Senin, 23 April 2018

Cerita Silat Sriwidjono : Memburu Iblis 3

----
"Nanti dulu! Aku tidak bermaksud melukai adikmu itu.
Dialah yang mendesak aku. Aku telah berusaha mencegahnya
tadi. Tapi dia tak mau mendengar perkataanku. Kau jangan
ikut-ikutan melawan aku. Lebih baik kaupikirkan lukanya itu."
"Hmm......apakah dengan demikian Souw Tai-hiap hendak
menyerahkan perempuan berbaju kulit ular itu kepada kami?"
Tiauw Kiat Su mendesak.
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai menjadi merah mukanya.
Sambil menggeram pendekar itu menatap wajah Tiauw Kiat
Su. "Kalian berdua memang terlalu sombong dan keras kepala.
Sama sekali tidak mau menghargai orang lain. Sudah
kukatakan bahwa wanita muda itu telah pergi, kalian tidak
mau percaya juga. Tampaknya kalian ini memang ingin
mencari gara-gara......."
Tiauw Kiat Su tertawa panjang. Nadanya sangat
menyakitkan hati.
“Haha ......... kaulah yang sombong dan keras kepala!
Kenapa tidak kaukatakan juga dimana perempuan itu berada?
Kaukira cuma engkau saja yang berhak memiliki Ceng-liongong
itu?"
“Hmmh!” Hong-gi-hiap Souw Thian Hai mendengus.
Ternyata habis juga kesabaran pendekar sakti itu.
Wajahnya menjadi merah. Tapi dengan demikian pengaruh
asap hitam yang diisapnya tadi justru semakin menjadi-jadi
malah. Matanya terasa berkunang-kunang, sehingga tubuhnya
yang tinggi besar itu tampak bergoyang-goyang mau jatuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun pendekar sakti itu bertahan sekuat tenaga. "Kurang
ajar! Asap hitam itu mengandung racun......." umpatnya di
dalam hati.
Keadaan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai tersebut tak luput
dari pengamatan Keh-sim Siau-hiap. Pendekar dari Pulau
Meng-to itu memandang dengan curiga.
"Saudara Souw. ada apa......?" tanyanya perlahan.
Jilid 13
Souw Thian Hai mengibas-ngibaskan kepalanya lagi,
seolah-olah ingin membuang rasa pening itu dari kepalanya.
"Ah, tidak apa-apa.....!" jawabnya tegas untuk menjaga
perasaan isterinya.
Tapi kesempatan itu tak disia-siakan oleh Tiauw Kiat Su.
Kipas bajanya yang tajam bagai pisau cukur itu terbuka dan
menyambar ke depan dengan dahsyatnya. Yang dituju adalah
perut dan dada Hong-gi-hiap Souw Thian Hai.
Meskipun belum hilang rasa peningnya, tapi Souw Thian
Hai masih bisa mengelak dan menghindar dengan tangkasnya.
Malahan untuk mempersingkat waktu pendekar sakti itu
segera membalas pula dengan tak kalah sengitnya. Langsung
dengan salah sebuah ilmu warisan Keluarga Souw yang
terkenal, yaitu Tai kek Sin-ciang!
Kedua buah tangan pendekar sakti itu bergantian
menyerang. Dan masing-masing tangan bergerak dan bersilat
dengan cara yang berbeda, seakan-akan satu sama lainnya
tidak ada hubungannya sama sekali. Malahan tenaga sakti
yang keluarpun juga tidak sama pula. Tangan sebelah kiri
mengeluarkan hembusan hawa dingin, sementara tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sebelah kanan memancarkan udara panas. Keduanya
bergantian berhembus di dalam arena, sehingga Tiauw Kiat Su
menjadi repot melayaninya.
"Bangsat benar Souw Thian Hai itu! Masakan dua buah ilmu
yang berlainan dimainkannya secara berbareng! Hemm ......!"
Put-ceng-li Lo-jin mengumpat-umpat saking kagumnya.
"Ya! Ilmu Keluarga Souw memang sangat hebat.........!"
Keh sim Siauw-hiap mengiyakan.
"Hebat? Oho......! Ilmu seperti itu saja dibilang hebat? Huh!
Picik benar!" tiba-tiba sebuah suara menyela pembicaraan
mereka dengan ilmu Coan-im-jib-bit (Mengirim suara dari
Jarak jauh).
Keh-sim Siau-hiap dan Put-ceng-li Lo-jin berputar dengan
cepat. Tapi tak seorangpun berada di dekat mereka. Begitu
pula ketika keduanya melemparkan pandang mata mereka ke
sekeliling perahu besar itu. Tak seorangpun dari para
penonton itu yang patut mereka curigai.
"Tampaknya ada lagi orang yang hendak ikut meramaikan
keramaian ini, Bing Kauw-cu," Keh-sim Siau-hiap berbisik
kepada Put-ceng-li Lo jin.
"Kau benar, Kwee Tai-hlap. Tapi..bangsat busuk, heh-hehheh
...... hal itu justru sangat kebetulan bagi kita. Tak enak
rasanya kalau hanya menonton pertempuran orang. Rasanya
gatal juga tanganku untuk ikut meramaikannya. Syukurlah
kalau ada yang datang. Kalau tidak..... he-he-he. tak tahulah
aku....dimana aku harus mencari musuh!" ketua Aliran Bingkauw
yang suka berkelahi itu tertawa gembira malah.
“Apa? Kau cacing tua dari Bing-kauw ini hendak melawan
aku? Hahaha......sungguh menggelikan sekali! Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai yang tercantum namanya di dalam Buku
Rahasia saja tak mampu melawan aku, apalagi......kau, cacing
kecil yang tak punya nama! Hahahaha!" tiba-tiba suara itu
berkumandang lagi di telinga mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Put-ceng-li Lojin.
Tapi seperti biasanya orang tua itu selalu
menyembunyikan perasaannya di balik suara ketawa dan
sumpah serapahnya!
"Monyet! Setan! Pengecut keparat! Hahahaha..... kaulah
yang seperti cacing kecil! Bisanya cuma bersembunyi dan
ketakutan di dalam tanah! Mengapa kau tidak lantas keluar ke
sini dan.. bertanding dengan aku? Hehe-hehe......
monyet.......eh cacing keparat!"
Tentu saja teriakan dan makian Put-ceng-li Lo-jin itu sangat
mengejutkan dan mengagetkan orang-orang yang sedang
asyik menonton pertempuran. Namun orang-orang itu segera
tenggelam kembali ke dalam pertempuran Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai. Beberapa orang diantaranya terdengar menggerutu
begitu melihat Put-ceng-li Lo-jin.
Tapi sekali lagi orang-orang itu dikejutkan oleh sesosok
bayangan yang melesat ke atas perahu besar tersebut.
Bayangan itu mendarat dengan tergopoh-gopoh di depan Putceng-
li Lo-jin. Dan di depan ketua Bing Kauw tersebut
bayangan itu masih sibuk menaikkan celananya yang belum
terpakai secara benar.
“Su-siok, kau memanggil aku?” bayangan yang tidak lain
adalah Put-pai-siu Hong-jin itu bertanya kepada Put-ceng-li
Lo-jin.
“Heh? Kurang ajar…..! siapakah yang memanggilmu? Aku
tak menyebut namamu?” Put-ceng-li Lo-jin yang sudah bersiap
siaga menghadapi lawannya itu berteriak kecewa begitu
melihat siapa yang datang.
“bukankah su-siok tadi bilang tentang….monyet?” manusia
sinting itu bertanya ketolol-tololan.
Ketua Bing-kauw itu tak bisa menahan senyumnya. Begitu
pula dengan Put ming-mo dan Keh-sim Siauw-hiap yang
berada di dekatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Whah....... bukan kau yang kumaksudkan! Aku memang
menyebut tentang monyet, tapi bukan Monyet Tua Tak
Berbulu macam kau ini, heh-heh-heh!"
"Hei? Bukan aku? Huh, bangsat! Monyet tua bau terasi!
Hmm..... tahu begini ...... huh! Orang baru enak-enaknya
memberi santapan pagi kepada ikan ikan di telaga.........
eeeee, tahu tahu diganggu orang!" Put-pai-siu Hong jin
memaki paman-gurunya.
Tapi ketua aliran Bing-kauw itu tidak menjadi marah
karenanya. Sebaliknya mulutnya justru tertawa semakin lebar
malah. "Hehehe......, apa maksudmu dengan memberi makan
kepada ikan-ikan itu?"
"Ah, su-hu ini seperti tidak tahu saja! Bukankah su-heng
tadi hendak.. hendak berak! Maka begitu tercebur dalam air,
maksud itu segera dilanjutkannya! Bukanlah hal itu sama saja
dengan memberi sarapan pagi kepada ikan-ikan itu?" Putming-
mo menyahut pertanyaan gurunya.
"Oh-hi.....ho-ha-ha! Bangsat keparat! Monyet tua tak
berbulu! Ha-ha-ha!" Put-ceng-li Lo-jin tak bisa menahan
ketawanya.
Ternyata Put-pai-siu Hong-jin sendiri juga tak bisa
menahan ketawanya pula. Bibirnya yang lebar dan tebal itu
terbuka lebar-lebar. Namun suara ketawanya tiba-tiba
berhenti lagi, seakan-akan ada sesuatu hal yang mendadak
melintas di dalam otaknya.
"Tapi.......eh..... di antara ikan-ikan itu ada seekor yang
bentuknya sangat aneh! Ikan itu bentuknya lebih besar dari
pada yang lain. Mempunyai tangan dan kaki...... rambutnya
panjang......!" katanya kemudian dengan tersendat-sendat.
Matanya yang kocak itu memandang Put-ceng-li Lo-jin dan
Keh-sim Siau-hiap bergantian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berambut panjang? Eh, masakan di dalam danau ini ada
ikan Duyung?" Put-ming-mo memotong dengan mulut
meringis. Sama sekali tak mempercayai perkataan suhengnya.
"Kau tak percaya?" Put-pai-siu Hong-jin berseru penasaran.
"Alaaa..... su-heng tentu membual lagi! Danau ini tak ada
Ikan Duyungnya. Misalnya ada juga takkan mau menyantap
sarapan pagimu itu. Mungkin justru engkau sendirilah yang
malah diseretnya ke dasar danau ini."
"Siapa bilang Ikan Duyung? Ikan Duyung ‘kan perempuan?
Ikan yang kulihat itu pakai kumis dan jenggot, Tolol! Dan ikan
itu memang berusaha menyeret aku ke dasar danau ini!
Untung aku cepat berontak dan..... dan mengencinginya!
Kalau tidak, aku mungkin sudah betul-betul diseretnya!" Putpai-
siu Hong-jin yang sangat penasaran itu mendamprat sutenya.
Kalau Put-ming-mo tetap tidak percaya akan kata-kata suhengnya,
ternyata tidak demikian halnya dengan gurunya.
Put-ceng-li Lo-jin yang baru saja diganggu orang dengan ilmu
Coan-im-jib bit itu mempunyai tanggapan lain atas cerita
keponakan muridnya tersebut.
"Hong-jin......! Dimanakah kau melihat ikan aneh itu?"
tanyanya.
“Su-hu, kau percaya akan cerita su-heng itu?" Put-ming-mo
menyela dengan dahi berkerut.
Ketua Aliran Bing-kauw itu tersenyum. "Biarlah su-hengmu
berceritera!” katanya.
"Nah........ apa kataku! Su-siok lebih pintar darimu, Babi
Tolol! Kau memang tidak pernah percaya kepadaku ! Itulah
sebabnya kau tak pernah maju dalam ilmu silat kita..... !"
"Hong-jin, dimana kau melihat ikan aneh itu?" ketua Bing
Kauw itu membentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Uh! Di belakang perahu ini....."
Put-pai siu Hong-jin menjawab sambil bersungut-sungut.
"Monyet! Kalau begitu mari kita lihat ke sana!"
Keh-sim Siau-hiap mendekati Put-ceng-li Lo-jin. "Bing
Kauw-cu, apakah kau mencurigai sesuatu?" bisiknya.
"Ya! Mungkin benda yang disebut ikan aneh oleh Bocah
Sinting itu adalah orang yang berbicara dengan ilmu Coan-imjib-
bit itu. Marilah.....!"
Keh-sim Siau-hiap berpaling ke arah pertempuran.
"Bagaimana dengan pertempuran mereka?"
"Ah.......kita tak perlu mencemaskannya. Jangankan hanya
pemuda congkak itu, biarpun mereka bertiga maju semuanya,
Souw Tai-hiap takkan kalah! Percayalah!" Put-ceng-li Lo-jin
mendengus.
Pendekar dari Pulau Meng-to itu menghela napas. "Baiklah,
mari......!”
Bing-kauw-cu meloncat ke belakang perahu, diikuti oleh
Keh sim Siau-hiap, Put-pai-siu Hong-jin dan Put-ming-mo.
"Hong-jin! Dimana tempatnya?" Put ceng-li Lo-jin berseru
ketika telah berada di buritan.
"Di sana....! Di belakang sampan kecil itu!"
Put-pai-siu Hong-jin mengerahkan gin-kangnya, lalu
mendahului melompat ke sampan tersebut. Yang lainpun
mengikutinya. Mereka berkelebat berurutan seperti empat
ekor burung yang terbang keluar dari sarangnya.
Tapi ketika Put-pai-siu Hong-jin yang berada di depan
sendiri hendak mendaratkan kakinya di sampan tersebut,
mendadak sampan itu.....meluncur pergi! Sebaliknya di tempat
sampan tadi berada, tiba-tiba muncul........kepala manusia dari
dalam air!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hei.....? Ini..... ini? Wah......bangsat keparat! Su-siok.......!
itu.,itu dia ikannya!" tiba-tiba Put-pai-siu Hong-jin yang
kebingungan itu menunjuk ke bawah, ke arah kepala orang
yang mendadak muncul dari dalam air itu.
Demikianlah, di satu pihak mereka menjadi lega dan
bergembira karena secara tak diduga ikan aneh itu telah
muncul dengan sendirinya, namun di lain pihak mereka juga
menjadi kelabakan karena beberapa saat lagi mereka akan
tercebur ke dalam air! Tapi di dalam keadaan yang kritis dan
mencemaskan tersebut tiba-tiba datang sebuah pertolongan
yang tak disangka-sangka pula.
lsteri Keh-sim Siau hiap yang pergi tanpa pamit malam tadi,
mendadak muncul membawa sebuah sampan. Sampan kecil
itu meluncur dengan cepat untuk menggantikan sampan yang
pergi tadi.
"Li ko-ko, aku yang datang...!” Ho Pek Lian berseru dari
dalam sampan tersebut.
"Bagus!" Keh-sim Siau-hiap berteriak gembira pula.
Lalu seperti telah saling berjanji terlebih dahulu, mereka
berempat berbareng menyerang orang yang muncul di atas
permukaan air tersebut. Mereka bermaksud mengalihkan
perhatian orang itu dari sampan Ho Pek Lian. Berurutan
mereka melancarkan pukulan jarak jauh (Pek-khong-ciang)
mereka masing-masing. Whuuus! Whuusssss! Wuuuuuuush!
Bagaikan gelombang air laut angin pukulan mereka datang
menderu-deru, susul-menyusul, menyibakkan permukaan air
danau dimana orang itu berada. Begitu dahsyatnya tenaga
gabungan mereka, sehingga orang yang muncul di atas
permukaan air tersebut tidak berani menyambutnya. Bergegas
orang itu menyelam kembali.
Byuur! Air yang menyibak tadi berdebur kembali dengan
kuatnya, sehingga gelombangnya hampir menumpahkan
sampan Ho Pek Lian yang datang. Untunglah keempat orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu segera mendaratkan kaki mereka di sana, sehingga
sampan itu dapat mereka kuasai.
"Kwee Hu-jin, kedatanganmu sungguh tepat sekali. Hampir
saja kami berempat jatuh ke dalam air, heh-heh-he. ?” Putceng-
li Lo-jin menyatakan terima kasihnya.
"Ya, hampir saja kami bersama suamimu menjadi ikan di
danau ini, hahe-he! Kurang ajar sekali orang itu!
Memindahkan sampan orang seenaknya! Bangsat busuk!" Putpai-
siu Hong-jin menyambung perkataan su-sioknya.
"Huh, kemana orang itu tadi?" Put ming-mo mendengus
marah.
"Aku ada di sini!" terdengar suara orang menyahut, dan
tiba-tiba sampan kecil itu oleng dengan hebatnya.
"Setan keparat! Dia ada di bawah perahu! Ayoh, kita
tinggalkan perahu ini!" Put-ceng-li Lo-jin berteriak.
Kelima orang itu lalu berloncatan pergi meninggalkan
sampan tersebut. Bersama dengan Put-ming-mo, Keh-sim
Siau-hiap melesat kembali ke perahu Souw Thian Hai sambil
menggandeng lengan isterinya. Sedangkan Put-ceng-li Lo-jin
dan Put-pai-siu Hong-jin melompat ke sebuah perahu kecil
yang kebetulan meluncur lewat di dekat mereka.
Sementara itu sampan yang mereka tinggalkan berguncang
semakin hebat, sehingga akhirnya terbalik dengan
menimbulkan suara yang bergemuruh. Seorang kakek pendek
kecil, berambut putih panjang, tiba-tiba muncul dari dalam air.
Sambil terkekeh-kekeh kakek tersebut melompat ke atas
perahu yang terbalik itu dan duduk dengan riangnya.
Kakek cebol itu hanya mengenakan cawat saja. Apalagi
dengan bentuknya yang kecil itu, tak heran kalau di dalam air
seperti ikan yang sedang berenang saja. Namun demikian
ternyata kepandaiannya sangat tinggi, terbukti dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalikkan perahu yang panjangnya hampir sepuluh kali
panjang tubuhnya itu.
Keh-sim Siau-hiap terkesiap kaget. Pendekar dari Pulau
Meng-to itu teringat akan penuturan Souw Thian Hai beberapa
bulan yang lalu. Menurut cerita sahabatnya itu, didunia kangouw
telah bermunculan tokoh-tokoh sakti yang kepandaiannya
sangat menakjubkan. Dan salah seorang diantaranya adalah
seorang kakek cebol berambut panjang seperti yang dilihatnya
sekarang ini.
"Bing Kauw-cu , awas.......!" pendekar itu memperingatkan
ketika dilihatnya Put-ceng-li Lo-jin yang masih tampak
penasaran itu meloncat kembali untuk menyerang kakek cebol
tersebut.
"Heeeit!" kakek cebol itu berseru nyaring seraya bergeser
ke belakang sehingga pukulan Put-ceng-li Lo-jin tidak
mengenai sasarannya.
Sebaliknya kaki kakek cebol tersebut dengan cepat
melayang ke atas untuk mencegah lawannya mendaratkan
kakinya di perahu itu. Siiiiing! Kaki yang pendek kecil itu
berdesing bagaikan suara pedang membelah angin!
Put-ceng-li Lo-jin terkejut! Bagaimana mungkin ayunan kaki
bisa berdesing seperti itu? Demikian sempurnakah tenagadalam
kakek cebol itu, sehingga dia bisa membuat kakinya itu
sekeras besi baja?
Ketua Aliran Bing-kauw itu cepat menekuk kedua buah
kakinya untuk menghindari terjangan kaki lawan. Setelah itu
ujung sepatunya menotol papan perahu, sehingga tubuhnya
melenting ke atas kembali, untuk kemudian menyerang
lawannya lagi. Kali ini ia menghantam kepala kakek cebol itu!
Namun kakek cebol itu mengelak pula dengan manisnya,
lalu ganti menerjang dengan kedua kepalan tangannya.
Mereka bertarung dengan cepat sekali, seolah-olah keduanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak ingin memberi kesempatan kepada lawannya untuk
mengambil napas.
Sementara itu Put-pai-siu Hong-jin telah memaksa perahu
yang ditumpanginya untuk mendekati tempat itu, Manusia
sinting yang lihai itu bersiap-siap untuk membantu pamangurunya.
Keh-sim Siau-hiap tak ingin berpangku tangan pula. Setelah
berpesan agar isterinya menantinya di tempat itu, dia
berpindah pula ke perahu Put-pai-siu Hong-jin.
"Hati-hatilah, Hong-jin! Kalau tak salah kakek cebol ini
adalah Butek Sin-tong. Salah seorang dari tokoh tokoh sakti
yang kini khabarnya telah bermunculan di dunia persilatan."
bisiknya kepada Put-pai-siu Hong-jin.
"Benarkah.......?" manusia sinting itu tersentak kaget.
"Mungkin. Aku sendiri juga belum pernah bertemu
sebelumnya. Namun ciri ciri orang itu persis seperti yang telah
kudengar selama ini."
"Bangsat! Kalau begitu aku ingin mencobanya. Kudengar
orang yang seperti kura-kura itu disebut-sebut sebagai jago
nomer tiga di dunia persilatan, hehehe"
"Tapi kau jangan terlalu sembrono, Hong-jin. Kalau Hong-gi
hiap Souw Thian Hai saja berada di urutan kelima, apalagi dia
yang berada di urutan ketiga. Hmm.....maaf, bukannya aku..
meremehkan kepandaianmu. Tapi.... kita juga harus
menyadari bahwa dibandingkan dengan Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai saja kita belum menang." Keh-sim Siauw-hiap
berusaha mengekang kesembronoan manusia sinting itu.
Put-pai-siu melirik sekejap ke arah Keh-sim Siau-hiap.
Matanya yang liar itu tampak meredup, suatu tanda kalau
kata-kata pendekar dari Pulau Meng to itu berhasil memasuki
hatinya. Namun demikian mulutnya tetap berkata dengan
suaranya yang serak dan kasar. "Jangan khawatir, Saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwee! Aku akan selalu menjaga diri. Tapi kesempatan ini
benar-benar sulit diketemukan, hehehe.....bertarung dengan
kura-kura Nomer Tiga di dunia persilatan!"
Selesai berbicara Put-pai-siu Hong jin lalu mengerahkan
sinkangnya, kemudian menyalurkannya ke seluruh tubuhnya.
Keh-sim Siau-hiap menghela napas serta menggelenggelengkan
kepalanya. Terpaksa dia ikut bersiap-siaga pula
untuk menjaga segala kemungkinan.
Dan pertarungan antara Put-ceng-li Lo-jin melawan Kakek
cebol itupun semakin bertambah seru pula. Di atas perut
sampan yang sempit itu mereka mengadu ilmu dengan
dahsyatnya. Masing-masing telah mengeluarkan ilmu andalan
mereka. Dan tampaknya Put-ceng-li Lo-jin juga telah sampai
ke puncak kemampuannya. Gerakannya cepat sekali, hingga
sulit diikuti oleh mata biasa. Peluh telah membasahi seluruh
pakaiannya.
"Anak Setan.....Demit..... Gendruwo! Sulit benar
mengalahkan Bocah Tua ini! Bangsat! Keparat ! Kau ini
manusia atau..... Hantu! Heh! Heh! Heh!" seperti biasanya bila
Ketua Bing-kauw itu memainkan Chuo-ming-ciang mulutnya
mengoceh tak putus-putusnya. Namun kali ini suaranya
tampak serak dan kelelahan.
Sebaliknya Kakek Cebol yang tidak lain memang Bu-tek Sintong
itu masih kelihatan segar dan cerah. Meskipun
keringatnya juga mengalir di tubuhnya, tapi mukanya masih
tetap segar, dan napasnyapun juga tetap teratur. Tak ada
tanda-tanda sedikitpun bahwa ia telah lelah.
"Ayoh! Keluarkan seluruh kepandaianmu! Ilmu Silatmu
sungguh hebat, aneh dan mengasyikkan, ho-ho-ho...........!
Sayang mulutmu sangat ceriwis dan tak mau berhenti
mengoceh!" Bu-tek Sin-tong tertawa nyaring. Tubuhnya yang
pendek kecil itu bergerak cepat sekali, tanpa banyak
menggerakkan kaki dan tangannya seolah-olah dia bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghilang dan berpindah tempat begitu saja. Otomatis
Chuo-ming-ciang yang ampuh itu tak berdaya menangkapnya.
Sekali lagi Keh-sim Siau hiap menarik napas panjang.
"Bukan main! Gin-kangnya telah mencapai kesempurnaannya.
Tubuhnya benar-benar telah menjadi seringan kapas,
sehingga hembusan angin yang amat kecilpun sudah bisa
menerbangkan tubuhnya. Hmmm..... semakin kuat Put-ceng-li
Lo-Jin mengerahkan lwee-kangnya, orang itu menjadi semakin
sulit ditangkapnya."
Demikianlah, semakin lama pertempuran itu menjadi
semakin kelihatan hasilnya. Put-ceng-li Lo-jin semakin tampak
kelelahan. Semakin kuat ia mengerahkan tenaganya, semakin
sulit ia menyentuh lawannya.
"Anak Setan! Babi! Anjing......!"
Ketua Bing-kauw itu mengumpat tiada habisnya.
"Su-siok, jangan putus-asa! Biarlah kita keroyok bersama
Kura-kura Kerdil ini....... !” akhirnya Put-pai-siu Hong-jin
berseru dan terjun ke dalam pertempuran. Manusia Sinting
inipun lantas mengeluarkan Chuo-mo-ciangnya pula. "Bulat
panjang bentuknya! Tak berbulu kulitnya! Binatang apa itu! He
heh-heh.......!" mulutnya mulai berceloteh.
Bu-tek Sin-tong tidak menjadi marah dikeroyok dua,
sebaliknya kakek cebol itu menjadi senang malah. Meskipun
dengan demikian ia menjadi bertambah repot menghadapi
lawannya, namun dengan gin-kangnya yang hebat itu
tubuhnya tetap sukar disentuh oleh tangan-tangan lawannya.
Sedangkan Put-ceng-li Lo-jin sendiri ternyata juga tidak
merasa berkeberatan dibantu oleh keponakan muridnya.
Malahan mereka berdua segera dapat bekerja sama dengan
baik. Walaupun kerja-sama mereka itu ternyata masih juga
belum dapat membendung gin-kang Bu-tek Sin-tong yang
sangat hebat tersebut. Meskipun demikian, kerja-sama itu
paling tidak bisa menahan desakan Kakek Cebol itu terhadap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Put ceng li Lo-jin. Alhasil pertempuran mereka itu benar-benar
dahsyat tiada terkira. Di satu pihak, dengan gin-kangnya yang
amat tinggi Bu-tek Sin-tong tak bisa disentuh oleh Put-ceng-Ii
Lo-jin dan Put-pai-siu Hong-jin. Tapi di lain pihak, Bu-tek Sintong
juga tak kuasa menembus benteng pertahanan dan
kerjasama yang rapi dari kedua lawannya.
Justru Keh-sim Siau-hiap lah yang akhirnya menjadi tidak
sabar melihat pertempuran tersebut. Pendekar itu sungguh
tidak mengerti, mengapa Ketua Bing-kauw itu belum bisa
melihat juga letak rahasia kehebatan gin-kang lawannya?
Haruskah dia ikut terjun juga ke dalam arena pertempuran
itu?
"Kalau diteruskan, lambat-laun Bing Kauw-cu akan
kehabisan napas juga. Mereka berdua mati-matian
mengerahkan seluruh kemampuan mereka, sementara Bu-tek
Sin-tong cuma menghindar kesana-kemari membonceng angin
pukulan mereka. Ahh.......!"
Agaknya sambil bertempur Bu-tek Sin-tong masih sempat
melihat-lihat keadaan di sekelilingnya. Terbukti ia sempat
melihat juga wajah Keh-sim Siau-hiap yang sedang geram dan
penasaran itu. Dan agaknya ia sangat percaya dan yakin pula
bahwa dia tentu akan bisa menundukkan lawan-lawannya itu,
buktinya dengan suara lantang ia masih berani menantang
kepada Keh-sim Siau-hiap.
"Hei, kenapa temanmu itu tidak mau sekalian saja
mengeroyok aku? Tampaknya dia juga berminat pula untuk
berkelahi melawan aku......! Hei......kau! Majulah sekalian kau
ke sini!"
"Lo-cian-pwe menantang saya?" Keh sim Siau-hiap purapura
bertanya, padahal hatinya bersorak gembira menerima
tantangan tersebut.
"Ya! Ayolah! Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk
melayani kalian satu-persatu! Majulah.......!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah.....lo-cian-pwe ini suka benar bergurau. Melawan Bing
Kauw-cu saja belum tentu menang, kini masih menantang
yang lain lagi." Keh-sim Siau hiap yang merasa sungkan
kepada Ketua Aliran Bing-kauw itu pura-pura menolak.
Namun di luar dugaan, Put-ceng-li Lo-jin justru berteriak ke
arah Pendekar dari Pulau Meng-to tersebut. "Saudara Kwee,
majulah! Marilah kita lumatkan Bocah Tua yang sombong ini!"
Ternyata biarpun dia seorang tua sebuah aliran yang sangat
ternama, namun sesuai dengan gelarnya, Put-ceng li Lo-jin
benar-benar tidak peduli akan nama dan kedudukannya
sebagai tokoh yang dihormati orang. Sama sekali dia tak
merasa malu mengajak orang untuk mengeroyok lawannya.
Tentu saja ajakan tersebut sangat menggembirakan hati
Keh-sim Siau-hiap. Apalagi pendekar itu merasa bisa
mengatasi kedahsyatan gin-kang lawannya. Maka tanpa
diminta sekali lagi pendekar itu meloncat ke dalam arena
pertempuran.
Dan loncatannya yang cepat dan gesit tanpa mengeluarkan
suara itu, ternyata sangat mengejutkan lawannya. "Hei, ginkangmu
hebat sekali! Siapa.... siapa sebenarnya kalian ini?
Tadi kudengar kau menyebut orang-tua itu dengan Bing kaucu.
Sekarang kulihat kau....... eh, tahan dulu!" dalam
kekagetannya Bu-tek Sin-tong berteriak. Keh-sim Siau-hiap
menurut dan menghentikan serangannya. Sambil tersenyum
dia menjawab,"Lo-cian-pwe, ketahuilah……! Orang tua yang
berhadapan dengan lo-cian-pwe itu adalah Put-ceng-li Lo-jin,
ketua aliran Bing-kauw yang besar. Sementara yang berada
disampingnya itu adalah Put-pai-siu Hong jin, keponakan
muridnya. Sedangkan aku sendiri cuma seorang pemalas yang
tinggal di Pulau Meng-to."
"Heh......?" Bu-tek Sin-tong terpekik dan membelalakan
matanya. "Jadi.... kalian ini tokoh-tokoh yang dikagumi orang
itu? Wah......celaka! Tak kusangka kalian bisa berkumpul
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi satu di sini! Kalau begini....... rasa rasanya aku bisa
kalah nanti........."
"Hmm, jadi lo-cian-pwe bersedia menghentikan perkelahian
kita ini? Bagus!" Keh-sim Siau-hiap tersenyum semakin lebar.
Tapi Bu-tek Sin-tong cepat menggoyang-goyangkan
tangannya. "Eeit, nanti dulu! Jangan tergesa-gesa mengambil
kesimpulan! Pertempuran kita tetap harus dilanjutkan. Tidak
boleh berhenti sebelum salah satu mengakui kalah. Aku tadi
cuma agak merasa kaget karena tidak menyangka kalau akan
berkelahi dengan tokoh-tokoh ternama di tempat seperti ini.
Namun demikian tidak berarti aku lantas takut kepada kalian.
Tidak ! aku justru sangat gembira sekali, karena hal itu berarti
bahwa aku akan mendapatkan lawan-lawan yang bermutu,
hehehe.....! Ketahuilah, selama ini aku belum pernah
menjumpai orang yang bisa mengalahkanku. Maka jika kalian
nanti bisa menundukkan, aku akan memberikan sebuah
hadiah kepada kalian masing-masing......"
"Apa.....? Kura-kura Kerdil tak tahu diri! Lihat serangan!"
Put-pai-siu Hong-jin berteriak marah, kemudian menyerang
lawannya. Bing Kau-cu pun segera ikut menyerang pula.
"Heh-hehe-he, bangsat cebol! Kau sungguh congkak
sekali!" umpatnya.
Tapi dengan tangkas Bu-tek Sin-tong melayang ke perahu
besar Souw Thian Hai, dan mendarat di depan Ho Pek Lian.
Dengan tenangnya Kakek Cebol itu menuding kearah Ho Pek
Lian dan Put-ming mo. "Nah, engkau berdua pun majulah
pula!" tantangnya.
"Hmmmh. Kakek Cebol ini memang terlalu sombong!" Kehsim
Siau-hiap yang merasa khawatir lawannya itu akan
mengganggu isterinya cepat mengejarnya. Tangannya
memukul punggung kakek itu. "Biar kulayani dia. Akan kulihat,
macam apa gin-kangnya itu." gumamnya di dalam hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Put-ceng-li Lo-jin dan Put-pai-siu Hong-jin juga tidak mau
ketinggalan pula. Kedua orang itu segera melesat mengejar
lawannya. Masing-masing segera mengirimkan pukulannya
juga.
Maka sekejap kemudian Bu-tek Sin-tong itupun telah
dikepung oleh lima orang tokoh berkepandaian tinggi. Meski
pun buritan perahu Souw Thian Hai tersebut sangat sempit,
namun karena gin-kang mereka amat tinggi maka hal itu
tidaklah mengganggu gerakan atau sepak terjang mereka.
Mereka bergulat dan bertempur dalam tempo yang sangat
cepat serta dalam jarak yang amat dekat, sehingga tubuh
mereka berkelebatan seperti rombongan lebah yang sedang
berebut mangsa di udara.
Mula-mula Kakek Cebol itu memang selalu berhasil
meloloskan diri dengan caranya tadi. Tapi dengan adanya Keh
sim Siau-hiap diantara pengeroyoknya, maka akhirnya dia tak
bisa terus-menerus menghindari serangan mereka. Ternyata
gin-kang Keh-sim Siau-hiap juga sama baiknya dengan dirinya,
sehingga kemanapun dia pergi, pendekar muda dari Pulau
Meng-to itu selalu dapat menempelnya. Malahan ketika
lawannya itu mulai mempergunakan siasat dan kecerdikannya
dalam menyerang, dia menjadi kalang kabut dan terdesak di
bawah angin.
Selain menempel terus, Keh-sim Siau-hiap juga menyerang
dengan kaki dan tangannya. Namun untuk menjaga agar
lawannya tidak mengambil keuntungan dengan cara
membonceng hembusan angin pukulannya, maka Keh-sim
Siau-hiap sengaja tidak mengisinya dengan tenaga dalam.
Baru setelah serangannya menyentuh pakaian atau kulit
lawannya, pendekar muda itu melepaskan tenaga-dalamnya.
Dan hasilnya memang sangat menggembirakan. Serangan
tersebut dengan tepat mengenai sasarannya.
Untunglah ilmu kepandaian Bu-tek Sin-tong benar-benar
telah mencapai puncak kesempurnaannya, sehingga semua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serangan Keh-sim Siau-hiap yang mengenai tubuhnya itu
masih bisa ditahannya. Apalagi dengan caranya tersebut Kehsim
Siau-hiap tidak bisa mengerahkan seluruh lwee-kangnya.
Meskipun demikian cara itu ternyata telah menyadarkan pula
kepada para pengeroyoknya yang lain. Sehingga ketika
mereka itu ikut menyerang seperti Keh-sim Siau-hiap, dia
menjadi semakin kelabakan dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Wah........licik! Kurang ajar! Kenapa kalian menyerang aku
seperti ini? Ayoh, kalian pergunakan lweekang kalian secara
baik!" Kakek Cebol berteriak penasaran.
"Jangan cerewet kau, Kura-kura kecil! Menghindarlah lagi
kalau bisa,heh-he-heh......!" Put-pai-siu Hong-jin yang
beberapa kali dapat mengenai tubuh lawannya itu menjadi
gembira sekali.
"Licik! Busuk! Awas kalian......” Bu-tek Sin-tong menjeritjerit,
kemudian secara tiba-tiba tubuhnya terjun ke dalam
danau dan……..menghilang.
“Hei! Hei! Pengecut…….! Kenapa kau melarikan diri?
Bagaimana dengan hadiah yang hendak kauberikan kepada
kami itu?” Put-pai-siu Hong-jin mengejar sampai di tepi
perahu dan berseru.
"Tidak ada hadiah! Kalian licik ! Huh!" tiba-tiba terdengar
jawaban tanpa terlihat orangnya.
Put-ceng-li Lo-jin tertawa. Demikian juga dengan Keh-sim
Siau-hiap dan Put-ceng-li Lo-jin. Mereka sangat puas
meskipun di dalam hati memuji kesaktian Kakek kerdil yang
luar biasa itu.
Dhuuuuuuaaaaar!
Tiba-tiba terdengar suara ledakan dahsyat dan perahu
tersebut bergoncang dengan hebatnya. Bilik perahu yang
memisahkan bagian depan dan bagian belakang perahu itu
sampai terguncang roboh, sementara atapnya terbang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhamburan diterjang angina yang dihembuskan oleh
ledakan tersebut. Permukaan air danau itupun bergelombang
pula dengan kuatnya, sehingga beberapa buah sampan yang
berada di dekat perahu itu bagaikan dilemparkan oleh sebuah
tenaga raksasa, untuk kemudian saling menjadi satu sama lain
dan tenggelam karenanya.
“Hai-ko…..!” tiba-tiba terdengar pula suara teriakan Chu
Bwee Hong.
Orang-orang yang baru saja bertempur dengan Bu-tek Sintong
itu terkejut. Bergegas mereka menepiskan serpihanserpihan
kayu yang beterbangan ke arah mereka, kemudian
meloncat ke geladak depan.
Namun hamper saja mereka tercebur ke dalam danau,
karena bagian depan dari perahu tersebut ternyata telah
hancur, sehingga kaki mereka telah mendarat di bagian yang
kosong. Untunglah mereka memiliki gin-kang yang tinggi,
sehingga dengan segala kemahiran mereka, mereka bisa
menyelamatkan diri mereka masing-masing. Mereka
berloncatan ke atas pecahan-pecahan kayu yang
mengambang di atas permukaan air untuk kemudian
melompat ke atas sampan atau perahu yang terdekat dengan
mereka.
Dan mereka segera tertegun ketika menyaksikan Hong-gihiap
Souw Thian Hai duduk di atas pecahan perahu sambil
mendekap dadanya. Sedangkan Chu Bwee Hong sambil
menggendong anaknya, merangkulnya dari belakang. Wanita
ayu itu tampak cemas sekali.
Keh-sim Siau-hiap dan yang lain-lain bergegas menghampiri
mereka. Mereka berloncatan kembali di atas pecahan pecahan
kayu, sementara Ho Pek Lian yang telah mengambil
perahunya segera mengayuhnya pula ke arah mereka.
"Saudara Souw, ada apa........?" Keh-sim Siau-hiap berseru
cemas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bangsat! Apakah engkau terluka....?" Put-ceng-li Lo-jin
bertanya pula.
Souw Thian Hai menatap sahabat-sahabatnya. Wajahnya
tampak pucat sekali meskipun demikian mulutnya tampak
tersenyum.
"Hei…….dimanakah kedua anak muda itu? Dan .....apakah
sebenarnya yang telah terjadi?” Put-pai-siu Hong-jin berteriak
seraya menoleh kesana kemari.
"Me....... mereka telah pergi. Seorang kakek bernama Giokbin
Tok-ong tiba-tiba datang menolong putera Tung hai-tiauw
itu. Kakek itu bertempur dengan Hai-ko. Kemudian ketika ia
hampir kalah, kakek itu melemparkan senjata peledaknya. Dan
Hai-ko.......hai ko ohh!" Chu Bwee Hong tidak bisa
meneruskan kata-katanya.
Tapi dengan penuh kasih Souw Thian Hai menepuk-nepuk
pundak isterinya. "Jangan menangis! Aku tidak apa-apa. aku
hanya sedikit terluka dalam. Nanti juga akan sembuh. Hmm….
Kau dan anak kita tidak apa-apa, bukan?”
Chu Bwee Hong menatap suaminya. Ia meragukan katakata
itu. Suaminya tentu hanya ingin menghibur hatinya saja.
Oleh karena itu air matanya tetap saja mengalir membasahi
pipinya.
"Hmm..... Giok-bin Tok-ong! Dia pun telah datang pula ke
tempat ini,” Keh-sim Siau-hiap bergumam perlahan.
“Saudara Kwee, kudengar kalian tadi juga bertempur
dengan seseorang, siapakah dia?" Souw Thian Hai bertanya
seraya bangkit berdiri di atas pecahan perahu itu. Chu Bwee
Hong segera membantunya.
Pendekar dari Pulau Meng-to itu menarik napas panjang.
"Tampaknya tokoh-tokoh sakti yang tercantum di dalam Buku
Rahasia itu memang benar-benar ada. Dan kalau semula aku
agak meragukan kesaktiannya, kini aku benar-benar mulai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
percaya. Kami berlima tadi baru saja bertempur dengan salah
seorang dari mereka. Orang itu adalah Bu-tek Sin-tong, tokoh
yang pernah kauceritakan dulu itu. Dan......kami berlima
hampir saja tak kuasa menahan amukannya!"
“Ah.....dia juga datang?" Souw Thian Hai tersentak kaget.
"Benar......"
"Manusia sesakti dia masih juga menginginkan Ceng-liongong?"
"Mengapa tidak? Saudara Souw pun juga berada di sini.
Tiga orang dari tokoh tokoh yang tertulis di dalam Buku
Rahasia itu ternyata telah muncul di Tai Ouw ini........" Kehsim
Siauhiap menjawab dengan tersenyum.
"Ah....... Saudara Kwee masih juga mengolok-olok aku. Apa
sebenarnya kebiasaanku? Saudara Kwee bisa melihat sendiri
sekarang. Aku telah dilukai orang dengan mudah." Souw
Thian Hai bersungut-sungut.
"Tentu saja, karena yang melukai adalah Giok-bin Tok-ong,
tokoh nomer empat di dalam Buku Rahasia itu......”
"Ah, ko-ko.... kenapa kalian masih sempat berdebat pula?
Lihatlah, wajah Saudara Souw sangat pucat! Marilah dia kita
bawa dahulu ke perahu kita untuk diobati!" tiba-tiba Ho Pek
Lian menengahi percakapan mereka.
Demikianlah, mereka lalu beramai-ramai membawa Honggi-
hiap Souw Thian Hai ke atas perahu Keh-sim Siau-hiap. Dan
ketika perahu tersebut dikayuh pergi, para penonton pun lalu
bubar pula. Masing-masing mengayuh sampan atau perahu
mereka meninggalkan tempat itu. Sehingga sebentar
kemudian danau yang amat luas itu menjadi sepi kembali
seperti biasanya. Hanya di beberapa tempat terlihat perahuperahu
nelayan yang sedang mencari ikan. Dan mereka tak
pernah berpikir tentang Ceng-liong yang diributkan orang itu.
(Oo-dwkz-hen-oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Tui Lan belum juga meninggalkan Danau Tai
Ouw itu. Begitu lolos dari perhatian orang-orang di atas
perahu besar itu, dia segera mengerahkan gin-kangnya, dan
diam-diam pergi meninggalkan tempat tersebut. Namun
karena ia masih selalu memikirkan nasib suaminya, maka ia
tak berhasrat meninggalkan danau itu. Sampai matahari
benar-benar keluar dari peraduannya ia tetap berputar-putar
saja di sekitar danau itu. Dan Ho Pek Lian yang mencoba
membuntutinya telah kehilangan jalan.
Namun karena dia terlampau lelah setelah bertempur
semalaman, apalagi selama di dalam gua itu ia kurang makan,
ditambah pula dengan gangguan kesehatannya, maka tidaklah
mengherankan bila daya tahan tubuh Tui Lan semakin lama
semakin menurun. Biarpun berkepandaian tinggi, tapi dia
tetap seorang manusia juga. Setelah berputar-putar hampir
seharian penuh, akhirnya Tui Lan jatuh pingsan. Rasa sakit di
dalam kandungannya itu kambuh kembali dengan hebatnya.
Untung dia pingsan.
Sementara itu matahari telah jauh condong ke barat.
Sinarnya yang panas sudah mulai memudar, sehingga hutan
cemara itu sudah mulai redup pula. Sebaliknya angin sore
justru mulai berhembus semakin kencang. Bertiup di antara
rimbunnya daun-daun cemara yaug berwarna kecoklatcoklatan,
dan merontokkan sebagian yang telah mengering ke
atas tanah.
Seorang kakek tua renta tampak berjalan perlahan-lahan
melewati tempat itu. Di atas pundaknya yang bungkuk terletak
seikat besar ranting-ranting kayu cemara yang telah kering.
Meskipun kelihatan sangat berat, namun mulut kakek itu
masih sempat bersenandung. Suaranya bening dan tak
kelihatan terengah-engah ketika mengambil napas.
Langkahnya tampak mantap, walaupun harus berjalan atau
melompat di tempat yang tidak rata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun senandungnya segera terhenti tatkala
pandangannya terbentur pada tubuh Tui Lan yang tergolek
pingsan di bawah pohon cemara itu. Bergegas kakek itu
membuang kayunya dan cepat-cepat menghampiri Tui Lan.
Dengan tangkas, seperti layaknya seorang tabib pandai,
tangannya memeriksa tubuh wanita muda tersebut. Dan
hatinya segera menjadi kaget begitu mengetahui keadaan Tui
Lan.
"Dia sedang hamil tua. Dan.......kini ia pingsan karena
terlampau lelah. Agaknya dia telah berbuat sesuatu yang
melampaui batas-batas kemampuannya. Ooh.. lehernya ada
bekas luka. Tampaknya dia baru saja berkelahi dengan
musuh-musuhnya. Hmm.....mungkinkah dia ikut dalam
pertempuran seru di atas Tai Ouw tadi malam?"
Kakek tua itu lalu mengangkat tubuh Tui Lan dan
membawanya pulang. Kayu yang dibawanya tadi dibiarkannya
saja di tempat itu. Dan tubuh Tui Lan yang hamil besar itu
ternyata tidak menyulitkan langkahnya. Malah beberapa saat
kemudian kakinya berlari cepat sekali.
Kakek itu menerobos hutan perdu yang menutupi tepian
Danau Tai Ouw bagian timur. Tempat tersebut hampir tak
pernah diinjak orang karena tanahnya yang terjal dan sulit
dilalui manusia. Kemudian di tengah-tengah hutan tersebut, di
tanah yang agak lapang namun terlindung dari pandangan
orang karena dikelilingi oleh tebing-tebing curam kakek itu
berhenti. Matanya memandang rumah kecil yang dibangun di
sana dengan ragu-ragu. Tapi sekejap kemudian kakek itu
melangkah kembali menuju ke rumah tersebut.
Kakek itu lalu mengetuk pintu. "Masuklah, Kakek Hoat!
Pintu tidak terkunci......" terdengar suara lelaki
mempersilakannya. Suara yang sangat tenang dan sabar.
Kakek tua itu lalu mendorong pintu dan melangkah masuk.
Namun langkahnya segera terhenti tatkala dilihatnya si Pemilik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rumah sedang menerima tamu, seorang gadis ayu berlengan
satu.
Sebaliknya si Pemilik Rumah yang berusia sekitar tigapuluh
lima tahunan itu cepat bangkit pula dari kursinya begitu
menyaksikan kakek Hoat masuk membawa tubuh Tui Lan
yang pingsan tersebut. Isteri si Pemilik Rumah, yang cantik
dan jauh lebih muda dari pada suaminya, kelihatan kaget pula.
Hanya gadis berlengan satu itu saja yang tampak acuh tak
acuh dan masih tetap duduk di tempatnya.
"Hei, Lo Hoat (Kakek Hoat)! Siapakah yang kaubawa itu?"
si Pemilik Rumah itu bertanya.
"Kenapa dia? Apakah dia sakit?" isterinya menyambung.
Kakek Hoat itu menarik napas panjang. Dipandangnya
suami isteri yang masih muda itu beberapa saat lamanya. Dia
sangat mengenal mereka, karena ia sering membantu
membawakan keperluan mereka sehari-hari. Termasuk kayu
bakar yang dibuangnya tadi. Dan dia juga sering membantu
menjualkan ramuan obat obatan yang dibuat oleh suami isteri
itu ke kota. Dan sebenarnya dia amat segan mengganggu
ketenangan mereka, karena ia tahu bahwa tinggalnya mereka
di tempat yang sepi dan terasing ini karena mereka sengaja
menyepi dan mengasingkan diri dari dunia ramai. Mereka tak
ingin dikenal dan bertempat tinggal di kota atau di dusun yang
banyak orangnya.
“Lo Hoat, kenapa kau diam saja? Apakah kau merasa segan
terhadap tamuku ini? Ah, jangan begitu. Dia masih
keponakanku sendiri. Dia adalah puteri sahabat dekatku....kau
tentu mengenal nama besar ayahnya, karena ayahnya adalah
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai yang tersohor itu.” Si Pemilik
Rumah itu mendesak lagi.
“Ah......siok-hu (paman)! Mengapa nama ayah harus
dibawa-bawa kemari?” gadis ayu berlengan satu itu
bersungut-sungut tidak senang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si Pemilik Rumah itu tersenyum. “Hmm.... aku hanya ingin
memperkenalkan dirimu kepadanya, agar dia mempercayaimu.
Bukankah begitu, Eng-moi” katanya seraya menoleh ke arah
isterinya.
Wanita cantik itu mengangguk sambil tersenyum pula,
sehingga kakek Hoat itu menjadi hilang juga rasa kikuknya.
Dengan hati lega kakek tua itu lalu meletakkan tubuh Tui Lan
yang lemas tersebut di atas bangku. Kemudian katanya
kepada si pemilik rumah itu, "Tuan Chu, saya menemukan
wanita muda ini di hutan cemara itu. Kulihat dia dalam
keadaan pingsan di atas tanah. Lehernya ada bekas luka yang
telah diobati. Tapi aku sangat mengkhawatirkannya, karena
dia........ dia.....”
Kakek itu tak bisa melanjutkan ceritanya. Dia hanya
menunjuk ke arah perut Tui Lan yang besar dan kemudian
mengawasi darah yang merembes keluar dari bagian bawah
perut wanita yang ditolongnya itu.
Si pemilik rumah yang dipanggil dengan sebutan Tuan Chu
itu cepat menghampiri bangku itu. Dia juga menjadi kaget
begitu menyaksikan keadaan Tui Lan.
“Baik! Lian Cu, tolonglah aku...!” isterinya menjawab seraya
menarik lengan gadis bertangan tunggal itu.
Setelah isterinya itu masuk ke ruang dalam, maka si Pemilik
Rumah tersebut lalu berkata kepada Kakek Hoat,”Lo Hoat,
marilah kita angkat wanita muda ini ke dalam! Hati-hatilah!
Tampaknya ia hendak melahirkan. Keadaannya sangat
mencemaskan."
Kakek Hoat mengangguk-anggukkan kepalanya, sehingga
rambutnya yang putih mengkilap itu melambai-lambai ke
kanan dan ke kiri. Untuk pertama kalinya mulutnya yang
sudah ompong tak bergigi lagi itu tersenyum.
"Kalau begitu sungguh beruntung dia, karena telah kubawa
ke dalam perawatan seorang tabib nomer satu di dunia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
desahnya dengan nada bersyukur. Lalu "......Biarpun mulamula
aku merasa ragu-ragu juga untuk membawanya ke sini."
"Nah, kau telah melupakan pesanku lagi!" hardik si Pemilik
Rumah perlahan.
"Habis, apa yang mesti kukatakan? Siapa lagi di dunia ini
yang memiliki ilmu pengobatan nomer satu selain anak murid
keturunan Bu-eng Sin-yok-ong? Padahal satu-satunya pewaris
beliau hanyalah Tuan Chu Seng Kun seorang, Siapa lagi?”
kakek Hoat membantah.
"Ya. Tapi.....bukankah kau sudah kupesan untuk tidak
mengungkit-ungkit lagi hal itu? Aku diam di tempat ini untuk
menyepi dan mengasingkan diri. Aku sudah bosan berurusan
dengan orang orang persilatan seperti halnya kakek-guruku
itu."
"Maaf, Tuan Chu. Bukankah di sini tidak ada orang lain
yang mendengarkan kata-kataku tadi?"
"Ah....... sudahlah ! Kau memang sulit diajak bicara." Chu
Seng Kun si Pemilik Rumah itu memotong gemas. "Nah
marilah kita angkat dia !”
Kakek Hoat tertawa kecil. "Terima kasih. Tuan Chu.''
ujarnya.
Di dalam kamar pengobatan telah dipersiapkan oleh isteri
Chu Seng Kun. Setelah membaringkan tubuh Tui Lan diatas
tempat tidur, tabib muda itu lalu menyuruh Souw Lian Cu dan
kakek Hoat keluar.
"Biarlah aku dan Siok Eng saja yang memeriksanya. Hanya
tolong kau s iapkan air hangat di tempayan, Lo Hoat! Maaf Lian
Cu, kami terpaksa menelantarkan kau." katanya sambil
menyeka keringat yang mulai mengalir di dahinya.
Setelah Souw Lian Cu dan kakek Hoat keluar, Kwa Siok Eng
mendekati suaminya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau kelihatan tegang sekali, Kun-ko. Apakah ada yang tak
beres dengan wanita muda ini?”
Sambil bergegas mempersiapkan peralatannya Chu Seng
Kun mengangguk. “Tadi sudah kuperiksa barang sedikit
keadaan tubuhnya. Tampaknya belum saatnya dia melahirkan.
Namun darahnya sudah mulai keluar. Aku …….aku takut…..ah,
marilah kita periksa dia. Tanggalkan semua pakaiannya!”
jawabnya cemas.
"Baik! Eh.....! Di bawah pakaiannya ia mengenakan baju
kulit ular !'' tiba-tiba Kwa Siok Eng menjerit kecil.
Sekejap Chu Seng Kun juga kaget. Namun dengan cepat ia
menjadi sadar kembali. "Sudahlah! Jangan hiraukan itu! Kita
harus cepat-cepat mengurusnya!”
Demikianlah, sementara Chu Seng Kun dan isterinya sibuk
mengurusi Tui Lan, Souw Lian Cu dan Lo Hoat juga sibuk pula
menjerang air di dapur. Dan kesempatan itu ternyata juga
mereka pergunakan untuk saling mengenal lebih lanjut.
"Apakah nona ini benar-benar keponakan Tuan Chu?
Mengapa selama ini aku tidak pernah melihat nona? Sudah
lebih dari tiga tahun aku membantu Tuan Chu disini."
Souw Lian Cu menggerakkan kepalanya, sehingga
segumpal rambut yang menutupi dahinya tersibak ke samping.
Matanya yang bulat lebar itu menatap wajah kakek Hoat. Bibir
mungil yang tak pernah terbuka itu tiba-tiba tersenyum. Manis
sekali, sehingga kakek Hoat yang telah tua renta itupun masih
tetap menggeleng-gelengkan kepalanya. Belum pernah
rasanya selama ini ia menyaksikan seorang gadis sedemikian
cantiknya.
“Aku memang keponakannya, Kek. Adik perempuan dari
paman Chu itu adalah ibu tiriku.” Gadis ayu itu menjawab.
“Hei? Tuan Chu itu masih mempunyai seorang saudara
perempuan? Dan saudara perempuannya itu sekarang telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi ibu tiri nona? Lalu dimanakah ibu nona sendiri?
Apakah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu mempunyai dua
isteri?”
Lagi-lagi Souw Lian Cu tersenyum. “Tidak. Ayahku hanya
mempunyai seorang isteri saja. Ibuku telah meninggal
puluhan tahun yang lalu, ketika aku masih berusia dua tahun.”
“Ooooh……!” kakek Hoat berdesah, kemudian terdiam.
“Lalu…. Siapakah kau ini sebenarnya, Kek? Kulihat engkau
memiliki keanehan tersendiri. Tak mungkin kau cuma seorang
pembantu seperti yang dikatakan oleh Cici Siok Eng tadi."
"Hei? Apakah anehnya orang seperti aku ini? Aku memang
pembantu dari Tuan chu......" Kakek Hoat menjawab cepat.
"Kek, kau jangan berbohong kepadaku. Bukankah aku juga
sudah menjawab semua pertanyaanmu dengan baik?"
Kakek tua itu menjadi merah wajahnya. “Ah, kau benar,
nona..... Apakah perlunya orang tua seperti aku ini masih juga
bersembunyi dari kenyataan ?" katanya seraya menarik napas
panjang. “Dengarlah! Dahulu aku adalah seorang pengawal
rahasia Kaisar Chin Si. Karena kaisar Chin jatuh, maka aku
menjadi pelarian. Untuk melampiaskan dendamku kepada
Kaisar Han, maka aku menjadi perampok dan membuat
kerusuhan dimana-mana. Tapi akhirnya aku tertangkap juga
oleh pasukan Kaisar Han. Aku dikepung beramai-ramai
sehingga tubuhku penuh luka. Waktu itu aku sudah tidak
mempunyai harapan lagi untuk hidup. Tapi ternyata Thian
menentukan lain. Tuan Chu tiba-tiba menolongku. Seperti
memiliki mujijat saja aku yang sudah tiga-perempat mati itu
dihidupkannya kembali. Aku menjadi sadar akan kekeliruanku.
Aku lantas bertekad untuk menebusnya. Aku membantu Tuan
Chu mengamalkan kepandaiannya mengobati orang-orang
yang membutuhkan pertolongannya. Kadang-kadang aku juga
ikut menjuaIkan atau membagi-bagikan obat-obatan hasil
ramuannya ke tempat-tempat yang membutuhkan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kalau begitu kepandaian silat kakek tentu hebat sekali.
Kudengar para pengawal mendiang Kaisar Chin memiliki
kesaktian yang tinggi, seperti misalnya..... mendiang Hekmou-
sai Wan It dan Siang-houw Nio-nio."
Tiba-tiba Lo Hoat tertawa terkekeh-kekeh. "Ah! Nona
sungguh membuatku malu saja. Kalau dibandingkan dengan
keroco-keroco jalanan, ilmuku memang boleh dibilang tinggi.
Tapi kalau dibandingkan dengan ilmu keluarga Souw,
wah......rasanya tubuhku yang tua ini harus membantingtulang
seribu tahun lagi untuk belajar silat, eh~eh-eh-eh….”
"Ah, Kakek ini bisa saja.. .. “
"Tapi eh, .. .. . omong-omong, kenapa nona sendiri saja
kemari? Di manakah ayahmu Hong-gi-hiap Souw Thian Hai
itu? Apakah beliau tidak ikut datang ke sini?" tiba-tiba Lo Hoat
menghentikan tawanya dan bertanya serius.
Tak terduga pertanyaan Lo Hoat itu justru membuat pudar
kegembiraan Souw Lian Cu. Wajah yang ayu itu tiba-tiba
menjadi gelap. Suasana mendadak menjadi kaku. Gadis itu tak
menjawab untuk beberapa saat lamanya.
Tentu saja keadaan itu membuat heran hati Lo Hoat.
Dengan pandang mata bingung orang tua itu mengawasi
Souw Lian Cu.
"Nona Souw, kenapa tiba-tiba kau terdiam? Apakah ada
sesuatu yang salah?" desaknya cemas.
Souw Lian Cu tersentak kaget, lalu menghela napas
panjang sekali. "Ah, maaf aku tidak apa-apa. Aku memang
datang sendirian ke s ini, karena aku mengunjungi Paman Chu
bukan sebagai wakil dari keluarga Souw, tapi sebagai utusan
Ban-hoat Sian-seng (Pelajar Selaksa Ilmu atau Pelajar Serba
Bisa) yang berdiam di Puncak Hoa-san."
Sebaliknya kini ganti Lo Hoat yang menjadi kaget
mendengar ucapan Souw Lian Cu tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ban-hoat Sian-seng dari Puncak Hoa-san? Nona Souw, aku
pernah mendengar tentang adanya seorang tokoh sakti di
Puncak Gunung Hoa-san, yang memiliki sebuah buku yang
disebut Buku Rahasia. Khabarnya tokoh sakti itu juga disebutsebut
sebagai Tokoh Nomer Satu di dunia persilatan dewasa
ini. Hmm…..apakah beliau itu yang kausebutkan sebagai Banhoat
Sian-seng tadi?” Souw Lian Cu menatap Lo Hoat lekat
lekat, kemudian mengangguk. "Benar. Memang beliaulah
pemilik dari buku Rahasia itu. Dan...... kedatanganku kemari
ini juga berkenaan dengan buku tersebut. Sebab buku itu
telah hilang beberapa tahun yang lalu."
"Oh, jadi buku itu telah dicuri orang? Wah, hebat benar
orang yang mencurinya. Tapi......... mengapa engkau yang
diutus untuk melacak buku itu? Ada hubungan apa antara
keluarga Souw dengan Ban-hoat Sian-seng?"
Wajah Souw Lian Cu yang semula menjadi gelap itu tibatiba
menjadi terang kembali. “Ban-hoat Sian-seng adalah
guruku. Dan kedatanganku kemari bukan untuk melacak Buku
Rahasia itu. Hmm, kakek ini main tebak sekenanya saja ....."
katanya sambil tersenyum.
"Oooooooh.....I" Lo Hoat tersipu-sipu.
Lo Hoat melirik sekejap ke arah Souw Lian Cu. Hatinya
terasa belum puas. Masih banyak pertanyaan yang tersimpan
di dalamnya, namun ia merasa segan untuk mengeluarkannya.
Ia takut dikira terlalu mencampuri urusan orang. "Ooo-eeeek!
Ooo-eek! Ooo-eek...!" Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan
oleh suara tangis bayi dari kamar pengobatan. Dan bersama
itu pula air yang mereka jerang juga telah mendidih, keduanya
saling berpandangan dengan hati was-was.
''Lo Hoat! Mana air hangat itu? Cepat bawa kemari!"
terdengar suara Kwa Siok Eng dari dalam.
Lo Hoat bergegas membawa air mendidih itu ke dalam,
sementara Souw Lian Cu cepat menyambar tempayan berisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
air dingin dan mengikutinya dari belakang. Di ruang tengah
mereka berpapasan dengan Kwa Siok Eng atau Nyonya Chu
yang menggendong orok yang masih baru dan berlepotan
darah segar.
Orok yang masih saja menangis keras itu diletakkannya di
atas meja kecil.
"Lo Hoat? Tolong kau taruh tempayan air mendidih itu di
bawah meja, lalu buatkan campuran air hangat sedikit saja
untuk memandikan bayi ini! Dan., Lian Cu! Tolong kau ambil
lilin di almari itu dan nyalakanlah sebanyak-banyaknya,
kemudian taruhkanlah di sekitar meja ini!" Kwa Siok Eng
membagi-bagi pekerjaan dengan tergesa-gesa, sementara dia
sendiri sibuk mempersiapkan pakaian dan selimut untuk si
bayi.
Sambil menyerahkan nampan kecil berisi air hangat Lo Hoat
bertanya,"Bagaimana dengan ibunya?''
"Dalam keadaan berbahaya. Kun Ko-ko sedang berusaha
sekuat tenaga untuk menyelamatkan jiwanya. Dia telah
kehilangan banyak darah, karena kandungannya ternyata
belum cukup umur. Mungkin baru tujuh bulan......."
"Lalu.........?" Lo Hoat mendesak lagi.
"Ah! Jangan banyak bicara dulu! Nanti saja! Anak ini juga
memerlukan perawatan khusus. Jiwanya tak kalah gentingnya
dengan ibunya, sebab belum saatnya dia lahir di
dunia.......Ayoh! Dekatkanlah sedikit lilin-lilin itu, agar
udaranya menjadi hangat!"
Tapi baru saja mereka bergerak, tiba-tiba dari dalam
terdengar suara Chu Seng Kun memanggil Kwa Siok Eng.
"Eng-moi, bagaimana dengan anak itu? Kalau sudah baik,
biarlah ditangani oleh Lian Cu! Kau cepat-cepatlah ke sini!
Wanita ini sudah sulit diselamatkan! Dia terlalu banyak
kehilangan darahnya! Harus diusahakan penambahan darah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buat dia! Cepatlah kau periksa, siapa di antara kita yang cocok
untuk menambah darahnya!"
"Oh, begitu payahkah keadaannya?” Kwa Siok Eng
berdesah cemas pula. Lalu katanya kepada Souw Lian Cu,
"Lian Cu, Tolong kaujaga anak ini baik-baik! Aku hendak
membantu Kun Ko-ko sebentar. Awas! Jangan sampai lengah!
Lilin-lilin ini tidak boleh mati. Tidak boleh terlalu dekat, tapi
juga jangan terlalu jauh. Setelah sepeminuman teh nanti
tempayan air mendidih di bawah meja itu boleh disingkirkan !"
Kwa Siok Eng lalu berlari ke ruang pengobatan. Namun
baru tiga langkah ia berjalan, tiba-tiba sudah berbalik kembali.
"Oh, ya.....bolehkah aku mengambil sedikit saja darahmu?
Dan......kau juga, kakek Hoat! Siapa tahu di antara kalian ada
yang cocok untuk menambah darahnya?"
"Silakan!” Kakek Hoat dan Souw Lian Cu menjawab hampir
berbareng.
Kwa Siok Eng lalu bergegas mengambil cawan kecil yang
sering ia pakai untuk meramu obat. Kemudian dengan torehan
kecil di ujung jari Souw Lian Cu dan Lo Hoat, ia mengambil
beberapa tetes darah mereka. Setelah itu ia berlari ke dalam
kamar pengobatan. Di dalam kamar ia menyaksikan suaminya
sedang mati-matian bertarung dengan maut yang hendak
merenggut jiwa Tui Lan. Dengan peluh yang bercucuran di
seluruh tubuhnya, suaminya tampak sedang mengerahkan
segala kemampuannya untuk menyelamatkan jiwa wanita
yang baru melahirkan tersebut. Dengan mengatur serta
mengendalikan tenaga saktinya, suaminya menusukkan
beberapa buah jarum emas dan perak di atas perut dan dada
wanita itu.
Kwa Siok Eng lalu membuka almari obat-obatan.
Diambilnya beberapa buah botol berisi cairan-cairan bening
yang sering dipergunakan oleh suaminya kalau sedang
memeriksa jenis darah orang yang ditolongnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Inikah cairan yang harus kupergunakan untuk memeriksa
darah mereka, ko-ko?”
“Ya! Cepatlah .........!” Chu Seng Kun menjawab singkat.
Kwa Siok Eng lalu meletakkan botol-botol dan cawan-cawan
yang dipegangnya diatas meja. Kemudian sambil membawa
sebuah cawan kecil lagi ia mengambil darah Tui Lan. Wanita
muda itu masih belum sadarkan diri. Itulah sebabnya kelahiran
bayinya mengalami kesulitan dan harus dibantu oleh Chu Seng
Kun.
“Ko-ko, kau dan aku juga harus diperiksa darahnya. Siapa
tahu justru darahmu atau darahku yang cocok untuk
menambah darahnya?” Siok Eng berkata kepada suaminya.
“Baik! Ambillah !”
sementara itu selagi semua penghuni rumah tersebut
sedang berjuang untuk menyelamatkan nyawa Tui Lan dan
anaknya, diluar rumah tampak tiga orang lelaki dan
perempuan sedang mengendap-endap mendekati rumah itu.
Mereka adalah Tung-hai Nung-jin dan dua orang
keponakannya, Tiauw Li Ing dan Tiauw Kiat Su.
'"Benarkah kakek tua yang kita lihat itu masuk ke rumah
ini?" Tiauw Li Ing berbisik kepada kakaknya.
"Tentu. Akan kemana lagi? Inilah satu-satunya rumah yang
ada di tempat ini." Tiauw Kiat Su menjawab mantap.
“Hati-hatilah ! Rumah ini sangat mencurigakan.
Penghuninya tentu bukan orang sembarangan. Hatiku merasa
berdebar-debar." Tung-hai Nung-Jin memperingatkan
keponakannya.
“Ah, paman....... Apa yang mesti kita takutkan?" Tiauw Li
Ing menggerutu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Paman. Paman tidak usah cemas. Kalau ada apaapa,
serahkan saja kepada kami berdua. Tanggung beres!”
Tiauw Kiat Su menyambung perkataan adiknya.
Tung-hai Nung-jin menghela napas. "Beres? Hmmh! Kalian
ini masih tetap saja seperti dulu. Meremehkan orang lain,
sombong dan kurang perhitungan. Bagaimana kalau orang
yang mempunyai rumah ini seorang tokoh sakti yang sedang
mengasingkan diri? Apakah peristiwa dengan Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai itu belum membuat jera juga?”
"Jera.....! Hahaha! Bukankah pendekar yang diagungagungkan
orang itu akhirnya terluka di tangan guruku, Giokbin
Tok-ong?” Tiauw Kiat Su menyahut dengan tertawa.
Sekali lagi Petani Dari Lautan Timur itu menarik napas
panjang. ''Hmm, sejak dulu sifatmu selalu begitu. Bersandar
pada kekuatan orang lain. Dulu kalian selalu mengandalkan
kekuatan ayahmu, sekarang kalian mengandalkan kekuatan
gurumu. Ya.....kalau orang yang kalian pakai untuk bersandar
itu selalu berada di dekatmu. Kalau tidak?"
"Paman maksudkan kalau tiba-tiba di rumah itu muncul
tokoh sakti semacam Hong-gi-hiap, padahal sekarang guruku
tidak ada, begitu?" tiauw Kiat Su mendengus.
"Ya! Lalu yang hendak kau andalkan untuk melawannya?"
Tiauw Kiat Su tersenyum. Tiba-tiba pemuda itu
mengeluarkan sebuah benda bulat sebesar telur penyu, yang
tidak lain adalah pek-lek-tan, senjata peledak kepunyaan Giok
bin Tok-ong! Dengan senyum kemenangan pemuda itu
menimang-nimang peluru maut tersebut di tangannya.
Bukan main kagetnya Tung-hai Nung jin melihat itu! "Hatihati!"
teriaknya.
"Hahaha.......! Bagaimanakah Paman? Apakah paman
masih menyangsikan kemampuanku? Paman telah melihat
sendiri kedahsyatan peluru ini. Hong-gi-hiap Souw Thian Hai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang disohorkan orang itupun tak kuasa melawan senjata ini,
apalagi orang lain. Apa yang mesti ditakutkan lagi?"
"Bagus! Kalau begitu.....marilah kita masuki rumah itu! Kita
cari kakek tua yang mencurigakan itu!” Tiauw Li Ing berseru
gembira.
Tung-hai Nung-jin terpaksa tidak bisa membantah lagi.
Diikutinya saja kedua orang keponakannya itu dari belakang.
Tangannya tak pernah lepas dari tangkai paculnya.
Tiba-tiba suara tangis bayi terdengar sampai di telinga
mereka.
"Hei! Aku mendengar suara tangis bayi." Tiauw Kiat Su
berdesah kaget.
"Ah, peduli amat! Mari kita masuk!” Tiauw Li Ing
menggeram, lalu mendorong pintu rumah itu.
Jilid 14
Gerrrrtttt.......!
Pintu terbuka. Tanpa mengendorkan kewaspadaan mereka
masuk. Oleh karena ruang depan tidak ada orangnya, maka
mereka bertiga lalu masuk ke ruang dalam. Dan......... mereka
segera berhadapan dengan Souw Lian Cu dan Lo Hoat yang
sedang sibuk merawat orok yang baru lahir itu.
Sementara itu di dalam kamar pengobatan keadaannya
juga tidak kalah tegangnya. Tui Lan mulai sadar dari
pingsannya. Namun karena tubuhnya sangat lemah, maka dia
hanya bisa membuka matanya saja. Bibirnya yang kering dan
pucat itu tampak bergetaran menahan sakit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tenanglah nyonya. Kau dan bayimu selamat. Sekarang
berusahalah untuk mengerahkan tenaga saktimu, aku akan
membantumu dari luar!" Chu Seng Kun berkata dengan suara
bergetar pula. Seluruh kekuatannya juga hampir terkuras
habis untuk menolong persalinan yang sulit itu.
Mata Tui Lan tampak terbelalak mendengar tentang
kelahiran bayinya. Ada terpancar perasaan gembira dan
bahagia di dalam pandang matanya. Namun sinar
kebahagiaan itu segera lenyap kembali tatkala ia menyadari
keadaan tubuhnya yang tak berpengharapan lagi itu. Sekejab
malah terbayang kembali tubuh suaminya yang terseret arus
air di bawah tanah itu.
"Ko-ko......." bisiknya perlahan hampir tak terdengar sama
sekali.
Chu Seng Kun melepaskan kedua telapak tangannya yang
menempel di atas perut Tui Lan. "Eng-moi! Bagaimanakah
pekerjaanmu? Ada yang cocok untuknya?" desaknya kepada
Kwa Siok Eng, isterinya.
"Oh..... sungguh beruntung sekali dia! darah Lian Cu
ternyata cocok dengan darahnya !" Siok Eng menjawab
hampir bersorak.
"Bagus! Kalau begitu panggil Lian Cu kemari.........!"
Siok Eng cepat melesat keluar dan berlari ke ruang tengah.
"Lian Cu, kau di.........?" serunya terputus begitu menyaksikan
apa yang terjadi di ruangan tersebut.
Ternyata tempat itu telah menjadi ajang pertempuran yang
seru. Lo Hoat yang tua itu bertempur dengan seorang lelaki
kurus bersenjata pacul sedangkan Souw Lian Cu menghadapi
seorang gadis cantik membawa kipas besi. Mereka berkelahi
dan bertarung dengan hebatnya, sementara di dekat pintu
masih terlihat seorang lagi yang masih menganggur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekilas pandang saja Kwa Siok Eng sudah bisa melihat
bahwa orang-orang yang datang itu rata-rata memiliki
kepandaian di atas suaminya dan dirinya sendiri. Dan Kwa
Siok Eng segera dapat mengenali pula lelaki kurus bersenjata
pacul tersebut.
"Tung-hai Nung-Jin! Oh, kenapa bajak laut itu sampai
berada di tempat yang terpencil seperti ini? Dan......siapa pula
gadis lihai yang bertempur dengan Lian Cu itu? Celaka......!"
Siok Eng berdesah cemas.
Kedatangan Siok Eng itu segera diketahui oleh pemuda
yang berdiri di dekat pintu.
"Ahaaa! Ternyata masih ada penghuni lain di rumah ini !"
pemuda yang tidak lain adalah Tiauw Kiat Su itu tertawa
gembira sambil melangkah menghampiri Siok Eng.
Siok Eng mundur kembali. Namun begitu teringat akan
suaminya yang sedang mengobati orang, langkahnya segera
terhenti. "Mereka tidak boleh ke kamar pengobatan."
desahnya di dalam hati.
Apa sebenarnya yang telah terjadi? Mengapa begitu datang
rombongan Tung-hai Nung-jin itu langsung bergebrak dengan
kakek Hoat dan Souw Lian Cu?
Ternyata begitu berhadapan muka, Souw Lian Cu dan
kakak-beradik She Tiauw langsung saling mengenal. Mereka
semua pernah berjumpa beberapa tahun yang lalu di dusun
Ho-ma-cun meskipun hanya sebentar. (Baca: Pendekar
Penyebar Maut). Pada waktu itu Tiauw Kiat Su mulai menaruh
perhatian kepada Souw Lian Cu yang buntung lengan kirinya,
walaupun di dalam pertemuan tersebut sama sekali ia tak
mengerti kalau gadis yang menarik hatinya itu adalah puteri
Hong gi-hiap Souw Thian Hai.
"Hei, ko-ko! Aku ingat gadis buntung ini! Kita pernah
menjumpainya di desa Ho-ma-cun beberapa tahun yang lalu,
ketika kita berdua baru pertama kalinya menginjakkan kaki di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dunia kang-ouw......" Tiauw Li Ing berseru seraya
mengacungkan jarinya ke arah Souw Lian Cu, yang sedang
sibuk menjaga orok itu.
"Kau.....kau benar, Ing-moi ! Ooh...... selamat bertemu
kembali, nona."
“Hei! Hei! Jangan ngawur kau! Masih saja panggil nona
nonaan seperti dulu. Lihat bayi yang di dekatnya itu!"
'"Eh.....!?!" Tiauw Kiat Su tersentak kaget.
Sementara itu Tung-hai Nung-jin tampak mendekati kakek
Hoat. "Aha.....akhirnya ketemu juga kau! Kenapa kau tadi
berlari sambil mengendap-endap di dalam hutan itu? Dan apa
yang kaubawa tadi? Kau seperti menggendong orang. Mana
orang itu, heh?" katanya dengan suara dingin.
Lo Hoat menatap wajah lawannya. Hatinya sedikit bergetar
juga melihat senjata pacul di tangan orang itu. Soalnya tiada
seorangpun di dunia persilatan saat itu yang bersenjatakan
pacul selain bajak laut Tung-hai Nung-Jin di Lautan Timur.
Padahal ia menyadari bahwa ia takkan mampu menjinakkan
pacul tersebut. Oleh karena itu ia berusaha untuk tidak
membuat onar terlebih dulu.
"Maaf, apakah aku yang tua ini berhadapan dengan Tunghai
Nung-jin dari Lautan Timur itu?" sapanya halus.
Tung-hai Nung-jin mendengus melalui lobang hidungnya.
"Tidak salah! Nah, lekaslah kaujawab pertanyaanku tadi!"
Lo Hoat menghela napas. Bagaimana pun juga ia adalah
bekas pengawal kaisar yang disegani orang. Sikap dan ucapan
Tung-hai Nung-jin yang kurang bersahabat itu lambat laun
memanaskan hatinya juga.
"Maaf, apa peduli Tuan dengan semua yang kulakukan di
hutan itu? Bukankah aku tidak mengganggu kepentingan
Tuan?" katanya sedikit keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setan! Kau tidak mau menjawab pertanyaanku? Apakah
kau ingin dipaksa dahulu untuk menjawabnya?"
"Tuan jangan terlalu kasar di rumah orang! Tuan adalah
tamu di sini." Lo Hoat masih tetap berusaha mencegah
pertumpahan darah.
Akhirnya Souw Lian Cu maju ke depan. Ditariknya lengan
Lo Hoat ke belakang. Lalu katanya kepada tamu-tamu yang
tak diundangnya itu. "Harap cu-wi duduk dahulu yang baik.
Kita bisa berbicara tentang maksud cu-wi datang ke sini
nanti......kita tak perlu bersitegang leher tanpa alasan yang
pasti. Nah, silakan.......!”
Sebenarnya hati Souw Lian Cu sendiri juga sudah mulai
terbakar melihat tingkah laku tamu-tamunya. Sejak Tiauw Kiat
Ing menyebutnya gadis buntung tadi, hatinya sudah mulai
tersinggung. Apalagi ketika ia disangka telah kawin dan
mempunyai anak. Namun semuanya itu ditelannya saja di
dalam hati, karena ia mengingat sesuatu yang lebih penting,
yaitu keselamatan bayi itu dan ibunya.
Tapi keinginannya tersebut agaknya tidak terkabul. Tunghai
Nung-jin yang sudah terlanjur bersikap garang itu
tampaknya malu untuk mengubah sikapnya. Apalagi bajak laut
yang sudah terbiasa bersikap kejam dan sewenang-wenang itu
melihat tiada orang yang perlu ditakuti di dalam rumah
tersebut.
"Tak perlu! Kami datang tidak untuk bertamu. Kami datang
untuk mencari orang tua itu! Nah, kau tidak perlu ikut campur
agar kami tak usah membunuhmu!" bentaknya dengan suara
bengis.
"Benar, nona.....eh, nyonya. Kau tak perlu ikut campur
dalam urusan ini. Sayangilah kecantikanmu. Kau......eh,
dimanakah suamimu?" Tiauw Kiat Su tiba-tiba melangkah
maju dan mencoba untuk menggoda Souw Lian Cu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata Souw Lian Cu juga tak kuasa mengendalikan
kemarahannya. "Tutup mulutmu! Kalian semua memang
manusia tak punya aturan dan sopan-santun sama sekali !
Seenaknya saja masuk ke rumah orang! Masih pula berlaku
kurang ajar, membentak-bentak dan main paksa lagi ! Huh!
Ayoh, sekarang pergi dari s ini! Pergi!" hardiknya dengan suara
menggeledek. Karena marah, otomatis tenaga dalamnya
bekerja, sehingga suaranya benar-benar seperti petir yang
meledak di telinga para pendengarnya.
Tung-hai Nung-jin dan keponakannya tersentak kaget.
Mereka sama sekali tidak mengira kalau gadis buntung itu
memiliki lwee-kang sedemikian tingginya. Namun hal itu justru
mengelitik hati Tiauw Li Ing malah! Sebagai gadis yang
congkak dan gemar membuat kerusuhan, tantangan Souw
Lian Cu itu segera ditanggapi dengan gembira sekali.
"Bagus! Kalau kami tidak mau pergi, kau mau apa? Main
paksa juga? Hihi hihii..........!"
Saking marahnya Souw Lian Cu tak bisa berkata-kata lagi.
Langsung saja ia menyerang gadis congkak itu. Telapak
tangan tunggalnya mendorong lurus ke depan, ke arah ulu
hati lawannya. Sederhana saja gerakannya, namun dari
telapak tangan itu tiba-tiba mengeluarkan asap kemerahmerahan,
seperti halnya kayu bakar yang baru dikeluarkan
dari tungku api. Dan pengaruh yang ditimbulkannya ternyata
juga sangat hebat. Udara panas terasa membakar ke tubuh
Tiauw Li Ing.
Mengetahui lawannya memilik ilmu silat tinggi, Tiauw Li Ing
semakin menjadi bersemangat lagi. Gadis yang selalu
menyombongkan kepandaiannya itu segera mengerahkan ilmu
andalannya pula.
Sambil berputar ke samping ia menghantam pergelangan
tangan Souw Lian Cu. Dan serangkum udara dingin segera
menerjang ke depan, memotong pancaran hawa panas yang
ditimbulkan oleh serangan Souw Lian Cu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ceeeeeeeeeeeeess......!
Belum juga tangan mereka bertemu, udara panas dan
udara dingin yang mereka timbulkan telah bentrok terlebih
dahulu. Dan bentrokan tersebut menimbulkan suara berdesis
seperti api tersiram hujan.
Plaaak. Dan kedua buah telapak tangan itu akhirnya
bertemu pula. Selanjutnya, masing-masing telapak tangan
tersebut terpental kembali. Tiauw Li Ing meringis kesakitan.
Telapak tangannya seperti menyentuh lidah api. Sementara
Souw Lian Cu sendiri juga tampak menggigit bibirnya pula,
karena tangannya seperti terperosok ke dalam lobang es yang
dingin luar biasa.
Keduanya lalu berdiri berhadapan. Masing-masing merasa
terkejut atas kedahsyatan ilmu lawannya. Terutama Tiauw Li
Ing. Gadis itu sama sekali tak menyangka kalau gadis buntung
yang dianggapnya lemah itu ternyata menyimpan kekuatan
yang luar biasa. Malahan pada benturan mereka yang pertama
tadi, kekuatannya masih terasa sedikit kalah dibandingkan
dengan kekuatan lawannya itu. Dan hal itu semakin
menambah kegusarannya. Dikerahkannya seluruh
kekuatannya kemudian menyerang kembali dengan
dahsyatnya.
Souw Lian Cu pun tidak mau tinggal diam pula.
Dikerahkannya tenaga sakti Ang-pek Sin kang warisan
ayahnya, kemudian menyambut serangan lawannya itu
dengan tidak kalah garangnya. Demikianlah, mereka pun lalu
terlibat dalam pertempuran yang hebat dan seru.
Tentu saja keributan tersebut menyebabkan bayi yang
sedang berada di dalam perawatan khusus itu menjadi gelisah
dan menangis keras. Lo Hoat tak tega mendengarnya.
Bergegas ia menghampiri.
Namun Tung-hai Nung-jin cepat mencegatnya. Tanpa
memberi peringatan terlebih dahulu iblis dari Lautan Timur itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang dengan paculnya. Yiuuss........! Mata pacul yang
tajam itu menyambar leher Lo Hoat.
Lo Hoat dengan tangkas mengelak. Tiba-tiba tangannya
sudah memegang ruyung berantai, yaitu tiga potong besi
pendek yang masing-masing dihubungkan dengan rantai
pendek pula. Ruyung tiga ruas itu segera menyambarnyambar
dengan dahsyatnya mengurung pacul lawannya.
Dan keadaan yang seperti itulah yang kemudian disaksikan
oleh Kwa Siok Eng!
Kwa Siok Eng menjadi kaget dan bingung. Sekejap ia tak
tahu apa yang mesti dia lakukan. Semuanya berlangsung
dengan mendadak dan tak disangka-sangka sebelumnya. Dan
pada saat itulah tiba-tiba Tiauw Kiat Su datang mendekatinya.
Dengan mulut meringis itu menegurnya.
"Ahaa...... ternyata masih ada penghuni lain di rumah ini !"
Kwa Siok Eng melangkah mundur, namun segera berhenti
tatkala teringat keadaan di kamar pengobatan. "Kalian
siapa......? Mengapa tiba-tiba membuat onar di rumahku ini?"
sapanya pura-pura tidak mengenal mereka.
Tiauw Kiat Su tertawa. "Ah, nyonya tidak mengenal kami?
Hahaha.......dengarlah! Kami datang dari Lautan Timur. Kami
berdua adalah putera Tung-hai tiauw. Dan orang tua itu
adalah pamanku, Tung-hai Nung-jin. Masakan nyonya belum
mendengar nama pamanku itu?" katanya seraya menunjuki ke
arah Tung-hai Nung-jin.
"Tung-hai Nung-jin......? Mengapa dia sampai datang
kemari? Ada urusan apa sebenarnya?" Kwa Siok Eng purapura
terkejut.
"Ketahuilah, nyonya. Kami bertiga sedang mencari seorang
wanita muda berwajah cantik. Wanita itu mengenakan baju
kulit ular. Dia berada di sekitar tempat ini. Tadi secara tidak
sengaja kami melihat kakek tua itu berlari mengendap-endap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuju ke rumah ini. Dia menggendong sesosok tubuh
manusia. Tapi ketika kami tanyakan, kakek tua itu tidak mau
berterus terang. Itulah sebabnya kami menyerang......."
"Ahh......!"
Kwa Siok Eng berdesah. Serba sedikit nyonya rumah ini
mulai mendapat gambaran tentang wanita muda yang kini
sedang dirawat oleh suaminya itu. Tampaknya wanita muda
itu adalah musuh keluarga Tiauw, dan sekarang sedang
dikejar-kejar sampai di tempat ini.
“Hmm, siapakah nama nyonya? Apakah kakek tua itu
ayahmu? Siapakah dia? Kulihat kepandaiannya juga tidak
rendah. Bisa melayani pamanku sedemikian lamanya.” Tiauw
Kiat Su bertanya kepada Kwa Siok Eng lalu mengalihkan
pandangannya ke arena pertempuran. "Dan.. gadis buntung
itu! Siapakan dia? Benarkah bayi yang ada di tengah-tengah
barisan lilin itu anaknya?"
Kwa Siok Eng tidak segera menjawab. Pikirannya sedang
bingung memikirkan kemelut yang kini sedang dihadapinya. Ia
tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menolong jiwa
wanita muda dan bayinya yang kini sedang berjuang untuk
hidup itu. Apa lagi keduanya harus lekas-lekas mendapatkan
pertolongan sekarang.
"Tapi.....tapi rumah ini sedang kedatangan perusuh. Dan
Souw Lian Cu yang seharusnya menyumbangkan darahnya
kini sedang bertempur dengan musuh. Oh ......bagaimana ini?"
pikirnya dengan gelisah.
"Huh! Mengapa nyonya diam saja?" tiba-tiba Tiauw Kiat Su
membentak tak senang.
"Aku…..oh.....ini........"
Kwa Siok Eng menjadi semakin gugup dan berkeringat.
Apalagi ketika suaminya tiba tiba berseru dari dalam, "EngTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
moi! Suara apakah itu? Mengapa ribut benar? Dimanakah
Souw Lian Cu? Mengapa lama sekali? Lekaslah......!"
Tiauw Kiat Su terperanjat, dan Kwa Siok Eng pun menjadi
pucat pula.
"Siapakah dia? Suamimu? Kenapa dia tak keluar menemui
kami?” pemuda itu menggeram, lalu melangkah ke ruang
pengobatan.
"Berhenti!" Kwa Siok Eng menjerit keras, kemudian melesat
ke depan, menghalang di muka Tiauw Kiat Su.
Tiauw Kiat Su tersenyum dingin. Wajahnya berubah
menjadi kejam dan haus darah.
"Hahaha........ agaknya ada sesuatu yang kalian
sembunyikan. Apakah itu? Wanita yang sedang kucari-cari itu?
Bagus! Akan kucari dia!"
"Jangan!" tanpa terasa Kwa Siok Eng berteriak pula.
"Engmoi! Kenapa kau berteriak-teriak? Ada apa di situ?"
Chu Seng Kun berseru lagi. Sama sekali tak menyangka kalau
di ruang tengah telah terjadi pertempuran yang
menegangkan. Seluruh perhatiannya hanya tercurah kepada
Tui Lan yang sedang meregang nyawa menghadapi maut.
"Rumah kita kedatangan rombongan bajak laut dari Lautan
Timur !” Kwa Siok Eng menjawab. "Tapi kau tak perlu
khawatir. Kami bertiga sanggup menghalau mereka."
"Rombongan bajak laut dari Lautan Timur?" Chu Seng Kun
mengulang tak percaya. "Tempat ini ada ratusan lie jauhnya
dari pantai. Bagaimana mereka bisa sampai kemari?"
Tiauw Kiat Su tertawa terbahak-bahak. "Lihat! Suamimu tak
percaya kalau kami bisa sampai di tempat ini. Hahaha ......!
Hayolah, sebutkan namamu sebelum mati! Aku akan
mengguratkan nama itu di batu nisanmu nanti, hahaha!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kulit muka Siok Eng yang putih halus itu menjadi merah
padam. Dan hatinya tiba-tiba menjadi muak pula menghadapi
sikap Tiauw kiat Su yang sombong dan kurang ajar itu. Mata
yang semula tampak ketakutan karena harus memikirkan
nasib sang suami dan orang-orang yang ditolongnya itu kini
tampak kaku dan dingin. Dan itulah sebenarnya watak asli dari
Kwa Siok Eng, karena jelek-jelek dia adalah puteri Kwa Eng Ki
Ketua Tai-bong-pai (Partai Kuburan Besar) yang terkenal itu.
“Hemmh....... tidak mudah membunuh aku. Cobalah!"
geramnya seraya mengerahkan tenaga sakti Hio-yensinkangnya
(Tenaga Sakti Asap Hio), yaitu tenaga sakti
andalan kaum Tai-bong-pai.
Kabut tipis berbau wangi tiba-tiba menyelimuti tubuh Kwa
Siok Eng. Kabut itu tercipta dari lapisan keringat Siok Eng
yang menguap karena adanya perubahan suhu badan secara
mendadak. Oleh sebab itu kabut tersebut segera hilang
dengan sendirinya.
Tiauw Kiat Su melangkah mundur setindak. Ilmu yang
diperlihatkannya oleh lawannya itu mengingatkannya kepada
cerita yang pernah didengarnya dari ayahnya. Yaitu cerita
tentang sebuah partai persilatan besar di daerah See-hek,
yang pada seratus tahun yang lalu didirikan oleb Cui-beng Kuiong,
salah seorang dari Empat Datuk Besar Persilatan zaman
itu.
Maka pemuda itupun tak mau berlaku sembrono lagi.
Langsung saja ia mengerahkan ilmu yang didapatnya dari
Giok-bin Tok-ong, gurunya yang baru. Mendadak serangkum
bau busuk yang sangat memuakkan tersebar dari dalam
tubuhnya membuyarkan bau wangi yang tadi berhembus dari
dalam tubuh Kwa Siok Eng. Begitu busuknya bau itu sehingga
orang-orang yang berada di dalam ruangan tersebut terasa
mau muntah karenanya.
"Awas, udara beracun!" Kwa Siok Eng yang sedikit banyak
sudah hapal akan ciri-ciri racun itu berteriak memperingatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawan-kawannya, kemudian cepat menerjang sumber racun
tersebut untuk menghentikannya.
Tiauw Kiat Su melenting pergi, mencari tempat yang luang
di dalam ruangan itu. Kwa Siok Eng segera mengejarnya. Dan
mereka pun lalu terlibat dalam pertarungan sengit dan
mendebarkan. Masing-masing memiliki ilmu yang aneh dan
mengerikan, sehingga untuk beberapa saat lamanya belum
dapat dipastikan, ilmu siapa yang lebih tinggi.
Sementara itu pertempuran antara Souw Lian Cu melawan
Tiauw Li Ing sudah mulai merayap ke tingkat yang paling
tinggi pada ilmu mereka. Dan pada puncak ilmu mereka
ternyata ilmu mereka mempunyai banyak kemiripan. Ternyata
masing masing memiliki tenaga dalam yang bersifat Im dan
Yang secara berbareng. Hanya bedanya, kalau Tiauw Li Ing
harus mengeraskannya secara berbareng, yaitu sekaligus yang
bersifat Im dan Yang.
"Hmm.....aku mengenal ilmu yang kaupakai ini! Coba
katakan, apa hubunganmu dengan Aliran Im-Yang-kauw!
Mengapa seorang puteri bajak laut seperti kau ini memiliki
ilmu silat Im-Yang-kun-hoat dari Aliran Im-Yang-kauw?" di
dalam kesibukannya Souw Lian Cu masih sempat menilai ilmu
silat lawannya.
Ternyata Tiauw Li Ing pun masih sempat menjawab pula,
"Apa yang perlu diherankan? Apakah seorang keturunan bajak
laut seperti aku ini tidak boleh mempelajarinya? Hi-hi-hihi.........!"
"Jadi kau benar-benar menguasai Im-Yang-kun-hoat dari
Im-Yang-kauw? Lalu......siapakah suhumu?" Souw Lian Cu
mendesak penasaran.
"Kalau kukatakan siapa guruku, kau tentu kaget
atau.....mengatakan bahwa aku seorang pembual. Hi-hi-hi....."
"Begitukah? Hmmh! Coba katakan !" Lian Cu mendesak dan
berhenti menyerang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiauw Li Ing tertawa melengking sebelum menjawab. Lalu
katanya mantap, "Guruku adalah tokoh terlihai di dalam Aliran
Im-Yang-kauw. Kau tahu siapa yang terlihai di dalam aliran
itu?"
"Kaumaksudkan ..... Toat-beng-jin (Manusia Pencabut
Nyawa)? Tai-si-ong (Kepala Kuil Agung).........? Atau...Kauw
Cu-si (Pengurus Agama) Tong Ciak?” Souw Lian Cu
menyebutkan beberapa orang tokoh Im-Yang-kauw yang
dikenalnya.
"Ah, pengetahuanmu benar-benar dangkal sekali. Kenapa
kau sebut nama-nama itu? Mereka hanya merupakan tokoh
tokoh kelas dua di dalam aliran itu."
"Tokoh kelas dua? Kurang ajar! Mereka adalah tokoh-tokoh
puncak aliran itu. Kenapa mereka kaukatakan sebagai tokohtokoh
kelas dua?" Souw Lian Cu membentak gemas.
"Dibandingkan dengan guruku mereka memang termasuk
kelas dua? Mau apa lagi? Apakah aku harus mengatakan yang
tidak benar?"
"Baiklah! Baiklah! Kau boleh mengatakan sesuka hatimu!
Sekarang sebutkan siapakah gurumu itu?"
Tiauw Li Ing tertawa gembira melihat kegusaran lawannya.
"Kau tahu.....siapakah pemimpin aliran Im-Yang-kauw yang
lama? Yang mengundurkan diri karena cacat matanya akibat
pi-bu dengan Put-chien-kang Cin-jin dari Bing-kauw itu?”
katanya berteka-teki.
Souw Lian Cu terperanjat. "Kau maksudkan....... bo-sin-ong
yang telah mengasingkan diri itu?" desahnya kemudian seperti
tak percaya.
"Nah, kau tak percaya dan menganggapku pembual,
bukan?"
Souw Lian Cu terdiam tak bisa menjawab. Di dalam
benaknya segera terbayang seorang Kakek buta yang amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti, yang di dalam Buku Rahasia tercatat sebagal tokoh
keenam pada urutan Pendekar Terkemuka dewasa ini.
Setingkat di bawah ayahnya, Hong-gi-hiap Souw Thian Hai.
Tapi yang ia tahu, orang tua itu sangat baik, seorang
pendekar tulen, yang menjunjung tinggi kebajikan dan
keluhuran budi. Maka dari itu sungguh amat mengherankan
bila orang tua itu sampai bisa mengambil murid gadis binal
seperti Tiauw Li Ing.
"Lo-sin-ong memang buta matanya akibat pi-bu melawan
Put-chien-kang Cin-jin belasan tahun yang lalu. Tetapi .....
masakan pendekar sakti itu juga buta hatinya, sehingga ia tak
bisa merasakan macam apa sebenarnya gadis puteri bajak laut
Tung-hai-tiauw itu?" pikirnya di dalam hati.
“Nah...... kau tak mempercayai kata-kataku, bukan? Huh,
aku tahu itu !" tiba-tiba Tiauw Li Ing mendengus keras,
sehingga Souw Lian Cu tersentak kaget dari lamunannya. Dan
sekejap kemudian puteri bajak laut dari Lautan Timur itu telah
menggenggam kipas besinya serta menerjang Souw Lian Cu
kembali.
Gadis berlengan tunggal itupun segera mengelak
menjauhinya, oleh karena tidak membawa senjata, maka dia
cepat mengubah cara bersilatnya. Kali ini ia mengeluarkan
ilmu warisan keluarganya yang lain, yang khusus untuk
melawan musuh-musuh bersenjata, yaitu Tai-lek Pek-khongciang
(Pukulan Tangan kosong Bertenaga Mukjijat). Dengan
ilmu yang dahsyat ini Souw Lian Cu dapat melukai lawannya
dari jarak jauh, tanpa harus menyentuh tubuh musuhnya itu.
Dalam jarak tertentu angin tajam yang meluncur dari telapak
tangan atau ujung-ujung jari Souw Lian Cu, bisa melukai kulit
dan daging lawannya seperti halnya pukulan tangan atau
tajamnya ujung pedang biasa.
Cussss! Cussss! Cussss!
Angin tajam melesat ke depan menyerang jalan darah suki-
hiat dan po ki-hiat di dada Tiauw Li Ing ketika ujung jari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lian Cu menotok dari jarak jauh. Dalam kagetnya Tiauw
Li Ing cepat membuang dirinya ke samping sambil
mengayunkan kipasnya untuk menangkis.
Tak ! Tak ! Cuuuus ! Kipasnya tergetar mundur seperti
dihantam ujung pedang, sedangkan tubuhnya terdorong ke
belakang seperti didesak oleh sebuah tenaga yang maha
besar, sehingga Tiauw Li Ing menjadi pucat dan mengumpatumpat
tiada habisnya. Apalagi ketika sudah bisa berdiri tegak
kembali, dilihatnya ujung lengan bajunya tampak berlobang
seperti bekas disundut api.
"Gila! Perempuan Gila! Ilmu apakah yang kaukeluarkan
itu?" jeritnya.
"Apakah kau takut? Inilah Tai-lek Pek-khong-ciang warisan
keluargaku," Souw Lian Cu mengejek.
"Tai-lek Pek-khong-ciang dari keluarga Souw?
Hei.....apakah kau mempunyai hubungan keluarga dengan
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai?" tanya Tiauw Li Ing dengan
suara semakin kaget.
"Beliau adalah......ayahku!" dengan tenangnya Souw Lian
Cu menjawab.
Tapi jawaban itu bagaikan petir siang bolong bagi Tiauw Li
Ing dan kawan-kawannya. Sama sekali tak mereka sangka
kalau gadis buntung tersebut adalah puteri Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai yang mereka segani itu.
Tung-hai Nung-Jin yang sudah mulai bisa mendesak Lo
Hoat itu tiba-tiba meloncat mundur. Sambil mengawasi Tiauw
Kiat Su ia berkata, "Nah.... apa kataku? Tampaknya kita telah
membentur batu karang lagi hari ini." sungutnya kesal.
Sebaliknya Tiauw Kiat Su yang masih bertarung ramai
dengan Kwa Siok Eng itu malah tertawa terbahak-bahak untuk
menutupi keterkejutannya. "Hahaha......! Apa bedanya kalau
dia itu anak Hong-gi-hiap Souw Thian Hai? Apakah paman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah lupa pada senjata pek-lek-tanku? Kalau ayahnya saja
bisa disingkirkan, maka apa sukarnya melenyapkan anaknya?
Hahahaha..........!"
Diam-diam tersentak juga hati Souw Lian Cu mendengar
perkataan Tiauw Kiat Su itu. Benarkah mereka telah
menyingkirkan ayahnya? Di mana mereka bertemu dengan
ayahnya itu?
"Bertahun-tahun aku tak berjumpa dan mendengar tentang
ayah. Kini ada orang yang berkata bahwa ia telah
disingkirkannya. Hmm.....benarkah kata-kata orang ini?"
pikirnya gelisah.
Karena gelisah otomatis serangan Souw Lian Cu menjadi
kendor. Dan kesempatan itu benar-benar tak disia-siakan oleh
lawannya. Dengan menghentakkan seluruh kemampuannya
Tiauw Li Ing menerjang Souw Lian Cu. Tiba-tiba saja kipasnya
ia lemparkan ke perut Souw Lian Cu seperti layaknya seorang
suku bangsa liar melemparkan pisaunya.
Thaaaaar !
Tiba-tiba kipas besi itu meledak sebelum mencapai
sasarannya, lembaran-lembaran daun kipasnya terlepas dari
tangkai pegangan, melesat terus ke depan, bagai belasan
anak panah, menyerang seluruh bagian depan tubuh Souw
Lian Cu yang terbuka! Bersamaan dengan itu pula Tiauw Li
Ing masih melepaskan lagi belasan batang paku beracun
untuk mencegat gerakan Souw Lian Cu kalau mau
mengelakkan diri!
"OeekK......! Ooeek.....! Oooooek.......?" mendadak bayi
yang berada di dalam lingkaran api lilin itu tersengal-sengal.
Ternyata separuh dari api lilin tersebut telah padam akibat
angin pukulan yang berseliweran di tempat itu.
"Aaaa!" Lo Hoat yang berada paling dekat dengan bayi itu
berdesah cemas. Namun sebelum ia beranjak untuk menolong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bayi tersebut, Tung-hai Nung-jin sudah menyerangnya
kembali dengan paculnya.
"Jangan hiraukan bayi itu! Mari kita lanjutkan pertarungan
kita!"
Lo Hoat cepat mengelak. "Tapi.... bayi itu! Dia.... dia
tersengal sengal kedinginan! Dia bisa mati!" teriaknya.
"Persetan dengan bayi itu! Nyawamu sendiri juga berada di
ujung paculku!"
"Iblis kejam! Iblis tak punyai hati!" Lo Hoat memekik
marah, lalu mengayunkan ruyungnya.
"Oeeeek ! Oeeek! Oeeek..........!" bayi itu semakin
tersengal-sengal.
Ternyata tangis bayi itu terdengar pula oleh Kwa Siok Eng
yang sedang bertempur melawan Tiauw Kiat Su. Dan seperti
juga kawan-kawannya, ia menjadi kaget dan cemas
memikirkan bayi yang sedang menghadapi maut tersebut.
"Oh.... anak itu!" la menoleh dan menjerit. Wajahnya pucat
pasi.
Tapi sekejap saja perhatiannya terpecah, sebuah totokan
Tiauw Kiat Su telah menerobos pertahanannya dan tepat
mengenai jalan darah Ki-hu-hiat di pundak kirinya.
"Aduuuuh!" ia mengeluh dan cepat-cepat meloncat mundur
untuk menghindari serangan Tiauw Kiat Su yang lain. Namun
dengan demikian tangan kirinya telah menjadi lumpuh untuk
sementara waktu. Sakitnya pun tiada terkatakan lagi.
"Kau dengar ucapan pamanku tadi? Hahaha....... jangan
hiraukan bayi celaka itu! Pikirkanlah saja dulu jiwamu!" Tiauw
Kiat Su tertawa.
"Setan! Kalian memang setan, bukan manusia!
Ooough.......!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwa Siok Eng menggigit bibirnya, lalu menyerang lawannya
dengan kemarahan yang meluap-luap. Karena lengan kirinya
lumpuh, maka ia menggunakan lengan kanannya untuk
memukul. Dalam kemarahannya Siok Eng melepaskan seluruh
tenaga saktinya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau
pengaruhnya benar-benar hebat luar biasa.
Serangkum udara dingin berembus mengiringi pukulannya,
bagaikan badai salju yang bertiup membekukan. Belum juga
pukulan itu menyentuh dada Tiauw Kiat Su, pemuda itu sudah
menggigil kedinginan.
"Gila! Ternyata kau masih menyimpan ilmu yang hebat
juga!" pemuda itu cepat menggeram sambil mengerahkan
lwee kangnya, lalu meronta untuk membebaskan dirinya dari
pengaruh udara dingin tersebut.
Namun untuk selanjutnya pemuda itu menjadi kaget dan
terheran-heran ketika menyaksikan lawannya bersilat dengan
cara yang aneh serta mengerikan. Lawannya itu meloncatloncat
dengan tubuh lurus kaku seperti mayat, tapi dengan
gerakan yang gesit dan cepat luar biasa. Begitu tangkas
gerakannya, baik ketika berputar, membalik, melenting
ataupun meliukkan tubuh, sehingga ia menjadi bingung dan
sulit menentukan, yang mana bagian kepala atau bagian kaki
dari lawannya itu.
"Perempuan gila! Siapakah kau sebenarnya? Mengapa kau
mahir memainkan Ilmu Silat Mayat Mabuk dari Tai-bong-pai?"
Tiauw Kiat Su yang terheran-heran itu menjerit marah.
"Jangan hiraukan siapa aku! Lihat serangan!" Kwa Siok Eng
membentak.
"Bagus! Aku memang tidak peduli siapapun kau ini! Kalau
aku tadi bertanya kepadamu, hal itu hanya karena aku ingin
mengetahui siapa yang telah kubunuh di rumah ini!"
Tapi Kwa Siok Eng tak mau melayani kata-kata pemuda itu.
Sebaliknya ia benar-benar melepaskan seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuannya untuk melawan pemuda lihai itu. Sayang
lengan kirinya telah lumpuh sehingga kehebatan ilmunya itu
menjadi berkurang pula karenanya.
Sementara itu Souw Lian Cu yang berada dalam keadaan
yang sulit karena terancam oleh pecahan kipas dan sambaran
paku-paku beracun itu tak mampu berbuat banyak lagi.
Kemana pun ia bergerak akan tetap terancam oleh senjata
rahasia lawan. Oleh karena itu ia segera membulatkan hatinya
untuk mengadu jiwa dengan musuhnya.
Mula-mula dikerahkannya seluruh tenaga sakti yang
diyakininya selama ini untuk melindungi tubuhnya. Kemudian
dengan sekuat tenaga ia mengayunkan lengan baju kirinya
yang kosong ke depan, untuk menangkis senjata rahasia yang
berhamburan ke arah dirinya itu sedapat dapatnya. Setelah itu
dengan sisa-sisa tenaganya ia menotok tiga kali ke arah perut,
paha dan dada Tiauw Li Ing dengan Tai-lek Pek-khongciangnya.
Plaaak! Thaakk! Thmgg! Cuuus!
Lengan baju Souw Lian Cu yang berubah keras bagai besi
itu menghantam hampir sebagian besar pecahan kipas yang
melesat ke arah dirinya. Sedangkan pecahan kipas yang lolos
dari tangkisan lengan bajunya terpaksa ia biarkan
menghunjam ke dalam dagingnya. Sementara itu paku-paku
beracun yang dilontarkan oleh Tiauw Li Ing menjadi hilang
kegunaannya karena ia sama sekali tak bergerak untuk
mengelak dari serangan beruntun tersebut.
Souw Lian Cu mengeluh panjang dan jatuh pingsan karena
terkena dua buah pecahan kipas di kedua lututnya. Namun
bersamaan dengan itu juga lawannya pun terjerembab ke
lantai pula, karena bagian paha dan perutnya terluka
mengucurkan darah akibat totokan jarinya yang ampuh.
Sehingga dengan demikian mereka berdua sama-sama terluka
cukup parah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam arena yang lain, Tung-hai Nung-jin telah
mengurung Lo Hoat dengan senjata paculnya. Bajak laut yang
lihai itu telah sampai pada ilmu puncaknya pula. Ia telah
mencopot semua pakaiannya, sehingga ia hanya mengenakan
cawat kecil saja. Namun dengan demikian ia justru menjadi
lebih berbahaya, karena hal itu berarti dia telah mengetrapkan
ilmu andalannya, yaitu Ban-seng-kun (Ilmu Selaksa Bintang).
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba tubuh Tung-hai
Nung-jin yang terbuka itu mengeluarkan keringat yang bukan
main banyaknya. Dan keringat itu lalu mengalir, menetes dan
kemudian memercik berhamburan ke mana-mana. Terkena
pantulan sinar matahari yang masuk melalui lobang jendela,
percikan air keringat itu menjadi gemerlapan seperti kunangkunang
yang berterbangan di sawah pada malam hari.
Bedanya, selain berbau dan sangat menjijikkan, percikan
keringat itu dapat menyakiti atau bahkan dapat melukai kulit
lawannya.
Sudah terkurung oleh pacul lawan, masih juga harus
menghadapi percikan-percikan air keringat yang berbahaya
itu. Maka sungguh tidak mengherankan kalau sebentar saja Lo
Hoat sudah berada di ujung maut. Praktis senjata ruyung yang
dipegangnya itu tak bisa dipakai untuk bertahan lagi. Sedikit
demi sedikit percikan keringat lawannya mulai melukai kulit
dagingnya. Malah beberapa saat kemudian ruyungnya
terlempar jatuh oleh gebrakan pacul Tung-hai Nung-jin.
Sehingga untuk selanjutnya ia hanya menantikan saat
kematiannya saja. Namun demikian ia telah bertekad untuk
mati dengan cara ksatria, yaitu berjuang sampai titik darah
penghabisan.
Sementara itu di arena yang lain lagi, Kwa Siok Eng
sebentar-sebentar menoleh ke arah bayi yang tersengalsengal
menghadapi maut itu. Dilihatnya lilin-lilin yang
menghangatkan bayi tersebut sudah banyak yang padam,
sehingga bibir dan kulit muka bayi itu telah menjadi biru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedinginan. Dan Siok Eng yang sudah lama mendambakan
seorang anak di dalam keluarganya itu tampak semakin
tersentuh hatinya. Akibatnya konsentrasinya menjadi sering
terpecah karenanya.
Sudah lengan kirinya lumpuh, kini masih sering terpecah
pula konsentrasinya. Maka tidaklah mengherankan juga
apabila daya perlawanannya semakin lemah pula akhirnya,
biarpun ilmu silat Mayat Mabuk itu merupakan ilmu yang
mengiriskan, namun Tiauw Kiat Su pun juga memiliki ilmu
yang hebat pula. Itulah sebabnya semakin lama ia menjadi
semakin terdesak di bawah angin. Malah beberapa saat
kemudian lengan kanannya pun juga terpukul lumpuh oleh
pukulan lawannya.
"Aaaaah....!" pekiknya kesakitan.
"Aaaaaaargh.......!?!" terdengar pula raungan Lo Hoat
karena perutnya terhunjam oleh pacul Tung-hai Nung-jin.
Lo Hoat dan Kwa Siok Eng terlempar ke atas lantai dalam
waktu bersamaan. Kwa Siok Eng segera bangkit duduk,
namun Lo Hoat tak bisa. Kakek tua itu malah terlentang
mendekap perutnya. Darah mengucur tak henti-hentinya dari
lukanya yang menganga. Namun demikian kakek itu masih
tetap sadar dan terang pikirannya.
Tung-hai Nung-jin dan Tiauw Kiat Su tertawa gembira atas
kemenangan mereka. Tapi mereka segera terdiam kembali
ketika melihat Tiauw Li Ing terkapar kesakitan di atas lantai.
Bergegas keduanya menghampiri.
Tapi pada saat itu pula Chu Seng Kun memasuki ruangan
tersebut. Dengan badan yang masih tampak lemah sekali
karena baru saja mengerahkan segala kemampuannya untuk
menolong jiwaTui Lan, lelaki ahli obat itu ternganga
menyaksikan keadaan ruang tengah tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eng-moi......! Kau....... kau kenapa?" serunya kaget. Lalu
ketika tampak pula olehnya keadaan Souw Lian Cu. "Hei? Lian
Cu? Dia.......dia?"
Sementara itu melihat munculnya seorang lawan lagi, Kiat
Su tak jadi mendekati adiknya. Dengan garang ia justru
menghadapi Chu Seng Kun. Tangan kanannya telah bersiapsiap
dengan kipas besinya.
"Paman, tolong kau lihat Li Ing itu! Biar kuhadapi sendiri
orang ini !" bisiknya kepada Tung-hai Nung-jin.
Tapi Chu Seng Kun tak mempedulikan sikap Tiauw Kiat Su
tersebut. Seluruh perhatiannya sedang terpusat kepada
isterinya.
"Eng-moi......! Siapakah yang melukaimu? Apakah pemuda
itu yang membuat onar di rumah kita? Siapakah dia?"
desaknya kepada Kwa Siok Eng.
Kwa Siok Eng tidak menjawab. Sebaliknya ia bertanya
kepada suaminya itu, “Ko-ko, bagaimana dengan wanita yang
kautolong itu? Apakah ia masih kuat menunggu tambahan
darah dari Souw Lian Cu?"
Chu Seng Kun mengangguk. "Jangan khawatir. Aku baru
saja selesai memberikan tambahan tenaga kepadanya. Ia
masih bertahan beberapa waktu lagi untuk menunggu
tambahan darah dari Lian Cu. Eh, tapi......kenapakah dengan
gadis itu? Ia..... ia kelihatan terluka dan tak bisa bangun."
katanya seraya menoleh ke tempat Souw Lian Cu terbaring.
"Dia telah bertempur melawan puteri Tung-hai tiauw, dan
tampaknya mereka sama-sama terluka. Ko-ko, berhati-hatilah.
Mereka adalah Tung-hai Nung-jin dan anak-anak Tung-haitiauw.
Pemuda itu sangat lihai. Dialah yang melukai aku.
Sedangkan Lo Hoat dilukai Tung-hai Nung-jin......" Kwa Siok
Eng berdesah menahan sakit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kurang ajar! Mengapa mereka memusuhi kita? Bukankah
kita tidak mempunyai masalah atau dendam-kesumat dengan
mereka?" Chu Seng Kun menggeram marah.
Tapi Kwa Siok Eng cepat mencengkeram lengan suaminya.
"Ko-ko, kau bersabarlah! Kau baru saja kehilangan banyak
tenaga. Keadaanmu tidak baik untuk berkelahi. Jangan
kaupaksakan dirimu. Biarlah kita mengalah saja kali ini. Lebih
baik kauselamatkan dulu bayi itu." bujuknya perlahan.
"Ya.....tapi kenapa mereka memusuhi kita? Apa
persoalannya?" Chu Seng Kun tetap meradang.
Kwa Siok Eng menghela napas. "Ketahuilah, ko-ko. Mereka
datang ke sini untuk mencari wanita yang kautolong itu!"
bisiknya.
"Hahaha..! Baiklah, kalian berdua kuberi waktu untuk saling
memberi pesan sebelum mati. Tapi setelah itu kalian akan
kukirim ke neraka.” tiba-tiba Tiauw Kiat Su tertawa mengejek.
"Bajak laut keparat......!" Chu Seng Kun mengumpat dan
bangkit berdiri dengan marah.
"Ko-ko.......!” Kwa Siok Eng mencoba untuk mencegah,
namun tak berhasil. Suaminya sudah terlanjur marah melihat
keganasan para bajak laut itu.
Chu Seng Kun mengepalkan tangannya di depan Tiauw Kiat
Su. "Anak muda! Sungguh kejam sekali hatimu! Kita semua
belum pernah saling bertemu sebelumnya. Tapi apa sebabnya
kau mengumbar kekejaman di rumahku ini?"
Sekali lagi Tiauw Kiat Su tertawa terbehak-bahak.
"Hahaha....... agaknya kau sudah mulai pikun, ya? Bukankah
pihakmu dulu yang memulainya? Kami datang untuk
menanyakan orang yang kami cari. Tapi isterimu berusaha
untuk menutupi dan menyembunyikannya. Malah orangmulah
yang lebih dahulu menyerang kami.,......” kilahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi tak seharusnya kau berbuat begitu kejam. Semuanya
bisa diurus dan diselesaikan dengan baik, tanpa harus
bergelimang dengan darah."
"Tutup mulutmu! Lihat! Pihak kami pun ada yang terluka
pula! Persoalan ini sudah tidak bisa didamaikan lagi, meskipun
orang yang kalian sembunyikan itu kalian serahkan kepada
kami!" Tiauw Kiat Su berteriak.
"Baik! Kalau begitu marilah kita selesaikan sekarang juga!”
Chu Seng Kun berteriak pula dengan marahnya.
"Ko-koooo.......?" Kwa Siok Eng masih juga mencoba untuk
melunakkan hati suaminya.
Tapi Chu Seng Kun sudah terlanjur menyerang lawannya.
Meskipun sudah hampir kehilangan sebagian besar tenaga
dalamnya, namun serangannya masih tetap berbahaya. Udara
hangat terasa menebar menyertai gerakan kaki dan
tangannya.
"Bagus!” Tiauw Kiat Su memuji sambil menghindar.
Melihat serangannya dengan mudah dapat dielakkan oleh
lawannya, Chu Seng Kun yang telah banyak kehilangan tenaga
itu semakin menjadi gusar. Dengan sisa sisa kekuatannya ia
terus mengejar Tiauw Kiat Su. Sambil meloncat kedua telapak
tangannya menyambar ke depan dalam jurus Kim-hong-paogeat
(Burung Merak memeluk bulan), yaitu salah sebuah jurus
dari Kim-hong Kun-hoat (Pukulan Burung Merak) warisan
perguruannya.
Tapi Tiauw Kiat Su dengan tangkas membungkukkan
badannya, kemudian menyelinap di bawah lengan, terus
berputar ke belakang Chu Seng Kun. Semua itu dilakukan
sambil membabatkan kipasnya ke pinggang lawan.
Dari menyerang kemudian balik mendapatkan serangan,
membuat Chu Seng Kun menjadi kelabakan setengah mati.
Apalagi dengan kekuatannya yang telah jauh menyusut itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Seng Kun juga telah kehilangan pula sebagian besar
kecepatannya. Untunglah dengan sisa-sisa kekuatannya dia
masih mampu menghindarinya juga. Namun bagaimanapun
juga akhirnya ia tak mampu memperbaiki kedudukannya lagi.
Serangan-serangan beruntun dari Tiauw Kiat Su membuatnya
jatuh bangun untuk mempertahankan diri. Sehingga akhirnya
dia tak dapat mengelak pula dari beberapa goresan kipas besi
lawannya.
Darah mulai mengucur dari luka-luka yang diperolehnya.
Chu Seng Kun benar-benar berada di ujung maut sekarang.
Ilmu silatnya yang tinggi tidak dapat menolongnya lagi. Begitu
pula dengan gin-kangnya yang terkenal hebat itu. Semuanya
terasa mengendor dan hilang kegarangannya akibat
terkurasnya tenaga ketika ia menolong persalinan Tui Lan tadi.
"Hahaha.......berdoalah sebelum nyawamu kukirim ke
akherat!” Tiauw Kiat Su mengejek, lalu mengirimkan lagi
pukulan mautnya dengan tangan kiri.
Duuuuk!
"Huaakh......” Sekali lagi Chu Seng Kun menerima pukulan
di perutnya sehingga muntah. Keadaannya semakin
mengkhawatirkan. Mukanya pucat pasi, sedangkan
pakaiannya telah penuh dengan noda darah.
Dapat dibayangkan betapa cemas gelisahnya Kwa Siok Eng.
Dia sendiri masih lumpuh kedua buah lengannya, sementara
kawan-kawannya yang lain justru lebih parah dari pada
dirinya. Souw Lian Cu belum bisa bangun karena kedua
lututnya terluka, sedangan Lo Hoat malah tinggal menunggu
saat kematiannya saja.
Oleh karena itu ketika sekali lagi suaminya menerima
sebuah tendangan keras dari musuhnya, Kwa Siok Eng tak
kuasa menahan diri lagi. Dengan nekat ia bangun, dan
kemudian melompat menerjang Tiauw Kiat Su. Karena kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengannya tak bisa untuk menyerang, maka ia menerjang
dengan kedua kakinya. Wuuuut!
Tapi dengan mudah Tiauw Kiat Su menghindarinya. Malah
tampaknya pemuda itu tak ingin memperpanjang waktu lagi.
Dengan bengis kipasnya menyambar dua kali ke depan. Yang
pertama luput, namun yang kedua dengan tepat menyambar
leher Kwa Siok Eng!
"Aaaaaah......I" Wanita itu menjerit keras, kemudian jatuh
terbanting ke atas lantai. Sebuah goresan yang dalam
melintang di leher sebelah kirinya, sehingga memutuskan urat
nadinya.
Sekejap ia masih bisa menoleh ke arah suaminya, yang
kebetulan juga menggeletak di dekatnya, namun sebentar
kemudian kepalanya terkulai lemas tak berdaya. Darah
mengalir seperti pancuran dari lehernya.
"Eng-moi? Oh, Eng-moi......!" Chu Seng Kun memekik
sekuat-kuatnya, kemudian merangkak mendekati tubuh
isterinya.
Wanita itu sudah tak bisa bergerak lagi. Sinar matanya
sudah memudar. Namun demikian ia masih merasakan
kedatangan suaminya. Jari-jarinya tampak bergetar ketika
lengannya disentuh oleh suaminya.
"Ko......ko......?" bibir itu berdesah lirih untuk yang terakhir
kalinya, lalu diam. Diam untuk selama-lamanya.
"Eng-moiiiiiii......” Chu Seng Kun menjerit serak. Dipeluknya
tubuh isterinya seperti tak hendak dilepaskannya kembali.
Mendadak, seperti ada tambahan tenaga baru. Chu Seng
Kun bangkit berdiri. Matanya nyalang seperti orang yang telah
hilang kesadarannya. Giginya terdengar gemeretak menahan
saluran sisa-sisa lwee-kangnya, kemudian bagaikan seekor
singa terluka ia menubruk Tiauw Kiat Su!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu terperanjat, la tak menduga kalau korbannya
itu masih bisa bangun, bahkan melompat menyerangnya.
Bergegas ia melangkah ke samping tiga kali untuk
mengelakkannya, kemudian membuka kipas mautnya untuk
menghabisi sekalian jiwa lawannya itu.
Namun pada saat yang bersamaan tiba-tiba Lo Hoat
menerkam kedua kakinya! Kakek tua yang belum juga
menemui ajalnya itu ternyata benar-benar memanfaatkan
kesempatan yang tiba-tiba berada di depannya. Melihat Tiauw
Kiat Su melangkah dan berdiri di dekatnya, ia langsung
mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk menerkam pemuda
itu. Kesepuluh jari tangannya mencengkeram paha sehingga
berdarah!
"Bangsat Tua Bangka......!" Tiauw Kiat Su mengumpat
kotor sebelum ia jatuh tertelungkup bersama-sama dengan Lo
Hoat.
Dan kesempatan itu cepat dipergunakan pula oleh Chu
Seng Kun. Lelaki ahli obat itu cepat menubruk kembali untuk
mengadu nyawa. Tapi Tiauw Kiat Su ternyata lebih cepat lagi.
Sambil meronta untuk melepaskan kedua kakinya, pemuda itu
mengecutkan lembaran kipas besinya.
Whuuuut! Singgggggg! SinggggI Puluhan batang jarum
menyongsong Chu Seng Kun.
"Aeaaauuuuuh!" ahli obat itu mengeluh keras ketika jarumjarum
beracun tersebut menancap semua ke dalam tubuhnya.
Dan suara keluhannya itu segera diikuti pula oleh suara
jeritan maut Lo Hoat, yang remuk kepalanya dihantam kaki
Tiauw Kiat Su!
Tiauw Kiat Su cepat membebaskan kakinya dari
cengkeraman Lo Hoat dan mengobati luka-lukanya.
Sedangkan Chu Seng Kun yang tertembus puluhan batang
jarum itu tampak terhuyung-huyung jatuh di samping tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lian Cu. Sepintas lalu sudah dapat dilihat bahwa jiwanya
tidak bisa ditolong lagi.
“Tua Bangka keparat !" Tiauw Kiat Su mengumpat tiada
habisnya. ''Sudah mau mati saja masih bisa melukai kakiku!
Kurang ajar.......!”
Tung-hai Nung-jin datang mendekat bersama Tiauw Li Ing.
Gadis itu masih kelihatan pucat wajahnya, meskipun lukalukanya
telah diobati oleh pamannya.
"Sudah kaubereskan semuanya Kiat Su?" orang tua itu
bertanya.
"Sudah. Tapi si Tua-renta yang berkelahi dengan paman
tadi sempat melukai pahaku juga. Aku terkecoh. Kukira dia
sudah mati tadi. Huh!"
"Kalau begitu..... marilah kita cari orang yang digendong
Bangsat Tua itu! Siapa tahu orang itu benar-benar wanita
yang kita cari?"
"Marilah, paman!” Tiauw Kiat Su menyahut, lalu
mendahului menyelinap ke pintu belakang. Berhati-hati Tunghai
Nung-jin menuntun Tiauw Li Ing, mengikuti langkah
pemuda itu.
Sebentar kemudian ruangan itu menjadi sepi pula.
Semuanya tampak diam tak bergerak, kecuali orok kecil di
atas meja itu. Biarpun sudah tak bisa menangis lagi, namun
orok itu belumlah mati, Sebentar-sebentar masih tampak
gerakan kaki atau kepalanya, walaupun sangat lemah sekali.
Air mendidih yang ditaruh Lo Hoat di bawah meja itu ternyata
masih mampu menolong bocah itu dari kebekuan.
Souw Lian Cu yang pingsan itu tersentak kaget sehingga
siuman dari pingsannya ketika lengan Chu Seng Kun tiba tiba
bergerak menyentuhnya. Dan gadis itu segera terkejut
setengah mati menyaksikan keadaan di sekelilingnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Chu siok-siok (paman Chu).....?" bibirnya bergetar lirih
hampir menangis. "Apa.....apa yang telah terjadi? Babagaimana
bi-bisa...... sampai terjadi begini.....? Paman?
Paman...?"
Chu Seng Kun yang kulitnya sudah membiru karena terkena
racun itu ternyata juga belum mati. Lelaki ahli obat itu
tampaknya masih menyimpan sesuatu yang hendak ia
sampaikan kepada Souw Lian Cu, sehingga ia masih mampu
bertahan untuk beberapa saat lamanya. Dan kini melihat
keponakannya itu sudah siuman pula, ia segera mengerahkan
sisa-sisa kekuatannya.
"Lian Cu.....? Kaukah itu? Ah, benar! Terima kasih.......oh,
Thian....terima kasih." bisiknya perlahan, hampir-hampir tidak
terdengar oleh Lian Cu. Lalu, "Lian Cu, dengarlah........!
Sampaikan permintaan maafku kepada Ban hoat Sian-seng,
karena aku ternyata tak bisa memenuhi permintaannya. Dan
katakan juga kepada Ban-hoat Sian-seng bahwa aku sama
sekali tak tahu-menahu tentang Buku Rahasia itu."
"Paman..........?"
"Sudahlah! Jangan banyak memotong kata-kataku! Kita tak
mempunyai banyak waktu lagi. Dengarlah......pesanku !
Khabarkanlah kematianku ini kepada Chu Bwee Hong......!
Dan.......dan kau jangan terlalu menyusahkan ayahmu!
KembaIilah kepadanya. Ayahmu sangat mencintaimu.
Ia.......pernah mengatakannya kepadaku. Hatinya sa…. sangat
sedih memikirkanmu..........!”
"Paman.......!" Souw Lian Cu tak kuasa menahan air
matanya. Ia menangis terisak-isak.
"Selain dari pada itu.......Lian Cu, aku masih mempunyai
sebuah permintaan lagi kepadamu. Yaitu.... lanjut...
lanjutkanlah usaha pamanmu untuk menolong wanita itu!
Selamatkanlah wanita itu beserta bayinya.......!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
''Tapi, paman........bagaimana aku harus menyelamatkan
mereka? Aku...”
"Jangan khawatir, aku telah mempersiapkan segalanya.
Aku telah membawa wanita itu ke ruangan bawah tanah tadi.
Dan...., kau dapat membawa pula bayi itu ke sana .......
karena ........ karena salah satu pintunya ..... ada disini.
Kauputarlah tiang besar di dekatmu itu, nanti.....kau akan
melihat lobang di lantai pojok ruangan itu! Kau masuklah! Dan
kemudian tutuplah kembali pintu lobang itu dengan menarik
sebuah tangkai besi yang ada di dekat lobang itu! Kau......
kau.......bersedia Lian Cu?"
Souw Lian Cu menghapus air matanya, lalu mengangguk.
"Baik paman …..."
"Bagus! Nah, sekarang...... te-terimalah jarum panjang ini!
Ja-ja-jarum i-ini........berlobang di tengah-tengahnya. Setelah
kau merawat bayi itu nanti, kau......kau ha-harus lekaslekas.........
menyumbangkan beberapa cangkir darahmu
kepada wanita itu. Sebab....... sebab cuma darahmulah yang
....... yang kebetulan cocok dengan darahnya. Tusukkanlah
jarum ini ke urat-nadimu dan urat-nadinya,
kemudian.....ouuuugh.......ouuuuugh......"
"Paman.........?" Souw Lian Cu berdesah memanggil
pamannya.
"........kemudian...... kerahkanlah tenaga saktimu untuk
mengalirkan darahmu ke........ ke tubuhnya! Mudahmudahan........
kau berhasil......berhasil menyelamat.....hkk!"
Kepala Chu Seng Kun tiba-tiba terkulai dan tak bisa
meneruskan ucapannya. Nyawanya telah melayang
meninggalkan raganya.
“Oh, pamaaaaan.......!” Souw Lian Cu menjerit kecil dan
segera terisak-isak kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi begitu ingat akan pesan pamannya, Souw Lian Cu
segera mengeraskan hatinya. Dia harus cepat-cepat
melaksanakan pesan itu sebelum lawan-lawannya kembali ke
ruangan tersebut.
Souw Lian Cu cepat mengerahkan lwee-kangnya, lalu
ditotoknya beberapa buah jalan darah di-atas lututnya untuk
menghilangkan rasa sakit. Setelah itu ia lalu beringsut
mendekati tiang besar yang ditunjuk oleh pamannya tadi dan
memutarnya sekuat tenaganya.
Terdengar suara bergerit ketika tiang itu berputar setengah
lingkaran, dan di pojok ruangan tiba-tiba menganga sebuah
lobang kecil, yang cukup untuk lewat satu orang. Souw Lian
Cu bergegas menyeret kakinya untuk mengambil bayi itu, dan
membawanya ke dalam lobang tersebut. Lapat-lapat
telinganya masih mendengar cacian dan umpatan Tung-hai
Nung-jin dan Tiauw Kiat Su yang datang kembali ke ruangan
itu.
Souw Lian Cu cepat-cepat menutup pintu lobang tersebut
dan turun ke bawah. Dan kemudian ia pun telah berada di
dalam sebuah kamar yang bersih dan teratur. Sebuah kamar
yang cukup luas dengan perabotannya yang cukup lengkap
pula. Ada meja, almari, tempat tidur, rak buku dan
sebagainya.
Seperti yang dikatakan oleh pamannya, Souw Lian Cu
menemukan wanita yang baru melahirkan itu di atas tempat
tidur. Dilihatnya wanita itu sudah siuman dan menatap ke
arahnya. Bibirnya yang pucat seperti kapas itu bergetaran,
seolah-olah akan berbicara kepadanya, namun tak kuasa.
Kemudian mata yang bening itu tampak menitikkan air ketika
bayi itu ia letakkan di sisinya Dan air mata itu terus saja
mengalir, semakin lama semakin deras begitu ia berusaha
menyelamatkan bayi yang kedinginan itu dengan saluran
lwee-kang-nya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Oeeeek! Oeeeek ! Oeeeeek.......!” akhirnya bayi tersebut
dapat menangis lagi setelah ia pijat dan ia gosok beberapa
saat lamanya.
Souw Lian Cu pun merasa sangat lega. Lalu diambilnya
selimut tebal dari dalam almari untuk menghangatkan bayi itu.
Sekilas dilihatnya wanita muda itu memandang dengan sinar
mata berterima kasih kepadanya.
"Tenanglah! Anakmu selamat......" katanya membesarkan
hati wanita muda itu.
Souw Lian Cu lalu mengambil sebuah kursi, kemudian
duduk melepaskan lelah. Kepalanya mulai terasa pusing
sekarang. Agaknya racun yang melekat pada kipas yang
melukai lututnya itu mulai menunjukkan pengaruhnya lagi.
Tapi ketika ia membungkuk melihat luka itu, tiba-tiba jarum
panjang pemberian pamannya tadi terjatuh ke lantai.
"Ahhh.......??* Souw Lian Cu berdesah kaget, teringat akan
pesan pamannya tadi.
Cepat jarum tersebut diambilnya, lalu menghampiri Tui Lan.
"Maaf, aku hendak memberi tambahan darah kepadamu. Kata
paman Chu, darahku cocok dengan darahmu, sehingga kau
akan selamat pula bila dapat ditambah dengan darahku
........." ujarnya memberi keterangan.
Kemudian seperti yang diperintahkan cleh pamannya, Souw
Lian Cu lalu menusukkan jarum panjang itu ke urat nadinya
sendiri. Dan ujung jarum yang lain segera ia masukkan pula
ke urat nadi Tui Lan.
"Kau bersiaplah, aku akan mengerahkan tenaga untuk
mengalirkan darahku ke urat nadimu!" katanya tegas.
Demikianlah, beberapa saat kemudian darah Souw Lian Cu
mengalir dengan derasnya ke badan Tui Lan. Lambat laun
wajah Tui Lan yang pucat itu kembali memerah. Sinar
kehidupan pun mulai tampak memancar di matanya. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
napas yang semula sangat lemah itu pun kembali normal pula
akhirnya.
Setelah dianggap cukup Souw Lian Cu pun lalu
menghentikan penyaluran darahnya. Matanya terasa
mengantuk sekali. Selain amat lelah dan kehilangan banyak
darah, badannya pun terasa linu-linu akibat luka di lututnya
itu.
"Ah...... tampaknya aku pun akan mati keracunan pula.
Hmmmm........!" Souw Lian Cu menghembuskan napas sambil
memejamkan matanya. Dan sekejap kemudian iapun lalu
tertidur.
Ketika membuka matanya kembali, Souw Lian Cu
terperanjat. Dia yang semula duduk di kursi itu kini sudah
tidur terlentang di atas pembaringan. Badan yang tadi amat
lemas dan kepala yang semula amat pusing itu kini tiba-tiba
telah berubah menjadi ringan dan segar kembali. Dan yang
lebih mengejutkan lagi adalah wanita muda yang ditolongnya
itu kini telah menjadi sehat dan berdiri menungguinya di
samping tempat tidur.
Begitu melihat dirinya sadar, wanita muda itu bergegas
menjatuhkan badannya, berlutut di atas lantai. Suaranya serak
ketika berkata. ''Li in-kong (Dewi Penolong), sungguh besar
budi yang kauberikan kepada aku dan anakku. Rasanya tak
mungkin aku bisa membalasnya dalam kehidupanku yang
sekarang ini. Oleh karena itu aku akan merasa rela andaikata
di penjelmaan yang akan datang menjadi anjing
penjagamu......"
"Ehh ........ ini? Kenapa aku tidak jadi mati keracunan tadi?
Atau.... ataukah ini cuma mimpi?" sebaliknya Souw Lian Cu
menjadi bingung melihat keadaannya sendiri.
Souw Lian Cu lalu meloncat turun dari pembaringan. Dan ia
segera menjadi sadar kembali ketika melihat bayi yang
ditolongnya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
”Ahhh, aku tidak sedang bermimpi........." desahnya
perlahan seraya duduk di tepi pembaringan.
"Li in-kong memang tidak bermimpi ......" Tui Lan
menyahut tanpa bergerak dari posisi berlututnya.
Souw Lian Cu tersentak berdiri.
"Ah, ci-ci......bangunlah! Jangan berlutut di situ! Aku
menjadi tak enak rasanya." katanya dengan memanggil ci-ci
kepada Tui Lan, meskipun tampaknya ia lebih tua dari pada
ibu muda itu.
"Terima kasih in-kong."
"Ah, jangan panggil aku in-kong ! Panggillah aku.....Lian Cu
saja, Souw Lian Cu!" Souw Lian Cu memperkenalkan dirinya.
"Ci-ci, siapakah namamu....?"
Tapi nama itu ternyata bagaikan halilintar yang menyambar
kepala Tui Lan!
Semenjak ia mengangkat tubuh Souw Lian Cu yang tertidur
semalam suntuk itu ke pembaringannya, Tui Lan sudah
merasa berdebar-debar hatinya. Melihat wajah yang ayu
lengan kiri yang buntung itu, ia hampir memastikan bahwa
gadis itu tentu kekasih suaminya yang pernah diceritakan
kepadanya itu. Meskipun demikian ia juga belum merasa
yakin, karena ada beribu-ribu gadis buntung di dunia ini. Tapi
keraguan itu segera sirna manakala gadis yang menolongnya
itu benar-benar menyebut namanya!
"Oooooh.......!" Tui Lan merintih perlahan sambil
memegangi kepalanya. Tiba-tiba semua yang dilihatnya
seperti berputar dengan cepat sekali.
"Ci-ci, kau kenapa? Apakah sakitmu kambuh lagi?" Souw
Lian Cu cepat merangkul Tui Lan dengan kaget, lalu
membawanya ke pembaringan dan menidurkannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tui Lan melelehkan air mata. Untuk sesaat terjadi perang
batin di dalam dadanya. Ternyata kekasih suaminya itu benarbenar
orang yang sangat baik. Baik dan berbudi luhur. Dan ia
telah berhutang nyawa pula. Nyawanya dan nyawa anaknya.
"Ko-ko, kau memang tidak salah memilih dia. Dia sangat
baik, lebih baik di dalam segala-galanya dari pada aku. Dia
sangat cantik, puteri seorang pendekar ternama pula.
Ah......dia benar benar seorang wanita pilihan. Tak seharusnya
aku merebutmu dari tangannya. Apalagi setelah dia
menyelamatkan jiwaku dan jiwa anakmu.” Tui Lan merintih di
dalam hatinya.
"Ci-ci, mengapa kau diam saja? Apakah yang kau rasakan?"
Souw Lian Cu bertanya lagi penuh perhatian. Jari-jari
tangannya meremas jari tangan Tui Lan, seolah-olah hendak
memberi tambahan kekuatan kepada wanita muda itu. Lalu
sambungnya lagi, "Semuanya telah berlalu. Kau dan anakmu
selamat. Musuh pun telah pergi pula........."
"Souw Li-hiap….!” tiba-tiba Tui Lan menjerit serak dan
menubruk pangkuan Souw Lian Cu. Tak tahan hatinya melihat
perhatian yang begitu besar dari orang yang seharusnya tidak
disukainya. “Maafkan aku, Souw Li-hiap............. maafkanlah
aku." tangisnya tak bisa dibendung lagi.
Jilid 15
Souw Lian Cu pun lalu merangkul pundak Tui Lan.
Dipandangnya kepala yang menelungkup di pakuannya itu
dengan penuh tanda tanya. Sedikitpun ia tak bisa menerka
apa yang terkandung di dalam hati wanita muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tampaknya ia mempunyai persoalan rumit yang sulit dia
pecahkan. Mungkin persoalan keluarga, suaminya, atau
rombongan bajak laut dari Lautan Timur itu." ia mendugaduga
di dalam hati.
Oleh karena itu dibiarkannya saja Tui Lan menangis
sepuas-puasnya. Dan dibiarkannya pula air mata wanita muda
itu membasahi pangkuannya. Ia menunggu saja sambil
mengedarkan pandangannya, meneliti keadaan kamar itu. Dan
matanya segera berhenti pada lilin yang menyala di tengahtengah
kamar.
Lilin itu dinyalakan di atas cawan besar. Dan cawan
tersebut diletakkan di atas meja. Beberapa buah botol kecilkecil
terbuat dari tanah liat tampak berjejer-jejer pula di sana.
Tapi bukan itu yang menjadi perhatian Souw Lian Cu. Yang
menarik perhatiannya justru lilin-lilin bekas, yang sudah tidak
dipergunakan lagi di dalam cawan itu. Ada tiga atau empat
buah lilin bekas di tempat tersebut. Padahal Souw Lian Cu
masih ingat bahwa cawan itu hanya memiliki sebuah lilin saja
ketika ia masuk ke kamar itu.
"Hei? Berapa lama sebenarnya aku tertidur tadi?" gadis itu
membatin.
Namun sebelum ia bertanya kepada Tui Lan, wanita muda
itu telah bangkit dari pangkuannya. Setelah meminta maaf
atas kelakuannya dan mengeringkan air mata yang mengalir di
atas pipinya, wanita muda itu menatap tajam kepadanya.
Pandangannya sungguh sangat berbeda dengan tadi. Kini
terasa mantap dan teguh. Tidak bingung atau ragu seperti
semula. Tampaknya wanita itu telah menentukan sikap dan
menemukan dirinya kembali.
"Souw li-hiap, namaku adalah Tui Lan. Aku berasal dari
Teluk Po-hai. Suamiku....... suamiku...... seorang nelayan! Dia
telah mati......mati tenggelam lima bulan yang lalu." tiba-tiba
wanita itu berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam waktu s ingkat tadi ternyata Tui Lan telah mengambil
keputusan untuk tetap merahasiakan dirinya. Dan ia juga
memutuskan untuk pergi jauh mengasingkan diri bersama
anaknya. Meskipun ia juga belum tahu nasib suaminya
sekarang, namun ia telah berketetapan hati untuk tidak
mengganggu hubungan Souw Lian Cu yang baik budi itu
dengan suaminya. Ia akan pergi jauh dan tidak akan kembali
lagi ke dunia ramai. Dia akan menyendiri di tempat sepi
bersama anaknya. Biarlah semua orang menganggap bahwa
dirinya telah mati.
"Suami ci-ci sudah meninggal?" Souw Lian Cu berdesah.
Kaget juga Souw Lian Cu mendengar ucapan Tui Lan itu.
Selain amat mengejutkan, Souw Lian Cu juga merasakan
sesuatu yang aneh pada ucapan wanita muda itu. Tapi tentu
saja ia tak berani menanyakannya. Ia hanya merasa bahwa
ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita muda tersebut.
"Benar, Souw Li-hiap."
"Lalu......mengapa para bajak laut itu mengejar-ngejarmu
sampai di tempat ini? Apakah putera Tung-hai-tiauw itu ingin
memaksamu menjadi isterinya?”
Tui Lan tergagap diam. Dia tak tahu harus menjawab
bagaimana, karena sebenarnya ia juga tak tahu masalah yang
terjadi. Tahu-tahu ia telah berada di tempat ini, dan dalam
perawatan seorang tabib pula, karena ia harus melahirkan
anaknya yang belum cukup bulan itu.
Dia hanya memperoleh sedikit keterangan dari tabib yang
menolongnya itu, bahwa ia dibawa ke tempat ini oleh
pembantu tabib tersebut. Karena terjadi gangguan pada
kandungannya, maka ia terpaksa harus melahirkan anak yang
belum cukup umur itu di tempat ini. Namun di tengah-tengah
berlangsungnya kelahiran anaknya yang sulit itu, katanya
Tung-hai Nung-jin dan keponakannya datang mengganggu.
Terpaksa ia dibawa ke ruang bahwa tanah ini agar aman. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelum pergi meninggalkannya, tabib itu memberi pesan,
bahwa sebentar lagi akan datang keponakannya untuk
memberi tambahan darah kepadanya.
Dan benar juga, karena beberapa waktu kemudian Souw
Lian Cu datang membawa bayinya. Dan seperti yang telah
terjadi pula, gadis itu lalu memberi tambahan darah
kepadanya. Darah yang membuat ia bisa hidup lagi di dunia,
sehingga ia bisa merawat dan membesarkan anaknya nanti.
Tui Lan lalu menarik napas panjang. Bagaimana ia harus
menjawab pertanyaan penolongnya itu? Apakah ia harus
bercerita tentang pertempuran di atas danau malam itu?
Bahwa kemungkinan besar kedatangan Tung-hai Nung-jin itu
juga berkaitan dengan pertempuran mereka di atas danau
tersebut? Tapi bagaimana kalau penolongnya itu terus
mengejar lagi dengan pertanyaan yang lain? Misalnya,
bagaimana la memperoleh kulit ular Ceng-liong-ong itu?
Teringat akan kulit ular itu, Tui Lan menjadi kaget. Kulit
ular itu sekarang tidak berada di badannya. Tampaknya kulit
ular itu masih berada di kamar pengobatan. Ia sekarang
hanya mengenakan selimut besar yang dililitkan pada
tubuhnya.
"Ci-ci, mengapa kau diam kembali? Benarkah putera Tung
hai tiauw itu hendak memaksamu?" tiba-tiba Souw Lian Cu
mengulangi pertanyaannya lagi.
"Be-be....... benar, Souw Li-hiap.” Tui Lan yang tak ingin
memperpanjang lagi pertanyaan itu terpaksa berbohong pula.
Malahan untuk mengalihkan perhatian Souw Lian Cu, ia segera
menyambunginya. "Souw Li-hiap, bagaimana dengan keadaan
Tuan Tabib itu? Mengapa sudah semalam suntuk beliau belum
kembali juga? Apakah para perusuh itu belum pergi dari
tempat ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah? Semalam suntuk? Ci-ci, bukankah aku baru saja
masuk ke kamar ini? Kenapa kau bilang sudah semalam
suntuk?" Souw Lian Cu berseru kaget.
Tui Lan mengerutkan keningnya. Ditatapnya wajah
penolongnya itu lekat lekat.
"Souw Li-hiap, kau masuk ke sini kemarin sore. Dan kau
telah tertidur semalam suntuk di pembaringan ini. Lihat lilin di
atas meja itu! Aku telah empat kali menggantinya.”
"Eh......? Jadi......?"
Tiba-tiba Souw Lian Cu meloncat dari tempat tidur dan
berlari menaiki tangga kamar. Dibukanya pintu rahasia kamar
itu dengan tergesa-gesa, lalu melompat keluar. Namun apa
yang dilihatnya benar-benar sangat melukai hatinya. Darahnya
seakan-akan mendidih!
Rumah kecil itu telah rata dengan tanah. Seluruh perabotan
rumah itu telah musnah menjadi abu. Bekas-bekas kobaran
api masih tampak dimana-mana. Asap tipis masih tampak
mengepul di beberapa tempat. Ternyata rumah itu telah
dibakar mereka.
"Oooooh.......!"
Souw Lian Cu seolah-olah terpaku di tempatnya. Dia seperti
tak percaya pada matanya. Dia baru sadar ketika Tui Lan
menyusul di sampingnya. Wanita itu membawa serta bayinya.
"Oh! Kemana gerangan Tuan Tabib itu? Mengapa rumah ini
terbakar habis?” T ui Lan ternganga kaget.
Souw Lian Cu tidak menjawab. Sebaliknya gadis itu malah
menghampiri onggokan abu di tengah-tengah ruangan. Di s itu
ada tiga buah gundukan abu berwarna keputihan, yang
jaraknya satu sama lain tidak berjauhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Chu siok-siok! Ci-ci Siok Eng!" gadis itu tiba-tiba menjerit
pilu di depan abu Chu Seng Kun dan isterinya. Air matanya tak
bisa dibendung lagi.
Bukan main terkejutnya Tui Lan ! Bergegas ia membawa
anaknya mendekat. Ia lalu berlutut pula di samping Souw Lian
Cu.
"Li-hiap......? Apa...... apakah Tuan Tabib itu telah
meninggal dunia? Apakah....... apakah ini abu beliau ?"
desaknya gagap kepada Souw Lian Cu.
"Benar. Ci-ci. kalau kau ingin mengetahui s iapa sebenarnya
orang yang menolong dan menyelamatkanmu dari kematian,
beliau inilah orangnya..........Bukan aku.. Aku hanya
melakukan perintahnya. Beliau dan isterinyalah yang
mengatur semuanya. Dan untuk menyelamatkanmu, beliau
berdua rela mati di tangan Tung-hai Nung-jin dan
keponakannya. Beliaulah yang berhak kausebut "inkong"..........."
Tui Lan terhenyak di tempatnya. Tiba-tiba matanya
berkaca-kaca. Ternyata tabib yang baik itu telah mati bersama
isterinya. Demikian besar pengorbanan mereka terhadap
dirinya. Padahal dia adalah orang asing yang belum pernah
dikenal oleh mereka.
"Ya, Thian.......mengapa kauambil juga orang yang sebaik
itu?" rintihnya di dalam hati.
Perlahan-lahan Tui Lan meletakkan bayinya di dekat
onggokan abu para penolongnya itu. Kemudian secara
bergantian ia berlutut dan menyatakan perasaan terima
kasihnya di masing-masing gundukan abu itu. Selesai berlutut
ia lalu meraup segenggam abu pula di masing-masing
gundukan itu dan mencampurnya menjadi satu. Dan
campuran abu tulang para penolongnya itu lalu ia masukkan
ke dalam guci kecil bekas tempat obat yang kebetulan
tergeletak di dekatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu Tui Lan lalu mengambil kembali bayinya dan
menghampiri Souw Lian Cu.
"Souw Li-hiap.....? Bolehkah aku mengetahui, siapa
sebenarnya Tuan Tabib dan isterinya ini? Siapa pula pembantu
Tuan Tabib yang membawaku ke sini itu.......?"
Souw Lian Cu menghapus sisa air mata yang menempel di
pipinya. Lalu jawabnya dengan suara masih terharu.
"Ketahuilah, Ci-ci. Kau memang benar-benar beruntung sekali
mendapatkan perawatan beliau. Kalau bukan beliau yang
menolongmu, mungkin jiwamu dan jiwa anakmu takkan
tertolong lagi. Beliau adalah Chu Seng Kun, satu-satunya ahli
waris Bu-eng Sin-yok-ong dalam ilmu pengobatan. Kukira
tiada seorang pun tabib di dunia ini yang mampu melebihi
kepandaian Paman Chu Seng Kun."
"Ooooh......?" Tui Lan ternganga kaget. Kaget sekali!
"Dan isteri Paman Chu itu pun bukan orang sembarangan
pula, karena beliau adalah puteri Ketua Tai-bong-pai.
Sedangkan pembantu beliau itu adalah Lo Hoat, bekas
pengawal rahasia Kaisar Chin Si di masa jayanya dahulu."
Tapi Tui Lan sudah tidak mendengarkan lagi. Seluruh
semangatnya seperti hilang ketika mendengar nama Chu Seng
Kun tadi. Bayangan wajah suaminya yang juga membutuhkan
pertolongan tabib sakti itu kembali terbayang di depan
matanya.
Setelah dapat menguasai diri mereka kembali, Souw Lian
Cu lalu mengajak Tui Lan mengumpulkan abu tulang dari
orang-orang yang sangat mereka hormati itu. Dan abu
tersebut lalu mereka masukkan ke dalam guci bekas tempat
arak. Kemudian guci-guci tersebut mereka tanam di bawah
pohon siong yang tumbuh di halaman rumah.
Matahari telah memanjat tinggi ketika mereka berdua
menyelesaikan upacara penanaman abu tulang tersebut. Souw
Lian Cu lalu bersiap-siap untuk kembali ke Puncak Gunung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hoa-san, untuk melaporkan tugas yang diberikan Ban-hoat
Sian-seng kepadanya.
"Ci-ci, aku harus lekas-lekas kembali ke Gunung Hoa-san
sekarang. Bagaimana dengan engkau? Apa rencanamu
selanjutnya? Apakah engkau akan kembali ke Teluk Po-hai?"
Tui Lan menundukkan mukanya. Dipandangnya wajah bayi
dalam pelukannya. Untuk sesaat hatinya terasa bimbang
kembali. Namun ketika terpandang olehnya wajah Souw Lian
Cu yang berbudi itu, seketika keraguannya lenyap pula.
Timbul lagi maksudnya semula, untuk pergi jauh
mengasingkan diri di tempat yang sunyi.
"Souw Li-hiap ! Aku memang bermaksud untuk pulang
kembali ke Teluk Po-hai. Akan merawat dan kubesarkan
anakku ini di sana, di tempat orang tuaku berasal."
"Ah! Kalau begitu tempat tujuan kita tidak searah, Ci-ci.
Kau menuju ke utara, sedangkan aku ke barat." Souw Lian Cu
berkata kecewa, menyesali perpisahan yang takkan dapat
mereka elakkan itu.
Tui Lan juga tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Bagaimanapun juga ia beserta anaknya sangat berhutang budi
kepada gadis ayu itu. Malahan dengan mengalirnya sebagian
darah gadis itu di tubuhnya, berarti gadis itu juga telah ikut
memiliki sebagian dari jiwanya dan jiwa anaknya pula.
"Souw Li-hiap......! Kita memang takkan dapat berkumpul
selamanya. Kita berasal dari tempat yang berlainan. Dan kita
juga mempunyai urusan dan persoalan sendiri-sendiri pula.
Kalau sekarang kita bisa bertemu dan bersahabat, hal itu
karena takdir telah mempertemukan kita di sini. Namun
demikian pertemuan kita ini, dan juga pertemuanku dengan
keluarga Chu in-kong di sini, benar-benar telah membuka
mata hati dan pikiranku, bahwa masih banyak orang berbudi
luhur di dunia ini. Aku merasa seperti tergugah karenanya.
Aku lantas ingin mencontoh perbuatan-perbuatan mereka. Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingin mengabdikan sisa-sisa hidupku, yang dapat dikatakan
merupakan pemberian orang-orang berbudi luhur itu, untuk
ketentraman dan kedamaian hidup sesama manusia di dunia.
Nah, Souw In-kong......! Terimalah sekali lagi rasa terima
kasihku dan rasa hormatku kepadamu!"
Selesai berbicara panjang lebar dengan nada berkhotbah,
Tui Lan berlutut bersama bayinya di depan Souw Lian Cu.
Matanya kembali berkaca-kaca. Malah sebentar kemudian
menetes satu demi satu di atas tanah.
Souw Lian Cu cepat berlutut di depan Tui Lan. Tangan
tunggalnya menyentuh pundak Tui Lan. Suaranya terdengar
sedih juga ketika berkata, "Ci-ci ....! Aku sebenarnya tak tega
melepaskanmu sendirian. Kau membawa bayi yang masih
merah, sementara engkau sendiri baru saja melahirkan.
Padahal perjalanan ke Teluk Po-hai amat jauh sekali, ada
ribuan lie dari s ini. Bagaimana kau akan ke sana? Apakah ci-ci
mempunyai bekal uang untuk menginap dan membeli
makanan di jalan?"
Tui Lan menengadahkan mukanya. Ditatapnya penolongnya
itu dengan perasaan terima kasih. Kemudian dengan raguragu
ia menggelengkan kepalanya.
"Ohh!" Souw Lian Cu berdesah perlahan. Lalu, "Kalau
begitu, biarlah kau pakai dahulu uangku. Aku masih
menyimpan beberapa tail perak di kantungku. Kau bisa
mengembalikannya lagi kepadaku besok........"
"Tidak usah, Li-hiap! Aku bisa bekerja dan mencari uang di
jalan nanti.” Tui Lan mencoba menolak, tapi Souw Lian Cu
tetap memaksanya juga, sehingga akhirnya Tui Lan terpaksa
menerimanya, karena tidak enak hati untuk terus menolak
pemberian itu.
"Ah, aku sampai lupa menanyakan kepadamu, Ci-ci.
Siapakah nama anak ini? Lelaki atau perempuankah dia?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hmm, siapa tahu aku bisa berjumpa dengan dia kelak?" tibatiba
Souw Lian Cu bertanya.
Mendadak Tui Lan menjadi merah pula mukanya. Saking
tegang dan gelisahnya dia selama ini, sehingga ia sampai lupa
pula melihat jenis kelamin anaknya.
"Ini...... ini......wah, ternyata akupun belum sempat
melihatnya!" katanya tersipu-sipu.
Kemudian dengan sangat hati-hati Tui Lan membuka
selimut tebal yang membungkus bayinya. Souw Lian Cu ikut
berdebar-debar pula melihatnya.
"Ooooh.....perempuan!" keduanya berdesah hampir
berbareng.
"Lalu...... siapa namanya, ci-ci?”
Tui Lan lalu membungkus kembali bayinya. Dibuatnya
sedemikian rupa sehingga hanya wajahnya saja yang
kelihatan. Anak kecil itu harus berada di dalam keadan hangat
selalu.
"Sebenarnya aku ingin meminjam nama Chu Hu-jin
(Nyonya Chu) sebagai kenang-kenangan atas budinya.
Demikian pula aku ingin memberikan she Chu kepada puteriku
ini sebagai tanda hormatku kepada Chu in-kong. Sebab anak
ini boleh dikatakan anak pemberiannya juga. Tanpa
pertolongan Chu in-kong, anak ini mungkin takkan bisa lahir di
dunia ini. Mungkin dia akan ikut terkubur dengan jasad
ibunya." Tui Lan menjawab hati-hati.
"Setuju, Ci-ci! Aku setuju dengan maksudmu!" Souw Lian
Cu berseru gembira. "Tapi......mengapa kau tampaknya agak
ragu-ragu? Apanya yang kurang?"
Tui Lan menghela napas. "Aku takut arwah beliau tidak
menyukai maksudku ini." sahutnya perlahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa bilang? Mereka justru akan gembira sekali bila
mendengarnya! Oh, jangan takut, Ci-ci! Aku berada di
belakangmu dalam hal ini. Sudahlah.....! Marilah kita
bersembahyang sekali lagi di depan makamnya! Kita meminta
ijln beliau tentang nama ini........"
Souw Lian Cu lalu menarik lengan Tui Lan menuju ke
makam Chu Seng Kun suami-isteri. Dipaksanya Tui Lan untuk
bersembahyang dan meminta ijin untuk memakai nama
keluarga (she) dan nama penolongnya itu bagi anaknya.
"Nah! Sekarang puterimu ini bernama Chu Siok Eng, karena
nama keluarga pamanku adalah Chu, sedangkan nama bibiku
adalah Siok Eng! Bagus bukan?" Souw Lian Cu berkata dengan
wajah berseri-seri.
"Terima kasih, Souw Li-hiap. Engkau memang baik
sekali......"
Sekilas terbayang wajah Liu Yang Kun di benak Tui Lan.
Namun bayangan itu segera dihapuskannya dengan cepat.
Sebaliknya lalu dipandangnya wajah Souw Lian Cu yang baik
budi itu lekat-lekat.
Mereka lalu saling memandang dengan perasaan gembira.
Namun kegembiraan tersebut segera hilang kembali begitu
teringat akan perpisahan mereka nanti.
"Ah! Tampaknya kita memang harus berpisah juga, Ci-ci.
Aku akan berangkat lebih dahulu......" Souw Lian Cu
mendahului.
Tui Lan mengangguk. "Silakan, Souw Li-hiap......!"
Souw Lian Cu lalu mencium Chu Siok Eng yang tertidur
lelap di pelukan ibunya, kemudian beranjak pergi. Tapi baru
beberapa langkah ia berjalan, mendadak badannya membalik.
"Ci-ci.......! Masih ada satu pertanyaan lagi yang belum
kukeluarkan kepadamu. Dan aku akan selalu merasa cemas
dan tak bisa tidur memikirkan keselamatanmu kalau belum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh jawabannya." gadis itu berkata. Sekejap Tui Lan
menjadi berdebar-debar. "Per...... pertanyaan tentang apa, Lihiap?"
sahutnya gugup.
"Ci-ci, engkau pandai bermain silat bukan?"
"Ah......!" Tui Lan bernapas lega. "Mengapa Li-hiap
bertanya demikian?"
Souw Lian Cu tersenyum manis. "Karena aku agak merasa
curiga kepadamu..." katanya berterus terang.
"Curiga.....? Apa yang Li-hiap curigai?" Tui Lan kembali
berdebar-debar.
"Pertama, mengapa Ci-ci sampai bentrok dengan kawanan
bajak laut Tung hai-tiauw itu, kalau Ci-ci bukan dari kalangan
persilatan juga? Kedua, Ci-ci baru saja melahirkan kemarin.
Tapi mengapa sekarang Ci-ci sudah kelihatan sehat sekali?
Padahal kalau tidak mendapatkan pertolongan Chu siok-siok,
Cici tentu takkan bisa hidup lagi kemarin. Ketiga, pada
permulaan aku menyaIurkan darahku melalui jarum panjang
itu, darahmu seperti mengeluarkan daya tolak yang sangat
kuat, sehingga tenaga saktiku hampir-hampir tak kuat
menahan dan membalik menyerang diriku sendiri. Namun
ketika akhirnya darahku bisa mengalir ke urat nadimu, akupun
hampir-hampir tak kuasa menghentikannya. Tubuhmu seperti
mengeluarkan daya sedot yang luar biasa besarnya. Ci-ci, aku
berani bertaruh...... tentu ada apa apa di dalam aliran
darahmu. Mungkin kau memang memiliki lwee-kang yang
amat tinggi, atau...... kau menyimpan sesuatu di dalam
tubuhmu. Sebuah mustika misalnya......Dan yang keempat,
sebenarnya aku kemarin terkena racun pada lututku. Biarpun
luka itu tak seberapa besar, namun karena racunnya sangat
keras, maka aku hampir tak bisa berdiri maupun berjalan.
Hanya karena kekerasan hatiku aku bisa membawa bayimu ke
ruang bawah tanah itu. Sebetulnya aku sangat takut untuk
menyalurkan darahku kepadamu, karena aku merasa bahwa
darahkupun telah terkena racun pula. Tapi ketika aku nekat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyalurkannya, bukan saja kau tidak mati keracunan,
ternyata racun yang ada di dalam darahku pun menjadi punah
pula secara aneh. Sehingga ketika aku bangun tidur tadi,
badanku terasa sehat dan segar. Lututku menjadi sembuh
kembali secara mendadak ! Nah, Ci-ci....... berterus teranglah
kepadaku, agar aku tidak menjadi penasaran karenanya!"
Tui Lan benar-benar tertegun mendengar uraian Souw Lian
Cu yang panjang lebar itu. Sesaat hatinya menjadi bimbang
dan ragu-ragu pula kembali. Bagaimana ia harus menjawab
pertanyaan itu? Apakah ia harus berterus terang atau
berbohong kembali?
Tui Lan menelan ludahnya. "Sebaiknya aku tak
membohonginya. Tapi aku juga harus tetap menyimpan
rahasiaku pula. Hmm, baiklah....... aku akan berterus terang,
namun...... terbatas!"
"Bagaimana, Ci-ci?" Souw Lian Cu mendesak.
"Li-hiap, aku memang bisa bersilat. Aku adalah murid Si
Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai, seorang tokoh Aliran Im-
Yang-Kauw di Teluk Po-hai. Ilmu silat guruku hanya biasabiasa
saja, oleh karena itu apa yang dia ajarkan kepadaku
juga tidaklah seberapa. Tapi menurut seorang ahli-racun yang
kini telah meninggal dunia, aku memiliki jenis 'darah bening',
yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kekebalan
terhadap racun. Mungkin karena jenis darahku yang aneh
inilah yang menyebabkan hal-hal aneh yang Li-hiap ceritakan
itu." akhirnya Tui Lan menjawab juga pertanyaan Souw Lian
Cu.
Tui Lan memang tidak berbohong. Namun apa yang ia
ceritakan itu ternyata hanya sebagian kecil saja dari alasanalasan
yang sebenarnya. Ia sama sekali tak bercerita tentang
Po-tok-cu (Pusaka Mustika Racun) pemberian Ang-leng Kokjin.
Padahal mustika itulah yang sebenarnya menawarkan
racun di dalam darah Souw Lian Cu. Dan Tui Lan juga tidak
bercerita tentang tenaga sakti Pat-hong-sin-kangnya. Padahal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga sakti warisan Bit-bo-ong itulah yang kemarin
mengeluarkan daya tolak maupun daya sedotnya sebelum ia
kendalikan.
"Ah? Begitukah.....? Hmmmh, kalau begitu Ci-ci bukanlah
orang lemah, karena Ci-ci adalah murid Aliran Im-Yang kau.
Hatiku merasa lega sekarang. Bisa melepas cici pergi dengan
hati tenteram......" Souw Lian Cu menyahut dengan perasaan
gembira. Lalu sambungnya lagi sambil beranjak pergi. “Nah,
Ci-ci...... aku pergi sekarang! Selamat bertemu kembali kelak
!"
Tui Lan melambaikan tangannya, lagi-lagi air matanya
keluar menggenang pelupuk matanya. Dan air mata itu lalu
mengalir, setetes demi setetes mengiringkan kepergian orang
yang telah membuang banyak budi kepadanya. Orang yang
seharusnya menjadi saingan atau lawannya dalam
memperebutkan cinta Liu Yang Kun. Orang yang seharusnya
ia benci atau tidak ia sukai di dalam hidupnya. Tapi takdir
ternyata telah menyuratkan lain. Dia justru sangat menghargai
dan menghormati orang itu.
"Kehidupan manusia di dunia memang aneh. Sulit untuk
dijangkau ataupun diraba dengan pikiran lumrah,” Tui Lan
berkata kepada dirinya sendiri kemudian melangkah kembali
ke reruntuhan rumah Chu Seng Kun.
Tui Lan mencoba mencari baju kulit ularnya di antara
reruntuhan tersebut, namun tak berhasil. Barang itu telah
tiada lagi. Mungkin ikut terbakar atau mungkin juga telah
diambil oleh kawanan bajak laut itu. Tui Lan hanya
menemukan beberapa potong pakaian dari ruang bawah
tanah. Pakaian Kwa Siok Eng dan pakaian Chu Seng Kun.
Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian Kwa Siok
Eng, Tui Lan lalu membawa anaknya pergi dari tempat itu.
Tapi ketika ia melangkah melewati makam para penolongnya
itu, hatinya menjadi kaget bukan main. Di dekat makam itu
berdiri seorang kakek kurus memegang tongkat!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu mengenakan pakaian serba putih. Rambutnya
yang panjang berwarna putih itu digelung ke atas seperti
layaknya seorang pendeta dari Aliran Im-Yang-kauw. Kedua
biji matanya sudah hilang, sehingga lobang matanya kelihatan
terbenam ke dalam. Namun demikian kakek itu bersikap biasa,
seperti layaknya seorang yang masih awas matanya.
''Nyonya......! Berhentilah sebentar, aku ingin bertanya
sedikit kepadamu!” seperti orang yang bisa melihat orang tua
itu menyapa Tui Lan.
Tui Lan tertegun. Hatinya benar-benar merasa heran sekali.
Kakek itu buta kedua biji matanya, namun mengapa bisa
menebak dengan tepat keadaan dirinya?
Dan kelihatannya kakek itu merasakan keheranan Tui Lan
terhadap dirinya. "Jangan heran, nyonya. Aku tidak buta sejak
lahir, sehingga aku juga mengenal keadaan di dunia ini
dengan baik. Meskipun demikian akupun sudah mengalami
kebutaan ini selama belasan tahun pula, sehingga jangan
heran kalau aku dengan ‘modal' dan 'pengalaman’ pada masamasa
yang telah kujalani itu aku cukup mampu untuk menilai
keadaan di sekitarku."
"Oh, maafkan aku, lo-cian pwe." Tui Lan tersipu-sipu.
"Nah......betul dugaanku, bukan? Kau seorang wanita
muda. Dari suara langkahmu saja, aku sudah bisa menebak
kalau kau seorang wanita dan........sedang menggendong
sesuatu. Dan setelah dekat, aku segera bisa mencium bau
bayi yang belum lama dilahirkan. Kemudian dari suaramu
ketika menjawab tadi, aku juga bisa menerka kalau usiamu
belum lebih dari delapan belas tahun. Nah.... apa yang perlu
diherankan dalam hal ini?”
“Ah, lo-cianpwe.... Lo-cianpwe sungguh hebat! Terimalah
hormatku! Nama siau-te adalah Tui Lan, datang dari Teluk Pohai.....
eeem, bolehkah siau-te mengenal nama lo-cianpwe?”
Tui Lan memperkenalkan dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ehmm......." kakek itu tertawa perlahan. "Aku menyukai
suaramu. Suaramu terdengar segar dan jernih, suatu tanda
bahwa hatimu tentu lapang dan bersih pula. Nah,
dengarlah......Aku sudah lupa s iapa namaku yang sebenarnya.
Aku hanya ingat sebuah sebutan yang sering diberikan orang
kepadaku, yaitu.....Lo-sin-ong."
"Lo-sin-ong......?? Lo-sin-ong dari Kuil Agung Im-Yangkauw
di Kota Sin yang?" Tui Lan tiba-tiba berseru kaget.
"Eh? Kau mengenal sebutanku itu? mm...... tapi aku sudah
tidak berdiam di Kuil itu sekarang! Aku lebih senang
mengembara ke mana-mana....."
“Lo-sin-ong......!" sekali lagi Tui Lan berseru lirih, kemudian
menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu.
Sekarang ganti kakek itulah yang menjadi kaget.
“Hei? Kenapa kau berlutut di depanku?"
"Lo-sin-ong, maafkanlah siau-te yang tidak mengetahui
kedatanganmu, sehingga siau-te tidak segera menyambut dan
memberi hormat kepada Lo-sin-ong."
"Hmm.....apa-apaan ini? Ayoh..lekas terangkan! Jangan
membuat bingung aku!" Lo-sin-ong berkata penasaran, lalu
tangannya mengangkat pundak Tui Lan.
Sekali lagi Tui Lan menjura, kemudian menundukkan
kepalanya. Bagaimanapun juga Tui Lan sudah biasa
menghormati tokoh-tokoh Im-Yang-kauw yang lebih tinggi
dan lebih tua dari pada dirinya. Sejak kecil ia diberi pelajaran
oleh gurunya di Kuil Im-Yang-kauw Cabang Teluk Po hai,
karena gurunya adalah Ketua Cabang Im-Yang-kauw di
daerah itu. Dari kecil ia sudah mengenal nama-nama tokoh
Im-Yang-kauw Pusat, seperti halnya Lo-sin-ong, Lo-jin-ong,
Toat-beng-jin, Kauw Cu-si (Pengurus Keagamaan) Tong Ciak
dan lain sebagainya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkanlah siau-te Lo-sin-ong ! Siau-te adalah murid
Aliran Im-Yang-kauw pula. Guru siau-te adalah Si Pendeta
Palsu Dari Teluk Po-hai, ketua Cabang Im-Yang-kauw di
daerah itu. Su-bo sering bercerita tentang lo-cian-pwe. Namun
karena siau-te belum pernah berjumpa, maka siau-te juga
tidak tahu kalau berhadapan dengan Lo-sin-ong."
"Hei? Jadi engkau ini murid Han Sui Nio yang di waktu
gadisnya mengalami duka nestapa itu? Oho, ketahuilah Tui
Lan.......! Akulah yang dulu menempatkan gurumu itu di sana.
Dia kutempatkan di tempat terpencil itu untuk menggantikan
Ketua Cabang lama yang telah meninggal dunia, sekalian
untuk merenungkan kesalahan dan kebengalannya di waktu
muda. Hmmh.....lalu sudah seberapa besar anaknya
sekarang?”
Seketika Tui Lan terlongong-longong mengawasi Lo-sinong.
Gurunya yang menjadi pendeta itu mempunyai anak?
Anak siapa? Sudah dua kali ini ia mendengar berita tentang
hal itu. Yang pertama ialah ketika setahun yang lalu gurunya
bertemu dengan Ketua Ngo-bi-pai, Siau Hong Li. Ketua Ngo bi
pai itu juga mengatakan bahwa gurunya pernah bunting.
Benarkah gurunya mempunyai anak?
Yang ia ketahui su-bonya itu belum pernah kawin. Dulu
memang pernah memadu cinta dengan Ui Bun Ting, yang
sekarang menjabat sebagai Ketua Tiam jong-pai. Tapi mereka
tak jadi menikah karena Siau Hong Li berhasil mengganggu
hubungan cinta mereka. Masakan mereka telah mempunyai
anak?
"Hei, Tui Lan......? Mengapa kau diam saja? Sudah
seberapa besar anak su-bomu itu? Kalau tak salah sudah
hampir seumurmu, bukan?"
"Lo-sin-ong, yang siau-te ketahui su-bo itu belum pernah
menikah. Oleh karena itu beliau juga tidak mempunyai anak
sampai sekarang. Dan beliau juga mempunyai seorang murid,
yaitu....siau-te ini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Lo-sin-ong mengerutkan dahinya. Lobang
matanya yang tak berisi lagi itu bergerak-gerak seperti orang
mau membuka kelopak matanya.
"Hei? Sejak kapan kau menjadi murid Han Sui Nio?
Mengapa kau tak tahu riwayat kehidupan gurumu?"
"Se..... sejak kecil. Sejak masih bayi siau-te dipungut oleh
su-bo, karena orang tua siau-te mati dibunuh orang.” Tui Lan
menjawab sedikit gugup. Otomatis pikirannya menjadi
bingung pula mendengar cerita-cerita itu.
"Sejak kecil? Kalau begitu.......mengapa kau tak mendengar
cerita tentang su-bomu itu? Apakah selama ini tak pernah ada
orang yang bercerita kepadamu? Huh....... aneh benar!
Mengapa soal perkawinannya juga tak pernah dikatakan
kepada muridnya? Dan.... kemana pula anaknya itu? Apakah
diambil oleh ayahnya?" Lo-sin-ong menggerutu dan
bergumam sendiri.
Ternyata Tui Lan sendiri menjadi bingung dan risau pula
hatinya. Baru kali ini ia mendengar cerita tentang gurunya itu.
Dan cerita itu datang dari Lo-sin-ong, tokoh puncak Aliran Im-
Yang, yang tak mungkin berbohong atau mengada-ada.
"Lo-sin-ong......! Siau-te benar-benar bingung mendengar
cerita Lo-sin-ong tadi. Sesungguhnyalah siau-te belum pernah
mendengar sebelumnya. Emmmm......bolehkah.... bolehkah
siau-te mendengar cerita itu selengkapnya?"
Tapi Lo-sin-ong menggeleng dengan cepat. "Tidak! Lebih
baik engkau bertanya sendiri kepada gurumu. Dia tentu
mempunyai alasan, mengapa riwayatnya itu tak diceritakan
kepadamu. Kalau kau ingin mengetahuinya juga, maka kau
harus pandai membujuknya. Namun yang jelas gurumu itu
pernah kawin, dengan orang jahat lagi."
"Dengan orang jahat......?" Tui Lan memekik lirih, matanya
terbelalak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, kau jangan banyak bertanya lagi! Aku malah
sampai melupakan kepentinganku sendiri.......Eh, Tui Lan!
Apakah kau pernah melihat seorang gadis sebayamu datang
kemari? Namanya Tiauw Li Ing. Dia adalah puteri Tung-haitiauw,
raja bajak laut dari Lautan Timur. Gadis itu selalu
mengenakan pakaian serba bagus dan......."
"Oh dia......! Dia memang telah datang kemari kemarin.
Bersama kakak dan pamannya, Tiauw Kiat Su dan Tung-hai
Nung-jin. Mengapa Lo-sin-ong mencarinya?"
Lo-sin-ong menghela napas panjang sekali. "Nah.... apa
kataku! Dia memang benar-benar datang ke tempat ini.
Dan.....Tui Lan, coba katakan yang sebenarnya ! Gadis itu
membuat onar dan membunuh orang di tempat ini, bukan?
Aku menemukan makam yang masih baru di sini."
Tui Lan mengangguk dan membenarkan ucapan kakek itu.
Lalu serba sedikit ia menceritakan kejadian menyedihkan yang
menimpa keluarga Chu Seng Kun kemarin. Sambil bercerita
tak terasa air matanya kembali berlinang-linang,
mengenangkan kebaikan budi para penolongnya itu.
“Hmmh! Anak itu semakin brutal dan sulit diperbaiki!
Sungguh sayang.....!" Lo-sin-ong tiba-tiba berdesah sedih,
sehingga wajahnya yang berkeriput itu semakin tampak
memilukan.
"Mengapa Lo-sin-ong mencari gadis itu? Apakah Lo-sin-ong
bermaksud untuk mendidiknya di jalan yang baik?"
Lo-sin-ong berdesah lagi dengan sedihnya. "Aku telah
mencobanya, namun tak berhasil. Semula aku berharap dia
akan bisa berpaling dari kebiasaan yang buruk itu, apalagi ia
masih sangat muda. Tapi ternyata harapan tinggal kosong
belaka. Namun demikian aku masih mempunyai satu harapan
lagi yang mungkin masih bisa mengangkatnya dari jurang
kegelapan. Tapi aku juga sangsi, apakah orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuharapkan bisa menolong dia itu masih hidup atau sudah
mati sekarang?”
Tui Lan menarik napas pendek. Sama sekali ia tak tertarik
lagi membicarakan gadis jahat yang telah ikut mencelakakan
keluarga Chu Seng Kun itu. Oleh karena itu ia hanya berdiam
diri dan tak menanggapi cerita Lo-sin-ong itu lebih lanjut.
Tapi Lo-sin-ong yang buta itu tak bisa melihat sikap Tui
Lan. Kakek itu masih saja meneruskan ucapannya. "Sebab tak
seorangpun yang bisa membelokkan hatinya, selain orang
yang dicintainya. Ayahnya, saudaranya, gurunya, sudah tidak
dia indahkan lagi nasehatnya."
Tui Lan tetap diam saja tak menyahut. Tangannya malah
asyik menimang-nimang bayinya.
“Tapi.....kemana aku harus mencari pemuda yang
dicintainya itu?” Lo-sin-ong akhirnya menutup kata-katanya.
Tui Lan menengadahkan kepalanya. Sambil lalu ia
menyahut. “Ah.......... mengapa Lo-sin-ong menjadi repot
benar memikirkannya? Mengapa tidak dibiarkan saja
semuanya berjalan menurut keyakinan mereka masingmasing?
Kalau toh gadis itu akan menjadi sadar karena orang
yang dicintainya, niscaya mereka akan dipertemukan juga oleh
Thian nanti. Lo-sin-ong atau orang lain tak perlu kesanakemari
mencarinya."
Lo-sin-ong tersentak heran dan kaget mendengar ucapan
Tui Lan yang masih amat muda itu. Ucapan itu terdengar
sangat sederhana, namun bila dikupas akan terasa sekali
kedalamannya.
"Hmm..... bagaimana kalau pemuda yang dicintainya itu
telah mati atau tidak bisa dipertemukan dengannya?”
"Ah, Lo-sin-ong.....! itu berarti bahwa gadis itu memang
telah ditakdirkan sebagai orang jahat yang tak bisa kembali ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan benar. Habis perkara! Tapi.....eh, omong-omong...siapa
sih orang yang dicintainya itu?”
Lo-sin-ong menghela napas, kemudian menghembuskannya
perlahan-lahan. Mukanya tertunduk dalam-dalam seperti
orang sedang bersedih.
"Itulah sulitnya! Orang yang dicintainya itu ternyata
pemuda berkedudukan tinggi, yang tak mungkin diraih oleh
puteri bajak laut seperti dia. Orang yang dicintainya itu adalah
seorang pangeran, putera Kaisar Han sekarang, yaitu.. .
Pangeran Liu Yang Kun!”
Hampir saja bayi yang berada di dalam pelukan Tui Lan itu
terlepas dari tangannya. Untunglah Tui Lan cepat
mendekapnya kembali. Meskipun demikian bayi itu sudah
terlanjur kaget dan menangis dengan kerasnya.
"Hei? Kenapa dengan bayimu itu?" Lo-sin-ong berseru
kaget.
"Tidak apa-apa......! Mungkin cuma terkejut saja.......” Tui
Lan menjawab gugup. Sama gugupnya ketika mendengar
nama suaminya disebut Lo-sin-ong tadi.
“Ahh..... sungguh mengagetkan benar. Kukira telah terjadi
sesuatu dengan dia. Hmm, kalau begitu aku akan pergi
dahulu. Terima kasih atas bantuanmu." bekas Ketua Im-Yangkauw
itu berkata kemudian meminta diri.
Tui Lan menelan ludah, kemudian mengawasi kepergian
orang tua itu dengan pikiran risau. "Lo-sin-ong! Apa Lo-sinong
masih tetap mau mencari pangeran Liu Yang Kun itu?”
tanpa terasa mulutnya berseru ke arah bayangan yang hampir
lenyap ke dalam hutan itu.
"Tentu saja! Aku sudah terlanjur menyukai dan merasa
kasihan kepada muridku itu! Oleh karena itu aku akan selalu
berusaha menyadarkannya, bagaimanapun juga sulitnya! Aku
harus menemukan pangeran itu! Aku tak percaya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangeran itu telah terkubur mati di Lembah Dalam setahun
yang lalu!" lapat lapat masih terdengar suara jawaban Lo-sinong
di balik hutan.
"Oooooh.....!" Tui Lan mengeluh panjang dengan pikiran
yang semakin ruwet. "Ko-ko, benarkah kau masih
hidup........?"
Dengan hati kusut Tui Lan lalu mendekap bayinya.
Perlahan-lahan ia melangkah meninggalkan tempat yang
takkan bisa ia lupakan itu. "Maaf, Chu in-kong...... aku
memohon diri dahulu, kelak aku dan anakku akan selalu
datang mengunjungi makammu.........." ucapnya lirih.
Angin bertiup sepoi-sepoi, mengiringkan kepergian Tui Lan
dengan bayinya. Matahari pun tampak memanjat semakin
tinggi pula, melewati pucuk-pucuk pohon di dalam hutan itu,
seolah-olah tak tega melepaskan kepergian ibu dan anak itu.
----00dwkz0hend00----
Demikianlah dalam waktu sehari semalam saja, sejak
kemunculannya di danau Tai Ouw malam itu, Tui Lan telah
mengalami berbagai macam hal dan peristiwa yang sangat
mendebarkan hati. Malahan kemarin sore hampir saja wanita
muda itu kehilangan nyawa akibat kelahiran bayinya yang
belum cukup umur itu. Bayi hasil hubungan cinta-kasihnya
dengan Pangeran Liu Yang Kun, suaminya.
Dua malam yang lalu Tui Lan dan Liu Yang Kun masih
bersama-sama mengarungi lorong-lorong gua di dalam tanah
itu. Tetapi ketika mereka sampai di bawah danau Tai-Ouw,
pusaran air yang deras telah memisahkan mereka. Tui Lan
diseret oleh arus-air yang muntah keluar ke dasar danau,
sementara Liu Yang Kun dihanyutkan terus oleh arus-air yang
menuju ke laut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbeda dengan isterinya yang lantas bisa keluar dari
dalam perut bumi, ternyata Liu Yang Kun masih harus
mengembara lagi di dalam lorong-lorong gelap sendirian.
Jikalau arus air yang menyeret Tui Lan itu muntah ke alam
bebas, sebaliknya arus-air membawa Liu Yang Kun cuma
muntah kembali ke dalam lorong gua yang lain. Meskipun
demikian masih beruntung juga bagi Liu Yang Kun, karena
dengan demikian ia bisa bernapas lagi.
Dengan tersedak dan terbatuk tiada hentinya, Liu Yang Kun
mencoba untuk berenang ke tepi. Tubuhnya terasa remukredam,
lemah-lunglai. Sementara perutnya bagaikan sebuah
balon yang penuh dengan air, pedih dan mual.
Dengan sisa-sisa tenaga yang masih dipunyainya, Liu Yang
Kun merangkak naik ke tepian. Kemudian bersamaan dengan
tersungkurnya dia di atas pasir, keluar pulalah semua isi
perutnya melalui mulut dan hidungnya.
"Moi-moi .........oh, di-dimanakah....... kau?" ucapnya
gemetar seperti mengigau.
Karena mencemaskan nasib isterinya, maka Liu Yang Kun
tak mau menjadi pingsan. Pemuda itu berjuang terus melawan
rasa pusing, lemah, mual, pedih dan sakit yang menyerang
tubuhnya. Diangkatnya badannya untuk duduk, kemudian
dicobanya mengerahkan tenaga-sakti Liong-cu-i-kangnya.
Sungguh mengherankan sekali ! Sekejap saja tenaga-sakti
itu telah bergolak dengan hebatnya! Sangat dahsyat malah!
Rasa rasanya tubuhnya seperti hendak meledak saking
banyaknya muatan yang berjejalan di dalam badannya!
Liu Yang Kun sendiri menjadi takjub dan ngeri pula melihat
perubahan itu. Kemarin saja belum sedahsyat itu lweekangnya.
Sebelumnya, dia memang merasa memperoleh
banyak kemajuan selama berdiam di dalam gua-gua itu.
Terutama setelah membunuh mati ular raksasa Ceng-liongong
itu. Hari demi hari dia merasakan lwee-kangnya menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semakin hebat saja. Meskipun demikian dia masih
menganggap bahwa kemajuannya tersebut adalah wajar,
karena setiap hari ia memang selalu tekun berlatih dan
berusaha memperdalam ilmunya.
Tetapi apa yang dirasakannya sekarang benar-benar di luar
bayangannya. Dia merasa ilmunya sekarang telah meloncat
terlalu jauh, sehingga dia sendiri menjadi takjub dan ngeri
malah!
"Ini....... ini......heh-heh.. . ho-hoh-hoh.........!"
Liu Yang Kun terengah-engah dan tersengal-sengal seperti
layaknya seorang yang sedang menahan beban berat.
Semakin lama semakin berat juga, sehingga pemuda itu
menjadi bingung dan cemas bagaimana harus mengatasinya.
Saking bingungnya pemuda itu lalu meloncat dan memekik
sekuat-kuatnya! Dengan harapan semua beban dan tenaga
yang berdesak-desakan di dalam tubuhnya itu dapat ia usir
dan ia lemparkan sejauh jauhnya!
"Hhhhhuuuuuuuahhhhhhh........!!"
Lorong gua yang amat luas itu seolah-olah bergetar mau
runtuh. Debu dan pasir yang menempel di langit-langit dan di
dinding-dinding gua itu berhamburan ke bawah. Sementara
batu-batu besar atau kecil, yang kurang kuat menempelnya,
juga tampak berjatuhan pula dengan suara gemuruh. Sepintas
lalu gua itu bagaikan sedang digoncang oleh gempa yang
hebat!
Sementara itu Liu Yang Kun sendiri telah lupa
memperhitungkan kepandaiannya. Loncatan sekuat tenaga
yang dilandasi ilmu Bu-eng Hwe-teng tadi benar-benar
membuat tubuhnya melesat tinggi bagaikan anak panah yang
dilepaskan dari busurnya. Tiba-tiba saja ia menghantam
langit-langit gua dengan kuatnya! Breeeesh! Pecahan batu
dan kerikil berhamburan pula kembali. Kali ini bersamaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jatuhnya dengan tubuh Liu Yang Kun yang terpental menimpa
air deras di bawahnya.
Byuuuuur.........!
“Haaep.......! Haaaaep.....!”
Untuk yang kedua kalinya Liu yang Kun harus berenang
pula ke tepian. Namun kali ini dengan badan yang sehat dan
segar. Hilang rasa pedih, sakit mual ataupun pusing, yang
menyerangnya tadi. Dan semuanya itu tentu saja sangat
mengherankan hati pemuda itu sendiri.
Ternyata Liu Yang Kun sendiri tidak menyadari perubahan
hebat yang terjadi sewaktu ia diseret oleh arus-air dalam
lorong sempit tadi. Di dalam keadaan antara mati dan hidup
karena tak bisa bernapas di dalam air itu, tiba-tiba tenaga
sakti Liong-cu-i-kangnya bergolak dengan hebatnya! Sejalan
dengan napasnya yang tersumbat di dalam perutnya, tenaga
sakti itu juga mencari jalan keluar dari kurungannya!
Jikalau napas tersebut seolah-olah ingin menjebol paruparu
dan dada Liu Yang Kun, sebaliknya tenaga sakti itu
segera memencar ke seluruh tubuh menjebol semua jalan
darah yang tersumbat, untuk segera menemukan lobang poripori
di permukaan kulit! Tetapi dengan demikian pemuda itu
secara tak sengaja telah memaksa diri dalam penyempurnaan
ilmunya. Waktu puluhan tahun yang biasa dipergunakan oleh
orang lain untuk membebaskan titik-titik jalan darah tersulit di
dalam tubuh manusia itu, ternyata hanya dilakukan dalam
beberapa saat saja oleh Liu Yang Kun. Namun semuanya itu
bisa terlaksana karena pengaruh darah Ceng-liong-ong juga.
Tanpa bantuan darah berkhasiat tinggi tersebut, tak mungkin
rasanya Liong-cu-i-kang mampu menembusnya.
Untuk beberapa saat Liu Yang Kun termangu-mangu
memikirkan keanehan yang terjadi di dalam tubuhnya. Dia
sadar sekarang bahwa tenaga sakti Liong cu-i-kang yang
berada di dalam tubuhnya telah mencapai tingkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesempurnaan. Namun ia tetap tidak tahu, bagaimana hal itu
bisa terjadi. Padahal selama ini ia selalu gagal bila
mencobanya. Sampai kemarinpun ia masih sukar menembus
titik-titik jalan darah tersulit tersebut. "Ah!"
Liu Yang Kun ingat kembali kepada isterinya. Matanya yang
mencorong seperti mata naga itu segera menembus
kegelapan untuk mencari Tui Lan. Setelah lwe-kangnya kini
mencapai kesempurnaannya, lorong gua yang gelap pekat
rasanya tidak menjadi gelap lagi. Dengan gampang sorot
matanya dapat melihat benda-benda yang ada di
sekelilingnya. Namun sampai beberapa kali ia bolak-balik di
tempat itu, Tui Lan tetap tidak diketemukannya juga.
Liu Yang Kun mulai panik. "Dimanakah dia.....? Apakah ia
tak ikut terseret arus-air bersamaku tadi? Oh... ataukah dia
langsung dihanyutkan oleh aliran sungai ini?" gumamnya
cemas.
Pemuda itu lalu berlari-lari menyusuri aliran sungai
tersebut. Tapi sampai seharian penuh ia berjalan, Tui Lan
tetap tidak kelihatan. Ia mulai putus asa. Pikirannya sudah
mulai membayangkan yang bukan-bukan. Jangan-jangan
wanita yang dicintainya itu telah pergi mendahului dia
menghadap Giam-ong (Dewa Kematian).
"Moi-moi.............." berkali-kali bibirnya menyebut nama
isterinya.
Liu Yang Kun menjatuhkan dirinya di atas pasir yang
bertumpuk di tepian sungai itu. Sambil telentang menatap
langit-langit gua ia mengenangkan saat saat manis bersama
Tui Lan, isterinya. Saking lelahnya kedua biji matanya
terpejam tanpa terasa.
Entah berapa lama ia tertidur, tapi yang jelas ketika ia
membuka matanya lagi, badannya terasa segar dan ringan
luar biasa. Perlahan-lahan ia bangkit, kemudian memandang
sekelilingnya. Tapi matanya tiba-tiba terbelalak!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berpuluh-puluh, bahkan mungkin malah beratus-ratus ekor
ular dari berbagai macam jenis tampak berkumpul
mengelilinginya. Ular-ular itu berada di segala tempat, di atas
pasir, di atas batu-batu, di dinding-dinding gua, bahkan di
dalam lobang-lobang di langit-langit gua pula. Mereka
berdesis-desis dengan riuhnya, seolah-olah mereka semua
bergembira berada di dekat Liu Yang Kun. Beberapa ekor d
antara mereka malah ada yang datang mendekat dan menjilati
kaki pemuda itu. Mula-mula Liu Yang Kun merasa kaget dan
ngeri juga. Namun ketika teringat kembali pengalamannya
beberapa bulan yang lalu, ketika ia dan Tui Lan dikepung oleh
ratusan ular berbisa, hatinya segera menjadi tenang kembali.
Tangannya lalu merogoh sakunya, meraba mustika racun yang
diperolehnya dari jengger Ceng-liong-ong itu, kemudian
mengeluarkannya di atas telapak tangannya.
Benda itu memancarkan sinar kehijauan dalam gelap. Dan
anehnya, ratusan ekor ular yang berdesis riuh dan bergerak
kesana-kemari tadi, tiba-tiba diam tak bergerak dan tak
bersuara, semuanya tertunduk ketakutan dan meletakkan
kepala mereka masing-masing di tanah, sehingga dilihat
sepintas lalu mereka seperti kumpulan bangkai yang
berserakan di atas tanah. Demikian takutnya mereka,
sehingga untuk menggerakkan lidah mereka yang biasa
bergerak keluar-masuk itu saja mereka tak berani. Padahal
banyak di antara mereka terdapat jenis-jenis ular yang
terkenal ganas dan pemarah, seperti halnya ular hijau
berbuntut merah, ular karang, ular api, ular pengisap darah
dan sebagainya.
Liu Yang Kun bangkit berdiri, lalu melangkah pergi
meninggalkan tempat itu. Dan ular-ular itupun segera
menyibak memberi jalan pula. Tapi demikian kaki pemuda itu
melewati barisan yang paling belakang, ular-ular itu segera
bergerak mengikutinya. Mereka bergerak berbondong
bondong seperti pasukan semut yang meninggalkan
sarangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu kembali menyusuri lorong-lorong gua itu,
mengikuti aliran air sungai, dengan harapan bisa menemukan
isterinya. Karena tidak tahu waktu maka dia hanya beristirahat
atau tidur bila telah merasa lelah. Begitu pula ia hanya
mencari makan seperti biasanya, bila ia telah merasa lapar.
Dan ular-ular itu ternyata masih juga mengikutinya. Malahan
semakin lama semakin banyak, karena di setiap daerah yang
mereka lalui, rombongan mereka akan selalu bertambah
dengan ular-ular baru lagi. Dan lucunya, setiap pemuda itu
beristirahat, tidur, atau mencari ikan, ular-ular itupun segera
berbuat yang serupa pula. Mereka makan, istirahat, tidur
mengelilingi Liu Yang Kun. Karena terlalu memikirkan
isterinya, maka Liu Yang Kun tak mengacuhkan tingkah laku
ular-ular itu. Dibiarkannya saja mereka berbuat sesuka hati
mereka. Hanya kadang-kadang ia merasa ngeri dan risih bila
sedang tidur atau beristirahat. Kalau ia lupa mengeluarkan
mustika racunnya itu, niscaya tubuhnya akan penuh dengan
ular-ular tersebut. Seperti sedang menggeluti induknya saja
ular-ular itu melilit-lilit dan bermain-main di atas tubuhnya.
Demikianlah, berhari-hari Liu Yang Kun berjalan menerobos
lorong-lorong gua itu tanpa mengenal lelah. Sekarang hati
pemuda itu sudah benar-benar putus asa. Ia sudah merasa
yakin bahwa isterinya telah tiada. Mungkin sudah terseret ke
laut lepas dan dimakan hiu di sana.
Akhirnya setengah bulan pun sudah berlalu pula. Keadaan
Liu Yang Kun sudah seperti orang kurang waras. Pakaian yang
dia kenakan cuma sebuah kulit ular. Wajah kusut kurang tidur.
Ditambah pula dengan rambutnya yang dibiarkan tergerai
awut-awutan. Semuanya itu masih ditambah lagi dengan
sikapnya yang acuh dan tanpa semangat.
“Tui Lan.......!?!" kadang-kadang bibirnya menggumamkan
nama isterinya.
Lorong gua itu semakin lama semakin menurun, sehingga
aliran sungai itu menjadi semakin deras pula arusnya. Malahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di beberapa tempat arus air itu membentuk jeram-jeram kecil
yang bergemuruh suaranya. Di tempat-tempat seperti itulah
jalan menjadi sulit untuk dilewati.
Namun dengan kemampuannya sekarang, jalan seperti itu
bukan menjadi masalah lagi buat Liu Yang Kun. Dengan
mudah jeram yang curam dan licin itu dilewatinya. Dengan
Bu-eng Hwe-tengnya yang sudah mencapai tingkat tertinggi
tubuhnya melayang-layang seperti capung di atas air.
Begitu pula dengan rombongan ular ular yang mengikuti
pemuda itu. Bagaikan guguran daun kering yang jatuh di atas
permukaan air, ratusan ekor ular itu berjatuhan
menghanyutkan diri di dalam arus air jeram tersebut.
Demikianlah, pada hari yang ke limabelas sejak
perpisahannya dengan Tui Lan, tanda-tanda berakhirnya
lorong gua itu sudah mulai terasa oleh Liu Yang Kun. Udara di
dalam gua itu mulai berbau amis, sementara hawanya pun
juga sudah mulai terasa segar pula, suatu tanda bahwa
tempat tersebut sudah dekat dengan lautan.
Bahkan ketika Liu Yang Kun menangkap ikan, ikan-ikan
yang diperoleh juga sudah berbeda. Ikannya sudah mulai
besar-besar dan banyak yang tak memiliki s isik lagi.
"Tampaknya gua ini sudah mendekati pantai........" pemuda
itu berdesah perlahan. Ada juga sepercik kegembiraan di
dalam hatinya. Meskipun kegembiraan itu tidak terasa mutlak
lagi baginya. Bagaimana ia bisa benar-benar bergembira bila
Tui Lan tidak ikut menikmatinya?
Oleh karena itu ketika akhirnya terdengar suara debur
ombak di kejauhan, pemuda itu justru menitikkan air-matanya
malah. Berbulan-bulan, bahkan lebih dari setahun ia
menderita sengsara di dalam gua itu bersama-sama Tui Lan.
Mereka bersama-sama melewatkan hari-hari yang
menjemukan. Mereka bersama-sama menghadapi bahaya
ketika berusaha mencari kebebasan. Dan masih banyak lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penderitaan dan kesengsaraan yang mereka peroleh selama
ini. Namun ketika kebebasan itu telah berada di depan mata,
wanita tangguh yang banyak memberi semangat hidup
kepada dirinya itu justru telah tiada lagi. Wanita ayu yang
telah banyak melepas budi dan amat dicintainya itu hilang
bersama anak yang dikandungnya. Anak dari buah cinta kasih
mereka.
Begitulah, ketika tiba-tiba lobang keluar ke alam bebas itu
menganga di depannya, Liu Yang Kun justru menjadi sedih
dan tertegun menatapnya. Semangatnya seolah-olah menjadi
hilang malah. Bayangan Tui Lan seperti datang menggodanya.
Isterinya itu seperti datang menggendong anak mereka dan
melambai-lambaikan tangan untuk melepas kepergiannya ke
alam bebas.
Liu Yang Kun menoleh dengan cepat, dan kakinya sudah
melangkah mundur, seakan-akan hendak kembali memasuki
gua itu. Tapi berbareng dengan itu pula, tiba-tiba terdengar
suara desis riuh dari mulut ular-ular yang mengikuti
perjalanannya! Ular-ular itu mendadak menjadi buas dan
garang!
"Ah.......!?" pemuda itu berdesah kaget, kemudian bersiapsiaga
menjaga segala kemungkinan.
Tapi kecemasan pemuda itu segera hilang tatkala dari jauh
terdengar suara percakapan manusia, yang memantul dan
bergema di dalam gua itu. Tampaknya ular-ular itu telah
mencium kedatangan orang-orang itu dan menganggap
musuh kepada mereka. Oleh karena itu Liu Yang Kun lalu
mengeluarkan mustika racunnya untuk menenangkan ularularnya
itu.
Ratusan ekor ular itu terdiam seketika. Semuanya
tertunduk ketakutan di tempat masing-masing, sehingga Liu
Yang Kun menjadi lega hatinya. Pemuda itu lalu bersembunyi
di balik sebongkah batu karang besar dan mengintai ke mulut
goa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mulut goa itu kira-kira masih ada limapuluhan tombak
jauhnya dari tempat persembunyian Liu Yang Kun. Dan lobang
itu tidak begitu besar ukurannya. Mungkin cuma ada dua
tombak tingginya maupun lebarnya. Itupun pada bagian
bawah dipergunakan sebagai jalan keluar oleh aliran sungai di
bawah tanah itu.
Lama benar rasanya Liu Yang Kun menantikan kedatangan
orang itu. Hampir saja ia tak sabar menunggunya lebih lama
lagi, ketika secara mendadak orang yang bercakap-cakap
tersebut telah berada di depannya. Mungkin cuma belasan
tombak saja dari tempatnya berlindung.
Sekejap Liu Yang Kun merasa seperti manusia yang baru
saja lolos dari kematian. Setelah sekian lamanya tersekap di
tempat gelap bersama Tui Lan ia hampir-hampir tidak percaya
bahwa orang-orang yang dilihatnya itu adalah seorang
manusia pula seperti dirinya. Apalagi ia tak melihat dari mana
orang orang itu masuk ke dalam gua itu tadi. Seperti siluman
saja mereka itu. Tahu-tahu sudah di depannya.
Pemuda itu mencoba melongok mereka. Dilihatnya dua
orang lelaki, yang seorang berusia sekitar enampuluh tahun
dan yang seorang lagi kira-kira berumur empatpuluh lima
tahunan, berdiri melihat-lihat dinding gua itu. Jarak mereka
tinggal sepuluhan tombak saja daro tempatnya bersembunyi.
Dan diam-diam pemuda itu melirik ke arah ular-ularnya. Ia
merasa khawatir juga kalau-kalau ular-ular tersebut tidak bisa
ia kendalikan lagi.
“Su-pek, benarkah gua ini yang dimaksudkan oleh nelayan
itu?” orang yang lebih muda itu bertanya kepada orang yang
lebih tua.
“Ya! Kukira memang inilah Gua Siluman itu. Sesuai dengan
petunjuk yang kita peroleh, gua ini dialiri oleh sungai di bawah
tanah dan mempunyai banyak pintu masuk. Nah, bukankah
kita tadi selalu berputar-putar dari lorong pintu gua yang satu
ke lorong pintu gua yang lain?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liu yang Kun terkejut juga. Orang yang lebih tua itu
tampak sangat tenang, berwibawa dan bersuara mantap. Hal
tersebut menandakan bahwa dia adalah orang yang memiliki
kepandaian tinggi.
"Aku rasa-rasanya pernah mengenalnya.....” Liu Yang Kun
berkata di dalam hatinya.
Kedua orang itu lalu meraba-raba dinding gua yang gelap
itu. Dan mereka segera menemukan sebuah lobang gua lagi.
"Lihat, Su-pek......! Di sini ada sebuah lobang lagi! Apakah
kita akan masuk melihatnya?"
"Ya! Kita lihat semuanya! Tapi.. kita juga harus berhatihati!
Kita sedang berhadapan dengan bajak-laut, golongan
manusia yang tak pernah mengindahkan tata-cara maupun
sopan-santun. Siapa tahu mereka telah memasang perangkap
untuk kita?"
"Baik, Su-pek. Kita memang wajib bercuriga dengan
keadaan yang sepi ini.........."
Kedua orang itu lalu menghilang lagi ke dalam gelap. Dan
Liu Yang Kun menjadi tahu sekarang, bahwa pada dindingdinding
gua yang gelap itu ternyata banyak lorong-lorong gua
yang lain, Itulah sebabnya ia tak tahu dari mana kedua orang
itu tadi datang.
Untuk sesaat pemuda itu menjadi ragu-ragu, ditengoknya
ratusan ular yang tertunduk ketakutan di belakangnya. Ingin
sebenarnya ia mengikuti kedua orang itu untuk melihat siapa
sebetulnya mereka. Tapi bagaimana dengan ular-ularnya itu?
Bagaimana kalau mereka nanti menjadi ribut dan menyerang
orang-orang itu?
Liu Yang Kun menarik napas panjang. Kasihan rasanya
kalau harus membubarkan ratusan ular yang telah berhari-hari
mengikutinya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarlah mereka ikut. Nanti kalau mereka membikin ribut
aku akan membubarkannya. Hmm.... sekalian belajar
mengendalikan ular-ular beracun!" akhirnya pemuda itu
mengambil keputusan.
Oleh karena itu Mustika racun yang berada di tangannya
segera dimasukkannya kembali ke dalam kantungnya,
kemudian berlari mengejar orang-orang itu. Ratusan ekor ular
itu seperti terbangun dari tidurnya. Bergegas mereka merayap
pula mengikuti Liu Yang Kun.
Benar juga. Pada dinding gua yang gelap itu terdapat
sebuah lobang gua yang lain. Liu Yang Kun cepat
memasukinya. Dan sebentar kemudian rombongan ular-ular
beracun itu berbondong-bondong pula mengikutinya. Mereka
berbelok kesana kemari menurutkan lorong gua itu. Turun
naik dan sering kali Liu Yang Kun harus memilih jalan ketika
lobang gua tersebut tiba-tiba pecah menjadi dua atau tiga
bagian. Namun telah sejauh itu ia berjalan, kedua orang yang
dikejarnya itu belum kelihatan juga. Malahan karena secara
tidak sengaja ia berputar-putar saja di dalam lorong gua
tersebut, maka ratusan ekor ular yang mengikutinya itu
menjadi bingung dan ribut. Barisan ularnya mencapai puluhan
meter panjangnya itu menjadi terpecah-belah dan tersesat
kesana-kemari di dalam lorong-lorong yang banyak jumlahnya
itu.
Akhirnya Liu Yang Kun menjadi kesal tatkala kakinya tibatiba
menginjak lorong gua yang pertama lagi. Gemerciknya
aliran air sungai itu segera memberi kesadaran pada dirinya
bahwa ia hanya membuang-buang waktu saja di tempat itu.
Sementara rombongan ular-ularnya justru menjadi susut
jumlahnya.
"Persetan dengan orang-orang itu. Lebih baik aku keluar
dari dalam gua ini." geram pemuda itu di dalam hatinya, lalu
melangkah menuju ke mulut gua yang terang benderang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat lamanya pemuda itu silau dan tak bisa
melihat apa-apa. Namun setelah mengerahkan tenaga sakti
Liong-cu-i-kangnya, rasa silau itu segera hilang. Dan kemudian
dipandangnya keindahan alam di pantai karang yang indah
luar biasa itu.
"Bukan main! Betapa indahnya! Betapa leganya.......!" Liu
Yang Kun menengadahkan kepala seraya merentangkan
lengannya, mensyukuri kebebasannya. Namun sesaat
kemudian wajahnya tertunduk kembali. Matanya terasa
menjadi pedas. Tiba-tiba ia teringat kepada isterinya lagi.
"Sayang..... Tui Lan tak ikut merasakannya.......”
Dengan kepala tertunduk Liu Yang Kun melangkah
perlahan-lahan meninggalkan tempat yang sangat bersejarah
baginya itu. Kakinya menginjak hamparan pasir yang
terbentang di depan mulut gua itu. Semakin jauh ia berjalan
semakin heran ia melihat lobang-lobang gua yang banyak
terdapat di tebing pantai karang itu. Demikian banyaknya
lobang gua itu sehingga ia sudah tak bisa Iagi menentukan,
mana lobang gua tempat ia keluar tadi.
Hari masih pagi. Matahari belum terlalu tinggi mendaki
langit. Burung burung camar tampak terbang berseliweran di
atas pantai tersebut. Mereka selalu berebutan menyambar
ikan-ikan kecil yang terdampar ombak ke tepian.
Jilid 16
Mendadak Liu Yang Kun melihat sebuah perahu layar
datang mendekati pantai itu. Perahu itu tidak begitu besar
bentuknya, namun dipasangi layar-layar yang besar dan lebar
sehingga di tengah laut perahu itu tentu sangat laju jalannya.
Dan awak perahu itu kelihatan menggulung layarnya begitu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekati pantai. Karena hatinya masih diliputi kecurigaan,
maka Liu Yang Kun cepat mencari tempat persembunyian.
Pemuda itu ingin melihat apa yang hendak dikerjakan oleh
awak perahu tersebut? Apakah mereka adalah teman kedua
orang yang dilihatnya di dalam gua tadi? Ataukah mereka
justru para bajak laut yang disebut-sebut oleh kedua orang
itu? Sebentar kemudian perahu itu telah membuang sauhnya
tidak jauh dari pantai. Kemudian belasan orang tampak
menurunkan sampan dan mengayuhnya ke pinggir. Mereka
mempergunakan empat buah sampan kecil-kecil, yang
masing-masing mengangkut empat atau lima orang di
dalamnya.
Setelah menyeret sampan-sampan itu ke tepian, para
penumpangnya segera berkumpul di tempat yang berpasir.
Semuanya tampak tegap-tegap dan kasar-kasar suatu tanda
bahwa mereka benar-benar para pelaut yang biasa bersikap
buas dan kasar.
"Hai.........awaaaaaaass!? banyak ular di sini!" tiba-tiba
salah seorang dari mereka berteriak ketakutan.
Liu Yang Kun terperanjat! "Wah.., aku sampai melupakan
ular-ular itu,” sesalnya. Tapi apa daya, mereka telah
melihatnya ia tak mungkin mencegahnya lagi.
Orang-orang kasar itu menjadi ribut. Apalagi ketika ularular
Liu Yang Kun semakin banyak yang keluar menampakkan
diri. Mereka cepat mencabut senjata masing-masing dan
membabati ular-ular yang datang itu.
Ular-ular yang lain segera menjadi marah pula. Mereka
berbondong-bondong keluar menyerang rombongan orang
kasar tersebut. Sehingga sebentar saja tempat itu menjadi
ajang pertempuran aneh yang amat mengerikan! Manusia
melawan ular!
Korban pun segera berjatuhan. Pasukan ular itu susut
dengan cepatnya. Meskipun demikian dari pihak orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kasar itu pun mulai jatuh korban pula. Beberapa orang yang
tidak mampu menghindar dari pagutan ular-ular berbisa itu
mulai kejang-kejang, untuk kemudian jatuh tersungkur di atas
pasir dan menjadi santapan pasukan ular yang sudah marah
itu.
Dan korban dari pihak orang-orang kasar itu ternyata
semakin lama semakin bertambah banyak juga. Bagaimana
pun juga mereka tak bisa terus-menerus menghindar dari
pagutan ratusan ular berbisa itu. Walaupun masing-masing
dari mereka itu dapat membunuh empatpuluh atau limapuluh
ekor di antara penyerbunya, namun seekor atau dua ekor di
antaranya tentu berhasil dan menggigit dirinya. Oleh karena
tidaklah mengherankan bila beberapa saat kemudian orangorang
tersebut mulai ngeri dan ketakutan.
"Tolong! Toloongggggg........,” satu atau dua orang dari
mereka mulai berlari-lari menyelamatkan diri sambil menjeritjerit
minta tolong ke arah perahu yang ada di tengah laut itu.
Sementara itu kawan-kawan mereka yang berada di atas
perahu tampaknya juga sudah melihat keributan tersebut.
Seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan urat-urat yang
membengkak di tiap bagian badannya, terutama di bagian
dada, bahu dan lengannya, terdengar menggeram sambil
memilin-milin kumis serta jenggotnya yang lebat luar biasa.
Sebuah rantai besi panjang tampas melilit di pinggangnya.
"Setan laut! Huh! Kenapa mereka itu? Kenapa mereka
menjadi ribut tak karuan seperti itu?"
"Mereka seperti diserang orang. Mungkin dengan anakpanah
atau sambitan batu. Kita tak bisa melihatnya dari
sini......" salah seorang pengawalnya menyatakan
pendapatnya.
“Heii......? Lihat ! Kelinci-kelinci tak berguna itu banyak
yang roboh.. dan berusaha melarikan diri! Bangsat ! Kelinci
Busuk keparat........!” lelaki berotot kekar itu berteriak marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Be-benar............wah ! A-apa yang harus kita lakukan
sekarang?” pegawainya berkata pula dengan cemasnya.
"Turunkan sekoci! Kita kesana melihatnya! Bangsat tak
berguna!"
Begitu sekoci diturunkan, lelaki kekar itu meloncat ke
bawah dengan tangkasnya. Meskipun sampan kecil itu
langsung ambles dan hampir terbenam menerima beban
tubuhnya, tapi sampan itu sama sekali tak bergoyang
karenanya. Para pengawal atau pembantu dari Laki kekar itu
lalu membagi tugas, sebagian menjaga perahu, sebagian lagi
mengikuti pemimpin mereka itu. Pengawal yang mendapat
bagian menjaga perahu segera mempersiapkan segala
sesuatunya untuk menjaga hal-hal yang tak mereka duga
sebelumnya, sementara para pengawal yang memperoleh
bagian mengikuti pemimpin mereka segera menurunkan
beberapa buah sekoci lagi untuk mengangkut mereka ke
daratan.
Di tengah jalan mereka bertemu dengan kawan-kawan
mereka yang melarikan diri dari pantai itu.
"Ulaaaar.......! Ulaaaaaaar....!” orang-orang yang datang
dari darat itu menjerit-jerit.
"Pengecut......Mengapa dengan ular saja kalian takut?
Setan busuk !” lelaki kekar itu marah-marah.
"Tapi....... tapi ularnya tidak hanya seekor, Twa-ko!" orang
yang melarikan diri itu menjawab ketakutan.
"Tidak hanya satu? Lalu......berapa, heh?"
"Lebih dari se-se-seribu ekor!”
"Apa.......? Seribu?" lelaki kekar itu tersentak kaget, lalu
bergegas mengayuh sampannya ke pinggir.
Sementara itu pertempuran antara pasukan ular dan
rombongan orang-orang kasar itu telah selesai. Di antara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belasan orang kasar yang mendarat tadi ternyata hanya enam
orang saja yang mampu meloloskan diri dari sergapan ularular
berbisa itu. Sisanya tergeletak berserakan di atas pasir itu
dalam keadaan tewas. Namun demikian pihak pasukan ular
pun tinggal beberapa puluh ekor saja yang hidup. Yang lain
telah menemui ajalnya di tangan senjata orang-orang kasar
itu. Tubuh mereka terpotong-potong, berceceran memenuhi
arena pertempuran itu. Baunya jangan dikata lagi. Amis dan
memuakkan!
Salah seorang dari orang-orang kasar itu mati di depan
tempat persembunyian Liu Yang Kun. Semula orang itu
mencoba melarikan diri setelah mendapat gigitan di kakinya.
Tapi baru beberapa langkah ia berlari, tubuhnya telah kejang
kejang dan jatuh tersungkur di depan Liu Yang Kun.
Liu Yang Kun lalu menarik tubuh orang itu. Melihat orang
itu telah tewas, ia lalu mengambil pakaiannya. Liu Yang Kun
tak ingin dilihat orang dengan pakaian kulit ularnya itu. Dan
beruntung juga buat dia, karena orang itu berperawakan
tinggi besar, sehingga pakaian itu dapat menutupi pakaian
kulit ularnya.
“Kurang ajar.........! Bagaimana tempat yang sepi ini
mendadak menjadi demikian banyak ularnya, heh?" begitu
melompat turun dari sampannya lelaki kekar itu berteriak
marah.
Tapi teriakannya itu segera disambut oleh serbuan ular-ular
yang masih tersisa. Puluhan ekor ular yang masih hidup itu
segera menyerang dengan ganasnya.
"Setan laut! Setan busuk.......!" lelaki kekar itu mengumpat
seraya mengerahkan tenaganya ke arah lengannya yang
berotot. Lalu sekali sambar tangannya telah meraup lima atau
enam ekor ular sekaligus dan kemudian meremasnya sehingga
hancur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, berkali-kali lelaki kekar itu berbuat serupa.
Bergantian sambil menghindarkan serbuan ular-ular itu, kedua
belah tangannya menyambar ke depan, menangkapi ular-ular
tersebut dan meremasnya sampai hancur. Sebentar saja
korbannya telah bertumpuk-tumpuk.
Dan korban itu pun semakin bertambah lagi dengan cepat,
ketika orang itu sudah mulai bosan dengan caranya tersebut.
Orang itu lalu mengeluarkan gulungan rantai besinya yang
panjang. Dan rantai besi yang berat itu diayun dan diputarnya
kesana-kemari, membabat ular ular yang menyerangnya.
Sekejap saja pasukan ular itu terpental kesana-kemari dengan
tubuh hancur. Bahkan tidak cuma ular-ular itu saja yang
menjadi korban amukan besi itu. Pasir, tanah dan batu karang
di sekitar arena itu pun menjadi porak poranda bertaburan
kemana-mana. Begitu hebatnya tenaga gwa-kang lelaki kekar
itu sehingga batu karang sebesar kerbau pun menjadi retak
dan berguguran tersapu rantai besinya.
"Huh! Melawan ular-ular macam itu saja sudah lari terbiritbirit!
Kelinci-kelinci tak berguna. Huoaaaaiii ......ayoh kemari
semua.......!" lelaki kekar itu bersungut-sungut, kemudian
berteriak kepada anak-buahnya yang masih berada di atas
sekoci mereka.
Dan ketika orang-orang itu telah mendarat, lelaki kekar itu
segera memerintahkan mereka untuk membereskan kawankawan
mereka yang tewas.
"Goblog semua! Huh! Belum belum sudah membuang
nyawa secara percuma.! Hee...... kemana orang-orang Mokauw
itu.......? Apakah mereka tidak berani datang, heh?"
lelaki kekar itu mengumpat dan mengedarkan pandangannya
ke tebing-tebing pantai yang banyak lobang guanya itu.
Salah seorang dari orang-orang kasar yang tadi bisa
melepaskan diri dari keroyokan pasukan ular itu segera maju
ke depan. “Kami…… kami belum sempat menemui utusan dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mo-kauw, twa-ko. Begitu kami menginjakkan kaki di pantai ini,
ular-ular itu langsung menyerbu…..” lapornya sedikit gugup.
Sementara itu ditempat persembunyiannya Liu Yang Kun
mengangguk-anggukkan kepalanya. "Benar! Hmm.........Ingat
aku sekarang. Kedua orang yang kutemui di dalam gua itu
adalah anggota aliran Mo-kauw. Aku pernah melihatnya di Kuil
Delapan Dewa beberapa tahun yang lalu. Kalau tak salah
orang yang dipanggil su-pek itu adalah tokoh tingkat tiga di
dalam Aliran Mo-kauw. Dia adalah murid Bhong Kim Cu, salah
seorang dari Siang-Kauw Tai-shih (Sepasang Utusan Agama)
Aliran Mo-kauw."
"Huh........!" lagi-lagi lelaki kekar itu mendengus. Lalu, "......
Kalau begitu........ mengapa utusan Mo-kauw itu belum datang
juga? Apakah nelayan-nelayan yang dititipi oleh Hai-ong kita
itu belum sempat menyampaikan pesan itu?
Hmm.........apabila demikian halnya, maka kedatangan kita ini
sungguh sia-sia. Sudah banyak kehilangan kawan, masih tidak
bisa bertemu dengan orang yang dicari lagi.......hmmmh!”
(Hai-ong Raja Laut/Raja Bajak Laut)
Tapi sebelum gema suara lelaki kekar itu hilang tertiup
angin, tiba-tiba dari sebuah mulut gua muncul dua orang lakilaki
yang dilihat oleh Liu Yang Kun.
"Ah, maafkanlah kami bila kami tidak lekas-lekas menemui
cu-wi di s ini. Karena belum pernah memasuki Gua Siluman ini,
maka kami terpaksa berputar putar kebingungan di dalamnya.
Sebenarnya kami telah sejak tadi berada tempat ini." utusan
Mo-kauw yang berusia lebih tua itu cepat memberi keterangan
atas keterlambatannya.
Sambil memberi hormat kedua orang utusan Mo-kauw itu
melirik ke arah mayat-mayat yang berserakan di depan
mereka. Diam-diam mereka menjadi bingung juga
menyaksikan keadaan itu. Apalagi ketika mereka lihat bangkaibangkai
ular yang luar biasa banyaknya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekejap lelaki kekar itu tertegun juga melihat kedatangan
orang yang dicarinya. Namun kematian anak-buahnya itu
segera membuatnya malu dan marah. Apalagi kemudian
timbul kecurigaan di dalam hatinya, kemungkinan keterlibatan
mereka didalam peristiwa ini.
"Hee? Apakah kalian utusan dari Mo-kauw, hah? Siapakah
kalian? Mengapa Pek-i Liong-ong (Raja Naga Berbaju Putih -
Ketua Aliran Mo-kauw) sendiri yang datang?" sapanya kasar.
Wajah kedua orang utusan Mo-kauw itu menjadi merah.
Mereka merasa tersinggung. Meskipun demikian orang yang
lebih tua itu segera menahan lengan kawannya. "Jangan
terpancing dengan api yang disulutnya! Kita harus tetap
tenang dan waspada, agar urusan kita dengan bajak laut itu
cepat selesai dan menjadi jelas. Persoalan Mo-kauw dengan
Tung-hai-tiauw itu akan semakin ruwet dan berlarut-larut
apabila kita berkelahi sekarang. Kau masih ingat pesan Mo-cu
(Ketua Aliran – agama Mo), bukan?” bisiknya perlahan untuk
menenangkan hati kawannya itu.
"Maafkanlah tee-cu, Su-pek......" Orang yang dipanggil supek
itu mengangguk, lalu melepaskan lengan yang
dipegangnya. Perlahan-lahan ia melangkah maju. Dengan
amat hati-hati menjawab perkataan lelaki kekar tadi.
"Kami mohon maaf yang sebesar besarnya karena Mo-cu
kami tidak bisa hadir sendiri menemui cu-wi (saudara).
Meskipun demikian Mo-cu telah memberi kepercayaan kepada
kami berdua untuk menjumpai saudara, sesuai dengan
undangan yang kami terima lewat nelayan itu..........”
Dan ketika lawannya tidak segera menanggapi ucapannya,
maka tokoh Aliran Mo-kauw itu lalu meneruskan
perkataannya. "Dan...... perkenalkan, siau-te bernama Ouw
Lam Cu. Dan keponakan muridku ini bernama Tan Bing Cu.
Lalu siapakah nama besar ci-su? Bolehkah kami berdua
mengetahuinya?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi lelaki kekar itu tetap pada sikapnya. Sedikltpun tidak
mau merubah sikapnya yang kurang bersahabat itu. Dengan
suara yang masih menunjukkan kecurigaannya lelaki itu
menggeram. "Hmmh! Apakah kalian berdua masih
memerlukan namaku pula setelah kejadian ini? Baiklah! Aku
pun tidak akan mundur menghadapinya. Sebut saja aku Tiong
Pan Kang Si Gajah Laut. Kedatanganku kemari juga diutus
Tung-hai-tiauw untuk menjemput Pek-i Liong-ong, ketua
kalian. Tapi karena Pek-i Liong-ong tidak datang, maka kami
akan menangkap kalian sebagai gantinya. Bersiaplah! Kami
tidak segan-segan untuk membunuh, karena kawan kami pun
telah banyak yang terbunuh pula oleh ular-ular itu.”
Ternyata kedua orang tokoh Aliran Mo-kauw itu dapat
menangkap kecurigaan lawan mereka. Tapi karena mereka
memang tidak mempunyai sangkut-paut dengan pasukan ular
itu, maka mereka pun lantas menyanggahnya.
"Saudara Tiong.......! Kau tak perlu berputar-putar mencari
alasan untuk menangkap kami. Kami berdua sama kali tak
tahu-menahu tentang ular-ular itu. Kedatangan kami kemari
hanya untuk menemui utusan Tung-hai-tiauw. Kami mendapat
tugas untuk menanyakan pada utusan itu, apa sebabnya
Tung-hai-tiauw dan anak buahnya memusuhi Aliran Mo-kauw
tanpa sebab. Malahan beberapa hari yang lalu Mo-cu kami
telah menerima pula laporan dari cabang cabang kami di
daerah, yang mengatakan bahwa tokoh-tokoh cabang kami
banyak yang diculik oleh kaki tangan Tung-hai tiauw."
"Ho-ho-ho-ho.......! Jadi kalian sudah mendengar pula
berita itu? Bagus.......! Bagus.....ho-ho-ho! Kalau begitu kalian
pun akan mengalami nasib yang sama pula sekarang! Ayoh,
sekarang menyerahlah!" Tiong Pan Kang menggertak.
Tapi dengan tenang Ouw Lam Cu mengangguk-anggukkan
kepalanya.
"Ooh...... jadi itukah sebenarnya maksud kalian
mengundang kami ke tempat sepi seperti ini? Jadi kalian juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan meringkus aku? Begitukah? Ehm... hebat juga rencana
Tung-hai-tiauw ini. Tapi ...... coba katakan kepada kami,
apakah sebabnya Tung-hai-tiauw berbuat demikian? Bukankah
selama ini Mo-kauw tak pernah bermusuhan dengan Tung-hai
tiauw?"
"Jangan banyak bicara, itu urusan Hai-ong kami dengan
Mo-cu kalian! Kita tak usah mempermasalahkannya? Pokoknya
kami mendapat perintah, sebelum Pek-i Liong-ong
menyerahkan diri, kami akan menangkap semua tokoh Mokauw
kalian!"
"Kurang ajar! Kalian memang bukan manusia baik-baik! Tak
tahu aturan, sombong, kejam dan hanya ingin menang
sendiri! Hmmh Kalian kira kami takut kepada Tung-hai-tiauw?
Silahkan menangkap kalau mampu," ternyata Ouw Lam Cu tak
bisa mengekang diri pula akhirnya.
"Bagus! Lihat serangan.........!" Tiong Pan Kang membentak
seraya melompat ke depan.
Rantai besi yang ada di dalam genggamannya menyambar
ke arah lawannya. Suaranya berdentangan, seolah-olah
lingkaran besi yang saling bertautan itu secara tiba-tiba
berlaga pula satu sama lain. Melihat itu kawanan bajak laut
yang sedang mengumpulkan mayat-mayat temannya itu
segera menyingkir. Mereka tak ingin menjadi korban senjata
mengerikan itu.
Wuuuuuuut!
Ouw Lam Cu cepat mengelak, sehingga ujung rantai besi
itu menghantam pasir dengan dahsyatnya! Bhhhhuuuuuuum!
Tanah dan pasir muncrat berhamburan kemana-mana.
Sekejap tempat itu menjadi gelap oleh taburan pasir dan
tanah!
"Bukan main! Gwa-kang si Bajak laut itu benar-benar luar
biasa! Kalau tokoh Mo-kauw itu tak berhati-hati, badannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa lumat dihantam senjata berat itu." Liu Yang Kun berkata
di dalam hatinya.
Memang benar. T iong Pan Kang yang bertubuh besar dan
kekar itu memang memiliki tenaga luar (gwa-kang) yang
hebat sekali. Rantai besi sepanjang dua depa itu seperti benda
mainan saja ditangannya. Terayun kesana-kemari seakanakan
tidak berbobot sama sekali. Padahal bila menyentuh
tanah, padas, pasir atau batu-batu karang, semuanya seolaholah
lalu meledak dengan dahsyatnya.
Untunglah Ouw Lam Cu mempunyai ginkang yang baik.
Meskipun terus-menerus terdesak dan tak bisa membalas
sedikit pun, namun ia masih mampu menyelamatkan diri dari
kejaran rantai besi tersebut. Hanya saja keadaan itu tentu
takkan bisa berlangsung lama. Dengan berloncatan begitu,
tenaganya akan lebih cepat habis. Sementara lawannya yang
hanya memutar-mutarkan rantainya itu akan tetap segar
bukan seperti sedia-kala.
Ternyata Liu Yang Kun merasakan juga ketimpangan itu.
"Heran. Mengapa Pek-i Liong-ong cuma mengirimkan orang
seperti Ouw Lam Cu untuk menemui utusan Tung hai-tiauw.
Apakah Aliran Mo-kauw sudah kehabisan jago-jagonya?
Mengapa bukan Bhong Kim Cu atau Leng Siauw, kedua orang
Utusan Agamanya yang lihai itu?" pemuda itu membatin.
Sementara itu Tan Bing Cu benar-benar sangat
mencemaskan keadaan su-peknya. Semakin lama rasa
cemasnya itu semakin menjadi-jadi. Apalagi ketika rantai-besi
itu mulai menyentuh tubuh su-peknya. Oleh karena itu tanpa
memikirkan akibatnya ia segera terjun menolong supeknya.
Tapi ternyata langkahnya itu justru mengundang bahaya
lain yang lebih besar lagi malah! Melihat pemimpinnya
dikeroyok lawan, kawanan bajak-laut yang berada di tempat
itu segera turun pula ke arena. Bagaikan kawanan serigala
haus darah mereka menyerbu Tan Bing Cu. Demikianlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukannya dia bisa menolong su-peknya, tapi ia sendiri justru
terjerumus ke dalam lobang kesulitan pula malah!
Sekarang Liu Yang Kun lah yang menjadi gelisah. Pemuda
itu menjadi bingung, tak tahu apa yang mesti ia lakukan.
Menolong kedua tokoh Mo-kauw itu atau membiarkan saja
mereka menerima nasibnya?
Begitulah, di saat pemuda itu masih disibukkan oleh
keragu-raguannya maka pertempuran itu sendiri sudah sampai
pada akhirnya. Tanpa memakan banyak waktu kedua orang
tokoh Mo-kau tu telah dapat diringkus oleh Tio Pan Kang dan
anak buahnya. Malah Lam Cu sendiri terpaksa harus
menderita patah tulang pada lengan kirinya, akibat menangkis
sambaran rantai besi Tiong Pan Kang.
"Ah! Tampaknya para bajak-laut itu memang tidak
bermaksud membunuh mereka. Mereka benar-benar hanya
ditangkap saja......." Liu Yang Kun bernapas lega.
Oleh karena itu Liu Yang Kun tidak jadi keluar dari tempat
persembunyiannya. Dibiarkannya saja kawanan bajak laut itu
mengurus kawan-kawan mereka yang tewas. Dan
dibiarkannya pula mereka pergi membawa tawanan mereka ke
atas perahu yang berlabuh di tengah-tengah laut itu. Ia baru
keluar ketika tempat itu benar-benar telah menjadi sepi.
Pemuda itu menengadahkan kepalanya. Dilihatnya matahari
telah naik tinggi. Perlahan-lahan kakinya melangkah
meninggalkan tempat itu. Disusurinya pantai tersebut ke arah
utara. Dibiarkannya angin laut yang mengandung air itu
menerpa tubuhnya. Dingin, namun malah membuatnya segar.
Tapi dengan demikian perutnya yang kosong justru terasa
lapar sekarang.
"Ah, ingin benar rasanya aku mencicipi masakan yang
enak-enak setelah setahun hanya makan ikan bakar terusmenerus.
Cuma.......?" pemuda itu tak meneruskan ucapannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingat dirinya tak memiliki uang sama sekali untuk
membeli makanan itu.
Pantai itu semakin jauh semakin sulit dilewati. Selain
berbatu-batu karang besar, tebingnya pun semakin bertambah
curam dan licin pula. Sehingga beberapa lie kemudian Liu
Yang Kun tak bisa berjalan di bibir pantai lagi. Pemuda itu
terpaksa harus naik ke atas tebing, dan berjalan menerobos
lebatnya hutan perdu yang memadati pantai tersebut.
Semakin ke utara hutan itu semakin lebat. Dan
pepohonannya pun juga semakin bertambah tinggi pula,
sehingga akhirnya beberapa lie kemudian hutan tersebut
benar-benar telah berubah menjadi rimba-raya yang sulit
diterobos lagi.
Liu Yang Kun terpaksa semakin menjauhi pantai. Ia mulai
melewati daerah daerah yang telah dijamah oleh tangan
manusia, jalan setapak, ladang-ladang, kebun, dan akhirnya
melewati pula dusun-dusun kecil yang masih jarang didatangi
orang kota.
"Ah, tampaknya aku tadi telah salah memilih tujuan.
Seharusnya aku tadi menuju ke selatan atau ke barat saja,
sehingga kemungkinan besar aku tidak terlunta-lunta ke
daerah yang masih perawan seperti ini.” pemuda itu
menggerutu, karena sudah sekian lamanya ia berjalan, belum
juga bertemu dengan kota.
Tapi hati pemuda itu sedikit terobati pula ketika akhirnya
dia bisa menjumpai sebuah dusun yang agak besar dan ramai.
Dusun itu berada di tepi sebuah sungai yang cukup lebar.
Penduduknya ramah-tamah dan mereka banyak dijumpai Liu
Yang Kun di sawah sawah atau ladang-ladang mereka.
''Lo-pek, dusun apakah ini namanya?" pemuda itu bertanya
kepada seorang petani yang dijumpainya di tengah jalan.
Petani tua itu tersenyum. Sambil meletakkan paculnya ke
tanah, matanya menatap Liu Yang Kun dengan pandangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aneh. Meskipun demikian mulutnya menjawab dengan ramah.
"Apakah Siau-heng (saudara muda) belum pernah lewat di
sini? Dusun kecil ini bernama Kee-cung. Masih termasuk
wilayah kabupaten An hui. Ehmm....... Siau-heng hendak pergi
kemana?”
"Ah.......!" Liu Yang Kun berdesah gugup. "Saya...... saya
cuma seorang petualang yang biasa berjalan kemana saja.
Saya tak mempunyai tujuan yang pasti. Tapi......tapi eh,
dimanakah kota yang terdekat dari sini, lopek?"
Mendengar Liu Yang Kun memperkenalkan dirinya sebagai
petualang, petani tua itu mengernyitkan dahinya. Tampak
sinar kecurigaan membayang di matanya. Walaupun begitu ia
tak bertanya apa-apa. Ia tetap menjawab pertanyaan Liu Yang
Kun dengan sopan.
"Siau-heng maksudkan....... kota kecil atau kota besar?
Kalau yang Siau heng maksudkan adalah kota kecil,
tempatnya memang tidak terlalu jauh dari dusun ini. Tapi
kalau yang Siau-heng maksudkan itu adalah sebuah kota yang
besar, Siau-heng terpaksa harus menempuh sehari perjalanan
lagi untuk mencapainya."
"Ohh......?" Liu Yang Kun berdesah sambil mengangguk
anggukkan kepalanya.
"Pertama, Siau-heng bisa mengambil jalan darat ke arah
barat daya. Siau-heng menerobos hutan itu, kemudian
melewati bukit panjang sejauh empat atau lima lie. Nanti Siauheng
akan sampai di sebuah kota kecil, bernama Yun-ceng.
Dari kota itu Siau-heng bisa mendapatkan kuda atau kereta,
sehingga bisa meneruskan perjalanan ke kota Si-hwee atau
Kuo-cui di pinggir telaga Tai Ouw.”
"Jalan yang lain........?"
Petani tua itu membalikkan badannya, lalu menunjuk ke
arah sungai. "Jalan yang kedua adalah melalui sungai itu.
Kalau Siau-heng mengikuti aliran sungai itu ke arah utara,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau-heng akan sampai ke kota kecil An-lei nantinya. Di kota
kecil itu Siau-heng bisa memperoleh tumpangan perahu ke
kota-kota yang lain di sepanjang sungai itu. Malahan bila Siauheng
mau terus menyelusuri sungai itu jauh ke utara, maka
sebelum mencapai sungai besar Yang-ce, Siau-heng akan
sampai di kota besar Cin-an. Nah, sekarang Siau-heng bisa
memilih, jalan mana yang hendak Siau-heng lalui.........."
"Terima kasih, Lo-pek. Tetapi... jalan manakah sebaiknya
yang harus kutempuh, Lo-pek? Maksudku, jalan mana yang
lebih mudah dan enak untuk ditempuh?"
Petani tua itu tertawa. "wah, Siau-heng ini sungguh lucu
sekali. Siau heng yang hendak berjalan, masakan Lopek yang
disuruh memilih."
Liu Yang Kun terpaksa ikut tertawa pula. "Manakah yang
lebih mudah, Lopek?” pemuda itu tetap mendesak.
Masih dalam keadaan tertawa, petani tua itu menjawab.
"Yaaah.....tentu saja melalui air lebih enak dari pada melalui
jalan darat. Selain tidak panas dan banyak melewati rumahrumah
atau perkampungan penduduk, bisa juga menumpang
perahu yang lewat, sehingga badan lebih banyak beristirahat
di dalam perjalanan."
"Ah, Lo-pek benar. Bodoh benar aku ini." Liu Yang Kun ikut
pula mentertawakan dirinya sendiri.
Sementara itu beberapa orang petani yang lain, yang baru
pulang dari sawahnya, ikut berhenti pula di dekat mereka.
Mereka mengawasi Liu Yang Kun dengan wajah ingin tahu,
sehingga pemuda itu rikuh dan merasa risih.
"Terima kasih, Lo-pek. Kalau begitu aku mohon diri
sekarang." pemuda itu cepat cepat meminta diri.
"Ah, mengapa tergesa-gesa? Apakah siau-heng tidak
beristirahat dulu di dusun kami? Marilah, kalau Siau-heng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mau...... singgah dulu di gubugku!" petani tua itu
mengundang dengan ramah.
"Tidak usah, Lo-pek. Terima kasih........... Saya ingin lekaslekas
sampai di kota sore ini. Sekali lagi saya mengucapkan
terima kasih atas keterangan Lo-pek ini."
Liu Yang Kun cepat-cepat memberi hormat, lalu pergi
meninggalkan petani yang baik hati itu. Sementara yang
ditinggalkan masih saja berdiri mengawasi dengan pandang
mata aneh, seakan-akan ada sesuatu yang dipikirkannya.
"Sinar matanya tajam luar biasa. Hampir-hampir aku tak
kuasa menentang tatapan matanya. Hmm......... aku berani
bertaruh pemuda itu tentu memiliki kesaktian yang luar biasa
dahsyatnya !" petani tua itu berkata didalam hatinya. Lalu
sambil menarik napas panjang ia menambahkan. "Dan..........
rasa-rasanya aku pernah melihat atau bertemu dengan dia.
Hmmmmm.........."
"Kam Lo-jin, siapakah dia.......? Apakah yang dikatakan
kepadamu tadi?" para petani yang berkumpul di dekat mereka
tadi segera mendekat dan bertanya.
Petani tua itu mengangkat pundaknya. Lalu sambil meraih
paculnya kembali dia menjawab, "Aku tak tahu. Dia hanya
memperkenalkan diri sebagai petualang. Begitu saja. Dia
menemui aku untuk menanyakan jalan menuju ke kota."
Orang-orang dusun itu mengangguk-anggukkan kepala
mereka. Kemudian sambil masih mempercakapkan Liu Yang
Kun mereka berjalan pulang bersama-sama. Seorang demi
seorang mereka lalu memisahkan diri pulang ke rumah
masing-masing. Sehingga akhirnya tinggal petani tua itu
sendiri yang melangkah pulang ke rumahnya, yaitu sebuah
rumah kecil di pinggir desa itu.
"Benar. Rasa-rasanya aku memang pernah bertemu dengan
pemuda itu. Tapi dimana.......?" sambil berjalan petani tua itu
masih disibukkan oleh bayangan Liu Yang Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi belum juga petani tua itu memasuki halaman
rumahnya, tiba-tiba dari kejauhan terdengar teriakan para
tetangganya.
"Kam Lo-jin........... Kam-lo-jin....... Ada sesosok mayat lagi
yang hanyut di sungai itu!"
"Hah! Apa.......? Mayat lagi....?" petani tua itu tersentak
kaget.
Belasan orang penduduk segera datang mengelilingi petani
tua tersebut. "Benar, Kam Lo-jin. Sesosok mayat wanita
tampak terapung-apung lagi di sungai kita. Tampaknya masih
baru. Kini sedang diambil oleh beberapa orang kawan
kita........" salah seorang dari mereka melapor.
Berbondong-bondong mereka pergi ke sungai. Di sana
telah berkerumun para penduduk desa itu. Beberapa orang
pemuda tampak membawa galah panjang untuk mengambil
mayat itu.
Mayat itu masih sangat muda. Mungkin belum ada
duapuluh tahun umurnya. Tidak ada tanda-tanda luka pada
tubuhnya yang hampir tak berpakaian sama sekali. Wajahnya
cukup manis. Dan yang jelas bukan penduduk desa itu.
"Hmmh.......keadaan mayat ini persis dengan mayat-mayat
yang telah kita ketemukan selama ini. Terbunuh oleh racun
yang sangat keras setelah diperkosa kehormatannya. Dan
wanita ini belum lama mati. Tampaknya baru saja
terjadi........." Kam Lo-jin berkata kepada seorang lelaki tua
yang hampir sebaya dengan dirinya, setelah memeriksa mayat
wanita muda itu.
Lelaki tua yang tidak lain adalah kepala desa dari dusun itu
menghela napas panjang. Air mukanya tampak geram, karena
sudah beberapa kali desanya menemukan mayat wanita tanpa
bisa mengungkapkan siapa pembunuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selama sebulan ini saja kita telah menemukan empat
mayat wanita tak dikenal. Dan semuanya adalah korban lelaki
hidung belang. Huh....... pusing aku!" dengusnya kesal.
"Cung-cu (Kepala Kampung), agaknya penjahatnya juga
sama. Mungkin seorang jai-hwa-cat (penjahat-pemetik-bunga)
yang suka mengganggu dan memaksa wanita muda." salah
seorang penduduk desa itu menyatakan pendapatnya.
"Benar, Cung-cu. Mungkin di daerah hulu sungai sana
berkeliaran seorang jai-hwa-cat, sehingga korban-korbannya
banyak yang hanyut sampai ke sini......." yang lain ikut bicara.
"Kukira memang demikian........." Kam Lo-jin menyetujui
pendapat itu." Hanya saja........"
Tapi belum juga kata-kata Kam Lo-jin itu habis, tiba-tiba
dari arah hilir sungai terdengar jeritan wanita meminta tolong.
"Tolooooong! Toloooong........!"
Semuanya terkejut dan menoleh ke arah suara itu berasal.
Seorang gadis manis, cucu kepala desa itu sendiri, muncul dari
balik pepohonan sambil menjerit-jerit dan berlari-lari. Gadis itu
hanya mengenakan pakaian dalam saja sehingga ketika
menyadari keadaannya ia langsung menubruk dan berlindung
di belakang kakeknya. Tangisnya tak bisa dibendung lagi.
Saking kagetnya Kepala-desa itu menjadi pucat pasi
wajahnya. Namun melihat keadaan cucunya dia cepat melepas
pakaian luarnya dan kemudian menyelimutkan kepada tubuh
cucunya itu.
"Ceng Ceng, ada apa? Ada apa? Le-lekas....... katakan!"
serunya gagap.
"Pemuda itu........ pemuda itu... oh.......dia........dia
hendak.....hendak berbuat kurang ajar kepada.....kepadaku!"
Ceng Ceng menjerit-jerit lagi seperti orang ketakutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apaaa.........????" sekian banyak orang yang berada di
tempat itu berseru berbareng.
Otomatis semuanya memandang ke tempat dimana gadis
itu tadi muncul. Dan semuanya berwajah berang. Belum juga
hilang rasa geram mereka menyaksikan korban kekejaman
lelaki hidung belang, kini malah ada orang yang berani
berbuat kurang ajar di depan hidung mereka. Terhadap cucu
kepala desa mereka lagi! Maka dapat dibayangkan betapa
marahnya orang-orang itu.
Sekali lagi penduduk Kee-cung itu berbondong-bondong ke
tempat di mana Ceng Ceng tadi diganggu orang. Dan kali ini
dengan kemarahan yang meluap-luap. Beberapa orang malah
mengambil senjata seadanya, seperti pacul, sabit, pisau,
tongkat dan lain sebagainya.
Kam Lo-jin yang mencoba menahan dan mendinginkan hati
orang-orang itu ternyata tidak berhasil. Orang-orang itu sudah
terlanjur marah. Oleh karena itu untuk menjaga segala
kemungkinan Kam Lo-jin lalu mengawal saja penduduk yang
sedang marah itu. Siapa tahu akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan nanti?
Dan ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Kam Lo-jin itu
memang benar-benar terjadi. Begitu sampai di tempat yang
dituju, petani tua itu melihat pemuda yang dijumpainya tadi
sedang duduk bersamadi mengheningkan pikirannya.
Tampaknya ada sesuatu yang telah terjadi pada diri pemuda
itu.
"Itu dia penjahatnya! Bunuh saja!" para petani itu
berteriak-teriak.
"Jai-hwa-cat keparat! Tentu dia pula yang membunuh dan
memperkosa mayat-mayat yang kita ketemukan itu! Bunuh
dia!" yang lainnya menyambung pula. "Benar! Bunuh saja
lelaki hidungbelang itu! Mungkin dia pulalah si Iblis Penyebar
Maut yang mengganas di propinsi Kang Lam setahun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu!" salah seorang penduduk yang mempunyai saudara di
Kota Soh-ciu, Kang Lam, berseru pula dengan kerasnya.
Demikianlah, sebelum Kam Lo-jin yang disegani penduduk
Kee-cung itu berkesempatan mencegah mereka, mereka telah
lebih dulu menyerang Liu Yang Kun. Berbagai senjata yang
mereka pegang tadi terayun bersama-sama ke tubuh pemuda
yang kini sedang duduk memusatkan pikiran itu.
"Jangaaaaan........!" Kam Lo-jin masih sempat berteriak
cemas. Tapi bukan cemas pada keselamatan pemuda itu.
Sebaliknya justru mencemaskan keselamatan orang-orang
desanya itu.
Namun semuanya telah terjadi! Puluhan senjata tumpul
maupun tajam itu sudah terlanjur mengenai tubuh Liu Yang
Kun! Dan pemuda itu seakan-akan tidak berusaha untuk
mengelak sama sekali! Dia hanya mengangkat tangannya
untuk melindungi wajahnya!
Dan yang terjadi kemudian benar-benar tidak masuk di akal
sama sekali! Memang selanjutnya terdengar suara berdebug
dan berdentang berkali-kali, serta diikuti pula suara jeritan
kesakitan di tempat itu. Namun bukan pemuda itu yang
berteriak-teriak dan terkapar di atas tanah. Sebaliknya justru
orang orang kampung itulah yang berteriak dan
bergelimpangan di atas tanah.
Tentu saja orang-orang yang belum sempat mengayunkan
senjatanya menjadi kaget dan bingung menyaksikan kejadian
itu. Mulut mereka ternganga mengawasi kawan-kawan mereka
yang bergelimpangan kesakitan itu. Mereka sama sekali tidak
tahu apa yang telah dilakukan pemuda itu terhadap kawankawan
mereka itu. Tapi yang jelas mereka menjadi ngeri dan
takut kepada pemuda itu sekarang!
Dan rasa ngeri dan takut itu segera terbukti ketika Liu Yang
Kun bangkit dari duduknya. Bagaikan sekelompok kijang yang
bertemu dengan singa, tiba tiba mereka membuang senjata di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya, lalu lari lintang-pukang menyelamatkan diri.
Saking takutnya mereka lari tanpa melihat jalan. Mereka saling
tabrak dan saling tubruk, sehingga banyak di antara mereka
yang terluka karenanya.
Sekejap saja mereka itu telah hilang dari pandangan.
Sekarang tinggal Kam Lo-jin dan orang-orang yang terluka
saja yang masih berada di tempat itu. Petani tua itu
tersenyum kecut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah itu ia menghampiri kawan-kawannya yang terluka
akibat serangan mereka sendiri tadi. Serangan yang ditujukan
kepada pemuda asing itu, namun ternyata malah membalik
mengenai diri mereka sendiri.
"Lo-pek........!" Liu Yang Kun menyapa petani tua itu.
"Sudahlah! Maafkanlah mereka! Mereka adalah orangorang
desa yang bodoh." Kam Lo-jin menyahut tanpa
memalingkan mukanya. Ia asyik mengobati kawan-kawannya.
Tangan dan jari-jarinya sungguh cekatan sekali.
"Siau-te inilah yang seharusnya meminta maaf, bukan
mereka. Siau-te lah yang bersalah, karena tak tahan
melihat......... melihat gadis yang baru mandi di sungai
itu........"
Kam Lo-jin menoleh dengan cepat. Dipandangnya wajah
Liu Yang Kun seakan akan tak percaya.
"Jadi........... kau benar-benar mengganggu gadis itu, Siauheng?"
Liu Yang Kun menarik napas panjang, lalu dengan sangat
berat ia menganggukkan kepalanya. Wajahnya tampak sedih
dan amat tertekan sekali.
"Lo-pek......! Setelah bertemu dengan engkau tadi aku
lantas pergi menyusuri sungai ini. Sambil berjalan aku
memikirkan Lo-pek, karena..........karena aku merasa seperti
pernah mengenal Lo-pek. Tapi aku lupa, dimana aku pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertemu dengan Lo-pek. Karena melamun terus, maka tak
merasa kalau sampai di tempat........di tempat gadis itu mandi.
Aku menjadi kaget setengah mati. Celakanya........ celakanya
........ aku ini mempunyai penyakit...penyakit........."
"'Penyakit hidung belang maksud Siau-heng?" Kam Lo-jin
meneruskan dengan sedikit tersenyum.
Liu Yang Kun menjadi merah-padam mukanya. "Bukan!
Bukan! Bukan itu...." sergahnya cepat. 'Penyakit itu.......
penyakit itu.......... ahh........ !"
Pemuda itu tak bisa menerangkan penyakitnya. Oleh
karena itu dengan senyum di kulum Kam Lo-jin memotong,
“Sudahlah, Siau-heng.......kau tak perlu menerangkannya. Aku
pun pernah menjadi muda pula. Tapi aku percaya kepadamu,
Bahwa sebenarnya engkau tidak jahat. Aku pun merasa
seperti pernah mengenal Siau heng pula."
"Hah? Jadi Lo-pek merasa pula kalau kita pernah bertemu
dan saling berkenalan?" Liu Yang Kun berseru girang.
'Benar. Tapi seperti halnya Siau-heng, aku yang tua ini
telah lupa pula. Hm, siapakah nama Siau-heng sebenarnya?"
"Yang Kun, Lo-pek........ Liu Yang Kun! Lo-pek siapakah?"
"Penduduk Kee-cung ini menyebutku ........ Kam Lo-jin.
Tapi....... sebentar, ehm ........Liu Yang Kun........Liu Yang
Kun.......! Rasanya aku pernah mendengar nama itu..........."
Kam Lo-jin mengeryitkan dahinya sambil berpikir keras.
Tapi sebelum petani tua itu menemukan jawabannya, Liu
Yang Kun sudah keburu ingat siapa sebenarnya petani tua
dihadapannya itu. Sambil menjura dalam-dalam, pemuda itu
berseru. "Kam-Lo-cianpwe, kita pernah bertemu di dusun Homa-
cun beberapa tahun yang lalu. Pada waktu itu siau-te
datang mengunjungi lo-cianpwe bersama-sama dengan Toatbeng-
jin dan Kauw Cu-si Tong Ciak dari Aliran Im-Yang-kauw.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Kam Lo-jin berseru girang pula. "*Hei, benar!
Ingat aku sekarang. Liu-heng datang bersama-sama dengan
puteri Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu, bukan? Aku ingat
benar pada gadis ayu berlengan satu itu. Eh, dimanakah dia
sekarang? Apakah anak itu sudah kawin?"
Sekali lagi Liu Yang Kun menjadi merah pada mukanya.
Sekejap ia seperti diingatkan kembali kepada gadis yang
pernah merampas hatinya itu. Dan tiba-tiba pula hatinya
terasa sangat pedih.
Tentu saja perubahan air muka Liu Yang Kun itu tak luput
dari pandangan Kam Lo-jin. Sebagai orang tua yang telah
banyak makan garam kehidupan, ia segera bisa meraba apa
yang kira-kira bergejolak di dalam hati pemuda itu. Oleh
karena itu ia pun segera terdiam dan tak mau mendesak pula
terlebih lanjut.
"Tampaknya ada sesuatu yang tak beres di dalam
hubungan mereka. Dahulu pun mereka kelihatan tak akur.
Dan keadaan tersebut agaknya berlarut-larut pula hingga
sekarang. Malahan siapa tahu ketidak akuran mereka itu
berkembang menjadi permusuhan yang hebat di antara
mereka kini?" ia menduga-duga di dalam hati.
Maka untuk menghilangkan kesan yang kurang
menyenangkan itu Kam Lo-jin lalu mengalihkan pembicaraan
mereka. Tapi Liu Yang Kun yang masih merasa bersalah dan
ingin menjelaskan persoalannya itu cepat mengembalikan lagi
pokok permasalahan mereka semula.
"Kam Lo-cianpwe, siau-te benar-benar ingin meminta maaf
kepada warga desa Kee-cung ini, terutama kepada gadis itu
beserta keluarganya. Aku telah khilaf tadi, dan untunglah
semuanya belum terjadi. Namun demikian siau-te ingin
menjelaskan semua ini kepada mereka......."
Kam Lo-jin menatap wajah Liu Yang Kun dengan tajamnya.
Senyumnya merekah tanda ia semakin menyukai pemuda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan keyakinannya juga semakin tebal bahwa pemuda
dihadapannya itu memang bukanlah orang jahat.
"Tapi.......bagaimana Siau heng hendak menjelaskan
kepada mereka? Bukankah Siau-heng tadi benar-benar telah
mengganggu gadis itu?"
Liu Yang Kun terdiam pula termangu mangu. " Ini....
ini.....ah, bagaimana sebaiknya Lo-cianpwe? Siau-te.... Siau-te
memang sulit menjelaskannya. Tapi..... tapi siau-te merasa
kurang enak pula kalau tidak menjernihkannya di hadapan
mereka."
Kam Lo-jin mengerutkan dahinya sambil mengusap
jenggotnya yang panjang. "Wah, repot juga kalau begitu.
Bagaimana mereka mau mengerti kalau Siau-heng tidak bisa
menjelaskan sebab-sebabnya? Siau-heng harus menjelaskan
sebab-sebab perbuatan Siau-heng itu! Kalau tidak, mana
mereka mengerti?"
"Ah!" Liu Yang Kun berdesah semakin gelisah. Beberapa
saat lamanya ia tidak segera bisa mengambil keputusan.
Bolak-balik matanya menatap Kam Lo-jin. Namun bila hendak
membuka mulut, tidak jadi.
Kam Lo jin menengadahkan kepalanya. Sambil menghela
napas panjang ia berkata, " Sebenarnya Siau-heng bisa saja
meninggalkan desa ini tanpa harus menjelaskan persoalan
kecil ini kepada mereka Tak seorangpun bisa mencegah
kepergian Siau-heng. Tapi.....aku juga lebih menyetujui
keinginan Siau-heng tadi. Soalnya......di desa ini sedang ada
persoalan gawat, yang akan bisa merugikan nama baik Siauheng
bila persoalan Siau-heng sekarang tidak segera
dijernihkan dulu."
"Persoalan gawat? Oh, persoalan apakah itu?" Liu Yang Kun
tersentak kaget.
"Sudah sebulan ini kami menemukan mayat-mayat gadis
muda di sungai ini. Gadis-gadis itu dibunuh orang setelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diperkosa kehormatannya. Nah, kalau Siau-heng tidak segera
menjelaskan persoalan Siau-heng itu selekasnya, maka tidak
urung mereka akan menganggap bahwa Siau-heng lah
pelakunya. Mereka akan menyebarkan berita ini kemanamana,
sehingga Siau-heng pun akan dicari orang untuk
dibunuh. Kehidupan Siau-heng pun lalu menjadi terkekang
dan tidak bebas lagi. Semua orang ingin menjauhi Siau-heng,
karena semua orang menganggap bahwa Siau-heng sangat
berbahaya."
"Oh? Begitukah? Kalau begitu siau te semakin bernafsu
untuk menjelaskannya kepada mereka. Kalau tidak........wah !"
Pemuda itu lantas teringat kembali akan tingkah laku dan
pengalamannya beberapa tahun yang lalu, yaitu ketika dirinya
masih meraja lela menjadi Si Iblis Penyebar Maut di daerah
Kang Lam itu. Sebuah pengalaman yang amat mengerikan,
yang sangat bertentangan dengan hati-nuraninya sendiri,
namun terpaksa ia lakukan karena ia tak kuasa mencegahnya.
Oleh karena itu ia tak ingin mengulanginya lagi sekarang. Ia
harus mencegahnya, karena selama menikah dengan Tui Lan
ia merasa telah sembuh dari penyakit anehnya itu.
"Aku baru saja keluar dari gua di bawah tanah itu. Jadi
tidak mungkin kalau aku yang membunuh dan memperkosa
gadis-gadis itu. Tentu ada orang lain yang melakukannya. Aku
harus membersihkan diriku. Aku tak ingin didakwa lagi sebagai
Si Iblis Penyebar Maut seperti dulu. Apalagi sekarang aku tak
merasa berbuat......" katanya di dalam hati.
Sementara itu Kam Lo-jin telah selesai mengobati orangorang
yang terluka. Orang itu telah bisa bangkit berdiri
kembali. Tapi mereka tampak ketakutan memandang Liu Yang
Kun.
"Saudara-saudara, kalian telah mendengar pula
pembicaraanku dengan pemuda ini tadi. Dia bukanlah pelaku
dari serangkaian kejahatan yang menimpa gadis-gadis muda
yang mayatnya kita ketemukan di sungai ini. Dia telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyanggahnya, dan aku percaya kepadanya. Memang dia
telah berusaha menganggu Ceng Ceng, cucu Kepala Desa kita.
Tapi semua itu disebabkan oleh...........oleh ......... oleh......."
Kam Lo-jin tak bisa melanjutkan keterangannya.
"Maaf. Biarlah siau-te sendiri yang menjelaskannya." Liu
Yang Kun cepat memotong seraya tampil ke depan. "Begini
saudara-saudara sekalian.....! Mungkin saudara sekalian tak
percaya kalau kukatakan bahwa aku mempunyai sebuah
penyakit yang aneh. Aneh sekali malah. Yaitu, aku tak kuasa
mengekang diri bila melihat wajah cantik. Sehingga akibatnya
kadang-kadang aku berbuat yang kurang senonoh tanpa
sadar. Namun terus terang, aku belum berbuat apa-apa
terhadap gadis itu tadi. Aku tadi baru dalam taraf melihat dan
datang mendekati tempatnya mandi. Dan ia telah berteriakteriak
ketakutan sambil berlari meninggalkanku. Itu saja. Dan
seperti yang dikatakan oleh Kam Lo-ci-anpwe ini, aku benarbenar
tidak tahu-menahu tentang mayat-mayat yang kalian
ketemukan itu. Aku baru saja datang dari pantai. Aku berani
bersumpah untuk meyakinkan kata-kataku ini..........."
Penduduk desa Kee-cung yang terluka itu hanya ternganga
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Di dalam hati
mereka belum percaya seratus persen pada pernyataan
pemuda itu, namun karena mereka takut pada kesaktian
pemuda itu, maka mereka tidak berani menyanggahnya.
Mereka hanya memandang kepada Kam Lo-jin, warga desa
mereka yang mereka anggap pintar serta berilmu itu dengan
hati pasrah.
"Nah, Kam lo-cianpwe.............marilah kita menemui Kepala
Desa untuk menjernihkan perkara ini...........!" Liu Yang Kun
akhirnya berkata.
"Baiklah, Siau-heng......"
Demikianlah, orang-orang itu lalu berjalan mengantarkan
Liu Yang Kun ke Balai Desa. Ketika sampai di tempat
pengambilan mayat tadi, mereka tidak menemukan siapapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di sana. Warga desa yang berkumpul di tempat itu telah pergi
pula menyelamatkan diri. Mereka membawa juga mayat gadis
itu.
Di sepanjang jalan menuju ke Balai Desa suasananya
seperti kuburan. Tak seorangpun tampak berkeliaran di luar
rumah. Pintu dan jendela rumah tak ada yang terbuka.
Semuanya tertutup. Anak-anak kecil yang biasa terlihat di
mana-mana itu pun tak ada yang keluar pula.
"Ah! Tampaknya kesaktian yang Siau-heng perlihatkan tadi
benar-benar menggiriskan para penduduk di sini. Lihat tak
seorangpun kelihatan batang hidungnya! Semuanya menutup
diri di dalam rumah. Hmm....... betul bukan ucapanku tadi,
Siau-heng? Mereka menganggapmu sebagai manusia yang
sangat berbahaya, yang harus disingkirkan atau., dijauhi!"
"Benar, lo-cianpwe. Oleh karena itu pula siau-te harus
cepat-cepat memberikan penjelasan kepada mereka. Bila
terlambat, dan mereka mendapat kesempatan untuk
menyebar-luaskan anggapan yang keliru ini, maka tamatlah
riwayatku. Aku tak bisa hidup aman, tenteram dan bebas lagi
seperti dulu........."
Tak berbeda dengan yang lainnya, rumah Kepala Desa itu
juga tertutup rapat semua pintu dan jendelanya. Halamannya
yang luas dimana Balai Desa itu didirikan, juga kelihatan sepi
seolah-olah tak berpenghuni. Meskipun demikian Kam Lo-jin
tetap membawa Liu Yang Kun ke atas pendapa dan mengetuk
pintunya. Beberapa orang yang mengikuti mereka tadi segera
duduk beristirahat di emperan pendapa.
"Cung-cu, bukalah pintumu.......! Aku Kam Lo-jin datang
untuk berbicara sedikit denganmu." Kam Lo-jin berseru.
Hening sejenak. Tak seorangpun menjawab. Namun telinga
Kam Lo-jin dan Liu Yang Kun dapat mendengar suara banyak
orang di dalam rumah itu. Kedua orang itu saling memandang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seakan-akan meminta pendapat masing-masing, apa yang
sebaiknya mereka lakukan.
"Kita buka dengan paksa pintu itu, lo-cianpwe?" Liu Yang
Kun mendesak.
"Ya, tapi jangan kau yang melakukannya. Mereka akan
menjadi semakin ketakutan kepadamu. Biarlah aku saja yang
membukanya." petani tua itu mengiyakan, kemudian serunya
lagi ke arah dalam, "Cung-cu...... Maaf, aku hendak membuka
pintumu secara paksa! Aku….!”
Tapi belum juga habis kata-kata Kam Lo-jin itu, tiba-tiba
pintu tersebut telah bergerit. Dari sela-sela daun pintu yang
belum sepenuhnya terbuka, Kepala Desa itu menjengukkan
kepalanya. Matanya nanar, wajahnya pucat.
"Kam..... Kam Lo-jin......." Di-dimanakah ...... pemuda,.....
pemuda setan itu......?" bisiknya gagap dan terengah-engah
seperti dikejar setan.
"Dia berada di belakangku." Kam Lo-jin menjawab seraya
menggerakkan kepalanya ke belakang.
"Hah.......?" Kepala Desa itu terhenyak kaget, lalu buruburu
hendak menutup kembali pintunya, tapi dengan tangkas
Kam Lo-jin menahannya.
"Cung-cu, jangan takut! Aku ada di sini. Lihat, kawankawan
kita yang terluka itu juga ada di sana! Mereka juga
tidak apa-apa......."
"Heh? Mereka tidak mati terkena tenaga-setan pemuda
itu?"
"Tenaga-setan? Tidak ada tenaga setan di dunia ini!" Kam
Lo-jin membujuk.
"Tidak ada? Ah, Kam Lo-jin jangan membohong! Bukankah
pemuda iblis itu tidak mempan senjata tajam? Bukankah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya jeritannya saja pemuda iblis itu mampu melontarkan
belasan kawan kita? Apakah itu bukan tenaga-setan?"
"Ah.......Cung-cu! Itu tadi bukan tenaga-setan. Setiap ahlisilat
tingkat tinggi tentu bisa melakukannya pula. Aku pun
juga bisa. Mengapa harus ditakutkan?" petani tua itu berusaha
sekuat tenaga untuk menyadarkan kepala desanya.
"Sungguh......?"
"Cung-cu ingin bukti? Baiklah.... aku akan melemparkan
Cung-cu dari belakang pintu itu hanya dengan hentakan
kakiku di lantai. Bersiaplah!"
Dengan cepat Kam Lo-jin mengerahkan tenaga-dalamnya.
Lalu sebelum kepala desanya itu menyadari keadaannya, tibatiba
kaki kanannya menghentak lantai dengan kerasnya. Hup!
Dan di saat itu juga kepala-desa itu terlempar ke belakang
dengan kuatnya.
Brussh!
"Aduuuuh!"
Di lain saat di dalam rumah itu terjadi kegaduhan.
Beberapa orang warga desa Kee-cung yang ikut bersembunyi
di dalam rumah itu berteriak-teriak kesakitan ketika tubuh
kepala-desa mereka itu menimpa mereka.
Kam Lo-jin cepat membuka pintu tersebut. Bersama sama
dengan Liu Yang Kun ia memasuki rumah besar itu. Keduanya
tersenyum geli melihat belasan orang yang jatuh tungganglanggang
di atas lantai. Semuanya tampak ketakutan ketika
melihat kedatangan Liu Yang Kun. Kam Lo-jin cepat
membangunkan kepala-desanya. "Bagaimana, Cung-cu? Tidak
ada yang aneh, bukan?"
"Ini..... ini.....eh! A-apa maksud...... maksudnya datang
kemari?" Kepala desa itu masih saja ketakutan melihat Liu
Yang Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kam Lo-jin lalu mengumpulkan orang-orang yang ada di
dalam rumah itu dan mengajak mereka keluar ke pendapa. Di
depan mereka Kam Lo-jin menerangkan bahwa Liu Yang Kun
bukanlah orang jahat. Kalau tadi pemuda itu melukai kawankawan
mereka, hal itu dilakukannya karena terpaksa. Hanya
untuk membela diri.
"Lihatlah! Kalau dia itu memang bermaksud jahat, apa
perlunya dia datang kesini untuk meminta maaf? padahal
kalau ia mau, kalian semua ini bisa saja dibunuhnya?"
'Tapi.....tapi dia hendak menggangguku!” tiba-tiba gadis
cucu kepala-desa itu berteriak dari belakang punggung
kakeknya.
"Oh, Ceng Ceng!" Kam Lo-jin berdesah dengan mulut
tersenyum. "Hal itu memang telah diakuinya pula. Tapi kau
pun juga harus memakluminya. Hmm, siapakah orangnya
yang bisa tahan melihat gadis secantik kau mandi di sungai?
Apalagi seorang yang masih sangat muda seperti dia? Tapi
yang jelas...... dia belum berbuat apa-apa kepadamu, bukan?”
Gadis itu tersipu-sipu malu. Mukanya bagai udang direbus.
"Ini.........ini...... ah......Lo-jin ini bisa saja." gumamnya tak
jelas.
Tiba-tiba Liu Yang Kun melangkah ke depan. "Benar, Siocia
(Nona).......Aku sungguh-sungguh merasa bersalah dan
meminta maaf kepadamu. Kuharap Siocia mau
memaafkannya........."
Gadis itu semakin merasa malu sekali, la bersembunyi di
belakang kakeknya dan tak berani menatap wajah Liu Yang
Kun. Tiba-tiba saja gadis manis itu merasa suka terhadap
sikap Liu Yang Kun yang terbuka dan ksatria itu.
Sementara itu satu dua orang penduduk di sekitar Balai
Desa itu mulai keluar dari rumahnya. Melihat banyak orang
berkumpul di Balai Desa bersama-sama dengan Kam Lo-jin
dan Kepala Desa mereka, mereka lalu mendekat dan ikut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkumpul pula. Sedikit demi sedikit rasa takut mereka
menjadi hilang. Apalagi ketika tampak oleh mereka, pemuda
yang sangat berbahaya itu tidaklah segarang atau sebuas
yang mereka bayangkan.
"Cung-cu, dimanakah mayat yang kita ketemukan tadi?"
setelah semuanya beres Kam Lo jin lalu bertanya tentang
mayat gadis muda itu.
"Dia telah kami kuburkan. Mengapa Kam Lo-jin?"
“Tidak apa-apa. Syukurlah kalau sudah dikuburkan. Aku
merasa kasihan melihatnya. Hmm.. .. sungguh keji penjahat
itu. Sudah memperkosa masih membunuh juga." Kam Lo jin
menggeram.
Orang orang yang berkumpul di tempat itu pun kelihatan
geram dan penasaran pula. Malah beberapa orang wanita
tampak menitikkan air-mata, seakan-akan musibah tersebut
datang pada diri keluarga mereka.
Otomatis Liu Yang Kun merasa terpukul juga. Meskipun
tidak ia kehendaki sendiri, namun ia pernah berbuat seperti itu
pula. Terbayang di otaknya sekarang, betapa sedih dan pilu
keluarga dari gadis-gadis yang menjadi korbannya dulu.
"Ooooh, peristiwa seperti itu tak boleh terulang kembali.
Aku harus mencegahnya sekuat tenaga." pemuda itu merintih
di dalam hati.
"Siau-heng, kau kenapakah? Apakah badanmu sakit?" Kam
Lo-jin yang merasa heran menyaksikan perubahan wajah
pemuda itu bertanya.
"Oh..... eh.....eh, tidak apa-apa. Siau-te tidak apa apa, locian-
pwe."' Liu Yang Kun menjawab gugup.
"Tapi .... mengapa mukamu menyeringai seperti orang
menahan sakit?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A-a-aku ikut merasakan betapa sedihnya keluarga gadis
yang mati itu..” Liu Yang Kun menjawab sekenanya.
Kam Lo-jin mengerutkan keningnya, lalu mengangguk.
"Benar, Siau-heng. Akupun akhirnya menjadi penasaran
pula. Sungguh kejam dan keji sekali penjahat itu. Ingin benar
rasanya mencari dan menangkapnya. Tapi sayang aku sudah
terlalu tua untuk melakukannya. Tulangku sudah rapuh,
ototku pun juga sudah kendor pula........"
"Ah.... Kam Lo-cianpwe ini suka benar merendahkan diri.
Siapakah orangnya di dunia ini yang tidak mengenal Kam
Song Ki, murid bungsu mendiang Bu-eng Sin-yok-ong? Dan
siapa pula yang tak tahu bahwa Kam Lo-cianpwe adalah guru
dari Keh-sim Siau-hiap yang terkenal itu?" Liu Yang Kun cepat
memotong.
Tapi dengan cepat pula Kam Lo-jin menepuk pundak Liu
Yang Kun. Sambil mendekatkan mulutnya orang tua itu
berbisik, "Hei.... jangan sebut sebut nama itu di s ini! Di dusun
ini hanya seorang petani tua yang suka menolong untuk
mengobati anak-anak. Lain tidak.”
Liu Yang Kun tertegun. Dan ketika matanya memandang ke
arah orang-orang dusun itu, memang tampak benar kalau
mereka itu sangat asing dengan nama-nama yang dia
sebutkan tadi. Semuanya, termasuk kepala desa mereka,
kelihatan bingung dan termangu-mangu mendengar
perkataannya itu.
Demikianlah setelah persoalannya dengan warga dusun
Kee-cung itu telah selesai, Liu Yang Kun lalu meminta diri.
Namun dengan cepat Kam Lo-jin menahannya. Orang tua itu
memintanya dengan sangat agar ia mau singgah dulu di
rumahnya.
"Aku mau berbincang-bincang sedikit dengan Siau-heng."
kata orang tua itu dengan wajah bersungguh-sungguh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liu Yang Kun menoleh, dan jantungnya berdebar-debar
melihat kesungguhan Kam Lo-jin. Pemuda itu seperti melihat
sesuatu yang gawat pula di balik ucapan orang tua tersebut.
Tapi karena dia tak mempunyai rencana atau tujuan yang
pasti juga, maka dia tak bisa menolak undangan itu. Begitulah
dengan diantar oleh puluhan pasang mata warga dusun Keecung
yang berkumpul di Balai Desa itu, Liu Yang Kun
melangkah pergi mengikuti Kam Lo-jin.
Walaupun kecil tapi rumah Kam Lo-jin sangat bersih dan
teratur rapi. Di halamannya pun banyak ditumbuhi pohonpohon
penyegar, sehingga tempat itu terasa nyaman dan
sejuk.
Setelah menikmati makanan seadanya, mereka lalu duduk
di depan untuk berbincang-bincang seperti yang diinginkan
oleh Kam Lo-jin tadi. Percakapan mereka yang semula amat
santai itu tiha-tiba berubah menjadi tegang dan bersungguhsungguh.
“Liu Siau-heng.......? Bolehkah aku bertanya tentang
sesuatu hal kepadamu......?" Kam Lo-jin memulai
pembicaraannya dengan bersungguh-sungguh.
"Ah! Silahkan, Lo-cianpwe.....!"
Liu Yang Kun menjawab dengan suara bergetar. Wajahnya
kelihatan tegang pula.
"Liu Siau-heng, baru dua kali ini aku bertemu denganmu.
Pertama di desa Ho-ma-cun beberapa tahun yang lalu, yaitu
ketika Liu Siau-heng datang mengunjungi pondokku bersama
Toat-beng-jin, Tong Ciak Cu-si dan Souw Lian Cu itu. Dan
yang kedua adalah sekarang ini. Tapi.... aku menjadi heran
mendengar namamu. Kalau tak salah dulu kau memakai she
Chin (marga Chin), bukan she Liu seperti yang kau sebutkan
sekarang. Eh.......maaf, manakah yang benar? She Chin
ataukah she Liu? Soalnya.....akupun pernah mendengar pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nama Liu Yang Kun yang lain, yang memiliki riwayat amat
menarik dan amat terkenal di negeri kita ini..........."
Sekilas Liu Yang Kun menatap Kam Lo-jin. Jantungnya
berdebar keras. Sementara keringat dingin seperti membanjir
pula dengan tiba-tiba. Laksana seorang pesakitan yang tidak
bisa mengelak lagi dari tuduhan jaksa, Liu Yang Kun
termangu-mangu mendengarkan pertanyaan orang tua itu.
"Bagaimana Liu Siau-heng? Manakah yang benar? She Chin
ataukah she Liu?" Kam Lo-jin mendesak lagi.
Liu Yang Kun mengusap keringat dengan ujung lengan
bajunya. Lalu dengan hati-hati ia bertanya, "Apa saja yang
telah Lo-cianpwe dengar tentang nama Liu Yang Kun yang lain
itu, Lo-cianpwe?"
Kam Lo-jin tersenyum penuh arti. "Banyak. Banyak sekali,
Siau-heng. Diantarannya adalah......dia itu putera Hong-siang
yang bertakhta sekarang. Dan dia itu telah bertahun-tahun
pergi meninggalkan istana. Entah kemana. Namun yang
terang Hong-siang telah memerintahkan pembantupembantunya
untuk mencarinya. Dan lagi, berita terakhir yang
kudengar, pangeran itu telah meninggal dunia setahun yang
lalu. Tepatnya di Lembah Dalam, di dekat Kota Soh ciu,
karena tertimbun oleh bukit yang longsor. Hmmm....... ada
apa, Siauw-heng? Apakah Siauw-heng juga sudah kenal
dengan pangeran itu? Ataukah......Ataukah........hmm?"
Kam Lo-jin tidak meneruskan kata-katanya. Sebaliknya
orang tua itu memandang Liu Yang Kun dengan tajamnya.
Dan sekali lagi mulutnya tersenyum penuh arti, seakanakan
ia memang sudah tahu siapa sebenarnya Liu Yang Kun
itu.
"Be-berita apa lagi.....yang Lo-cianpwe dengar tentang
dia?" Liu Yang Kun masih mencoba untuk meyakinkan dirinya,
meskipun tampaknya ia sudah takkan bisa menyembunyikan
diri lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 17
"Sudah kukatakan tadi. Banyak sekali. Di antaranya lagi
ialah......berita tentang masa kecil dari Pangeran Liu Yang
Kun. Menurut berita yang kudengar, sejak kecil pangeran itu
tidak mengikuti ayahnya, tapi ikut keluarga lain. Dan kalau aku
tak salah dengar, keluarga yang diikuti pangeran itu adalah
keluarga bangsawan Chin......"
Liu Yang Kun semakin tak berkutik. Kepalanya tertunduk
dalam-dalam. Berkali-kali bibirnya berdesah.
"Dan setelah tumbuh dewasa, pangeran itu ternyata
memiliki kepandaian yang hebat luar biasa. Entah dari mana
dia mendapatkan kesaktian itu, namun yang terang dalam
usianya yang masih sangat muda itu dia telah mampu
mengalahkan tokoh tokoh puncak di dunia persilatan. Oleh
karena itu tidaklah mengherankan bila namanya ikut
tercantum pula di dalam Buku Rahasia yang diributkan orang
itu......."
“Aaaah.....?" Liu Yang Kun tersentak. "Buku Rahasia? Buku
apakah itu?"
Lagi-lagi Kam Lo-jin tersenyum. "Entahlah. Aku pun belum
pernah melihatnya. Berita itu kudengar dari muridku, Keh-sim
Siau-hiap Kwee Tiong Li. Katanya di dunia persilatan telah
muncul sebuah buku, yang disebut Buku-Rahasia. Selain
memuat syair-syair yang berisi ramalan dan petunjukpetunjuk,
buku itu juga mencantumkan Daftar Tokoh-tokoh
Terkemuka dewasa ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Daftar Tokoh-tokoh Persilatan Terkemuka dewasa ini?
Ah......? Siapakah yang memiliki buku itu? Dan.......siapa pula
yang menulisnya?" Liu Yang Kun bertanya.
Tapi Kam Lo-jin cepat menggoyangkan telapak tangannya.
"Eeit, nanti dulu.....! Siau-heng belum menjawab
pertanyaanku tadi. Lebih baik Siau-heng menjawab dulu, baru
nanti bertanya lagi. Jadi percakapan kita ini menjadi enak
dirasakan. Bukan hanya aku saja yang harus bercerita dan
selalu menjawab pertanyaan Siau-heng......" katanya dengan
tertawa.
"Oooh......!" Liu Yang Kun berdesah dan tersipu-sipu. Dan
tiba-tiba keringatnya mengalir kembali dengan derasnya.
"Bagaimana, Siau-heng.......?"
Liu Yang Kun menatap Kam Lo-jin sebentar, lalu menunduk
kembali. Sebelum membuka mulut ia mengambil napas dulu
untuk menenangkan hatinya.
"Baiklah, Lo-cianpwe. Siau-te akan menjawab
pertanyaanmu tadi, biar perasaan Lo-cianpwe menjadi lega.
Menjadi yakin. Sebab bagaimanapun juga aku takkan dapat
bersembunyi terus menerus dari kenyataan, apalagi kalau aku
sudah bertemu dengan orang-orang yang telah mengenalku."
"Jadi......?" sekarang ganti Kam Lo-jin yang mendesak.
Liu Yang Kun mengangguk. "Dugaan Lo-cianpwe memang
benar. Siau-te memang putera Hong-siang yang bernama Liu
Yang Kun itu yang telah bertahun-tahun meninggalkan istana
dan yang setahun lalu telah dikhabarkan mati tertimbun bukit
longsor di Kota Soh-ciu.” katanya seraya menyingsingkan
lengan bajunya dan memperlihatkan guratan huruf Chin Yang
Kun di pangkal lengannya.
Tiba-tiba Kam Lo-jin turun dari kursinya dan membungkuk
di depan Liu Yang Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, maafkanlah orang tua yang tak tahu sopan-santun ini,
Pangeran...,..." katanya meminta maaf.
Namun dengan cepat Liu Yang Kun menahannya. "Locianpwe,
kau jangan bersikap seperti itu! Sikap orang-orang
Istana yang seperti itulah yang dahulu membuatku tak
kerasan berada di samping Hong-siang. Aku telah terbiasa
hidup di antara rakyat miskin. Bersama keluarga Chin yang
mengasuh aku sejak kecil, aku selalu hidup berpindah-pindah
untuk menghindari kejaran musuh. Oleh karena itu aku telah
terbiasa hidup menderita. Aku muak terhadap kehidupan
istana yang serba gemerlapan dan tata-cara, sementara di
luar istana kehidupan rakyat banyak yang sengsara dan
menderita. Maka sudah aku putuskan sejak dahulu, bahwa
aku akan hidup di luar istana. Aku tak ingin bergelimang
kemewahan, sementara hatiku menangis melihat rakyatku
hidup di dalam kemiskinan dan penderitaan.”
Mendadak Kam Lo-jin berdiri tegak di depan Liu Yang Kun.
Matanya mencorong menatap wajah pemuda itu.
“Maaf, Pangeran. Pangeran tadi mengatakan bahwa
sikapku salah. Tapi ternyata sikap Pangeran itupun juga salah
pula…..” orang tua itu berkata tegas.
Liu Yang Kun berdiri pula dengan cepat. Dengan wajah
keheranan iapun menatap Kam Lo-jin.
“Sikapku juga salah? Bahagian manakah yang salah?
Mengapa Lo-cianpwe dapat berkata demikian?”
“Dilihat dari sudut pribadi pangeran sendiri, sikap itu
memang mulia dan baik. Dengan demikian pangeran adalah
seorang yang sederhana, berbudi luhur, jujur dan suka
menolong manusia yang menderita. Tapi kalau dilihat dari
kedudukan dan pangkat pangeran sekarang, maka sikap itu
bisa dikatakan terlalu mementingkan diri sendiri.”
"Mementingkan diriku sendiri? Maaf, Lo-cianpwe jangan
bicara sembarangan. Mengapa Lo-cianpwe menuduhku seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu? Bukankah aku malah mengorbankan segala-galanya?
Kutinggalkan seluruh kemewahan. Kutinggalkan pula semua
kedudukan dan semua hak-hakku di lstana. Kini aku rela hidup
miskin dan menderita. Mengapa Lo-cianpwe masih berani
menuduhku terlalu mementingkan diriku sendiri?" Liu Yang
Kun berseru penasaran.
Lagi-lagi Kam Lo-jin membungkuk dengan hormatnya di
depan Liu Yang Kun. Dengan suara tenang orang tua itu
berkata.
“Maaf, Pangeran…. Sekali lagi aku yang telah tua ini
memohon maaf kepadamu bila ada kata-kataku yang salah.
Tapi aku yang sudah pikun ini memang mengatakan yang
sebenarnya. Cobalah Pangeran renungkan ! Pangeran adalah
satu-satunya putera resmi Baginda Kaisar Han, yang diakui
oleh Baginda sendiri dan rakyat banyak. Bagindapun sangat
sayang kepada pangeran. Maka tidaklah mengherankan bila
takhta kerajaan ini besuk akan jatuh kepada Pangeran pula."
"Aku tidak ingin menjadi Kaisar," Liu Yang Kun memotong
dengan cepat.
"Nanti dulu! Harap Pangeran dengarkan dulu perkataanku
ini. Dengan kedudukan Pangeran sekarang, ataupun dengan
kedudukan Pangeran besuk, Pangeran bisa mendarmabaktikan
kesederhanaan, keluhuran budi serta hasil-hasil
pemikiran Pangeran yang mulia itu untuk rakyat banyak.
Karena Pangeran telah terbiasa menderita dan merasakan
kemiskinan rakyat, maka Pangeran tentu akan bisa menolong
mereka pula. Karena pangeran telah terbiasa mengalami
kesengsaraan dan penderitaan, maka Pangeran tentu tidak
akan melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya membuat
rakyat sengsara dan menderita. Nah...bukankah dengan
demikian Pangeran akan membahagiakan dan menyenangkan
rakyat? Tidak cuma menyenangkan dan membahagiakan diri
Pangeran sendiri? Mungkin dengan meninggalkan semua
kedudukan dan kemewahan itu Pangeran menjadi lega dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahagia. Tetapi...... bukankah hal itu terlalu mementingkan
diri sendiri? Padahal dengan kemampuan, kedudukan dan
jabatan Pangeran itu Pangeran bisa berbuat lebih banyak
untuk rakyat yang miskin dan sengsara? Apakah sikap
Pangeran itu tidak sama dengan sikap seorang Panglima
Perang yang meninggalkan pasukannya hanya karena tidak
suka perang dan kekerasan? Apakah sikap Panglima Perang
yang berbuat seperti itu justru tidak akan menjerumuskan
pasukannya ke lembah kehancuran?”
"Ouooh ....!"
Bagaikan air es kata-kata Kam Lo-jin yang panjang lebar itu
mendinginkan hati Liu Yang Kun. Perlahan-lahan pemuda itu
duduk kembali. Wajahnya tertunduk. Tiba-tiba hatinya
menjadi sadar akan kekeliruannya selama ini. Dia memang
terlalu mementingkan dirinya sendiri. Dia telah menyianyiakan
harapan rakyat. Dia juga telah menyakiti dan
menyengsarakan hati ayahnya. Dia memang seperti Panglima
Perang yang meninggalkan pasukannya di medan perang,
hanya karena tidak menyukai peperangan dan kekerasan.
"Oh, Lo-cianpwe .. . maafkanlah kebodohanku. Aku
mengaku salah. Hatiku memang terlalu mementingkan diri
sendiri. Jiwaku sungguh kerdil.'' pemuda itu merintih.
Tapi dengan cepat, Kam Lo-jin menghiburnya. Dengan
gaya seorang tua yang telah amat kenyang dengan pahitgetirnya
kehidupan, Kam Lo-jin menepuk-nepuk pundak Liu
Yang Kun.
"Maaf, Pangeran........Pangeran tidak perlu berkecil hati.
Pangeran masih amat muda, maka tak mengherankan kalau
hati dan pikiran belum sepenuhnya terbuka. Dalam hal lain,
misalnya dalam hal ilmu silat, Pangeran memang telah cukup
mendapatkan ujian dan tempaan, sehingga dalam hal ini
Pangeran boleh dikatakan telah lulus dan mencapai tingkat
yang tertinggi. Namun dalam hal kematangan jiwa, pikiran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kehidupan, Pangeran masih harus belajar banyak.
Semuanya itu membutuhkan waktu........"
Liu Yang Kun menengadahkan mukanya. Sambil menarik
nafas panjang ia bertanya: "Lalu.... apa yang harus saya
kerjakan, Lo-cianpwe?"
"Tentu saja Pangeran harus selekasnya pulang ke istana,
menemui Baginda Kaisar Han, dan memohon maafnya..”
"Tapi..... " Liu Yang Kun memotong, namun tak kuasa
melanjutkannya.
"Tapi Pangeran belum merasa siap dan masih enggan
untuk melakukannya?” Kam Lo-jin yang arif itu menebak hati
Liu Yang Kun.
Pemuda itu cepat mengangguk. “Benar, Lo-cianpwe. Tapi
bukannya aku tak mau melakukannya. Aku hanya belum siap
sekarang.”
Kam Lo-jin menghela nafas. "Baiklah. Hal itu memang tidak
dapat dipaksa. Terserah kepada Pangeran sendiri. Namun aku
sangat bergembira atas kesediaan Pangeran untuk pulang itu.
Terima kasih."
Demikianlah, untuk beberapa waktu lamanya mereka tidak
berbicara lagi. Masing-masing disibukkan oleh pikiran dan
perasaan mereka sendiri. Baru beberapa waktu kemudian Liu
Yang Kun seperti tersentak dari ketermenungannya.
“Eh, Lo-cianpwe.....Lo-cianpwe tadi mengatakan bahwa di
dunia persilatan telah muncul sebuah buku yang disebut orang
Buku Rahasia. Malah lo-cianpwe tadi juga mengatakan bahwa
di dalam buku tersebut juga dicantumkan nama-nama Tokohtokoh
Persilatan Terkemuka dewasa ini ........ Ehm, siapakah
pemilik sebenarnya dari buku itu? Dan siapakah penulisnya?"
"Haha..... tampaknya Pangeran menjadi tertarik juga akan
buku itu. Menurut berita yang kudengar, buku itu adalah milik
Ban-hoat Sian-seng dari Puncak Gunung Hoa-san. Tapi entah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimana caranya, buku itu jatuh ke tangan Bok Siang Ki
yang tinggal di tengah gurun Go-bi. Dan entah bagaimana
pula caranya, buku itu lalu muncul di dunia persilatan,
sehingga banyak tokoh yang mengetahuinya. Kemudian dari
mulut ke mulut isi buku itu diceritakan pula kepada orang lain,
hingga sebentar saja berita itu telah membikin gusar dan
penasaran banyak orang, karena di dalam salah satu
bagiannya buku itu menuliskan urutan Daftar Tokoh-tokoh
Persilatan Terkemuka dewasa ini. Mereka menjadi penasaran
karena nama mereka tertulis pada nomer-nomer yang paling
akhir, sementara pada nomer-nomer paling atas banyak
tercantum nama-nama yang sama sekali belum dikenal di
dunia persilatan.”
"Eh, tadi lo-cianpwe mengatakan bahwa namaku juga ikut
tertulis pula di dalam daftar itu. Apakah...... apakah locianpwe
tahu nomer urutanku?"
Kam Lo-jin tersenyum. "Nah! Bukankah Pangeran ikut
menjadi penasaran pula seperti yang lain?"
"Ah!” Liu Yang Kun berdesah dan tersipu-sipu.
"Tapi tak apa. Sudah wajar kalau Pangeran menjadi
penasaran pula. Sebab bagaimanapun juga Pangeran masih
sangat muda. Darah masih panas. Apalagi dalam urusan Ilmu
silat seperti ini.."
"Ah, lo-cianpwe.”
Sekali lagi Kam Lo-jin tersenyum. "Maaf, Pangeran.......Aku
sendiri juga hanya mendengar dari orang lain, sehingga aku
juga tidak tahu persis urut urutannya. Menurut apa yang
kudengar, pada urutan yang pertama sampai ke lima tertulis
nama-nama Ban-bok-bu-giok-hong, yaitu singkatan nama dari
Ban-hoat Sian-seng, Bok Siang Ki, Bu-tek Sin-tong, Giok-bin
Tok-ong dan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. Sedangkan urutan
yang keenam sampai dengan kesepuluh aku tak begitu jelas
urut-urutannya. Kalau tak salah, yang berada di urutan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keenam ada dua orang, yaitu Lo-sin-ong dan..... aku. Lalu di
urutan yang ketujuh juga ada dua orang, yaitu Toat-beng-jin
atau Lo-jin-ong dari Im-Yang-kauw dan......... Pangeran
sendiri."
"Ohh?!"
"Kemudian di urutan yang ke delapan malah ada tiga
nama, yaitu Keh-sim Siau-hiap, muridku sendiri, Pek-i Liongong,
bekas suhengku juga, dan Put Chien-kang Cin-jin, dari
aliran Bing kauw. Dan yang tertulis di urutan yang kesembilan
dan kesepuluh adalah Put-ceng-li Lo-jin dan Tung-hai-tiauw.”
''Lalu....? Urutan-urutan selanjutnya?" Liu Yang Kun
bertanya pula.
"Wah......aku tak bisa menghapalnya, Pangeran. Banyak
sekali. Mungkin sampai nomor yang ketigapuluh. Dan kadangkadang
setiap nomer tertulis dua nama atau lebih. Tapi.....
yang jelas Pangeran termasuk dalam Bu-lim Cap-hiong
(Sepuluh Jago Persilatan)." Kam Lo-jin mengakhiri
keterangannya dengan tersenyum.
Liu Yang Kun ikut tersenyum pula. Sambil menghela napas
pemuda itu memberi komentar, ”Ah…..ada-ada saja! Enak saja
menuliskan urut-urutan kesaktian orang di dalam buku. Tak
heran kalau banyak yang marah dan penasaran. Hmmh…..!
siau-te sendiri belum pernah berjumpa, apalagi sampai dicoba
oleh penulisnya. Masakan dengan begitu ia sudah bisa
mengukur kemampuanku?”
Kam Lo-jin mengangkat pundaknya. "Yah, setiap orang
memang berkata begitu pula. Terutama yang berada di urutan
belakang. Mereka menjadi marah. Apa lagi yang merasa
kemampuannya tidak kalah dengan orang yang tertulis di
atasnya. Perselisihan dan bentrokan pun lantas timbul di
antara mereka. Dan akibatnya dunia persilatan menjadi resah
dan panas. Setiap orang ingin memperbaiki kedudukannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka menantang orang-orang yang berada di urutan
atasnya.”
"Oh..... sampai demikian hebat pengaruhnya?" Liu Yang
Kun menyela.
Kam Lo-jin mengangguk. “Ya. Dan mereka pun lalu
berlomba-lomba pula untuk meningkatkan ilmu mereka.
Berbagai macam cara mereka lakukan. Ada yang menempa
diri dengan lebih tekun mendalami ilmunya. Ada yang
menambah ilmunya dengan mempelajari ilmu silat lain yang
lebih tinggi. Dan ada pula yang mencari obat-obat atau
mustika-mustika berkhasiat tinggi, yang dapat
melipatgandakan kesaktian mereka."
"Mustika berkhasiat tinggi?" Liu Yang Kun yang merasa
memiliki mustika racun itu menyela.
"Benar. Mungkin Pangeran telah pernah mendengar pula
tentang mustika atau pusaka yang mampu menambah atau
melipat-gandakan kesaktian pemiliknya seperti misalnya.....
darah ular-raksasa Ceng-liong-ong di danau Tai Ouw yang
mampu melipat-gandakan Iwe-kang orang yang
meminumnya."
"Darah ular raksasa Ceng-liong-ong?" Liu Yang Kun
tersentak kaget.
"Ya! Pangeran pernah mendengarnya pula, bukan? Atau….
Pangeran malah ikut memperebutkannya juga setengah bulan
yang lalu?"
“Setengah bulan yang lalu? Apa maksud Lo-cianpwe?”
Kam Lo-jin mengerutkan dahinya. “Ah! Apakah Pangeran
tidak ikut menyaksikan keramaian di atas danau Tai Ouw pada
malam bulan purnama setengah bulan yang lalu itu?” serunya
heran.
Liu Yang Kun cepat menggelengkan kepalanya. Dengan air
muka keheranan dia memandang orang tua itu. “aku sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tak mengetahuinya. Apakah Lo-cianpwe juga menonton
keramaian itu?” pemuda itu balik bertanya.
Ternyata Kam Lo-jin juga menggelengkan kepalanya.
“Tidak Pangeran. Aku sudah merasa terlalu tua untuk ikut
memperebutkannya. Aku hanya menyuruh Keh-sim Siau-hiap
Kwee Tiong Li untuk mewakiliku. Ia masih muda, sehingga
mustika itu sangat penting buat dia. Tapi katanya ular raksasa
Ceng-liong-ong tidak muncul pada malam itu. Entah
mengapa……?”
Liu Yang Kun terhenyak untuk beberapa saat lamanya.
Sadarlah ia sekarang mengapa mendadak Liong-cu-i-kangnya
bertambah dahsyat. Ternyata semua itu karena khasiat darah
ular raksasa Ceng-liong-ong yang telah diminumnya. Dan
tentu saja ular raksasa itu tak muncul di atas Danau Tai Ouw
karena telah mati dibunuhnya. Malahan mustika racun ular itu
telah berada di tangannya pula.
"Kalau begitu antara lorong di bawah tanah itu dengan
Danau Tai Ouw memang ada hubungannya....." pemuda itu
membatin.
Tapi pemuda itu tidak mengatakan apa-apa. Apalagi
tentang peristiwa yang dia alami di dalam lorong gua itu. la
hanya mengangguk-angguk mendengar cerita orang tua itu.
Setelah saling berdiam diri beberapa saat lamanya, Kam
Lo-jin lalu buka pembicaraan lagi. Kali ini nada suaranya
terdengar bersungguh-sungguh kembali.
"Maaf, Pangeran...... Pangeran tadi belum bercerita tentang
cara bagaimana.. Pangeran menyelamatkan diri dari timbunan
tanah longsor itu. Hmm, bolehkah aku mendengarnya?"
Liu Yang Kun tersentak kaget dari lamunannya. Pertanyaan
yang tiba-tiba tentang tanah longsor itu benar-benar
membuatnya berkeringat. Beberapa saat lamanya ia berdiam
diri untuk mencari jawaban yang tepat, namun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyinggung keadaan atau pengalamannya di dunia bawah
tanah itu.
"Ah....! Sebenarnya aku tidak tertimbun oleh bukit yang
longsor itu, Lo cianpwe. Aku masih terlindung oleh celah-celah
batu di mana aku berada, sehingga aku bisa keluar melalui
sela-sela atau lorong-lorong kecil yang kudapati di tempat itu."
"Begitukah? Wah, kalau begitu Thian benar-benar masih
melindungimu, Pangeran.” Kam Lo-jin berkata hampir tak
percaya.
Tapi Liu Yang Kun tak menyahutnya lebih lanjut. Entah
mengapa pemuda itu tak ingin menceritakan pengalamannya
di gua-gua di dalam tanah itu. Pemuda itu tak ingin bercerita
tentang perkawinannya dengan Tui Lan dan tak ingin bercerita
pula tentang buku-buku Bit-bo-ong maupun perkelahiannya
dengan Ceng-liong-ong itu.
"Lalu...... apa rencana Pangeran selanjutnya? Kemana
sebenarnya tujuan Pangeran sekarang?"
Pemuda itu menatap wajah Kam Lo-jin lalu menggeleng.
"Entahlah, Lo-cianpwe. Aku sama sekali tak mempunyai tujuan
yang pasti. Aku hanya ingin berjalan terus, sampai akhirnya
aku menjadi bosan sendiri. Setelah itu mungkin aku akan
kembali ke istana, untuk menghadap Hong-siang dan
memohon maaf atas kesalahanku."
"Hmmm....... Dan Pangeran benar-benar akan menempuh
jalan sungai itu ke arah utara?"
"Ya!"
Keduanya lalu berdiam diri kembali. Tapi kesunyian itu
tidaklah lama karena dari jalan tampak seorang gadis
memasuki halaman rumah Kam Lo-jin itu.
"Lo-jin.....! Aku membawakan lauk kesukaanmu!" dari jauh
gadis itu telah berseru sambil mengangkat tempat sayur yang
dijinjingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, Ceng Ceng...... repot benar kau ini! Bukankah aku
sudah bisa memasaknya sendiri?" Kam Lo-jin pura-pura
menggerutu.
"Tapi kan tidak seenak masakanku....." Ceng Ceng
membantah.
"Ya, tentu saja......." Kam Lo-jin menjawab dengan
tersenyum. Lalu, “Tapi.....mengapa kau hanya sendirian saja?
Dimanakah tunanganmu? Mengapa dia tidak
mengantarkanmu?"
Tiba-tiba wajah yang manis itu merengut. Apalagi ketika Liu
Yang Kun ikut menatapnya pula, seolah-olah juga menunggu
jawabannya.
"Mengapa aku harus membawanya pula. Huh! Lo-jin
memang suka mengganggu aku. Kalau begitu aku mau pulang
lagi saja." katanya kesal seraya membalikkan tubuhnya.
"Eee.....eeee..... nanti dulu! Kenapa menjadi marah?
Bukankah aku hanya bergurau?" Kam Lo-jin cepat-cepat
berseru pula seraya menepuk pundak gadis itu.
"Habis, Lo-jin juga keterlaluan….” Gadis itu berhenti dan
merengut. Matanya mengerling dengan wajah dongkol.
Namun kepalanya segera tertunduk begitu bertatapan dengan
Liu Yang Kun. Air mukanya berubah menjadi merah.
Sebaliknya Kam Lo-jin yang sudah tua itu segera maklum
menyaksikan sikap si gadis yang kemalu-maluan itu. Dengan
menghela napas panjang ia memandangi wajah Pangeran Liu
Yang Kun yang tampan itu. Dan hatinya diam-diam menjadi
kasihan kepada Ceng Ceng.
"Ceng Ceng, apakah pekerjaanmu sudah selesai semua?
Hmm..... jangan-jangan kakekmu mencarimu nanti." sambil
menerima kiriman itu Kam Lo-jin mencoba untuk menyuruh
pergi gadis itu dengan halus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi tampaknya kedatangan Ceng Ceng kesitu memang
ingin bertemu dengan Liu Yang Kun. Entah bagaimana
terjadinya, namun panah asmara tampaknya telah mengenai
cucu Kepala Desa itu.
"Ah, pekerjaanku sudah beres semuanya. Kakek takkan
mencariku lagi.” Gadis itu cepat mengelak.
"Aaaaa......!" Kam Lo-jin berdesah panjang. Sekilas
wajahnya suram.
Dan perasaan Liu Yang Kun yang tajam agaknya juga
merasakan pula sikap kedua orang itu. Oleh karena itu untuk
menjaga hal-hal yang tak diinginkan, ia segera mohon diri
kepada Kam Lo-jin.
Meskipun sebenarnya orang tua itu belum puas bertemu
dan berbincang-bincang dengan Liu Yang Kun, tapi ia terpaksa
membiarkan anak muda itu pergi meninggalkan rumahnya.
Lebih baik pemuda itu pergi dari pada nanti terjadi persoalanpersoalan
lain dengan gadis cucu kepala desanya itu.
Di lain pihak keberangkatan Liu Yang Kun yang mendadak
dan seolah-olah menghindari dirinya itu benar-benar sangat
mengecewakan dan melukai hati Ceng Ceng. Dengan cepat
gadis itu melangkah keluar pula, lalu tanpa pamit kepada Kam
Lo-jin dia pulang ke rumahnya.
Kam Lo Jin menghembuskan napas dalam-dalam. Ia tak
tahu harus berbuat bagaimana, karena semuanya berlangsung
dengan cepat dan tak terencana. Namun demikian di dalam
hati orang tua itu cukup bersyukur dengan keadaan tersebut.
Hal itu akan lebih baik dari pada terjadi hal-hal yang
sebaliknya karena bagaimana pun juga kedua anak muda itu
tidak mungkin bisa bersatu. Liu Yang Kun adalah seorang
pangeran, putera tunggal Kaisar Han, sementara Ceng Ceng
hanya seorang gadis dusun dan juga sudah bertunangan pula.
“Aaaaah....,!" Kam Lo-jin berdesah panjang sambil
mengelus-elus jenggotnya. Matanya suram mengawasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punggung Liu Yang Kun dan Ceng Ceng yang telah jauh
meninggalkan halaman rumahnya.
Perlahan-lahan orang tua itu membalikkan tubuhnya,
kemudian melangkah memasuki rumahnya. Tapi sebelum ia
menutup pintunya kembali, dari arah kemana Ceng Ceng tadi
pergi tiba-tiba terdengar suara jeritan wanita.
"Toloooooong.....!”
“Perampok! Perampok…..! Perampok……….!”
“Penculik! Awaaas..... Tangkap!"
Sebentar saja dusun itu menjadi gempar luar biasa. Kam
Lo-jin tidak jadi menutup pintunya. Sebaliknya dengan
kecepatan tinggi tubuhnya melesat ke luar halaman. Tubuh
yang tua dan kelihatan lemah itu mendadak berubah menjadi
tangkas dan beringas bukan main. Kakinya berloncatan ke
tempat keributan dengan gesitnya, laksana seekor kijang
muda mencari induknya.
Dan orang tua itu segera terkesiap menyaksikan keributan
yang terjadi di tengah tengah jalan desanya. Belasan orang
asing bersenjata lengkap tampak bertempur dalam suasana
tidak seimbang dengan penduduk desa Kee-cung itu. Bahkan
pertempuran itu lebih tepat disebut pembantaian dari pada
pertempuran yang sesungguhnya. Bagaikan kelompok
kambing yang ketakutan di padang perburuan, penduduk desa
itu tercerai-berai dan bergelimpangan diterjang oleh belasan
orang asing yang kejam dan buas seperti serigala.
Kemarahan Kam Lo-jin tak bisa dibendung lagi. Mulutnya
menggeram dengan dahsyatnya. Begitu kuat getarannya,
sehingga orang-orang yang berada di dalam arena itu merasa
bagai diguncang isi dadanya. Dan sebelum orang-orang asing
itu menyadari apa yang telah terjadi, tubuh mereka telah jatuh
tunggang-langgang pula diterjang oleh angin pukulan orang
tua itu. Untunglah meskipun marah orang tua itu bukanlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia yang suka membunuh orang, sehingga pukulannya
tidak bermaksud untuk melenyapkan jiwa lawannya.
Walaupun demikian orang-orang yang bermaksud buruk di
desa itu menjadi ketakutan melihat Kam Lo-jin. Sambil
tertatih-tatih dan terpincang-pincang mereka melarikan diri
dari tempat itu. Mereka berlari ke arah sungai.
Kam Lo-jin lalu bergegas menolong penduduk yang menjadi
korban. Tapi baru saja orang tua itu berjongkok, tiba-tiba
datang Kepala Desa berlari-lari dari arah sungai. Orang yang
umurnya juga hampir sebaya dengan Kam Lo-jin itu berteriakteriak
bagai orang kesurupan.
"Lo-jin......! Lo-jin.....! Tolong... tolonglah, cucuku! Ceng
Ceng di-diculik….pen…penjahat!”
“Apa…? Ceng Ceng diculik orang? Dia …..dia tadi baru saja
dari rumahku…..” Kam Lo-jin berseru pula tak kalah kagetnya.
"Benar....! Dia....dia baru saja diculik oleh pimpinan para
penjahat yang menyerbu desa kita! Dia.....dia dibawa naik
kuda!”
“Naik kuda? Kurang ajar….! Cung cu, kalau begitu tolong
kau urus kawan kawan kita yang terluka ini! Aku akan
mengejar cucumu!”
“Ba-baik, Lo-jin! Orang….. orang itu berlari ke arah Utara!”
Kepala Desa itu memberi keterangan.
Tanpa menyia-nyiakan waktu lagi Kam Lo-jin melesat ke
arah sungai. Di tempat itu Kam Lo-jin bertemu dengan
rombongan penjahat yang lain. Dan mereka memiliki
kepandaian yang lumayan juga, sehingga orang tua itu
terpaksa turun tangan pula untuk menjaga agar mereka tidak
mengumbar kekejamannya di kalangan penduduk.
"Dari mana sebenarnya penjahat-penjahat ini? Mengapa
demikian banyak jumlah mereka?" orang tua itu membatin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heiiii, awaaas! Disini ada ikan hiu besar!" salah seorang
berteriak begitu menyaksikan kehebatan Kam Lo-jin.
"Siapkan jaring........!" yang lain menyambung.
Orang-orang itu lalu bertebaran mengelilingi Kam Lo-jin.
Masing-masing menggenggam tali panjang, yang ujungnya
dikaitkan dengan sebuah jangkar kecil terbuat dari besi tajam.
Mereka lalu berputaran sambil sesekali menyabitkan jangkarjangkar
kecilnya ke arah Kam Lo-jin.
"Hmm, agaknya mereka bajak laut dari laut timur. Tapi
sungguh mengherankan sekali, bagaimana mereka bisa
sampai di tempat ini? Dusun ini cukup jauh dari pantai."
sambil mempersiapkan dirinya Kam Lo-jin berkata di dalam
hati.
Demikianlah, beberapa saat kemudian orang-orang itu
benar-benar menyerang Kam Lo-jin. Jangkar-jangkar kecil itu
bertebaran bagai hujan ke tubuh orang tua itu. Namun
dengan gin-kangnya yang hebat tiada tara Kam Lo-jin
mengelak, menangkis dan menyambar besi-besi berkait itu
dengan amat mudahnya. Kakinya bergeser, melangkah,
melompat dan melejit dengan ringannya dalam ilmu Ban-sengpo
Lian-hoan (Langkah Selaksa Bintang Beralih), sebuah ilmu
meringankan tubuh yang selama ini menjadi kebanggaan Kam
Lo-jin dan muridnya, Keh-sim Siau hiap Kwee Tiong Li.
Tentu saja para penjahat itu menjadi gugup dan bingung
sekali. Tiba-tiba saja lawan mereka yang telah tua itu seperti
lenyap terbungkus asap. Dan asap itu berkelebatan di sekitar
mereka, beralih ke sana kemari, sambil membentur dan
merebut senjata mereka.
"Gilaaa.....!" salah seorang diantaranya mengumpat ketika
jangkarnya terlepas dari tangannya, sedangkan tubuhnya
terbanting di atas tanah.
Dan kejatuhan orang itu segera diikuti pula oleh kawankawannya.
Mereka bergelimpangan tanpa mengerti sebabTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sebabnya. Mereka hanya melihat gulungan asap itu menerjang
mereka, dan tahu-tahu mereka terdorong atau terlempar jatuh
begitu saja.
"Nah, kalian mau pergi dari sini atau tidak? Kalau tidak
mau, hemm.....baiklah, aku akan membunuh kalian semua!”
Kam Lo-jin dengan berdiri tegak membentak penjahatpenjahat
yang sudah tidak berdaya itu.
"Badai topan! Lariii.......!" salah seorang berseru kuat-kuat,
kemudian lari mendahului kawan-kawannya. Dan sekejap
kemudian yang lainpun segera ikut melarikan diri pula.
Dengan tangkas mereka menceburkan diri kesungai dan
berenang ke arah perahu mereka yang menunggu di tengah
sungai. Di sana mereka telah ditunggu pula oleh teman-teman
mereka yang tadi dihajar Kam Lo-jin di tengah jalan desa itu.
"Sungguh mengherankan sekali. Apakah di tengah lautan
sana sudah tidak ada perahu yang dapat mereka rampok lagi,
sehingga mereka berkeliaran sampai di daratan terpencil
seperti ini?" Kam Lo-jin menggerutu sambil menggelenggelengkan
kepalanya.
Setelah dapat mengusir para penjahat itu, Kam Lo-jin lalu
meneruskan langkahnya untuk mengejar pemimpin penjahat
yang melarikan Ceng Ceng. Karena jaraknya sudah agak lama,
apalagi pemimpin penjahat itu mempergunakan kuda maka
Kam Lo-jin mengalami kesulitan dalam melacaknya. Sampai
matahari turun ke barat, Ceng Ceng serta penculiknya tidak
dapat ia ketemukan. Padahal orang tua itu sudah sampai di
kota An lei pula. Oleh karena itu dengan wajah lesu orang tua
itu kembali ke desa kee-cung.
Sementara itu desa Kee-cung seolah-olah dalam keadaan
muram dan berkabung. Hampir seluruh penduduknya
berkumpul di Balai Desa. Mereka membawa obor untuk
menerangi halaman rumah kepala desa, yang kini diubah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk sementara menjadi tempat menyimpan dan merawat
para korban kekejaman penjahat tadi siang.
Sedang kepala desa itu sendiri tampak gelisah bukan main.
Bolak-balik ia mondar-mandir dari rumahnya ke jalan, untuk
melihat kedatangan Kam Lo-jin. Wajahnya yang telah
berkeriput itu tampak lesu dan kusut, sekusut pakaian yang
dikenakannya. Dan hampir saja dia tak kuasa mengendalikan
dirinya ketika dilihatnya orang yang ditunggunya itu kembali
tanpa membawa cucunya.
“Ba-bagaimana Lo... Lo-jin? dimanakah cucuku?" desahnya
terengah engah seperti orang yang baru saja dikejar hantu.
Kedua tangannya mencengkeram dan mengguncang-guncang
tubuh Kam Lo-jin dengan kerasnya.
Kam Lo-jin menatap kepala desanya itu dengan pandang
mata kasihan dan penuh penyesalan. Kemudian dengan
sangat berat ia menggelengkan kepalanya.
“Aku..... aku tak bisa menemukannya, Cung-cu. Maafkanlah
aku.......”
“Ooooooh...........?!” kepala desa itu menjerit, lalu tak
sadarkan diri.
Seorang pemuda berkulit hitam, namun tampak gagah dan
gesit, cepat datang menolong kepala kampung itu.
“Kakek……!” serunya khawatir.
Dan orang-orang yang berada ditempat itupun lalu menjadi
gempar dan ribut. Tapi dengan cepat Kam Lo-jin
menenangkan hati mereka.
“Sudah! Kalian semua harap tenang! Cung-cu tidak apaapa.
Dia hanya pingsan karena kaget mendengar cucunya tak
bisa kuselamatkan. Sudahlah! Harap kalian duduk kembali
dengan tenang. Nanti kita pikirkan lagi cara yang lain untuk
mencari gadis itu.” Orang tua itu berseru. Lalu katanya kepada
pemuda berkulit hitam itu,”Cong Tai! Marilah kita bawa CungTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
cu ini ke dalam rumah. Kau pun tak perlu bersusah hati. Nanti
kita cari lagi tunanganmu itu. Marilah.......!”
“Ba-baik, Lo-jin........” pemuda itu menyahut dengan suara
sedih pula.
Demikianlah semua orang di Balai Desa itu dengan hati
sedih membayangkan kesengsaraan yang kini tentu sedang
dialami oleh Ceng Ceng. Mereka membayangkan bahwa gadis
itu tentu sedang disiksa dan dihina melampaui batas
kemanusiaan oleh penjahat yang menculiknya. Atau mungkin
gadis itu sudah dibunuh mati oleh penjahat itu setelah
diperkosanya.
Tak seorangpun dari penduduk Kee-cung itu yang
membayangkan, apalagi mengetahui bahwa bayangan atau
dugaan mereka tersebut adalah salah. Pada waktu itu sama
sekali Ceng Ceng tidak disiksa atau diperlakukan secara tidak
manusiawi oleh penculiknya, apalagi sampai menderita
sengsara atau dibunuh seperti bayangan mereka itu. Tapi
sebaliknya saat itu Ceng Ceng sedang berada di puncak
kebahagiaannya malah!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, gadis itu dengan
perasaan malu dan tersinggung meninggalkan rumah Kam Lojin.
Entah mengapa, sikap Liu Yang Kun yang tak peduli dan
acuh terhadap dirinya itu membuat hatinya merasa panas dan
tersinggung. Sambutan yang dingin dari pemuda yang tibatiba
sangat menarik perhatiannya itu benar-benar jauh di luar
dugaannya.
Semula, menilik sikap dan kelakuan Liu Yang Kun ketika
mengganggu dia di tepi sungai itu, Ceng Ceng merasa yakin
bahwa pemuda itu amat tertarik kepada dirinya. Oleh karena
itu ketika dia berkunjung ke rumah Kam Lo-jin, yang saat itu
sedang menjamu Liu Yang Kun, hatinya benar-benar merasa
yakin pula kalau pemuda itu tentu akan merasa sangat
bergembira melihat dirinya. Bahkan mungkin pemuda itu akan
mengulangi lagi sikapnya di tepi sungai itu. Dan bila memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian halnya, Ceng Ceng sudah mempersiapkan pula
jawabnya. Gadis itu akan bersikap jinak jinak merpati
sehingga pemuda itu akan bertambah gemas dan penasaran
terhadapnya.
Tetapi apa yang ada didalam bayangannya itu ternyata
jauh sekali bedanya dengan kenyataannya. Ternyata pemuda
itu tidak menyambutnya dengan gembira seperti dugaannya.
Sebaliknya pemuda itu pergi begitu saja, seakan-akan belum
pernah mengenal dirinya.
Begitulah, dalam keadaan kesal dan penasaran, Ceng Ceng
berjalan tergesa-gesa menuju ke rumahnya. Karena kesal
maka pikirannya menjadi kusut dan pepat, sehingga
kewaspadaannya pun menjadi hilang pula. Dan tiba-tiba saja
wajahnya menjadi pucat ketika empat orang lelaki kasar
mencegat jalannya.
"Twa-ko, lihat.....! Ternyata ada juga perawan cantik di
dusun terpencil ini!" salah seorang dari empat orang kasar itu
berkata sambil menunjuk ke arah Ceng Ceng.
"Bagus! Kalau begitu gadis ini untukku! Akan kubawa gadis
ini ke An-lei. Nah, beritahukanlah kepada teman-teman kita
nanti, bahwa aku akan mendahului pergi ke An-lei! Kutunggu
kalian semua di sana!" orang yang disebut twa-ko yang
tampaknya adalah pimpinan mereka berteriak gembira.
"Twa-ko hendak menggendong gadis ini sampai di An-lei?"
"Tentu saja tidak, goblog! Bukankah kita tadi melihat
seekor kuda di rumah dekat sungai itu? Aku akan
membawanya dengan kuda itu."
“Bagus, Twa-ko! Bagus.......! Silakanlah kalau begitu! Kami
akan mencari mangsa juga di dusun ini, hehehe.!"
Sementara itu Ceng Ceng segera sadar bahwa ia sedang
menghadapi penjahat. Cepat ia membalikkan tubuhnya, dan
bermaksud kembali ke rumah Kam Lo-jin. Tapi penjahat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipanggil twa-ko itu ternyata lebih cepat lagi. Dengan
menyeringai kotor penjahat itu menubruk Ceng Ceng.
Gadis itu menjerit ketakutan, dan berusaha mengelak! Tapi
apa dayanya! Menghadapi lelaki kasar itu ia tak bisa berbuat
banyak. Dengan mudahnya ia diringkus. Meskipun ia berusaha
meronta dan melawan dengan sekuat tenaganya, tapi
penjahat itu benar-benar sangat kuat. Terlalu kuat baginya.
Sehingga akhirnya ia hanya bisa menjerit-jerit dan melolonglolong.
Tapi sebelum penduduk desa itu datang menolong dia,
penjahat itu buru-buru membawanya pergi dari tempat itu. Di
dekat sungai penjahat itu mencuri kuda milik seorang
penduduk, kemudian dengan kuda curian tersebut penjahat
itu membawanya lari meninggalkan desa Kee-cung.
"Toloooooooong.........!"
"Huah-ha-ha-ha-ha.......! Tak ada gunanya berteriak-teriak
lagi, manis! Warga dusun itu sedang gempar dan ribut
menghadapi anak-buahku, huah-ha-ha ha!"
Lalu dengan tertawa puas penjahat itu memacu kuda
curiannya. Dan sambil memegang kendali tak lupa ia
menggerayangi tubuh korbannya. Tentu saja Ceng Ceng
menjerit dan meronta-ronta semakin kuat lagi.
"Huah-ha-ha-ha-ho-ho! Kau benar benar seekor kijang
yang masih segar dan lincah! Bukan main......! Sungguh
gembira sekali hatiku, huah-ha-ha-ha......!”
Kuda itu berlari semakin cepat menerobos semak belukar
dan hutan lebat yang memadati tepian sungai itu. Untunglah
biarpun cuma jalan setapak, namun ada juga jalan yang biasa
dilalui orang di sepanjang sungai tersebut sehingga perjalanan
mereka tidak begitu terhambat karenanya. Tetapi dengan
demikian harapan Ceng Ceng untuk memperoleh pertolongan
justru menjadi semakin jauh malah. Apalagi ketika akhirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
udara menjadi gelap karena matahari telah terbenam di balik
gunung.
Sementara itu Liu Yang Kun yang juga berjalan menerobos
hutan dalam tujuannya ke kota An-lei itu terpaksa kemalaman
pula di perjalanan. Sambil menggerutu dan mengumpatumpat
di dalam hati pemuda itu lalu mencari tempat yang
cocok untuk tidur. Setelah mendapatkan dahan pohon yang
cocok untuk beristirahat nanti, maka ia lalu mengumpulkan
ranting-ranting kering untuk mengusir nyamuk, sekalian untuk
(halaman 42 – 43 tidak ada neh….)
...... tumbuh di hutan itu.
Bu-eng Hwe-teng (Loncat Terbang Tanpa Bayangan)
warisan Bit-bo-ong memang sebuah ilmu meringankan tubuh
yang hebat tiada tara, apalagi ditunjang oleh Liong-cu-i-kang
yang telah mencapai tingkat yang sempurna pula. Maka
sungguh tidak mengherankan bila kuda yang berlari cepat itu
segera bisa terlampaui dengan mudahnya!
"Berhenti!!!!" pemuda itu menghardik sambil menghadang
di tengah jalan. Kedua buah tangannya siap untuk menyerang
bila lawannya tidak mau menurut perintahnya.
“Bangsat keparat.....! Pergi dari jalan ini!" penunggang
kuda yang tidak lain adalah penjahat yang menculik Ceng
Ceng itu berteriak berang seraya menghentikan kudanya.
"Tolong.....! Tolooooooong !" Ceng Ceng yang berada di
dalam dekapan lelaki kasar itu menjerit-jerit. Pakaian yang
melekat di badannya sudah tidak karuan lagi letaknya.
Liu Yang Kun terbelalak memandang gadis itu. "K..
kau.........?” serunya hampir tak percaya.
Sebaliknya Ceng Ceng sendiri kaget pula memandang Liu
Yang Kun. Meski pun demikian hatinya lantas menjadi gembira
dan penuh harapan. Ia benar-benar mengharap agar pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dapat membebaskannya dari cengkeraman penjahat yang
menculiknya.
''Tuan.. .. to-tolong..... tolonglah saya!” ia merintih.
"Diam!" penjahat itu menghardik dengan bengisnya. Tak
lupa tangannya yang kuat seperti capit besi itu mencengkeram
lengan Ceng Ceng, sehingga gadis itu menjerit kesakitan.
Liu Yang Kun terbakar hatinya.
“Kurang ajar! Lepaskan dia......!" Bentaknya menggeledek.
"Persetan! Jangan ganggu urusanku! Kubunuh kau nanti!"
penjahat itu berteriak pula tak kalah berangnya.
"Kau tak mau juga melepaskan gadis itu?" Liu Yang Kun
masih memberi kesempatan.
"Bangsat! Kaulah yang harus enyah .............
(halaman 46 – 47 hilang lagi neh)
............ lanku?" bajak laut itu bertanya lega. Namun
sebelum pertanyaannya itu terjawab, Ceng Ceng yang berada
di dalam pelukannya tiba-tiba memberontak dan mencakar
mukanya. Ternyata kesempatan sedikit itu benar-benar
hendak dipergunakan oleh gadis itu untuk melepaskan diri dari
cengkeraman penculiknya.
"Perempuan binal, kubunuh kau..!” bajak laut yang tercakar
mukanya itu menjadi marah. Jari-jarinya yang besar besar itu
mencengkeram dada Ceng Ceng.
Tapi Liu Yang Kun yang melihat gadis itu dalam bahaya,
cepat bertindak. Tubuhnya melesat bagai kilat ke depan
kemudian tangannya menyambar tubuh Ceng Ceng dengan
ilmunya Kim-coa-ih-hoat! Wuuut! Lengan pemuda itu
bertambah panjang hampir dua kali lipat panjangnya.
Brrrrrrrt!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aaauuuuu.........?!" Ceng Ceng menjerit keras ketika
pakaiannya yang sudah tidak keruan letaknya itu terenggut
lepas dari tubuhnya, dan ia sendiri terbanting jatuh dari
punggung kuda itu.
Untung dengan cepat pula Liu Yang Kun menyambar
tubuhnya.
"Bangsat! Kubunuh kau!" bajak laut itu berteriak marah,
lalu menjejak perut kudanya dan menerjang ke arah Liu Yang
Kun.
Tapi dengan Bu-eng Hwe-tengnya Liu Yang Kun segera
menyelinap ke samping dengan tangkasnya. Walaupun harus
menggendong Ceng Ceng, namun pemuda itu sama sekali
tidak kehilangan kelincahannya. Bagaikan bayang-bayang
hitam ia terus berputar pula ke belakang lawannya, kemudian
tangannya yang bebas terayun ke tengkuk bajak laut itu
dengan hebatnya.
Bajak laut yang mendadak merasa kehilangan lawannya itu
tiba-tiba terkesiap. Bergegas ia meloncat turun dari punggung
kudanya. Dia merasa ada gelombang udara dingin bertiup ke
arah punggungnya. Begitu dingin udara itu sehingga
punggungnya terasa tebal dan kaku.
"Gila......!" bajak laut itu mengumpat seraya mengerahkan
tenaga dalamnya untuk mengusir serangan hawa dingin itu.
Sementara itu Liu Yang Kun tidak meneruskan
serangannya. Melihat lawannya meloncat turun dan
membiarkan kuda tunggangannya pergi, ia tak mau mengejar
lagi. Dibiarkan orang itu mengambil napas. Bahkan ia sendiri
lalu menurunkan pula tubuh Ceng Ceng ke atas tanah. Entah
karena takut atau kaget ketika terbanting dari punggung kuda
tadi, ternyata Ceng Ceng telah pingsan dalam pondongannya.
"Ooooooh!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekejap Liu Yang Kun tertegun melihat tubuh Ceng Ceng
yang hampir tak berpakaian sama sekali itu. Untuk sedetik
darahnya bergolak, namun cepat ditahannya. Matanya segera
dipejamkannya. Ia takut pemandangan itu akan menggugah
penyakit lamanya. Lalu dengan terhuyung-huyung ia mundur
menjauhinya.
Tapi kesempatan itu tak disia-siakan oleh lawannya. Bajak
laut itu segera menarik rantai besi yang membelit
pinggangnya lalu menyabetkannya ke punggung Liu Yang Kun
sekuat-kuatnya.
Walaupun tubuhnya tidak sebesar dan sekuat adiknya Si
Gajah Laut Tiong Pan Kang, namun tenaga yang ia keluarkan
ternyata sungguh mengejutkan!
Kalau ayunan rantai Tiong Pan Kang menimbulkan suara
gemerincing yang riuh disertai angin menderu-deru,
sebaliknya ayunan rantai bajak laut itu tak menimbulkan suara
apa-apa selain suara anginnya yang mencicit tajam! Namun
akibat dan pengaruhnya terasa lebih berbahaya bagi lawan.
Desir angin tajam yang melanda punggungnya itu cepat
menyadarkan pikiran Liu Yang Kun! Bayangan dan keinginan
buruk yang tadi hampir menguasai otaknya segera sirna oleh
bahaya yang tiba-tiba mengancamnya! Namun sebaliknya
seperti seekor binatang buas yang kehilangan mangsanya,
tiba-tiba segala kemarahannya meluap dengan hebatnya!
Mata yang biasa bersinar lembut itu tiba-tiba berubah
mencorong mengerikan! Dan berbareng dengan itu pula
mulutnya berdesis keras seperti ular marah !
Kemudian seperti hantu saja mendadak tubuh pemuda itu
lenyap! Hilang dari sasaran rantai besi itu! Dan ketika bajak
laut itu menjadi kebingungan mencarinya, tiba-tiba dari
belakang punggungnya terdengar suara desis yang mendirikan
bulu romanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika bajak laut itu menjadi gemetar ketakutan! Dalam
takutnya bajak laut itu cepat membalikkan tubuh seraya
menyabetkan rantainya ke belakang! Namun sekali lagi bajak
laut itu membelalakkan matanya. Ayunan rantainya terhenti
dengan mendadak, sehingga ujungnya menukik turun
menghantam tanah.
"K-k-k-kau........? Si-si-sia....siapa?" desahnya gugup dan
ketakutan.
Ternyata Liu Yang Kun yang sedang marah itu telah
menghentakkan seluruh kemampuannya dalam ilmu warisan
Bit-bo-ong! Matanya yang mencorong itu tampak buas dan
berwarna kemerahan, seperti mata iblis di dalam kegelapan!
Begitu mencekam dan mengerikan, sehingga mempengaruhi
jiwa dan perasaan bajak laut itu! Dan demikian tergoncangnya
jiwanya, sehingga melemaskan seluruh otot dan kekuatannya!
Oleh karena itu ketika tangan Liu Yang Kun yang marah itu
menyambar dadanya, bajak laut itu sama sekali tak mampu
bergerak untuk mengelakkannya. Dia hanya bisa mengeluh
panjang ketika pukulan Liu Yang Kun itu mengenai dadanya.
Dan selanjutnya tubuhnya terlempar jauh dengan isi dada
yang nyaris hancur! Buuuuuuk!
"Aarrrrgghhhh.........!”
Mata bajak laut itu mendelik. Mulutnya terbuka. Napasnya
tersengal-sengal dan sebentar-sebentar menyemburkan darah
dari lubang mulut dan hidungnya. Kaki dan tangannya
meregang seperti ayam disembelih. Namun demikian
nyawanya belum juga mau meninggalkan raganya. Beberapa
kali mata itu berkedap-kedip, seolah-olah amat penasaran,
bingung dan tak mengerti, kenapa tiba-tiba dirinya menjadi
lemas tak bisa bergerak, seakan-akan tercekam oleh pengaruh
sihir yang maha dahsyat?
Sementara itu pemandangan yang sangat mengerikan
tersebut ternyata disaksikan pula oleh Ceng Ceng yang sudah
siuman dari pingsannya. Dengan tubuh gemetar gadis itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menatap darah yang menyembur-nyembur dari mulut bajak
laut itu. Hampir saja gadis itu menjadi pingsan kembali
melihat pemandangan yang belum pernah ia saksikan selama
hidupnya itu.
Namun gadis itu tetap bertahan jangan sampai pingsan
kembali. Ia harus cepat berlalu dari tempat berbahaya itu. Ia
harus cepat pulang kembali ke desanya. Tetapi apa yang
dilihatnya kemudian, benar-benar sangat menggoncangkan
jiwanya, sehingga akhirnya ia tak kuasa bertahan lagi. Ia
pingsan untuk yang kedua kalinya.
Apa sebenarnya yang menyebabkan gadis itu pingsan
kembali?
Ternyata Liu Yang Kun yang telah menjadi marah itu
benar-benar seperti orang kemasukan setan atau iblis! Bajak
laut yang sudah sekarat tapi belum juga mau mati itu, tibatiba
ditubruknya, lalu diangkatnya, kemudian dibantingnya
lagi, sehingga mengeluarkan suara berderakan seperti tulang
yang berpatahan. Tidak cuma itu. Tubuh yang sudah remuk
itu masih diinjaknya, kemudian diangkat lagi dan disabetkan
ke sebuah pohon besar!
Bruees!
Dengan suara gemuruh pohon tersebut tumbang dan patah
di tengah-tengahnya, sementara tubuh bajak laut itupun juga
hancur lumat pula seperti cacahan daging yang berserpihan
kemana-mana! Tak secuilpun bagian tubuhnya yang bisa
dikenali lagi.
"Oooouuuggh.........?!?" setelah menjadi sadar kembali Liu
Yang Kun mengeluh kaget, seperti orang yang tiba-tiba
merasa sakit di dalam badannya.
Apalagi ketika telah menyadari pula apa yang baru saja ia
lakukan terhadap bajak laut itu, seketika Liu Yang Kun
menjadi lemas. Sambil menjatuhkan dirinya di atas pohon
yang tumbang itu ia duduk merunduk. Kedua beIah tangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menutupi wajahnya, seolah-olah ia sangat menyesali
perbuatannya. Dan dari sela-sela jari itu mengalir air mata
kesedihannya.
"Ya, Thian........ kenapa tiba-tiba aku menjadi sedemikian
buas dan kejamnya, sehingga aku seakan-akan telah
melupakan diriku sendiri? A-apa sebenarnya yang telah terjadi
di dalam diriku? Ooooh...... apakah karena..... karena ilmu
warisan Bit-bo-ong itu?” pemuda itu mengeluh dan berdesah
sambil menjambaki rambutnya.
Lalu terlintas di dalam benak Liu Yang Kun kata-kata tulisan
tangan Hoa San Lo-jin yang tertulis di setiap halaman terakhir
pada buku-buku warisan Bit-bo-ong itu. Orang Tua dari
Gunung Hoa-san itu memperingatkan bahwa halamanhalaman
terakhir dari buku warisan Bit-bo-ong tersebut benarbenar
sangat berbahaya, oleh karena itu telah dirobeknya agar
tidak dibaca orang lagi. Namun dengan ketajaman pikiran dan
perasaannya, ternyata Liu Yang Kun mampu mengendalikan
dirinya lagi. Tiba-tiba ia seperti orang yang kehilangan
kepribadiannya sendiri dan berubah menjadi iblis yang kejam
dan buas luar biasa.
Kemudian Liu Yang Kun teringat pula akan kata-kata
terakhir dari Paman Bungsunya, yaitu ketika menyerahkan
buku-buku warisan Bit-bo-ong itu kepadanya.
"Anakku, kembalikanlah buku-buku ini kepada Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai! Kalau engkau tidak bisa melakukannya,
hmm..... lebih baik kaumusnahkan saja! Jangan sekali-kali kau
miliki atau kaupelajari isinya, karena hal itu benar-benar
sangat berbahaya sekali! Ilmu yang tertulis di dalam bukubuku
ini tampaknya memang benar-benar diciptakan oleh
seorang manusia iblis, sehingga ilmu yang dahsyat itupun
seolah-olah mempunyai pengaruh buruk, kotor dan jahat
terhadap orang yang mempelajarinya."
Dan buku-buku itu memang dikembalikannya kepada Honggi-
hiap Souw Thian Hai. Tapi dalam perjalanan hidupnya, buku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu ternyata jatuh kembali kepadanya. Dan semua itu benarbenar
tak disengajanya. Semuanya seperti telah diatur oleh
Thian.
"Oooh.....apakah aku ini memang telah ditakdirkan untuk
menjadi orang jahat......? Mengapa semua keburukan,
kejelekan dan kesengsaraan seolah-olah ditumpukkan Thian di
tubuhku? Dan mengapa pula selama ini aku seperti tak
mampu mengelak maupun menghindarkannya?" Liu Yang Kun
mengeluh dan mengutuki dirinya sendiri.
"Tuan........?" tiba-tiba terdengar suara perlahan, namun
benar-benar amat mengejutkan pemuda itu.
"Apaaa.......?"
Liu Yang Kun berdesah dan bangkit dengan tergesa. Di
hadapannya telah berdiri Ceng Ceng, gadis yang telah
ditolongnya itu. Kini gadis itu telah menutupi kembali
badannya dengan pakaiannya yang terlepas tadi, meskipun
sudah sobek-sobek.
Gadis itu menundukkan kepalanya kembali. Kata-kata yang
hendak keluar dari mulutnya tiba-tiba tertelan lagi. Sebaliknya
dengan sibuk tangannya merapihkan pakaiannya yang sudah
bolong dan sobek itu. Wajahnya berubah menjadi merah
kemalu-maluan.
Karena gadis itu menundukkan wajahnya, maka Liu Yang
Kun menjadi lebih berani. Namun demikian melihat sikap Ceng
Ceng yang gemetar dan kemalu-maluan itu hatinya menjadi
berdebar debar pula. Otomatis pemuda itu teringat lagi akan
sikap Ceng Ceng di rumah Kam Lo-jin tadi siang.
"Ah .... jangan-jangan dia telah jatuh hati kepadaku.
Hmm......bisa repot aku nanti," keluhnya di dalam hati.
Tapi Liu Yang Kun segera menghapuskan bayangan itu. Ia
harus cepat-cepat bertindak sebelum terlanjur. Oleh karena itu
dengan menguatkan hatinya ia menyapa lebih dahulu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona Ceng Ceng......? Kau sudah siuman kembali? Hmm,
kalau...... kalau begitu marilah kau kuantar pulang ke rumah
kakekmu lagi!" ucapnya singkat agar ia tak menjadi gemetar
pula menghadapi gadis manis itu.
Namun gadis itu cepat mengangkat wajahnya. Matanya
yang bening itu menatap Liu Yang Kun dengan tajamnya. Ada
sesuatu yang aneh di dalam sinar mata itu. Sesuatu yang
membikin Liu Yang Kun menjadi berdebar-debar, panas dingin
dan serba salah. Apalagi ketika bibir yang tipis itu tampak
terbuka dan bergetar seakan-akan hendak memohon sesuatu
kepadanya, Liu Yang Kun semakin bingung dan salah tingkah.
"Saya.....saya tak mau kembali!" mendadak bibir itu
menjawab. Jawaban yang benar-benar sangat mengejutkan
Liu Yang Kun.
"A-apa......? Nona..... nona tak mau kembali? Mengapa?"
pemuda itu berseru saking herannya. Lenyaplah semua
kerisauan dan kebingungannya tadi. Matanya melotot ke arah
Ceng Ceng.
Tiba-tiba gadis itu menjadi murung dan ketakutan.
Wajahnya tertunduk kembali. Tapi mulutnya terkatup rapat
tak menjawab.
"Me-mengapa nona tak mau kembaIi?" Liu Yang Kun
berseru pula.
Mendadak gadis itu menutupi wajahnya dan menangis
terisak-isak. "A-apaa guna....gunanya saya kembali! Hkk....!
Saya telah dilarikan oleh penjahat selama setengah hari. Apa
kata orang kampungku nanti? Apakah mereka masih bisa
menerimaku kembali? Bagaimana tanggapan tunanganku
nanti? Hk...hkk! Oh, semuanya tentu akan mencemoohkan
aku. Apalagi kalau mereka melihat pakaianku ini......"
Liu Yang Kun menghela napas. Diam-diam dia
membenarkan juga ucapan gadis itu. Orang desa memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih terlalu kolot dan menjunjung tinggi kesucian dan
martabat mereka.
“Ah......bukankah kita bisa memberi keterangan kepada
mereka? Dan tentang pakaian itu, hmm.....nona bisa mencari
ganti sebelum menemui mereka nanti." pemuda itu mencoba
memberi saran.
“Tidak bisa! Kampungku masih sangat kuat menjaga
martabat dan adat istiadat! Mungkin mereka masih merasa
kasihan dan memaafkan aku, tapi di dalam hati mereka tetap
akan memandang rendah kepadaku...... hkk.....kk!”
"Huh, gila! Sungguh gila kalau mereka masih berpandangan
seperti itu.” Liu Yang Kun tiba-tiba berseru marah. Ceng Ceng
menangis semakin keras. Selain menangisi nasibnya sendiri
gadis itu juga menjadi ketakutan melihat kemarahan Liu Yang
Kun. Walaupun sangat kagum dan tertarik kepada pemuda itu,
tapi gadis itu juga tak lupa pada kebuasan dan keganasan Liu
Yang Kun ketika membunuh penculiknya tadi.
Tiba-tiba Ceng Ceng bangkit berdiri. Sambil membetulkan
pakaian dan mengusap air matanya gadis itu memohon diri.
"Maaf, Tuan.....Biarlah aku pergi saja agar tidak
menyusahkanmu. terima kasih atas pertolonganmu......”
katanya serak, lalu memberi hormat dan melangkah pergi.
"Hei! Heii.....! Nona hendak pergi kemana?" Liu Yang Kun
berteriak kaget.
"En-entahlah.....! A-aku hanya i-ngin pergi.....Entah
kemana.....Pokoknya........ jauh dari tuan........" gadis itu
menjawab di antara isaknya, dan sama sekali tak menoleh
ataupun berhenti melangkah.
Liu Yang Kun lah yang kini menjadi bingung dan serba
salah. Mau menyusul ia takut urusan di antara mereka akan
semakin bertambah runyam tapi kalau tidak menyusul ia
mengkhawatirkan keselamatan gadis itu. Bagaimana gadis itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mencari jalannya di dalam kegelapan malam di hutan
yang lebat ini?
''Nona.......?" Liu Yang Kun berdesah memanggil, tapi
keraguan dan keenggannya memaksanya tak bergerak dari
tempatnya.
"Aaaaiiiiih .....!”
Mendadak terdengar suara jeritan Ceng Ceng. Gadis itu
terperosok ke dalam jurang. Liu Yang Kun melesat bagai
terbang cepatnya. Begitu melihat Ceng Ceng terguling-guling
di lereng jurang, pemuda itu lalu terjun memburunya.
Kemudian bagaikan elang menyambar ia menangkap gadis itu.
Dan keduanya segera tersangkut di atas pohon besar yang
tumbuh di lereng tersebut.
Jilid 18
Sambil menarik napas lega Liu Yang Kun lalu meletakkan
gadis itu di tanah yang agak datar. "Ah........dia pingsan lagi!”
gumamnya perlahan. Lalu dicobanya untuk menyadarkannya.
Namun sekali lagi hatinya terkesiap melihat keadaan pakaian
Ceng Ceng yang tidak karuan macamnya itu. Karena terguling
dan tersangkut beberapa kali di bebatuan dan semak-semak,
maka pakaian itu hampir-hampir tak berbentuk lagi. Dan biar
pun kulit gadis itu banyak yang lecet dan berdarah, namun
benar-benar tidak mengurangi daya tariknya. Bahkan bagi Liu
Yang Kun hal itu semakin kelihatan merangsang malah.
"Gila! Kalau terus menerus berdekatan dengan gadis ini,
aku benar-benar bisa gila nanti! Huh......! Dan..pikiranku
tampaknya juga semakin kotor dan jahat pula. Selain merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kasihan aku juga merasa tertarik dan terangsang melihat
darah pada kulit wanita......... Ah!"
Liu Yang Kun lalu mengurungkan maksudnya untuk
mengobati dan menyadarkan Ceng Ceng. Sebaliknya pemuda
itu lalu duduk bersemadi, mengumpulkan seluruh kekuatan
batinnya untuk melawan pengaruh buruk itu. Pengaruh buruk
yang sejak lama telah bercokol di dalam dirinya, dan kini
tampaknya semakin parah dan menjadi-jadi setelah ia
mempelajari ilmu warisan Bit-bo-ong yang dirahasiakan itu.
Sambil mengerahkan seluruh kekuatan batinnya, pemuda
itu berdoa semoga ia bisa tetap menguasai dirinya, sehingga
kekuatan buruk itu tidak dapat mengalahkannya. Pemuda itu
juga berharap agar penyakit aneh yang sangat berbahaya bagi
gadis-gadis korbannya itu tidak muncul pada saat itu. "Aku tak
ingin si Iblis Penyebar Maut itu muncul lagi di tempat ini...”
gumamnya dengan perasaan prihatin. “Dengan tubuhku yang
sangat beracun ini ia akan segera mati bila aku sampai.."
Demikianlah malam merangkak semakin larut dan angin
dingin pun bertiup pula semakin kencang. Karena berada di
lereng jurang yang cukup dalam dan juga sedang asyik
melawan pengaruh kekuatan buruk yang mau mencengkeram
dirinya, maka Liu Yang Kun sama sekali tidak mengetahui atau
melihat bahwa Kam Lo-jin dan beberapa orang penduduk Keecung
telah lewat di atas jurang itu dalam usaha mereka
melacak kembali kehilangan Ceng Ceng.
Dengan obor di tangan mereka mencari-cari kalau-kalau
Ceng Ceng ditinggalkan oleh penculiknya di hutan itu. Mereka
juga menemukan bekas api yang tadi dibuat oleh Liu Yang
Kun. Tapi mereka justru menyangka bahwa tempat tersebut
telah dipergunakan oleh penjahat itu untuk mencelakai Ceng
Ceng. Apalagi ketika mereka menemukan bekas-bekas
sobekan pakaian Ceng Ceng, mereka semakin yakin kalau
gadis itu benar-benar telah disiksa oleh penculiknya. Namun
karena mereka tidak menemukan siapapun di tempat tersebut,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka mereka menduga bahwa Ceng Ceng masih dibawa pergi
oleh penjahat itu. Oleh karena itu mereka lalu meneruskan
pencarian mereka di kota An-lei.
Sungguh sayang, tak seorangpun antara penduduk dusun
Kee-cung yang mencoba melongok ke jurang. Andai kata
mereka itu mau melongok, dan bisa melihat apa yang terjadi
di lereng jurang tersebut, maka kemungkinan besar nasib
Ceng Ceng benar-benar dapat mereka selamatkan, atau
setidak-tidaknya mereka bisa menolong Liu Yang Kun dalam
menghadapi 'penyakit anehnya'.
Namun sungguh sayang bahwa tak seorangpun yang
melakukannya, sehingga tak seorang pun pula yang dapat
mencegah pengaruh iblis yang pada saat ia sedang
menggempur sisa-sisa pertahanan Liu Yang Kun. Entah karena
suasana lereng jurang yang sunyi dan romantis itu yang
menyebabkannya, atau karena suasana malam yang gelap
dan dingin itu yang menyebabkannya, tapi yang jelas sedikit
demi sedikit pertahanan terakhir Liu Yang Kun telah bobol.
Usaha pemuda itu untuk melawan dan mencegah amukan iblis
yang bercokol di dalam tubuhnya tak berhasil. Sejalan dengan
tumbuhnya kekuatan iblis yang semakin mencengkeram
batinnya, maka terlepas pulalah kesadarannya. Mata yang
perlahan-lahan menjadi beringas itu tiba-tiba menoleh ke arah
Ceng Ceng. Dan secara kebetulan pula hembusan angin yang
agak kencang menyingkapkan pakaian Ceng Ceng yang nyaris
hancur itu. Wajah itu mendadak menjadi merah bagai terbakar
api, sementara mata yang melotot itu seakan-akan juga
mengeluarkan api pula. Dan sekejap saja kesan sebagai
seorang pemuda baik-baik telah lenyap dari wajah Liu Yang
Kun. Pemuda itu kini tampak kejam, buas dan mengerikan!
Wajahnya persis ketika membunuh bajak laut tadi.
Begitulah, ketika Ceng Ceng siuman dari pingsannya, dan
mendapati dirinya dalam pelukan pemuda yang dicintainya,
hampir-hampir ia tak percaya. Tapi ketika kenyataan tersebut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang benar-benar ia alami, maka ia menjadi gembira
bukan main. Dia lalu membalas pelukan itu dengan tidak kalah
hangatnya. Hatinya sungguh menjadi berbahagia sekali
sehingga ia membiarkan saja semua perlakuan Liu Yang Kun
terhadapnya. Bahkan ia melayaninya dengan penuh gairah
pula. Sama sekali ia telah lupa atau tidak merasakan bahwa
badannya penuh luka-luka goresan akibat terjerumusnya dia
ke dalam jurang tadi. Yang ada di dalam hati sekarang cuma
rasa bahagia. Bahagia yang tiada taranya.
Demikianlah, malam itu iblis benar-benar berpesta-pora di
lereng jurang itu. Apalagi dengan keadaan Liu Yang Kun yang
telah berhari-hari berpisah dengan isterinya itu, maka pesta
pora tersebut benar-benar menjadi sangat ganas dan hebat
luar biasa.
Demikian dahsyatnya pengaruh iblis itu berkecamuk di
dalam dada mereka masing-masing, sehingga pesta itu baru
selesai menjelang pagi. Keduanya tergolek di tanah dan
kemudian tertidur karena kelelahan.
Begitu nyenyak tidur Liu Yang Kun sehingga ia baru
terbangun kembali ketika matahari telah menyorot mukanya.
Begitu membuka mata pemuda itu cepat melompat bangun.
Dengan wajah cemas karena sadar apa yang telah ia lakukan
terhadap Ceng Ceng, ia mengawasi gadis yang masih tergolek
disampingnya itu.
"Oooh..... iblis . .. iblis itu telah menang lagi! Aku,.. aku
telah memperkosa gadis ini. Oughh dia... dia tentu telah mati
keracunan pula! Ah.....tampaknya ... tampaknya Si Iblis
Penyebar Maut itu sudah mulai akan timbul dan meraja-lela di
dunia kang-ouw lagi setelah... setelah terpendam selama
setahun lebih... ooh! Dan.... dan gadis ini adalah korbanku
yang pertama! Oooh, Thian.... ambil sajalah nyawaku, agar
tidak semakin rusak dunia ini oleh ulahku!" pemuda itu
merintih, kemudian menjatuhkan diri menelungkup di samping
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ceng Ceng. Air matanya deras mengalir membasahi tanah di
bawahnya.
"Tuan.........?"
Liu Yang Kun tersentak kaget bukan alang-kepalang! Begitu
kagetnya pemuda itu sehingga tubuhnya meloncat bangun
tanpa terasa. Sambil sebentar-sebentar mengusap-usap
matanya, pemuda itu menatap wajah Ceng Ceng seolah tak
percaya.
"Nona.......? Kau.... k-kau tidak m-mati keracunan?"
desahnya gagap seperti orang bingung.
Tentu saja Liu Yang Kun menjadi kaget dan bingung. Baru
sekali ini, selain Tui Lan, ada wanita yang tidak mati oleh daya
racun di tubuhnya. Apakah Ceng Ceng juga memiliki darah
bening atau mustika penangkal racun seperti halnya isterinya
itu?
Sebaliknya, Ceng Ceng sendiri juga menjadi kaget pula
melihat sikap Liu Yang Kun yang tiba-tiba seperti orang
keheranan itu. Apalagi ketika pemuda itu mengucapkan katakata
yang tidak dimengertinya.
"Keracunan....? Mengapa aku harus mati keracunan?
Apakah..., apakah tempat ini mengandung racun? Ohh,
Tuan... Mengapakah engkau ini? Apakah engkau sakit? Eh ....
eh, malam tadi kau tampak bersemangat sekali. Lalu bangun
tidur tadi kau menangis sedih dan kelihatan amat menderita
serta tersiksa batinmu. Kini melihat aku bangun tidur kau
tampak kaget sekali. Dan ........kau pun tiba-tiba berbicara halhal
yang aneh pula. Ehmm, tuan..... mengapa kau ini
sebenarnya?"
Sekejap Liu Yang Kun menjadi gugup juga menerima
pertanyaan itu. Tak mungkin kiranya ia menjawabnya. Sebab
hal itu berarti ia harus menceritakan keadaan dirinya. Rahasia
hidupnya. Rahasia Si Iblis Penyebar Maut yang mengerikan
dan menggemparkan itu. Padahal ia tak ingin orang lain tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentang hal itu. la ingin melawannya sendiri. Menundukkannya
sendiri. Atau kalau bisa, melenyapkan sendiri Si Iblis Penyebar
Maut itu dari dalam dirinya.
Sampai sekarang ia memang belum mampu mengalahkan
iblis itu. Tapi ia yakin tentu bisa, sebab ia telah merasakan
tanda-tandanya. Dahulu, apabila 'penyakit' itu datang, ia sama
sekali tak bisa berbuat apa-apa. Tapi sekarang, bila 'penyakit’
tersebut menyerang dirinya, ia sudah mampu berontak dan
melawan untuk beberapa waktu lamanya. Bahkan kadangkadang
ia merasa seperti akan berhasil mengatasinya, lagi
sekarang sudah ada dua wanita yang tidak mati oleh
racunnya, yaitu Tui Lan dan Ceng Ceng. Apapun yang
menyebabkan kedua wanita itu menjadi kebal terhadap
racunnya, tapi hal itulah membuatnya berbesar hati.
Harapannya untuk sembuh semakin bertambah besar pula.
"Tuan......?" Ceng Ceng berdesah dengan mata berkacakaca.
Gadis itu lalu menyentuh lengan Liu Yang Kun. Wajahnya
yang pucat menampakkan perasaan khawatir yang sangat.
Khawatir akan keadaan Liu Yang Kun yang ia rasakan sangat
aneh itu. Dan otomatis ia juga mengkhawatirkan keadaan
dirinya sendiri. Jangan-jangan sikap pemuda itu disebabkan
oleh peristiwa semalam. Jangan-jangan pemuda yang sangat
menarik hatinya itu menyesal akan kejadian tersebut. Tibatiba
Ceng Ceng menangis. Gadis yang sudah terlanjur
menyukai Liu Yang Kun itu mendadak menyesali diri sendiri.
Menyesali nasibnya. Kenapa ia tidak bertemu dengan pemuda
tampan ini jauh-jauh sebelumnya? Kenapa ia telah
bertunangan dengan Cong Tai, pemuda desa berkulit hitam
itu? Dan kenapa dulu ia juga bisa tertarik dan tergila-gila
kepada pemuda desa yang buruk rupa itu? Dan yang tidak
bisa dimengertinya pula, kenapa sebelum bertunangan ia juga
rela menyerahkan kehormatannya kepada pemuda desa
berkulit hitam itu?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Oooh..........!” gadis itu terisak-isak menyesali nasibnya.
“Apakah...., apakah dia menyesal karena aku sudah tidak suci
lagi?"
Tangis Ceng Ceng itu segera menyadarkan Liu Yang Kun
dari lamunannya. Seperti halnya Ceng Ceng, pemuda ini pun
menjadi salah tafsir pula melihat tangis tersebut. Pemuda itu
menyangka kalau Ceng Ceng menangis karena peristiwa
memalukan semalam.
"Maafkanlah aku, nona......! Aku tidak bermaksud
mendiamkanmu. Dan aku juga tidak bermaksud membuatmu
bingung dengan ulah tingkahku tadi. A-aku...tadi memang
menangis, karena kukira engkau...... engkau telah mati. Mati
keracunan. Habis, tanpa sebab apa-apa engkau tidak mau
bangun-bangun. Apalagi kalau tidak karena racun? Siapa tahu
disini ada racun? Lihatlah, tempat ini sangat
menyeramkan......!" pemuda itu mencoba memberi
keterangan tentang sikapnya tadi. Keterangan yang amat
singkat, sekedar untuk memuaskan hati Ceng Ceng.
"Lalu.....lalu kenapa setelah melihatku segar bugar engkau
masih saja termenung dan kelihatan sedih? Apakah….
apakah......?”
"Maafkanlah aku, nona Ceng Ceng. Aku sungguh sangat
berdosa kepadamu. Perbuatanku semalam benar-benar
terkutuk dan sangat keterlaluan. Tidak seharusnya aku
berbuat demikian kepadamu. Engkau telah bertunangan dan
aku sendiri juga.....”
Ceng Ceng cepat menutup bibir Liu Yang Kun dengan
telapak tangannya. Sambil tersenyum manis gadis itu
bernapas lega, karena pemuda itu bukan menyesali
keadaannya yang sudah tidak suci lagi itu.
"Sudahlah, tuan........! Kau tak perlu menyesalkan peristiwa
itu karena akupun..... tak menyalahkan perbuatanmu pula.
Kita sama-sama menikmatinya. Yang penting bagi kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang adalah bagaimana menyelesaikan urusan kita ini
sebaik-baiknya." katanya renyah, tapi wajahnya segera
tertunduk dengan maIu-malu.
Tapi ucapan gadis itu benar-benar menyibukkan hati Liu
Yang Kun. "Menyelesaikan urusan kita dengan sebaik-baiknya?
Apa maksud nona?" sergahnya dengan suara gemetar.
Wajah yang manis itu tiba-tiba menjadi muram. Dengan
sorot mata cemas gadis itu menatap Liu Yang Kun. Mulutnya
sudah siap untuk menangis kembali.
"Mengapa...... eh, mengapa Tuan masih bertanya pula?
Tentu saja.... tentu saja tentang urusan kita setelah kejadian
malam tadi. Ooooh.....apakah.......... apakah tuan tidak
bersungguh-sungguh denganku?"
Liu Yang Kun terhenyak. Itu yang ditakutkan. Gadis itu
meminta tanggung-jawabnya sebagai akibat pergaulan
mereka tadi malam. Padahal sama sekali tidak mencintai gadis
itu. Apalagi ia sudah beristeri. Meski pun sekarang ia tidak
tahu, apakah Tui Lan itu masih hidup atau sudah mati.
"Bukankah..... bukankah nona sudah mempunyai
tunangan?" Liu Yang Kun mencoba menolaknya dengan hatihati.
"Ah ! Aku dengan Cong Tai belum resmi bertunangan. Kami
berdua baru dijodohkan oleh orang tua kami masing-masing,”
Ceng Ceng menukas dengan cepat.
"Ya…. ya, meskipun demikian nona tidak boleh
meninggalkannya begitu saja. Kalian berdua sudah lama saling
mengenal. Orang tua pun juga sudah saling setuju. Begitu
pula dengan orang-orang kampung. Mereka telah merestui
dan mengetahui jalinan kasih sayang kalian berdua. Apalagi
yang harus dipikirkan....? Mengapa hubungan yang sudah
sedemikian baiknya itu harus diputuskan atau diurungkan oleh
orang asing yang baru beberapa jam lewat dikenal nona?
Bukankah nona belum tahu, orang macam apakah aku ini?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jangankan hal-hal yang lain, sedangkan namaku pun nona
juga belum tahu, bukan? Bagaimana kalau aku ini juga
seorang penjahat seperti halnya orang yang menculik
kemarin?" sekali lagi Liu Yang Kun mencoba berdalih.
Seketika Ceng Ceng tak bisa menjawab. Apa yang
diucapkan oleh Liu Yang Kun itu memang benar sekali.
Jangankan yang lain, nama pemuda itu pun ia tidak tahu. Tapi
entah mengapa, hatinya sudah terlanjur bertekuk lutut pada
pandangan pertama terhadap pemuda itu. Dan sejak semula
ia memang telah memikirkan akibatnya. Itulah sebabnya ia
membiarkan pemuda itu menggagahinya semalam.
"Tapi... tapi.... bukankah aku belum resmi menikah dengan
tunanganku. Aku.....aku masih bebas. Aku masih dapat
memutuskan ikatan pertunangan itu,” Ceng Ceng membantah
namun suaranya sudah mulai tersendat-sendat karena hatinya
juga sudah mulai ragu pula akan niat baik Liu Yang Kun.
Liu Yang Kun sendiri terpaksa menarik napas panjang
menghadapi kekerasan hati gadis itu. Sesungguhnyalah,
dalam hati pemuda itu merasa sangat berdosa dan bersalah
kepada Ceng Ceng. Keputusan yang terbaik dalam peristiwa
ini memang hanya mengawini gadis itu. Ia pun menyadari hal
itu.
Tapi bagaimana ia bisa mengawini gadis yang tidak
dicintainya? Gadis yang baru dikenalnya dari satu hari itu?
Masakan hanya karena 'kecelakaan’ yang memang benarbenar
tak bisa ia hindari itu ia harus mengorbankan seluruh
kehidupannya di kemudian hari? Akan tetapi bagaimana ia
harus menerangkan hal itu kepada Ceng Ceng?
Namun belum juga mulutnya terbuka untuk memberi
jawaban, gadis itu sudah lebih dahulu menangis. Ternyata
melihat keraguan Liu Yang Kun, gadis itu semakin bertambah
yakin akan maksud dan kehendak pemuda yang dicintainya
itu. Tampaknya Liu Yang Kun merasa berat untuk
mengawininya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uh-huuu...... uh-huuu........" Ceng Ceng terisak-isak
semakin keras.
Tentu saja Liu Yang Kun menjadi kelabakan malah.
Maksudnya untuk memberi keterangan secara halus dan hatihati
menjadi gagal. Dalam keadaan demikian gadis itu takkan
bisa menangkap dan mencerna semua pertimbangannya. Dan
Jalan yang terbaik hanyalah berterus terang.
Oleh karena itu dengan hati berat Liu Yang Kun terpaksa
menempuh jalan yang sedikit menyakitkan itu. Ia
mengutarakan semua isi hatinya kepada Ceng Ceng.
"Nona. Terus terang aku mengaku bersalah dan berdosa
besar kepadamu. Dan untuk semua itu aku bersedia menerima
hukumanmu. Kau boleh melakukan apa saja kepadaku.
Bahkan aku bersedia menyerahkan nyawaku bila kau ingin
membunuhku. Tapi...... kalau disuruh mengawinimu, ehm.......
maaf, aku tidak bersedia. Selain aku tidak mencintaimu,
aku.... akupun juga telah beristeri pula. Dan.....dan isteriku itu
malah sedang hamil tua sekarang.”
"Ooough-hhuuu.......huu!" Ceng Ceng tersentak kaget dan
menangis semakin keras.
"Maaf, nona Ceng Ceng........Selain aku juga tak ingin
melukai tunanganmu, kakekmu dan orang-orang Kee-cung
semua. Aku bukanlah pemuda baik baik seperti yang kau
kira......."
"Tapi..... tapi mengapa tuan memperkosa aku tadi malam?
Uh-huu.....”
"Itulah kesalahanku! Aku tak tahan melihat keadaan nona.
Nah! Terserah kepada nona! Aku siap menerima hukuman apa
saja darimu.. . “
Liu Yang Kun menundukkan kepalanya. Tak sampai hatinya
melihat kesedihan Ceng Ceng. Tapi apa boleh buat, ia juga tak
ingin melawan hati nuraninya sendiri. Dan untuk itu ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sanggup menerima hukumannya. Ia takkan melawan
seandainya gadis itu ingin membunuh atau mencabut
nyawanya. Demikianlah, Liu Yang Kun lalu berdiri di atas
lututnya di depan Ceng Ceng. Kepalanya tertunduk dalamdalam,
seperti seorang pesakitan yang sedang menantikan
hukumannya. Namun sudah sedemikian lama ia menanti,
hukuman tersebut ternyata tidak kunjung tiba juga. Gadis itu
masih saja berdiam diri di tempatnya. Hanya isaknya saja
yang semakin lama semakin jarang terdengar.
Meskipun demikian Liu Yang Kun tetap menepati janjinya.
Sama sekali ia tak beranjak dari tempatnya. Pemuda ini benarbenar
rela menebus dosanya, walaupun ia harus mati
karenanya.
"Tidaaak! Tidak! Aku tidak mau menghukummu........!" tibatiba
Ceng Ceng bangkit dan berteriak, kemudian merambat
naik ke atas jurang dengan tergesa-gesa.
"Nonaaa..........?" Liu Yang Kun tersentak kaget, tapi sama
sekali tak beranjak dari tempatnya. Entah mengapa ia seperti
terbengong dan tak kuasa menggerakkan kakinya untuk
mengejar. Baru setelah gadis itu mencapai di atas bibir jurang,
Liu Yang Kun bangkit untuk mengejarnya. Sekali mengerahkan
Bu-eng Hwe-tengnya, tubuhnya segera melesat ke atas bagai
burung terbang dari sarangnya. Sekejap saja dia telah berada
di samping Ceng Ceng.
Namun bersamaan dengan waktu itu pula, dari arah utara
terdengar langkah dan percakapan orang ke tempat itu. Ceng
Ceng dan Liu Yang Kun sama-sama kagetnya. Sehingga untuk
sesaat keduanya juga sama-sama melupakan urusan mereka.
Seketika Ceng Ceng menghentikan tangisnya, sedangkan Liu
Yang Kun juga menunda niatnya untuk membujuk gadis itu.
Glodag ... glodag... glodak! Terdengar pula suara pedati di
antara percakapan orang itu. Dan tidak lama kemudian
muncullah sebuah pedati kecil disurung orang, dimana di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalamnya tergolek seorang lelaki berkulit hitam, yang
kelihatannya sedang menderita luka-luka.
Di belakang pedati itu mengiringkan belasan orang lelaki
pula, yang beberapa orang di antaranya juga dibalut dengan
kain akibat luka-lukanya, hanya beberapa orang saja yang
tampak sehat tak kurang suatu apa. Dan di antara mereka itu
adalah seorang kakek tua berpakaian sederhana, namun
kelihatan gesit dan tangkas sekali. “Kam Lo-jin.. .?" tak terasa
bibir Liu Yang Kun memanggil nama orang tua tersebut.
"Pangeran..... eh, anu........ Liu Siau-heng? Kaukah itu?
Heii. . ? Ceng Ceng......? Kau juga?" kakek tua itu tersentak
kaget apalagi ketika melihat Ceng Ceng yang nyaris telanjang
itu.
Dengan cepat kakek itu membuka jubahnya dan
menyelimutkannya di badan Ceng Ceng.
"Hei, Ceng Ceng? Wah, kau selamat?” yang lain ikut
menyapa.
“Ceng Ceng! Kami semua ini mencarimu! Lihat, Cong Tai
terluka!"
Orang-orang itu segera mengelilingi Ceng Ceng. Mereka
kelihatan gembira bukan main. Tapi sebaliknya Ceng Ceng
sendiri masih tampak bengong dan gugup. Gadis itu sama
sekali tak tahu apa yang harus ia lakukan. Liu Yang Kun lah
yang kemudian maju untuk memberi keterangan.
"Cu-wi.......! Secara kebetulan aku berjumpa dengan bajak
laut yang menculik nona Ceng Ceng. Dan sungguh beruntung
pula aku bisa membunuh penjahat itu dan membebaskan
nona Ceng Ceng.”
Belasan orang penduduk Kee-cung itu mengangguk-angguk
kepala mereka. Mereka yang semula kurang senang kepada
Liu Yang Kun itu tampak sangat bersyukur dan berterima
kasih kepada pemuda itu. Kecuali Kam Lo-jin. Meskipun orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tua itu juga ikut bergembira dengan keadaan Ceng Ceng itu,
namun beberapa kali matanya menatap wajah Liu Yang Kun
dengan curiga. Tampaknya orang tua yang arif itu mencium
sesuatu hal tidak beres atau kurang wajar antara Ceng Ceng
dan Liu Yang Kun. Tapi karena orang tua itu tidak bisa
menebak apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka, maka
ia pun tetap berdiam diri pula. Apalagi Ceng Ceng sendiri juga
tak berkata apa-apa. "Terima kasih, Siau-heng. Kami sungguh
bergembira sekali kau dapat menyelamatkan Ceng Ceng.
Lihatlah, kepergian kami sampai di sini inipun juga mau
mencari Ceng Ceng,” akhirnya orang tua itu menjawab
perkataan Liu Yang Kun.
"Benar, tuan. Bahkan kami sudah sampai di kota An-lei tadi
malam. Di sana kami malah berjumpa lagi dengan kawanan
penjahat.... eh, bajak laut yang menculik Ceng Ceng itu.
Kemudian karena tidak dapat menguasai hatinya, Cong Tai
berkelahi dengan mereka. Cong Tai kalah, sehingga kami
terpaksa membantunya. Dan selanjutnya dapat tuan lihat
sendiri, banyak di antara kami yang terluka, terutama Cong
Tai. Itu pun karena jasa Kam Lo-jin. Coba tidak ada dia, kami
semua yang tidak bisa silat ini tentu akan dibantai habis oleh
penjahat itu." Kepala Desa Kee-cung yang juga ikut dalam
rombongan itu menambahkan.
"Ah...... aku pun hampir dibunuh pula oleh mereka." Kam
Lo-jin merendah!
Tentu saja Liu Yang Kun tersenyum mendengar ucapan
orang tua itu. Masakan Kam Song Ki, guru dari Keh-sim Siau
hiap itu, hampir dibunuh oleh bajak laut rendahan semacam
anak buah Tung-hai tiauw itu? Jangankan hanya belasan
orang bajak laut itu yang datang, meski Tung-hai-tiauw sendiri
yang memimpin seluruh anak buahnya, belum tentu mereka
bisa menangkap orang tua itu, apalagi membunuhnya.
Sementara itu seperti orang bingung Ceng Ceng yang
menjadi pusat perhatian mereka justru hanya diam saja di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempatnya. Seperti orang yang telah kehilangan akal gadis itu
hanya terlongong-longong diam seperti patung. Matanya
menatap pedati yang berisi tubuh tunangannya itu.
Gadis itu baru sadar ketika kakeknya menepuk pundaknya.
"Ceng Ceng! Lihatlah Cong Tai itu! Dia terluka parah karena
mencarimu. Kenapa kau diam saja?"
"A-a-apa..........?" Ceng Ceng tiba-tiba berseru. Matanya
terbelalak. “Cong Tai terluka parah karena ingin
menyelamatkanku?" sambungnya.
Dan secara tiba-tiba pula gadis itu merasa sangat bodoh
dan berdosa sekali. Kenapa ia yang selama ini telah
menyanding intan permata, masih juga mencari-cari intan
permata itu di tempat lain?
"Cong Taiii......!?" Ceng Ceng memekik, lalu berlari ke
pedati. Dipeluknya kepala tunangannya itu dengan deraian air
matanya.
Wajah yang pucat pasi itu membuka matanya. Dan mata
itu segera bersinar lega begitu melihat siapa yang sedang
memeluk dirinya.
"Ceng Ceng......? K-kau.........kau tidak apa-apa? Oh,
syukurlah....." pemuda berkulit hitam itu berbisik sambil
menyeringai kesakitan.
"Ouuuh, Cong Taiiiiiii.........Maafkanlah aku!” Ceng Ceng
menjerit lalu menangis seperti anak kecil di dada
tunangannya.
Semuanya menghela napas terharu. Demikian pula dengan
Liu Yang Kun. Selain merasa lega, pemuda itu juga merasa
semakin berdosa pula terhadap sepasang merpati itu. Hatinya
menjadi malu. Oleh karena itu diam-diam ia melangkah pergi
meninggalkan tempat tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, Liu Yang Kun lalu meneruskan perjalanannya
ke kota An lei. Dan dia tetap mengambil jalan di sepanjang
sungai itu. Selain pemandangannya indah, di sepanjang
sungai itu juga banyak perkampungan penduduk, sehingga
sewaktu-waktu ia lapar atau ingin beristirahat, dengan mudah
ia mendapatkannya.
Menjelang lohor pemuda itu sampai di sebuah desa yang
agak besar. Mungkin lebih besar dari pada Kee-cung. Dan
seperti halnya di desa Kee-cung, rumah-rumah penduduk di
desa itu pun menggerombol pula di tepian sungai. Tapi
berbeda dengan penduduk desa Kee-cung yang rata-rata
bertani, penduduk desa itu banyak yang lebih menyukai
sebagai nelayan. Maka tak mengherankan kalau di pinggir
sungainya banyak terdapat perahu kecil atau sampan untuk
mencari ikan.
"Ah, andaikata aku bisa menyewa atau menumpang perahu
itu ke An-lei.." pemuda itu bergumam dengan hati kecewa,
sebab ia tahu bahwa ia tak mungkin bisa melaksanakannya.
Selain di kantongnya tidak ada uang, perahu-perahu kecil itu
tidak akan pernah dibawa oleh pemiliknya sampai di An-lei.
Kota itu sangat jauh, dan di beberapa tempat terdapat
pusaran-pusaran air yang sangat berbahaya.
Begitulah, sambil menarik napas panjang Liu Yang Kun
melangkahkan kakinya memasuki dusun itu. Dan jalan yang
membujur di sepanjang sungai itu kelihatan ramai sekali.
Beberapa orang nelayan yang baru saja menambatkan
perahunya tampak berlalu-lalang di jalan itu. Sementara
wanita dan anak-anak juga kelihatan sibuk pula di antara
mereka. Ada yang membawa hasil tangkapan ikan suami atau
ayah mereka. Ada pula yang menjinjing bakul makanan untuk
makan siang suami atau ayah mereka itu. Dan ada pula yang
hanya berhilir-mudik menawar ikan atau membawa barang
dagangan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mayat......! Mayaaaaaatt......! Ada mayat terapung di
sungaiiiiii...!" tiba-tiba seorang nelayan yang baru saja datang
dari sungai berteriak sambil berlari-lari. Wajahnya pucat,
napasnya tersengal-sengal.
Seketika tempat itu menjadi gempar luar biasa. Semua
orang, lelaki maupun wanita, segera berlarian ke tepi sungai.
"Mayat......? Mayat siapa?"
"Wanita atau lelaki?"
Mereka berlari sambil bertanya-tanya, tapi tak seorangpun
yang menjawab, karena yang lain juga tidak tahu pula.
Mereka segera berdiri berdesakan di tepi sungai itu.
Empat orang nelayan cepat melepaskan sebuah sampan ke
dalam air, lalu mendayungnya ke tengah sungai. Mereka
bergegas menuju ke arah mayat yang terapung di tengahtengah
aliran sungai itu. Namun karena sungai tersebut amat
lebar, mungkin lebih dari limapuluh atau enampuluh tombak
lebarnya maka mereka berempat terpaksa mendayung
sampan itu untuk beberapa waktu lamanya. Dan dengan
perasaan tegang para penonton yang berada di tepi sungai itu
juga ikut berdebar-debar pula menantikannya.
"Ah, ternyata kedatanganku di dusun ini pun telah
disambut pula oleh sesosok mayat yang terapung di atas
sungai. Persis seperti di desa Kee-cung kemarin. Hmm.....
jangan-jangan di sini pun aku akan memperoleh kesulitan pula
seperti kemarin." Liu Yang Kun mengeluh.
Meskipun demikian pemuda itu tetap mendekat dan ikut
berdesakan pula di antara mereka. Mula-mula orang yang ada
di dekatnya memang tidak bereaksi atas kedatangannya.
Seluruh perhatian mereka hanya tertuju ke arah kawan
mereka yang sedang mendayung perahu di tengah-tengah
sungai. Tetapi ketika secara tidak sengaja mereka menoleh
dan melihat wajah Liu Yang Kun yang belum pernah mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lihat sebelumnya, maka satu-persatu lalu beringsut
menjauhinya.
Dusun itu meskipun luas dan besar, tapi terletak di tempat
yang terpencil dan jarang didatangi orang luar. Mereka hanya
terbiasa melihat wajah-wajah mereka sendiri, dan hampir tak
pernah melihat wajah orang lain selain penduduk dusun itu
sendiri. Hanya kadang-kadang saja mereka menerima
penduduk dari dusun yang lain. Itupun orang orang yang telah
mereka kenal pula, seperti halnya penduduk Kee-cung !
Maka tidaklah mengherankan bila kedatangan Liu Yang Kun
yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, membuat
mereka agak takut dan curiga. Satu persatu menyingkir dari
dekat pemuda itu, sehingga akhirnya Liu Yang Kun terpaksa
berdiri sendirian di tempatnya.
"Nah, tampaknya hawa permusuhan sudah tertiup
kepadaku........" pemuda itu akhirnya menghela napas
panjang.
Sambil menundukkan mukanya, Liu Yang Kun lalu
melangkah pergi dari tempat itu. Ia tak jadi melihat mayat
yang terapung di atas sungai tersebut. Ia tak ingin
mendapatkan kesukaran seperti di desa Kee-cung kemarin.
Tapi belum juga sepuluh langkah pemuda itu berjalan, tibatiba
para penonton yang berdiri di pinggir sungai itu menjerit
keras sekali. Beberapa orang segera berlarian ke arah perahu
mereka.
Otomatis Liu Yang Kun menghentikan langkahnya dan
menoleh dengan cepat. Dan pandangannya segera terpaku ke
tengah sungai, di mana keempat orang nelayan yang ingin
mengambil mayat itu sedang timbul tenggelam dipermainkan
arus air. Ternyata perahu mereka telah terbalik.
Sekejap Liu Yang Kun menjadi ragu-ragu. Menolong
mereka atau tidak? Dan sementara itu para nelayan lain yang
ingin menolong kawan-kawan mereka itu telah mengayuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampan mereka dengan sekuat tenaga. Namun untuk
mencapai tempat kecelakaan itu memang membutuhkan
waktu yang lama. Padahal keempat orang nelayan tadi
semakin kepayahan dipermainkan arus air.
Sekali lagi Liu Yang Kun menjadi ragu-ragu. Dengan Bu-eng
Hwe-tengnya yang ampuh sebenarnya ia mampu menolong
mereka dengan cepat. Tapi ia merasa ragu-ragu, apakah
maksud baiknya itu akan memperoleh tanggapan yang baik
pula dari penduduk desa itu? Jangan-jangan ia malah dituduh
sebagai pembunuh dari mayat itu nanti?
Demikianlah, selagi hati pemuda itu masih tercekam oleh
keragu-raguannya, maka dari kerumunan penonton yang
memadati pinggiran sungai itu tiba-tiba melesat sesosok
bayangan ke tengah-tengah sungai. Bayangan itu meluncur di
atas permukaan air beralaskan dua potong bambu yang
diikatkan di bawah sepatunya. Gerakannya demikian ringan
dan tangkasnya, sehingga sepintas lalu seperti seekor capung
yang baru bercanda di atas permukaan telaga. "Aaaaa.......!"
Hampir semua orang berdesah kagum menyaksikan
kesaktian itu. Demikian pula halnya dengan Liu Yang Kun.
Meskipun belum sedahsyat Bu-eng Hwe-tengnya namun ilmu
mengentengkan tubuh orang itu benar-benar hebat tiada
terkira. Mungkin cuma ada beberapa orang saja di dunia
persilatan ini yang memiliki gin-kang setinggi itu.
Hampir saja Liu Yang Kun menyangka bahwa orang itu
adalah Kam Lo-jin. Tapi begitu melihat perawakannya yang
jangkung, pemuda itu segera menghapuskan dugaannya itu.
Kam Lo-jin tidaklah sejangkung dan setinggi bayangan itu.
"Heran! Mengapa di daerah yang sepi dan terpencil ini
bermunculan jago-jago silat kelas satu?" pemuda itu
bergumam di dalam hati.
Bayangan itu cepat mengangkat kembali perahu yang
terbalik tadi. Kemudian dengan cepat pula tangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyambar para nelayan yang tercebur ke dalam air itu dan
meletakkannya di dalam perahu. Pekerjaan yang sulit itu
ternyata dia kerjakan dengan gampang dan cepat luar biasa.
Malahan yang terakhir kali ia mencongkel mayat yang
terapung tadi dengan ujung bambu yang terikat pada
sepatunya. Dan sekejap saja mayat itu telah berada di dalam
perahu pula.
Kemudian bayangan itu ikut masuk ke dalam perahu, dan
selanjutnya membawa perahu tersebut ke pinggir. Beberapa
orang nelayan yang tadi bermaksud hendak menolong kawankawan
mereka segera menyongsong kedatangannya. Mereka
mengambil alih perahu tersebut.
Dan kedatangan perahu itu segera disambut oleh penduduk
yang memadati pinggiran sungai itu. Sebagian dari mereka
segera mengurus kawan-kawan mereka yang mengalami
kecelakaan, sementara yang sebagian lagi cepat mengurusi
mayat yang terapung di sungai tadi.
"Mayat seorang wanita muda....!" beberapa orang di antara
mereka berdesah dengan suara gemetar.
"Tampaknya.... korban kekerasan! Lihat..... ia hampir tak
mengenakan pakaian sama sekali!" yang lain menyahut.
"Benar. Agaknya seseorang telah menggagahinya dengan
paksa. Kemudian membunuhnya dan membuang jasadnya ke
dalam sungai...."
"Sungguh kejam dan keji sekali." Demikianlah, semua
perhatian hanya tercurah kepada mayat yang diketemukan itu.
Kecuali Liu Yang Kun. Diam-diam pemuda itu mengawasi
tokoh sakti yang memiliki ilmu mengentengkan tubuh yang
amat luar biasa itu.
"Hmm, siapakah dia? Kepandaiannya amat sangat tinggi.
Mungkin lebih tinggi dari ketua-ketua persilatan yang kukenal.
Tapi mengapa aku belum pernah melihatnya? Sungguh
mengherankan sekali. Ada apa sebenarnya di dunia persilatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang ini? Mengapa tiba-tiba bermunculan tokoh-tokoh
sakti yang memiliki kesaktian tidak lumrah manusia? Setahun
yang lalu aku terjebak di dalam tanah karena ulah Giok bin
Tok-ong dan Bu-tek Sin-tong, dua orang tokoh sakti yang
mempunyai kesaktian seperti iblis. Dan sekarang......ah, siapa
tahu masih ada lagi tokoh tokoh lain yang muncul pada saat
aku terkurung di dalam tanah itu?"
Kalau pemuda itu masih disibukkan oleh berbagai macam
pikiran tentang orang yang baru saja memperlihatkan
kesaktiannya itu, maka penduduk kampung itu pun masih
digemparkan pula oleh berbagai macam dugaan tentang
mayat yang mereka ketemukan tersebut.
"Ah, seperti halnya orang-orang Kee-cung kemarin,
ternyata kita pun telah menemukan pula mayat yang hanyut
disungai ini. Mungkin memang benar juga dugaan orangorang
Kee-cung itu, yang mengatakan bahwa di hulu sungai
ini telah berkeliaran seorang jai-hwa-cat keji, yang suka
membunuh korbannya setelah berhasil menggagahinya.”
seorang nelayan muda mengatakan pendapatnya.
“Agaknya memang demikian halnya. Tak kulihat segores
luka pun di tubuhnya,..,." yang lain menyambung.
Mendadak orang yang memiliki gin kang tinggi itu tertawa
dingin. Suaranya amat bening dan nyaring, suatu tanda bahwa
tenaga dalamnya juga telah mencapai kesempurnaan. Dan
sekali lagi kenyataan itu benar-benar mengejutkan hati Liu
Yang Kun.
"Ah, tampaknya orang ini benar-benar sulit dijajaki ilmunya
..." pemuda itu berdesah di dalam hati.
Sementara itu semua orang yang berkerumun di tempat
tersebut terkejut pula mendengar suara itu. Tapi mereka cepat
menyadari pula bahwa mereka tadi belum menyatakan terima
kasih kepada orang itu. Begitu sibuknya mereka, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka menjadi lupa kepada orang yang telah membantu dan
menolong kawan-kawan mereka itu.
"Tai-hiap, maafkanlah kami. Kami semua sampai lupa
menyatakan rasa terima kasih kami kepada tai-hiap." salah
seorang di antara orang-orang itu mewakili teman-temannya.
Sekali lagi orang itu tertawa dingin. Dan diam-diam Liu
Yang Kun memperhatikan wajahnya. Sungguh sulit
menentukan umurnya. Mukanya masih tampak segar seperti
halnya anak muda belasan tahun. Namun kalau melihat rautmukanya
yang kokoh keras dengan garis-garisnya yang tajam
dan kuat, orang tentu menyangka kalau usianya sudah lebih
dari limapuluh tahun. Apalagi kalau dilihat rambut alis
matanya yang sudah bercampur dengan warna putih itu.
"Hmm...... kukira dugaan kalian tentang jai hwa-cat tadi
memang tidak salah. Aku telah mendengar pula, bahwa akhirakhir
ini Si Iblis Penyebar Maut yang menghilang di Kota Sohciu
setahun yang lalu telah muncul kembali di dunia
persilatan." orang itu berkata. Dapat dibayangkan betapa
kagetnya hati Liu Yang Kun!
"Gila! Bagaimana hal itu bisa terjadi! Aku toh baru keluar
dari lorong gua di bawah tanah itu. Dan aku belum sempat
pergi kemana-mana pula. Huh! Bagaimana dia bisa
mengatakan kalau Si Iblis Penyebar Maut telah muncul
kembali di dunia persilatan? Apakah orang itu sedang
menyindir aku? Ataukah di dunia persilatan memang benarbenar
muncul Si Iblis Penyebar Maut yang lain? Kurang ajar!"
pemuda itu mengumpat-umpat di dalam hati.
Liu Yang Kun benar-benar menjadi penasaran. Meskipun
demikian pemuda itu juga tidak mengurangi kewaspadaannya.
Siapa tahu orang itu memang sudah mengetahui keadaannya
dan kini memang sedang menyindir dirinya?
Diam-diam pemuda itu mengerahkan seluruh himpunan
tenaga sakti Liong-cu i-kangnya! Urat-uratnya pun tampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menegang! Kalau memang benar dugaannya, maka lawannya
kali ini benar-benar lawan yang paling berat yang pernah ia
hadapi.
Tapi orang itu tak menunjukkan sikap yang mencurigakan.
Sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia sedang
menyindir dirinya. Bahkan orang itu seperti tidak tahu kalau
sedang ia awasi. Malahan beberapa waktu kemudian
terdengar suaranya meminta diri.
"Ah, tampaknya aku terlalu mencurigai orang......."
akhirnya Liu Yang Kun menarik napas panjang.
"Tai-hiap, bolehkah kami mengetahui nama besarmu?"
masih terdengar suara seorang nelayan menanyakan nama
orang berkepandaian sangat tinggi itu.
Orang itu kembali tertawa dingin. "Sebutnya saja aku
dengan nama Ki. Tanpa tambahan apa-apa lagi, karena aku
memang tidak mempunyai she atau sebutan yang lainnya."
jawabnya acuh tak acuh.
Tentu saja para nelayan itu menjadi bingung dan tak
mengerti. Bagaimana mungkin seseorang tidak memiliki she
atau nama keluarga di negeri mereka ini? Masakan orang itu
lahir begitu saja, tanpa ayah dan ibu? Namun untuk
menanyakan sebab-sebabnya, mereka tidak berani. Mereka
takut kalau orang yang memiliki kesaktian seperti dewa itu
menjadi marah karenanya.
Demikanlah, tanpa berkata-kata lagi orang yang bernama
Ki itu berkelebat pergi meninggalkan tempat itu. Dia melesat
ke arah utara, mungkin bermaksud ke Kota An-lei pula.
Gerakannya cepat bukan main, sehingga sekejap saja
bayangannya telah hilang dari pandangan.
Melihat orang itu juga menuju ke arah utara, Liu Yang Kun
menjadi gembira sekali. Hatinya yang masih diliputi rasa
penasaran terhadap orang itu bagai didorong untuk lekaslekas
mengejarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heran! Siapa sebenarnya orang itu? Mengapa ia berkata
bahwa Si Iblis Penyebar Maut telah muncul lagi?" sambil
mengerahkan Bu-eng Hwe-tengnya untuk mengejar orang itu
Liu Yang Kun menduga-duga di dalam hati.
Maka mereka berdua pun lalu saling berkejaran di tepian
sungai itu.
Mereka menerobos hutan, berlompatan di atas bebatuan
dan berlari-lari di tebing sungai dalam kecepatan tinggi.
Karena masing-masing mengerahkan gin-kangnya maka tubuh
mereka seperti lenyap dari pandangan mata. Tubuh mereka
berubah seperti bayang-bayang yang berkelebatan di antara
batu-batu, pohon atau dedaunan.
Sama sekali orang itu tidak mengetahui kalau dirinya
sedang diikuti oleh Liu Yang Kun. Hal itu disebabkan karena
Bu-eng Hwe-teng yang dipelajari Liu Yang Kun memang telah
mencapai puncak kesempurnaannya, sementara orang itu
sendiri juga terlalu percaya dan membanggakan
kepandaiannya sehingga kurang berwaspada dan kurang
bercuriga terhadap keadaan sekelilingnya. Apalagi sepanjang
aliran sungai itu lebat dengan batu-batu dan pepohonan,
sehingga memudahkan bagi Liu Yang Kun untuk menyelinap
dan bersembunyi bila diperlukan.
Ternyata orang itu berlari terus bagaikan sedang mengejar
sesuatu. Satu jam. Dua jam. Dan orang itu tetap belum
mengendorkan larinya. Gerakannya masih cepat, lincah dan
gesit bukan main! Sedikitpun tidak kelihatan lelah atau
menurun kemampuannya. Napasnya pun masih tetap halus
dan teratur, seakan-akan ia tak pernah mengeluarkan tenaga
sedikitpun.
Liu Yang Kun semakin merasa kagum sekali. Selain ginkangnya
sangat tinggi, orang yang bernama Ki ini ternyata
memiliki Iwee-kang yang amat luar biasa pula. Untunglah dia
telah mendapatkan kemajuan yang dahsyat pula ketika berada
di dalam lorong-lorong gua itu. Coba kalau ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh kemajuan-kemajuan itu, tak mungkin rasanya dia
bisa mengikuti orang itu.
Akhirnya matahari pun bergulir semakin rendah ke arah
barat. Dan sinarnya yang panas terasa mulai meredup pula.
Namun demikian orang yang bernama Ki itu tetap saja berlari
ke arah An-lei, sehingga lambat-laun timbul juga perasaan
bosan di hati Liu Yang Kun. "Huh! Mengapa ia tak kunjung
berhenti juga?" pemuda itu menggerutu.
Hampir saja Liu Yang Kun menghentikan langkahnya. Tapi
niat itu segera ia urungkan karena orang itu tiba-tiba juga
mengendorkan larinya. Malah sesaat kemudian orang itu
berlari-lari kecil menjauhi aliran sungai, dan selanjutnya
melangkah memasuki hutan.
Liu Yang Kun cepat bersembunyi. Lalu dengan mengendapendap
ia mengikuti langkah orang itu. Di tempat yang agak
lapang orang itu berhenti, kemudian bersiul panjang.
Suaranya nyaring melengking, seperti suara suling yang ditiup
sekeras-kerasnya.
Terdengar desir angin yang sangat halus. Dan tiba-tiba saja
dari balik rimbunnya dedaunan berkelebat tiga orang lelaki
datang menghadap di depan orang itu. Biarpun tidak setinggi
orang bernama Ki tersebut, namun gin-kang orang-orang itu
juga hebat bukan main. Gerakan mereka hampir tidak
mengeluarkan suara, walaupun kaki mereka menginjak daundaun
kering yang menumpuk di tempat itu.
Untuk sesaat Liu Yang Kun menjadi berdebar-debar
hatinya. Jangan-jangan kedatangannya telah diketahui oleh
orang-orang itu.
"Sam-eng (Tiga Garuda)......,.!" orang yang bernama Ki itu
memangggil.
"Ya, Tuanku....!" ketiga orang yang baru datang itu
menyahut berbareng. Kepala mereka tertunduk dalam-dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seakan-akan mereka sangat takut dan sangat hormat kepada
orang yang bernama Ki itu.
Liu Yang Kun mengerutkan keningnya. la sangat heran
mendengar sebutan yang ditujukan kepada orang yang
bernama Ki itu. Mengapa orang itu disebut Tuanku? Apakah ia
seorang raja atau bangsawan tinggi? Kalau memang demikian
halnya, lalu bangsawan atau raja dari manakah dia itu?
Liu Yang Kun mencoba untuk mengingat-ingat. Saat itu di
Negeri Tiongkok memang banyak sekali bekas raja-raja kecil,
atau bangsawan-bangsawan muda, yang sejak ditaklukkan
oleh mendiang Kaisar Chin Si, praktis tidak mempunyai
kekuasaan lagi. Mungkin orang yang bernama Ki itu juga
termasuk salah satu di antara mereka. Namun untuk
mengingat-ingatnya tentu saja sangat sulit bagi Liu Yang Kun.
Selain jumlah mereka sangat banyak, pemuda itu sendiri juga
tidak begitu banyak mengenal mereka.
"Sam-eng! Bersiaplah! Kita menuju ke Cin-an sekarang.
Dimanakah kuda kalian?" orang yang bernama Ki itu berkata
lagi.
Ketiga orang yang dipanggil dengan sebutan Sam-eng itu
menengadahkan mukanya. Ada terbersit rasa heran di wajah
mereka, namun mereka tak berani bertanya.
"Baik, tuanku. Biarlah kami mengambil kuda itu dahulu.
Mereka kami ikat didalam hutan." salah seorang dari ketiga
orang itu menjawab.
Ketiga orang itu lalu menyelinap kembali ke dalam hutan.
Dan tidak lama kemudian mereka telah kembali lagi dengan
kuda tunggangan mereka masing-masing. Salah seorang di
antaranya malah menuntun pula seekor kuda lagi untuk
tuannya itu.
Demikianlah, beberapa saat kemudian mereka berempat
telah pergi meninggalkan tempat itu. T inggallah kini Liu Yang
Kun sendirian di sana. Pemuda itu sudah merasa segan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengikuti mereka lagi. Apalagi mereka kini menunggang
kuda.
"Heran. Siapakah sebenarnya orang itu? Namanya sangat
aneh dan kepandaiannya pun sangat tinggi. Dan tampaknya
juga mempunyai pengaruh atau kedudukan yang tinggi pula.
Wah, kelihatannya dengan munculnya Buku Rahasia itu tokohtokoh
yang selama ini tak mau memperlihatkan jejaknya, telah
ikut terjun pula ke dunia kang-ouw......” sambil berjalan
kembali ke tepian sungai pemuda itu memutar pikirannya.
Kemudian pemuda itu melanjutkan langkahnya ke kota Anlei
yang tak begitu jauh lagi. la sengaja berjalan seenaknya
untuk memulihkan kembali tenaganya. Sebab meskipun ia
juga tidak merasa lelah seperti halnya orang yang diikutinya
itu, tetapi bagaimanapun juga ia telah mengerahkan lweekang
dan gin-kangnya secara berlebihan pula.
Dan sambil melangkah Liu Yang Kun masih meneruskan
lamunannya tentang orang-orang yang baru dijumpainya tadi.
"Mereka akan langsung pergi ke Cin-an dengan naik kuda.
Tampaknya mereka sangat tergesa-gesa pula, sehingga
mereka tidak sempat singgah bermalam di Kota An-lei.
Hmm...... ada apa di Kota Cin-an? Apakah yang hendak
mereka kerjakan di sana?"
Akhirnya Liu Yang Kun memasuki kota An-lei bersamaan
dengan terbenamnya matahari di balik gunung. Orang-orang
telah mulai menyalakan lampu rumahnya. Mereka juga telah
menutupi daun-daun jendela mereka. Meskipun demikian
keramaian kota itu tidak menjadi berkurang karenanya.
Orang-orang justru banyak yang keluar untuk menikmati
kehidupan malam kota itu malah. Terutama para tamu atau
pendatang, yang datang dari daerah lain. Mereka berjalanjalan,
hilir-mudik menikmati udara malam, di jalan utama yang
membentang di tengah-tengah kota tersebut. Mereka melihatlihat
keramaian warung-warung, toko-toko atau tempattempat
hiburan yang banyak terdapat di kanan-kiri jalan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan Chin.......? Bukankah Siauw ya (Tuan muda) ini
adalah Chin ln-kong (Tuan penolong Chin)?" tiba-tiba Liu Yang
Kun dikejutkan oleh teguran seseorang.
Cepat pemuda itu menoleh. Dicarinya orang yang menyapa
dengan She atau nama keluarganya yang lama itu. Dan tidak
jauh dari tempatnya tampak seorang lelaki berusia setengah
baya tersenyum kepadanya. Lelaki itu mengenakan pakaian
yang bersih dan ringkas seperti layaknya seorang pengawal
atau pelatih silat. Di atas ikat-pinggangnya juga terlihat
gulungan cambuk yang melilit pinggangnya.
Beberapa saat lamanya Liu Yang Kun memeras otaknya
untuk mengingat-ingat, tapi ia tetap tak bisa mengenal orang
itu.
"Siapakah......Tuan ini? Mengapa telah mengenal namaku?”
"Aha! Jadi tuan-muda ini betul-betul tuan Chin? Terima
kasih....... terima kasih! Sungguh aku tak menyangka kalau
aku bisa bertemu dengan Tuan Chin di kota ini, hahaha......"
orang itu kembali tertawa dengan suka-citanya. "Tuan Chin,
agaknya kau telah lupa kepadaku. Tapi aku tak mungkin lupa
kepada Tuan Chin, karena Tuan Chin pernah menyelamatkan
nyawaku dan nyawa sebagian besar anggota perkumpulan
Kim-liong Piauw-kiok (Perusahaan Ekspedisi Naga Emas) kami.
Tuan Chin, aku adalah ........ Toan Hoa, pengurus dari Kimliong
Piauw-kiok."
Liu Yang Kun menghela napas lega. Selain merasa lega
karena ia telah mengingat kembali orang itu, ia juga merasa
lega karena tampaknya orang itu tidak mengenalnya sebagai
Liu Yang Kun putera dari Kaisar Han.
"Ah, saudara Toan rupanya........Mengapa saudara Toan
ada di sini? Apakah ada tugas mengawal barang?" la balas
menyapa orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Tapi kami sudah menyelesaikannya siang tadi. Kini
aku dan anak buahku tinggal bersenang-senang menikmati
malam di Kota An-lei ini, sebelum kami pulang besok pagi."
“Lalu ....... bagaimana khabarnya Kim-liong Lo-jin? Apakah
beliau masih memimpin perusahaan Kim-liong Piauw-kiok?"
Tiba-tiba wajah Toan Hoa menjadi sedih. "Ah, beliau sudah
menutup mata tiga tahun yang lalu. Sekarang aku sendiri yang
memimpin perusahaan itu, karena semua murid beliau telah
tiada pula."
"Eh, Jadi.......?"
"Sudahlah, Tuan Chin. Tak enak berbicara sambil berdiri
begini. Marilah kita omong-omong sambil meminum arak
hangat untuk memeriahkan pertemuan yang tak terduga ini !
Bagaimana.....?" Toan Hoa mengundang dengan bibir
tersenyum.
"Wah, ini...... ini.......?" Liu Yang Kun menjawab kikuk
karena merasa tak membawa uang sama sekali.
Tapi Toan Hoa tampaknya memaklumi keadaannya.
Dengan setengah memaksa orang itu menarik lengan Liu Yang
Kun.
"Marilah, Tuan Chin! Kau jangan menolak undanganku. Aku
benar-benar ingin memeriahkan pertemuan ini dengan makan
minum ala kadarnya."
Liu Yang Kun tak bisa menolaknya lagi. Ia menurut saja
ketika dibawa ke sebuah rumah makan yang besar. Dan ia
terpaksa merapihkan pakaiannya karena rumah makan itu
ternyata penuh dengan tamu.
"Tuan Chin menginap di mana?" Toan Hoa bertanya setelah
mereka mengambil tempat di sebuah meja kosong.
"Ah, aku baru saja datang di kota ini. Aku belum sempat
kemana-mana....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, Tuan Chin menginap saja di tempat ini.
Selain mengusahakan rumah makan, tempat ini memang
sebuah penginapan pula."
"Tapi......" Liu Yang Kun mencoba mencegah.
"Maaf, kuharap Tuan Chin jangan menolak maksud baikku
ini. Aku benar benar ingin menjamu Tuan Chin malam ini.....”
Toan Hoa memohon dengan sangat. Lalu serunya kepada
pelayan yang kebetulan lewat di samping mereka.
"Pelayan.....! Apakah kamar yang berada di samping kamarku
itu masih tetap kosong?"
"Oh, masih tuan......." pelayan itu menjawab dengan amat
hormat.
"Kalau begitu siapkanlah kamar itu untuk tamuku ini !
Kemudian tolong kaukatakan pula kepada pengurus restoran
untuk menghidangkan masakannya yang paling istimewa dan
arak Hang-ciu di meja ini!"
“Baik, tuan..........."
"Ah, saudara Toan..... kau menjadi repot benar!" Liu Yang
Kun berdesah.
Demikianlah, keduanya lalu makan dan minum sepuaspuasnya.
Masakan dari restoran itu memang enak sekali.
Apalagi minumannya adalah arak dari Hong-ciu yang telah
disimpan selama bertahun-tahun di dalam gudang di bawah
tanah. Rasanya benar-benar keras, segar dan harum luarbiasa.
Tak heran kalau akhirnya Toan Hoa mulai terpengaruh
oleh "panasnya" arak istimewa itu.
"Tuan Chin, dimana......dimanakah kau selama empat atau
lima tahun ini? Aku tak pernah mendengar namamu selama
ini. Apakah..... apakah engkau telah menyepi dan
mengasingkan diri di tempat yang sunyi?” Liu Yang Kun yang
melihat kawannya telah terpengaruh oleh minuman keras
mengiyakan saja pertanyaan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Toan, kau jangan minum lagi ! Lihat, mukamu
sudah mulai kemerah-merahan.......!" tambahnya seraya
mencegah Toan Hoa menuangkan lagi arak ke cawannya.
Tapi Toan Hoa tak peduli. Sambil tersenyum lebar ia tetap
saja menuangkan araknya. Matanya yang sudah mulai kocak
dan berair itu menatap Liu Yang Kun dengan senangnya.
"Ah, kalau begitu....... kalau begitu Tuan Chin tak tahu
sama sekali peristiwa-peristiwa menggemparkan yang telah
terjadi di dunia kang-ouw kita selama ini? Uh!"
Sekali lagi Liu Yang Kun yang tak ingin kawannya itu
menjadi mabuk hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebaliknya ia berkeras mencegah agar kawannya itu tidak
menambah lagi minumannya. Dan Toan Hoan memang
menurut. Namun karena orang itu memang telah terlanjur
minum terlalu banyak, maka bicaranya pun juga sudah mulai
melantur.
"Wah, rugi......! Tuan Chin benar benar rugi kalau begitu!
Coba kalau tuan Chin tidak menyepi dan ikut
memeriahkannya, waah......dunia persilatan benar-benar akan
lebih gempar lagi, he hehe!" Toan Hoa mulai mengoceh.
"Saudara Toan.....?" Liu Yang Kun mencoba mencegah
kawannya, agar tidak berbicara yang lebih melantur lagi,
karena ia takut kawannya itu akan membuka kedoknya
sebagai putera Kaisar Han.
Tapi mulut Toan Hoa sudah tidak bisa dihentikan lagi.
Mulut yang sudah terpengaruh oleh arak itu mengoceh terus.
Hanya saja suaranya tidak keras lagi. Ia hanya berbisik-bisik
saja seperti sedang membicarakan rahasia orang. Dan Liu
Yang Kun terpaksa tak tega untuk melarangnya lebih keras
lagi.
"Tuan Chin......! Mula-mula dunia persilatan digemparkan
oleh munculnya sebuah buku, yang disebut orang Buku
Rahasia. Selain berisi ramalan-ramalan dan petunjuk-petunjuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sulit dimengerti, buku itu juga memuat daftar urutan
TOKOH-TOKOH PERSILATAN TERKEMUKA dewasa ini. Dan
daftar itu ternyata telah mengundang kerusuhan dan
kegemparan di mana-mana. Tokoh-tokoh persilatan yang
semula tidak pernah menampakkan dirinya di dunia Kangouw,
tiba-tiba ikut pula keluar dari tempat pertapaannya.
Mereka menjadi penasaran pada daftar urut-urutan yang
mereka anggap kurang benar itu."
Toan Hoa berhenti mengoceh sebentar. Tangannya
berusaha meraih guci arak yang ada di depan Liu Yang Kun,
tapi pemuda itu cepat menyingkirkannya. "Sudah kukatakan,
saudara Toan tak boleh minum lagi." Liu Yang Kun
memperingatkan.
Toan Hoa tersenyum kemalu-maluan, namun ia tak
tersinggung karenanya. Sebaliknya mulutnya yang berbau
arak itu malah melanjutkan lagi ocehannya.
"Kudengar nama Tuan Chin ikut tertulis pula di dalam Buku
Rahasia itu, yaitu pada urutan yang ke-tujuh. Sungguh hebat
sekali! Sayang tuan tak pernah menampakkan diri selama ini.
Padahal yang lain-lain sudah saling bermunculan untuk
mengukur kesaktian mereka masing-masing. Rata-rata mereka
merasa penasaran pada urutan-urutan nama yang tertulis di
dalam buku itu."
"Jadi semua tokoh yang tertulis di dalam daftar itu telah
muncul dan menampakkan diri mereka di dunia persilatan?"
Liu Yang Kun memotong.
"Sebagian besar........ sudah! Hanya satu atau dua orang
saja yang belum. Tampaknya orang-orang itu masih
menunggu saat yang tepat untuk memunculkan diri. Termasuk
Tuan Chin sendiri misalnya......."
"Ah, aku toh hanya orang biasa, yang tak seharusnya ditulis
di dalam daftar itu. Mungkin bukan aku yang dimaksudkan
oleh penulisnya, karena aku belum pernah merasa dicoba atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinilai ketinggian ilmuku." Liu Yang Kun cepat merendahkan
diri.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru