Minggu, 28 Januari 2018

Cersil Si Pedang Kilat Membasmi Iblis 2

Cersil Si Pedang Kilat Membasmi Iblis 2
baca juga

Tanpa ragu lagi Bun Houw menggeleng kepala dan menjawab, "Tidak, nona. Aku tidak mau
melibatkan diriku dalam perang saudara memperebutkan kekuasaan."
"Nah, inilah sebabnya aku malam-malam-memasuki kamarmu seperti seorang pencuri. Besok
pagi-pagi, kakakku dalam perjamuan makan pagi akan meminta keputusanmu. Kalau engkau
suka membantunya, tentu tidak akan terjadi apa-apa. Akan tetapi sebaliknya, kalau engkau
menolak, engkau akan ditangkap, mungkin dibunuh karena mereka sudah tahu bahwa engkau
murid Tiauw Sun Ong."
Bun Houw terkejut, akan tetapi tidak merasa heran. Tentu Suma Hok yang membuka rahasia
dirinya dan diapun tahu mengapa. Suma Hok membencinya, dan agaknya hendak
mempergunakan kesempatan ini untuk mencelakakannya. "Hemm, lalu apa maksudnya nona
datang memberitahukan semua ini kepadaku?"
"Aku tidak suka dengan cara yang diambil kakakku kepadamu. Enci Leng disuruh merayumu.
Sungguh tak tahu malu! Dan kalau engkau tidak mau membantunya, besok engkau akan
dikepung pasukan dan dikeroyok, inipun tindakan curang dan licik yang tidak kusukai. Karena
itu, aku datang memberitahu kepadamu agar malam ini juga engkau cepat melarikan diri dari
tempat ini. Cepat!"
Pada saat itu, terdengar suara kaki orang di luar kamar dan melalui sinar lampu, nampak
bayangan beberapa orang seperti mendekati jendela.
"Cepat, akan kuserang kau!" bisik Kiok Lan dan gadis ini segera menendang daun jendela
terbuka dan berseru, "Mata-mata laknat, engkau akan mati di tanganku!"
Bun Houw sudah menyambar buntalan pakaiannya dan ketika diserang oleh Kiok Lan,
tubuhnya sudah mencelat ke belakang. Kemudian, dia membalik dan mengerahkan tenaga dari
ilmu Im-yang Bu-tek cin-kang, mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah daun pintu.
"Braaaakkk ...!!" Daun pintu jebol dan dia lalu meloncat ke luar, dan sebelum para peronda
yang terkejut dan tercengang itu dapat bergerak, Bun Houw sudah meloncat naik ke atas
genteng.
"Mata-mata jahat, akan lari ke mana kau!" bentak Kiok Lan yang sudah meloncat keluar pula
melalui pintu yang jebol, dengan pedang di tangan dan iapun melayang naik ke atas genteng
melakukan pengejaran.
Namun, Bun Houw sudah menghilang dalam kegelapan malam. Kiok Lan merasa lega dan ia
berpura-pura masih mencari-cari sambil berteriak-teriak, menyuruh para penjaga melakukan
pencarian di sekitar tempat itu. Tiba-tiba nampak Pouw Cin, Suma Hok dan tiga orang perwira
dari pasukan yang dihimpun Siauw Kongcu, berloncatan ke atas genteng.
"Nona, apa yang terjadi?" tanya Suma Hok dan Pouw Cin yang terkejut mendengar ribut-ribut
itu. Mereka keluar dari kamar dan mendengar ada mata-mata dari para penjaga yang berada
dalam keadaan panik.
Kiok Lan mengerutkan alisnya. "Sialan! Aku gagal menangkapnya! Dia telah berhasil melarikan
diri. Cepat kita kejar dan cari dia, tangkap! Bunuh!" Tanpa memberi kesempatan kepada lima
orang itu untuk bicara, Kiok Lan sudah meloncat jauh ke depan, lalu melakukan pengajaran ke
sana sini. Tentu saja lima orang itupun bingung. Mereka kini tahu bahwa yang melarikan diri
adalah Kwa Bun Houw, akan tetapi ke mana mereka harus mengejar?
Pengejaran dan pencarian itu gagal dan kini mereka semua sudah berada di ruangan depan
menghadap Siauw Tek yang sudah terbangun dan siap untuk mendengar laporan mereka.
"Paman Pouw, apa yang telah terjadi, kenapa ribut-ribut ini dan aku mendengar keterangan
yang tidak jelas dari para pengawal. Kwa Bun Houw melarikan diri? Bagaimana pula ini."
dunia-kangouw.blogspot.com
Pouw Cin memberi hormat dan nampak gelisah. "Maaf, Kongcu. Saya sendiri juga tidak
mengetahui dengan tepat apa yang telah terjadi. Ketika terdengar suara ribut-ribut, saya
terbangun dan lari keluar dari kamar bertemu dengan Suma-taihiap dan tiga orang perwira.
Melihat Siocia berada di atas genteng, kami berlompatan naik dan membantu Siocia melakukan
pengejaran dan pencarian terhadap Kwa Bun Houw, akan tetapi sia-sia. Dia telah lenyap."
"Siauw-moi, apa yang telah terjadi?”
“Begini, koko. Tadi ketika aku kebetulan lewat didepan kamar di mana koko bersama Paman
Pouw dan Suma-toako ini bicara, aku mendengar bahwa Kwa Bun Houw adalah murid dan
calon mantu Pangeran Tiauw Sun Ong dan bahwa dia memata-matai kita. Aku menjadi marah
dan setelah kuanggap dia tidur pulas, aku memasuki kamarnya untuk membunuhnya. Aku
berhasil masuk, aku melihat dia sudah siap dengan buntalannya untuk melarikan diri. Aku
menyerangnya, kami berkelahi dalam kamar akan tetapi dia terlalu lihai, koko. Dia menjebol
pintu dan melarikan diri. Aku berusaha mengejarnya namun tidak berhasil."
"Ahh, Siauw-moi, kenapa engkau begitu lancang? Kami sudah mengatur rencana untuk
menangkapnya besok pagi-pagi. Kenapa engkau telah mendahului kami sehingga dia berhasil
melarikan diri?" tegur bekas kaisar itu.
Adiknya memandang dengan alis berkerut dan bibir cemberut. "Aku tidak tahu akan rencana itu,
koko. Salahmu sendiri kenapa aku tidak diajak berunding? Begitu mendegar dia murid dan
calon mantu Tiauw Sun Ong dan bahwa dia memata-matai kita, aku sudah tidak sabar lagi dan
aku ingin membunuhnya.
"Hemm, engkau lancang, siauw-moi. Dia memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, bagaimana
mungkin engkau mampu menandingi seorang diri saja? Kalau kau memberitahukan kami, tentu
kita tidak akan gagal untuk menangkapnya," kembali bekas kaisar itu mengomeli adiknya.
"Saya kira, belum tentu Kwa Bun Houw itu memata-matai kita, Kongcu. Siapa tahu, dia malah
dapat kita bujuk untuk membantu perjuangan kita," kata Pouw Cin.
"Itulah yang mengesalkan hatiku, paman! Kalau dia tidak melarikan diri karena diserang Kiok
Lan, besok kita dapat membujuknya dan kalau dia mau membantu, berarti kita mendapatkan
tenaga yang boleh diandalkan. Sekarang dia telah pergi, kita kehilangan seorang pembantu
tangguh."
"Harap Kongcu tidak terlalu kecewa. Andaikata Bun Houw mau menjadi pembantu Kongcu,
tetap saja hal itu amat berbahaya. Sebagai murid dan calon mantu Tiauw Sun Ong, bagaimana
dia dapat dipercaya? Sekali waktu tentu akan menjadi pengkhianat. Sudahlah, ada baiknya dia
pergi dan tidak membahayakan kita lagi. Tentang tenaga bantuan, harap Kongcu tidak
khawatir, Aku akan membujuk agar ayahku bersama semua anak buah kami suka membantu
Kongcu. dan tenaga bantuan ayahku dan anak, buah kami tentu jauh lebih kuat dan boleh
diandalkan dari pada tenaga Bun Houw."
Mendengar ucapan ini, wajah bekas kaisar itu berseri gembira dan dia memandang kepada
Suma Hok dengan mata bersinar-sinar. "Ah, benarkah itu, Suma toako? Alangkah baiknya
kalau ayahmu suka membantu kami. Aku sudah mengenal baik Kui-siauw Giam-ong Suma
Koan dan sudah tahu akan kehebatannya. Kami akan merasa gembira dan beruntung sekali
kalau dia suka membantu kami!"
Suma Hok tersenyum. "Aku akan berusaha sedapatku Kongcu. Akan tetapi harus kuakui bahwa
memang tidak mudah membujuk ayah. Ayah memiliki watak yang keras dan kalau bukan
keluarga sendiri, atau orang yang memiliki hubungan erat atau hubungan keluarga dengan dia,
agak sukar dia mau membantu."'
"Hemm, kami mengenal siapa ayahmu. Kalau datuk besar itu mau membantu perjuangan kami,
kelak kalau kami berhasil tentu tidak akan melupakan jasanya dan kami akan memberi
kedudukan yang tinggi."
"Sebagai panglima besar, Kongcu?" cepat Suma Hok mendesak.
dunia-kangouw.blogspot.com
Siauw Tek tersenyum, akan tetapi senyumnya agak dingin dan dia menoleh kepada Pouw Cin.
"Kedudukan yang tinggi, akan tetapi tentu saja bukan panglima besar karena kami sudah
memiliki seorang panglima besar, yaitu Paman Pouw Cin."
"Hemm, saudara muda Suma Hok, belum juga jasa dibuat, bagaimana hendak bicara tentang
pahala? Harap jangan khawatir! Kongcu tidak akan melupakan jasa para pembantunya, dan
aku sendiri yang akan mencatat semua jasa agar kelak dapat dipertimbangkan, pahala apa
yang patut diterima?” kata Pouw Cin dengan nada suara menegur.
Tadi mendengar ucapan bekas kaisar yang sudah menentukan bahwa panglima besarnya
adalah Pouw Cin, hati Suma Hok sudah merasa iri dan tidak senang kepada bekas jenderal itu.
Kini ditambah lagi dengan ucapan Pouw Cin sendiri, dia merasa direndahkan, akan tetapi dia
berpura-pura tidak merasa tersinggung dan tersenyum saja. Pada saat itupun dia sudah
mengambil keputusan untuk mencari jalan lain agar derajatnya naik dalam pandangan bekas
kaisar itu. Jalan itu adalah melalui Liu Kiok Lan! Kalau saja dia dapat merayu gadis bekas puteri
yang cantik jelita itu, dan dapat menarik gadis itu menjadi isterinya, sudah pasti bekas kaisar
yang menjadi kakak ipar itu akan lebih mementingkan dia dari pada Pouw Cin!
***
Pagi yang cerah dan indah sekali, apalagi di dalam taman yang terpelihara baik-baik dan penuh
dengan bermacam bunga itu. Musim semi telah berumur sebulan lebih, telah memberi waktu
cukup bagi para tanaman untuk mengembangkan bunga-bunga yang indah dan harum. Kupukupu
ikut bergembira ria, beterbangan di antara bunga-bunga indah. Mereka hinggap dari satu
ke lain bunga, dengan rajin mencari dan menghisap madu yang manis dan wangi.
Kiok Lan duduk termenung seorang diri di dalam taman, duduk di atas bangku panjang dekat
kolam ikan emas. Ia baru saja memberi makan ikan emas dan kini ia melihat ikan yang
berenang memperebutkan makanan, kemudian termenung, tenggelam dalam lamunan.
Ia telah mengkhianati kakaknya sendiri! Ia telah membebaskan orang yang akan ditawan oleh
kakaknya. Lamunan membawanya kepada masa lampau, sejak lima tahun yang lalu ia ikut
kakaknya melarikan diri dari kota raja Nan-king karena kerajaan kakaknya, yaitu dinasti Liusung,
diserbu dan dikalahkan oleh Siauw Hui Kong yang kini menjadi Kaisar Siauw Bian Ong
dan mendirikan kerajaan baru, yaitu dinasti Chi. Ketika itu, ia baru berusia dua belas tahun.
Kehancuran kekuasaan kakaknya yang membuat kakaknya menjadi pengembara ini membuat
ia bertekad untuk menjadi seorang wanita tangguh dengan mempelajari banyak macam ilmu
silat, bahkan gurunya yang terakhir adalah Paman Pouw, pembantu setia kakaknya. Keluarga
kerajaan Liu-sung cerai berai dan iapun selalu mengikuti kakaknya merantau dan akhirnya
menetap di daerah Kui-cu, di mana kakaknya mencoba untuk menghimpun kekuatan dan
membangun pasukan dengan bantuan Pouw Cin. Iapun dengan penuh semangat hendak
membantu kakaknya dan bertekad bahwa kalau kelak terjadi perang dalam usaha kakaknya
merebut kembali tahta kerajaan, ia akan membantu dan kalau perlu siap mengorbankan nyawa
untuk kebangkitan kerajaan Liu-sung.
Akan tetapi, apa yang dilakukan kakaknya terhadap Kwa Bun Hou merupakan tamparan besar
baginya, tamparan yang membuat hatinya terasa sakit, yang menghimpit perasaannya dan
menghancurkan semua kebanggaan hatinya terhadap kakaknya, bekas kaisar yang sedang
berusaha untuk merampas kembali tahta kerajaan yang sudah hilang itu. Kakaknya melakukan
hal-hal yang amat rendah, yang tidak pantas dilakukan searang raja yang besar! Menyuguhkan
selir sendiri kepada tamu! Hanya untuk merayu dan membujuk tamu agar suka membantunya.
Bahkan, kalau yang dibujuk menolak untuk membantu, akan ditangkap, dibunuh! Betapa keji
dan curangnya. Ia sama sekali tidak setuju, dan kenyataan itu membuat ia merasa berduka
sekali. Kakaknya telah berubah. Dalam usahanya mengejar cita-cita, kakaknya telah tidak
segan mempergunakan segala macam cara, yang kotor dan hina sekalipun. Dan ia tahu bahwa
Pouw Cin sudah pasti tidak menyetujui tindakan kakaknya itu. Ia tahu benar betapa gagah dan
jantan pembantu utama kakaknya yang juga menjadi gurunya itu. Ia merasa bersedih sekali,
dan juga khawatir.
Duka dan takut timbul dari pikiran yang mengenang masa lalu dan membayangkan masa
depan. Kalau kita membayangkan apa yang telah terjadi, apa yang telah lewat atau peristiwa
masa lalu, membanding-bandingkan dan merasa betapa kita kehilangan, bahwa kita dirugikan,
dunia-kangouw.blogspot.com
akan timbul duka, baik dari iba diri, kecewa atau kesepian. Demikian pula dengan rasa khawatir
atau takut, selalu timbul kalau kita membayangkan masa depan, yang dihubungkan dengan
saat ini, lalu kita merasa bahwa keadaan kita akan tidak enak, tidak baik atau merugikan dan
membahayakan kita. Tidak akan timbul duka dan takut kalau kita hidup saat demi saat,
menganggap yang sudah terjadi itu wajar saja dan sesuatu yang sudah dikehendaki Tuhan,
membiarkannya lalu seperti hembusan angin tanpa bekas, sebagai sesuatu yang sudah lewat
dan sudah mati, kalau kita tidak membayangkan hal yang belum terjadi, menganggap bahwa
masa depan hanya kelanjutan dari saat ini, masa depan adalah saat ini juga kalau saatnya tiba,
maka tidak perlu dibayangkan. Yang ada hanya berikhtiar sebaik mungkin dalam kehidupan ini,
dalam bekerja, dalam berhubungan dengan manusia lain, hubungan dengan masyarakat,
dengan pemerintah. Berikhtiar sebaik mungkin berarti bekerja sebaik mungkin, dengan didasari
penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Kasih. Tugas kita hanyalah mengerjakan segala
pemberian Tuhan berupa seluruh anggauta badan termasuk hati akal pikiran,
memanfaatkannya untuk hidup sebaik mungkin, dan dengan dasar penyerahan kepada Tuhan
berarti bahwa apapun yang kita lakukan adalah suatu persembahan kepadaNya. Kalau sudah
begini, penyerahan itu seperti menggerakkan kekuasaan Tuhan yang akan membimbing kita
sehingga nafsu kita sendiri tidak akan merajalela memperhamba kita, sehingga apapun yang
kita lakukan tentu baik dan benar, tidak menyeleweng!
"Nona Liu, selamat pagi." Kiok Lan terkejut, sadar dari lamunannya, dan menoleh. Dilihatnya
Suma Hok sudah nampak rapi sekali pagi itu, wajahnya yang tampan segar karena habis
mandi, pakaiannya juga indah dan rambutnya disisir mengkilap dan digelung ke atas dengan
rapi, diikat kain sutera biru. Pemuda ini memang tampan dan pesolek, dan wajahnya kini
nampak berseri dengan senyum yang memikat.
"Ah, Suma-toako, selamat pagi. Pagi-pagi engkau sudah nampak rapi, hendak ke manakah?"
tanya Kiok Lan yang juga dapat bersikap lincah dan gembira.
"Ah, tidak kemana-mana, nona. Sehabis mandi, aku melihat betapa indahnya taman ini di pagi
yang cerah, maka aku memasukinya, dengan maksud mencari tempat sunyi untuk berlatih silat.
Tidak tahu bahwa engkau berada di sini, nona. Maafkanlah kalau aku mengganggu."
"Pemuda yang mengagumkan ini selalu bersikap sopan,” pikir Kiok Lan. Dan mendengar bahwa
Suma Hok hendak berlatih silat. Kiok Lan segera menjadi tertarik sekali.
"Toako, kebetulan sekali kalau engkau hendak berlatih silat. Aku ingin sekali belajar silat darimu
toako!"
"Aih, nona. Engkau sudah cukup lihai dengan ilmu silat yang kau kuasai, bagaimana aku berani
mengajarmu?"
Kiok Lan cemberut, mengambil sikap seperti orang kecewa. "Hemm, engkau tidak mau
mengajarkan silat padaku, toako? Agaknya engkau menganggap aku terlalu bodoh dan tidak
berharga untuk menerima pelajaran silat darimu, ya?"
"Ah, sama sekali tidak, nona!” kata Suma Hok dengan melebarkan matanya, "Bukan begitu
maksudku. Aku hanya khawatir bahwa engkau akan kecewa, karena ilmu kepandaianku masih
rendah ... "
"Nah-nah. ... sekarang engkau merendahkan diri. Kaukira aku belum tahu? Ketika engkau
mengalahkan Ngo-liong Sin-kai, aku sudah melihat betapa lihainya engkau! Bahkan aku
merasa yakin bahwa guruku terakhir, yaitu Paman Pouw seniiri tidak akan menang
melawanmu. Bagaimana, toako, engkau, masih tidak mau mengajarkan silat kepadaku?"
"Baiklah, nona. Aku akan mengajarkan apa yang aku bisa, akan tetapi dengan satu syarat
bahwa aku tidak mau kauanggap sebagai guru, apalagi kalau engkau menyebut suhu
kepadaku, aku tidak mau menerimanya!”
Kiok Lan tertawa dan Suma Hok terpesona. Dia seorang pemuda yang memiliki watak mata
keranjang dan gila kecantikan wanita, maka tentu saja Kiok Lan yang lincah dan cantik jelita,
juga memiliki pembawaan agung ini membuat dia mengilar. Akan tetapi dia memang pandai
membawa diri dan berpura-pura alim.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hi-hik, engkau lucu, toako! Bagaimana mungkin aku menyebut suhu kepadamu? Usiamu
hanya beberapa tahun saja lebih tua dariku. Bahkan kepada guruku terakhir, yaitu Paman
Pouw Cin, aku menyebut paman, tidak memanggilnya suhu. Akupun enggan kalau harus
menyebut suhu kepadamu!”
Suma Hok tertawa pula, memperlihatkan giginya yang dia tahu berbaris rapi dan putih
terpelihara. "Sungguh aku merasa berbahagia sekali memperoleh seorang murid yang pandai,
cerdik, dan cantik jelita seperimu nona." Sebelum gadis itu terkesan oleh pujaan atau
rayuannya, dia cepat menyambung.
“Nah, sebaiknya kita mulai sekarang, nona. Pagi ini cuaca baik sekali untuk berlatih."
Kegembiraan karena akan dilatih silat oleh pemuda itu membuat Kiok Lan tidak begitu
memperhatikan lagi rayuan tadi, dan iapun cepat mengajak Suma Hok ke belakang pondok di
taman. Belakang pondok itu, di tempat terbuka memang disediakan untuk berlatih silat.
Lantainya dari ubin batu lebar yang rata dan cukup luas.
Suma Hok yang cerdik ingin mengambil keuntungan sebanyaknya dari kesempatan ini. Dia
memang sudah mengambil keputusan untuk merayu gadis bekas puteri ini. Kalau gadis ini
sudah jatuh ke tangannya dan menjadi isterinya atau setidaknya menjadi tunangannya, maka
barulah dia akan membantu perjuangan bekas kaisar kerajaan Liu-sung dengan sepenuh
tenaga, bahkan akan membujuk ayahnya untuk membantu pula. Dan untuk dapat mencapai
cita-citanya memperisteri bekas puteri ini, terlebih dahulu dia harus dapat menjatuhkan hati Kiok
Lan! Oleh karena dia telah memperhitungkan segalanya dengan cepat, pemuda yang cerdik
dan licik ini lalu berkata sambil tersenyum.
"Nona, karena engkau telah mempelajari banyak ilmu yang cukup tinggi, maka kiranya tidak
perlu mempelajari ilmu silat baru dariku. Sebaiknya kalau aku mencoba memberi petunjuk
kepadamu dalam ilmu silat yang sudah kaukuasai, menunjukkan kelemahan dan
kekurangannya, dan menambah daya serangannya sehingga engkau akan memperoleh
kemajuan cepat. Caranya adalah engkau berlatih silat denganku, engkau keluarkan jurus-jurus
ilmu silatmu dan kalau aku melihat jurus yang lemah, akan kuberi petunjuk. Dengan demikian
maka engkau akan cepat maju."
Kiok Lan mengangguk. "Rencanamu itu baik sekali, toako. Nah, mari kita mulai. Aku akan
menyerangmu dengan ilmu silat yang paling kuandalkan."
"Baik, aku sudah siap. nona." kata pemuda itu. Dengan cara yang diambilnya itu, selain dia
tidak perlu mengajarkan ilmu-ilmunya kepada gadis ini, juga dalam latihan bersama, dia akan
mendapat, kesempatan lebih banyak untuk beradu lengan, untuk menyentuh gadis itu, dan
berdekatan, juga untuk memamerkan kepandaiannya membuat gadis itu tidak berdaya. Diapun
memasang kuda-kuda dengan gagahnya, kaki kiri ditekuk di depan, kaki kanan di belakang,
tangan kiri diangkat ke atas dan tangan kanan ditekuk di pinggang, mukanya menoleh ke kanan
menghadap ke arah Kiok Lan.
"Toako, lihat seranganku! Haiiittt ...!!"
Kiok Lan yang kini merasa gembira karena mendapat kesempatan berlatih silat dengan
pemuda yang ia tahu amat lihai itu segera mengerahkan tenaganya. Cepat sekali tubuhnya
bergerak ke depan dan ia sudah menyerang dengan totokan-totokan kilat yang bertubi-tubi ke
arah berbagai jalan darah di bagian depan tubuh lawan.
"Bagus!” Suma Hok mengelak ke sana-sini, berloncatan dan kadang menangkis sambil
mengamati gerakan gadis itu. Ketika melihat kesempatan, pada saat jari tangan kanan gadis itu
menotok ke arah pundaknya, dia memutar tubuh ke kiri dan menangkap dengan tangan kanan
pada pergelangan tangan Kiok Lan yang kanan, lalu tangan kirinya menotok pundak kiri gadis
itu sambil memuntir lengan kanan Kiok Lan ke belakang. Gadis itu sama sekali tidak berdaya,
lengan kanannya terbekuk ke belakang dan kini lengan kiri Suma Hok melingkari lehernya
dengan jari-jari tangan mengancam tenggorokannya! Tentu saja hanya sebentar Suma Hok
menelikung gadis itu, lalu melepaskannya lagi. "Nah, di sini engkau melakukan gerakan yang
lemah, nona, sehingga engkau mudah dapat tertekan," kata Suma Hok, dengan lembut dan
sopan dia memberi penjelasan, minta kepada gadis itu mengulang lagi serangannya yang tadi
dan menjelaskan bagian mana yang lemah dan harus diadakan perbaikan. Demikianlah,
dunia-kangouw.blogspot.com
dengan cerdiknya Suma Hok memberi petunjuk dan dia mendapat banyak kesempatan untuk
meringkus, merangkul dan memeluk tubuh gadis itu ketika menundukkannya, namun tidak
membuat Kiok Lan merasa rikuh karena semua itu dilakukan Suma Hok untuk memberi
petunjuk kepadanya.
Kedua orang muda ini sama sekali tidak tahu betapa sepasang mata mengamati mereka dari
jauh, sepasang mata yang berkilat dan sepasang alis yang berkerut tanda bahwa si pemilik
mata tidak berkenan hatinya melihat apa yang mereka lakukan itu.
Sejak pagi hari itu, hubungan antara Suma Hok dan Liu Kiok Lan menjadi semakin akrab. Kiok
Lan merasa senang dan puas karena harus ia akui bahwa sejak ia diberi petunjuk oleh Suma
Hok, ia memperoleh kemajuan pesat sekali. Iapun menjadi semakin tertarik dan kagum saja
kepada pemuda itu. Suma Hok nampaknya memberi petunjuk dengan sungguh hati dan sikap
pemuda itupun selalu sopan dan ramah, membuat gadis itu terpikat dan senang sekali. Apalagi
ketika Suma Hok berjanji akan mengajarkan suatu cara menghimpun tenaga sin-kang (tenaga
sakti) yang istimewa untuk memperkuat tubuh, Kiok Lan menjadi semakin bersemangat.
"Latihan itu merupakan cara bersamadhi yang harus dilakukan dalam tempat tertutup dan tidak
boleh kelihatan orang lain! Kurasa latihan itu dapat dilakukan di dalam pondok taman, nona.
Dan untuk dapat melakukan latihan itu dengan baik, engkau harus minum ramuan obat dari
keluarga Suma yang sengaja dibuat untuk melengkapi latihan itu."
"Ah, aku senang sekali, toako. Mari kita lakukan latihan itu, aku telah siap. Kapan kita
melakukannya, Suma-toako?" tanya Kiok Lan penuh semangat.
Mereka baru habis berlatih dan beristirahat di belakang pondok. Kiok Lan menghapus
keringatnya dengan saputangan, wajahnya yang berkeringat nampak kemerahan dan segar
seperti buah tomat yang sedang ranum, matanya bersinar-sinar dan bibirnya yang merah basah
itu tersenyum manis.
Suma Hok menelan ludah. "Secepatnya lebih baik, nona, akan tetapi aku khawatir kalau-kalau
engkau akan berkeberatan dan terutama kalau-kalau Kongcu akan tidak mengijinkan latihan itu
kaulakukan ..."
"Eh, kenapa, toako? Koko sudah tahu, bahwa engkau memberi petunjuk ilmu silat kepadaku
dan dia sama sekali tidak berkeberatan, bahkan ikut bergembira melihat kemajuanku. Kalau
latihan itu untuk memperkuat sin-kang dalam tubuhku, kenapa dia tidak akan mengijinkan?"
Sepasang mata yang bening itu mengamati wajah Suma Hok dengan penuh selidik.
"Begini, nona. Latihan sin-kang dari keluarga kami itu merupakan latihan rahasia yang tidak
boleh dilihat atau diketahui orang lain. Dan si pelatih tidak akan berhasil tanpa bantuan seorang
di antara kami yang telah ahli, dan dalam hal ini, nona harus kubantu kalau ingin berhasil. Dan
latihan ini baru dapat dilakukan kalau matahari sudah tenggelam, yaitu pada malam hari,
semalam suntuk. Inilah yang membuat aku ragu apakah nona tidak akan berkeberatan, dan
apakah Kongcu akan memberi ijin kalau nona berlatih sin-kang dalam pondok dengan kutemani
selama semalam suntuk. Karena itu, lebih baik kalau engkau tidak berlatih sin-kang keluarga
kami itu, nona."
Sepasang alis itu berkerut. Memang agak aneh cara latihan itu, pikirnya. Memang tentu saja
kakaknya tidak akan mengijinkan kalau ia berlatih sin-kang berdua saja semalam suntuk
dengan Suma Hok dalam tempat tertutup. Hal itu memang tidak semestinya dan tidak pantas.
Akan tetapi, ia melihat kesungguhan dalam cara Suma Hok mengajarkan ilmu kepadanya.
Selama ini, Suma Hok mengajar dengan sungguh hati dan tidak pernah pemuda itu
memperlihatkan sikap atau melakukan perbuatan yang tidak sopan kepadanya. Ia percaya
sepenuhnya kepada Suma Hok dan ia merasa yakin bahwa biarpun mereka berdua akan
berlatih dalam pordok tertutup selama semalam suntuk, pasti pemuda itu tidak akan melakukan
hal-hal yang tidak pantas. Ia melihat betapa lihainya Suma Hok dan ia ingin sekali
mendapatkan kekuatan sin-kang yang hebat.
"Jangan khawatir, toako. Kalau latihan itu hanya dilakukan dalam waktu semalam suntuk, aku
akan dapat mengaturnya agar kita melakukan latihan itu tanpa diketahui oleh kakakku atau oleh
siapapun juga."
dunia-kangouw.blogspot.com
Diam-diam Suma Hok merasa girang bukan main. Dia sudah melihat tanda-tanda bahwa gadis
itu mulai tertarik dan percaya kepadanya dan sekali gadis itu menyerahkan diri, maka sudah
dapat dipastikan bahwa mau atau tidak mau, bekas puteri istana ini akan menjadi isterinya!
Bagaikan seekor laba-laba yang memasang jerat, dia telah melihat betapa kupu-kupu yang
indah dan berdaging lunak itu sudah mulai mendekati jeratnya!
"Akan tetapi, bagaimana caranya, nona? Dan aku ... sungguh aku merasa takut kalau-kalau
kelak mendapat marah dari Kongcu."
"Jangan takut, aku yang tanggung kalau sampai koko mengetahui dan memarahimu, akan
kukatakan bahwa aku yang menghendaki latihan itu, bukan engkau! Dan caranya mudah saja.
Kita tentukan waktunya, kemudian setelah semua orang tidur dan keadaan sunyi, kita ketemu di
pondok dan melakukan latihan itu sampai pagi. Mudah saja, bukan?"
"Tapi ... tapi ... benarkah engkau yang akan bertanggung jawab kalau sampai kakakmu
mengetahui dan marah?"
"Tentu saja. Dan pula, kita berdua hanya akan berlatih sin-kang, tidak melakukan hal-hal yang
melanggar garis kesopanan, andaikata ada yang mengetahui sekalipun, apa salahnya?"
Hemm, dia harus berhati-hati, pikir Suma Hok. Gadis ini ternyata lebih sukar ditundukkan dari
pada yang dia kira. Kalau menghadapi gadis lain, tentu tidak sesukar itu dia menundukkannya,
Liu Kiok Lan ini seorang gadis yang tegas, berani, memiliki harga diri yang tinggi. Seorang
gadis seperti ini, walau misalnya sudah tertarik dan jatuh cinta padanya sekalipun, belum tentu
akan suka menyerahkan diri begitu saja karena ia selalu menjunjung tiaggi adat istiadat dan
kesusilaan, amat menghargai kehormatannya sebagai seorang bekas puteri istana. Buktinya,
gadis itu begitu benci kepada Tiauw Sun Ong karena Tiauw Sun Ong pernah berjina dengan
selir ayahnya, pada hal Tiauw Sun Ong adalah pamannya sendiri. Dia harus berhati-hati dan
dia harus mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin agar tidak sampai gagal. Gagal
menundukkan gadis ini berarti akan gagal semua cita-citanya.
Mereka lalu menentukan waktu untuk melaksanakan latihan itu. Suma Hok memilih waktu tiga
malam lagi. Dia memperhitungkan bahwa malam itu cuaca akan gelap tanpa adanya bulan
sedikitpun sehingga tentu malam itu keadaan di luar akan sunyi sekali. Kiok Lan menyetujui dan
mereka berjanji akan saling bertemu di pondok itu yang oleh Kiok Lan akan dibiarkan tidak
terkunci daun pintunya.
Tiga malam kemudian. Malam itu memang gelap seperti sudah diperhitungkan Suma Hok.
Agaknya keadaan malam itu membantu rencana siasatnya. Selain tidak ada bulan, langit pun
tertutup mendung sehingga bintang-bintangpun tidak nampak. Malam gelap pekat dan udara
dingin, membuat orang segan untuk keluar pintu. Taman rumah besar bekas kaisar itupun sunyi
sekali. Yang terdengar hanya bunyi kerik jangkerik dan belalang malam.
Karena sunyinya, tidak ada yang tahu bahwa kerik jangkerik itu sempat terhenti sejenak dua
kali karena adanya orang yang lewat memasuki taman menuju ke pondok dalam waktu yang
sebentar saja selisihnya, kemudian sekali lagi kerik jangkerik terganggu dan terhenti.
"Selamat malam, nona." kata Suma Hok dengan sikap hormat ketika dia melihat Kiok Lan
memasuki pintu pondok. Dia sudah berada di situ lebih dahulu. Ruangan pondok itu cukup luas,
dengan sebuah meja dan delapan buah kursi, juga sebuah dipan di sudut. Tidak banyak peabot
di ruangan itu karena memang pondok itu dibuat hanya untuk istirahat bagi Siauw Tek dan
keluarganya kalau siang terlampau terik.
Melihat pemuda yang menjadi guru tidak resmi itu sudah siap dan berada di situ, Kiok Lan
tersenyum manis dan legalah hatinya. Hadirnya Suma Hok lebih dahulu di situ berarti bahwa
suasana aman dan tidak ada seorangpun mengetahui rahasia mereka malam itu!
"Selamat malam, toako. Sukurlah, engkau sudah berada di sini. Nah, kita dapat segera mulai
dengan latihan kita, toako." Bagaimanapun juga, berada berdua saja dengan pemuda itu di
dalam pondok yang hanya diterangi lampu gantung dari luar sehingga keadaan ruangan itu
remang-remang, pada malam hari pula, mendatangkan perasaan rikuh di hatinya, maka ia pun
hendak menutupi perasaan itu dengan cepat-cepat melaksanakan latihan yang dijanjikan Suma
Hok kepadanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Nanti dulu, nona. Seperti telah kukatakan, ilmu ini merupakan ilmu keluarga Suma, ilmu
rahasia atau simpanan yang biasanya hanya diajarkan kepada anggauta keluarga turun
temurun, dan yang melatih ilmu ini haruslah minum ramuan obat untuk penguatnya, kalau tidak,
dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat-syaratnya, nona
harus berjanji dan mengakui keluarga seperti lajimnya, lalu minum ramuan obat yang sudah
kupersiapkan."
"Baik, toako, aku sudah siap."
Dengan tenang Suma Hok lalu mengeluarkan sebuah guci, sebuah cawan dan sebungkus obat
bubuk. Dia menuangkan isi guci yang menyiarkan bau anggur yang harum ke dalam cawan,
kemudian memasukkan bubuk putih dari bungkusan.
"Nona, mari kita berlutut untuk mengucapkan janji seperti yang diharuskan bagi anggauta
keluarga yang melatih ilmu ini.” Katanya dan dia sendiripun berlutut menghadap ke utara, arah
Bukit Bayangan Setan tempat tinggal keluarga Suma. Kiok Lan dengan patuh mengikutinya dan
berlutut di sampingnya.
"Nah, peganglah cawan ini dan tirukan ucapanku, nona." katanya. Kiok Lan menerima cawan
itu dan sambil berlutut, ia menirukan ucapan Suma Hok.
"Saya Liu Kiok Lan, mengaku sebagai anggauta keluarga Suma, berjanji akan merahasiakan
ilmu Lui-kong ciang (Tangan Halilintar) dan tidak mengajarkan kepada orang lain kecuali
anggauta keluarga Suma. Bumi dan Langit menjadi saksi dan saya memperkuat janji ini dengan
minum obat penguat dari keluarga Suma!" Lalu Suma Hok memberi isarat kepada Kiok Lan
untuk minum isi cawan sampai habis.
Kiok Lan meminumnya dengan taat. Anggur itu manis dan berbau harum bercampur bau yang
aneh dan keras, membuat ia tersedak, akan tetapi isi cawan itu sudah habis diminumnya. Suma
Hok menerima kembali cawan kosong dan berkata lembut.
"Engkau akan merasa pening sedikit, akan tetapi hanya sebentar. Duduklah di atas dipan itu,
nona. Kalau peningmu sudah lenyap, bersilalah di atas dipan, menghadap ke dalam.
Aku akan berdiri di tepi dipan dan mambantumu menghimpun sin-kang dari belakang. Sikapmu
dalam samadhi harus seperti ini, dan pernapasan harus begini." Pemuda itu memberi petunjuk
dan penjelasan.
Kiok Lan memperhatikan petunjuk itu dengan seksama, kemudian benar saja, ia merasa agak
pening maka cepat ia bangkit dan menghampiri dipan, lalu duduk bersila di atas dipan,
menghadap ke dalam. Ia masih mendengar betapa Suma Hok juga bangkit dan pemuda itu
agaknya duduk di kursi.
Tak lama kemudian, pemuda itu bertanya, "Apakah peningnya sudah hilang, nona?"
"Susudah ... toako ... " kata Kiok Lan dan mendengar suara gadis itu berbisik dan tersendat,
dengan napas memburu, Suma Hok tersenyum. Obat itu sudah mulai memperlihatkan
pengaruhnya! Dia tahu benar bahwa tidak lama lagi, paling lama sejam lagi, obat itu sudah
mempengaruhi seluruh tubuh dan juga hati dan pikiran gadis itu, membuatnya seperti dibakar
gairah berahi, dan dia boleh berbuat apa saja terhadap gadis itu yang tentu akan disambut
dengan penuh semangat tanpa penolakan sedikitpun!
"Bagus!" katanya sambil menghampiri dipan, kemudian dengan lembut dia lalu menjulurkan
kedua lengannya, dan kedua telapak tangannya dia tempelkan punggung Kiok Lan sambil
berkata, "Sekarang, tariklah napas perlahan-lahan seperti kuterangkan tadi, dan terima saja
penyaluran hawa dari kedua tanganku, biarkan berkumpul di dalam tan-tian (titik tiga inci di
bawah pusar), lalu gerakkan kedua tangan seperti yang kuajarkan tadi, mulailah menghimpun
tenaga sakti Lui-kong-ciang!”
Kiok Lan yang sudah tidak merasa pening kini merasa seperti dalam mimpi. Mula-mula
tubuhnya seperti terbang atau terapung tanpa bobot dan rasanya nikmat bukan main, seperti
diayun-ayun, kemudian ia merasa betapa dua telapak tangan yang menempel di punggungnya,
mengeluarkan hawa yang hangat dan mendatangkan getaran yang menggetarkan seluruh
tubuhnya, membuat ia merasa seperti digelitik dan mula-mula bulu tengkuknya meremang, lalu
dunia-kangouw.blogspot.com
seluruh tubuh dan pikirannya mulai tidak karuan, tidak dapat dikendalikan. Sedikit demi sedikit,
bagaikan api yang mulai membakar, ia merasakan suatu rangsmgan yang luar biasa, yang
membuat ia merasa tubuhnya panas, makin lama semakin panas seperti dibakar.
"Auhhh ... panas ... panas, ... gerah ... " ia mulai mengeluh, napasnya memburu dan suaranya
seperti merintih.
Dan suara yang halus lembut itu terdengar dekat sekali dengan telinganya, berbisik lembut. Ia
tidak ingat lagi suara siapa itu akan tetapi suara itu terdengar jelas dan halus, "Kalau panas dan
gerah mengganggumu engkau boleh membuka pakaianmu, agar terasa nyaman, agar tidak
mengganggu latihanmu ... "
Kiok Lan menggeleng-geleng kepala. Nalurinya membantah dan berkeras tidak mau memenuhi
keinginan hatinya yang timbul oleh bujukan itu, diperkuat oleh kegerahan yang membuat ia
berkeringat. Akan tetapi karena tubuhnya seperti dibakar, akhirnya ia tidak tahan dan mulailah
ia merenggut dan melepaskan pakaiannya bagian atas.
Pada saat yang amat gawat itu. tiba-tiba daun jendela ruangan dalam pondok itu terbuka dan
sesosok tubuh manusia meloncat masuk ke dalam.
"Keparat jahanam!" terdengar teriakan, “Nona Kiok Lan ...!" Bayangan itu bukan lain adalah
Pouw Cin. Tentu saja Suma Hok terkejut bukan main dan tubuhnya sudah mencelat ke
belakang dan berjungkir balik. Melihat keadaan Kiok Lan yang tubuh bagian atasnya hampir
telanjang dan yang bergoyang-goyang dan merintih-rintih, Pouw Cin yang sudah banyak
pengalamannya itu dapat menduga. Gadis itu terbius dan terangsang! Cepat dia meloncat
dekat dan begitu tangannya menotok tengkuk Kiok Lan. gadis itu mengeluh dan terguling jatuh
roboh miring di atas dipan. Kemudian Pouw Cin membalikkan tubuh karena dia mendengar
angin menyambar dahsyat. Dia cepat membuat gerakan menangkis, namun terlambat. Ketika
dia tadi menotok tubuh Kiok Lan, tentu saja keadaannya dari belakang terbuka dan
perhatiannya masih tercurah kepada Kiok Lan sehingga tangkisannya agak terlambat.
"Dukkk!!" Suling di tangan Suma Hok telah menotok dadanya, tepat di ulu hatinya.
"Hukkk ...!!" Pouw Cin terjengkang. napasnya terasa sesak dan dadanya nyeri bukan main
karena suling itu memang mengandung racun yang amat hebat. Suling itu yang membuat
Suma Hok di dunia kaug-ouw dijuluki Tok-siauw-kwi (Suling Setan Kecil). Pouw Cin
mengerahkan tenaganya bergulingan, lalu melompat berdiri, matanya terbelalak, mukanya
pucat, tangannya menuding ke arah Suma Hok.
"Kau ... kau ...!" Akan tetapi Suma Hok sudah menerjangnya lagi, menyerang dengan suling
mautnya.
Pouw Cin mencoba untuk melawan sedapat mungkin, akan tetapi karena totokan pertama tadi
telah membuat dia terluka berat, membuat napasnya sesak dan dadanya sakit sekali,
perlawanannya tidak berarti bagi Suma Hok. Berulang kali ujung sulingnya menemui sasaran
dan tubuh Pouw Cin kembali terjengkang atau terpelanting beberapa kali. Akhirnya, sebuah
hantaman suling yang mengenai kepalanya membuat Pouw Cin roboh dan tidak mampu
bangkit kembali. Mukanya berubah kehitaman karena keracunan, dari mata, telinga, mulut dan
hidungnya keluar darah. Akan tetapi matanya masih melotot memandang kepada Suma Hok,
dan bibirnya masih bergerak-gerak, "kau ... kau ... terkutuk kau ... " dan diapun terkulai, seorang
jenderal atau panglima besar yang amat setia kepada rajanya, menemui kematian secara
menyedihkan sekali.
Sejenak Suma Hok berdiri, bergantian memandang ke arah mayat Pouw Cin yang menggeletak
telentang di atas lantai, ke arah tubuh Kiok Lan yang rebah miring di atas dipan. Dia lalu
mengganguk-angguk dan mulutnya tersenyum. Senyum iblis! Dia masih tersenyum ketika
menghampiri dipan sambil kedua tangannya membuka kancing bajunya, matanya berkilat dan
senyum di mulutnya semakin keji!
Menjelang pagi, gegerlah seluruh penghuni rumah besar milik bekas kaisar itu ketika Suma Hok
berteriak-teriak, "Ada pembunuh ...! Ada penjahat keji ...!!”
Semua orang berdatangan, dan tak lama kemudian Siauw Tek sendiri muncul bersama
beberapa orang yang bertugas menjadi pengawalnya. Mereka melihat Suma Hok berdiri di
dunia-kangouw.blogspot.com
depan pondok dengan suling di tangan dan muka babak belur, pakaian robek-robek dan
pemuda ini kelihatan kebingungan. Begitu melihat Siauw Tek, pemuda itu cepat maju dan
berlutut di depan bekas kaisar itu.
"Ahh ... Kongcu, celaka ... sungguh celaka ...!"
Ketika melihat para pengikut Siauw Tek hendak memasuki pondok, dia meloncat dan
menghalangi mereka. "Jangan masuk! Tak seorangpun boleh masuk kecuali Kongcu!”
Ketika semua orang mundur, kembali Suma Hok menghampiri Siauw Tek dan dengan suara
bercampur tangis dia berkata, "Kongcu malapetaka telah menimpa orang yang paling Kongcu
percaya ... "
"Suma toako, tenanglah dan ceritakan apa yang telah terjadi?" Siauw Tek memegang
pundaknya dan mengguncangnya tidak sabar. Guncangan ini agaknya membuat Suma Hok
menjadi tenang.
"Kongcu, harap perintahkan semua orang mundur, dan marilah kongcu bersama saya saja
yang masuk melihat ... "
Biarpun merasa heran. Siauw Tek memberi isarat kepada semua pembantunya untuk menjauh,
kemudian diapun memasuki pondok bersama Suma Hok.
Dan apa yang dilihatnya di ruangan itu, yang kini nampak jelas karena Suma Hok membawa
lampu penerangan dari luar masuk, membuat bekas kaisar itu terbelalak dan hampir saja dia
terhuyung jatuh. Suma Hok cepat memegang lengannya.
"Kuatkan hati paduka, Kongcu ... " katanya hormat, "dan sebaiknya tidak membuat ribut agar
tidak semua orang mengetahui terjadinya aib ini, biar kita berdua saja yang mengetahuinya ... "
Dengan bergantung kepada lengan Suma Hok, bekas kaisar itu terbelalak melihat
pemandangan mengerikan di kamar itu. Pouw Cin menggeletak di lantai, tewas dengan mata
melotot, dari telinga, mata, hidung dan mulut keluar darah! Dan yang lebih mengejutkan hatinya
lagi, pakaian bekas panglimanya itu tidak karuan, celana turun dan dia hampir telanjang.
Kemudian, ketika dia mengarahkan pandang matanya ke arah dipan, dia mengeluh. Adiknya,
Liu Kiok Lan, dengan pakaian setengah telanjang pula, telentang di atas dipan dan sekilas
pandang saja tahulah dia bahwa adiknya telah diperkosa orang dan kini dalam keadaan mati,
pingsan atau tidur.
"Apa ... apa yang telah terjadi ... teriaknya lirih karena dia masih ingat untuk tidak membuat
ribut.
"Nanti kuceritakan, Kongcu. Sekarang yang terpenting menolong Nona Liu. Kita harus
membereskan letak pakaiannya agar tidak kelihatan orang lain sebelum ia sadar dari
pingsannya."
"Ia ... ia tidak mati ... ?”
"Tidak, Kongcu. Hanya pingsan, tidak berbahaya." kata Suma Hok dan dibantu oleh Siauw Tek,
dia lalu membereskan pakaian di tubuh Liu Kiok Lan yang setengah telanjang itu.
Setelah pakaian gadis itu beres, Siauw Tek mengguncang-guncang pundak adiknya dan
memanggil-manggil namanya. Suma Hok berpura-pura ikut menggugah, akan tetapi diam-diam
dia menotok pungggung gadis itu dan Kiok Lan bergerak, sadar dan membuka matanya.
Begitu melihat dirinya rebah di atas dipan dan di situ nampak kakaknya, ia bangkit duduk dan
terkejut, memandang kepada Suma Hok. "Koko ...!" serunya bingung karena seingatnya, tadi ia
melakukan latihan Lui-kongciang, dipimpin dan dibantu oleh Suma Hok lalu tiba-tiba jendela
terbuka, Pouw Cin masuk dan iapun tidak ingat apa-apalagi. Dan kini tahu-tahu kakaknya telah
berada di situ bersama Suma Hok.
"Tenanglah, adikku, tenanglah, jangan ribut agar orang-orang di luar tidak tahu apa yang telah
terjadi. Jahanam busuk itu ...!" Dia menuding ke arah tubuh Pouw Cin. Kiok Lan yang masih
agak nanar itu memandang dan iapun terbelalak.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dia ... dia kenapa ... ?" Ia menoleh kepada Suma Hok. "Toako, apa yang telah terjadi? Kuingat
tadi dia meloncat memasuki kamar dan sekarang ... dia ... dia mati ...?”
Kiok Lan meloncat turun, akan tetapi tiba-tiba ia menahan jeritnya dan wajahnya menyeringai
kesakitan. Ia merasa nyeri dan tahu bahwa ada yang tidak beres dengan dirinya!
"Ihhh ... aku ... kenapa ...? Toako, apa yang telah terjadi?" tanyanya, wajahnya tiba-tiba menjadi
pucat.
"Benar, ceritakan, Suma-toako, apa yang telah terjadi tadi?" tanya pula Siauw Tek.
"Kongcu, nona, sebaiknya kalau kita suruh angkat dulu jenazah ini dan kita ceritakan bahwa dia
tewas karena perbuatan mata-mata. Semua orang tahu bahwa Kwa Bun Houw mempunyai ilmu
silat tinggi dan bahkan telah mengalahkan Paman Pouw, maka mereka tentu akan percaya
kalau dikabarkan bahwa yang membunuhnya adalah Kwa Bun Huow, mata-mata kerajaan Chi.
Dengan demikian, tidak akan terjadi banyak dugaan dan kecurigaan."
Kakak beradik itu hanya dapat mengangguk setuju, karena mereka masih terkejut dan tegang,
apalagi Kiok Lan yang kenyerian itu kini pucat sekali dan dapat menduga bahwa tentu telah
terjadi hal mengerikan pada dirinya!”
Suma Hok lalu membuka pintu pondok dan memanggil para penjaga, menerangkan bahwa
Pouw Cin tewas oleh mata-mata Kwa Bun Houw, dan agar jenazah itu dirawat baik-baik. Dia
sendiri lalu mengajak Siauw Tek dan Kiok Lan kembali ke dalam rumah. Di dalam ruangan
sebelah dalam yang tertutup, di mana tidak ada orang lain dapat mendengarkan percakapan
mereka, mereka bertiga duduk dan kakak beradik itu mendesak agar Suma Hok menceritakan
apa yang telah terjadi.
Suma Hok memandang kepada Siauw Tek, lalu berkata dengan suara tenang. "Kongcu,
sebelumnya saya harap Kongcu suka memaafkan saya dan juga Nona Liu Kiok Lan. Malam
tadi. Nona Liu sedang berlatih semacam ilmu menghimpun tenaga sakti dari saya. Karena ilmu
itu harus dilatih di waktu malam dan, tidak boleh-dilihat orang lain, terpaksa kami melakukan di
dalam pondok di taman itu. Selagi kami berlatih, tiba-tiba Paman Pouw Cin menerobos masuk
melalui jendela. Dia menotok roboh Nona Liu dan saya demikian terkejut sehingga tidak dapat
menjaga diri dan sayapun roboh tertotok dan tidak mampu bergerak sama sekali." Dia
memandang kepada Kiok Lan yang matanya terbelalak. "Ketika itu, saya sedang menyalurkan
tenaga sin-kang untuk membantu Nona Liu, maka tenaga saya tersalur dan tidak mampu
menahan ketika Pouw Cin menyerang dan merobohkan saya dengan totokan."
MELIHAT Suma Hok berhenti bercerita dan kelihatan sedih dan bingung Kiok Lan yang sudah
menduga hal terburuk menimpa dirinya, segera mendesaknya, "Lalu bagaimana, toako?
Teruskan ...!!"
Kembali Suma Hok nampak kebingungan, sebentar memandang kepada gadis itu, lalu kepada
Siauw Tek, dan agaknya amat sukar baginya untuk bicara.
"Toako, ceritakan, apa yang selanjutnya terjadi?" Siauw Tek mendesak pula.
"Saya roboh tertotok, berusaha untuk membebaskan diri dari pengaruh totokan, akan tetapi
tidak berhasil karena saya tertotok ketika tenaga saya tersalur. Kemudian ... kemudian ... si
jahanam itu ... saya hanya dapat melihat saja, tidak berdaya sehingga akhirnya saya tidak
kuasa melihatnya lagi, saya memejamkan mata ... "
"Apa yang dia lakukan? Cepat, jawab!"
Suma Hok lalu membuka pintu pondok dan memanggil para penjaga, menerangkan bahwa
Pouw Cin tewas oleh mata-mata Kwa Bun Houw, dan agar jenazah itu dirawat baik-baik.
Kiok Lan membentak, mukanya sebentar merah, sebentar pucat, "Dia menggunakan
kesempatan selagi saya tidak berdaya, dan selagi engkau juga ditotoknya pingsan ... dia ...
binatang itu telah melakukan hal keji terhadap dirimu nona ... “
Kiok Lan menjerit dan menutupi mukanya dengan kedua tangan, menangis. " ... jahanam
busuk, keparat terkutuk ...?” ia memaki-miki dan merintih-rintih, hatinya hancur lebur.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kakaknya cepat bangkit dan merangkulnya, mencoba untuk menghiburnya. Namun sia-sia,
Kiok Lan terus menangis tersedu-sedu. Dua orang laki-laki itu membiarkannya melepas
kedukaannya melalui tangisnya dan setelah agak mereda. Siauw Tek bertanya kepada Suma
Hok yang sejak tadi hanya menundukkan mukanya.
"Suma-toako, lalu apa yang terjadi? Bagaimana jahanam terkutuk itu dapat mampus?”
Mendengar pertanyaan kakaknya ini, biarpun masih terisak-isak, Kiok Lan ikut mendengarkan.
"Saya berusaha keras untuk membebaskan diri dari pengaruh totokan, Kongcu. Akan tetapi
memang totokan itu kuat sekali sehingga saya tidak mampu menolong Nona Liu. Kemudian,
jahanam busuk itu mengakhiri perbuatannya yang terkutuk dan agaknya hendak membunuh
saya agar rahasianya tidak sampai bocor. Akan tetapi, tepat pada saat dia hendak membunuh
saya dengan totokan maut, saya dapat terbebas dari pengaruh totokan. Cepat saya lalu
mencabut suling dan menyerangnya. Kami berkelahi dan akhirnya saya dapat merobohkan dan
menewaskan manusia berwatak iblis itu."
Kiok Lan mengeluarkan suara mengeluh, dan gadis ini lalu bangkit dan sambil menutupi muka
dengan kedua tangan, iapun berlari keluar dari ruangan itu.
"Siauw-moi ...!!" kakaknya berseru memanggil dan mengejar.
Akan tetapi gadis itu memasuki kamarnya sendiri dan menutupkan, daun pintu, memalangnya
dari dalam sehingga tidak ada orang lain dapat memasukinya.
"Kongcu, saya kira lebih baik kalau sementara ini kita biarkan saja Nona Liu melepaskan
kedukaan dan kekagetannya seorang diri saja dalam kamarnya." kata Suma Hok yang ikut pula
mengejar dan kini menyentuh lengan bekas kaisar itu.
Siauw Tek menarik napas panjang, lalu mengeluh. "Ahh, nasib ... kenapa begini buruk nasib
kami sekeluarga? Aih, aku dapat membayangkan betapa hancurnya hati adikku. Kini ia ternoda,
lalu bagaimana nanti masa depannya? Aihhhh ...!" Kembali bekas kaisar itu mengeluh panjang
dan wajahnya nampak bersedih sekali.
"Semua itu telah terjadi, Kongcu, tidak cukup hanya untuk disedihkan saja." Suma Hok
menghibur. Mereka berjalan kembali memasuki ruangan yang tadi. Siauw Tek menutupkan
daun pintu dan kini mereka berdua bercakap-cakap tanpa diketahui orang lain.
"Aih, Suma-toako, bagaimana aku tidak akan bersedih? Tanpa kusangka, malapetaka hebat
menimpa diri kami. Adikku menderita aib, diperkosa orang, dan pembantuku yang paling baik,
ternyata seorang jahanam dan kini telah tewas! Adikku kehilangan kebahagiaan dan aku
kehilangan pembantu yang setia.”
"Kongcu, memang sudah sepantasnya kalau Kongcu bersedih, akan tetapi terlalu bersedih
tidak ada gunanya, bahkan kalau berlarut-larut amat tidak baik, merugikan diri sendiri. Kongcu
kehilangan pembantu utama, akan tetapi saya siap untuk membantu Kongcu dengan kesetiaan
yang tidak kalah besar, dan saya rela mengorbankan jiwa raga untuk membantu Kongcu
sampai tercapai cita-cita Kongcu menumbangkan kerajaan Chi dan membangun kembali
kerajaan Liu-sung!"
Wajah Siauw Tek yang tadinya muram itu kini agak berseri dan dia menatap tajam wajah Suma
Hok. "Terima kasih, Suma-toako. Agak terhibur hatiku dengan kesediaanmu ini. Apalagi kalau
kelak ayahmu suka pula untuk bekerja sama. Akan tetapi, ahhh ... hatiku tak mungkin dapat
melupakan nasib yang menimpa adikku! Bagaimana aku tidak akan bersedih?"
"Kongcu, kita sebagai laki-laki harus mampu bersikap tenang menghadapi segala peristiwa dan
mencari jalan keluarnya, memang sudah menjadi kenyataan, walaupun hanya kita bertiga yang
mengetahuinya, bahwa Nona Liu tertimpa aib yang akan menghancurkan masa depannya,
akan tetapi hal itupun kiranya masih dapat ditemukan jalan keluarnya."
Bekas kaisar itu memandang Suma Hok dengan sinar mata mengandung penuh pertanyaan.
"Bagaimana mungkin hal seperti itu dapat dicari jalan keluarnya, toako?"
"Kongcu, kalau Nona Liu menikah, tentu aib itu akan lenyap."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Menikah? Toako, bagaimana kau dapat berkata demikian? Justeru di situlah letak
persoalannya. Adikku, juga aku, tentu akan menderita malu besar kalau ia menikah kemudian
suaminya tahu ... "
"Toako, tidak akan ada keributan, tidak akan ada rasa malu kalau calon suami Nona Liu sudah
mengetahui akan aib itu dan suka menerima kenyataan yang ada,"
"Hemm, siapa yang akan mau? pria mana. yang akan suka berkorban seperti itu, menikahi
seorang gaiis yang sudah ... "
"Saya mau, Kongcu."
"Engkau ...?! !” Bekas kaisar itu memandang heran, akan tetapi ada sinar harapan terkandung
dalam pandang matanya. "Engkau, toako? Tapi ... engkau sendiri tahu. bahkan menjadi saksi
tunggal ... "
"Toako, saya merasa kasihan sekali kepada Kongcu, juga kepada Nona Liu. Oleh karena itu,
saya bersedia untuk menutupi aib itu, dengan segala kerendahan hati, dengan suka rela. tentu
saja kalau Nona Liu sudi menerima saya dan kalau paduka menyetujui. ... "
"Aku? Tentu saja aku setuju sepenuhnya, bahkan aku akan berterima kasih sekali kepadamu,
toako! Dan tentang adikku, bagaimana mungkin ia akan menolak? Pengorbananmu ini akan
menolongnya, melepaskannya dari aib dan mendatangkan sinar terang yang baru bagi masa
depannya. Aku akan segera menyampaikan kepadanya, toako, agar terhibur hatinya dan tidak
menjadi putus asa."
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekala Siauw Tek sudah menemui adiknya di dalam kamar
adiknya. Karena sudah agak reda, tangisnya, Liu Kok Lian membukakan pintu kamarnya dan
begitu kakaknya memasuki kamar. ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Siauw Tek,
merangkul kedua kaki bekas kaisar itu dan menangis.
Siauw Tek mengangkat bangun adiknya, menuntunnya untuk duduk di pembaringan dan dia
duduk di tepi pembaringan. "Tenangkan hatimu, Kiok Lan, dan sudahlah, jangan bersedih lagi.
Aku telah menemukan jalan terbaik bagiku, yang akan menchindarkan engkau dari aib ini."
Gadis itu, dengan mata membengkak merah dan kedua pipi masih basah, memandang
kakaknya. Ia masih belum dapat mengeluarkan kata-kata akan tetapi pandang matanya sudah
mengajukan pertanyaan apa yang dimaksudkan kakaknya dengan ucapan itu.
"Adikku yang manis, hentikan tangismu dan dengarkan baik-baik. Kita telah mendapatkan
bintang penolong, yaitu seorang pemuda yang dengan suka rela akan menutupi aib pada
dirimu. Dia bersedia untuk menikah denganmu, menjadi suamimu yang sah."
"Koko! Bagaimana mungkin aku ... "
"Ssttt ... jangan kfrawatir. Dia sudah tahu akan keadaan dirimu, bahkan dia yang telah
menyaksikan semua itu. Dia adalah Suma Hok ... "
"Ahh ...!” Wajah gadis itu berubaha kemerahan, tentu saja ia merasa malu bukan main
mengenangkan bagaimana pemuda itu telah menjadi saksi yang tak berdaya ketika, ia dalam
keadaan pingsan, diperkosa oleh Pouw Cin!”
"Ingat, adikku. Dia kini menjadi pambantu utamaku, pengganti Paman Pouw Cin yang ternyata
menjadi jahat seperti kemasukan iblis, dan Suma-toako memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Dan selain dari itu, bukankah dia pula yang telah membalaskan sakit hatimu, telah membunuh
jahanam yang berbuat keji terhadap dirimu?"
"Akan tetapi ... koko, kenapa dia ... dia mau mengorbankan diri untuk menolongku?" Ia meragu
karena masih bimbang, tidak tahu harus mengambil keputusan bagaimana semua peristiwa ini
terjadi demikian tiba-tiba dan mengejutkan. Tadinya, ia sebagai seorang gadis yang lincah
gembira, yang masih remaja karena usianya baru tujuh belas tahun, tiba-tiba saja telah dipaksa
untuk menjadi seorang gadis dewasa yang dihadapkan pada pernikahan!
"Dia merasa iba kepadaku, dan kepadamu, siauw-moi, dan dia menawarkan diri selain untuk
menggantikan Pouw Cin menjadi, pembantuku yang setia, dia juga bersedia untuk menutupi
aibmu dan menjadi suamimu. Bukankah itu hebat sekali, siauw-moi? Dengan pengorbanan
dunia-kangouw.blogspot.com
orang gagah itu, semua menjadi beres, melapetaka ini bahkan menjadi berkah. Aku
mendapatkan seorang pembantu yang amat baik. dan engkau mendapatkan seorang suami
yang baik pula."
"Tapi ... aku ... aku sebetulnya belum mempunyai keinginan untuk berumah tangga, koko,
usiaku juga baru tujuh belas tahun ... "
"Aku mengerti, adikku. Akan tetapi dalam keadaanmu seperti ini, kurasa ... ah, kita terpaksa ...!
Bagaimana, Kiok Lan, engkau setuju, bukan? Aku harus memberi keputusan kepada Sumatoako
sekarang juga agar dia tidak ragu-ragu dalam membantuku."
"Kiranya tidak ada jalan lain bagiku kecuali menyetujui jalan keluar yang satu-satunya ini, koko.
Akan tetapi, biarlah aku bicara dulu dengan dia, baru aku akan memberi keputusan."
"Baiklah, adikku. Aku menunggu dengan sabar, dan engkau harus ingat juga keadaanku,
karena aku amat membutuhkan bantuan Suma-toako dan kalau engkau menolak, mungkin dia
akan merasa tersinggung. Dia menawarkan diri untuk menolong, kalau ditolak, seolah kita
memandang rendah kepadanya."
"Aku mengerti. Biar aku yang bicara sendiri dengannya, koko."
Demikianlah, baru dua hari kemudian, setelah mata gadis itu tidak lagi membengkak dan
merah, setelah lenyap bekas-bekas tangis dukanya, ia memberi kesempatan kepada Suma Hok
untuk bertemu dengannya di ruangan tamu. Ia tidak mau mengadakan pertemuan dengan
Suma Hok di taman. Semenjak terjadinya peristiwa itu, taman dan pondoknya seolah menjadi
tempat yang mengerikan bagi Kiok Lan.
Mereka duduk berhadapan di dalam ruangan tamu itu. Hati Suma Hok merasa lega dan juga
kagum melihat betapa gadis itu kini sudah pulih, tidak lagi terbenam dalam duka. Namun ada
suatu perubahan terjadi, yaitu dalam sikapnya. Biasanya, Liu Kiok Lan adalah seorang gadis
yang lincah jenaka dan gembira, bahkan masih agak kekanak-kanakan. Akan tetapi kini
sikapnya menjadi lain, begitu tenang pendiam dan gerak geriknya halus, seolah gadis remaja
itu kini telah menjadi seorang wanita dewasa yang dapat menguasai dan mengendalikan diri.
"Nona Liu ... " kata Suma Hok setelah mereka berdua duduk berhadapan agak lama dan
keduanya berdiam diri saja. Liu Kiok Lan mengangkat muka memandang. Dua pasang mata
bertemu pandang, bertaut dan akhirnya Kiok Lan lebih dahulu menundukkan mukanya, kedua
pipinya agak kemerahan karena kembali ia teringat akan peristiwa, yang amat memalukan
baginya itu dan betapa pemuda di depannya ini yang menjadi saksi tunggal. Ia masih
menundukkan mukanya ketika dengan suara lirih.
"Suma-toako, aku telah mendengar dari kakakku tentang niatmu untuk menolong aku. ... " Ia
berhenti, sukar agaknya untuk melanjutkan.
"Nona, maafkan kalau engkau menganggap aku lancang. Sesungguhnya, aku memang tidak
cukup berharga dan pantas untuk menjadi teman hidupmu ... “ Suma Hok dengan cerdik
mengambil sikap rendah hati.
"Toako, aku mendengar dari kakakku bahwa engkau bersedia melakukan itu karena engkau
merasa iba kepadaku dan karena engkau ingin membebaskan aku dari aib. Benarkah itu?"
"Benar sekali, nona!" kata Suma Hok cepat. "Aku merasa amat iba kepadamu, aku ingin
membebaskan engkau dari kedukaan dan keputus-asaan, juga ingin melenyapkan aib yang
kauderita."
Hening sebentar dan setelah menghela napas beberapa kali, Liu Kiok Lan mengangkat muka
menatap wajah pemuda itu dan kini.!!
Sinar matanya tajam penuh selidik. "Hanya itu saja alasannya? Engkau hendak menikahiku
hanya karena ingin menolongku, hanya karena engkau merasa iba kepadaku?" Sepasang mata
itu memandang tanpa berkedip. “Tidak ada alasan lain?"
Suma Hok terkejut. Mata itu seolah dapat menjenguk hatinya. Tentu saja alasan utamanya
bukan menutup aib, bukan pula iba, melainkan sama sekali berlainan. Dia ingin memperisteri
gadis itu selain untuk mendapatkan seorang isteri yang cantik jelita bekas puteri istana, juga hal
dunia-kangouw.blogspot.com
itu akan mengangkat derajatnya dan akan memperbesar kemungkinan dia kelak menduduki
jabatan tinggi! Sama sekali dia tidak merasa iba, dan seujung rambutpun dia tidak perduli akan
aib yang menimpa diri Kiok Lan atau gadis yang manapun juga di dunia ini. Dia seorang yang
cerdik dan licik bukan main. Biarpun pertanyaan itu diam-diam mengejutkan hatinya, hanya
sebentar saja dia tertegun. Segera dia tersenyum malu-malu dan berkata dengan suara lirih
menggetar.
"Nona. sebetulnya aku tidak berani mengatakan hal yang sejak dulu menjadi bisikan hatiku ini,
akan tetapi ... karena sekarang engkau bertanya, terpaksa aku memberanikan diri untuk
mengaku terus terang. Nona Liu Kiok Lan, sebelumnya maafkan aku, akan tetapi ... sejak
pertama kali kita berjumpa, sejak aku membantumu menghadapi Ngo-liong Sin-kai itu, aku ...
telah jatuh cinta kepadamu! Nah, lega hati ini telah mengeluarkan bisikan hatiku itu, nona.
Sejak pertama kali bertemu, aku telah jatuh cinta padamu. Akan tetapi ... siapakah aku ini?
Nona adalah seorang bekas puteri istana, bahkan adik bekas, kaisar, seorang puteri
bangsawan, dan aku ... aku hanya seorang pendekar petualang, maka sampai matipun aku
tidak akan berani menyatakan cintaku kepadamu. Kemudian, sungguh jahanam Pouw Cin itu!
Kemudian terjadilah malapetaka itu menimpa dirimu, nona. Karena tidak melihat jalan keluar
lain untuk menolongmu, maka aku memberanikan diri untuk menyatakan kesediaanku
menikahimu tentu saja kalau nona sudi menerimaku."
Terjadi perubahan sedikit demi sedikit pada wajah yang masih agak pucat itu. Kedua pipi itu
kemerahan, mata itu bersinar dan wajahnya berseri, mulutnya dihias senyum yang ditahantahan.
Pengakuan cinta Suma Hok sungguh merupakan obat amat mujarab yang dapat
mengurangi rasa nyeri, pedih dan perih di hati gadis itu. Kalau pemuda itu hendak menikahinya
hanya karena iba, hanya untuk menolongnya, maka dalam hubungan itu tentu tidak ada ikatan
batin, akan hambar dan seperti permainan sandiwara belaka. Akan tetapi kalau ada cinta, itu
lain lagi! Dan agaknya tidak akan sukar baginya untuk mencinta pemuda itu, yang memang
sudah dikaguminya sejak semula, walaupun saat itu ia belum merasakan adanya kasih sayang
itu. Melihat gadis itu hanya menundukkan mukanya yang kini kemerahan, mata itu tadi bersinarsinar,
dan bibir itu kini agak merekah dengan senyum malu-malu, Suma Hok juga tersenyum
senang dan bangga, penuh kemenangan. Dia menanti sampai beberapa saat lamanya, dan
melihat gadis itu agaknya sukar untuk bicara, diapun benar ya lembut tanpa mendesak.
"Bagaimana jawabanmu, nona? Percayalah andaikata nona merasa terlalu tinggi untuk menjadi
jodohku, katakan saja terus terang dan aku tidak akan menyalahkan mu, hanya aku bersumpah
selamanya tidak akan menikah dengan wanita lain. Sebaliknya, kalau nona setuju, aku akan
membahagiakanmu, nona, dan aku akan membantu kakakmu sampai tercapai cita-cita kita
bersama, yaitu membangun kembali kerajaan Liu-sung.'
Betapa muluknya janji yang diucapkan pemuda itu. Kiok Lan sampai terbuai dan memejamkan
mata sejenak, kemudian ketika ia membuka matanya dan mengangkat muka memandang,
Suma Hok melihat betapa pandang mata kepadanya itu kini sudah berubah. Demikian indah,
demikian mesra!
"Toako, aku menerima usulmu atau katakanlah pinanganmu dan aku berterima kasih
kepadamu. Akan tetapi, aku minta agar urusan perjodohan ini ditunda sampai setahun lagi.
Setahun kemudian, barulah aku bersedia untuk melangsungkan pernikahan denganmu, toako."
Diam-diam Suma Hok terkejut dan kecewa. "Maaf, nona, akan tetapi mengapa kita harus
menanti sampai satu tahun lagi? Apa yang menjadi halangannya?"
"Harap jangan salah paham, toako. Terus terang saja, sejak pertama akupun sudah kagum
kepadamu, walaupun belum ada cinta kasih seperti yang terdapat dalam perasaan hatimu
kepadaku. Maka, kalau aku sekarang menerima, hal itu kulakukan penuh kesadaran dan
keikhlasan. Akan tetapi, aku pernah mengambil keputusan bahwa sebelum usiaku delapan
belas tahun, aku tidak akan menikah. Kita masih mempunyai waktu setahun untuk saling
bergaul sebagai tunangan, dan dalam waktu itu, aku juga ingin dapat jatuh cinta kepadamu,
kepada orang yang akan menjadi suamiku selama hidupku."
Bukan main girangnya hati Suma Hok. Tidak apa menanti setahun, karena bukan gairah berahi
yang mendorongnya memperisteri Kiok Lan. Biarpun belum menikah, kalau dia sudah menjadi
tunangan gadis ini, berarti dia sudah menjadi calon adik ipar bekas kaisar, berarti dia sudah
dunia-kangouw.blogspot.com
menjadi keluarga dekat. Apalagi kalau dia menjadi pembantu utama! Kedudukan tinggi sudah
menanti di ambang pintu baginya!
"Baiklah, nona ... atau bolehkah aku menyebutmu moi-moi (adinda?) Lan-moi?" Dia tersenyum.
Kiok Lan juga tersenyum, kini senyum wajar yang timbul karena kelegaan dan kegembiraan
hati. "Tentu saja boleh, dan aku akan menyebutmu koko, Suma-koko. Dan kita akan lanjutkan
latihan-latihan ilmu silat, ya, koko?”
“Tentu saja. Lan-moi. Aku akan mengajarkan seluruh apa saja yang kumiliki kepadamu.
Bukankah engkau ini calon isteriku tersayang?"
Demikianlah, mulai hari itu, Suma Hok menjadi pembantu utama dari Siauw Tek, menggantikan
kedudukan Pouw Cin. Semua perwira diperkenalkan kepadanya, bahkan seluruh pasukan yang
jumlahnya tidak kurang dari lima ribu orang besarnya itu kini mengetahui bahwa panglima Pouw
Cin telah tewas oleh mata-mata musuh, dan kini yang menjadi panglima adalah seorang tokoh
kang-ouw yang terkenal dengan julukan Tok-siauw-kui, pu-tera dari Kui-siauw Giam-ong Suma
Koan yang terkenal sebagai datuk dari Kui-eng-san (Bukit Bayangan Setan). Para perwia juga
sudah diberitahu bahwa panglima atau komandan mereka adalah calon suami nona Liut Kiok
Lan. Tentu saja kenyataan ini membuat mereka lebih tunduk dan hormat kepada Suma Hok.
Pemuda yang amat cerdik inipun dapat bertahan, mengekang gairahnya. Dia tahu bahwa Kiok
Lan adalah seorang gadis yang berbeda dari gadis biasa. Ia seorang bekas puteri yang
mempunyai harga diri amat tinggi. Dia tidak berani main-main dan tidak pernah dia mencoba
untuk membujuk calon isterinya itu menyerahkan diri kepadanya. Dia akan bersabar sampai
waktu setahun lewat, sampai mereka dinikahkan secara resmi.
Dan Suma Hok juga tidak tinggal diam sebagai pengganti Pouw Cin. Dia bahkan mengajarkan
ilmu silat tambahan kepada para perwira dan memerintahkan agar semua perajurit dilatih ilmu
itu sehingga setiap orang perajurit merupakan tenaga yang tangguh. Selain itu, Suma Hok juga
memberi kabar kepada ayahnya yang menjadi gembira sekali mendengar puteranya menjadi
calon adik ipar bekas kaisar Cang Bu yang kini sedang berusaha untuk mendirikan kembali
kerajaan Liu-sung yang sudah jatuh lima tahun yang lalu. Dengan senang hati diapun
menyatakan siap untuk membentu, membuat Siauw Tek semakin gembira dan bersemangat.
***
Kota raja Nan-king menjadi semakin ramai dan besar setelah kini menjadi kota raja dari
kerajaan baru, yaitu dinasti Chi (479-501) yang didirikan oleh Siauw Hui Kong yang kini menjadi
kaisar pertama kerajaan Chi dengan nama Kaisar Siauw Hian Ong. Berbeda dengan sikap
kerajaan Liu-sung yang lebih condong memihak Agama To dari pada Agama Buddha sehingga
kerajaan Liu-sung tidak mendapatkan dukungan dari Agama Buddha yang memiliki banyak
pengikut, Kaisar Siauw Bian Ong membuka pintu lebar-lebar bagi kedua agama itu. Apalagi
pada masa itu, kerajaan Wei di utara, yaitu kerajaan Bangsa Toba atau Tartar yang dipimpin
oleh Kaisar Wei Ta Ong, mengambil sikap memusuhi para hwesio (pendeta Buddha) yang
dianggap sebagai orang-oran gasing. Banyak sekali hwesio yang dibunuh di kerajaan Wei yang
dipengaruhi oleh para pengikut agama To, dan banyak yang melarikan diri ke selatan,
menyeberangi Sungai Yang-ce dan mengungsi ke daerah kerajaan baru Chi. Di selatan ini.
Agama Buddha berkembang dengan pesat, dan kebijaksanaan Kaisar Siauw Bian Ong
membuat permusuhan yang terjadi antara para pengikut Agama To dan pengikut Agama
Buddha tidak terbawa ke selatan. DI kerajaan ini, kedua pengikut agama itu dihargai dan
dihormati, penyebaran agama mereka diterima secara bebas oleh rakyat.
Karena inilah, maka kota raja Nan-king nampak semakin meriah dan ramai. Keamanan jauh
lebih baik dari pada di utara, dan suasana aman ini tentu saja menumbuhkan perdagangan.
Pedagang keluar masuk kota raja Nan-king. dan tentu saja akibatnya banyak dibangun rumahrumah
penginapan dan rumah-rumah makan yang besar dan yang setiap hari penuh dengan
tamu. Pasukan keamanan kota raja Nan-king juga. terkenal dengan jagoan-jagoan istana yang
lihai, dan yang selalu melakukan perondaan untuk menjaga ketertiban dan keamanan di kota
raja itu. Tidak ada penjahat berani banyak lagak di kota raja ini, dan suasana yang terjamin
keamanannya itulah yang membuat para pedagang menjadi semakin bersemangat melakukan
perdagangan dan suasana di kota ini nampak meriah dan gembira. Apalagi golongan penjahat
kecil, bahkan para tokoh kang-ouw, baik golongan hitam atau putih, baik para penjahat maupun
dunia-kangouw.blogspot.com
pendekar, tidak ada yang berani malakukan kejahatan secara berterang di kota raja Nanking.
Kaisar Siauw Bian Ong adalah seorang kaisar yang bijaksana dan pandai, tidak seperti bekas
Kaisar Cang Bu dari kerajaan Liu-sung yang hanya mementingkan kesenangan diri pribadi
belaka, kurang memperhatikan nasib rakyat jelata sehingga pemerintahannya dicengkeram
oleh para pembesar yang korup. Para pembesar seperti itu, bukan hanya tidak memperhatikan
nasib rakyat, bahkan lebih celaka lagi, sebaliknya dari pada mengayomi rakyat, mereka bahkan
menekan rakyat dengan berbagai cara untuk memenuhi gudang harta mereka sendiri.
Kalau bapaknya penjahat, bagaimana mengharapkan anaknya menjadi baik? Kalau para
penjahat tinggi korup, bagaimana mungkin mengharapkan para penjahat rendahan akan
bersikap jujur? Dan pembesar tinggi yang menjadi pengawas sendiri bertindak korup,
bagaimana mungkin dia berani meindak hawahannya yang juga melakukan Korup seperti dia
sendiri, dalam ukuran lebih kecil? Kalau yang di atasan jujur, sudah, pasti yang di bawahan
tidak berani curang karena yang di atasnya tentu akan menghantamnya. Kaisar Siuw Bian Ong
yang mengaku sebagai keturunan keluarga Siauw yang besar yang terkenal sejak nenek
moyang mereka yang bernama Siauw Ho menjadi perdana menteri kerajaan Han (tahun 206
S.M. - 8 A.D.), maklum bahwa sebuah kerajaan baru akan kokoh kuat kalau mendapatkan
dukungan rakyat jelata. Biarpun memiliki kekuatan pasukan yang besar dan kuat. kalau tidak
mendapat dukungan rakyat dan lebih lagi kalau sampai dibenci rakyat, maka kekuatan pasukan
itu tidak akan banyak manfaatnya. Dan satu-satunya cara untuk memperoleh dukungan rakyat
hanyalah kalau pemerintah dapat mendatangkan kemakmuran bagi rakyat jelata. Kalau rakyat
merasa puas. dengan langkah yang diambil oleh pemerintah, kalau rakyat dapat memetik buah
dari pohon tanaman pemerintah, kalau rakyat dapat ditingkatkan taraf hidupnya, maka rakyat
tentu akan mencintai pemerintah dan akan membela mati-matian kalau pemerintah yang
mendatangkan kebahagiaan itu sampai terancam oleh kekuasaan lain. Dan satu-satunya cara
untuk mendatangkan kemakmuran kepada rakyat jelata hanyalah dengan pembangunan dalam
segala bidang. memperluas lapangan pekerjaan, menjaga ketertiban dan keamanan sehingga
rakyat dapat bekerja dengan gembira karena merasa aman dan tenteram, mengatur
sedemikian rupa dengan segala kebijaksanaan agar setiap orang dari rakyat jelata terpenuhi
semua kebutuhan pokok hidup mereka. Dan kalau para cerdik pandai, mereka yang memegang
kemudi pemerintahan, terdiri dari orang-orang bijaksana yang tidak memetingkan diri sendiri,
tidak melakukan korupsi, tidak menekan rakyat, maka cita-cita untuk memakmurkan kehidupan
rakyat bukan sekedar menjadi slogan dan mimpi kosong belaka.
Kaisar Siauw Bian Ong berusaha ke arah itu. Maka, tidaklah mengherankan apabila kini,
setelah lima tahun dia mendirikan dinasti Chi, kota raja Nan-king menjadi sebuah kota kerajaan
yang besar, ramai dan perdagangan maju dalam segala bidang.
Juga kaisar baru ini bersikap lunak terharap bekas para pejabat tinggi, para bangsawan,
bahkan keluarga dari kerajaan Liu-sung yang telah dia jatuhkan. Dia tidak seperti penaklukpenakluk
yang lain, yang sering kali melakukan pembersihan, membunuhi seluruh keluarga raja
yang ditaklukkan, bahkan membunuhi para pejabat tinggi kerajaan yang kalah karena takut
kalau-kalau mereka akan mengadakan pembalasan dan pemberontakan.
Hal ini mungkin karena memang masih ada hubungan keluarga antara keluarga Siauw dan
keluarga Liu, yaitu keturunan raja-raja yang memerintah kerajaan Liu-sung. Akan tetapi
terutama sekali karena Kaisar Siauw Bian Ong ingin agar para cerdik pandai bekas pembesar
kerajaan Liu-sung, kini membantu pemerintahannya, dan melihat bahwa pemerintah yang baru
jauh lebih baik dari pada pemerintah kerajaan yang telah jatuh itu.
Satu di antara keluarga bangsawan yang tidak dibasmi, dihukum atau dibunuh oleh pemerintah
yang baru adalah keluarga bangsawan Kwan yang telah turun temurun menjadi bangsawan
yang memegang jabatan penting dalam kerajaan Liu-sung. Yang terakhir, ketika kerajaan Liusung
jatuh, Kwan Jin Kun memegang kedudukan tinggi, yaitu sebagai Menteri Kehudayaan.
Kwan-taijin (Pembesar Kwan) adalah seorang sasterawan dan seniman yang bijaksana dan
lemah lembut. Karena dia seorang yang mencintai pekerjaannya, mencintai kebudayaan, maka
dia sejak dahulu tidak pernah menjadi seorang pembesar yang korup dan sewenang-wenang
seperti banyak pejabat lainnya. Dia tidak pernah menyalah-gunakan kekuasaannya, apalagi
karena jabatannya mengurus kebudayaan, maka jabatannya sendiri tidak memberi banyak
dunia-kangouw.blogspot.com
kesempatan kepadanya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari kebenaran.
Biasanya, kesempatan yang membuat orang melakukan penyelewengan.
Ketika kerajaan Liu-sung jatuh. Kwan-taijin tidak mengajak keluarganya melarikan diri seperti
banyak pembesar lainnya. Akan tetapi, diapun tidak lalu menyerah kepada penguasa baru. Dia
bukan seorang pengkhianat, bukan pula penakut. Kalau dia tidak mengikuti kaisarnya yang
melarikan diri mengungsi, hal itu bukan karena dia tidak setia kepada kerajaan Liu-sung,
melainkan sudah hal suatu ketidakcocokan antara dia dan kaisar Cang Bj, pernah dia
memrotes kaisar dan para pejabat tinggi yang hanya tenggelam dalam kesenangan tanpa
memperdulikan keadaan rakyat, bahkan lengah terhadap gejala pemberontakan yang timbul di
mana-mana, akan tetapi protes ini bahkan membuat kaisar marah-marah kepadanya. Oleh
karena itu, ketika kerajaan Liu-sung jatuh, diapun tinggal saja di rumah bersama keluarganya.
Dia sama sekali tidak merasa takut, karena dia tidak pernah merasa bersalah. Kalau penguasa
baru akan membunuhnya, diapun sudah siap.
Kwan Jin Kun mempunyai dua orang anak. Yang pertama adalah seorang puteri bernama
Kwan Hwe Li, akan tetapi keluarga itu telah kehilangan puteri ini sejak kurang lebih tiga puluh
tahun yang lalu! Sampai sekarang, keluarga itu belum pernah bertemu kembali dengan puteri
itu yang meninggalkan rumah. Kwan-taijin dan isterinya merasa prihatin bukan main, apalagi
ketika mereka mendengar bahwa puteri mereka itu kini telah menjadi seorang datuk di dunia
kang-ouw!
Anak ke dua mereka seorang putera yang kini telah berusia empat puluh delapan tahun dan
telah menjadi seorang hakim di kota Bi-ciu, dan setelah pergantian pemerintahan, di kerajaan
Chi diapun masih tetap menjadi hakim, karena dia terkenal sebagai seorang hakim yang
bijaksana dan adil sehingga pemerintah yang baru tetap mengangkat Kwan Hwe TJn ini
menjadi hakim di Bi-ciu.
Kwan Jin Kun kini telah berusia tujuh puluh lima tahun, dan isterinya telah meninggal dunia lima
tahun yang lalu ketika terjadi perang saudara. Ketika kerajaan Liu-sung jatuh, wanita inipun
jatuh sakit karena kaget dan khawatir sehingga ia tidak sempat menyaksikan betapa semua
kekhawatirannya bahwa keluarganya akan tertimpa malapetaka sebetulnya tidak terjadi.
Suaminya tidak diganggu oleh penguasa baru. bahkan Kaisar Siauw Biang Ong tadinya
menunjukkan untuk tetap memegang jabatan lamanya. Akan tetapi, Kwan Jin Kun dengan
hormat dan halus menolak, dengan alasan bahwa dia sudah terlalu tua untuk bekerja, apalagi
semenjak ematian isterinya, dia sudah tidak mempunyai semangat lagi, dan hanya ingin
menghabiskan sisa usianya untuk bersamadhi dan melepaskan diri dari semua ikatan
keduniawian.
Rumah gedung besar tempat tinggal Kwan Jin Kun kini nampak sepi. Yang tinggal di situ
hanyalah kakek Kwan, ditemani dua orang selir yang kini sudah berusia enam puluhan tahun
akan tetapi misih setia kepadanya, dan empat orang pembantu rumah tangga. Hanya kadang
saja, beberapa bulan atau setidaknya setahun sekali, kalau Kwan Hwe Un dari Bi-ciu bersama
isteri dan anak-anaknya datang berkunjung, rumah gedung itu menjadi ramai-Selebihnya,
rumah itu selalu sunyi, hanya kadang terdengar bunyi yang-kim (kecapi) yang dimainkan oleh
seorang di antara selirnya.
Pada suatu pagi yang cerah, dua orang wanita memasuki pekarangan rumah gedung tua yang
sunyi itu. Mereka adalah dua orang wanita yang cantik, yang seorang berusia kurang lebih
duapuluh tiga tahun, wajahnya cantik jelita dengan mulut yang manis dan sikapnya penurut dan
lembut. Adapun wanita yang ke dua nampaknya berusia beberapa tahun lebih tua akan tetapi
belum ada tiga puluh tahun, wajahnya juga cantik, pesolek dengan pakaian indah, mulutnya
selalu tersenyum mengejek dan sikapnya anggun dan angkuh. Mereka ini adalah Cia Ling Ay,
janda muda yang cantik itu bersama gurunya. Bi Moli Kwan Hwe Li yang usianya sudah lima
puluh tahun akan tetapi masih nampak muda dan cantik.
Seorang wanita pelayan keluar dari pintu depan menyambut mereka. Suasana dalam rumah itu
sudah jauh berbeda dengan ketika Kwan Hwe Li masih tinggal di situ sebagai seorang gadis.
Tidak lagi seperti rumah bangsawan dengan pengawal dan pelayan yang berpakaian keren.
Kini melihat suasana rumah itu, melihat pakaian pelayan wanita yang keluar menyambut, tiada
dunia-kangouw.blogspot.com
bedanya dengan ramah orang biasa. Pelayan wanita itu membungkuk-bungkuk menanyakan
keperluan kedua orang wanita cantik itu datang berkunjung.
"Ji-wi sio-cia (Nona berdua) hendak mencari siapakah?" tanyanya dengan sikap hormat.
Kwan Hwe Li tidak mengenal pelayan itu, tentu seorang pelayan baru. Dan memang, ketika ia
meninggalkan rumah ini, hal itu telah lewat kurang lebih tiga puluh tahun, dan ketika kerajaan
Liu-sung jatuh, semua pelayan dari keluarga Kwan ikut pula lari mengungsi bersama banyak
penduduk Nan-king yang lain, meninggalkan keluarga majikan mereka.
"Aku ingin bertemu dengan Kwan-loya (tuan tua Kwan)," kata Hwe Li, menahan getaran
hatinya. Biarpun selama ini ia telah menguasai ilmu yang hebat, bahkan telah menjadi datuk
kang-ouw yang terkenal sekali, keras hati dan berwibawa, tidak urung hatinya tergetar ketika ia
berada di rumah keluarga orang tuanya di mana ia dibesarkan, dan akan bertemu dengan ayah
kandungnya. Ia sudah mendengar bahwa ibu kandungnya meninggal dunia ketika terjadi
perang saudara dan bahwa kini yang tinggal di rumah itu tinggal ayahnya seorang diri. Ia tahu
pula dari keterangan anak buahnya bahwa kakak tunggalnya kini masih menjadi hakim di Biciu.
"Maaf, nona. Saya tidak berani menggangu lo-ya, karena pada saat sepagi ini, lo-ya masih
duduk bersamadhi dalam kamarnya dan tak seorangpun dari kami diperbolehkan
mengganggunya."
Hwe Li teringat bahwa menurut keterangan para anak buahnya yang pernah ia utus melakukan
penyelidikan, selain ayahnya, di situ masih tinggal dua orang selir ayahnya, atau ibu tirinya,
akan tetapi seingatnya, ayahnya dahulu mempunyai empat orang selir dan ia tidak tahu, selir
yang mana yang sekarang masih menemani ayahnya tinggal di situ.
"Kalau begitu, panggilkan saja nyonya besar, katakan bahwa aku ingin bicara." katanya tak
sabar.
"Baik, nona. Silakan ji-wi (kalian) menunggu di ruangan tamu." pelayan itu mempersilakan dua
orang tamunya duduk di ruangan tamu yang berada di samping kiri. Bi Mo Li Kwan Hwe Li dan
Cia Ling Ay memasuki ruangan tamu itu dan duduk di atas kursi-kursi jang bentuknya kran.
Diam-diam Kwan Hwe Li terharu melihat keadaan kamar itu. Semua perabotnya adalah perabot
lama yang kini sudah mulai nampak tua dan butut. Ruangan itu, yang dahulu nampak mewah,
kini kehilangan kemewahannya dan bahkan membayangkan keadaan yang bangkrut. perabot
yang semestinya minta ganti yang baru dipertahankan, ruangan itu memberi kesan yang tua
dan buruk.
Suara langkah kaki dengan sepatu diseret membuat kedua orang wanita itu menengok,
memandang ke arah pintu sebelah dalam yang terbuka. Seorang wanita berusia enam puluhan
tahun muncul di ambang pintu dan biarpun wanita itu sudah kelihatan tua sekali, namun Hwe Li
segera mengepalnya. Inilah ibu tirinya yang ke tiga, yang dahulu ketika ia pergi, merupakan
seorang wanita berusia tiga puluhan tahun yang selain cantik menarik, juga lincah dan genit!
Namun, di antara para ibu tirinya, wanita inilah yang sikapnya paling ramah dan akrab dan
merupakan ibu tiri yang dahulu seperti sahabatnya sendiri.
"Ibu ke tiga ...!" kata Hwe Li sambil mengamati wajah itu dan seruannya merupakan bisikan
penuh keraguan.
Akan tetapi, wanita tua itu terbelalak. Kwan Hwe Li sudah pergi selama tiga puluh tahun, akan
tetapi seolah-olah wajah cantik itu sama sekali tidak berubah, masih tetap seperti dahulu, tiga
puluh tahun yang lalu!
"Kau ... kau ... Hwe Li ...!? Ah, tidak mungkin ...! Hwe Li hanya lebih muda sepuluh tahun dariku,
tentu sekarang telah menjadi seorang nenek. Ah, aku tahu! Engkau tentulah puterinya! Ya,
engkau tentu anak dari Hwe Li! Bagaimana ibumu sekarang, nak? Kenapa ia tidak ikut datang?"
Wanita itu dengan ramahnya menghampiri dan merangkul pundak Hwe Li. Wanita ini tersenyum
dan diam-diam ia merasa terharu. Wanita ini, biarpun sekarang sudah tua dan keluarganya
jatuh miskin, masih tetap ramah dan periang seperti dahulu. Pantas saja ayahnya masih
mempertahankannya untuk menemanimu di situ.
"Ibu, akulah Hwe Li!" katanya sambil merangkul selir ayahnya yang ke tiga itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ehh ...??" Wanita itu memegang kedua pundak Hwe Li, mendorongnya ke belakang dan
mengamati wajah yang cantik itu. '"Kau ... kau memang tiada bedanya dengan Hwe Li. Akan
tetapi tidak mungkin! Engkau tentu sudah berusia lima puluhan tahun, dan engkau kelihatan
seperti seorang gadis. Bagaimana mungkin engkau Hwe Li?"
"Sungguh, ibu. Aku adalah Kwan Hwe Li dan aku datang untuk menengok ayah. Bagaimana
dengan ayah? Aku ingin sekali bertemu dengannya."
"Hwe Li ...! Engkau benar-benar Hwe Li? Kami sudah mendengar bahwa engkau menjadi
seorang wanita sakti, akan tetapi ... bagaimana mungkin engkau menjadi wanita yang selalu
muda, tak pernah menjadi tua?"
Hwe Li tersenyum, merangkul pinggang ibu tiri yang dahulu menjadi amat akrab seperti sahabat
baik dengannya. "Ibu, mari kita temui ayah. Kamarnya masih yang dahulu, bukan? Oh, aku
sampai lupa, Ibu, ini adalah Cia Ling Ay, ia muridku. Ling Ay, ini ibuku yang ke tiga, engkau
boleh memanggilnya Bibi ke Tiga."
Ling Ay cepat membungkuk dan memberi hormat. Wanita tua itu memandang, terheran-heran.
"Kalau engkau benar-benar Hwe Li sungguh luar biasa sekali! Engkau masih secantik dan
semuda dahulu, dan engkau bahkan seperti kakak beradik saja dengan muridmu ini."
“Sudahlah, ibu, mari kita temui ayah." kata Hwe Li dan ia menggandeng ibu tirinya keluar dari
ruangan tamu dan masuk ke ruangan dalam. Ia masih ingat di mana letak kamar ayahnya,
kamar besar yang tak jauh dari ruangan tengah. Setelah mereka berada di depan pintu kamar,
ibu tirinya berbisik, "Hwe Li, biasanya, pada saat seperti ini, ayahmu masih bersamadhi di
dalam kamarnya. Aku tidak berani mengganggunya."
"Ibu, biarlah aku yang memangil ayah." kala Hwe Li dan ia mengetuk daun pintu, lalu
mengerahkan khi kang sehingga biar suaranya hanya lirih, namun suara itu menembus ke
dalam kamar dan akan terdengar dengan jelas sekali oleh orang yang berada di dalam kamar.
"Ayah, aku Kwan Hwe Li datang untuk menengok ayah!"
Hanya sekali Hwe Li bicara dan terdengar suara kaget dari dalam. Suara Hwe Li yang didorong
kekuatan khi-kang itu terdengar jelas sekali oleh kakek Kwan yang bersamadhi di dalam kamar.
Tentu saja dia tersentak kaget mendengar kalimat itu.
"Ahhh ... “ Dan diapun turun dari atas pembaringan, menghampiri daun pintu kamar dan
membukanya.
Sekeras-kerasnya hati Hwe Li, ia merasa seolah jantungnya diremas karena terharu melihat
ayahnya kini telah menjadi seorang kakek tua renta! Biarpun dahulu, tigapuluh tahun yang lalu,
ayahnya juga hanya seorang laki-laki yang lemah dan tidak pernah mempelajari ilmu silat,
namun ayahnya yang lemah lembut itu memiliki gairah hidup yang timbul karena jiwa seninya.
Kini, hanya sepasang mata itu yang masih nampak hidup bersemangat, akan tetapi tubuhnya
sudah lemah dan gemetaran!
"Ayah ...!!" Hwe Li menubruk dan merangkul ayahnya. Ketika kedua lengannya merangkul, ia
merasakan betapa kedua lengannya memeluk kerangka, seolah tubuh itu hanyalah tulang
tulang terbungkus kulit saja.
Namun, kedua tangan kurus itu masih membelainya.
"Hwe Li ... kau Hwe Li ...! Engkau masih seperti dulu ...! Engkau masih Hwe Li yang dahulu!"
Tiba-tiba tangannya memegang pundak Hwe Li dan seperti yang dilakukan isterinya yang ke
tiga tadi, dia mendorong tubuh Hwe Li dan mengamati wajah dan seluruh tubuh wanita itu
dengan penuh keheranan. "Akan tetapi, engkau masih begini muda! Pada hal, usiamu tentu
sudah ada lima puluh tahun sekarang!"
Sepasang mata yang masih indah itu basah air mata. Menangis merupakan kebiasaan kaum
wanita. Biasanya, perasaan wanita amatlah halus dan peka, dan hal ini membuat mereka
emosionil dan air mata mereka selalu siap untuk dicucurkan dalam tangis. Akan tetapi. Bi Moli
Kwan Hwe Li bukan wanita biasa lagi. Hatinya sudah mengeras dalam gemblengan
pengalaman hidup yang serba keras dan pahit. Hatinya tidak lagi mudah tergerak dalam
keharuan, apalagi tangis. Namun kini, hampir ia tidak dapat menahan untuk tidak terisak
dunia-kangouw.blogspot.com
menangis dan hanya air matanya saja yang membasahi pelupuk matanya dan ada sebutir dua
air mata yang sempat meloncat keluar.
"Ayah, aku Hwe Li, ayah. Berkat ilmu yang kupelajari, aku dapat tetap awet muda seperti
sekarang."
"Hwe Li, ahh ... Hwe Li ...!" Ayah itu merangkul, kemudian mereka keluar dari kamar itu, menuju
ke ruangan tengah di mana mereka duduk dengan penuh kegembiraan. Kakek Kwan meneriaki
para pembantunya dan memperkenalkan puterinya, lalu menyuruh mereka mempersiapkan
pesta seadanya untuk merayakan pulangnya puteri itu.
"Ayah, ini adalah Cia Ling Ay, muridku. Ling Ay, inilah ayahku, sekarang telah tua sekali." Ling
Ay cepat memberi hormat kepada orang tua itu.
Sejak tadi Kwan Jin Kun tiada hentinya mengamati wajah puterinya. kemudian dia berkata,
"Hwe Li, ketika kami mendengar berita bahwa engkau telah menjadi seorang tokoh dunia
persilatan, dan kabar itu amat menggelisahkan hatiku karena engkau dikabarkan menjadi
seorang datuk kang-ouw yang berwatak iblis. Aku membayangkan bahwa engkau tentu kini
menjadi seorang wanita setengah tua yang menakutkan. Akan tetapi ... ha-ha, kabar itu bohong
semua! Mungkin disebar oleh mereka yang membenci keluarga kita. Engkau ternyata masih
tetap Hwe Li yang dahulu, dan engkau tidak seperti iblis, bahkan seperti seorang dewi!"
Kwan Jin Kun lalu menceritakan apa yang dialaminya sejak puterinya pergi meninggalkan
rumah itu. "Kaisar Siauw Bian Ong dari kerajaan Chi yang baru ini cukup bijaksana, balikan aku
harus mengakui dia lebih bijaksana dibardingkan kaisar yang lalu. Beliau juga menawarkan
kedudukan lama kepadaku, akan tetapi aku sudah merasa terlalu tua untuk bekerja, Hwe Li.
Aku lebih suka menghabiskan sisa hidupku dengan mempelajari kitab-kitab agama dan
bersamadhi. Aku tidak bersemangat lagi untuk mencampuri urusan dunia yang penuh dengan
pertentangan. Lalu sekarang ceritakan semua pengalamanmu setelah engkau pergi
meninggalkan rumah ini, anakku."
Hening sejenak. Diam-diam Ling Ay juga ingin sekali mendengarkan karena selama ini, gurunya
belum pernah menceritakan dengan jelas tentang latar belakang kehidupannya. Pada saat itu,
selir ke dua dari kakek itu memasuki ruangan itu. Tadi ia pergi berbelanja berbagai keperluan
keluarga itu dan seperti juga selir ke tiga, ia terheran-heran karena ia segera mengenali Hwe Li.
Segera iapun ikut pula duduk di ruangan itu dan mereka semua kini menanti Hwe Li
menceritakan pengalamannya yang tentu akan menarik sekali.
"Ayah tentu masih ingat mengapa aku pergi meninggalkan rumah ini tanpa pamit?" Setelah
menghela napas panjang Hwe Li bertanya dan memandang kepada ayahnya dan kedua orang
ibu tirinya.
Ayahnya mengangguk dan diapun menarik napas panjang. "Siapa yang akan dapat melupakan
peristiwa itu? Gara-gara pangeran mata keranjang itu! Gara-gara tunanganmu. Pangeran Tiauw
Sun Ong, melakukan perbuatan yang memalukan itu, engkau menjadi marah dan malu, dan
engkau pergi meninggalkan keluargamu tanpa pamit!"
"Benar sekali, ayah. Gara-gara Tiauw Sun Ong maka aku menjadi seroang petualang, Hatiku
sakit bukan main. Tadinya aku berniat untuk mencari Tiauw Sun Ong yang sudah lolos dari
sebagai seorang buta. Tekadku untuk membunuhnya karena ia telah menghancurkan
kebahagiaan hatiku, telah mengkhianatiku, dan kami saling mencinta sejak remaja. Siapa kira,
dia melakukan perbuatan tak senonoh dengan selir kaisar. Dalam perantauanku, aku bertemu
orang-orang pandai di dunia, kang-ouw, aku mempelajari ilmu silat dengan tekun karena ada
satu tujuan, yaitu membunuh Tiauw Sun Ong!"
Ayahnya menggeleng kepala dan menghela napas panjang. "Eehhh, kenapa engkau menuruti
nafsu amarah? Mengapa engkau meracuni hatimu sendiri dengan dendam sakit hati, anakku?
Sekali kita membiarkan nafsu merajalela di hati, nama kita akan diperhamba dan nafsu akan
menjadi pembimbing kita yang akan menyelewengkan jalan hidup kita.”
Kwan Hwe Li tersenyum simpul mendengar ucapan ayahnya, Ia sudah kenyang dengan segala
macam petuah dan nasihat ayahnya, bahkan sejak kecil sampai dewasa kepala dan hatinya
sudah dijejali segara macam pelajaran tentang kebatinan dan agama. Akan tetapi semua itu
dunia-kangouw.blogspot.com
lenyap tanpa bekas sejak hatinya hancur oleh perbuatan Tiauw Sun Ong. ia tidak perduli lagi.
Lebih-lebih setelah ia berguru kepada banyak datuk persilatan, tokoh-tokoh besar kaum sesat
di dunia kang-ouw. ia makin jauh meninggalkan segala yang berbau pelajaran kebatinan itu.
Kini ia mendengas lagi petuah ayahnya, dan betapa hambarnya semua itu. ia maklum bahwa ia
telah terlalu jauh tersesat, telah terlalu banyak perbuatan dilakukan tanpa memperhitungkan
baik buruknya. Kalau perbuatannya dianggap kotor, maka kotoran itu telah sedemikian tebalnya
sehingga kalau hanya setitik air pencuci berupa petuah dan pengetahuan kebatinan, tidak akan
dapat membersihkannya! Bukannya ia tidak tahu bahwa ia telah menjadi seorang datuk sesat,
Ia tahu benar, tahu bahwa semua perbuatannya selama ini oleh umum dianggap jahat, berdosa
dan sebagainya. Akan tetapi ia tidak mampu meninggalkannya, tidak dapat dan tidak mau.
"Hwe Li, apakah engkau lalu berhasil membalas dendam sakit hatimu kepada Pangeran Tiauw
Sun Ong?" tanya ibu tirinya yang ke dua.
Wajah Hwe Li berubah muram dan iar menggeleng kepala. "Berkali-kali aku mencobanya, akan
tetapi jahanam itu ternyata setelah menjadi buta, memiliki ilmu kepandaian yang hebat bukan
main sehingga semua percobaanku gagal. Aku tidak pernah dapat menang dalam pertandingan
melawannya. Dia memang lihai bukan main. Akan tetapi satu hal yang membuat hatiku
bertambah sakit adalah kenyataan bahwa kalau aku menyerangnya dengan niat membunuh,
sebaliknya dia yang selalu mengalahkan aku, tidak pernah mencoba untuk membunuhku,
bahkan melukaikupun belum pernah!"
"Siancai ...!” Kakek Kwan berseru dengan suara pujian. "Itu menandakan bahwa dia masih
sayang kepadamu, atau setidaknya, dia telah menyesali perbuatannya sehingga tidak mau
melukaimu, anakku. Engkau seharusnya berterima kasih karena ternyata pangeran yang telah
kehilangan kedudukan dan telah menjadi buta matanya itu ternyata tidak buta hatinya."
"Aku tidak perduli, ayah! Dan aku yakin bahwa dia melakukan itu sama sekali bukan karena dia
mencintaku, karena aku telah membujuknya untuk hidup bersama akan tetapi dia selalu
menolak. Tidak, dia sengaja memamerkan kepandaiannya untuk mengejek aku, membuat
hatiku makin perih lagi. Akan tetapi sekarang aku merasa puas, ayah. Aku telah menemukan
jalan untuk membuat dia menderita seperti aku, tanpa aku harus menyerangnya satu juruspun!"
Wanita cantik itu tertawa dan biarpun suara tawanya merdu, namun ayahnya dan dua orang ibu
tirinya bergidik karena dalam suara tawa itu terkandung sesuatu yang mengerikan.
"Siancai ... semoga Tuhan akan menyadarkanmu, anakku. Dan setelah engkau pulang, kami
harap engkau dan muridmu akan terus tinggal di sini. Engkau mau menemaniku ayahmu yang
tidak akan lama lagi berada di dunia ini, bukan?” Dalam suara itu terkandung permohonan.
Kakek ini bukan mengeluarkan ucapan itu karena rasa iba diri, melainkan mempunyai maksud
lain. Dia menghendaki agar puterinya itu selalu dekat dengannya sehingga lambat laun dia
akan mampu membersihkan hati puterinya dan menyadarkannya bahwa cara hidupnya yang
lalu adalah suatu penyelewengan dari pada kebenaran.
"Untuk sementara saja aku tinggal di sini, ayah. Aku pulang, pertama kali untuk menengok ayah
dan terutama sekali aku ingin mencoba mengisi hidupku dengan keadaan yang baru. Aku ingin
berdekatan lagi dengan istana. Mungkinkah itu, ayah? Mungkinkah aku dapat berdekatan
dengan keluarga kaisar yang baru dan dapatkah ayah membantuku, seperti dahulu ketika aku
masih gadis muda?"
"Aih, mana mungkin itu, anakku? Dahulu, ayahmu ini masih mempunyai kedudukan, apalagi
ayahmu ini yang mengajarkan sastra kepada para pangeran dan putri istana. Sekarang aku
tidak mempunyai hubungan apapun dengan istana."
"Ayah tentu mempunyai kenalan pejabat di istana yang dapat membantu kami. Aku dan Ling Ay
ingin bekerja di dalam istana Kaisar Siauw Bian Ong."
"Akan tetapi, apa yang dapat kaukerjakan di istana?"
Bi Moli Kwan Hwe Li menertawakan ayahnya. "Ayah, dengan kepandaianku sekarang, aku
dapat menjadi pelatih ilmu silat dari para pengawal wanita, arau dapat menjadi pengawal
permaisuri dan para puteri, sedangkan Ling Ay dapat menjadi dayang atau pelindung para
puteri. Kalau perlu, kami bersedia diuji kepandaian kami untuk meyakinkan hati kaisar dan
keluarganya."
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya kakek Kwan Jin Kun menyanggupi dan karena dia memang
mempunyai banyak kenalan di istana, yaitu para pembesar yang membutuhkan nasihatnya
sebagai seorang sasterawan yang berpengalaman dengan urusan istana, maka diapun
berhasil. Kwan Hwe Li yang biarpun usianya sudah lima puluh tahun masih nampak cantik itu
diterima sebagai pelatih silat dan tugasnya melatih para pengawal istana, sedangkan Ling Ay
diterima sebagai seorang pengawal permaisuri dan para puteri. Guru dan murid ini dengan
mudah lulus dalam ujiaa yang dilakukan komandan pasukan pengawal istana.
***
Biarpun usianya sudah lima puluh sembilan tahun, akan tetapi Tiauw Sun Ong masih tegap dan
tubuhnya kokoh kuat. Andaikata kedua matanya tidak buta, tentu dia akan mampu melakukan
perjalanan cepat sekali. Bekas pangeran ini memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Akan
tetapi, sepandai-pandainya dia, karena kedua matanya tidak mampu melihat, terpaksa dia
melakukan perjalanan sambil meraba-raba dengan tongkatnya dan perjalanan seperti ini tentu
tidak dapat cepat ...
Belum lama dia berpisah dari muridnya, Kwa Bun Houw yang dia tugaskan untuk mencari
puterinya, Tiauw Hui Hong, dan melihat keadaan kerajaan Chi di Nan-king, baru kurang lebih
dua li saja dia melakukan perjalanan, tiba-tiba dari depan datang dua orang wanita yang larinya
cepat sekali dan mereka lewat dengan cepat seperti tidak memperdulikan orang buta yang
berjalan dengan tongkat meraba-raba jalan itu.
Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, diam-diam Tiauw Sun Ong terkejut karena dari gerakan
lari dua orang itu, dia dapat mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu
yang tinggi. Akan tetapi karena mereka hanya berpapasan di jalan, diapun tidak memperdulikan
lagi, tidak tahu bahwa dua orang wanita itu tiba-tiba berhenti berlari dan kini berdiri dan
memandang kepadanya dari belakang.
Mereka adalah Kwan Im Sianli dan Hui Hong. "Bibi, kenapa berhenti?" tanya Hui Kong.
"Kau lihat dia? Itulah laki-laki yang kumaksudkan."
Hui Hong tertegun, mamandang pria itu dari belakang. Tadi ketika berpapasan, ia tidak
memperhatikan dan baru sekarang ia melihat betapa pria itu berjalan selangkah demi
selangkah mempergunakan tongkatnya untuh meraba jalan.
"Seorang buta?"
"Sekarang dia buta, dahulu tidak dan biarpun buta, dia lihai bukan main. Aku akan
menyerangnya dan aku tahu bahwa aku bukan tandingannya. Kau bantu aku membunuh
keparat jahanam itu seperti yang telah kaujanjikan dan setelah itu, aku akan membawamu
kepada ayahmu. Tempatnya tidak jauh lagi dari sini."
Biarpun masih ragu karena harus mengeroyok seorang laki-laki tua yang buta, namun karena
dijanjikan akan dipertemukan dengan ayahnya, Hui Hong mengangguk. Akan tetapi ia akan
melihat dulu apakah benar-benar Kwan Im Sianli tidak mampu mengalahkan laki-laki buta itu.
Kalau ternyata wanita cantik itu mampu mengalahkan si buta sendiri, ia tidak akan mau
membantunya.
Kwan Im Sianli segera meloncat dan mengejar laki-laki buta sambil mencabut pedangnya.
"Laki-laki yang buta mata dan hatinya, saat ini engkau akan mati di tanganku!" bentak Kwan Im
Sianli dan ia segera menyerang dengan pedangnya, menusuk dada pria itu dengan kuat dan
cepat.
"Tranggg ... !" Tiauw Sun Ong menggerakkan tongkatnya dan tusukan pedang itu tertangkis.
"Kwan Im Sianli ...? Bwe Si Ni, aku mau bicara denganmu!"
"Tidak perlu bicara lagi, mampuslah!”" bentak Kwan Im Sianli dan kini ia menyerang dengan
sepenuh tenaga, mengeluarkan jurus-jurus maut. Terpaksa Tiauw Sun Ong melayaninya,
karena dia maklum bahwa wanita bekas kekasihnya ketika masih menjadi dayang istana ini
memiliki ilmu silat yang amat hebat. Dan dia tidak mungkin hanya menangkis saja karena hal itu
amat berbahaya. Menghadapi seorang lawan sehebat Kwan Im Sianli yang menjadi seorang
datuk persilatan harus balas menyerang, kalau tidak, mungkin sekali dia akan roboh dan tewas.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tongkatnya bergerak cepat dan kini Kwan Im Sianli mulai terdesak. Dia ingin mengalahkan
wanita itu tanpa membunuhnya atau melukai berat, karena kalau dia melukai berat, hal itu akan
membuat ia menjadi semakin sakit hati kepadanya. Maka, Tiauw Sun Ong juga mengerahkan
seluruh tenaganya dan terus menghimpit lawan, sinar tongkatnya bergulung-gulung dan tongkat
itu bagaikan seekor naga yang bermain-main di angkasa, membuat sinar pedang Kwan Im
Sianli semakin menyempit. Melihat betapa wanita cantik itu benar-benar terdesak oleh si buta,
barulah Hui Hong percaya betapa lihainya orang buta itu. Melihat jalannya pertandingan, ia tahu
bahwa kalau dilanjutkan, wanita itu akan kalah. Ia pun mencabut siang-kiam (sepasang
pedang) dari punggungnya dan meloncat, terjun ke dalam medan perkelahian. Sepasang
pedang menyambar-nyambar ganas.
"Trang-tranggg ...!!” Tiauw Sun Ong menangkis sepasang pedang itu dan dia terkejut sekali
karena maklum bahwa yang datang membantu Kwan Im Sianli ini memiliki ilmu pedang yang
ganas dan tenaga yang cukup kuat.
"Kwan Hwe Li, kaukah ini?" seru Tiauw Sun Ong sambil memutar tongkatnya karena kini dua
orang wanita itu menyerangnya dengan hebat. Akan tetapi karena tenaga kedua orang itu
disatukan dalam suatu serangan yang berbareng, tangkisannya membuat dia terpaksa harus
meloncat ke belakang.
"Tidak perlu bertanya, bersiaplah untuk mampus!" bentak pula Kwan Im Sianli. Ia memang
sudah mengambil keputusan untuk membunuh pria yang pernah membuatnya tergila-gila ini.
Lebih baik bekas pangeran ini mati di tangannya dari pada ia selalu merindukannya tanpa ada
harapan sedikitpun. pria yang dicintanya ini tidak mau menjadi teman hidupnya, maka lebih baik
melihat dia mati! Kwan Im Sianli memperhebat serangannya dan Hui Hong juga mengerahkan
tenaga karena ia tadi merasakan betapa kuatnya tangkisan tongkat itu yang membuat
sepasang pedangnya terpental.
Maklum bahwa bicara tidak ada gunanya terhadap Kwan Im Sianli yang berhati keras, terpaksa
Tiauw Sun Ong memutar tongkat membela diri. Dia maklum bahwa orang yang membantu Bwe
Si Ni itu bukan Kwan Hwe Li. Pertama karena Kwan Hwe Li masih mencintanya dan ke dua
karena Kwan Hwe Li pasti tidak mau bekerja sama dengan saingannya itu. Dahulupun ketika
Bwe Si Ni datang menyerangnya, Kwan Hwe Li muncul dan bahkan mengusir Bwe Si Ni.
Hui Hong bersungguh-sungguh membantu Kwan Im Sianli Bwe Si Ni sehingga Thiauw Sun Ong
mulai terdesak hebat. Dalam kemarahan dan sakit hatinya, Kwan Im Sianli sudah melukai
Tiauw Sun Ong pada pundak kirinya. Bajunya robek dan pundak itu berdarah. Maklum bahwa
akhirnya dia akan roboh dan tewas di tangan bekas kekasihnya itu, Thiauw Sun Ong melompat
kebelakang, bukan untuk melarikan diri melainkan mencari kesempatan untuk bicara.
"Bwe Si Ni, engkau boleh mendedam kepadaku dan boleh membunuhku, akan tetapi sebelum
aku mati, aku minta agar engkau tidak mengganggu Hui Hong anakku. Ia tidak bersalah apaapa,
jangan engkau mengganggunya dan bebaskan Hui Hong!
Kwan Im Sianli terkejut mendengar ucapan itu, maka tanpa menjawab, ia sudah meloncat ke
depan dan memutar pedangnya menyerang dahsyat! Thiauw Sun Ong menangkis, akan tetapi
tangan kiri wanita itu menyambar dan mengenai dadanya.
"Plakk!" Tubuh bekas pangeran itu terjengkang, akan tetapi dia bergulingan menjauh, dikejar
oleh Kwan Im Sianli. Ketika wanita ini menggerakkan pedangnya untuk mengirim tusukan maut,
dan Thiauw Sun Ong yang belum bangkit itu terancam bahaya maut, tiba-tiba nampak sinar
pedang berkelebat menangkis dari samping.
"Tranggg ... ! "
"Kwan Im Sianli, kau menipuku! Kau mengajakku membunuh ayahku sendiri!" bentak Hui Hong
dan kini ia menyerang Kwan Im Sianli dengan marah.
Kwam Im Sianli menangkis dan melompat ke belakang, tertawa nyaring.
"Heh-heh-heh, aku memang amat membencinya. Aku ingin anaknya sendiri yang
membunuhnya, hi-hik!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Iblis betina jahat!" bentak Hui Hong dan kembali ia menyerang dengan dahsyat, disambut oleh
Kwan Im Sianli dan begitu pedang mereka bertemu Hui Hong terhuyung ke belakang. "Bwe Si
Ni, kalau kau mengganggu anakku, demi Tuhan, kubunuh engkau!" Tiauw Sun Ong kini
menerjang dengan tongkatnya!“ dan karena sekali ini bekas pangeran itu benar-benar marah
dan mengerahkan tenaganya, Kwan Im Sianli terpental ke belakang! Namun, wanita ini sudah
nekat dan ia menyerang lagi sehingga terjadi perkelahian yang seru, Hui Hong tidak tinggal
diam. Bermacam perasaan mengaduk hatinya. Perasaan girang karena ia bertemu ayahnya,
juga rasa haru melihat ayahnya buta, dan bangga karena ternyata ayahnya seorang yang
berilmu tinggi. Menghadapi Tiauw Sun Ong sendiri saja, Kwan Im Sianli sudah repot dan
terdesak, apalagi setelah Hui Hong mengeroyoknya.
Kwan Im Sianli sudah mencari kesempatan untuk melarikan diri ketika tiba-tiba terdengar suara
orang tertawa. "Ha-ha-ha-ha, Tiauw Sun Ong si buta tidak mengenal malu melakukan
pengeroyokan! Dan engkau Hui Hong, anak durhaka yang tidak mengenal budi orang, engkau
patut dibunuh. Sejak kecil aku merawatmu, mendidikmu, dan sekarang engkau melarikan diri
tanpa pamit. Hayo cepat berlutut!"
Akan tetapi sebelum Hui Hong menjawab. Tiauw Sun Ong yang menegur orang itu, ”Ouwyang
Sek. engkau manusia busuk. Hui Hong adalah anakku, anak kandung, engkau tidak berhak
atas dirinya!"
"Keparat buta, aku memang mencarimu untuk membalas atas kematian isteriku! Kwan Im
Sianli, mari kita bunuh ayah dan anak keparat ini! Ouwyang Sek menerjang Tauw Sun Ong
dengan pedangnya. Nampak pedang berubah menjadi sinar bergulung-gulung. Memang datuk
ini, lihai ilmu pedangnya sehingga dia memperoleh julukan Bu-eng-kiam (Pedang Tanpa
Bayangan). Kwan Im Sianli juga menggerakkan pedangnya menyerang Tiauw Sun Ong
sehingga bekas pangeran itu dikeroyok dua. Sejenak Hui Hong terbelalak dengan muka pucat,
Ibunya telah mati! Tadi Ouwyang Sek mengatakan bahwa dia hendak membunuh, Tiauw Sun
Ong untuk membalas atas kematian isterinya. Mungkin Tiauw Sun Ong yang membunuh
ibunya?
“Tahan ... !!” Ia berseru nyaring dan menggunakan sepasang pedangnya untuk melerai
perkelahian itu dengan menerjang ditengah antara mereka.
“Ayah ... “ Ia menghadapi Ouwyang Sek dan bertanya, “apa maksudmu dengan mengatakan
kematian ibu?”
Ouwyang Sek memandang kepada Tiauw Sun Ong dengan mata melotot marah, lalu
pedangnya ditudingkan ke arah si buta itu.
“Dia datang dan dia yang menyebabkan ibumu mati!”
Hui Hong memutar tubuh menghadapi Tiauw Sun Ong dan suaranya gemetar ketika ia
bertanya, "Benarkah itu? Engkau ... engkau menyebabkan ibuku mati?"
Biarpun tidak dapat melihat, Tiauw Sun Ong naklum bahwa gadis itu menunjukkan
pertanyaannya kepadanya. Dia menghela napas panjang, “Hui Hong, ibumu memang tewas, ia
membunuh diri setelah bertemu denganku, karena kini ia tidak lagi perlu menyiksa batin
menjadi isteri iblis ini. Dahulu ibumu terpaksa menjadi isterinya karena hendak menyelamatkan
engkau."
“Tiauw Sun Ong, jahanam busuk engkau! Apapun alasanmu, engkau akan mampus di
tanganku, dan kalau anak haram darimu ini, anak yang durhaka dan tidak mengenal budi,
hendak membelamu. iapun akan kubunuh!"
Ouwyang Sek menerjang lagi, menyerang Tiauw Sun Ong dengan kemarahan meluap, dan
Kwan Im Sianli juga menggerakkan pedang membantunya mengeroyok.
Terdengar suara Tiauw Sun Ong yang menggeledek setelah dia memutar tongkat menangkis
dan membuat pedang kedua orang datuk itu terpental.
"Dengar, Ouwyang Sek dan Kwan Im Sianli! Kalau kalian mengganggu anakku, demi Tuhan,
aku tidak akan pantang membunuh kalian!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Dua orang datuk itu kembali mengeroyoknya dan biarpun pundak kirinya sudah terluka, Tiauw
Sun Ong mengamuk dan menandingi mereka berdua dengan gigih. Sejenak Hui Hong
bimbang, akan tetapi entah mengapa, ia merasa kagum dan percaya kepada orang buta yang
ia tahu adalah ayah kandungnya itu, maka tanpa banyak cakap lagi iapun memutar siang kiam
di kedua tangannya dan membantu ayahnya!
Kekurangan tingkat kepandaian Hui Hong dibandingkan kedua orang lawannya ditutup oleh
kelebihan tingkat Tiauw Sun Ong yang selalu melindungi dan membantu puterinya sehingga
perkelahian itu terjadi amat serunya. Namun, tanpa diketahui orang lain karena dia tidak pernah
mengendurkan semangatnya dan tidak pernah mengeluarkan keluhan, diam-diam Tiauw Sun
Ong merasa khawatir karena luka di pundaknya mengeluarkan banyak darah dan hal ini akan
mempengaruhi kekuatannya. Oleh karena itu, dia mengeluarkan suara melengking panjang
ketika membentak dan tiba-tiba saja gerakannya amat dahsyat menerjang ke arah Ouwyang
Sek. Datuk ini terkejut, mencoba untuk mengelak, namun tetap saja ujung tongkat Tiauw Sun
Ong berhasil menotok dada kanannya dan datuk itupun terpelanting roboh dan mengerang
kesakitan. Dia mencoba untuk bangkit, akan tetapi terkulai kembali.
Kwan Im Sianli sedang mendesak Hui Hong, akan tetapi sambaran tongkat di tangan Tiauw
Sun Ong membuat ia terhuyung ke belakang. Kini, ayah dan anak itu berdiri berdampingan dan
menghadap ke arah Kwan Im Sianli yang tentu saja menjadi terkejut dan jerih melihat betapa
kawannya, Ouwyang Sek, sudah menggeletak dan tidak mampu bangkit berdiri lagi.
"Bwe Si Ni, pergilah dan jangan ganggu aku lagi. Di antara kita sudah tidak ada urusan apaapalagi.
Pergilah!"
Kwan Im Sianli Bwe Si Ni mengerutkan alisnya, matanya yang mulai basah air mata itu
memandang penuh kebencian. "Tiauw Sun Ong, engkau boleh menganggap tidak ada urusan
apa-apalagi, akan tetapi dendam ini akan kubawa sampai mati." Setelah berkata demikian, ia
membantu Ouwyang Sek bangun berdiri, lalu menggandeng dan memapah datuk yang sudah
dikenalnya dengan baik itu pergi dari situ, diikuti pandang mata ayah dan anak itu. Setelah
mereka pergi jauh. barulah Tiauw Sun Ong menghela napas, kemudian dia duduk bersila dan
mengatur pernapasan dan nampak terengah lemah.
"Kau ... terluka ... " Hui Hong berkata lirih, masih belum mantap dan merasa kikuk untuk
menyebut ayah. Akan tetapi, tanpa ragu lagi ia menghampiri orang tua buta itu, merobek baju di
dadanya dan memeriksa pundak yang terluka. Hanya luka daging, akan tetapi cukup parah dan
mengeluarkan banyak darah. Hui Hong menekan beberapa bagian di seputar luka untuk
menghentikan keluarnya darah, lalu mengeluarkan obat bubuk dan mengobati luka di pundak
ayahnya itu. Kemudian ia mengeluarkan sehelai kain ikat pinggang dari buntalan pakaian dan
membalut pundak ayahnya. Setelah itu, ia duduk bersila di dekat ayahnya. Semua itu
dilakukannya tanpa sepatah katapun. Bahkan kini, duduk berdua di atas tanah, merekapun
tidak mengeluarkan kata-kata.
"Hui Hong ... ," akhirnya Tiauw Sun Ong berkata, suaranya gemetar tanda bahwa hatinya
terharu. "Engkau ... mau memaafkan aku?"
Hui Hong menatap wajah itu, dan ia merasa terharu. Pantas saja kalau ibunya mencinta orang
ini. Wajahnya masih nampak gagah dan tampan, masih berwibawa walaupun kedua matanya
buta. "Mengapa harus memaafkan?" Ia bertanya heran karena memang tidak mengerti.
"Apakah ibumu, Pouw Cu Lan, tidak pernah menceritakan kepadamu tentang aku, tentang kami
berdua?"
Hui Hong menggeleng kepala, akan tetapi ketika ingat bahwa orang yang diajak bicara itu buta,
iapun berkata, "Ibu hanya bercerita kepadaku ketika ayah ... eh, Ouwyang Sek itu hendak
membunuhku, bahwa aku bukan anak Ouwyang Sek, dan ibu hanya mengatakan bahwa ayah
kandungku bernama Tiauw Sun Ong. Ibu tidak tahu di mana ayahku itu, maka ketika Kwan Im
Sianli mengajakku untuk menunjukkan di mana Tiauw Sun Ong, aku ikut dengannya, dengan
janji bahwa aku akan membantunya membunuh laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya.
Aku sama sekali tidak tahu bahwa yang hendak dibunuh itu adalah ... Tiauw Sun Ong yang oleh
ibu dikatakan ayah kandungku itu. Apakah engkau ini yang bernama Tiauw Sun Ong? Apakah
engkau ini suami ibuku, dan engkau ini sebenarnya ayah kandungku?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Sebetulnya Hui Hong sudah mendengar cerita ibunya mengenai hubungan ibunya dengan
Tiauw Sun Ong, akan tetapi ia ingin mendengar penuturan pria buta ini untuk meyakinkan
hatinya bahwa orang ini benar ayah kandungnya.
“Aku Tiauw Sun Ong. dahulu pangeran kerajaan Liu-sung, dan ibumu Pouw Cu Lan, selir
kakakku yang menjadi kaisar. Kami berdua saling jatuh cinta. Namun, hubungan antara kami
diketahui, dan Kaisar memarahi kami. Aku merasa berdosa dan malu, maka di depan kakakku,
aku membutakan kedua mataku, diampuni dan aku lolos dari istana, menuntut ilmu. Aku
mendengar bahwa ibumu dihukum buang oleh Kaisar, sama sekali aku tidak tahu bahwa ia
ditolong oleh Ouwyang Sek dan diperisteri. Ia mau menjadi isteri Ouwyang Sek karena ketika
itu ia telah mengandung engkau, Hui Hong. Ia ingin menyelamatkanmu. Ah, betapa aku telah
membuat Cu Lan menderita. Aku berdosa kepadanya, dan ketika aku datang kesana untuk
meminangmu, setelah aku mendengar semua itu dari Bi Moli Kwan Hwe Li, aku bertemu
dengan ibumu dan ia mengatakan bahwa engkau pergi bersama Kwan Im Sianli untuk mencari
aku. Ibumu begitu bertemu dengan aku, merasa malu dan menyesal, dan ia membunuh diri."
Hening sejenak, dan Tiauw Sun Ong mendengar suara isak tangis anaknya. Dia tidak dapat
menahan kesedihan hatinya dan iapun meraba-raba ke arah puterinya dan di lain saat mereka
telah saling rangkul dan bertangisan.
"Ayah ... " Hui Hong terisak-isak. Ia merasa bersedih sekali. Ia adalah anak dari hubungan
gelap antara pangeran Tiauw Sun Ong dan selir kaisar, dan hubungan itu mengakibatkan ayah
kandungnya membutakan mata sendiri, dan kini mengakibalkan ibunya membunuh diri! "Ayah,
kasihan sekali ibu ... “ ia meratap.
Tiauw Sun Ong mengelus rambut kepala puterinya. "Sudah takdir demikikian, anakku. Aku
membutakan mata, ibumu membunuh diri, dan semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa kami.
Marilah, anakku, kita kembali ke Hoa-san dan kita bicara di sana." Ayah dan anak itu lalu
meninggalkan tempat itu, mendaki Hoa-san. Hui Hong menuntun ayahnya dan setelah tiba di
pondok ayahnya, iapun merawat luka ayahnya. Ia sudah mendengar semua tentang Kwa Bun
Houw dari ayah kandungnya, dan ketika ayah kandungnya menyatakan bahwa dia setuju
menjodohkan puterinya itu dengan Bun Houw, tentu saja Hui Hong yang mencinta Bun Houw
dengan sepenuh hati menyatakan kesediaannya. Mereka kini hanya menanti kembalinya Bun
Houw di puncak Hoa-san.
***
Bagaimana kereta kuda yang dikendalikan seorang kusir bijaksana dan pandai, bagaikan
tanaman yang digulawentah seorang petani yang bijaksana dan pandai, sebuah negara akan
menjadi aman tenteram dan subur makmur seperti jalannya kereta dan tumbuhnya tanaman
apabila negara itu dipimpin oleh penguasa yang bijaksana dan pandai pula.
Demikian pula dengan keadaan kerajaan Chi (479-501). Kaisar Siauw Bian Ong adalah
seorang kaisar yang bijaksana dan pandai, dan lebih dari itu pula, dia mencintai negara dan
bangsanya, mementingkan kebutuhan rakyat di atas kebutuhan pribadi. Dia, sejak kerajaan Chi
berdiri dan dia diangkat menjadi kaisar, selalu berusaha untuk memakmurkan kehidupan rakyat
jelata, menggalakkan pembangunan dalam segala bidang, mengulurkan tangan kepada yang
miskin dan papa, menuntun dan membimbing, memberi modal kepada yang miskin, memberi
penyuluhan kepada yang bodoh, bertangan besi dan mendidik kepada yang jahat. Bagi kaisar
ini, yang menjadi kebutuhan mutlak bagi rakyat jelata pada umumnya adalah kehidupan yang
aman tenteram tanpa gangguan orang jahat, pengayoman dari alat negara, lapangan pekerjaan
yang luas sehingga memudahkan setiap orang mencari nafkah, dan murah serta mudahnya
mencukupi kebutuhan sandang pangan dan papan. Kaisar Siauw Bian Ong berusaha sekuat
tenaga untuk memenuhi semua ini dan dia terkenal sebagai seorang pemimpin negara yang
pandai merangkul orang-orang berilmu untuk diajak bekerja sama, pandai menghargai jasa
orang, akan tetapi juga keras dan adil tak mengenal ampun kepada para koruptor yang
menjegal kebijaksanaannya, menggerogoti harta negara dan rakyat, dan yang suka memeras
dan menindas rakyat menyalahgunakan kekuasaannya.
TIDAK mengherankan kalau dalam waktu empat tahun saja sejak berdirinya, Kerajaan Chi telah
mengubah keadaan kehidupan rakyat menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan
keadaannya ketika kerajaan Liu-sung masih berdiri. Rakyat, seperti juga kanak-kanak
dunia-kangouw.blogspot.com
memandang orang tua mereka, membutuhkan contoh dari para pemimpin para pejabat
pemerintah. Orang tua yang cerewet, hanya memberi teguran dan nasihat tanpa memberi
contoh, tidak akan ditaati anak-anaknya. Yang dicontoh anak-anak adalah sikap dan perbuatan
si orang tua. Demikian pula dengan rakyat yang tentu akan muak kalau hanya dijejali sloganslogan
dan nasihat; akan tetapi melihat betapa para pejabat yang pidato berapi-api memberi
nasihat itu sendiri melanggar semua anjuran yang dipidatokan.
Kaisar Siauw Bian Ong memberi contoh, dengan mengubah cara hidup keluarga kerajaan Liusung
yang telah dijatuhkan, dari kehidupan bermewah-mewahan menjadi kehidupan yang jauh
lebih sederhana. Pengeluaran untuk kepentingan pribadi diperkecil, pajak rakyat diperingan,
dan pembangunan dilakukan di segala bidang. Tentu saja rakyat menyambut keadaan yang
tumbuh dari peraturan-peraturan baru yang amat menguntungkan ini dengan gembira dan
tanpa dibujuk lagi, dengan sendirinya rakyat mendukung pemerintahan baru yang bijaksana itu.
Dan pemerintahan di negara manapun di dunia ini akan menjadi kokoh kuat apa bila didukung
oleh rakyatnya. Rakyat yang mencinta pemerintahnya pasti akan taat dan setia. Namun
kecintaan terhadap pemerintah ini bukan datang begitu saja.
Melihat kebijaksanaan kaisar kerajaan Chi, yang mengampuni dan tidak mengejar-ngejar sisa
keluarga kerajaan Liu-sung, bahkan membuka pintu lebar kalau mereka dan para bekas
bangsawan Liu-sung mau bekerja membantu kerajaan baru untuk memakmurkan kehidupan
rakyat, dan pandai menghargai orang-orang berilmu, maka mereka yang memiliki kepandaian
merasa tertarik dan banyaklah kaum ahli yang berbondong-bondong menanggapi undangan
Kaisar Siauw Bian Ong untuk membantu pemerintah.
Perkembangan yang amat baik dari kerataan Chi yang masih muda ini tentu saja tidak lepas
dari pengamatan kerajaan Wei (386-532), yaitu kerajaan di sebelah utara yang didirikan oleh
bangsa Toba atau Tartar yang menguasai wilayah utara dari lembah Sungai Kuning ke utara.
Adapun kerajaan Chi mempunyai wilayah dari utara Sungai Yang-ce ke selatan. Daerah yang
amat luas antara Sungai Yang-ce dan Sungai Kuning, yang luasnya tidak kurang dari tiga ratus
kali delapan ratus mil, merupakan daerah tak bertuan, atau daerah yang selalu menjadi
perebutan antara kerajaan Wei di antara dan kerajaan di Selatan, sejak kerajaan Liu-sung
sampai sekarang kerajaan Chi. Daerah tak bertuan ini dengan sendirinya menjadi daerah
penampungan para penjahat dan golongan sesat dunia kang-ouw. Pemerintah daerah di
wilayah ini terdiri dari orang orang kuat dan hukumnya adalah hukum rimba, siapa kuat dia
menang dan berkuasa.
Kerajaan Wei yang waktu itu (sekitar tahun 483) dipimpin oleh Kaisar Thai Wu sebagai
pengganti Kaisar Wei Ta Ong, tentu saja merasa cemas melihat perkembangan kerajaan baru
Chi yang ternyata kelihatan makmur dan didukung rakyat sehingga akan meupakan saingan
yang lebih kuat dan berbahaya dibandingkan kerajaan Liu-sung yang telah jatuh. Maka, Kaisar
Thai Wu mengumpulkan para pembantunya mengadakan rapat dan akhirnya diambil keputusan
untuk mengirim orang-orang pandai untuk melakukan penyelidikan dan kalau perlu
menggagalkan usaha pemerintah kerajaan baru itu dengan menimbulkan pengacauan atau
menyulut api pemberontakan di mana-mana.
Rapat penting itu diadakan oleh Kaisar Thai Wu di dalam ruangan rahasia dalam istananya.
Kaisar Thai Wu sendiri, seorang pria berusia empat puluh lima tahun yang bertubuh tinggi besar
dan berwajah gagah, dengan mata yang lebar tajam dan suaranya yang tegas keras,
memimpin rapat itu. Di sebelah kanannya duduk seorang kakek yang usianyan sekitar enam
puluh lima tahun bertubuh tinggi kurus dan mukanya pucat, kelihatan lemah dan loyo, akan
tetapi sesungguhnya, dialah yang merupakan Kok-su (Guru Negara), penasihat dan juga guru
dari kaisar sendiri. Kakek ini disebut Thian-te Seng-jin, seorang tosu (pendeta agama To) yang
terkenal sebagai seorang yang sakti, pandai ilmu silat dan ilmu sihir. Selain beberapa orang
panglima besar yang hadir, terdapat pula tiga orang yang berpakaian preman. Mereka adalah
murid-murid Thian-te Seng-jin, sehingga mereka itupun menjadi saudara-saudara seperguruan
kaisar sendiri yang telah mendapatkan kepercayaan penuh membantu kaisar dalam
pemerintahannya. Tiga orang tokoh yang demikian sombongnya sehingga berani
menggunakan julukan Bu-tek Sam-kwi (Tiga Setan Tanpa Tanding)! Orang pertama berjuluk
Pek-thian-kwi (Setan Dunia Utara) bertubuh gendut dan bundar, berusia lima puluh tahun. Yang
ke dua berjuluk Huang-ho-kwi (Setan Sungai Kuning) bertubuh tinggi kurus dan matanya sipit,
dunia-kangouw.blogspot.com
adapun orang ke tiga yang wajahnya tampan gagah dan pesolek berjuluk Toat-beng-kwi (Setan
Pencabut Nyawa)!
Mereka sebagai suheng dan su-te dari kaisar, mendapat kepercayaan penuh dan dalam rapat
ini, Kaisar memberi tugas kepada mereka bertiga untuk melawat ke selatan dan membawa
anak buah pilihan mereka untuk mengguncang kerajaan Chi tanpa melalui perang, melainkan
melalui pengrusakan dan pengacauan.
Bu-tek Sam-kwi segera memilih anak buah mereka yang terdiri dari orang-orang yang tangguh,
mengumpulkan seratus orang dan membentuk kesatuan baru yang mereka namakan Thian-tekwi
pang (Perkumpulan Setan Bumi Langit), nama yang dipakai untuk menghormati guru
mereka, yaitu Thian-te Seng-jin. Bagaikan segerombolan iblis yang menyeramkan, seratus
orang ini bersama tiga orang pemimpin mereka, melakukan perjalanan, menyusup ke selatan
secara berpencar.
Gerakan yang dilakukan kerajaan Wei itu amat dirahasiakan, bahkan penyusupan itupun
dilakukan secara berpencar, maka tak seorang pun di kerajaan Chi mengetahui atau
menduganya. Keadaan di kota raja Nan-king tenang-tenang dan tenteram saja, tidak ada yang
menduga bahwa saat itu, sekawanan manusia iblis menyusup dan membawa tugas yang akan
menghancurkan atau setidaknya mengacaukan ketenangan hidup mereka.
Pagi itu memang udara cerah. Musim semi telah lewat dua bulan dan tumbuh-tumbuhan
sedang segar segarnya, sehingga waktu yang amat indah itu dipergunakan banyak orang untuk
menghibur diri sambil menikmati keindahan bumi yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan yang segar.
Di dalam sebuah hutan, di luar kota raja Nan-king, nampak dua orang wanita sedang berburu
binatang dengan anak panah mereka. Keduanya menunggang kuda yang besar gagah, dan
keduanya nampak cantik sekali. Dari pakaian mereka, dapat diduga bahwa mereka berdua
adalah wanita-wanita bangsawan, akan tetapi bukan puteri-puteri yang lembut dan lemah
karena pakaian mereka ringkas, seperti yang biasa dipakai oleh para pengawal wanita dari
istana kaisar. Dan memang sebenarnyalah. Wanita berusia lima puluhan tahun yang masih
cantik manis seperti berusia tiga puluh tahun saja itu adalah Bi Moli Kwan Hwe Li yang kini
menjadi guru yang mengajarkan silat kepada para perwira pasukan kerajaan, sedangkan yang
muda, berusia dua puluh tiga tahun dan cantik manis, adalah Cia Ling Ay, murid Bi Moli, yang
kini bekerja di istana sebagai pengawal pribadi permaisuri dan juga mengajarkan silat kepada
para puteri istana dan para pengawal wanita.
Hari itu mereka mendapat perkenan dari istana untuk berlibur dan memburu binatang. Guru dan
murid ini, yang telah memperoleh kedudukan lumayan, merasa gembira bukan main. Bi Moli
Kwan Hwe Li telah merobohkan seekor kijang dengan panahnya, sedangkan muridnya, Cia
Ling Ay, telah merobohkan dua ekor kelinci. Mereka manggantungkan tiga hasil buruan mereka
itu di sebatang pohon besar di tepi hutan, akan mereka ambil nanti kalau mereka sudah selesai
berburu.
Akan tetapi, sudah setengah jam mereka menyusup-nyusup ke dalam hutan dengan kuda
mereka, mereka tidak lagi milihat binatang buruan. Ling Ay yang merasa perutnya lapar karena
mereka tadi berangkat pagi sekali dan ia belum makan apa-apa, teringat akan dua ekor kelinci
hasil buruannya dan seekor kijang hasil buruan gurunya.
"Subo, sebaiknya kita sudahi saja perburuan ini. Perut teecu (murid) lapar sekali dan sebaiknya
daging kelinci dan kijang itu dipanggang selagi masih segar."
Bi Moli tersenyum. "Aihh, begitu kau bicara tentang panggang daging, perutku mendadak saja
bernyanyi dan menagih!" katanya dan kedua orang wanita itu lalu membalikkan kuda mereka
keluar dari dalam hutan, menuju ke pohon besar di mana tadi mereka menyimpan hasil buruan
mereka agar tidak dimakan binatang hutan yang lain.
Ketika mereka tiba di tempat itu, mereka melihat ada tiga orang laki-laki sedang berdiri dan
mengangkat muka, memandang ke arah dua ekor kelinci dan seekor kijang yang tergantung di
antara ranting pohon, menuding-nuding dan membicarakannya. Mendengar kaki kuda tiga
orang itu memandang dan mereka terbelalak heran melihat bahwa penunggang dua ekor kuda
itu adalah dua orang wanita cantik. Di lain pihak, Bi Moli dan Ling Ay juga mengamati tiga orang
itu dengan pandang mata penuh selidik. Mereka bertiga itu berpakaian ringkas seperti pemburu
dunia-kangouw.blogspot.com
dan kehadiran mereka di hutan menunjukkan bahwa tentu mereka itu juga pemburu-pemburu
yang hendak memburu binatang. Di punggung merekapun terdapat gendewa dan anak panah.
Setelah meloncat turun dari atas punggung kuda dan membiarkan kuda mereka makan rumput,
dua orang yarita itu menghampiri tiga orang, dan Bi Moli langsung bertanya. "Sobat-sobat, apa
yang kalian tonton?"
Tiga orang itu bersikap sopan dan mereka memberi hormat kepada Bi Moli dan Ling Ay-"Maaf,
toanio. Kami adalah tiga orang pemburu yang hendak mencoba peruntungan berburu di hutan
ini. Kami biasanya berburu di sebelah selatan, akan tetapi di daerah selatan sudah terdpat
terlalu banyak pemburu sehingga hasil buruan hutan amatlah kurangnya. Kami ingin mencoba
peruntungan di hutan ini dan kami merasa heran melihat dua ekor kelinci dan seekor kijang di
atas itu. Siapakah yang menyimpan buruan itu di sana," tanya di antara mereka yang mukanya
brewokan, suaranya lantang namun sikapnya tegas dan sopan. Mereka memandang ke arah
gendewa dan anak panah Bi Moli.
"Itu milik kami, hasil buruan kami." kata Bi Moli. "Kami akan mengambilnya sekarang dan akan
memanggang dagingnya karena kami sudah merasa lapar sekali. Ling Ay, ambillah kelinci dan
kijang itu!"
"Baik, subo." kata Ling Ay dan sekali mengenjotkan kakinya, tubuh gadis itu sudah melayang
naik ke atas dan hinggap di cabang pohon, lalu mengambil bangkai kijang dan dua ekor kelinci
itu, dan meloncat turun dengan gerakan yang ringan dan gesit.
Tiga orang itu saling pandang dan seorang di antara mereka yang mukanya licin halus seperti
wajah perempuan, memuji, “Kepandaian nona sungguh hebat sekali. Kami kagum dan taluk.”
Orang ke tiga, yang pendek gemuk, tersenyum. "Pantas saja ji-wi sepagi ini telah merobohkan
tiga ekor binatang buruan yang gemuk dan lezat dagingnya, sedangkan kami bertiga belum
mendapatkan apa-apa sejak pagi, kiranya ji-wi adalah dua orang pemburu yang gagah perkasa
dan berilmu tinggi!"
"Baru sekarang kami bertiga bertemu dengan dua orang wanita pemburu yang luar biasa!" kata
pula si brewok. Melihat betapa tiga orang itu memuji-muji tiada hentinya, Ling Ay mengerutkan
alisnya. Ia tidak senang mendengar rayuan pria, hal yang dianggapnya palsu, maka ia ingin
menghentikan rayuan mereka dan berkata dengan suara yang agak ketus.
"Kami bukanlah wanita pemburu! Kami hanya iseng-iseng dan kami tidak ingin berkenalan
dengan para pemburu."
Akan tetapi, ucapan yang agak ketus ini tidak membuat mereka mundur, bahkan si muka halus
berseru heran, "Aih, bukan pemburu? Kalau begitu, lebih mengagumkan lagi! Ji-wi tentulah
wanita-wanita kang-ouw yang bernama besar dan berilmu tinggi!"
Ling Ay semakin tak senang. Diberi tanda untuk menghentikan percakapan, malah menjadi-jadi!
Untuk membuat mereka jerih dan mundur, ia lalu berkata, "Kami adalah perwira-perwira
pengawal istana! Harap kalian tidak mengganggu kami lebih lama lagi, kami sibuk hendak
memanggang daging!"
Bi Moli tersenyum saja melihat ulah muridnya yang tidak suka diganggu itu, dan iapun memilih
batu yang bersih lalu duduk di atasnya. Tiga orang pria itu saling pandang, dan nampak mereka
terkejut mendengar bahwa mereka berhadapan dengan dua orang perwira wanita dari pasukan
pengawal istana!
Kemudian, si brewok yang usianya sekitar empat puluh tahun dan agaknya menjadi pimpinan
dari tiga orang itu, segera mengangkat kedua tangan ke depan dada, diikuti dua orang
kawannya. "Ah, mohon ji-wi sudi memberi maaf kepada kami yang lancang berani mengganggu
ji-wi. Akan tetapi, karena jiwi bukanlah pemburu, tentu kurang pengalaman, dan kurang
perlengkapan untuk memanggang daging binatang buruan. Kami membawa bekal bumbu yang
lengkap dan kami sudah terbiasa membuat daging binatang hutan menjadi hidangan lezat.
Kalau ji-wi suka kami akan membantu ji-wi, menguliti hasil buruan itu, memberi bumbu dan
memanggang dagingnya, dan ji-wi tinggal menikmatinya saja."
dunia-kangouw.blogspot.com
Bi Moli sekarang memandang kepada si brewok dan bibir yang selalu dihias senyum itu kini
melebar, matanya mencorong. "Kalian bertiga adalah pemburu-pemburu yang sama sekali tidak
kami kenal. Mengapa kalian bersikap baik dan manis kepada kami?"
Si brewok itu juga tersenyum. "Toanio tentu mencurigai kami dan ingin mengetahui pamrih dari
kami? Memang ada pamrihnya. Pertama, kami juga sudah lapar, sejak malam tadi tidak makan
apapun, dan kedua, tidak mungkin ji-wi dapat menghabiskan semua daging ini, maka selain
mengharapkan dapat ikut makan, kamipun mengharapkan mendapat sisa daging untuk kami
jadikan dendeng dan kami bawa pulang."
Kini Bi Moli dan Ling Ay saling pandang, lalu tertawa. Bagaimanapun juga, menguliti dan
memanggang daging di tempat itu tanpa perlengkapan memang bukan merupakan pekerjaan
mudah. Daging itu tidak akan enak kalau hanya dipanggang dan diberi garam saja, satusatunya
bumbu yang mereka bawa sebagai bekal dari rumah tadi.
"Baiklah, kami memang tidak suka ditolong orang tanpa imbalan. Nah, kalian panggangkan
daging-daging itu dan semua sisanya boleh kalian ambil." kata Ling Ay. Iapun mencari tempat
yang bersih untuk duduk, tak jauh dari gurunya. Mereka hanya duduk dan melihat kesibukan
tiga orang itu. Mereka itu menguliti kijang dan dua ekor kelinci, membuang isi perutnya,
membuat api, mengeluarkan bumbu yang lengkap, dan ada yang mencari air dengan panci
yang memang sudah mereka bawa sebagai perlengkapan. Mereka dapat bekerja cepat dan
nampak jelas bahwa ke tiga orang itu memang sudah terbiasa menyiapkan makanan dalam
hutan.
Sambil memanggang daging yang mengeluarkan aroma sedap karena diberi bumbu yang
lengkap, tiga orang itu tiada hentinya menceritakan keadaan mereka sebagai pemburupemburu
yang miskin dan tinggal jauh di dusun yang terletak di pegunungan sebelah barat
Nan-king. Mereka juga memuji-muji pemerintahan dari kerajaan Chi, dan seperti sambil lalu
mereka juga menanyakan kedudukan dua orang wanita itu di dalam istana kaisar. Karena sikap
mereka yang biasa ramah dan tidak mencurigakan, Ling Ay menceritakan dengan sejujurnya
bahwa baru beberapa bulan saja gurunya bekerja menjadi pelatih silat di istana, dan ia sendiri
menjadi seorang perwira pengawal permaisuri.
Setelah panggang daging itu matang, tiga orang pemburu menghidangkan bagian-bagian yang
paling lunak dan lezat kepada Ling Ay dan gurunya, dan merekapun mengeluarkan seguci
besar anggur yang baunya harum sekali. Tentu saja guru dan murid itu menjadi gembira, dan
mereka tidak menolak ketika disuguhi anggur di dalam cawan-cawan bersih yang memang
sudah dipersiapkan tiga orang pemburu itu. Bi Moli sendiri tidak menaruh curiga karena tiga
orang itu pun minum anggur dari guci yang sama. Kalau anggur itu diberi racun, tentu tiga
orang itu akan roboh lebih dahulu karena mereka yang lebih dulu minum.
Tiga orang itu tidak membual. Panggang daging itu sungguh lezat sekali. Lunak dan ada rasa
bumbu asing yang aneh, namun yang membuat daging itu sedap. Guru dan murid itu makan
sampai kenyang dan mereka masing-masing menghabiskan tiga cawan anggur.
"Hemm, kalian memang pandai sekali memasak," kata Bi Moli dengan senang dan ia menyusut
bibirnya dengan saputangan. "Semua sisa dagingnya boleh kalian ambil, kami tidak
memerlukan lagi. Ling Ay, mari kita kembali, matahari sudah naik tinggi."
"Baik, subo," kata Ling Ay sambil bangkit berdiri dan menghampiri dua ekor kuda mereka yang
masih makan rumput. Akan tetapi, tiba-tiba pandang matanya berkunang dan sekelilingnya
seperti berputar. Ling Ay mengeluh dan menggunakan tangan untuk memegang kepalanya,
namun ia terhuyung. Ia masih sampat melihat betapa subonya meloncat berdiri dan gurunya itu
membuat gerakan untuk menyerang tiga orang pemburu tadi, akan tetapi gurunya mengeluh
dan terguling roboh. Ling Ay tak dapat menahan kemarahannya karena ia dapat menduga
bahwa ia dan gurunya telah keracunan.
"Kalian ...!" Ia melompat untuk menyerang, namun iapun terguling karena pening dan roboh di
dekat gurunya. Ia masih sempat melihat munculnya belasan orang yang berpakaian serba
hitam di tempat itu, lalu semua menjadi gelap dan ia tidak ingat apa-apalagi.
Bi Moli Kwan Hwe Li adalah seorang datuk yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan
pengalaman luas. Kalau tadi ia sampai terkecoh dan minum anggur yang sudah dicampuri obat
dunia-kangouw.blogspot.com
bius adalah karena ia menaruh kepercayaan melihat tiga orang pemburu itu juga minum anggur
dari guci yang sama. Tentu saja ia tidak menduga bahwa tiga orang itu mempersiapkan
segalanya, dan sebelum minum anggur, sudah lebih dahulu minum obat penawar racun atau
pembius itu sehingga mereka tidak terpengaruh.
Begitu ia bangkit dan merasa pening, ia pun maklum bahwa ia dan muridnya keracunan, maka
ia hendak menyerang tiga orang itu. Akan tetapi, ia segera teringat bahwa gerakan yang
mengerahkan sin-kang akan membuat racun di dalam perutnya bekerja lebih cepat, maka iapun
sengaja membuat dirinya terpelanting roboh. Diam-diam ia mengerahkan tenaga sakti dalam
perutnya, dan menggunakan telunjuknya untuk dimasukkan ke dalam mulut, menyentuh
kerongkongannya. Seketika ia muntah-muntah, dan dengan penambahan dorongan tenaga sinkang,
maka tenaga muntahan itu menjadi senakin kuat dan semua yang berada di dalam
pencernaannya tertuang keluar melalui mulutnya! Juga anggur yang mengandung obat
pembius itu.
Yang tinggal di dalam perutnya hanya sedikit dan yang sedikit itu tidak lagi mempengaruhi
tubuhnya yang sudah terlatih dan kuat.
Ia melihat betapa muncul belasan oraag yang berpakaian hitam-hitam maka iapun menanti
sampai mereka bergerak mendekatinya. Tiba-tiba ia meloncat dan mengeluarkan suara
melengking panjang, membuat belasan orang berpakaian hitam-hitam dan tiga orang pemburu
tadi terkejut setengah mati karena di dalam lengkingan itu terkandung getaran yang membuat
mereka semua tergetar seperti lumpuh!
Agaknya, belasan orang itu bukan orang-orang sembarangan. Terdengar seruan seorang di
antara mereka, "Sumbat telinga dan tangkap ia! Ia menggunakan tenaga sihir!"
Belasan orang itu menggunakan alat kecil penyumbat telinga, agaknya mereka memang sudah
mempersiapkan segala kemungkinan, dan kini mengepung Bi Moli Kwan Hwe Li dan dari
gerakan dan sikap mereka, datuk wanita ini maklum bahwa mereka bukanlah orang-orang
lemah. Melihat ia dikepung belasan orang laki-laki yang berpakaian serba hitam, Bi Moli Kwan
Hwe Li segera menggerakkan pedangnya. Ia tidak merasa perlu untuk bicara lagi karena
mereka semua telah menyumbat telinga mereka sehingga mereka tidak akan mendengar apa
yang ia katakan. Dengan marah ia memutar pedangnya dan para pengepungnya terkejut sekali
melihat gulungan sinar pedang yang menyelimuti tubuh wanita cantik itu. Mereka memperlebar
kepungan dan mengeroyok dari sekelilingnya sehingga Bi Moli terpaksa harus melindungi
tubuhnya dari gulungan sinar pedang, tanpa mendapat banyak kesempatan untuk menyerang.
Ternyata bahwa belasan orang itu rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh.
Ketika seorang di antara mereka memberi isarat dengan mengeluarkan sebuah benda seperti
gulungan kain, yang lain juga segera mengeluarkan benda yang sama. Tiba-tiba, seorang yang
berdiri di belakangnya menggerakkan benda itu ke atas dan benda itu ternyata sehelai jaring
hitam yang menyambar dan menubruk ke arah Bi Moli. Wanita ini cepat mengelak ke samping
dan biarpun ia dapat menghindarkan diri dari terkaman jaring itu, ia disambut sambaran jaring
lain. Ia mengelak dan menggerakkan pedang untuk menangkis, akan tetapi akhirnya, sehelai
jaring menerkamnya dari belakang atas. Bi Moli mengerahkan tenaga menggerakkan
pedangnya. Ternyata jaring itu terbuat dari bahan yang kuat dan ulet, yang tidak menjadi putus
oleh sabetan pedangnya. Ketika Bi Moli bagaikan seekor ikan terjaring, menggerakkan tenaga
meronta-ronta dan tangan kirinya yang menangkap jaring itu berhasil merenggut putus
beberapa helai tali jaring, jaring kedua sudah menerkam di atas jaring pertama!
Bi Moli terkejut, maklum bahwa kalau banyak jaring menimpanya, ia tidak akan mampu lolos
lagi. Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara mengaung-ngaung dan dua orang
pengeroyok terpelanting dan jaring-jaring itu ditarik kembali, hanya tinggal dua helai yang masih
menyelimuti dirinya. Akan tetapi karena dua orang pemegang tali jaring itu diserang oleh
seorang pemuda yang memegang sebatang pedang sehingga mereka terdesak mundur dan
dengan mudah Bi Moli lalu meronta melepaskan diri dari dua helai jaring itu.
Pemuda itu berusia kurang lebih dua puluh delapan tahun, bertubuh tinggi besar dan gagah.
Dari pakaiannya yang ringkas saja dapat diduga bahwa dia seorang pemuda kang-ouw yang
perkasa. Pedang di tangannya diputar membentuk sinar bergulung-gulung yang mengeluarkan
dunia-kangouw.blogspot.com
bunyi mengaung-ngaung. Melihat ini, Bi Moli menjadi gembira dan cepat iapun memutar
pedangnya menerjang para pengeroyok.
Agaknya para pengepung maklum bahwa pemuda itu seorang yang lihai. Apalagi dua orang di
antara mereka telah roboh oleh pedang di tangan pemuda itu. Mereka mengangkat dua orang
kawan mereka yang terluka. dan melarikan diri menghilang ke dalam hutan.
Bi Moli tidak mengejar, dan pemuda itupun tidak melakukan pengejaran. Mereka berdiri saling
berhadapan dan berpandangan dengan penuh selidik. Bi Moli tersenyum, memandang kagum
karena pemuda itu memang gagah perkasa dan tampan.
"Aih, kalau aku tidak salah duga, bukankah engkau ini putera atau murid dari Bu-eng-kiam
Ouwyang sek, majikan Lembah Bukit Siluman?"
Pemuda itu memberi hormat. Dia memang benar Ouwyang Toan, putera tunggal Bu-eng-kim
(Pedang Tanpa Bayangan) Ouwyang Sek. Dia meninggalkan Lembah Bukit Siluman dalam
perjalanannya mencari Tiauw Hui Hong, murid atau anak tiri ayahnya yang pergi meninggalkan
lembah untuk mencari ayah kandungnya. Ouwyang Toan ini jatuh cinta kepada adik
seperguruan atau adik tirinya sendiri dan dia bertekad untuk memperisteri Hui Hong. Dalam
perjalanannya nenuju ke kota raja Nan-king dalam usaha mencari Hui Hong, dia melihat betapa
Bi Moli dikeroyok oleh belasan orang, maka diapun segera memberi bantuan. Dia tidak
mengenal wanita itu, akan tetapi melihat seorang wanita dikeroyok belasan orang pria dan
keadaannya terancam, tentu dia tidak dapat membiarkannya begitu saja. Apalagi wanita itu
demikian cantiknya, dan ada seorang nona cantik lain rebah pingsan di atas rumput.
"Toanio (nyonya) sungguh lihai dan bermata tajam, memang benar dugaan toanio, aku
bernama Ouwyang Toan dan ayahku adalah Bu-eng-kiam Ouwyang Sek. Ayahku pernah
bercerita tentang seorang datuk wanita yang lihai dan selalu nampak cantik dan muda, juga ia
seorang ahli sihir. Tadi toanio menggunakan kekuatan sihir, apakah toanio yang bernama Bi
Moli Kwan Hwe Li?”
Bi Moli tertawa girang. "Aih, engkau sungguh mengagumkan, tidak mengecewakan menjadi
putera Bu-eng-kiam! Engkau gagah perkasa, tampan dan cerdik."
"Bibi Kwan terlalu memuji," kata Ouwyang Toan merendah, kini tanpa ragu lagi menyebut bibi
karena ayahnya mengatakan bahwa ayahnya mengenal baik wanita yang dianggap setingkat
dan segolongan dengan ayahnya itu. "Akan tetapi, siapakah nona yang masih tak sadar itu,
bibi?"
"Aih, aku sampai lupa! Ia adalah muridku dan tadi kami tertipu oleh tiga orang pemburu yang
mencampurkan racun pembius dalam anggur yang mereka suguhkan.” Bi Moli menghampiri
muridnya yang masih rebah terlentang dalam keadaan pingsan, diikuti oleh Ouwyang Toan
yang diam-diam memandang kagum kepada wanita muda yang cantik itu.
"Bibi, aku mempunyai obat penawar segala macam racun. Kalau boleh, biarkan aku yang
menyadarkannya,” kata Ouwyang Toan. Bi Moli memandang wajah pemuda itu dan
mengangguk sambil tersenyum! Sebagai seorang wanita berpengalaman, ia tahu bahwa
pemuda putera datuk dari Lembah Bukit Siluman ini tertarik kepada muridnya. Mengapa tidak,
pikirnya! Kalau muridnya dapat menjadi mantu Ouwyang Sek, berarti ia mempunyai sekutu
yang amat kuat.
Setelah mendapatkan persetujuan Bi Moli Ouwyang Toan dengan girang lalu berlutut di dekat
tubuh yang terlentang itu. Jantungnya berdebar keras karena dengan berlutut di dekat tubuh itu,
dia dapat melihat dengan jelas bentuk tubuh yang ramping padat itu, wajah yang cantik manis.
Dia bukan seorang yang ber watak mata keranjang, akan tetapi Ling Ay memang memiliki
kecantikan yang mampu menarik hati pria yang pendiam sekalipun!
Ouwyang Toan mengambil dua butir pel merah dari sebuah bungkusan, lalu menghancurkan
dua butir pel itu ke dalam secawan arak. Setelah itu, dia menotok jalan darah di kedua pundak
dan tengkuk Ling Ay. Gadis itu belum siuman, akan tetapi sudah mengeluh dan dapat bergerak
tanpa membuka mata karena masih dipengaruhi racun pembius. Karena ia sudah mampu
bergerak, Ouwyang Toan merangkulnya dengan lengan kiri, membantunya bangkit duduk, lalu
memaksanya minum obat penawar racun dari cawan. Biarpun tidak mudah, namun setelah
dunia-kangouw.blogspot.com
Ouwyang Toan meniup ke hidung Ling Ay, wanita ini gelagapan dan terpaksa dapat menelan
semua isi cawan. Ouwyang Toan merebahkannya kembali dan dengan jari-jari tangan penuh
gairah, dia memijit-mijit pundak dan tengkuk Ling Ay, merasa betapa lembut kulit itu, betapa
hangat dan berisi.
Tak lama kemudian, Ling Ay mengeluh dan membuka mata. Begitu melihat ada seorang lakilaki
berlutut di dekatnya dan laki-laki itu meraba-raba dan memijit-mijit tengkuk dan pundaknya,
ia mengeluarkan seruan nyaring dan sambil meloncat berdiri, ia mengirim pukulan ke arah
muka laki-laki itu, “Wuuuuttt ... plakkk!” Ouwyang Toan menangkis tamparan yang amat kuat itu
dan diapun melompat berdiri.
Ling Ay sudah siap untuk melanjutkan serangannya, akan tetapi gurunya segera melangkah
maju dan menangkap lengannya.
"Tenanglah, Ling Ay dan jangan salah mengerti. Pemuda ini tidak berniat buruk, bahkan dia
yang telah mengobatimu dan menyadarkanmu dari pengaruh racun pembius.” kata Bi Moli
kepada muridnya. Mendengar ini, Ling Ay terkejut dan mundur dua langkah, memandang
kepada pemuda itu dan kedua pipinya berubah kemerahan.
"Ahhh ... maafkan aku ... " katanya gagap dan malu telah menyerang orang tanpa bertanya dulu
sehingga hampir ia memukul penolongnya!
"Tidak mengapa, nona. "kata Ouwang Toan.
"Ling Ay, dia adalah Ouwyang Toan, putera dari Bu-eng kiam Ouwyang Sek. Kalau dia tidak
datang, tentu akupun tadi akan terancam bahaya dari tangan orang-orang berpakaian hitam itu.
Ouwyang Toan, kenalkan, muridku ini bernama Cia Ling Ay.”
Ling Ay yang menyadari kesalahannya tadi, segera memberi hormat dan berkata dengan suara
lembut dan ramah, "Terima kasih atas bantuan Ouwyang Tai-hiap."
Ouwyang Toan tersenyum. "Ahhh, harap nona jangan menyebutku taihiap (pendekar besar)!"
Bi Moli tertawa. "Engkau sendiri menyebut Ling Ay nona. Ketahuilah, ia bukan nona, melainkan
nyonya muda, ia sudah janda tanpa anak ... "
"Subo ... " kata Ling Ay dan mukanya berubah kemerahan. Ia menganggap memalukan untuk
memperkenalkan dirinya sebagai seorang janda muda tanpa anak.
"Aihh, Ling Ay. Ouwyang Toan ini adalah putera Bu-eng-kiam Ouwyang Sek yang kuanggap
sebagai segolongan dan sahabat sendiri, maka diapun dapat kita anggap orang serdiri. Engkau
tidak perlu sungkan dan sebut saja dia toako, dan engkau menyebut siauw-moi kepada Ling Ay,
Ouwyang Toan.”
Kedua orang muda itu kembali saling pandang dan dengan sikap malu-malu karena mata
pemuda itu menjelajahi seluruh tubuhnya, Ling Ay berkata, "Ouwyang toako!"
"Cia-moi, di antara kita memang tidak perlu sungkan seperti apa yang dikatakan bibi Kwan."
"Kulihat Bibi Kwan dan Adik Ling Ay berpakaian seperti perwira kerajaan. Benarkah dugaanku
ini?"
"Tidak salah, Ouwyang Toan. Aku bekerja di istana sebagai guru silat yang melatih para
perwira dan para puteri, sedangkan Ling Ay bekerja sebagai perwira pasukan pengawal
permaisuri."
"Ah, kiranya bibi dan adik telah menjadi orang-orang penting di istana! Sungguh mengagumkan
sekali!"
"Tidak perlu memuji, Ouwyang Toan. Kami hanya perwira-perwira kecil. Akan tetapi engkau
sendiri, hendak ke manakah dan bagaimana dengan keadaan ayahmu di Lembah Bukit
Siluman?"
"Terima kasih, bibi. Ayah baik-baik saja. Dan aku sendiri sedang mencari ... adikku yang pergi
dari rumah.”
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siapakah adikmu itu? Dan, kalau tidak salah, Bu-eng kiam mempunyai seorang anak
perempuan. itukah yang kaumaksudkan? Siapalagi namanya, aku sudah lupa."
"Benar, bibi. Namanya Hui Hong ... eh, ada apakah, adik Ling Ay? Kenalkah engkau dengan
adikku, atau apakah engkau melihat ia di kota raja !”
Ling Ay menggeleng kepala. "Aku ... rasanya aku pernah melihatnya dan mendengar namanya,
yaitu kurang lebih empat tahun yang lalu ... "
"Sebelum engkau menjadi muridku?" tanya gurunya.
Ling Ay sudah dapat menenangkan hatinya. ia ingat bahwa gadis bernama Hui Hong itu adalah
gadis yang membuat hatinya merasa tidak enak dan cemburu karena gadis itu datang bersama
Bun Houw dan mereka nampak demikian akrab, ia merasa tidak perlu bicara tentang itu dan
iapun berkata tenang, "Akan tetapi, sejak empat tahun yang lalu, aku tidak pernah lagi
melihatnya."
"Mari ikut bersama kami, Ouwyang Toan. Kami akan membantu mencari keterangan. Kalau
memang benar adikmu berada di kota raja, kami tentu akan dapat menemukannya. Kami harus
cepat kembali ke kota raja untuk melaporkan tentang adanya gerombolan berpakaian hitam
yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi itu. Mereka harus cepat dibasmi dan kami akan minta
kepada panglima pasukan keamanan untuk menggerebek mereka di hutan ini."
Ouwyang Toan merasa girang, bukan saja karena akan mendapat bantuan menemukan Hui
Hong, melainkan juga karena dia akan berdekatan dengan Ling Ay yang cantik manis, dan juga
Bi Moli yang biarpun usianya sudah setengah abad, masih nampak jelita itu. Mereka lalu
berangkat ke Nan-king. Bi Moli berboncengan satu kuda dengan muridnya dan kuda yang
seekor lagi diberikan kepada Ouwyang Toan ...!”
Karena yang membawanya Bi Moli dan Ling Ay, tentu saja Ouwyang Toan tidak dilarang
memasuki istana dan dia mendapatkan sebuah kamar dalam sebuah gedung di samping agak
terpisah dari gedung induk, yaitu gedung yeng memang disediakan bagi para tamu istana. Bi
Mo-li sendiri segera menghubungi panglima pasukan keamanan yang mengirim pasukan untuk
menggerebek gerombolan berpakaian hitam yang tadi mengeroyok Bi Moli. Akan tetapi,
pasukan itu tidak menemukan apa-apa. Pasukan itu tidak menemukan seorang pun anggauta
gerombolan walaupun di tengah hutan didapatkan pondok-pondok darurat dan ada tanda-tanda
bahwa baru saja banyak orang meninggalkan tempat itu.
Memenuhi janjinya, Bi Moli juga menyebar penyelidik untuk mencari seorang gadis bernama
Ouwyang Hui Hong, namun sampai beberapa hari lamanya, pencarian mereka itu tidak berhasil
menemukan gadis yang dicari. Sementara itu, Ouwyang Toan tinggal sebagai tamu terhormat di
lingkungan istana, dan walaupun tempat itu dijaga para pengawal dan dia tidak dapat
berkeliaran di dalam istana, namun di sekeliling gedung tamu itu terdapat taman yang luas dan
indah sehingga membuat pemuda ini merasa betah tinggal di situ. Apalagi di waktu malam,
seringkili Bi Moli dan Ling Ay datang berkunjung dan hubungan mereka telah akrab.
Karena sikap Ouwyang Toan memang baik terhadap dirinya, dan ia tahu bahwa pemuda itu
seorang yang berkepandaian tinggi, maka ketika gurunya menyindirkan bahwa pemuda itu
akan menjadi jodohnya yang baik, Ling Ay tersipu dan menundukkan mukanya yang berubah
kemerahan.
"Ling Ay, pemuda itu seorang yang baik dan akan sukarlah mencari seorang calon suami yang
melebihi dia. Dia lihai, tampan, gagah, putera seorang tokoh besar ... "
"Subo! Subo tahu bahwa aku seorang janda, dan aku ... aku hanya mencinta seorang ... “
"Bodoh! Jangan engkau meniru sikap hidupku yang membuat aku merana sampai setua ini!
Apa artinya mencinta seorang pria mati-matian, padahal pria itu sendiri tidak mencintamu?
Engkau akan menderita! Aku sudah bersikap bodoh ketika muda. Sebetulnya tidak seharusnya
aku bersikap seperti itu, mengharapkan seorang pria menjadi jodohku sampai aku harus
mengorbankan diri, bersetia sampai puluhan tahun, pada hal pria itu tidak mau menjadi
jodohku! Seharusnya kita menempuh dua jalan, pertama, kita harus menggunakan segala daya
upaya untuk mendapatkan pria yang kita cinta itu, baik secara halus maupun kasar. Kalau itu
gagal, kita mencari pria lain dan melupakan yang pertama! Nah, untuk apa engkau
dunia-kangouw.blogspot.com
mengharapkan kekasih pertamamu itu. padahal dia tidak mencintamu lagi, bahkan engkau
pernah menikah dengan orang lain? Sekarang ada Ouwyang Toan, dan kurasa dia tidak kalah
dibandingkan dengan pria manapun."
"Subo, dia serdiri belum tentu mau denganku. Aku hanya seorang janda, dan dia putera
seorang datuk dan ... “
"Aku yakin dia pasti mau memperisteri dirimu."
"Bagaimana mungkin subo tahu?"
Bi Moli tersenyum. "Aku dapat melihat bahwa dia tertarik padamu, Ling Ay, baik dari pandang
matanya dan sikapnya kalau bicara denganmu."
"Aih, subo hanya menduga-duga saja."
Demikianlah, sejak percakapan itu, Ling Ay semakin memperhatikan Ouwyang Toan bahkan
kalau kini berhadapan dengan pemuda itu, ia merasa betapa jantungnya berdebar tegang dan
ia merasa sungkan dan tersipu. Pada suatu sore, beberapa hari setelah Ouwyang Toan tinggal
di lingkungan istana sebagai tamu, Ling Ay mencari gurunya. Ketika mendengar dari pelayan
gurunya bahwa Bi Moli sejak tadi pergi, Ling Ay menduga bahwa tentu subonya pergi
mengunjungi Ouwyang Toan, seperti yang dilakukannya setiap hari setiap kali ada kesempatan.
Iapun pergi menyusul. Pada waktu itu, gedung tempat penginapan tamu itu kebetulan kosong
dan hanya ada sedikit saja tamu yang menginap di situ. Kamar Ouwyang Toan berada di
bagian belakang dan Ling Ay langsung saja menuju ke kamar pemuda itu. Para penjaga di
depan gedung itu tentu saja mengenal Ling Ay, dan mereka memberi hormat ketika perwira
pengawal wanita itu masuk.
Tentu saja Ling Ay tidak berani mengetuk kamar pemuda itu. Hal itu tidak sopan. Bahkan belum
pernah ia datang berkunjung sendirian saja, selalu bersama subonya. Kinipun ia bukan
bermaksud datang berkunjung, melainkan menyusul dan mencari subonya. Maka, iapun
menghampiri kamar itu dengan langkah ringan dan tidak menimbulkan suara sedikitpun. Tiba
tiba, ketika ia berada di luar jendela, ia menghentikan langkahnya. Ada suara percakapan
berbisik-bisik keluar dari jendela itu dan ia mengenal suara subonya! Subonya berada di dalam
kamar seorang diri saja bersama pemuda itu, dan mereka bicara berbisik-bisik, diselingi tawa
lirih gurunya, tawa aneh karena terdengar genit! Iapun menahan napas dan mengerahkan
seluruh kekuatan pendengarannya, menangkap percakapan bisik-bisik itu.
"Bibi, kita telah berjanji, kuharap kelak engkau tidak akan melanggar janjimu kepadaku,"
terdengar suara Ouwyang Toan berbisik.
"Ihh, anak bandel! Kaukira Bi Moli tukang bohong? Akan tetapi kau juga harus selalu ingat.
Biarpun Ling Ay telah menjadi milikmu, engkau harus tidak pernah menyia-nyiakan diriku. Kalau
kelak engkau melupakan aku, maka aku pasti akan membunuh engkau dan Ling Ay!"
Tentu saja Ling Ay yang mendengarkan dari luar, seketika menjadi pucat wajahnya dan
matanya terbelalak. Ingin ia meloncat dan pergi, akan tetapi kedua kakinya seperti lumpuh dan
ia ingin mendengarkan lagi, ingin tahu apa yang sebenarnya mereka rencanakan, "Aku
melupakanmu? Ah, engkau begini cantik, begini pandai menyenangkan hatiku, sampai matipun
aku tidak akan melupakanmu, bibi yang manis. Akan tetapi kalau engkau melanggar janji, tidak
mengusahakan agar ia menjadi milikku, aku akan meninggalkanmu dan mengadu kepada ayah
dan kami akan memusuhimu."
"Jangan khawatir, laki-laki ganteng. Aku tidak begitu pelit untuk membagi dirimu dengan
muridku sendiri."
"Akan tetapi, ia kelihatan begitu pendiam dan angkuh. Rasanya aku tidak akan sanggup untuk
berhasil merayu dan memikatnya, bibi. Aku tidak pandai merayu."
"Apa sih sukarnya? Aku dapat mempergunakan kekuatan sihirku untuk menundukkannya."
"Dan aku mempunyai obat pembius dan racun perangsang untuk membantu kalau-kalau
kekuatan sihirmu kurang berhasil." Lalu terdengar kedua orang itu cekikikan menahan tawa.
Ling Ay bergidik. Ingin ia menjerit dan memaki, wajahnya sebentar merah sebentar pucat dan ia
lalu memaksa diri untuk berlari meninggalkan tempat itu, menuju ke kamarnya, mengambil
dunia-kangouw.blogspot.com
pakaian dan sore hari itu juga meninggalkan istana. Ketika ia berlari, karena ia marah sekali. ia
kurang hati-hati dan kakinya menimbulkan suara yang tentu saja mengejutkan dua orang yang,
sedang berbuat mesum di dalam kamar itu.
Ling Ay mendengar suaranya dipanggil, akan tetapi ia tidak perduli dan setelah berhasil
membawa buntalan pakaian, iapun keluar dari dalam istana, terus menuju ke pintu gerbang
kota raja untuk melarikan diri. Ia tidak akan sanggup melawan gurunya dan Ouwyang Toan,
dan kalau ia tidak melarikan diri. tentu ia akan menjadi korban niat yang hina dan kotor dari
kedua orang itu. Lebih baik ia mati dari pada menyerah kepada mereka!
Setelah keluar dari pintu gerbang bagian barat kota raja, Ling Ay terus melarikan diri
secepatnya menuju ke barat, ke arah sungai Yang-ce-kiang karena ia bermaksud melarikan diri
dengan menyewa perahu agar tidak mudah dapat dikejar dan ditangkap gurunya yang pasti
akan melakukan pengejaran.
Matahari telah condong ke barat ketika akhirnya ia tiba di tepi sungai Yang-ce. Tempat itu sunyi
sekali, tidak nampak ada tukang perahu, bahkan tidak ada perahu di sungai yang dekat, semua
yang nampak adalah perahu-perahu nelayan yang jauh dari tepi itu. Akan tetapi tiba-tiba
meluncur sebuah perahu yang ditumpangi seorang laki-laki yang muka dan kepalanya tertutup
sebuah caping lebar. Perahu itu berhenti di sebuah belokan yang teduh dan laki-laki itu
melempar kailnya.
Pada saat itu terdengar suara gurunya memanggilnya! Gurunya belum nampak, akan tetapi
suaranya sudah sampai di situ, tanda bahwa gurunya berteriak dengan kekuatan khi kang.
Wajah Ling Ay menjadi pucat. Kalau sampai ia terlihat gurunya, tidak akan ada harapan lagi!
"Paman tukang perahu ...!" teriaknya ke arah tukang perahu yang bercaping lebar dan sedang
memancing ikan itu. "Tolonglah aku, tukang perahu! Tolong seberangkan aku ke sana ... cepat,
tolonglah aku ...!!"
Akan tetapi, tukang perahu yang sedang memancing ikan itu agaknya tidak mendengarnya,
atau memang tidak perduli atau mungkin juga dia bukan tukang perahu yang suka
menyeberangkan orang melainkan seorang yang mempunyai kesenangan mengail.
"Tukang perahu ...!" Ling Ay berteriak lagi, akan tetapi terlambat. Tukang perahu itu tidak
bergerak, dan tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan subonya Bi Moli Kwan Hwe Li dan
Ouwyang Toan telah berdiri di depannya! Pemuda itu tersenyum mengejek, dan Bi Moli
memandang dengan mata mencorong marah.
"Ling Ay, apa yang kaulakukan ini? Engkau minggat, pergi meninggalkan istana tanpa pamit?
Apa yang kau kehendaki?" tanya Bi Moli dengan nada suara marah ... .
Ling Ay terkenang apa yang didengarnya dalam kamar tadi, maka ia bergidik. "Subo biarkan
aku pergi, aku tidak akan mengganggu kalian, akan tetapi harap kalian juga jangan
menggangguku." kata Ling Ay, suaranya gemetar.
"Ling Ay, gilakah engkau? Kenapa engkau hendak meninggalkan aku? Hayo kembali
bersamaku!"
"Tidak, subo, aku tidak mau kembali. Harap subo jangan memaksaku untuk menjadi permainan
Ouwyang Toan!"
"Kau ... ?”
"Subo, aku sudah mendengar semua. Kalian hendak memaksaku, Ouwyang Toan hendak
menggunakan racun pembius dan perangsang, subo sendiri hendak mempengaruhi aku
dengan sihir. Tidak, lebih baik aku mati dari pada menuruti kemauan kalian yang kotor dan
hina!" Kini Ling Ay marah, teringat betapa subonya, orang yang selama ini dihormati dan
disayangnya, ternyata telah berubah menjadi iblis betina yang akan menjerumuskan murid
sendiri, ia merasa heran mengapa subonya yang berdarah bangsawan dan biasanya angkuh
itu, bahkan yang selama ini setia mempertahankan cintanya kepada Tiauw Sun Ong, telah
berubah seperti itu!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ling Ay, engkau berani mengintai dan mendengar percakapan kami? Sungguh engkau murid
durhaka!" bentak Bi Moli, marah sekali karena merasa malu membayangkan betapa muridnya
telah mengetahui semua rahasianya dengan Ouwyang Toan.
Melihat kemarahan Bi Moli, Ouwyanng Toan berkata, "Bibi, kiranya tidak perlu ribut-ribut di sini.
Kita tangkap saja dan membawanya kembali ke istana. Biar kutangkap ia untukmu, bibi."
Setelah berkata demikian, Ouwyang Toan sudah menerjang ke depan, kedua lengannya
dikembangkan, bagaikan seekor biruang yang hendak menangkap kelinci.
Dengan marah Ling Ay mengelak dengan loncatan ke samping dan menggerakkan kakinya
menendang ke arah pusar pemuda itu. Tendangan itu cukup berbahaya, maka terpaksa
Ouwyang Toan menghindarkan diri dari tendangan itu dengan elakan ke belakang. Bi Moli
marah melihat muridnya melawan, maka iapun menerjang dari samping dan tangannya
menyambar. Ling Ay berusaha mengelak, akan tetapi pundaknya terkena sentuhan jari tangan
gurunya dan iapun terpelanting! Akan tetapi, kiranya gurunya hanya hendak menakut-nakutinya
saja dan tidak melukainya maka iapun bangkit lagi, mukanya pucat saking marahnya.
"Singg ...!!" Ling Ay mencabut pedangnya dan menghadapi kedua orang itu. "Subo, sudah
kukatakan bahwa aku lebih baik mati dari pada harus kembali ke sana. Dan terpaksa aku akan
melawan mati-matian mempertahankan kehormatanku!" Ia mengangkat pedangnya, melintang
di depan dada!
"Tahan pedangnya, biar aku merobohkan dan menangkapnya!" kata Bi Moli kepada Ouwyang
Toan.
"Bibi, jangan bunuh Ling Ay ... " kata Ouwyang Toan. "Aku terlalu sayang padanya!"
"Aku tidak akan membunuhnya, melukai pun tidak asal engkau dapat menahan pedangnya dan
memberi kesempatan kepadaku untuk merobohkannya."
Ouwyang Toan mencabut pedangnya dan, diapun menyerang dengan putaran pedangnya
cepat sekali. Terpaksa Ling Ay menggerakkan pedang pula untuk membela diri. Ia berusaha
untuk lebih banyak mengelak sambil memutar pedang karena maklum bahwa sedikit saja ada
lowongan karena ia harus menghadapi pedang Ouwyang Toan, maka gurunya akan dengan
mudah merobohkannya dengan totokan.
"Trangg ...!” Kembali ia menangkis ketika pedang Ouwyang Toan membacok dari atas, akan
tetapi alangkah kagetnya ketika pedangnya melekat pada pedang pemuda itu, tidak dapat
dilepaskan kembali. Tentu saja ia dalam keadaan terbuka dan gurunya tentu akan mudah
merobohkannya.
Bi Moli mergeluarkan suara tawa mengejek dan sudah bergerak ke depan, akan tetapi tiba-tiba
nampak bayangan dan sebuah caping menyambar sambil berputar seperti gasing, menyambar
ke arah Bi Moli. Tentu saja iblis betina yang cantik ini terkejut bukan main dan ia sudah
mengurungkan totokannya kepada muridnya, melainkan membalik dan menghantam ke arah
caping yang menyambarnya dari samping itu.
"Prakkk !" Caping itu hancur berkeping-keping, akan tetapi Bi Moli merasa betapa tangannya
perih, tanda bahwa caping itu dilontarkan dengan tenaga sin-kang yang kuat. Kini di depannya
telah berdiri seorang pemuda. Usia pemuda itu sekitar dua puluh lima tahun, tubuhnya sedang
saja, wajahnya tampan namun sederhana, tidak pesolek, bahkan pakaiannya juga bersahaja.
Demikian pula sikapnya, nampak ramah namun wajar bahkan agak acuh. Ling Ay terkejut dan
juga wajahnya berubah kemerahan. Kiranya ini adalah tukang perahu yang tidak menanggapi
seruannya tadi, dan setelah tidak bercaping lagi, ia melihat wajah yang amat dikenalnya, wajah
yang selama bertahun-tahun ini tidak pernah meninggalkan lubuk hatinya. Kwa Bun Houw!
Memang pemuda itu adalah Kwa Bun Houw, pemuda yatim piatu yang menjadi murid Tiauw
Sun Ong. Pemuda yang berbakat baik ini sudah mewarisi ilmu-ilmu dari Tiauw Sun Ong. akan
tetapi kini tingkat ilmu kepandaiannya bahkan melebihi gurunya karena secara kebetulan dia
telah makan Akar Bunga Gurun Pasir, obat mujijat yang pernah diperebutkan semua tokoh
dunia persilatan. Obat mujijat itu yang membuat tubuhnya menjadi kuat sekali. Baru pengaruh
daya obat luar biasa itu saja sudah mendatangkan kemajuan hebat dalam diri Bun Houw,
apalagi secara kebetulan pula dia berhasil mempelajari dan menguasai ilmu langka yang
dunia-kangouw.blogspot.com
disebut Im-yang Bu-tek Cin-keng. maka dia memperoleh kemajuan pesat sekali dalam ilmu
silat. Kini Bun Houw sedang dalam perjalanan yang membawa dua macam tugas yang
diberikan gurunya kepadanya. Pertama, dia mencari Tiauw Hui Hong, puteri gurunya yang
tadinya menjadi anak yang diakui sebagai anak sendiri oleh Bu-eng-kiam Ouwyang Sek. Dia
tidak tahu ke mana Hui Hong pergi, maka dapat dibayangkan betapa sukarnya mencari
seorang gadis tanpa diketahui ke mana perginya. Adapun tugas kedua dari gurunya adalah
agar dia mengamati dan meneliti bagaimana perkembangan keadaan setelah kerajaan Luisung
jatuh dan kaisarnya diganti kaisar Siauw Bian Ong dari kerajaan Chi.
Dia sedang menuju ke Nan-king dengan perahu dan pada sore hari itu, secara kebetulan saja
dia melihat Ling Ay terancam oleh Bi Moli Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan.
Tentu saja dia segera mengenal Ling Ay ketika wanita itu tadi memanggilnya sebagai tukang
perahu. Dia mengenal suara Ling Ay, dan ketika dia mengerling dan mengintai dari bawah
capingnya, dia mengenal benar wajah wanita yang pernah menjadi kekasih dan tunangannya
itu. Akan tetapi dia pura-pura tidak perduli. Pertama, dia tidak ingin Ling Ay tahu bahwa dialah
tukang perahu itu, dan ke dua, dia merasa heran dan ingin melihat apa yang terjadi sehingga
Ling Ay berada di tepi sungai itu dengan sikap yang ketakutan. Ketika dia melihat Ouwyang
Toan, dia terkejut, apalagi melihat sikap Ouwyang Toan dan wanita cantik itu terhadap Ling Ay
dan mendengar percakapan mereka. Dari percakapan itu dia tahu bahwa wanita cantik itu guru
Ling Ay yang kini mendadak saja menjadi seorang wanita yang memiliki ilmu kepandaian silat.
Bagaimana mungkin seorang guru hendak memaksa muridnya menjadi permainan Ouwyang
Toan seperti dikatakan Ling Ay tadi? Bun Houw sudah siap siaga, akan tetapi dia masih ingin
melihat perkembangannya dan mempertimbangkan apakah dia perlu melindungi dan
membantu Ling Ay.
Baru setelah dia melihat Ling Ay terancam dan nyaris dirobohkan, dia melempar capingnya
untuk menggagalkan serangan Bi Moli dan dia sendiri meloncat ke darat dan kini dia sudah
berhadapan dengan Bi Moli.
"Kakak Bun Houw ... !” Ling Ay tak dapat menahan mulutnya menyebut nama bekas
tunangannya itu.
"Adik Ling Ay, tenanglah, biar aku menghadapi mereka." kata Bun Houw.
"Kwa Bun Houw, engkau berani mencampuri urusan kami!" bentak Ouwyang Toan marah
sekali. Andaikan dia seorang diri harus menghadapi Bun Houw, tentu dia merasa gentar karena
dia tahu bahwa dia tidak akan mampu menandingi pemuda itu. Akan tetapi di situ terdapat Bi
Moli Kwan Hwe Li yang lihai, maka tentu saja dia menjadi berani.
"Hemm, Ouwyang Toan, agaknya di mana-mana engkau hendak menyebar benih busuk
dengan perbuatanmu!" Berkata demikian, Bun Houw melangkah maju dan otomatis Ling Ay
cepat mundur dan berdiri di belakang bekas tunangan itu.
"Bibi, ini adalah Kwa Bun Houw, murid bekas pangeran Tiauw Sun Ong!"
"Ahhh ...!" Bi Moli tertegun. Tak disangkanya dia bertemu dengan seorang pemuda yang
pernah disebut-sebut muridnya sebagai bekas kekasih dan tunangan muridnya, juga yang
menjadi murid Tiauw Sun Ong, bekas kekasihnya.
“Bibi, dia musuh besarku sejak dahulu, bahkan dia mengajak gurunya untuk memusuhi ayahku.
Bantulah aku untuk membunuhnya, bibi. Baru kita dapat menangkap Ling Ay." kata pula
Ouwyang Toan.
Mendengar bahwa pemuda itu murid bekas kekasihnya, hati Bi Moli merasa kurang enak.
"Orang muda, sebaiknya engkau tidak mencampuri urusan kami. Ini merupakan urusan, guru
dan murid. Ling Ay adalah muridku dan engkau sebagai orang luar tidak berhak
mencampurinya. Ling Ay, hayo engkau ikut enganku!"
"Tidak, subo. Sampai mati aku tidak akan suka ikut subo kembali ke istana!" kata Ling Ay
berkeras, "Subo telah bersekongkol dengan Ouwyang Toan untuk mempermainkan aku. Aku
tidak sudi!”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Locianpwe, saya tidak suka mencampuri urusan pribadi orang lain. Akan tetapi, sudah menjadi
tugas saya untuk mencampuri urusan yang menyangkut kejahatan yang menindas siapa saja,
sudah menjadi tugas saya untuk membela yang benar dan menentang yang salah. Adik Cia
Ling Ay ini sudah jelas menyatakan bahwa ia tidak mau ikut lo-cianpwe karena hendak dipaksa
menjadi permainan Ouwyang Toan. Kalau lo-cianpwe dan Ouwyang Toan hendak
memaksanya, sudah tentu saya akan membelanya!” kata Bun Houw dengan tegas.
Bi Moli tersenyum mengejek, “Engkau hanya murid Tiauw Sun Ong, berani bersikap begini
kepadaku? Berani engkau menentangku? Menentang aku sama saja dengan menentang
gurumu sendiri!”
“Maaf, lo-cianpwe. Menurut pelajaran yang saya terima dari suhu, yang ditentang bukanlah
orangnya, melainkan perbuatannya yang keliru. Bahkan guru sendiri atau orang tua sendiripun
kalau melakukan perbuatan yang jahat, pernuatan itu harus ditentang, pelakunya harus
disadarkan dari kesesatannya.”
“Bocah sombong! Engkau hendak mengatakan bahwa perbuatanku sesat?" bentak Bi Moli
marah.
"Kalau lo-cian-pwe hendak memaksa Ling Ay untuk dipermainkan Ouwyang Toan di luar
kehendaknya, sudah jelas perbuatan itu sesat dan harus ditentang."
"Jahanam! Engkau tidak tahu siapa aku! Lihat baik-baik Kwa Bun Houw, aku adalah seorang
yang harus kau muliakan dan kau sembah. Berlututlah engkau!" Suaranya terdengar menggetar
penuh wibawa dan mata itu mencorong seperti menembus di dahi Bun Houw antara kedua
alisnya.
Seketika Bun Houw merasa tubuhnya menggetar hebat dan ada tenaga yang amat kuat dalam
suara itu yang memaksanya untuk menjatuhkan diri berlutut. Akan tetapi, Bun Houw cepat
mengerahkan tenaga sin-kangnya yang kini menjadi amat kuat setelah dia makan obat Akar
Bunga Gurun Pasir, dan mengerahkan tenaga itu dari pusar ke atas sesuai dengan ilmu Imyang
Bu-tek Cin-keng yang dikuasainya. Hawa yang hangat menjalar di seluruh tubuhnya
sampai ke ubun-ubun dan dorongan tenaga aneh yang memaksanya untuk berlutut tadi, lenyap
bagaikan kabut ditimpa sinar matahari.
"Maaf kalau saya mengecewakan lo-cian-pwe, saya tidak akan pernah tunduk terhadap
kejahatan. Sebaliknya lo-cianpwe dan Ouwyang Toan segera meninggalkan adik Ling Ay dan
jangan mengganggunya lagi.”
Bi Moli Kwan Hwee Li menjadi semakin marah karena merasa penasaran dan malu bahwa
kekuatan sihirnya sama sekali tidak mempengaruhi pemuda iru. Ia mengeluarkan teriakan
melengking dan tubuhnya sudah ke depan dan ia mengirim pukulan dengan dorongan kedua
tangannya ke arah dada Bun Houw. Angin yang dahsyat menyambar ke arah Bun Houw yang
maklum akan datangnya serangan dahsyat itu maka diapun dengan jurus Im-yang Bu-tek Cinkeng
menekuk kedua lututnya, kedua tangan di rangkap depan dada seperti menyembah, lalu
kedua tangan itu didorongkan ke depan dengan telapak tangan di muka untuk menyambut
serangan lawan.
"Wuunuttt ... dessss ...!” Dua pasang telapak tangan itu belum saling sentuh, akan tetapi di
antara mereka seperti ada angin kuat yang saling bertumbukan dan membuat keduanya
terpental kebelakang. Akan tetapi kalau Bun Houw terpental hanya mundur dua langkah,
sebaliknya Bi Moli Kwan Hwe Li terhuyung dan hampir roboh telentang kalau saja Ouwyang
Toan tidak cepat menahannya dari belakang. Bi Moli merasa terkejut dan malu, membuatnya
marah dan ia menepaskan tangan Ouwyang Toan yang menyangga punggung dan pinggulnya.
“Kwa Bun Houw, kalau aku menandingimu, sama dengan aku menghina gurumu. Baik akan
kulaporkan kelakuanmu yang kurang ajar kepadaku ini kepada Tiauw Sun Ong!” Setelah
berkata demikian, Bi Moli memberi isarat kepada Ouwyang Toan untuk meninggalkan tempat
itu.
Ouwyang Toan tentu saja merasa terkejut dan heran. Dia memang tahu bahwa Bun Houw amat
lihai. Bahkan ayahnya pernah kalah oleh pemuda itu. Akan tetapi tadi di tidak melihat Bi Moli
sudah dikalahkan, hanya terhuyung ke belakang, kenapa wanita sakti yang menjadi datuk
dunia-kangouw.blogspot.com
persilatan ini nampak jerih untuk melanjutkan perlawanannya terhadap Kwa Bun Houw? Baru
dia tahu setelah mereka tiba diluar pintu gerbang kota raja dan melihat Bi Moli muntahkan
sedikit darah, bahwa datuk itu ternyata telah menderita luka dalam akibat adu tenaga sin-kang
jarak jauh tadi! Tentu saja dia terkejut, akan tetapi tidak berani bertanya-tanya.
Biarpun dalam hati ia marah dan membenci Ling Ay, akan tetapi pada lahirnya Bi Moli Kwan
Hwe Li terpaksa menghadap Permaisuri dan mohon maaf bahwa muridnya Cia Ling Ay pergi
meninggalkan istana tanpa pamit karena mendengar bahwa seorang pamannya meninggal
dunia dan pengawal itu malam-malam harus pergi meninggalkan kota raja dan tidak sempat
mohon diri dari Permaisuri. Karena yang mintakan maaf dan melaporkan adalah Bi Moli Kwan
Hwe Li, guru silat istana dan juga guru diri Ling Ay, maka Permaisuri menerima permintaan
maaf itu dan tidak terjadi keributan apapun di dalam istana. Bi Moli terpaksa menghadap
permaisuri demi dirinya sendiri karena kalau Kaisar dan keluarganya memarahi Ling Ay, ia
sebagai gurunya tentu akan terlibat juga.
Atas permintaan Ouwyang Toan, Bi Moli akhirnya berhasil memperkenalkan Ouwyang Toan
sebagai murid keponakannya dan setelah melalui ujian ilmu silat, Ouwyang Toan diterima
sebagai seorang perwira pengawal pasukan penjaga keamanan istana. Dengan kedudukan ini.
mereka berdua dapat bekerjasama dan dapat selalu berhubungan, dan Ouwyang Toan
mempergunakan kesempatan itu untuk menyebar anak buahnya untuk mencari Hui Hong!
***
Mereka berdua, Bun Houw dan Ling Ay duduk di perahu kecil yang dibiarkan hanyut terbawa
arus sungai oleh Bun Houw yang menggunakan dayung untuk mengemudikan perahu yang
meluncur perlahan-lahan sambil bercakap-cakap dengan Ling Ay.
"Houw-ko, kalau tidak ada engkau yang menolong, tentu sekarang aku sudah mati membunuh
diri karena tidak mungkin aku mampu menandingi mereka dan aku tidak sudi dipaksa menjadi
isteri Ouwyang Toan.” Ling Ay berkata dengan terharu sambil menatap wajah bekas
tunangannya.
Bun Houw menghela napas panjang, "Orang yang benar dan baik akan selalu dilindungi Tuhan,
Ay-moi. Betapa cepatnya waktu meluncur lewat. Rasanya baru kemarin dulu kita saling jumpa
dalam peristiwa di Nan-king itu dan sekarang, tahu-tahu engkau telah menjadi seorang ahli silat
tangguh, murid Bi Moli!”
“Aih, nasib telah mempermainkan diriku sedemikian rupa, Hou-ko, bahkan sampai saat ini
akupun masih selalu dirundung nasib yang malang.”
“Adik Ling Ay, aku sudah mendengarkan malapetaka yang menimpa ayah ibumu. Ketika aku
meninggalkan rumah kalian untuk mencari Hui Hong, aku tidak dapat menemukan jejaknya dan
ketika aku kembali ke Nan-king, aku mendengar betapa ayah ibumu telah terbunuh oleh utusan
pemberontak. Aku mendengar pula bahwa engkau diculik penjahat yang berjuluk Hek-coa,
akan tetapi engkau ditolong oleh Bi Moli, semua keterangan itu kudapatkan dari Souw
Ciangkun, panglima di Nan-king yang kemudian menangkapi para pemberontak."
Ling Ay menghela napas panjang, "Ya, siapa tahu akan nasib kita? Akupun sama sekali tidak
pernah menduga bahwa guruku yang selamanya begitu baik kepadaku, menolongku dari
penjahat yang menculikku, kernudian melihat aku telah kehilangan segalanya lalu mengajakku
merantau dan mengambil aku sebagai murid, mengajarku ilmu dengan sungguh-sungguh,
mendadak berubah sama sekali setelah ia bertemu dengah Ouwyang Toan." Ling Ay lalu
menceritakan semua pengalamannya, tentang percakapan antara Bi Moli dan Ouwyang Toan
yang melakukan hubungan gelap dan yang merencanakan untuk memaksanya menjadi isteri
Ouwyang Toan sehingan ia melarikan diri dan dikejar sampai ke tepi-sungai.
"Hemm, akupun heran mengapa Ouwyang Toan ingin memperisterimu setelah dia menjadi
kekasih Bi Moli. Padahal, Ouwyang Toan juga agaknya ingin memaksa Hui Hong yang tadinya
menjadi adik tirinya, juga adik seperguruan, untuk menjadi isterinya. Mereka memang jahat
sekali. Ouwyang Sek, ayahnya, dahulu menolong ibu Hui Hong dalam perjalanan pembuangan,
akan tetapi hanya untuk dipaksa untuk menjadi isterinya. Untuk menyelamatkan anak dalam
kandungannya, wanita itu terpaksa mau menjadi isteri Ouwyang Sek. Ahh, para datuk itu
agaknya terlalu mabok akan kekuatan sendiri sehingga mereka menjadi sewenang-wenang,
dunia-kangouw.blogspot.com
mengandalkan kepandaian untuk memaksakan kehendak mereka. Sekarang, setelah engkau
meninggalkan pekerjaanmu di istana, bahkan tidak berani kembali lagi ke kota raja, lalu engkau
akan pergi ke mana, Ay-moi?"
Ditanya demikian, tiba-tiba saja Ling Ay menangis. Ia sendiri merasa heran dengan tangisnya.
Sejak ia menjadi murid Bi Moli, ia tidak pernah menangis. Gurunya menganggap pantang untuk
menangis, karena tangis hanya kebiasaan orang-orang lemah. Akan tetapi kini, di depan Bun
Houw, ia merasa lemah sekali, lemah dan perasa sehingga begitu ditanya ke mana ia akan
pergi, ia tidak dapat menahan dirinya lagi dan tersedu-sedu.
Bun Houw tertegun. Dia sudah mengarahkan perahunya ke seberang. Tidak akan mudah
dikejar dan dicari orang, kalau-kalau Bi Moli mengerahkan pasukan mengejarnya, ia lalu
minggirkan perahunya dan menghentikan perahu itu di pinggir dengan mengikatkan tali perahu
ke sebatang pohon. Tempat itu sunyi. Mereka duduk di dalam perahu dan dia membiarkan Ling
Ay menumpahkan semua perasaan dukanya keluar melalui air matanya.
Setelah melihat wanita itu mereda tangisnya, dengan hati-hati Bun Houw bertanya, "Ling Ay,
kenapa engkau menangis? Apakah engkau tidak ingin kembali ke Nan-ping, ke kampung
halamanmu?"
Wanita itu sudah berhenti menangis dan mendengar pertanyaan itu, ia mengangkat muka dan
memandang wajah pemuda itu dengan kedua mata basah. "Houw-ko, apakah engkau juga
akan pulang ke Nan-ping?" dalam ucapannya terkandung harapan yang memancar pula dari
pandang matanya.
Bun Houw menggeleng kepala. "Aku masih harus melaksanakan tugas yang diberikan suhu
kepadaku. Akan tetapi kalau engkau ingin pulang ke Nan-ping, biar aku akan mengantarmu
sampai ke sana sebelum aku melanjutkan tugasku."
Kini sepasang mata itu seperti bergantung kepada mata Bun Houw, penuh harapan. "Kalau
begitu, biar aku menemanimu melaksanakan tugasmu, Houw-ko. Aku akan membantumu
sekuat tenagaku! Ijinkan aku ikut denganmu, Houw-ko!"
Bun Houw tersenyum dan menggeleng kepala. "Maaf, Ay-moi. Tugasku ini merupakan urusan
pribadi, tidak dapat dibantu oleh siapapun. Aku tidak dapat membawamu bersamaku, adik Ling
Ay."
Hening sejenak. Bun Houw sebetulnya merasa iba sekali kepada bekas tunanganya ini, akan
tetapi dia tahu bahwa memang tidak mungkin dia mengajak Ling Ay, maka dia memutar tubuh
membelakanginya agar tidak melihat wajah cantik yang nampak amat berduka itu.
"Bunga itu kekeringan dan hampir layu," terdengar Ling Ay berkata lirih, "ia merindukan
datangnya embun yang akan membawa sedikit kesejukan, yang akan dapat menghidupkannya
... Houw-ko, aku ... aku selalu mengharapkan uluran tangan dan hatimu, apakah ... apakah
engkau tidak kasihan kepadaku dan tidak teringat akan ... cinta kasih antara kita dahulu ...?" Ia
sudah memberanikan diri sekuat hatinya, mengenyahkan semua perasaan rikuh, sungkan dan
malu. Ia telah menjadi seorang wanita yang tidak tahu malu lagi, seperti membujuk agar
pemuda itu mau menerimanya kembali sebagai kekasihnya!
"Adik Ling Ay, engkau masih muda, cantik, pandai, dan bahkan kini memiliki ilmu silat yang
tinggi. Engkau memang berhak untuk membentuk rumah tangga kembali, menemukan seorang
suami yang baik, akan tetapi ... bukan aku, Ay-moi. Sebaiknya aku berterus terang kepadamu.
Aku telah dijodohkan oleh suhuku dengan puteri suhu sendiri yaitu adik Tiauw Hui Hong dan
kami berdua sudah saling mencinta."
Bun Houw mengeluarkan ucapan lirih itu tanpa memutar tubuhnya, dan ia mendengar keluhan
lirih dari wanita itu.
"Adik Ling Ay, maafkanlah aku, agaknya memang kita tidak berjodoh ... " Akan tetapi dia
mendengar gadis itu meloncat pergi. Dia menoleh dan benar saja Ling Ay sudah lari
meninggalkannya dengan cepat sekali dan masih tertinggal suara isakan yang dibawa pergi.
Dia merasa iba sekali, akan tetapi hanya memandang dan menahan dirinya agar tidak
memanggilnya. Memang beginilah yang terbaik, pikirnya. Harus dia akui bahwa perasaan
kasihnya terhadap Ling Ay tidak pernah lenyap, akan tetapi tidak mungkin dia menuruti
dunia-kangouw.blogspot.com
perasaan itu karena dia sudah terikat lahir batin dengan Hui Hong. Ikatan batin yang timbul
karena dia saling mencinta dengan gadis itu, dan ikatan lahirnya adalah karena dia sudah
menerima keputusan gurunya agar dia berjodoh dengan gadis itu.
***
Kui-siauw Giam-ong Suma Koan, datuk golongan sesat yang menjadi majikan dari Bukit
Bayangan Setan, dengan girang sekali menerima berita dari puteranya bahwa puteranya kini
telah berhasil menghambakan diri kepada bekas kaisar Cang Bu, bahkan di jodohkan dengan
adik perempuan kaisar atau bekas kaisar itu yang kini sedang menyusun kekuatan untuk
mendirikan kembali kerajaan Liu-sung yang telah dijatuhkan oleh kerajaan baru Chi. Dia segera
datang berkunjung ke perkampungan di lembah Yang-ce, tak jauh dari kota Kui-cu yang
menjadi markas bekas kaisar itu menyusun kekuatan. Suma Koan diterima dengan penuh
penghormatan dan mulai saat itu, Suma Koan dan puteranya, Suma Hok, bukan saja menjadi
pembantu-pembantu utama bekas kaisar itu, melainkan juga menjadi anggauta keluarga,
karena Suma Hok segera menikah dengan Liu Kiok Lan, bekas puteri yang menganggap
dirinya telah diperkosa oleh mendiang Pouw Cin! Tentu saja ia sama sekali tidak tahu bahwa
yang memperkosanya adalah laki-laki yang kini menjadi suaminya itu.
Suma Koan menyarankan kepada bekas kaisar Cang Bu yang kini menggunakan nama
samaran Siauw Tek, agar suka bersekongkol dengan kerajaan Wei di utara yang sejak lama
memusuhi kerajaan di selatan.
"Ah, bagaimana paman Suma Koan mengusulkan hal seperti itu? Sejak puluhan tahun sejak
kerajaan Liu-sung berdiri, kerajaan Wei selalu menjadi musuh utama kami! Kerajaan Wei yang
merupakan musuh besar, musuh bebuyutan sejak dahulu, bagaimana mungkin kini kita ajak
bekerja sama? Ini merupakan suatu pengkhianatan cita-cita para pendahuluku!" Siauw Tek
memrotes. Kalau mendiang Jenderal Pauw Cin masih hidup, tentu panglima tua itupun akan
memrotes keras.
Suma Koan tersenyum. Kakek yang kecil kurus ini lalu berkata dengan tenang, "Harap kongcu
pertimbangkan pendapatku ini," Dia menyebut kongcu sesuai dengan kehendak bekas kaisar
itu yang sedang menyamar, dan memang sudah menjadi watak datuk sesat ini untuk tidak
memperdulikan segala macam adat sopan santun maka diapun enak saja bersikap kasar
kepada bekas kaisar itu. "Kita haruslah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Di waktu kita
kuat, kita dapat mengandalkan kekuatan kita untuk menundukkan musuh. Akan tetapi kalau
keadaan tidak mengijinkan, kalau kita kalah kuat, kita harus dapat mempergunakan daya lain,
kita harus memakai kecerdikan untuk memperoleh kemenangan. Kongcu hendak melawan
sebuah kerajaan yang memiliki balatentara besar dan kuat, kalau kita menggunakan pasukan,
aku khawatir kita akan gagal. Karena itu, kita harus cerdik dan kalau kita dapat bersekutu
dengan kerajaan Wei di utara, besar kemungkinan usaha kongcu akan berhasil."
Bekas kaisar itu mengerutkan alisnya dan dia dapat melihat kebenaran ucapan itu. "Akan tetapi,
kerajaan Wei selama aku menjadi kaisar, adalah musuhku, bagaima mungkin mereka itu kini
mau bersekutu dengan kita?"
"Setiap kerajaan akan selalu mendasari gerakan mereka dengan perhitungan rugi untung.
Kalau sekarang bersekutu dengan kongcu untuk menentang kerajaan baru Chi dianggap
menguntungkan kerajaan Wei, kenapa mereka tidak akan mau? Kalau kita bersekutu dengan
Wei, maka kedua pihak akan mendapat untung. Kongcu harus cerdik."
"Hemm ... memang usulmu baik sekali. Akan tetapi, kalau kelak pasukan kerajaan Wei bersama
pasukanku berhasil menumbangkan kerajaan Chi, lalu mereka tidak mau kembali ke utara dan
hendak menguasai pula kerajaanku, bagaimana?"
"Harus diadakan dulu perjanjian yang menguntungkan mereka, kongcu. Selama ini, daerah
yang luas antara Sungai Huang-ho dan Sungai Yang-ce merupakan daerah tak bertuan yang
selalu menjadi perebutan dan medan pertempuran. Kalau kongcu menjanjikan bahwa kalau
persekutuan ini berhasil menumbangkan kerajaan Chi, dan kerajaan Liu-sung dapat dibangun
kembali, aku akan menyerahkan daerah itu kepada Wei, tentu mereka akan menerimanya
dengan girang sekali."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tapi, bagaimana kalau mereka menolak dan mencurigai kita? Bagaimana kita akan dapat
mengadakan kontak dengan mereka? Belum apa-apa mereka tentu akan mencurigai kita."
"Harap kongcu jangan khawatir." kata Si Suling Setan. "Aku mengenal tokoh-tokoh kerajaan
Wei dan kalau kongcu memberi surat dengan tanda cap kekuasaan kongcu, aku yang akan
menghubungi mereka."
Bekas kaisar itu girang sekali dan ternyata Suma Koan tidak membual. Setelah membawa surat
bekas kaisar itu, dia segera melakukan perjalanan ke utara, memasuki daerah tak bertuan yang
berbahaya itu.
Di daerah antara Huang-ho dan Yang-ce, dua batang sungai terbesar dan terpanjang di Cina,
terdapat kehidupan yang aneh. Daerah tak bertuan ini merupakan daerah yang selalu menjadi
perebutan antara kerajaan utara dan selatan, bahkan menjadi daerah pertempuran dan daerah
di mana para mata-mata ke dua pihak, para penjahat buruan, saling bersaing. Memang
terdapat dusun-dusun di daerah ini, akan tetapi di dusun-dusun inipun berlaku hukum rimba.
Tidak ada pejabat pemerintah manapun yang duduk sebagai pemimpin di dusun-dusun itu.
Yang ada hanyalah para jagoan yang hidup sebagai raja kecil! Karena kekuasaan yang didapat
ini merupakan kekuasaan dari kekuatan badan, maka sering kali terjadi perebutan kekuasaan,
bentrokan dan perkelahian. Kepala dusun silih berganti, yang kalah tunduk atau mati, yang
menang menjadi pemimpin baru. Namun, karena para jagoan yang menjadi pemimpin ini juga
membutuhkan adanya penduduk, mereka tidak membunuhi para penduduk dusun. Apa artinya
berkuasa di sebuah dusun yang tidak ada penduduknya? Karena itu, mereka yang berkuasa
bahkan melindungi penduduk agar dia dapat memperoleh dukungan.
Dusun Tai-bun adalah sebuah di antara dusun-dusun yang berada di dalam wilayah tak bertuan
itu. Tai-bun berada di sebelah selatan, lebih dekat di perbatasan wilayah kerajaan Chi, dan
dusun ini cukup ramai karena Tai-bun merupakan satu di antara dusun-dusun yang
penduduknya suka berkunjung ke wilayah Chi untuk berdagang. Akan tetapi pada suatu pagi,
serombongan orang yang jumlahnya dua puluh orang lebih memasuki dusun itu. Yang
menyolok pada dua puluh orang lebih ini adalah pakaian mereka yang kesemuanya serba
hitam! Dan yang lebih menggemparkan lagi adalah perbuatan mereka, karena begitu memasuki
dusun itu, mereka segera membunuh siapa saja yang mereka jumpai! Cara mereka membunuh
menunjukkan bahwa mereka terdiri dari orang-orang lihai. Sekali mereka menggerakkan
tangan, tentu seorang penduduk yang bertemu dengan mereka, roboh dan tewas seketika!
Gegerlah dusun yang penduduknya hanya sekitar dua ratus orang itu. Para jagoan yang
memimpin dusun itu segera mengerahkan tenaga dan puluhan orang lalu mengeroyok para
penyerbu pakaian hitam itu. Akan tetapi, mereka yang melakukan penyerbuan itu amat lihai dan
sebentar saja, orang-orang yang mempertahankan dusun mereka bergelimpangan, banyak
yang tewas, ada yang luka-luka dan tidak sampai dua jam kemudian, dusun itu telah kosong,
ditinggal lari mengungsi mereka yang belum menjadi korban! Dan sejak hari itu, dusun Tai-bun
telah dikuasai kelompok orang yang berpakaian serba hitam dan setelah mereka semua
datang, jumlah mereka ada kurang lebih seratus orang.
Gerombolan berpakaian hitam yang menguasai dusun Tai-bun ini bukan lain adalah orangorang
Thian-te Kui-pang, perkumpulan baru yang didirikan oleh Bu-tek Sam-kwi dan yang
bertugas menimbulkan kekacauan di kerajaan Chi yang baru. Mereka membutuhkan
perkampungan yang dapat menjadi pusat gerakan mereka ke selatan dan setelah memilihmilih,
dusun Tai-bun mereka rebut untuk di jadikan markas besar mereka. Dusun ini amat baik
untuk di jadikan perkampungan mereka karena merupakan dusun terdekat dengan daerah
musuh yang tidak berada dalam kekuasaan kerajaan Chi, melainkan wilayah daerah tak
bertuan.
Serbuan yang menewaskan hampir seratus orang penduduk Tai-bun, dan mengalahkan para
jagoan yang memimpin di situ, segera tersiar ke seluruh daerah tak bertuan itu dan semua
orang tahu bahwa di situ kini berkuasa gerombolan yang menamakan diri mereka perkumpulan
Thian-te Kui-pang. Ada beberapa orang pemimpin gerombolan lain yang mencoba untuk
merebut perkampungan itu namun satu demi satu mereka dikalahkan oleh Thian-te Kui-pang
sehingga akhirnya tak seorangpun berani mengganggu gerombolan berpakaian hitam itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Beberapa pekan kemudian, pada suatu siang, para anggauta Thian-te Kui-pang yang
melakukan penjagaan di pintu gerbang dusun Tai-bun, menghadang dan menghentikan
seorang laki-laki yang hendak memasuki dusun itu. Semenjak dusun itu dikuasai Thian-te Kuipang,
tak seorangpun bukan anggauta diperbolehkan memasukinya dan siang malam pintu
gerbang dusun dijaga ketat. Dusun itu berubah seperti sebuah benteng saja!
"BERHENTI! Harap melapor dulu siapa engkau dan ada keperluan apa hendak memasuki
dusun kami." kata kepala jaga dan sepuluh orang penjaga sudah mengepung pemuda itu
dengan sikap yang galak.
Pemuda itu berusia sekitar dua puluh lima tahun. tubuhnya sedang dan wajahnya tampan,
sikapnya lembut, pakaiannya indah dan mewah seperti seorang pemuda hartawan. Dia
bersikap tenang dan tersenyum melihat sikap galak sepuluh orang itu.
"Kalian laporkan kepada Bu-tek Sam-kui bahwa Tok-siauw-kwi (Setan Suling Beracun) Suma
Hok mewakili ayahnya, Kui-siauw Giam-ong (Raja Maut Suling Setan) Suma Koan, ingin
bertemu dengan mereka bertiga."
Mendengar ucapan pemuda itu, sepuluh orang anggauta Thian-te Kui-pang terkejut dan sikap
mereka segera berubah sama sekali.
"Harap kongcu suka menanti sebentar." kata kepala jaga dan para anak buahnya
mempersilakan pemuda itu duduk di dalam gardu penjagaan, sementara menanti kepala jaga
yang berlari masuk untuk membuat laporan.
Tak lama kemudian, muncullah tiga orang pimpinan Thian-te Kui-pang, yaitu tiga orang kakak
beradik seperguruan yang disebut Bu-tek Sam-kui (Tiga Setan Tanpa Tanding) dengan sikap
ramah. Tiga orang ini adalah Pek-thian-kui yang bertubuh gendut bulat, Huang-ho-kui yang
tinggi kurus, dan Toat-beng-kui yang paling muda, berusia empat puluhan tahun dan wajahnya
tampan.
"Kiranya Suma Kongcu yang datang, maafkan karena tidak tahu, kami terlambat menyambut."
Melihat sikap pimpinan mereka, para penjaga itupun berdiri tegak dengan sikap hormat. Suma
Hok tersenyum dan membalas penghormatan mereka.
"Ayahku mewakilkan kepadaku sebagai utusan Kaisar kami untuk membicarakan urusan kita."
"Silakan, kongcu, mari kita bicara di dalam." Bu-tek Sam-kui mempersilakan pemuda itu
memasuki dusun dan mereka segera mengadakan pembicaraan yang serius di dalam sebuah
ruangan tertutup. Sebelum Suma Hok, berkunjung ke dusun yang menjadi sarang Thian-te Kuipang,
sudah lebih dulu ayahnya, Suma Koan, menghubungi Bu-tek Sam-kui dan dengan
perantaraan Bu-tek Sam-kui, Suma Koan menyampaikan uluran tangan bekas Kaisar Cang Bu
untuk bekerja sama dengan kerajaan Wei di utara. Kaisar Cang Bu yang sudah terguling
tahtanya itu minta bintuan kerajaan Wei untuk menyerang ke selatan dan merebut kembali
tahta kerajaannya dari Kaiasar Siauw Bian Ong yang mendirikan kerajaan Chi, dengan janji
kalau berhasil akan menyerahkan daerah tak bertuan antara Huang-ho dan Yang-ce-kiang
kepada kerajaan Wei. Kaisar Thai Wu dari kerajian Wei menerima baik uluran tangan itu dan
akan memberi keputusan setelah itu diperbincangkan dahulu dengan para pembantunya. Dan
hari itu, Suma Hok ditugaskan ayahnya untuk mewakilinya minta berita keputusan Kaisir Thai
Wu, sekalian membicarakan rencana kerja bersama itu. "Paman bertiga tentu sudah maklum
apa maksud kunjunganku ini," kata Suma Hok setelah menerima hidangan selamat datang dari
Bu-tek Sam-kui. "Atas nama Sribaginda Kasar Cang Bu, ayah mengharapkan keputusan dari
kerajaan Wei, dan juga ingin mendengar rencana siasat yang akan kita atur bersama."
"Kami gembira sekali. Suma Kongcu," kata Pek-thian-kui. "Semula, kami membentuk Thian-te
Kui-pang untuk melaksanakan tugas mengacau kerajaan baru Chi di selatan. Ketika kaisar kami
menerima surat uluran tangan Kaisar Cang Bu, beliau merasa gembira dan menyatakan setuju.
Ini kami membawa surat dari kaisar kami untuk Kaisar Cang Bu mengenai persetujuan kerja
sama itu."
Dengan girang Suma Hok menerima surat itu dan menyimpan di balik jubahnya. "Terima kasih,
paman. Nah, sekarang kita bicarakan tenting usaha kerja sama itu. Kami telah mempersiapkan
sekitar lima ribu orang pasukan yang siap tempur. Kaisar Cang Bu mengharapkan agar
dunia-kangouw.blogspot.com
secepatnya kerajaan Wei mengirim pasukan untuk minta bantuan pasukan kami menggempur
Nan-ping."
Toat beng-kui, orang termuda dari Bu-tek Sam-kui, tersenyum dan dia yang menjawab, "Wah,
tidak semudah itu, kongcu! Apa artinya pasukan yang hanya lima ribu orang banyaknya? Kalau
menyerang kerajaan Chi begitu saja dengan kekuatan pasukan, maka akan terjadi perang
besar yang menimbulkan banyak kerugian di pihak kerajaan kami karena kami yang menjadi
penyerang dari tempat jauh, pada hal kekuatan antara kedua kerajaan berimbang. Belum tentu
kita akan menang."
Suma Hok mengerutkan alisnya. "Hemm, kalau begitu, apa artinya persekutuan ini? Apa yang
direncanakan oleh Kaisar Wei Tay Wu untuk membantu kami?"
"Kongcu, kaisar kami telah menyerahkan kerja sama dengan Kaisar Cang Bu kepada kami.
Kami yang akan mengatur semua rencana, dan kami hanya akan mengacaukan kerajaan baru
Chi dari dalam. Kalau perlu, kami dapat membunuh kaisar dan seluruh keluarganya sehingga
tidak ada pangeran yang tertinggal. Dengan keadaan yang kacau, kerajaan Chi akan menjadi
lemah dan mudah diserbu dan dikalahkan. Selain mencoba membunuh Kaisar Siauw Bian Ong
dan keluarga serta sekutunya, kitapun harus dapat menguasai dunia kang-ouw sehingga kalau
saatnya yang baik tiba, kita dapat mengerahkan tenaga mereka untuk membantu kita.
Bagaimana pendapat Suma Kongcu?"
Suma Hok mengangguk-angguk. Ayahnya sendiri sudah berpendapat bahwa kekuatan yang
dihimpun bekas Kaisar Cang Bu masih terlalu lemah untuk dapat merebut kembali tahta
kerajaan, oleh karena itu ayahnya menganjurkan Kaisar Cang Bu untuk bekerja sama dengan
kerajian Wei di utara.
"Rencana itu baik sekali," katanya. "Dan tentang penguasaan dunia kang-ouw di daerah
selatan, harap jangan khawatir. Ayahku telah melakukan usaha itu dan sudah menghubungi
banyak tokoh kang-ouw. Bahkan kini Datuk wanita Kwan Im Sianli telah menjadi sahabat baik
ayahku."
"Bagaimana dengan datuk yang menjadi majikan Lembah Bukit Siluman?" tanya Huang-ho-kui,
orang ke dua Bu-tek Sam-kui.
Suma Hok mengerutkan alisnya. Dia telah mendengar berita tentang datuk yang tadinya akan
menjadi ayah mertuanya, ketika dia mengharapkan Hui Hong, puteri angkat datuk itu, menjadi
isterinya. Bahkan sampai sekarangpun dia masih merindukan gadis itu. Akan tetapi, berita yang
diterimanya sungguh amat tidak menyenangkan, yaitu bahwa kini Ouwyang Toan, putera datuk
itu, telah menjadi pengawal anggauta pasukan keamanan di istana Kaisar Siauw Bian Ong,
bersama Bi Moli yang telah menjadi pengawal permaisuri kaisar itu. Dengan sendirinya
Ouwyang Sek tentu akan berpihak kepada puteranya, berarti berpihak kepada kerajaan Chi
yang baru itu.
"Ah, sukar mengharapkan kerja sama dengan dia," katanya. "Puteranya, Ouwyang Toan, kini
telah menjadi pengawal kerajaan Chi, bersama Bi Moli Kwan Hwe Li. Dari kedua orang datuk
itu, Bi Moli (Iblis Betina Cantik) Kwan Hwe Li dan juga dari Bu-eng-kiam (Pedang Tanpa
Bayangan) Ouwyang Sek kita tidak dapat mengharapkan kerja sama, bahkan mereka akan
menjadi penghalang karena mereka berpihak kepada Kaisar Siauw Bian Ong."
Bu-tek Sam-kui tertawa dan Suma Hok memandang heran, juga penasaran. "Kenapa paman
bertiga malah tertawa?"
"Kenapa kongcu tidak dapat melihat kesempatan yang teramat baik ini? Kita harus dapat
memanfaatkan segala macam keadaan demi keuntungan kita! Kami juga sudah mendengar
tentang Bi Moli dan Ouwyang Toan bekerja di istana Kaisar Siauw Bian Ong. Dan itu justeru
bagus sekali! Kami mengenal dua orang datuk itu. Bi Moli dan Bu-eng-kiam, mereka bukanlah
orang yang suka dianggap pahlawan atau pendekar. Mereka akan bertindak demi keuntungan,
mereka bukan orang bodoh. Kalau kita menawarkan keuntungan yang lebih besar, kedudukan
yang lebih baik, mustahil mereka akan memilih menjadi pengawal kerajaan Chi saja. Ha-haha
ha!" Pek-thian-kui tertawa bergelak, perutnya yang gendut itu bergerak-gerak seperti hidup.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kembali Suma Hok mengangguk-angguk setuju. "Baiklah, aku akan melaporkan hasil
pertemuan kita ini kepada ayah dan Sribaginda Kaisar Cang Bu. Sebaiknya kita membagi
tugas. Paman bertiga yang menghubungi Paman Ouwyang Sek dan Bi Moli Kwan Hwe Li,
sedangkan kami akan menghubungi Kwan Im Sianli dan tokoh-tokoh lain di daerah barat. Kami
akan mengerahkan kepada para tokoh kang-ouw di daerah kerajaan selatan agar mengadakan
pemilihan seorang beng-cu (pemimpin rakyat) dunia kang-ouw. Kalau beng-cu itu dapat kita
kuasai, dan berpihak kepada kita, tentu mudah mengerahkan para tokoh kang-ouw membantu
kita kelak."
"Bagus Sekali!" Pek-thian-kui berkata girang, "Selain tugas itu, juga kami akan menyuruh
orang-orang kami untuk menundukkan perkumpulan-perkumpulan kang-ouw di wilayah Chi
bagian utara ini, sedangkan untuk menguasai begian selatan, kami serahkan kepadamu,
kongcu. Sebaiknya kalau mareka itu semua dapat dibujuk, kalau ada yang menentang,
sebaiknya ditundukkan dengan kekerasan. Paling lama dalam waktu setengah tahun, kita harus
sudah berhasil membasmi kaisar Siauw Bian Ong sekeluarganya dan termasuk semua
sekutunya, lalu mengepung Nan-king dan membasmi pasukan yang mempertahankan kerajaan
Chi."
Setelah berunding matang dan bermalam semalam di dusun Tai-bun, pada keesokan harinya
Suma Hok meninggalkan tempat itu untuk kembali ke daerah Kui-cu, di lembah sungai di mana
bekas kaisar Cang Bu bersama adiknya tinggal.
Sebuah persekutuan telah diatur, persekutuan yang merupakan ancaman bahaya bagi kerajaan
Chi, karena persekutuan itu amat kuat. Di satu pihak bekas kaisar Cang Bu yang dibantu adik
iparnya, Suma Hok dan datuk sesat Suma Koan, telah menghimpun pasukan yang berjumlah
lima ribu orang. Di lain pihak ada kerajaan Wei di utara yang mau bekerja sama dan telah
menyerahkan kerja sama itu kepada Bu-tek Sam-kui yang membentuk pasukan Thian-te Kuipang
yang terdiri diri orang-orang berkepandaian tinggi. Kalau rencana mereka berhasil dan
mereka dapat membujuk Bi Moli dan Ouwyang Toan bekerja sama, maka keselamatan Kaisar
Siauw Bian Ong sekeluarganya memang terancam bahaya maut, karena dua orang tokoh
kang-ouw ini sekarang telih menduduki jabatan pengawal dalam istana! “
Dua orang laki-laki itu bercakap-cakap dalam ruangan rumah ketua Thian-beng-pang. Tuan
rumah, ketua Thian beng-pang bernama Ciu Tek itu berusia kurang lebih lima puluh tahun,
bertubuh tinggi besar dan pakaiannya sederhana dan ringkas seperti pakaian seorang pesilat,
Wajahnya terhias brewok yang membuat dia nampak gagah. Adapun tamunya, seorang pria
berusia sebaya dengan tuan rumah, bertubuh kurus dan pakaiannya penuh tambalan. Akan
tetapi dia bukanlah seorang pengemis tua biasa, karena dia adalah ketua Hek-tung Kai-pang
(Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam) yang terkenal di wilayah Nan-king sebelah selatan
sungai Yang-ce. Namanya Kam Cu dan sebutannya adalah Hek-tung Lo-kai (Pengemis Tua
Tongkat Hitam). Kumis dan jenggotnya sudah beruban dan biarpun tubuhnya kurus dan tubuh
itu nampak lemah, namun dari sinar matanya yang mencorong orang dapat menduga bahwa
dia bukanlah orang biasa.
"Menyebalkan sekali mereka itu! Suma Koan dan anaknya memaksa kita untuk menaluk
kepada mereka! Huh, siapa tidak tahu bahwa sejak dahulu Kui-siauw Giam-ong terkenal
sebagai seorang datuk sesat? Sekarang, setelah kerajaan Liu-sung jatuh dan Kaisar Cang
melarikan diri, dia berpura-pura muncul sebagai seorang ksatria yang hendak mendukung
Kaisar Cang Bu."
"Kami juga menolak mentah-mentah bujukan mereka, bahkan kami juga mereka ancam. Akan
tetapi kami tidak takut," kata ketua Thian-beng-pang. "Kita semua melihat betapa bijaksananya
Kaisar Siauw Bian Ong. Bahkan beliau tidak menumpas orang-orang bekas pejabat Liu-sung
dan menerima siapa saja yang akan membantu pemerintah kerajaan Chi untuk menenteramkan
dan memakmurkan kehidupan rakyat. Bagaimana mungkin pemerintahan yang demikian
bijaksana hendak kita tentang? Dan mengembalikan Kaisar Cang Bu yang masih muda dan
hanya mengejar kesenangan itu ke atas tahta? Tidak, kami tidak mau dan sudah pasti Suma
Koan mempunyai rencana busuk bagi keuntungan dirinya sendiri dengan memperalat bekas
kaisar muda itu."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Inilah akibatnya kalau kaisar Siauw Bian Ong bersikap terlalu baik hati. Di samping segi
baiknya mendapat bantuan orang-orang pandai, juga ada segi buruknya, yaitu kelemahan
karena kebaikan beliau itu membuka pintu bagi orang-orang sesat untuk ikut menyelinap
masuk. Apakah pang-cu tidak mendengar berita bahwa orang-orang yang tadinya terkenal di
kang-ouw sebagai golongan sesat. kini ikut pula bekerja di dalam istana?"
Ciu Tek pang-cu dari Thian-beng-pang terkejut dan memandang kepada pencemis tua. "Lokai,
siapa yang engkau maksudkan?"
"Bi Moli Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan putera Bu-eng-kiam Ouwyang Sek."
"Ahh!" Ciu Tek membelalakkan matanya. "Kalau Bi Moli Kwan Hwe Li, bagaimanapun juga ia
dahulu adalah seorang puteri bangsawan, bahkan kini ayahnya masih tinggal di kota raja. dan
adiknya, Kwan Hwe Un menjadi hakim di Bi-ciu, tidak mengherankan kalau ia datang ke kota
raja dan bekerja di istana kaisar. Akan terapi Ouwyang Toan putera Bu-eng-kiam, majikan
Lembah Bukit Siluman? Hemmm, ini berbahaya sekali!"
"Harap pang-cu tenangkan diri. Kurasa biar seorang seperti Bu-eng-kiam sekalipun tidak akan
begitu gila untuk membuat kekacauan di istana. Kaisar memiliki banyak pengawal dan jagoan
istana yang cukup tangguh. Sekarang, bagaimana kita harus menghadapi ancaman dari Kuisiauw
Giam-ong? Tiga hari lagi dia akan datang untuk minta keputusan kita. Kalau kita
menolak, tentu dia akan menyerang."
"Takut apa, Lo-kai? Kalau dia memaksa kita melawan untuk mempertahankan nama dan
kehormatan." kata ketua Thian-beng-pang itu.
"Akan tetapi kalau dia menantangmu perkelahian satu lawan satu? Kui-siauw Giam-ong lihai
sekali, dan siapa tahu dia juga membawa orang-orang yang lihai. Kabarnya sudah banyak
tokoh kang-ouw yang takluk padanya dan mau bekerja sama."
"Tidak usah khawatir, kita menjadi satu dan melawan! Sebaiknya pada hari yang ditentukan,
engkau dan anak buahmu berkumpul di sini dan kita bersatu padu menghadapinya, Lo-kai."
"Baik, pangcu. Kita bersatu menghadapi datuk sesat itu!" kata Hek-tung Lo-kai.
Pada hari yang ditentukan, pagi-pagi sekali Hek-tung Lo kai Kam Cu bersama sekitar dua ratus
orang anggauta Hek-tung Kai-pang telah berkumpul di rumah perkumpulan Thian-beng p.In!
yang juga sudah mengumpulkan anak buahnya sebanyak dua ratus orang lebih. Thian bengpangcu
Ciu Tek menyambut sahabatnya itu dan dia juga sudah siap dengan anak buahnya
untuk menghadapi serangan Suma Koan.
Suasana di pusat perkumpulan Thian-ben-;-pang itu nampak hening dan tegang biarpun di situ
berkumpul ratusan orang anak buah kedua perkumpulan. Baik Hek-tung Lo-kai Kam Cu
maupun Thian-beng-pangcu Ciu Tek tidak mau minta bantuan pasukan keamanan, pemerintah
karena urusan ini merupakan urusan mempertahankan kehormatan sehingga mereka akan
merendahkan diri kalau sampai minta bantuan pasukan pemerintah. Setelah matahari naik
tinggi, semua anak buah kedua perkumpulan telah berbaris di depan pusat perkumpulan Thianber
g-pang yang berdiri di tereng sebuah bukit. Dari tereng itu. kini nampak serombongan orang
tidak begitu besar jumlahnya, hanya sekitar tiga puluh orang, berjalan mendaki bukit. Yang
berjalan di depan adalah Suma Koan lalu nampak Suma Hok puteranya, dan seorang yang
bertubuh gendut bulat. Yang ke tiga itu adalah Pak-thian-kui, orang pertama dari Bu-tek Samkui
yang ikut memperkuat rombongan Suma Koan karena mereka sudah mendengar bahwa
perkumpulan Thian-beng-pang dan Hek-tung Kai-pang agaknya hendak membangkang
terhadap perintah mereka.
Hek-tung Lo-kai Kam Cu dengan tongkat hitamya di tangan, berdiri di depan anak buahnya,
didampingan Thian-beng-pangcu Ciu Tek yang juga berdiri di depan anak buahnya, dengan
golok besar siap di pinggang.
Suma Koan tersenyum mengejek setelah dia berhadapan dengan kedua orang ketua itu.
"Selamat pagi, Hek-tung Kai-pangcu dan Thian-beng-pangcu. Kami melihat bahwa kalian
berdua telah siap menyambut kami. Langsung saja kami ingin mengetahui jawaban kalian
terhadap keinginan kami yang telah kami sampaikan tiga hari yang lalu."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kami tetap menolak kerja sama dengan pihakmu!" kata Tian-beng-pangcu dengan suara
tegas.
"Kami juga menolak kerja sama itu. Kami ingin bebas menentukan langkah sendiri!" kata pula
Hek-tung Lo-kai.
"Ha-ha-ha, sudah kami sangka demikian. Kam Cu dan Ciu Tek, kalian sudah berani menolak
uluran tangan kami untuk menjadi sahabat, berarti kalian menganggap kami musuh. Kalau
begitu, permusuhan ini kita selesaikan secara laki-laki sejati. Kami menantang kalian untuk
bertanding satu lawan satu. Beranikah kalian menyambut tantangan kami, ataukah kalian
begitu pengecut untuk mengerahkan anak buah kalian melawan kami?"
Terdengar suara bergelak dan Pek-thian-kui yang gendut bulat sudah maju mendampingi Suma
Koan. "Ha-ha-ha, aku sudah mendengar nama besar Hek-tung Lo-kai dan ingin sekali
mengenal tongkat hitamnya!"
Beberapa orang murid Thian-beng-pang dan Hek-tung-kaipang maju untuk membela ketua
mereka, akan tetapi kedua orang ketua itu memberi isyarat agar mereka mundur.
"Musuh datang dan menantang secara laki-laki. Biar dengan taruhan nyawapun, kami adalah
laki-laki sejati untuk menyambut tantangan itu dalam pertandingan satu lawan satu," kata
mereka.
"Ha-ha-ha, bagus! Majulah kalian berdua dan bersiaplah untuk mati!” Kata Suma Koan sambil
mencabut sebatang suling dari ikat pinggangnya.
“Tahan ...!!!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu
di situ, di sebelah kanan kedua orang ketua itu, telah berdiri seorang pemuda, yang usianya
sekitar dua puluh lima tahun. Melihat pemuda itu, Suma Koan dan Suma Hok terkejut, bahkan
wajah Suma Hok berubah agak pucat.
"Kau...! Kwa Bun Houw, apakah engkau tidak tahu malu mencampuri urusan kami? Kami hanya
berurusan dengan Thian-beng-pang dan Kek-tung Kai-pang, dan engkau tidak ada sangkut
pautnya dengan mereka atau kami! Heii, Kam-pangcu dan Ciu-pangcu, apakah kalian sudah
begitu pengecut untuk mengundang jagoan dari luar perkumpulan kalian untuk melindungi
kalian?"
Disudutkan seperti itu, tentu saja kedua orang ketua itu merasa kehormatan mereka
tersinggung. "Kui-siauw Giam-ong, jangan sembarangan menuduh!" bentak Thian-bengcu Ciu
Tek, "Kami sama sekali tidak mengenal pemuda ini dan tidak mengundangnya untuk membantu
kami!"
Sementara itu, Hek-tung Lo-kai sudah menghadapi Bun Houw dan dia memberi hormat. "Orang
muda yang gagah, harap engkau tidak mencampuri urusan kami. Kami ditantang oleh mereka,
kami harus menghadapi secara jantan!"
Bun Houw melangkah maju. "Ji-wi pang-cu, harap dengarkan sebentar, dan semua saudara
anggauta Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang, harap ikut dengarkan apa yang kukatakan.
Ketahuilah bahwa kedua pang-cu ini telah terjebak oleh kecurangan dan kelicikan Kui-siauw
Giam-ong dan sekutunya! Karena persekutuan itu tidak berhasil membujuk kedua orang pangcu
untuk bekerja sama, maka kini mereka datang dan menantang, dengan perhitungan bahwa
mereka pasti menang. Kalau kedua pang-cu melawan dengan alasan menjaga kehormatan
karena ditantang, maka berarti mereka terkena jebakan. Mereka tentu akan tewas seperti
banyak dialami oleh para pimpinan perkumpulan yang bernasib sama. Karena itu, tidak
semestinya kalau tantangan itu dilayani, bahkan sebaiknya kalau seluruh anggauta kedua
perkumpulan bergerak mengusir pengacau brengsek ini dari tempat ini, dan aku akan
membantu kalian menghadapi Kui-siauw Giam-ong dan sekutunya!"
Mendengar seruan ini, para anak buah Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang yang memang
sejak tadi sudah marah kepada para penyerbu, bersorak penuh semangat.
Pek-thian-kui, orang pertama di Bu-tek Sam-kui yang belum mengenal Bun Houw, memandang
rendah pemuda itu. "Bocah pengacau ini biar kusingkirkan lebih dulu!" bentaknya dan tubuhnya
yang bulat itu seperti sebuah bola besar menggelinding ke arah Bun Houw dan ternyata dia
dunia-kangouw.blogspot.com
telah mengirim pukulan jarak jauh dengan kedua tangan didorongkan ke arah pemuda itu dan
angin dahsyat menyambar ke arah Bun Houw.
Pemuda ini sudah siap siaga. Dia tahu bahwa kakek gendut itu lihai sekali, maka diapun sudah
mengerahkan tenaga Im-yang Bu-tek Cin-keng, mendorong pula dengan kedua tangan terbuka
untuk menyambut serangan yang sepenuhnya mengandalkan hawa sin-kang (tenaga sakti) itu.
"Wuuuuttt ... desas ...!!” Dua tenaga sakti yang dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh yang
gendut bundar itu terlempar ke belakang dan bergulingan! Akan tetapi, orang pertama dari Butek
Sam-kui ini memang kebal dan kuat. Dia tidak terluka, hanya terkejut dan sudah meloncat
berdiri. Mukanya menjadi merah sekali saking marahnya. Dia, orang pertama dari Tiga Setan
Tanpa Tanding, sekali mengadu tenaga, dalam segebrakan saja sudah terguling-guling oleh
seorang pemuda tak ternama!
"Singg ...!!" Diapun sudah mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar hitam. "Bocah
keparat, pedangku akan minum darahmu!"
Akan tetapi Bun Houw tersenyum. "Bukankah engkau ini Pek-thian-kui, orang pertama dari Butek
Sam-kui. Aku mendengar bahwa kok-su (guru negara) dari kerajaan Wei yang berjuluk
Thian-te Seng-jin amat lihai dan bahwa di antara para muridnya terdapat Bu-tek Sam-kui.
Sebaiknya kalau engkau kembali saja ke utara, tidak membuat kekacauan di daerah selatan
sini!"
"Bocah sombong, majulah. Mari kita bertanding sampai seribu jurus!" Si gendut yang merasa
malu karena kekalahannya tadi, menantang untuk mengangkat kembali namanya yang tentu
akan jatuh karena di depan banyak orang dia dikalahkan dalam segebrakan! "Baik, aku
menyambut tantanganmu. Pek-thian-kui!" Dan begitu tangan kanan Bun Houw bergerak,
nampak kilat menyambar dan semua orang menjadi silau oleh sinar pedang Lui-kong-kiam!
Pek-thian-kui terbelalak, akan tetapi dia sudah menerjang dengan pedangnya yang bersinar
hitam. Bun Houw mengerahkan tenaga lagi dan menggerakkan Lui-kong-kiam, menangkis dan
sengaja mengadu tenaga lewat pedang.
"Trakkk ...!" terdengar suara nyaring dan si gendut kembali meloncat ke belakang dengan muka
pucat memandang pedang hitamnya yang sudah buntung, patah ketika bertemu dengan
pedang di tangan Bun Houw. Kini dia tidak ragu lagi.
"Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) ...!!" serunya gentar. Dahulu, pedang itu pernah menjadi rebutan
para tokoh persilatan, akan tetapi akhirnya terjatuh ke tangan Tiauw Sun Ong pendekar buta
yang amat lihai.
Bun Houw tersenyum dan menyimpan kembali pedangnya. "Apakah engkau masih ingin
melanjutkan perkelahian, Pek-thian-kui? Atau engkau yang akan maju, Kui-siauw Giam-ong
Suma Koan? Dan bagaimana dengan engkau, Suma Hok?” Bun Houw sengaja menantang
untuk membikin panas hati ayah dan anak itu.
Sementara itu, kedua orang pangcu hanya menonton dengan hati penuh kagum dan diam-diam
bersukur bahwa ada bintang penolong datang. Kalau tidak, mungkin mereka berdua akan
tewas di tangan masuh.
Suma Hok memandang dengan muka merah, akan tetapi tidak berani menyambut tantangan
itu, sedangkan Suma Koan yang melihat betapa mudahnya orang pertama Bu-tek Sam-kui
dikalahkan Bun Houw, juga menjadi ragu. Dia sendiri gentar terhadap Tiauw Sun Ong, akan
tetapi tadinya masih memandang remeh murid Tiauw Sun Ong ini. Setelah tadi dia melihat
betapa Bun Houw dengan mudah mengalahkan Pek-thian-kui, dia maklum bahwa dia tidak
akan mampu menandingi Si Pedang Kilat.
"Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang telah mengundang murid hekas pangeran Tiauw Sun
Ong, mulai sekarang, kalian adalah musuh-musuh kami. Lain kali kami akan datang membikin
perhitungan!" satelah berkala demikian, Suma Koan memberi isarat dan bersama Suma Hok
dan Pek-thian-kui yang merasa tidak akan mampu menang, dia meninggalkan tempat itu, diikuti
semua anak buah mereka yang juga sudah merasa gentar melihat demikian banyaknya anak
buah kedua perkumpulan itu yang agaknya sudah dipanaskan hatinya oleh ucapan Bun Houw
tadi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sebetulnya, tiga puluh orang anak buah penyerbu itu adalah orang-orang Thian-te Kui-pang,
dan mereka terdiri dari orang-orang yang lihai dan mereka tidak akan gentar melawan anak
buah Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang. Akan tetapi menyaksikan kelihaian Si Pedang
Kilat, mereka menjadi gentar juga. Pemimpin mereka saja, yang juga merupakan guru mereka,
dalam segebrakan dikalahkan pemuda itu, apa lagi mereka!
"Kejar mereka! Banuh!" Terdengar teriakan-teriakan anak buah kedua perkumpulan, akan tetapi
Bun Houw mengangkat tangan. "Jangan! Biarkan mereka pergi!"
Juga ketua dari dua perkumpulan itu mencegah anak buah mereka untuk melakukan
pengejaran. Kara Cu dan Ciu Tek maklum bahwa tanpa bantuan Kwa Bun Houw, mereka
berdua bersama anak buah mereka tidak akan mampu mengalahkan rombongan penyerbu itu.
Keduanya lalu menghadapi Bun Houw dan mengangkat kedua tangan memberi hormat.
'Terima kasih atas bantuan tai-hiap." kata Hek-tung Lo-kai.
"Kalau tidak tai-hiap yang muncul, pasti kami berdua telah tewas dan entah bagaimana jadinya
dengan perkumpulan kami." kata pula Thian-beng-pang Ciu Tek.
"Sudahlah, ji-wi pang-cu (ketua berdua) telah kena dijebak oleh Suma Koan. Dia memang licik
sekali. Kalau ji-wi tidak menghadapi tantangan mereka, akan tetapi mengerahkan semua anak
buah ji-wi, kiranya tidak, akan mudah bagi mereka untuk menggertak. Juga, kalau ji-wi
menghubungi pasukan keamanan, tentu akan mendapatkan bantuan karena pasukan
keamanan pemerintah kini amat memperhatikan keamanan daerahnya."
"Tai-hiap, mari kita bicara di dalam. Kami merasa kagum kepada tai-hiap yang masih begini
muda telah memiliki kepandaian tinggi. Pantas sekali julukan Si Pedang Kilat bagi tai-hiap."
kata pula tuan rumah, ketua Thian-beng-pang.
"Benar, silakan tai-hiap. Kami juga ingin sekali mendengar tentang keadaan sekarang ini dan
apa pula yang mendorong tindakan mereka tadi," kata Hek-tung Lo-kai.
Bun Houw merasa tidak enak untuk menolak dan diapun mengikuti mereka berdua memasuki
pusat perkumpulan Thian-beng-pang itu. Diam-diam dia tersenyum dalam hatinya. Kedua orang
ketua ini tadi mendengar seruan Pek-thian-kui nama pedangnya yaitu Lui-kong-kiam (Pedang
Kilat) dan menganggap bahwa itu adalah nama julukannya. Akan tetapi dia diam saja dan tidak
menyangkal. Apa salahnya kalau dia dikenal sebagai Si Pedang Kilat?
Setelah mereka memasuki rumah Thian-beng-pangcu Ciu Tek, mereka lalu bercakap-cakap
sambil menikmati hidangan yang dikeluarkan tuan rumah untuk menyambut pemuda itu.
"Dapatkah Kwa-taihiap menerangkan mengapa seorang datuk seperti Suma Koan, tiba-tiba
saja menaklukkan banyak perkumpulan, bahkan memaksa mereka takluk kalau tidak mau
dibujuk? Apa yang tersembunyi di balik tindakannya itu?" tanya Ciu Tek.
"Tadinya aku menganggap bahwa dia hanya ingin mengangkat diri menjadi beng-cu di dunia
persilatan, akan tetapi setelah tadi aku melihat dia muncul bersama Pek-thian-kui, aku merasa
curiga sekali. Ketahuilah, ji-wi pangcu. sekarang Suma Koan dan puteranya, Suma Hok,
membantu bekas kaisar Cang Bu yang bersiap-siap untuk merampas kembali tahta kerajaan."
"Ahhh ...!!" kedua orang pang-cu itu berseru kaget. Bun Houw menghela napas panjang.
"Sebetulnya, orang-orang seperti kita ini yang hanya berkewajiban mempertahankan kebenaran
dan keadilan, membela rakyat kecil yang tertindas, tidak perlu mencampurkan diri ke dalam
perebutan kekuasaan itu. Adalah hak bekas kaisar Cang Bu untuk mencoba merampas kembali
tahta kerajaan. Akan tetapi kalau dia melakukan hal itu, berarti terjadi lagi perang dan kembali
rakyat yang akan menderita sebagai akibat perang. Apalagi mengingat betapa dahulu, ketika
kaisar Cang Bu masih berkuasa, dia terlalu lemah sehingga hampir semua pejabat
menyelewengkan kekuasaan masing-masing dengan tindakan korupsi dan kesewenangwenangan,
dan sekarang kita melihat sendiri betapa baiknya kaisar yang baru memegang
pemerintahan, tegas, adil dan juga memperhatikan nasib rakyat jelata. Aku sendiri tidak ingin
terlibat dalam perebutan kekuasaan itu, akan tetapi sekarang aku melihat gejala yang amat
tidak haik. Munculnya Suma Koan bersama Pek-Thian-kui sungguh mencurigakan. Pek-thiankui
adalah orang pertama dari Bu-tek Sam-kui, yang merupakan tokoh-tokoh dan jagoan dari
istana kerajaan Wei di utara, sedangkan Suma Koan jelas membantu bekas kaisar Cang Bu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Besar kemungkinannya, bekas kaisar Cang Bu agaknya kini bersekutu dengan kerajaan Wei di
utara, dan mereka bermaksud menguasai dunia kang-ouw untuk persiapan perang mereka
terhadap kerajaan Chi yang baru.”
“Ah, kalau begitu berbahaya sekali, taihiap!" kata Ciu Tek ketua Thian-beng-pai. "Lalu, apa
yang harus kami lakukan untuk mencegah terjadinya hal itu?"
"Tidak ada jalan lain, kita harus menentang mereka menguasai dunia persilatan. Sebaiknya
kalau ji-wi mengusahakan agar dapat berhubungan dengan para ketua perkumpulan persilatan
lain yang tidak mau mereka peralat dan kita bersama mendirikan kubu yang kuat. Kalau perlu,
kita mengadakan pemilihan beng-cu tandingan."
"Bagus sekali itu !” kata Hek-tung Kai-pang. "Aku akan menghubungi seluruh kai-pang di negeri
ini agar mendukung Si Pedang Kilat untuk menjadi bengcu!”
"Benar, kamipun mendukung Kwa-taihiap menjadi bengcu!" kata pula Ciu Tek.
Bun Houw mengangkat tangan ke atas. "Harap ji-wi tidak salah duga. Aku sama sekali tidak
ingin menjadi beng-cu. Aku hanya ingin menentang dan menjaga agar kedudukan beng-cu
tidak dipegang orang yang dapat diperalat persekutuan antara bekas kaisar Cang Bu dan
kerajaan Wei. Kalau kerajaan Wei dari utara hendak menyerang selatan, bagaimanapun juga
kita harus menentangnya!"
"Kami akan mengerjakan usul taihiap. Akan tetapi, bagaimana caranya kalau kami hendak
menghubungi taihiap? Kalau muncul suatu persoalan dan kami ingin minta petunjuk tai-hiap,
bagaimana kami dapat menghubungimu?"
"Aku yang akan datang ke sini, pang-cu. Aku akan berada di sekitar Nan-king dan kalau, ada
keperluan mendadak, mungkin aku bertemu dengan anak buah Hek-tung Kai-pang dan melalui
mereka pang-cu dapat menghubungiku."
Selagi mereka bercakap-cakap, seorang anggauta Thian-beng-pang mengetuk pintu ruangan
itu. Ketika dia disuruh masuk, dia memberi hormat, "Maafkan gangguan saya, pang-cu. Akan
tetapi di luar datang seorang tamu yang katanya mempunyai keperluan penting untuk Hek-tung
Kai-pangcu."
"Hemm, siapakah dia dan dari mana?" tanya ketua perkumpulan pengemis itu.
"Mengatakan datang dari kota raja, diutus oleh Thai-kam (Sida-sida) Koan." jawab anggauta
Thian-beng-pang itu.
Mendengar ini, ketua Hek-tung Kai-pang nampak bergairah. "Ah. kalau begitu, minta dia masuk
sekarang juga!" Setelah orang itu pergi, dia memberitahu kepada Ciu Tek dan Bun Houw,
"Thai-kam Koan adalah sahabatku yang bekerja di istana kaisar. Dari dialah aku dapat
mengetahui semua keadaan dalam istana, dan kini dia mengutus seseorang datang kepadaku,
tentu ada berita penting dari istana."
Mendengar itu, sahabatnya, ketua Thian-beng-pang, mengangguk-angguk, Bun Houw juga
kagum. Kiranya Kam Cu, biarpun hanya pemimpin para pengemis, mempunyai hubungan yang
luas sampai dapat mengetahui keadaan dalam istana kaisar Siauw Bian Ong. Tak lama
kemudian, masuklah seorang laki-laki tua yang pakaiannya seperti seorang buruh kecil,
sederhana dan bahkan butut. Dia memberi hormat kepada tiga orang itu.
"Harap memaafkan kalau saya mengganggu sam-wi. Saya perlu bertemu dengan Hek-tung Lokai
... "
"A-sin, ada kepentingan apakah sampai engkau menyusulku ke sini?" tanya Hek-tung Lo-kai
yang sudah mengenal orang itu.
"Maaf, pang-cu. Tadi aku pergi ke markas Hek-tung-kaipang, di sana kosong dan aku,
mendengar bahwa pangcu berada di sini, maka aku langsung menyusul ke sini karena Koanthaikam
memesan agar suratnya dapat secepat mungkin kuserahkan kepada pang-cu.” Dia
mengeluarkan segulung surat dari dalam saku bajunya dan menyerahkannya kepada ketua
Hek-tung Kai-pang itu. Ketua itu menerimanya dan membuka gulungan, lalu membacanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Alisnya berkerut dan matanya terbelalak lalu tanpa banyak cakap dia menyerahkan surat itu
kepada Ciu Tek.
Ketua Thian-beng-pang inipun membacanya dan wajahnya berubah pucat.
"Tai-hiap, silakan baca surat ini. Penting sekali!" katanya dan Kam Cu mengangguk menyetujui.
Bun Houw yang tadinya tidak memperhatikan karena mengira bahwa surat itu merupakan
urusan pribadi, menyambut dan membaca surat itu. Dalam surat itu, secara ringkas dikabarkan
bahwa Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan telah mengundang Bu-eng-kiam Ouwyang Sek ke
istana dan bahkan diterima oleh Kaisar Siauw Bian Ong. Akan tetapi bukan itu yang terpenting,
melainkan bahwa mereka bertiga itu membentuk persekutuan dengan orang-orang dari
kerajaan Wei. mengadakan persekongkolan untuk membunuh Kaisar Siauw Bian Ong
sekeluarga berikut para pembantu yang setia kepada kaisar baru ini! Dan bahwa Koan-thaikam
mengharapkan bantuan sahabatnya, Hek-tung Lo-kai untuk membantu dan menyelamatkan
kaisar dari ancaman bahaya itu.
"Hemm, kiranya keluarga Ouwyang telah dapat pula menyelundup ke istana?" kata Bun Houw,
mengerutkan alisnya karena kalau ayah dan anak itu di sana, berarti memang ancaman bahaya
bagi keselamatan kaisar.
"Bukan mereka saja, akan tetapi juga Kwan Hwe Li bekerja di sana sebagai pengawal
permaisuri," kata Hek-tung Lo-kai. "Memang di istana terdapat banyak jagoan istana yang
tangguh, akan tetapi kalau mereka itu terlalu dekat dengan kaisar, tentu akan sulit untuk
menjamin keselamatan kaisar. Jalan satu-satunya adalah mengharapkan bantuanmu Kwataihiap!"
"Hemm, aku siap menghadapi kejahatan mereka. Akan tetapi bagaimana aku dapat melindungi
kaisar?" tanya pemuda ini ragu.
"Kalau tai-hiap muncul seperti biasa dan persekutuan itu mengetahui, tentu mereka akan
menjadi waspada dan keadaan menjadi semakin berbahaya. Sebaiknya thai-hiap menyamar
dan biar oleh Koan-thaikam dihadapkan sribaginda agar thai-hiap dapat diterima menjadi
pengawal pribadi. Tentang penyamaran, harap jangan khawatir karena kami mempunyai ahliahli
penyamaran yang akan dapat menyulap tai-hiap menjadi orang lain." kata-Hek-tung Lo-kai.
Demikianlah, pada hari itu juga Hek-tung Lo-kai memberi kabar kepada Koan-thaikam melalui
A-sin agar thaikam itu dapat membuat persiapan menyambut Bun Houw di istana. Setelah
semua siap, Bun Houw dipertemukan dengan Koan thaikam dan diajak masuk istana. Kini tak
seorangpun akan dapat mengenal Bun Houw karena wajahnya telah berubah sama sekali.
Muka yang biasanya halus tampan itu berubah menjadi muka yang ternoda bopeng (bekas
cacar), juga bentuk hidung dan matanya berubah. Orang yang terdekat sekalipun dengan Bun
Houw, akan sukar dapat mengenalnya.
Sebelumnya. Koan-thaikam telah memberi tahu kepada Kaisar bahwa dia mempunyai seorang
keponakan yang memiliki ilmu silat tinggi dan dapat diandalkan untuk menjadi pengawal pribadi
kaisar, atau menambah lagi pasukan pengawal pribadi. Kaisar amat percaya kepada Koanthaikam
yang memang amat setia kepadanya itu, maka pada hari itu, kaisar berjanji akan
menerima keponakan Koan-thaikam yang bernama Koan Jin itu.
Ketika pada pagi hari itu Koan-thaikam menghadapkan seorang pemuda yang wajahnya
bopeng dan tidak mengesankan, kaisar menerimanya dengan alis berkerut dan nampak
kecewa. Keponakan Thai-kam kepercayaannya itu sungguh tidak mengesankan, selain
mukanya tidak menarik juga penampilannya tidak dapat membayangkan seorang yang kuat.
Bahkan pasukan pengawal yang berjaga di ruangan itu, yang dipimpin Ouwyang Toan sebagai
perwira pasukan pengawal, melirik dengan senyum mengejek. Mereka sudah mendengar dari
para thai-kam bahwa Koan-thaikam akan memasukkan keponakannya sebagai calon anggauta
pengawal pribadi kaisar! Pada hal selama Ouwyang Toan berada di situ, dialah yang sudah
memasukkan enam orang pengawal baru yang telah diuji kepandaiannya dan kini menjadi anak
buah pasukan pengawal istana. Biarpun hatinya merasa panas karena ada thaikam berani
mengajukan keponakannya sendiri sebagai calon pengawal, akan tetapi Ouwyang Toan tidak
berani memperlihatkan ketidaksenangan hatinya. Dia tahu bahwa Koan-thaikam adalah
seorang thaikam kepercayaan kaisar, sedangkan dia sendiri adalah seorang perwira pengawal
dunia-kangouw.blogspot.com
yang masih baru. Akan tetapi dia sudah bersepakat dengan anak buahnya untuk
menggagalkan keponakan thaikam itu menjadi pengawal, dan dalam ujian ilmu silat, mereka
dapat membuat keponakan thaikam itu dan Koan-thaikam sendiri mendapat malu. Apalagi
ketika melihat calon pengawal itu masuk dengan sikap takut-takut dari dusun, mereka saling
pandang dan tersenyum mengejek.
Setelah mengamati sejenak pemuda yang nampak tidak mengesankan itu, Sribaginda Kaisar
Siauw Bian Ong, yang juga merupakan seorang ahli silat yang cukup tangguh, karena ketika
dia masih bernama Souw Hui! Kong, dia adalah seorang petualang yang telah mempelajari
banyak ilmu sehingga akhirnya dia berhasil menumbangkan kerajaan Liu-sung yang telah
menjadi lemah dan mendirikan kerajaan Chi, berkata kepada thaikam kepercayaannya dengan
nada menegur, "Koan thaikam, tidak kelirukah permohonanmu untuk memasukkan
keponakanmu ini sebagai seorang pengawal istana? Engkau tentu tahu bahwa seorang
pengawal istana harus memiliki ilmu kepandaian tinggi, apalagi sebagai pengawal pribadi kami
yang melindungi keselamatan kami, haruslah seorang yang benar-benar tangguh dan sakti."
"Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak keliru, karena keponakan hamba ini, Koan Ji, sejak kecil
telah berguru kepada ratusan orang guru silat yang pandai dan kini dia telah memiliki ilmu
kepandaian silat yang ampuh."
Kembali para anggauta pasukan pengawal tersenyum simpul dan kebetulan Kaisar
memandang kepada mereka sehingga tanpa disengaja kaisar melihat mereka bersenyum
simpul mengejek. Hal ini membuat kaisar merasa tidak senang kepada mereka.
"Koen-thaikam, apakah keponakanmu ini siap untuk diuji kepandaiannya?"
"Tentu saja, Yang Mulia. Dia sudah siap untuk menghadapi ujian."
Kembali kaisar memandang kepada Bun Houw. Wajah yang tidak meyakinkan dan tidak
menarik. Akan tetapi, hal ini malah menguntungkan. Sebaiknya memang pasukan pengawal
istana terdiri dari laki-laki yang wajahnya buruk dan tidak menarik bagi wanita untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang akan menodai nama dan kehormatan istana kalau sampai ada wanita
istana jatuh cinta kepada seorang anggauta pasukan pengawal. Untuk mencegah perjinaan
seperti itulah maka semua petugas istana yang pria diharuskan menjadi sida-sida, karena
seorang thai-kam sudah bukan pria normal lagi, tidak dapat lagi berjina dengan wanita.
"Koan Ji, beranikah engkau kami suruh melawan seorang di antara para perajurit pengawal
itu?" Dia menuding ke arah para pengawal yang berdiri tegak dalam barisan di, bagian luar
ruangan itu.
Koan Ji yang berlutut itu memberi hormat. "Siapa saja yang mengancam keamanan paduka
dan seisi istana, pasti akan hamba lawan mati-matian, Yang Mulia!” kata Kwa-Bun Houw
dengan sikap seperti seorang dusun.
Kaisar Siauw Bian Ong tertawa. "Ha-ha. maksud kami bukan melawan sebagai musuh. Mereka
adalah anggauta pasukan pengawal dan mereka semua sudah lulus ujian ketangkasan.
Engkau akan kami uji dengan bertanding ilmu silat melawan seorang di antara mereka. Yang
mana kaupilih?"
Bun Houw menoleh ke arah selusin perajurit pengawal yang dikepalai Ouwyang Toan, lalu dia
memberi hormat lagi, "Yang mana pun akan hamba hadapi, Yang Mulia."
"Bagus! Ouwyang-ciangkun pilihkan seorang di antara anak buahmu untuk menguji apakah
keponakan Koan-thaikam ini pantas menjadi pengawal pribadi kami."
"Maaf, Yang Mulia. Untuk menjadi anggauta pasukan pengawal istana, memang cukup dapat
menandingi seorang di antara anak buah hamba. Akan tetapi untuk menjadi pengawal pribadi
paduka, dia haruslah seorang yang benar-benar tangguh dan sedikitnya memiliki tingkat
kepandaian dua kali lipat dari tingkat seorang perajurit pengawal istana. Karena itu, sebaiknya
kalau calon ini dapat menghadapi dan menandingi pengeroyokan dua atau tiga orang perajurit
pengawal." kata Ouwyang Toan.
Kaisar itu mengangguk-angguk dan kembali berkata kepada Bun Houw yang maklum bahwa
Ouwyang Toan jelas tidak menghendaki ada pengawal pribadi kaisar yang baru. "Bagaimana,
dunia-kangouw.blogspot.com
Koan Ji. Beranikah engkau melawan dua atau tiga orang perajuril pengawal istana? Kalau
engkau merasa tidak sanggup, katakan saja. Kami tidak ingin bersikap sewenang-wenang,
hanya ingin menguji kemampuanmu."
"Kalau paduka memerintahkan, biar menghadapi berapa saja lawan, hamba siap untuk
menandinginya, Yang Mulia." kata Bun Houw dengan sikap bersahaja.
Kaisar Siauw Bian Ong kembali tertawa gembira.
"Ha-ha ha, baru semangatmu saja sudah menyenangkan hati kami, Koan Ji. Nah, Ouwyangciangkun,
engkau sudah mendengar sendiri. Calon pengawal pribadi ini berani menghadapi
pengeroyokan tiga orang anak buahmu.”
"Baik, Yang Mulia. Hamba akan memilih tiga orang di antara mereka."
Ouwyang Toan memilih tiga orang anak buahnya yang paling jagoan. Tiga orang ini bukan
sembarangan orang. Mereka adalah jagoan-jagoan dari Thian-te Kui pang dan tingkat
kepandaian masing-masing hanya sedikit di bawah tingkat Ouwyang Toan! Biar Ouwyang Toan
sendiri, agaknya tidak akan mungkin menang menghadapi pengeroyokan tiga orang anak
buahnya ini dan kini dia mengajukan mereka untuk mengeroyok seorang calon, perajurit
pengawal!
Tiga orang pengawal itu setelah memberi hormat kepada Kaisar, lalu siap dan mengepung Bun
Houw yang juga sudah memberi hormat dan bangkit berdiri, membiarkan dirinya dikepung oleh
tiga orang lawan yang membentuk segi tiga. Seorang di depannya, seorang di kanan dan
seorang di kiri. Diam-diam dia mengamati mereka dan gerak-gerik mereka. Seorang yang
menghadapinya adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar seperti raksasa yang mukanya
penuh brewok tebal dan nampak menyeramkan. Yang berada di kirinya seorang laki-laki tinggi
kurus muka hitam arang, sedangkan yang berada di sebelah kanannya seorang laki-laki
bertubuh sedang dan didahinya terdapat codet bekas bacokan senjata tajam. Sikap mereka
ketika memegang kuda-kuda saja memperlihatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang
kuat dan usia mereka rata-rata tiga puluh tahun.
Bun Houw memutar tubuhnya membelakangi mereka, memberi hormat lagi kepada kaisar dan
diapun berkata, "Hamba telah siap, Yang Mulia. Mereka itu boleh mulai menyerang sekarang."
"Heii, Koan Ji, kenapa engkau membelakangi tiga orang lawanmu?" tiba-tiba Koan-thaikam
berseru karena merasa cemas melihat betapa pemuda itu membelakangi tiga orang
pengeroyoknya.
"Ha-ha, kenapa engkau melakukan itu, Koan Ji? Bagaimana engkau dapat melawan tiga orang
itu kalau engkau berdiri membelakangi mereka?" Kaisar juga bertanya heran dan geli.
"Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak berani sedemikian kurang sopan untuk berdiri
membelakangi paduka."
"Ha-ha-ha-ha-ha!" Sribaginda Kaisar tertawa bergelak. Pemuda ini memang lucu dan aneh.
Pikirnya "Kalau begitu, kalian saling berhadapan di sebelah kiri dan kanan, jadi tidak adanya
membelakangiku." katanya.
Kini tiga orang itu sudah siap, ketiganya menghadapi Bun Houw yang berdiri seenaknya,
namun waspada dan siap siaga. "Aku sudah siap, kalian boleh mulai!” katanya tenang.
Tiga orang anggauta Thian-te Kui pang itu sebetulnya menanti agar Bun How menyerang lebih
dulu. Mereka merasa diri mereka tangguh, dan bagaimanapun mereka agak malu karena harus
mengeroyok seorang calon pengawal yang kelihatannya lemah. Akan tetapi karena pemuda itu
tidak mau menyerangnya dan mempersilakan mereka yang maju lebih dulu, merekapun mulai
menyerang. Serangan mereka merupakan pukulan yang kuat dan berat, juga cepat. Bun Houw
menggerakkan tubuh, dia menangkisi semua pukulan itu. Begitu kedua lengan bertemu,
seorang penyerang mengeluh karena merasa seolah-olah lengannya bertemu dengan besi
panas yang amat keras! Demikian pula orang ke dua dan ke tiga. Si raksasa brewok yang
merasa paling kuat dan besar tenaganya, mengirim pukulan dengan pengerahan tenaga dari
atas ke arah kepala Bun Houw. Pemuda ini mengangkat lengan kiri menangkis.
"Dukk ...! suhhh ...!" Si raksasa brewok berteriak kesakitan, dan terhuyung ke belakang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Bun Houw hanya mengandalkan tanaga sinkangnya, karena dia tidak ingin memperlihatkan
kepandaiannya sehingga akan mencurigakan hati Ouwyang Toan. Dia tidak mau
memperkenalkan diri dan dengan tenaga sin-kang dia menangkis, juga mengelak sehingga dia
sama sekali tidak mengeluarkan ilmu silat yang akan dikenal Ouwyang Toan.
Karena merasa malu, tiga orang itu menahan rasa nyeri dan mereka menyerang semakin kuat
dan gencar. Bahkan si raksasa brewok mengandalkan kakinya yang besar, kokoh dan panjang,
mengayun kaki kirinya menendang. Tendangan itu kuat bukan main dan sekiranya mengenai
tubuh Bun Houw, agaknya tubuh yang tidak berapa besar itu akan terlempar sampai beberapa
meter jauhnya. Akan tetapi, Bun Houw tidak mengelak, bahkan menggerakkan pula kaki
kanannya menyambut atau menangkis tendangan itu.
"Dukkk!" Kini si brewok raksasa itu menggigit bibir. Kiut-miut rasa kakinya, seperti patah-patah
tulangnya, rasa nyeri sampai menyengat seluruh tubuh sampai ke ubun-ubun dan karena dia
menahan rasa nyeri sambil menggigit bibir, kakinya yang tidak tahan dan diapun mengangkat
kaki kiri ke belakang, memeganginya dap berloncat-loncatan dengan kaki kanan!
Sribaginda Kaisar tertawa bergelak-gelak karena memang pemandangan itu lucu bukan main.
Akan tetapi Ouwyang Toan dan anak buahnya terbelalak, hampir tidak percaya betapa pemuda
yang agaknya tidak pandai silat itu karena tidak pernah mengeluarkan jurus silat, ternyata
memiliki kaki tangan yang agaknya kebal dan kuat sekali.
Dua orang yang lain menjadi marah dan menyerang sekuat tenaga, hanya untuk meringis
karena ketika lengan mereka ditangkis, mereka merasa lengan mereka semakin nyeri seperti
patah-patah. Lengan mereka, kanan dan kiri, sudah matang biru dan bengkak-bengkak! Pada
hal, lengan dan kaki mereka itu terlatih baik, sekali hantam saja lengan mereka dapat
memecahkan bambu. Akan tetapi sekarang, lengan mereka seperti diadu dengan baja!
Biarpun mereka bertiga menahan nyeri, akhirnya lengan mereka yang tidak tahan. Kedua
lengan mereka itu akhirnya tergantung lemah, terkulai dan tak dapat diangkat, juga kaki mereka
hampir tak kuat untuk berdiri dan dengan sendirinya perlawanan merekapun terhenti!
"Ha-ha-ha, bagaimana ini? Mengapa kalian bertiga tidak menyerang lagi?" tanya Kaisar Siauw
Bian Ong gembira, pada hal dia sebagai seorang ahli silat tahu bahwa tiga orang itu sudah
kalah, walaupun Koan Ji belum pernah memukul mereka!
"Kenapa kalian bertiga? Hayo jawab pertanyaan Yang Mulia!" bentak Ouwyang Toan marah
dan merasa malu, juga terheran-heran melihat ulah tiga orang anak buahnya itu.
Dua orang berlutut, dan si raksasa brewok akhirnya juga berlutut menghadap kaisar dan
mewakili dua orang temannya. "Mohon paduka mengampuni hamba bertiga. Yang Mulia.
Hamba bertiga tidak mampu melanjutkan pertandingan, agaknya lawan hamba itu memasang
baja pada kaki tangannya ... "
"Yang mulia, hamba mohon ijin untuk memeriksa kaki dan tangan calon perajurit pengawal ini."
kata Ouwyang Toan dan kaisar mengangguk.
"Periksalah, apakah benar di dalam lengan baju dan kaki celananya terdapat potongan baja."
kata kaisar sambil tersenyum geli.
Sebetulnya Ouwyang Toan bukanlah seorang yang demikian bodohnya. Sebagai seorang ahli
silat tingkat tinggi, iapun maklum bahwa orang yang sin-kangnya sudah amat kuat, dapat saja
membuat kaki tangannya keras seperti baja. Akan tetapi, dia tidak percaya Koan Ji memiliki sinkang
sedemikian kuatnya, maka mendengar keluhan tiga orang anak buahnya tadi, diapun
merasa curiga. Setelah mendapat ijin kaisar, Ouwyang Toan lalu menghampiri Bun Houw dan
menyingkap lalu menggulung ke atas kedua lengan baju dan pipa celananya. Akan tetapi tentu
saja dia tidak menemukan apa-apa kecuali kaki dan tangan biasa yang bertulang, berotot dan
berkulit!
Tentu saja Ouwyang Toan tidak dapat berkata apa-apalagi, lalu mundur sambil menundukkan
mukanya.
Seorang tokoh pengawal pribadi kaisar yang sejak tadi hanya menjadi penonton bersama para
pengawal pribadi lainnya, kini berkata dengan hormat, '”mpun, Yang Mulia. Menurut pendapat
dunia-kangouw.blogspot.com
hamba, saudara Koan Ji ini cukup pantas untuk menjadi pengawal pribadi paduka, menambah
kekuatan pasukan pengawal pribadi paduka."
Kaisar Siauw Bian Ong menoleh ke arah lima orang pengawal pribadinya dan mereka semua
mengangguk menyetujui. Kaisar tersenyum girang. Dia menemukan seorang pengawal lain
yang lihai dan tentu saja dapat dipercaya karena pemuda itu adalah keponakan Koan-thaikam,
seorang yang sudah dipercayanya penuh sebagai seorang hamba yang setia.
Demikianlah, mulai saat itu, Bun Houw diterima sebagai seorang pengawal pribadi kaisar
sehingga kini pengawal pribadi kaisar berjumlah sebelas orang yang melakukan penjagaan
terhadap keselamatan Kaisar Siauw Bian Ong pribadi, Bun Houw juga berjumpa dengan Kwan
Hwe Li yang menjadi pengawal permaisuri, akan tetapi datuk wanita itu tidak mengenalnya.
Koan-thaikam yang cerdik tidak memberitahu kepada kaisar tentang siapa sebenarnya Koan Ji,
akan tetapi, dia diam-diam mengumpulkan sepuluh orang pengawal pribadi kaisar yang lain.
Dia percaya sepenuhnya kepada sepuluh orang itu sebagai orang-orang yang setia kepada
kaisar dan merupakan pengawal lama, sejak Kaisar Siauw Bian Ong menduduki singasana
kerajaan Chi yang baru. Tentu saja sepuluh orang itu tidak dapat dia kumpulkan sekaligus, hal
itu tidak mungkin karena setiap saat harus ada sedikitnya dua orang pengawal yang mengawal
kaisar. Bahkan kalau kaisar sedang berada di dalam kamar tidurnya, dua atau tiga orang
pengawal berjaga di luar kamar itu, walaupun sudah ada pasukan istana yang melakukan
penjagaan di seluruh istana. Koan-thaikam dengan cerdik dapat mengajak sepuluh orang
pengawal pribadi kaisar itu untuk mengadakan pertemuan, setiap kali hanya dengan lima
orang. Dalam dua kali pertemuan saja dia sudah dapat mengadakan perundingan dengan
mereka.
Sepuluh orang pengawal pribadi itu terkejut bukan main mendengar laporan Koan-thaikam
yang telah mendengar rahasia Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan yang mengadakan
persekutuan dengan kaki tangan kerajaan Wei untuk melakukan pembunuhan terhadap Kaisar
Siauw Bian Ong.
"Koan-taijin, kalau begitu, kenapa kita tidak langsung saja menangkap para pengkhianat itu!"
kata para pengawal atau jagoan istana itu dengan penasaran.
"'Atau kita langsung laporkan kepada Sri-baginda biar mereka itu ditangkap?” kata yang lain.
Akan tetapi Koan Thai-kam menggeleng kepalanya. "Hal itu tidak mungkin kita lakukan,
walaupun persekongkolan mereka sudah jelas karena aku telah mendengarnya sendiri. Akan
tetapi apa buktinya? Tanpa bukti, apa yang dapat kita lakukan terhadap mereka? Ingat, selain
mereka itu merupakan dua orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga mereka telah
berhasil memperoleh kedudukan yang tinggi pula, dan mendapat kepercayaan Sribaginda,
Kwan Hwe Li telah menjadi pengawal permaisuri, sedangkan Ouwyang Toan telah menjadi
perwira pasukan pengawal istana. Tanpa bukti, kalau kita melaporkan kepada Sribaginda,
kemudian mereka berbalik menuduh kita melakukan fitnah, kita tidak akan menang. Demikian
pula, melakukan kekerasan tanpa bukti, tentu akan membuat Sribaginda marah kepada kita."
"Habis, bagaimana baiknya? Kalau kita melihat Sribaginda terancam keselamatannya, apakah
kita harus tinggal diam saja?" mereka mencela.
"Tidak begitu," kata Koan-thaikam, "tentu saja kita harus bertindak dan karena itulah cu-wi
(anda sekalian) saya undang untuk berunding. Kita sekarang, para pengawal pribadi
Sribaginda, telah tahu akan rencana jahat mereka dan dapat melakukan penjagaan yang lebih
ketat tanpa menimbulkan kecurigaan mereka. Selain itu, kita mengadakan hubungan rahasia
dengan para panglima pasukan pengawal dan pasukan keamanan, agar mereka
mempersiapkan pasukan untuk bergerak sewaktu-waktu diperlukan. Kita mau tidak mau harus
membiarkan para pengkhianat itu bergerak, agar kita dapat menindak mereka dengan bukti."
"Akan tetapi, hal itu berarti membiarkan Sribaginda terancam bahaya! Bagaimana kalau mereka
turun tangan secara tiba-tiba sehingga kita terlambat dan Sribaginda dan keluarganya tertimpa
bencana?" kembali para pengawal pribadi itu membantah dan mencela dengan hati khawatir
sekali, "Kami lebih condong melapor kepada Sribaginda!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Jangan! Cu-wi tentu telah mengenal watak Sribaginda. Beliau amat bijaksana menghargai
kegagahan, juga beliau selalu bersikap adil. Kalau kita melapor, akan tetapi beliau tidak
menemukan bukti, bagaimana mungkin beliau akan menangkap dan menghukum para
pengkhianat itu? Kitalah yang akan mendapat kemarahan, atau bukan mustahil kita yang akan
ditangkap dan dihukum karena dianggap malakukan fitnah dan membuat kekacauan. Tentang
keselamatan Sribaginda dan keluarganya, kenapa khawatir? Bukankah ada cu-wi yang selalu
menjaga dan mengawal Sribaginda? Dan hendaknya cu-wi tahu bahwa pemuda yang baru saja
diterima sebagai pengawal pribadi itu ... "
"Koan Ji, keponakan Koan-aijin itu?”
“Ya, dialah yang akan menjamin keselamatan Sribaginda!"
"Ah, maaf, taijin. Memang Koan Ji memiliki tubuh yang kebal dan kuat, akan tetapi apa artinya
itu? Ingat, Ouwyang-ciangkun amat lihai dan Kwan Hwe Li jauh lebih lihai lagi. Kami semua
sudah membuktikannya sendiri ketika mereka diuji. Bahkan kami akan kewalahan melawan
mereka berdua. Biarpun ditambah Koan Ji itu ... maaf. bukan kami hendak memandang rendah
keponakan tai-jin,”
“Ketahuilah, Koan Ji itu bukan keponakanku! Saya memang sengaja mencari bantuan dari luar
dan dia adalah orang yang dipilih oleh Hek-tung Lo-kai untuk tugas penting melindungi
Sribaginda. Hanya dialah yang akan mampu menandingi Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan.
Karena saya tidak ingin membuat persekutuan itu curiga, maka saya mengakuinya sebagai
keponakan dan juga agar Sri baginda percaya kepadanya."
Sepuluh orang pengawal pribadi itu merasa kagum. Kalau benar pemuda itu pilihan Hek-tung
Lo-kai yang mereka kenal sebagai seorang tokoh kang-ouw yang gagah perkasa dan juga
mendukung pemerintah baru, tentu pemuda itu bukan orang sembarangan.
"Akan tetapi, siapa dia sesungguhnya, taijin? Kami merasa tidak pernah mengenal seorang
tokoh dunia persilatan yang wajahnya seperti dia itu."
"Tentu saja, karena itu adalah wajah penyamaran, bukan wajah aselinya. Dia seorang pemuda
yang tampan dan gagah, dan dia berjuluk Si Pedang Kilat! Bahkan oleh Hek-tung Kai-pangcu
dan Thian-beng-pangcu dia dicalonkan menjadi beng-cu dunia persilatan.”
“Bukan main! Siapa namanya, taijin?”
“Namanya Kwa Bun Houw, memang belum begitu terkenal di dunia persilatan, akan tetapi dia
merupakan seorang bintang baru yang hebat. Kalian tahu, Kui-siauw Giam-ong Suma Koan ... "
"Datuk sesat majikan Bukit Bayangan Iblis itu?"
"Benar, Suma Koan dan puteranya, Suma Hok, dibantu oleh Pek-thian-kui, orang pertama dari
Bu-tek Sam-kwi kaki tangan kerajaan Wei, hendak memaksa Hek-tung Kai-pang dan Thianbeng-
pang untuk bekerja sama. Ketika mereka hendak membunuh kedua pang-cu itu,
muncullah Si Pedang Kilat ini dan dia yang mengalahkan para tokoh sesat itu.”
Tentu saja para pangawal pribadi kaisar itu terbelalak dan sukar dapat percaya berita ini.
Bagaimana mungkin pemuda itu mampu mengalahkan Kui-siauw Giam-ong Suma Koam yang
mereka tahu amat sakti itu?
Para jagoan istana ini masih belum yakin benar kalau belum mengerti kepandaian Bun Houw.
Mereka mempunyai sebuah tempat tersendiri untuk berlatih silat dan tidak ada orang lain yang
boleh menonton mereka berlatih. Sebagai pengawal-pengawal pribadi kaisar, tentu saja mereka
memiliki pengaruh dan wibawa. Kesempatan inilah mereka pergunakan untuk menguji sendiri
kepandaian Bun Houw. Kwa Bun Houw sudah mendengar dari Koan-thaikam bahwa keadaan
dirinya sudah bukan rahasia lagi bagi sepuluh orang pengawal pribadi kaisar, maka diapun
tidak berpura-pura terhadap mereka. Dalam kesempatan berlatih, dia membiarkan dirinya
dikeroyok oleh lima orang pengawal yang paling tangguh dan tanpa banyak kesukaran dia
dapat mengalahkan mereka semua, baik dalam pertandingan tangan kosong maupum
mempergunakan pedang kilatnya.
Setelah sepuluh orang pengawal pribadi itu membuktikan sendiri kemampuan Bu Houw,
barulah mereka merasa tenang dan kini Bun Houw merupakan pengawal pribadi kaisar yang
dunia-kangouw.blogspot.com
paling depan, selalu paling dekat dengan kaisar, terutama kalau di ruangan terbuka di mana
terdapat para anggauta pasukan pengawal istana yang dipimpin oleh Ouwyang Toan.
Sementara itu, Koan-thaikam juga sudah menghubungi para pimpinan pasukan pengawal,
bahkan panglimanya dan merekapun mempersiapkan pasukan untuk turun tangan sewaktuwaktu
para pengkhianat itu mengadakan gerakan.
Bi Moli Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan memang telah terbujuk dan mau mengadakan
persekutuan dengan kerajan Wei. Hal ini terjadi ketika Ouwyang Toan bertemu dengan
ayahnya, Ouwyang Sek di luar kota raja, ketika Ouwyang Sek sengaja datang untuk bertemu
dengan puteranya. Datuk sesat ini mendengar bahwa puteranya kini menjadi seorang perwira
pasukan pengawal di istana kerajaan Chi yang baru. Hal ini membuat Ouwyang Sek marah
sekali. Puteranya, putera majikan Lembah Bukit Siluman, yang terkenal sebagai datuk besar
dunia persilatan, kini merendahkan diri menjadi seorang perwira pasukan pengawal saja! Kalau
menjadi pembesar yang tinggi kedudukannya, tentu akan lain pendapatnya.
Dalam keadaan marah dan murung ini, Ouwyang Sek menerima kunjungan Bu-tek Sam-kui
yang telah dikenalnya. Dia mendapat uluran tangan utusan kerajaan Wei ini yang mengajak dia
untuk bersekongkol membantu bekas kaisar Cang Bu untuk merebut kembali kerajaan dari
tangan kaisar Chi, dan adanya Ouwyang Toan di istana kaisar Siauw Bian Ong sungguh
merupakan keuntungan besar dan kesempatan yang baik sekali. Ouwyang Sek mendengar
bahwa bekas Kaisar Cang Bu telah menghimpun pasukan, bahkan kini dibantu oleh Suma
Koan dan Suma Hok yang telah menjadi adik iparnya, menikah dengan adik bekas kaisar itu,
dan bahwa bekas Kaisar Cang Bu kini telah bekerja sama dengan kerajaan Wei di utara.
Dengan janji bahwa kalau gerakan itu berhasil. Ouwyang Sek dan puteranya akan
mendapatkan kedudukan tinggi sebagai menteri dan panglima. Ouwyang Sek menjadi
bersemangat. Lenyaplah kemarahannya terhadap puteranya dan diapun mencari puteranya,
mengirim orang untuk memanggil puteranya itu menemuinya di luar kota raja.
Ouwyang Sek yang menceritakan semua penawaran Bu-tek Sam-kui sebagai utusan ke
puteranya, dan dia menuntut agar Ouwyang Toan dapat membujuk Bi-moli untuk bekerja sama.
Bi-moli Kwan Hwe Li adalah seorang wanita yang haus cinta. Setelah ia mengalami
kekecewaan karena cintanya terhadap Tiauw Sun Ong putus, kemudian setelah mereka
menjadi tua, Tiauw Sun Ong tetap tidak mau hidup bersamanya, maka kini bertemu dengan
Ouwyang Toan yang muda dan pandai mengambil hati, tentu saja membuat ia takluk. Ketika
Ouwyang Toan membujuknya untuk menerima uluran tangan kerajaan Wei, iapun tanpa
berpikir panjang lagi menerimanya. Ia rela hidup dan mati bersama kekasihnya yang masih
muda itu.
Demikianlah, kedua orang yang mendapatkan kepercayaan Kaisar Siauw Bian Ong ini mulai
siap-siap melaksanakan perintah dari persekutuan itu. Ouwyang Toan yang telah mendapat
kepercayaan itu berhasil menyelundupkan beberapa orang anggauta Thian-te Kui-pang reka
menanti saatnya yang matang, bukan hanya mempersiapkan para anggauta Thian-te Kui-pang
yang diselundupkan sebagai anggauta pasukan pengawal, akan tetapi juga menyebar para
anggauta perkumpulan Iblis itu di kota raja agar pada saat yang ditentukan, para anggauta itu,
dipimpin oleh Bu-tek Sam-kui sendiri, dapat menyerbu ke istana. Kalau penyerbuan dan
pembunuhan terhtdap kaisar dan keluarganya dilaksanakan, maka pasukan bekas Kaisar Cang
Bu dan pasukan bantuan dari kerajaan Wei yang sudah mempersiapkan diri akan menyerbu
masuk ke daerah kerajaan Chi, dimulai dari sarang pasukan yang dihimpun bekas Kaisar Cang
Bu.
Persiapan pertempuran! Persiapan perang! Persiapan bunuh membunuh. Kapankah keadaan
seperti ini akan berakhir? Dunia dilanda perang, permusuhan, kebencian sejak sejarah tercatat
sampai kini. Tak pernah ada henti-hentinya. Perang saling bunuh, demi kemenangan, demi
kedudukan, demi keuntungan, demi nama baik, demi pemuasan dendam.. Perang senjata,
perang ekonomi, perang sosiaL perang ideologi, bahkan ada perang agama dan yang disebut
perang suci! Ada yang menganggap perang satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian!
Betapa palsunya omong kosong semua itu. Perang adalah pencetusan dari kebencian,
dendam, permusuhan, perebutan kekuasaan atau harta. Perang antara bangsa hanya peluasan
dari pada perang antara dua manusia yang juga menjadi akibat dari pada perang yang terjadi di
dunia-kangouw.blogspot.com
dalam batin kita sendiri! Konflik batin berkembang menjadi konflik dengan manusia lain.
Kemelut yang berkecamuk di dalam mencuat keluar.
Manusia yang sudah tidak memiliki lagi kasih sayang, menjadi mahluk yang lebih buas dari
pada binatang yang paling buas. Kebuasan binatang hanya mengandalkan kekuatan tubuhnya,
dan kebuasan itu dituntut oleh kebutuhan untuk hidup. Akan tetapi manusia memiliki hati akal
pikiran yang membuat dia menjadi lebih buas dan lebih berbahaya. Dalam perang, manusia
menjadi haus darah yang ada hanyalah membunuh atau dibunuh, cara menyelamatkan diri
dengan jalan membunuh dan membunuh lagi. Kalau sudah begini, segala kepalsuan
manusiapun nampak . Bahkan Tuhan dibawa-bawa ke dalam perang saling bantai itu. Kedua
pihak yang berperang memohon kepada Tuhan untuk diberi bantuan agar menang. Tuhan
dimintai bantuan untuk membunuh manusia lain sebanyak-banyaknya!
Dan yang menyedihkan sekali, setiap peperangan selalu menjadikan rakyat sebagai korban.
Mereka yang tidak tahu apa-apa, yang tidak ikut berperang, bahkan yang paling parah
menderita karena perang. Melarikan diri mengungsi ke sana ini, menjadi korban perampokan,
pembunuhan, perkosaan dan penghinaan. Mereka yang sama sekali tidak berdosa kehilangan
harta milik, kehilangan rumah tinggal, kehilangan kehormatan, bahkan kehilangan nyawa.
Melihat betapa ketatnya panjagaan terhadap istana dan seluruh penghuninya, Bi Moli dan
Ouwyang Toan tidak berani melakukan gerakan dan mereka seringkali mengadakan
perundingan rahasia di luar istana dengan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek dan Bu-tek Sam-kui.
"Lalu kapan rencana kita dapat dilaksanakan? Kami sudah mempersiapkan anak-buah di kota
raja dan hal ini tidak dapat dilakukan terlalu lama. Kalau sampai ketahuan, tentu sebelum kita
bergerak, pasukan keamanan sudah akan melakukan penggerebekan dan, semua usaha akan
gagal. Bahkan dari Kaisar Cang Bu kami sudah mendapat berita bahwa selain beliau sudah
mampersiapkan pasukannya, juga Kui-siauw Giam-ong sudah berhasil mengerahkan para
tokoh kang-ouw berikut anak buah mereka yang berhasil diajak bergabung, untuk membantu
kalau terjadi keributan di kota raja." kata Pak-thian-kui yang sudah kehilangan kesabaran.
"Pak-thian-kui, semua pekerjaan harus dilaksanakan sebaik mungkin. Kalau tanya
serampangan saja lalu gagal, apa artinya?" Bu-eng-kiam Ouwyang Sek menegur orang
pertama dari Bu-tek Sam-kwi itu yang tadi nadanya menegur puterinya yang dianggap bekerja
lambat dan belum juga siap.
Melihat Bu-eng-kiam marah, Bi Moli cepat berkata, "Sebaiknya kita tidak meributkan persoalan
ini. Ouwyang Kongcu benar. Memang penjagaan di istana amatlah ketatnya sehingga
menyulitkan kami untuk bergerak. Kalau kami nekat, tentu akan gagal. Akan tetapi, Pak-thiankui
juga benar. Persiapan sudah dilakukan, kalau tidak cepat cepat gerakan dilakukan dan
ketahuan, tentu semua akan gagal. Sebaiknya kita mencari jalan terbaik bagaimana agar kita
dapat cepat bergerak dan tidak sampai gagal."
Sejenak dalam ruangan itu menjadi hening.
Semua orang tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencari jalan terbaik agar semua
rencana mereka dapat dilaksanakan. Bu-tek Sam-kui bertanggung jawab terhadap kaisar
mereka yang tentu saja menghendaki agar semua rencana berhasil baik, sedangkan bekas
Kaisar Cang Bu juga tentu saja sudah menanti saat terbaik yang sudah lama dinanti-nanti itu.
"Ada satu jalan yang kurasa paling baik untuk dilaksanakan," kata Kwan Hwe Li dan semua
orang memandang kepadanya penuh harap.
"Jalan apa itu, Mo-li? Cepat ceritakan!" kata Bu-eng-kiam Ouwyang Sek.
"Sudah kuperhitungkan baik-baik, kalau kami yang bertugas di istana harus menyerang Kaisar
sekeluarganya, hal itu amatlah sulitnya. Penjagaan amat ketat, bahkan kurasa, pengawal
pribadi yang baru dan kelihatan tidak meyakinkan itu, bukan merupakan lawan yang boleh
dipandang ringan. Karena itu sulit rasanya kalau sekaligus kita harus menyerang seluruh
keluarga."
"Akan tetapi, Mo-li. Menurut Kaisar kami, kalau hanya membunuh kaisar kerajaan Chi saja tidak
ada gunanya, karena tentu akan segera diganti oleh seorang pangeran. itulah sebabnya
mengapa kami ditugaskan untuk membasmi seluruh keluarga. Dengan demikian, tentu
dunia-kangouw.blogspot.com
pemerintahannya akan menjadi kacau seolah ular tanpa kepala, dan dalam keadaan kacau
tanpa adanya raja itulah pasukan akan mulai menyerbu masuk.”
Kwan Hwe Li mengangguk-angguk. "Aku mengerti, dan kiranya hanya ada satu jalan, yaitu
menawan kaisar. Sebetulnya, menawan permaisuri jauh lebih mudah, akan tetapi kurang
berguna. Sebaliknya, kalau kita dapat menawan kaisar, kita tentu dapat melumpuhkan semua
kekuatan di istana. Dengan kaisar sebagai sandera, kita dapat memaksa semua menteri,
panglima dan pangeran untuk menyerah. Sandera itu dapat kita pergunakan untuk menangkapi
seluruh keluarga kaisar!”
“Hebat! Engkau memang lihai dan pintar sekali, Bi Moli. Akan kami laporkan jasamu ini kepada
kaisar kami dan juga kepada Kaisar Ceng Bu agar kelak mereka tidak melupakan jasamu, Nah,
kita laksanakan saja seperti yang direncanakan Moli tadi."
Mereka lalu mangadakan perundingan, Bi Moli dan Ouwyang Toan akan melaksanakan
penawanan terhadap kaisar itu, dengan bantuan enam orang anggauta Thian-te Kui-pang yang
menjadi pengawal. Kalau mereka berdua telah berhasil menawan kaisar, maka mereka akan
menggunakan kaisar sebagai sandera untuk memasukkan semua anggauta Thian-te Kui-pang
yang sudah berada di kota raja untuk menguasai istana. Kesempatan itu pula akan
dipergunakan oleh Bu-tek Sam-kui dan Bu-eng-kiam untuk memasuki istana, memim pin
pasukan Thian-te Kui-pang untuk menangkapi semua keluarga kaisar dan sekutunya. Bahkan
mereka telah menentukan harinya, yaitu tiga hari lagi ketika Kaisar Siauw Bian Ong pergi ke kuil
istana dan melakukan sembahyang bersama permaisuri. Saat itu memang tepat karena kaisar
dan permaisuri berada di satu tempat sehingga tentu saja Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan
dapat pula berada di sana dan bersama-sama mereka dapat melaksanakan penawanan itu.
Kalau mungkin, mereka bahkan dapat menawan kaisar dan permaisurinya, sedangkan anak
buah Ouwyang Toan yang enam orang dapat membantu melumpuhkan para pengawal lain
yang hendak menghalangi gerakan mereka. Mereka sudah memperhitungkan bahwa paling
banyak akan ada tiga atau empat orang pengawal pribadi kaisar dan Kwan Hwe Li yakin akan
mampu mengatasi mereka, sedangkan Ouwyang Toan akan menawan kaisar dilindungi anak
buahnya yang penting, asal kaisar sudah jatuh ke tangan mereka, tentu semua perlawanan
akan dapat dihentikan dengan menjadikan kaisar itu seorang sandera yang amat penting dan
berharga.
Kuil istana pagi itu nampak meriah dan sibuk sekali. Para hwesionya mengenakan jubah bersih
dan wajah merekapun nampak segar berseri. Semua orang menyambut pagi itu dengan hati
gembira karena hari itu Kaisar Siauw Bian Ong dan permaisuri akan melakukan sembahyang
leluhur di kuil istana. Jarang sekali kaisar sendiri melakukan sembahyang di kuil dan setiap kali
hal ini terjadi, para hwesio di kuil itu merasa mendapat kehormatan besar. Kaisar Siauw Bian
Ong memang pandai sekali mengambil hati rakyat dari semua golongan. Dia bijaksana pula
terhadap para hwesio di kuil ini sehingga para pendeta itu juga kagum dan memujinya, tak
pernah melalaikan menyebut nama sribaginda dalam sembahyangan mereka mendoakan yang
baik-baik bagi kaisar yang bijaksana itu.
Sejak pagi tadi, sebelum kaisar dan permaisuri pergi ke kuil itu, Ouwyang Toan telah sibuk
bersama dua belas orang anak buahnya, melakukan pembersihan, di kuil itu.
Hanya para hwesio saja yang diperkenankan berada di kuil. Para hwesio dipesan agar dalam
sehari itu, tidak seorangpun boleh berkunjung ke kuil, demi keamanan kaisar dan permaisuri.
Para hwesio menaati perintah perwira pasukan pengawal ini dan mereka sibuk mempersiapkan
semua keperluan sembahyang itu. Semua perlengkapan telah dipersiapkan, meja diberi tilam
baru yang indah, bahkan seluruh ruangan sembahyang telah dibersihkan dan dicat baru sejak
beberapa hari yang lalu. Lantainyapun mengkilap karena dipel sampai beberapa kali oleh para
hwesio. Pendeknya, ruangan sembahyang itu menjadi tempat yang bersih dan menyenangkan.
Pot-pot bunga dengan yang mekar semerbak menghiasi semua sudut ruangan. Sejak pagi,
dupa harum dibakar sehingga ruangan itu berbau harum dan terasa nyaman. Ouwyang Toan
sengaja mengatur agar penjagaan di sebelah dalam ruangan sembahyang dilakukan oleh enam
orang anak buahnya sedangkan perajurit pasukan pengawal yang lain berjaga di ruangan
depan dan belakang. Setelah semua persiapan selesai, dia lalu melapor kepada Kaisar Siauw
Bian Ong yang sudah bersiap dengan permaisurinya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Matahari sudah naik tinggi dan hawa udara tidak begitu dingin lagi katika Kaisar Siauw Bian
Ong dan permaisurinya berjalan melalui lorong di taman istana, menuju ke istana, yang berada
di ujung taman, di atas sebuah bukit buatan yang kecil. Kaisar dan permaisuri tidak mau duduk
di joli, hanya terjalan kaki karena pagi itu cerah dan sinar matahari hangat. Juga pemandangan
di taman itu amat indahnya. Musim bunga membuat taman itu nampak indah bukan main, juga
jarak ke kuil tua itu tidaklah terlalu jauh.
Karena kaisar dan permaisuri hanya pergi ke kuil istana, ke dalam lingkungan istana, maka
penjagaan tidaklah luar biasa ketatnya. Rombongan itu hanya terdiri dari kaisar, permaisuri, dua
orang selir terdekat dan tujuh orang gadis dayang saja. Tentu saja Bi Moli Kwan Hwe Li
sebagai pengawal pribadi permaisuri, tidak ketinggalan dan wanita cantik ini berjalan di
belakang rombongan. Di belakang kaisar dan permaisuri berjalan tiga orang pengawal pribadi,
yaitu Koan Ji atau Kwa Bun Houw dan dua orang pengawal lain. Koan Thai-kam sebagai
kepala thai-kam, ikut pula dalam rombongan itu karena dia yang akan mengatur sembahyangan
itu bersama para hwesio kuil. Di depan, kanan kiri dan belakang nampak pasukan pengawal
terdiri dari duabelas orang, dipimpin oleh Ouwyang Toan.
Baik Bi Moli Kwan Hwe Li maupun Ouwyang Toan sama sekali tidak pernah menduga sedikit
pun juga bahwa semua rencana mereka dan yang mereka atur bersama Bu-tek Sam-kui, telah
diketahui oleh Kwa Bun Houw! Bersama Koan-thaikam, Bun Houw sudah mengatur siasat
untuk menghadapi usaha pemberontakan yang membahayakan keselamatan keluarga kaisar
itu. Memang Bun Houw belum mengetahui dengan tepat, tindakan apa yang akan dilakukan
oleh Bi Moli dan Ouwyang Toan, akan tetapi dia dan Koan Thai-kam telah menduga bahwa hari
itu, saat Kaisar dan permaisuri bersembahyang, merupakan saat yang amat gawat, dan mereka
menduga bahwa tentu para pemberontak akan bergerak pada saat itu. Koan Thai-kam sudah
mengadakan kontak dengan panglima pasukan pengawal dan keamanan, dan mata-mata telah
disebar. Mata-mata ini yang melaporkan bahwa ada kurang lebih seratus orang asing bukan
penduduk kota raja yang nampak bersembunyi di sekitar pintu gerbang istana, ada yang
menyamar sebagai pedagang keliling, menjadi pengemis dan ada yang seperti pelancong
biasa. Keterangan tentang gerakan orang-orang asing ini didapatkan oleh komandan pasukan
dari para anggauta Hek-tung Kai-pang yang seperti biasa berkeliaran di kota raja. Karena
mereka adalah anggauta kai-pang, maka kehadiran mereka tidak mencurigakan orang, juga
para anggauta Thian-te Kui-pang tak mencurigai mereka. Pada hal, para anggauta pengemis ini
adalah orang-orang yang mengamati gerak-gerik mereka!
Juga Bun Houw telah dapat menduga bahwa di antara dua belas orang perajurit pengawal,
termasuk yang pernah disuruh mengujinya, adalah kaki tangan komplotan itu, maka diapun
sudah bersikap waspada. Agar jangan sampai mencurigakan Ouwyang Toan dan Bi Moli, maka
penjagaan terhadap kaisar dan permaisuri hanya dilakukan oleh dia dan dua orang pengawal
pribadi kaisar. Akan tetapi, telah diatur dengan rapi agar banyak pengawal yang setia terhadap
kaisar, mengatur barisan pendam di sekitar tempat sembahyang itu.
Setelah tiba di kuil, para hwesio menyambut kaisar dan permaisuri dengan sikap hormat.
Semua berlangsung seperti biasa, tidak ada perubahan sedikitpun dan ini memang dikehendaki
Koan-thaikam agar tidak mencurigakan komplotan pemberontak. Dia bersama lima orang
hwesio melayani kaisar dan permaisuri, menemani mereka memasuki ruangan sembahyang,
ditemani pula oleh dua orang selir dan tujuh orang gadis dayang yang setelah masuk ke
ruangan sembahyang lalu duduk bersimpuh di pinggiran. Kwa Bun Houw dan dua orang
rekannya ikut pula masuk, akan tetapi merekapun berdiri di pinggiran. Demikian pula Ouwyang
Toan dan enam orang pengawal ikut masuk dan berjaga di pintu ruangan.
Bi Moli ikut pula masuk dan ia yang paling dekat dengan kaisar dan permaisuri dan dua orang
selir yang kini sudah berlutut di depan meja sembahyang, dilayani oleh lima orang hwesio yang
menyerahkan hio-swa (dupa biting) untuk sembahyang, dan menyerahkan alat penyulut lilin
yang akan dinyalakan Kaisar.
Saat yang dinanti-nanti itu tiba. Saat ini memang yang sudah ditentukan oleh Bi Moli dan
Ouwyang Toan untuk bertindak. Pada saat kaisar hendak menyalakan lilin dan permaisuri
beserta dua orang selir berlutut dan menerima hio-swa dari para hwesio. Saat itu memang amat
baik karena tiga orang pengawal pribadi kaisar tidak berani mendekat, dan juga para pengawal
yang bukan kaki tangan mereka berada di luar. Sudah mereka rencanakan bahwa Ouwyang
dunia-kangouw.blogspot.com
Toan akan menangkap kaisar dan Bi Moli menangkap permaisuri, sedangkan enam orang kaki
tangan mereka menjaga agar tidak ada yang berani menghalangi perbuatan kedua orang itu
menawan kaisar dan permaisuri. Kalau kaisar dan permaisuri sudah ditawan, maka segalanya
akan menjadi mudah!
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru