Kamis, 21 September 2017

Cersil Hangat Tamat Si Bangau Merah Kho Ping Hoo

Cersil Hangat Tamat Si Bangau Merah Kho Ping Hoo Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Hangat Tamat Si Bangau Merah Kho Ping Hoo
kumpulan cerita silat cersil online
-
Ia lalu menceritakan tentang pertolongan Ki Bok pada saat ia hendak dinodai pangeran Nepal. Setelah
menceritakan semua pengalamannya sejak ditangkap oleh suheng-nya sendiri, ia bertanya, “Akan tetapi
kenapa engkau malah muncul di sini secara berterang, Han-ko? Bagaimana kalau mereka tahu siapa
sebenarnya engkau?”
“Aku sengaja masuk ke sini supaya nanti dapat membantu kalau orang-orang kang-ouw yang sudah
kuhubungi datang menyerbu. Kita sendiri tidak mungkin mampu melawan mereka yang jumlahnya amat
banyak. Aku sudah minta bantuan orang-orang kang-ouw, sedangkan saudara Gak Ciang Hun beserta
ibunya melapor kepada para pendeta Lama dan pasukan pemerintah di Tibet mengenai usaha
pemberontakan Lulung Lama. Bagai mana kabarnya dengan suheng-mu? Di mana dia sekarang?”
Mendengar pertanyaan ini, wajah Sian Li berubah muram. Ia mengepal tinju tangannya. “Dia telah tersesat,
menyeleweng dan kalau ada kesempatan akan kuhajar dia!”
Yo Han terkejut. “Li-moi, apa yang terjadi?”
“Huh, jahanam keparat itu, pengkhianat busuk itu! Dia sudah merendahkan diri menjadi antek mereka. Dia
terbujuk oleh perempuan-perempuan hina Pek-lian-kauw, dan malah menipuku, menangkapku ketika aku
hendak menolongnya.”
Melihat gadis itu seperti akan menangis, Yo Han dapat menduga betapa sakit rasa hati gadis itu. Tentu
Sian Li mencinta suheng-nya dan sekarang amat kecewa melihat ulah suheng-nya.
“Li-moi, sebenarnya bagaimana watak dan sikap suheng-mu selama ini, sebelum dia tertawan oleh
gerombolan ini?”
Sian Li mengerutkan alisnya. “Selama ini dia baik, setia dan membelaku. Akan tetapi agaknya dia sudah
tergila-gila kepada Pek-lian Sam-li, dan agaknya demi perempuan-perempuan itu, dia tidak segan untuk
mengkhianatiku.”
Muka Sian Li merah sekali. Jelas bahwa dia menahan diri agar tidak menangis karena ia memang merasa
penasaran dan kecewa bukan main kalau mengenang sikap Sian Lun kepadanya.
Yo Han merasa kasihan kepada gadis itu. “Li-moi, engkau jangan khawatir, aku pasti akan berusaha
sekuat tenaga untuk membebaskan dia.”
Sepasang mata itu terbelalak. “Apa maksudmu? Untuk apa bersusah payah memikirkan dia? Dia sama
sekali tidak minta dibebaskan... hemm, aku hanya ingin menghajarnya, membunuhnya!”
“Li-moi, tenang dan bersabarlah. Ada sesuatu yang aneh dengan sikap suheng-mu itu. Kalau biasanya ia
berwatak baik, maka sikapnya sekarang ini tidak wajar. Aku menduga bahwa ia tentu berada di bawah
dunia-kangouw.blogspot.com
pengaruh sihir. Ingat, para pendeta Lama, orang-orang Pek-lian-kauw dan orang-orang Nepal adalah ahliahli
sihir yang pandai.”
Sian Li termenung dan menundukkan kepalanya. Ia pun sudah menduga akan hal itu, akan tetapi
bagaimana pun hatinya tetap merasa panas dan tidak senang melihat sikap Sian Lun yang demikian akrab
dan mesra terhadap tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu. Wajahnya menjadi semakin merah karena
sekarang ia teringat akan ucapan Cu Ki Bok bahwa sikapnya itu bisa disangka orang sebagai tanda bahwa
ia cemburu. Cemburukah ia terhadap Pek-lian Sam-li yang demikian mesra dengan Sian Lun?
Bagaimana pun juga, tentu saja dia merasa tidak enak. Sian Lun sudah dianggapnya sebagai suheng-nya
yang baik dan setia, bahkan dia tahu bahwa suheng-nya itu jatuh cinta kepadanya. Baik ia membalas cinta
itu ataukah tidak, tetap saja hatinya tidak enak sekali melihat betapa suheng-nya menjadi kekasih tiga
orang Pek-lian-kauw dan sudah mengkhianatinya.
“Ingatlah, Li-moi, engkau tadi menceritakan bahwa engkau juga terkena pengaruh sihir pangeran Nepal itu
dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongmu. Nah, kuat dugaanku bahwa demikian pula halnya suhengmu
itu. Karena pengaruh sihir, dia mau melakukan apa saja. Kita lihat saja nanti kalau dia sudah sadar dan
tidak lagi terpengaruh oleh sihir mereka.”
“Kapankah penyerbuan itu akan terjadi?” tanya Sian Li yang mulai ragu-ragu tentang keadaan suheng-nya,
meski pun ia yakin bahwa setelah melihat sikap Sian Lun, kiranya tidak akan mungkin lagi baginya untuk
membalas cinta pemuda itu.
“Menurut perhitungan, malam ini mereka akan datang untuk mengepung dan menyerbu tempat ini. Kita
harus membantu dari dalam untuk membebaskan suheng-mu dari cengkeraman mereka, baru melarikan
diri keluar ketika penyerbuan terjadi.”
Mereka menghentikan percakapan ketika nampak Cu Ki Bok datang menghampiri ke arah mereka. “Dia
orang baik Han-ko. Kurasa hanya dialah yang mempunyai landasan bersih dalam perjuangan melawan
orang-orang Mancu.”
“Akan tetapi bukankah dia murid Lulung Lama?”
“Benar, akan tetapi dia mengatakan bahwa andai kata aku tidak mau bekerja sama dengan mereka, dia
tetap akan mencarikan jalan agar aku dapat lolos dari tempat ini.”
“Hemm, agaknya dia cinta padamu, Li-moi.”
Sian Li mengerutkan alisnya. “Entahlah, akan tetapi aku yakin bahwa dia orang baik.” Percakapan terpaksa
dihentikan dulu karena Ki Bok yang berjalan santai menghampiri mereka telah tiba di situ. Dia tersenyum
ramah.
“Bagaimana, Yo-toako. Sudah yakinkah engkau sekarang bahwa kami tak menganggap adikmu sebagai
tawanan melainkan sebagai tamu?”
Yo Han bangkit berdiri dan memandang marah. “Biar pun diperlakukan dengan baik dan dianggap sebagai
tamu, tetap saja adikku ini adalah tamu yang dipaksa dan ditahan di sini. Aku menuntut agar adikku
dibebaskan sekarang juga dan ikut dengan aku pergi. Kalau tidak, terpaksa aku akan tinggal di sini
menemaninya!”
Melihat sikap ini, Ki Bok lalu mendekati Yo Han dan berkata dengan suara perlahan. “Yo-toako, apakah
adikmu belum menceritakan semuanya? Sebaiknya engkau jangan membuat keributan karena kalau terjadi
hal itu, aku sendiri takkan dapat melindungimu. Ketahuilah bahwa perkumpulan kami adalah pejuangpejuang
yang gigih dan kalau ada yang menentang akan dibunuh. Suhu sedang mengharapkan agar Sian
Li suka bekerja sama membantu perjuangan, demikian pula Sin-ciang Taihiap. Andai kata Sian Li tidak
mau pun, tak perlu menggunakan kekerasan dan percayalah, aku yang akan menjamin bahwa Sian Li akan
dapat lolos dari sini dengan selamat.”
Yo Han memandang penuh selidik. “Hemm, engkau adalah seorang tokoh di sini, bagai mana engkau
hendak melindungi Li-moi? Apa maksudmu melindunginya mati-matian? Tanpa sebab yang jelas
bagaimana kami berdua dapat mempercayaimu?”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Han-ko, aku percaya padanya. Dia sudah membuktikannya!” kata Sian Li yang merasa tidak enak
terhadap Ki Bok.
“Justru perlindungannya itu patut dicurigai, Li-moi. Bukankah dia ini seorang di antara mereka yang
memusuhi engkau dan suheng-mu? Tanpa alasan yang kuat, bagaimana mungkin dia melindungimu tanpa
pamrih yang buruk?”
Mendengar ucapan Yo Han itu, Ki Bok segera berkata dengan terus terang, “Baiklah, Yo-toako, aku
membuat pengakuan. Aku bersedia melakukan apa pun untuk Sian Li dengan taruhan nyawaku karena aku
jatuh cinta padanya.”
“Ki Bok...!” Sian Li berseru kaget dan memandang wajah pemuda peranakan Tibet itu.
Tadinya ia hanya menganggap Ki Bok seorang yang baik sekali kepadanya, sama sekali tidak pernah
menyangka bahwa pemuda itu jatuh cinta padanya. Dan kini pemuda itu membuat pengakuan sedemikian
jujurnya di depan Yo Han!
Cu Ki Bok menghela napas panjang sambil memandang kepada gadis itu. “Maafkan aku, Sian Li. Terpaksa
aku harus berterus terang. Aku merasa kagum dan jatuh cinta padamu, dan tak peduli apakah engkau
akan membalas cintaku, tak peduli apakah akan menerima atau menolak ajakan kerja sama, tetap saja aku
harus membebaskan dirimu. Karena itulah, kuharap kalian berdua bersabar dan tidak membuat keributan.
Aku akan mencarikan kesempatan sebaik dan seamannya untuk kalian.”
Yo Han mengangguk-angguk. “Kalau begitu, aku akan tinggal di sini menemani Li-moi, harap saudara Cu
Ki Bok menyampaikan kepada pimpinan di sini.”
“Baik, Yo-toako, aku akan melaporkan kepada Suhu,” berkata Ki Bok yang segera pergi meninggalkan
mereka.
Ketika melihat para penjaga mendekat, dia berbisik kepada mereka agar melakukan penjagaan yang ketat,
dan juga memberi tahu bahwa Yo Han adalah kakak misan Sian Li yang tinggal di situ pula untuk
menemani adiknya.
Di pondok itu memang terdapat dua buah kamar, maka Yo Han dapat menempati kamar yang ke dua.
Akan tetapi setelah Ki Bok pergi, Yo Han dan Sian Li yang sejak tadi diam termenung, masih bercakapcakap
di ruangan depan.
“Kiranya dia jatuh cinta padamu, Li-moi,” kata Yo Han melihat gadis itu termenung saja.
Sian Li menarik napas panjang. “Sungguh sama sekali tidak pernah aku memikirkan hal itu, tak pernah
menduganya. Begitu beraninya mengaku cinta!” Wajah gadis itu berubah kemerahan.
“Jangan marah kepadanya, Li-moi. Aku bahkan kagum, karena ia seorang laki-laki yang jantan, gagah dan
jujur. Sekarang yang terpenting kita harus mencari di mana adanya suheng-mu. Aku ingin bertemu
dengannya dan kalau mungkin akan kusadarkan dia dari pengaruh sihir.”
“Bagaimana jika dia tidak terpengaruh sihir, melainkan kalau dia memang menyeleweng dan tersesat, Hanko?
Menurut keterangan Ki Bok, Suheng memang telah terpikat oleh Pek-lian Sam-li.” Di dalam suara
gadis itu masih terkandung kemarahan terhadap Sian Lun.
“Kalau memang demikian, aku akan berusaha untuk menyadarkan dan mengingatkan dia agar kembali ke
jalan benar. Bagaimana pun juga dia adalah suheng-mu dan perlu diingatkan kalau dia tergoda, Li-moi.”
“Terserah kepadamu, Han-ko. Namun, kita harus berhati-hati sekali karena biar pun aku kelihatan bebas,
tetapi setiap gerak-gerikku diamati dan sedikit saja mereka itu curiga, tentu mereka akan langsung
mengepung dan mengeroyok kita. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Han-ko, karena kalau mereka
tahu bahwa engkau adalah Sin-ciang Taihiap, tentu mereka takkan memberi ampun. Engkau telah
membunuh Dobhin Lama.”
Yo Han menggeleng kepala. “Aku tidak membunuhnya. Ketika kami bertanding, biar pun aku dapat
mematahkan tongkatnya, akan tetapi aku tidak melukainya. Dia tewas karena usianya yang sudah tua, dan
agaknya ia telah terlalu memaksa diri sehingga kehabisan tenaga. Tentu aku akan berlaku hati-hati sekali
dunia-kangouw.blogspot.com
untuk menyelidiki suheng-mu. Sebaiknya engkau gambarkan keadaan perkampungan ini dan di mana aku
dapat mencari Sian Lun.”
Mereka berbisik-bisik dan Sian Li memberi gambaran tentang perkampungan di situ. Setelah mendapat
keterangan jelas, mereka lalu memasuki pondok…..
********************
Perkampungan dalam rimba itu terdiri dari beberapa buah bangunan yang cukup besar dan dikelilingi
pagar bambu yang runcing dan dijaga ketat. Yo Han termenung di dalam kamarnya, memikirkan jalan baik
untuk dapat menyelamatkan Sian Li dan Sian Lun.
Pemuda ini merasa prihatin sekali. Dia maklum bahwa serbuan orang-orang kang-ouw dan terutama sekali
para pendeta Lama dan pasukan Tibet akan menimbulkan perang atau pertempuran yang mati-matian di
tempat itu. Dia membayangkan dengan hati sedih bahwa pertempuran itu tentu akan mengakibatkan
tewasnya banyak orang.
Dia sendiri tak pernah mau menggunakan ilmu kepandaiannya untuk membunuh orang lain. Dia tak pernah
menilai jahat kepada orang lain karena dia maklum bahwa seorang yang dianggap jahat dan melakukan
perbuatan yang jahat, sebetulnya hanyalah orang yang sedang menderita penyakit saja.
Orang yang menyeleweng dari pada kebenaran adalah orang sakit. Bukan badannya yang sakit, melainkan
batinnya. Akan tetapi, seperti juga penyakit badan, penyakit batin ini suatu waktu akan dapat sembuh pula.
Sedangkan orang yang sehat batinnya, sekali waktu mungkin saja jatuh sakit.
Setiap orang mengakui bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna. Yang sempurna hanyalah
Tuhan. Setiap orang manusia sudah pasti mempunyai kesalahan, setiap orang manusia berdosa. Dan kita
sendiri, setiap orang dari kita, juga seorang manusia, karenanya kita masing-masing ini adalah orang
berdosa dan bersalah.
Oleh karena itu, pantaskah kita mencela orang lain yang bersalah? Orang itu sama saja dengan kita, hanya
macam kesalahan atau macam dosanya saja yang berbeda, ada yang kadarnya besar ada yang kecil.
Akan tetapi, kita ini senasib sependeritaan, takkan dapat lepas dari pada kesalahan, dari pada dosa.
Seyogianya kalau melihat orang lain berdosa, kita membantunya dengan petunjuk dan peringatan, seperti
melihat orang lain sakit, sepatutnya kita memberi obat dan hiburan. Jangan melihat orang lain terperosok
ke dalam lumpur, malah kita injak lagi kepalanya! Uluran tangan untuk menariknya keluar dari lumpur
merupakan kewajiban yang luhur.
Yo Han teringat kembali akan ancaman pertempuran. Ia menghela napas panjang. Apa yang dapat dia
lakukan?
Di dunia ini penuh dengan perang. Perang merupakan korban api besar yang timbul dari percikan api kecil.
Dimulai dari konflik atau pertentangan dalam batin setiap manusia sendiri. Konflik yang timbul karena
adanya keinginan-keinginan yang tak ada habisnya.
Konflik dalam batin sendiri ini mencuat keluar menimbulkan konflik antar pribadi, karena bentrokan
kepentingan, bentrokan keinginan, saling berebut kebenaran, berebut nikmat sendiri. Konflik-konflik antar
pribadi ini bisa membengkak menjadi konflik antar keluarga, antar golongan, kemudian berkobar menjadi
konflik antar bangsa dan antar negara yang menimbulkan perang.
Yo Han telah memesan pada para orang kang-ouw untuk membantunya membebaskan Sian Lun dan Sian
Li. Dia pun sudah minta kepada mereka agar jangan membunuh dan setelah kedua orang muda itu dapat
diselamatkan, supaya para orang kang-ouw tidak mencampuri perang yang terjadi antara pasukan Tibet
dan para pemberontak. Ia sendiri pun tidak akan ikut campur dengan pertempuran itu. Dia hanya ingin
melindungi Sian Li dan Sian Lun agar dapat lolos dari tempat itu dengan selamat.
Setelah Ki Bok melaporkan tentang Yo Han yang berkunjung sebagai utusan Sin-ciang Taihiap dan
sekarang pemuda itu tidak mau pergi karena menuntut dibebaskannya Sian Li, Lulung Lama segera
memanggil semua pimpinan dan pembantunya untuk diadakan perundingan. Mereka semua berkumpul di
bangunan induk, di suatu ruangan yang luas di mana selalu dipergunakan untuk mengadakan pertemuan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mereka semua berkumpul dan karena waktu itu sedang terjadi perkabungan kematian Dobhin Lama, maka
seluruh pimpinan dan pembantu yang tadinya bertugas di luar, telah berkumpul pula untuk berkabung.
Lengkaplah mereka yang kini berada di ruangan itu.
Lulung Lama yang ditemani muridnya, Cu Ki Bok, duduk di kursi pimpinan. Belasan orang pendeta Lama
jubah hitam yang menjadi pembantu-pembantunya ikut hadir pula. Gulam Sing, Pangeran dari Nepal itu
pun hadir bersama para pembantunya, termasuk Badhu dan Sagha. Dari pihak Pek-lian-kauw, selain Peklian
Sam-li juga hadir tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang datang melayat. Hek-pang Sin-kai juga hadir
bersama empat orang rekannya. Jumlah mereka yang berada di ruangan itu tak kurang dari empat puluh
orang. Di dekat Pek-lian Sam-li duduk pula Liem Sian Lun.
Wajah tampan Sian Lun yang biasanya cerah itu kini nampak agak muram. Kerut merut di antara kedua
alisnya, pandang matanya yang sayu, mulutnya yang agak cemberut itu menggambarkan betapa dia tidak
tenang dan tidak senang.
Pek-lian Sam-li agaknya sudah salah perhitungan terhadap pemuda ini. Memang dalam kesempatan
pertama, Sian Lun yang masih hijau dalam hal pengalaman itu mudah saja mereka rayu dan mereka
jatuhkan. Sian Lun dibakar oleh nafsunya sendiri. Apa lagi tiga orang wanita Pek-lian-auw itu
menggunakan kekuatan sihir.
Pemuda itu bertekuk lutut dan melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Bahkan dia mentaati saat
mereka menyuruh dia menawan sumoi-nya sendiri, wanita pertama yang pernah menjatuhkan hatinya! Dan
ia bahkan menganggap perbuatan itu sebagai bagian dari perjuangan mereka, karena para pimpinan itu
menghendaki agar dia menawan dan membujuk Sian Li sehingga gadis itu mau pula membantu
perjuangan mereka.
Kesalahan perhitungan Pek-lian Sam-li adalah bahwa mereka mengira Sian Lun sudah benar-benar setia
kepada mereka, mengira bahwa mereka sudah dapat menundukkan pemuda itu dengan kecantikan
mereka sehingga mereka menjadi lengah dan tidak lagi mempergunakan kekuatan sihir untuk menguasai
Sian Lun. Dan dalam keadaan sadar sepenuhnya inilah Sian Lun mulai merasa menyesal.
Nafsu bagaikan gelembung sabun. Kesenangan yang didatangkannya hanya selewatan saja, disusul
kebosanan karena nafsu mendorong kita mengejar yang baru, yang belum kita miliki. Kita dipermainkan
nafsu bagaikan anak kecil dipermainkan mainan-mainan. Mainan lama yang dahulunya amat disenangi,
mendatangkan bosan dan diganti mainan baru yang mengasyikkan.
Daya tarik tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu berkurang kekuatannya sehingga Sian Lun mulai dapat
melihat betapa perbuatanaya selama ini amat memalukan. Dia telah membiarkan dirinya menjadi boneka,
menjadi permainan tiga orang wanita itu. Bahkan dia begitu buta sehingga tidak melihat bahwa dia
diperalat.
Ia mau saja melakukan penipuan untuk menawan Sian Li secara amat curang. Padahal dia amat mencinta
sumoi-nya itu. Dia merasa malu, malu kepada Sian Li, malu kepada diri sendiri dan kalau dia
membayangkan betapa guru-gurunya akan mendengar tentang dirinya, betapa kedua orang gurunya yang
sudah melepas budi besar kepadanya, yang menganggap dia seperti anak sendiri, akan merasa berduka,
kecewa dan menyesal, ingin Sian Lun menjerit-jerit dan menangis. Namun, semua telah terlambat.
Ia telah mengkhianati sumoi-nya. Perjuangan menentang penjajah Mancu memang baik dan tiap pendekar
sepatutnya bangga bila membantu perjuangan membebaskan rakyat dan tanah air dari cengkeraman
penjajah Mancu. Tapi, bagaimana mungkin perjuangan itu dapat melalui jalan yang benar kalau dipimpin
orang-orang sesat seperti Pek-lian Sam-li dari Pek-lian-kauw, para pemberontak Nepal dan pemberontak
Tibet?
Malam tadi, walau pun ada Pek-lian Sam-li yang menemaninya, dia tidak dapat tidur memikirkan Sian Li.
Dia merasa bersalah kepada sumoi-nya itu dan merasa menyesal sekali. Ia harus bisa membebaskan
sumoi-nya, dan sudah mengambil keputusan untuk minta kepada Lulung Lama agar Sian Li dibiarkan
bebas. Kalau permintaannya ditolak, dia pun akan menyatakan tidak mau lagi membantu mereka! Dan sore
hari ini, Lulung Lama memanggil semua sekutunya untuk mengadakan pertemuan di ruangan luas itu.
Setelah memberi salam kepada semua orang, Lulung Lama berkata dengan suara yang lantang, “Kita telah
mengadakan persiapan dan penjagaan untuk menyambut datangnya Sin-ciang Taihiap yang pasti akan
datang ke sini untuk membebaskan Nona Tan Sian Li. Akan tetapi sampai hari ini, dia tidak muncul dan
dunia-kangouw.blogspot.com
mengirim utusan untuk menuntut supaya nona itu kita bebaskan. Padahal, seperti kalian ketahui, kita
menghendaki agar Nona Tan Sian Li dan juga kalau mungkin Sin-ciang Taihiap sendiri, suka bekerja sama
dengan kita menentang penjajah Mancu. Bila dia tak mau kita tidak bisa membebaskan Nona Tan Sian Li
karena ia sudah mengetahui semua rahasia pergerakan kita. Bagai mana pendapat anda sekalian?”
Melalui penterjemahnya Pangeran Gulam Sing lalu berkata, “Siapakah utusan Sin-ciang Taihiap itu? Di
mana dia sekarang? Seharusnya dia itu ditangkap ketika datang ke sini.”
“Suhu, biarlah teecu (saya) yang menjelaskan, karena teecu mengetahui dengan jelas,” kata Cu Ki Bok
kepada Lulung Lama yang mengangguk setuju.
Setelah mendapat persetujuan gurunya, Ki Bok mulai memberi keterangan. “Utusan itu bernama Yo Han
dan dia adalah kakak misan Nona Tan Sian Li. Dia pula yang menjadi perantara ketika aku mengajukan
tantangan kepada Sin-ciang Taihiap untuk bertanding melawan ketua kita mendiang Dobhin Lama. Ketika
dia mendengar bahwa kita tidak akan membebaskan Nona Tan Sian Li, Yo Han berkeras tidak mau pergi
dan hendak menemani Nona Tan Sian Li di sini. Sekarang, dia masih berada di sini, di pondok yang
menjadi tempat tinggal nona itu. Aku juga sudah memesan kepada para penjaga agar melakukan
pengawasan yang ketat.”
Gulam Sing yang masih merasa penasaran karena dia gagal memperkosa Sian Li, berkata, “Kalau begitu,
Yo Han itu dan juga gadis itu harus dihadapkan ke sini sekarang juga! Kita paksa nona itu bekerja sama,
dan kita paksa pula utusan itu untuk membujuk Sin-ciang Taihiap agar mau datang ke sini dan bekerja
sama pula. Kalau mereka tidak mau, kita bunuh saja mereka!”
Karena pendapat ini dianggap benar, dan demi keselamatan serta kepentingan mereka agar rahasia
persekutuan mereka tidak sampai terbongkar, semua orang mengangguk setuju. Juga Lulung Lama
mengangguk-angguk.
Tentu saja Cu Ki Bok menjadi khawatir sekali. Dia tahu bahwa akan sulit bahkan hampir tidak mungkin
membujuk Sian Li supaya mau bekerja sama. Nasib gadis itu sekarang terancam bahaya maut. Dan
mungkin saja untuk menyenangkan hati Pangeran Gulam Sing, sekutu yang dianggap kuat dan dapat
diandalkan itu, gurunya akan menyerahkan Tan Sian Li kepadanya.
Dia dapat membayangkan betapa ngerinya nasib gadis yang dicintanya itu bila terjatuh ke tangan Gulam
Sing. Akan tetapi, sebelum dia sempat menemukan kata-kata untuk membantah dan membela Sian Li,
tiba-tiba Sian Lun sudah bangkit berdiri.
“Losuhu, biar aku yang memanggil mereka ke sini!” tanpa menanti jawaban, Sian Lun sudah melangkah
cepat, keluar dari ruangan itu.
Cu Ki Bok sudah tahu bahwa Sian Lun telah mengkhianati Sian Li dan dia amat dibenci gadis itu. Kalau
Sian Lun yang pergi memanggil Sian Li dan Yo Han, tentu akan terjadi keributan, apa lagi dia tidak suka
dan tidak percaya kepada pemuda yang begitu mudah terjatuh ke dalam bujuk rayu tiga orang wanita
seperti Pek-lian Sam-li.
“Dia tidak semestinya pergi. Dia belum dapat dipercaya benar!” serunya.
“Ha-ha-ha, biarlah aku saja yang memanggil mereka!” kata Pangeran Gulam Sing yang segera berlari
keluar, diikuti oleh Badhu, Sagha dan beberapa orang pembantunya.
Pek-lian Sam-li yang juga mengkhawatirkan Sian Lun yang kini sudah tidak lagi mereka pengaruhi dengan
sihir, bangkit dan berdiri keluar pula. Setelah mereka semua tiba di luar, ternyata Sian Lun sudah tidak
nampak. Agaknya pemuda itu berlari cepat untuk meninggalkan tempat itu.
Segera mereka semua melakukan pengejaran ke tempat pemondokan Sian Li. Melihat para pimpinan yang
tadi mengadakan pertemuan rapat itu kini berlarian ke arah pondok tawanan, para petugas yang
melakukan penjagaan menjadi terkejut dan mereka pun mengikuti dari belakang.
Sian Lun memang berlari secepatnya ke pondok di mana Sian Li berada. Dia sudah mengambil keputusan
nekat. Dia harus membebaskan Sian Li. Jika dia berterus terang kepada Lulung Lama, tidak mungkin
permintaannya akan dikabulkan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tadi dia sudah mendengar sendiri rencana mereka. Kalau Sian Li tidak mau menyerah dan bekerja sama,
mereka akan membunuhnya supaya gadis itu tidak membocorkan rahasia persekutuan mereka. Tidak ada
jalan lain. Dia harus segera membebaskan Sian Li atau memberi kesempatan kepada Sian Li untuk
melarikan diri selagi kesempatan itu ada, selagi para pimpinan yang lihai mengadakan pertemuan di
ruangan itu. Dia akan melindunginya, menjadi perisai, kalau perlu mempertaruhkan nyawa menghadapi
para penjaga yang mengejar agar Sian Li dapat lari. Dia sudah melakukan dosa besar dan dia harus
menebusnya sekarang juga selagi masih ada kesempatan.
Sian Li dan Yo Han terkejut ketika mereka mendengar orang mendorong pintu pondok terbuka dan ketika
mereka berdua keluar dari dalam kamar masing-masing, mereka melihat Sian Lun dengan wajah pucat
telah berada di situ.
“Hemm, jahanam busuk, mau apa engkau ke sini?!” Sian Li membentak, dan seketika kemarahannya
berkobar begitu dia melihat Sian Lun. Bahkan dia sudah bergerak maju hendak menyerang pemuda itu.
“Li-moi, jangan terburu nafsu, dengarkan dulu apa kehendaknya,” Yo Han mencegah dan menghampiri
mereka.
Sian Lun memandang pada Yo Han, tidak mengenal pemuda itu akan tetapi dia dapat menduga bahwa
tentu pemuda inilah yang tadi dibicarakan sebagai utusan Sin-ciang Taihiap. Dia tidak peduli dan
memandang kembali kepada Sian Li.
“Sumoi, cepat. Engkau larilah sekarang juga, biarkan aku yang akan menghadapi para pengejar. Cepat,
selagi para pimpinan sedang sibuk mengadakan rapat pertemuan di bangunan induk. Cepat, mereka akan
membunuhmu kalau engkau tidak mau membantu mereka. Aku telah bersalah, Sumoi, tetapi biarlah
kesempatan terakhir ini kugunakan untuk menebus dosa. Cepat larilah engkau dari tempat ini, Sumoi.”
Melihat sikap dan mendengar ucapan suheng-nya itu, Sian Li tertegun. Ia masih sangsi. Benarkah suhengnya
itu telah sadar dan hendak menolongnya? Ataukah ini pun hanya siasat busuk belaka? Agaknya Sian
Lun maklum pula akan kesangsian sumoi-nya.
“Lihat, Sumoi. Aku telah membunuh empat orang penjaga di depan. Engkau larilah melalui pintu belakang,
langsung ke pagar bambu sebelah selatan dan lolos dari sana. Kalau ada yang mengejar, biar aku yang
akan menghadapi mereka.”
Sian Li berlari ke depan. Ia melihat betapa empat orang penjaga di situ benar-benar sudah menggeletak
mandi darah. Diam-diam ia terkejut. Kiranya Sian Lun benar-benar tidak membual.
Ia menoleh kepada Yo Han untuk minta pendapatnya. Yo Han juga sejenak tertegun melihat perubahan
tiba-tiba pada diri Sian Lun itu. Akan tetapi, Yo Han segera dapat menduga bahwa tentu kini Sian Lun telah
sadar, menyesal dan ingin menebus dosanya! Maka dia pun diam-diam merasa girang sekali.
“Kalau memang hendak meloloskan diri, marilah kita bertiga lari bersama selagi ada kesempatan!” kata Yo
Han.
Akan tetapi pada saat itu, rombongan para pimpinan yang tadi melakukan pengejaran sudah tiba pula di
depan pondok, dipimpin oleh Pangeran Gulam Sing dan tiga orang Pek-lian Sam-li.
Melihat ini, Sian Lun terkejut dan dia pun cepat berkata, “Sumoi, pergilah ke belakang. Cepat!”
Dia sendiri sudah melompat keluar untuk menyambut para pengejar. Dia tahu bahwa bicara dengan
mereka pun tidak ada gunanya lagi. Dia sudah membunuh empat orang penjaga. Tentu mereka tidak akan
mengampuninya, apa lagi kini melihat dia berusaha membantu Sian Li melarikan diri. Dengan pedang di
tangan dia pun menyerbu ke arah Pangeran Gulam Sing yang berada paling depan.
“Kalian hendak memberontak?” Pek-lian Sam-li membiarkan pemuda bekas kekasihnya itu dihadapi Gulam
Sing yang mereka yakin akan mampu menundukkan pemuda itu. Mereka sudah meloncat ke depan Sian Li
dan Yo Han, diikuti oleh para pimpinan lain.
Sian Li sudah siap untuk melawan, walau pun ia tidak memegang senjata. Akan tetapi Yo Han maklum
bahwa keadaan mereka tidak menguntungkan. Kini agaknya terpaksa dia harus membuka rahasianya. Dia
harus melindungi Sian Li walau pun agaknya sudah terlambat untuk melindungi Sian Lun.
dunia-kangouw.blogspot.com
Jarak di antara mereka terlalu jauh dan kalau dia meloncat untuk melindungi pemuda itu, berarti dia harus
meninggalkan Sian Li dan hal ini berbahaya sekali. Karena mereka berpisah, maka dia tidak mungkin dapat
melindungi keduanya dan tentu saja dia lebih memberatkan Sian Li dari pada pemuda itu. Dia sudah siap
membela Sian Li dan telah melangkah maju untuk menghadapi pengeroyokan orang-orang lihai dari
persekutuan pemberontak itu.
Sementara itu, tanpa mengeluarkan kata apa pun. Sian Lun sudah menyerang Gulam Sing dengan
pedangnya. Kalau tadinya dia memandang Gulam Sing sebagai rekannya, sebab keduanya menjadi
kekasih Pek-lian Sam-li, sekarang ia memandangnya sebagai musuh dan serangan-serangan yang
dilancarkan Sian Lun adalah serangan maut yang dimaksudkan untuk membunuh.
Tetapi Gulam Sing ternyata lihai sekali. Tingkat kepandaian pangeran Nepal ini memang lebih tinggi
dibandingkan Sian Lun. Dia menggunakan goloknya yang melengkung untuk membendung gelombang
serangan pedang Sian Lun. Tiap kali golok bertemu pedang, Sian Lun merasakan tangannya tergetar dan
pedangnya terpental. Dia kalah tenaga dan sebentar saja dia mulai terdesak hebat.
“Kalian hendak melarikan diri? Jangan harap bisa keluar dari tempat ini dalam keadaan bernyawa!” kata Ji
Kui sambil tersenyum mengejek, kemudian, setelah memberi isyarat kepada dua orang adiknya Ji Kui yang
sudah mengerahkan kekuatan sihir dibantu dua orang adiknya, membentak nyaring. “Tan Sian Li dan Yo
Han pandanglah kami dan kalian berdua harus mentaati perintah kami! Berlututlah kalian! Hayo, berlutut!”
Sian Li merasa ada kekuatan aneh yang seperti hendak menariknya untuk menjatuhkan diri berlutut. Akan
tetapi karena ia sudah siap siaga sebelumnya, ia dapat mengerahkan sinkang dan melawan. Tiba-tiba saja
kekuatan aneh yang menariknya itu lenyap seperti disapu angin dan tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu
mengeluarkan suara terkejut dan heran. Mereka agak terhuyung ke belakang dan terengah-engah.
Pengerahan tenaga sihir mereka membalik dan menghantam isi dada mereka sendiri! Kini mereka siap
untuk menyerang, dan ketiganya sudah mencabut pedang. Gerakan itu diikuti oleh kawan-kawannya yang
sudah mengepung Yo Han dan Sian Li.
Akan tetapi, sebelum para pengepung itu bergerak maju menyerang, tiba-tiba terdengar bentakan, “Tahan
semua senjata!”
Pek-lian Sam-li menengok dan mereka melihat bahwa yang membentak itu adalah Cu Ki Bok. Tiga orang
wanita ini diam-diam merasa tak suka kepada pemuda ini. Pertama, mereka tidak mampu mempermainkan
Ki Bok, dan ke dua mereka juga tidak berani menentangnya mengingat bahwa Ki Bok adalah murid dan
kepercayaan Lulung Lama.
“Cu-enghiong (Orang Gagah Cu), dua orang ini jelas hendak melarikan diri, mengapa engkau melarang
kami membunuhnya? Mereka hendak memberontak!” kata Ji Kim.
“Itu fitnah belaka,” kata Ki Bok. “Suhu membutuhkan bantuan mereka, juga bantuan dari Sin-ciang Taihiap.
Bagaimana kalian dapat lancang membunuh mereka? Pula, mereka sama sekali tidak melarikan diri. Liem
Sian Lun itu yang hendak berkhianat.”
“Empat orang penjaga telah mereka bunuh!” kata Ji Kui.
“Tidak mungkin. Lihatlah, Nona Tan Sian Li dan saudara Yo Han ini sama sekali tidak memegang senjata,
sedangkan keempat orang penjaga itu jelas tewas karena bacokan dan tusukan pedang. Yang memegang
pedang hanyalah Sian Lun, jadi ialah yang telah membunuh para penjaga, bukan dua orang tamu ini. Atas
nama Suhu, aku melarang kalian mengganggunya. Suhu perlu bicara dengan mereka.”
Sikap Cu Ki Bok keras dan tegas sehingga para anak buah Hek-I Lama tidak berani melanggar, juga para
tamu tentu saja tidak berani menentang tuan rumah. Apa lagi karena apa yang dikemukakan pemuda itu
memang benar. Empat orang penjaga itu tewas karena terluka pedang, sedangkan dua orang itu sama
sekali tidak memegang senjata.
“Suheng...!” tiba-tiba Sian Li berseru, terbelalak dan ia pun meloncat dari situ.
Ternyata Sian Lun telah terkena tendangan Gulam Sing yang disusul bacokan golok melengkung. Bacokan
itu merobek perutnya dan pemuda itu roboh sambil kedua tangan menekan perutnya yang terluka parah
dunia-kangouw.blogspot.com
untuk menahan agar isi perutnya tidak terburai keluar! Pangeran Gulam Sing tertawa bergelak dengan
bangga sambil membersihkan goloknya, dan Sian Li sudah berlutut di dekat tubuh suheng-nya.
Sian Lun mendekap perut dan darah membasahi seluruh tubuhnya. Akan tetapi ia masih sempat
memandang Sian Li dan berkata lemah, “Sumoi, kau maafkanlah... aku... dan mintakan ampun… untukku...
dari Suhu dan Subo... aku... aku berdosa...” Kepala itu terkulai, kedua tangan terlepas dari perut dan
ususnya terburai.
“Suheng...!” Sian Li menjerit ngeri melihat keadaan suheng-nya.
Dan ia pun melompat berdiri, membalik dan menghadapi Pangeran Gulam Sing dengan mata melotot dan
muka merah.
“Kau... kau... jahanam busuk... kau telah membunuhnya!”
Sian Li menerjang dengan nekat, menggunakan tangan kosong sambil mengerahkan sinkang dingin dari
Pulau Es. Sambil tertawa dan memandang ringan, pangeran Nepal itu menangkis dan hendak menangkap
kedua tangan gadis itu. Dia terlalu memandang rendah, tidak tahu bahwa dalam serangan itu, Sian Li
mengerahkan seluruh tenaga Swat-im Sinkang dari Pulau Es.
Maka, begitu dua pasang tangan bertemu, Pangeran Gulam Sing terdorong ke belakang dan ia pun
menggigil kedinginan! Dia terkejut setengah mati dan terpaksa dia melempar tubuh ke belakang dan
bergulingan agar tidak menerima serangan susulan lawan.
Akan tetapi hal itu sebenarnya tidak perlu karena Yo Han sudah berada di dekat Sian Li, menyabarkan
gadis itu. “Hentikan seranganmu, Li-moi. Serahkan saja urusan ini kepada Sin-ciang Taihiap.”
Ucapan itu selain dapat menyabarkan Sian Li, juga membuat para pengepung menjadi gentar karena Yo
Han menyebut-nyebut nama Sin-ciang Taihiap yang tentu akan marah sekali karena Sian Lun sudah
dibunuh. Sian Li kembali menghampiri mayat suheng-nya dan menangis.
Ki Bok cepat mendekatinya. “Sudahlah Sian Li, tak ada gunanya lagi ditangisi. Aku akan menyuruh orangorangku
mengurus jenazah suheng-mu baik-baik dan memperabukan jenazah itu agar abunya bisa kau
bawa kalau kau menghendakinya. Sebaiknya engkau dan Yo-toako berdiam saja di pondokmu malam ini
dan jangan keluar.”
Sian Li mengangguk dan merasa berterima kasih sekali. Kalau tak ada Ki Bok, mungkin dia dan Yo Han
juga sudah dikeroyok banyak orang dan entah bagaimana akibatnya. Agaknya, murid Lulung Lama ini
memang benar-benar jujur dan hendak menolongnya, tentu saja tidak berani berterang karena kalau hal itu
diketahui Lulung Lama, tentu dia sendiri akan celaka dan dianggap sebagai seoretng pengkhianat.
Yo Han agaknya mengerti akan keadaan Ki Bok, maka dia pun cepat mengajak Sian Li memasuki kembali
pondok mereka.
Peristiwa kematian Sian Lun itu tentu saja menimbulkan perubahan pada rencana yang tadi telah
diputuskan, yaitu untuk menghadapkan Sian Li dan Yo Han dan minta mereka menentukan sikap.
Bagaimana pun juga, Sin-ciang Taihiap yang pernah mengadu ilmu melawan Dobhin Lama menuntut
dibebaskannya Sian Lun dan kini pemuda itu sudah tewas. Tentu akan terjadi hal yang lebih gawat, maka
atas permintaan Ki Bok, Lulung Lama menunda keputusan itu.
Penjagaan diperkuat karena mereka khawatir kalau Sin-ciang Taihiap telah mendengar akan kematian
Sian Lun itu dan akan datang menyerbu malam itu.
Sementara itu, di dalam pondok Sian Li masih duduk termenung. Wajahnya agak pucat dan kedua
matanya berlinang air mata. Biar pun tadinya ia marah dan membenci Sian Lun yang mengkhianatinya dan
melihat suheng-nya itu bermain gila dengan tiga orang wanita Pek-lian-kauw, namun pada akhir hidupnya
suheng-nya itu telah bersikap gagah, bahkan telah mengorbankan nyawa sendiri demi membelanya.
Sian Lun telah bertekad untuk membebaskannya dengan pengorbanan nyawanya. Biar pun usaha
membebaskannya itu gagal karena keburu ketahuan para tokoh persekutuan itu, namun tidak urung
nyawanya menjadi korban. Akan tetapi pada akhir hidupnya Sian Lun sudah menebus kesalahannya
dengan perbuatan gagah dan membuktikan cintanya kepadanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Terkenanglah ia akan masa lalunya, ketika ia dan Sian Lun masih sama-sama belajar ilmu di bawah
pimpinan Kakek Suma Ceng Liong dan isterinya, selama lima tahun lebih. Teringatlah ia betapa Sian Lun
selalu bersikap manis dan baik kepadanya, betapa Sian Lun selalu menyayangnya dan teringat akan
semua ini, air matanya runtuh kembali.
“Suheng...!” Ia mengeluh.
Yo Han menghampirinya dan duduk di depannya, terhalang oleh meja. “Li-moi, tak ada gunanya menangisi
kematian Sian Lun. Bagaimana pun juga, dia sudah tewas sebagai seorang pendekar yang gagah dan
tidak mengecewakan!”
Sian Li mengusap air matanya dan menghela napas. “Dia patut dikasihani, Han-ko.”
Yo Han mengangguk. “Sudah kuduga. Kesesatannya tentu tidak wajar. Dia masih terlalu muda dan kurang
pengalaman sehingga mudah saja dikuasai musuh dengan ilmu sihir. Akan tetapi dia telah menebus
kesalahannya, telah menghapus dosanya dengan darah dan dia... dia ternyata amat mencintamu, Li-moi.”
Sian Li mengangguk. Teringat akan pengalamannya di perahu dengan Sian Lun, ketika pemuda itu
menyatakan cinta kepadanya dan ia bahkan mendorong suheng-nya hingga tercebur di air!
“Memang Suheng pernah menyatakan cintanya kepadaku, akan tetapi aku menolaknya karena aku
menyayanginya sebagai kakak seperguruan, tidak lebih dari pada itu.”
Yo Han menarik napas panjang, melihat kenyataan yang membuat nuraninya mencela diri sendiri. Kenapa
hatinya merasa senang mendengar bahwa Sian Li tidak membalas cinta kasih Sian Lun?
“Kita harus waspada malam ini. Kalau tidak meleset perhitunganku, malam inilah akan terjadi penyerbuan
itu. Karena Sian Lun sudah tidak ada, sekarang kita hanya mencari kesempatan untuk melarikan diri saja
dari tempat ini. Aku sendiri tak ingin terlibat dalam pertempuran nanti antara persekutuan ini melawan
pasukan Tibet. Mengertikah engkau, Li-moi?”
Gadis itu mengerutkan alisnya. “Tetapi aku harus membunuh pangeran Nepal jahanam itu, Han-ko!”
Yo Han menatap tajam wajah Sian Li. “Kenapa harus, Li-moi?”
“Pertama, dia pernah hampir memperkosaku, dan untung waktu itu ada Cu Ki Bok yang menolongku. Ke
dua, dia telah membunuh Suheng. Tidak pantaskah bila aku membalas dendam dan membunuhnya?”
“Li-moi, siapakah kita ini maka boleh membunuh sesama manusia begitu saja? Li-moi, kita mempelajari
ilmu bukan untuk menjadi pembunuh. Kurasa ayah ibumu sendiri, juga guru-gurumu tentu telah memberi
tahu akan kebenaran itu. Kita sebagai manusia tidak berhak untuk membunuh manusia lain, dengan alasan
apa pun juga.”
“Tapi, Han-ko. Bukankah dia juga sudah membunuh Suheng? Bukankah dia hampir saja memperkosaku
dan hal-hal itu saja sudah membuktikan betapa jahatnya dia? Dia layak dihukum, dibunuh supaya jangan
menambah kejahatannya lagi dan mengganggu orang lain.”
Yo Han menggelengkan kepalanya. “Katakanlah dia jahat dan dia pun telah membunuh suheng-mu. Kalau
kini kita membalas dan membunuhnya, lalu apa bedanya antara dia dengan kita?”
“Jelas bedanya, Han-ko! Kita membunuhnya untuk memberantas kejahatan sedangkan dia membunuh
Suheng untuk melakukan kejahatan...”
“Tidak begitu, Li-moi. Kalau kita tanya kepadanya, tentu dia memiliki alasan yang cukup kuat mengapa dia
membunuh suheng-mu. Setiap orang yang melakukan sesuatu tentu akan mempunyai alasan untuk
membela diri. Padahal yang mendorong pembunuhan adalah sama, yaitu balas dendam, kebencian dan
permusuhan. Kalau engkau hendak membunuhnya, maka jelas dasarnya adalah dendam kebencian.”
“Aih, sekarang aku mengerti mengapa Ayah dan Ibu mengatakan engkau seorang yang baik hati akan
tetapi aneh, Han-ko.”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Apa yang dikatakan ayah ibumu tentang diriku?” Yo Han ingin sekali mendengarnya.
“Ayah dan Ibu pernah bercerita kepadaku bahwa engkau memiliki bakat ilmu silat yang luar biasa, akan
tetapi anehnya, engkau sama sekali tidak mau mempelajari ilmu silat karena engkau selalu berpendapat
bahwa ilmu silat ialah ilmu memukul dan membunuh orang. Sekarang, setelah engkau memiliki ilmu
kepandaian yang tinggi, engkau pantang membunuh orang, betapa pun jahatnya orang itu. Aku pun telah
mendengar akan sepak terjangmu sebagai Sin-ciang Taihiap. Han-ko, kalau begitu, untuk apa engkau
belajar ilmu silat sampai begitu tinggi?”
“Untuk apa? Selain untuk membela diri dari ancaman bahaya, untuk menyehatkan dan menguatkan tubuh,
untuk menguasai gerakan yang mengandung seni tari yang indah, juga kepandaian itu dapat
kupergunakan untuk menolong orang lain yang terancam bahaya. Bahkan dengan kepandaian ini dapat
kita pakai untuk menekan orang tersesat agar mereka kembali ke jalan yang benar. Bagaikan obat bagi
orang sakit, obat yang keras namun manjur, ilmu silat dapat kita pergunakan menyembuhkan orang sakit
batin sehingga dia jera menjadi penjahat dan kembali ke jalan benar.”
Sampai beberapa lamanya, Sian Li berdiam diri, memikirkan apa yang dikatakan Yo Han, lalu ia menghela
napas panjang. “Kalau begitu, dalam pertemuan nanti, aku tidak boleh mencari Gulam Sing dan tidak boleh
menyerangnya?”
“Dia lihai sekali, Li-moi.”
“Aku tidak takut, dan aku tidak gentar biar terancam maut melawannya!” kata gadis itu dengan sikap
gagah.
Yo Han tersenyum. “Aku percaya, Limoi. Dan aku pun tidak akan membiarkan engkau menghadapi dia
seorang diri. Akan tetapi, ingatlah bahwa dia akan memimpin orang-orangnya untuk melawan pasukan
Tibet. Kalau kita ikut bertempur berarti kita sudah terlibat dalam perang antara mereka. Padahal, aku minta
bantuan kepada orang-orang kang-ouw hanya agar kita mendapat kesempatan untuk melarikan diri saja,
bukan untuk bertempur dan saling bunuh.”
“Jadi berarti... aku harus membiarkan saja Gulam Sing itu melakukan kejahatan tanpa dihukum?”
“Li-moi, tak ada perbuatan tanpa akibat yang menimpa Si Pembuat sendiri. Tiada orang yang tidak menuai
dan memakan hasil tanamannya sendiri. Tuhan Maha Adil, Li-moi. Ingatlah, seorang yang berjiwa
pendekar pantang untuk mendendam, karena perbuatan apa pun yang didasari dendam dan kebencian,
maka perbuatan itu sudah pasti sesat dan jahat. Kita menentang perbuatan jahat tanpa dendam kebencian
pada orang yang melakukan kejahatan itu. Sekali engkau menurutkan perasaan hati dalam tindakanmu,
maka engkau juga akan melakukan hal yang bagi orang lain akan dianggap jahat pula. Musuh yang paling
berbahaya bukan terdapat di luar diri kita, melainkan di dalam diri sendiri. Musuh itu adalah kalau nafsu
sudah merajalela di dalam hati akal pikiran.”
“Aihh, aku menjadi pening, Han-ko. Terserah kepadamu sajalah. Aku ingat bahwa Ayah dan Ibu
menganggap engkau seorang yang berbudi mulia, karena itu, apa pun yang kau katakan tentu benar.”
Dua orang ini sama sekali tak mengira bahwa pada saat itu, para pimpinan gerombolan itu pun sedang
bersiap siaga. Mereka pun mengadakan pertemuan dan membicarakan kematian Sian Lun dan akibatnya.
“Biarlah Sin-ciang Taihiap datang kalau dia marah karena aku membunuh pemuda itu,” kata Pangeran
Gulam Sing. “Aku tidak takut kepadanya. Dan kita begini banyak. Kalau kita maju bersama
menghadapinya, apakah seorang saja ia akan mampu mengalahkan kita?”
“Ada satu hal yang aneh sekali dan membuat kami berpikir-pikir,” berkata Ji Kui, orang tertua dari Pek-lian
Sam-li.
“Apakah yang kau maksudkan?” Lulung Lama bertanya karena barusan suara wanita itu terdengar penuh
rahasia dan penuh kesungguhan. Sekarang semua orang memandang kepadanya.
“Tentu kalian telah melihat sendiri betapa kami bertiga mempergunakan kekuatan sihir untuk memaksa
Sian Li dan Yo Han berlutut kepada kami. Akan tetapi, mereka berdua sama sekali tidak jatuh berlutut,
bahkan kami terhuyung oleh pukulan tenaga kami yang membalik. Bukanlah ini aneh sekali?”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Apanya yang aneh?” kata Lulung Lama mendongkol. “Gadis itu adalah keturunan dari keluarga Pendekar
Pulau Es dan Naga Gurun Pasir. Kalau ia dapat menolak kekuatan sihir kalian, tidak dapat dibilang aneh.”
Melihat Ketua Hek-I Lama yang baru itu marah-marah, Pek-lian Sam-li hanya berdiam diri. Juga semua
orang diam. Suasana menjadi sunyi sampai tiba-tiba Pangeran Gulam Sing menggebrak meja.
“Memang aneh!” katanya melalui penterjemahnya. “Aku sudah mengenal kekuatan sihir Pek-lian Sam-li,
cukup kuat bahkan lebih kuat dari pada kekuatan sihirku. Tak mungkin nona itu akan dapat bertahan
menghadapi serangan sihir mereka, apa lagi menolak dan bahkan membuat tenaga mereka membalik.
Menghadapi sihirku saja, ia tidak tahan dan tunduk...” Dia menoleh kepada Cu Ki Bok, teringat betapa dia
sudah hampir berhasil menguasai Sian Li akan tetapi muncul pemuda itu yang menggagalkannya.
“Itulah yang membuat kami terus berpikir-pikir,” kata Ji Kui yang mendapat angin oleh pertanyaan Gulam
Sing itu. “Kami pun tahu akan kemampuan gadis itu. Jelas bukan ia yang menolak kekuatan sihir kami,
akan tetapi Yo Han, kakak misannya itu…”
“Hemmm, rasanya tidak mungkin,” kata Cu Ki Bok, “Yo Han itu hanya utusan Sin-ciang Taihiap, dan
sepanjang pengetahuanku, dia seorang pemuda yang lemah dan...”
“Kami sudah mempertimbangkan semua itu dan kami hampir merasa yakin bahwa Yo Han itu adalah Sinciang
Taihiap sendiri!” kata pula Ji Kui dan sekali ini semua orang terlonjak saking kaget hati mereka.
“Omitohud...! Apa maksudmu? Dia... dia Sin-ciang Taihiap?” teriak Lulung Lama.
“Kami hampir yakin akan hal itu,” berkata pula Ji Kui sambil menoleh ke arah Pangeran Gulam Sing.
“Pangeran, ingatkah engkau betapa mudahnya engkau menundukkan Sian Li dengan sihirmu? Rasanya
tak mungkin jika sekarang ia bukan saja mampu bertahan terhadap pengaruh sihir kami, bahkan membuat
tenaga kami membalik. Jelaslah bahwa yang memiliki kekuatan dahsyat itu tentu pemuda bernama Yo Han
itu. Siapa di antara kita yang sudah membuktikan sendiri bahwa pemuda itu lemah? Dan biar pun selama
ini Sin-ciang Taihiap menutupi mukanya, dan biar pun mungkin suaranya yang diubah, akan tetapi bentuk
tubuhnya serupa benar dengan Yo Han itu. Kalau dia pemuda biasa yang lemah, lalu bagaimana dia dapat
bersikap sedemikian beraninya, bukan saja dia mengunjungi adik misannya di sini, bahkan minta ditahan
pula di sini dengan alasan menemani gadis itu! Hemm, siapa lagi dia kalau bukan Sin-ciang Taihiap?”
“Omitohud...! Kalau begitu, celakalah, kita sudah kebobolan! Ki Bok, bagaimana hal ini sampai dapat
terjadi?” Lulung Lama menegur muridnya.
Wajah Cu Ki Bok berubah, matanya terbelalak. Pendapat Pek-lian Sam-li itu sungguh masuk di akal dan
dia sendiri pun baru sekarang menyadari kemungkinan itu. Yo Han adalah Sin-ciang Taihiap! Kenapa dia
tidak memikirkan kemungkinan itu? Biasanya dia amat cerdik dan tidak mudah ditipu.
Inilah akibatnya kalau dia tergila-gila! Karena mencinta Sian Li, dia tidak ingat apa-apa lagi kecuali untuk
melindungi gadis itu. Dia bangkit berdiri. “Suhu, kalau benar demikian, teecu yang akan menangkap Yo
Han itu!”
Dia pun berlari keluar, namun dari luar dia masih mendengar teriakan-teriakan mereka yang berada di
dalam.
“Kalau dia Sin-ciang Taihiap, maka kita harus menyerbu beramai-ramai, sekarang juga!” terdengar teriakan
suhu-nya.
Ki Bok maklum bahwa inilah saat dia harus bertindak cepat. Dia harus menyelamatkan Sian Li terlebih
dulu. Mengenai Yo Han, jika benar dia Sin-ciang Taihiap dan tidak mau bekerja sama, dia sendiri akan
membantu untuk mengeroyok dan membunuh pendekar yang berbahaya itu.
Akan tetapi, yang paling penting baginya, sekarang juga sebelum terlambat dia harus menyingkirkan Sian
Li dari situ, harus dapat membiarkan gadis itu lolos. Dia tidak tahu betapa ketika semua orang menyerbu
keluar, Ji Kui, orang pertama dari Pek-lian Sam-li, mendekati Lulung Lama kemudian membisikkan sesuatu
yang membuat Lulung Lama mengerutkan alisnya dan nampak terkejut serta marah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ki Bok mengerahkan seluruh kepandaiannya, berloncatan dengan cepat sekali dan dia mengetuk daun
pintu pondok di mana Sian Li dan Yo Han tinggal. Enam orang petugas jaga segera menghampirinya dari
tempat penjagaan, juga ada belasan orang muncul dari tempat persembunyian.
Ternyata pondok itu dijaga sangat ketat sehingga kalau penghuninya hendak melarikan diri, maka tentu
usaha itu akan ketahuan. Akan tetapi ketika para petugas itu mengenal Ki Bok, mereka memberi hormat
dan segera mundur kembali setelah Ki Bok memberi isyarat.
Sian Li dan Yo Han tidak tidur. Di kamar masing-masing mereka sedang duduk bersila dan menghimpun
tenaga, menanti datangnya saat penyerbuan seperti yang diharapkan Yo Han. Pada saat mereka
mendengar ketukan pada daun pintu depan, keduanya yang memang selalu siap siaga, segera keluar dari
dalam kamar.
Yo Han memberi isyarat kepada Sian Li untuk membuka daun pintu, sedangkan dia menyelinap kembali ke
dalam kamarnya. Sian Li maklum bahwa Yo Han ingin mengintai apa yang akan terjadi.
“Siapa di luar?” Sian Li bertanya dari balik daun pintu.
“Sian Li, ini aku, Ki Bok. Cepat buka ada urusan penting sekali,” terdengar suara Ki Bok berbisik dari luar
pintu.
Mendenger ini, Sian Li cepat membuka daun pintu. Ki Bok masuk dan memandang ke sekeliling, wajahnya
cemas.
“Ki Bok, ada apakah? Apa yang terjadi?" tanya Sian Li, memandang tajam.
“Di mana Yo-toako?” tanyanya lirih.
Sian Li menoleh ke arah kamar Yo Han. “Dia masih tidur, ada apakah?”
“Sian Li, keadaan mulai gawat. Mereka hendak datang memaksamu bekerja sama dan kalau engkau
menolak, mereka akan membunuhmu. Aku... aku tidak mungkin mampu menolongmu, tak mungkin
mencegah mereka. Sekarang, kau ambillah keputusan, Sian Li. Maukah engkau membantu kami dan
bekerja sama dengan kami?”
Sian Li mengerutkan alisnya. “Engkau sudah tahu akan watakku, Ki Bok. Aku tidak mau bekerja sama
dengan siapa pun juga.”
“Kalau begitu, Sian Li, engkau harus cepat lari, sekarang juga. Marilah kubantu engkau lolos dari sini.
Cepat, mereka akan mengejar kita!” Ki Bok menyambar tangan Sian Li. “Kita melalui jalan belakang!”
Tetapi Sian Li merenggutkan tangannya hingga terlepas. “Aku akan bertanya kepada Han-ko lebih dulu,“
katanya.
Pada saat itu, terdengar suara gaduh di luar pondok, suara banyak orang datang ke tempat itu. Wajah Ki
Bok berubah. “Celaka, mereka sudah datang. Sian Li mari cepat kita lari!”
Pada saat Sian Li meragu, Yo Han muncul dari dalam kamarnya.
“Pergilah menyelamatkan diri, Li-moi, biarlah aku yang akan menghadapi mereka dan menghadang
mereka yang akan mengejarmu.”
Tadinya Yo Han sudah siap untuk mengajak Sian Li melarikan diri begitu penyerbuan tiba dan
menggunakan kesempatan selagi terjadi pertempuran sehingga mereka dapat meloloskan diri tanpa harus
menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai. Tapi kini agaknya keadaan berubah. Sebelum serbuan
itu tiba, keselamatan Sian Li terancam.
“Tidak Han-ko. Aku akan tinggal di sini membantumu menghadapi mereka,” kata Sian Li.
“Li-moi, jangan bodoh! Musuh terlampau banyak Larilah duluan, aku akan menghalang mereka dan nanti
akan menyusulmu. Saudara Ki Bok, kalau benar engkau mencintanya, cepat selamatkan adikku itu!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah berkata demikian, Yo Han berlari keluar sambil cepat-cepat mengenakan caping lebarnya yang
tadi dia lipat dan sembunyikan di balik baju ketika dia akan memasuki perkampungan itu. Caping lebar
yang bertirai itu menyembunyikan mukanya.
Ki Bok mencabut sabuk baja yang kedua ujungnya berpisau, kemudian menodongkan sebatang pisaunya
ke punggung Sian Li sambil berkata, “Engkau berpura-pura menjadi tawananku supaya kita lebih mudah
mengelabui mereka!” bisiknya. Tangan kanannya menodongkan pisau dan tangan kirinya memegang
pergelangan tangan Sian Li.
Gadis itu maklum. Ia tidak dapat membantah lagi karena Yo Han telah berlari keluar dan ia mengerti akan
maksud Ki Bok. Biar pun hatinya amat mengkhawatirkan keselamatan Yo Han, namun ia harus mentaati
keinginan Yo Han. Kalau ia membangkang dan nekat melawan, tentu hal itu bahkan membuat Yo Han
harus repot melindunginya. Maka, ia pun menurut saja ketika Ki Bok menariknya melarikan diri keluar dari
pondok itu melalui jendela kamar Yo Han yang berada di sudut belakang.
Saat mereka meloncat keluar dari rumah itu, mereka melihat betapa di belakang rumah itu pun sudah
penuh dengan anak buah Hek-I Lama yang memegang senjata. Melihat Cu Ki Bok, mereka tertegun, akan
tetapi pemuda itu dengan tenang segera berkata,
“Kalian kepung dan jaga rumah ini, jangan biarkan siapa pun keluar. Aku harus cepat mengamankan
tawanan ini supaya dia jangan sampai lolos!” Setelah berkata demikian, dengan sikap kasar dia menarik
lengan Sian Li sambil menodongkan pisaunya ke arah tengkuk gadis itu.
Para anak buah perkumpulan pendeta Lama yang memberontak terhadap Tibet itu saling pandang, akan
tetapi mereka tidak berani mencegah Cu Ki Bok, apa lagi mereka masih belum tahu apa artinya semua
keributan itu. Mereka hanya melihat para pimpinan berlari menyerbu ke rumah pondok itu dari depan dan
mereka mendapat perintah untuk mengepung pondok itu.
Tadi mereka hanya mendengar bahwa Sin-ciang Taihiap sudah menyelundup ke sarang mereka. Hal ini
saja sudah cukup membuat mereka tegang. Siapa yang takkan merasa gentar mendengar bahwa Sinciang
Taihiap, pendekar yang sudah mengalahkan dan mengakibatkan tewasnya Dobhin Lama itu,
sekarang berada di antara mereka?
Sin-ciang Taihiap atau Yo Han telah membuka daun pintu depan pondok itu, tepat pada saat semua orang
yang tadi berlari dari bangunan induk itu ke situ telah tiba di depan pondok. Banyak anak buah Hek-I Lama
memegang obor sehingga tempat itu menjadi terang. Suara berisik mereka itu seketika lenyap dan mereka
terdiam, bahkan ada yang menahan napas saking tegang dan juga jeri.
Mereka melihat pria bercaping lebar yang mukanya tersembunyi di balik tirai caping itu berdiri tegak di
depan pintu, menentang mereka. Sesosok tubuh yang mendatangkan ketegangan dan kegentaran itu
sebetulnya biasa saja. Tubuh yang sedang dan tegap, dengan pakaian sederhana pula, tidak memegang
senjata apa pun.
Rambut hitam panjangnya terurai lepas. Mukanya sama sekali tak nampak, akan tetapi sepasang mata di
balik tirai tipis itu seperti mencorong menembus tirai tertimpa sinar obor yang bergerak-gerak. Sosok tubuh
yang tidak mengesankan, akan tetapi karena semua orang tahu bahwa pendekar ini baru saja
menyebabkan Dobhin Lama tewas, maka mereka menjadi gentar.
Dari balik tirainya, Yo Han melihat bahwa pondok itu sudah didatangi sedikitnya tiga puluh orang dan masih
ada puluhan orang anak buah Hek-I Lama berada di belakang rombongan itu.
Dia melihat Pangeran Nepal Gulam Sing bersama Badhu dan Sagha, juga beberapa orang tosu Pek-liankauw,
Hek-pang Sin-kai dan para anak buahnya, beberapa Pendeta Lama yang agaknya menjadi
pimpinan. Akan tetapi dia tidak melihat adanya Lulung Lama, juga tidak melihat Pek-lian Sam-li.
Dia tahu bahwa dia sedang berhadapan dengan lawan yang sangat berbahaya karena selain mereka itu
rata-rata memiliki kepandaian tinggi, memiliki pula ilmu sihir dan ahli menggunakan racun, juga mereka
berjumlah banyak. Kiranya tak mungkin dia seorang diri saja akan mampu mengalahkan mereka. Akan
tetapi, kalau Sian Li sudah lolos, agaknya bukan tak mungkin baginya untuk melarikan dan meloloskan diri
dari kepungan mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Omitohud... kiranya Sin-ciang Taihiap yang terkenal itu tidak datang baik-baik melalui pintu gerbang depan
seperti seorang gagah, tetapi secara curang menyelundup masuk seperti maling!” kata seorang pendeta
Lama, seorang di antara para pembantu Lulung Lama sambil memegang sebatang tongkat pendeta
berkepala naga yang lebih panjang dari pada tubuhnya yang tinggi.
“Losuhu, siapa yang curang agaknya perlu diteliti lebih jauh, aku ataukah perkumpulan Hek-I Lama yang
terdiri dari pendeta-pendeta yang sudah sepantasnya bersikap jujur, adil dan mengharamkan perbuatanperbuatan
sesat. Ketua kalian, Dobhin Lama, sudah menantangku untuk mengadu ilmu dengan taruhan
bahwa kalau dia kalah, dia akan mengembalikan mutiara hitam dan membebaskan Liem Sian Lun. Kami
bertanding dan Tuhan membimbingku sehingga ketua kalian kalah. Dobhin Lama telah dengan gagah
mengakui kekalahan dan mengembalikan mutiara hitam, tapi kalian tidak membebaskan Liem Sian Lun,
bahkan secara curang sekali sudah menawan Tan Sian Li. Nah, siapa yang curang?”
Tiba-tiba Gulam Sing mencabut goloknya yang melengkung, mengangkat goloknya itu tinggi di atas
kepalanya. Setelah mendengar ucapan Yo Han melalui penterjemahnya, dia pun berteriak dalam
bahasanya sendiri.
“Sin-ciang Taihiap, engkau ini manusia sombong! Engkau sudah mengalahkan Dobhin Lama, tetapi hal itu
terjadi karena dia sudah tua dan kehabisan tenaga. Kini engkau berani lancang menyusup ke sini seperti
pencuri, jangan harap akan dapat keluar lagi hidup-hidup!”
Ketika ucapan itu hendak diterjemahkan, Yo Han mendahului. “Aku mengerti apa yang kau katakan,
Pangeran Gulam Sing. Dan aku sudah mengerti pula kenapa engkau dan gerombolanmu keluar dari Nepal
sebagai orang-orang pemberontak pelarian. Sekarang engkau bergabung dengan Lama Jubah Hitam yang
juga tengah memberontak terhadap pemerintah Tibet, tentu hanya untuk mencari kawan saja agar kelak
dapat membalas budi dan membantumu memberontak terhadap pemerintah Nepal!”
“Sin-ciang Taihiap, mati hidupmu ada di tangan kami dan engkau masih membuka mulut besar? Kepung
dan keroyok!” teriak seorang pemimpin Hek-I Lama.
Pangeran Nepal itu sudah mendahului dengan serangan golok melengkung yang amat tajam itu, disusul
rekan-rekannya sehingga dalam beberapa detik saja hujan senjata telah menyerang ke arah tubuh Yo Han.
Yo Han maklum bahwa dia diserang oleh banyak orang pandai, maka dia mengerahkan ginkang-nya.
Tubuhnya berkelebat bagaikan seekor burung walet cepatnya, berloncatan dan mengelak dari hujan
senjata yang menyambar dari segenap penjuru itu.
Dia harus memberi waktu kepada Sian Li untuk dapat lolos terlebih dahulu sebelum dia sendiri melarikan
diri. Sebaiknya dia memancing datangnya semua tokoh di tempat itu supaya pelarian Sian Li dapat berjalan
lancar. Sian Lun sudah tewas dan tidak perlu dipikirkan lagi.
Sambil berloncatan mengelak, kaki tangannya bergerak dengan tamparan-tamparan dan tendangan.
Beberapa orang pengeroyok terpelanting, usahanya memang berhasil. Semua tokoh yang dirinya memiliki
kepandaian yang tinggi saja yang hanya mengepung dengan senjata di tangan, tanpa berani lancang ikut
mengeroyok.
Akan tetapi Yo Han tetap merasa khawatir karena belum juga nampak Lulung Lama dan Pek-Sian Sam-Li
turut mengeroyok. Dia khawatir kalau-kalau empat orang yang paling lihai itu menjadi penghalang bagi
lolosnya Sian Li yang tadi dibantu oleh Cu Ki Bok.
Kekhawatiran Yo Han itu memang terbukti benar. Cu Ki Bok berhasil membawa Sian Li lari sampai ke
dekat pagar bambu runcing dan tidak pernah ada penjaga yang berani menghalanginya. Mereka berhenti
di bawah pagar bambu runcing.
“Nah, engkau loncatlah ke atas dan cepat tinggalkan tempat ini, Sian Li,” berkata Cu Ki Bok, suaranya agak
gemetar.
Sian Li memegang tangan pemuda itu. Ia dapat mendengar getaran suara itu dan ia pun terharu. “Akan
tetapi bagaimana dengan engkau sendiri, Ki Bok? Mereka akan tahu bahwa engkau telah membebaskan
aku, dan tentu engkau akan celaka...”
dunia-kangouw.blogspot.com
Ki Bok tersenyum dan menggeleng kepala. ”Aku cukup penting bagi perjuangan Suhu dan kawan-kawan.
Kesalahanku itu kecil saja karena engkau bukanlah orang Mancu, bukan musuh yang penting. Sudahlah,
aku pasti dapat menjaga diriku sendiri, Sian Li. Kau pergilah...!”
Sian Li melepaskan pegangan tangannya, melangkah ke arah pagar bambu, akan tetapi terhenti lagi dan
menengok. “Ki Bok...” ia meragu.
“Ada apa lagi, Sian Li? Cepat-cepatlah, jangan sampai mereka datang mengejar.”
“Aku hanya ingin minta maaf padamu...”
“Minta maaf? Untuk apa?” Ki Bok memandang heran.
“Engkau begitu mencintaiku dan sudah kau buktikan dengan pertolongan ini, akan tetapi aku... aku tidak
dapat membalas cintamu. Maafkan aku, Ki Bok.”
Cu Ki Bok tertawa, namun suara ketawanya sumbang, “Sudah nasibku Sian Li, cinta tak dapat bertepuk
sebelah tangan. Engkau tidak bersalah. Cinta tidak dapat dipaksakan, hanya aku yang tidak tahu diri. Nah,
pergilah dan jangan pikirkan aku lagi...”
Mendadak mereka melihat beberapa bayangan berkelebat. Mata Ki Bok terbelalak pada saat melihat
bahwa gurunya, Lulung Lama, ketiga Pek-Lian Sam-li dan belasan orang pembantu mereka telah
mengepung tempat itu!
“Omitohud, tidak kusangka bahwa muridku yang paling kupercaya, sekarang bahkan mengkhianatiku!
Sungguh seperti memelihara anak harimau, ketika kecil dan lemah dirawat dan dipelihara, setelah besar
dan kuat hendak menubruk pemeliharanya sendiri. Engkau murid murtad!”
“Suhu, teecu hanya hendak membebaskan Nona Tan Sian Li karena dia tidak bersalah dan karena teecu
tidak tega melihat dia celaka. Suhu, Nona Tan bukan musuh kita, dan membebaskannya tak ada sangkut
pautnya sama sekali dengan perjuangan kita. Bagai mana Suhu dapat mengatakan bahwa teecu murtad
dan pengkhianat? Suhu, kalau Suhu menghendaki supaya perjuangan kita mendapat dukungan para
pendekar di dunia kang-ouw, sebaiknya Suhu membebaskan Nona ini.”
Terdengar suara tertawa merdu, disambung suara Ji Kim, orang ke tiga dari Pek-lian Sam-li yang cantik
manis dan lincah. “Hi-hi-hik, apakah Losuhu masih belum mengerti? Muridmu itu telah tergila-gila kepada
gadis ini, dan orang yang tergila-gila seperti dia itu mau berbuat apa saja untuk orang yang dicintainya.
Kalau perlu melawan guru sendiri demi membela wanita yang dicintainya, heh-heh!”
“Benar sekali, Losuhu. Muridmu ini tidak ada harganya sama sekali, bahkan berbahaya karena sewaktuwaktu
dia dapat mengkhianati kita,” kata Ji Kui.
Cu Ki Bok marah sekali dan dia menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka tiga orang wanita itu. “Pek-Lian
Sam-li, kalian ini hanya tamu akan tetapi tidak tahu diri! Aku tahu kenapa kalian membenciku, karena aku
tak sudi melayani rayuan kalian, bukan? Kalian sungguh menjemukan, kalian perempuan-perempuan hina
yang berkedok pejuang!”
“Ki Bok tutup mulutmu!” Lulung Lama membentak.
Sian Li yang sejak tadi mendengarkan saja, kini melangkah maju dan ia pun berseru nyaring. “Ucapan Ki
Bok benar! Tiga orang wanita jalang ini tak tahu malu! Ki Bok seribu kali lebih berharga dari pada mereka
ini, Losuhu.”
“Hi-hik, engkau sudah mau mampus masih banyak lagak!” bentak Ji kui, dan bersama adiknya ia sudah
menyerang ke arah Sian Li.
Gadis berpakaian merah ini bergerak cepat. Dia mengelak, dan meski pun ia bertangan kosong, ia
membalas dengan serangan yang dahsyat.
“Ki Bok, pinceng tidak mungkin dapat membiarkan engkau kelak mengkhianatiku. Nah, terimalah hukuman
dariku ini!’ Pendeta Lama itu menerjang ke depan dan menghantam dengan tangan kanan ke arah kepala
murid sendiri.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Suhu...!” Ki Bok berseru.
Dia cepat melempar tubuhnya ke belakang. Biar pun dia sudah mengelak cepat, namun angin pukulan itu
masih menyambar dahsyat dan tubuhnya terjengkang dan terguling-guling sampai lima meter lebih.
“Ki Bok...! Losuhu engkau tidak boleh membunuhnya!” Sian Li berteriak.
Akan tetapi tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu sudah menyerangnya dari tiga penjuru dan walau pun ia
dapat menangkis dan mengelak, tetap saja ia terhuyung ke belakang. Seorang penjaga yang memegang
pedang menyambutnya dengan tusukan pedangnya.
Sian Li adalah seorang gadis gemblengan. Walau pun dia kurang pengalaman dan ilmu-ilmunya belum
masak benar, namun ia telah mewarisi ilmu-ilmu hebat. Ketika ada angin tusukan pedang menyambar
tubuh bagian iga dari samping, dia masih dapat menekuk tubuhnya sehingga pedang lewat di dekat iganya.
Kakinya menendang dan pergelangan tangan yang memegang pedang itu terkena sambaran ujung
kakinya. Tangannya juga cepat merenggut dan pada lain detik pedang itu sudah berpindah ke tangannya!
Begitu memegang pedang, senjata itu langsung menyambar sehingga penyerangnya tadi pun roboh oleh
pedangnya sendiri.
Dengan pedang di tangan, Sian Li lantas mengamuk, memainkan Liong-siauw Kiam-sut dengan pedang
rampasan itu. Namun Pek-lian Sam-li yang juga sudah menggunakan pedang, mengepung dan
mengeroyoknya, membuat Sian Li tidak mungkin lagi dapat mendekati Ki Bok lagi.
Pemuda itu bangkit berdiri setelah tadi terguling-guling, hanya untuk melihat suhu-nya sudah berdiri di
depannya, kini dengan sepasang senjata gelang roda besar di kedua tangan, serta matanya mencorong
marah, penuh nafsu membunuh.
“Suhu, ampunkan teecu...” Cu Ki Bok meratap.
Dia tidak takut mati konyol di tangan gurunya sendiri, walau pun hanya untuk kesalahan sekecil itu. Kalau
diingat betapa semenjak kecil ia diperlakukan dengan baik oleh Lulung Ma, sungguh penasaran bila
sekarang terancam maut di tangan orang yang selama ini dianggap sebagai pengganti orang tuanya, yang
menyayang dan disayangnya.
Agaknya Lulung Lama juga tak tega untuk membunuh pemuda yang selama ini menjadi tumpuan harapan
dan yang disayangnya, yang selama ini setia kepadanya itu, maka dia nampak ragu-ragu.
“Losuhu, ingat, ia agaknya pun berbaik dengan Sin-ciang Taihiap. Dia amat berbahaya, seperti musuh
dalam selimut!” teriak Ji Kim yang merasa kecewa dan sakit hati karena selamanya baru sekali ia dan
encinya ditolak pria, yaitu ketika mereka gagal merayu Ki Bok.
Mendengar teriakan ini, bangkit kembali kemarahan Lulung Lama. Memang muridnya ini yang menerima
Yo Han.
“Mampuslah...!” bentaknya dan dia pun menyerang dengan sepasang rodanya.
Ki Bok terkejut bukan main dan berusaha untuk mengelak. Dia tetap tidak mau melawan gurunya dan
hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman maut. Akan tetapi,
tingkat kepandaiannya masih kalah jauh dibandingkan gurunya, maka sebuah tendangan kaki Lulung Lama
mencium lutut kanannya dan dia pun terpelanting.
“Sian Li, larilah... cepat...!” Dia masih sempat berteriak sebelum sebuah roda di tangan kiri Lulung Lama
menghantam kepalanya dan pemuda itu tewas seketika.
Lulung Lama berdiri seperti patung, memandang ke arah pemuda yang kepalanya retak dan tewas itu, dan
baru dia merasa menyesal bukan main.
“Ki Bok... omitohud... apa yang kulakukan ini? Ki Bok...,” dia mengeluh.
dunia-kangouw.blogspot.com
Seolah menjawab kata-katanya, terdengar sorak-sorai riuh sekali dan nampak obor-obor dinyalakan di luar
pagar bambu, kemudian terdengar suara hiruk pikuk pada saat pagar bambu yang mengelilingi
perkampungan itu dijebol orang dari luar. Perkampungan itu diserbu orang dari luar.
Dapat dibayangkan alangkah kagetnya rasa hati Lulung Lama ketika pagar itu jebol. Dia melihat banyak
pendeta Lama di antara para penyerbu yang terdiri dari pasukan Tibet!
“Celaka...!” serunya.
Dia maklum bahwa sarangnya diserbu oleh pasukan pemerintah Tibet bersama anak buah Dalai Lama. Dia
pun cepat lari ke bangunan induk untuk memimpin anak buahnya mengadakan perlawanan. Akan tetapi,
dengan kaget Lulung Lama melihat bahwa para penyerbu bukan hanya terdiri dari pasukan Tibet dan para
pendeta Lama saja, tetapi juga puluhan orang kang-ouw.
Orang-orang kang-ouw itu kini membantu Yo Han yang dikeroyok dan yang tadi sedang mengamuk.
Maklumlah Lulung Lama bahwa dia harus melawan mati-matian. Karena itu, sambil mengeluarkan teriakan
menantang, dia sudah menyerbu ke arah Yo Han yang kini dia ketahui adalah Sin-ciang Taihiap sendiri. Yo
Han menyambut senjata roda di tangan Lulung Lama dan terjadilah perkelahian hebat di antara mereka.
Sementara itu, pada waktu melihat serbuan pasukan Tibet dan para pendeta Lama, juga orang-orang
kang-ouw, Sian Li menjadi girang sekali dan ia pun tidak jadi melarikan diri. Bahkan ia lalu menggunakan
suling emasnya yang tadi ia terima kembali dari Cu Ki Bok untuk membantu para penyerbu, mengamuk
sambil mencari-cari Pangeran Gulam Sing yang amat dibencinya untuk membalas kematian suheng-nya.
Gadis ini menerima sebuah suling berselaput emas dari Kam Bi Eng, nenek yang telah menggemblengnya.
Meski pun ia juga pandai memainkan pedang, namun ia lebih suka kalau memegang suling ini sebagai
senjatanya.
Akhirnya Sian Li menemukan orang yang dicari-carinya. Ternyata Pangeran Gulam Sing yang tinggi besar
brewok dan gagah perkasa itu, dengan senjatanya yang mengerikan, yaitu golok melengkung yang amat
tajam, sedang bertanding malawan Gak Ciang Hun dan ibunya.
Pangeran Nepal itu memang tangguh, dan terutama sekali dia memiliki tenaga raksasa yang membuat
Ciang Hun dan ibunya kewalahan. Setiap kali senjata ibu dan anak itu bertemu dengan golok melengkung
itu, tentu pedang mereka terpental. Hanya setelah Ciang Hun mengerahkan tenaga sinkang-nya, barulah
dia berani beradu senjata. Akan tetapi ibunya tidak berani mengadu senjata secara langsung, hanya
mempergunakan kecepatan gerakannya untuk mengeroyok.
“Pangeran jahanam!” Sian Li berseru dan sekali lompat, tubuhnya menjadi bayangan merah dan suling
emasnya mengeluarkan bunyi melengking ketika ia menotok ke arah leher pangeran yang tinggi besar itu.
“Ha-ha-ha-ha, Si Bangau Merah datang. Bagus, marilah kita main-main sebentar, nona manis!” kata
pangeran itu dalam bahasa yang patah-patah.
Goloknya digerakkan dengan pengerahan tenaga, dihantamkan ke arah suling emas yang menusuk
lehernya, dengan maksud agar senjata di tangan nona pakaian merah itu terpental dan lepas. Akan tetapi
Sian Li bukan seorang gadis bodoh. Dia sudah tahu bahwa lawannya ini mempunyai tenaga yang sangat
besar, maka dia menarik kembali sulingnya dan secepat kilat, sulingnya yang lepas dari tangkisan lawan itu
sudah balas menotok ke arah ulu hati lawan!
Pada saat yang bersamaan, Gak Ciang Hun dan ibunya, Souw Hui Lian atau Nyonya Gak, sudah
menyerang pula dengan pedang mereka dari kanan kiri.
Melihat dirinya diserang oleh tiga orang lawan yang kesemuanya tidak boleh dipandang ringan, Pangeran
Gulam Sing lantas mengeluarkan bentakan nyaring, bentakan yang mengandung kekuatan sihir.
Tiga orang lawan itu tergetar seperti kehilangan tenaga dan di lain saat, kaki Pangeran Nepal itu sudah
merobohkan Nyonya Gak dengan tendangan kakinya yang mengenai paha. Goloknya menyambar ke arah
Gak Ciang Hun yang masih sempat melempar diri ke belakang sehingga serangan itu luput, sementara
tangan kiri pangeran Nepal itu mencengkeram ke arah kepala Sian Li!
dunia-kangouw.blogspot.com
Gadis ini terkejut. Tadi ketika Pangeran Nepal itu mengeluarkan bentakan, ia pun ikut tergetar dan seperti
kehilangan tenaga sehingga tusukan sulingnya gagal. Kini tiba-tiba lengan yang panjang itu telah terjulur
secepat kilat dan telapak tangan yang besar itu sudah mencengkeram ke arah kepalanya!
Sian Li cepat miringkan kepala mengelak. Akan tetapi tangan itu terus menyambar dan mencengkeram ke
arah pundak kirinya dan terdengar pangeran itu tertawa bergelak.
“Ha-ha-ha, Nona merah, akhirnya engkau jatuh juga ke tanganku... ehhh...!” Dia terkejut karena mendadak
saja cengkeraman tangannya itu tertolak ke belakang oleh tenaga dahsyat dari sinar emas yang
menyambar ke arah tangannya itu.
Dia cepat meloncat ke belakang dan ketika dia mengangkat muka, dia melihat bahwa di situ telah berdiri
seorang lelaki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, berpakaian sederhana. Melihat pria ini sama
sekali tidak mengesankan, tetapi sepasang matanya mencorong penuh wibawa.
Pria itu memandang kepada Sian Li yang tadi terkejut dan juga lega bahwa ada orang yang
menyelamatkannya. Terdengar dia berkata, “Nona, biarlah aku yang menghadapi orang Nepal ini.”
Pangeran Gulam Sing yang menjadi marah tidak memberi kesempatan kepada lawan yang tangguh itu
untuk banyak bicara. Dengan geram dia telah mengeluarkan bentakan nyaring yang disertai kekuatan
sihirnya sambil menggerakkan golok melengkung untuk menyerang.
Akan tetapi pria itu bersikap tenang saja, agaknya sama sekali tidak terpengaruh oleh bentakan itu dan dia
sudah mencabut kembali sebatang suling dari ikat pinggangnya. Suling itu terbuat dari kayu, akan tetapi
mengkilap sepeti emas, dan ketika dia gerakkan, maka terdengar suara melengking seolah suling itu ditiup
orang.
Golok melengkung itu tertolak keras ketika bertemu suling, membuat Pangeran Gulam Sing menjadi
terkejut. Dia pun mengamuk dan menyerang membabi buta, dilayani oleh pria yang sederhana itu.
Sian Li, Nyonya Gak, dan Ciang Hun memandang kagum. Terutama sekali Sian Li yang sekarang melongo
dan terheran-heran. Ia dapat melihat dengan jelas bahwa suling itu dimainkan oleh Si Pria tiada bedanya
sama sekali dengan permainannya sendiri, itulah Liong-siauw-kiam-sut (ilmu Pedang Suling Naga)!
Dimainkan dengan gerakan perlahan saja, namun anehnya, golok melengkung itu sama sekali tidak
mampu banyak berlagak lagi setelah berhadapan dengan permainan suling pria itu!
Sian Li teringat akan neneknya, yaitu Kam Bi Eng, istri kakek Suma Ceng Liong. Seperti itulah kalau Nenek
Kam Bi Eng memainkan sulingnya! Dan meski pun ia sendiri telah digembleng nenek itu dan sudah
menguasai Liong-siauw Kiam-sut, namun tentu saja tingkatnya masih jauh. Mungkin ia telah menguasai
gerakannya, namun ‘isinya’ belum matang sehingga tenaga yang dikandung dalam gerakannya masih
belum begitu kuat.
Akan tetapi, Sian Li tak sempat banyak melamun karena seperti juga Ciang Hun dan ibunya, dia sudah
harus berkelahi lagi dengan anak buah Pangeran Gulam Sing, yaitu orang-orang Nepal yang juga terpaksa
harus menggerakkan senjata menyambut para penyerbu. Terjadilah pertempuran hebat pada malam itu.
Pria yang baru tiba itu memang hebat. Pangeran Gulam Sing yang gagah perkasa itu pun tidak mampu
menandinginya. Belum juga lima puluh jurus, setelah Pangeran Nepal itu mengerahkan seluruh tenaga dan
kepandaiannya, dia sudah terdesak dan terhimpit oleh gulungan sinar suling di tangan orang itu.
Maklum bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan lawan ini, tiba-tiba Pangeran Gulam Sing
mengeluarkan teriakan nyaring dan kakinya yang panjang dan besar itu melakukan tendangantendangannya
yang sungguh ampuh. Kedua kaki itu bertubi-tubi melakukan tendangan, menyambar dari
bawah ke atas, dari kanan kiri dan mendatangkan angin yang menyambar-nyambar.
Namun, lawannya agaknya tidak menjadi terkejut melihat ilmu tendangan yang sangat dahsyat itu.
Tubuhnya mencelat ke atas dan setelah berjungkir balik, dia pun meluncur turun dan didahului oleh sinar
sulingnya, menyambut tendangan kaki Gulam Sing!
“Tukk! Tukk!” Gulam Sing terjengkang, kedua kakinya roboh.
dunia-kangouw.blogspot.com
Saat itu dipergunakan oleh Sian Li yang sejak tadi mengamati jalannya perkelahian itu sambil menjaga diri
dari serangan para anak buah Gulam Sing, untuk meloncat ke dekat Gulam Sing. Sulingnya menyambar
dan sebelum Pangeran Nepal itu sempat mengelak, suling di tangan Sian Li telah menotok tengkuknya dari
samping dan pangeran Nepal itu pun terkulai.
“Awaaas...!”
Pria itu cepat menyambar lengan Sian Li dan ditariknya. Untunglah dia bertindak cepat karena saat itu
pula, dalam keadaan sekarat Gulam Sing masih mampu melontarkan goloknya ke arah Sian Li. Demikian
kuat dan cepatnya lemparan golok itu sehingga andai kata Sian Li tidak ditarik orang tadi, tentu dara ini
akan menjadi korban sambaran golok.
Melihat robohnya Gulam Sing, anak buahnya menjadi panik dan mereka lari cerai berai, disambut oleh
pasukan Tibet.
“Gak-twako dan Bibi, mari kita bantu Han-ko!” kata Sian Li dan ia pun menghadapi pria itu sambil memberi
hormat. ”Paman yang gagah perkasa, terima kasih atas pertolongan Paman. Kalau Paman suka, kami
harap Paman suka membantu kami sampai selesai!”
Pria itu tersenyum. “Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar keributan di sini. Aku datang dan melihat
engkau tadi terancam, Nona. Mari, aku ikut di belakang kalian.”
Sian Li, Ciang Hun, Nyonya Gak dan diikuti pria itu lalu mencari Yo Han.
Sementara itu, Yo Han yang tadi bertanding melawan Lulung Lama, tidak menggunakan waktu terlalu
lama. Biar pun Lulung Lama dibantu oleh Pek-lian Sam-li namun Yo Han dapat mendesak mereka dengan
gerakan yang aneh.
Ia menggunakan ilmu Bu-kek Hoat-keng. Begitu empat orang lawannya menyerangnya, mereka itu bahkan
terjengkang sendiri. Makin hebat mereka menyerang, semakin kuat pula mereka tertolak dan terbanting!
Memang ilmu yang diwarisi Yo Han dari mendiang Kekek Ciu Lam Hok ini merupakan ilmu yang luar biasa.
Ilmu ini dapat menghimpun tenaga sakti yang mengandung daya tolak yang luar biasa sehingga setiap
orang penyerang, apa lagi kalau hatinya dibakar kebencian dan kemarahan, tentu akan langsung terpukul
sendiri oleh serangannya yang membalik.
Ketika itu, para pendeta Lama telah berdatangan dan melihat Lulung Lama terjengkang berkali-kali setiap
menyerang Yo Han, maka para pendeta Lama itu lalu menubruk dan meringkus pemberontak itu. Akan
tetapi terhadap Pek-lian Sam-li, baru pendeta Lama dan pasukan tidak memberi ampun. Tiga orang wanita
ini dikeroyok dan di bawah hujan senjata, mereka pun tewas. Demikian pula kedua orang pembantu Gulam
Sing, yaitu Badhu dan Sagha, juga para tosu Pek-lian-lauw yang menjadi kawan-kawan Pek-lian Sam-li
semua tewas.
Pada saat Yo Han melihat Sian Li, Ciang Hun dan Nyonya Gak, juga ada seorang pria sederhana datang
hendak membantunya, dia yang sedang meneriaki orang kang-ouw untuk menghentikan pertempuran,
segera berkata kepada mereka. “Mari kita tinggalkan tempat ini. Kita tidak perlu mencampuri pertempuran
antara pasukan Tibet yang sedang menangkapi para pemberontak.”
Orang-orang kang-ouw itu kemudian meninggalkan tempat itu, lari cerai berai setelah mendengar perintah
dari Sin-ciang Taihiap yang mereka taati. Ada pun Sian Li, Ciang Hun dan ibunya, juga pria itu, segera
mengikuti Yo Han melarikan diri keluar dari kancah pertempuran itu.
Mereka lari menuruni bukit itu. Setelah mereka tiba di kaki bukit, malam mulai berganti pagi dan mereka
berhenti di tempat sunyi untuk istirahat.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Sian Li untuk sekali lagi menghaturkan terima kasih kepada pria yang
telah menolongnya. “Paman, terima kasih atas bantuan Paman. Kalau tidak ada Paman, mungkin aku telah
menjadi korban golok Pangeran Gulam Sing yang lihai.”
Ia mengamati wajah pria itu dengan kagum dan heran sekali. “Permainan senjata suling dari Paman begitu
hebatnya, padahal gerakannya serupa benar dengan permainanku. Kalau boleh aku mengetahui, siapa
nama Paman yang terhormat?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba Nyonya Gak berkata, “Sian Li, apakah engkau tak pernah mendengar tentang pendekar sakti
yang berjuluk Suling Naga? Aku berani bertaruh bahwa kita semua kini sedang berhadapan dengan
pendekar Suling Naga yang bernama Sim Houw. Benarkah dugaanku itu, saudara yang gagah perkasa?”
Mendengar itu, pria yang sederhana itu lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat
kepada Souw Hui Lian atau Nyonya Gak. “Toanio memiliki penglihatan tajam dan pandangan luas. Saya
yang rendah memang bernama Sim Houw. Dan kalau boleh saya mengenal, siapakah Toanio dan siapa
pula orang-orang muda yang gagah perkasa ini?”
Mendengar bahwa pria itu bernama Sim Houw yang berjuluk Pendekar Suling Naga, Sian Li mengeluarkan
seruan girang dan cepat ia lalu memberi hormat. “Aihhh, kiranya Locianpwe yang nama besarnya sudah
sering kudengar dari Bibi Nenek Kam Bi Eng!”
Kini Sim Houw tersenyum lebar. “Aha, kiranya engkau menguasai Liong-siauw Kiam-sut dari Sumoi Kam Bi
Eng! Nona berbaju merah, siapakah engkau dan siapa pula orang tuamu?” Sim Houw memandang dengan
wajah berseri-seri karena hatinya girang bukan main.
“Locianpwe, sekarang kita semua berada di antara orang sendiri. Mungkin Locianpwe tidak mengenal
Ayahku. Ayahku bernama Tan Sin Hong...!”
“Ayahnya berjuluk Pek-ho-eng (Pendekar Bangau Putih), murid Istana Gurun Pasir!” kata nyonya Gak
gembira.
“Hebat!” Sim Houw berseru girang, “Kiranya ayahmu pendekar yang namanya terkenal itu. Sungguh girang
sekali aku dapat bertemu denganmu, Nona baju merah!”
“Locianpwe, namaku Sian Li. Tan Sian Li. Ada pun ibuku bernama Kao Hong Li...”
“She Kao...? Apa hubungannya dengan bekas Panglima Kao Cin Liong di Pao-teng?”
“Dia adalah Kakekku!” Sian Li berseru gembira.
Sim Houw tertawa bergelak, bukan main girang rasa hatinya. Tiba-tiba dia mengambil sulingnya dan
meniup suling kayu berbentuk naga itu. Terdengarlah suara suling yang melengking-lengking, merdu dan
halus, akan tetapi mengandung getaran yang sangat kuat sehingga menimbulkan gelombang suara yang
mencapai tempat jauh.
Dan tiba-tiba terdengar suara suling yang lebih lembut dan melengking tinggi. Meski pun tidak sekuat suara
suling yang ditiup oleh Sim Houw, namun cukup jelas terdengar dari tempat itu. Suara suling yang
menjawab itu dengan cepat terdengar semakin dekat dan tidak lama kemudian, muncullah seorang wanita
cantik. Wanita itu berusia empat puluh tahun, namun nampak manis dan jauh lebih muda, matanya
membayangkan kelincahan dan kejenakaan, juga kecerdikan.
“Aihh, aku sudah mulai tidak sabar menunggumu dan ternyata di sini terdapat banyak orang. Siapakah
mereka ini?” tanya wanita itu sambil memandang kepada semua orang satu demi satu.
“Lihatlah, Nona baju merah ini adalah puteri dari Pendekar Bangau Putih, dan ibunya adalah puteri bekas
panglima Cin Liong. Juga, ia telah menguasai Liong-siauw Kiam-sut yang dipelajarinya dari Sumoi Kam Bi
Eng. Hebat tidak?” kata Sim Houw kepada wanita itu yang bukan lain adalah isterinya yang bernama Can
Bi Lan.
Can Bi Lan yang berwatak jenaka dan gembira itu segera maju dan memegang lengan Sian Li. “Aihh,
betapa gagahnya kau! Siapa namamu, Nona merah?”
Gembira sekali hati Sian Li bertemu dengan suami isteri yang namanya sudah pernah ia dengar dari Suma
Ceng Liong dan Kam Bi Eng itu. “Bibi yang gagah dan cantik jelita, namaku Tan Sian Li dan orang memberi
julukan kepadaku Si Bangau Merah!”
“Si Bangau Merah? Puteri Pendekar Bangau Putih? Heh-heh-heh, sungguh tepat sekali, Sian Li, siapakah
orang-orang yang lain ini? Perkenalkan mereka kepadaku.”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Aku sendiri pun belum sempat berkenalan dengan yang lain,” kata Sim Houw kepada isterinya. “Pertamatama
saya harap Toanio suka mengenalkan diri. Agaknya Toanio mengenal keadaan keluarga kami, akan
tetapi kami tidak tahu siapa Toanio.”
“Kukira Paman dan Bibi tentu sudah mengenal Bibi Gak. Suaminya adalah mendiang Beng-san Sian-eng.
Dan ini adalah puteranya Gak Ciang Hun.”
“Aih, kiranya isterinya sepasang Locianpwe kembar, Sepasang Garuda dari Beng-san?” seru Sim Houw,
“Maafkan kalau kami bersikap kurang hormat.”
Juga Can Bi Lan memberi hormat kepada Nyonya Gak yang cepat-cepat membalas penghormatan itu,
diturut oleh puteranya.
“Dan siapakah pemuda ini? Sepintas lalu tadi aku melihat betapa hebatnya dia ketika melawan
pengeroyokan lawan-lawannya yang lihai. Aku yakin dia ini pun bukan orang sembarangan!” kata Sim
Houw sambil memandang kepada Yo Han yag sejak tadi diam saja.
Akan tetapi diam-diam Yo Han mengamati wajah Can Bi Lan. Pernah dia mendengar cerita mendiang
ibunya ketika dia masih kecil tentang seorang Sumoi dari ibunya yang berjuluk Siauw Kwi (Setan Cilik).
Mendiang ibunya sendiri pernah menjadi seorang tokoh sesat berjuluk Bi Kwi (Setan Cantik), dan Sumoi
dari ibunya itu kalau tidak salah ingat bernama Can Bi Lan. Wanita ini adalah Sumoi dari mendiang ibunya!
Sian Li yang merasa sangat bangga dan suka pamer segera memperkenalkan Yo Han. “Pernahkah Paman
dan Bibi dalam perantauan kalian mendengar nama besar Sin-ciang Taihiap di daerah ini? Nah, inilah
orangnya. Namanya Yo Han!”
“Tentu saja kami pernah mendengarnya!” kata Can Bi Lan kagum. “Seorang pendekar yang tidak pernah
membunuh, seorang pendekar budiman yang menalukkan orang-orang jahat dan menyadarkan mereka.
Masih begini muda? Sungguh tak kusangka!”
“Sin-ciang Taihiap, engkau masih begini muda, namun sudah membuat nama besar. Tentu gurumu
seorang yang sakti dan terkenal sekali!” kata Sim Houw.
“Dan ayah ibumu tentu juga tokoh-tokoh dunia persilatan!” sambung Can Bi Lan.
Yo Han memberi hormat kepada suami isteri itu dan kemudian berkata kepada Can Bi Lan, “Bibi Guru,
teecu Yo Han menghaturkan hormat. Mendiang Ibu adalah Ciong Siu Kwi...”
“Aihhh...!” Bi Lan berseru dan matanya terbelalak memandang kepada pemuda putera suci-nya itu.
“Suci...? Aku mendengar bahwa Suci menikah dengan seorang pemuda sederhana she Yo... dan mereka
tewas bersama sebagai orang-orang gagah di tangan para pemberontak. Kiranya engkau ... ahhh, engkau
keponakanku...!” Bi Lan maju dan memegang kedua tangan pemuda itu, penuh rasa kagum dan juga
bangga. “Syukurlah, akhirnya Suci meninggalkan seorang keturunan yang begini gagah perkasa dan
berjiwa pendekar! Aku ikut merasa bangga, Yo Han!”
Rombongan itu lalu duduk di atas akar dan batu, dan bercakap-cakap dengan gembira, saling
menceritakan pengalaman masing-masing. Karena mereka adalah orang-orang segolongan, bahkan di
antara mereka masih ada hubungan, baik kekeluargaan mau pun perguruan, maka tentu saja suasana
menjadi akrab sekali.
Nyonya Gak atau Souw Hui Lin menceritakan betapa kedua orang suaminya, Si kembar Gak Jit Kong dan
Gak Goat Kong yang dikenal dengan julukan Beng-san Sian-eng, telah meninggal dunia dan ia hidup
berdua dengan putera tunggalnya yaitu Gak Ciang Hun yang kini sudah berusia dua puluh delapan tahun.
“Pertemuan dengan kalian semua membuat aku terkenang kembali kepada kampung halaman,” kata
Nyonya Gak sambil menghela napas panjang. “Sejak kematian suamiku, aku mengajak Ciang Hun
merantau, karena aku merasa hidupku kosong. Ternyata aku hanya mengejar bayangan belaka. Kelahiran
dan kematian merupakan kodrat Tuhan yang tidak dapat dimengerti oleh kita. Kita hanya menerima dan
menjalani saja, tidak kuasa mengatur, maka kematian merupakan hal wajar yang tidak perlu disedihkan
terus menerus. Aku sudah mengambil keputusan untuk pulang ke Beng-san.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Gak Ciang Hun memandang kepada ibunya dengan mata bersinar dan wajah berseri. Selama ini dia
menghibur hati ibunya yang menjadi berduka sekali karena kematian kedua orang ayahnya. Namun betapa
pun dia membujuk, ibunya tidak mau kembali ke Beng-san yang katanya hanya akan membuat ia berduka
dan teringat kepada ayah-ayahnya. Akan tetapi sekarang, ibunya sudah menyadari dan bahkan ingin
kembali.
Tentu saja Ciang Hun menjadi girang bukan main. Kalau ibunya sudah mau kembali ke Beng-san, tentu dia
dapat memikirkan untuk berumah tangga. Tidak seperti sekarang ini, selama hampir dua tahun hanya
merantau ke sana sini tanpa tempat tinggal yang tetap.
“Bagaimana dengan engkau, Sian Li?” tanya Can Bi Lan kepada gadis itu.
Sian Li bercerita tentang pengalamannya, betapa ia bersama mendiang Sian Lun yang menjadi suhengnya
meninggalkan rumah Suma Ceng Liong untuk pergi berkunjung ke Bhutan bersama Suma Ciang Bun
dan Gangga Dewi. Betapa kemudian dia bersama suheng-nya bertemu dengan Lulung Lama sehingga
mengalami banyak hal yang hebat.
“Dan di mana sekarang suheng-mu itu?” tanya Sim Houw.
Sian Li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Yo Han. Berat rasa hatinya untuk menceritakan
penyelewengan yang sudah dilakukan suheng-nya itu, apa lagi mengingat bahwa dalam saat-saat terakhir
hidupnya, Sian Lun telah menyadari kesesatannya dan bahkan mengorbankan nyawa untuknya.
Melihat gadis itu memandang kepadanya seperti orang meminta bantuan, Yo Han lalu menjawab untuknya.
“Sayang sekali, dalam pertentangan menghadapi persekutuan pemberontak itu, Liem Sian Lun telah tewas
di tangan para pimpinan penjahat yang lihai.”
Gak Ciang Hun dan ibunya menunduk. Mereka dapat menduga bahwa suheng dari Si Bangau Merah itu
telah menyeleweng, namun mereka tak ingin mencampuri urusan itu dan diam saja.
Sim Houw menghela napas panjang. “Memang demikianlah resiko menjadi seorang pendekar yang
membela kebenaran dan keadilan. Kalau pihak penjahat lebih kuat, mungkin saja seorang pendekar akan
mengorbankan nyawanya, mati muda. Akan tetapi kematian seperti itu tidaklah sia-sia, karena dia mati
dalam membela kebenaran, dia seorang pahlawan kemanusiaan.”
“Lalu sekarang engkau hendak pergi ke mana Sian Li?” tanya Can Bi Lan yang terlihat amat sayang
kepada gadis berpakaian merah itu.
“Aku ingin segera pulang ke rumah Paman Suma Ceng Liong, Bibi, karena sudah lama meninggalkan
dusun Hong-cun. Ayah dan Ibu tentu akan merasa khawatir kalau mereka datang menjemputku dan aku
belum pulang. Dan Han-ko akan ikut denganku karena dia pun sudah merasa rindu kepada Ayah Ibuku.”
Mereka semua memandang pada Yo Han dan pemuda ini mengangguk membenarkan. ”Kasihan kalau
adik Sian Li harus pulang seorang diri, padahal ketika pergi ia bersama mendiang suheng-nya. Selain itu,
saya ingin bertemu dengan ayah ibunya, yaitu guru-guru saya yang pertama.”
“Paman dan Bibi sendiri hendak pergi ke manakah?” Sian Li bertanya kepada suami isteri itu.
Dan mereka semua merasa heran karena pertanyaan itu agaknya membuat suami isteri itu seperti
termenung, bahkan ada bayangan kesedihan meliputi wajah mereka. Tetapi Can Bi Lan memiliki dasar
watak yang lincah dan gembira, maka ia tidak membiarkan wajahnya muram terlalu lama.
Segera ia tersenyum lagi dan setelah menghela napas panjang, ia lalu berkata, “Biarlah kami ceritakan
keadaan kami karena kalian bukan orang luar, melainkan masih terhitung anggota keluarga sendiri.
Mungkin kalian sudah mendengar tentang nama kami, tetapi tentu merasa heran mengapa selama ini kami
berdua tidak pernah memperlihatkan diri, bahkan seperti mengasingkan diri dari dunia persilatan.
Sesunguhnya ada musibah besar menimpa keluarga kami. Terjadinya kurang lebih dua puluh tahun lalu.
Ketika itu, anak tunggal kami, seorang anak perempuan yang baru berusia tiga tahun, telah lenyap dari
rumah kami.”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Ahhh...!” Mereka yang mendengarkan cerita itu berseru kaget. “Apakah sampai kini belum juga dapat
ditemukan, Bibi?” tanya Sian Li.
Can Bi Lan menggeleng kepala sambil menghela napas.
“Adik Bi Lan, bagaimana mungkin peristiwa seperti itu dapat menimpa suami isteri yang sakti seperti kalian
berdua? Apakah yang telah terjadi dengan puterimu?” tanya Nyonya Gak dengan terkejut, penasaran dan
heran. Sukar membayangkan ada orang berani menculik puteri dari suami isteri Pendekar Suling Naga!
Bi Lan kembali menghela napas. “Ketika itu, anak kami Sim Hui Eng yang baru berusia tiga tahun sedang
diasuh oleh seorang pelayan di taman belakang rumah dan tiba-tiba kami mendengar jeritan pelayan kami
di taman belakang. Kami cepat lari ke sana dan mendapatkan pelayan kami sudah tewas tanpa luka.
Setelah kami memeriksa dengan teliti, ternyata ia telah tewas oleh tepukan pada ubun-ubun kepalanya
yang merusak isi kepala tanpa menimbulkan luka, dan anak kami lenyap tanpa bekas. Di atas tanah
terdapat tulisan yang mungkin sudah ditulis lebih dahulu, yang menyatakan bahwa kalau kami melakukan
pengejaran, anak kami akan dibunuhnya seperti orang itu membunuh pelayan kami.” Bi Lan menghentikan
ceritanya dan memejamkan mata, agaknya masih ngeri membayangkan apa yang terjadi pada diri
anaknya.
“Terkutuk! Bibi, siapakah pelaku yang jahat itu?” Gak Ciang Hun berseru marah.
Sekarang Sim Houw yang menjawab, suaranya tetap tenang walau pun terdengar jelas bahwa pendekar ini
pun menahan kesedihan hatinya. “Sampai sekarang kami belum dapat menduga siapa pelakunya. Kami
berdua dengan sangat hati-hati melakukan pencarian, takut kalau ancamannya itu dilaksanakan penculik
itu. Akan tetapi, ternyata orang itu memang lihai bukan main karena sampai sekarang, dua puluh tahun
telah lewat dan kami berdua belum juga berhasil menemukan Hui Eng. Kami tidak tahu pria atau wanita
yang menculik anak kami itu, apa lagi namanya. Semua masih gelap bagi kami. Namun kami menduga
bahwa perbuatan ini tentu merupakan balas dendam. Di waktu muda kami banyak menentang para tokoh
sesat dan tentu mereka itu ada di antaranya yang mendendam kepada kami. Akan tetapi karena banyak
sekali tokoh sesat yang pernah kami tentang, kami tidak tahu benar siapa penculik itu. Kami sudah
menyelidiki di seluruh penjuru, sampai ke tempat ini, namun tidak pernah berhasil.” Suami isteri itu
menunduk dan jelas bahwa mereka menderita tekanan batin yang amat hebat.
“Luar biasa!” Sian Li berseru. ”Kenapa sama benar dengan yang telah terjadi padaku? Paman dan Bibi,
ketika aku masih kecil, berusia empat tahun, aku pun diculik orang dari taman! Akan tetapi untung ada
Han-ko ini, kalau tidak, mungkin nasibku sama dengan puteri Paman dan Bibi, sampai sekarang tidak
dapat bertemu lagi dengan orang tuaku!”
Sim Houw dan Bi Lan memandang kaget dan heran. “Siapa yang menculikmu ketika itu?” tanya mereka
hampir berbareng karena tentu saja mereka merasa tertarik sekali mendengar terjadinya peristiwa yang
serupa dengan apa yang terjadi pada diri anak mereka.
“Yang menculik aku adalah Ang-I Moli Tee Kui Cu, puteri dari mendiang Tee Kok dari Yunan, ketua Ang-I
Mo-pang. Akan tetapi Ang-I Moli juga menjadi tokoh Pek-lian-kauw dan sekarang ia telah mati dihukum
pemerintah karena bersekutu dengan pemberontak. Nah, ketika aku diculik, Han-koko masih tinggal
bersama orang tuaku dan dia inilah yang membebaskan aku dari tangan Ang-I Moli dengan cara
menggantikan aku dengan dirinya sendiri.”
“Aihh, Li-moi. Ketika engkau diculik, engkau sedang bermain-main denganku, maka aku merasa
bertanggungjawab,” kata Yo Han ketika semua mata memandang kepadanya dengan kagum.
Cerita Sian Li itu membuat suami isteri itu saling pandang dan berpikir. “Hemmm, kami kira memang ada
persamaannya. Tentu penculik itu juga mendendam kepada orang tuamu,” kata Sim Houw. “Akan tetapi,
kami tidak berhasil menemukan kembali anak kami, padahal kini ia tentu telah berusia dua puluh tiga tahun
dan kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengannya.”
“Yang membuat hatiku terasa hancur kalau membayangkan adalah keadaannya yang tidak menentu itu.
Kami akan merasa lebih bersedih kalau ia sampai dibawa sesat oleh penculiknya, lebih sedih dari pada
kalau andai kata ia sudah terbunuh,” kata Bi Lan dan nyonya ini nampak berduka sekali.
Yo Han yang semenjak tadi mendengarkan merasa iba sekali. “Maaf, Paman dan Bibi, peristiwa itu telah
berlalu selama dua puluh tahun. Kini puteri Jiwi (Kalian) tentu sudah merupakan seorang gadis dewasa
dunia-kangouw.blogspot.com
berusia dua puluh tiga tahun. Namanya pun mungkin sudah diganti nama baru oleh penculiknya.
Bagaimana Paman dan Bibi akan dapat mengenalnya andai kata bertemu dengannya, apa lagi kalau dia
menggunakan nama baru?”
Bi Lan memandang kepada pemuda itu. “Kami pun sudah berpikir demikian. Nama memang bisa saja
diganti, akan tetapi ada dua buah tanda pada tubuh anak kami itu yang tidak mungkin dipunyai oleh anak
lain. Di pundak kirinya terdapat sebuah tahi lalat hitam yang jelas dan di telapak kaki kanannya terdapat
tanda noda merah sebesar ibu jari kaki. Dengan adanya dua tanda itu, kami tentu akan dapat mengenal
anak kami.”
Tanpa mengeluarkan sepatah pun kata, Yo Han mencatat semua itu di dalam hatinya. Dia akan merasa
berbahagia sekali kalau dapat menemukan Sim Hui Eng untuk suami isteri yang sudah menderita duka
selama dua puluh tahun itu.
Tak lama kemudian, mereka terpecah menjadi tiga rombongan. Sim Houw dan Can Bi Lan meninggalkan
tempat itu, untuk kembali ke Lok-yang, tempat tinggal mereka, sebab sudah terlalu lama mereka
meninggalkan rumah dalam perantauan mereka mencari anak mereka dan juga untuk menghibur diri.
Nyonya Gak dan puteranya, Gak Ciang Hun, juga pergi kembali ke Beng-san di mana mereka masih
mempunyai sebuah rumah peninggalan mendiang Beng-san Siang-eng yang makamnya juga berada di
puncak gunung itu.
Ada pun Sian Li diantar Yo Han melakukan perjalanan pulang ke dusun Hong-cun di luar kota Cin-an…..
********************
Sore itu, seperti yang mereka lakukan selama beberapa hari ini, Suma Ceng Liong dan isterinya, Kam Bi
Eng, duduk di serambi luar sambil bercakap-cakap, kadang-kadang mereka melayangkan pandang mata
ke jalan di depan rumah mereka. Mereka setiap hari menanti dengan hati mengharap-harap kembalinya
murid-murid mereka, yaitu Liem Sian Lun dan Tan Sian Li.
“Kenapa mereka belum juga pulang?” gumam Suma Ceng Liong. “Dalam waktu sebulan lagi, tahun baru
tiba dan tentu Sin Hong dan Hong Li akan datang berkunjung untuk menjemput puteri mereka. Sungguh
tidak enak kalau mereka datang, Sian Li belum juga pulang.”
“Mengapa mesti merasa tidak enak?” isterinya membantah. “Sian Li bukan pergi sendiri, melainkan diajak
oleh Kakak Suma Ciang Bun dan Gangga Dewi. Pula, ada Sian Lun yang menemaninya agar ia tidak
pulang seorang diri. Andai kata mereka terlambat dan ayah ibu Sian Li yang datang lebih dahulu, mereka
tentu akan dapat mengerti.”
“Engkau benar. Sin Hong dan Hong Li adalah orang-orang bijaksana. Buktinya biar pun mereka berdua
sendiri memiliki kepandaian tinggi, mereka tidak menolak permintaan kita untuk mendidik anak mereka
selama lima tahun. Bahkan sebelum anak dan mantu kita datang, aku akan minta bantuan mereka untuk
menyusun daftar nama dari mereka yang hendak kuundang dalam perayaan ulang tahun ke enam puluh
yang juga akan kupergunakan untuk suatu pertemuan besar berikut keluarga mereka semua.”
Isterinya memandang dengan wajah berseri. “Jadikah rencanamu untuk mengumpulkan demikian
banyaknya keluarga dari tiga perguruan besar itu?”
“Mengapa tidak? Kalau tidak dikumpulkan agar mereka saling berkenalan, tentu anak cucu mereka tidak
akan saling mengenal dan hubungan baik antara ketiga keluarga besar itu akan terputus. Sayang sekali,
bukan? Sejak dahulu, nama besar dari keluarga Istana Pulau Es, keluarga Istana Gurun Pasir, dan
keluarga Lembah Gunung Naga telah dikenal di seluruh dunia persilatan. Kini keturunan mereka cerai
berai, padahal di antara ketiga perguruan besar itu telah terjalin hubungan kekeluargaan yang amat erat.”
Isterinya mengangguk setuju. Mereka sendiri adalah gabungan dari dua keluarga besar. Suma Ceng Liong
adalah cucu dalam dari Pendekar Pulau Es, putera dari Pendekar Siluman Kecil. Sedangan Kam Bi Eng
adalah puteri dari Kam Hong Si Pendekar Suling Emas dan Bu Ci Sian yang terhitung murid ayah
mertuanya pula.
“Pasti akan menggembirakan sekali dan merupakan peristiwa besar kalau cita-citamu itu sampai
terlaksana, “ katanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Kenapa tidak? Tentu Suma Lian dan suaminya, Gu Hong Beng, juga sudah menerima suratku dan tak
lama lagi mereka tentu akan tiba di sini. Hubungan kekeluargaan harus diperbaiki, tidak seperti sekarang
ini. Bertahun-tahun di antara keluarga tidak sempat bertemu karena terpisah jauh. Ingat saja kematian
ayahmu. Sampai-sampai kita sendiri tidak mengetahui! Orang tentu akan menganggap aku seorang mantu
yang sama sekali tak berbakti, ayah mertua meninggal sampai dikebumikan tapi tidak tahu sama sekali.”
Isterinya menyentuh lengan suaminya. “Sudahlah, tidak perlu lagi disesalkan hal itu. Ibu sendiri
mengatakan bahwa memang sengaja Ibu tidak mengabarkan tentang kematian Ayah, sesuai dengan
pesan terakhir dari Ayah. Dan aku mengenal watak Ayah. Dahulu Ayah sering kali bicara tentang kematian
sebagai perjalanan pulang kampung! Ayah tidak setuju kalau orang meninggal ditangisi dan dikabungi,
yang dikatakan semua itu hanya upacara pura-pura dan palsu belaka. Sepatutnya keluarga bersyukur
kalau ada orang yang dikasihinya ‘pulang kampung’ karena terbebas dari siksa dunia. Yah, Ayah memang
aneh dan kukira setiap orang berilmu tinggi di dalam ini mempunyai keanehan masing-masing yang tidak
mereka sadari bahwa mereka berbeda dengan orang-orang awam.”
“Engkau benar, isteriku. Aku tidak menyesali peristiwa itu, hanya alangkah baiknya bila sebelum mati, kita
selalu memiliki hubungan yang akrab dengan keluarga besar kita.”
Percakapan mereka terhenti seketika karena pada saat itu terdengar derap kaki dua ekor kuda menuju ke
rumah itu. Ketika nampak dua ekor yang ditunggangi Tan Sin Hong dan Kao Hong Li, suami itu cepat
bangkit berdiri dengan wajah berseri. Mereka memang sedang menanti-nanti kedatangan mereka.
Setiap tahun sekali, semenjak Sian Li berada di situ, Sin Hong dan Hong Li pasti datang berkunjung, yaitu
menjelang hari raya sin-cia (tahun baru). Dan kunjungan mereka kali ini adalah untuk menjemput kembali
puteri mereka yang sudah tiba waktunya untuk pulang setelah berada di bawah bimbingan kakek dan
nenek itu selama lima tahun.
Tan Sin Hong yang sekarang telah berusia empat puluh tahun itu masih nampak gagah dengan pakaian
yang sederhana berwarna serba putih, yang membuat dia dijuluki Pendekar Bangau Putih di dunia
persilatan. Sedangkan isterinya, Kao Hong Li yang berusia tiga puluh sembilan tahun itu masih nampak
muda, cantik, lincah dan gagah.
Dengan sigapnya mereka berdua meloncat turun dari atas punggung kuda. Dua orang pelayan yang
mengenal kewajiban dan mengenal pula dua orang tamu itu sudah datang berlari-lari menyambut dan
mereka segera mengurus dua ekor kuda itu.
Sin Hong dan Hong Li cepat maju memberi hormat kepada tuan dan nyonya rumah, yang disambut dengan
ramah dan gembira. “Aha, kami memang sudah menanti-nanti kalian!” kata Suma Ceng Liong sambil
membalas penghormatan mereka. “Mari silakan duduk di dalam.”
“Harap kalian jangan kecewa, Sian Li tidak turut menyambut karena ia masih belum pulang,” berkata Kam
Bi Eng sambil tersenyum ketika melihat suami isteri itu melihat-lihat ke sekeliling, mencari-cari.
“Bibi, ia pergi kemanakah?” tanya Hong Li heran.
“Duduklah dulu dan nanti kita bicara,” kata Suma Ceng Liong yang mengajak dua orang tamunya duduk di
ruangan sebelah dalam.
Setelah mereka semua duduk, berceritalah kakek dan nenek itu mengenai kunjungan Suma Cian Bun dan
Gangga Dewi dan betapa Sian Lun ikut kedua orang itu berpesiar ke Bhutan.
“Ke Bhutan?” Kao Hong Li berseru kaget. “Tapi tempat itu amat jauh dan perjalanannya berbahaya sekali!”
Suaminya juga sangat terkejut mendengar bahwa puteri mereka pergi ke Bhutan melalui pegunungan dan
gurun yang berbahaya.
“Sian Li mendesak dan kami tak dapat mencegahnya. Apa lagi ia pergi bersama Kakak Suma Ciang Bun
dan Gangga Dewi, dan ia pun ditemani suheng-nya, Liem Sian Lun. Kami pikir, mereka berdua sudah
mempunyai ilmu kepandaian yang cukup untuk dapat menjaga diri. Pula, bukankah amat penting bagi
mereka untuk meluaskan pengalaman mereka!” kata Suma Ceng Liong.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar penjelasan itu, Sin Hong dan Hong Li dapat menerimanya dan mereka pun menjadi tenang
kembali. Bagaimana pun juga, mereka berdua dahulu pun merupakan petualang-petualang yang malangmelintang
di dunia kang-ouw. Hanya pengalaman di dunia kang-ouw saja yang akan membuat seseorang
menjadi matang, pikir mereka dan mereka pun menghilangkan kekhawatiran mereka.
“Akan tetapi, menurut perhitungan kami, dalam hari-hari mendatang ini ia dan Sian Lun tentu akan segera
datang, kata Kam Bi Eng.
“Kalau begitu, biarlah kami menunggu kedatangan Sian Li di sini, Bibi!” kata Hong Li.
Suma Ceng Liong tersenyum. “Itulah yang kuharapkan karena aku ingin minta bantuan kalian berdua untuk
melengkapi catatan daftar keluarga yang akan kami kumpulkan pada hari ulang tahunku yang keenam
puluh. Aku ingin agar tidak ada anggota keluarga yang terlewat. Yang kumaksudkan dengan keluarga
adalah keluarga dari tiga perguruan besar, yaitu keluarga Istana Pulau Es, keluarga Istana Gurun Pasir,
keluarga Lembah Gunung Naga, dan sekalian murid-murid mereka.”
Sin Hong dan Hong Li ikut gembira mendengar niat ini. Sebuah niat yang baik sekali dan pasti pesta
pertemuan itu sangat menggembirakan. Membayangkan akan bertemu muka dengan seluruh keluarga tiga
perguruan itu saja sudah membuat mereka merasa tegang dan gembira.
Selama beberapa hari menunggu kedatangan Sian Li beserta Sian Lun, suami isteri itu membantu Suma
Ceng Liong dan Kam Bi Eng menyusun daftar para anggota keluarga. Tentu saja hanya yang mereka ingat
dan kenal. Keluarga dari tiga perguruan itu sudah berkembang menjadi sangat luas dan banyak sehingga
untuk dapat mengetahui seluruh anggota keluarga secara lengkap akan memakan waktu lama dan harus
bertanya-tanya kepada anggota keluarga lain.
“Kita mulai dahulu dari keluarga Istana Pulau Es,” kata Suma Ceng Liong dengan sikap gembira. Di depan
empat orang itu, di atas meja, telah dipersiapkan sebuah buku daftar untuk mencatat nama dan alamat
keluarga yang akan diundang.
“Sebaiknya kita susun dari anggota keluarga yang paling tua berikut keluarga masing-masing,” usul
isterinya.
“Benar sekali,” kata Suma Ceng Liong sambil mengingat-ingat. “Sekarang ini anggota keluarga Istana
Pulau Es yang paling tua tentulah Enci Suma Hui.”
Hong Li mengangguk senang. “Memang, agaknya Ibuku itulah yang paling tua di antara keluarga Suma.”
“Nah, kita mulai dengan nama Enci Suma Hui, dan suaminya juga kebetulan merupakan anggota tertua
dari keluarga Istana Gurun Pasir,” kata Suma Ceng Liong. “Kita mulai dengan keluarga mereka di tempat
teratas, dan tentu saja anak cucu dan para murid mereka.”
Dengan bantuan isterinya dan dua orang tamunya, Suma Ceng Liong mulai menyusun daftar keluarga
yang dikirim undangan untuk pertemuan besar itu. Dan setelah bekerja beberapa hari lamanya,
tersusunlah daftar sementara seperti berikut.
Keluarga Istana Pulau Es terdiri dari:
Suma Hui dan suaminya, Kao Cin Liong, yang tinggal di kota Pao-teng, serta anak mereka Kao Hong Li
yang bersama suaminya, Tan Sin Hong tinggal di kota Ta-tung bersama puteri mereka, Tan Sian Li.
Suma Ciang Bun bersama isterinya, Gangga Dewi yang kini tinggal di istana Kerajaan Bhutan, yaitu kota
raja Thim-phu. Tidak diketahui apakah keduanya mempunyai murid ataukah tidak.
Kemudian Suma Ceng Liong dan isterinya, Kam Bi Eng yang tinggal di dusun Hong-cun di luar kota Cin-an,
bersama seorang murid mereka bernama Liem Sian Lun. Puteri mereka, Suma Lian bersama suaminya,
Gu Hong Beng, yang tinggal di kota Ping-san di selatan Pao-teng, tidak mempunyai anak dan tidak
mempunyai murid pula.
Nyonya Gak dapat dibilang masih keluarga Istana Pulau Es, karena ia adalah isteri dari dua saudara
kembar Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong, yaitu putera dari mendiang Gak Bun Beng dan Puteri Milana,
dunia-kangouw.blogspot.com
yaitu masih puteri Pendekar Super Sakti. Maka Nyonya Gak dan puteranya, Gak Ciang Hun, juga masuk
dalam daftar undangan. Kini ibu dan anak itu tinggal di puncak Beng-san.
Ada pun keluarga Istana Gurun Pasir yang tertua yaitu Kao Cin Liong, suami Suma Hui yang sudah masuk
urutan pertama dari daftar itu. Ayah Kao Cin Liong, mendiang Kao Kok Cu mempunyai murid, yaitu Can Bi
Lan yang kini bersama suaminya, Sim Houw, tinggal di Lok-yang, dan ada puteri mereka, Sim Hui Eng,
yang kabarnya lenyap ketika berusia tiga tahun, demikian yang diketahui Suma Ceng Liong.
Sepanjang yang diketahuinya, Sim Houw dan Can Bi Lan mempunyai seorang putera pertama, Sim Hok
Bu, akan tetapi anak itu meninggal dalam usia delapan tahun karena penyakit. Kalau pun masih ada muridmurid
dari keluarga Istana Gurun Pasir, hal itu tidak diketahui sama sekali oleh mereka berempat dan
harus mereka selidiki lebih dulu dengan menanyakan kepada anggota keluarga lain.
Keluarga lain yang mereka catat adalah anggota keluarga dari Lembah Gunung Naga, atau keturunan dari
perguruan Suling Emas. Setelah Kam Hong meninggal dunia, maka yang tertua tentu saja adalah Bu Ci
Sian ibunda Kam Bi Eng, nenek yang kini tinggal seorang diri di puncak Bukit Nelayan menunggui makam
suaminya. Tidak diketahui jelas siapa murid mereka, bahkan Kam Bi Eng sendiri juga tidak tahu karena
ibunya tdak pernah memberi tahu.
Kemudian ada Cu Kun Tek yang bersama isterinya, Pouw Li Sian murid Gak Bun Beng, tinggal di Lembah
Gunung Naga sebagai pewaris keluarga Cu. Tidak diketahui dengan pasti keadaan mereka dan siapa saja
yang masih terhitung murid atau keluarga dari perguruan Suling Emas dan Naga Siluman ini.
"Jangan dilupakan nama Yo Han," Sin Hong mengingatkan. "Biar pun dia putera Yo Jin dan Ciong Siu Kwi
yang tidak ada sangkut pautnya dengan ketiga perguruan, namun Yo Han pernah menjadi murid kami
berdua, dan dia bahkan pernah kami anggap seperti anak sendiri."
Suma Ceng Liong mengangguk dan dia pun mencatat nama Yo Han. Masih jauh dari pada lengkap daftar
itu, hanya mereka catat nama-nama yang mereka kenal saja.
Pada hari kelima, muncullah Tan Sian Li bersama Yo Han. Pagi hari itu, Suma Ceng Liong, Kam Bi Eng,
Tan Sin Hong dan Kao Hong Li sedang duduk di serambi depan. Mereka berempat menengok dan begitu
melihat Sian Li, mereka melompat bangun dan memandang dengan wajah berseri.
"Ibu...! Ayah...!" Sian Li berteriak begitu melihat ayah ibunya, lalu berlari menghampiri mereka dan di lain
saat ia sudah berpelukan dengan ibunya.
Mereka gembira bukan main sampai melupakan Yo Han yang berdiri termangu. Hatinya diliputi keharuan
ketika dia melihat Tan Sin Hong dan Kao Hong Li. Oleh karena mereka semua sedang asyik dan sibuk, dia
pun tidak berani mengganggu dan hanya berdiri di bawah, di luar serambi sambil memandang.
Setelah Sian Li memberi hormat kepada ayah ibunya serta kepada Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng,
barulah dua orang tua ini berseru heran, dan memandang kepada Yo Han. "Sian Li, mana Sian Lun? Dan
dia itu... siapa dia yang datang bersamamu?" tanya Suma Ceng Liong dengan suara heran.
Kao Hong Li yang masih merangkul puterinya juga memandang kepada Yo Han dan bertanya, "Sian Li,
engkau datang bersama siapakah?"
Dalam perjalanan mereka, Yo Han pernah menasehatkan Sian Li untuk melapor kepada Suma Ceng Liong
dan isterinya bahwa suheng-nya itu tewas sebagai seorang pendekar dan tidak bercerita tentang
penyelewengannya. Kini Sian Li, yang tak biasa berbohong, dengan muka ditundukkan lalu berkata,
suaranya lirih.
"Ayah Ibu, Kakek dan Nenek, dengan menyesal sekali aku harus mengabarkan bahwa Suheng Liem Sian
Lun telah... tewas..."
Tentu saja empat orang itu terkejut mendengar ini, terutama sekali Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng.
Mendengar betapa murid mereka tewas, keduanya saling pandang, lalu mengamati wajah Sian Li dan Kam
Bi Eng bertanya.
"Tewas? Sian Lun... tewas? Apa yang terjadi? Siapa yang telah berani membunuhnya?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Panjang ceritanya..." Sian Li mengeluh.
Kemudian dia menceritakan betapa dalam perjalanan ke Bhutan itu mereka bertemu dengan Lulung Lama
dan kemudian, ketika mereka pulang dari Bhutan, mereka bahkan terlibat dan bentrok dengan persekutuan
pemberontak yang terdiri dari para Lama jubah hitam, Pangeran Gulam Sing dari Nepal, para pengemis
Tongkat Hitam, serta orang-orang Pek-lian-kauw.
"Kami terlibat dengan mereka, terjadi bentrokan, bahkan aku sendiri pernah tertawan oleh mereka. Dan
dalam pertempuran itu, Suheng tewas di tangan Pangeran Gulam Sing dari Nepal. Kami dibantu oleh
pasukan Tibet dan para orang kang-ouw, bahkan kami mendapat bantuan dari Bibi Gak dan puteranya,
Gak Ciang Hun. Bahkan di sana kami bertemu dan dibantu oleh Paman Sim Houw, Pendekar Suling
Naga." Dan dengan panjang lebar Sian Li kemudian menceritakan tentang pertempuran yang akhirnya
dapat membasmi para pemberontak itu.
"Beberapa kali aku terancam bahaya maut dan tentu sudah tewas pula seperti Suheng kalau saja tidak
dibantu olehnya," katanya sebagai penutup sambil menuding ke arah Yo Han yang masih berdiri di luar
sambil mendengarkan dan menundukkan mukanya.
"Sian Li, siapakah dia?" Kao Hong Li bertanya kepada puterinya sambil mengamati wajah yang menunduk
itu.
"Ayah dan Ibu, benarkah kalian tidak mengenalnya?" tanya Sian Li sambil tertawa.
Karena Sin Hong dan Hong Li kini mengamati wajahnya, Yo Han segera menjatuhkan diri berlutut dan
memberi hormat kepada mereka, berkata dengan suara terharu. "Suhu dan Subo, harap maafkan teecu..."
"Yo Han...!" suami isteri itu berteriak.
Mereka sama sekali tidak mengira bahwa pemuda itu adalah Yo Han walau pun mereka merasa bahwa
wajah pemuda itu tidak asing bagi mereka. Kini, mereka segera dapat mengenalinya dan keduanya cepat
keluar dari serambi. Dengan gembira Sin Hong lalu menarik tangan Yo Han dan disuruhnya bangkit berdiri.
"Yo Han, terima kasih kepada Tuhan bahwa engkau dalam keadaan sehat dan baik!" seru Sin Hong.
Wajah Sin Hong berseri karena gembira melihat pemuda itu yang pernah membuat dia merasa prihatin
sekali karena kepergiannya. Dia kadang merasa berdosa kepada Yo Jin dan Bi Kwi, ayah ibu pemuda itu
yang telah mempercayakan Yo Han kepadanya.
"Yo Han, sekarang engkau telah menjadi seorang pemuda dewasa!" seru Hong Li yang sebenarnya juga
merasa sangat sayang kepada murid yang pandai membawa diri ini.
"Ayah, ibu, kalian tidak tahu bahwa Han-ko sekarang sudah menjadi Sin-ciang Taihiap yang memiliki
kesaktian hebat! Kalau tidak ada dia, tentu aku tidak akan dapat pulang hari ini!" Sian Li memuji, wajahnya
berseri dan matanya bersinar-sinar.
"Benarkah? Luar biasa sekali! Bukankah sejak kecil engkau tidak suka mempelajari ilmu silat, Yo Han?"
tegur Sin Hong.
Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng yang masih tertegun mendengar kematian murid mereka, segera
mengajak mereka semua untuk masuk dan berbicara di dalam. Setelah semua duduk di ruangan dalam,
barulah Yo Han menceritakan pengalamannya sejak dia dibawa pergi oleh Ang-I Moli sebagai penukaran
atau tebusan atas diri Sian Li yang dibebaskan iblis betina itu. Betapa dia kemudian menyadari akan
perlunya membekali diri dengan ilmu kepandaian agar dapat menegakkan kebenaran dan keadilan,
membela yang lemah tertindas dan menyadarkan mereka yang mengambil jalan sesat.
"Thian-li-pang?" kata Suma Ceng Liong mengingat-ingat. "Seingatku, Thian-li-pang di Bukit Naga adalah
satu perkumpulan para patriot yang menentang pemerintah. Mereka terkenal gagah perkasa dan di antara
para pemimpinnya terdapat orang-orang yang sakti. Akan tetapi, aku juga pernah mendengar bahwa
Thian-li-pang kemudian menjadi perkumpulan yang tidak bersih namanya. Para muridnya suka melakukan
hal-hal yang jahat, bahkan kabarnya pernah mengadu domba perguruan-perguruan silat yang besar seperti
Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Bu-tong-pai dan Go-bi-pai. Kabarnya perkumpulan itu diselewengkan oleh dua
dunia-kangouw.blogspot.com
orang tokohnya yang berjuluk Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong. Entah sampai di mana kebenaran
berita itu."
Sin Hong dan isterinya amat terkejut. "Yo Han, benarkah itu? Dan engkau menjadi murid Thian-li-pang
yang tersesat itu?" Sin Hong bertanya sambil menatap wajah pemuda itu penuh selidik.
"Apa yang barusan diucapkan Suma Locianpwe memang benar. Thian-li-pang adalah perkumpulan yang
anti pemerintah, anti penjajah, akan tetapi setelah Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong yang memegang
pimpinan, perkumpulan itu dibawa menyeleweng ke jalan sesat. Memang mula-mula teecu dipaksa
menjadi murid dua orang datuk itu. Akan tetapi kemudian teecu bertemu dengan orang ke tiga dari para
datuk Thian-li-pang yang kemudian menjadi guru teecu yang sebenarnya. Beliau bernama Ciu Lam Hok
dan di sana beliau menjadi orang hukuman yang disiksa oleh dua orang suheng-nya Ban-tok Mo-ko dan
Thian-te Tok-ong itu. Kaki dan tangannya dibuntungi dan beliau dihukum di dalam sumur yang amat dalam.
Teecu berhasil bertemu dan menjadi muridnya. Setelah beliau meninggal karena usia tua, teecu berhasil
keluar. Ban-tok Mo-ko serta Thian-te Tok-ong lalu saling menyalahkan ketika mendengar kematian Suhu
Ciu Lam Hok dan mereka saling serang sendiri sampai keduanya tewas. Teecu yang menerima tugas dari
mendiang Suhu untuk meluruskan kembali Thian-li-pang, berhasil menundukkan serta membujuk para
pimpinan dan sekarang teecu yakin bahwa Thian-li-pang telah kembali ke jalan benar."
"Ciu Lam Hok...? Hemm, tidak pernah aku mendengar nama itu. Yang terkenal hanyalah Ban-tok Mo-ko
dan Thian-te Tok-ong," kata Suma Ceng Liong.
"Ayah, nama Han-ko sebagai Sin-ciang Taihiap sudah sangat terkenal di daerah barat. Dibandingkan
dengan dia, kemampuanku tidak ada artinya..."
"Aih, Li-moi, harap jangan terlalu memuji. Engkau membuat aku menjadi malu saja."
Pujian yang tiada hentinya dari Sian Li membuat Tan Sin Hong dan Kao Hong Li kagum, akan tetapi juga
penasaran. Rasanya tidak mungkin Yo Han memiliki kepandaian yang melebihi Sian Li. Akan tetapi mereka
tidak memperlihatkan rasa penasaran ini, hanya tersenyum gembira.
"Sian Li, ceritakan yang lebih jelas tentang kematian suheng-mu," Kam Bi Eng yang masih belum dapat
menghilangkan perasaan dukanya atas kematian Sian Lun, tiba-tiba berkata. Suma Ceng Liong
mengangguk-angguk membenarkan permintaan isterinya.
Sian Li mengerutkan alisnya. Berat tugas ini terasa olehnya. Ia seorang yang tidak suka berbohong, tidak
biasa membohong akan tetapi sekali ini, terpaksa ia harus berbohong. Yo Han yang mengajarkan
kepadanya bahwa untuk urusan ini, amat bijaksanalah kalau dia berbohong.
Bagaimana pun juga, Sian Lun sudah tewas, dan harus dia akui bahwa pada saat-saat terakhir, Sian Lun
sudah menebus penyelewengannya dengan perbuatan gagah, yaitu membelanya sampai mengorbankan
nyawa. Jika dia menceritakan penyelewengan Sian Lun, hal itu sama sekali tidak ada manfaatnya, bahkan
tentu akan membuat kakek dan nenek itu merasa menyesal bukan main. Tapi bagaimana pun juga, amat
sukar baginya untuk berbohong seluruhnya, maka ia pun mengambil ‘jalan tengah’.
Sian Li menceritakan lebih jelas tentang semua pengalamannya bersama Sian Lun saat mereka terlibat
dalam pertentangan dengan persekutuan pemberontak itu.
"Aku bersama Suheng tertawan musuh yang selain lihai juga amat banyak jumlahnya,” katanya. "Kemudian
mereka itu, dengan kekuatan sihir mereka, menyihir Suheng dan mempengaruhi Suheng sehingga
nampaknya Suheng suka membantu mereka. Apa lagi mereka itu menggunakan dalih perjuangan melawan
pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi, pada saat terakhir, Suheng bisa membebaskan diri dari pengaruh
sihir, kemudian Suheng mengamuk dengan gagah perkasa. Tapi lawannya, Pangeran Gulam Sing dari
Nepal memang tangguh bukan main sehingga akhirnya Suheng roboh dan tewas. Aku sendiri dapat
terbebas dari maut karena ada Han-ko yang mengamuk di dekatku dan yang selalu melindungi aku."
Suma Ceng Liong menghela napas panjang. "Sudahlah, memang sudah nasibnya mati muda. Bagaimana
pun juga, kita tidak perlu menyesali kematiannya karena dia gugur sebagai seorang pendekar yang gagah
perkasa. Aku bahkan kecewa tidak dapat ikut melawan gerombolan itu disamping Sian Lun."
"Hemm, ingin aku mencoba kepandaian pangeran Nepal itu!" kata Kam Bi Eng dengan gemas dan dengan
kedua mata agak merah karena ia menahan tangisnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Kita tidak perlu mengingat lagi pangeran itu karena dia sudah tertangkap oleh pasukan Tibet dan sudah
pasti akan dihukum mati," kata Sian Li.
Setelah tinggal di situ selama dua hari dua malam, Sin Hong dan Hong Li lalu mengajak puteri mereka dan
Yo Han untuk pulang ke Ta-tung. Mereka berjanji akan membantu Suma Ceng Liong untuk menyebar
undangan kepada para sanak keluarga yang akan diundang menghadiri perayaan ulang tahun sekalian
mengadakan pertemuan keluarga besar itu.
Di sepanjang perjalanan, Sin Hong dan Hong Li kembali minta kepada Sian Li dan Yo Han untuk
menceritakan lagi dengan terperinci semua pengalamannya. Bahkan Yo Han juga terpaksa menceritakan
semua pengalamannya secara lengkap, yang didengarkan pula oleh Sian Li karena kepada gadis itu,
sebelumnya Yo Han hanya menceritakan garis besarnya saja…..
********************
Ada rasa khawatir di dalam hati Tan Sin Hong dan Kao Hong Li ketika mereka melihat sikap yang
diperlihatkan Sian Li terhadap Yo Han di sepanjang perjalanan menuju pulang itu. Mereka melihat betapa
mesra dan manisnya sikap Sian Li kepada Yo Han.
Memang mereka mengetahui bahwa sejak kecil, Sian Li amat sayang kepada Yo Han yang juga
menyayangnya. Akan tetapi, dahulu rasa sayang mereka adalah seperti rasa sayang antara kakak dan
adik, dan hal itu pun tidak aneh karena sejak Sian Li masih bayi, Yo Han yang mengasuhnya dan menjadi
teman bermain. Tetapi ketika itu mereka masih kecil dan sekarang mereka bukan kanak-kanak lagi.
Yo Han sudah menjadi seorang laki-laki yang dewasa, sedangkan Sian Li telah berusia tujuh belas tahun,
seperti setangkai bunga yang mulai berkembang dan mekar menjadi dewasa. Kemesraan yang
diperlihatkan Sian Li terhadap Yo Han membuat suami isteri itu khawatir, apa lagi melihat betapa sinar
mata Sian Li demikian penuh rasa kagum ketika memandang Yo Han.
Dan Yo Han telah merupakan seorang laki-laki yang tampan, gagah dan halus budi, sifat yang mudah
sekali menjatuhkan hati setiap orang gadis. Mereka berdua dilanda kekhawatiran yang sama seperti dulu
ketika Sian Li masih kecil. Khawatir kalau Sian Li terpengaruh! Walau pun yang mereka khawatirkan itu
berbeda.
Dahulu mereka khawatir kalau Sian Li ketularan watak Yo Han yang tidak suka belajar ilmu silat sehingga
Sian Li juga akan malas belajar silat dan menjadi seorang gadis yang lemah. Sekarang mereka khawatir
kalau puteri mereka itu akan jatuh cinta kepada Yo Han, cinta seorang wanita terhadap seorang pria!
Setiap kali mendapat kesempatan berbicara berdua, yaitu pada waktu malam di dalam sebuah kamar
rumah penginapan di mana mereka berdua berada, mereka berbisik-bisik membicarakan puteri mereka
dan Yo Han, dan keduanya memang sudah sepakat dan satu hati.
"Tidak dapat disangkal bahwa Yo Han memang sudah menjadi seorang pemuda yang ganteng, tampan
dan halus budi. Kalau dilihat dari keadaan lahiriahnya, memang tidak akan mengecewakan andai kata dia
menjadi suami anak kita," kata Hong Li.
"Engkau benar. Dan meski pun aku sendiri belum membuktikan, akan tetapi dari cerita Sian Li, aku percaya
bahwa Yo Han memang sudah mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi. Memang jika dilihat keadaan
wajahnya, tubuhnya, kepandaiannya, kita tidak akan malu mempunyai seorang mantu seperti dia."
Isterinya mengangguk. "Memang sungguh sayang sekali. Sayang bahwa ibunya adalah Bi Kwi. Masih ngeri
hatiku kalau mengenang kembali kejahatan yang pernah dilakukan ibunya. Seorang iblis betina yang kejam
dan amat jahat, walau pun pada waktu-waktu terakhir dia telah menyadari kesalahannya dan bertobat.
Siapa tahu, sifatnya yang jahat itu akan diwarisi oleh puteranya."
Sin Hong menghela napas panjang. "Aku pun merasa berat sekali untuk berpikir seperti itu, akan tetapi apa
boleh buat, demi kebahagiaan anak tunggal kita. Tidak mungkin kita membiarkan anak kita kelak hidup
menderita bila suaminya berubah wataknya menjadi jahat. Kita tidak dapat yakin bahwa Yo Han tidak
mewarisi watak jahat ibunya. Memang nampaknya selama ini dia mirip dengan watak mendiang Yo Jin,
ayahnya yang walau pun petani sederhana dan tidak pandai silat namun berjiwa gagah. Kita tidak mungkin
mempertahankan nasib Sian Li secara untung-untungan.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Hong Li termenung dan nampak khawatir sekali. "Akan tetapi aku melihat sinar mata Sian Li kalau
memandang kepadanya. Ah, aku khawatir kalau anak kita telah jatuh cinta kepada Yo Han..."
"Aaahh, kalau pun demikian, cintanya itu hanyalah cinta monyet. Sian Li belum dewasa benar, usianya
baru tujuh belas tahun, cintanya akan mudah goyah dan berubah. Justru karena itu maka mereka harus
cepat dipisahkan, kalau dibiarkan mereka bergaul lebih dekat dan akrab, bukan tidak mungkin mereka
akan saling jatuh cinta."
Hong Li menghela napas panjang. "Sebetulnya aku merasa malu dan tidak enak sekali. Yo Han demikian
baik, akan tetapi klta... ahhh, dulu kita juga ingin memisahkan mereka, sekarang pun kita masih tidak
menghendaki mereka bergaul dekat. Kalau dipandang sepintas saja, kita yang keterlaluan. Akan tetapi,
demi kebahagiaan anak kita..."
“Ya, demi kebahagiaan anak kita. Akan tetapi kita harus mencari cara agar tidak kentara, dan terutama
sekali agar Yo Han tidak sampai tersinggung."
"Itulah yang merisaukan hatiku. Alasan apa pula yang dapat kita pergunakan sekarang? Dahulu, kebetulan
muncul Ang-I Moli yang mengajak Yo Han pergi sebagai pengganti Sian Li. Akan tetapi sekarang?
Bagaimana mungkin kita mengusir dia begitu saja?"
"Memang tidak boleh kita mengusirnya begitu saja. Dulu aku telah berjanji kepada ayah ibunya untuk
merawat dan mendidik Yo Han, dan andai kata tidak ada permasalahan dengan Sian Li, janji itu sudah
pasti akan kupegang teguh!"
"Lalu bagaimana kita harus bertindak supaya pengusiran itu tidak menyinggung hatinya, akan tetapi
berhasil baik?"
"Aku ada akal. Ingatkah engkau akan cerita Sian Li tentang puteri dari Pendekar Suling Naga Sim Houw?
Nah, hilangnya anak itu dapat kita pergunakan untuk membujuk Yo Han! Ibu anak itu, siapa namanya... oh
ya, Sim Hui Eng, ibunya Can Bi Lan adalah sumoi dari Bi Kwi, ibu Yo Han. Aku tahu benar betapa erat dan
baiknya hubungan antara suci dan sumoi itu, seperti dua saudara kandung saja. Nah, kita ingatkan kepada
Yo Han bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk membela keluarga Can Bi Lan yang dahulu berjuluk
Siauw Kwi itu, sebagai pengganti ibunya. Melihat hubungan yang amat baik antara ibunya dan Can Bi Lan,
maka dia seperti keluarga sendiri saja dan sudah sepatutnya jika ia menggunakan kepandaiannya untuk
berusaha mencari sampai dapat Sim Hui Eng yang kini hilang itu, atau setidaknya, memperoleh keterangan
bagaimana jadinya dengan anak yang hilang itu."
Kao Hong Li mengangguk-angguk, akan tetapi alisnya berkerut. "Memang itu boleh kita jadikan pendorong
agar dia pergi. Akan tetapi rasanya masih kurang kuat. Bagaimana kalau aku memberi tahu kepadanya,
tentu saja dengan lembut dan hati-hati, bahwa sekarang dia sudah dewasa, sudah sepantasnya kalau
berdiri sendiri dan bahwa kini Sian Li sudah mulai besar dan dewasa sehingga tidak pantaslah kalau dia
serumah dengan Sian Li? Juga dapat kusindirkan dengan halus kepadanya bahwa kita sudah menerima
usul dan sedang menjajaki dan mempertimbangkan ikatan jodoh antara anak kita dengan seorang
pangeran..."
Tan Sin Hong menatap tajam wajah isterinya. "Pangeran...?"
Kao Hong Li tersenyum. "Lupakah engkau akan Pangeran Cia Sun? Dulu kita pernah berjumpa dengan dia
dan aku tidak dapat melupakan betapa engkau kagum kepadanya, dan pernah melontarkan harapan agar
anak kita dapat menjadi jodohnya?"
"Ihh, engkau melamun dari mengkhayal, terlalu jauh dan tinggi! Bagaimana mungkin kita mendapat mantu
seorang pangeran seperti dia?" Tan Sin Hong tersenyum, akan tetapi matanya bersinar-sinar penuh
harapan.
Pangeran Cia Sun memang bukan putera mahkota, bukan seorang pangeran yang nanti ada harapan
untuk menjadi Kaisar. Walau pun demikian, dia adalah seorang pangeran yang tentu saja hidup mulia dan
berkecukupan, juga lowongan jabatan dan kedudukan tinggi terbuka lebar untuk seorang pangeran.
Apa lagi Pangeran Cia Sun masih muda, terpelajar tinggi, dan pandai ilmu silat, bahkan pernah minta
petunjuk kepada mereka tentang ilmu silat. Meski pun masih belum dapat dinamakan murid mereka karena
dunia-kangouw.blogspot.com
hanya menerima petunjuk dan baru dilatih selama beberapa bulan saja ketika suami isteri itu pergi ke kota
raja, namun mereka mengenal pangeran itu sebagai seorang pemuda yang baik, berbakat dan pantas
menjadi mantu mereka.
Yang membuat mereka mengharapkan terjadinya hal ini adalah pernah ayah pangeran muda itu, yaitu
Pangeran Cia Yan, secara berkelakar mengatakan bahwa ia akan amat senang jika dapat berbesan
dengan Pendekar Bangau Putih, ketika mendengar bahwa pendekar itu mempunyai seorang puteri yang
kini sedang memperdalam ilmu silatnya di rumah paman kakeknya.
Pangeran Cia Sun memang hanya seorang cucu dari Kaisar Kian Liong, namun karena dia pangeran, tentu
saja dalam pandangan suami isteri itu, dia lebih segala-galanya dari pada pemuda lain.
Akhirnya mereka tiba di kota Ta-tung dan Sian Li merasa gembira sekali tiba kembali di rumah orang
tuanya yang telah ia tinggalkan selama lebih dari lima tahun…..
********************
Sin Hong dan Hong Li mempergunakan kesempatan selagi puteri mereka, Sian Li pergi berbelanja untuk
keperluan menyambut hari sin-cia yang akan tiba sepekan lagi, untuk mengajak Yo Han berbicara. Mereka
memanggil Yo Han untuk bicara di ruangan depan. Hal ini mereka maksudkan supaya kalau Sian Li
pulang, mereka dapat melihatnya dan puteri mereka itu tidak sempat ikut mendengarkan percakapan
mereka.
Sin Hong memulai percakapan itu dengan suara yang serius tapi juga ramah. "Yo Han, sudah beberapa
hari ini engkau berada di sini, dan setelah engkau beristirahat, barulah hari ini aku ingin membicarakan
suatu hal yang sejak kami bertemu kembali denganmu dan mendengar cerita Sian Li selalu menjadi
ganjalan di hati kami.”
Yo Han memandang Sin Hong dengan sepasang matanya yang tajam seperti hendak menembus dan
menjenguk hati orang yang dianggapnya sebagai guru pertama, bahkan sebagai pengganti ayahnya itu.
"Suhu, katakanlah apa yang menjadi ganjalan hati Suhu dan Subo, mudah-mudahan teecu dapat
membantu melegakan hati Suhu dan Subo."
"Memang hanya engkau yang bisa melegakan hati kami, Yo Han. Ganjalan di hati kami itu adalah saat
kami mendengar tentang hilangnya Sim Hui Eng, puteri bibi gurumu Can Bi Lan. Kami merasa kasihan
sekali kepada Pendekar Suling Naga dan isterinya. Putera mereka meninggal dunia ketika masih kecil,
kemudian puteri mereka yang menjadi satu-satunya anak yang ada, semenjak berusia tiga tahun sudah
diculik orang. Kami dapat membayangkan betapa sengsara hidup mereka dan pantaslah mereka itu seperti
hidup mengasingkan diri, tidak pernah menghubungi keluarga dan para handai taulan. Apakah engkau
tidak merasa kasihan, Yo Han?"
"Yo Han, tahukah engkau betapa akrab dulu hubungan antara mendiang ibumu dengan sumoi-nya, yaitu
Can Bi Lan?" Hong Li ikut bicara.
Yo Han mengangguk. "Tentu saja teecu juga merasa kasihan sekali mendengarkan nasib mereka yang
kehilangan anak tunggal. Dan teecu masih ingat bahwa mendiang Ibu amat sayang kepada Bibi Can Bi
Lan."
"Syukurlah kalau engkau masih ingat," kata Sin Hong. "Nah, sekarang tentang ganjalan di hati kami itu, Yo
Han. Ayah dan ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku, dan aku akan merasa berdosa sekali kalau
tidak menganjurkan supaya engkau sekarang pergi mencari Sim Hui Eng sampai dapat! Siapa lagi kalau
bukan engkau yang membantu bibimu Can Bi Lan itu menemukan kembali puterinya? Dan aku yakin
bahwa arwah ibumu akan bersyukur dan berterima kasih sekali kalau engkau dapat melakukan hal itu
kepada bibimu Bi Lan. Mereka akan merasa berbahagia sekali, dan kami berdua juga akan merasa
bangga. Setidaknya, bukan hal yang sia-sia saja Ibumu dahulu menitipkan engkau kepadaku."
Yo Han mengangguk-angguk mengerti, walau pun diam-diam dia mengeluh karena ke mana dan
bagaimana dia akan mungkin dapat menemukan anak yang sudah dua puluh tahun menghilang itu? Dia
ingat bahwa anak perempuan itu mempunyai ciri-ciri yang khas di pundak dan telapak kakinya, namun
alangkah akan sukarnya mencari seorang gadis yang mempunyai ciri-ciri di tempat yang tertutup dan
tersembunyi itu!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ada sebuah hal lagi yang ingin kusampaikan kepadamu, Yo Han. Bagaimana pun juga, kami berdua
sudah menganggap engkau seperti keluarga sendiri, karena dahulu oleh orang tuamu engkau diserahkan
dan dititipkan kepada suamiku. Nah, sekarang usiamu sudah dewasa, kalau tidak salah, usiamu sudah dua
puluh lima tahun. Karena itu, kami ingin melihat engkau berumah tangga. Kalau kami berhasil merayakan
pernikahanmu, barulah suamiku akan merasa puas dan lega, menganggap bahwa tugasnya merawat dan
mendidikmu baru sempurna. Selain itu, karena engkau sudah kami anggap seperti anak sendiri, tidak
baiklah kalau sampai adikmu Sian Li menikah lebih dahulu...," kata Hong Li seperti sambil lalu saja.
Yo Han memandang kepada suami isteri itu dengan wajah yang berubah kemerahan. Anjuran kepadanya
untuk segera menikah dianggapnya wajar saja, akan tetapi yang mengejutkan hatinya adalah berita
tentang Sian Li dan pernikahan!
"Tapi... Li-moi... kalau tidak salah baru berusia tujuh belas tahun..." katanya hanya untuk mengucapkan
sesuatu agar tidak diam dan bengong saja.
"Sudah mulai dewasa, dan bukan kanak-kanak lagi. Bahkan kami pernah menerima usul perjodohannya
dengan seorang pangeran... ahhh, hal itu belum resmi, tidak perlu kami beri tahukan sekarang," kata Hong
Li.
Yo Han merasa betapa dadanya bagaikan ditekan sesuatu yang berat. Sian Li sudah dipilihkan calon
suami? Seorang pangeran? Wah...! Entah kenapa dia sendiri tidak tahu, akan tetapi berita ini sama sekali
tidak mendatangkan kegembiraan di dalam hatinya, bahkan membuat dia merasa tidak tenang.
"Nah, kami harap engkau segera bersiap-siap untuk mulai dengan tugasmu itu, Yo Han, dan tidak
mengecewakan kami. Kalau hal ini ditunda lebih lama lagi, kami khawatir akan terlambat. Dan ketahuilah
bahwa andai kata engkau dapat menemukan puteri bibimu Can Bi Lan itu, selain hal itu akan amat
membanggakan hati kami, juga kalau gadis itu memang baik dan pantas, kami akan merasa berbahagia
sekali untuk berbesan dengan Pendekar Suling Naga."
"Maksud Suhu...?"
"Akan baik sekali kalau engkau dapat menemukan kembali puteri mereka dan kemudian engkau menikah
dengannya."
"Ahh, Suhu...!" Yo Han tersipu.
Betapa muluknya jalan pikiran gurunya ini. Mencari saja belum tentu bisa dapat, sudah hendak
menjodohkannya. Ayah bunda gadis itu sendiri yang merupakan suami isteri yang sakti, selama dua puluh
tahun mencari anak mereka tanpa hasil. Apa lagi dia yang sekarang baru hendak mulai.
"Sudahlah, hal itu kita bicarakan kelak saja. Akan tetapi, sanggupkah engkau memenuhi permintaan suhumu
untuk mencari Sim Hui Eng sampai dapat?" tanya Hong Li.
"Teecu akan berusaha sekuat tenaga."
"Jadi engkau sanggup?" Sin Hong mendesak.
"Teecu sanggup, Suhu."
"Bagus! Engkau membuat lega hati kami, Yo Han. Andai kata kelak tidak berhasil sekali pun, namun
engkau sudah berusaha sekuat tenaga dan itu saja sudah melegakan hati kami terhadap arwah orang
tuamu."
"Nah, lebih baik engkau membuat persiapan. Semakin cepat dimulai pencarian itu akan semakin baik, Yo
Han," kata Hong Li.
Yo Han mengangguk lalu mengundurkan diri, masuk ke kamarnya membuat persiapan. Dia tidak boleh
bersikap lemah. Meski pun hari sin-cia kurang sepekan lagi, akan tetapi rasanya amat cengeng kalau dia
harus menunda tugasnya itu sampai lewat hari sin-cia. Seperti anak kecil saja, padahal tugas itu penting
sekali.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi dia harus meninggalkan Sian Li! Hal inilah yang membuat dia termenung sedih. Rasanya
sangat berat untuk berpisah lagi dari gadis itu setelah berpisah selama tiga belas tahun dan kini saling
jumpa dan berkumpul kembali. Dia tahu bahwa gadis itu pun tentu akan merasa bersedih kalau dia
tinggalkan lagi.
Selagi dia sedang mengumpulkan pakaian untuk dijadikan sebuah buntalan, daun pintu kamarnya diketuk
orang. Dia membuka daun pintu itu, berharap Sian Li yang datang walau pun gadis itu tak pernah
mengetuk pintunya melainkan langsung masuk saja bila hendak bicara. Akan tetapi ternyata yang datang
berkunjung adalah Kao Hong Li!
"Subo...," kata Yo Han dengan sikap hormat.
"Yo Han, ada satu hal penting yang tadi kami lupa untuk memesan kepadamu."
"Hal apakah itu, Subo?"
"Engkau tahu, Sian Li kadang-kadang suka kekanak-kanakan. Ia lupa bahwa ia bukan kanak-kanak lagi,
melainkan sudah menjadi seorang gadis dewasa. Karena itu, mungkin sekali kalau engkau memberi tahu
kepadanya bahwa engkau akan pergi mencari Sim Hui Eng, ia akan rewel dan ingin ikut. Kalau ia rewel
seperti itu, kuharap engkau suka dan dapat membujuknya agar dia tidak ikut pergi. Engkau tentu cukup
maklum bahwa tidak mungkin kami membolehkan ia pergi lagi meninggalkan kami, apa lagi sekarang ia
sudah dewasa. Bagaimana kalau sampai calon suaminya mendengar bahwa dia pergi merantau berdua
saja dengan seorang pemuda, walau pun pemuda itu adalah engkau, yang dapat dibilang sebagai kakak
angkatnya? Engkau maklum, bukan?"
Yo Han merasa betapa hatinya pedih mendengar ini, akan tetapi tentu saja dia dapat memaklumi apa yang
dimaksudkan oleh subo-nya itu. "Baik, Subo. Kalau sampai Li-moi hendak ikut, tentu akan teecu bujuk ia
agar tidak melakukan hal itu."
Akan tetapi, pelaksanaan selalu lebih sulit dari pada rencana. Sore hari itu, pada waktu mereka berdua
bicara dalam taman bunga di belakang rumah, Yo Han berpamit dari Sian Li bahwa sore hari itu juga dia
akan pergi meninggalkan rumah itu.
Sian Li terbelalak menatap wajah Yo Han. "Pergi? Engkau hendak pergi, Han-ko? Pergi ke mana dan
mengapa?" Sian Li menghampiri Yo Han dan memegang kedua tangan pemuda itu. Ia memang selalu
bersikap akrab, bahkan manja kepada pemuda itu.
"Li-moi, ingatkah engkau akan Sim Hui Eng?"
Sian Li membelalakkan mata. "Sim Hui Eng? Siapa yang kau maksudkan? Ahhh, she Sim! Ingat aku
sekarang, bukankah ia puteri Paman Sim Houw yang hilang dua puluh tahun yang lalu itu?" Kini matanya
memandang tajam penuh selidik. "Mengapa engkau tiba-tiba menyebut namanya, Han-ko?"
"Nah, aku harus pergi karena aku berkewajiban membantu Bibi Can Bi Lan menemukan kembali puterinya.
Mendiang Ibuku sangat akrab dan sayang kepada Bibi Bi Lan, maka arwah Ibuku akan senang sekali kalau
aku membantu Bibi Bi Lan untuk menemukan kembali puterinya yang hilang itu."
Sian Li menatap wajah pemuda itu dan mukanya agak berubah. "Han-ko, baru saja kita berkumpul kembali
dan kini engkau akan meninggalkan aku lagi? Sampai berapa lama Han-ko?"
"Entahlah, Li-moi. Engkau pun tahu bahwa aku juga ingin selalu berada di sampingmu. Akan tetapi tugas
ini penting sekali. Pula, tidak ada perjumpaan tanpa diakhiri dengan perpisahan, Li-moi. Engkau tentu tidak
ingin melihat aku menjadi seorang yang tidak mengenal budi dan tidak mau mewakili mendiang Ibu untuk
menolong Bibi Bi Lan."
Sian Li merasa kepalanya nanar. Berita kepergian Yo Han demikian tiba-tiba datangnya. Baru saja dia
bergembira, berbelanja untuk keperluan sin-cia dan sin-cia kali ini terasa amat istimewa baginya karena di
situ terdapat Yo Han yang akan merayakan sin-cia bersamanya. Dan kini, mendadak Yo Han menyatakan
hendak pergi meninggalkannya, entah untuk berapa lama!
"Han-ko, kapan engkau akan berangkat?" Sian Li bertanya, suaranya mulai terdengar sumbang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sekarang juga, Li-moi. Aku sudah berkemas dan siap berangkat, tadi hanya menanti engkau untuk
berpamit saja."
Sian Li terbelalak dan tiba-tiba dia merangkulkan kedua lengannya pada leher pemuda itu. "Han-ko, aku
ikut engkau pergi!" katanya mantap dan bersungguh-sungguh.
Yo Han terkejut, tetapi juga merasa betapa hatinya berdebar penuh perasaan bahagia, girang dan terharu.
Dia memejamkan kedua matanya ketika merasa betapa lingkaran kedua lengan gadis itu amat ketat, dan
dia menguatkan hatinya agar jangan menuruti kehendak batinnya yang ingin membalas, ingin mendekap
kepala yang disayangnya itu ke dadanya.
"Li-moi, janganlah begitu. Tidak mungkin engkau ikut bersamaku. Perjalanan ini tidak menentu kapan
berakhirnya. Engkau tak boleh meninggalkan ayah ibumu. Biarkan aku pergi, Li-moi."
"Tidak... tidak... aku tak mau kau tinggalkan, aku tak mau berpisah lagi darimu, Han-ko!" Sian Li berkata,
kini gadis itu menangis di atas dada Yo Han dan rangkulannya semakin kuat. Yo Han menjadi bingung, apa
lagi pada saat itu muncul Sin Hong dan Hong Li!
"Yo Han, apa yang kau lakukan ini?!" terdengar Tan Sin Hong membentak marah.
"Suhu, Subo... maafkan teecu...," berkata Yo Han tanpa berdaya karena Sian Li masih merangkulnya.
"Yo Han, sungguh tidak pantas kelakuanmu ini. Sian Li, lepaskan dia!" Hong Li juga berseru marah.
Sian Li tidak melepaskan rangkulannya, akan tetapi ia mengangkat mukanya dari dada Yo Han dan
menoleh kepada orang tuanya.
"Ayah, Ibu, Han-ko tidak bersalah apa-apa. Aku... aku ingin ikut dengannya, aku tidak mau ditinggalkannya
lagi..."
Yo Han menguatkan hatinya, melepaskan rangkulan Sian Li dengan lembut. Dia harus mengambil
keputusan yang tepat. Tidak boleh ia menyenangkan hatinya sendiri dengan mengorbankan perasaan Sin
Hong dan Hong Li, dua orang yang dihormatinya itu.
"Li-moi, lepaskanlah. Aku tak mau mengajak engkau pergi. Engkau hanya akan menjadi beban saja, dan
aku mempunyai tugas penting.”
"Han-ko...!" Sian Li berseru dan dengan mata basah oleh air mata memandang kepada Yo Han seperti
orang yang tidak percaya. "Engkau... engkau...?"
Yo Han menunduk sambil menghela napas pandang. "Sudahlah, Li-moi, engkau tidak boleh membikin
marah ayah ibumu. Suhu dan Subo, teecu berangkat sekarang. Li-moi, jaga baik-baik dirimu!” Pemuda itu
lalu melangkah lebar memasuki rumah, mengambil buntalannya dan akan segera pergi.
"Han-koko...!”
Sian Li hendak mengejar, akan tetapi ibunya sudah memegang lengannya.
"Sian Li, sungguh memalukan sekali sikapmu ini!"
Akan tetapi Sian Li meronta, melepaskan pegangan ibunya dan berlari ke dalam rumah mengejar Yo Han.
Ayah ibunya saling pandang, menggeleng kepala, kemudian berlari mengikuti. Akan tetapi setelah tiba di
kamar Yo Han, Sian Li tidak melihat lagi pemuda itu.
Yo Han telah pergi dengan cepat sekali. Sian Li mencari ke sana sini dan memanggil-manggil, namun
percuma, yang dipanggilnya sudah pergi tanpa meninggalkan bekas.
"Han-ko...! Han-koko...!" Ia berteriak-teriak dan hampir bertubrukan dengan ayah ibunya di ruangan tengah.
"Sian Li!" bentak Sin Hong marah.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sian Li, kelakuanmu ini sungguh tidak patut," ibunya juga mengomeli anaknya. "Yo Han telah pergi, ia
pergi melaksanakan tugas. Engkau bukan anak kecil lagi yang begitu saja hendak ikut pergi. Engkau sudah
dewasa, seorang gadis dewasa. Bagaimana mungkin seorang gadis pergi begitu saja, berdua dengan
seorang pemuda? Memalukan!"
Sian Li memandang ayah dan ibunya, wajahnya pucat dan basah air mata. "Ayah dan Ibu yang melakukan
semua ini! Ayah dan Ibu yang mengusahakan supaya dia pergi meninggalkan aku. Dahulu, Ayah Ibu pula
yang memisahkan kami, sekarang ayah dan Ibu pula yang mengulangi hal itu. Aku ingin dekat Han-ko!
Apakah Ayah dan Ibu tidak tahu? Aku cinta kepada Han-ko. Aku cinta padanya...!” Sian Li menjatuhkan diri
di atas bangku dan menangis.
Sin Hong dan Hong Li saling pandang, kemudian menggeleng-geleng kepala. Hong Li mendekati anaknya,
merangkulnya. Sian Li menoleh, lalu merangkul ibunya.
"Ibu...!" Dan ia menangis tersedu-sedudi dada ibunya.
"Sian Li, kami juga mencinta Yo Han. Akan tetapi engkau dan Yo Han sudah seperti saudara sendiri. Dia
cinta padamu sebagai seorang kakak, dan engkau masih terlalu kecil untuk mencinta sebagai seorang
wanita. Ingatlah, kita semua akan ternoda aib bila sebagai seorang gadis baik-baik, engkau pergi merantau
bersama seorang pemuda. Tugasnya berat. Dia harus membantu bibinya mencari puteri mereka yang
hilang. Kita sendiri pun harus membantu pamanmu Sim Houw. Kita bertiga juga akan pergi mencari
keterangan. Kita akan pergi ke kota raja, siapa tahu kita akan dapat menemukan Sim Hui Eng."
Dihibur ayah ibunya dan dijanjikan akan diajak pergi membantu pencarian Sim Hui Eng, Sian Li
menghentikan tangisnya.
"Sian Li, ingatlah bahwa sebetulnya tidak tepat sama sekali jika engkau memperlihatkan kecengengan
seperti ini." Sin Hong berkata, "Engkau bukanlah seorang anak kecil lagi. Engkau seorang gadis hampir
dewasa dan usiamu sudah tujuh belas tahun. Lebih dari pada itu, engkau telah memiliki ilmu kepandaian
yang lumayan. Bahkan engkau sudah pantas dijuluki Si Bangau Merah sebagai imbangan ayahmu yang
dijuluki orang sebagai Pendekar Bangau Putih. Karena itu engkau harus memperdalam ilmu silat keluarga
kita, yaitu Pek-ho Sin-kun. Dan untuk menyesuaikan kesukaanmu akan warna merah dan julukanmu Si
Bangau Merah, aku akan mengubah sedikit dalam Pek-ho Sin-kun supaya lebih tepat dinamakan Ang-ho
Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah), khusus untukmu."
Akhirnya Sian Li dapat melupakan kesedihannya. Apa lagi karena dia mengharapkan bahwa kelak dia akan
dapat bertemu kembali dengan Yo Han. Mungkin dalam pesta perayaan dan pertemuan besar yang
diadakan oleh Kakek Suma Ceng Liong, atau jika Yo Han tak muncul di sana, tentu pemuda itu akan
muncul setelah berhasil menemukan Sim Hui Eng.
Juga janji ayah ibunya untuk mengajak dia membantu pencarian Sim Hui Eng, dimulai di kota raja,
mendatangkan kegembiraan di hatinya yang pada dasarnya memang lincah gembira, tidak dapat
menyimpan kesedihan terlalu lama…..
>>>>> T A M A T <<<<<
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru