Minggu, 28 Januari 2018

Si Pedang Kilat Membasmi Iblis (Lanjutan Kisah Si Pedang Kilat Kho Ping Hoo)

Si Pedang Kilat Membasmi Iblis (Lanjutan Kisah Si Pedang Kilat Kho Ping Hoo)
baca juga

Pria itu usianya sudah kurang lebih enam puluh tahun, namun tubuhnya masih gagah dan
ramping kokoh, tidak seperti orang seusia dia yang biasanya kalau tidak kurus kering, tentu
gendut dan gembrot dengan kulit bergantungan penuh lemak, muka penuh keriput dan garisgaris
ketuaan tanda derita hidup. Wajahnya masih nampak tampan dan anggun walaupun
kedua matanya buta, terpejam dan tidak berbiji lagi. Dia melangkah perlahan dengan tongkat
butut di tangan pada saat ada belasan orang berdatangan dari depan. Pada hal tadi, ketika
tidak ada orang lain, pria ini berjalan dengan cepat seperti orang berlari saja, akan tetapi begitu
muncul rombongan terdiri dari belasan orang itu, tiba-tiba saja langkahnya menjadi perlahan
dan biasa. Hal ini saja membuktikan bahwa biarpun kedua matanya buta, orang ini dapat
mengetahui akan munculnya belasan orang itu.
BELASAN orang itu rata-rata nampak gagah dan kuat. berusia dari tigapuluh sampai limapuluh
tahun, dipimpin seorang laki-laki tinggi besar berusia limapuluh tahun yang sikapnya gagah
sekali. Begitu melihat pria buta itu, belasan orang ini saling berbisik dan mereka sengaja lari
menghadang pria itu. Pria buta itu maklum bahwa belasan orang itu menghadang di depannya.
Dia menahan langkahnya, berdiri bersandar tongkat bututnya dan menundukkan muka.
Nampak acuh, namun sesungguhnya, sepasang telinganya menangkap semua gerakan
belasan orang itu, sampai gerakan yang sekecil-kecilnya.
Setelah berhadapan. pemimpin rombongan itu, yang tinggi besar dan gagah, segera maju dan
berlutut dengan sebelah kakinya, memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan
dada. Empat belas orang pengikutnya. Ikut pula berlutut ketika si tinggi besar berlutut dan
semua orang memberi hormat. Akan tetapi, pria buta itu bersikap seolah tidak tahu akan, apa
yang terjadi di depannya.
"Pangeran, hamba bekas Jenderal Yap Lok, maafkan hamba dan empat belas orang pengikut
hamba yang tardiri dari bekas para perwira menengah Kerajaan Liu-sung kalau hamba sekalian
menghadang dan mengganggu ketenteraman paduka."
Pria buta itu memang bekas Pangeran Tiauw Sun Ong. Dia tersenyum, senyum lembut dan
suaranya juga lembut ketika dia berkata, "Seperti juga kalian ini bebas jenderal dan bekas
perwira, akupun hanya bekas pangeran saja. Saudara Yap, kita sekarang menjadi orang-orang
biasa, harap jangan memakai segala macam peradatan dan kesungkanan. Marilah kita bicara
seperti kanalan dan sahabat saja. Bangkitlah kalian dan kalau aku boleh bertanya, kalian
hendak ke mana?"
"Maaf, pangeran. Kami tidak dapat menghapus sebutan pangeran karena bagi kami, paduka
satu-satunya pangeran yang masih ada, dan padukalah harapan kami satu-satunya. Kami
sengaja mendaki Bukit Hwa-san untuk mencari dan menghadap paduka."
Pria buta itu mengerutkan alisnya. Sudah puluhan tahun dia meninggalkan Kerajaan Liu-sung,
sampai beberapa tahun yang lalu kerajaan itu hancur dan runtuh, kini digantikan oleh Kerajaan
Chi. Dia sudah tidak menganggap dirinya sebagai pangeran, Apalagi berhubungan dengan
bekas pembesar militer kerajaan keluarganya yang sudah jatuh itu.
"Saudara Yap, ada urusan apakah engkau dan teman-temanmu mencari aku? Sudah puluhan
tahun aku mengasingkan diri dan tidak ingin lagi berurusan dengan keributan dunia." Biarpun
mulutnya berkata demikian, namun diam-diam Tiauw Sun Ong merasa hatinya pedih. Baru saja
dia terpaksa meninggalkan puncak Hwa-san setelah mendengar bahwa dia mempunyai
keturunan, mempunyai seorang anak kandung yang terlahir dari Pouw Cu Lan, hasil hubungan
gelapnya dengan selir kaisar duapuluhan tahun yang lalu. Dan kini, keselamatan Pouw Cu Lan
dan puterinya itu diancam oleh Kwan Im Sianli Bwe Si Ni yang hendak membalas dendam
dunia-kangouw.blogspot.com
kepadanya karena dia tidak mau diajak hidup bersama! Dia terpaksa terjun ke dunia ramai
untuk melindungi anak kandungnya, akan tetapi di depan bekas Jenderal Yap Lok, dia
mengatakan bahwa dia tidak ingin lagi berurusan dengan keributan dunia!”
"Pangeran, bagaimana mungkin kita mendiamkan saja para pemberontak dari keluarga siauw
yang hina itu merampas tahta kerajaan, menghancurkan Kerajaan Liu-Sung kita yang jaya dan
mendirikan kerajaan baru? Selama kita masih hidup, kita harus berusaha untuk merebut
kembali kekuasaan itu dan menegakkan kembali Kerajaan Liu-sung? Selama ini, kami tidak
berdaya karena tidak ada lagi seorangpun pangeran dari Kerajaan Liu-sung. Kami telah
berusaha mencari paduka, namun sia-sia belaka. Baru sekarang kami dapat menemukan jejak
paduka, dan kami sengaja menghadap untuk mohon agar paduka suka memimpin kami,
menyusun barisan untuk merebut kenbali kekuasaan dari raja pemberontak Chi itu.”
Tiauw Sun Ong tertawa, tertawa karena geli mendengar usul yang penuh semangat itu. "Ha-haha,
sungguh lucu mendengar kata-katamu itu, seperti bermain sandiwara di panggung saja,
maaf saudara Yap Lok, cita-citamu itu seperti membangun benteng di awang-awang saja. Aku
hanya seorang buta, apalagi sudah tidak menginginkan segala kemuliaan duniawi, bagaimana
kini kalian menganjurkan aku untuk menjadi pemimpin pemberontak terhadap Kerajaan Chi?
Tidak, selain aku tidak mampu, juga aku tidak mau terlibat dalam perang dan keributan."
"Harap paduka tidak berpura-pura lagi. Kami telah melakukan penyelidikan dengan seksama
dan kami tahu bahwa paduka sekarang, biarpun tidak dapat melihat lagi, namun telah menjadi
seorang sakti yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Pangeran, demi kejayaan Kerajaan Liusung,
demi nama dan kehormatan keluarga paduka sendiri, marilah kita bangkit dan rampas
kembali kerajaan ... "
"Cukup! Aku tidak mau dengar lagi dan harap kalian memilih orang lain saja. Jangan ganggu
aku lagi." kata bekas pangeran itu, nada dan suaranya tegas.
Wajah bekas jendral itu berubah merah dan dengan matanya dia memberi isarat kepada
kawan-kawannya. Limabelas orang itu kelihatan marah dan garang, bahkan sudah meraba
gagang senjata masing-masing.
"Hemmm, sungguh tidak kami sangka bahwa Pangeran Tiauw Sun Ong hanya seorang
penakut dan pengecut."
"Yap Lok, tahan mulutmu!" bentak pria buta itu.
"Pangeran, kalau paduka tidak takut dan bukan pengecut, maka paduka lebih rendah lagi,
karena paduka akan menjadi seorang pengkhianat yang menaruh dendam terhadap kerajaan
keluarga sendiri karena peristiwa dengan selir yang sangat memalukan itu. Paduka dendam
dan karena itu tidak perduli kerajaan sendiri dirampas orang lain."
"Yap Lok. aku tidak mau bekerja sama denganmu. Tidak perlu engkau menghinaku dan
memanaskan hatiku. Pergilah kalian dan jangan ganggu aku lagi."
"Kalau paduka tidak mau, terpaksa kami paksa. Lebih baik kami melihat paduka tewas di
tangan kami dari pada melihat paduka berkeliaran sebagai seorang pengkhianat," kata Yap Lok
sambil mencabut pedangnya.
Perbuatannya ini diikuti empatbelas orang pengikutnya dan nampaklah senjata berkilauan di
tangan mereka dan otomatis merekapun membuat gerakan mengepung pangeran itu. Lima
belas orang itu adalah bekas para perwira kerajaan, masing-masing memiliki Ilmu silat yang
tangguh dan merupakan Jagoan-Jagoan Istana Kerajaan Liu-sung yang sudah jatuh.
Biarpun dia masih berdiri dengan kepala menunduk, namun bekas pangeran yang buta
matanya itu dapat mengikuti gerak-gerik lima belas orang itu dengan pendengarannya yang
amat peka dan tajam. Dia tahu bahwa limabelas orang itu telah mengepungnya dengan senjata
tajam di tangan, siap membunuh atau menawannya. Dia tersenyum getir. Tak di sangkanya
bahwa setelah menyembunyikan diri dan hidup tenteram di tempat-tempat sunyi, hari ini dia
terpaksa turun gunung dan begitu turun, dia sudah bertemu dengan belasan orang yang
hendak menawan atau membunuhnya! Seolah g. makin terasa olehnya betapa dunia ini
menjadi panas dan kotor oleh nafsu yang lelah menguasai diri manusia. Di mana terdapat
manusianya, di mana terdapat kekerasan, nafsu bergelora dan manusia menjadi hamba setan
dunia-kangouw.blogspot.com
yang merajalela dalam hati dan akal pikiran. Nafsu iblis mengendalikan manusia. menyeret
manusia dalam segala macam perbuatan yang keras, kejam, kotor dan menyimpang dari sifat
manusia pada saat dia dilahirkan. Panas bumi semakin panas, dunia semakin kacau. Di
tempat-tempat yang tidak ada manusianya, segala sesuatu nampak penuh damai dan
tenteram, margasatwa, bahkan pohon-pohon, hidup bebas dan begitu wajar. Namun, begitu dia
tiba di tempat di mana ada manusianya, kebebasan sirna, persaingan, perebutan kekuasaan,
pengejaran kesenangan, pemaksaan kehendak terhadap orang lain, penindasan, permusuhan,
tiada hentinya menjadi permainan manusia.
"Kalian mau apa? Sadarlah, Yap Lok, engkau dan kawan-kawanmu telah menyimpang dari
kebenaran. Jangan biarkan nafsu setan menyeret kalian ke jalan sesat!” Bekas pangeran itu
masih mencoba untuk menyadarkan mereka.
"Engkau yang menyimpang dari kebenaran, engkau yang tersesat, Tiauw Sun Ong!” bentak
Yap Lok. "Menyerahlah atau terpaksa kami akan membunuhmu!"
"Hemm, seekor semutpun akan menggigit kalau diinjak. Aku manusia. tentu akan membela diri
kalau hendak dibunuh!” kata pangeran itu dengan sikap tenang.
Yap Lok memberi Isarat dengan pandang matanya dan seorang di antara pengikutnya, yang
berdiri di belakang pangeran itu, mengeluarkan bentakan nyaring dan menusukkan pedangnya
ke arah punggung Tiauw Sun Ong.
"Haiiiilitttt ...!"
Pedang meluncur bagaikan kilat menyambar dan agaknya tidak mungkin bekas pangeran itu
akan mampu menyelamatkan diri dari serangan tiba-tiba yang dilakukan dari belakangnya dan
amat cepat dan kuat itu. Namun, baru saja orang itu bergerak, Tiauw Sun Ong sudah dapat
mengetahui dan menangkap gerakannya dengan pendengaran. Dia hanya menggerakkan
tubuhnya sedikit saja, memutar tubuh atas ke belakang didahului sinar hitam menyambar dan
tahu-tahu tongkat bututnya yang hitam sudah bergerak ke belakang dan memakai pergelangan
tangan yang menusukkan pedang. Gerakan memutar tubuh itu membuat pedang yang
menusuk lewat di samping tubuhnya dan pukulan tongkatnya dengan tepat mengenai
pergelangan tangan lawan yang memegang pedang.
"Dukkk! Aughhh ...!” Orang itu melepaskan pedangnya dan meloncat ke belakang sambil
menggosok pergelangan tangan kanan yang menjadi matang biru dan terasa nyeri bukan main.
Masih untung bahwa Tiauw Sun Ong tidak menggunakan seluruh tenaganya. Kalau demikian
halnya, tentu tulang lengan itu telah menjadi patah!”
Melihat ini, empat belas orang yang lain dipimpin Yap Lok segera menggerakkan senjata
menyerang. Hujan senjata menyambar dari segala jurusan ke arah tubuh Tiauw Sun Ong.
Bekas pangeran ini dengan amat lincahnya berloncatan ke sana-sini. didahului gulungan sinar
hitam tongkatnya dan diapun tenggelam dalam pengeroyokan yang amat ketat. Biarpun lima
belas orang itu merupakan bekas jagoan-jagoan Istana, namun kalau dibandingkan, tak
seorangpun di antara mereka yang mampu menandingi tingkat kepandaian Tiauw Sun Ong.
Akan tetapi karena mereka berjumlah banyak, rata-rata lihai dan memiliki pengalaman
bertempur, di lain pihak Tiauw Sun Ong tidak tega untuk membunuh atau melukai berat, hanya
membela diri, maka sebentar saja bekas pangeran itu terdesak hebat! Tiauw Sun Ong
menganggap mereka itu tidak jahat, walaupun dia tahu benar akan watak manusia yang selalu
berbuat dengan bimbingan nafsu.
Mereka ini banya akan memperalat dia, karena kalau dia mau memimpin "perjuangan" mereka
itu, karena dia seorang bekas pangeran, tentu banyak bekas pasukan Liu-sung yang suka
bergabung. Di balik semua ini, tentu mereka ini mempunyai suatu cita-cita yang pada
hakekatnya mementingkan diri sendiri. Disebut dengan kata yang muluk bagaimanapun juga,
pada dasarnya, mereka itu nekat karena mengejar sesuatu hasil yang mereka bayangkan akan
dapat membuat mereka hidup mulia dan senang.
Dan dia tahu bahwa ini memang kelemahan manusia. Nafsu yang menguasai diri membuat
manusia selalu mengejar sesuatu yang dianggap akan menyenangkan dirinya, dan dalam
pengejaran ini, manusia lupa diri, lupa akan kebenaran. Cara apapun yang dipergunakan,
dianggap benar demi mencapai cita-cita yang dikejarnya. Tujuan menghalalkan segala cara
dunia-kangouw.blogspot.com
selalu akan terjadi, lambat maupun cepat, disadari maupun tidak. Tiauw Sun Ong tidak
menyalahkan mereka. Mereka ini hanya manusia-manusia lemah, seperti yang lain. Karena itu,
dia tidak tega untuk membunuh atau melukai mereka, dan hal ini membuat dia sendiri menjadi
repot dan terdesak hebat, bahkan terancam bahaya maut!
Pada saat itu, tiba-tiba bagaikan ada badai mengamuk, sesosok bayangan tubuh orang terjun
ke dalam pertempuran. Dia menggerakkan kedua tangannya dan hanya dengan mendorong
saja, para pengeroyok itu terpelanting, terjengkang dan terlempar bagaikan sekumpulan daun
kering tertiup angin.
"Suhu ... !” Bayangan itu berteriak girang.
"Ehh ... ? Kaukah itu, Bun Houw?”
"Suhu, biar tcecu (murid) yang mengusir anjing-anjing serigala yang jahat ini!" teriak pula Kwa
Bun Houw yang baru datang.
"Jangan lukai mereka, jangan bunuh. Mereka bukan perampok, bukan penjahat. Mereka bekas
para perwira Liu-sung." kata Tiauw Sun Ong.
Bun Houw terkejut dan juga merasa heran. Gurunya bekas pangeran kerajaan Liu-sung, berarti
para perwira Liu-sung adalah bawahannya. Kenapa menyerang bekas pangeran atasan
mereka sendiri? Dan melihat gerakan mereka, penyerangan itu bukan main-main, melainkan
dimaksudkan untuk membunuh. Lebih aneh lagi gurunya melarang dia untuk melukai mereka,
apalagi membunuh. Akan tetapi, Bun Houw amat menghormati dan mentaati gurunya, maka
diapun berseru, "Baik, suhu. Harap suhu mundur dan biar teecu sendiri menghadapi mereka."
Bun Houw mengamuk. Ketika bekas panglima Yap lok mendengar percakapan itu, dia tahu
bahwa pemuda itu adalah murid bekas pangeran itu. Dan memang pernah mendengar bahwa
pangeran yang menjadi buta dan meninggalkan istana sebelum kerajaan Liu-sung jatuh itu
kabarnya telah menjadi seorang yang lihai.
Tadinya dia dan kawan-kawannya memandang rendah karena betapapun lihainya, bekas
pangeran itu telah menjadi seorang buta. Siapa kira, pangeran itu benar-benar lihai, buktinya
tadi pengeroyokan mereka tidak mampu merobohkan sang pangeran. Kini muncul muridnya,
tentu tidak selihai gurunya. Maka dengan marah karena putus harapan ditolak permintaannya
oleh bekas pangeran itu, Yap Lok berseru menyuruh anak buahnya untuk menyerang dan
diapun memelopori mereka dengan menusukkan pedangnya. diikuti oleh empat belas orang
anak buahnya.
Akan tetapi Bun Houw menghadapi mereka dengan amat mudahnya. Pemuda ini hanya berdiri
tegak dan nampak dia menggerak-gerakkan kedua lengannya seperti orang menangkis dan
mendorong. Akan tetapi akibatnya sungguh luar biasa. Lima belas orang itu tidak mampu
mendekat dan mereka terpental atau terpelanting seperti dilanda badai yang dahsyat dan setiap
kali mereka menyerang, dalam jarak dua meter mereka seperti bertemu dengan dinding yang
tidak nampak, yang membuat mereka terpental kembali.
Akhirnya, setelah jatuh bangun tanpa tersentuh langsung oleh kedua tangan Bun Houw. Yap
Lok maklum bahwa kepandaian pemuda ini bahkan jauh lebih dahsyat dan mengerikan
dibandingkan ilmu Pangeran Tiauw Sun Ong! Maka, diapun memberi isyarat kepada anak
buahnya dan mereka melarikan diri dari tempat itu.
Bun Houw membalik, menghadapi gurunya dan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki
gurunya. "Suhu, apakah selama ini suhu baik-baik saja?”
Akan tetapi kakek buta itu berdiri tegak, alisnya berkerut dan dia tidak segera menjawab,
mukanya terangkat ke atas seperti tidak perduli kepada pemuda yang berlutut di depan
kakinya.
"Suhu ... “ Bun Houw merasa akan sikap yang dingin itu.
"Bun Houw, katakan, ilmu iblis apa yang kau pergunakan tadi?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini mengertilah Bun Houw. Gurunya yang buta ini lebih waspada dibandingkan orang yang
melek. Sehingga gurunya tadi dapat mengikuti semua gerakannya ketika dia melawan empat
belas orang itu.
"Suhu, tcecu mentaati perintah Suhu, tidak melukai mereka, bahkan tidak menyentuh mereka,
hanya mendorong dari jauh saja.”
"Itulah yang kumaksudkan. Tenaga doronganmu itu. Ilmu apa yang kaupergunakan dan dari
mana engkau mempelajari ilmu itu? Hayo katakan! Apakah selama ini engkau berguru kepada
orang lain tanpa minta ijin dariku?"
"Suhu, bagaimana teecu berani berguru kepada orang lain? Pula, di dunia ini mana ada guru
lain yang lebih baik dari pada suhu suhu? Tidak, teecu tidak berguru kepada orang, akan tetapi
teecu telah mengalami banyak hal yang aneh yang suhu tidak akan pernah mimpikan. Di
antaranya, teecu telah menelan habis mustika Akar Bunga Gurun Pasir."
Kini sepasang mata yang buta itu terbelalak. kedua tangan itu kini meraba-raba kepala pemuda
yang berlutut di depannya. "Apa ...? Kau ... kau makan seluruh Akar Bunga Gurun Pasir dan
kau masih hidup ...? Muridku, apa yang telah terjadi? Ceritakan semua kepadaku!”
Gembira sekali rasa hati Bun Houw melihat sikap gurunya yang sudah berubah ramah itu. Dia
memegang tangan gurunya, bangkit dan menuntun gurunya untuk dnduk di atas batu besar di
bawah pohon yang teduh. Setelah keduanya duduk, Bun Houw berkata, "Panjang sekali
ceritanya, suhu. Selama ini teecu telah mengalami banyak hal yang hebat dan aneh.” Pemuda
itu lalu menceritakan semua pengalamannya, betapa dia menerima pukulan yang dahsyat dari
Bu-eng-kiam Ouwyang Sek yang bahkan telah merampas pedangnya, Lui-kong-kiam dan
membiarkan dia pergi dengan menderita luka parah. Betapa kemudian dia bertemu dengan Kuisiauw
Giam-ong Suma Koan dan karena tidak tahu di mana adanya Akar Bunga Gurun Pasir,
datuk majikan Bukit Kui-eng-san itu memukul punggungnya, membuat dia semakin payah
karena menerima dua kali pukulan beracun dari dua orang datuk sakti.
"Dalam keadaan hampir mati, teecu yang hampir telanjang karena semua pakaian dan bekal
emas pemberian suhu dirampas Suma Koan, teecu menerima pertolongan suami isteri
pemburu ketika teecu jatuh pingsan di depan pondok mereka. Dan entah bagaimana teecu
sendiri tidak tahu, isteri pemburu itu di luar pengetahuannya, telah memberi teecu obat minum.
Teecu sendiri tadinya tidak tahu obat apa yang diminumkan kepada teecu itu. Teecu merasa
seperti terbakar dari dalam, akan tetapi selanjutnya ternyata teecu telah mendapatkan tenaga
sinkang yang dahsyat luar biasa. Dan tanpa disengaja, tanpa diketahui pula oleh suami isteri
itu, teecu telah menelan habis seluruh Akar Bunga Gurun Pasir!'
"Hemm, menarik sekali! Bagaimana pemburu itu dapat menemukan Akar Bunga Gurun Pasir?”
"Teecu tidak tahu bagaimana mustika yang dibuat perebutan oleh semua orang sakti di dunia
itu terjatuh ke tangan seorang pemburu yang lemah saja. Dan tanpa disengaja, mustika itu
telah memasuki perut teecu!"
"Teruskan ceritamu yang amat menarik itu, Bun Houw."
"Setelah teecu minum mustika aneh itu, terjadi keanehan dalam tubuh teecu. Agaknya hawa
beracun dari kedua orang datuk itu bercampur dengan mustika Akar Bunga Gurun Pasir,
mendatangkan semacam hawa yang dahsyat dan sukar dikendalikan." Bun Houw lalu
menceritakan tentang pertemuannya dengan perampok-perampok yang kemudian memberi
tahu kepadanya tentang adanya guha siluman yang telah menjatuhkan banyak korban.
"Banyak terdapat kerangka manusia dan senjata-senjata di depan guha itu, dan pada saat
teecu datang ke sana, teecu sempat melihat seorang korban terakhir. Dia seperti orang gila,
menyerang teecu ketika teecu melihat dia bersilat aneh dan terhuyung. Teecu menangkis dan
diapun roboh tewas. Kemudian teecu mendengar suara orang-orang di luar guha ketika teecu
sudah berada di dalam bahwa yang batu saja tewas itu adalah Toat-beng Kiam-ong."
"Hemm, Toat-beng Kiam-ong? Dia seorang tokoh sesat yang memiliki tingkat kepandaian
cukup tinggi. Kalau dia sampai tewas, tentu ada yang amat hebat di dalam guha itu dan engkau
memasukinya, Bun Houw? Manusia macam apakah yang berada di dalam guha dan telah
membunuh banyak tokoh persilatan tu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tidak ada seorangpun manusia di sana, suhu. Yang ada hanyalah pelajaran Ilmu silat dan ilmu
itulah yang telah membunuh banyak orang itu!”
"Ehh? Apa maksudmu? Ceritakan yang jelas!” Kakek buta itu semakin tertarik mendengar cerita
muridnya.
Bun Houw lain menceritakan dengan jelas tentang isi guha, tentang pelajaran ilmu Im-yang Butek
Cin-keng dan tentang peringatan akan bahayanya mempelajari ilmu yang mujijat itu.
Kemudian Bun Houw menceritakan bahwa karena tertarik, dan karena ingin menguasai
kekuatan dahsyat yang menggelora dan meliar di dalam tubuhnya, dia lalu mempelajari Imyang
Bu-tek Cin-keng sampai berhasil baik dan dia mampu menguasai dan mengendalikan
hawa sakti yang meliar di dalam tubuhnya.
"Ahh, kiranya begitu? Engkau telah mewarisi Im-yang Bu-tek Cin-keng? Akan tetapi, aku sendiri
hanya pernah mendengar Ilmu itu yang dikabarkan telah musnah dari dunia ini. siapa tahu
engkau malah yang telah mewarisi, Bun Houw. Pantas saja engkau tadi menggunakan tenaga
yang demikian dahsyat, kiranya engkau telah menguasai Im-yang Bu-tek Cin-keng yang tadinya
kukira hanya dongeng belaka. Muridku yang baik. bersiaplah engkau!”
“Tapi, tuhu ... " Akan tetapi pada saat itu, Pangeran Tiauw Sun Ong telah menyerangnya
dengan ganas sekali, menggunakan tongkatnya dengan jurus maut dan bahkan menggunakan
seluruh tenaganya sehingga nampak kilat berkelebat dan bunyi berciutan ketika tongkat itu
sudah melakukan totokan yang bertubi-tubi terhadap jalan darah di bagian depan tubuh Bun
Houw.
Bun Houw maklum bahwa gurunya tidak main-main dan ingin mengujinya, maka dia pun tahu
bahwa kalau dia mempergunakan Ilmu yang dia dapat dari gurunya, dia tidak akan mampu
bertahan. Gurunya menyerang dengan sepenuh tenaga dan kecepatan. Juga menggunakan
jurus-jurus yang paling lihai. Maka, diapun tidak ragu lagi, segera mengerahkan tenaga sakti
dan bergerak menurut ilmu barunya, yaitu Im-yang Bu-tek Cin-keng. Bagaikan air samudera
digerakkan badai, datanglah tenaga yang bergelombang dahsyat menyambut serangan Tiauw
Sun Ong.
Terjadi benturan-benturan tanaga jarak jauh yang membuat semua serangan kakek buta itu
membalik. Tiauw Sun Ong terkejut akan tetapi juga girang sekali. Kini dia membuktikan sendiri
bahwa Im-yang Bu-tek Cin-keng adalah ilmu yang amat hebat dan yang membuat dia girang
dan bangga adalah bahwa muridnya yang menjadi pewaris Ilmu itu! Dia menyerang lagi
semakin hebat. Akan tetapi, makin keras dia menyerang, semakin keras pula dia terpental dan
akhirnya. ketika sarangan terakhir yang amat dahsyatnya dia lakukan, ditangkis oleh Bun Houw.
tubuh kakek itu terlempar dan terbanting keras.
"Suhu ... !” Bun Houw berteriak dan sekali meloncat dia sudah berada di dekat suhunya dan
membantu kakek itu bangkit berdiri.
"Suhu. maafkan teecu ... "
Tiauw Sun Ong tertawa girang dan menyusut keringat dari dahi dan lehernya. "Ha-ha-ha, bukan
main! Sungguh aku merasa girang dan bangga sekali, Bun Hoaw. Engkau kini lebih hebat
dariku, jauh lebih kuat dan aku bukanlah tandinganmu lagi! Ha-ha-ha!"
Wajah pemuda itu berubah kemerahan. "Aih, suhu! Tadi suhu hanya menguji tenaga teecu saja
dan mungkin karena teecu telah menelan Akar Bunga Gurun Pasir, dan karena suhu sudah tua,
maka teecu unggul dalam hal tenaga. Kalau suhu menggunakan tongkat pedang dan
menyerang teecu tanpa mengandalkan tenaga, mungkin teecu tidak akan mampu melawan."
"Hemm, memang baik sekali sikapmu merendahkan diri itu, tanda bahwa biar engkau telah
mewarisi ilmu yang dahsyat, engkau tidak menjadi sombong. Akan tetapi, sesungguhnya, Bun
Houw. Ilmu pedang kilat kita tidak akan mampu menandingi Im-yang Bu-tek Cin-keng. Apalagi
kalau engkau sudah melatihnya sampai matang. Aku yakin semua datuk di empat penjuru tidak
akan mudah mengalahkanmu kalau engkan menggunakan ilmu itu dan mengerahkan
tenagamu yang timbul dari Akar Bunga Gurun Pasir. Hemm, bagaimanapun juga, engkau harus
berterima kasih kepada dua datuk itu, Ouwyang Sek dan Suma Koan."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Suhu, mereka berdua sudah memukul dan menyiksa teecu dengan pukulan beracun yang
tentu akan mematikan teecu kalau saja tidak secara kebetulan teecu diberi minum Akar Bunga
Gurun Pasir!” Bun Houw merasa penasaran.
"Justeru pukulan itulah yang membantu mustika itu bekerja dalam tubuhmu. Kalau hanya
meminum air masakan mustika itu saja, kuyakin tidak akan sehebat itu khasiatnya. Ingat,
mustika itu adalah milik Ouwyang Sek. Kalan mustika itu mendatangkan kekuatan sehebat itu.
tentu sudah sejak dahulu dia minum sendiri! Mustika itu tadinya hanya dikenal sebagai obat
penyembuh saja. Baru setelah bertemu dengan dua macam hawa beracun dalam tubuhmu,
terjadi akibat yang luar biasa, yaitu menimbulkan tenaga mujijat yang kini menjadi milikmu. Nah,
bukankah mereka telah berjasa besar, walaupun mereka melakukan tanpa sengaja, bahkan
beriktikad buruk, yaitu untuk membunuhmu secara perlahan-lahan?”
Bun Houw mengangguk-angguk. "Sekarang barulah teecu mengerti akan kata-kata dan
nasehat suhu dahulu bahwa cara yang dipergunakan Tuhan untuk memberkahi manusia
kadang berselubung rahasia besar. Kini teecu mengerti apa artinya berkah terselubung. Dalam
suatu peristiwa yang nampaknya buruk merugikan, mungkin tersembunyi berkah yang amat
besar seperti yang teecu alami sendiri.”
Kakek buta itu mengangguk sagguk. "Benar sekali, muridku. Aku sendiri, kalau tidak terjadi
peristiwa dengan selir kaisar sehingga akan membutakan mataku, yang membuat aku hampir
tewas, tentu tidak akau dapat menguasai ilmu seperti sekarang ini dan tidak akan berjumpa
denganmu. Oleh karena itu, seorang bijaksana pantang mengeluh apabila mengalami hal-hal
yang tampaknya merugikan dan mengecewakan, karena dalam setiap peristiwa itu selalu
terdapat hikmatnya yang terselubung,"
"Suhu benar, akan tetapi teecu hanya seorang manusia biasa, bagaimana mungkin teecu.
dapat terbebas dari permainan rasa puas kecewa dan suka duka? Seperti kehilangan Lui-kongkiam,
hal itu tetap saja membuat teecu merasa kecewa dan menyesal sekali. Sekarang teecu
harus mengunjungi Bu-eng-kiam Ouwyang Sek. untuk minta kembali pedang itu."
"Bun Houw, engkau tadi belum bercerita jelas tentang terampasnya Lui-kong-kiam dari
tanganmu oleh Ouwyang Sek. Nah, sekarang aku ingin mendengar ceritamu yang sejelasnya
tentang itu."
Bun Houw mengulang ceritanya tentang pertemuannya dengan Ouwyang Hui Hong, kemudian
pertemuannya dengan Ouwyang Sek dan betapa nyaris dia dibunuh Ouwyang Sek kalau tidak
ada Hui Hong yang menyelamatkannya dan mencegah ayahnya dengan mempertaruhkan
nyawanya sendiri!
Kakek buta itu mendengarkan dengan asyik dan wajahnya berubah-ubah, sebentar pucat
sebentar merah sehingga Bun Houw khawatir kalau-kalau suhunya terluka ketika bertanding
dengan dia tadi.
"Kau kenapakah, suhu? Apakah suhu sakit?" tanyanya, menghentikan ceritanya yang sudah
berakhir.
"Tidak, tidak, aku tidak apa-apa. Bun Houw, ceritakan kepadaku, bagaimana keadaan gadis
bernama Ouwyang Hui Hong itu? Bagaimana bentuk wajahnya, bentuk tubuhnya dan terutama
bagaimana watak dan perangainya ketika engkau bersamanya?"
Tentu saja Bun Hoiw merasa heran sekali kenapa gurunya bertanya tentang gadis yang tidak
dikenalnya itu. "Ia ... ia seorang gadis yang gagah perkasa, suhu, dan menurut pendapat teecu,
wataknya baik sekali, berbudi dan sederhana walaupun ia dapat bersikap keras dan galak."
"Wajahnya ... wajahnya bagaimana?"
Bun Houw menahan keheranannya, "Wajahnya! Ia cantik dan agung, suhu, dan bentuk
tubuhnya, ramping indah ... " Bun Houw teringat ketika sekilas dia melihat tubuh Hui Hong yang
telanjang di dalam guha.
"Usianya berapa?"
"Sekitar dua puluh satu tahun ... "
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ceritakan bagaimana bentuk matanya, hidungnya, mulutnya dan bentuk wajahnya, satu demi
satu, yang jelas. ... " Kakek itu nampak tegang dan bergairah sekali sehingga Bun Houw
merasa semakin heran. Akan tetapi, merasa kasihan karena teringat bahwa gurunya tidak
mampu melihat, dia lalu menggambarkan keadaan Hui Hong sejelasnya dan dia semakin
bingung mendengar mulut gurunya berbisik-biiik.
"Mirip ia ... ah, mirip ia ... "
Kamudian tiba-tiba Tiauw Sun Ong menangkap kedua tangan muridnya dan kedua mata yang
hanya putih itu seperti hendak menatap wajah Bun Houw ketika mulutnya bertanya dengan
suara gemetar, "Bun Houw, bilang terus terang kepadaku. Apakah engkau mencinta Hui
Hong?"
Bun Houw terkejut mendengar pertanyaan ini. Akan tetapi, dia amat sayang dan taat kepada
gurunya, dan tidak pernah berkata yang tidak benar. Dia menganggap gurunya sebagai
pengganti orang tuanya, maka mendengar pertanyaan itu, dia menjenguk isi hatinya sendiri.
Dia memang tak pernah dapat melupakan Hui Hong, hanya dia sendiri tidak yakin apakah dia
mencinta Hui Hong, Dia pernah mencinta seorang wanita, yaitu Ling Ay. mungkin cintanya
terhadap Ling Ay hanyalah cinta remaja, hanya karena ada ikatan perjodohan di antara mereka.
Setelah perjodohan itu putus, dia tidak lagi memikirkan Ling Ay, Ketika dia bertemu lagi dengan
Ling Ay yang telah menjadi isteri Cun Hok Seng dan melihat penderitaan wanita itu, yang ada
dalam hatinya hanyalah iba. Dan sekarang, perasaannya terhadap Hui Hong membuat dia
bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan suhunya.
"Bagaimana, Bun Houw? Katakan terus terang, apakah eugkau mencinta Hui Hong?”"
"Suhu, Justeru teecu masih bingung untuk menjawab yang sebenarnya kepada suhu. Teecu
juga bingung mengapa suhu menanyakan hal itu. Akan tetapi, suhu, terus terang saja, teecu
merasa kagum, suka dan iba kepadanya. Ia telah mempertaruhkan nyawanya demi
keselamatan teecu. Bagaimana mungkin teecu dapat melupakannya? Akan tetapi, teecu tidak
berani memastikan bahwa teecu mencintanya karena terus terang saja, teecu sendiri tidak
mengerti, bagaimana dan apa cinta itu?"
Kakek itu tertawa. "Ha-ha-ha, cinta antar pria dan wanita penuh pengaruh nafsu berahi, cinta
seperti itu mementingkan kesenangan hati sendiri, karenanya hanya mendatangkan lebih
banyak tangis dari pada tawanya. Akan tetapi, cinta seperti itu mungkin diperlukan oleh
manusia. Begini saja, apakah engkau ingin selain berdekatan dengan Hui Hong, ingin melihat ia
berada di sampingmu selalu ingin hidup bersamanya, membagi susah dan senang berdua?
Nah, jawablah sejujurnya."
Wajah Bun Houw berubah kemerahan. "Aih, suhu, siapa yang tidak mau? Ia pandai dan cantik
jelita, berbudi dan ... ah, apa gunanya semua itu? Seorang gadis seperti Hu Hong, mana
mungkin mau menjadi ... eh, maksud teecu, mana mungkin mau dekat dengan orang seperti
teecu? Dari pada mengharapkan lamunan kosong, lebih baik teecu melihat kenyataan.
Ayahnya dan kakaknya amat membenci teecu, bahkan menganggap teecu sebagai musuh,"
Akan tetapi, Tiauw Sun Ong tertawa, "Ha-ha-ha, Bun Houw, engkau seorang laki-laki yang
bodoh. Kautahu, Hui Hong itu amat mencintamu!”
"Eh-eh? Bagaimana mungkin suhu dapat mengetahuinya? Bakankah suhu belum pernah jumpa
dengannya? Bagaimana suhu dapat mengatakan demikian?"
"Bodoh! Seorang gadis yang sudah membela seorang laki-laki dengan taruhan nyawa, itu
berarti bahwa ia mencintamu. Bun Houw, mencintamu dengan tulus, bahkan lebih dari pada
nyawanya sendiri."
"Akan tetapi, hal itu ia lakukau hanya untuk membatas budi, suhu. Teecu pernah
menghindarkan ia dari pada malapetaka diperkosa oleh Suma Hok!”
"Tidak ada bilas budi dengan mengorbankan nyawa sendiri. Aku yakin. Bun Houw, gadis itu
mencintamu. Dan akupun yakin bahwa engkau juga mencintanya! Tidak perlu kau membantah
lagi, aku dapat menjenguk isi hatimu dari suara dan kata-katamu. Nah, sekarang, bagaimana
kalau kita pergi menemui keluarga Ouwyang dan aku melamarkan Hui Hong untuk menjadi
jodohmu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Berbagai macam perasaan mencengkeram hati Bun Houw. Dia merasa girang, akan tetapi juga
terharu dan diapun menjatuhan diri di depan kaki gurunya, "Suhu ... "
Tiauw Sun Ong meraba kepala muridnya. "Eh! Kau kenapa? Tidak girangkah hatimu kalau
kulamarkan Hui Hong untuk menjadi Jodohmu!”
"Suhu. tentu saja teecu gembira sekali dan terima kasih atas budi kecintaan suhu terhadap
teecu. Akan tetapi, suhu. keluarga Ouwyang amat membenci teecu, Teecu khawatir kalau
lamaran suhu hanya akan mendatangkan kemarahan kepada mereka dan akan menyusahkan
suhu saja. Mengingat akan sikap Bu-eng-kiam Ouwyang Sek kepada teecu, teecu hampir yakin
bahwa dia tentu akan menolak lamaran itu."
Bun Houw merasa betapa jari-jari tangan gurunya yang kini berada di pundaknya itu mengeras
dan menegang. "Dia berani menolaknya, akan kubunuh dia! Perhitungan antara aku dan dia
masih belum lunas dan dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya!”
"Suhu, kenapa subu marah kepadanya? Apakah karena dia telah menganiaya teecu dan
merampas Lui-kong-kiam! Harap subu jangan membunuhnya, teecu kasihan kepada Hui Hong
dan ... “
“Justeru karena Hui Hong aku hendak membunuhnya! Karena Hui Hong dan Ibunya!"
"Suhu ...!”
"Bun Houw, dengar baik-baik. Kalau engkau mencinta Hui Hong, dan Hui Hong mencintamu,
tidak ada seorang manusia atau iblis pun di dunia ini yang akan menghalangi kalian berjodoh.
Cintamu terhadap Hui Hong kuterima dan engkau kutarima menjadi calon suami Hui Hong.
Ingin aku melihat siapa yang akan berani mencampuri!”
"Akan tetapi, yang berhak menentukan tentu saja ayahnya, suhu."
"Tepat sekali! Ayahnya yang harus menentukan tentang pernikahan anaknya, dan ayah Hui
Hong adalah aku!”
Bun Houw hampir terjengkang saking kagetnya. Dia memandang kepada gurunya dengan mata
terbelalak dan bingung, khawatir lagi kalau-kalau suhunya terluka oleh pertandingan tadi dan
mengalami gangguan pada pikirannya karena terguncang hebat.
"Sudahlah, suhu, harap jangan pikirkan lagi urusan itu. Mari, suhu, silakan suhu beristirahat.
Sebetulnya, kenapa suhu meninggalkan pondok dan mengapa suhu berada di sini? Suhu
hendak pergi ke manakah?"
Tiauw Sun Ong tertawa, maklum apa yang dikhawatirkan muridnya. "Ha-ha-ha, engkau mengira
aku gila? Bun Houw, justeru aku pergi nutuk mengunjungi Ouwyang Sek, dan kebetulan
bertemu denganmu di sini. Tidak ada berita yang lebih menggembirakan dari pada kenyataan
bahwa engkau saling mencinta dengan Hui Hong, saling mencinta dengan anakku.”
“Anak suhu? Siapakah anak suhu ...?”
“Hui Hong itu adalah puterikn, Bun Houw.”
“Akan tetapi bagaimana mungkin ...?"
"Bun Houw, ingatkah engkau akan ceritaku dahulu tentang sebab butanya kedua mataku?"
Bun Houw mengangguk, lupa bahwa gurunya tidak dapat melihatnya. Ketika ingat akan hal itu,
dia cepat berkata, "Teecu ingat, suhu. Bukankah karena suhu membutakan diri sendiri karena
urusan ... eh, selir kaisar itu?"
"Benar. Nah, selir itu bernama Pouw Co Lan dan setelah aku pergi meninggalkan Istana,
kemudian aku mendengar bahwa selir itu dihukum buang oleh kaisar, akan tetapi di dalam
perjalanan ia dibebaskan oleh seorang tokoh kang-ouw yang kemudian terkenal dengan
julukannya Bu-eng-kiam ... "
"Ouwyang Sek ... ?”
dunia-kangouw.blogspot.com
"Benar. Pouw Cu Lan dibebaskan Ouwyang Sek dari tangan para perajurit pengawal, dan dia
membunuh semua perajurit dan membawa pergi wanita itu yang kemudian dia jadikan
isterinya."
"Ibunya Hui Hong ...?" Bun Houw bertanya terkejut dan heran.
"Benar lekali. Pouw Cu Lan menjadi isteri Ouwyang Sek dan kemudian ia melahirkan Hui Hong,
anakku!”
"Bagaimana ini, suhu? ia menjadi isteri Bu-eng-kiam Ouwyang Sek lalu melahirkan seorang
anak, akan tetapi suhu mengatakan bahwa anak itu, Ouwyang Hui Hong, adalah puteri suhu?"
"Karena kemudian kuketahui bahwa setelah enam bulan menikah dengan Ouwyang Sek, Pouw
Cu Lan melahirkan seorang anak perempuan. Hal ini berarti bahwa ketika menjadi Isteri datuk
itu, ia telah mengandung kurang lebih tiga bulan. Jelas bahwa Hui Hong adalah keturunanku,
anakku, bukan keturunan Ouwyang Sek. Maka, akulah yang berhak menentukan jodohnya,
jodoh anakku. Nah, mari kita berkunjung ke Lembah Bukit Siluman!”
Bun Houw masih bingung. Kiranya Hui Hong adalah puteri gurunya, walaupun sejak anak itu
berada dalam perut ibunya, sudah ditinggalkan ayah kandung. Bagaimana mungkin Hui Hong
akan dapat mengakui Tiauw Sun ong sebagai ayahnya kalan sejak lahir ia berada di rumah
Ouwyang Sek yang tentu dianggap ayahnya sendiri? Akan tetapi, kini dia berbesar hati. Kiranya
gadis yang dikasihinya itu malah puteri gurunya sendiri! Kalau begitu, bukan hal penting
mengenai pendapat Ouwyang Sek tentang hubungan batin antara dia dan gadis itu. Dengan
hati dan langkah ringan, Bun Houw lalu berangkat bersama gurunya, menuju ke Lembah Bukit
Siluman, tempat tinggal datuk yang ditakuti orang itu.
***
Dengan sikap jengkel Ouwyang Sek melangkah ke arah kamar puterinya dan sekali ini dia
bertekad untuk memaksa Hui Hong keluar menemui kedua orang tamunya. Kui-siauw Giamong
Suma Koan dan puteranya, Tok-siauw-kui suma Hok yang hendak pamit. Akan tetapi ketika
dengan kasar dia mendorong daun pintu kamar itu terbuka, dia hanya mendapatkan isterinya
yang sedang menangis di atas pembaringan Hui Hong.
"Hem, kenapa engkau menangis di sini dan di mana Hui Hong?" tanya datuk itu dengan suara
yang ketus karena dia masih marah kepada isterinya yang membuka rahasia tentang ayah
kandung Hui Hong. Dia telah banyak mengalah terhadap wanita ini, yang memang amat
dicintanya. Dia memenuhi permintaan Pouw Cu Lan dan tidak mengganggunya sama tekali
sebelum Hui Hong terlahir, kemudian, dia menyayang Hui Hong seperti anak kandungnya
sendiri walaupun dia tahu bahwa anak itu bukan keturunannya. Dan kini tahu-tahu wanita itu
sendiri yang membuka rahasia berkata di depan Hui Hong bahwa gadis itu bukan anaknya!
Mendengar suara suaminya, Pouw Cu Lan bangkit duduk dan menghadapi suaminya. Kedua
matanya merah membengkak karena tangis. Kedua pipinya yang menjadi pucat basah air mata
dan kedua mata itu mengeluarkan sinar marah. Melihat pria tinggi besar bermuka hitam itu
berdiri di situ dan teringat akan kepergian Hui Hong, timbul sakit hati dan kemarahan yang
hebat di dalam hati wanita itu. Teringat ia betapa selama bertahun-tahun, demi keselamatan
Hui Hong, ia rela dijadikan benda permainan oleh pria yang sebetulnya amat dibencinya ini. Kini
baru ia menyadari sepenuhnya betapa ia amat muak dan benci kepada wajah yang kasar hitam
dan bengis itu. Maka, Pouw Cu Lan lalu bangkit berdiri dan dengan tangan gametar ia
menudingkan telunjuknya ke arah muka itu dan suaranya terdengar lantang, "Ouwyang Sek,
engkan manusia jahat! Engkaulah yang membuat anakku pergi, tak dapat kucegah lagi! Engkau
hendak memaksanya menikah dengan seorang pemuda yang tidak disukainya!”
Ouwyang Sek mengerutkan alisnya yang tebal. "Apa Hui Hong pergi? ia berani minggat? Anak
bedebah itu!”
"Engkau yang bedebah! Engkau tidak berhak menentukan jodohnya akan tetapi engkau
memaksanya menjadi calon Isteri orang yang tidak disukainya!”
"Cu Lan, engkau tidak tahu diri! Bulankah selama ini aku selalu baik dan mencintamu?
Bukankah selama ini aku amat menyayang Hui Hong seperti anakku sendiri? Akan tetapi
engkau malah yang membuka rahasia itu, tentu membuat Hui Hong menjadi bingung. Dan aku
dunia-kangouw.blogspot.com
memilihkan jodoh yang amat baik, kenapa kau ribut-ribut? Suma Hok adalah seorang pemuda
yang tampan, gagah perkasa dan kaya raya. Kurang Apalagi? Ayahnya juga seorang
sahabatku, seorang yang memiliki tingkat yang sama denganku!”
"Huh, pemuda jahat itu kaupuji-puji? Padahal, dia nyaris memperkosa Hui Hong! Sepatutnya
engkau marah dan membunuh pemuda itu, bukannya malah hendak manariknya sebagai
mantu."
"Perbuatannya itu wajar saja, karena cintanya kepada Hui Hong ... "
"Busuk! Jahat! Tentu saja engkau tidak menyalahkan dia yang hendak memperkosa anakku,
karena engkau sendiri juga jahat seperti dia, karena engkau juga telah memperkosaku!”
"Cu Lan ... !" Wajah yang hitam itu menjadi semakin hitam karena marah. "Engkau perempuan
tak mengenal budi! Kalau tidak ada aku, kini tentu engkau telah mati bersama anak dalam
kandunganmu, atau menjadi seorang nenek terlantar, mungkin menjadi jembel, minta-minta
bersama anakmu, mungkin anak perempuanmu menjadi pelacur karena tidak ada yang
menjamin kehidupannya. Engkau kini menjadi wanita terhormat dan hidup mewah, anakmu
menjadi seorang gadis yang berilmu dan dihormati temua orang. Semua itu berkat jasaku,
mengerti? Dan engkau berani bersikap seperti ini kepadaku?”
Cu Lan merasa terpukul karena apa yang diucapkan pria itu memang tidak bohong. Karena
mengingat akan budi itulah ia rela menyerahkan hati dan tubuhnya kepada Ouwyang Sek,
sekedar membalas budi, demi kebahagiaan putrinya. Kalau kini ia marah adalah karena melihat
anaknya dipaksa untuk berjodoh dengan orang yang tidak disukai anaknya sehingga anaknya
sekarang nekat pergi untuk mencari ayah kandungnya.
"Bagaimanapun juga, engkau yang memaksa ia menerima laki-laki yang bahkan dibencinya
dan sekarang ia melarikan diri, ia pergi tanpa dapat kucegah." Cu Lan menangis dengan
sedihnya, Ouwyang Sek mengepal tinju, dia marah sekali. "Anak itu sungguh tak tahu diri!
Sejak kecil kusayang dan kurawat, kudidik akan tatapi sekarang bukan saja berani
membantahku bahkan pergi tanpa pamit. Tentang perjodohannya, bukan aku memaksanya!
Bukankah ia telah mengajukan syarat yang cukup berat, yaitu pertama agar yang menjadi calon
suaminya menemukan kembali mustika Akar Bunga Guruu Pasir, dan kedua agar calon
suaminya dapat mengalahkannya dalam pertandingan? Nah, dengan adanya syarat itu, apakah
itu berarti aku memaksanya?”
Cu Lan juga tarpaksa membenarkan ucapan suaminya ini. Ia tahu bahwa suaminya memang
sungguh menyayang Hui Hong seperti anak sendiri, dan syarat yang diajukan Hui Hong itupun
diterima, kecuali syarat ke tiga, yaitu agar calon jodohnya dapat mempertemukannya dengan
Bun Houw untuk minta maaf tidak dipenuhi oleh Ouwyang Sek. Dilain hal itu, berarti suaminya
memang sudah memberi kelonggaran kepada Hui Hong, "Syarat itu harus ditambah, sekarang
syarat dari aku sendiri! Kalau syaratku itu tidak dipenuhi, sampai mati aku akan menentang
perjodohan anakku!”
"Hemm, syarat apalagi? Dua syarat Hui Hong itu sudah cukup berat!" Ouwyang Sek mengomel.
"Syaratku adalah bahwa siapa yang dapat mengembalikan Hui Hong kepadaku, ialah yang
patut menjadi mantuku!”
Ouwyang Sek dapat menerima syarat isterinya, karena diapun maklum betapa akan duka hati
isterinya kalau Hui Hong tidak kembali lagi kepadanya. Akan tetapi tentu saja dia merasa
sungkan kepada rekannya, datuk dari Bukit Bayangan Iblis (Kui-eng-san). "Baik, kau katakan
sendiri kepada ayah dan anak itu agar tidak disangka aku yang sengaja mempersulit mereka."
"Huh, di mana kegagahanmu yang selama ini kau sombongkan? Demi membela anak, kenapa
engkau tidak berani menentang mereka? Baik, aku akan menemui mereka dan mengatakannya
sendiri!” kata Pouw Cu Lan dan diam-diam Ouwyang Sek memandang heran dan kagum,
isterinya ini, bekas selir kaisar dan bekas kekasih Pangeran Tiauw Sun Ong, selama ini
bersikap sebagai seorang wanita lemah yang suka melakukan segala perintahnya dengan
patuh. Akan tetapi saat ini telah berubah menjadi seorang wanita pemberani, bahkan berani
untuk menentang keluarga Suma. Dan diapun menyadari bahwa semua kelemahan dan
dunia-kangouw.blogspot.com
kepatuhan Cu Lan ternyata hanya demi puterinya. Kini begitu puterinya terganggu, iapun dapat
berubah sebagai seekor harimau betina yang melindungi anaknya!”
Kui-siauw Giam-ong Suma Koan dan puteranya, Tok-siauw-kwi suma Hok telah siap untuk
pergi dan mereka berdua menanti di ruangan depan untuk berpamit dari keluarga Ouwyang,
terutama sekali Suma Hok ingin bertemu lagi dengan Hui Hong dan pamit kepada gadis yang
dianggapnya sebagai tunangan atau calon isterinya itu. Tentu saja mereka merasa heran, dan
terutama Suma Hok merasa kecewa ketika mereka melihat Ouwyang Sek muncul kembali
hanya bersama isterinya. Tidak nampak Hui Hong bersama mereka, juga tidak nampak
Ouwyang Toan! Tidak munculnya Ouwyang Toan tidak diambil pusing oleh Suma Hok, akan
tetapi tidak adanya Hui Hong membuat dia merasa kecewa sekali dan saking tidak dapat
menahan kekecewaan hatinya, diapun menyambut Ouwang Sek dengan pertanyaan tanpa
sungkan lagi, "Paman Ouwyang, mana Hui Hong? Aku ingin berpamit kepada tunanganku yang
tercinta itu!”
Sebelum Ouwyang Sek yang merasa malu dapat menjawab, isterinya telah mendahului dan
dengan suara lantang Pouw Cu Lan berkata, "Orang muda. dengarlah baik-baik. Anakku Hui
Hong telah pergi tanpa pamit, entah ke mana kamipun tidak tahu, aku sebagai ibunya, kini
menambahkan syarat sebagai sayembara untuk menjadi calon suami anakku. Anakku Hui
Hong sudah mengajukan tyarat bahwa calon suami harus dapat menemukan kembali mustika
Akar Bunga Gurun Pasir, dan harus pula dapat mengalahkan ia dalam pertandingan. Sekarang
kutambah dengan sebuah syarat lagi, yaitu siapa yang dapat menemukan Hui Hong dan dapat
mengajaknya pulang ke sini, dialah calon suami anakku, calon mantuku!”
Tiba-tiba terdengar suara orang dari luar, "Bagus sekali! Syarat yang tiga itu cukup adil dan
kami sanggup memenuhi ketiganya!"
Tentu saja semua orang terkejut, terutama Ouwyang Sek dan Suma Koan karena kedua orang
datuk ini tidak dapat mengetahui atau mendengar kedatangan orang yang mengeluarkan suara
itu. Tahu-tahu orang itu telah berada di situ dan ketika mereka menengok, ternyata di
pekarangan itu telah berdiri seorang pemuda dan seorang kakek buta! Mereka itu bukan lain
adalah Bun Houw dan gurunya, bekas Pangeran Tiauw Sun Ong.
Sejenak semua orang memandang ke arah guru dan murid itu dan suasana menjadi sunyi
sekali, sunyi yang menegangkan. Akan tetapi tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh isak
tangis dari Pouw Cu Lan sudah menjatuhkan diri berlutut menghadap kepada Tiauw Sun Ong
dan terdengar di antara isaknya ia berkata lemah.
"Pangeran ...!” Dapat dibayangkan betapa hancur hati wanita itu. Dahulu, ketika ia menjadi selir
terkasih kaisar, ia telah saling jatuh cinta dengan Pangeran Tiauw Sun Ong. Adik suaminya.
Mereka berdua telah lupa diri, berdua sehingga akhirnya tertangkap basah dan biarpun kaisar
tidak menghukum adiknya, namun Pangeran Tiauw Sun Ong yang merasa berdosa dan malu,
membutakan matanya sendiri di depannyal Pangeran itu telah menjadi seorang buta karena
iapun ketika itu tidak mengharapkan hidup lagi, dihukum buang dan akhirnya dirampas oleh
Ouwyang Sek. Andaikata Ia tidak mengandung, tentu ia akan membunuh diri! Kini, setelah
kesemuanya itu hanya tinggal kenangan belaka, tiba-tiba ia berhadapan dengan Pangeran
Tiauw Sun Ong, satu-satunya pria yang dicintanya, akan tetapi juga yang menderita sengsara
karenanya!”
"Pangeran ...!” Kembali ia memanggil dengan suara merintih, diiringi tangis mengguguk.
"Ha-ha-ha-ha!" Kui-siauw Giam-ong tertawa bergelak. "Saudara Ouwyang Sek. sungguh
pertunjukan ini lucu sekali, seperti di atas panggung wayang dan engkau membiarkan saja
badut ini datang disambut sembah dan tangis isterimu? Kalau perlu, aku dapat membantumu
mengirimnya ke neraka!"
Ouwyang Sek yang mukanya hitam itu kini memandang kepada Tiauw Sun Ong dengan mata
melotot marah. "Tiauw Sun Ong, mau apa engkau datang ke sini?" Sungguh sama sekali tidak
ramah ucapannya itu, namun Tiauw Sun Ong menyambutnya dengan senyum. Kakek buta ini
juga sama sekali tidak memperdulikan bekas kekasihnya yang kini telah menjadi isteri datuk
Bukit Siluman itu. Seperti orang yang dapat melihat saja, dia mengangkat muka ke arah dua
orang datuk itu dan suaranya terdengar lembut namun berwibawa.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Suma Koan, kebetulan sekati aku bertemu denganmu di sini. Dan Ouwyang Sek, aku juga
girang bahwa engkau berada di rumah sehingga aku dapat bertemu dengan kalian dua orang
datuk besar. Aku ingin menyampaikan terima kasih kepada kalian yang telah memukul muridku
dengan pukulan beracun, karena perbuatan kalian itu mendatangkan untung yang teramat
besar dan tak ternilai harganya bagi muridku."
Mendengar ucapan itu wajah kadua orang datuk itu berubah kemerahan karena tentu saja
mereka mengira bahwa ucapan bekas pangeran itu merupakan ejekan atau sindiran, sama
sekali mereka tidak tahu bahwa ucapan itu memang sungguh sungguh!
"Tiauw Sun Ong, tidak perlu banyak cakap. Cepat katakan mau apa kau ke sini sebelum kuusir
engkau yang tidak kuundang!" bentak Ouwyang Sek yang menjadi semakin marah karena mara
ia diejek.
Bekas pangeran itu tetap tersenyum. "Ouwyang Sek, kami telah mendengar sayembara untuk
pencalonan suami bagi anakmu Hui Hong. Nah, aku datang bersama muridku untuk
mengajukan pinangan agar Hui Hong dapat menjadi jodoh muridku Bun Houw ... "
"Tidak boleh!" bentak Ouwyang Sek memotong.
"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak bercakap begitu. Dengarkan dulu apa yang dikatakan
pangeran!" bentak Cu Lan dan kembali Ouwyang Sek merasa heran. Wanita ini sekarang
sungguh amat berani! "Hui Hong adalah anakku dan aku berhak pula memutuskan!” sambung
pula Pouw Cu Lan.
"Kami sudah mendengar tentang tiga macam syarat itu. Pertama, menemukan Akar Bunga
Gurun Pasir, ke dua menandingi Hui Hong dalam ilmu silat, dan ke tiga, membawa kembali Hui
Hong yang sekarang pergi entah ke mana. Dan juga pedang Lui-kong-kiam milik muridku telah
berada di tanganmu, Ouwyang Sek, biarlah kami menganggap itu sebagal Ikatan jodoh!”
"Tidak, aku tidak menerima pinangan itu! Hui Hong telah kujodohkan dengan putera saudara
Suma Koan! Andaikata belum juga, aku tidak akan menjodohkan anakku dengan murid seorang
buta!”
"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak bicara seperti itu!” Pouw Cu Lan berteriak, lalu ia bangkit,
lari ke depan kaki Tiauw Sun Ong, menjatuhkan diri berlutut lagi dan berkata, "Pangeran, Hui
Hong adalah puteri pangeran, anak kita, dan saya setuju kalau ia dijodohkan dengan muridmu
... ,"
"Diam kau, perempuan binal!" bentak Ouwyang Sek marah, kemudian dia berkata kepada
bekas pangeran itu dengan pandang mata penuh kebencian karena cemburu. "Tiauw Sun Ong,
pargilah engkau dari sini atau terpaksa aku akan melakukan kekerasan!”
Akan tetapi bekas pangeran itu kini tidak memperdulikannya lagi. Dia menunduk dan
memalingkan muka ke arah bekas kekasihnya." Cu Lan, aku menysal sekali telah
menyebabkan engkau menderita dalam hidupmu. Aku pun cukup menderita dan agaknya
memang Tuhan telah menghukum kita berdua karena perbuatan kita yang tidak benar. Cu Lan,
aku telah tahu tentang anak kita Hui Hong, sekarang katakan, ke mana ia pergi?"
"Pangeran, saya menceritakan kepadanya tentang kita, dan ia ... ia pergi bersama seorang
wanita yang katanya mengetahui di mana engkau berada. Saya tidak dapat mencegahnya ... "
"Siapa wanita itu?" tanya Tiauw Sun Ong, sedangkan Ouwyang Sek juga mendengarkan
dengan penuh perhatian karena baru sekarang dia mendengar bahwa anaknya pergi bersama
seorang wanita.
"Saya tidak melihatnya. hanya mendengar suaranya, dan menurut Hui Hong, ia seorang wanita
cantik yang usianya sekitar tiga puluhan. Pangeran, tolong carikan ia, carilah anakku, cari anak
kita karena aku merasa khawatir sekali ... "
"Ha-ha-ha, saudara Ouwyang, sebetulnya bagaimanakah ini? Hui Hong yang hendak diperisteri
putraku itu anak siapa! Anakmu, anak si buta ini, ataukah anak haram?" Suma Toan yang tidak
sabar kini berseru dengan suara mengejek.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tiauw Sun Ong, dengar baik-baik!" Ouwyang Sek kini membentak marah. "Engkau dan
perempuan binal ini sama sekali tidak berhak atas diri Hui Hong! Lihat perempuan ini. Ia selir
kaisar yang telah memberi segala galanya, kedudukan dan kemewahan, akan tetapi apa yang
ia lakukan? Ia melakukan penyelewengan, berkhianat dan berjina denganmu, adik suaminya
sendiri. Setelah tertangkap basah, kalian berpisah dan apa yang ia lakukaa? Ia mau menjadi
isteriku dan ÃŒa melayaniku dengan sepenuh hati sampai sekarang. Perempuan macam ini
apakah berhak untuk menjadi seorang ibu yang berhak penuh atas diri Hui Hong? Dan lihat
dirimu sendiri! Engkau telah mengkhianati kakak sendiri, berjina dengan isteri kakakmu. Setelah
ketahuan, engkau tidak bertanggung jawab, malah melarikan diri, tidak perduli kekasih gelapmu
telah mengandung. Orang macam engkan ini apakah pantas menjadi ayah Hui Hong?
Sebaliknya, sejak kecil, sejak lahir, Hui Hong kupelihara, kudidik sampai menjadi seorang gadis
seporti sekarang keadaannya. Tidakkah sudah sepatutnya kalau aku yang berhak menentukan
jodohnya? Hayo jawab!"
Terdengar rintihan dan tangis keluar dari mulut Pouw Cu Lan. Wanita ini merasa betapa ucapan
suaminya itu seperti pedang beracun menancap di ulu hatinya. Ia tidak mampu membantahnya
walaupun semua itu ia lakukan demi Hui Hong! Juga bekas pangeran itu berdiri menunduk dan
berulang kali menghela napas panjang. Biarpun kasar dan keji, ucapan dari datuk sesat itu
memang benar. diapun mempunyai alasan, yaitu bahwa dia tidak tahu bahwa kekasihnya itu
telah mengandung ketika dia meninggalkannya. Andaikata dia tahu, mnngkin tidak akan begini
jadinya. Akan tetapi alasan itupun amat lemah dan dia tidak mau mengeluarkannya.
"Ouwyang Sek, aku datang bukan untuk merampas hakmu sebagai ayah atas diri Hui Hong.
Bahkan aku mengakui engkan sebagai ayahnya. Buktinya, aku datang sebagai wakil muridku
ini untuk melakukan pinangan atas diri Hui Hong sebagai puterimu. Dan kami akan memenuhi
tiga syarat tadi, juga pedang Lui-kong-kiam itu boleh kausimpan sebagai tanda ikatan jodoh
atau tanda bahwa kami telah meminang puterimu."
"Pedang Lui-kong-kiam ini kuambil dari tangan muridmu dengan kekerasan. Kalau memang dia
mempunyai kemampuan, boleh merampasnya kembali dari tanganku!" kata Ouwyang Sek
sambil menepuk pedang dengan sarungnya yang seperti tongkat dan yang tergantung di
punggungnya itu.
Sementara itu Suma Koan juga melangkah maju menghampiri Tiauw Sun Ong dan tertawa
dengan nada mengejek. "Heii, orang buta. Sungguh lancang sekali engkau, berani meminang
Ouwyang Hui Hong. Anak perempuan itu telah menjadi calon mantuku, tahu? Siapa yang
meminang calon mantuku, berarti menghinaku. Engkau boleh mengajukan pinanganmu kalau
mampu menghadapi suling mautku!"
Ditantang olah kedua orang datuk itu, Tiauw Sun Ong menoleh ke arah muridnya. "Bun Houw,
tidak ada jalan lain lagi. Kau rampaslah kembali Lui-kong-kiam dari Ouwyang Sek, dan biar aku
yang akan melayani Iblis Suling Maut ini."
Bun Houw yang merasa kasihan sekali kepada ibu kandung Hui Hong, mengangguk, lalu
diapun melangkah maju mengbampiri Ouwyang Sek. Bagaimaupun juga, dia tetap memandang
kakek tinggi besar muka hitam ini sebagai ayah Hui Hong. maka diapun bersikap sopan. "Locian-
pwe, aku menerima tantanganmu untuk mencoba mengambil kembali Lui-kong-kiam yang
kaudapat."
"Heh, bocah yang bosan hidup. Kebetulan sekali karena akupun ingin menyelesaikan niatku
yang tidak kulaksanakan dahulu, yaitu membunuhmu. Nah, majulah untuk menerima kematian!"
Kakek itu menggerakkan tangannya dan dia sudah menyerang dengan dahsyat, kedua
tangannya menyambar dari kanan kiri sehingga mendatangkan suara menyambar-nyambar ke
arah tubuh Bun Houw. Pemuda ini sudah maklum akan kelihaian lawan, maka dia pun sudah
bersikap waspada, cepat dia meloncat ke belakang untuk mengelak dan mencari tempat yang
lebih luat agar jangan mengganggu gurunya. Juga agar tidak terlalu dekat dengan ibu Hui Hong
yang masih berlutut sambil menangis sedih.
Sementara itu, Suma Koan sudah menggunakan sulingnya untuk menyerang Tiauw Sun Ong
Datuk dari Bukit Bayangan Iblis ini berjuluk Kui-siauw Giam-ong (Iblis Suling Maut), tentu saja
senjata sulingnya itu dahsyat bukan main. Suling itu selain dapat dipergunakan sebagai senjata
yang kokoh kuat karena terbuat dari baja yang pilihan, juga ujungnya mengandung racun, dan
dunia-kangouw.blogspot.com
suling itupun dapat dipergunakan untuk meniupkan jarum-jarum beracun ke arah lawan.
Senjata inilah yang mengangkat Suma Koan dan membuat dia dijuluki Suling Maut.
Namun sekali ini, majikan Kui-eng-san itu berhadapan dengan Tiauw Sun Ong. Tadinya dia
memang memandang rendah kepada kakek buta itu karena diapun baru pernah mendengar
saja nama bekas pangeran ini. namun belum membuktikan sendiri kelihaiannya.
Bagaimanapun juga, dia hanya seorang buta,’ demikian pikir Suma Koan dan seranganserangannya
yang dahsyat itu, dia mengira akan mampu merobohkan lawan buta itu dalam
beberapa gebrakan saja. Akan tetapi, begitu Tiauw Sun Ong menggerakkan tangannya,
sebatang pedang berkilauan telah berada di tangannya dan dia melemparkan tongkat yang
menjadi sarung pedang itu kepada muridnya sambil berseru, "Bun Houw, kau pergunakan ini!”
Tiauw Sun Ong menggerakkan pedangnya dan nampak sinar bergulung-gulung, menangkis
suling dan begitu kedua senjata itu bertemu, Kui-siauw Giam-ong Suma Koan terkejut bukan
main karena dia merasa betapa retapak tangannya yang memegang suling tergetar hebat,
tanda bahwa lawan buta itu memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, tidak berada di sebelah
bawahnya! Maka, diapun berseru keras dan sulingnya melakukan serangkaian serangan yang
lebih dahsyat lagi. disambut dengan tenang oleh Tiauw Sun Ong yang juga maklum bahwa dia
melawan seorang datuk yang lihai.
Bun Houw menyambut sarung pedang berbentuk tongkat butut yang dilemparkan suhunya,
akan tetapi melihat betapa Ouwyang Sek menyerangnya dengan tangan kosong, diapun hanya
menyelipkan tongkat itu di ikat pinggangnya dan menghadapi serangan datuk Bukit Siluman itu
dengan tangan kosong pula. Sampai belasan jurus dia hanya mengelak dengan berloncatan
dan dengan menggeser kedua kakinya secara ringan dan lincah sekali sehingga semua
serangan kakek itu hanya mengenai tempat kosong.
Bu-eng-kiam Ouwyang Sek menjadi penasaran bukan main, rasa penasaran yang
mendatangkan kemarahan. Belasan jurus dia menyerang dan pemuda itu hanya mengelak,
akan tetapi tidak pernah pukulannya mengenai sasaran. Diam-diam dia terkejut di samping
kemarahannya. Pemuda ini dahulu telah dia pukul dengan pukulan yang mengandung hawa
beracun mematikan. Akan tetapi, kini bukan saja pemuda itu sama sekali tidak kelihatan
menderita oleh pukulannya, bahkan kini pemuda itu sedemikian mudahnya menghindarkan diri
dari belasan kali serangannya yang dahsyat.
"Bocah sombong, mampuslah!" Tiba-tiba dia membentak dan dia mengirim serangan dengan
kedua tangannya yang menghadang dari kanan kiri dengan cepat dan kuat. tidak
memungkinkan pemuda itu untuk mengelak lagi. Andaikata lawannya meloncat ke belakangpun
tentu akan dilanda hawa pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga sin-kang dan hawa
beracun itu.
Melihat serangan maut ini. Bun Houw tidak mau mengelak lagi. Diapun diam-diam
mengerahkan tenaga yang didapatnya dari latihan Im-yang Bu-tek Cin-keng, hanya dia
mengatur dan membatasi tenaganya, hanya untuk melindungi dirinya saja, tanpa niat untuk
menyerang atau mencelakai lawan.
"Wuuuuttt, desss ...!” Kedua telapak tangan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek bertemu dengan
dinding yang tidak nampak dan demikian kuatnya benturan pada dinding tak nampak itu
sehingga tubuh datuk itu terdorong ke belakang.
Dia tidak mampu menguasai kuda-kudanya lagi sehingga terpaksa kakinya terhuyung
melangkah ke belakang sampai lima langkah! Dan yang membuat dia terbelalak adalah melihat
pemuda itu masih berdiri tegak dengan sikap tenang!
Ilmu apa ini, pikirnya kaget dan karena maklum bahwa dengan tangan kosong dia tidak akan
mampu menandingi pemuda yang memiliki tenaga mujijat yang tidak dikenalnya itu, Ouwyang
Sek lalu menggerakkan tangan kanan ke punggungnya dan di lain saat, nampak kilat
berkelebat menyambar ketika dia telah mencabut Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) yang dahulu
dirampasnya dari tangan Bun Houw!”
Melihat pedangnya sendiri kini dipergunakan lawan untuk menyerangnya, Bun Houw segera
mencabut tongkat sarung pedang gurunya yang dia selipkan di pinggang. Dia tentu saja
mengenal keampuhan Lui-kong-kiam, dan biarpun dia belum pernah melihat ilmu pedang datuk
dunia-kangouw.blogspot.com
itu, namun mengingat bahwa datuk itu berjuluk Bu-eng-kiam (Pedang Tanpa Bayangan), dia
dapat menduga bahwa Ouwyang Sek tentu seorang ahli pedang yang amat lihai.
"Singgg ... wuuuut, singgg ...!” Lui-kong-kiam di tangan Ouwyang Sek diputar-putar di atas
kepalanya membentuk gulungan sinar yang menyilaukan mata. "Bocah sombong, biar
pedangmu sendiri menghirup darahmu!"
Pedang yang kalau digerakkan menimbulkan sinar berkilat itu menyambar ke arah leher Bun
Houw. Memang pantas Ouwyang Sek dijuluki Bu-eng-kiam karena dia memang seorang ahli
pedang yang mampu menggerakkan pedang dengan kecepatan luar biasa sehingga seolaholah
pedang itu tidak mempunyai bayangan, tahu-tahu telah tiba disasaran yang dituju. Namun
Bun Houw adalah murid tersayang dari Tiauw Sun Ong yang memiliki ilmu pedang yang
ampuh, yaitu ilmu pedang yang mengandalkan ketajaman pendengaran dan perasaan naluri
seorang buta. Gerakan pedang yang betapapun dapat ditangkap oleh pendengaran dan
perasaan itu, maka begitu pedang itu menyambar ke arah lehernya, Bun Houw, sudah dapat
menangkisnya dengan tongkat sarung pedang gurunya.
“Trangg ... !” Pedang terpental lalu menukik ke bawah, menusuk ke arah perut Bun Houw.
"Trangg ...!” Kembali pedang yang terpental itu membuat gerakan membalik dan kini sudah
menyambar lagi menusuk dada.
"Trangg ...!” Dan kini Bun Houw melanjutkan tangkisannya dengan serangan balasan yang
meubuat Ouwyang Sek harus cepat memutar pedangnya untuk membuat perisai gulungan
sinar melindungi dirinya karena dia dapat merasakan sambaran angin dahsyat ketika tongkat itu
menyambar-nyambar ke arah dirinya.
Terjadi perkelahian yang amat hebat antara Ouwyang Sek dan Bun Houw, dan makin lama,
Ouwyang Sek menjadi semakin terkejut dan terheran-heran. Belum lama, ketika dia untuk
pertama kalinya bertemu dengan pemuda ini, Bun Houw belumlah sepandai ini walaupun
tingkat pemuda ini sudah sedikit lebih tinggi dari pada tingkat Ouwyang Toan dan Hui Hong.
Akan tetapi sekarang, bagaimana mungkin pemuda ini sudah menjadi sedemikian lihainya
sehingga dia sendiri selalu kalah kalau beradu tenaga, dan ilmu pedangnyapun tidak mampu
mendesak pemuda yang hanya bersenjatakan tongkat pendek ini?
Sementara itu. perkelahian antara Tiauw Siauw Ong dan Suma Koan juga terjadi dengan
hebatnya. Namun, setelah beberapa kali meniupkan jarum beracun tanpa hasil karena selalu
dapat dipukul runtuh oleh gulungan sinar pedang di tangan lawan yang buta itu. mulailah Suma
Koan terdesak oleh gulungan sinar pedang yang dimainkan Tiauw Sun Ong. Melihat betapa
ayahnya tidak mampu menang bahkan terdesak oleh orang buta yang tadinya mereka pandang
rendah itu. Suma Hok juga mencabut sulingnya dan dia tanpa banyak cakap lagi sudah terjun
ke dalam perkelahian membantu ayahnya mengeroyok Tiauw Sun Ong! Sang ayah juga diam
saja dan agaknya mereka tidak merasa malu harus mengeroyok seorang lawan yang buta!
Mengelahui bahwa dia dikeroyok oleh dua orang lawan tangguh. Tiauw Sun Ong memutar
pedangnya semakin cepat dan membentuk benteng pertahanan dari gulungan sinar pedang
yang berkilauan untuk melindungi dirinya.
Bun Houw hanya mengimbangi permainan Ouwyang Sek karena bagaimanapun juga, dia tidak
ingin membuat datuk yang menjadi ayah tiri Hui Hong ini merasa terhina kalau dia kalahkan.
Akan tetapi, kini dia melihat keadaan gurunya yang dikeroyok secara curang oleh ayah dan
anak Suma, dia harus membantu gurunya,’ pikir Bun Houw dan untuk dapat melakukan itu. dia
harus menyudahi perkelahiannya melawan Ouwyang Sek. Tiba-tiba Bun Bouw mengeluarkan
bentakan nyaring, bentakan yang membuat Ouwyang Sek merasa betapa jantungnya
terguncang dan saat itu, pedang Lui-kong-kiam di tangannya bertemu dengan tongkat di tangan
Bun Houw dan melekat! Dia berusaha menarik kembali pedang itu, namun tidak dapat dan
karena marah dia lalu menghantamkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka ke arah
muka Bun Houw. Hantaman ini dilakukan sekuat tenaga dengan kandungan hawa beracun dan
kalau sampai terkena pukulan ini. betapapun lihainya, tentu pemuda itu akan roboh dan tewas.
Melihat pukulan tangan kiri ini, Bun Houw maklum betapa besar bahayanya, maka diapun
mengerahkan tenaga dari Im-yang Bu-tek Cin-keng dan menggerakkan tangan kiri menyambut
hantaman ke arah mukanya itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Plakkk!" Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya, Ouwyang Sek mengeluarkan seruan
kaget dan tubuhnya gemetar, terhuyung ke belakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Bun
Houw untuk secepat kilat melepaskan lekatan tongkatnya dari pedang, dan ujung tongkatnya
sudah menotok pergelangan tangan kanan Ouwyang Sek sehingga pedang itu terlepas dan
dilain detik, Lui-kong-kiam telah kembali kepada pemiliknya!”
Ouwyang Sek yang terhuyung ke belakang, terbelalak melihat pedang itu sudah terampas oleh
Bun Houw. Dia merata malu, penasaran dan kemarahannya memuncak. Dengan mengeluarkan
gerengan seperti seekor binatang buas dia menyambar sarung pedang yang masih tergantung
di punggungnya, lalu dia meloncat ke depan, dengan buas menerkam dan menggerakkan
sarung pedang berbentuk tongkat itu ke arah Bun Houw, menyerang dengan membabi-buta.
Bun Houw menyambut serangan sarung pedang itu. Melihat betapa Ouwyang Sek memegang
ujung sarung pedang sehingga bagian yang berlubang menghadap ke arahnya, diapun
mengelebatkan Lui-kong-kiam yang sudah dirampasnya, menarik ke depan dan tepat sekali
Lui-kong-kiam masuk ke dalam sarung pedang itu! Dan pada saat itu, sarung pedang milik
gurunya yang masih dipegang tangan kirinya, membuat gerakan menyerang ke arah leher
Ouwyang Sek. Datuk ini terkejut, berusaha menarik sarung pedang itu, namun sia-sia dan kalau
dia tidak cepat mengelak, serangan sarung pedang lawan tentu akan mengenai lehernya.
Diapun dengan nekat menggunakan tangan kiri menangkap sarung pedang itu.
"Desss!” pada saat itu, Bun Houw sudah menendang, tepat mengenai perutnya dan biar pun
dalam menendang ini Bun Houw membatasi tenaganya, tetap saja Ouwyang Sek terlempar ke
belakang dan terpaksa melepaskan kedua sarung pedang tadi. Dia terbanting jatuh dan sakit di
hatinya lebih hebat dari pada rasa nyeri di pinggulnya yang terbanting.
Sementara itu, Bun Houw sudah meloncat ke arah gurunya dan sekali pedang Lui-kong-kiam
menyambar suling di tangan Suma Hok patah menjadi dua! Pemuda tampan pesolek itu tentu
saja terkejut bukan main, akan tetapi juga jerih. Dia meloncat ke belakang dan ayahnya yang
bukan orang bodoh, maklum bahwa kalau dilanjutkan dia akan kalah, cepat meloncat ke
belakang pula, dekat puteranya. Ayah dan anak ini selamat dari keadaan yang lebih
memalukan, yaitu jatuh di tangan si buta dan muridnya, Suma Koan memberi hormat ke arah
Ouwyang Sek dan berkata. "Saudara Ouwyang, kami berpamit. Kalau kami sudah memenuhi
tiga syarat puterimu, kami akan kembali membicarakan urusan perjodohan."
Setelah berkata demikian, ayah dan anak itu pergi tanpa menengok lagi kepada Tiauw Sun
Ong dan Bun Houw yang juga tidak memperdulikan mereka.
Dengan tenang Tiauw Sun Ong mengangkat mukanya ke arah Ouwyang Sek dan diapun
berkata dengan mara tegai. "Nah, muridku telah memenuhi tantanganmu dan berhasil
mendapatkan kembali Lui-kong-kiam dari tanganmu. Kami berdua menyanggupi sayembara itu
dan kalau kami yang dapat memenuhinya, maka Bun Houw yang berhak untuk menjadi suami
Hui Hong. Harap angkau sebagai seorang datuk tidak akan menjilat ludah sendiri, Ouwyang
Sek."
Ouwyang Sek yang sudah bangkit berdiri dengan kedua kaki gemetar saking marah dan tak
berdaya, kini melotot dan wajahnya yang hitam itu menyeramkan sekali, "Tidak! Lebih baik
melihat Hui Hong mati dari pada harus menjadi isteri muridmu! Lebih baik aku kawinkan Hui
Hong dengan seorang jembel busuk tanpa nama dari pada harus menikah dengan muridmu!
Engkau tidak patut dan tidak berhak menjadi ayahnya, dan Cu Lan juga hanya seorang
perempuan hina, tidak berhak menentukan nasibnya. Hanya aku seorang yang berhak, dan aku
akan mempertahankan Hui Hong dengan nyawaku!"
"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak berbicara demikian!" tiba-tiba terdengar suara Cu Lan
memekik. Wanita ini sudah berdiri dengan marah sekali. Wajahnya yang biasanya segar
kemerahan, kini menjadi pucat, rambutnya awut-awutan, matanya merah membengkak, pipinya
masih basah air mata dan mulutnya membayangkan kedukaan dan kemarahan yang teramat
besar. "Aku rela menjadi isterimu, rela menjadi barang permainanmu hanya untuk Hui Hong!
Engkau tentu masih ingat bahwa aku mengancam akan membunuh diri kalau engkau
menjamah tubuhku sebelum Hui Hong terlahir. Kemudian, akupun menyerahkan diri hanya
dengan syarat bahwa engkau akan memperlakukan Hui Hong sebagai anak sendiri dan
bersikap baik kepadanya. Semua derita itu kupertahankan demi Hui Hong. Sekarang, engkau
dunia-kangouw.blogspot.com
hendak memaksakan kehendakmu atas diri Hui Hong, hendak kau jodohkan dengan orang
yang tidak disukainya. Akupun tidak sudi lagi menjadi isterimu, dan sekarang karena Hui Hong
telah mengetahui siapa ayah kandungnya yang sebenarnya, maka aku menyerahkan Hui Hong
kepada ayah kandungnya. Aku rela meninggalkannya karena ada ayah kandungnya yang akan
melindungi dan membelanya. Pangeran, aku pasrah anak kita kepadamu dan aku setuju kalau
akan kaujodohkan dengan muridmu. Selamat tinggal ...!”
“Cu Lan ... !” Tiauw Sun Ong berseru.
“Cu Lan ... !“ Ouwyang Sek juga berteriak sambil meloncat ke arah isterinya. Namun terlambat,
karena Cu Lan sudah menusukkan pisau yang tajam runcing itu ke dadanya, di bawah iga kiri
dan iapun roboh dalam rangkulan Ouwong Sek.
"Cu Lan ...! Cu Lan isteriku ...! Aihh, Cu Lan ...!” Ouwyang Sek mengguncang-guncang tubuh
isterinya dalam pelukannya, namun Cu Lan tidak dapat menjawab lagi karena ia sudah tewas
seketika. Mengingat ini. Pangeran Tiauw Sun Ong menghela napas panjang. Dia tahu bahwa
bagaimanapun juga, Ouwyang Sek mencinta isterinya, dan kini tentu Ouwyang Sek akan
menderita tekanan batin dan kedukaan besar yang akan menyiksa hidupnya. diapun merasa
iba kepada datuk itu yang akan kehilangan pula anak tiri yang dianggap anaknya sendiri dan
disayangnya, telah kehilangan pula isterinya, walaupun kesayangan dan kecintaan datuk ini
penuh dengan nafsu mementingkan diri sendiri.
"Ouwyang Sek, engkau memetik buah dari hasil tanamanmu sendiri," katanya lirih.
Ouwyang Sek menghentikan keluhannya dan mengangkat muka memandang kepada bekas
pangeran itu dengan sinar mata penuh kebencian. "Tiauw Sun Ong aku akan membalas semua
ini! Aku bersumpah akan membalas semua ini kepada kalian berdua!”
Akan tetapi Tiauw Sun Ong tidak memperdulikannya. "Bun Houw, mari kita pergi." Guru dan
murid itupun pergi meninggalkan Lembah Bukit Siluman. Biarpun di situ terdapat banyak anak
buah Ouwyang Sek, namun tidak ada seorangpun berani bergerak untuk menentang mereka
karena selain mereka tidak berani, Juga tidak ada perintah dari majikan mereka. Ouwyang Sek
dengan sedih memondong jenazah isterinya, dibawa masuk ke dalam runah dan keluarga itu
berkabung. Akan tetapi, Hui Hong tidak berada di situ, bahkan Ouwyang Toan juga tidak ada
karena pemuda ini setelah mengetahui bahwa Hui Hong pergi tanpa pamit, segera pergi pula
untuk mencarinya.
***
Semua orang yang berada di dalam rumah makan itu, terutama yang pria, memandang kepada
dua orang wanita yang baru memasuki rumah makan dengan pandang mata kagum. Lucu
melihat gaya setiap orang pria yang berada di situ. Ada yang memandang langsung dan
menyeringai, ada yang mengerling lalu membereskan letak pakaian dan rambut, ada yang
melirik dengan sikap acuh namun sesungguhnya perhatiannya tercurah kepada dua orang
wanita itu. Bahkan tiga orang pelayan rumah makan seperti berebut dulu menyambut mereka,
dengan sikap hormat dan manis, dan mempersilakan, mereka ke meja yang masih kosong,
yang kebetulan berada di sudut sebelah dalam sehingga banyak tamu yang dapat melihat
mereka. Peristiwa seperti ini. datangnya tamu wanita-wanita cantik, amat menguntungkan
rumah makan dan hal ini diketahui benar oleh para pelayan, maka dua orang wanita itu
dipersilakan duduk di tempat yang mudah dilihat oleh para tamu di meja lain. Dengan adanya
"tontonan" gratis ini. para tamu akan lebih betah tinggal di situ dan pesanan makanan dan
minuman akan bertambah banyak.
DUA orang wanita yang mamasuki rumah makan An-lok (Selamat Bahagia) di kota Ki-ciu itu
memang amat menarik hati, terutama kaum pria, karena keduanya amat cantik jelita. Orang
pertama adalah seorang wanita yang telah matang karena ia nampaknya berusia tiga puluh
tahun lebih. Pada hal sesungguhnya wanita ini sudah berusia empat puluh delapan tahun!
Dalam usia mendekati setengah abad itu, ia masih kelihatan muda dan cantik menarik.
Wajahnya yang berkulit putih halus kemerahan itu manis sekali, nampak masih segar dan tidak
kelihatan tanda ketuaan sama sekali. Juga bentuk tubuhnya masih padat dan ramping.
Rambutnya digelung indah seperti sanggol rambut seorang puteri bangsawan saja, dan
pakaiannya juga indah dan mahal. Hal ini tidaklah mengherankan karena wanita ini adalah Bwe
dunia-kangouw.blogspot.com
Si Ni yang berjuluk Kwan-im sian-li (Dewi Kwan Im)! Ia adalah bekas dayang istana kerajaan
Liu-sung yang telah jatuhi, dan setelah kini keluar dari istana, ia meniru gaya dan dandanan
seorang pateri istana, bukan seorang dayang lagi!”
Wanita yang ke dua lebih menarik lagi walaupun pakaian dan dandanannya tidak semewah
wanita pertama. Ia seorang gadis yang juga berkulit putih mulus, namun pakaian dan
dandanannya sederhana sehingga ia nampak cantik manis dan agung, juga gagah karena di
punggungnya terdapat gendongan sebuah bantalan kain kuning dan di bawah buntalan itu
terdapat pula sepasang pedang yang sarung dan gagangnya terukir indah. Gadis berusia dua
puluh satu tahun ini adalah Hui Hong.
Seperti kita ketahui, Hui Hong mendengar pengakuan ibu kandungnya bahwa ia bukanlah
puteri Ouwyang Sek, melainkan puteri bekas Pangeran Tiauw Sun Ong, ketika ia bertanya
kepada ibunya di mana ayah kandungnya itu berada, ibunya tidak mampu menjawab, dan
Kwan-im Sian-li Bwe Si Ni yang menjawabnya, bahwa ia tahu di mana adanya Tiauw Sun Ong.
Maka Hui Hong lalu mau diajak pergi untuk ditunjukkan di mana ayahnya tinggal. Dan mereka
melakukan perjalanan jauh sampai pada pagi hari itu mereka tiba di kota Ki-ciu dan memasuki
rumah makan An-lok, menjadi pusat perhatian para tamu yang pada pagi hari itu banyak yang
sarapan di rumah makan itu.
Kedua orang wanita itu sama sekali tidak perduli akan sikap dan gaya para pria yang berada di
rumah makan itu. Hui Hong sendiri sudah sering melakukan perjalanan dan ia tahu benar
bahwa semua pria di manapun juga sama saja, selalu bergaya dan beraksi kalau melihat
wanita cantik dan ia tahu bahwa sahabat barunya ini yang mengaku bernama Bwe Si Ni dan
mengetahui di mana adanya ayah kandungnya, adalah seorang wanita yang amat cantik. Juga
selain cantik, wanita ini tentu lihai, hal itu pernah ia buktikan ketika ia mengejar wanita ini yang
dapat berlari cepat bukan main. Biarpun belum pernah ia menguji ilmu silatnya dan mereka
berdua dalam perjalanan tidak banyak cakap dan tidak pernah bicara tentang ilmu silat, namun
Hui Hong dapat menduga bahwa wanita ini tentu lihai. Setelah mengambil tempat duduk dan
pelayan dengan sikap hormat bertanya makanan dan minuman apa yang mereka pesan, Bwe
Si Ni bertanya kepadanya. "Engkau ingin makan apa? Dan minum apa?"
Hui Hong tersenyum. Wanita cantik ini jarang sekali bicara. Kalau tidak perlu tidak pernah
bicara dan nampaknya acuh saja terhadap dirinya. Akan tetapi pagi ini kelihatan lebih ramah
dari pada biasanya, "Apa saja sesukamu, enci. Aku tidak ingin sesuatu yang istimewa, juga
tidak menolak macam makanan." jawabnya, ramah pula. Biarpun di lubuk hatinya, Hui Hong
belum percaya sepenuhnya kepada wanita ini, dan tidak begitu suka karena wanita ini
dianggapnya pesolek dan dingin, namun karena ia membutuhkan bantuannya untuk dapat
bertemu dengan ayah kandungnya maka iapun berusaha untuk bersikap baik dan ramah.
Bwe Si Ni tersenyum. "Aku ingin makan bebek panggang dan goreng burung dara. Minumnya
ringan saja sari buah, tidak enak minum yang keras sepagi ini."
"Terserah, pilihanmu terdengar enak. Enci." Bwe Si Ni lalu memesan masakan itu kepada
kepala pelayan yang sudah datang melayani sendiri. Ketika kepala pelayan sudah mencatat
pesanannya, dan matanya jelas menatap tajam dan penuh kagum kepada dua orang tamunya
itu. Bwe Si Ni mengerutkan alisnya dan suaranya mendesis ketus.
"Apa yang kaulihat! Matamu kurang ajar, hayo cepat sediakan pesanan kami!”
Kepala pelayan itu terkejut, membungkuk-bungkuk dan segera pergi. Sudah beberapa kali
dalam perjalanan mereka, Hui Hong melihat sikap galak dan ketus dari temannya itu terhadap
pria. ia sendiri juga membenci pria yang kurang ajar dan tidak sopan, akan tetapi tidak sehebat
Bwe Si Ni. Baru melihat saja sudah dapat membuat ia marah-marah. Sikapnya seolah wanita
cantik ini amat membenci kaum pria. Diam-diam ia merasa heran. Seorang wanita sehebat ini,
mustahil kalau belum berumah tangga dan ia menduga-duga siapa gerangan suami wanita ini
dan di mana tempat tinggalnya, dari mana asalnya. Akan tetapi ia belum sempat mendapatkan
saat yang tepat untuk menanyakan hal itu tanpa menyinggungnya.
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang dan keduanya lalu makan minum tanpa
memperdulikan puluhan pasang mata yang seolah mengikuti setiap gerak gerik mereka. Hui
Hong yang diam-diam memperhatikan temannya, melihat betapa cara makan Bwe Si Ni juga
dunia-kangouw.blogspot.com
anggun, seperti dibuat-buat dan diatur. Pernah ia mendengar dari ayahnya, atau ayah tirinya,
bahwa kehidupan para bangsawan tinggi lain dari cara hidup orang biasa. Bahkan dalam hal
bicara atau makan saja mereka mempunyai cara sendiri, seperti diatur. Apakah wanita di
depannya ini juga seorang wanita bangsawan?
Ketika kedua orang wanita ini hampir selesai makan, tiba-tiba mereka melihat para pelayan
nampak ketakutan, dan kepala pelayan bersama pimpinan rumah makan itu yang tadinya
hanya duduk di dekat kasir, dengan membungkuk-bungkuk dan senyum dibuat-buat
menyongsong ke luar, seperti menyambut datangnya tamu agung. Bahkan para tamu yang
tadinya nampak gembira mengamati dua orang wanita cantik itu, kini nampak khawatir, bahkan
ada beberapa orang di antara mereka yang tergesa-gesa membayar harga makanan dan
meninggalkan meja mereka.
“Sediakan meja besar untuk kami! Yang di tengah itu, dan keluarkan hidangan yang kami sukai,
seperti biasa! Usir yang duduk di meja besar tengah itu dan bersihkan mejanya sampai
mengkilap!” terdengar suara dengan logat selatan, dan suara itu mengandung keangkuhan
yang memuakkan hati Bwe Si Ni dan Hui Hong.
Akan tetapi karena yang diusir dari meja bukan mereka, keduanya diam saja dan tidak ambil
perduli. Sekeluarga yang tadinya makan minum di meja itu, tanpa berani membantah lalu
pindah ke meja lain dan makanan mereka diusungi para palayan. Ada yang membersihkan
meja itu.
"Hayo cepat hidangkan masakan buat kami. Kami sudah lapar dan keluarkan dulu arak yang
paling baik!” kembali terdengar suara orang, sekali ini bukan suara yang tadi, kemudian
terdengar bangku diseret dan terdengar pula orang yang membesihkan hidung dan
tenggorokan dengan suara yang menjijikkan sekali.
"Jahanam!” Bwe Si Ni mendesis dan melepaskan sepasang sumpitnya di atas meja. Juga Hui
Hong merasa muak dan tidak melanjutkan makan. Untung mereka sudah kenyang. Kini dengan
sinar mata marah, ketuanya menoleh untuk melihat orang-orang macam apa yang demikian
sombong dan tidak mengenal sopan santun.
Kiranya meraka adalah tiga orang yang sikapnya kasar, berusia antara tiga puluh sampai
empat puluh tahun, potongan pakaian mereka ringkas seperti yang biasa dipakai orang-orang
dari dunia persilatan, dan di punggung mereka terselip golok telanjang yang berkilauan. Dari
dandanan, senjata, dan sikap mereka jelas dan mudah diketahui bahwa mereka tentu orangorang
kang-ouw golongan sesat yang suka mempergunakan kekuatan bermain kasar dan keras
memaksakan kehendak kepada orang lain. Hal inipun tidak akan diperduli oleh Hui Hong
maupun Bwe Si Ni kalau saja tiga orang itu tidak mencari penyakit sendiri. Ketika dua orang
wanita itu menoleh ke arah mereka, kebetulan sekali yang termuda, berusia tiga puluh tahun
dan mukanya kekuning-kuningan seperti penderita penyakit dan tubuhnya tinggi kurus,
memandang kepada mereka dan baru melihat bahwa dua orang wanita yang menoleh itu
amatlah cantiknya.
"Heiiii! Wah, sekali ini kita memang beruntung sekali, kawan-kawan!” Serunya gembira. "Siapa
kira di sini ada dua orang bidadari yang amat cantik jelita sudah menunggu dan siap menemani
kita makan minum dan bersenang-senang!"
Mendengar ucapan adik segerombolan mereka itu, dua orang yang lain juga memandang.
Mereka tidak semata keranjang adik mereka, akan tetapi sekali ini mereka menelan ludah
karena jarang mereka melihat dua orang wanita secantik yang ditunjukkan adik mereka itu.
"Heh-heh-heh. matamu awas sekali, sute (adik seperguruan)!" kata yang bertubuh pendek
gendut berperut besar sambil terkekeh. "Mereka memang cantik manis dan sekali ini aku tidak
ingin pura-pura alim."
Orang ke tiga yang paling tua, berusia empat puluhan tahun, juga terpesona. Akan tetapi dia
lebih berhati-hati dibandingkan dua orang sutenya karena dia melihat sepasang pedang yang
tergantung di pinggang Hui Hong. Bwe Si Ni sendiri menyembunyikan pedangnya di balik
jubahnya yang lebar dan panjang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sute, mereka agaknya segolongan. Sebaiknya kalau kita mengundang mereka baik-baik untuk
berkenalan." katanya dan tiga orang itu seperti dikomando, telah bangkit berdiri dan
menghampiri meja di mana dua orang wanita itu sudah tidak makan lagi dan sedang
membersihkan bibir dengan saputangan.
Mereka memutari meja itu dan berdiri berjejer, menghadapi dua orang wanita itu dengan muka
cengar-cengir. Si kumis lebat, yaitu orang tertua yang bertubuh sedang dan nampak kokoh
kuat. mengangkat kedua tangan dan memberi hormat kepada Si Ni dan Hui Hong, diikuti dua
orang sutenya yang masih menyeringai senang karena setelah kini mereka berhadapan dengan
dua orang wanita itu, semakin jelas nampak betapa cantik menariknya dua orang wanita di
depan mereka itu.
"Nona berdua tentulah wanita wanita kang-ouw yang segolongan dengan kami, oleh karena itu,
kami ingin berkenalan dengan ji-wi (anda berdua). Kami adalah tiga orang di antara Ki-ciu Ngohouw
(Lima Harimau Ki-ciu) ,yang mengusai daerah ini. Kami mengundang ji-wi untuk
berkenalan sambil makan minum di meja kami. Silakan!" Dengan sikap dibuat-buat si kumis
lebat itu mempersilakan dua orang wanita itu untuk pindah ke meja mereka dengan keyakinan
bahwa dua orang wanita itu akan pasti suka menerima undangannya karena kama berur Ki-elu
Nf,o-houw ditakuti senni orang didsersb itu ... “
Bwe Si Ni mengerutkan alisnya dan matanya mencorong ketika ia menyapu tiga orang itu
dengan pandang matanya. "Tidak perduli kalian ini Lima Harimau atau Lima Anjing dari Ki-ciu,
aku tidak perduli dan aku tidak sudi berkenalan dengan kalian!"
Hui Hong tersenyum. "Hi-hik. kami sudah makan kenyang. Andaikata belum makanpun, kami
tidak sudi makan bersama kalian yang jorok dan menjijikkan!”
Kedua orang wanita itu bangkit, lalu menghampiri meja kasir dan membayar harga makanan
dan minuman tanpa memperdulikan tiga orang itu lagi, kemudian keluar dari rumah makan.
Semua tamu yang kebetulan melihat semua ini, terbelalak dan terheran-heran bagaimana ada
dua orang, wanita lagi, berani bersikap saperti itu terhadap tiga orang ini. Tiga orang jagoan
itupun sudah marah sekali dan mereka mengepal tinju.
"Mohon sam-wi tidak o en bikin ribut di sini ... " pemilik rumah makan menjura dan meratap
kepada mereka.
"Sediakan saja pesanan kami! Setelah kami menghajar dan menyeret dua orang perempuan
itu, baru kami akan makan!” kata si kumis tebal dengan marah dan bersama dua orang
suteenya, dia lalu melangkah lebar keluar dari rumah makan melakukan pengejaran. Tiga
orang ini memang merupakan tiga orang di antara Ki-ciu Ngo-houw yang terkenal memiliki
kekuasaan dan pengaruh besar di daerah Ki-ciu. Merekapun berhubungan baik dengan para
pejabat setempat sehingga ada kerja sama diantara mereka. Mereka tidak dimusuhi para
pejabat, akan tetapi merekapun berjanji tidak akan membuat kacau dan kerusuhan di kota Kiciu.
Inilah sebabnya mengapa mereka tadi masih menahan sabar walaupun marah sekali
dengan sikap dua orang gadis di rumah makan An-lok. Ketika mereka membayangi dua orang
gadis itupun mereka masih tidak mau membikin ribut di dalam kota. Setelah Hui Hong dan Si Ni
tiba di luar kota Ki-ciu untuk melanjutkan perjalanan, barulah tiga orang itu dengan cepat
mengejar, kemudian mendahului mereka dan menghadang di jalan yang sunyi itu.
Tentu saja dua orang wanita perkasa itu sejak tadi tahu bahwa tiga orang yang menjemukan itu
membayangi mereka sejak dari rumah makan dan kini menghadang mereka di jalan sunyi luar
kota.
"Enci biar aku yang menghadapi mereka," kata Hui Hong mendahului karena ia dapat menduga
bahwa kalau wanita cantik itu yang turun tangan mungkin saja ia akan membunuh ketiganya.
Biarpun sejak kecil ia dididik oleh Bu-eng-kiam Ouwyang Sek, seorang datuk besar yang
tadinya ia anggap sebagai ayahnya, bukan saja dididik dengan ilmu-ilmu yang hebat, akan
tetapi juga melihat kekerasan dipergunakan datuk itu, namun ia selalu diberi nasehat oleh
ibunya agar ia tidak berwatak kejam dan tidak sembarangan membunuh orang. Karena itu,
dalam hati Hui Hong terbentuk watak yang tidak kejam seperti ayahnya walaupun ia keras dan
galak, dan tidak mau membunuh orang sembarangan saja. sekarangpun ia menganggap
dunia-kangouw.blogspot.com
bahwa tiga orang laki-laki yang kurang sopan itu hanya patut dihajar, tidak seharusnya dibunuh
seperti orang-orang jahat.
Bwe Si Ni mengangguk, lalu ia duduk di atas batu di tepi jalan, ingin menonton dan melihat
sampai di mana kehebatan puteri kandung Tiauw Sun Ong atau juga murid dari Bu-eng-kiam
ini.
Melihat betapa yang menghadapi mereka adalah gadis yang lebih muda, sedangkan wanita
yang ke dua enak-enak duduk menonton, tiga orang itu menjadi semakin marah dan merasa
dipandang ringan. Si kumis tebal sudah melangkah maju dan menudingkan telunjuknya ke arah
hidung Hui Hong sambil berkata, "Gadis liar, tadi kami bertiga tidak ingin membikin ribut di
rumah makan dan di kota, maka kami menahan sabar. Sekarang, kami akan menghajar kalian
dan menyeret kalian kembali ke rumah makan An-lok untuk menemani kami! Kami harus
menebus penghinaan yang kalian lakukan tadi yang telah membikin malu kepada kami di
depan orang banyak."
Hui Hong tersenyum dan tiga orang itu menelan ludah. Gadis yang mereka hadapi ini manis
luar biasa! "Enci itu tadi mengatakan kalian tiga ekor anjing, dan memang benar karena kalian
pandai menggonggong. Biasanya, anjing-anjing yang banyak menggonggong tidak menggigil.
Pergilah, sekali ini biar kuampuni. Pergi sebelum kalian menerima penghinaan lebih parah lagi!”
Tentu saja tiga orang itu menjadi marah bukan main. "Tangkap gadis liar ini! Bekuk dulu, baru
kita bekuk yang seorang lagi!” teriak si kumis tebal.
Tiga orang itu menerjang ke depan dan mereka memang memiliki gerakan yang tangkas, cepat
dan kuat. Namun, yang mereka hadapi adalah gadis puteri atau murid datuk besar majikan
Lembah Bukit Siluman! Tingkat kepandaian Hui Hong jauh lebih tinggi dibandingkan mereka,
maka melihat mereka bertiga sudah menerjang untuk menangkapnya, dengan ringan dan
mudah saja Hui Hong menyelinap di antara tangan-tangan mereka dan lolos dari terkaman.
Tiga orang itu terkejut melihat gadis itu menjadi bayangan berkelebat dan lenyap. Mereka
membalik dan ternyata gadis itu telah berdiri di belakang mereka dan menggunakan tangan
menggapai dan menantang.
Dari gerakan gadis itu, mereka dapat menduga balwa gadis itu bukan orang lemah, maka kalau
tadi mereka hanya berebut untuk dapat menangkap Hui Hong, kini mereka menerjang dengan
pukulan pukulan!”
Kembali Hui Hong menggunakan kelincahannya untuk mengelak ke sana-sini. kemudian ketika
lengan si tinggi kurus muka kuning menyentuh pundaknya dari belakang, ia menangkap
pergelangan tangan itu, mengerahkan tenaga dan membungkuk, menarik tangan itu dan tubuh
si tinggi kurus berputar dengan kaki ke atas melewati tubuh Hui Hong dan terbanting keras di
atas tanah.
"Ngekkk ... !" Si muka kuning mengaduh-aduh. lalu merangkak dan mencoba bangkit sambil
memegangi punggungnya yang rasanya seperti patah-patah tulangnya dan pinggulnya yang
tipis tak berdaging itu nyeri bukan main. Dia melangkah menjauh dengan terpincang, pincang,
untuk sementara tidak maupu menyerang lagi.
Dua orang kawannya tentu saja marah sekali melihat si muka kuning toboh. Mereka,
menyerang semakin nekat dan kini mereka bukan hanya ingin menghajar, bahkan kalau perlu
membunuh karena serangan-serangan mereka kini merupakan serangan maut yang dapat
mematikan lawan. Melihat ini, Hui Hong juga tidak mau membuang banyak waktu lagi. Ketika si
perut gendut menerjang dari samping. ia mundur dua langkah dan ketika tubuh gemuk itu
terdorong ke depan, secepat kilat kaki kiri Hui Hong mencuat dan ujung sepatunya memasuki
perut yang bergajih itu dengan kerasnya.
"Ngekk ...!” Tubuh gendut itu terjengkang dan terbanting keras sampai bergulingan.
Si gendut berteriak-teriak kesakitan dan seperti juga sutenya tadi, dia merangkak dan dengan
susah payah mencoba bangkit sambil menekan perutnya yang tiba-tiba menjadi mulas.
Orang pertama yang selain marah juga terkejut melihat akibat perkelahian ini. mencabut
goloknya yang terselip di punggung, lalu menyerang Hui Hong dengan bacokan-bacokan
dunia-kangouw.blogspot.com
goloknya. Terdengar suara berdesing-desing ketika golok yang lebar dan tajam itu membelah
udara kosong karena tidak pernah dapat menyentuh sasarannya.
Hui Hong menjadi marah. Mungkin saja tiga orang ini bukan orang-orang yang suka berbuat
jahat, akan tetapi sudah jelas bahwa mereka, terutama si kumis tebal ini mempunyai hati yang
kejam. Buktinya mereka mengeroyok seorang lawan wanita, bahkan melakukan serangan untuk
mematikan, pada hal sebab perkelahian hanya sepele saja. Dan si kumis tebal ini malah tidak
segan segan menggunakan golok menyerang lawan yang tidak bersenjata.
Ketika untuk ke sekian kalinya golok itu menyambar, Hui Hong membiarkan golok itu lewat
dengan sedikit mengelak, dan pada saat gotok menyambar lewat, tangan kirinya bergerak
menotok pergelangan tangan yang memegang golok sehingga senjata tajam itu terlepas dan ia
sudah merampasnya! Pada detik yang lain, Hui Hong sudah menggerakkan lagi tangan kirinya,
sekarang ke arah muka si kumis tebal. Jari-jari tangannya mencengkeram, menarik dengan
sentakan kuat dan si kumis tebal mengeluarkan pekik kesakitan, terpelanting roboh dan dia
melangkah bangun sambil menutupi muka dengan tangan. Kulit di bawah hidungnya yang
sebelah kanan berdarah karena kumisnya telah dicabut oleh tangan Hui Hong. Kini kumis yang
tebal itu tinggal sebelah saja, dan kulit di bagian kumis yang dijebol itu terluka berdarah.
Hui Hong menggunakan kedua tangannya menekuk golok rampasan itu sambil mengerahkan
tenaga. Terdengar suara nyaring dan golok itupun patah menjadi dua potong. Ia
melemparkannya ke atas tanah sambil tersenyum mengejek.
“Hemm, kalian tiga ekor anjing masih juga tidak cepat merangkak pergi?"
Tentu saja tiga orang itu terkejut dan ketakutan, ekan tetapi juga penasaran dan marah.
Peristiwa yang amat memalukan dan menghina ini belum pernah mereka alami selama hidup.
"Kau ... kau ... kalau memang gagah, tunggu saja ... kami mengundang twa-suheng dan
jisuheng ... " kata si kumis dengan suara aneh karena mulutnya sakit digerakkan tanpa
menimbulkan rasa perih di bibir atasnya. Kamudian mereka bertiga melarikan diri ke arah kota.
Hui Hong hanya tersenyum ketika Bwe Si Ni menegurnya, "Hui Hong, kenapa engkau bermainmain
dengan jahanam-jahanam seperti mereka?"
“Enci, orang-orang sombong itu memang patut dihajar. Biar dua orang kakak mereka yang lain
datang, akan kuhajar sekalian di sini."
Bwe Si Ni bangkit berdiri. "Huh, aku tidak mempunyai waktu untuk main-main dengan mereka.
Mari kita melanjutkan perjalanan."
"Tapi, kita bisa dianggap takut!”
"Masa bodoh, biar mereka mencari kita kalau memang sudah bosan hidup. Mari kita pergi."
Karena ia memang sedang mengikuti wanita itu untuk diajak menemui ayah kandungnya, Hui
Hong tidak dapat membantah lagi dan ia pun mengikuti Bwe Si Ni pergi dari situ melanjutkan
perjalanan.
Belum jauh mereka pergi, mereka mendengar derap kaki kuda dari belakang. Setelah beberapa
ekor kuda itu datang dekat, Hui Hong dan Si Ni minggir dan menanti untuk membiarkan mereka
lewat. Akan tetapi, segera mereka melihat bahwa yang datang adalah lima ekor kuda dengan
lima orang penunggangnya. Tiga di antara mereka bukan lain adalah tiga arang yang tadi
dihajar oleh Hui Hong. Yang dua orang lagi adalah dua orang laki-laki berusia kurang lebih
empat puluh tahun, yang seorang tinggi besar bermuka hitam dan yang ke dua, tegap dan
berwajah tampan yang lelalu tersenyum memikat. Wajah seorang penaluk wanita! Tanpa
bertanyapun, dua orang wanita itu dapat menduga bahwa dua orang itu tentulah sang twasuheng
dan ji-suheng dan sekarang lengkaplah sudah Ki ciu Ngo-houw, lima harimau yang
mengaku berkuasa di daerah Ki-ciu itu.
Hui Hong segera melangkah maju dan bertolak pinggang, menghadapi lima orang yang kini
sudah berlompatan turun dari punggung kuda. Setelah membiarkan kuda mereka makan
rumput di tepi jalan, lima orang itu menghadapi Hui Hong yang tersenyum mengejek. "Mau apa
kalian datang mengejar kami? Apakah masih belum puas dan ingin dihajar lebih keras lagi?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Si kumis tebal itu kini kehilangan semua kumisnya. Agaknya dia sudah memotong kumis
sebelehnya sehingga wajahnya yang tidak berkumis itu kini nampak lucu. Akan tetapi yang
menjawab pertanyaan Hui Hong bukan dia melainkan laki-laki tampan yang juga tersenyum dan
melirik-lirik ke arah dua orang wanita itu.
"Nona, engkaukah tadi yang telah menghajar tiga orang suteku? Bagus, ternyata engkau selain
gagah perkasa, juga cantik jelita. Engkau akan menjadi pasanganku yang cocok sekali!"
"Ji-sute (adik kedua), gadis-gadis ini sudah menghina tiga orang adik kita. Hajar saja. kalau
perlu bunuh untuk mengangkat kembali nama Ki-ciu Ngo houw!" kata yang tinggi besar
bermuka hitam dengan sikap bengis sekali.
"Suheng, sayang kalau dibunuh begitu saja. Mereka terlalu cantik, biar kuajak bersenangsenang
barang sepekan sebelum dibunuh!" kata pula si muka tampan.
Tiba-tiba Sin Ni memegang tangan Hui Hong dan menariknya ke belakang sambil berkata,
suaranya lirih mendesis seperti desis seekor ular cobra yang marah. "Mundurlah, Hui Hong.
Sekarang giliranku!”
Hui Hong mundur karena ia sendiripun ingin menyaksikan sepak terjang sahabat baru yang
aneh itu. Suara mendesis itu cukup membuat ia bergidik dan kini Hui Hong yang duduk di atas
sebuah akar pohon yang menonjol keluar dari tanah. Kini, Bwe Si Ni yang berdiri menghadapi
lima orang itu. Ia sudah tersenyum-senyum seperti Hui Hong. Wajahnya yang cantik jelita itu
nampak anggun dan dingin angkuh, seperti sikap seorang putri menghadapi para abdi yang
siap menaati semua perintahnya. Agaknya wanita ini ingin menyesuaikan sikapnya dengan
julukannya. Julukannya adalah Dewi Kwan Im, seorang dewi yang dipuja orang karena terkenal
sebagai Dewi Welas Asih.
"Wah, yang ini biar untukku saja, Ji-suheng!" kata orang ke empat yang gendut dan yang tadi
perutnya menjadi mulas oleh tendangan kaki Hui Hong. "Sejak semula bertemu di rumah
makan, aku sudah jatuh cinta padanya!”
"Singgg ... crattt ...!” Si perut gendut menjerit dan terjungkal, berkelojotan karena tepat di antara
kedua alis matanya tertntuk sebatang jarum hijau yang telah dilepaskan Kwan-Im sianli Bwe Si
Ni tanpa ada yang tahu saking cepatnya gerakan tangannya.
Tentu saja empat orang itu menjadi terkejut satengah mati. Terutama orang ketiga dan kelima
yang selalu bertiga dengan si gendut, merasa terkejut dan juga sedih bukan main. Dan kini di
situ terdapat kakak pertama dan ke dua mereka, membuat hati mereka bertambah berani.
Dengan teriakan-teriakan marah, keduanya sudah mencabut golok masing-masing dan
menerjang ke arah Bwe Si Ni.
Wanita ini tidak bergerak sedikitpun untuk mengelak atau menangkis, melainkan nampak
tangan kanannya saja yang bergerak ke arah perutnya, disusul mencuatnya sinar yang
menyilaukan mata ke arah dua orang penyerangnya dan merekapun menjerit dan terjengkang
roboh dengan golok masih di tangan. Kiranya sebelum golok mereka mengenai sasaran, telah
ada sepasang pedang yang digerakkan secepat kilat menyambar dan menusuk dada kedua
orang itu tanpa mereka mampu mengelak atau menangkis lagi. Mereka roboh dan berkelojotan
di dekat tubuh si gendut yang kini sudah tidak bergerak lagi.
Si tinggi besar dan sutenya yang tampan itu terbelalak dan muka mereka berubah pucat. Di
samping kemarahan yang hebat, merekapun terkejut dan gentar karena sebagai ahli-ahli silat
pandai merekapun dapat mengenal orang yang memiliki kesaktian, yang kiranya tidak mungkin
dapat mereka lawan. Cara wanita cantik itu membunuh tiga orang sute mereka sudah
membaktikan betapa lihainya wanita itu, membuat mereka mengingat dan menduga-duga siapa
gerangan wanita itu. Merrka mulai mengamati Si Ni dan akhirnya mereka dapat mengenal
hiasan rambut berupa teratai di sanggul rambut yang tinggi itu, mengenal pula jubah panjang
lebar teperti jubah pendeta.
"Nona ... nona ... Kwan Im Sianli ... ?” tanya si muka hitam dan mendengar sebutan ini, sutenya
menjadi pucat dan kakinya gemetar.
dunia-kangouw.blogspot.com
Bwe Si Ni baru sekarang tersenyum, akan tetapi senyum yang dingin dan amat merendahkan,
terdengat dengus lirih dari hidungnya, "Huh, kalau sudah tahu, kenapa tidak cepat kalian
membunuh diri?"
Dua orang itu dengan tubuh gemetar cepat mengangkat kedua tangan ke depan dada dan
membungkuk-bungkuk memberi hormat kepada Bwe Si Ni. Mendengar bahwa wanita cantik ini
adalah Kwan-im sianli, datuk besar golongan sesat yeng amal ditakuti, mereka seperti mati
kutu.
"Ampunkan kami, Sianli (Dewi), tiga orang sute kami memang layak mati karena berani kurang
ajar terhadap Sian-li. Ampunkan kami berdua yang tidak mengenal sian-li dan bersikap kurang
hormat." kata si tinggi besar.
"Sian-li, kami kakak beradik seperguruan selalu menghormati dan memuja nama besar Sian-li.
Karena belum pernah berjumpa, hari ini kami telah berlaku kurang hormat. Mohon Sian-li sudi
memberi ampun kepada kami berdua." kata pula yang tampan dan kini dia sudah kehilangan
gayanya sebagai pemikat hati wanita, bersikap sedemikian rendah diri dan penuh rasa takut.
"Tidak perlu benyak cakap. Cepat kalian bunuh diri, atau menanti aku yang membunuh kalian?"
suara Si Ni terdengar dingin dan datar, membuat Hui Hong sendiri yang sudah biasa melihat
kekejeman orang-orang dunia sesat, merasa ngeri. Wanita cantik jelita yang julukannya Dewi
Kwan Im ini sungguh merupakan Iblis betina yang amat kejam.
Dua orang itu saling pandang dengan muka pucat, kemudian secara tiba-tiba mereka sudah
mencabut golok dan menyerang dengan gerakan dahsyat, dengan serangan yang mematikan.
Si tinggi besar menyerangkan goloknya ke arah leher Si Ni sedangkan adik seperguruannya
membabatkan golok ke arah pinggang.
Akan tetapi. keduanya terkejut karena tiba-tiba saja wanita di depan mereka itu lenyap dan
hanya nampak bayangannya berkelebat ke atas kepala mereka. Keduanya cepat membalikkan
tubuh karena maklum, bahwa wanita itu tadi meloncati kepala mereka dan berada di belakang.
Akan tetapi mereka kalah cepat. Baru saja memutar tubuh, dua kali sinar berkilauan
menyambar dan keduanya roboh tanpa dapat mengeluarkan suara lagi karena leher mereka
hampir putus terbabat sebatang pedang yang tadi dicabut, digerakkan, lalu disimpan kembali
secara cepat seperti kilat menyambar olah Kwan-im Sian-li Bwe Si Ni! Tewaslah Ki-ciu Ngo-
Houw yang biasanya merajalela di daerah itu, mati konyol di tangan seorang datuk wanita
tanpa dapat melawan sedikitpun.
Tak lama kemudian, nampak dua orang wanita itu sudah menunggang dua ekor kuda,
melanjutkan perjalanan. Mereka merampas dua di antara lima ekor kuda tadi, memilih yang
terbaik dan kini mereka dapat melakukan perjalanan cepat tanpa terlalu melelahkan diri. Ketika
matahari sudah naik tinggi, udara panas dan kuda mereka sudah mulai berpeluh dan terengah
kelelahan, mereka berdua menghentikan kuda mereka di luar sebuah hutan besar dan
membiarkan dua ekor kuda itu mengaso dan makan rumput. Dua ekor kuda itu nampak senang
sekali ketika dituntun ke sebuah anak sungai yang airnya jernih, minum dan makan rumput
hijau segar yang tumbuh di tepi sungai. Dun orang wanita itupun beristirahat, duduk di atas akar
menonjol di bawah pohon besar yang teduh.
"Enci, kenapa engkau tadi membunuh kelima Ki-ciu Ngo-houw? Kesalahan mereka tidak terlalu
besar, hanya bersikap agak kurang ajar terhadap kita. Kenapa engkau begitu membenci
mereka?"
"Huh, mereka memang layak dibunuh. Semua laki-laki, terutama yang tidak menghargai wanita,
harus dibunuh!" jawab Si Ni dan dari suaranya dapat diketahui bahwa ia memang bersungguhsungguh
dan nampak kebenciannya terhadap pria.
"Enci, engkau agaknya amat membenci pria!”
“Memang benar. pria adalah mahluk yang paling jahat, paling kejam, suka menyiksa hati
wanita!”
"Ehh? Akan tetapi, maafkan aku, enci. Apakah engkau tidak ingat kepada ayahmu, suamimu ...
mereka juga pria, belum lagi para pamanmu dan mungkin saudaramu laki-laki ... "
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku tidak mempunyai semua itu! Aku selamanya tidak pernah bersuami, dan semua ini
kulakukan karena kekejaman pria!”
Tentu saja Hui Hong terkejut sekali dan hatinya amat tertarik. Agaknya wanita cantik ini pernah
mengalami hal-hal yang amat mengecewakan atau mendukakan hatinya, akibat ulah seorang
pria, maka sampai sekarang ia tidak mau menikah dan apalagi berdekatan dengan pria, bahkan
ia membenci pria.
"Akan tetapi engkau masih muda, enci, masih banyak harapan untuk kelak bertemu dengan
seorang pria yang cocok untuk menjadi suamimu ... "
"Diam, jangan ulangi lagi itu atau terpaksa aku akan menyerangmu!”
Hui Hong menghela napas panjang. "Enci, aku pernah mendengar namamu disebut oleh ayah
... maksudku, oleh Bueng-kiam Ouwyang Sek bahwa yang berjuluk Kwan-im Sian-li adalah
seorang datuk persilatan yang amat lihai, dan menurut ceritanya, Kwan-Im Sian li adalah
seorang wanita tua. Akan tetapi, sekarang aku bertemu engkau yang berjuluk Kwan-im Sian li,
dan memiliki kepandaian yang tinggi, akan tetapi engkau masih muda ... "
"Hemm, siapa bilang aku masih muda? Ayah tirimu itu yang matanya sudah lamur barangkali.
Usiaku sudah mendekati setengah abad, bagaimana bisa dibilang muda?"
Hui Hong terbelalak, "Setengah abad? Ah, aku tidak percaya, enci! Engkau nampak berusia
tiga puluhan tahun lebih sedikit!”
Bagaimanapun keras hatinya, Bwe Si Ni hanya seorang perempuan yang selalu amat
memperhatikan riasan dan dandanannya, maka tentu saja ia merasa senang mendengar pujian
bahwa ia awet muda, apalagi pujian itu keluar dari mulut seorang wanita sehingga bukan
merupakan rayuan pria yang memuakkan hatinya.
"Usiaku sudah empat puluh delapan, Hui Hong."
"Ahhhh, sungguh tak disangka!" Hui Hong berseru, terkejut dan juga kagum sekali.
"Karena itu, mulai sekarang jangan sebut enci (kakak) kepadaku, melainkan bibi." Bwe Si Ni
tersenyum. Baru sekarang Hui Hong melihat senyum yang bukan senyum dingin mengandung
ejekan dari wanita itu. Manis sekali. Ia merasa yakin bahwa ketika mudanya, wanita ini amatlah
cantiknya.
"Baiklah, Bibi Bwe Si Ni. Maafkan keberanianku bertanya karena aku merasa amat tertarik dan
ingin tahu sekali, bibi. Bibi adalah seorang wanita yang selain pandai, juga teramat cantik.
Kalau wanita biasa yang bodoh dan tidak cantik saja mendapatkan jodoh, kenapa bibi tidak
pernah menikah? Maafkan pertanyaanku."
"Hemm, kalau orang lain yang mengajukan pertanyaan itu, tentu sudah kubunuh seketika. Akan
tetapi engkau justeru merupakan satu-satunya orang yang harus mengetahui riwayatku. Nah,
aku menjadi pembenci pria dan tidak sudi lagi didekati pria manapun juga karena ulah seorang
laki-laki, ketika aku masih muda, dua puluh tahun lebih yang lalu." Wanita itu merenung dan
beberapa kali menarik napas panjang seolah undangan semua kenangan lama itu
mendatangkan pula kedukaan yang mendalam di hatinya.
"Hemm, tentu engkau mesih muda dan cantik jelita, bibi."
"Sudah sepatutnya aku cantik, karena ketika itu aku adalah seorang dayang di istana kaisar."
Hei Hong memandang kagum. Kukira bukan dayang melainkan puteri, pikirnya. Kalau dayang,
kenapa sekarang dandanan pakaian dan rambutnya seperti seorang puteri saja? Akan tetapi
tentu saja ia diam dan tidak berkata apa-apa, hanya menanti wanita itu melanjutkan ceritanya
yang tentu akan menarik sekali.
"Ketika itu, aku bertemu seorang pria dan kami saling mencinta. Akan tetapi, laki-laki itu
seorang yang mata keranjang. Bukan aku saja yang menjadi kekasihnya, melainkan banyak!
Dan akhirnya dia meninggalkan aku begitu saja!"
Hui Hong mengerutkan alisnya. "Bibi, laki-laki seperti itu tentu sudah bibi cari dan bibi bunuh!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Si Ni menggeleng kepalanya dan wajahnya nampak muram, sedih, "Ada dua hal yang membuat
hal itu tidak mungkin kulakukan, Hui Hong. Pertama, aku ... aku masih mencintanya dan aku
mengharapkan dapat menghabiskan sisa hidupku di samping orang yang selamanya kucinta.
Dan ke dua, kalaupun aku hendak membalas dendam, aku tidak akan menang. Dia lihai sekali
dan aku bukan tandingannya."
"Ahhh ...!” Hui Hong terkejut, dan kagum pula. Ia merasa kasihan kepada wanita ini.
"Hui Hong, ketika aku mendengar engkau menanyakan ayah kandungmu, aku yang
mengetahui di mana dia, segera menawarkan diri untuk menjadi penunjuk jalan agar engkau
dapat bertemu dengan ayahmu. Akan tetapi, aku mempunyai syarat, yaitu kalau aku sudah
berhaail mempertemukan engkau dengan ayahmu, aku ingin minta bantuanmu."
"Bantuan apakah itu, bibi? Kalau memang aku mampu, dan kuanggap tidak bertentangan
dengan isi hatiku, pasti aku akan membantumu."
"Begini, Hui Hong. Setelah engkau bertemu dengan ayahmu, aku minta agar engkau membujuk
pria yang kucinta itu agar dia mau menerima diriku, agar dia memperkenankan aku hidup di
sampingnya, melayaninya, merawatnya. Kemudian, kalau dia berkeras menolak dan tidak
kasihan kepadaku, aku minta engkau membantuku untuk mengalahkan dan membunuhnya!"
Hui Hong berpikir sebentar. Permintaan itu cukup pantas dan kalau pria yang tidak setia itu
benar-benar menolak dan mengandalkan kepandaiannya untuk merusak kehidupan Bwe Si Ni,
memang sudah selayaknya kalau dibasmi. "Baik, bibi, aku berjanji untuk membantumu
melakukan dua hal itu."
Wajah wanita itu berseri. "Engkau ... engkau tidak akan melanggar janjimu, Hui Hong?"
Sepasang alis Hui Hong berkerut. “Bibi Bwe Si Ni, biarpun sejak kecil aku dididik oleh Ouwyang
Sek, namun Ibuku selalu menanamkan watak bertanggung jawab, adil dan dapat dipercaya.
Kalau aku sudah berjanji, pasti akan kupenuhi, dan kalau perlu mempertaruhkan nyawaku. Aku
Juga mempunyai kebanggaan dan harga diri, bibi. Apalagi karena permintaan bibi itu pantas,
kalau laki-laki yang sudah membuat bibi merana selama puluhan tahun itu tidak menaruh iba
dan mau menerima bibi, dia memang pantas untuk dihukum!”
Bwe Si Ni menjadi girang dan ia merangkul dan menciumi kedua pipi Hui Hong, membuat gadis
ini termangu dan terheran. Sungguh sikap ini berbeda sekali dengan sikap Bwe Si Ni selama
ini, biasanya dingin dan kaku, seperti mayat hidup. Dan kini tiba-tiba menjadi hangat, penuh
gairah hidup.
"Terima kasih, Hui Hong, terima kasih ... " bisiknya. Memang wanita ini merasa gembira bukan
main. Ia sudah berhasil membuat puteri kekasihnya berjanji untuk membujuk ayah gadis itu
sendiri untuk menerimanya, dan kalau perlu membantunya mengeroyok!
"Tidak perlu berterima kasih, bibi. Akulah yang harus berterima kasih sebelumnya bahwa bibi
mau mempertemukan aku dengan ayahku. Dan akupun belum tentu berhasil membujuk pria
pujaan hati bibi itu. Kita lihat saja nanti."
"Ya, kita lihat saja nanti, Hui Hong."
Mereka lalu melanjutkan perjalanan, menuju ke Hwa-san, sebuah pegunungan yang memiliki
banyak bukit dan puncak yang tinggi. Sikap kedua orang wanita itu memang tidaklah aneh.
Setiap orang manusia di dunia ini, seperti juga mereka berdua, selalu bertindak atau berbuat
menurut pikiran masing-masing. Dan hati akal pikiran membentuk gambaran si aku yang selalu
mementingkan diri pribadi, mementingkan kesenangan diri sendiri. Memang beginilah ulah
nafsu dan dalam hati akal pikiran kita semua sudah bergelimang nafsu yang memang
disertakan kepada kita sebagai peserta yang membantu jiwa dalam kehidupan dalam badan ini.
Akan tetapi, karena sejak kecil kita membiarkan nafsu makin lama semakin berkuasa dan
merajalela, sehingga akhirnya mencengkeram dan menguasai hati akal pikiran sepenuhnya,
maka kehidupan ini sepenuhnya dikemudikan nafsu. Nafsu membentuk aku yang ingin
menang, ingin senang sendiri. Karena itu, muncullah segala macam kemunafikan, yaitu yang
pada luarnya nampak baik, namun sebenarnya palsu karena di sebelah dalamnya ternyata
nafsu yang berpamrih berkuasa dan segala yang tampaknya besar itu hanya merupakan suatu
cara untuk mendapatkan imbalan yang menyenangkan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Keinginan si aku untuk enak sendiri inilah yang menimbulkan segala macam konflik. Kalau
sudah terjadi benturan antara si aku dan si-aku yang lain, maka bermusuhanlah kedua orang
itu. Benturan kepentingan, atau lebih tepat lagi benturan keinginan untuk senang selain
mendatangkan pertentangan, kebencian dan permusuhan. Bahkan cintapun menjadi sarang
konflik karena pengaruh nafsu atau si aku yang ingin menang sendiri.
Perjanjian antara Si Ni dan Hui Hong juga terdorong oleh kepentingan masing masing. Mereka
seolah saling memanfaatkan pihak lain demi keuntungan atau kesenangan diri sendiri, Si Ni
hendak mempertemukan Hui Hong dengan ayahnya karena di balik itu ia berpamrih agar Hui
Hong menolongnya membujuk ayah gadis itu agar menerimanya, atau kalau ditolak,
membantunya mengeroyoknya. Di lain fihak, Hui Hong mau berjanji karena ia ingin agar Si Ni
menolongnya, menemukan dan mempertemukan ia dengan ayah kandungnya. Betapa dalam
kehidupan ini, kalau kita mau membuka mata melihat kenyataan, kitapun selalu hanya saling
mempergunakan dan saling memanfaatkan orang lain demi keuntungan atau kesenangan kita!
Terhadap keluarga, terhadap teman, masyarakat, negara dan bangsa. Pernahkah terdapat
suatu saat suci di mana kita tidak lagi merenungkan apa yang dapat mereka lakukan demi
keuntungan kita, dan mulai merenungkan apa yang dapat kita lakukan demi kebaikan mereka?
Pernahkah? Demi kebaikan mereka, sepenuhnya, bukan hanya selubung yang
menyembunyikan pamrih kita yang tersembunyi agar kita disenangkan oleh perbuatan atau
hasil perbuatan itu?
***
Hujan turun dengan lebatnya, dan air yang segar sejuk itu disambut dengan penuh syukur dan
terima kasih oleh pohon-pohon dengan daun-daunnya di pegunungan itu. Tanah yang
bercampur batu kapar juga menyambut dengan bahagia. Seluruh permukaan bumi yang
disiram air hujan setelah selama beberapa hari kekeringan, berpesta pora dengan bahagianya
sehingga membubunglah segala hawa kotor ke angkasa, dan bumi kembali segar dan bersih.
Tanah menguap, bau tanah tersebar di mana-mana. Daun-daun menari-nari tertimpa tetesan
hujan, nampak berkilauan hijau segar.
Semua mahluk hidup yang berada di permukaan bumi, bahkan berada di bawah permukaan,
menyambut air dengan gembira dan sibuk. Namun, dua orang wanita itu bergegas memasuki
sebuah guha besar untuk berlindung dari siraman air hujan.
Mereka adalah Bi Moli Kwan Hwe Li dan muridnya, Cia Ling Ay. Setelah memasuki guha, Ling
Ay cepat membersihkan tanah guha, membeberkan kain pembungkus pakaian di lantai dan
mempersilakan gurunya duduk. Mereka duduk di atas lantai guha bertilamkan kain kuning itu.
Bi Moli Kwan Hwe Li duduk bersila dan tiba-tiba ia menutupi mukanya dengan kedua tangan
dan pundaknya bergerak-gerak. Ia menangis! Muridnya, Ling Ay, memandang saja dengan
terbelalak. Selama tiga tahun ia menjadi murid wanita cantik itu, baru sekali ini ia melihat
gurunya bersedih, apalagi menangis, walaupun tidak mengeluarkan suara, Ia tidak menegur
atau bertanya. Ling Ay amat menyayang gurunya, dan selain gurunya telah menyelamatkan ia
dari perkosaan penjahat. Juga gurunya telah mengambilnya sebagai murid, mendidiknya dan ia
merasa berhutang budi kepada wanita itu. Ia menyayang, menghormat dan amat patuh,
walaupun kadang ia harus mengerutkan alisnya kalau gurunya bertindak keras sekali terhadap
orang yang dianggap musuhnya. Sudah sering kali ia melihat gurunya menghukum penjahat,
atau menghajar laki-laki iseng yang menggoda mereka. Gurunya dapat membunuh orang tanpa
berkedip. Walaupun wajah gurunya yang cantik itu selalu tersenyum, namun kalau ia sudah
marah, tidak lama kemudian, Kwan Hwe Li menurunkan kedua tangannya, dan jelas nampak
betapa kedua pipinya basah. Ia benar-benar telah menangis tadi!”
Ia menoleh kepada Ling Ay yang kebetulan menatapnya, akan tetapi muridnya itu cepat-cepat
menunduk, seolah tidak tahu bahwa gurunya habis menangis.
Ling Ay, tahukah engkau mengapa aku tadi menangis?"
Ling Ay mengangkat muka, memandang gurunya dan menggeleng kepala.
Gurunya tersenyum, manis sekali. Kadang Ling Ay merasa heran. Ia sendiri juga seorang
wanita cantik, akan tetapi ia masih muda walaupun sudah menjadijJanda tanpa anak, usianya
baru dua puluh empat tahun. Akan tetapi subonya pernah mengaku bahwa subonya sudah
dunia-kangouw.blogspot.com
berusia lima puluh tahun. Setengah abad. Akan tetapi, subonya masih nampak demikian
cantiknya seperti seorang gadis berusia dua puluh lima tahun saja. Mereka seperti enci adik
dan tak seorangpun menyangkal bahwa mereka itu seperti enci adik.
Dari senyum, merekahlah tawa kecil. "Hi-hi-hik, aku menangis karena bahagia. Heh-heh, Tiauw
Sun Ong, saat ini engkau pasti merana, berduka, menyesal, bingung dan gelisah. Nah, sekalisekali
engkau perlu merasakan hukumanmu, hi-hik."
"Subo. mengapa subo mentertawakan bekas pangeran yang sudah menderita karena buta itu.
Hati teecu (murid) sudah merasa kasihan sekali melihat dia, seorang pria setengah tua yang
buta, hidup terasing seorang diri di pegunungan sunyi, masih dimusuhi pula oleh Kwan Im Sian
li yang ingin membunuhnya. Aih, subo, kenapa subo. tidak kasihan malah kini mentertawakan
dia?"
"Ling Ay engkau sudah mendengar semua ceritaku tentang Pangeran Tiauw Sun Ong, tentang
hubungannya dengan aku, tentang Kwan-im sianli dayang tak tahu malu itu, dan tentang Pouw
Cu Lan selir kaisar yang menyeleweng itu. Akan tetapi, engkau tidak tahu apa yang sebenarnya
terkandung dalam hatiku.”
"Maaf, subo, teecu dapat menduga apa yang terkandung dalam hati sanubari subo. Ingatlah,
subo, teecu pernah menceritakan tentang riwayat teecu yang tidak jauh bedanya dengan
riwayat subo. Teecu juga pernah merasakan bagaimana hancurnya hati yang menderita karena
kasih tak sampai,"
"Hemmm, apakah sampai sekarang engkau juga masih mencinta pemuda yang bernama ... eh,
siapa lagi namanya?"
"Kwa Bun Houw ... teecu tak pernah mencinta pria lain kecuali dia, subo. Teecu pernah
mencoba untuk belajar mencinta pria yang dipaksakan menjadi suami teecu, akan tetapi sama
sekali tidak pernah berhasil. Hanya Bun Houw seorang yang pernah teecu cinta, tetap dan akan
teecu cinta selamanya."
Senyum di mulut Kwan Hwe Li melebar. "Heh.heh, bagaimana mungkin cinta dapat dipelajari
atau dilatih? Cinta adalah suatu keadaan hati. Yang ada hanya engkau mencinta seseorang itu
ataukah tidak. Akan tetapi, Ling Ay, setelah engkau mencinta mati-matian kepada pemuda yang
bernama Bun Houw itu, apakah engkau tidak mempunyai niat untuk mendapatkannya, agar
engkau dapat selamanya hidup di sampingnya?"
"Subo, tidak ada keinginan lain yang lebih besar dalam hati teecu kecuali hidup di sampingnya
untuk selamanya. Akan tetapi teecu membatasi diri, subo. Teecu tahu bahwa teecu tidak
pantas untuk menjadi jodohnya. Orang tua teecu pernah menolaknya dan menyakiti hatinya,
teecu sendiri pernah menjadi isteri orang. Teecu hanya seorang janda yang pemah menyakiti
hatinya, dan dia seorang pendekar yang budiman. Bagaimana mungkin teecu akan dapat
berjodoh dengan dia?" Suara Ling Ay mengandung rintihan batinnya. Ayah ibunya tewas
dibunuh penjahat, ia sendiri sudah menjadi janda, dan Bun Houw entah berada di mana. Tidak
ada sedikitpun harapan baginya untuk dapat bertemu dengan Bun Houw, apalagi hidup
bersama reperti yang dikatakan subonya.
Kwan Hwe Li menghela napas panjang. "Engkau benar, Ling Ay. Keadaan kita memang tidak
jauh berbeda. Akupun hanya mencinta seorang pria saja, yaitu Pangeran Tiauw Sun Ong.
Sampai sekarang aku masih mencintanya dan satu-satunya keinginanku adalah sama dengan
yang diinginkan Kwan-im sian-li, yaitu ingin menghabiskan sisa hidupku di sampingnya. Akan
terapi, kita mendengar sendiri penolakannya terhadap Kwan-im Sian-li. Aku tidak ingin
mendengar dia manolak ajakanku, maka akupun tidak menyampaikan maksud hatiku.
Andaikata dia menolak, mungkin akupun seperti Kwan-im Sianli akan mengajaknya mati
bersama!"
Ling Ay menggeleng-geleng kepala. "Teecu tidak dapat menyelami perasaan subo dan Kwan
Im Sianli. Kenapa harus memaksa seseorang untuk hidup bersama, dan kalau dia menolak
akan diajak mati bersama? Apakah dua orang tidk bisa hidup dalam keadaan saling terpisah
walaupun hati saling mencinta? Teecu bahkan tidak berani mengharapkan orang yang teecu
cinta untuk menjadi teman hidup, dan teecu hanya mendoakan semoga dia mendapatkan
seorang jodoh yang baik dan dapat hidup berbahagia selamanya.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Bi Moli Kwan Hwe Li tertawa geli. "Heh-keh, kalau begitu engkau seorang munafik, Ling Ay!”
"Ehhh? Maaf, subo. Mengapa subo mengatakan teecu munafik?”
"Tentu saja engkau munafik. Dalam hatimu, tadi engkau mengatakan bahwa tidak ada
keinginan yang lebih besar dalam hatimu kecuali hidup bersama pria yang kau cinta. Akan
tetapi di luarnya engkau mendoakan dia hidup berbahagia dengan wanita lain. Bukankah itu
munafik?”
"Tidak sama sekali, subo. Memang teecu mencintanya dan ingin hidup bersama dengan dia.
Akan terapi, kalau dia tidak menghendaki hal itu, teecu tidak akan memaksanya atau
menyalahkannya, apalagi membencinya. Dia berada di samping teecu ataukah tidak, teecu
tetap mencintanya dan ingin melihat dia hidup berbahagia."
"Hi-hi-hik, aku dapat membayangkan. Engkau ingin melihat dia hidup berbahagia, akan tetapi
kalau benar-benar engkau melihat dia hidup berbahagia di samping wanita lain, engkau akan
merasa betapa hatimu perih seperti ditusuk-tusuk, engkau akan menangis sendiri dalam
kamarmu menyesali nasib dan penuh iba diri. Tidakkah begitu? Nah, itu yang kumaksudkan
dengan munafik, tidak samanya perasaan hati dengan perbuatan,"
"Maaf, subo. Teecu rasa tidaklah demikian. Teecu hanyalah seorang manusia biasa yang serba
lemah dan tidak teecu sangkal, mungkin kalau teecu melihat doa teecu terkabul dan Bun Houw
hidup berbabagia dengan wanita lain. melihat dia bersanding dengan wanita lain, teecu akan
teisiksa dalam hati, akan menangis penuh iba diri. Akan tetapi hal itu wajar saja. bukan? Di
samping itu. teecu akan selalu sadar bahwa tidak selamanya orang harus menurutkan kata hati,
tidak memenuhi keinginan hati. Teecu mempunyai pertimbangan untuk menimbang, keinginan
bagaimana yang boleh dilaksanakan dan keinginan yang bagaimana yang harus dikekang. Dan
keinginan memaksa Bun Houw hidup berdua dengan teecu, keinginan untuk senang sendiri
seperti itu, adalah satu di antara keinginan-keinginan yang harus teecu kekang."
"Huh, itulah mengapa engkau selalu tertimpa kemalangan dalam hidupmu. Engkau terlalu
lemah! Engkau terlalu memikirkan orang lain dan lihatlah apa yang selama ini kaualami. Engkau
menurut saja dinikahkan dengan pria yang tidak kausukai, engkau terlalu lemah sehingga tidak
berani menentang orang tuamu. Kemudian, engkau rela saja dipermainkan laki-laki yang tidak
kaucinta. Kalau yang pertama kali engkau lebih mementingkan orang tuamu dari pada dirimu
sendiri, kemudian engkau mementingkan pria yang dipaksa menjadi suamimu. Kemudian
engkau bertemu dengan bekas tunanganmu itu, dan engkau tidak meraihnya sehingga dia
lepas lagi. Huh, aku muak mempunyai murid yang begini lemah!”
Melihat gurunya marah, Ling Ay terkejut.
Selama ini, belum pernah gurunya marah kepadanya! Dan ia merasa menyesal sekali. Ia belum
dapat membalas semua budi yang dilimpahkan gurunya itu kepadanya, dan sekarang ia malah
membuat gurunya kecewa dan marah. Ia segera berlutut di depan gurunya yang duduk bersila
di dalam guha itu.
"Maafkan teecu, subo. Akan tetapi, apa yang harus teecu lakukan? Teecu tetap mentaati
semua perintah subo."
Bi Moli mengangkat mukanya dan meletakkan tangan kirinya ke atas pundak, muridnya. Ia
menyayang Ling Ay. Selama beberapa tahun ini, Ling Ay bukan saja menjadi muridnya, akan
tetapi juga menjadi sahabat baiknya, menjadi pelayannya dan bersikap amat baik kepadanya
sehingga ia merasa sayang sekali kepada murid yang juga amat berbakat ini.
"Yang harus kaulakukan, muridku yang baik, adalah seperti aku. Aku gurumu yang harus
kautaati, bukan? Nih, kita harus dapat menikmati hidup ini, kita harus bertindak sesuai dengan
perasaan kita. Seperti juga aku yang selalu mengharapkan dapat hidup berdampingan dengan
pria yang kucinta, dan menghancurkannya kalau dia menolak dan menyakiti hatiku, engkaupun
harus mencari Bun Houw. Engkau dahulu pernah menjadi tunangannya, saling mencinta, maka
sudah sewajarnya kalau sekarang engkau menuntut disambungnya kembali ikatan itu dan
menjadi isterinya. Bukankah itu harapan dan idaman hatimu?"
"Akan tetapi, subo. Teecu adalah seorang yang tadinya memutuskan hubungan itu, teecu yang
meninggalkannya dan menikah dengan pria lain."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Itu adalah kehendak orang tuamu, bukan kehendakmu. Dan ketika itu engkau belum menjadi
muridku. Kalau engkau bertemu lagi dengan dia, dia harus menerimamu kembali dan engkau
akan menjadi isterinya, hidup berbahagia, dan akupun akan ikut gembira melihat engkau
bahagia. Kalau dia menolak dan memilih wanita lain, aku akan membantumu
menghancurkannya. Daripada orang yang kita cinta terjatuh ke tangan wanita lain lebih baik
kita binasakan saja!”
"Tapi, subo ... " Ling Ay yang bergidik mendengar bahwa ia harus membunuh Bun Houw,
mencari akal dan tidak berani membantah lagi atau menolak, "bagaimana teecu akan dapat
mencari dan menemukannya. Teecu tidak tahu di mana dia berada. Dia sebatangkara dan tidak
mempunyai tempat tinggal yang tetap."
"Biar kita cari perlahan-lahan. Sekarang, kita lebih dulu pergi ke kota raja Nan-king. Sejak
terjadinya keributan dan perang saudara yang menjatuhkan kerajaan Liu Sung tiga tahun yang
lalu. aku tidak pernah melihat Nan-king. Sekarang, di sana yang berkuasa adalah Kerajaan Chi
dan kaisarnya adalah Siauw Bian Ong yang dahulunya adalah Pangeran Siauw Hui Kong. Tiga
tahun telah lewat sejak kerajaan baru itu menguasai daerah selatan Sungai Yang-ce. dan
kabarnya sekarang keamanan telah pulih kembali, tidak ada lagi terjadi pertempuran. Aku ingin
berkunjung ke sana, menjenguk kota kelahiranku dan kautahu, muridku, masih banyak keluarga
bangsawan yang menjadi kerabatku."
Ling Ay menurut saja, di dalam hati ia masih bingung oleh perintah gurunya mengenai sikapnya
terhadap Bun Houw tadi. Ia memang mencinta Bun Houw, hal ini tidak disangkalnya. Ia
memang mengharapkan agar dapat hidup menjadi isteri Bun Houw, hal ini pun harus diakuinya.
Akan tetapi andaikata Bun Houw menolak, bagaimana mungkin ia akan tega untuk
membunuhnya? Bun Houw telah berbuat banyak untuknya. Rasanya ia akan rela mati untuk
membela pria yang dikasihinya itu. Bagaimana mungkin ia akan dapat membunuhnya,
walaupun dia akan menolaknya sekalipun? Akan tetapi ia tidak berani membantah, dan girang
mendengar subonya mengajaknya pergi ke Nan-king. Setidaknya, urusan baru di Nan-king
akan membuat gurunya lupa akan Bun Houw dan diapun akan diam saja. tidak akan
membicarakan lagi tentang bekas kekasih dan tunangannya itu.
***
Guru dan murid itu berhenti di persimpangan jalan. "Suhu," kata Bun Houw, "biarlah teecu
mengantar suhu kembali dulu ke Hwa-san, sebelum teecu mulai mencari adik Tiauw Hui Hong
sampai dapat. Teecu berjanji akan mengajak puteri suhu itu menghadap suhu."
Tiauw Sun Ong tersenyum. Bekas pangeran yang usianya sudah lima puluh sembilan tahun itu
masih nampak tegap dan memang wajahnya tampan dan gagah, walaupun dia nampak lemah
dengan kebutaannya, "Bun Houw, tidak perlu engkau mengantarku. Aku masih kuat untuk
mendaki Hwa-san dan sebaiknya kalau engkau sekarang juga mulai pergi mencari Hui Hong
dan kauceritakan semuanya tentang dirinya, tentang hubungannya dengan aku sebagai ayah
kandungnya. Kasihan sekali Hui Hong, ia tidak tahu akan kematian ibu kandungnya yang amat
menyedihkan. Aih, ulah nafsu selalu mendatangkan akibat yang menyedihkan."
Bun Houw yang sudah mengenal baik watak suhunya yang sekali mengambil keputusan tidak
akan mengingkari lagi, tidak membantah dan diapun menghela napas panjang. Dia merasa iba
kepada suhunya. Biarpun suhunya tidak mengeluarkan ucapan yang menunjukkan
kesedihannya, namun dia tahu benar betapa hancur hati gurunya ketika pertemuannya dengan
satu-satunya wanita yang pernah dicintanya, yaitu Pouw Cu Lan, berakibat matinya wanita itu
membunuh diri. Akan tetapi suhunya tidak pernah melihatkan kesedihannya dan diapun kagum
bukan main. Gurunya adalah seorang laki-laki sejati!
"Baiklab, suhu. Kalau suhu menghendaki demikian, teecu akan mentaati keinginan suhu."
"Selain mencari Hui Hong. Juga ada sebuah tugas untukmu. Ketahuilah bahwa kini kerajaan
Sung atau Liu Sung telah jatuh dan yang berkuasa adalah kerajaan Chi yang dipimpin oleh
Kaisar Siauw Bian Ong. Perubahan ini hanya merupakan perebutan kekuasaan saja, karena
yang memegang pimpinan tetap masih keluarga sendiri. Bahkan ada baiknya, karena Kaisar
Cang Bu yang masih remaja itu tidak pantas untuk menjadi kaisar dan dia tentu mudah dikuasai
para pejabat yang menjilat dan menyelewengkannya. Bagaimanapun juga, kita harus
dunia-kangouw.blogspot.com
mendukung kerajaan Chi di Nan-king karena kita di selatan selalu diancam oleh kekuasaan dari
utara, yaitu kerajaan Wei yang dipimpin oleh bangsa Toba Tartar. Memang tidak perlu engkau
memegang jabatan, akan tetapi kalau melihat negara diancam bangsat Tartar, sudah menjadi
kewajiban setiap orang warga negara untuk membelanya. Nah, tugas yang kuberikan padamu
adalah pergi ke Nan-king dan melihat suasana di sana. Kuberi waktu dua tahun kepadamu
untuk mencari Hui Hong dan melihat keadaan pemerintah kerajaan Chi yang baru. Satelah dua
tahun, bertemu Hui Hong atau tidak, engkau harus mencariku di Hwa-san dan memberi laporan
tentang semua hasil usahamu.”
“Baik, suhu."
Guru dan murid itu berpisah di persimpangan jalan. Tiauw Sun On melanjutkan perjalanan
dengan langkah tegap menuju ke Hwa-san. Bagaimanapun juga, hatinya terasa ringan. "Pouw
Cu Lan, yang dulunya sudah tidak dia pikirkan lagi, akan tetapi kemudian teringat kembali
setelah dia mendengar bahwa wanita yang pernah menjadi kekasihnya itu telah melahirkan
seorang puteri darinya, kini telah meninggal dunia. Hal itu berarti pula bahwa wanita itu telah
terbebas dari penyiksaan diri berkorban demi puteri mereka. Pouw Cu Lan telah mengambil
jalan yang paling tepat. Adapun puterinya, Hui Hong, dalam keadaan selamat dan sehat.
Puterinya! Akan tetapi tiba-tiba dia mengerutkan alisnya. Menurut keterangan mendiang Pouw
Cu Lan sebelum membunuh diri. Hui Hong telah pergi untuk mencarinya bersama seorang
wanita cantik yang mukanya putih halus dan nampak masih muda. Kwan Im sianli Bwe Si Ni!
Siapa lagi kalau bukan bekas dayang itu? Menurut keterangan Bi Moli Kwan Hwe Li. Kwan Im
Sianli tentu bermaksud untuk membunuh Pouw Cu Lan dan puterinya, puteri mereka. Dan kini.
Pouw Cu Lan telah membunuh diri, dan Hui Hong pergi bersama Kwan Im Sianli! Nyawa
puterinya berada dalam bahaya!
Bagaimana mungkin dia dapat kembali ke Hwa-san dan dapat bertapa dengan hati tenang
kalau Hui Hong belum ditemukan? Dan biarpun dia yakin akan kemampuan muridnya, akan
tetapi Bun Houw tidak tahu ke mana harus mencari Hui Hong! Alangkah baiknya kalau dia
sendiripun pergi mencari. Usaha dua orang lentu jauh lebih baik dan mendatangkan lebih
banyak harapan dari pada usaha seorang saja. Maka, tanpa ragu lagi diapun mengubah arah
perjalanannya, berlawanan dengan arah yang dituju Bun Houw. Bun Houw menuju ke timur, ke
Nan-king. dan dia sendiri akan pergi ke utara, ke Lok-yang.
Sementara itu, tanpa mengetahui perubahan arah perjalanan gurunya, Bun Houw melanjutkan
perjalanan dengan cepat. Nan-king masih jauh di timur dan perjalanan melalui daratan amatlah
sukarnya, juga amat melelahkan. Oleh karena itu. Bun Houw menyusuri tepi Sungai Yang-ce
untuk menyewa perahu. Dengan perahu melakukan perjalanan dapat lebih cepat dan tidak
begitu meletihkan, karena perahu akan terbawa arus sehingga tidak banyak membutuhkan
tenaga untuk mendayung, hanya mengemudikannya saja.
Banyak memang dia bertemu pemilik perahu, akan tetapi belum ada yang dapat menyewakan
perahu kepadanya. Tukang perahu tidak mau menyewakan perahu untuk perjalanan sejauh itu,
ke Nan-king yang akan makan waktu berhari-hari. Untuk membeli sebuah perahu, tentu saja
Bun Houw tidak mampu. Emas permata yang dimilikinya, yang dahulu diterimanya dari
gurunya, telah dirampas oleh Suma Koan dan puteranya. Suma Hok. Dan kini dia hanya
mempunyai sedikit perak untuk bekal dalam perjalanan. Juga pemberian gurunya.
Terpaksa Bun Houw membonceng perahu yang kebetulan ke hilir, sampai ke mana tujuan
perahu itu berhenti, lalu disambung lagi dengan perahu lain. Akan tetapi tentu saja perjalanan
ini makan waktu lebih lama karena dia harus menunggu setiap kali di suatu tempat
pemberhentian untuk mencari perahu yang melakukan pelayaran ke timur.
Pada suatu pagi, setelah melakukan perjalanan selama belasan hari, perahu yang ditumpangi
Bun Houw berhenti di sebuah kota di tepi sungai yang bernama Kui-cu, sebuah kota yang
cukup ramai karena di situ merupakan pusat perdagangan yang menjadi semacam bandar
sungai pula. Banyak pedagang mendirikan toko, rumah makan dan rumah-rumah penginapan
karena banyaknya saudagar dari daerah dan kota lain yang datang dan bermalam di Kui-cu,
untuk memperjualbelikan barang dagangan mereka.
Ada sebuah perahu besar yang akau melakukan perjalanan ke timur, akan tetapi pemilik
perahu mengatakan bahwa dia harus menunggu muatan selama dua hari baru dapat
dunia-kangouw.blogspot.com
berangkat. Karena perahu itu merupakau perahu pertama yang akan berlayar ke timur,
terpaksa Bun Houw menunggu dan diapun mencari kamar di rumah penginapan yang kecil
untuk menghemat biaya.
Setelah memperoleh sebuah kamar di rumah penginapan yang berada di ujung kota Kui-cu
karena penginapan lain yang berada di tengah kota sudah penuh dengan tamu, Bun Houw
keluar berjalan-jalan dan melihat-lihat kota Kui-cu. Kota yang sibuk sekali. Datang-banya
banyak tamu pedagang yang berjual-beli di kota itu, membuat kota itu menjadi pusat pasar, dan
banyak orang memanfaatkan keramaian itu dengan membuka bermacam tempat hiburan. Para
pedagang itu mempunyai banyak uang, apalagi di tempat itu seringkali para saudagar
mendapatkan keuntungan yang banyak, maka uang berlimpahan dan mereka itu. segera
nencari hiburan untuk merayakan keuntungan yang mereka peroleh. Tempat-tempat pelesir,
rumah-rumah judi dan sebagainya dibuka orang.
Matahari telah naik tinggi dan Bun Houw memasuki sebuah rumah makan, tertarik oleh bau
sedap masakan yang keluar dari dalam rumah makan itu. Belasan orang sudah berada di situ
dan Bun Houw bingung juga memasuki rumah makan yang tidak terlalu besar itu. Tidak ada
meja kosong, akan tetapi di sudut sebelah dalam terdapat sebuah meja di mana hanya duduk
seorang laki-laki muda saja yang menghadapi meja itu. Seorang pelayan menyambut dan
menggelengkan kepala.
"Maaf, tidak ada meja kosong, harap sebentar lagi saja kembali kalau sudah ada tamu yang
keluar," katanya.
Bun Houw memandang kepada pria yang duduk seorang diri itu, dan pria inipun
memandangnya, lalu pria itu bangkit berdiri dan. berteriak kepada pelayan itu. "Disini aku hanya
duduk sendiri, kalau sobat itu mau, dia boleh, saja duduk makan di sini."
Tentu saja pelayan itu menjadi girang. Jarang ada tamu yang mau membagi mejanya dengan
tamu lain yang tidak dikenalnya. Bun Houw juga girang dan segera memberi hormat-ambil
menghampiri meja itu. "Terima kasih atas kebaikanmu, sobat." katanya.
"Ah, tidak, mengapa. Meja inipun terlalu besar untukku sendiri. Silakan!” kata orang itu dengan
ramah. Bun Houw lalu duduk di seberang orang itu, terhalang meja sehingga mau tidak mau
mereka saling pandang.
Pria itu berusia kurang lebih dua puluh dua tahun. Tubuhnya sedang saja, bahkan agak
kewanitaan karena tidak nampak otot-otot kekar di tangannya. Tubuhnya itu lebih condong
tubuh wanita yang termasuk besar. Wajahnya tampan dan matanya cerdik, senyumnya manis.
Akan tetapi wajah itu adalah wajah pria, dengan alis yang tebal dan hidung besar. Ada sesuatu
dalam sikapnya yang agung dan anggun.
Tentu saja Bun Houw hanya memandang sekalian dan dia menduga bahwa pemuda ini
agaknya seorang pemuda terpelajar, tidak miskin, akan tetapi juga bukan kaya-raya. Walaupun
pakaiannya cukup baik, akan tetapi dia bukan seorang pesolek dan pakaian itu tidak menyolok.
Bahkan pemuda itu duduk dalam rumah makan dengan menghadap ke sebelah dalam
sehingga tidak dilihat wajahnya dari luar, seolah dia hendak menyembunyikan wajahnya agar
tidak terlihat banyak orang. Pada hal, dia tidak melihat sesuatu yeng mencurigakan pada
pemuda ini, "Kulihat engkau seperti bukan orang sini, sobat. Benarkah!" pria itu agaknya
merasa tidak enak kalau berdiam diri ia saja, maka dia bertanya, suaranya terdengar sambil lalu
saja.
"Benar, aku memang baru dalang hari ini, pagi tadi." jawab Bun Houw singkat. Dia tidak ingin
berkenalan dengan pemuda itu, dan tidak ingin menceritakan keadaan dirinya.
Hening sejenak dan pesanan makanan pemuda itu datang lebih dahulu karera memang dia
telah memesan sebelum Bun Houw masuk. Dia memesan nasi dengan dua macam sayur dan
daging, juga air teh. Tidak memesan arak. hal ini mengherankan Bun Houw. Hari itu hawanya
cukup dingin sehingga biasanya orang akan minum arak, walaupun sedikit. Dia sendiri
memesan nasi dan semacam sayur yang di sukainya.
"Silakan engkau makan lebih dulu, sobat," kata Bun Houw melihat betapa pemuda itu.
memandangnya tanpa menyentuh masakan di depannya. Pemuda itu mengangguk, kemudian
dunia-kangouw.blogspot.com
makan, cara dia makanpun sopan dan dengan hati-hati menggerakkan sumpitnya, mengunyah
makananpun tanpa mengeluarkan suara, bahkan jarang sampai membuka mulut, sungguh cara
makan yang hati-hati dan perlahan-lahan, sopan sekali. Bun Houw semakin tertarik dan
senang. Dia sendiri merasa terganggu kalau melihat orang makan dengan lahap seperti orang
kelaparan, dengan mata melotot memandang ke arah makanannya, kemudian mengunyah
cepat-cepat dengan mulut terbuka dan mengeluarkan bunyi berkecapan. Apalagi kalau
menyeruput kuah dari mangkuk, mengeluarkan bunyi seperti seekor babi sedang makan.
Pesanan makanan baginya datang. Pemuda di depannya itu tersenyum dan mengangguk
tanpa bersuara, seolah mempersilakan dia untuk makan. Bun Houw makan pula dan tentu saja
dia makan lebih hati-hati dan lebih sopan dari pada biasanya!”
Tiba-tiba masuk lima orang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan bersikap kasar. Mula-mula
kedatangan mereka tidak menarik perhatian, akan tetapi dua orang di antara mereka berdiri di
depan pintu rumah makan, menghadap ke luar dan seperti penguasa rumah makan, mereka
berdua itu menolak masuknya tamu-tamu baru dengan mengatakan bahwa rumah makan
sudah penuh! Adapun tiga orang lainnya, dengan sikap galak sudah menghampiri pemilik
rumah makan dan memaksanya untuk menyerahkan semua uang hasil penjualannya sejak pagi
tadi! Seorang memaksa pemilik rumah makan, dan dua orang lainnya mulai menggertak para
tamu untuk menyerahkan uang mereka!
Melihat betapa di antara para tamu ada yang nampak penasaran dan marah, seorang diantara
mereka yang mukanya hitam membentak. "Hayo serahkan uang kalian kepada kami. Kalau ada
yang membantah, kepalanya akan kubikin seperti ini!" Tangan kanannya bergerak ke arah
ujung sebuah meja.
"Krakkk!" Ujung meja terbuat dari papan tebal itu pecah berentakan. Tentu saja semua orang
menjadi ketakutan. Apalagi ketika tiga orang yang beroperasi di dalam itu mencabut golok
mereka dan mengamangkan golok, mereka menjadi semakin ketakutan. SI pemilik rumah
makan terpaksa membiarkan semua uang pendapat di laci mejanya dikuras oleh seorang
perampok, sedangkan dua orang lain mulai menguras isi saku para tamu. Hanya ada seorang
tamu yang berusaha untuk menolak dan tidak mau memberikan semua uangnya. Si muka hitam
menamparnya dan beberapa buah giginya rontok, mulutnya berdarah dan sejak itu, tidak ada
lagi tamu yang berani membantah. Ketika si muka hitam menghampiri meja di mana Bun Houw
dan pemuda itu duduk, Bun Houw melihat betapa pemuda itu sedikitpun tidak nampak khawatir.
Bahkan dengan suka rela pemuda itu mengeluarkan semua uangnya dari dalam saku, yang
jumlahnya lima enam kali lebih banyak dari pada uang bekalnya sendiri. Tentu saja Bun Houw
sudah merasa mendongkol sekali kepada lima orang yang berani melakukan perampokan di
siang hari di tempat umum yang ramai itu. Akan tetapi, kalau dia menghajar mereka di rumah
makan, tentu akan merusak perabot di rumah makan itu dan dia tidak akan mampu mengganti
kerugian. Pula, di situ terdapat banyak tamu. Kalau lima orang itu mengamuk, dia khawatir ada
tamu yang akan terluka atau bahkan tewas. Maka, dengan tenang diapun mengeluarkan semua
uang bekalnya dan meletakkannya di atas meja. Perampok muka hitam mengambil uangnya
dan uang pemuda itu dari atas meja. memasukkannya ke dalam kantung hitam besar yang
sudah dipersiapkan sebelumnya.
Perampokan itu berlangsung cepat sekali dan agaknya lima orang itu memang sudah ahli
dalam pekerjaan ini. Setelah menguras semua uang terdapat di situ, mereka pergi dan si muka
hitam yang menjadi pimpinan meninggalkan ancaman. "Kalau ada di antara kalian yang berani
berteriak setelah kami berada di luar. kami akan masuk lagi dan memenggal lehernya di sini
juga!” Goloknya berkelebat dan sebuah bangku terbelah menjadi dua dengan mudahnya.
Semua orang menjadi pucat dan mereka berlima meninggalkan rumah makan itu dengan cepat.
Bun Houw cepat menghampiri pemilik rumah makan.
"Paman, aku akan mengejar mereka dan mencoba untuk mendapatkan kembali semua uang
yang dirampok!” Diapun keluar dari rumah makan itu dan melakukan pengejaran.
Para perampok itu telah keluar dari pintu gerbang kota Kui-cu sebelah selatan. Dan di luar kota
itu, di tempat yang sunyi, mereka bergabung dengan lima belas orang lain yang rata-rata
bersikap kasar dan bertubuh kuat. Dan mereka itu menyediakan pula lima ekor kuda untuk lima
orang perampok itu. Lima belas orang itu sedang duduk berkelompok di bawah pohon dan
dunia-kangouw.blogspot.com
mereka bersorak ketika melihat lima orang perampok itu datang membawa kantung hitam yang
sudah penuh uang!”
"Ha-ha-ha. agaknya Hek-hin (Muka Hitam) berhasil baik!" kata beberapa orang dengan
gembira.
Si muka hitam mengangkat kantong hitam itu tinggi-tinggi. "Penuh uang, cukup untuk kita pesta
beberapa hari!" serunya dan kembali semua orang bersorak gembira.
Bun Houw sudah sejak tadi mengintai. Setelah merasa yakin bahwa dua puluh orang itu adalah
gerombolan perampok atau penjahat, diapun segera melompat keluar dan menghampiri
mereka.
Melihat tiba-tiba muncul seorang pemuda yang berpakaian sederhana, dua puluh orang itu
memandang heran. Lima orang perampok tadi mengenai Bun Houw sebagai seorang di antara
para korban di rumah makan. Si muka hitam sudah meloncat ke depan dan memandang
rendah kepada pemuda yang tingginya hanya sampai ke lehernya itu. Si muka hitam ini
memang memiliki bentuk tubuh yang tinggi besar.
"Mau apa kau? Bukankah engkau seorang dari tamu di rumah makan tadi? Sudah kukatakan,
siapapun tidak boleh membuat ribut. Eh, engkau, malah berani mengejar kami ke sini? Mau apa
kau?”
"Tidak mau apa-apa," jawab Bun Houw dengan sikap tenang, "hanya ingin minta kembali
semua uang yang kalian rampas di rumah makan tadi. Kalian tidak berhak, semua uang itu
harus dikembalikan kepada pemilik masing-masing."
Sejenak hening sekali dan semua penjahat itu memandang kepada Bun Houw dengan mata
terbelalak. Mereka terheran-heran bagaimana mungkin ada seorang pemuda seperti itu berani
bicara demikian kepada mereka! Sungpuh sukar untuk dipercaya. Akan tetapi kemudian,
bagaikan dikomando saja, dua puluh orang itu tertawa bergelak-gelak, mereka geli dan lucu
sampai ada yang perutnya besar terpaksa memegangi perutnya karena tertawa terpingkalpingkal
membuat perutnya sakit dan terguncang keras.
"Heii, booh gila!" teriak seorang diantara lima perampok tadi. "Kalau sekarang engkau berlaku
begini, kenapa tadi di rumah makan engkau diam saja, malah menyerahkan pula uangmu tanpa
melawan sedikitpun?"
"Aku tidak ingin ribut-ribut di rumah makan, aku sengaja membayangi kalian sampai ke sini, dan
di sinilah kita membuat perhitungan.”
"Ha-ha-ha-ha!” Si muka hitam tertawa bergelak. "Kalau kami tidak mau mengembalikan uang
itu, habis engkau mau apa?"
"Terpaksa aku akan menggunakan kekerasan uutuk merampasnya kembali dari tangan kalian."
kata Bun Houw tenang dan kembali meledak utara tawa dua puluh orang itu.
Memang lucu dan seperti ocehan orang yang tidak waras mendengar pemuda itu bicara seperti
itu. Akan tetapi, biarpun mereka menertawakannya dan pandang mata mereka mulai marah, tak
seorangpun bergerak untuk menyertainya. Agaknya orang-orang ini taat kepada komando
pimpinan dan hanya menanti perintah. Dia ingin tahu siapa pemimpin mereka semua, karena
jelas bahwa si muka hitam itu pun hanya memimpin regu kecil perampok tadi.
Seorang diantara para perampok tadi yang juga tinggi besar akan tetapi perutnya gendut
seperti gentong. memandang kepada si muka hitam dan berkata, "Hek-bin twako (kakak muka
hitam), biar kubereskan pemuda nekat ini!"
Sebelum si muka hitam menjawab, terdengar suara yang kecil meninggi seperti suara
perempuan, akan tetapi suara itu keluar dari mulut seorang, yang tinggi kurus dan berkepala
botak. "Tunggu! Pemuda ini sudah berani bersikap seperti itu, berarti bahwa dia mempunyai
andalan. Kalian berlima majulah bersama menghadapinya!"
Si muka hitam dan empat orang anak buahnya, yang tadi melakukan perampokan, tersenyum
masam. Bagaimanapun juga, mereka merasa agak malu untuk mengeroyok seorang pemuda
biasa reperti itu, apalagi pemuda itu tidak memegang senjata, kalau saja tongkat butut yang
dunia-kangouw.blogspot.com
terselip di pinggangnya itu dapat dikatakan senjata! Mereka adalah orang-orang yang perkasa,
bagaimana tidak akan malu dan merasa rendah mengeroyoknya? Akan tetapi agaknya mereka
adalah orang-orang yang mentaati perintah si botak, maka mereka lalu melangkah maju dan
menghadapi Bun Houw. Cara mereka menghadapi Bun Houw. semua di depannya dan tidak
mengepungnya, ini saja sudah membuktikan bahwa mereka memandang rendah pemuda itu
dan merasa malu untuk mengepung dari belakang. Hal ini diketahui oleh Bun Houw, namun dia
tidak perduli, kini dia tahu bahwa pemimpin gerombolan ini adalah si botak tinggi kurus itu. Dan
agaknya kalau lima orang ini hanya mengandalkan kekerasan-kekerasan otot mereka,
pemimpin mereka itu juga mengandalkan otak.
"BOCAH gila, apakah engkau masih hendak meneruskan kehendakmu, merampas kembali
uang itu?" tanya si muka hitam sambil menunjuk kantung uang yang kini dipegang oleh si
botak.
"Tentu saja! Serahkan kembali uang itu dan aku tidak akan mengganggu kalian." kata Bun
Houw dengan sikap tenang.
"Haiiiitt, mampuslah kau!” bentak seorang di antara lima perampok itu dan diapun sudah
menyerang dengan tonjokan yang kuat ke arah muka Bun Houw. Dengan gaya petinju,
agaknya dia ingin memukul roboh Bun Houw dengan sekali tonjok. Dan memang dia bertenaga
kuat sehingga orang biasa sekali terkena tonjokan ini pada dagunya, pasti akan roboh dan
pingsan atau setidaknya gegar otak!
Namun, pukulan itu mengenai angin kosong belaka dan sebelum dia sempat menarik kembali
kepalannya, lengan kanan itu tiba-tiba lumpuh disentuh jari telunjuk kiri Bun Houw dan tahutahu
tubuhnya terjengkang oleh sebuah tendangan kaki kanan pemuda perkasa itu.
Melihat betapa segebrakan saja penyerang itu terjengkang, barulah empat orang perampok lain
terkejut dan marah. Mereka berempat segera menerjang maju, bahkan orang yang tadi terkena
tendangan, untuk menebus malunya, melupakan perutnya yang mulas menendang, bangkit lagi
dan ikut mengeroyok! Akan tetapi, semua anggauta gerombolan itu tercengang-cengang ketika
belum ada sepuluh jurus, biarpun nampaknya lima orang perampok itu menghujankan pukulan
dan tendangan, akan tetapi buktinya, lima orang itulah yang terpelanting ke kanan kiri seorang
demi seorang. Melihat ini, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dengan suara tinggi dan si botak
tinggi kurus itu sudah menyerang Bun Houw dan memang dia memiliki ketangkasan yang lain
dibandingkan anak buahnya. Dia memiliki tenaga sinksng sehingga ketika menerjang, selain
gerakannya cepat bagaikan seekor burung menyambar. Juga pukulannya mendatangkan angin
pukulan yang cukup kuat.
Namun, bagi Bun Houw, si botak ini bukan apa-apa. Diapun menangkap tangan yang
memukulnya dan sekali dorong, si botak itupun tak mampu menahan lagi dan terjengkang.
Kasihan dia, karena kurus maka pinggulnya tidak berdaging sehingga ketika terbanting, pantat
tanpa daging itu menghantam tanah dan rasanya seperti retak-retak tulang belakangnya. Dia
meringis dan memberi aba-aba, "Bunuh dia! Dia! berbahaya bagi kita!”
Anak buahnya, termasuk lima orang perampok tadi, kini mengepung dan mengeroyok dengan
senjata tajam di tangan! Melihat ini, Bun Houw memegang tongkat bututnya dan sekali tangan
kanannya bergerak, nampak sinar berkilat. Pedang Lui-kong-kiam telah tercabut dari sarung
yang berbentuk tongkat butut itu dan begitu pedang itu digerakkan, nampak gulungen sinar
berkilauan yang membuat semua pengetoyok terkejut. Segera disusul suara berkerontangan di
sana-sini. Ke manapun sinar kilat itu menyambar, tentu terdengar suara berkerontangan dan
dalam waktu beberapa menit saja, dua puluh orang itu, termasuk si botak yang tadi mencabut
pedang, menjadi terlongong memandang tangan kanan mereka yang kini hanya tinggal
memegang gagang senjata berikut sedikit sisa potongan senjaia mereka. Dua puluh batang
senjata tajam telah terbabat buntung semua oleh Pedang Kilat!
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring, “Kalian semua mundur !" Dua puluh orang itu terkejut
dan nampak gentar, lalu dengan sikap hormat mereka mundur. Bentakan itu amat berwibawa
dan menggeledek, mengejutkan Bun Houw karena pemilik suara seperti itu tentulah seorang
yang besar pengaruhnya dan sudah biasa ditaati. Dia cepat menoleh ke kiri dan sinar matanya
mengandung keheranan ketika melihat munculnya dua orang. Seorang pria berusia lima puluh
lima tahun, tinggi besar gagah sekali yang agaknya pemilik suara tadi, dan seorang membuat
dunia-kangouw.blogspot.com
Bun Houw tercengang yaitu pemuda yang tadi ditemuinya di dalam rumah makan. Pemuda
yang duduk semeja dengan dia!
Pemuda itu tersenyum kepadanya, senyum manis yang ramah dan pandang matanya kagum.
"Aih sejak pertama kali sudah kuduga bahwa engkau bukan seorang pemuda biasa, sobat!
Ternyata engkau hebat, pedangmu bergerak seperti kilat saja! Engkau patut kalau kunamakan
Si Pedang Kilat!”
Bun Houw diam-diam kagum dan terkejut. Ini tentu bukan pemuda sembarangan pula. Dia
sudah menyimpan kembali pedangnya, dan dari sinarnya saja pemuda itu sudah dapat
memberi nama yang amat tepat. Memang pedangnya adalah Lui-kong-kiam (Pedang Kilat)!
Akan tetapi Bun Houw mengerutkan alisnya. Pemuda yang ramah dan tampan ini tentu ada
hubungan dengan gerombolan perampok ini! Tentu tadi hanya berpura-pura saja menyerahkan
uangnya di rumah makan.
"Akan tetapi aku merasa heran melihatmu, sobat," kata Bun Houw dengan sinar mata penuh
selidik. "Engkau sendiri apa hubunganmu dengan gerombolan perampok ini? Engkau tadi
hanya berpura pura?”
Pemuda itu tersenyum, "Ha, apa bedanya denganmu, sobat? Engkau tadipun berpura-pura,
menyerahkan uangmu kepada mereka. Kiranya engkau membayangi mereka dan menghajar
mereka di sini. Akan tetapi sebelum kita bicara, aku ingin melihat kemampuanmu lebih jauh.
Paman Pouw, coba kau tandingi Si Pedang Kilat ini!”
"Baik, kongcu (tuan muda)," kata pria tua gagah perkasa itu dengan sikap yang menghormat
sekali. Kemudian, dia melangkah maju berhadapan dengan Bun Houw.
"Orang muda, kita bukan musuh. Kami menghargai orang-orang gagah, dan mentaati perintah
kongcu, aku ingin mengenal ilmu silatmu. Nah, bersiaplah!"
Bun Houw senang dengan sikap yang tegas dan jujur dari orang gagah ini. Diapun ingin tahu
sampai di mana kepandaiannya, dan pemuda aneh yang begitu ditaati dan disebut tuan muda
itu telah mengatakan bahwa nanti saja mereka bicara setelah mengenal kepandandaiannya.
Baik, dia akan memperlihatkan kepandaiannya. "Silakan, aku sudah siap," katanya. Ketika dia
melihat betapa orang gagah itu memasang kuda-kuda dengan gaya aliran Siauw-lim-pai, Bun
Houw semakin penasaran, Bilamana ada murid siauw-lim-pai yang menjadi pimpinan
perampok? Ayah kandungnya sendiri, mendiang Kwa Tin, dikenal sebagai seorang pendekar
Siauw-lim-pai dan dia sendiripun sejak kecil dilatih ayahnya dengan ilmu silat aliran Siauw-limpai.
Karena penasaran, maka diapun sengaja memasang kuda-kuda Siauw-lim-pai untuk
mengimbangi lawan.
Melihat pemuda itu memasang kuda-kuda Siauw-lim-pai, orang gagah itu mengeluarkan suara
tertahan dan pandang matanya terbelalak, "Murid Siauw lim pai?" tanyanya heran.
"Murid Siauw-lim-pai aseli karena selalu menentang kejahatan!” kata Bun Houw menyindir.
"Ah, engkau belum mengerti. Mari kita mengadu kepandaian dulu baru nanti engkau bicara
dengan Kongcu." kata orang itu. "Lihat serangan!” dan diapun mulai menyerap dengan ilmu silat
Siauw-lim-pai yang amat kuat. Melihat gerakannya, tahulah Bun Houw bahwa lawannya
menggunakan ilmu Lo-han kun (Silat Kakek Gagah), satu di antara llmu-ilmu Siauw-lim-pai.
Diapun pernah mempelajari ilmu ini, maka diapun mempergunakannya untuk melawan. Karena
keduanya menggunakan ilmu yang sama, maka mereka kelihatan seperti dua orang murid
Siauw-lim-pai yang sedang melatih Lo-han-kun!
“Akan tetapi, Bun Houw segera menyadari bahwa dalam hal ilmu silat Siauw-lim-pai, dia masih
kalah jauh dibandingkan lawan. Bahkan mungkin ayahnya sendiri tidak akan mampu
menandingi tingkat lawan ini! Kalau dia bertahan dengan jurus-jurus Lo-han-kun, dia tentu akan
kalah, maka diapun mengubah gerakannya dan kini dia memainkan ilmu it-sin-ci (Satu Jari
Sakti), ilmu yaitu ilmu silat yang menggunakan totokan satu jari untuk menyerang, ilmu yang
dipelajarinya dari Tiauw Sun Ong!
"Plak-plakkk" Dua kali totokannya ditangkis lawan, akan tetapi karena Bun Houw menggunakan
tenaga Im-yang Bu-tek Cin-keng, orang gagah itu tak dapat menahan dirinya dan terhuyung ke
belakang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ahhh, bukankah itu it-sin-ci ...?” Orang itu berseru kaget dan Bun Houw semakin kagum.
Lawannya ini benar-benar bermata tajam, dapat mengenal ilmu yang dipelajarinya dari
gurunya. Diapun ingin memperlihatkan kepandaiannya, maklum bahwa lawan memang lihai
sekali sehingga tadi mampu mengimbangi it-sin-ci, walaupun agak terhuyung.
"Coba lihat yang ini, apakah engkau juga mengenalnya?” Dan kini Bun Houw memainkan jurusjurus
rahasia dan aneh dari Im-yang Bu-tek Cin-keng. Lawannya mengerahkan seluruh tenaga
dan kepandaian untuk melawan ilmu aneh itu. Mereka nampak saling pukul, saling elak dan
tangkis, akan tetapi belum sampai sepuluh jurus, orang tua yang gagah perkasa itu terdorong
ke belakang, mencoba untuk menahan diri, akan tetapi tetap saja dia terpelanting roboh! Dia
cepat meloncat bangun dengan muka merah dan mata terbelalak.
"Bukan main! Ilmu apakah itu tadi? Tenagamu amat dahsyat! Belum pernah selama hidupku
melihat tenaga yang sedemikian dahsyatnya! Engkau hebat, orang muda, aku mengaku kalah."
Terdengar tepuk tangan. Pemuda itu yang bertepuk tangan, wajahnya berseri dan senyumnya
cerah, dia nampak girang sekali. "Sobat, engkau memang hebat, jauh di luar persangkaanku
semula. Engkau dapat mengalahkan Paman Pouw. Bukan main! Mari, sobat, mari kita bicara,
jangan di sini, tidak leluasa. Mari ikut ke tempat kami."
Bun Houw memang ingin sekali mengetahui siapa pemuda itu dan mengapa mempunyai anak
buah yang melakukan perampokan di rumah makan itu, dan siapa pula ahli silat Siauw-lim-pai
yang tangguh itu. Maka, diapun mengangguk dan tidak menolak ketika seorang anak buah,
atas isarat pemuda itu, menuntun tiga ekor kuda untuk mereka bertiga. Bun Houw segera
meloncat ke punggung kuda dan mengikuti pemuda itu dan orang she Pouw yang baru saja
mengadu kepandaian dengannya. Dua puluh orang anak buah itu ternyata mengikuti mereka.
Setelah memasuki hutan dan mendaki sebuah bukit kecil, akhirnya mereka bertiga tiba di
pekarangan sebuah rumah terpencil. Rumah itu sederhana saja bentuknya, akan tetapi cukup
besar dan pekarangannya juga luas. Nampak beberapa orang laki-laki berpakaian pelayan
menyambut tiga orang itu. Mereka memberi hormat kepada pemuda itu dan menuntun tiga ekor
kuda.
"Ini rumah kami. mari silakan masuk, sobat dan kita bicara."
Bun Houw mengikuti pemuda itu dan si tinggi besar she Pouw itu mengikuti di belakangnya.
Mereka memasuki rumah dan setelah masuk, baru Bun Houw mendapat kenyataan bahwa
rumah yang dari luar nampak bercahaya itu, di sebelah dalamnya penuh dengan perabot yang
mewah sekali! Dan begitu memasuki ruangan depan, nampak lima orang wanita muda yang
usianya antara delapan belas sampai dua puluh tahun, kelimanya cantik jelita dan manis, keluar
menyongsong pemuda itu dengan sikap mereka yang manja namun penuh hormat. Akan tetapi,
kegembiraan mereka itu berubah menjadi sikap yang alim dan pendiam ketika mereka melihat
bahwa pemuda itu datang bersama seorang pemuda lain yang asing bagi mereka. Pemuda itu
tersenyum dan memberi isarat-kepada mereka berlima untuk masuk ke dalam dan memesan
agar dipersiapkan hidangan makan siang untuk dia dan tamunya. Sambil tersenyum dan
memberi hormat ke arah Bun Houw dengan malu-malu, lima orang itu berlari memasuki rumah
bagian dalam, dan pemuda itu mempersilakan Bun Houw untuk masuk ke dalam ruangan tamu
yang berada di bagian kiri.
Mereka bertiga duduk di ruangan tamu yang luas dan selain kursi-kursinya indah dan enak
diduduki, juga ruangan itu bersih dan dindingnya digantungi tulisan-tulisan dengan huruf indah
dan beberapa buah lukisan alam. Jendela-jendelanya terbuka ke taman sehingga hawa di
dalam ruangan itu sejuk dan nyaman sekali.
"Nah, sekarang kita berkenalan, sobat. Namaku Siauw Tek, dan ini adalah Paman Pouw,
pembantuku yang setia, juga pelindungku yang gagah perkasa. Seperti yang telah
dikatakannya tadi, kami suka sekali berkenalan dan bersahabat dengan orang-orang gagah di
dunia, maka pertemuan kami denganmu merupakan kebahagiaan besar bagi kami. Siapakah
namamu dari mana dan dari aliran mana, juga apa kedudukanmu?"
"Namaku Kwa Bun Houw, berasal dari Nan-ping. Aku hidup sebatang kara. yatim piatu, tidak
mempunyai tempat tinggal yang tetap, juga bukan dari aliran manapun dan tidak mempunyai
kedudukan apapun. "
dunia-kangouw.blogspot.com
Pemuda yang bernama Siauw Tek itu kelihaian semakin gembira mendengar keterangan
singkat Bun Houw, terutama sekali karena Bun Houw tidak mempunyai kedudukan dan tidak
terikat aliran apapun. Akan tetapi orang yang nama lengkapnya Pouw Cin itu, memandang
penuh selidik dan bertanya, "Maaf, Kwa-enghiong (orang gagah Kwa). melihat dasar gerakan
silatmu, tidak salah tapi bahwa engkau setidaknya pernah mempelajari ilmu silat Siauw-lim-pai.
Bukankah engkau murid Siauw-lim-pai?"
Bun Houw menggelengkan kepalanya, "Mendiang ayahku adalah murid Siauw-lim-pai, dan
ketika masih kecil aku pernah mempelajari ilmu silat aliran itu dari mendiang ayahku. Akan
tetapi aku bukan murid langsung dari Siauw-li m-pai."
"Kalau boleh aku mengetahui, siapakah nama mendiang ayahmu, murid Siauw-lim-pai yang
tinggal di Nan-ping itu?" Pouw Cin mendesak.
"Mendiang ayahku bernama Kwa Tin."
Pouw Cin terbelalak girang. "Ah, kiranya dia! Aku mengenalnya dengan baik, bahkan kami
masih terhitung saudara sekeluarga, sealiran. Dia seorang pedagang kita yang berhasil dan
gagah perkasa, seorang pendekar sejati. Akan tetapi ... aku tidak tahu bahwa dia sudah
meninggal. Kalau tak salah, ... usianya sebaya denganku, belum tua benar."
"Ayah dan ibu tewas oleh gerombolan penjahat yang menbalas dendam kepada ayah." kata
Bun Houw singkat. "Karena itu. aku selalu menentang para penjahat dan perampok." Setelah
berkata demikian, dia menatap wajah Siauw Tek dengan pandang mata tajam.
"Ha ha, sekali lagi kuyakinkan padamu bahwa kami bukanlah penjahat dan perampok. Engkau
tadi sudah mendengar bahwa Paman Pouw adalah murid Siauw-lim-pai. saudara seperguruan
mendiang ayahmu. Apakah orang seperti dia ini pantas menjadi perampok, dan apakah aku
pantas pula menjadi kepala perampok?"
"Akan tetapi di rumah makan tadi ... "
"Memang kami sengaja. Kwa-toako (kakak Kwa)!" kata Siauw Tek. "Sebaiknya aku
menyebutmu toako saja, lebih akrab. Kuulangi, kami memang sengaja membiarkan anak buah
kami melakukan perampokan secara menyolok.”
“Aneh sekali! Bukan perampok akan tetapi membiarkan anak buah perampok, Hemm ...
Kongcu, harap jangan mempermainkan aku!" kata Bun Houw tak senang, dan mengingat
betapa semua orang menyebut pemuda itu kong-cu, diapun ikut-ikutan. Dia masih merasa yakin
bahwa pemuda ini bukan orang biasa. "Melakukan perampokan akan tetapi bukan perampok,
lalu apa?”
“Kami adalah pejuang!”
“Ehh? Pejuang? Berjuang untuk apa?”
“Untuk mengusir pemberontak dan pengkhianat!" kata pula Siauw Tek sambil mengepal tinju
dan tiba-tiba saja sikapnya penuh semangat, pandang matanya berapi-api dan mukanya
kemerahan.
"Ehh? Aku ... aku sungguh tidak mengerti apa maksudnya semua ini, Kongcu. Lalu apa
hubungannya perjuangan dengan perampokan? Siapa pula pemberontak dan pengkhianat itu?"
Siauw Tek menghela napas panjang. "Sungguh sayang, betapa sedikit para pendekar yang
gagah memperdulikan urusan negara! Kwa-toako, kami sengaja menyuruh anak buah kami
melakukan perampokan di kota-kota, di tempat umum, pertama untuk menarik perhatian para
pendekar dan orang gagah agar dapat berhadapan dengan kami seperti halnya engkau
sekarang ini. Dan ke dua perampokan perampokan itu setidaknya akan menimbulkan
kekacauan dan kesan buruk mengenai keamanan terhadap pemerintah pemberontak."
"Pemerintah pemberontak?"
"Ya, bukankah kerajaan Chi sekarang ini merupakan pemberontak yang telah mengkhianati dan
menggulingkan kerajaan yang sah? Pemerintah yang sah adalah kerajaan Liu-sung!"
Bun Houw yang tidak pernah memperhatikan urusan kenegaraan, semakin bingung.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Akan tetapi ... yang pernah kudengar, kerajaan Liu-sung telah jatuh dan sekarang yang
menjadi penguasa adalah kerajaan Chi, kalau tidak salah, hal ini telah terjadi beberapa tahun
yang lalu ... eh, aku sendiri tidak tahu benar, hanya mendengar-dengar saja karena bertahuntahun
aku sibuk belajar ilmu. Kalau begitu, kalian ini adalah orang-orang yang. anti kerajaan Chi
yang baru dan menentangr pemerintah, sengaja menimbulkan kekacauan?"
"Tentu saja! Kami ... "
Akan tetapi tiba-tiba Pouw Cin memotong kata-kata pemuda itu. “Kwa-enghiong, harap jangan
salah paham. Yang jelas, kami bukanlah penjahat, dan untuk memberi penjelasan, nanti
setelah makan, aku akan. mengajakmu untuk melihat-lihat keadaan kami. Kami sedang
menyusun pasukan dan mengumpulkan orang-orang gagah pembela kebenaran dan keadilan.
Kalau sudah melihat keadaan kami, nanti engkau tentu akan mengerti."
"Ha-ha, benar sekali ucapan Paman Pouw! Kalau dijelaskan perlahan-lahan dan mengenal
keadaan kami, dapat saja engkau menjadi salah paham dan mengira kami gerombolan
penjahat. Nah, sekarang kupersilakan engkau untuk makan siang bersama kami, toako. Kita
sudah saling berkenalan dan bersahabat, harap engkau tidak merasa sungkan lagi. Paman
Pouw, coba kaulihat apakah sudah siap makan siang di dalam."
Pouw Cin keluar dan dua orang gadis pelayan cantik memasuki ruangan tamu itu, membawa
suguhan anggur dan teh. Dengan sikap gembira Siauw Tek lalu menyuguhkan anggur kepada
Bun Houw dan ketika meminum anggur itu, diam-diam Bun Houw kagum. Anggur yang lezat
bukan main, manis, sedap dan halus sekali. Tak lama kemudian Pouw Cin masuk dan memberi
tahu bahwa makan siang telah siap.
Biarpun merasa sungkan, Bun Houw tidak menolak. Dia merasa semakin tertarik dan ingin
sekali mengenal tuan rumah lebih dekat. Banyak rahasia menyelubungi tuan rumah dan dia
tentu selamanya akan merasa menyesal dan penasaran kalau tidak dapat mengetahui dengan
benar siapa sebenarnya Siauw Tek ini dan apa maunya.
Ruangan makan itu lebih mewah daripada ruangan tamu. Meja yang terukir indah penuh
dengan hidangan yang masih mengepulkan uap yang sedap. Kursi-kursinya juga berukir dan
Siauw Tek duduk di kepala meja. Pouw Cin duduk di sebelah kanannya, dan Bun Houw
dipersilakan duduk di sebelah kirinya. Lima orang wanita muda yang cantik jelita dan yang tadi
menyambut kedatangan mereka, juga berada di situ dengan sikap yang genit dan ramah,
penuh senyum manis dan kerling memikat. Mereka berlima inilah yang melayani Siauw Tek
makan minum, dan atas isarat Siauw Tek dua orang di antara mereka kini melayani Bun Houw,
menuangkan arak, mengambilkan dan menambahkan lauk pada mangkok Bun Houw, Pouw
Cin tidak dilayani mereka, dan hal ini membuat Bun Houw merasa sungkan bukan main!
Hidangan itu sungguh merupakan hidangan mewah yang lezat, yang belum pernah dimakan
oleh Bun Houw, tentu amat mahal harganya. Seperti makanan yang dihidangkan kepada rajaraja.
Tiba-tiba Bun Houw tertegun dan jantungnya berdebar. Apa hubungan Siauw Tek ini
dengan raja? Dengan kaisar ? Seorang pangerankah dia? Ah, sekarang dia dapat menduga.
Siauw Tek tentulah seorang pangeran atau setidaknya seorang bangsawan tinggi dari kerajaan
Liu-sung yang telah jatuh dan dia bercita-cita untuk merampas kembali tahta kerajaan dari
pemerintah atau kerajaan Chi yang baru. Dan Pouw Cin tentu juga seorang yang setia kepada
kerajaan Liu-sung yang telah jatuh.
Selagi mereka makan minum, tiba-tiba terdengar suara merdu dan nyaring seorang-wanita dari
luar pintu ruangan itu. "Aihh sedapnya! Ada pesta apa sih? Kenapa koko (kakanda) tidak
memberi tahu apa-apa? Kenapa aku ditinggal, tidak diajak ikut pesta? Tidak lucu, ah!” Dan
muncullah orangnya di ambang pintu.
Bun Houw yang duduknya tepat menghadap pintu itu, memandang dan terpesona. Gadis itu
bukan main! Lima orang wanita yang melayani mereka makan juga cantik jelita, akan tetapi
dibandingkan dengan gadis yang kini berdiri di ambang pintu, sungguh nampak sekali
perbedaannya. Kalau lima orang wanita itu hanya cantik dan lembut, namun gadis yang kini
berdiri di depan pintu itu masih amat muda, dan memiliki kesegaran yang tidak dimiliki wanita
lain. Begitu segar, bebas dan gagah perkasa! Pakaiannya ringkas, serba hitam, tidak mewah
namun serasi dengan bentuk tubuhnya yang ramping padat. Wajahnya manis sekali, dengan
dunia-kangouw.blogspot.com
rambut digelung ke atas, diikat saputangan kuning dan agak awut-awutan. mungkin baru
pulang dari perjalanan sehingga pakaian itu agak berdebu dan rambut itu diusik angin. Tangan
kirinya masih memegang sebatang cambuk kuda dari kulit, dan sikapnya begitu anggun, begitu
gagah berwibawa, bahkan sedikit angkuh. Ia tidak pemalu seperti gadis lain, bahkan pandang
matanya langsung menatap wajah Bun Houw dan pemuda inilah yang akhirnya menundukkan
pandang matanya, seolah silau oleh sinar mata yang mencorong itu, atau setidaknya khawatir
kalau disangka tidak tahu susila.
Sepasang alis Siauw Tek berkerut ketika dia melihat gadis itu, akan tetapi dia tersenyum. "Aha,
kebetulan engkau pulang, siauw-moi! Pesta ini diadakan secara mendadak, jadi tidak keburu
memberitahu engkau yang sejak pagi sudah pergi. Hayo, ikutlah makan dan kenalkan, tamu
kehormatan kita ini adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu silat hebat sekali. Namanya
Kwa Bun Houw dan kujuluki dia Si Pedang Kilat!" Siauw Tek bangkit dan menarik tangan
adiknya yang sudah mendekat, lalu memperkenalkannya kepada Bun Houw, "Kwa-toako, ini
adalah adikku yang bengal dan manja, namanya Kiok Lan."
Bun Houw cepat bangkit dan memberi hormat kepada gadis yang lincah itu dengan
mengangkat kedua tangan depan dada. Akan tetapi, gadis itu agaknya tidak perduli akan
segala upacara perkenalan itu, lalu bertanya kepada Pouw Cin, "Paman Pouw, benarkah,
kepandaiannya hebat? Bagaimana kalau dibanding dengan kepandaian paman?"
Wajah Pouw Cin berubah kemerahan dam hampir saja dia tersedak. Dia minum araknya, lalu
menjawab, "Kepandaian Kwa-enghiong jauh lebih tinggi dari pada ilmu silat saya. Siocia
(nona)."
"Aih, kalau begitu hebat! Aku harus belajar silat darimu, Kwa-enghiong!" seru gadis itu dan
tanpa banyak ribut lagi iapun mengambil tempat duduk di sebelah Bun Houw.
Pemuda ini merasa seperti ada bunga mawar setaman mendekatinya, membuat jantungnya
berdebar. Padahal, ketika dua orang pelayan cantik tadi melayaninya, demikian dekat bahkan
disengaja atau tidak beberapa kali ujung lengan baju mereka menyentuhnya, dia sama sekali
tidak merasa apa-apa, bahkan merasa tidak enak sekali.
Ketika seorang pelayan menghampirinya untuk menuangkan arak, Kiok Lan menolak halus dan
berkata, ditujukan kepada Siauw Tek. "Koko, kurasa Kwa-enghiong dan Paman Pouw tidak
perlu dilayani, dapat menuangkan arak dan mengambil lauk sendiri. Kenapa harus dilayani?
Sebaiknya koko tidak menyusahkan kelima enci ini. Harap enci sekalian kembali saja ke dalam.
Bukankah begitu. Kwa-enghiong dan kau, Paman Pouw?"
Lima orang wanita cantik itu saling pandang dan agak tersipu, akan tetapi Siauw Tek tertawa.
"Ha-ha-ha, engkau selalu jujur dan kasar, siauw-moi. Baiklah, kalian mengasolah. Nanti saja
kalau sudah selesai perintahkan para pelayan membersihkan meja."
Lima orang wanita cantik itu lalu berlari kecil meninggalkan ruangan makan itu. "Nah, begini
lebih leluasa, bukan? Kita dapat bicarakan apa saja, tentu saja kalau Kwa-enghiong ini telah
menjadi sahabat yang dapat dipercaya."
Tanpa sungkan lagi Kiok Lan mengambil masakan dengan sumpitnya, dan mulai makan.
Sungguh jauh bedanya dalam hal sopan santun antara gadis ini dan kakaknya. Siauw Tek
makan dengan sikap yang amat hati-hati dan selalu menjaga kesopananya cara makan
seorang bangsawan tinggi yang tidak mau tercela sedikitpun. Sebaliknya, gadis itu makan
seperti seorang gadis kang-ouw, makan dengan enaknya tanpa rikuh. Juga ia menuangkan dan
minum arak bagaikan minum air saja!
"Apakah engkau membawa kabar penting siauw-moi? Kalau urusan negara, sebaiknya
dibicarakan nanti saja denganku. Kalau urusan pribadi, boleh saja dibicarakan sekarang.”
"Tidak ada urusan negara. itu kan urusanmu, koko. Dengar baik-baik, bukan hanya engkau
yang menemukan Kwa-enghiong ini sebagai seorang pendekar sakti. Akupun membawa
seorang tamu, seorang pendekar sakti yang berilmu tinggi, koko!"
"Ehh? Siapa dia? Bagaimana engkau bertemu dengan dia dan di mana dia sekarang?” Siauw
Tek yang agaknya amat penuh perhatian itu bertanya dan jelaslah bahwa pemuda ini memang
ingin sekali berkenalan dengan orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Nanti dulu, koko. Biar dia menanti di ruangan tamu. Aku sudah menyuruh pelayan
menghidangkan minuman. Pertemuanku dengan dia menegangkan, koko. Aku dihadang orangorang
jembel menjemukan itu. Akan tetapi ilmu silat para pimpinannya lihai dan aku hampir
celaka. Untung tiba-tiba muncul pendekar yang hebat ini sehingga aku tertolong."
Siauw Tek tertarik sekali. "Siauw-moi. ceritakanlah yang jelas. Apa yang telah terjadi? Jangan
sepotong-sepotong membuat kami jadi penasaran sekali." tegur kakaknya.
Gadis itu tertawa, nampaknya puas sekali dapat membuat para pendengarnya tertarik.
Kemudian, tanpa menghentikan makan, sambil makan ia bercerita tentang apa yang baru saja
dialaminya pagi hari itu.
Gadis itu memang merupakan adik kandung seayah berlainan ibu dengan Siauw Tek. Sejak
kecil, Kiok Lan memang memiliki watak yang lincah jenaka dan pemberani, apalagi karena
sejak kecil ia suka berlatih silat sehingga kini, dalam usia tujuh belas tahun, ia telah menjadi
seorang gadis yang lihai. Banyak sekali gurunya, yaitu para jagoan istana kerajaan Liu-sung
yang telah jatuh. Dan, yang terakhir, Pouw Cin yang lihai juga melatihnya sehingga ia menjadi
semakin lihai.
Pagi hari itu, ia berpamit kepada kakaknya untuk pergi berburu ke hutan di Bukit Hijau yang
dihuni banyak binatang buruan. Siauw Tek yang mengetahui keberandalan adiknya, tidak dapat
melarang, akan tetapi dia percaya penuh akan kelihaian adiknya sehingga berkeliaran seorang
diripun takkan ada yang mampu mengganggunya. Adiknya itu tidak akan dapat dikalahkan oleh
sepuluh orang pria kasar dan kuat sekalipun!
Dengan bersenjatakan busur kecil dan banyak anak panah, Kiok Lan memasuki hutan di lereng
Bukit Hijau. Akan tetapi di tepi hutan itu, ia bertemu dengan tiga orang pengemis yang
menghadang perjalanannya. Mereka memandang kepadanya dan ketiganya menyodorkan
tangan kanan minta sedekah.
"Nona. tolonglah kami orang-orang miskin dan kelaparan!" kata mereka senada.
Kiok Lan berhenti melangkah dan berdiri di depan mereka, memandang penuh perhatian.
Alisnya berkerut dan mulutnya senyum mengejek. Hatinya merasa tak senang sekali. Tiga
orang itu adalah laki-laki bertubuh cukup sehat dan kuat, usia mereka antara tiga puluh-sampai
empat puluh tahun. "lhhh, apakah kalian ini tidak malu? Tiga orang laki-laki sehat dan kuat,
belum kakek-kakek lagi, menjadi pengemis yang minta-minta? Orang-orang macam kalian ini
hanya membikin malu bangsa saja dan tidak layak hidup! Pergilah, aku tidak sudi memberi
apapun kepada kalian!"
Berubah sikap tiga orang laki-laki itu. Kalau tadi mereka memasang wajah menyedihkan,
dengan suara yang mohon belas kasihan, kini mereka melotot dengan muka berubah
kemerahan. Mereka memandang ke kanan kiri, dan kesunyian tempat itu agaknya menambah
semangat dan keberanian mereka. Yang termuda di antara mereka, matanya sipit hampir
terpejam dan hidungnya pesek, melangkah maju dan tersenyum mengejek.
"Nona manis, kalau engkau tidak mempunyai uang untuk diberikan kepada kami, berikan saja
apa yang kaumiliki. Kecantikanmu, heh-heh-heh, cukup untuk kami bertiga. Bukankah begitu,
heh-heh, kawan-kawan?"
"Benar sekali!" kata dua orang kawannya.
Sepasang mata yang indah itu terbelalak, dan muka itu berubah kemerahan. "Memang kalian
tidak patut hidup! Jahanam busuk kalian, anjing kotor!"
"Ha-ha-ha, ia cantik dan galak pula!" kata si mata sipit dan diapun sudah menerjang ke depan
untuk meringkus dan memeluk gadis yang dianggapnya amat menggairahkannya itu.
Kiok Lan menyambutnya dengan sebuah tendangan yang ditujukan ke arah perutnya. Orang itu
mengenal gerakan silat yang dahsyat, dan agaknya si mata sipit juga ahli silat. maka dia cepat
menangkis dengan kedua tangannya yang disabetkan ke bawah, tidak jadi merangkul.
"Dukkk!!" dan akibat tangkisan ini, si mata sipit terjengkang dan terbanting sampai tiga meter
jauhnya!
dunia-kangouw.blogspot.com
Dua orang temannya menjadi terkejut dan marah. Tahulah mereka mengapa gadis itu berani
bersikap kasar dan menghina mereka. Kiranya seorang gadis kang-ouw yang pandai silat!
Mereka segera mencabut tongkat besi yang terselip di pinggang, lalu menyerang, sekali ini
bukan untuk berbuat mesum, melainkan untuk melukai gadis yang dianggap lawan berbahaya
itu, Juga yang terjengkang tadi, setelah mengerang sebentar lalu bangkit, mencabut tongkat
besinya dan tiga orang itu kini mengeroyok Kiok Lan! Akan tetapi, segera mereka mendapatkan
kenyataan pahit. Mereka telah bertemu batu keras! Biarpun hanya bersenjatakan busurnya,
Kiok Lan mampu menghajar tiga orang itu sampai babak belur dan akhirnya mereka bertiga lari
tunggang-langgang dengan kepala benjol dan luka-luka kecil yang merobek baju dan kulit.
"Huh, belum bertemu binatang buruan, Bertemu tiga orang yang lebih jahat dari pada binatang!"
kata Kiok Lan sambil tersenyum mengejek. Karena mereka merupakan lawan yang lunak saja
baginya, Kiok Lan sudah melupakan peristiwa itu dan memasuki hutan. Dalam waktu kurang
dari satu jam, ia telah berhasil memanah roboh seekor kijang muda yang gemuk.
"Heh-heh, koko tentu akan senang sekali. Dia paling suka makan daging paha kijang
dipanggang!" katanya seorang diri sambil berlari menghampiri kijang yang roboh itu.
Akan tetapi, ia tiba di bawah pohon dekat semak belukar itu, ia mengerutkan alisnya. Kijang itu
telah dipanggul seorang yang dikenalnya sebagai si mata sipit tadi, yang tertawa-tawa
membawa pergi bangkai kijang itu.
"Hei, berhenti, kau anjing busuk! Kembalikan kijangku!" teriak Kiok Lan dan ia bergerak hendak
mengejar. Akan tetapi tiba-tiba ada angin menyambar dari samping. Suara senjata berdesing
membuat ia terkejut dan cepat melompat untuk mengelak. Kiranya yang menyerangnya adalah
seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang memegang sebatang tongkat besi pula. Dan
kakek inipun berpakaian pengemis. Selain dia, di situ masih terdapat empat orang pengemis
setengah tua lain lagi dan mereka semua memandang kepadanya dengan sikap marah.
"Heii! Kalian ini lima orang pengemis tua, mengapa tiba-tiba saja menyerangku? Aku hendak
mengejar pencuri kijangku itu!” bentak Kiok Lan marah.
"Hemm, engkau seorang gadis yang masih, muda sekali, masih remaja akan tetapi sudah
memiliki watak yang keras dan kejam. Engkau telah mengandalkan kepandaianmu untuk
menghina dan memukuli tiga orang murid kami! Kalau engkau tidak mempunyai apa-apa untuk
memberi sedekah kepada mereka sudah saja jangan beri apa-apa. Kenapa engkau tidak mau
memberi malah menghina mereka, kemudian memukuli mereka?"
Baru sekarang Kiok Lan tahu bahwa ia berhadapan dengan lima orang jembel-jembel jagoan
yang menjadi guru dari para pengemis, kurang ajar tadi dan timbullah kemarahannya.
"Aha, kiranya kalian adalah guru-guru para pengemis busuk yang kurang ajar tadi. Bagus,
bagus! Kalau murid-muridnya jahat guru-gurunya tentu lebih jahat lagi! Kalian telah
mengajarkan orang-orang yang masih sehat dan kuat untuk mengemis, bahkan untuk bersikap
kurang ajar. Kalau kalian mengajar orang-orang untuk mengemis, tentu kalian sendiri juga
pengemis-pengemis besar!"
"Hemm, engkau memiliki mata akan tetapi seperti buta. Kami adalah Ngo-liong Sin-kai
(Pengemis Sakti Lima Naga), tentu saja pekerjaan kami mengemis. Para murid kami tadi juga
adalah anggauta-anggauta Tiat-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Besi). Engkau
berani mati hendak menentang Tiat-tung Kai-pang?"
"Orang masih sehat dan kuat mengemis, akhirnya tentu menjadi perampok. Kalau tidak diberi
sedekah, tentu akan mengandalkan kekuatannya untuk memaksa. Kalian ini orang-orang jahat,
pergilah sebelum kuhajar seperti tiga orang pengemis busuk tadi!"
"Bocah ingusan sombong! Makan tongkatku!" bentak pengemis setengah tua yang bertubuh
kecil kurus itu. Biarpun dia nampak kecil kurus, akan tetapi ketika tongkat besinya menyambar,
terdengar angin pukulan dahsyat sehingga Kiok Lan harus cepat melompat ke belakang untuk
menghindarkan diri. Ia tahu bahwa lawannya ini lihai, akan tetapi Kiok Lan adalah seorang
gadis yang tak pernah mengenal takut. Bahkan ia marah sekali dan begitu pukulan tongkat
lawan itu luput, iapun langsung membalas dengan serangan pedangnya. Ia telah mencabut
pedangnya. Dengan pedang di tangan kanan dan busur di tangan kiri, gadis itu bukan hanya
dunia-kangouw.blogspot.com
membalas dengan serangan satu kali, melainkan secara bertubi-tubi dan iapun mendesak
lawan dengan penuh kemarahan. Akan tetapi pada saat itu, empat-arang pengemis lainnya
sudah menerjang dengan tongkat mereka dan ternyata setelah mereka maju berlima, gerakan
tongkat mereka menjadi lain. Mereka bergerak bagaikan barisan tongkat saling tunjang dan
saling melindungi sehingga dikeroyok barisan tongkat ini, Kiok Lan menjadi bingung dan
terdesak. Sebetulnya, tingkat kepandaian lima orang itu, kalau maju seorang demi seorang,
masih belum mampu menandingi Kiok Lan. Akan tetapi begitu maju bersama, apalagi mereka
memiliki ilmu barisan tongkat yang amat lihai, Kiok Lan menjadi kewalahan dan nyawanya
terancam bahaya maut. Ia kini hanya, mampu memutar pedang dan gendewanya untuk
melindungi diri, namun kalau hal seperti itu dilanjutkan, akhirnya ia tentu akan terpukul roboh.
Pada saat keadaan Kiok Lan amat gawat itu, tiba-tiba terdengar suara suling melengking yang
semakin lama semakin dekat. Dan tiba-tiba saja, terdengar bentakan setelah suara suling
berhenti.
"Lima orang laki-laki mengeroyok seorang, gadis remaja! Sungguh tak tahu malu!"
Lima orang pengemis itu melihat munculnya seorang pemuda yang berusia dua puluh lima
tahun, bertubuh sedang dan gerak-geriknya halus dengan pakaian sasterawan yang indah dan
mewah, seorang pemuda tampan pesolek yang memegang sebatang suling yang panjangnya
seperti pedang, dan suling itu berkilauan putih seperti terbuat dari perak.
"Nona, mundurlah, biar aku yang menghajar orang-orang kotor itu!" kata si pemuda.
Kiok Lan yang sudah kewalahan dan napasnya terengah-engah, menggunakan kesempatan
selagi lima orang itu memandang si pemuda, melompat ke belakang dan iapun berdiri
memandang dengan kagum. Sikap pemuda itu yang mengagumkan hatinya, begitu tenang
begitu penuh kepercayaan kepada diri sendiri dan berani memandang rendah lima orang
jagoan pengemis yang lihai itu.
"Keparat, jangan mencampuri urusan Tiat-tung Kai-pang!" bentak seorang pengemis, dan
empat orang kawannya sudah bergerak mengepung pemuda yang memegang suling itu.
Melihat ini, diam-diam Kiok Lan merasa khawatir. Jangan-jangan pemuda ini akan menjadi
korban, pikirnya, ia merasa tidak enak. Pemuda ini hendak menolongnya, akan tetapi ia
meragukan apakah pemuda yang tampan halus ini akan mampu mengalahkan Ngo-liong Sinkai
yang demikian lihai. Akan tetapi, kalau ia turun tangan membantu, ia merasa tidak enak pula
kepada penolongnya, seolah ia memandang rendah. Biarlah, pikirnya, ia akan melihat
perkembangannya dan kalau penolongnya itu terdesak dan terancam, baru ia akan turun
tangan membantunya.
Kini lima orang pengepung itu mulai menggerakkan tongkat besi mereka, mengeroyok dan
menyerang secara bertubi, Pemuda itu masih nampak tenang saja, dan tiba-tiba nampak
gulungan sinar perak berkilauan ketika dia menggerakkan sulingnya. Lenyaplah tubuh pemuda
itu terbungkus gulungan sinar senjatanya dan terdengar bunyi berdencingan ketika lima batang
tongkat besi itu disambar sinar suling, disusul serangan aneh yang membuat lima orang
pengeroyok itu berturut-turut terjengkang ke belakang! Kiok Lan sampai terbelalak saking heran
dan kagumnya. Ternyata pemuda itu seorang pendekar sakti yang amat hebat ilmu
kepandaiannya!
Ketika lima orang tokoh pengemis itu merangkak bangun, seorang di antara mereka berseru
cemas, “Tok-siauw-kwi (Setan Suling Beracun)!”
Pemuda itu tersenyum mengejek, "Untuk membuktikan bahwa dugaan kalian itu benar, dalam
waktu setengah hari, kalian akan mati keracunan.”
Lima orang itu terkejut dan memeriksa tubuh masing-masing! Ada yang tadi terkena pukulan
suling pada lengannya dan di situ nampak noda menghitam sebesar ibu jari tangan, kalau
disentuh nyeri bukan main dan terasa panas di bagian dalamnya. Demikian pula dengan yang
lain. Di bagian yang tadi terpukul ujung suling, terdapat tanda menghitam itu. Keracunan! Tanpa
mengenal malu lagi, mereka lalu melempar tongkat besi dan menjatuhkan diri berlutut, berjajar
menghadap pemuda itu.
"Kongcu, kami mohon kongcu sudi mengampuni nyawa kami ... " mereka meratap ketakutan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pemuda itu bukan lain adalah Suma Hok yang berjuluk Tok-siauw-kwi. Setelah menyanggupi
syarat yang diajukan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek ketika dia dan ayahnya datang melamar Hui
Hong, dia lalu pergi untuk mencari gadis yang membuatnya tergila-gila itu. Juga dia akan
menyelidiki tentang Akar Bunga Gurun Pasir yang menjadi satu di antara syarat yang diajukan
Ouwyang Sek. Ketika dia kebetulan lewat di tempat itu, dia melihat Kiok Lan yang dikeroyok
lima orang tokoh kai-pang itu.
Melihat betapa lima orang itu berlutut dan meratap minta ampun, Suma Hok tersenyum
mengejek, "Yang kajian ganggu adalah nona ini, maka kepadanyalah kalian harus mohon
ampun." Suma Hok adalah seorang mata keranjang yang selalu haus akan wanita cantik.
Begitu melihat Kiok Lan dikeroyok tadi, yang mendorong dia turun tangan menolong dan
menentang lima orang pengemis adalah karena dia melihat betapa cantik manisnya gadis yang
dikeroyok itu. Andaikata gadis itu berwajah buruk, belum tentu dia akan suka membantu
perkelahian yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.
Kini lima orang pengemis itu memberi hormat dan berlutut menghadap Kiok Lan. "Nona,
ampunkanlah kami ... ampunkanlah kami ... " mereka meratap.
Kiok Lan adalah seorang gadis yang lincah dan galak, juga keras, akan tetapi dara ini sama
sekali tidak memiliki hati yang kejam. Memang lima orang ini bersalah karena membela muridmurid
mereka yang kurang ajar terhadap dirinya. Akan tetapi kesalahan itu tidaklah sedemikian
besarnya sehingga mereka perlu dihukum mati! Maka, iapun berkata kepada Suma Hok.
"Tai-hiap (pendekar besar), ampunilah mereka, tidak perlu dibunuh. Mereka tentu sudah
bertaubat dan tidak akan berani sewenang-wenang lagi. Harap kau suka memberi obat
penawarnya."
Suma Hok tersenyum, lalu merogoh saku bajunya, mengambil lima butir pel dari bungkusan.
"Angkat muka kalian dan buka mulut kalian!" katanya kepada lima orang pimpinan pengemis
itu.
Lima orang itu mentaati perintah ini dan lima kali Suma Hok menggerakkan tangan dan setiap
orang menerima sebutir pel yang meluncur masuk ke dalam mulut. Mereka menelan pil itu
dengan hati merasa lega dan girang sekali. Suma Hok lalu menggerakkan kakinya,
menendangi mereka berlima, tepat di tempat yang terluka sambil berkata, "Sekarang, pergilah
kalian!"
Lima orang itu terguling-guling, akan tetapi mereka merasa girang sekali karena tendangan itu
agaknya merupakan cara pengobatan pula. Mereka menjura dengan hormat ke arah Suma
Hok, kemudian pergi melarikan diri dari tempat itu, diiringi suara tawa Suma Hok.
Dengan girang dan kagum sekali Kiok Lan kini berhadapan dengan Suma Hok. Sejenak
mereka saling pandang dan saling mengamati, kemudian Kiok Lan bertanya, "Siapakah engkau
yang begini lihai? Benarkah bahwa julukanmu adalah Tok-siauw-kwi?"
Suma Hok mengangguk dan tersenyum, "Saya yang bodoh bernama Suma Hok dan memang
orang di dunia kang-ouw memberi julukan Tok-siauw kwi kepadaku. Kalau boleh aku
mengetahui, siapakah nama nona yang mulia?"
Sikap dan ucapan Suma Hok amat manis dan merendah-Memang pemuda ini terkenal sebagai
seorang pemuda yang pandai merayu dan mengambil hati wanita cantik, sikapnya lemah
lembut.
Kiok Lan terbelalak kagum. "Aihh. kalau begitu, tentu engkau putera dari Kui-siauw Giam-ong
Suma Koan, bukan?"
Diam-diam Suma Hok heran. Gadis ini mengenal nama besar ayahnya! Kalau begitu bukan
gadis semharangan pula. "Bagaimana engkau dapat menduga sedemikian tepat, nona?
Bolehkah aku mengetahui siapa namamu dan mengapa pula nona berada di sini dikeroyok lima
orang jembel busuk tadi?"
"Namaku Kiok Lan, dan kakakku pernah menerima ayahmu sebagai tamunya! Pernah kakakku
menceritakan hal itu kepadaku dan mengatakan bahwa ayahmu adalah seorang di antara para
datuk persilatan yang amat sakti. Siapa kira, hari ini aku bertemu dengan puteranya. Suma
dunia-kangouw.blogspot.com
Taihiap, kalau begitu, marilah ikut denganku agar engkau dapat bertemu dengan kakakku. Dia
tentu akan senang sekali bertemu putera Suma lo-cian pwe (orang tua gagah Suma)! Marilah,
taihiap!”
“Siapakah kakakmu itu, nona!”
Akan tetapi gadis itu sudah memegang tangannya dan menariknya pergi dari situ. "Kuberitahu
juga engkau tidak akan tahu. Namanya Siauw Tek. Nah, engkau tidak mengenal nama itu,
bukan? Marilah. Kakakku adalah seorang yang suka sekali berkenalan dengan orang pandai,
dan dapat menghargainya. Mari kita menghadap kakakku!"
Suma Hok tersenyum dan timbul keinginan tahunya, siapa dan orang macam apa adanya
kakak dari gadis cantik jelita ini. Dia pun lalu mengikuti saja ketika gadis itu mengajaknya keluar
dari dalam hutan dan mendaki sebuah bukit yang subur dan kehijauan. Akhirnya, gadis itu
mengajaknya ke sebuah rumah terpencil yang berada di lereng bukit itu. Rumah besar yang
sederhana, akan tetapi ketika gadis itu mengajaknya masuk ke dalam ruangan tamu, dia
tercengang keheranan. perabot ruangan itu seperti peabot ruangan rumah seorang bangsawan
tinggi! Kiok lan menyuruh dia menunggu di situ.
"Aku akan memberitahu kakakku. Akan tetapi mungkin sekarang dia sedang makan siang. Kau
tunggulah di sini, taihiap, dan nikmatilah sekedar hidangan yarg, akan dikeluarkan pelayan
nanti." Iapun memasuki rumah itu dan Suma Hok menjadi semakin heran dan ingin tahu sekali.
Dia menanti dengan sabar sambil minum anggur sedap yang disuguhkan seorang pelayan.
Demikianlah. Kiok Lan menceritakan pengalamannya kepada Siauw Tek. Pouw Cin dan Bun
Houw juga ikut mendengarkan kisah yang diceritakan secara menarik sekali oleh gadis yang
pandai bicara dan lincah itu. Di dalam hatinya Bun Houw tentu saja kaget bukan main
mendengar nama Suma Hok, akan tetapi dia menahan perasaannya dan tidak memperlihatkan
perasaan hatinya pada wajahnya.
"Tok-siauw-kui Suma Hok?" kata Pouw Cin setelah mendengar penuturan Kiok Lan. Ketika
terjadi perebutan Akar Bunga Gurun Pasir dan saya memimpin rombongan untuk
merampasnya, saya melihat pula ayah dan putera Suma itu ikut pula berlumba untuk
mendapatkan mustika itu. Kongcu."
Siauw Tek mengangguk-angguk, "Akupun masih ingat kepada datuk besar Suma Koan dan
puteranya itu. Sekarang puteranya telah berada di sini, kalau dia dapat bekerja sama dengan
kita, alangkah baiknya, Paman Pouw. Mari kita ke ruangan tamu menyambutnya, dan
sebaiknya engkau ikut pula, Kwa-toako. Ketahuilah bahwa keluarga Suma merupakan keluarga
datuk besar yang lihai sekali ilmunya."
“Koko, kalau Kwa-enghiong ini demikian hebat kepandaiannya dan merupakan ahli silat yang
dapat menandingi Paman Pouw, tentu akan menarik sekali kalau dia bertemu dengan pendekar
Suma Hok!"
Mendengar ini, Bun Houw tersenyum saja dan diapun merasa tegang hatinya karena tidak
dapat membayangkan bagaimana nanti sikap Suma Hok kalau berhadapan muka dengan dia!
Baru beberapa bulan yang lalu dia bertemu dengan Suma Hok di rumah Bu-eng-kiam Ouwyang
Sek. ketika mereka berdua mempunyai maksud yang sama, yaitu meminang Hui Hong! Dalam
pertemuan itu, dia bahkan sempat bertanding dan mematahkan suling Suma Hok.
Suma Hok yang duduk seorang diri minum arak di ruangan tamu yang indah itu, segera bangkit
berdiri ketika mendengar langkah kaki beberapa orang menuju ke ruangan itu. Dia tersenyum
ketika melihat Kiok Lan menggandeng tangan seorang laki-laki yang usianya kurang lebih dua
puluh tahun, tampan anggun dan berwibawa. Kemudian dia melihat Pouw Cin dan terkejut
karena mengenal laki-laki setengah tua itu sebagai seorang bekas panglima kerajaan Liu-sung
yang telah jatuh, panglima yang terkenal karena dahulu pernah memimpin rombongan utusun
kerajaan Liu-sung untuk ikut berlumba memperebutkan mustika Akar Bunga Gurun Pasir!
Kemudian, wajahnya berobah kemerahan dan matanya terbelalak ketika dia melihat orang yang
muncul paling akhir. Hatinya saja yang berteriak kaget.
"Kwa Bun Houw ...!" akan tetapi mulutnya diam saja dan diapun kembali memandang kepada
pemuda yang digandeng Kiok Lan itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Suma-taihiap, inilah kakakku," kata gadis itu.
Andaikata di situ tidak hadir Pouw Cin agaknya Suma Hok tidak akan mengenal pemuda kakak
Kiok Lan itu. Akan tetapi, kehadiran Pouw Cin mengingatkan dia akan sesuatu dan ketika dia
memandang wajah pemuda itu penuh perhatian, tiba-tiba dia teringat dan diapun segera
menjatuhkan diri berlutut menghadap pemuda itu.
"Sribaginda, mohon ampun karena hamba tidak tahu bahwa hamba akan menghadap paduka
di sini ... "
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Suma Hok, Bun Houw sendiripun terkejut bukan main.
Dia belum pernah bertemu dengan Kaisar Cang Bu yang nama kecilnya Liu Tek dari kerajaan
Liu-sung yang telah jatuh, maka dia sama sekali tidak mengenalnya. Tentu saja dia terkejut
ketika melihat sikap Suma Hok, dan baru sekarang dia mengerti akan sikap pemuda yang
mengaku bernama Siauw Tek itu.
Melihat sikap Suma Hok, wajah pemuda itu berseri akan tetapi hanya sebentar saja. Dia
menghela napas, melangkah maju dan memegang kedua pundak Suma Hok, menariknya agar
bangun berdiri.
"Cukup, Suma-toako, jangan bersikap begitu. Saat ini, aku bukanlah kaisar dan tidak perlu
engkau bersikap begitu. Aku adalah seorang pemuda bernama Siauw Tek, dan engkau boleh
menyebutku Kongcu saja. Nah, duduklah, dan engkau juga, Kwa-toako!"
Mereka semua duduk mengelilingi meja besar dan sesaat pandang mata Bun Houw bertemu
dengan pandang mata Suma Hok. Kalau pandang mata Suma Hok nampak gelisah, Bun Houw
bersikap tenang saja. Tentu saja hati Suma Hok merasa gelisah. Pertama karena dia tahu
benar betapa Bun Houw kini telah menjadi seorang yang amat lihai, bahkan sedemikian
lihainya sehingga pemuda itu mampu mengalahkan Ouwyang Sek, juga mampu menandiugi
ayahnya! Dan yang lebih menggelisahkan adalah bahwa pemuda saingannya itu adalah murid
Tiauw Sun Ong, seorang bekas pangeran yang tentu saja masih ada hubungan keluarga
dengan bekas Kaisar Cang Bu yang kini menjadi pemuda bernama Siauw Tek itu. Tentu saja
Suma Hok sama sekali tidak menduga bahwa saingannya itu bahkan sama sekali belum tahu
bahwa Siauw Tek adalah bekas Kaisar Cang Bu! Dan baru sekarang Bun Houw
mengetahuinya.
"Kwa-toako, engkau tidak kelihatan heran mendengar bahwa aku adalah bekas Kaisar kerajaan
Liu-sung. Apakah engkau sudah dapat menduga sebelumnya?" bekas kaisar itu bertanya
kepada Bun Houw.
Bun Houw menggeleng kepala. "Tidak sama sekali, Kongcu. Baru sekarang aku mengetahui.
Baru sekarang aku tahu bahwa Kongcu adalah seorang bekas kaisar, dan tentu nona ini
seorang puteri dan Paman Pouw seorang bekas panglima."
Kini Suma Hok juga kelihatan heran, juga dia merasa lega. Setidaknya, kini dia menjadi jelas
bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara Bun Houw dan bekas kaisar itu yang dapat
membahayakan dia. Kembali dua orang pemuda yang bersaingan itu saling pandang tanpa
mengeluarkan sepatah katapun.
"Apakah kalian berdua sudah saling mengenai?" tiba-tiba Kiok Lan bertanya dengan suara
riang.
Bun Houw mengangguk. ‘Saya sudah mendapat kehormatan beberapa kali bertemu dengan
saudara Suma Hok," dalam suaranya, tidak terkandung sesuatu.
Suma Hok adalah seorang pemuda yang cerdik. Kalau tadi dia banyak berdiam diri adalah
karena dia khawatir kalau-kalau Bun Houw mempunyai hubungan dekat dengan tuan rumah.
Sekarang, setelah dia mengerti bahwa Bun Houw agaknya juga hanya seorang tamu baru,
bahkan agaknya baru mengenal Kiok Lan sekarang, hatinya merasa lega dan dia cepat dapat
membawa diri. Dia bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Bun Houw.
“Ah, sungguh merupakan kejutan yang menggembirakan bahwa di sini aku dapat bertemu
denganmu, saudara Kwa Bun Houw! Saking kagetku, sampai beberapa lamanya aku
kehilangan suara! Memang benar apa yang telah dikatakan saudara Kwa Bun Houw tadi, kami
dunia-kangouw.blogspot.com
memang pernah beberapa kali bertemu, akan tetapi kami mempunyai jalan masing-masing. Eh,
hampir aku lupa, Saudara Kwa Bun Houw, sudah terlalu lama aku menyimpan benda yang
pernah kautitipkan kepadaku harap kau suka menerimanya kembali sekarang!" Dia mengambil
sesuatu dari balik jubahnya dan ketika dia menyerahkan benda itu kepada Bun Houw, diamdiam
Bun Houw tersenyum geli dan juga kagum akan kecerdikan orang ini. Yang dikeluarkan
dan diserahkan kepadanya adalah pundi-pundi uang, bekalnya dalam kantung pemberian
gurunya tempo hari yang pernah dirampas oleh Suma Hok! Ternyata pundi-pundi itu masih
utuh!
Karena diapun tidak ingin melibatkan urusan pribadinya dengan keluarga bekas kaisar ini,
maka diapun menerima pundi-pundi itu dan berkata, "Terima kasih, saudara Suma Hok." dan
menyimpan pundi-pundi itu ke balik bajunya.
Biarpun kedua orang pemuda itu bersikap ramah dan saling merendah, namun sesuatu yang
dirasakan tidak wajar tertangkap oleh Kiok Lan yang memang amat cerdik dan
berpemandangan tajam. Ia memandang berganti-ganti kepada dua orang pemuda itu seperti
hendak menembus dan menjenguk isi hati mereka dengan mulut tersenyum penuh arti
sehingga Suma Hok dan Bun Houw yang bertemu pandang dengannya, terpaksa
menundukkan mata. Tiba-tiba gadis itu berkata dengan suara nyaring, mengejutkan hati kedua
orang pemuda itu.
"Koko, bagaimana kalau kedua orang jago kita ini kita adukan? Aku berani bertaruh bahwa
jagoku, Suma-taihiap, akan menang melawan jagomu, yaitu Kwa-enghiong itu."
"Ah. jangan bicara yang bukan-bukan, siauw moi!" Siauw Tek berseru, kaget juga dengan
gagasan adiknya ini, walaupun hal itu sebenarnya menarik baginya. Akan tetap, dia tidak, ingin
kehilangan kedua orang ini ingin menarik mereka untuk bekerja dengan dia, memperkuat
posisinya. Sebaiknya, bersama Paman Pouw, engkau mengantarkan dua orang tamu kita untuk
melihat-lihat kekuatan kita. Malam nanti baru aku ingin bicara dan berbincang-bincang dengan
mereka."
Bun Houw merasa tidak enak. "Maaf Kongcu. Aku tidak dapat tinggal lebih lama.”
"Kwa-twako! Kami mengharap dengan hormat dan sangat agar engkau suka tinggal beberapa
hari di sini, setidaknya malam ini engkau bermalam di rumah kami!" kata Siauw Tek dengan
suara mengharap.
"Aih, kenapa Kwa-enghiong mau tergesa-gesa pergi saja setelah aku pulang? Apakah engkau
tidak suka dengan kehadiranku? Kalai begitu, aku akan menjauhkan diri darirnu ...
"Ah, sama sekali tidak, nona." Bun Houy cepat-cepat berseru, tidak tahu bahwa dia kena diakali
oleh gadis itu yang sengaja mengeluarkan ucapan itu untuk membuat dia menjadi serba salah
dan tidak dapat menolak lagi.
"Kalau begitu, tidak ada halangannya bagimu untuk bermalam di sini, toako." Siauw Tek
mendesak pula. "Kami ingin memperlihatkan keadaan kami padamu."
"Tapi, aku sudah memesan sebuah kamar di penginapan, di sudut kota, pakaianku juga masih
kutinggalkan di sana dan ... "
"Ah. jangan khawatir Kwa-enghiong. Kami akan menyuruh orang mengambilnya dan semua
akan beres!" kata Pouw Cin. "Marilah, Siocia, kita mengajak kedua orang tamu dan sahabat kita
untuk melihat-lihat keadaan dan kedudukan kita."
Terpaksa Bun Houw tak dapat menolak lagi. Bagaimanapun juga. dia memang ingin
mengetahui apa yarg sedang dilakukan oleb bekas kaisar itu, dan apa pula niatnya maka
berkeras menahannya. Dan gadis bekas puteri itu demikian cantik dan lincah, mengingatkan
dia kepada Hui Hong! Banyak persamaan antara kedua orang radis itu, keduanya berdarah
bangsawan pula dan mengingat bahwa Hui Hong adalah puteri kandung gurunya, seorang
bekas pangeran kerajaan Liu-sung pula, maka tidak akan mengherankan kalau di antara kedua
orang gadis itu masih ada hubungan darah atau keluarga. Selain itu, keadaan bekas kaisar ini
amat menarik dan tentu akan merupakan, berita yang amat penting bagi gurunya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mereka berempat menunggang kuda mendaki bukit-bukit di sepanjang Sungai Yang-ce dan
dari puncak bukit, Pouw Cin menunjuk ke arah bangunan seperti benteng. Ada empat tempat
seperti itu dan Pouw Cin menerangkan bahwa di setiap benteng terdapat pasukan yang tidak
kurang dari seribu orang jumlahnya! Pimpinan pasukan terdiri dari orang-orang kang-ouw yang
pandai ilmu silat dan ilmu perang. Kongcu masih terus menarik dan mengumpulkan orangorang
gagah untuk memperkuat pasukan kami itu." demikian Pouw Cin memberi keterangan.
Dua orang pemuda itu diam-diam terkejut. Tak mereka sangka bahwa bekas kaisar yang muda
itu dapat menyusun kekuatan seperti itu.
"Akan tetapi, untuk apa menyusun pasukan di perbentengan itu?" Bun Houw bertanya,
walaupun di dalam hatinya dia dapat menduga bahwa bekas kaisar itu tentu mengusahakan
pemberontakan untuk merampas kembali tahta kerajaan yang sudah lepas dari tangannya. Dia
hendak membangun kembali kerajaan Liu-sung yang telah jatuh, untuk menundukkan kerajaan
baru Chi yang berkuasa.
"Nanti Kongcu akan memberi penjelasan serdiri kepada ji wi (kalian berdua) kalau kita sudah
kembali ke sana," Pouw Cin menjawab dengan singkat. Jelas bahwa dia tidak berani dan
merasa tidak berwenang untuk bicara tentang cita-cita bekas kaisar kerajaan Liu-sung itu.
Dalam perjalanan kembali ke tempat tinggal Siauw Tek, Suma Hok telah mengambil keputusan.
Inilah jalan yang amat luas baginya, kesempatan untuk mencapai apa yang dia inginkan. Kalau
dia dapat menjadi pembantu yang dipercaya oleh bekas kaisar itu, banyak sekali keuntungan
yang akan diperolehnya. Sebelum bekas kaisar itu berhasil dengan cita-citanya, dia tentu telah
mendapatkan kekuasaan atas pasukan, kalau dia menjadi pembantu utama. Apalagi kalau
sampai bekas kaisar itu berhasil dalam perjuangannya merampas kembali singgasana. Tentu
dia akan menjadi seorang pejabat tinggi, mungkin menteri, atau setidaknya panglima besar. Dia
akan memegang, kekuasaan begitu diterima menjadi pembantu bekas kaisar itu. Keuntungan
ke dua, dia dapat berdekatan dengan Pouw Kiok Lan, gadis bekas puteri istana yang cantik
jelita itu. Kalau dia dapat memperisterinya, berarti dia menjadi adik ipar bekas kaisar, ataukah
calon kaisar baru? Puteri ini akan dikawini demi memperoleh pangkat dan kekuasaan,
sedangkan cintanya terhadap Hui Hong tidak akan berubah, bahkan pernikahannya dengan Hui
Hong semakin banyak harapan terlaksana. Dengan adanya pasukan, tentu tidak sukar untuk
mendapatkan Akar Bunga Gurun Pasir, dan dia-pun nanti dapat minta keterangan Pouw Cin di
mana akar itu sekarang. Diapun dapat menyebar anak buah pasukan itu untuk mencari Hui
Hong sampai dapat!
Sungguh berbeda sekali isi hati Suma Hok dengan isi hati Bun Houw. Dia tahu bahwa jatuhnya
kerajaan Liu-sung yang kemudian diganti kerajaan Chi merupakan perang saudara. Kini, bekas
kaisar Liu-sung yang kalah itu menyusun kekuatan. Perang saudara akan berlarut-larut,
menimbulkan banyak korban di antara anak buah pasukan dan rakyat. Dia tidak mau terlibat
perang saudara, tidak ingin menjadi satu di antara boneka-boneka yang disuruh saling bunuh
demi kepentingan anggauta keluarga yang saling berebutan kekuasaan itu. Apalagi, gurunya
berkata bahwa penggantian kaisar yang terjadi itu bahkan baik, karena menurut gurunya.
Kaisar Cang Bu yang telah jatuh itu bukanlah kaisar yang cakap dan bijaksana, terlalu muda
dan mudah terpengaruh oleh menteri-menteri yang palsu dan korup. Juga gurunya berkata
bahwa penggantian kaisar itu bahkan lebih baik. Kalau kini dia melibatkan diri dalam usaha
perjuangan atau pemberontakan bekas kaisar itu, berarti dia ikut saling bunuh dengan saudara
sebangsa, demi kepentingan kaisar yang udah jatuh itu. Selain itu, menurut pendapatnya,
usaha yang lebih merupakan pembatasan atau perebutan kekuasaan yang diadakan bekas
kaisar ini, tidak akan berhasil. Apa artinya beberapa ribu orang pasukan dibandingkan dengan
balatentara kerajaan Chi yang tentu amat besar jumlahnya? Selain itu, perjuangan menentang
kekuasaan yang ada baru akan berhasil kalau dibantu oleh rakyat, dan rakyat baru akan mau
membantu kalau kekuasaan itu dirasakan menindas dan jahat bagi rakyat. Tanpa bantuan
rakyat, usaha perjuangan tak mungkin berhasil. Dan Bun Houw tidak melihat adanya dukungan
rakyat jelata terhadap gerakan Siauw Tek ini, bahkan rakyat tidak mengetahuinya karena
gerakan itu dilakukan secara rahasia.
Perjalanan meninjau perbentengan itu cukup jauh sehingga ketika mereka kembali ke rumah
besar itu, matahari telah tenggelam ke barat dan cuaca sudah remang-remang, malam
menjelang tiba. Rumah itu telah diterangi banyak lampu, seolah dalam keadaan pesta
dunia-kangouw.blogspot.com
menyambut dua orang tamu agung itu. Suma Hok dan Bun Houw dipersilakan ke kamar
masing-masing, dua buah kamar yang terpisah dan Bun Houw mendapatkan bahwa buntalan
pakaian yang tadinya dia tinggalkan di rumah penginapan itu telah berada di dalam kamar itu.
Seorang pelayan pria melayani keperluan Bun Houw, mempersiapkan air untuk mandi dan
setelah mandi dan berganti pakaian, Bun Houw menerima undangan tuan rumah untuk makan
malam di ruangan makan. Bun Houw memasuki ruangan itu dan ternyata Suma Hok telah
berada di situ. Seperti siang tadi, Pouw Cin menemani mereka yang dijamu oleh Siauw Tek dan
Kiok Lan. Wanita-wanita muda yang cantik kini diperkenankan melayani mereka makan minum
dan suasana makan malam itu cukup gembira. Apalagi karena Suma Hok sudah kelihatan
akrab dengan Siauw Tek dan terutama sekali dengan Kiok Lan. Pemuda, putera majikan Bukit
Bayangan Iblis ini memang pandai merayu, halus tutur sapanya, dan selain ilmu silat tinggi,
juga dia mengenal baik kesusasteraan dan pandai bermain suling dengan lagu-lagu merdu.
Maka dengan mudah dia dapat menarik perhatian kakak beradik bangsawan itu dan menjadi
akrab dengan mereka.
Dengan caranya yang halus dan cerdik, tadi Suma Hok dapat mendahului Bun Houw menemui
Siauw Tek dan Kiok Lan, dan dengan pandai sekali dia memancing mereka untuk mendengar
pendapat mereka tentang aib yang terjadi di istana ketika Pangeran Tiauw Sun Ong berjina
dengan seorang selir kaisar. Dia mengatakan bahwa dia pernah mendengar peristiwa itu di
luaran, dan apakah bekas kaisar itu tahu akan hal itu?
Mendengar ini, kakak beradik itu saling pandang, kemudian Siauw Tek mengerutkan alis dan
berseru, "Ahh, jadi peristiwa itu sudah pula tersiar di luar istana? Memang aib yang amat
memalukan. Terjadi ketika aku masih kecil, berusia tiga tahun kurang lebih. Aku mendengar
peristiwa aib itu dari cerita para orang tua di istana."
"Jadi benarkah peristiwa itu, Kongcu? Tadinya saya kira hanya berita bohong belaka, karena di
dunia kang-ouw, Tiauw Sun Ong muncul sebagai seorang tokoh yang lihai.
Akan tetapi dia buta, bagaimana mungkin seorang selir kaisar ... maaf, dapat tertarik kepada
seorang pangeran buta?" Sebetulnya Suma Hok sudah tahu akan persoalannya, akan tetapi dia
pura-pura tidak tahu untuk memancing dan melihat bagaimana sikap bekas kaisar ini terhadap
Tiauw Sun Ong.
"Tadinya Paman Pangeran Tiauw Sun Ong tidak buta. Dia seorang pangeran yang tampan dan
selir ... eh, selir mendiang ayahku itu tergila-gila kepadanya. Setelah perbuatan mereka
ketahuan, Paman Tiauw Sun Ong membutakan mata sendiri dan meninggalkan istana. Adapun
selir ayah itu dihukum buang, Ah, tidak perlu kita bicara tentang aib yang menjengkelkan itu!"
"Akan tetapi, kenapa yang melakukan aib menodai nama yang mulia dari Kaisar, tidak dihukum
mati?" Suma Hok memancing.
Siauw Tek mengepal tinju. "Sepatutnya memang dia dihukum mati! Akan tetapi dia adalah adik
mendiang ayah, dan dia sudah membutakan kedua matanya, ayah mengampuninya.”
"Ah, mendiang ayah memang terlalu lunak," kata Kiok Lan. "Dosa itu teramat besar, menodai
nama dan kehormatan seluruh keluarga. Karena kelemahan ayah, maka sampai sekarang dia
masih hidup dan tentu saja peristiwa itu menjadi dongeng dan diketahui banyak orang. Coba
andaikata ketika itu dia dan perempuan itu dihukum mati, mungkin berita itu tidak sampai
tersebar."
"Engkau benar, adikku. Memang mendiang ayah terlalu lemah. Bahkan kabarnya, selir yang
menyeleweng itupun tidak sampai mati. di dalam perjalanan, para pengawalnya dibunuh orang
dan ia lenyap entah ke mana."
Kini yakinlah Suma Hok bahwa kakak beradik bangsawan ini tidak suka kepada Tiauw Sun Ong
dan hal ini menyenangkan hatinya. Setidaknya dia memiliki senjata ampuh untuk menarik
kedua orang ini berpihak kepadanya kalau dia bentrok dengan Bun Houw. Pada saat itulah,
Bun Houw memasuki ruangan makan dan tentu saja percakapan itu terhenti.
Setelah selesai makan minum, sekali ini Siauw Tek mengajak mereka bercakap-cakap di
ruangan dalam, tidak lagi di ruangan tamu. Hal ini saja sudah menunjukkan bahwa dia mulai
percaya kepada kedua orang tamunya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah duduk diruangan dalam yang lebih mewah keadaannya ini, Siauw Tek bertanya kepada
kedua orang tamunya. "Bagaimana, apakah kalian berdua sudah menyaksikan keadaan kami
dan apa pendapat kalian?"
Suma Hok cepat menjawab. "Wah, hebat sekali, Kongcu. Pasukan-pasukan dengan empat
benteng itu amat kuat, dan kalau mendapat pimpinan seorang ahli, tentu dapat menjadi
kekuatan yang dahsyat!"
Siauw Tek senang dengan pendapat ini dan dia tersenyum bangga, akan tetapi melihat Bun
Houw diam saja, dia bertanya. Bagaimana pendapatmu, Kwa-toako? Cukup kuatkah pasukan
yang sudah kami himpun?”
Bun Houw menjawab dengan tenang, "Saya kira, tergantung dari penggunaannya, Kongcu."
"Apa maksudmu, toako?"
"Seperti sepotong pisau dapur, terlalu besar untuk mencukur jenggot dan terlalu kecil untuk
bertempur di medan perang.”
Siauw Tek mengangguk dan tersenyum. “Jawabanmu memang tepat akan tetapi terlalu berhatihati,
Kwa-toako. Baiklah, sekarang kalian berdua dengarkan dulu tentang keadaan diriku
semenjak kerajaan Liu-sung dikhianati para pemberontak yang kini membangun kerajaan Chi
itu."
Bekas kaisar itu lalu bercerita. Pemberontakan yang dilakukan oleh Siauw Hui Kong dan
kawan-kawannya, yaitu juga anggauta keluarga kaisar dari pihak wanita, menimbulkan perang
saudara selama tiga tahun, dimulai dari tahun 476 dan berakhir tiga tahun kemudian, yaitu pada
tahun 479 dengan jatuhnya kerajaan Liu-sung. Siauw Hui Kong mengangkat diri menjadi Kaisar
Siauw Bian Ong kaisar yang mendirikan dinasti atau kerajaan Chi. Dalam penyerbuan itu,
Siauw Hui Kong dan sekutunya masih memberi kelonggaran kepada keluarga kaisar untuk
melarikan diri. Akan tetapi mereka yang melakukan perlawanan, semua tertumpas dan binasa.
Kaisar Cang Bu sendiri yang ketika itu berusia tujuh belas tahun, melarikan diri dengan dikawal
oleh Panglima Pouw Cin. Dalam pelarian ini terbawa pula beberapa orang selir dan juga Kiok
Lan yang baru berusia dua belas tahun ikut pula lari mengungsi bersama kakak tirinya. Kiok
Lan dan Kaisar Cang Bu seayah berlainan ibu, karena Kiok Lan beribu dari seorang selir.
Sesungguhnya, kalau pihak lawan, yaitu pihak keluarga Siauw yang memberontak,
menghendaki pelarian bekas kaisar itu tentu akan gagal dan akan mudah saja menangkapnya
rombongan pengungsi ini. Akan tetapi karena memang masih ada hubungan keluarga, agaknya
pihak yang menang memang sengaja bersikap longgar, membiarkan pihak yang kalah untuk
mengungsi.
"Demikianlah, ji-wi tahu bahwa setelah, kehilangan mahkota, terpaksa aku menyamar sebagai
orang biasa, menggunakan nama kecilku, yaitu Liu Tek dan kusingkat menjadi Siauw Tek, agar
selain tidak dikenal orang, juga aku sengaja menggunakan nama keluarga kaisar yang
sekarang. Tentu saja, setema lima tahun ini, sejak keluar dari istana, aku tidak pernah
melupakan kekalahan ini. Aku, dibantu oleh Paman Pouw, mulai menghimpun kekuatan karena
kami bercita-cita untuk merampas kembali singgasana dan mendirikan kembali kerajaan Liusung
yang telah dikhianati oleh keluarga Siauw yang kini mendirikan dinasti Chi. Kami
mengundang sebanyaknya orang-orang pandai seluruh negeri untuk membantu kami. Karena
itu, setelah bertemu dengan ji-wi, kami juga menawarkan kepada ji-wi agar suka membantu
kami. Percayalah, kalau sampai cita-cita kami terlaksana, dan kami dapat mendirikan lagi
kerajaan Liu-sung, kalian berdua akan menerima anugerah kedudukan yang tinggi dalam
kerajaan kami. Kami tidak minta jawaban sekarang. Sebaiknya, ji-wi (kalian)
mempertimbangkan permintaan kami itu semalam ini sambil beristirahat dalam kamar ji-wi
masing-masing. Besok pagi kami mengharapkan jawaban dan keputusan yang pasti."
Tadinya Bun Houw ingin menyatakan keputusannya pada malam itu juga, yaitu menolak
tawaran bekas kaisar itu untuk membantu gerakannya hendak memberontak. Akan tetapi
karena Siauw Tek memberi waktu semalam untuk mengambil keputusan, diapun merasa tidak
enak kalau menolak seketika tanpa dipertimbangkan dulu.
Di dalam kamarnya, Bun Houw duduk bersila di atas pembaringan, termenung. Dia dapat
menduga bahwa orang yang berjiwa petualang seperti Suma Hok, yang hendak mencari
dunia-kangouw.blogspot.com
keuntungan bagi diri sendiri saja, tentu tertarik oleh penawaran bekas kaisar itu. Apalagi dia
melihat sinar mata pemuda pesolek itu ketika memandang Kiok Lan, ia tidak ragu lagi bahwa
Suma Hok pastikan menerima penawaran itu. Akan tetapi dia tidak akan menerimanya, dia
akan menolak dengan halus. Dia masih mempunyai tugas, yaitu mencari Hui Hong. Dan
pengalamannya dengan bekas kaisar ini sudah merupakan suatu berita yang amat menarik
bagi gurunya, selain itu, diapun akan melaksanakan pesan gurunya menyelidiki keadaan
pemerintahan Kerajaan Chi yang baru itu.
Daun pintu terketuk. Bun Houw merasa heran. Malam telah larut, mungkin sudah hampir tengah
malam. Siapa yang mengetuk pintu kamarnya? Ketukan itu lirih dan pendengarannya yang
tajam menangkap gerakan kaki ringan di luar pintu. Seorang wanita di depan pintu kamarnya!
Siapa? Mau apa? Dia memang mengunci daun pintu dari dalam. Dia berada di bawah satu atap
dengan seorang seperti Suma Hok, maka dia harus berhati-hati. Tidak dapat diduga apa yang
akan dilakukan oleh pemuda yang kejam dan licik bagaikan iblis itu.
"Siapa di luar?" Bun Houw bertanya sambil menghampiri pintu.
"Saya, Kwa-kongcu. Harap suka membuka pintu, saya mempunyai kepentingan untuk
dibicarakan denganmu." terdengar suara wanita yang merdu. Bukan suara Kiok Lan, pikir Bun
Houw yang menjadi semakin heran. Dia membuka kunci daun pintu dan masuklah seorang
wanita muda yang cantik manis. Begitu ia masuk, tercium bau yang harum dari pakaiannya.
Bun Houw mengenal wanita ini sebagai seorang di antara lima wanita cantik yang melayani
ketika dia dan tuan rumah makan, lalu muncul Kiok Lan menyuruh lima orang wanita yang
disebutnya enci itu agar tidak melayani mereka lagi. Wanita ini usianya tidak akan lebih dari dua
puluh tahun, cantik manis dan di balik kerling mata dan senyumnya tersembunyi kegenitan dan
gairah.
"Eh, kenapa nona masuk ke sini? Ada urusan penting apa yang akan dibicarakan?” tanya Bun
Houw, alisnya berkerut karena tidak senang melihat seorang wanita muda memasuki
kamarnya. Kalau kelihatan tuan rumah, tentu akan menyangka yang bukan-bukan. Akan tetapi,
kesopanan melarangnya untuk mengusir begitu saja.
Gadis itu menundukkan mukanya, akan tetapi matanya mengerling ke samping atas, ke arah
wajah Bun Houw dan senyumnya dikulum. Memang gaya ini membuat ia nampak manis dan
menarik sekali, sikap jinak-jinak merpati! "Kwa-kongcu, saya bernama Yo Leng Liwa, biasa
disebut Leng Leng, berusia sembilan belas tahun ... "
“Ya, ya ... akan tetapi mau apa engkau masuk ke sini? Ada kepentingan apa ... ?” Bun Houw
memotong tak sabar.
Kembali kerling itu menyambar dan senyum itu melebar. Segumpal rambut jatuh berderai di
leher yang panjang dan berkulit putih mulus itu. "Kongcu, malam begini dingin dan sunyi dan
kongcu berada seorang diri saja di dalam kamar, saya pikir saya ... saya dapat menemani
kongcu, menghibur kongcu dan melakukan apa saja untuk melayani kongcu." katanya dengan
suara setengah berbisik, dan kata-katanya berlagu seperti orang bersenandung.
Wajah Bun Houw berubah kemerahan. Tentu saja dia mengerti apa yang dimaksudkan wanita
ini. Wanita muda cantik genit ini merayunya. Akan tetapi dia menahan kemarahannya dan tidak
menghardiknya karena tiba-tiba timbul kecurigaan dalam hatinya. Dia baru pertama kali
bertemu wanita ini, di antara empat orang rekannya, itupun ketika mereka melayaninya makan.
Tidak mungkin kalau dalam pertemuan singkat itu, wanita ini lalu jatuh hati kepadanya! Dan
kiranya, tidak akan mungkin wanita ini berani begitu merayunya. Bukankah dia seorang tamu
dihormati? Dan gadis ini juga bukan pelayan? Ada pelayan lain dan agaknya orang itu
mempunyai kedudukan yang cukup terhormat di rumah itu. Bukankah Kiok Lan adik bekas
kaisar itu sendiri juga menyebut mereka berlima itu dengan sebutan enci? Dia menduga bahwa
gadis ini, seperti empat yang lain tentulah semacam dayang atau lebih tepat lagi, selir-selir dari
bekas kaisar itu. Dan kini, kalau ia berani memasuki kamarnya, menawarkan diri untuk
melayani dan menghiburnya, jelas bahwa hal ini tentu merupakan tugas baginya. Tentu ada
yang memerintahnya?
TIBA-TIBA sinar matanya mencorong ketika dia berkata, "Nona, coba angkat mukamu dan kau
pandang aku!!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Gadis itu mengangkat mukanya yang cantik dan memberanikan diri memandang. Dua pasang
mata bertemu dan gadis itu terkejut melihat mata yang mencorong penuh kekuatan itu. Ia ingin
menundukkan kembali mukanya, akan tetapi tidak mampu, serasa ada kekuatan dari sepasang
mata yang mencorong itu yang mengikat dan menahan pandang matanya sehingga tak dapat
ditundukkan.
"Nona, engkau tentulah seorang selir dari Siauw Kongcu, bekas kaisar itu, bukan?" tanya Bun
Houw.
"Benar, kongcu," jawab Leng Leng dengan lirih dan kini sikap rayuannya lenyap, berubah
menjadi khawatir.
"Hemm, kalau engkau sudah menjadi selirnya, kenapa malam-malam begini berusaha
menggodaku? Apakah engkau ini jenis isteri yang tidak setia dan suka melakukan
penyelewengan dengan laki-laki lain?"
Wajah yang cantik itu tiba-tiba berubah merah dan mata itu mengeluarkan sinar merah. "Kwakongcu,
jangan menuduh sembarangan! Aku adalah seorang isteri yang setia dan taat kepada
suami. Andaikata suamiku menyuruh aku menyerahkan nyawa sekalipun akan kutaati, apalagi
hanya menyerahkan badan. Aku hanya meliksanakan tugas, mentaati perintah."
Diam-diam Bun Houw merasa iba kepada gadis ini. Tahulah dia bahwa ini merupakan satu di
antara cara dan akal bekas kaisar itu untuk membujuk dan menarik seseorang menjadi
pembantunya. Agaknya bekas kaisar itu tahu bahwa dia tidak akan tergiur kedudukan atau
harta, maka dipergunakanlah seorang di antara selirnya untuk membujuk rayu. Dan dia percaya
bahwa tentu banyak pria perkasa yang jatuh oleh kecantikan selir-selir itu.
"Kalau begitu, kembalilah engkau kepada suamimu dan katakan kepadanya bahwa engkau
adalah seorang isteri yang baik dan mencinta suami, bahwa dia tidak sepatutnya menyuruh
engkau membujuk rayu seorang tamu. Katakan bahwa aku berterima kasih, akan tetapi aku
tidak suka menghancurkan martabat dan perasaan hati seorang wanita yang terpaksa demi
cinta dan kesetiaannya kepada suami, mau melakukan apa saja yang diperintahkan suami,
bahkan menyerahkan diri dan kehormatannya kepada laki-laki lain. Pergilah, nona."
Selir yang cantik itu menatapnya dengan sepasang matanya yang indah, kemudian kedua mata
yang tadinya bengong memandang heran, perlahan-lahan menjadi basah air mata.
"Baik. dan maafkan saya, kongcu." katanya dengan suara gemetar mengandung isak, lalu
wanita itupun keluar dari kamar dengan langkah-langkah gontai.
Seorang wanita yang memiliki daya tarik kuat sekali pada wajah dan bentuk tubuhnya, Bun
Houw menggumam sambil menutupkan daun pintu dan menguncinya kembali. Dia duduk
bersila kembali ke atas pembaringan dan tersenyum. Yang jelas, kalau tidak ada dua hal yang
menolongnya, yang mendatangkan kekuatan di batinnya, bukan hal aneh kalau tadi diapun
bertekuk lutut dan terlena dalam pelukan wanita cantik tadi. Dua hal itu pertama-tama adalah
pengalaman gurunya yang pernah berjina dengan seorang selir kakaknya dan yang kemudian
mendatangkan akibat yang amat hebat dan pahit dalam kehidupan gurunya. Selain itu juga
pengalamannya sendiri dengan Cia Ling Ay yang mendatangkan akibat pahit pula. Adapun hal
kedua adalah cintanya terhadap Hui Hong membuat dia tidak ingin dimiliki dan memiliki wanita
lain.
***
Perasaan tidak enak dalam hati Bun Houw bahwa dia berada di bawah satu atap dengan Suma
Hok, ternyata bukan perasaan kosong belaka. Dia tidak dapat menduga apa yang akan
dilakukan oleh pemuda licik itu. Di luar tahunya, setelah mereka tadi saling berpisah dari
ruangan dalam, Suma Hok juga menerima kunjungan seorang selir bekas kaisar itu yang
datang hendak membujuknya. Dan pemuda yang amat cerdik ini, walaupun melihat selir itu
seperti seekor kucing melihat dendeng yang membuatnya mengilar, namun demi pengejaran
yang lebih tinggi, dia bersikap sopan dan menolak wanita yang disuguhkan kepadanya itu! Dan
dia bahkan mengikuti wanita itu kembali ke kamar Siauw Tek kemudian dia membisikkan hal
yang penting bagi bekas kaisar itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Saya menghaturkan terima kasih atas budi kebaikan Kongcu," katanya sambil mengantarkan
kembali selir itu. "Akan tetapi harap Kongcu maafkan, saya tidak suka berganti dengan wanita
yang bukan milik saya. Selain itu, saya ingin menyampaikan hal yang saya kira amat penting
bagi kongcu, mengenai diri Kwa Bun Houw."
Diam-diam Siauw Tek memuji pemuda ini. Seorang pemuda yang tidak lemah terhadap godaan
wanita. "Suma toako, ada urusan apakah? Apa yang hendak kau sampaikan mengenai diri
Kwa-toako?"
"Hendaknya kongcu bersikap waspada karena Kwa Bun Houw itu adalah seorang yang
berbahaya sekali."
"Kaumaksudkan dia lihai? Hal itu kami sudah tahu, toako. Kami sudah menguji kepandaiannya
dan dia mampu mengalahkan Paman Pouw dengan mudah."
"Bukan itu saja, Kongcu. Akan tetapi ada satu hal yang Kongcu belum ketahui sehingga tidak
melihat bahaya yang mengancam diri kongcu sekarang. Ketahuilah bahwa Kwa Bun Houw
adalah murid bekas Pangeran Tiauw Sun Ong!"
"Ahhh ...?!?" bekas kaisar itu berseru kaget dan mukanya berubah agak pucat.
"Kalau begitu ... apa maunya dia mau menerima undanganku?"
"Hemm, tidak sukar diduga, Kongcu. Sepanjang pengetahuanku, bekas pangeran Tiauw Sun
Ong sama sekali tidak berbuat sesuatu ketika kerajaan Kongcu dijatuhkan oleh keluarga Siauw.
Itu saja menjadi bukti bahwa diam-diam Tiauw Sun Ong tentu mendendam kepada mendiang
ayah Kongcu! Dan sekarang muridnya berada di sini aku tidak akan heran kalau dia mewakili
gurunya, melakukan tugas mata-mata demi kepentingan kerajaan Chi."
“Ahh! Kalau begitu, kita hatus cepat turun tangan! Kita harus membunuhnya sekarang juga!”
kata bekas kaisar itu dan Suma Hok tersenyum. Bekas kaisar ini demikian lemah dan bodoh,
pikirnya. Pantas saja kerajaannya jatuh. Kalau orang ini berhasil menjadi kaisar kembali dan dia
dapat menjadi perdana menterinya, tentu dia akan mudah dapat menguasainya!
‘Harap paduka tenang dulu. Kita harus berhati-hati dan jangan mengagetkan ular dalam semak.
Kita pura-pura tidak tahu lebih dulu agar dia tidak curiga dan tidak melarikan diri. Ilmu silatnya
lihai bukan main. Kita harus mengatur siasat untuk dapat menangkap atau membunuhnya."
Suma Hok berbisik-bisik dan malam itu juga Pouw Cin di panggil untuk mengatur siasat. Siauw
Tek merahasiakan siasat itu dari adiknya karena dia maklum betapa aneh watak adiknya itu,
kadang berani menentangnya.
Ketika selirnya yang tadinya diutus untuk membujuk-rayu Bun Houw kembali kepadanya dan
melapor bahwa Bun Houw menolak halus, makin besar kecurigaan Siauw Tek yang sudah
dapat dibakar oleh Suma Hok. Kini Suma Hok menambahkan, "Nah, jelas bahwa dia berniat
buruk. Aku, pernah mendengar bahwa Bun Houw seorang laki-laki mata keranjang, seperti juga
gurunya. Kalau sekarang dia menolak pelayanan seorang wanita cantik, hal ini patut dicurigai.
Pasti dia tidak ingin terbujuk agar dapat melakukan tugasnya memata-matai keadaan kongcu
dengan baik."
Siauw Tek mengangguk-angguk, menyetujui pendapat pembantu barunya itu. Dia teringat akan
bekas pamannya, yaitu Pangeran Tiauw Sun Ong. Bekas pangeran itu dahulu terkenal sebagai
seorang pria yang menaklukkan hati banyak wanita, bahkan tidak segan berjina dengan selir
ayahnya. Kini bekas pangeran itu menjadi guru Kwa Bun Houw. Kalau gurunya seperti itu,
muridnya dapat dibayangkan wataknya.
Akan tetapi, Pouw Cin masih ragu-ragu. Bekas panglima ini adalah seorang yang sudah
berpengalaman. Setelah bertemu dengan Bun Houw dan menguji kepandaiannya, dia sudah
dapat menilai pemuda itu sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa dan halus budi
pekertinya. Sama sekali tidak kejam. Hal ini terbukti ketika dia dikalahkan pemuda itu. tanpa
sedikitpun menderita luka. Di samping ini, diapun seorang yang amat setia kepada bekas kaisar
itu, maka tentu saja dia tidak pernah membantah perintah Siauw Tek, selalu mentaatinya
dengan membuta. Dan diapun pernah mendengar nama ayah dan anak Suma yang menjadi
majikan Bukit Bayangan Iblis sebagai datuk sesat yang amat kejam dan curang. Maka, diamdunia-
kangouw.blogspot.com
diam diapun mencurigai Suma Hok, bahkan hatinya merasa tidak enak melihat keakraban
hubungan antara Suma Hok dan nona majikannya, Kiok Lan. Diam-diam dia bersikap waspada.
"Paman Pouw, kenapa engkau diam saja? Bagaimana pendapatmu tentang Kwa Bun Houw
itu? Amat mencurigakan, bukan? Aku sungguh khawatir dia benar-benar mewakili gurunya,
memata-matai kita demi kepentingan kerajaan Chi."
"Jalan satu-satunya adalah besok pagi-pagi, di luar sangkaannya, kita mengepung dan
membunuhnya. Kita sudah mengatur barisan pendam, dan dia tidak akan mampu melarikan diri
lagi. Bukanlah siasat kita ini baik sekali, Paman Pouw?" kata Suma Hok dengan nada suara
gembira. Kematian Bun Houw merupakan hal yang amat menguntungkan dia. Pertama, dia
dapat membalas kekalahannya tempo hari, kedua dia akan kehilangan saingan dan lawan yang
amat lihai dalam memperebutkan Hui Hong dan akhirnya, dia tidak akan menghadapi rintangan
dalam kerja samanya yang menguntungkan dengan para pemberontak yang dipimpin oleh
bekas kaisar Cang Bu.
Pouw Cin tidak menjawab pertanyaan Suma Hok, melainkan memandang majikannya dan
berkata dengan hati-hati, "Saya harap Kongcu teliti dalam hal ini. Biarpun andaikata benar dia
murid bekas pangeran Tiauw Sun Ong, belum tentu dia memata-matai kita. Hal itu harus
dibuktikan dulu. Ilmu kepandaiannya hebat, Kongcu, kalau kita dapat menariknya sebagai
pembantu, tentu keadaan Kongcu menjadi semakin kuat. Sebaiknya kita melihat sikapnya
besok pagi. Tanpa bukti lalu menyerangnya begitu saja amatlah tidak bijaksana. Bagaimana
kalau kemudian terbukti dia bukan mata-mata dan kita sudah terlanjur mencelakainya? Tentu
orang-orang di dunia persilatan akan menentang kita!"
Siauw Tek mengangguk-angguk. "Hemm, kami rasa pendapatmu ini memang tepat. Bagaimana
pikiranmu, Suma-toako? Memang kita harus berhati-hati agar jangan salah sangka, kita harus
dapat membuktikan dulu kalau benar dia memata-matai kami."
"Saya harap Kongcu teliti dalam hal ini. Biarpun andaikata benar dia murid bekas pangeran
Tiauw Sun Ong belum tentu dia memata-matai kita."
Suma Hok juga bukan orang bodoh. Sebaliknya malah, dia cerdik dan licin bagaikan belut. Dia
tidak mau berkeras mempertahankan pendapatnya dan menentang pendapat Pouw Cin yang
dia tahu merupakan orang yang paling dipercaya oleh bekas kaisar itu! "Hebat! Pendapat
Pouw-lo-enghiong memang hebat, tanda bahwa Paman Pouw seorang yang bijaksana.
Sesungguhnya, sayapun tidak hanya menuduh sembarangan. Walaupun belum terbukti Kwa
Bun Houw menjadi mata-mata kerajaan Chi, akan tetapi prasangka buruk saya ini bukan tidak
berdasar. Dasarnya kuat sekali, karena selain menjadi murid tersayang bekas pangeran yang
kini menjadi datuk lihai yang matanya buta itu, juga dia ingin menjadi mantu bekas Pangeran
Tiauw Sun Ong."
"Ahhhh ... " Siauw Tek berseru kaget.
Pouw Cin mengerutkan alisnya. "Bagaimana mungkin itu? Setahuku, Pangeran Tiauw Sun Ong
tidak mempunyai isteri dan tidak mempunyai anak !”
Suma Hok membungkuk sambil tersenyum. ”Paman Pouw, saya juga bukan seorang yang suka
berbohong. Akan tetapi, keterangan sepihak saja dari saya tentu tidak meyakinkan. Baiklah,
besok di waktu makan pagi saya akan bertanya kepada Kwa Bun Houw, dan biarlah dia sendiri
yang akan mengakui kebenaran apa yang saya kemukakan tadi." Dengan sikap hormat dan
ramah, Suma Hok memandang kepada Siauw Tek, lalu bertanya dengan halus. "Kalau Bun
Houw sudah mengaku dengan mulut sendiri bahwa dia ingin menjadi mantu gurunya, apakah
Kongcu akan yakin dan percaya kepada saya?"
Bekas kaisar itu mengangguk-angguk. "Kalau benar dia murid dan bahkan calon mantu Tiauw
Sun Ong, keadaannya sungguh amat mencurigakan!"
"Kalau dia sudah mengaku dengan mulut sendiri dan Kongcu sudah yakin bahwa dia tentu
memata-matai Kongcu, kita harus sudah siap." kata Suma Hok penuh kegembiraan karena
merasa berhasil. "Dia amat berbahaya dan lihai sekali, karena itu, jangan sampai kita
kedahuluan olehnya. Siapa tahu, dia bertugas untuk membunuh Kongcu! Karena itu, besok
ketika kita makan pagi dan saya memancingnya agar mengaku, di luar ruangan makan
dunia-kangouw.blogspot.com
sebaiknya dilakukan penjagaan yang kokoh kuat dan begitu dia mengaku bahwa memang
calon mantu Tiauw Sun Ong, kita mengepung dan mengeroyoknya!"
Kembali Siauw Tek mengangguk dan memandang kepada Pouw Cin. Sejak dia dipaksa
melarikan diri karena singgasana dirampas oleh Souw Hui Kong lima tahun yang lalu, semangat
dan harapannya tergantung kepada bekas jenderal yang dahulu menjadi panglimanya yang
setia itu. Maka, kinipun segala keputusannya selalu ditanyakan dulu kepada pembantu setia ini.
"Bagaimana pendapatmu, Paman Pouw?"
Pouw Cin adalah seorang yang berpengalaman dan selalu bertindak dengan hati-hati, tidak
mudah dia mencurigai orang, juga tidak mudah percaya begitu saja. "Kongcu, sebaiknya kalau
kita berhati-hati dalam hal ini. Andaikata benar demikian, sedapat mungkin kita harus membujuk
agar Kwa Bun Houw suka membantu kita. Kalau dia mau bekerja sama, kita dapat
memanfaatkan tenaganya karena pemuda itu memang seorang ahli silat yang amat tangguh.
Kalau dia menolak, barulah terpaksa kita melenyapkannya, apalagi kalau dia benar-benar
seorang mata-mata dari Chi. Akan tetapi, Kongcu, yang membuat saya merasa ragu dan
penasaran adalah keterangan dari Suma Kongcu tadi. Setahu kita. Pangeran Tiauw Sun Ong
tidak beristeri dan tidak mempunyai anak ketika meninggalkan istana, bagaimana sekarang dia
dapat mempunyai puteri yang akan dijodohkan dengan Kwa Bun Houw?" Dia berhenti sebentar
mengingat-ingat, "Dan selama ini, saya hanya mendengar bahwa bekas pangeran itu menjadi
seorang tokoh persilatan yang tidak pernah, mempunyai isteri."
Siauw Tek menoleh kepada Suma Hok.
"Bagaimana jawabanmu dengan pertanyaan itu, toako? Berilah keterangan agar hati Kami tidak
menjadi bimbang, dan meragukan keterangan itu."
Suma Hok tersenyum. "Pertanyaan Pouw-lo-enghiong memang tepat sekali, dan sudah
sepatutnya kalau kongcu dan lo-enghiong mengetahuinya. Ketahuilah. Kongcu bahwa selir
yang menjadi kekasih Pangeran Tiauw Sun Ong itu, ketika melaksanakan hukuman buang,
dalam perjalanan ia dibebaskan oleh Bu-eng-kiam Ouwyang Sek, majikan Lembah Bukit
Siluman, kemudian menjadi isterinya. Ketika menjadi isteri datuk itu, selir itu telah mengandung
yang kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Nah, anak perempuan itu adalah anak
kandung Pangeran Tiauw Sun Ong! Anak perempuan itulah yang akan menjadi isteri Kwa Bun
Houw, Kongcu."
Kalau bekas kaisar itu mengangguk-angguk, sebaliknya bekas panglima Pouw Cin
mengerutkan alisnya, "Kalau demikian, maka gadis itu bukan lagi puteri Pangeran Tiauw Sun
Ong! Ia adalah puteri Bu-eng-kiam Ouwyang Sek!"
"Memang tadinyapun begitu, Pouw-lo-enghiong. Bahkan gadis itu sendiri tidak tahu bahwa ayah
kandungnya adalah Tiauw Sun Ong. Akan tetapi akhir-akhir ini rahasia itu terbuka dan Tiauw
Sun Ong mendatangi keluarga Ouwyang, dan menuntut agar puteri kandungnya itu dijodohkan
dengan muridnya, yaitu Kwa Bun Houw itulah!”
“Nah, bagaimana, Paman, Pouw?" tanya Siauw Tek. "Kurasa memang pemuda itu berbahaya
sekali, apalagi mengingat bahwa dia amat lihai. Siapa tahu dia memang, ditugaskan oleh
gurunya untuk menyelidiki, atau mungkin untuk memata-matai kita."
"Bukan mustahil tugasnya lebih jahat lagi, yaitu membunuh Kongcu." kata Suma Hok.
Mendengar ini, Siauw Tek terkejut dan wajahnya berubah agak pucat.
"Kita tidak boleh terburu-buru menuduh orang, akan tetapi juga sebaiknya siap menjaga segala
kemungkinan. Biarlah kita melihat perkembangannya besok pagi di waktu makan pagi. Kalau
dia sudah mengaku sendiri bahwa dia akan berjodoh dengan puteri gurunya, kemudian kita
bujuk agar dia suka bekerja sama membantu kita. Kalau dia menolak, baru kita turun tangan
menangkapnya. Saya akan mempersiapkan pasukan untuk mengepung tempat di mana kita
menjamunya makan pagi, Kongcu."
"Akan tetapi dia lihai bukan main, kalau hanya dikeroyok pasukan saja, mungkin dia akan dapat
lolos." kata Suma Hok. "Aku masih meragukan apakah Pouw-lo-enghiong akan mampu
menangkapnya." Suma Hok sengaja berkata demikian untuk membakar perasaan bekas
panglima itu dan dia berhasil.
dunia-kangouw.blogspot.com
Wajah Pouw Cin berubah kemerahan dan dia mengepal tinju. "Boleh jadi dia lihai dan aku tidak
dapat menandinginya, akan tetapi kalau aku mempergunakan pasukan, jangan harap dia akan
mampu meloloskan diri, kecuali kalau dia membunuh diri terjun dari atas tebing!"
Mereka bertiga lalu mengatur siasat dan tentu saja diam-diam Suma Hok gembira bukan main.
Orang yang dibencinya, yang juga menjadi saingannya dalam memperebutkan Hui Hong,
besok pagi-pagi akan terbunuh atau tertawan! Diapun kembali ke kamarnya dan tidur dengan
pulas karena kelegaan hatinya.
***
Kiok Lan cepat menyelinap di balik sudut tembok, mengintai ke depan, ke arah kamar seorang
di antara dua orang tamunya, yaitu Kwa Bun Houw. Ia merasa heran sekali melihat Yo Leng
Hwa, seorang di antara selir-selir kakaknya yang cantik, dengan langkah ringan seperti seekor
kucing, menghampiri pintu kamar Kwa Bun Houw. Kiok Lan merasa heran bukan main. Mau
apa malam-malam begini selir kakaknya itu menghampiri lalu mengetuk daun pintu kamar tamu
mereka? Padahal, Kwa Bun Houw adalah seorang tamu, seorang pemuda pula. Sungguh tidak
pantas kalau selir kakaknya itu mengetuk pintu pemuda itu malam-malam. Andaikata kakaknya
mempunyai keperluan kepada tamunya, masih ada pelayan lain yang dapat diutusnya untuk
memberitahu pemuda itu, bukan selirnya. Kiok Lan mengerutkan alisnya, hatinya tidak senang
dan ia mengintai terus.
Wajah gadis bekas puteri istana ini menjadi kemerahan dan matanya bersinar penuh
kemarahan ketika ia melihat betapa daun pintu dibuka dan selir kakaknya itu memasuki kamar!
Akan tetapi, daun pintu itu tetap terbuka sehingga Kiok Lan masih dapat mengintai dan
mendengarkan percakapan antara Bun Houw dan Leng Leng. Mendengar betapa Leng Leng
disuruh kakaknya untuk membujuk rayu Bun Houw, bukau main marahnya hati gadis itu.
Kakaknya sungguh keji dan, tidak tahu malu! Dan-melihat Bun Houw menolak dengan sikap
yang tegas, iapun merasa kagum sekali. Seorang pendekar muda yang hebat, pikirnya, ia
melihat betapa Leng Leng meninggalkan kamar Bun Houw, dengan air mata berlinang
sehingga ia diam-diam merasa kasihan kepada selir kakaknya itu yang dipaksa oleh kakaknya
untuk menyeleweng dengan tamu, dan kemarahannya tertuju kepada kakaknya. Daun pintu
kamar Bun Houw, ditutup kembali dan kini Kiok Lan membayangi Leng Leng yang meningalkan
kamar Bun Houw ...!”
Kiok Lan, melihat selir itu memasuki ruangan dalam. Ia mengintai dari balik pintu dan melihat
Leng Leng melapor kepada Siauw Tek bahwa tugasnya telah dilaksanakan, akan tetapi gagal
karena Bun Houw menolaknya. Siauw Tek dengan sikap kecewa menyuruh Leng Leng keluar
dari ruangan itu di mana dia sedang bercakap-cakap dengan Pouw Cin dan Suma Hok. Dan
iapun mengintai dan mendengarkan. Gadis ini terkejut mendengar rencana kakaknya untuk
mempersiapkan pasukan dan besok pagi-pagi akan menangkap Bun Houw kalau pemuda itu
tidak mau diajak bekerja sama, karena Bun Houw dicurigai sebagai mata-mata setelah Suma
Hok menceritakan siapa adanya pemuda itu. Murid Pangeran Tiauw Sun Ong, bahkan calon
mantunya! Cepat-cepat Kiok lan kembali ke kamarnya sendiri setelah mendengar semua
rencana itu.
Liu Kiok Lan duduk melamun. Ia tahu bahwa kakaknya menghimpun pasukan untuk dapat
merebut kembali tahta kerajaannya yang dirampas oleh Siauw Hui Kong yang kini menjadi
Kaisar Siauw Bian Ong dari kerajaan baru Chi. Sebagai seorang bekas puteri istana, tentu saja
ia menyetujui rencana kakaknya ini dan dengan sepenuh hati ingin membantunya. Hal ini
dianggap sebagai kewajibannya pula. Akan tetapi, kalaupun mereka harus merebut kembali
kerajaan dan membangun kembali dinasti Liu-sung yang sudah jatuh, harus dilakukan dengan
cara yang gagah dan wajar. Ia selalu cocok dengan sikap yang diambil oleh bekas Panglima
Pouw yang selalu bertindak dengan gagah perkasa. Ia pulang tidak suka dengan cara yang
curang dan licik. Kini, melihat betapa kakaknya hendak menyuguhkan selirnya sendiri kepada
Kwa Bun Houw untuk menjatuhkan hati pendekar itu dari menariknya sebagai pembantu, tentu
saja ia merasa amat tidak senang. Apalagi mendengar rencana kakaknya yang agaknya
terbujuk oleh Suma Hok untuk menangkap atau membunuh, Kwa Bun Houw dengan
pengeroyokan kalau pendekar itu tidak mau membantu, sungguh amat mengganggu hatinya
dan menekan perasaannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akhirnya ia meneambil keputusan untuk menyelamatkan Bun Houw. Bukan karena ia merasa
berat kepada pemuda yang baru saja dikenalnya itu, melainkan ia hendak mencegah kakaknya
bertindak curang. Cepat ia bertukar pakaian yang ringkas dan membawa pedang. Ia harus
dapat memabuki kamar Bun Houw sebagai pencuri agar tidak sampai terlihat kakaknya, Kalau
ia masuk sebagai pencuri, andaikata ia ketahuan kakaknya, ia dapat mengambil alasan bahwa
ia berniat untuk menyerang tamu itu, karena ia sudah tahu bahwa tamu itu adalah murid
Paigeran Tiauw Sun Ong dan ia mencurigainya.
Dengan ilmu kepandaiannya, tidak sukar bagi Kiok Lan untuk meloncat ke atas genteng dan
berada di atas kamar Bun Houw. Setelah membiarkan peronda lewat, ia melayang turun dan
mencokel jendela kamar dengan pedangnya. Ia tahu bagaimana bentuk jendela itu. maka tanpa
banyak kesukaran ia dapat mencokel jendela sehingga terbuka dan cepat ia meloncat ke dalam
kamar, lalu menutupkan lagi daun jendela dari dalam, ia merasa lapang dada karena agaknya
tidak ada orang mengetahui perbuatannya, dan agaknya tamu itupun sudah tidur. Ia
menghampiri pembaringan yang kelambunya tertutup. Cuaca dalam kamar itu remang-remang
karena lilin di atas meja sudah dipadamkan, akan tetapi ada sinar masuk dari luar melalui
lubang-lubang angin di atas jendela, yaitu sinar lampu gantung di luar kamar!”
Tiba-tiba kelambu tersingkap dan sesosok tubuh meloncat keluar. Karena Kiok Lan tidak
nenyerang, maka Bun Houw juga hanya meloncat dan berdiri di tengah kamar, memandang
kepada gadis yang membawa pedang di tangan kanan itu.
"Kwa-twako ...!" bisik Kiok Lan yang mencontoh kakaknya, menyebut twako (kakak) kepada
pemuda itu. Baru sekarang Bun Houw tahu bahwa bayangan hitam membawa pedang yang
mencokel daun jendela dan memasuki kamarnya itu adalah Liu Kiok Lan, bekas puteri istana,
adik bekas kaisar! Kalau tadinya dia terkejut karena sudah tahu ada orang mencokel jendela
kamarnya, kini kekagetan itu bertambah dengan keheranan setelah mengetahui bahwa yang
masuk seperti pencuri ke dalam kamarnya adalah bekas puteri itu.
"Nona itu ... apa ... apa artinya ini ...?"
"Dia bertanya gagap, namun menahan suaranya sehingga berbisik karena dia sama sekali tidak
ingin ada orang lain melihat gadis, bangsawan ini memasuki kamarnya seperti itu. Sekilas
lantas dia mengira bahwa jangan-jangan bekas kaisar itu, setelah tadi usaha selirnya gagal, kini
begitu tega mengutus adiknya sendiri untuk merayunya! Akan tetapi segera dia mengusir
prasangka ini karena biarpun dia baru saja mengenal Kiok Lan ketika sama-sama makan di
meja makan, dan ketika gadis itu bersama Pouw Cin mengantar dia dan Suma Hok berkeliling
melihat benteng yang disusun, namun dia sudah dapat menduga bahwa gadis bangsawan ini
memiliki kegagahan dan keangkuhan, memiliki harga diri yang tinggi. Tidak mungkin gadis
seperti itu sudi melaksanakan tugas yang sehina itu.
"Maafkan kalau aku mengejutkanmu, twako. Akan tetapi jawab dulu pertanyaanku. Benarkah
engkau murid bekas pangeran Tiauw Sun Ong, dan benar pulakah bahwa engkau akan
menjadi mantu Tiauw Sun Ong? Jawab sejujurnya, ini mengenai mati-hidupmu!"
Tentu saja Bun Houw terbelalak. Mengenai mati hidupnya? Biarpun dia tidak ingin bercerita
tentang gurunya dan apalagi tentang Hui Hong, namun melihat betapa gawatnya keadaan dari
sikap aneh bekas puteri istana ini, diapun mengaku terus terang seperti yang dikehendaki gadis
itu.
"Benar, nona. Aku murid suhu Tiauw Sun Ong dan dicalonkan menjadi mantunya. Lalu,
kenapa?"
"Jawab lagi sejujurnya, demi iktikad baikku terhadap dirimu! Apakah engkau datang ke sini
sebagai mata-mata. diutus oleh suhumu atau oleh kerajaan Chi?"
Sekarang mengertilah Bun Houw. Dia dicurigai! Akan tetapi kalau gadis ini mencurigainya,
kenapa malam-malam datang mengajukan pertanyaan itu? Kalau benar dia mata-mata,
sungguh tindakan gadis ini bodoh sekali.
"Tidak sama sekali, nona! Secara kebetulan saja aku bertemu dengan kakakmu, lalu aku
diundang ke sini. Sebetulnya, aku tidak ingin berdiam di sini, akan tetapi kakakmu yang
dunia-kangouw.blogspot.com
mendesakku sehingga aku merasa sungkan, melihat sikapnya yang ramah. Kenapa nona
menyangka yang bukan-bukan?"
"Nah, ada satu pertanyaan yang harus kaujawab sejujurnya. Kakakku menghendaki agar
engkau suka membantunya dalam perjuangannya merebut kembali tahta kerajaan.
Bersediakah engkau membantunya?"
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru