belum seratus prosen akan tetapi hanya di bawah
tingkat ayahnya. Dia mempelajan ginkang darinya yang telah
mewarisi ilmu ginkang luar biasa dari mendiang Thian Te Siang-mo
(Sepasang Iblis Kembar). Bagaimana sekarang dengan pedangnya,
ia hanya dihadapi dan dilawan dengan tangan kosong belaka oleh
pemuda keji bernama Wan Sin Hong ini? Ia benar-benar penasaran,
mendongkol dan heran. Baru ini kali selama hidupnya Hui Lian
mengalami hal yang amat aneh dan tak masuk akal.
Di samping keheranan dan penasaran ini, ia pun diam diam
merasa amat kecewa. Rasa kecewa yang sudah terasa di dalam
lubuk hatinya semenjak ia berjumpa dengan Sin Hong, kecewa
karena melihat seorang pemuda yang demikian "baik" ternyata telah
sesat menjadi seorang penjahat keji yang demikian tersohor. Kini,
melihat sendiri betapa kejinya pemuda itu mengejar-ngejar seorang
566
gadis dan merobohkannya, ditambah dengan kenyataan betapa
tinggi ilmu silat pemuda rasa kecewa di dalam hatinya meningkat.
Harus ia akui bahwa hatinya tergerak dan tcrtarik sekali terhadap
pemuda mi. Betapa tidak? Selama hidupnya baru kali ini ia bertemu
dengan seorang pemuda yang demikian gagah dan tinggi ilmu
silatnya. Tampan pula! Tidak kalah oleh Kong Ji dalam kelihaian
maupun dalam ketampanan. Akan tetapi... sayangnya tidak kalah
pula dalam kejahatan!
Rasa kecewa ini membuat Hui Lian menjadi makin gemas.
Pedangnya berkelebat-kelebat menyambar bagaikan naga
mengamuk, akan tetapi yang diamuknya tenang-tenang saja
mengelak ke sana ke mari, kadang-kadang menyampok perlahan
dan beberapa kali terdengar pemuda itu memuji ilmu pedangnya.
Lima puluh jurus telah lewat tanpa satu kali pun Sin Hong membalas
serangan Hui Lian.
"Keparat, kaubalaslah!" Hut Lian membentak dengan penasaran
dan gemas. Hatinya sakit sekali dan mau ia menangis sambil
membanting-banting kaki kalau ia tidak malu kepada Sin Hong. Baru
kali ini dia, puteri Hwa I Enghiong! dipermainkan orang seperti ini.
Akan tetapi tiba-tiba Sin Hong berseru keras, "Celaka, dia tari...!"
Hui Lian mengerling dan benar saja, gadis yang tadi dikejar-kejar
dan dirobohkan oleh Sin Hong telah lenyap dari situ, tidak kelihatan
lagi bayangannya. Ketika ia memandang lagi ke depan, Sin Hong
juga telah lenyap. Tentu pemuda itu pergi mencari gadis tadi,
pikirnya dan aneh sekali, timbul rasa tidak enak seperti orang iri hati
dan cemburu didalam dadanya. Sin Hong agaknya tergila-gila dan
suka sekali kepada gadis tadi sampai-sampai meninggalkan
gelangang pertempuran, seakan-akan tidak ada gadis cantik lain di
dunia ini, seakan-akan dia.... Go Hui Lian... bukan seorang gadis
atau bukan seorang gadis cantik! Sayang aku tadi tidak melihat
wajah gadis itu, demikian bisikan hati Hui Lian.
Tiba-tiba gadis ini merah mukanya dan mau ia menampar pipinya
sendiri untuk pikiran yang dianggapnya tak bermalu itu. Cepat
dikeluarkan panah api dan tak lama kemudian di udara meluncur
cahaya kekuningan.
567
Tak lama kemudian datanglah Tang Hwesio sambil memanggul
penggadanya. Langkahnya lebar dan larinya cepat seperti seekor
singa.
"Mana dia...?" tanyanya dari jauh begitu dia melihat bayangan
gadis itu.
"Dia telah lari, Lo-suhu. Sayang sekali." Kemudian dengan
singkat Hui Lian menceritakan betapa ia melihat penjahat itu
mengejar dan merobohkan seorang gadis. Kemudian ia menyerang
penjahat itu yang melarikan diri setelah melihat gadis tadi sudah
lenyap dan situ, agaknya sudah lari lebih dulu.
"Aneh sekali, pinceng juga melihat bayangan seorang laki-laki
memondong seorang gadis wanita, cepat sekali larinya dan telah
lenyap sebelum penceng dapat melihat apakah dia itu Wan Si Hong
atau bukan."
Makin panas dan tidak enak hati Hui Lian. "Ah, tentu dia sudah
menangkap lagi perempuan tadi. Sayang aku tidak mempunyai
kemampuan untuk merobohkan dan membikin mampus dia!"
Tang Hwesio menarik napas panjang: "Siapa yang akan
menyalahkan kau, Nona? Kita berdua sudah sama tahu betapa
lihainya penjahat muda itu. Kau bertemu dengan dia seorang diri
dan dia tidak mengganggumu, itu sudah amat bagus untukmu.
Nona, sekarang tidak ada lain jalan bagi kita. Kau lebih baik lekas
mencari Ayah bundamu, suruh mereka turun tagan menangkap
penjahat keji ini. Pinceng sendiri akan menemui kawan-kawan di
dunia kang-ouw untuk mengajak mereka beramai-ramai turun
gunung membersihkan dunia dari kejahatan Wan Sin Hong!"
Memang tidak ada jalan lain yang lebih baik. Mereka berdua tidak
berdaya menghadapi Wan Sin Hong. Dengan lemas dan kecewa Hui
Lan berpisah dan Tang Hwesio. kembali ke hotelnya mengambil
pakaian, meninggalkan uang pembayaran sewa kamar di atas meja
dan pergi pada saat itu juga. Tengah malam telah lama lewat dan
fajar sudah hampir menyingsing. Di sana-sini, jarang-jarang, sudah
terdengar suara kokok ayam yang kepagian. Di angkasa sudah tidak
ada buIan, hanya bintang-bintang masih menghias langit hitam,
berkedap-kedip seakan-akan bermain mata dengan Hui Lian. Aneh,
568
kedipan bintang mengingatkan Hui Lian akan kedipan mata Sin
Hong dan ia mengutuk bintang-bintang itu dalam hatinya, tidak mau
memandang ke atas lagi dan berjalan meninggalkan kota Tiang-si
yang masih tidur.
Hawa pagi itu dingin benar. Ah, mengapa aku keluar sepagi ini?
Dingin amat, pikir Hui Lian. Akan tetapi kalau ia teringat akan
peristiwa tengah malam tadi, ia berpikir lain. Biarlah, biar aku
kedinginan, hitung-hitung untuk menghukum kebodohan sendiri.
Aku harus melupakan dia sebagai pemuda menarik hati, harus ingat
dia sebagai seorang penjahat keji! Biarlah hawa dingin mencuci
otakku yang keruh, pikirnya gema kepada diri sendiri.
Kokok ayam saling bersahutan menyambut fajar menyingsing
ketika Hui Lian tiba di luar kota yang sunyi. Sawah dan tegal para
petani membentang luas di kanan kini jalan yang sunyi itu. Kadangkadang
saja ia melihat pohon yang tumbuh di pinggir jalan, pohonpohon
tua yang batangnya sudah terbengkok-bengok membawa
berat dahan dan daun.
Ketika tiba di jalan membelok, ia melihat sinar api di depan. Dari
jauh dapat dilihat bahwa itu adalah api unggun yang dibuat orang,
sedangkan orangnyapun kelihatan berjongkok di dekat api, agaknya
seorang petani membuat api untuk mengusir hawa dingin yang
menggerogoti tulang.
Hut Lian tentu saja dapat mengusir serangan hawa dingin
dengan pengerahan sinkangnya, akan tetapi pada saat itu
semangatnya sedang lelah dan tidak mempunyai niat untuk
berusaha sesuatu. Kini melihat orang mengusir dingin dengan api
unggun, nampaknya begitu hangat dan enak, ia ingin sekali ikut
menghanatkan tubuh di dekat api unggun. Tak terasa lagi ia lalu
membelokkan tujuan kakinya dan menghampiri api unggun itu.
"Mari, silahkan duduk, Nona. Aku sengaja mcnunggumu di sini.
Kita bercakap-cakap sambil menghangatkan tubuh. Silakan." Orang
yang tadinya dikira petani itu menggeser sebuah batu besar ke
dekat api unggun sambil mempersilahkan Hui Lian dengan tangan
kanannya dibentangkan.
569
Hui Lian membelalakkan matanya hampir saja berteriak saking
kagetnya. "Kau...?" serunya dan secepat kilat telah mencabut
pedangnya! Ternyata bahwa orang itu bukan lain adalah Wan Sin
Hong yang malam tadi diserangnya mati-matian dan yang semenjak
kemarin bayangannya selalu mengganggunya.
Sin Hong menundukkan mukanya dia menarik napas panjang.
"Alangkah buruknya kebiasaan seorang ahli silat. Di waktu
sedingin ini pun mencabut pedang. Aahhh, kalau aku tidak mengerti
ilmu silat, alangkah baiknya namaku tidak rusak... aku tidak dibenci
orang...."
"Kau jahanam busuk pura-pura menyesal?" Hui Lian
menodongkan ujung pedangnya
di depan dada Sin Hong. "Jangan
kau berusaha hendak menipuku.
mana gadis malam tadi?"
Bibir Sin Hong tersenyum
duka. "Tahukah kau di mana dia?
Aku ingin sekali tahu, ingin sekali,
karena aku harus dapat
merangkap dia." Kemudian
sambil menatap wajah Hui Lian
yang nampak luar biasa cantiknya
dalam cahaya api unggun. Sin
Hong berkata tenang, "Kau
duduklah baik-baik, Nona. Aku
ingin bicara dari hati ke hati
denganmu, aku merasa bahagia
sekali dapat bertemu dengan puteri Hwa I Enghiong."
"Jangan coba berputar lidah! Hayo keluarkan senjatamu kalau
kau memang laki-laki. Keparat jahanam, penjahat rendah, aku tidak
begitu rendah untuk membunuh orang yang tidak melawan. Hayo
kita bertempur seribu jurus sampai seorang di antara kita
menggeletak tak bernyawa di sini!" Tangan Hui Lian yang
memegang pedang sudah menegang, siap untuk menyerang.
570
Sin Hong memandang ke arah api dan menarik napas lagi,
wajahnya agak pucat dan sinar matanya layu.
"Simpan kembali pedangmu. Nona. Tiada gunanya lagi, aku
bukan orang jahat."
"Mana ada penjahat mengaku jahat? Harimau ganas pun
langkahnya perlahan, jejaknya tak terdengar orang. Hayo lekas
berdiri dan siap untuk bertempur mati-matian!" Hui Lian menantang
sambil membanting kakinya.
"Sesukamulah, kau boleh memaki aku apa saja. Akan tetapi yang
jelas, aku takkan mau melawanmu bertempur. Sekali saja bagiku
cukuplah, karena yang sekali itu pun sudah membuat aku merasa
sengsara sekali."
"Pengecut jangan kau menghinaku! Apa kaukira aku takut
kepadamu? Biar pun kau seribu kali lebih lihai, aku Go Hui Lian tidak
takut mati, tahu? Bangkitlah dan mari kita tetapkan siapa yang
harus menggeletak tak bernyawa di sini. Mati untuk membela para
wanita yang kauganggu, aku rela!"
Sin Hong menggeleng-gelengkan kepaIanya. "Ucapanmu lebih
tajam dan menyakitkan daripada tusukan pedangmu, Nona. Sudah
kukatakan bahwa aku tidak sanggup lagi melawanmu. Hanya
pintaku kalau kau memang mempunyai perikemanusiaan, duduklah
dan dengarkan semua penjelasanku. Aku bersumpah bahwa Wan
Sin Hong bukanlah seorang keji, bukan seorang hina yang
melakukan segala, perbuatan terkutuk. Karena kau puteri Hwa I
Enghiong yang sudah lama kukagumi, maka aku ingin menceritakan
semua ini kepadamu. Karena kau... kau seorang yang ingin
kujadikan kawan, maka aku mau menceritakan semua ini
kepadamu. Akan tetapi kalau kau tidak percaya dan tetap hendak
membunuhku, tusukkan saja pedangmu itu. Aku takkan
melawan...." Sin Hong kembali memandang ke arah api. Ia sedih
sekali. Benar-benar ia pun merasa heran mengapa begitu banyak
orang menganggapnya jahat, ia bahkan merasa penasaran. Akan
tetapi sekali saja gadis ini menganggapnya jahat, ia menjadi lemas
dan berduka, dan ingin mati saja!
571
"Keparat jahanam! Berdirilah, lawanlah aku... jangan kau
menghina! Sikapmu yang tak hendak melawan ini menghinaku.
Kautahu, aku puteri pendekar besar Go Ciang Le, aku tidak takut
mati. Berdirilah... atau kalau tidak... demi Tuhan, kutusuk dadamu
dengan pedangku!" Hui l.ian kini membanting-banting kedua
kakinya dan mau dia menangis. Tangannya yang memegang
pedang mulai gemetar, sedangkan ujung pedang yang runcing
mendekat sampai menempel di baju Sin Hong, tepat di dada kiri di
mana jantungnya berada, jantung yang berdebar lemah karena
duka.
Sin Hong menggeleng-gelengkan kepala menengok dan menatap
wajah Hui Lian sebentar, kemudian memandangi api lagi. "Mati di
tangan dara perkasa puteri Hwa I Enghiong cukup berharga...."
katanya perlahan.
"Bedebah, lihat pedang!" Hui Lian yang sudah marah sekali
karena merasa dihina dengan semua kata -kata Sin Hong yang
dianggapnya seorang penjahat besar pengganggu banyak wanita,
menggerakkan tangan kanan. Pedangnya ditarik ke belakang lalu
ditusukkan ke depan.
Sin Hong tidak bergeming, bergerak sedikit pun tidak. Akan
tetapi terdengar baju robek dan darah mengucur keluar dari pundak
kirinya, membasahi bajunya yang putih. Sebentar saja baju Sin
Hong menjadi merah oleh darahnya sendiri!
"Mengapa kau selewengkan ke pundak, Nona?"
"Kau... kau... mengapa tidak mengelak...?" Hui Lian berdiri
dengan muka pucat matanya terbelalak lebar, bibirnya gemetar dan
tangan yang memegang pedang menggigil. Ngeri ia melihat darah
membasahi baju di dada Sin Hong.
"Sudah kukatakan tadi, aku takkan melawan. Aku rela mati di
tangan Nona Go Hui Lian, seorang dara perkasa yang gagah dan
budiman...."
Dua titik air mata melompat keluar dari sepasang mata Hui Lian
ketika ia mendengar suara yang halus ini. Akan tetapi ia menggigit
bibir mengeraskan hatinya.
572
"Kau jahat dan aneh. Apa artinya sikapmu ini? Kau demikian
jahat, mengapa sekarang kau berpura-pura baik? Biarpun memakai
bulu domba bertopeng muka kelinci, harimau tetap harimau buas
dan liar. Siapa percaya kepadamu"
"Tidak ada yang percaya kepadaku, Nona. Oleh karena itulah
maka harapanku satu-satunya kujatuhkan kepadamu. Aku
mengharapkan kau suka mendengarkan ceritaku dan... percaya
kepadaku..."
"Mengapa...? Mengapa kepadaku?"
Sin Hong tersenyum, menggcrakkan jari tangan kanan menotok
pundaknya sendiri untuk menghentikan darah yang mengalir. Hui
Lian memandang kagum melihat pemuda itu menerima tusukan
pedang dan menahan luka tanpa berkedip sedikit pun.
"Karena kau puteri Hwa I Enghiong. sudah semenjak kecil aku
mendengar dari Gihu tentang Ayah Bundamu yang gagah perkasa
dan budiman. Karena itu aku percaya bahwa puterinya tentu juga
seorang gagah dan budiman pula."
"Apa yang hendak kau ceritakan lagi? Bukti banyak, semua orang
di dunia kang-ouw mengetahui bahwa..." Hui Lian tidak melanjutkan
kata-katanya. Teringat akan segala perbuatan keji yang dilakukan
oleh pemuda ini, perasaan terharu yang tadi menipis.
"Memang demikian, Nona. Aku dianggap jahat, dan sudah
banyak bukti-buktinya. Akan tetapi semua ini bukan atas
kehendakku sendiri, ada orang yang sengaja merusak namaku.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXI
“APA maksudmu?"
"Ada musuh rahasia yang sengaja melakukan semua perbuatan
terkutuk dengan menggunakan namaku dan...."
"Bohong' Siapa bisa percaya? Wan Sin Hong, tak perlu kau
mengarang dongeng, apakah para locianpwe di dunia kang-ouw
semua sudah bodoh dan buta? Aku sendiri melihat kau mengejar
573
dan merobohkan... seorang gadis. Apa kau masih belum mati dan
mempunyai muka untuk menyangkal?"
"Sayang gadis itu terlepas lagi," Sin Hong menghela napas. "Dia
itu kaki tangan musuh rahasiaku. Sudah tertawan terlepas lagi…..”
Hui Lian tertegun. "Ceritakan semua!"
Sin Hong menengok dan menatap wajah yang cantik dan kini
tegang itu. "Nona, percayakah kau kepadaku?"
"Mengingat kau anak angkat Lie Bu Tek Pekhu, seharusnya aku
percaya, akan tetapi mendengar nama busukmu dan melihat bukti
sendiri malam tadi….”
"Jadi kau juga tidak percaya kepadaku?"
Hui Lian menggelengkan kepalanya, sungguhpun agak ragu-ragu.
Sin Hong mengeluh, lalu duduk menghadapi apa lagi. "Kalau
begitu tidak ada gunanya bagiku untuk bercerita. Kau boleh tusuk
aku sampai mati atau... tinggalkan aku pergi!"
Hui Lian melengak, mukanya menjadi merah. Tangan yang
memegang pedang sudah menggigil lagi, akan tetapi bagaimana ia
bisa membunuh orang yang membuat hatinya tidak karuan rasanya
ini? Orang yang membuat ia merasa bukan seperti diri sendiri,
merasa lemah dan tidak dapat menguasai hati dan pikiran, tak tentu
pendirian? Hati dan pikirannya bertempur hebat. Menurutkan
kesadarannya sebagai seorang pendekar, ia harus membunuh
manusia jahat ini akan tetapi menurut suara hatinya... ia tidak tega,
bahkan baru melukai pundaknya saja ia merasa menyesal bukan
main.
Akhirnya, sambil mengeluarkan jerit tertahan, pedangnya
berkelebat dan robohlah sebatang pohon tak jauh dari situ,
tumbang oleh sabetan pedangnya! Kemudian, dengan suara aneh di
kerongkongan, tangis bukan tawa bukan akan tetapi menyerupai
keduanya. Gadis itu mengerahkan tenaga dan lari meninggalkan Sin
Hong yang masih duduk menghadapi api unggun bagaikan patung
batu!
574
Sin Hong benar-benar menderita hebat. Sudah hampir lima hari
ia sampai lupa makan lupa tidur saking marahnya kalau ia
mengingat betapa namanya dirusak benar-benar oleh musuh
rahasia itu. Selain marah, ia juga jengkel dan sedih. Pertemuannya
dengan Tang Hwesio dan Hui Lian menambah kesedihan dan
kejengkelannya. Begitu bertemu, ia telah jatuh hati kepada Hui Lian,
hal ini ia tak dapat menyangkal pula, sungguh ia sendiri belum sadar
perasaan apa yang menyelinap di dalam sanubari terhadap gadis
itu. Akan tetapi yang pasti, ia merasa sedih sekali karena gadis itu
pun menuduh dia seorang jahat bahkan membencinya dan hampir
saja membunuhnya.
Sin Hong adalah seorang yang amat kuat tubuhnya. Apalagi ia
seorang ahli pengobatan yang luar biasa, tahu cara bagaimana
menjaga diri. Akan tetapi, betapapun kuat tubuhnya, ia masih muda
dan batinnya masih belum masak. Oleh karena itu, lima hari tidak
makan tidur, ditambah dengan tekanan batin yang berat, kini
ditambah lagi dengan pukulan batin dalam pertemuannya dengan
Hui Lian, ia hampir tak kuat menahan. Setelah Hui Lian
meninggalkannya pergi membawa rasa benci, ia merasa pilu dan
sedih sehingga tanpa dirasa ia telah pingsan di dalam duduk bersila
di depan api unggun! Kalau orang lain yang berhal seperti ini, amat
berbahaya keadaannya karena kalau ia terguling ke dalam api
berarti akan menemui maut. Akan tetapi Sin Hong bukan seorang
biasa, tubuhnya telah terisi tenaga singkang yang hebat, yang dapat
bekerja otomatis seperti bekerjanya paru-paru dan jantung. Biarpun
ia dalam keadaan tidak sadar, namun tubuhnya tetap bersila seperti
tadi!
Sin Hong sudah setengah siuman ketika ia mencium bau harum
sekali dan bagaikan dalam mimpi ia melihat seorang gadis sedang
berlutut di dekatnya dan menaruh obat semacam koyo, ditempelkan
pada pundaknya yang terluka oleh pedang.
"Aku gila... aku telah gila... aku gila…..!” Telinga Sin Hong
mendengar gadis itu berbisik berulang kali sambil mengobati
pundaknya dengan jari-jari tangan gemetar. Semua ini terjadi
seperti dalam mimpi dan Sin Hong sampai tidak berani membuka
mata, khawatir kalau-kalau mimpi indah dan tak mungkin ini akan
lenyap. Nona Go Hui Lian telah mengobati pundaknya, telah berlutut
575
di dekatnya dan rambut yang hitam halus dan harum itu demikian
dekat dengan mukanya. Alangkah indah mimpi ini terlampau indah
untuk dipercaya. Maka Sin Hong tidak berani membuka matanya
hanya mengintai dari balik bulu mata.
Tiba-tiba Hut Lian melompat berseru keras. "Suci, jangan...!"
Seruan ini ia susul dengan gerakan pedang, menangkis sebatang
pedang yang meluncur menyerang leher Sin Hong!
"Traang...!" Baik Hui Lian maupun penyerang itu terhuyung ke
belakang saking kerasnya tenaga yang mereka keluarkan, satu
menyerang yang lain melindungi.
"Wan Sin Hong manusia biadab! telah merusak hidupku, kau
harus menebus dengan nyawamu!" Kembali gadis itu menyerang
dan Hui Lian menjadi bingung. Ditangkisnya lagi serangan itu sambil
berkata,
"Nanti dulu, Suci........ dia terrluka...." kata Hui Lian.
Gadis itu memang Soan Li adanya yang muncul di pagi hari dan
langsung menyerang Sin Hong. Dengan mata aneh Soan Li
memandang kepada Hui Lian, membentak, "Siapa berani membela
maanusia keji ini?"
Hui Lian menjadi merah mukanya. memang amat janggal dan
sulit kedudukannya kalau ia membela seorang penjahat besar
seperti Sin Hong. Pula, kata-kata yang diucapkan oleh Soan Li
membuat Hui Lian merasa jantungnya seperti mau terlepas. Apakah
gerangan yang telah diperbuat oleh Sin Hong terhadap Soan Li?
"Suci, apakah... apakah... kau menjadi korban...?"
Tiba-tiba Soan Li menangis! Selagi Hui Lian memandang dengan
pilu dan bingung, Soan Li melompat lagi dan marah-marah seperti
orang mabok. "Wan Sin Hong, kau harus mampus!" Dengan pedang
di tangan ia menubruk ke depan, melakukan serangan hebat sekali
dengan menusukkan pedang ke dada pemuda itu! Kini Hui Lian
tidak mau bergerak menangkis. Mukanya berubah pucat sekali dan
ia yakin apa yang telah terjadi atas diri Soan Li. Pasti kakak
seperguruannya itu telah menjadi korban dari penjahat muda yang
keji ini. Kalau tidak demikian tak mungkin sucinya akan bersikap
576
semarah itu dan sebenci itu terhadap Sin Hong. Kalau Sin Hong
sudah bertindak keji terhadap sucinya ia tak boleh melindunginya
lagi, bahkan sudah seharusnya kalau ia membantu sucinya
membunuh manusia jahanam itu. Dengan. isak tertahan dan kedua
kaki menggigil Hui Lian meramkan mata dan menyerang Sin Hong
membarengi serangan Soan Li mengirim tusukan maut ke arah
lambung pemuda itu!
Di lain saat ketika Hui Lian membuka matanya karena
tusukannya mengenai angin, ia melihat tubuh Sin Hong berkelebat
dan tahu-tahu Soan Li telah dikempit oleh pemucla itu. Ia
mendengar Sin Hong berkata.
"Tenang, Gak Siocia! Aku akan menyembuhkanmu...."
Di saat itu berkelebat bayangan orang dan sebatang pedang
yang cahayanya menyilaukan mata meluncur cepat menyerang Sin
Hong. Pemuda ini mengeluarkan seruan kaget dan cepat mengelak.
Hui Ilan juga kaget ketika mendengar kenyataan bahwa yang
menyerang kali ini adalah Liok Kong Ji. Selagi Hui Lian terheran,
kembali berkelebat dua bayangan orang yang gerakannya
membuktikan bahwa mereka ini adalah ahli-ahli silat kelas satu.
Ternyata mereka ini adalah seorang hwesio gundul tinggi besar dan
seorang kakek berambut panjang yang wajahnya menyeramkan.
Biarpun keduanya bertangan kosong, namun serangan mereka
terhadap Sin Hong bukan main hebatnya.
Sin Hong yang mengempit tubuh Soan Li agaknya tidak mau
melayani mereka, mungkin karena terhalang gerakannya oleh tubuh
Soan Li yang dipondongnya. Akan tetapi ini tentu saja dalam
pandangan Hui Lian, padahal sebenarnya, pemuda ini yang sejak
pertemuannya dengan Soan Li di samping Kong Ji telah menaruh
curiga, tadi ketika diserang oleh Soan Li, ia cepat menyambar
pergelangan tangan gadis itu dan sekali tekan saja ia tahu bahwa di
dalam tubuh Soan-Li mengalir darah yang kotor oleh racun! Maka
terbukalah matanya dan tahulah ia bahwa ia berhadapan ngan Soan
Li yang sudah terganggu jalan pikiran dan ingatannya oleh racun
berbahaya. Tanpa membuang waktu lagi lalu menangkap Soan Li
dan bermaksud membawa pergi gadis int untuk diobati. Soal
pembalasan terhadap Ba Mau Hoatu hwesio gundul itu dan Giok
577
Seng Cu, kakek berambut panjang yang keduanya datang bersama
Kong Ji, dapat dilakukan kemudian, pikirnya.
Akan tetapi ada yang meragukan hati Sin Hong. ia melihat Kong
Ji bersama dua kakek jahat di situ. Tidak berbahayakah keadaan Hui
Lian apabila ia pergi membawa Soan Li. Bagaimanakah hubungan
antara Hui Lian dan Kong Ji? Akan tetapi Kong Ji, Ba Mau Hoatsu,
dan Giok Seng Cu tidak memberi banyak waktu kepadanya. Tiga
orang ini cepat menyerang dengan hebatnya, bahkan kini Ba Mau
Hoatsu telah mengeluarkan sepasang rodanya yang lihai dan Giok
Seng Cu mengeluarkan Ilmu Pukulan Tin-san-kang.
Aku harus menyelamatkan Soan Li lebih dulu, pikir Sin Hong yang
merasa tidak leluasa menghadapi gempuran tiga orang lihai ini.
Secepat kilat ia melompat dan melarikan diri.
"Bangsat rendah, lepaskan suciku...!" Hui Lian membentak marah
ketika melihat Sin Hong melarikan diri sambil membawa pergi Soan
Li.
"Hui Lian, Sumotku yang manis, mari kita bersama mengejar
bangsat Wan Sin Hong...!" kata Kong Ji sambil melompat menyusul.
"Pergi' Siapa sudi bicara denganmu?" jawab Hui Lian sambil
menyabetkan pedangnya ke arah Kong Ji. Pemuda ini tertawa dan
mengelak, akan tetapi saat itu dipergunakan oleh Hui Lian untuk
mempercepat larinya mengejar bayangan Sin Hong yang sudah
jauh.
Ia hanya mendengar Kong Ji tertawa bergelak, suara ketawa
yang dulu pernah membuat bulu tengkuknya berdiri, kemudian ia
mendengar suara kakek gundul. "Liok-sicu, mengapa tidak tawan
saja Nona galak itu?"
"Tak usah, biarkan dia pergi mengejarnya," terdengar jawaban
Kong Ji Hui Lian tidak mendengar lagi apa yang selanjutnya mereka
ucapkan karena ia takut tertinggal jauh oleh Sin Hong. Dengan
cepat ia mempergunakan ilmu lari cepat mengejar bayangan Sin
Hong yang bukan main cepat larinya, akan tetapi jarak antara dia
dan Sin Hong tidak berubah. Pemuda itu sambil memondong tubuh
Soan Li tetap saja berada di depannya. Hui Lian merasa
dipermainkan lalu mempercepat larinya. Namun, orang yang
578
dikejarnya juga mempercepat larinya sehingga tetap saja ia tidak
menjadi makin dekat.
Mereka lari berkejaran sampai hampir setengah hari lamanya.
Matahari telah naik tinggi dan Hui Lian tidak tahu ia telah tiba di
mana, karena agaknya Sin Hong sengaja mengambil jalan yang
tidak pernah dilalui manusia masuk hutan, keluar hutan, naik bukit
turun bukit.
Tiba-tiba Sin Hong berhenti dan membalikkan tubuh, menanti Hui
Lian yang mendatangi dengan muka penuh keringat dan napas agak
terengah. Merah muka Hui Lian, merah karena panas darahnya dan
juga karena malu dan marah.
"Jahanam keparat, kalau tidak kaulepaskan suciku, biar sampai
mati aku takan berhenti mengejarmu!"
"Nona, kau benar-benar aneh. Tadi kau bersikap amat baik
kepadaku, obat pada lukaku ini masih menempel...."
Muka yang merah itu makin merah lagi dan untuk sejenak Hui
Lian tak berani menentang mata Sin Hong. Akan tetapi kepala yang
ditundukkan itu tiba-tiba diangkat, sepasang matanya bersinarsinar.
"Keparat, kau benar-benar seorang yang rendah budi, seorang
kurang ajar yang curang! Kau hendak mempergunakan rasa kasihan
demi peri kemanusiaan di dalam hatiku untuk alat mengejekku! Jadi
tadi kau berpura pura pingsan, padahal kau sadar dan tahu bahwa
aku mengobati luka di pundakmu? Keparat betul! Kalau aku tahu
demikian halnya, aku pasti akan membikin mampus padamu. Hayo
lepaskan Suci, mau apa kau menawan dan membawanya lari? Tak
tahu malu!"
Suara Sin Hong terdengar bersungguh-sungguh. "Go siocia tetap
tak percaya kepadaku dan tetap menuduhku sebagai seorang jahat.
ternyata kau juga sebodoh orang-orang itu. Tak tahukah kau bahwa
Sucimu ini dalam keadaan sakit berat? Bahwa Sucimu ini
mengeluarkan kata-kata menuduhku dalam keadaan tidak sadar?
Ingatannya telah berubah karena racun di dalam tubuhnya."
579
"Bohong besar! Tadi dengan jelas Suci menyatakan bahwa kau
telah... telah merusak hidupnya, kau bangsat besar harus dibunuh...
kau... kau..." Hui Lian teringat akan semua ini dan aneh sekali, di
samping nafsu amarah yang naik memenuhi dadanya, juga tanpa ia
rasa air matanya mengucur keluar! Ia menggigit bibir dan di lain
saat pedangnya telah menyerang Sin Hong.
"Suci sadar dan berontaklah, mari kita bunuh dia..." Hui Lian
berseru akan tetapi Soan Li nampak lemas tidak sadarkan diri.
Sin Hong mengelak cepat dan menarik napas panjang. "Kau
keras kepala dan bodoh!" Kemudian disambungnya dengan
pandangan mata penuh perasaan. "Akan tetapi aku suka kepadamu,
aku makin suka kepadamu!" Setelah berkata demikian, tubuhnya
berkelebat cepat dan di lain saat ia telah lari jauh sekali. Hui Lian
terkejut dan ternganga. Tahulah dia bahwa tadi Sin Hlong tidak
mempergunakan ilmu larinya, maka ia masih dapat
inengimbanginya. Sekarang, andaikata ia mengejar, takkan ada
gunanya karena kecepatan lari pemuda itu benar-benar luar biasa
sekali, tak kuasa ia menyusul. Dengan perasaan lelah lahir batin, Hui
Lian menjatuhkan dirinya terduduk di atas rumput lalu... menangis!
Sakit sekali hatinya kalau membayangkan Sin Hong, pemuda
yang menggemaskan namun mendebarkan hatinya itu. Ia berusaha
sekuat tenaga untuk membenci Sin Hong, namun perasaan lain
yang amat kuat dan aneh membuat kebenciannva selalu buyar
sebelum membulat di hatinya. Ia tahu bahwa Sin Hong adalah
seorang pemuda biadab. Agaknya pemuda itu gila perempuan.
Buktinya malam hari itu mengejar dan menawan seorang gadis,
sekarang begitu melihat Soan Li, lalu menculiknya pula.
Akan tetapi perasaan aneh dan membantah jalan pikirannya
sendiri, lalu kalau dia benar gila perempuan dan mengganggu setiap
orang perempuan yang dijumpainya, mengapa terhadapku dia tidak
mengganggu?
Hui Lian menjadi bingung seakan-akan menghadapi teka-teki.
Kemudian teringat ia kepada Kong Ji suhengnya yang muncul secara
tiba-tiba dan tidak terduga. Siapakah dua orang kakek teman
suhengnya itu yang demikian lihai? Membayangkan semua ini,
kembali ia terkesan kepada Sin Hong. Alangkah hebatnya ilmu
580
kepandaian Sin Hong ini, biarpun sedang memondong tubuh Soan Li
dan bertangan kosong, namun serangan tiga orang kosen itu tidak
berhasil merobohkannya!
Tiba-tiba Hui Lian tersentak kaget. Pertemuannya dengan Liok
Kong Ji membuka ingatannya dan terbukalah rahasia yang selama
ini merupakan teka-teki baginya. Gadis yang pada tengah malam itu
dirobohkan oleh Sin Hong, biarpun ia tidak melihat wajahnya
dengan jelas namun ia merasa sudah pernah melihatnya. Sudah
pernah melihat wajah yang memiliki kecantikan tersendiri itu,
potongan rambut yang dikuncir lurus ke belakang, kemudian bentuk
tubuh yang langsing kecil, seorang gadis yang cantik akan tetapi
kecantikannya membawa sesuatu yang ganjil, agaknya bukan
kecantikan gadis dusun biasa. Tadinya payah memikirkan di mana ia
pernah melihat gadis itu. Sekarang, setelah bertemu dengan Kong
Ji, tiba-tiba saja ia teringat. Tak salah lagi, gadis yang dikejar oleh
Sin Hong di tengah malam itu, yang hampir saja "diculik" oleh Sin
Hong, tentu Nalumei adanya! Puteri suku bangsa Neiman yang dulu
ditaklukkan oleh Temu Cin, kemudian gadis itu, Lima Nalumei yang
cantik dan bermata biru dihadiahkan kepada Kong Ji!
Berpikir sampai di sini, wajah Hui Lian memucat. Apa artinya
semua ini? Wan Sin Hong memang dikabarkan di dunia kang-ouw
sebagai penjahat muda yang suka mengganggu wanita, akan tetapi
sekarang, justru ia sendiri melihat bukti buktinya, mengapa buktibukti
itu kebetulan sekali ada hubungannya dengan Kong Ji?
Mengapa justru Nalumei dan Soan Li yang ditawan oleh Sin Hong.
Dan apa kata Sin Hong pada tengah malam itu? Pemuda itu
menangkap Nalumei karena dikatakan bahwa Nalumei adalah kaki
tangan musuh rahasianya! Dan sekarang, Sin Hong menyatakan
bahwa Soan Li terkena racun yang merampas ingatannya! Siapa
yang meracun Soan Li? Dan tiba-tiba muncul Kong Ji. Apa artinya
semua ini? Apa hubungannya Kong Ji dengan kejahatan Sin Hong?
Hui Lian tak sanggup lagi memikirkan semua ini. Tidak kuasa ia
membuka semua rahasia yang berbelit itu.
"Benar kata Tang Hwesio. Ayah dan Ibu harus turun tangan.
Andaikata benar Sin Hong penjahat keji, kelihaiannya hanya dapat
ditandingi oleh Ayah! Kalau tidak dan di balik semua ini ada rahasia
581
lain, kiranya hanya Ayah dan Ibu yang dapat memecahkannya,"
demikian Hui Lian berpikir. Kermudian ia bangkit dari rumput,
membetulkan pakaiannya yang kusut, membereskan pula
rambutnya, ia menghai bekas-bekas air mata In ia berjalan menuju
pulang ke Kim-bun-to.
-oo0mch-dewi0oo-
Sin Hong memondong tubuh Soan Li dan lari dengan cepat. Ia
mengambil ke putusan untuk membongkar rahasia yang
dihadapinya dari Soan Li. Soan Li juga dijadikan korban untuk
memfitnah dirinya, pikirnya. Dan gadis ini ternyata telah diberi racun
yang luar biasa, yang telah merampas ingatan gadis ini. Kalau aku
bisa menyembuhkannya dan bisa menuturkan pengalamannya,
tentu akan terbuka kedok musuh rahasia itu.
Biarpun belum mendapatkan bukti dan belum berani
memastikan, namun sudah timbul bayangan Kong Ji di dalam hati
Sin Hong. Pemuda itu mencurigakan sekali, gerak-geriknya aneh
dan mengapa ia selalu muncul di saat-saat yang genting dalam
urusan pengrusakan namanya itu? Akan tetapi, dugaan ini ia bantah
sendiri. Tak mungkin Kong Ji sampai hati melakukan semua itu, dan
pula apakah latar belakangnya maka Kong Ji hendak merusak
namanya? Ia akan lebih percaya kalau sekiranya yang merusak
namanya itu orang-orang macam See-thiat Tok-ong atau Giok Seng
Cu yang sudah ia ketahui kejahatannya dan kekejamannya.
Di tengah jalan, Sin Hong berdaya untuk menyadarkan Soan Li
dan keadaannya yang seperti bukan maunya sendiri, seperti orang
kemasukan setan. Akan tetapi, tiap kali ia membebaskan totokan
gadis itu, Soan Li langsung menyerangnya sambil memaki-makinya
sebagai penjahat keji yang telah menghinanya, menodainya dan
merusak hidupnya.
Terpaksa Sin Hong membuatnya tidak berdaya dengan totokantotokan,
kemudian mempergunakan jarum perak untuk menusuk
jalan-jalan darah yang penting. Ini perlu dilakukan untuk
mengembalikan kekuatan dan daya darah murni sehingga pengaruh
racun itu dapat dilawan. Kemudian ia mengurut-urut urat-urat besar
582
kecil di bagian kepala Soan Li. Semua ini dilakukan dengan amat
hati-hati, karena kepala adalah bagian tubuh yang paling sukar
dirawat dan diobati. Selain itu Sin Hong juga belum berpengalaman,
dan terpaksa ia mengerahkan pikiran untuk mengingat kembali isi
kitab peninggalan Kwa-siucai di bagian menyembuhkan orang dari
pengaruh racun-racun berbahaya.
Beberapa pekan kemudian. Sin Hong baru dapat menghilangkan
sifat liar dan marah dari gadis itu. Kini Soan Li tidak lagi mengamuk
dan menyerangnya, bahkan gadis ini seakan-akan lupa lagi siapa
dia. Akan tetapi tetap saja gadis ini sering kali memaki-maki dan
menangis, mengutuk perbuatan Wan Sin Hong atas dirinya dan
dengan suara mesra menyebut-nyebut nama Lam-ko atau Gong
Lam!
Sin Hong merasa terharu bukan main. Jelas sekarang baginya
bahwa Soan Li jatuh cinta kepada Gong Lam dan membenci Wan
Sin Hong. Hal ini benar-benar aneh, benar benar lucu dan
membingungkan. Gong Lam adalah Wan Sin Hong dan Wan Sin
Hong juga Gong Lam. Bagaimana Soan Li bisa mencinta Gong Lam
dan membenci Sin Hong? Kalau memikirkan semua ini, makin
menghebat rasa marah dan penasaran di hati Sin Hong terhadap
musuh rahasia yang agaknya demikian benci kepadanya sehingga
berusaha sekuat tenaga untuk merusak namanya.
Sin Hong duduk melamun di pinggir jalan menunggu Soan Li
sadar dari tidurnya, hatinya penuh harapan. Sudah semenjak pagi
tadi gadis ini tertidur. Kini perjalanan dapat dilakukan lebih leluasa,
karena Soan Li biarpun keadaannya seperti orang gila, namun
kepandaiannya tidak hilang. Kepandaian silat yang sudah mendarah
daging tidak terhapus lenyap oleh berubahnya ingatannya, maka
gadis ini masih dapat berlari cepat seperti biasa. Wataknya seperti
anak kecil dan ia tidak ingat siapa-siapa lagi, yang diingatnya hanya
Wan Sin Hong yang dibencinya dan Gong Lam yang dicintanya!
Menjelang tengah hari Soan Li menggeliat lalu membuka
matanya, berkedip-kedip karena matanya tertusuk cahaya matahari.
Sin Hong harus mengakui bahwa biarpun keadaannya seperti itu,
Soan Li tetap merupakan seorang gadis yang amat cantik dan
menarik. Akhirnya gadis itu membuka mata lagi, kini pandang
583
matanya bertemu dengan Sin Hong. Ia bangkit duduk, memandang
ke kanan lalu bertanya.
"Mana Lam-ko? Ke mana dia pergi? Mengapa dia meninggalkan
aku? Ah, Lam-ko, bantulah aku mencari dan membalas dendamku
kepada manusia keparat Wan Sin Hong!"
Sin Hong menggeleng-geleng kepalanya. Ia tidak mau
memperkenalkan sebagai Lam-ko atau Gong Lam, karena dengan
jalan memperkenalkan diri sebagai Gong Lam, sama artinya dengan
menyangkal bahwa dia sebenarnya Wan Sin Hong! Maka ia lalu
menghampiri Soan Li dan berkata membujuk.
"Gak-siocia, Engko Lam yang kaucari- cari itu sedang pergi
mengejar Wan Sin Hong. Hari telah siang, marilah kita menyusul
mereka, dan kita membuat Engko Lam menangkap Wan Sin Hong."
Bersinar mata Soan Li dan cepat sekali ia telah melompat
bangun. "Baik sekali, mari….!” katanya dan di lain saat ia telah
berlari cepat.
"Gak-siocia, bukan ke sana jurusannya, ke sini….!” seru Sin Hong
sambi memegang tangan gadis itu. Soan Li tidak membantah dan
memutar langkahnya, bersama Sin Hong lari ke kiri.
Sin Hong membawanya menuju ke Kim-ke-tho, karena ia ingin
gadis ini beristirahat di pulau itu, di mana gadis itu akan terjaga dan
aman.
Selain itu, ia pun ingin bertemu dengan gihunya, karena
menghadapi urusan yang sulit itu ia perlu minta nasehat dan
petunjuk Lie Bu Tek ayah angkatnya.
Selain ini, ada satu hal yang membuat Sin Hong nampak bingung
dan juga membuat hatinya perih, kebenciannya memuncak. Ketika
ia memeriksa Soan Li lebih teliti untuk melihat sampai di mana
racun itu menguasai tubuh gadis ini, ia mendapat kenyataan yang
amat mengejutkan, yaitu bahwa Gak Soan Li ternyata telah
mengandung! Ia benar-benar merasa bingung sekali dan tidak
berani ia bertanya siapakah ayah anak yang dikandung oleh Soan Li,
karena ia takut bayangan sendiri, takut mendengar jawaban yang
sudah dapat diduga.
584
Soan Li pasti akan menjawab bahwa ayah anak itu kalau bukan
Wan Sin Hong tentu Gong Lam. Apa pun jawabannya, Sin Hong
atau Gong Lam berarti... dia sendiri! Benar-benar Sin Hong
menghadapi hal yang dapat membuat kepalanya berdenyut pusing.
Pada suatu hari Sin Hong dan Soan li tiba di dekat pantai dan
tiba-tiba Sin Hong melihat kakek pengemis tua datang dari depan.
"Cam-kauw Locianpwe...!" Sin Hong berseru memanggil ketika ia
mengenal orang tua ini.
Memang benar pengemis tua itu adalah Cam kauw Sin Kai, kakek
yang sudah diangkat menjadi ketua dari Hek-kin-kaipang dan
tinggal di Pulau Kim-ke tho. Biarpun kalau bertempur, mata kakek
pengemis ini masih awas sekali melebihi mata orang muda, akan
tetapi kalau mehhat jauh ia sudah kurang awas. Baru ia mengenaI
Sin Hong setelah mendengar suaranya, maka cepat ia berlari
menghampiri. Wajahnya muram dan nampaknya ada sesuatu yang
amat penting sedang dipikirkan.
"Wan-sicu, selama ini kau dari mana saja dan siapa pula Nona
ini?" tanyanya dengan suara keren dan juga pandang mata penuh
kecurigaan.
Melihat sekelebat saja Sin Hong dapat menduga bahwa berita
tentang "kejahatannya" tentu sudah tersiar luas dan kiranya sudah
sampai di Pulau Kim-ke tho. Maka ia tersenyum duka ketika
menjawab.
"Sudahlah, Cam-kauw Locianpwe, aku benar-benar mengharap
kau orang tua tidak ikut-ikutan menyangka aku melakukan hal yang
bukan-bukan. Aku sendiri sedang bingung memikirkannya siapa
iblisnya yang sudah merusak namaku dan aku banyak
mengharapkan bantuan Locianpwe untuk memecahkan rahasia ini."
Lenyap bayangan muram di wajah Cam-kauw Sin-kai. "Lohu
memang percaya penuh kepadamu, Sicu. Aku telah mencalonkan
Sicu sebagai bengcu, tak mungkin aku memilih keliru. Coba kau
katakan apa yang telah terjadi, dan siapa pula Nona ini?"
"Dia ini adalah Gak Soan Li Siocia, murid dari Hwa I Enghiong Go
Ciang Le." Sin Hong memperkenalkan Soan Li yang berdiri
585
termenung tanpa memandang kakek itu dan seakan-akan tidak
mendengar semua percakapan tadi. Kemudian tanpa
menyembunyikan sesuatu, dengan singkat Sin Hong menuturkan
pengalamannya. "Di mana-mana aku mendengar tentang kejahatan
kejahatan keji yang dilakukan oleh seorang penjahat bernania Wan
Sin Hong. Aku sudah berdaya sekuatnya untuk mencari orang yang
merusak namaku, namun sia-sia. Penjahat itu benar-benar lihai dan
cepat gerakannya atau mungkin juga ia mempunyai banyak kaki
tangan sehingga selalu aku menangkap angin. Bahkan ia telah
menggunakan seorang gadis kaki tangannya untuk sengaja
mengaku telah kuganggu, mengadu di depan para locaianpwe dan
Ciangbunjin dari partai-partai besar. Dan Nona Gak ini, dia telah
pula mengaku bahwa dia dirusak oleh Wan Sin Hong, ketika aku
memeriksanya ternyata dia telah dirusak ingatannya oleh racun
jahat. Oleh karena itu aku membawanya ke sini untuk mencoba
mengobatinya."
Cam-kauw Sin-kai mendengarkan semua itu dengan muka
berkerut. "Jahanam betul iblis itu!" makinya. "Dan keadaan untukmu
buruk sekali, Sicu. Kalau sudah ada saksi yang mengaku menjadi
korbanmu, mengaku di depan para ciangbunjin, hmm, hal ini bukan
urusan kecil!" Kemudian ia berkata perlahan, "Kulihat Nona Gak ini
seperti berada di bawah pengaruh sihir, biar aku akan mencoba
menghilangkan pengaruh itu kalau dapat."
Setelah berkata demikian, ia melangkah ke depan mcnghampiri
Soan Li, lalu memanggil dengan suara berpengaruh dan pandang
mata tajam menatap nona itu.
“Nona Gak Soan Li...!!"
Sin Hong merasa betapa besar wibawa yang terkandung dalam
suara panggilan ini, maka ia berdiri menonton dengan kagum. Tak
disangkanya bahwa pengemis ini ternyata seorang ahli hoatsut
(sihir) yang memiliki Iweekang dan khikang tinggi.
Tadinya Soan Li seperti tidak memperdulikan sesuatu, namun
mendengar suara panggilan ini, tiba-tiba ia memutar tubuh
menghadapi Cam-kauw Sin-kai. Padahal biasanya ia telah lupa akan
namanya sendiri! Cam-kauw Sin-kai kini memandang dengan mata
seperti mengeluarkan api, bibirnya berkemak-kemik, jari-jari
586
tangannya membuat gerakan-gerakan aneh ke arah Soan Li. Ajaib,
nona itu berdiri bagaikan patung dan kedua matanya perlahan-lahan
dipejamkan, tubuhnya bergoyang-goyang seperti pohon cemara
tertiup angin, seperti hendak roboh ke kanan ke kiri.
Setelah mengeluarkan kata-kata pelahan, kata-kata rahasia
dalam ilmu hoatsut yang tak dimengerti oleh Sin Hong Cam-kauw
Sin-kai lalu mengeluarkan kata-kata pertanyaan,
"Kau bernama Gak Soan Li. ingat kau bernama Gak Soan Li, Gak
Soan Li...."
Suaranya demikian berpengaruh menyeramkan sehingga Sin
Hong sampai merasa kulit punggungnya dingin menebal.
"Aku Gak Soan Li...." Gadis ini menjawab dengan suara lemah
menyerah.
"Kau murid Hwa I Enghiong Go Ciang Le...." kembali Cam-kauw
Sin-kai menuntun untuk mengembalikan ingatan Soan Li.
"Aku murid Hwa I Enghiong Ciang Le Suhu...." gadis itu
menjawab.
Cam-kauw Sin-kai berkemak-kemik matanya makin tajam
menatap wajah Soan Li, kemudian tangan kanannya diangkat dan
telunjuknya menuding, lalu katanya berpengaruh sekali.
"Nona Gak Soan Li, sekarang ceritakan apa yang telah kaualami,
siapa yang telah merusak dan mengganggumu!"
Sin Hong merasa tegang, seluruh perhatiannya dicurahkan. Ingin
sekali ia mendengar apa yang hendak diucapkan oleh gadis itu.
Gadis itu kembali tubuhnya bergoyang-goyang, wajahnya perlalahan
menjadi pucat dan tiba-tiba mengeluarkan suara mengeluh dan
terisak sedih sekali! Sin Hong merasa kasihan dan hendak
melangkah maju, akan tetapi tangan kiri Cam kauw Sin-kai memberi
isyarat menahannya. Kemudian terdengar Soan Li bicara, suaranya
perlahan setengah berbisik, matanya masih meram dan tubuhnya
menggigil.
"Gelap sekali... kepalaku pening... tubuhku lemas kedua pahaku
masih sakit. Dia... jahanam keparat Wan Sin Hong... dia mengaku
587
bernama Wan Sin Hong, aku harus membunuhnya, harus membalas
dendam, mencuci noda dengan darahnya!" Soan Li nampak
bersemangat, kedua tangannya dikepalkan, tubuhnya menegang
kemudian ia nampak lemas dan lemah kembali, wajahnya berubah,
menjadi manis dan tersenyum-senyum berkata lambat-lambat,
"Lam-ko, kau oranglah yang baik terhadapku... biar pun rupamu
agak berubah, karena kau bernama Gong Lam, aku... aku cinta
kepadamu... Lam-ko, tahukah kau... tak lama lagi kita mempunyai
anak...!"
"Cukup!" Sin Hong membentak sambil melompat maju.
"Sicu, jangan...!" Cam-kauw Sin-kai melarang dan tangannya
bergerak mendorong. Akan tetapi Sin Hong menyampok tangan ini
dan akibatnya Cam-kauw Si kai mencelat sampai dua tombak
terhuyung-huyung ke belakang!
Soan Li menjerit, pengaruh yang mencengkeram dirinya terlepas,
tubuhnya terguling dan ia pingsan dalam pelukan Sin Hong!
"Wan-situ, mengapa kau menghalangi usahaku
menyembuhkannya?" tanya Cam kauw sambil memandang heran
kepada pemuda itu.
“Locianpwe, dia sudah menderita hebat, apakah masih perlu dia
harus membuka rahasianya yang memalukan?"
Cam-kauw Sin-kai mengangguk-angguk, lalu mengelus elus
jenggotnya dan berkata lambat, "Sudah jelas sekarang, Gak-Siocia
telah dinodai oleh seorang penjahat yang ditempat gelap mengaku
bernama Wan Sin Hong. Tentu seorang penjahat yang sengaja
menggunakan namanya untuk merusak namamu, Sicu. Di samping
itu, agaknya Gak-siocia mempuui kekasih bernama Gong Lam
dan...dan agaknya hubungan mereka itu mendalam sehingga Gaksiocia
sampai … mengandung...." Ia mengerutkan kening. "Hanya
aku masih heran dan tidak mengerti siapakah Gong Lam ini...."
Pada saat itu, Soan Li membuka matanya. ia berada di dalam
pelukan Sin Hong, tiba-tiba ia berteriak dengan suara girang,
588
"Lam ko...!" Soan Li kegirangan bukan main sampai ia memeluk
leher Sin Hong -dan menciumi pemuda itu sambil bercucuran air
mata!
Sin Hong terharu. "Gak-siocia, agaknya kau telah ingat
kembali...." Tiba-tiba Sin Hong melepaskan pelukannya
membalikkan tubuh memandang kepada Cam kauw Sin-kai dengan
muka kemerahan. Seperti telah diduganya, Cam kauw Sin kai berdin
dengan mata terbelalak memandang pemuda itu, sinar matanya
memperlihatkan kemarahan.
"Jadi... jadi kaukah orangnya, Sicu...?
Sin Hong cepat mengangkat kedua lengannya dan menggoyanggoyangkan
kedua tangan "Tidak, tidak, bukan aku, Locianpwe! Aku
tidak pernah melakukan perbuatan terkutuk itu...!" Sin Hong
menjadi bingung dan gagap. "Aku tidak pernah mengganggu Gaksiocia...."
Soan Li melompat dekat dan memegang lengan Sin Hong, "Lamko,
bagai mana kau berkata demikian? Bukankah aku sudah menjadi
isterimu...? Lam ko siapa Locianpwe ini? Dan mengapa kau bicara
seperti itu?"
Sin Hong tak dapat menjawab karena Cam-kauw Sin-kai sudah
menjadi marah sekali mendengar kata-kata Soan Li dan sudah
menyerang Sin Hong dengan tongkatnya. Dan lagi, bagaimana ia
menjawab? ia berada dalam kedudukan yang amat sulit. Terpaksa
Sin Hong melayani Cam kauw Sin-kai karena serangan-serangan
kakek itu bukanlah serangan yang boleh dipandang ringan. Ilmu
tongkat kakek ini luar biasa sekali dan Sin Hong harus
mengeluarkan kepandaiannya kalau tidak ingin mendapat
kemplangan pada kepalanya atau bagian lain yang berbahaya.
Cam-kauw Sin-kai merasa kecewa jengkel, dan marah sekali.
Tadinya ia amat kagum kepada pemuda itu, dan sudah diambil
keputusan untuk memilih pemuda itu sebagai calon bengcu. Ia
kagum karena dalam usia sedemikian muda, pemuda itu telah
memiliki kepandaian luar biasa, dan sebagai ahli waris dari Pak Kek
Siansu, memang sudah tepat kiranya kalau Wan Sin Hong menjadi
Bengcu, mengepalai seluruh orang gagah di dunia kang-ouw.
589
Bahkan ketika ia mendengar desas-desus tentang penjahat muda
yang baru muncul dan bernama Wan Sin Hong, ia merasa kaget
akan tetap masih tidak percaya. Oleh karena itu ia sengaja
meninggalkan Pulau Kim-ke-tho untuk menyelidikinya sendiri.
Ternyata kepercayaannya tidak sia-sia pemuda itu sama sekali
bukan penjahat dan ia percaya bahwa tentu ada musuh rahasia
yang sengaja merusak nama baik Wan Sin Hong. Akan tetapi siapa
kira, tak tahunya pemuda itu ternyata merupakan seorang hidung
belang, seorang rendah watak dan lemah iman sehingga sampai
hati merusak dan mempermainkan seorang gadis seperti Ga Soan Li
yang berada dalam keadaan setengah gila! Apalagi kalau ia ingat
bahwa Gak Soan Li adalah murid Hwa I Enghiong!
Saking kecewa dan marahnya, Cam-kauw Sin-kai mengerahkan
seluruh kepandaian untuk merobohkan pemuda ini, yang
melawannya dengan tangan kosong dan hanya main kelit saja.
"Locianpwe, kau salah sangka, hentikanlah seranganseranganmu,"
kata Sin Hong berkali-kali. Akan tetapi sebagai
jawaban, tongkat yang lihai dan Iawannya itu meluncur cepat
menotok ke arah lehernya. Sebuah serangan yang amat berbahya.
Namun, dengan hanya mendoyongkan tubuh ke kanan dan
menyampok dengan tangan kirinya, Sin Hong dapat menghindarkan
bahaya dan tongkat itu menyeleweng. Akan tetapi Cam-kauw Sinkai
menyerang terus, mengeluarkan jurus-jurus yang paling
berbahaya sehingga tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar
yang membungkus tubuhnya dan yang menyambar-nyambar
mengurung Sin Hong.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi dari kitab peninggalan
Pak Kek Siansu, Sin Hong menjadi "keranjingan" ilmu silat. Kini
menghadapi desakan Cam-kauw Sin-kai, ia menjadi gembira melihat
ilmu silat yang aneh dan lihai ini, maka diam-diam ia
memperhatikan bahkan mempelajari dasar-dasar gerakannya sambil
mengelak ke sana ke mari mengandalkan kegesitan tubuhnya yang
luar biasa.
Soan Li tadinya menjadi bengong. Kini ingatannya mulai bekerja
kembali dan seingatnya, Gong Lam adalah seorang pemuda yang
bodoh, tolol. Bagaimana sekarang dapat menghadapi serangan yang
590
demikian dahsyat dari kakek ini? Bukan main girang dan juga
terkejut campur kagum rasa hatinya melihat bahwa kekasihnya itu
ternyata memiliki kepandaian silat yang amat tinggi. Melihat Sin
Hong makin dikurung oleh sinar tongkat, ia lalu mencabut
pedangnya yang memang tidak diambil oleh Hong Ji dan masih
tersembunyi di balik bajunya, lalu melompat ke dalam kalangan
pertempuran sambil membentak,
"Jembel tua bangka, jangan ganggu suamiku!” Pedangnya
berkelebat dan menyerang Cam-kauw Sin-kai yang menjadi terkejut
sekali karena serangan gadis itu memang cepat dan dahsyat. Hal
tidak aneh karena Soan Li mempergunakan ilmu pedang warisan
gurunya yaitu berdasarkan Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang.
Melihat Soan Li turun tangan terhadap Cam-kauw Sin-kai, Sin
Hong menjadi makin bingung dan ia segera mundur. Ia merasa
jengkel sekali, jengkel terhadap Cam-kauw Sin-kai yang
menuduhnya yang bukan-bukan, juga marah terhadap Soan Li yang
mendadak menganggapnya sebagai suaminya! Lebih baik
kutinggalkan mereka, pikirnya dengan gemas. Akan tetapi tiba-tiba
ia melihat bayangan tiga orang dan bukan main girang hatinya
ketika melihat bahwa seorang di antara mereka adalah Lie Bu Tek.
Dua orang lain adalah sepasang pendekar setengah tua yang amat
gagah sikapnya. Yang wanita segera membentak.
"Soan Li jangaa kurang ajar! Hentikan seranganmu!"
Soan Li tersentak kaget mendengar suara ini. Ia menahan
pedangnya, menengok dan melihat sepasang pendekar itu, ia cepat
menjatuhkan diri berlutut sambil menangis,
“Suhu….. suhu...”
Sementara itu, Lie Bu Tek menegur dengan suara yang tidak
enak sekali didengar. "Sin Hong, dari mana saja kau?"
Ketika Sin Hong memandang ternyata Lie Bu Tek dan sepasang
pendekar itu memandangnya dengan sinar mata marah dan ragu.
Sin Hong maklum apa yang mereka pikirkan. Tentu telah
mendengar berita tentang "kejahatannya," pikirnya. Dan ia dapat
menduga siapa adanya sepasang pendekar itu setelah mendengar
sebutan Soan Li tadi. Inilah kiranya Hwa I Enghiong Go Ciang Le
591
dan isterinya, pendekar besar yang tiada taranya. Sin Hong
memperhatikan dan memandang tajam kepada Ciang Le. Dua
pasang mata yang tajam berpengaruh bertemu, dua pasang mata
dari dua orang murid Pak Kek Siansu.
Sementara itu, Soan Li yang berlutut dan menangis, tiba-tiba
menahan tangisnya dan memandang dengan pucat, sebentar ke
arah Lie Bu Tek lalu kembali kepada Sin Hong. Panggilan yang
diucapkan oleh Lie Bu Tek tadi membuatnya bingung dan kaget.
Mengapa Gong Lam disebut "Sin Hong" oleh orang tua buntung itu?
"Gihu, aku telah mengalami hal-hal yang amat pahit dan tidak
menyenangkan," jawab Sin Hong kepada ayah angkatnya sebagai
jawaban atas pertanyaannya tadi.
Cam-kauw Sin-kai melangkah maju dan berkata dengan suara
keras, "Lie Bu Tek Taihiap, di dunia ini memang banyak terjadi halhal
yang mengecewakan dan bertentangan dengan harapan kita.
Puteramu ini ternyata telah tersesat jauh sekali dan mengecewakan
hati, sayang sekali.
Lie Bu Tek menjadi pucat, dan memandang kepada Sin Hong
dengan mata terbelalak. "Jadi benar-benarkah semua berita yang
kudengar di mana-mana tentang dirimu…..?”
"Semua itu bohong, Gihu...!" kata Sin Hong dengan tenang dan
tetap.
"Memang mungkin sekali dia tidak melakukan semua kejahatan
itu, mungkin ada orang lain yang segaja merusak namanya. Akan
tetapi dia... ah, Sam-wi (Tuan Bertiga) tanya saja kepada Gak Siocia
apa yang telah ia lakukan terhadap diri Gak-Siocia."
Kim Ciang Le yang membuka mulut, menghampiri Soan Li sambil
bertanya, suaranya tenang berpengaruh. "Soan Li, apakah yang
terjadi? Apakah yang telah dilakukan oleh pemuda ini terhadapmu?”
Kembali Soan Li terisak menangis. Ia masih merasa pening
kepalanya, lagi dibingungkan oleh panggilan Lie Bu Tek terhadap
pemuda yang dianggapnya bernama Gong Lam dan menjadi
"suaminya" itu. Ia makin bingung dan kwatir menghadapi
pertanyaan gurunya, ia menangis.
592
"Suhu dan Subo... ampunkan dosa teecu..." Kemudian ia
menyusut air matanya menekan perasaannya dan melanjutkan,
"dalam perjalanan teecu menemui bencana, teecu bertemu dengan
Giok Seng Cu, bertempur dan kedua tulang paha teecu dipukul
remuk oleh Giok Se Cu."
Sampai di sini terdengar Liang Bi Lan berseru perlahan mengutuk
Giok Se Cu, akan tetapi Ciang Le tenang-tenang saja, memandang
kepada muridnya tanpa berkedip seakan-akan hendak menyelidiki
sampai di mana kebenaran cerita muridnya. "Teruskan!" katanya.
"Teecu tentu binasa kalau tidak ditolong oleh Lam-ko... oh, oleh
pemuda itu yang bernama Gong Lam yang ternyata memiliki
kepandalan mengobati tulang patah.” Ia menunjuk kepada Sin Hong
yang berdiri sambil menundukkan muka. Semua orang memandang
kepada Sin Hong dengan kening dikerutkan, akan tetapi tidak ada
yang membuka mulut karena ingin mendengar lanjutan penuturan
Soan Li.
"Kemudian Engko Gong Lam ini meninggalkan teecu dan teecu
diculik oleh Giok Seng Cu. Teecu melawan akan tetapi tidak berdaya
karena kedua paha teecu masih luka. Teecu pingsan dan tahu-tahu
teecu telah terjatuh ke dalam tangan penjahat Wan Sin Hong, teecu
tak berdaya...."
Ciang Le dan Bi Lan saling pandang. Lie Bu Tek memandang
kepada Sin Hong dengan wajah sebentar merah sebentar pucat.
"Tenanglah dan lanjutkan penuturanmu," kata Ciang Le
kemudian sambil mengerling ke arah Sin Hong. Pemuda itu masih
menundukkan kepalanya, agaknya amat memperhatikan cerita Soan
Li. Ia diam-diam girang sekali dapat mendengar penuturan yang
jelas setelah Soan Li pulih ingatannya, karena tadi Soan Li tak
pernah dapat menceritakan pengalamannya ini.
"Kembali muncul Lam-ko ini. Soan Li menoleh ke arah Sin Hong,
pandang matanya agak ragu-ragu, lalu melanjutkan, "entah
mengapa, teecu rasa pening sekali mungkin karena teecu merasa
sakit hati dan benci kepada penjahat Wan Sin Hong. Baiknya Engko
Gong Lam berlaku amat... mencinta, merawat luka di paha teecu
sampai sembuh. Bukan itu saja, bahkan... bahkan dia masih tetap...
593
mencinta teecu sungguhpun teecu telah dinodai oleh penjahat Wan
Sin Hong. Kemudian... kemudian teecu dan Lam-ko bersumpah
menjadi suami-isteri, kami saling mencinta dan... teecu telah telah
mengandung. Suhu, Subo.... mohon ampun atas segala dosa teecu,
dan mohon dibalaskan sakit hati teecu kepada Wan Sin Hong si
keparat jahanam!"
Sunyi di situ setelah Soan LI berhenti bercerita, hanya terdengar
isak tangis Soan Li. Semua mata memandang Sin Hong, penuh
kebencian.
“Nah, itulah!" kata Cam-kauw Sin-kai "Mungkin sekali ada orang
memakai nama Wan Sin Hong, akan tetapi kalau ada pula yang
memalsu nama Gong Lam, ini tak masuk di akal"
''Sin Hong, apa jawabmu terhadap ini semua? Benarkah kau
menolong Nona Gak dengan mengaku bernama Gong Lam?" tanya
Lie Bu Tek, suaranya gemetar saking menahan amarah.
Sin Hong mengangguk. "Memang betul, Gihu. Memang akulah
yang menolongnya dari ancaman Giok Seng Cu, aku pula yang
mengobati kedua pahanya. Akan tetapi selanjutnya, semua cerita itu
bohong dan tidak betul! Harap diingatbahwa Nona Gak ini telah
diracun orang, ingatannya sampai hilang dan baru tadi saja ia ingat
kembali setelah mendapat pengobatan sihir dari Cam-kauw
Locianpwe. Akan tetapi ingatannya masih belum baik betul dan ia
bicara secara mengaco. Semua tidak betul!”
"Lam-ko...!" Soan Li berdiri dan menghampiri Sin Hong, memeluk
pundaknya dan memandang mesra, tercampur gelisah. "Lam-ko...
kau suamiku mengapa bicara seperti itu? Bukankah kau telah
bersumpah bahwa apa pun telah terjadi dengan diriku, kau tetap
mencintaiku? Lam-ko, ingat... anak kita...."
Sin Hong menggigit bibirnya. Ia marah dan jengkel sekali, akan
tetapi tidak tega untuk melemparkan Soan-Li. Hanya dilepaskan
lengan tangan Soan Li yang memeluknya, dilepaskan dengan
perlahan.
"Nona. kau tenang dan mengasolah baru kelak bercerita kalau
kau tidak pusing. Pandanglah aku baik-baik, benar-benarkah aku
orang yang kauanggap sebagai Gong Lam suamimu itu? Jangan kau
594
ikut-ikutan merusak namaku, Nona. Aku kasihan kepadamu, akan
tetapi kalau untuk menolongmu aku harus mengaku yang bukanbukan,
nanti dulu...."
Soan Li menjerit dan melangkah mundur dengan muka pucat.
"Lam-ko...!" suaranya setengah berbisik, keadaannya amat
memilukan.
Liang Bi Lan menggerakkan kedua kakiya dan bagaikan seekor
burung ia telah berada di depan Sin Hong.
"Orang muda, muridku sudah bicara jelas. Apakah kau begitu
rendah untuk menyangkal pula?" bentaknya tegas. Sin Hong
menjura. "Sudah lama siauw-te mendengar kebesaran nama Hwa I
Enghiong Go Ciang Le dan Sian-Li Liang Bi Lan, sepasang pendekar
besar yang adil dan bijaksana. Mana siauw-te berani berlaku kurang
ajar? Tentang Gak Siocia ini, dia memang benar-benar masih belum
waras ingatannya, kalau tidak percaya siauwte dapat
membuktikannya." Kemudian Sin Hong menghampiri Soan Li dan
bertanya halus,
"Nona, kau mengaku bahwa kau telah diganggu oleh Wan Sin
Hong, bukan?"
Soan Li mengangguk, memandang kepada Sin Hong dengan
sepasang mata terbelalak dan muka pucat, seperti orang terheranheran.
"Dan kau mengaku telah menjadi isteri dari Gong Lam?"
"Lam ko, bagaimana kau bisa bertanya begini?......... Kau sendiri
orangnya yang...."
"Dengarlah, Gak Siocia. Siapa kaukira aku ini? Aku adalah Wan
Sin Hong tulen, orang yang kautuduh telah menodaimu! Kau bilang
telah dinodai oleh Wan Sin Hong dan telah diperisteri oleh Gong
Lam. Akulah Wan Sin Hong dan aku pula Gong Lam, akan tetapi
bukan orang yang menodaimu dan bukan aku pula orang yang
memperisterimu!" saking jengkelnya, lenyap rasa kasihan di hati Sin
Hong dan pemuda ini membentak bentak marah.
595
Soan Li seperti disambar petir mengeluarkan suara ah-ah, uh-uh,
memandang ke sana ke mari seperti kelinci ketakutan minta
perlindungan, bingung dan tidak mengerti, remuk rendam kalbunya
dan akhirnya gadis yang bernasib malang ini menjadi lemas dan
roboh tak sadarkan diri!
Liang Bi Lan menolong muridnya dan Go Ciang Le maju
menghadapi Sin Hong. Kening pendekar ini berkerut tanda hatinya
risau dan tak senang.
“Wan Sin Hong, aku telah banyak mendengar dari Lie Bu Tek
Toako tentang dirimu dan aku kecewa melihat kenyataannya. Kau
telah beruntung menjadi ahli waris kitab peninggalan Suhu Pak Kek
Siansu akan tetapi sebagai murid Suhu kau mengecewakan. Dahulu
mendiang Suhu sering kali berkata bahwa seorang laki-laki sejati
tidak diukur dari kepandalannya, melainkan dari sikapnya, berani
bertanggung jawab dan memikul akibat daripada segala macam
perbuatannya. Dengan menggunakan nama Gong Lam kau telah
menjatuhkan hati Soan Li dan memperlakukannya sebagai isteri,
bahkan dia telah mengandung calon anakmu. Akan tetapi kau tidak
mau mengaku hmm, benar-benar rendah sekali."
"Suheng, siauwte masih terhitung adik seperguruanmu, maka
siauwte menaruh rasa hormat terhadap Suheng seperti hormatku
kepada mendiang Suhu yang belum pernah siauwte lihat. Biarpun
masih muda dan bodoh, siauwte mengerti pula tentang pribadi dan
kebenaran, tentang kegagahan dan keadilan. Siauwte benar benar
tidak pernah melakukan semua perbuatan yang dituduhkan oleh
Nona Gak, bagaimana siauwte harus mengaku?”
"Soan Li semenjak kecil ikut dengan kami, dia seperti anak kami
sendiri. Aku mengenaI betul wataknya. Dia bukan orang wanita
yang suka membohong, bukan pula seorang yang sudi memfitnah
orang lain. Apa yang ia katakan tentu benar. Kalau bukan kau
orangnya, mustahil dia mengaku kau sebagai orang yang telah
memperisterinya."
Sin Hong menentang pandang mata Go Ciang Le tanpa keder
sedikit pun bahkan ia pun memandang tajam karena merasa
penasaran sekali. "Jadi Suheng ikut pula menuduh? Betapapun juga,
biarpun seluruh dunia menuduhku, aku tetap menyangkal karena
596
memang aku tak pernah melakukan hal itu!" katanya hampir
berteriak.
"Buktikan kalau kau memang bersih dari dosa!" Ciang Le mulai
marah, "Kalau tidak dapat membuktikan, biar aku mewakill
mendiang Suhu memberi hajaran kepadamu!"
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru