Rabu, 27 September 2017

Cersil Si Tangan Sakti 4 Kho Ping Hoo Terbaik

Cersil Si Tangan Sakti 4 Kho Ping Hoo Terbaik Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Si Tangan Sakti 4 Kho Ping Hoo Terbaik
kumpulan cerita silat cersil online
-
Akan tetapi bagaimana sekarang para murid Thian-li-pang menjadi begitu penakut dan pengecut?
Sedangkan gurunya pernah berpesan agar dia mengawasi Thian-li-pang dan berusaha mengusahakan
agar Thian-li-pang pulih kembali menjadi perkumpulan besar yang berjiwa pahlawan pembela nusa
bangsa.
"Sudah berapa lamakah peristiwa hilangnya suheng Lauw Kang Hui ke dalam sumur tua itu terjadi?"
"Sudah kurang lebih tiga bulan, Yo Taihiap."
Yo Han merasa penasaran dan khawatir. Kalau sampai tiga bulan mereka tidak keluar dari dalam sumur
tua itu, kecil sekali harapannya mereka masih hidup. Akan tetapi, mati atau hidup mereka itu, dia harus
mengetahui dengan pasti.
"Baiklah, kalau begitu biar aku sendiri yang akan memasuki sumur itu dan melakukan penyelidikan," Yo
Han berkata.
Ouw Seng Bu memandang dengan mata terbelalak. "Akan tetapi, Taihiap. Itu berbahaya sekali!"
Yo Han tersenyum, "Seorang gagah tidak gentar menempuh bahaya, asal itu dilakukan demi kebaikan.
Lupakah engkau akan pelajaran kegagahan dari Thian-li-pang?"
"Be... benar, Taihiap. Akan tetapi... sumur tua itu penuh rahasia dan menyeramkan, tentu banyak iblis yang
menjadi penghuninya di sana sehingga tak seorang pun berani memasukinya. Saya takut kalau sampai
terjadi sesuatu atas diri Taihiap..."
"Mati hidup di tangan Tuhan. Aku tidak minta ditemani siapa pun kalau memang kalian takut. Biarlah aku
sendiri yang masuk dan kalian berjaga di luar sumur saja. Sediakan sehelai tali yang kuat dan panjang,
sekarang juga aku akan memasuki sumur itu untuk menyelidiki keadaan suheng Lauw Kang Hui dan yang
lain-lain."
"Baik, Taihiap."
"Dan mulai saat ini, Thian-li-pang harus memutuskan hubungan dengan Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw.
Para murid dilarang bergaul dengan mereka, dan kalau ada yang melanggar, harus dihukum berat. Dua
orang anggota Thian-li-pang yang tadi membuat kerusuhan di rumah makan harus dihukum kurung selama
sepekan. Nah, laksanakan!"
"Baik, Taihiap."
Ouw Seng Bu membuka daun pintu dan berseru memanggil pembantunya. Para murid kelas tertinggi dari
Thian-li-pang datang berlarian dan berkumpul di luar pintu ruangan itu. Seng Bu lalu berkata dengan suara
lantang kepada mereka.
"Seluruh anggota agar bersiap-siap dan berkumpul di dekat sumur tua dan sediakan sehelai tambang yang
kuat dan panjang. Sin-ciang Taihiap sendiri akan turun ke dalam sumur melakukan penyelidikan sekarang
juga!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Terdengar seruan-seruan kaget di antara para anggota Thian-li-pang, namun mereka segera mentaati
perintah ketua mereka itu. Dengan diantar oleh Ouw Seng Bu, mereka semua lalu bergegas pergi ke
bagian belakang perkampungan Thian-li-pang dan tiba di dekat sumur tua…..
Sumur pertama yang pernah menjadi tempat tahanan kakek Ciu Lam Hok yang berada di tempat itu juga,
tidak terlalu jauh dari situ, telah ditutup dengan batu-batu sehingga tidak nampak lagi lubangnya. Sumur ke
dua ini lebih besar, juga amat dalam karena kalau dijenguk dari atas, tidak nampak dasarnya, hanya gelap
menghitam.
Sebetulnya, tanpa tambang sekali pun Yo Han akan mampu menuruni sumur itu dengan merayap, akan
tetapi lebih mudah menggunakan tali. Juga untuk naik kembali, akan jauh lebih mudah kalau ada talinya.
Hampir seratus orang anggota Thian-li-pang sudah berkumpul di tempat itu, mengelilingi sumur tua, wajah
mereka tegang. Seorang di antara mereka menyerahkan segulungan tali yang kuat dan panjang kepada
Ouw Seng Bu.
"Taihiap, apakah tali ini memenuhi syarat?" tanya Seng Bu sambil memperlihatkan tali itu kepada Yo Han.
Yo Han menerima gulungan tali, kemudian melepas ujungnya ke dalam sumur setelah ujung itu diikatkan
kepada sebongkah batu. Ternyata sumur itu dalam sekali dan sampai lama barulah batu di ujung tali tiba
pada dasar sumur.
Tali itu memang cukup panjang dan kuat. Setelah batu tiba pada dasar sumur dan tali mengendur, masih
ada sisa tiga empat meter. Yo Han lalu melibatkan sisa tali itu pada sebatang pohon dekat sumur, lalu
menyerahkan ujungnya kepada Seng Bu.
"Jaga dan pegangi ujung tali ini, aku akan segera turun ke bawah. Kalau aku sudah memberi tanda tarikan
tiga kali pada tali, maka kau boleh tarik aku keluar."
"Baik, Yo Taihiap. Harap Taihiap berhati-hati, siapa tahu di bawah sana ada bahaya mengintai," kata Seng
Bu.
"Jangan khawatir, aku sudah siap menghadapi apa saja," kata Yo Han.
Setelah berkata demikian, Yo Han menuruni sumur melalui tali yang ujungnya dipegang oleh Seng Bu.
Bagaikan seekor monyet saja, dengan cekatan dia menuruni tali itu, waspada memperhatikan ke bawah
karena dia maklum bahwa seperti yang dikatakan Ouw Seng Bu tadi, mungkin di bawah sana mengintai
bahaya yang bisa mengancam keselamatannya. Sama sekali Yo Han tidak pernah mengira bahwa bahaya
mengintai dari atas, bukan dari bawah!
Tadi dia telah menduga bahwa sumur itu menyerong, yaitu ketika dia mengulur tali yang ujungnya
digantungi batu. Batu itu tadi menyentuh dinding sumur dan menggelinding ke bawah, tidak lagi tergantung
bebas. Itu berarti bahwa sumur itu menyerong, tidak lurus ke bawah. Kini ternyata memang benar.
Tubuhnya menyentuh dinding sumur yang kasar dan dia merayap terus. Dan nampaklah sinar dari
samping, yang tidak nampak dari atas karena letaknya yang menyerong itu. Begitu kakinya menyentuh
lantai batu, dia pun melihat lima sosok mayat yang sudah tinggal tulang dibungkus pakaian yang robekrobek.
Lima orang!
Dia teringat akan keterangan Ouw Seng Bu yang menceritakan bahwa yang dibawa masuk ke dalam
sumur oleh bayangan hitam adalah Lauw Kang Hui, Su Kian, Thio Cu, Lauw Kin dan Lu Sek. Lima orang
tokoh Thian-li-pang itu benar-benar sudah tewas di dasar sumur! Akan tetapi Yo Han melihat satu
keanehan. Kedudukan lima sosok mayat itu bertumpuk, nampaknya seperti dilemparkan dari atas!
Dia menghampiri mayat-mayat itu. Sudah tak dapat dikenal lagi, apa lagi diselidiki sebab kematian mereka.
Juga tempat itu hanya remang-remang saja, terlalu gelap untuk dapat memeriksa dengan teliti. Dia harus
memeriksa ke dalam sana. Mungkin si pembunuh itu masih berada di dasar sumur yang ternyata dasarnya
merupakan terowongan berbatu-batu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dia pun melepaskan tali yang tadi masih dipegangnya, lalu berindap-indap memasuki lorong penuh batubatu
besar itu. Kalau benar ada orangnya, mungkin bersembunyi di balik batu besar. Dia sudah siap kalaukalau
ada serangan gelap dari dalam.
Tidak ada penyerangan, tidak ada gerakan apa pun dari dalam. Akan tetapi mendadak terdengar suara
bersiutan dari atas. Yo Han terkejut melihat tali yang dipakai turun tadi kini menyambar turun seperti seekor
ular yang panjang sekali! Tali itu dilepas dari atas!
Sejenak dia tertegun karena heran dan kaget, akan tetapi cepat dia menarik tali itu karena dalam sekejap
mata dia yakin bahwa tali itu akan ada gunanya baginya. Dia masih belum dapat menduga mengapa Ouw
Seng Bu melepaskan tali itu.
Tiba-tiba terdengar suara tawa dari atas yang bergema ke bawah dan dia terkejut. Itulah suara Ouw Seng
Bu. Dia tahu bahwa orang yang bisa melepas suara tawa mengandung khikang amat kuat seperti itu
tentulah memiliki ilmu kepandaian tinggi. Suara tawa itu disusul sorak-sorai dan tiba-tiba saja terjadi hujan
batu dari atas sumur!
Yo Han melompat lebih dalam lagi dan cepat dia mendorong sebuah batu besar sekali ke depan
terowongan sehingga hujan batu itu tidak sampai menggelundung ke dalam terowongan, melainkan
tertahan oleh batu besar dan terus bertumpuk menutupi lubang sumur!
Kini mengertilah dia. Ouw Seng Bu dan para anggota Thian-li-pang telah berkhianat dan dia telah tertipu.
Ouw Seng Bu berhasil memancingnya memasuki sumur dan sumur itu lalu ditimbuni batu.
Yo Han pada dasarnya adalah seorang yang mempunyai iman yang kokoh kuat kepada Tuhan, karena itu
dia tidak menjadi gugup. Mati hidupnya sudah dia serahkan kepada kekuasaan Tuhan. Ia akan berusaha
sekuatnya mempertahankan hidupnya, akan tetapi berhasil atau gagalnya dia serahkan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Dia tahu bahwa tidak mungkin dapat keluar melalui sumur yang sudah tertutup banyak batu itu. Dia tidak
mati tertimpa batu karena batu besar tadi merupakan pengganjal dan penghalang batu-batu kecil
memasuki terowongan.
Dia tidak akan mati tertimbun batu. Juga agaknya dia tidak akan mati kehabisan napas karena masih ada
saluran udara segar di situ, mungkin masuk melalui celah-celah batu, seperti juga sinar matahari yang
dapat masuk ke situ. Dia tidak akan mati kehausan, karena dinding itu basah dan tidak sukar menampung
air dengan membuat lekukan pada dinding basah untuk menampung air. Dia akan mati kelaparan?
Mungkin, kalau dia tidak dapat keluar dan kalau di tempat itu tidak terdapat benda yang bisa dimakan.
Yo Han menggulung tali dan duduk di atas gulungan tali supaya tidak basah. Dia duduk bersila dan
membiarkan hati serta pikirannya tenang. Dia membutuhkan ketenangan. Dalam menghadapi bahaya, ia
harus dapat tenang agar akal pikirannya bisa digunakan sebaik-baiknya, dan di dalam ketenangan itu
kepasrahannya kepada kekuasaan Tuhan dapat lebih mendalam.
Sementara itu, di atas sumur, Ouw Seng Bu tertawa gembira ketika bersama para anak buah yang sudah
dipersiapkan sebelumnya, menimbun sumur tua itu dengan batu.
"Ha-ha-ha, Yo Han. Rasakan sekarang engkau, mampus di dalam sumur tua, menjadi setan penasaran!
Sin-ciang Taihiap, engkau tidak lagi menjadi penghalang bagiku."
Akan tetapi Ouw Beng Bu segera menghentikan tawanya pada saat dia melihat Cu Kim Giok datang
berlari-larian. Gadis itu mendengar sorak-sorai anak buah Thian-li-pang, merasa tertarik dan segera datang
ke tempat itu. Ia masih sempat melihat anak buah Thian-li-pang melempar-lemparkan batu ke dalam
sebuah sumur tua. Hal itu membuat ia merasa heran sekali.
"Ouw-pangcu, apakah yang telah terjadi?" tanya gadis itu heran sambil mendekati Seng Bu.
Seng Bu segera memasang wajah yang serius. "Aihhh, hampir saja aku pun celaka menjadi korban
kelihaian Yo Han, Nona. Mari kita bicara di dalam dan akan kuceritakan semua."
dunia-kangouw.blogspot.com
Kepada anak buahnya dia memesan agar sumur itu ditutup sampai tidak nampak lagi lubangnya.
Kemudian dia mengajak Kim Giok kembali ke bangunan induk yang menjadi pusat perkampungan Thian-lipang.
Setelah mereka duduk berdua di dalam kamar belakang, Kim Giok dengan hati tegang bertanya,
"Ceritakan, Pangcu. Apakah yang telah terjadi dan di mana adanya Sin-ciang Taihiap Yo Han?"
Seng Bu menghela napas dan tiba-tiba dia mengeluh. Wajahnya berubah pusat dan napasnya terengah.
"Aduhhh..." Seng Bu memejamkan matanya dan tangan kirinya menekan ke arah dada kanannya.
Tentu saja Kim Giok terkejut bukan main, cepat bangkit dan menghampiri pemuda itu. "Ouw-pangcu, ada
apakah? Engkau... terluka...?"
Sambil menekan dada kanan dengan telapak tangannya, wajah Seng Bu menyeringai kesakitan, napasnya
sesak, lalu dia menjawab terengah-engah, "Dia memang... lihai... sekali, dan... jahat kejam. Dia... dia tadi
tiba-tiba memukulku, di dekat sumur... dan aku nyaris terjungkal, akan tetapi... aku mampu bertahan, aku
terus melawan... dibantu oleh saudara-saudaraku... akhirnya kami berhasil... dia terjatuh ke dalam sumur,
akan tetapi aku... aku terkena pukulannya..."
"Ahhh!" Kim Giok terbelalak. "Dan kalian... tadi menimbun sumur itu dengan batu? Dia terkubur hiduphidup...
?" Gadis itu memandang ngeri.
"Aihh, Nona, engkau tidak tahu... dia amat kejam dan lihai... kalau berhasil lolos...kami semua tentu akan
dibunuhnya. Lihat, lihatlah bekas tangannya ini..." Seng Bu merobek baju di dadanya.
Mata yang indah itu semakin terbelalak kaget. Dada Seng Bu, di bagian kanan, terdapat bekas telapak
tangan dengan lima jarinya, menghitam!
"Ohhhhh...!" Kim Giok menahan teriakannya.
"Ini... pukulan... mautnya... untung aku sudah berjaga diri..., tapi nyeri bukan main... auhhh...!"
Seng Bu terkulai dan dia tentu akan terjatuh dari kursinya kalau saja Kim Giok tidak cepat-cepat
merangkulnya. Melihat Seng Bu pingsan, Kim Giok memondongnya dan merebahkannya di atas lantai. Ia
mengurut kedua pundak dan tengkuk pemuda itu, dan tidak beberapa lama kemudian Seng Bu membuka
mata kembali.
"Aduhhh...!"
"Bagai mana rasanya, Pangcu?"
"Nona, pukulan itu amat beracun, dan hawa beracun itu harus cepat dibersihkan dengan pengerahan
sinkang. Maukah... maukah engkau membantuku, Nona? Aku… aku lemah sekali...!"
"Tentu saja, Pangcu. Bagaimana aku dapat membantumu?"
"Tempelkan kedua telapak tanganmu di punggungku, kemudian kerahkan sinkang agar kekuatan kita dapat
bersatu mendorong keluar hawa beracun itu."
"Baik, Pangcu."
Melihat Seng Bu berusaha bangkit duduk dengan susah payah, tanpa ragu Kim Giok membantunya duduk
bersila. Ia membantu pula Seng Bu membuka bajunya sehingga punggungnya nampak. Ia pun lalu bersila
di belakang pemuda itu, menempelkan kedua telapak tangannya di punggung itu dan memejamkan mata,
mengerahkan sinkang untuk membantu pemuda itu ‘mengusir’ hawa beracun.
Diam-diam Seng Bu menggunakan tangan kiri mengusap dan menekan dada yang ada tanda telapak
tangan menghitam. Perlahan-lahan, tanda menghitam itu pun lenyap. Kim Giok yang kurang pengalaman
sama sekali tak menyangka bahwa noda hitam itu dibuat oleh Seng Bu sendiri ketika dia menekan dada
dunia-kangouw.blogspot.com
kanannya tadi. Dengan kepandaiannya yang aneh, pemuda itu dapat membuat kulit dadanya kehitaman
seperti terkena pukulan beracun.
Perlahan-lahan pernapasan Seng Bu menjadi normal kembali dan dia pun memutar tubuhnya, memegang
kedua tangan gadis itu dan menatapnya dengan pandang mata penuh kasih sayang. Kim Giok juga
menatapnya dan gadis itu menunduk malu.
"Giok-moi (adik Giok), terima kasih... engkau telah menyelamatkan nyawaku..."
Dengan tersipu Kim Giok menarik kedua tangannya, lalu bangkit berdiri dan memutar tubuh membelakangi
pemuda itu agar tidak kelihatan bahwa ia merasa malu sekali.
"Ihhhhh, Pangcu..."
"Kim Giok, setelah apa yang engkau lakukan kepadaku tadi, apakah kita masih harus bersungkansungkan?
Jangan menyebut pangcu kepadaku, sebutan itu terlampau kaku. Giok-moi, aku merasa engkau
bukan seperti seorang sahabat baru, melainkan seperti sudah bertahun-tahun kukenal. Jangan
menyebutku pangcu, aku akan merasa bahagia kalau engkau menyebut aku koko (kanda)."
"Bu-koko, engkau terlalu berlebihan. Apa yang kulakukan tadi hanya sekedar membantu engkau mengusir
hawa beracun. Apakah sekarang engkau sudah sembuh, sudah sehat kembali?"
"Lihatlah, Giok-moi. Tidak ada bekasnya lagi. Lihatlah!"
Kim Giok membalikkan tubuhnya dan sekilas memandang ke arah dada yang telanjang itu. Dada yang
bersih kulitnya, tak lagi nampak tanda telapak tangan menghitam seperti tadi. Dia merasa lega dan girang,
akan tetapi juga malu dan dia tersipu, menundukkan muka tidak mau memandang lagi.
"Bu-ko, pakailah pakaianmu. Engkau membuat aku merasa malu."
Seng Bu tertawa. "Ha-ha-ha, setelah kita menjadi sahabat baik seperti ini, perlukah kita merasa sungkan
dan malu, Moi-moi? Entah mengapa, aku sudah tidak merasa malu sama sekali terhadap dirimu, seolaholah
kita telah akrab selama bertahun-tahun." Seng Bu membetulkan bajunya yang robek di bagian dada
dan dia nampak senang sekali.
Memang hatinya amat gembira. Yo Han, orang yang paling ditakutinya, telah tiada. Dan sekarang dia bisa
melihat tanda-tanda bahwa Cu Kim Giok, gadis yang dicintanya, jelas memperlihatkan tanda-tanda suka
kepadanya. Setidaknya, gadis ini tadi sudah sangat mengkhawatirkan keadaannya dan tanpa malu-malu
suka membantu mengobati dirinya.
Sekarang mereka duduk berhadapan, hanya terhalang oleh meja kecil. Beberapa kali pandang mata
mereka bertemu dan dalam pandangan mata itu saja sudah terpancar perasaan hati masing-masing, meski
pun terkandang Kim Giok menundukkan mukanya yang menjadi kemerahan.
"Giok-moi, kenapa engkau menunduk dan kelihatan malu-malu?"
"Habis, engkau memandangku seperti itu!"
"Seperti apa?" Seng Bu menggoda.
"Pandang matamu membuat aku merasa canggung dan malu, Bu-ko."
Mendadak Seng Bu memegang kedua tangan gadis itu yang berada di atas meja dan menggenggam
tangan itu!
"Giok-moi, apakah aku masih perlu menjelaskan lagi apa artinya pandang mataku itu? Aku memandangmu
penuh kasih sayang. Aku cinta padamu, Giok-moi."
Kim Giok menundukkan mukanya yang sekarang menjadi merah sekali. "Bagaimana, Giok-moi? Marahkah
engkau akan kelancanganku ini?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Kim Giok menggelengkan kepala, masih tetap menunduk.
"Lalu, kenapa engkau hanya diam saja? Apakah engkau tidak sudi menerima perasaan cintaku?"
Kini gadis itu mengangkat mukanya yang kemerahan. "Bu-ko, aku pun kagum dan suka padamu. Akan
tetapi, kita tidak perlu tergesa-gesa membicarakan perasaan kita itu. Kita baru saja berkenalan dan jika kita
telah menjadi sahabat baik, itu sudah menyenangkan sekali, bukan?"
Seng Bu seorang yang cerdik. Ia memang benar-benar mencinta Kim Giok sepenuh hatinya. Dia tidak ingin
membuat gadis itu tidak senang atau menjadi rikuh. Dia bahkan rela melakukan apa saja untuk gadis yang
dicintanya itu.
"Baiklah, Giok-moi. Maafkan aku. Kita memang telah menjadi sahabat baik, dan biarlah urusan antara kita
itu kita bicarakan kelak seperti yang kau kehendaki. Aku hanya ingin agar engkau tahu betul bahwa
engkaulah satu-satunya wanita yang tinggal di dalam hatiku."
Lega rasa hati Kim Giok dan dia menjadi semakin suka kepada pemuda yang penuh pengertian itu.
"Terima kasih atas pengertianmu, Bu-ko. Sekarang mari kita bicara mengenai apa yang terjadi tadi. Aku
masih merasa amat heran kenapa Sin-ciang Taihiap hendak membunuh dirimu setelah dia juga
membunuhi banyak tokoh Thian-li-pang. Aku pernah mendengar namanya yang dipuji-puji oleh para
pendekar dari dua keluarga besar pendekar Istana Pulau Es dan Istana Gurun Pasir. Mereka menyatakan
bahwa Sin-ciang Taihiap adalah seorang pendekar yang budiman dan bijaksana. Akan tetapi kenapa di sini
dia menjadi begitu kejam dan jahat?"
Ouw Seng Bu menghela napas panjang. "Aku tidak heran dan sebaiknya engkau juga tidak perlu
mengherankan hal itu, Giok-moi. Kedudukan dan kekuasaan sering membuat orang lupa diri! Dia hendak
menguasai Thian-li-pang, hendak menonjolkan diri sendiri dan menguasai dunia lewat Thian-li-pang."
"Akan tetapi, aku mendengar bahwa dia telah diangkat menjadi pemimpin Thian-li-pang, hanya kedudukan
ketua lalu dia serahkan kepada mendiang Lauw Pangcu. Kenapa dia malah membunuh Lauw Pangcu dan
beberapa orang tokoh Thian-li-pang, dan sekarang hendak membunuhmu pula? Sungguh aku tidak
mengerti."
"Giok-moi, agaknya engkau hanya mengerti ekornya tidak mengerti kepalanya. Memang benar dia menjadi
pemimpin besar Thian-li-pang seperti dikehendaki oleh para tokoh tua Thian-li-pang. Namun sikapnya tidak
sejalan dengan sikap para pimpinan Thian-li-pang. Dia tidak suka Thian-li-pang menggunakan kekerasan
menentang pemerintah penjajah, bahkan dia tidak setuju bersama-sama berjuang mengusir penjajah
Mancu dari tanah air. Bahkan mungkin sekali dia hendak membawa Thian-li-pang supaya menjadi antek
penjajah. Itulah sebabnya dia membunuhi para pimpinan Thian-li-pang yang mempunyai pendirian tegastegas
menentang penjajah. Melihat betapa aku yang diangkat menjadi ketua sedang menghimpun tenaga,
bekerja sama dengan Pat-kwa-pai dan Pek-lian-pai, juga dengan kelompok pejuang lain, dia menjadi
marah. Dengan berpura-pura hendak menyelidiki kematian para pimpinan Thian-li-pang di dekat sumur tua
itu, mendadak dia menyerangku dan hendak membunuhku dan melemparku ke sumur tua seperti yang dia
lakukan terhadap para pimpinan yang lain. Untung para dewa masih melindungiku dan sebaliknya dia yang
terlempar ke dalam sumur tua itu."
"Aihhh," Cu Kim Giok menghela napas panjang. "Ayah dan ibu juga pernah mengatakan bahwa kedudukan
memang suka membuat orang menjadi kejam. Kuharap saja engkau tidak ikut-ikutan mabuk kekuasaan,
Bu-ko."
"Tak mungkin, Giok-moi. Apa lagi kalau engkau suka membantuku dan selalu berada di sampingku. Sejak
Thian-li-pang berdiri, nenek moyangku adalah pejuang-pejuang yang gigih, yang rela mengorbankan
nyawa demi membela nusa bangsa. Aku melanjutkan cita-cita mereka, dan aku akan berjuang sematamata
demi membebaskan rakyat dan tanah air kita dari cengkeraman penjajah Mancu, bukan untuk
mencari kedudukan atau harta benda. Tentu engkau percaya kepadaku, bukan?"
"Tentu saja aku percaya padamu, Bu-ko. Kalau tidak percaya, tentu aku tidak akan suka membantumu.
Dan selanjutnya, langkah apa yang akan kau ambil?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku akan mengadakan perundingan dengan para pimpinan puncak Pat-kwa-pai serta Pek-lian-kauw, juga
kelompok pejuang yang lainnya. Seperti juga pendirian orang-orang sombong, macam Yo Han, masih
banyak tokoh dunia kang-ouw yang mengambil jalan sendiri, membeda-bedakan kelompok dan tak mau
bekerja sama untuk menghancurkan penjajah. Cara kerja sendiri-sendiri ini, apa lagi kalau disertai
persaingan, menimbulkan pertentangan di antara para pejuang sendiri. Hal ini hanya melemahkan
perjuangan dan memperkuat kedudukan pemerintah penjajah. Oleh karena itu, kita haruslah berusaha
untuk lebih dulu menundukkan para kelompok dan tokoh dunia persilatan. Kalau seluruh dunia kang-ouw
sudah dapat bekerja sama, kukira menggulingkan pemerintah penjajah Mancu bukan merupakan hal yang
sukar lagi."
Kim Giok yang sudah benar-benar jatuh cinta kepada pemuda itu sangat tertarik dengan gaya bicara dan
sikap Seng Bu. Dia mengangguk-angguk dan merasa kagum karena ia menganggap bahwa pendapat
pemuda itu tepat. Sedikit banyak, ayah ibunya juga telah menanamkan perasaan cinta tanah air dan
bangsa kepadanya, juga telah menceritakan tentang kekuasaan bangsa Mancu yang menjajah bangsanya.
"Pendapatmu itu tepat sekali dan aku akan membantumu, Bu-koko!" katanya penuh semangat. Tentu saja
Seng Bu menjadi girang bukan main.
"Terima kasih, Giok-moi. Dengan adanya engkau di sampingku, bintang dan bulan di langit pun akan dapat
kuraih!"
Mereka saling pandang dengan senyum mesra dan ketika mereka mendengar suara gaduh kembalinya
anak buah Thian-li-pang, mereka pun keluar dari ruangan itu…..
********************
Atas bantuan yang sungguh-sungguh dari Siangkoan Kok, Ouw Seng Bu memperoleh kemajuan pesat
dalam menyatuan kekuatan. Siangkoan Kok yang sekarang dia angkat menjadi wakil ketua Thian-li-pang,
kemudian mendatangi banyak perkumpulan silat dan perguruan-perguruan silat yang terkenal.
Mula-mula dia membujuk mereka untuk bekerja sama dengan Thian-li-pang berjuang menentang
pemerintah Mancu. Kalau ada yang menolak, Siangkoan Kok mengalahkan dan menundukkan para
pimpinannya sehingga akhirnya perkumpulan itu menakluk juga karena takut dibasmi. Tentu saja dengan
mudah Siangkoan Kok pun mengajak mereka yang dahulunya memang sudah bersekutu dengan Paobeng-
pai agar kini bekerja sama dengan Thian-li-pang akibat Pao-beng-pai telah dihancurkan pasukan
pemerintah.
Hanya ada satu dua perkumpulan saja yang memiliki pimpinan yang terlampau kuat bagi Siangkoan Kok.
Untuk menalukkan pimpinan perkumpulan yang lihai ini, Ouw Seng Bu sebagai ketua Thian-li-pang turun
tangan sendiri dan selama ini, belum pernah ada yang mampu menandingi ilmunya yang aneh akan tetapi
juga dahsyat bukan main.
Thian-li-pang menjadi semakin besar dan berpengaruh. Melihat kemajuan yang dicapai kekasihnya, tentu
saja Kim Giok merasa gembira dan kagum sekali. Beberapa kali dia menawarkan diri untuk membujuk
kedua orang tuanya agar mau membantu perjuangan Thian-li-pang karena kalau ayah ibunya suka
membantu, tentu mereka itu akan dapat menarik perhatian para pendekar lainnya. Akan tetapi, Ouw Seng
Bu selalu menolak dengan halus.
"Belum tiba saatnya, Giok-moi. Ayah dan ibumu tentu akan merasa heran dan terkejut melihat hubungan
kita yang akrab. Hal itu saja sudah membutuhkan pendekatan yang lembut. Apa lagi jika ditambah dengan
bujukan supaya mereka membantu perjuangan. Biarlah, nanti kalau Thian-li-pang sudah kuat benar, aku
sendiri yang akan menghadap mereka untuk melamarmu, dan kalau kita sudah menjadi suami isteri, dan
orang tuamu menjadi mertuaku, tentu dengan sendirinya mereka akan membantu perjuangan kita."
Kim Giok tak membantah lagi. Sikap Seng Bu terhadap dirinya selalu lembut dan sopan, dan pemuda itu
memegang janji, tidak pernah lagi bicara tentang cinta mereka seperti yang pernah dijanjikannya. Hal ini
membuat ia menjadi semakin kagum dan suka, dan diam-diam ia pun sudah mengambil keputusan untuk
memilih pemuda ini sebagai calon suaminya.
Ouw Seng Bu memang cerdik luar biasa. Dia tahu bahwa latihan ilmu Bu-kek Hoat-keng yang
ditemukannya di dalam sumur membuat ia berubah dan merasa aneh. Karena itu, setiap kali berlatih ilmu
dunia-kangouw.blogspot.com
tersebut, dia selalu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, apa lagi setelah kini Kim Giok berada di
Thian-li-pang.
Juga, dia melarang keras anak buahnya untuk melakukan perbuatan yang akan menjadi celaan orang, dan
memerintahkan mereka agar bertindak seperti pejuang-pejuang yang gagah. Hal ini bertujuan untuk
menjaga nama baik Thian-li-pang dan untuk menarik hati para pendekar agar mau bergabung dengan
mereka.
Untuk biaya perkumpulannya, diam-diam, tanpa kekerasaan yang menyolok, mereka masih menguasai
semua tempat pelesir mau pun tempat judi. Juga dengan halus tetapi mengandung ancaman maut, mereka
bisa memeras para pedagang untuk setiap bulan menyerahkan uang sumbangan kepada Thian-li-pang!
Ada pula anggota yang tugasnya melakukan pencurian di rumah-rumah para hartawan dan bangsawan,
akan tetapi mereka yang bertugas mencuri adalah anggota yang ilmu kepandaiannya sudah tinggi dan tiap
kali melakukan pencurian, mereka selalu menutupi muka dengan kain hitam. Juga, mereka dipesan agar
sampai mati pun tidak mengakui bahwa mereka adalah orang Thian-li-pang, yaitu kalau mereka sampai
tertangkap ketika melakukan pencurian. Pesan ini harus mereka taati, karena Seng Bu mengancam akan
menyiksa dan membunuh seluruh keluarga anggota Thian-li-pang yang tidak mentaati pesan itu.
Demikianlah, dengan hasil yang cukup berlimpah, Seng Bu dapat semakin memperkuat Thian-li-pang
menjadi perkumpulan yang cukup mewah, walau pun kini tidak ada lagi anggota yang melakukan kejahatan
secara berterang.
Sebenarnya, semenjak kecil Ouw Seng Bu memang digembleng untuk menjadi seorang pendekar dan
patriot. Sebelum dia secara kebetulan menemukan ilmu di dalam sumur tua dan mempelajarinya, dia
adalah seorang murid Thian-li-pang yang baik dan gagah perkasa. Bahkan mendiang Lauw Kang Hui
menaruh harapan besar kepada muridnya ini.
Akan tetapi, sejak dia melatih diri dengan ilmu Bu-kek Hoat-keng secara keliru, terjadi kelainan pada
batinnya, seakan-akan dia mendapat gangguan jiwa. Dia menjadi aneh, ganas, kejam, licik dan haus akan
kekuasaan dan kemenangan!
Watak aneh ini memang tidak begitu kelihatan, tidak menonjol apabila dia tidak sedang berlatih ilmu itu,
akan tetapi telah menjadi watak kedua yang telah tenggelam di dasar hatinya dan sewaktu-waktu dapat
muncul secara tidak terduga, walau pun pada lahirnya dia nampak tetap sebagai seorang pendekar yang
gagah dan baik.
Pada suatu hari, Thian-li-pang menerima banyak tamu yang memang diundang, yaitu para pimpinan
perkumpulan yang sudah menakluk kepada Thian-li-pang, dan ada pula beberapa orang pimpinan
perkumpulan yang belum bekerja sama akan tetapi sengaja diundang dalam kesempatan itu untuk dibujuk
dan diajak bekerja sama. Tak kurang dari lima puluh orang tokoh-tokoh kang-ouw yang hadir, sebagian
besar dari mereka yang telah mau bekerja sama dengan Thian-li-pang adalah mereka yang terdiri dari
golongan hitam.
Dalam pertemuan yang diadakan bagaikan dalam pesta ini, Cu Kim Giok dipersilakan hadir. Tentu saja ia
dianggap sebagai seorang tamu kehormatan dan kursinya berada di sebelah kanan kursi ketua Thian-lipang.
Ouw Seng Bu nampak tampan dan gagah pada hari itu, dengan pakaian yang baru dan wajahnya berseri
menyaksikan betapa semua undangan datang hadir. Ini membuktikan bahwa Thian-li-pang mulai dikenal
dan ditaati.
Siangkoan Kok yang juga nampak gagah dan berwibawa, duduk di sebelah kirinya, dan kehadiran tokoh
besar ketua Pao-beng-pai ini saja sebagai pembantunya, sebagai wakil ketua, sudah menambah
kewibawaan Ouw Seng Bu sebagai ketua Thian-li-pang. Kabar tentang kelihaian pemuda ini terdengar luas
di dunia kang-ouw.
Setelah semua tamu hadir dan disuguhi arak. Siangkoan Kok yang mewakili ketuanya, bangkit berdiri dan
mengucapkan selamat datang dengan mengangkat secawan arak, mengajak semua yang hadir minum.
Kemudian dia melanjutkan dengan suara lantang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Cuwi (Anda sekalian) tentu sudah mengenal saya. Tentu Cuwi merasa heran mengapa saya sebagai
bekas ketua Pao-beng-pai yang sudah gagal dan hancur oleh pasukan pemerintah, sekarang bisa menjadi
wakil Thian-li-pang. Hendaknya Cuwi ketahui bahwa Thian-li-pang merupakan satu perkumpulan yang
sehaluan dengan Pao-beng-pai, yaitu perkumpulan para pejuang yang hendak merobohkan pemerintah
penjajahan, kemudian membebaskan rakyat dan tanah air dari belenggu penjajah bangsa Mancu. Oleh
karena itu, bagi Cuwi yang belum mengadakan perjanjian kerja sama dengan kami, diharapkan saat ini
juga menyatakan kesediaan untuk kerja sama itu, untuk membantu perjuangan kami, demi tanah air dan
bangsa."
Sambutan tepuk sorak menyatakan setuju dengan ucapan Siangkoan Kok itu. Dan para pemimpin
kelompok yang datang sebagai tamu undangan dan belum bersekutu dengan Thian-li-pang, segera
menyatakan kesediaan mereka.
Akan tetapi pada saat itu, para penjaga, yaitu murid-murid Thian-li-pang yang berada di luar ruangan
pertemuan, melaporkan dengan suara lantang.
"Rombongan pemimpin Bu-tong-pai datang berkunjung!"
Semua orang terkejut dan merasa heran, termasuk Ouw Seng Bu dan Siangkoan Kok. Bu-tong-pai
termasuk satu di antara partai-partai persilatan yang tidak dapat diharapkan untuk bekerja sama, yaitu
partai-partai seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan Hoa-san-pai yang menganggap diri mereka
sebagai partai ‘bersih’ dan yang tidak mau bergaul dengan kelompok lain yang mereka anggap kotor, hitam
atau sesat!
Bahkan dahulu Pao-beng-pai juga tidak berhasil menarik golongan itu sebagai kawan seperjuangan. Dan
sekarang, rombongan pemimpin Bu-tong-pai itu datang berkunjung?
Dengan tenang Seng Bu dari Siangkoan Kok bangkit menyambut ketika lima orang tosu itu memasuki
ruangan dengan sikap mereka yang tenang dan gagah. Mereka terdiri dari lima orang tosu yang berusia
antara lima puluh sampai enam puluh tahun, dipimpin oleh Thian Tocu, tosu yang berusia enam puluh
tahun, berjenggot panjang dan memegang sebatang tongkat.
Tosu ini adalah seorang ketua kuil yang menjadi cabang perguruan Bu-tong-pai di kota Hun-kiang, kurang
lebih lima puluh li dari Bukit Naga. Empat orang tosu lainnya adalah adik-adik seperguruannya. Lima orang
tosu ini rata-rata memiliki ilmu silat Bu-tong-pai yang telah tinggi tingkatnya. Jika Thian Tocu membawa
sebatang tongkat, empat orang sute-nya membawa pedang di punggung mereka. Pakaian mereka
sederhana, dengan jubah tosu yang lebar berwarna biru menyelimuti pakaian yang berwarna kuning muda,
dan rambut mereka digelung ke atas. Sikap mereka tenang dan lembut.
Siangkoan Kok mengenal Thian Tocu karena tokoh Bu-tong-pai ini pernah berkunjung ketika Pao-beng-pai
mengadakan pesta ulang tahun, maka cepat-cepat dia mengangkat kedua tangan memberi hormat.
"Ahh, kiranya Totiang Thian Tocu dan para Totiang tokoh Bu-tong-pai yang kini datang berkunjung." Ia
menoleh kepada Seng Bu, dan berkata, "Pangcu, mereka adalah Thian Tocu Totiang dan para tokoh Butong-
pai lainnya. Dan Cuwi Totiang (Bapak Pendeta Sekalian), ini adalah Ouw Pangcu, ketua Thian-li-pang
kami."
Ouw Seng Bu yang pandai membawa diri segera memberi hormat dan berkata, "Maaf, karena Cuwi
Totiang tidak memberi tahu terlebih dahulu akan kunjungan ini, maka kami terlambat menyambut. Silakan
Cuwi mengambil tempat duduk."
Lima orang tosu itu tidak mempedulikan Siangkoan Kok, dan sejak tadi mereka semua mengamati Ouw
Seng Bu dengan penuh perhatian. Mereka sudah mendengar banyak berita tentang ketua baru Thian-lipang
yang sepak terjangnya mengejutkan.
Kabarnya, ketua itu masih muda akan tetapi mempunyai ilmu kepandaian tinggi, bahkan menarik bekas
ketua Pao-beng-pai yang terkenal sebagai seorang datuk itu menjadi wakilnya. Juga bahwa kini Thian-lipang
sudah menaklukkan hampir semua kelompok dan kekuatan di dunia kang-ouw.
Melihat bahwa ketua itu memang masih muda, bersikap lembut dan sopan, mereka lalu mengangkat kedua
tangan depan dada.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siancai..." kata Thian Tocu sambil memandang kagum. "Kiranya Ouw-pangcu, ketua Thian-li-pang masih
amat muda, akan tetapi telah membuat nama besar. Terima kasih, kami datang hanya untuk melihat bukti
dan mengajukan beberapa pertanyaan, bukan untuk bertamu. Kami bahkan tak tahu bahwa pagi ini Thianli-
pang sedang mengadakan pertemuan dengan banyak tokoh kang-ouw."
Tosu itu memandang ke sekeliling dan mendapat kenyataan bahwa yang hadir adalah orang-orang kangouw
dari daerah itu. Sebagian besar di antara mereka ialah golongan hitam. Bahkan ada pendeta Pek-liankauw
dan Pat-kwa-pai hadir pula di situ.
Ouw Seng Bu mengerutkan alisnya, akan tetapi hanya sebentar dan wajahnya sudah cerah dan ramah
kembali. "Kalau begitu kehendak Totiang, silakan."
"Begini Ouw Pangcu. Sejak Sin-ciang Taihiap, yaitu Yo Taihiap yang menjadi pemimpin Thian-li-pang dan
kemudian kedudukan ketua diserahkan pada pangcu Lauw Kang Hui, Thian-li-pang terkenal sebagai
perkumpulan pejuang yang gagah berani dan bijaksana, bahkan berhubungan dekat dengan para
pendekar di dunia persilatan. Akan tetapi, tiba-tiba saja kami mendengar bahwa Thian-li-pang mengalami
perubahan. Kabarnya, para pemimpinnya terbunuh dan kedudukan ketua dipegang oleh Ouw Pangcu.
Yang lebih mengherankan lagi, menurut desas-desus itu, para pimpinan Thian-li-pang yang lama itu
dibunuh oleh Yo Taihiap! Kami semua merasa heran dan sama sekali tidak percaya, hanya karena urusan
itu merupakan urusan dalam Thian-li-pang, kami terpaksa berdiam diri. Tetapi, melihat sepak terjang Thianli-
pang akhir-akhir ini, terpaksa pinto dan adik-adik seperguruan memberanikan diri lancang berkunjung
untuk mengajukan pertanyaan kepada Pangcu."
"To-yu, kalau hendak bertanya, tanya saja. Mengapa berbelit-belit seperti itu?" Tiba-tiba Siangkoan Kok
berseru dengan suara lantang karena kakek ini sudah tidak sabar lagi mendengar ucapan tosu Bu-tong-pai
itu.
"Benar, Totiang, tanyalah, kami tidak menyembunyikan sesuatu," kata Seng Bu.
"Ouw Pangcu, kami melihat betapa Thian-li-pang sudah mengubah seluruh sikapnya. Thian-li-pang
menaklukkan hampir semua perkumpulan dan kelompok para pejuang, mengadakan hubungan dengan
semua pihak tanpa pilih bulu. Thian-li-pang menguasai pula semua tempat hiburan, tempat maksiat, dan
Thian-li-pang melakukan pemerasan kepada para hartawan. Padahal, semua ini tidak dilakukan ketika
Lauw Pangcu masih menjadi ketua. Kenapa setelah para pimpinan Thian-li-pang tewas secara rahasia,
tiba-tiba Ouw Pangcu yang menjadi ketua tanpa pengumuman kepada para kenalan, dan Ouw Pangcu
mengadakan perubahan yang berlawanan dengan sikap Thian-li-pang dulu? Kami melihat Thian-li-pang
telah menyimpang dari jalan benar, maka kami terus terang saja merasa curiga dengan perubahan ini.
Yang lebih mengejutkan kami, adanya desas-desus disebarkan oleh orang-orang Thian-li-pang bahwa
beberapa hari yang lalu, Ouw Pangcu telah membunuh Sin-ciang Taihiap Yo Han di sini! Nah, itulah
penasaran yang mendorong kami datang pada pagi ini, untuk minta penjelasan dari para pimpinan Thian-lipang!"
Siangkoan Kok bangkit berdiri dengan muka berubah merah dan mata melotot. "Tosu Bu-tong-pai, kalian
berani mencampuri urusan pribadi Thian-li-pang?!"
Ouw Seng Bu juga bangkit berdiri dan menyabarkannya. "Sudahlah, Paman. Biarkan aku yang
menghadapi mereka."
"Tapi, Pangcu. Mereka ini sungguh tidak tahu aturan!"
"Paman Siangkoan Kok, duduklah dan biarkan aku yang menangani urusan ini!" kata pula Seng Bu.
Nada suaranya mengandung sesuatu yang membuat Siangkoan Kok duduk kembali dengan muka
cemberut dan mata masih merah ketika dia memandang ke arah lima orang tosu Bu-tong-pai itu. Untuk
mendinginkan hatinya, dia pun menuangkan arak dari cawan ke dalam mulutnya.
Kini Ouw Seng Bu menghampiri lima orang tosu itu dan berhadapan dengan mereka, sikapnya masih
tenang saja. Cu Kim Giok yang sejak tadi hanya menjadi penonton yang berhati tegang, merasa kagum
akan sikap kekasihnya itu. Betapa tenang dan lembutnya pemuda yang menjadi ketua Thian-li-pang itu!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ngo-wi Totiang (Bapak Pendeta berlima), kami akan menjawab semua pertanyaan dari Totiang tadi. Tadi
Totiang Thian Tocu menyinggung mengenai terbunuhnya suhu Lauw Kang Hui dan beberapa orang
pimpinan kami. Memang hal itu benar, dan pembunuhnya adalah Sin-ciang Taihiap Yo Han. Hal ini bisa
kami ketahui dari luka yang terdapat pada mayat korban karena pukulan itu hanya dapat dilakukan oleh Yo
Han saja. Mengapa dia melakukan semua pembunuhan itu? Mungkin untuk membalaskan sakit hati
gurunya, kakek yang menjadi orang hukuman di sini karena menentang pimpinan. Mungkin juga dia
hendak menguasai Thian-li-pang dan memusuhi kami yang berlawanan pendapat dan sikap dengan dia.
Tentang perubahan yang terjadi di Thian-li-pang semenjak saya dipilih menjadi ketua, itu memang benar.
Kami menganggap bahwa perjuangan bukan monopoli golongan pendekar saja, melainkan menjadi tugas
setiap orang warga negara untuk menyelamatkan bangsa dari penjajah Mancu. Kami berkeyakinan bahwa
tanpa adanya persatuan dari semua pihak, perjuangan akan gagal. Oleh karena itulah, kami sengaja
mengadakan hubungan dengan semua pihak yang menentang pemerintah, dan kami akan menundukkan
dan memaksa golongan yang menjadi antek penjajah untuk membantu perjuangan kami. Ada pun
penguasaan atas semua tempat pelesiran dan meminta sumbangan dari kaum hartawan, memang hal itu
kami lakukan karena dari mana kami akan memperoleh biaya? Kalau tempat-tempat maksiat itu dibiarkan
tanpa pengontrolan kami, tentu akan menjadi sarang golongan penjahat. Juga, apa salahnya mengajak
para hartawan membantu perjuangan dengan menyumbangkan sedikit harta mereka? Bila kebijaksanaan
kami mengenai perjuangan bangsa ini tidak cocok dengan keinginan pihak Bu-tong-pai, maaf, hal itu sama
sekali tak ada sangkut pautnya dengan Bu-tong-pai. Selama ini kami sendiri pun belum pernah
mencampuri urusan dapur dan kamar Bu-tong-pai."
"Siancai... keterangan Ouw Pangcu masuk di akal sungguh pun belum meyakinkan kami tentang Sin-ciang
Taihiap. Lalu bagaimana dengan berita tentang tewasnya Sin-ciang Taihiap Yo Han di tangan Pangcu?
Benarkah itu, ataukah hanya berita isapan jempol belaka?"
Cu Kim Giok mengerutkan alisnya. Sikap tosu itu terlalu sombong, pikirnya, dan terlalu memandang rendah
kepada Ouw Seng Bu. Akan tetapi sikap ketua Thian-li-pang itu tetap tenang menghadapi ucapan yang
nadanya tidak percaya dan meremehkan itu.
"Totiang, Yo Han memang muncul di sini dan dia berusaha untuk membunuhku. Dia datang dan pura-pura
hendak menyelidiki kematian suhu dan yang lain-lain. Akan tetapi ketika berada di bagian belakang
perkampungan kami, dia lalu menyerangku dan nyaris membunuhku. Masih untung aku dapat
mempertahankan diri dan dengan bantuan para anggota Thian-li-pang, kami berhasil membuat dia jatuh
terjungkal ke dalam sumur tua dan tewas, walau pun aku sendiri harus menerima pukulan darinya."
"Siancai...! Sin-ciang Taihiap adalah seorang pendekar budiman, seorang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Bagaimana mungkin dia dapat dikalahkan demikian mudahnya? Cerita Pangcu itu sukar untuk
diterima begitu saja..."
Sepasang mata Seng Bu mencorong dan suaranya terdengar dingin sekali. "Totiang tak percaya pada
keteranganku?"
"Bagaimana kami dapat percaya?" kata Thian Tocu. "Jika kami sudah melihat buktinya, barulah kami dapat
percaya."
"Totiang adalah seorang tokoh besar dan pemimpin Bu-tong-pai, bagaimana kini dapat bersikap seperti
anak kecil begini?" tiba-tiba saja terdengar suara merdu dan lantang. "Akulah yang menjadi saksi akan
kebenaran keterangan Ouw Pangcu. Aku pula yang membantu dia mengobati luka di dadanya yang kena
pukulan tangan Sin-ciang Taihiap Yo Han!"
Semua orang memandang. Lima orang tosu Bu-tong-pai kini memperhatikan Kim Giok dengan pandang
mata penuh selidik. "Siancai, kalau boleh kami mengetahui, siapakah Nona dan apa hubungan Nona
dengan Ouw Pangcu?"
"Totiang, Nona ini adalah Nona Cu Kim Giok, puteri dari majikan Lembah Naga Siluman, pendekar Cu Kun
Tek. Dia keturunan keluarga Cu, penghuni Lembah Naga Siluman. Apakah Totiang juga meragukan
ucapannya dan tidak percaya?" kata Ouw Seng Bu.
Lima orang tosu itu nampak kaget, akan tetapi Thian Tocu mengerutkan alisnya dan pandang matanya
kepada gadis itu nampak ragu. Seorang gadis cantik manis bermata indah yang usianya paling banyak
dunia-kangouw.blogspot.com
baru delapan belas tahun! Kalau benar gadis itu puteri keluarga yang amat terkenal itu, bagaimana dapat
berada di Thian-li-pang?
"Maafkan kami, Nona. Kami belum pernah melihat Nona, walau pun kami sudah pernah mendengar akan
nama besar keluarga Lembah Naga Siluman. Bagaimana kami dapat yakin bahwa Nona adalah puteri
majikan Lembah Naga Siluman?"
"Singgg...!!"
Nampak sinar berkelebat menyilaukan mata dan Kim Giok sudah mencabut pedangnya. "Pendeta yang
sombong, lihatlah baik-baik, apakah engkau masih meragukan pedangku ini?" bentak Kim Giok.
Pedang Koai-liong Po-kiam nampak berkilat menyilaukan mata dan ketika dicabut tadi, suara berdesingnya
mengandung suara seperti harimau mengaum.
Melihat pedang itu, Thian Tocu amat terkejut dan cepat dia memberi hormat. "Koai-liong Po-kiam! Ahhh,
maafkan kami, nona Cu. Setelah Nona maju sebagai saksi, kami tidak meragukan kebenarannya. Akan
tetapi, yang membuat kami sulit untuk percaya adalah bagaimana mungkin Sin-ciang Taihiap dapat
dikalahkah oleh Ouw Pangcu yang murid mendiang Lauw Pangcu? Padahal, Lauw Pangcu sendiri,
gurunya, tidak akan mampu menandingi Sin-ciang Taihiap! Bukankah hal ini amat aneh dan sukar
dipercaya?"
"Ngo-wi Totiang," kata Ouw Seng Bu, suaranya terdengar dingin dan pandang matanya mencorong,
"Apakah seorang murid harus lebih lemah dibandingkan gurunya? Ingatlah, Totiang, orang muda memiliki
kesempatan yang jauh lebih banyak untuk memperoleh kemajuan dari pada gurunya yang sudah tua.
Kalau Ngo-wi masih belum percaya akan kemampuanku sehingga aku terpilih menjadi ketua Thian-li-pang
dan dapat menandingi Yo Han, silakan Totiang berlima maju dan menguji kemampuanku!"
Mendengar tantangan ini, lima orang tosu Bu-tong-pai saling pandang. Mereka adalah tokoh-tokoh Butong-
pai, dan kini mereka berlima ditantang untuk menghadapi seorang pemuda!
"Ha-ha-ha, aku berani mempertaruhkan kepalaku bahwa lima orang kakek Bu-tong-pai yang sombong ini
tidak akan mampu bertahan sampai tiga puluh jurus melawan Ouw Pangcu. Ha-ha-ha!" kata Siangkoan
Kok sambil tertawa mengejek dan minum araknya.
Itulah ejekan yang amat merendahkan lima orang tosu itu! Mempertaruhkan kepalanya! Akan tetapi ini
bukan sekedar bualan kosong belaka. Siangkoan Kok sudah mengenal lima orang tosu itu dan tahu akan
tingkat kepandaian mereka berlima. Dia sendiri pun akan mampu menandingi pengeroyokan lima orang
tosu itu, walau pun dia belum dapat memastikan bahwa dia akan berada di pihak pemenang.
Kalau lima orang itu tidak disatukan, hanya sebanding dengan tingkatnya. Maka tidak mungkin mereka
berlima mampu bertahan sampai tiga puluh jurus menghadapi pemuda ketua Thian-li-pang yang memiliki
ilmu kepandaian aneh namun dahsyat itu.
"Siancai! Thian-li-pang sungguh memandang rendah Bu-tong-pai, dan kami ingin sekali membuktikan
apakah ketua baru Thian-li-pang memang seorang sakti yang mampu menewaskan Sin-ciang Taihiap.
Ouw Pangcu, kami berlima mohon petunjuk!" berkata demikian, Thian Tocu melintangkan tongkatnya di
depan dada, sedangkan empat orang sute-nya juga sudah mencabut pedang masing-masing dan mereka
membuat suatu barisan ngo-heng-tin (barisan lima unsur).
Ouw Seng Bu maklum bahwa dia harus memperlihatkan kepandaiannya. Bukan saja untuk menundukkan
dan sekedar memberi hajaran kepada lima orang tosu yang sudah memandang rendah kepadanya itu,
melainkan juga untuk mendatangkan kesan kepada mereka yang belum mau bekerja sama atau tunduk
kepada Thian-li-pang.
Dia tahu bahwa peristiwa ini tentu akan disebar luaskan oleh mereka yang kini hadir, dan sebentar saja
dunia kang-ouw akan mendengar betapa ketua Thian-li-pang sudah mengalahkan lima orang tosu tokoh
Bu-tong-pai. Dia lalu maju dan menghadapi kelima orang tosu yang sudah memasang barisan di tengah
ruangan itu, di tempat yang cukup luas.
Semua tamu menonton dengan hati penuh ketegangan…..
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat Ouw Seng Bu menghadapi lima orang tosu itu dengan tangan kosong, padahal lima orang itu
memegang senjata dan mereka membentuk suatu barisan, hati Kim Giok menjadi resah.
"Ouw Pangcu, gunakan pedangku ini!" katanya dan dia pun sudah meloncat ke depan, mencabut pedang
Koai-liong Po-kiam dan menyerahkan pedang itu kepada Seng Bu.
Ouw Seng Bu merasa gembira bukan main. Dengan ilmunya yang ajaib, yaitu Bu-kek Hoat-keng, dia tidak
gentar menghadapi pengeroyokan lima orang tosu itu walau pun dia tidak memegang senjata. Akan tetapi,
sikap gadis itu yang menyerahkan pedangnya kepadanya, membuktikan bahwa Kim Giok benar-benar
sangat sayang kepadanya dan mengkhawatirkan keselamatannya. Dia pun menerima pedang itu.
"Terima kasih, sebetulnya tanpa pedang pun aku tidak gentar menghadapi lima orang tosu yang tinggi hati
ini."
"Ouw Pangcu, sambutlah serangan kami ini!" berkata Thian Tocu sambil menggerakkan tongkatnya
menyerang.
Seng Bu langsung menyambut dengan pedang Koai-liong Po-kiam dan terdengar suara mengaung
menyeramkan karena dia menggerakkan pedang itu dengan mengerahkan sinkang-nya.
Thian Tocu yang mengenal pedang ampuh, menarik kembali tongkatnya dan meloncat ke samping. Dua
orang tosu lain sudah menyerang dari kanan kiri, diikuti dua orang lain lagi yang juga telah siap-siap untuk
melakukan serangan sambung menyambung. Thian Tocu sendiri yang sudah menyelinap ke arah belakang
lawan juga telah bersiap dengan tongkatnya.
Seng Bu maklum bahwa lima orang tosu itu menjadi berbahaya sebab mereka bergerak mengikuti
kedudukan bintang Ngo-heng yang perubahannya otomatis dan kadang amat ganas itu. Seng Bu
mengerahkan tenaga Bu-kek Hoat-keng dan memutar pedangnya. Tubuhnya lenyap terbungkus gulungan
sinar pedang yang menyilaukan mata dan suara mengaung-ngaung itu sungguh menggetakkan hati para
pengeroyok.
Karena cara Seng Bu bergerak amatlah aneh, seperti kacau balau akan tetapi semua serangan senjata
lawan dapat digagalkan, lima orang tosu itu terseret oleh kekacauan gerakannya sehingga kerapian
gerakan barisan Ngo-heng-tin itu juga menjadi retak.
Tiba-tiba Seng Bu mengeluarkan teriakan melengking yang begitu nyaring mengerikan, sehingga bukan
saja membuat lima orang lawannya terkejut, juga semua orang yang berada di situ tergetar dan merasa
ngeri. Teriakan itu bukan seperti suara manusia, mengandung gaung yang aneh, yang seketika membuat
lima orang tosu itu bagaikan kehilangan kesadaran. Lalu terdengarlah suara keras lima kali berturut-turut,
dan empat batang pedang beserta sebatang tongkat sudah tersambar dan patah-patah oleh sinar pedang
Koai-liong Po-kiam!
Lima orang tosu itu berlompatan mundur. Hati mereka kaget bukan main. Dalam waktu belasan jurus saja,
senjata mereka telah patah-patah dan ini berarti bahwa mereka telah kalah. Ucapan Siangkoan Kok tadi
terbukti!
"Ha-ha-ha, sekawanan tosu sombong ini sekarang baru menyaksikan tingginya langit!" Siangkoan Kok
tertawa bergelak, diikuti pula oleh mereka yang memang sudah tunduk kepada Thian-li-pang.
Seng Bu yang tadinya seperti kesetanan, sekarang sudah tenang kembali. Dia pun lalu menghampiri Kim
Giok untuk mengembalikan pedang gadis itu.
Gadis itu masih duduk tercengang. Tadi dia melihat betapa pemuda pujaan itu seperti sudah berubah.
Gerakannya demikian aneh, seperti bukan orang bersilat, seperti orang gila atau binatang buas
mengamuk. Dan suaranya tadi! Juga matanya mencorong aneh dan mengerikan!
Akan tetapi, sekarang dia sudah kembali menjadi seorang pemuda yang tampan serta lembut seperti
biasanya, yang mengembalikan pedangnya dengan senyum yang manis sekali. Ia pun menerima pedang
itu dan menyarungkannya kembali, tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah pemuda itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Terima kasih, Giok-moi," kata Seng Bu dan dia pun kembali menghadapi lima orang tosu yang masih
berdiri tertegun.
"Apakah Totiang berlima kini masih penasaran? Masih tidak percaya bahwa aku sudah mengalahkan Yo
Han yang hendak membunuhku dan sekarang ia telah tewas di dalam sumur tua?" tanyanya tersenyum,
akan tetapi senyumnya dingin dan pandang matanya mengejek dan merendahkan.
Lima orang tosu itu merasa penasaran sekali. Amat sukar bagi mereka untuk menerima kekalahan dari
seorang pemuda, padahal mereka tadi maju bersama.
"Ouw Pangcu, senjata kami rusak karena keampuhan pedang Koai-liong Pokiam, akan tetapi kami belum
merasa kalah," kata Thian Tocu.
"Lalu Totiang mau apa?" Seng Bu menantang.
"Kita lanjutkan pertandingan dengan tangan kosong agar kalah menang ditentukan oleh kepandaian, bukan
oleh keampuhan senjata."
"Baik, kalau Totiang masih penasaran, silakan!" Seng Bu menantang.
"Ha-ha-ha-ha, dasar tosu-tosu tolol, tidak tahu diri!" Siangkoan Kok mencela dari tempat duduknya.
"Semua orang tahu belaka bahwa orang-orang Bu-tong-pai mengandalkan ilmu pedangnya. Kalau
menggunakan pedang saja kalah, apa lagi bertangan kosong. Mencari penyakit saja, ha-ha-ha, para tosu
tolol yang mencari penyakit!" Bekas ketua Pao-beng-pai ini tertawa-tawa.
Mendengar ejekan Siangkoan Kok, lima orang tosu Bu-tong-pai menjadi marah. Mereka sudah memasang
kuda-kuda dan Thian Tocu berseru, "Ouw Pangcu, sambut serangan kami!"
Orang-orang telah memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti Cu Kim Giok, Siangkoan Kok dan beberapa
orang di antara tamu, terkejut melihat cara lima orang tosu itu membuka serangan mereka. Thian Tocu
berada di depan, empat orang sute-nya menempelkan telapak tangan di punggungnya. Jelas bahwa
mereka berlima itu menyatukan tenaga sakti mereka untuk mengalahkan Seng Bu.
Kim Giok terkejut sekali. Gadis ini maklum betapa kuatnya tenaga lima orang tosu yang dipersatukan itu.
Bahkan Siangkoan Kok sendiri mengerutkan kening dan memandang khawatir. Akan tetapi Kim Giok
menahan teriakannya yang ingin mencegah kekasihnya menyambut serangan itu karena memang sudah
terlambat.
Seng Bu sama sekali tidak mengelak, bahkan dia juga mendorong kedua telapak tangan ke depan untuk
menyambut serangan gabungan itu.
"Desss...!!"
Dua pasang telapak tangan bertemu dengan dahsyatnya dan akibatnya, lima orang tosu itu terjengkang
roboh!
Ilmu yang dikuasai Seng Bu memang hebat dan aneh. Biar pun dipelajarinya secara ngawur dan tidak
menurut aturan, namun tidak kehilangan keampuhannya, bahkan lebih aneh lagi dan mengandung racun
yang hebat.
Ilmu Bu-kek Hoat-keng yang asli, biar pun dahsyat akan tetapi dapat dikendalikan, dan memang memiliki
daya tolak atau mengembalikan kekuatan lawan yang menyerangnya. Akan tetapi, yang dikuasai Seng Bu
sudah berubah, tenaga dahsyat itu tidak dapat dikendalikannya dan mengandung racun hebat. Akan tetapi
daya tolaknya masih ampuh sehingga ketika lima orang tosu itu menyerangnya dengan tenaga gabungan
yang amat dahsyat, tenaga itu membalik dan memukul diri mereka sendiri!
Peristiwa robohnya lima orang tosu ini sangat mengejutkan semua orang, namun amat mengagumkan dan
melegakan hati Kim Giok. Bahkan Siangkoan Kok sendiri terkejut dan kagum bukan main, membuat dia
semakin yakin akan kelihaian ketua Thian-li-pang yang masih muda itu.
Lima orang tosu itu bangkit dengan muka pucat. Yang paling parah adalah Thian Tocu yang muntah darah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Seng Bu memberi hormat dan berkata, "Totiang berlima sudah merasakan sendiri bukti ketanguhan kami.
Sebaiknya kalau Totiang membawa Bu-tong-pai agar bekerja sama dengan kami untuk berjuang bersama,
dan kalau pun Bu-tong-pai menolak, kami harap tidak lagi mengganggu kami."
"Maafkan kami yang tidak tahu diri, kami mengaku kalah," kata Thian Tocu dan dibantu empat orang sutenya,
dia pun meninggalkan tempat itu diikuti suara tawa Siangkoan Kok…..
********************
Thian Tocu dengan susah payah menuruni Bukit Naga, dibantu empat orang sute-nya yang juga menderita
luka guncangan dalam dada. Mereka terpukul oleh tenaga mereka sendiri yang membalik, akan tetapi yang
paling parah adalah Thian Tocu karena dia bukan saja terguncang hebat oleh pukulannya yang membalik,
juga dia dilanda hawa beracun yang membuat dadanya sesak dan warna kulit dadanya menghitam!
Setelah tiba di kaki bukit, Thian Tocu tidak tahan lagi dan roboh pingsan!
Pada saat empat orang tosu dengan bingung merubung suheng mereka dan berusaha menyadarkannya,
mereka mendengar suara seorang wanita yang bertanya, "Totiang sekalian, apakah yang terjadi dan
kenapa Totiang itu? Ehh, bukankah kalian tosu-tosu dari Bu-tongpai?"
Empat orang tosu itu menengok. Seorang gadis telah berdiri di situ. Gadis yang masih amat muda, belum
dua puluh tahun usianya. Cantik jelita dan gagah sekali sikapnya. Pakaiannya berwarna serba merah.
"Aihh, bukankah dia Thian Tocu Totiang dari Bu-tong-pai?" tanya gadis itu lagi dengan nada suara heran.
"Kenapa dia?"
Kini dua di antara empat orang tosu itu teringat bahwa gadis ini pernah satu kali singgah di kuil mereka.
"Kiranya Ang-ho Lihiap (Pendekar Wanita Bangau Merah)!" seorang di antara mereka berseru. "Kami
berlima baru turun dari bukit, sehabis berkunjung ke Thian-li-pang dan kami dilukai oleh ketuanya."
"Ahhh?!"
Gadis itu adalah Tan Sian Li, Si Bangau Merah. Tentu saja ia merasa heran bukan main mendengar bahwa
ketua Thian-li-pang melukai lima orang tosu Bu-tong-pai. Bukankah Thian-li-pang adalah perkumpulan para
patriot gagah perkasa? Bahkan Yo Han menjadi pemimpin besar mereka. Kenapa kini ketuanya memukul
orang-orang Bu-tong-pai? Jika ia tidak salah ingat, Yo Han pernah bercerita tentang Thian-li-pang dan
ketuanya adalah Lauw Kang Hui, seorang kakek yang gagah perkasa.
Tetapi yang lebih penting adalah menolong tosu yang terluka itu. Bu-tong-pai adalah perkumpulan orang
gagah, para muridnya pun banyak yang menjadi pendekar. Bahkan ayahnya amat menghormati Bu-tongpai,
maka sudah sepantasnya kalau ia mencoba menolong para tosu itu.
"Biarkan aku memeriksanya, siapa tahu aku akan dapat mengobati dan menyembuhkan dia," katanya.
Melihat sikap gadis muda itu yang tenang dan tegas, empat orang tosu itu mundur dan membiarkan Sian Li
melakukan pemeriksaan. Sian Li berjongkok dekat tubuh Thian Tocu yang masih pingsan, lalu memegang
pergelangan tangannya, merasakan denyut nadinya. Ia mengerutkan alisnya. Dari denyut nadi itu ia
maklum bahwa keadaan tosu itu cukup gawat dan dia menderita luka dalam yang mengandung hawa
beracun!
"Coba ceritakan, apa yang terjadi bagaimana dia sampai terluka dalam seperti ini," katanya.
Empat orang tosu itu lalu menceritakan mengenai perkelahian mereka melawan ketua Thian-li-pang,
tentang adu tenaga yang mengakibatkan mereka semua terluka.
Sian Li mengerutkan alisnya. "Hemmm, sungguh aneh. Aku harus memeriksa keadaan tubuhnya. Tolong
bukakan bajunya, aku ingin memeriksa dadanya."
Seorang tosu membuka baju yang menutupi dada Thian Tocu dan mereka terkejut melihat dada itu
kehitaman. Sian Li meraba dada itu dan mengangguk-angguk.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dia telah terkena hawa beracun yang aneh sekali. Bagaimana mungkin seorang ketua Thian-li-pang dapat
melakukan pukulan sekeji ini?"
"Pemuda itu memang keji, aneh, seperti iblis!"
"Pemuda? Bukankah ketua Thian-lipang sudah tua?"
"Dia masih muda sekali, Lihiap, paling tua baru dua puluh empat tahun."
"Ahhh? Bukankah ketuanya bernama Lauw Kang Hui dan sudah tua?"
"Bukan. Lauw Kang Hui sudah mati, dan dialah ketua baru yang penuh rahasia."
Sian Li merasa heran sekali. "Biarlah kucoba mengobati suheng kalian ini lebih dahulu," katanya.
Gadis murid Yok-sian Lo-kai (Pengemis Tua Dewa Obat) ini lantas mengeluarkan dua batang jarum emas.
Dia mengobati Thian Tocu dengan cara menusuk jarum. Tidak sampai setengah jam ia mengobati tosu tua
itu, warna hitam di dada pendeta itu lenyap dan tosu Bu-tong-pai itu siuman. Biar pun masih agak lemah,
dia telah mampu bangkit.
"Siancai..., kiranya Si Bangau Merah yang telah mengobatiku. Banyak terima kasih atas pertolonganmu,
Tan Lihiap," kata Thian Tocu.
"Totiang, apa sih yang telah terjadi di Thian-li-pang? Bukankah ketuanya bernama Lauw Kang Hui, dan
bagaimana sekarang tiba-tiba muncul ketua baru yang masih muda dan memiliki ilmu pukulan keji itu? Aku
sendiri hendak naik ke sana dan mencari kalau-kalau Han-koko berada di sana."
"Siapakah Han-koko itu, Lihiap?" tanya Thian Tocu.
"Yang kumaksudkan adalah koko Yo Han, Sin-ciang Taihiap. Bukankah dia merupakan pemimpin besar
Thian-li-pang?"
Mendengar ini, Thian Tocu menghela napas panjang dan wajahnya berubah muram.
"Siancai..., suatu keanehan terjadi di atas sana, Lihiap." Dia memandang ke atas bukit. "Karena terjadinya
perubahan aneh di Thian-li-pang inilah maka kami berlima datang terkunjung untuk melakukan
penyelidikan dan meminta keterangan. Akan tetapi, kami dihadapkan kepada kenyataan pahit, bahkan
kami sampai terluka."
Tentu saja, Sian Li tertarik sekali. "Ceritakan, Totiang. Apa sih yang terjadi dengan Thian-li-pang?"
"Pada mulanya kami mendengar berita yang meresahkan hati, bahwa para pimpinan Thian-li-pang, yaitu
Lauw Kang Hui serta beberapa orang pembantunya sudah tewas. Kemudian terdengar berita lainnya
bahwa Thian-li-pang mempunyai seorang ketua baru dan sejak itu sepak terjang Thian-li-pang menjadi
aneh. Mereka menundukkan hampir semua perkumpulan silat dan tokoh kang-ouw di daerah ini, membujuk
atau memaksa mereka untuk bekerja sama. Bahkan dengan golongan sesat, bersekutu pula dengan
golongan Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai. Sebetulnya, kami dari Bu-tong-pai tidak ingin mencampuri
urusan dalam, sampai adanya sebuah berita yang membuat kami merasa penasaran sekali dan memaksa
kami untuk datang berkunjung. Berita itu adalah bahwa para pemimpin Thian-li-pang itu dibunuh oleh Sinciang
Taihiap Yo Han."
"Ahhhh... tidak mungkin...!!" Sian Li berseru, kaget bukan main.
"Kami juga tidak percaya akan berita itu, Lihiap. Kami mengenal siapa adanya Sin-ciang Taihiap. Apa lagi
membunuh para pimpinan Thian-li-pang padahal dia pemimpin besar di sana, bahkan para penjahat pun
tiada yang dibunuhnya. Dia menundukkan penjahat dan menasehatinya, membujuknya sehingga banyak
penjahat kembali ke jalan benar. Akan tetapi, muncul berita lain lagi yang terlalu aneh, yang mendorong
kami melakukan penyelidikan, yaitu bahwa baru beberapa hari ini, Sin-ciang Taihiap dibunuh oleh ketua
baru Thian-li-pang!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ahhhhh...!!" Kini Sian Li meloncat berdiri dan mukanya berubah pucat sekali, matanya terbelalak. "Aku...
aku tidak percaya!"
"Kami juga tidak percaya akan keterangan yang diberikan ketua baru Thian-li-pang itu sehingga terjadi
bentrokan antara kami dan dia. Akan tetapi, dia ternyata amat lihai dan memiliki ilmu pukulan yang amat
keji. Kami kalah dan pergi dalam keadaan terluka."
"Kalau begitu, aku harus cepat menyelidiki ke sana. Selamat berpisah, Totiang!" Setelah berkata demikian,
nampak berkelebat bayangan merah dan Sian Li sudah lenyap dari depan para tosu itu.
Thian Tocu menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya.
"Sungguh berbahaya sekali, tapi mudah-mudahan Tan Lihiap akan mampu menandingi iblis itu," katanya.
Mereka berlima merasa prihatin sekali, akan tetapi juga tidak berdaya.
Dengan hati diliputi kegelisahan mendengar Yo Han dibunuh ketua baru Thian-li-pang yang kabarnya
masih muda itu, Sian Li berloncatan dan mempergunakan ilmu berlari cepat mendaki Bukit Naga.
"Berhenti!" tiba-tiba terdengar seruan.
Dari balik pohon dan semak belukar, berloncatan sepuluh orang anggota Thian-li-pang dan mereka
mengepung Sian Li. Ketika melihat bahwa yang datang tanpa diundang dan mereka kepung itu hanya
seorang gadis cantik berpakaian serba merah, sepuluh orang anggota Thian-li-pang itu tertegun lalu
mereka tertawa-tawa dan kembali menyarungkan golok mereka.
Mereka tentu saja memandang rendah seorang gadis cantik seperti Sian Li. Akan tetapi, biar pun mereka
kagum akan kecantikan Sian Li, mereka tidak berani bersikap kurang ajar. Ketua mereka memiliki
hubungan luas dengan dunia kang-ouw dan kalau ternyata gadis ini seorang sahabat ketua mereka, maka
kekurang ajaran mereka cukup untuk menjadi alasan mereka dihukum berat oleh ketua mereka.
"Nona, siapakah Nona dan ada keperluan apakah mendaki Bukit Naga? Apakah Nona seorang tamu dari
Thian-li-pang?"
Karena merasa amat khawatir akan keselamatan Yo Han yang kabarnya sudah dibunuh oleh ketua Thianli-
pang, Sian Li langsung saja bertanya, "Apakah kalian ini anak buah Thian-li-pang?"
"Benar, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apa Nona datang berkunjung?"
"Siapakah nama ketua Thian-li-pang sekarang?" tanya Sian Li.
Orang-orang itu saling pandang. Mereka masih ragu-ragu karena belum tahu, apakah gadis ini teman
ataukah lawan.
“Ouw pangcu kami bernama Ouw Seng Bu," berkata pemimpin mereka, seorang yang bertubuh kurus
kering dan mukanya kuning.
"Katakan kepada Ouw-pangcu bahwa aku ingin bertemu. Namaku Tan Sian Li."
Mendengar bahwa gadis cantik ini hendak bertemu dengan ketua mereka, orang-orang Thian-li-pang itu
tidak berani bersikap lancang. Si kurus kering berkata, "Mari silakan mengikuti kami, Nona. Kami akan
melaporkan kepada ketua kami."
Sian Li mengikuti mereka memasuki perkampungan Thian-li-pang dan berhenti di depan gedung induk
yang menjadi tempat tinggal ketua Thian-li-pang. Si kurus kering segera masuk untuk melaporkan kepada
Ouw Seng Bu.
Pada saat itu, Ouw Seng Bu sedang bercakap-cakap dengan Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok. Siangkoan
Kok sedang melaporkan tentang hasil ia menaklukkan partai-partai persilatan dan perkumpulan besar di
dunia kang-ouw untuk bekerja sama mendukung perjuangan mereka menentang pemerintah penjajah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Cu Kim Giok hanya sebagai pendengar saja. Gadis ini makin kagum kepada Ouw Seng Bu dan sekarang
tidak lagi memandang rendah kepada Siangkoan Kok atau para tokoh perkumpulan sesat yang telah
bergabung dengan Thian-li-pang. Ia menganggap bahwa dalam perjuangan menentang penjajah, memang
semua kekuatan harus dipersatukan, seperti yang dikatakan pemuda yang dicintanya itu.
Ia menyadari sepenuhnya bahwa kadang-kadang kekasihnya itu bertindak kejam, tetapi ia lalu menghibur
hatinya yang merasa tidak cocok itu, bahwa memang demikianlah perjuangan. Ia menganggap kekasihnya
seorang pejuang sejati, seorang pahlawan dan pendekar. Dan sikap Ouw Seng Bu terhadap dirinya
demikian baik, sopan, ramah dan penuh perhatian, penuh kasih sayang!
Daun pintu ruangan itu diketuk orang. Ouw Seng Bu mengerutkan alisnya.
"Masuk!" katanya lantang.
Si kurus kering membuka daun pintu dan masuk, disambut bentakan Ouw Seng Bu. "Ada urusan apa
sampai engkau berani mengganggu kami?"
"Maaf, Pangcu. Kami mengadakan penjagaan di lereng dan bertemu dengan seorang gadis berpakaian
merah yang menanyakan Pangcu dan minta bertemu dengan Pangcu. Karena itu, kami mengajaknya
datang dan sekarang ia menanti di ruangan depan."
"Siapakah namanya dan apa keperluannya?"
"Ia tidak mengatakan keperluannya, hanya ingin bicara dengan Pangcu dan namanya Tan Sian Li..."
"Ahhh, ia Sian Li...!" seru Cu Kim Giok kaget, heran dan juga girang.
"Si Bangau Merah...!" seru pula Siangkoan Kok.
"Kalian sudah mengenalnya?" tanya Ouw Seng Bu dengan heran. "Siapakah gadis itu, Giok-moi?"
"Bu-koko, Tan Sian Li adalah puterinya Paman Tan Sin Hong," jawab Kim Giok. "Kami pernah saling
bertemu dalam pesta ulang tahun Paman Suma Ceng Liong."
"Dialah Si Bangau Merah. Ayahnya adalah Pendekar Bangau Putih dan ibunya adalah keturunan keluarga
Istana Gurun Pasir," kata pula Siangkoan Kok.
"Ahhh...!" Ouw Seng Bu terkejut sekali. "Ada keperluan apa ia datang ke sini? Aku tidak mengenalnya."
Lalu kepada si kurus kering dia berkata, "Persilakan Nona Tan Sian Li untuk menunggu di ruangan tamu.
Aku segera menemuinya di sana."
Setelah si kurus kering pergi, dia lalu menoleh kepada Kim Giok. "Giok-moi, engkau mengenalnya dengan
baik. Apa yang harus kulakukan?"
"Terus terang aku agak khawatir, Koko, karena aku pernah mendengar bahwa Sian Li saling mencinta
dengan Yo Han. Jangan-jangan ia datang untuk..."
Wajah Ouw Seng Bu berubah. "Ahh, kalau begitu kita harus membuat persiapan untuk mengatasinya. Ia
merupakan ancaman bagi kita."
"Koko, harap engkau jangan mengganggu Sian Li. Kita harus mencari jalan agar ia tidak memusuhi kita,
bahkan membujuknya agar membantu perjuangan kita," kata Kim Giok.
"Engkau benar, Giok-moi. Akan tetapi bagaimana kalau ia tidak mau dan malah hendak membalas dendam
karena kematian Yo Han?"
"Kalau begitu, kita habisi gadis itu karena membahayakan kita!" kata Siangkoan Kok.
"Aku tidak setuju!" kata Cu Kim Giok tegas, "Aku tidak rela kalau ia dibunuh! Ia masih kerabat dekat orang
tuaku. Tidak mungkin aku membiarkan orang membunuhnya!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Giok-moi, apakah engkau membiarkan dia membalas dendam atas kematian Yo Han dan menghancurkan
Thian-li-pang kita? Apakah engkau rela kalau dia membunuhku? Kalau kita biarkan ia pergi, dan ia
mengajak ayahnya dan semua keluarga menyerang, kita akan celaka. Keluarga Suling Emas dan Gurun
Pasir merupakan kerabat dekat dan bagaimana kita dapat menanggulangi mereka yang memiliki banyak
orang sakti?"
"Tidak, aku tak ingin ia membunuhmu, akan tetapi juga tak ingin engkau membunuhnya. Kita mencari jalan
terbaik. Aku akan membujuknya supaya dia mau melihat kenyataan bahwa Yo Han tewas karena ulahnya
sendiri dan agar ia tidak memusuhi kita."
"Andai kata usahamu itu gagal?"
"Kalau begitu, terserah, akan tetapi aku tetap melarang dia dibunuh."
"Baiklah, Giok-moi. Kalau dia berkeras kita tangkap dan tawan saja dia sebagai tamu, agar dia melihat
sepak terjang kita dalam perjuangan."
Terdengar ketukan pada daun pintu diikuti suara si kurus kering tadi, "Lapor, Pangcu. Nona Tan sudah
menanti di ruangan tamu."
"Baik, kami segera datang. Mari, Giok-moi!"
Siangkoan Kok tidak ikut serta. Kalau dia muncul di depan Si Bangau Merah, tentu akan mengejutkan
gadis itu dan bisa mendatangkan kesan buruk pula karena mereka pernah bermusuhan dan bertanding.
Sian Li sudah menjadi tidak sabar akibat menanti terlalu lama, maka ketika mendengar langkah orang dari
dalam, dia sudah bangkit berdiri. Dapat dibayangkan betapa heran hatinya ketika ia melihat bahwa yang
muncul adalah seorang pemuda tampan bersama seorang gadis yang dikenalnya sebagai Cu Kim Giok!
Akan tetapi, ia takut kalau salah lihat dan mungkin saja gadis itu orang lain yang hanya mirip Cu Kim Giok,
maka dia pun diam saja, hanya memandang penuh perhatian.
"Sian Li...!" Cu Kim Giok yang berseru sambil menghampiri Si Bangau Merah. "Kiranya engkau!"
"Jadi benar engkau Cu Kim Giok? Kim Giok, bagaimana engkau dapat berada di sini?"
"Panjang ceritanya, Sian Li. Perkenalkan lebih dulu, ia ini adalah Ouw Seng Bu, pangcu dari Thian-li-pang.
Silakan duduk!"
Sian Li masih keheranan, akan tetapi ia pun duduk berhadapan dengan mereka setelah membalas
penghormatan Ouw Seng Bu kepadanya. Dia melihat pangcu yang masih muda itu bersikap sopan dan
hormat sekali.
"Sungguh merupakan kehormatan besar menerima kunjunganmu ini, Nona. Bukankah Nona yang berjuluk
Si Bangau Merah? Sudah lama kami mengenal nama besar Nona di dunia kang-ouw," kata Ouw Seng Bu.
"Ouw-pangcu, aku datang ke sini untuk mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu. Kuharap engkau
suka menjawab sejujurnya!"
"Sian Li, Ouw-pangcu adalah seorang pendekar gagah, seorang pahlawan bangsa yang sedang berjuang
untuk menentang penjajah Mancu. Sudah tentu dia akan menjawab semua dengan sejujurnya," kata Cu
Kim Giok.
"Kim Giok, aku berurusan dengan Ouw-pangcu, harap engkau tidak mencampuri," kata Sian Li.
Dia masih ragu dan heran melihat keakraban antara gadis itu dan ketua Thian-li-pang. Memang dia merasa
ingin tahu sekali bagaimana Kim Giok dapat berada di situ, akan tetapi dia mengesampingkan keinginan
tahu ini karena dia lebih mementingkan jawaban tentang Thian-li-pang, dan terutama tentang Yo Han
seperti yang didengarnya dari para tosu Bu-tong-pai.
"Tanyalah, Nona. Saya akan menjawab sejujurnya," kata Ouw Seng Bu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sian Li berpikir, biar pun ia ingin sekali segera mendengar tentang Yo Han, akan tetapi ia ingin mengajukan
pertanyaan secara teratur.
"Ouw-pangcu, aku mendengar berita bahwa Thian-li-pang sudah menaklukkan banyak partai persilatan
dan memaksa para tokoh kang-ouw untuk mau bekerja sama dengan Thian-li-pang, bahkan Thian-li-pang
bersekutu dengan perkumpulan-perkumpulan sesat seperti Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai. Benarkah itu
dan mengapa demikian! Setahuku, Thian-li-pang adalah perkumpulan pejuang yang gagah perkasa dan
selalu menentang partai-partai sesat."
Ouw Seng Bu tersenyum. Sebelum pendekar wanita itu mengajukan pertanyaan, dia sudah dapat mengira
apa yang akan dipertanyakan, maka dia pun tentu saja sudah siap dengan jawabannya.
"Itulah pertanyaanmu, Nona? Memang kami akui bahwa Thian-li-pang telah mengubah siasat. Kami yakin
benar bahwa tanpa adanya persatuan, pengerahan seluruh tenaga yang ada di tanah air, mustahil akan
dapat mengenyahkan penjajah Mancu dari tanah air kita. Karena itulah, maka kami memang membujuk,
bahkan kalau perlu memaksa, menyadarkan semua pihak untuk mau bekerja sama dalam satu perjuangan
menentang penjajah dan membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Karena itu, kami tidak
berpantang untuk bersekutu dengan pihak mana pun, termasuk dengan Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai
yang kami anggap sebagai rekan-rekan seperjuangan."
"Aku setuju sekali dengan tindakan itu, Sian Li," kata Kim Giok.
"Begitukah, Kim Giok? Sekarang pertanyaan ke dua. Aku juga mendengar bahwa para pimpinan Thian-lipang,
termasuk pangcu Lauw Kang Hui, sudah tewas dibunuh orang. Benarkah itu, dan kalau benar, apa
yang terjadi dan siapa pelakunya?" Dengan jantung berdebar namun wajah tetap tenang, sepasang
matanya mencorong mengamati wajah ketua Thian-li-pang itu, Sian Li menanti jawaban.
Ouw Seng Bu menghela napas panjang sebelum menjawab. "Pertanyaan ini sangat menyedihkan hati
saya, akan tetapi selalu saja orang menanyakannya. Memang benar, Nona. Suhu Lauw Kang Hui, juga
suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin, susiok Su Kian dan susiok Thio Cu, mereka semua telah terbunuh.
Bagaimana terjadinya, kami semua tidak mengetahui jelas. Yang kami tahu adalah bahwa mereka itu
tewas dan dari tanda pukulan pada tubuh mereka, jelaslah bahwa pembunuhnya adalah Sin-ciang Taihiap
Yo Han."
"Tidak mungkin!" Sian Li berteriak. "Sin-ciang Taihiap Yo Han adalah seorang pendekar besar, bahkan dia
juga tokoh pimpinan dan kehormatan dari Thian-li-pang. Bagaimana mungkin dia membunuh para tokoh
Thian-li-pang sendiri?"
"Kami sendiri memang merasa heran dan berduka, Nona. Dahulunya Sin-ciang Taihiap Yo Han merupakan
pujaan kami semua, menjadi tokoh kami. Akan tetapi banyak sekali anggota Thian-li-pang yang
menyaksikan kematian para tokoh kami itu dan jelas bahwa mereka pun melihat bekas pukulan pada tubuh
mereka, pembunuhnya adalah Pendekar Tangan Sakti Yo Han."
"Hemmm, begitukah? Sekarang pertanyaan terakhir. Aku mendengar bahwa engkau, Ouw Seng Bu, sudah
membunuh Sin-ciang Taihiap Yo Han. Benarkah hal itu?" berkata demikian, Sian Li bangkit berdiri,
matanya mencorong dan suaranya terdengar lantang.
Ouw Seng Bu nampak tegang dan gelisah, lehernya basah oleh peluh. "Nona Tan Sian Li, sungguh hal ini
amat menyedihkan. Entah apa yang telah terjadi pada diri Sin-ciang Taihiap karena dia sudah berubah
sama sekali. Dia datang dan menyerang saya ketika saya berada di dekat sumur keramat di belakang
bukit. Saya terkena pukulannya yang ampuh sehingga hampir saja saya tewas. Akan tetapi, para saudara
di Thian-li-pang membela saya dan akhirnya Yo Taihiap tergelincir ke dalam sumur tua itu. Karena kami
semua takut kepadanya yang seakan-akan sudah berubah menjadi seorang yang kejam dan hendak
membunuhi kami, terpaksa kami gunakan batu-batu untuk menutup sumur itu."
"Tidak...! Bohong...! Aku tidak percaya! Kau kira aku tidak mengenal siapa Yo Han? Dia adalah kakak
angkatku, suheng-ku, dan orang yang paling kucinta di dunia ini. Aku amat mengenalnya dan tidak
mungkin dia melakukan semua itu. Bohong!"
"Maaf, Sian Li," kata Cu Kim Giok. "Terpaksa sekali ini aku turut mencampuri. Aku yang menanggung
bahwa keterangan Ouw pangcu tadi benar semua, sebab aku sendiri yang menjadi saksi. Aku yang
dunia-kangouw.blogspot.com
mengobati luka yang diderita oleh Ouw-pangcu akibat pukulan Yo Han! Dia terluka parah dan hampir saja
tewas, bagaimana engkau mengatakan dia berbohong?"
"Aku tidak mengerti kenapa orang seperti engkau dapat berada di sini dan membela ketua Thian-li-pang
yang baru ini, Kim Giok, akan tetapi aku tidak peduli. Siapa pun yang mengatakan bahwa Yo Han
melakukan itu semua, aku tetap tidak percaya kalau tidak melihat buktinya. Ouw Seng Bu, bawa aku ke
tempat sumur itu, di mana tadi kau katakan Yo Han tergelincir masuk!"
Ouw Seng Bu menghela napas panjang. "Sungguh, ini merupakan masalah yang selalu membuat kami
semua sangat berduka, Nona. Akan tetapi kalau itu yang kau kehendaki, marilah!"
Tanpa banyak cakap lagi, Sian Li mengikuti Ouw Seng Bu dan Cu Kim Giok keluar dari ruangan tamu itu
dan menuju ke bagian belakang perkampungan Thian-li-pang, melalui sebuah bukit kecil. Dia tidak peduli
ketika melihat puluhan orang anggota Thian-li-pang mengikuti mereka dari jarak jauh.
Setelah tiba di sumur yang dimaksudkan, Ouw Seng Bu berhenti dan menunjuk ke arah sumur itu. "Di
situlah dia tergelincir masuk, Nona."
Mendengar bahwa kekasihnya tergelincir ke dalam sumur tua itu dan sudah ditimbuni oleh batu-batu, Sian
Li merasa jantungnya seperti diremas dan kedua kakinya menjadi limbung ketika dengan terhuyung ia
menghampiri sumur itu. Ketika ia tiba di tepi sumur dan melongok ke dalam, ingin rasanya dia menjerit
melihat betapa seluruh sumur telah tertutup batu. Memang tidak penuh sekali, akan tetapi dasarnya tidak
nampak karena tertutup batu-batuan.
Wajah Sian Li menjadi pucat. Matanya mencorong, akan tetapi basah air mata ketika ia membalikkan
tubuh. Ia melihat bahwa Seng Bu masih berdiri tegak dan di belakangnya nampak puluhan orang anak
buah Thian-li-pang. Kim Giok berdiri di samping Ouw Seng Bu dan kelihatan bingung dan gelisah.
"Ouw Seng Bu, cepat perintahkan anak buahmu untuk menggali sumur ini, mengangkat semua batu yang
telah ditimbunkan ke dalamnya!"
"Aih, Nona, bagaimana mungkin? Sumur ini merupakan sumur keramat bagi kami orang Thian-li-pang..."
“Aku tidak peduli! Batu-batu itu tadinya dilemparkan ke dalam sumur oleh orang-orang Thian-li-pang, maka
mereka pulalah yang harus mengangkatnya dari dalam sumur. Aku ingin melihat bukti dari keteranganmu
tadi. Aku ingin melihat... mayat... Han-koko. Kalau engkau tak mau menuruti permintaanku, berarti engkau
membohongi aku, dan aku akan membunuhmu!"
"Sian Li, kuharap engkau jangan bersikap seperti ini. Percayalah, kami tidak berbohong. Lebih baik kita
sekarang mengerahkan tenaga kita untuk membebaskan bangsa ini dari cengkeraman penjajah, itu lebih
mulia dari pada kita saling bentrok sendiri. Tidak ada yang membohongimu, Sian Li. Agaknya telah terjadi
sesuatu sehingga Yo Han menjadi berubah..."
"Tutup mulutmu, Kim Giok! Han-koko selamanya tidak berubah. Dia seorang pendekar dan orang gagah
sejati. Sedangkan Ouw Seng Bu ini orang macam apa? Kita tidak mengenal dia dengan baik, siapa tahu
semua ini hanya akal busuknya saja. Buktinya, dia telah bersekongkol dengan golongan sesat!"
Pada saat itu terdengar seruan keras dan para anggota Thian-li-pang otomatis membuat gerakan
mengepung sumur tua itu sehingga dengan sendirinya Sian Li juga berada di dalam kepungan! Dan dari
rombongan itu muncullah Siangkoan Kok bersama dua orang berjubah pendeta yang bukan lain adalah Im
Yang Ji tokoh Pat-kwa-pai dan Kui Thiancu tokoh Pek-lian-kauw.
Ouw Seng Bu kini melangkah maju dengan sikapnya yang gagah. Dengan suara yang dibuat menyesal dia
berkata, "Nona, semua ini adalah kesalahanmu sendiri. Engkau tak percaya kepada kami dan hendak
membongkar sumur keramat ini, berarti engkau telah menghina Thian-li-pang. Karena kami sedang
menghimpun tenaga untuk perjuangan, maka sikapmu yang bermusuhan ini tentu saja akan
membahayakan kami, misalnya engkau melapor kepada pemerintah penjajah. Karena itu, menyerahlah,
terpaksa kami akan menawanmu."
"Singgg...!” Nampak sinar emas mencorong dan di tangan gadis berpakaian merah itu telah terdapat
sebatang suling berselaput emas yang panjangnya seperti pedang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemmm, dari sikapmu ini saja sudah menunjukkan dengan jelas bahwa engkau sudah berbohong! Aku
yakin bahwa engkau memutar balik kenyataan. Han-koko belum tewas, atau andai kata dia tewas pun
tentu engkau sengaja menjebaknya! Aku yakin akan hal itu. Kini engkau hendak menawanku dan
menyuruh aku menyerah? Jangan bermimpi! Si Bangau Merah tak mengenal kata menyerah. Sekarang
kalian hendak mengandalkan pengeroyokan? Boleh, boleh! Kulihat bekas ketua Pao-beng-pai, Siangkoan
Kok, sudah berada pula di sini dan dua orang tosu ini tentu juga merupakan orang-orang sesat!"
"Tangkap gadis sombong ini!" Ouw Seng Bu membentak.
Siangkoan Kok, dua orang tosu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, segera menggerakkan senjata mereka.
Ouw Seng Bu sendiri juga ikut menerjang maju dengan tangan kosong. Para anggota Thian-li-pang
mengepung ketat.
Menghadapi para pengeroyok yang mulai menyerangnya, Sian Li memutar sulingnya hingga nampaklah
gulungan sinar emas menyambar-nyambar di antara berkelebatnya bayangan merah. Gerakan gadis ini
cepat bukan main, juga amat indah. Gulungan sinar emas itu mengandung tenaga kuat sehingga dalam
beberapa gebrakan saja, beberapa batang senjata anak buah Thian-li-pang terlepas dari pegangan,
bahkan dua orang anggota perkumpulan itu roboh terkena sambaran sinar suling emas.
"Semua mundur, biarkan kami saja yang menghadapinya!" bentak Ouw Seng Bu yang maklum akan
kelihaian Si Bangau Merah itu.
Para anggota Thian-li-pang yang memang sudah merasa jeri segera mengendurkan pengepungan.
Sekarang yang menghadapi Sian Li hanya tinggal empat orang, yaitu Siangkoan Kok, Im Yang Ji, Kui
Thiancu dan Ouw Seng Bu sendiri.
Cu Kim Giok masih belum bergerak. Ia hanya menonton tiga orang sekutunya yang kini mulai
menggerakkan senjata masing-masing menyerang gadis berpakaian merah yang memegang suling emas
itu. Agaknya, Ouw Seng Bu masih tak percaya kalau tiga orang sekutunya yang merupakan tokoh-tokoh
kang-ouw yang sangat tangguh itu tidak akan mampu menundukkan Sian Li.
"Bu-koko, engkau tidak boleh membunuhnya. Aku akan marah sekali kepadamu kalau engkau
membunuhnya."
"Giok-moi, dia berbahaya sekali. Kalau sampai lolos, dia tentu akan melapor kepada pemerintah dan jika
pasukan besar pemerintah datang menyerbu, kita masih belum siap menghadapi mereka."
"Tangkap saja, tawan saja akan tetapi jangan dibunuh. Aku tidak rela kalau ia dibunuh. Kita adalah
pejuang-pejuang, tidak akan membunuhi kaum pendekar, Koko!"
Ouw Seng Bu mengangguk. Dia pun maklum bahwa membunuh Si Bangau Merah akan mendatangkan
akibat yang amat berbahaya. Jika sampai Pendekar Sakti Bangau Putih mendengar bahwa puterinya
terbunuh oleh Thian-li-pang, dan kemudian pendekar sakti itu mengerahkan kekuatan keluarga Pulau Es
beserta Gurun Pasir, bagaimana mungkin Thian-li-pang akan kuat bertahan?
"Paman Siangkoan Kok dan kedua Totiang, tangkap saja Si Bangau Merah ini, jangan dibunuh dan jangan
dilukai. Kami hanya ingin menawannya," serunya kepada tiga orang sekutunya.
Mendengar seruan ketua Thian-li-pang itu, tiga orang tokoh yang mengeroyok Sian Li mengubah gerakan
mereka. Siangkoan Kok mempergunakan pedangnya hanya untuk menangkis suling emas di tangan gadis
itu, sedangkan serangan dilakukan oleh tangan kirinya, dengan cengkeraman, tamparan atau totokan.
Demikian pula dengan dua orang tosu pengeroyok. Im Yang Ji, tokoh dari Pat-kwa-pai memutar pedang
hanya untuk mengurung gadis itu dengan sinar pedangnya dan yang menyerang adalah tangan kirinya
dengan ilmu totokan yang ampuh dari Pat-kwa-pai, dengan gerakan ilmu silat Pat-kwa-kun.
Juga Kui Thiancu, tokoh Pek-lian-kauw yang menyerang dengan ujung lengan bajunya yang kiri, menotok
untuk merobohkan Sian Li, sedangkan pedangnya juga hanya untuk membendung gerakan suling emas
yang dahsyat itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kalau dibuat perbandingan, tingkat kepandaian Sian Li masih lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian
tokoh Pat-kwa-pai atau tokoh Pek-lian-kauw itu. Akan tetapi, bagai mana pun gadis yang usianya belum
genap dua puluh tahun itu masih ketinggalan kalau dibandingkan dengan kepandaian Siangkoan Kok,
datuk sesat yang mempunyai banyak pengalaman itu.
Menghadapi pengeroyokan tiga orang tokoh itu, tentu saja Sian Li merasa berat sekali. Dalam beberapa
gebrakan saja dia sudah merasa betapa tangannya yang memegang suling tergetar hebat. Dia pasti tidak
akan mampu bertahan terlalu lama kalau tiga orang pengeroyoknya itu menyerang dengan sungguhsungguh.
Akan tetapi ketika Ouw Seng Bu mencegah mereka agar tidak membunuhnya, maka hal itu membuat Sian
Li mampu bertahan lebih baik. Bahkan beberapa kali sambaran sinar sulingnya hampir saja mengenai
tubuh lawan.
Pada waktu melihat betapa tiga orang sekutunya yang biasanya dapat diandalkan untuk menundukkan
tokoh-tokoh kang-ouw yang tidak mau bekerja sama itu sampai sekian lamanya belum juga mampu
menundukkan Si Bangau Merah, Ouw Seng Bu menjadi tidak sabar lagi. Dia melompat ke dalam medan
perkelahian itu.
"Bu-koko, jangan bunuh atau lukai Sian Li!" Cu Kim Giok berteriak.
Ouw Seng Bu juga tidak bodoh untuk membunuh seorang tokoh semacam Si Bangau Merah, apa lagi bila
Cu Kim Giok yang dicintanya itu melarangnya. Dia sudah meloncat dan mengeluarkan ilmunya yang aneh,
yaitu Bu-kek Hoat-keng yang salah latihan. Akan tetapi dia menjaga supaya tangannya yang mengandung
racun ampuh itu tidak sampai membunuh gadis yang diserangnya.
Ketika ada angin pukulan yang amat dingin datang menerpanya, Sian Li yang memang sudah terdesak,
terkejut bukan main. Ia mengenal pukulan ampuh, dan untuk meloncat menghindar, tak ada jalan lagi.
Senjata tiga orang pengeroyoknya yang terdahulu sudah menutup semua jalan keluar dengan sinar
pedang mereka. Terpaksa dia mengerahkan sinkang dan menyambut pukulan itu.
"Desss...!"
Sian Li terhuyung dan kesempatan itu dipergunakan Siangkoan Kok untuk melancarkan totokan jari
tangannya sehingga tubuh Sian Li yang terhuyung itu nyaris terkena totokan. Gadis yang memiliki ginkang
luar biasa ini cepat-cepat memutar sulingnya dan tubuh itu mencelat ke samping. Dalam keadaan yang
amat gawat itu ia masih dapat menghindar dari totokan! Akan tetapi, kini empat orang lihai itu sudah
mengepungnya.
Pada saat yang amat gawat bagi Sian Li itu muncullah dua orang yang tanpa banyak cakap lagi segera
terjun ke dalam perkelahian itu. Mereka itu adalah seorang pemuda dan seorang gadis cantik yang bukan
lain adalah Pangeran Cia Sun dan Sim Hui Eng, atau tadinya bernama Siangkoan Eng!
Seperti kita ketahui, Pangeran Cia Sun ditawan oleh Sim Hui Eng yang mengira bahwa pangeran itu yang
sudah menyebabkan kematian ibunya dan kehancuran Pao-beng-pai. Kemudian pangeran itu membuka
rahasia Hui Eng sehingga gadis itu pun mengetahui bahwa ia bukanlah puteri Siangkoan Kok, bukan pula
puteri mendiang Lauw Cu Si yang selama ini dianggapnya sebagai ibu kandungnya. Dalam pertemuan itu,
mereka bahkan saling menemukan cinta mereka. Akhirnya Cia Sun mengajak Hui Eng untuk menemui
orang tua kandungnya yang asli, yaitu pendekar sakti Sim Houw dan Can Bi Lan.
Di dalam perjalanan, mereka mendengar tentang sepak terjang Thian-li-pang yang telah menaklukkan
banyak tokoh dan perkumpulan kang-ouw. Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di hati Cia Sun.
Dia sudah menjadi saudara angkat Yo Han. Dia tahu pula bahwa Thian-li-pang adalah sebuah
perkumpulan pejuang, perkumpulan para pendekar gagah perkasa yang sedang berjuang bagi
kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Bahkan saudara angkatnya itu, Si Tangan Sakti Yo Han, menjadi
ketua kehormatan perkumpulan itu.
Akan tetapi, apa yang didengarnya sekarang? Perkumpulan itu memaksa para tokoh kang-ouw untuk
tunduk, bahkan juga terdengar bahwa para anggota perkumpulan itu tidak segan melakukan kejahatan.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku harus datang ke sana, aku harus menegur kakakku Yo Han!" kata pangeran itu.
Sim Hui Eng siap membantu kekasihnya untuk menegur Yo Han supaya menghentikan sepak terjang
Thian-li-pang yang tidak baik itu. Demikianlah, mereka lalu membelokkan perjalanan dan menuju ke Bukit
Naga, pusat perkumpulan Thian-li-pang.
Ketika tiba di tempat itu dan melihat Sian Li tengah dikeroyok oleh empat orang, Sim Hui Eng berkata
kepada pangeran Cia Sun, "Koko, itu Si Bangau Merah Tan Sian Li yang dikeroyok!"
Cia Sun memandang dan merasa kagum. Gadis berpakaian serba merah itu memang lihai bukan main.
Begitu gagah dia memainkan suling emasnya, dan gadis itulah yang dijodohkan dengan dia! Jika saja tidak
ada Sim Hui Eng yang dicinta dan mencintanya, tentu akan berubah sikapnya terhadap pilihan orang
tuanya itu. Akan tetapi dia mencinta Sim Hui Eng, dan tidak ada seorang bidadari pun yang akan mampu
memisahkan dia dan Hui Eng.
"Kalau begitu, kita harus membantunya."
"Benar, kita harus membantunya. Lihatlah, para pengepungnya itu lihai, bahkan bekas ayahku yang jahat
itu pun ikut mengeroyoknya."
Dengan kemarahan meluap karena teringat akan perbuatan Siangkoan Kok yang amat jahat, karena
terbayang kembali betapa ia dihajar dan hampir dibunuh oleh bekas ketua Pao-beng-pai itu, serta apa yang
dilakukan orang yang bertahun-tahun ia anggap ayah kandungnya itu terhadap Tio Sui Lan, muridnya
sendiri, membuat ia marah dan ketika ia melompat dan menerjang ke arah Siangkoan Kok, serangannya
dahsyat bukan main. Pedang di tangan kanannya dan kebutan di tangan kirinya menyambar dahsyat
dengan jarum-jarum maut!
"Ehhh... kau...!??" Siangkoan Kok terkejut bukan main ketika mengenal penyerangnya.
Akan tetapi, Hui Eng tidak memberi dia banyak kesempatan. Gadis itu telah menyerang terus, membuat
Siangkoan Kok terpaksa melayaninya dengan sungguh-sungguh karena dia maklum bahwa tingkat
kepandaian bekas puterinya ini sudah mencapai tingkat tinggi dan tidak banyak selisihnya dengan tingkat
kepandaiannya sendiri. Ada pun Cia Sun sudah memutar pedangnya pula membantu Sian Li sehingga Si
Bangau Merah itu kini mendapat keringanan, tidak lagi terdesak seperti tadi.
Sian Li sendiri terkejut dan heran melihat Sim Hui Eng. Ia masih mengenal gadis itu sebagai gadis Paobeng-
pai yang pernah datang mengacau dalam pesta keluarga di rumah pendekar Suma Ceng Liong. Dan
kini gadis itu membantunya, bahkan bertanding seru melawan bekas ketua Pao-beng-pai sendiri!
Juga ia tak mengenal siapa pemuda bertubuh tegap bermuka bundar putih dan tampan itu, yang datang
membantunya pula. Akan tetapi Si Bangau Merah segera bisa melihat kenyataan bahwa biar pun bantuan
mereka berdua itu telah menolongnya dari himpitan para pengeroyoknya, akan tetapi tingkat kepandaian
mereka belum cukup tinggi untuk mampu merebut kemenangan dari para pimpinan Thian-li-pang.
"Bu-koko, jangan bunuh mereka! Jangan!" kembali Cu Kini Giok berseru.
Melihat kesempatan setelah ia tidak lagi begitu terhimpit berkat pertolongan kedua orang itu, Sian Li segera
memutar sulingnya dan berkata, "Sobat, mari kita pergi!"
Ia memutar sulingnya dengan ilmu silat Kim-siauw Kiam-sut (Ilmu Pedang Suling Emas) dan tangan kirinya
masih meluncurkan pukulan jarak jauh sehingga dua orang tosu dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw
terpaksa harus mundur.
Cia Sun maklum bahwa kalau Si Bangau Merah berteriak mengajak mereka pergi, hal itu tentu berarti
bahwa pihak musuh terlampau kuat. Maka dia pun berseru, "Eng-moi, kita pergi!"
Tiga orang muda itu berloncatan dengan cepat untuk melarikan diri. Ketika Ouw Seng Bu hendak
mengejar, Kim Giok berseru, "Koko, jangan kejar mereka!"
Ouw Seng Bu meragu dan hal ini menguntungkan Sian Li, Cia Sun dan Hui Eng. Kecuali Ouw Seng Bu dan
Siangkoan Kok, tidak ada yang akan mampu menahan mereka pergi. Dan agaknya, oleh karena Ouw Seng
dunia-kangouw.blogspot.com
Bu ragu-ragu untuk melakukan pengejaran akibat pencegahan Cu Kim Giok, maka Siangkoan Kok juga jeri
untuk melakukan pengejaran sendiri.
Semua keraguan ini membuat Sian Li, Cia Sun dan Hui Eng dapat berlari cepat, pergi meninggalkan
sarang Thian-li-pang…..
Setelah mereka berlari sampai ke kaki bukit dan tidak ada yang kelihatan melakukan pengejaran, Sian Li
menghentikan langkahnya. Dengan sendirinya Cia Sun dan Hui Eng juga berhenti berlari. Dengan leher
basah oleh keringat, mereka saling memandang.
Akhirnya Sian Li yang lebih dulu bicara, suaranya agak ketus dan ucapannya ditujukan kepada Hui Eng.
"Sekarang boleh kau katakan kepadaku, apa artinya ini semua? Engkau yang pernah mengacau dan
memusuhi keluarga kami, mengapa sekarang mendadak membantuku? Bukankah engkau tokoh Paobeng-
pai dan Siangkoan Kok tadi ketua Pao-beng-pai?"
Sebelum Hui Eng menjawab, karena hal ini terasa sukar sekali baginya, Cia Sun yang mendahuluinya
memberi keterangan.
"Nona Tan Sian Li, memang sudah terjadi perubahan besar sekali atas diri Eng-moi ini. Jangankan engkau
atau orang lain, dia sendiri pun terheran-heran ketika mendengar tentang keadaan dirinya."
Sian Li mengerutkan alisnya dan kini dia mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik. Sikapnya
masih dingin. "Hemmm, sebelum engkau bercerita, katakan dulu siapa engkau ini dan bagaimana engkau
dapat mengenal namaku!"
Wajah pangeran itu berubah menjadi kemerahan dan dia pun salah tingkah. "Ehhh... sebetulnya... yang
mengenalimu tadi bukanlah aku, melainkan Eng-moi ini, Nona. Aku bernama Cia Sun..."
"Cia...?" Sekarang Sian Li terbelalak memandang pemuda itu dan perlahan-lahan kedua pipinya berubah
kemerahan. "Cia Sun...? Kau... maksudkan pangeran...?"
"Benar, Nona. Aku adalah Pangeran Cia Sun yang oleh orang tua kita..." Cia Sun tidak melanjutkan katakatanya.
"Sudahlah, Pangeran. Harap engkau suka menceritakan tentang semuanya ini, tentang Enci ini, tentang
perubahan yang kau katakan tadi."
Sian Li memotong untuk mengalihkan pembicaraan karena ia menjadi rikuh sekali kalau harus bicara
tentang hubungan di antara mereka. Siapa yang tidak menjadi rikuh dan gugup kalau secara tiba-tiba
dihadapkan kepada seorang pemuda yang oleh ayah dan ibunya dicalonkan menjadi suaminya.
"Nona, ketika memusuhi keluargamu dan para pendekar, Eng-moi ini adalah seorang gadis yang bernama
Siangkoan Eng, puteri dari ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Kok. Akan tetapi, sekarang Engmoi
bukan lagi puteri ketua Pao-beng-pai, bahkan musuh besarnya, karena Eng-moi ini sebenarnya adalah
puteri dari suami isteri pendekar Sim Houw dan Can Bi Lan, yang hilang ketika masih kecil."
Sian Li terbelalak. "Aihhh...! Jadi engkau... engkau inikah puteri Paman Sim Houw yang hilang itu? Engkau
yang dicari-cari semua pendekar, dicari oleh Han-koko dan aku pun ikut membantu mereka mencarimu?
Dan engkau bahkan pernah datang menemui kami sebagai seorang musuh yang sengaja menantang
kami?"
"Benar sekali, adik Sian Li. Ketika itu aku sama sekali tidak pernah bermimpi bahwa aku bahkan anggota
keluarga dekat dengan keluarga yang kutantang, sama sekali tak tahu bahwa aku bukanlah anak kandung
Siangkoan Kok dan isterinya. Wanita yang sejak aku kecil mengaku sebagai ibu kandungku itu adalah
Lauw Cu Si, seorang keturunan Beng-kauw yang memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir."
Kemudian, secara singkat namun jelas, diceritakanlah semua mengenai dirinya, tentang Siangkoan Kok
dan Lauw Cu Si kepada Sian Li yang mendengarkan dengan bengong. Cerita itu sungguh seperti dongeng
dan tentu saja dia tidak dapat menyalahkan Hui Eng atas sikapnya ketika memusuhi keluarganya dahulu.
Bahkan dia lalu memegang kedua tangan Hui Eng.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aihhh, enci Hui Eng. Sungguh malang nasibmu, sejak kecil dipisahkan dari ayah ibu kandung dan
dipelihara oleh orang-orang sesat. Akan tetapi dasar engkau keturunan suami isteri pendekar, maka biar
pun engkau mendapat didikan para tokoh sesat, tetap saja engkau setelah dewasa berjiwa pendekar dan
menentang kejahatan. Kemudian, bagaimana pula ceritanya, engkau dapat bertemu dan berkenalan
dengan... Pangeran Cia Sun ini dan kalian dapat datang tepat pada waktunya selagi aku terancam oleh
pengeroyokan mereka tadi?"
"Kami saling berkenalan ketika aku dan kakak angkatku Yo Han..."
"Kakak angkatmu, Pangeran?" Sian Li terbelalak.
"Benar, Nona Tan. Pendekar Tangan Sakti Yo Han dan aku sudah saling mengangkat saudara. Kami
bertemu di Pao-beng-pai, kemudian kami mengangkat saudara setelah kami menjadi tawanan di Paobeng-
pai. Untunglah ada adik Eng ini yang membebaskan kami. Lalu Pao-beng-pai diserbu oleh pasukan
pemerintah. Aku yang mengkhawatirkan nasib Eng-moi, lalu ikut pasukan untuk mencarinya. Akan tetapi
dia tidak ada dan aku malah sempat bertemu dengan isteri Siangkoan Kok yang tewas oleh suaminya
sendiri. Sebelum meninggal dunia, wanita itulah yang membuka rahasia Eng-moi kepadaku…"
Pangeran itu menghentikan kisahnya dan kini Hui Eng yang melanjutkan.
"Aku mengira bahwa Pangeran Cia Sun yang membawa pasukan dan menghancurkan Pao-beng-pai. Aku
tak peduli kalau Pao-beng-pai yang jahat itu hancur, akan tetapi aku mendendam karena wanita yang
tadinya kuanggap ibu kandungku itu tewas. Maka aku menyusul ia dan menawannya, dengan maksud
membunuhnya di depan makam ibuku. Akan tetapi, aku mendengar ceritanya dan aku mengetahui
keadaan diriku. Kami... kami lalu berbaik kembali, apa lagi setelah aku mendengar bahwa wanita yang
kuanggap ibu kandungku itu tewas di tangan Siangkoan Kok."
"Tapi, kenapa kalian dapat datang ke Thian-li-pang?" tanya Sian Li yang masih terkesan oleh kisah yang
terjadi antara kedua orang itu.
Pangeran Cia Sun yang mengambil keputusan untuk berterus terang, lalu menyambung cerita kekasihnya
tadi. "Nona, kita sama-sama mengetahui bahwa orang tua kita sudah menjodohkan kita, akan tetapi
sebaiknya aku berterus terang kepadamu, nona Tan Sian Li. Meski setelah bertemu denganmu aku
merasa bahwa orang tuaku telah melakukan pilihan yang tepat dan bahkan terlalu baik untukku, akan
tetapi aku sudah saling jatuh cinta dengan Eng-moi dan kami telah bersumpah untuk menjadi suami isteri.
Maafkan aku kalau menyinggung..."
Sian Li tersenyum! Senyum yang cerah dan sedikit pun tidak mengandung penyesalan sehingga
melegakan hati Cia Sun dan Hui Eng. "Aku bahkan merasa lega dan gembira dengan pernyataanmu ini,
Pangeran. Terus terang saja, aku sendiri pun sama sekali tak setuju dengan tindakan ayah dan ibuku yang
memilihkan seorang calon suami untukku, seorang yang sama sekali tidak kukenal dan tidak kuketahui
bagaimana orangnya. Nah, sekarang ceritakan bagaimana kalian dapat datang ke sini.”
"Aku hendak mengantar Eng-moi menghadap ayah dan ibu kandungnya yang tinggal di Lok-yang. Akan
tetapi dalam perjalanan itu kami mendengar akan sepak terjang orang-orang Thian-li-pang. Aku merasa
penasaran sekali kenapa Thian-li-pang dapat berubah menjadi perkumpulan yang menyeleweng, padahal,
kakak angkatku Yo Han itu menjadi ketua kehormatannya. Aku lalu mengajak Eng-moi untuk berkunjung,
dan kalau di sana ada Yo-toako, aku ingin menegurnya."
Sian Li kembali terheran-heran. "Pangeran, apakah engkau masih belum tahu bahwa Thian-li-pang adalah
perkumpulan para pejuang yang hendak membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah?! Dan engkau
sendiri seorang pangeran kerajaan Ceng..."
"Benar, Nona. Aku adalah seorang Pangeran Mancu, pemerintah penjajah. Akan tetapi aku sendiri tidak
menyetujui penjajahan dan menganggap bahwa perjuangan para orang gagah itu memang sudah benar
dan menjadi hak mereka. Aku tidak ingin mencampuri urusan itu. Aku bercita-cita untuk menjadi orang
biasa yang tidak mencampuri urusan pemerintahan. Bahkan kami sekeluarga pun tak mau memiliki ambisi
untuk memegang kedudukan. Sebab itu, selama perkumpulan pejuang benar-benar merupakan pahlawan
dan patriot sejati, aku menghormati mereka. Akan tetapi kalau mereka itu melakukan penyelewengan dan
dunia-kangouw.blogspot.com
menjadikan perjuangan sebagai kedok untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan, aku pasti akan
menentang mereka."
Sian Li mengangguk-angguk kagum dan dia memandang kepada Hui Eng.
"Aihh, enci Eng, engkau sudah mendapatkan seorang calon suami yang gagah perkasa. Sekarang tahulah
aku kenapa ayah dan ibu berkeras hendak menjodohkan aku dengan Pangeran Cia Sun! Harap kau
lanjutkan ceritamu, Pangeran."
Mendengar ucapan San Li yang begitu jujur dan terbuka, memuji pangeran itu begitu saja tanpa
disembunyikan, sepasang kekasih itu tersipu akan tetapi juga merasa suka dan kagum kepada Si Bangau
Merah.
"Kami segera mendaki Bukit Naga ini dan melihat engkau dikeroyok tadinya aku merasa ragu karena tidak
tahu urusannya. Tapi begitu Eng-moi mengenalmu dan menyebutkan namamu, kami berdua segera terjun
dan membantumu."
Sian Li menghela napas panjang. "Pertolongan Tuhan datang melalui apa saja, bahkan yang tidak pernah
terduga sekali pun. Siapa yang pernah menyangka bahwa aku akan diselamatkan oleh orang yang
ditunangkan denganku akan tetapi tak pernah kukenal dan akhirnya harus kutolak, dan oleh orang yang
tadinya jelas memusuhi keluargaku? Kalian datang pada saat yang tepat sekali, karena tadi aku sudah
hampir tidak tahan menghadapi mereka, terutama sekali Ouw-pangcu, ketua baru Thian-li-pang yang amat
lihai itu."
"Sekarang tiba giliranmu, Nona. Kami ingin sekali mengetahui bagaimana engkau dapat berada di sana
tadi dan dikeroyok banyak orang lihai?" tanya Cia Sun.
Ditanya begitu, Sian Li teringat akan Yo Han dan mendadak wajahnya menjadi muram. Kalau saja dia
bukan seorang gadis yang tabah dan berhati baja, tentu dia pun sudah menangis karena teringat bahwa
mungkin sekali pria yang dikasihinya itu telah tewas.
Cia Sun dan Hui Eng melihat perubahan muka Sian Li itu dan mereka saling pandang. Ketika beberapa kali
Sian Li hanya menghela napas panjang dan menunduk, alisnya berkerut, Cia Sun menjadi tidak sabar lagi.
"Nona, apakah yang telah terjadi? Apakah ada sesuatu yang membuat engkau enggan menceritakan
kepada kami? Kalau begitu, engkau tidak usah menceritakannya..."
"Tidak, Pangeran, bukan begitu, tetapi, ahhh, hatiku sangat risau dan gelisah. Maafkan kelemahanku ini
dan biarlah kuceritakan dari semula. Sebelum kuceritakan semuanya, sebaiknya kalau aku pun membuat
pengakuan padamu, pengakuan yang hanya dapat aku lakukan setelah engkau berterus terang tentang
hubunganmu dengan enci Hui Eng. Pangeran, aku dan kakak Yo Han... kami berdua... ehhh..."
Melihat keraguan Sian Li dan perubahan mukanya yang menjadi merah sekali, terlebih lagi bibirnya yang
mengulum senyum malu-malu, Cia Sun lalu tersenyum, "Kalian saling mencinta?"
Sian Li mengerling kepadanya dan mengangguk.
"Ha, sudah kuduga, Nona. Engkau memang pantas sekali menjadi calon isteri Yo-toako. Nah, teruskan
ceritamu."
"Pada waktu tiga orang keluarga besar berkumpul di rumah Paman Suma Ceng Liong, aku tidak melihat Yo
Han koko di sana. Aku tahu bahwa dia sedang membantu Paman Sim Houw untuk mencarikan puterinya
yang hilang. Oleh karena itu, aku lalu mengambil keputusan untuk membantunya mencarikan enci Hui
Eng."
Mendengar ini, Hui Eng lalu berkata. "Aihhh, kalian semua begitu baik, bersusah payah mencari aku, akan
tetapi aku sendiri malah sudah bertindak jahat, mengacau di sana..." Suaranya penuh penyesalan.
"Ahh, enci Eng. Seperti yang dikatakan Pangeran tadi, ketika itu engkau bukanlah enci Sim Hui Eng yang
sekarang, melainkan Siangkoan Eng puterinya ketua Pao-beng-pai. Yang sudah lewat anggap saja mimpi
buruk, Enci."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Engkau benar adik Sian Li. Teruskan ceritamu."
Sian Li kemudian menceritakan bahwa dalam perjalanannya, ia pun mendengar tentang kejahatan orangorang
Thian-li-pang, maka dia pun merasa penasaran dan ingin sekali menyelidiki. Akhirnya dia bertemu
dengan para tokoh Bu-tong-pai di lereng Bukit Naga dan mendengar penuturan mereka yang membuat
dirinya terkejut setengah mati, yaitu bahwa kabarnya, Yo Han tewas di tangan ketua Thian-li-pang yang
baru.
"Apa...?! Tidak mungkin itu!" Cia Sun berseru kaget setengah mati.
"Aku sendiri juga tidak percaya, Pangeran. Lebih tak percaya lagi ketika Ouw Seng Bu, ketua yang baru itu,
menceritakan bahwa Han-koko sudah membunuh para pimpinan Thian-li-pang, dan bahwa Han-koko
datang untuk membunuh dia. Dia melawan di dekat sumur tua dan akhirnya terluka oleh pukulan Han-koko,
akan tetapi para anak buahnya mengeroyok Han-koko yang katanya tergelincir masuk ke dalam sumur tua
itu. Dan... dan... mereka lalu menimbuni sumur tua itu dengan batu." Suara Sian Li terdengar lirih dan
penuh kegelisahan.
"Tetapi, aku tetap tidak percaya! Memang ketua baru Thian-li-pang itu lihai, akan tetapi tidak mungkin dia
mampu membuat Yo-toako terjatuh ke dalam sumur. Tidak mungkin Yo-toako tewas, aku tidak percaya!"
kata Cia Sun keras sambil mengepal tinju, namun suaranya mengandung isak tertahan, tanda bahwa dia
juga merasa gelisah sekali.
"Pangeran, biarlah adik Sian Li melanjutkan ceritanya. Lalu apa yang terjadi kemudian, Li-moi?"
"Aku menuntut kepada Ouw-pangcu agar anak buah Thian-li-pang menggali sumur itu dan menyingkirkan
timbunan batu-batu. Akan tetapi dia melarang dengan alasan sumur itu keramat bagi Thian-li-pang dan
tidak boleh diganggu. Kami bercekcok, lalu berkelahi dan aku dikeroyok oleh mereka."
"Aku tetap tidak percaya! Nona, apakah engkau percaya akan keterangan itu? Bohong, ketua Thian-li-pang
itu tentu orang jahat yang berhasil menguasai Thian-li-pang dengan ilmu kepandaiannya. Mungkin dialah
yang telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan menjatuhkan fitnah kepada Yo-toako. Kita harus
menyelidiki hal ini!"
"Aku pun tidak percaya, Pangeran. Akan tetapi, satu hal yang sangat mencemaskan hatiku adalah
kesaksian yang diberikan oleh Cu Kim Giok."
"Cu Kim Giok? Siapakah itu?" tanda Sim Hui Eng dan Cia Sun hampir berbareng.
"Cu Kim Giok adalah puterinya Paman Cu Kun Tek dan Bibi Pouw Li Sian dari Lembah Naga Siluman. Dia
keturunan terakhir dari keluarga Lembah Naga Siluman dan masih terhitung kerabat yang ada hubungan
pertalian kekeluargaan denganku. Aku merasa heran bukan main melihat ia bisa berada di sana, bahkan
nampak akrab sekali dengan Ouw-pangcu itu. Kim Giok inilah yang memberi kesaksian bahwa Ouwpangcu
memang terluka parah oleh pukulan Han-koko. Kehadiran Kim Giok di sana bukan sembarangan
saja, pasti tersembunyi rahasia di balik itu semua."
"Aihh, jangan-jangan gadis itu sudah dipengaruhi oleh Ouw Seng Bu itu."
"Aku pun menduga begitu, Pangeran. Akan tetapi, jelas bahwa Kim Giok tidak menjadi jahat karenanya.
Buktinya, dia berkali-kali memperingatkan Ouw-pangcu supaya jangan membunuhku atau melukaiku.
Agaknya dia pun percaya bahwa Ouw-pangcu berada di pihak yang benar, bahwa ketua baru itu benar
seorang pejuang, seorang pendekar dan pahlawan, dan agaknya dia pun membenarkan Ouw-pangcu
dalam urusannya dengan Han-koko. Pasti ada apa-apanya di balik semua ini."
"Pangeran, adik Sian Li, kita semua sudah saling menceritakan apa yang kita alami. Kini tak ada gunanya
untuk menduga-duga dan berheran-heran. Yang terpenting, kita harus menyelidiki sumur tua itu. Kita harus
dapat melihat kenyataan apakah benar Yo Taihiap sudah tewas seperti dikatakan Ouw-pangcu itu. Dengan
demikian, kita tidak ragu lagi dan setelah itu baru kita putuskan, tindakan apa yang akan kita ambil."
"Tepat sekali apa yang dikatakan oleh dinda Hui Eng, Nona. Kita semua harus berusaha sekuat tenaga
untuk mencari bukti tentang keadaan Yo-toako. Karena bukan tidak ada sebabnya kalau orang-orang
dunia-kangouw.blogspot.com
Thian-li-pang itu kemudian menimbuni sumur yang mereka anggap keramat itu dengan batu. Walau pun
kita tidak percaya akan berita tewasnya Yo-toako, namun kita harus mendapat kepastian."
Sian Li mengangguk. "Memang kalian benar, dan aku pun sudah mengambil keputusan. Aku tidak akan
mau pergi dari sini sebelum mendapat kenyataan yang jelas tentang diri Han-koko."
Mereka bertiga lalu turun lagi untuk mencari pedusunan di mana mereka bisa membeli makanan. Setelah
membawa bekal makanan kering dan minuman, mereka bertiga lalu berangkat lagi mendaki Bukit Naga.
Mereka mencari jalan agar dapat memasuki daerah perkampungan Thian-li-pang dari belakang, langsung
menuju ke sumur tua yang berada di bagian belakang. Sumur yang dipisahkan oleh sebuah bukit kecil dari
perkampungan perkumpulan itu…..
********************
"Adik Gan Bi Kim, kau tunggu dulu...!"
Gan Bi Kim menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh. Dia melihat pemuda itu berlari cepat
menghampirinya. Wajah Bi Kim berseri gembira ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah Gak Ciang
Hun, pemuda yang selalu terbayang di pelupuk matanya semenjak mereka bertemu lalu berpisah.
Dalam keadaan duka karena kasihnya yang gagal terhadap Yo Han, ia bertemu pemuda itu yang juga
mengalami derita patah hati karena kasihnya terhadap Si Bangau Merah tidak terbalas. Mereka seolaholah
merasa saling menemukan, saling menghibur serta saling mengisi kekosongan hati masing-masing.
Tetapi, pertemuan singkat itu segera diakhiri perpisahan, membuat Gan Bi Kim merasa kehilangan. Mereka
bertiga, dia, Gak Ciang Hun, dan Tan Sian Li, harus saling berpisah di jalan perempatan. Sian Li
melakukan perjalanan ke utara, Ciang Hun ke selatan, dan Bi Kim ke timur. Mereka bertiga bertujuan
sama, yaitu membantu pencarian terhadap puteri Sim Houw yang hilang sejak kecil, yaitu Sim Hui Eng.
"Gak-toako...!" Bi Kim berseru dan kini ia pun lari menghampiri, menyambut pemuda itu dengan hati
terbuka dan kedua tangan di julurkan ke depan. Sejak berpisah, dia merasa kehilangan dan kesepian,
kehilangan gairah dan semangat.
"Kim-moi (adik Kim)...!"
Kedua orang itu saling menjulurkan kedua tangan, saling tatap tanpa kata. Dua pasang mata itu bersinarsinar,
lalu mata Ciang Hun berkaca-kaca sedangkan Bi Kim yang berusaha keras menahan keras
guncangan hatinya, tidak urung meneteskan beberapa butir air mata saking merasa lega dan bahagia
dapat bertemu kembali dengan orang yang amat dikenangnya.
Ketika ada beberapa orang pejalan kaki mendatangi, Ciang Hun menggandeng tangan Bi Kim ke tepi jalan
dan mengajaknya duduk di atas batu besar. "Mari kita bicara di sini, Kim-moi," katanya.
Setelah duduk saling berhadapan di atas batu, Bi Kim berkata, "Toako, aku tadi merasa seperti dalam
mimpi ketika mendengar panggilanmu, kemudian melihat bahwa engkau benar-benar datang. Kiranya
bukan mimpi dan sekarang betapa bahagianya rasa hatiku melihatmu, Toako."
Ciang Hun menggenggam tangan yang masih digandengnya. Dari tangan mereka yang saling genggam itu
saja sudah terasa getaran hati mereka yang berbahagia.
"Kim-moi, aku gembira sekali bahwa engkau merasa berbahagia melihat aku mengejar dirimu. Tadinya aku
khawatir kalau-kalau engkau akan marah."
"Marah? Aihh, Toako, pada saat kita saling berpisah, aku merasa kehilangan pegangan, seolah hidupku
hampa. Tetapi, apakah yang menyebabkan engkau kembali kepadaku? Apakah ada sesuatu yang
penting?"
Ciang Hun tersenyum dan menggelengkan kepala, nampak agak tersipu. Akan tetapi dengan sejujurnya
dia berkata, "Kim-moi, setelah kita saling berpisah, entah mengapa, hatiku selalu terasa berat. Lalu kupikir
betapa besar bahaya yang mengancammu dalam perjalanan seorang diri. Apa lagi mengingat bahwa kita
sama-sama hendak membantu dan mencari Sim Hui Eng, maka apa salahnya kalau kita mencari
dunia-kangouw.blogspot.com
bersama? Dengan berdua, atau bertiga dengan Sian Li, kita akan lebih kuat menghadapi bahaya, bukan?
Nah, aku lalu berbalik mengejarmu."
Bi Kim tersenyum, "Kalau begitu pikiran kita sama. Aku pun senang sekali engkau akan menemaniku,
Toako. Marilah kita segera menyusul Sian Li ke utara."
"Aku pernah mendengar bahwa Yo Han menjadi pemimpin Thian-li-pang di Bukit Naga. Sian Li mungkin
sekali mencari Yo Han yang dicintanya itu untuk membantunya karena Yo Han sedang mencari Hui Eng.
Mari kita cari Sian Li ke sana, siapa tahu ia pergi ke Thian-li-pang di Bukit Naga."
Setelah Ciang Hun berada di sampingnya, tentu saja Bi Kim mengikuti saja ke mana pemuda itu pergi.
Mereka berdua melakukan perjalanan cepat ke utara dan kini mereka merasakan betapa perjalanan
mereka amat menyenangkan, tidak lagi merasa kesepian dan kehilangan…..
********************
Kita tinggalkan dulu kedua orang ini dan kita tengok keadaan Sian Li, Hui Eng, dan Cia Sun. Tiga orang ini
telah mengambil keputusan untuk menyelidiki sumur tua di belakang Thian-li-pang untuk mencari bukti
kebenaran bahwa Yo Han berada di dalam sumur dan ditimbuni batu-batu.
Setelah membuat persiapan secukupnya, tiga orang pendekar ini mendaki Bukit Naga dari arah belakang
Thian-li-pang. Mereka adalah orang-orang muda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Maka biar pun
perjalanan pendakian itu amat sulit bagi orang biasa, tapi dalam waktu yang cukup singkat mereka dapat
juga sampai di belakang bukit yang memisahkan sumur itu dengan pusat Thian-li-pang.
Tempat ini memang merupakan tempat yang seolah terasing. Juga dianggap keramat oleh para murid
Thian-li-pang sehingga tanpa ijin ketua, tak seorang anggota pun berani memasuki daerah yang
menyeramkan itu.
Hari masih pagi sekali ketika mereka mulai mendaki bukit dan kini matahari sudah mulai menyengatkan
cahayanya setelah mereka tiba di dekat sumur yang ditimbuni batu-batu. Tempat itu nampak sunyi, tidak
nampak ada seorang pun anak buah Thian-li-pang.
Hal ini melegakan hati ketiga orang pendekar itu, membuat mereka lebih leluasa untuk melakukan
pemeriksaan. Andai kata di situ terdapat anak buah Thian-li-pang, mereka tentu harus merobohkan terlebih
dahulu sebelum dapat melakukan pemeriksaan.
Sian Li mengerutkan alisnya saat menjenguk ke dalam sumur tua itu. Sumur itu tertutup banyak batu-batu
dan rasanya tidak mungkin batu-batu itu dapat digali dan disingkirkan hanya oleh mereka bertiga. Tentu
akan memakan waktu berhari-hari!
"Ahhh, benarkah Yo-toako ditimbuni batu-batu itu di dalam sumur ini?" Aku sama sekali tidak dapat
percaya!"
Sim Hui Eng juga memandang ngeri ke dalam sumur itu. "Aihhh, adik Sian Li, bagai mana kita akan dapat
menyingkirkan batu-batu itu? Tidak tahu sampai berapa dalamnya sumur ini dan berapa banyaknya batu
yang menimbuninya."
"Bagaimana pun juga, kita harus membongkar batu-batu itu dan mengangkatnya keluar dari sumur. Kalau
tidak begitu, bagaimana kita akan dapat membuktikan bualan ketua baru Thian-li-pang itu?"
Tapi Sian Li berkata, "Nanti dulu, Pangeran. Coba engkau dan enci Eng menyerang dan mengeroyokku di
dekat sumur ini, aku ingin melihat kemungkinan Han-koko tergelincir ke dalam sumur. Mungkin atau tidak
hal itu terjadi kalau kita sedang dikeroyok. Harap kalian mengeroyok dengan sungguh-sungguh, karena
kalau benar Han-koko berkelahi melawan ketua Thian-li-pang itu, dan dikeroyok oleh para sekutunya,
berarti Han-koko menghadapi banyak lawan tangguh. Nah, mulailah."
Mengerti apa yang dimaksudkan Si Bangau Merah, Cia Sun dan Hui Eng mengangguk, kemudian
keduanya sudah menyerang gadis itu dari kanan kiri. Sian Li mengelak dan menangkis, dan membiarkan
dirinya terdesak sampai ke tepi sumur. Dengan cara tidak membalas, ia lalu terdesak mundur sampai ke
dunia-kangouw.blogspot.com
tepi sumur. Tiba-tiba, nampak bayangan merah berkelebat ke atas dan gadis itu sudah meloncati kedua
orang lawannya, seperti seekor burung bangau melayang, melampaui kepala mereka.
"Cukup sudah!" katanya. "Nah, kalian lihat sendiri. Dalam keadaan gawat menghadapi pengeroyokan, aku
saja kiranya mampu meloloskan diri dengan mengandalkan ginkang. Apa lagi Han-koko yang memiliki
tingkat ginkang jauh lebih tinggi dariku. Jadi, mustahil kalau sampai mereka itu dapat membuat Han-koko
tergelincir ke dalam sumur, bukan?"
"Tepat, Nona. Aku pun sama sekali tak percaya bahwa Yo-toako demikian bodoh untuk dapat dibuat
tergelincir ke dalam sumur yang bibirnya cukup tinggi ini," kata Pangeran Cia Sun sambil menyentuh bibir
sumur yang tingginya ada satu satu meter itu. "Dia pasti berbohong!"
"Adik Sian Li, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang? Apakah tidak lebih baik kita serbu saja Thian-lipang,
menangkap ketuanya dan memaksanya untuk mengaku, atau memaksa dia mengerahkan anak
buahnya untuk membongkar batu-batu dalam sumur ini?" kata Hui Eng.
"Atau kalau kekuatan mereka terlampau besar bagi kita, biarlah aku mencari bantuan ke benteng pasukan
yang terdekat."
"Nanti dulu, Pangeran. Aku memang sangat mengkhawatirkan keselamatan Han-koko. Akan tetapi, andai
kata ia benar tewas, kurasa tentu bukan karena perkelahian melawan orang-orang jahat itu. Ia mungkin
saja tewas atau tertawan akibat dijebak, dan mungkin saja ia tidak berada di dalam sumur ini, melainkan
ditawan di suatu tempat rahasia di sarang Thian-li-pang."
"Ahhh, itu mungkin sekali!" kata Cia Sun.
"Bagaimana kalau kita bertiga mencari secara berpencaran? Dengan terpencar, selain lebih mudah
menyusup, juga pencarian dapat dilakukan lebih luas," kata Hui Eng.
Wajah Sian Li nampak berseri. "Demikianlah sebaiknya, enci Eng! Akan tetapi... ahhh, aku merasa tidak
enak sekali karena selain merepotkan kalian, juga menyeret kalian ke dalam bahaya besar mengingat
betapa lihainya mereka."
"Ihhh, nona Tan, mengapa engkau mengatakan demikian? Kakak Yo Han adalah kakak angkatku, karena
itu sudah sepatutnya kalau aku rela mengorbankan nyawa sekali pun untuk membelanya!" kata Cia Sun.
"Ucapan itu tepat sekali," sambung Hui Eng. "Adik Sian Li, bukankah keluarga orang tua kita sejak dulu
merupakan keluarga besar para pendekar? Aku telah terseret ke dalam dunia sesat, tetapi sekarang
tibalah saatnya aku menebus semua kekuranganku itu dan memperlihatkan kepada dunia bahwa aku
masih tetap keturunan keluarga pendekar!"
Sian Li memandang dengan haru. "Kalau begitu, semoga Tuhan melindungi kita semua. Aku akan
mengambil jalan dari sini ke kiri, dan engkau ke kanan, enci Eng. Pangeran sendiri melakukan penyelidikan
di sini dan terus ke bagian belakang Thian-li-pang."
"Dan kapan kita bertemu lagi? Di mana?"
"Di sini saja. Setelah kita melakukan penyelidikan, kita kembali ke sini dan siang atau sore ini kita harus
sudah kembali ke sini mengumpulkan hasil penyelidikan kita," kata Sian Li.
Setelah bersepakat, Sian Li berkelebat ke kiri dan Hui Eng meloncat ke kanan. Dalam sekejap mata saja
kedua orang gadis perkasa itu telah lenyap, meninggalkan Cia Sun seorang diri.
Pangeran ini termenung, hatinya diliputi penuh kekhawatiran. Pertama-tama tentu saja dia
mengkhawatirkan Hui Eng, gadis yang dicintanya, kemudian dia mengkhawatirkan Yo Han dan Sian Li.
Pihak musuh terlampau kuat, dan jumlah mereka terlalu banyak.
Dia memang tidak ingin mencampuri urusan pemerintah, juga tidak mencampuri urusan perjuangan atau
pemberontakan. Akan tetapi kali ini ia harus mencari bantuan pasukan pemerintah, bukan untuk
membasmi pemberontak, melainkan untuk melindungi kedua orang gadis itu dan mencari keterangan
tentang Yo Han.
dunia-kangouw.blogspot.com
Biar pun dia tahu bahwa Hui Eng memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat, bahkan belum tentu di bawah
tingkat kepandaian Si Bangau Merah, akan tetapi menghadapi Thian-li-pang yang mempunyai anak buah
ratusan orang banyaknya, belum lagi sekutu-sekutunya yang banyak dan lihai, apa yang dapat diperbuat
oleh dua orang gadis itu dibantu olehnya seorang diri?
Setelah berpikir keras, Cia Sun meninggalkan tempat itu, bukan untuk menyelidiki ke Thian-li-pang,
melainkan kembali menuruni bukit itu untuk memasuki dusun di mana tadi mereka membeli bekal
makanan. Dia tahu bahwa kurang lebih seratus li dari dusun itu terdapat benteng Siang-heng-koan di mana
terdapat pasukan pemerintah. Dia sendiri tidak mungkin pergi ke sana karena dia harus membantu dua
orang gadis itu.
Melihat seorang laki-laki sedang menggarap sawah di luar dusun itu, Cia Sun segera memanggilnya dari
pinggir sawah. Laki-laki itu bertubuh kuat berkat pekerjaan berat di sawah dan setiap hari mandi cahaya
matahari, usianya sekitar empat puluh tahun.
"Toako, kesinilah sebentar. Aku mempunyai urusan penting untuk dibicarakan!" kata Cia Sun.
Melihat seorang pemuda di tepi sawah memanggilnya, dan pemuda itu bukan seperti seorang pemuda
dusun, petani itu segera menghampiri. Tubuh atas yang telanjang itu nampak kekar, celananya yang hitam
penuh lumpur.
"Ada urusan apakah Kongcu memanggil aku?" tanya heran.
"Sobat, maukah engkau mendapat penghasilan yang lebih besar jumlahnya dari pada penghasilan
sawahmu selama beberapa tahun?"
"Ehhh? Apa maksudmu Kongcu? Aku tidak mengerti..."
Cia Sun mengeluarkan tiga potong besar emas dari sakunya dan memperlihatkannya kepada petani itu.
"Emas ini akan kuberikan kepadamu kalau engkau suka melakukan sesuatu untukku."
Sepasang mata itu terbelalak. Biar pun selama hidupnya belum pernah ia melihat emas sebanyak itu, apa
lagi memilikinya, akan tetapi ia pun cukup dewasa untuk mengetahui bahwa tiga potong besar emas itu
bukan saja sangat mahal harganya dan merupakan jumlah yang lebih besar dari pada hasil sepuluh tahun
bekerja di sawah, bahkan dengan emas itu dia akan mampu membeli sawah yang luas dan rumah tinggal
yang cukup baik!
"Apa yang harus kulakukan untuk Kongcu? Meski pun aku orang miskin, aku tidak mau kalau disuruh
mencuri atau membunuh orang, biar dibayar berapa banyaknya pun!"
"Aihhh, siapa suruh engkau melakukan kejahatan? Tugasmu hanya mudah saja, yaitu mengantarkan surat
ke benteng Siang-heng-koan."
"Benteng pasukan...? Ahhh, mana aku berani, Kongcu? Aku akan ditangkap!"
"Suratku akan membuka pintu benteng dan engkau akan diterima dengan kehormatan sebagai utusanku.
Katakan dulu, sanggupkah engkau?"
Karena hanya disuruh mengantar surat, dengan penuh semangat petani itu berkata, "Aku... ehhh, saya
sanggup, Kongcu!"
"Kalau begitu, mari kita ke rumahmu, akan kubuatkan surat itu."
Petani itu pun bergegas mencuci kaki tangannya, lalu mengenakan baju dan capingnya, memanggul
cangkulnya dan bersama Cia Sun dia pulang. Rumahnya di ujung dusun itu, sebuah rumah yang amat
sederhana, bahkan miskin. Mereka disambut isteri petani itu bersama empat orang anak mereka yang
merasa terheran-heran melihat petani itu telah pulang bersama seorang pemuda tampan yang bukan
seorang petani.
dunia-kangouw.blogspot.com
Petani itu menyuruh anak isterinya ke belakang. Dia duduk di tengah rumah bersama tamunya. Atas
permintaan Cia Sun, petani itu keluar sebentar untuk membeli alat tulis dan menyewa seekor kuda yang
paling kuat. Kemudian, Cia Sun menulis surat kepada komandan benteng Siang-heng-koan dan surat itu
dibubuhi tanda tangan dan cap yang selalu dibawanya.
"Nah, sekarang juga engkau cepat pergi menunggang kuda ke benteng itu dan emas ini pun boleh kau
miliki. Dengan emas ini, maka kau akan dapat mengubah keadaan hidup keluargamu. Tetapi awas, jika
surat ini tidak kau sampaikan, maka pasukan di benteng itu akan kukerahkan untuk menangkapmu dan
engkau beserta seluruh keluargamu akan dihukum berat. Katakan siapa namamu!" kata Cia Sun sambil
menyerahkan surat itu.
"Nama hamba Ki Siok...," kata petani itu, kini nampak takut dan hormat. "Kalau boleh hamba mengetahui
nama Kongcu..."
"Katakan saja kepada komandan benteng itu bahwa engkau diutus oleh seorang yang bernama Sun dan
serahkan suratku itu. Tetapi ingat, tidak boleh orang lain mengetahui tentang urusan kita ini dan siapa pun
juga tidak boleh melihat surat ini. Juga isteri dan anak-anakmu tidak boleh mengetahui."
"Baik, baik, hamba mengerti..." kata petani itu ketakutan.
Meski pun sebodoh-bodohnya manusia, dia pun dapat menduga bahwa pengirim surat ini tentulah bukan
orang sembarangan, buktinya memiliki emas sebanyak itu, bersikap royal, dan berani mengirim surat
kepada komandan benteng.
Setelah melihat sendiri Ki Siok pergi meninggalkan dusun itu dan menuju ke benteng Siang-heng-koan,
cepat Cia Sun mendaki Bukit Naga dan kembali ke tempat yang tadi. Matahari telah naik tinggi, tengah hari
hampir lewat, tapi di dekat sumur tua itu nampak sepi, belum kelihatan kedua orang gadis itu kembali. Dia
pun menunggu dengan hati berdebar tegang penuh kekhawatiran…..
********************
Kekuasaan Tuhan mencakup dan menyelimuti seluruh yang ada, seluruh yang nampak dan yang tidak
nampak oleh mata manusia. Keadaan di seluruh alam semesta ini terjadi karena Kekuasaan Tuhan.
Kekuasaan Tuhan berada di dalam yang paling dalam dan di luar yang paling luar, mencakup yang
terendah sampai yang tertinggi, yang paling kecil sampai yang paling besar. Kekuasaan Tuhan jugalah
yang mencipta, memelihara, dan mengadakan sampai yang meniadakan.
Segala sesuatu terjadi karena Kehendak Tuhan. Segala macam suka, duka, indah atau buruk, hanya
merupakan ulah pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah.
Sebab akibat merupakan mata rantai kait mengait yang dibentuk oleh hati akal pikiran kita sendiri. Tidak
ada yang lebih kuat dari pada Kekuasaan Tuhan, yang juga bekerja di dalam tubuh kita, dari ujung rambut
sampai ke kuku jari kaki. Kekuasaan Tuhan bekerja sepenuhnya kalau kita menyerah. Penyerahan total
yang meniadakan ulah hati akal pikiran sehingga kekuasaan Tuhan mutlak bekerja.
Kalau sudah begitu, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya Tuhanlah Maha Sempurna, Maha Kuasa. Segala
kehendakNya jadilah!
Ketika dia terjebak di dalam sumur tua, dan sumur itu ditimbuni batu-batu dari atas, Yo Han mengerahkan
segala daya hati akal pikirannya. Sebagai manusia, memang sudah tugasnya untuk mempertahankan agar
tetap dapat hidup di dalam dunia ini. Dia berhasil menutup terowongan di dalam sumur itu dengan batu
besar sehingga batu-batu yang dilemparkan dari atas sumur itu tertahan oleh batu besar itu.
Yo Han duduk bersila di atas gulungan tali, memusatkan semua rasa diri, seolah-olah dia tenggelam. Dia
membiarkan dirinya tenggelam ke dalam lautan penyerahan. Sampai malam lewat, dia tidak menyadari dan
dia merasa seperti hidup di dalam lautan, atau di dalam udara tanpa dataran. Tubuhnya ringan, tidak ada
secuil pun pikiran mengganggu batin, bahkan tidak ada lagi rasa enak atau tidak enak.
Seperti orang tidur atau orang mati, begitu kiranya keadaan Yo Han. Hanya bedanya, dia sadar. Dia
menyadari bahwa dia berada di dasar sumur tua dan tidak ada jalan keluar. Namun pada saat dia duduk
dunia-kangouw.blogspot.com
bersila seperti itu, dia tidak merasa khawatir, tidak merasa apa-apa seolah-olah tidak peduli dan tiada
bedanya baginya.
Malam sudah lewat dan setelah ada sinar matahari menyorot masuk melalui celah-celah di antara batubatu
di atas, dia seperti terbangun. Dan teringatlah dia akan semua yang terjadi kemarin. Kemarin? Hanya
samar-samar dia teringat bahwa malam telah lewat, berarti dia telah semalaman berada di terowongan
sumur itu.
Lima orang pimpinan Thian-li-pang telah tewas dan mayat mereka dilempar ke dalam sumur yang
sekarang ditimbuni batu-batu. Kini semuanya jelas baginya. Ouw Seng Bu membunuhi para pimpinan
Thian-li-pang karena ingin menguasai perkumpulan itu. Gila!
Bukankah Ouw Seng Bu murid Lauw Kang Hui, bahkan merupakan murid tersayang? Kalau dia hanya
murid mendiang Lauw Kang Hui, lalu bagaimana mungkin dia mampu membunuh lima orang tokoh
pimpinan Thian-li-pang yang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi itu? Bagaimana pula para murid
Thian-li-pang mau menerima dia sebagai ketua baru? Dan yang membuat dia lebih terheran-heran lagi,
bagaimana gadis yang diperkenalkan kepadanya sebagai puteri Cu Kun Tek, pendekar sakti dari Lembah
Naga Siluman, dapat berada di Thian-li-pang, bahkan bersahabat baik dengan Ouw Seng Bu?
"Aku harus dapat keluar dari sini. Harus! Aku harus dapat membongkar semua rahasia Ouw Seng Bu,
kalau tidak Thian-li-pang akan diselewengkan, dan dunia kang-ouw akan kacau balau karena kejahatan
akan menjadi-jadi. Semoga Tuhan memberi bimbingan kepadaku," katanya dalam hati.
Perutnya mulai terasa lapar, akan tetapi dia menampung rembesan air yang menetes turun dari atas
dengan kedua tangan dan setelah minum air beberapa teguk, laparnya hilang. Mulailah dia memeriksa
semua dinding terowongan itu. Dinding itu terjal ke atas, licin dan keras, tidak mungkin dipanjat, apa lagi di
atasnya tidak nampak lubang yang cukup besar seperti mulut sumur, melainkan tertutup dan sinar yang
masuk pun melalui celah-celah dari samping atas yang tidak nampak dari situ.
Tiba-tiba terdengar suara mencicit dan Yo Han melihat seekor tikus yang cukup besar, sebesar anak
kucing, berlari keluar dari sebuah lubang sambil menggigit sebuah benda hitam kehijauan. Dia merasa
heran bagaimana binatang itu mampu membawa sesuatu dengan gigitan, dan mengeluarkan bunyi
mencicit pula. Tikus itu lenyap menyelinap ke dalam lubang kecil dan tak lama kemudian terdengar suara
mencicit-cicit anak tikus.
Yo Han tersenyum. Betapa besar kekuasaan Tuhan, pikirnya. Bahkan di tempat seperti ini pun terdapat
makhluk hidup. Belum yang tidak nampak olehnya, seperti cacing dan kutu-kutu lainnya, bahkan mungkin
dalam tetesan-tetesan air itu pun terdapat makhluk hidupnya! Hatinya semakin tenang karena dia yakin
bahwa kekuasaan Tuhan berada di mana-mana, sehingga kalau memang Tuhan menghendaki dia tidak
mati, tentu ada jalan keluar dari situ!
Tikus itu! Dia membawa benda hitam kehijauan dan kembali ke sarang, memberi makan kepada anakanaknya.
Benda tadi tentulah makanan. Teringat ia akan jamur-jamur atau tanaman dalam air yang
terdapat di terowongan goa di mana dia pernah mempelajari ilmu dari Kakek Ciu Lam Hok!
Kini Yo Han memandang ke arah lubang dari mana tikus tadi keluar. Bukan lubang sesempit kepalan
tangan ke mana tikus tadi menghilang, melainkan lubang yang cukup besar, agaknya dia akan dapat
memasuki lubang itu dengan merangkak rendah. Siapa tahu, itu merupakan jalan keluar, setidaknya jalan
menuju ke tempat makanan! Andai kata bukan jalan keluar sekali pun, kalau dari sana dia bisa
mendapatkan makanan sebagai penyambung hidup, itu sudah lumayan namanya.
Akan tetapi, baru dua meter lebih dia merangkak melalui lubang sempit itu, lubang itu mengecil dan
tubuhnya tak dapat maju lagi. Terpaksa Yo Han menggunakan tenaganya untuk membongkar batu-batu di
depannya, memperbesar terowongan itu sehingga dia dapat maju lagi.
Tentu saja pekerjaan ini memakan waktu dan setelah sehari penuh bekerja, dia baru dapat maju sejauh
empat meter dan terpaksa menghentikan pekerjaannya karena lelah dan gelap. Dia merangkak mundur
dan minum air dengan menadah air rembesan dari atas dengan kedua tangannya sampai kenyang.
Malam itu, Yo Han mengatur tali sehingga merupakan tempat tidur darurat, lumayan untuk membiarkan
tubuhnya beristirahat dengan rebah terlentang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sudah menjadi lajim bagi kita bahwa dalam keadaan menderita sengsara, kalau semua daya kita sudah
tidak mampu menolong keadaan kita, maka kita baru teringat kepada Tuhan! Kita lalu merengek-rengek
dan memohon kepada Tuhan agar kita dibebaskan dari penderitaan.
Tentu saja setiap orang dari kita tidak mau kalau dikatakan bahwa kita hanya teringat kepada pencipta kita
bila kita sedang membutuhkan saja. Di waktu kita dalam keadaan senang, sewaktu kita berhasil, maka kita
tidak ingat lagi kepada Tuhan dan merasa bahwa semua hasil itu adalah karena kepintaran kita!
Keberhasilan mendatangkan kesombongan, kita menjadi tinggi hati dan merasa diri kita hebat. Sebaliknya,
dalam keadaan gagal dan menderita, baru kita merasa betapa kita lemah tak berdaya, dan kita baru
berdoa dan meminta-minta kepada Tuhan.
Segala macam permintaan kita ajukan. Kita mohon diberi rejeki, mohon diberi kenaikan pangkat, mohon
diluluskan ujian, mohon disembuhkan dari penyakit, dan segala macam permohonan lagi. Kita lupa bahwa
segala sarana yang lengkap telah diberikan Tuhan kepada kita untuk mencapai itu semua.
Untuk mendapat rejeki, kita sudah diberi anggota tubuh lengkap, berikut hati akal pikiran untuk kerja dan
mencari rejeki. Untuk naik pangkat kita harus bekerja dengan jujur, setia dan baik. Untuk lulus ujian kita
harus belajar dengan rajin. Untuk sembuh dari penyakit kita harus berobat dan untuk mencegah datangnya
penyakit kita harus hidup bersih dan sehat, dan sebagainya.
Akan tetapi, kesenangan merupakan semua penggunaan sarana tidak sehat. Karena penggunaan akal
pikiran secara tidak sehat sehingga melahirkan perbuatan yang tidak sehat pula, maka timbullah semua
akibat buruk. Kalau sudah begitu, kita minta-minta kepada Tuhan agar kita dibebaskan dari pada akibat
perbuatan kita sendiri itu.
Berbahagialah manusia yang lahir batinnya menyerah dengan tawakal dan ikhlas pada Tuhan, mendasari
semua ikhtiar sehat di atas penyerahan kepada Tuhan Yang Maha Kasih. Bagi seorang yang sudah dapat
menyerah lahir batin, maka segala apa pun yang datang menimpa diri, merupakan kehendak Tuhan yang
penuh rahasia.
Tuhan mengetahui apa yang paling tepat untuk kita, baik itu merupakan hukuman atau ujian. Hukuman
memang tepat untuk mengingatkan kita akan dosa kita dan ujian akan memperkuat batin dan iman kita.
Orang yang menyerah kepada Tuhan hanya mengenal ucapan terima kasih dan syukur kepada Tuhan, dan
hanya mengenal satu permohonan, yaitu permohonan ampun atas segala dosa yang sudah diperbuatnya
di masa lalu dan bimbingan di masa depan. Tidak banyak mengeluh kalau sedang ditimpa duka, dan tidak
mabuk kalau sedang dijenguk suka.
Pada keesokan harinya, begitu ada cahaya memasuki terowongan itu, Yo Han sudah bekerja lagi dengan
rajin. Dia tidak tergesa-gesa, tidak terlalu memeras tenaganya agar tidak sampai kehabisan tenaga dan
kelelahan sebab perutnya yang kosong mengurangi banyak tenaganya.
Setelah tiga hari lamanya membongkar tumpukan batu dan hanya minum air, setelah tenaganya hampir
habis, lubang itu membesar lagi sehingga dia dapat melanjutkan merangkak ke depan dan menemukan
jamur atau tumbuhan di antara dinding batu yang basah, jamur liar seperti yang dibawa oleh induk tikus
untuk memberi makan kepada anak-anaknya. Yo Han pernah makan jamur ini atas petunjuk mendiang
kakek Ciu Lam Hok, maka tanpa ragu lagi dia pun makan beberapa potong jamur.
Dan terhindarlah dia dari bahaya kelaparan! Kini dia dapat melanjutkan usahanya untuk mencari jalan
keluar dengan menjelajahi lubang-lubang yang banyak terdapat di bawah permukaan bukit itu, merupakan
lubang dan terowongan bawah tanah dari batu karang yang kuat.
Sambil mengerahkan seluruh anggota badannya, seluruh panca inderanya, didasari penyerahan diri
kepada Tuhan, yakin bahwa kekuatan Tuhan akan membimbingnya, Yo Han terus bekerja dengan tekun,
tak pernah putus asa walau pun beberapa kali lubang yang diikutinya tiba di dinding buntu dan terpaksa dia
harus mencari lubang lain…..
********************
dunia-kangouw.blogspot.com
Kalau Yo Han dengan penuh semangat mencari jalan keluar, maka di atas sumur, di permukaan bukit itu,
terjadi hal-hal yang hebat, yang tentu akan menggelisahkan hati Yo Han kalau dia mengetahuinya.
Bayangan tubuh Sim Hui Eng yang ramping padat itu berkelebat cepat, menyelinap di antara pohon-pohon.
Dia sedang melakukan penyelidikan terhadap Thian-li-pang, untuk mengetahui lebih banyak tentang
perkumpulan itu dan bila mungkin menyelidiki apakah benar Yo Han telah tewas, ataukah ditahan di dalam
rumah perkumpulan itu.
Gadis yang anggun dan cantik ini tidak lagi bersikap dingin dan angkuh seperti dulu saat dia masih menjadi
puteri ketua Pao-beng-pai. Dia gunakan ginkang-nya dan gerakannya sedemikian cepat sehingga tidak
akan kelihatan oleh orang-orang Thian-li-pang.
Akan tetapi, hal ini hanya dugaannya saja karena ia mengira bahwa musuh tidak tahu akan
kedatangannya. Padahal, sejak ia bersama Sian Li dan Cia Sun berada di dekat sumur tua itu, para murid
Thian-li-pang telah melakukan penjagaan dan Ouw Seng Bu sendiri telah mengamati gerak-gerik ketiga
orang itu.
Tentu saja gerakan Hui Eng sekarang juga sudah selalu diamati. Setelah gadis itu kini berpisah jauh dari
Sian Li dan Cia Sun, dan dia melihat bagian kanan perkampungan itu nampaknya tidak terjaga ketat,
dengan berani ia melompati pagar dan memasuki bagian belakang sebuah bangunan besar yang akan
diselidikinya. Mungkin ia dapat mendengar percakapan murid Thian-li-pang, atau syukur kalau menemukan
sesuatu yang akan bisa menunjukkan tentang Yo Han.
Akan tetapi baru saja ia tiba di ruangan terbuka yang tadinya sepi itu, tiba-tiba terdengar gerakan orang.
Ketika ia cepat memutar tubuhnya, ia melihat dirinya sudah terkepung oleh puluhan orang anak buah
Thian-li-pang yang semuanya menyeringai dengan gaya mengejek!
"Hemmm...!" Hui Eng tidak menjadi gentar dan ia sudah mempersiapkan pedang dan kebutannya.
Dua orang pria yang agaknya menjadi pimpinan dari tiga puluh orang lebih anak buah Thian-li-pang itu
melangkah maju dan berkata dengan suara yang mengandung ejekan.
"Nona, sebaiknya engkau menyerah dan akan kami hadapkan kepada pangcu dari pada tubuhmu yang
mulus itu halus lecet-lecet dan mungkin terluka."
Sinar mata Hui Eng mencorong marah. "Aku? Menyerah kepada kalian? Makanlah ini!" Pedangnya
menyambar ganas.
Dua orang anggota Thian-li-pang yang memimpin rombongan itu merupakan murid yang sudah agak tinggi
tingkatnya. Mereka terkejut melihat berkelebatnya sinar pedang yang menyambar, akan tetapi mereka
masih dapat melempar tubuh ke belakang sehingga terhindar dari maut. Para anggota Thian-li-pang yang
lainnya sudah mengepung ketat sambil menggerakkan senjata mereka mengeroyok gadis itu.
"Tar-tar-tarrr...!"
Sinar merah menyambar-nyambar dan bulu-bulu kebutan yang halus itu langsung saja merobohkan empat
orang pengeroyok. Hui Eng mengamuk. Pedang serta kebutannya menyambar-nyambar menjadi dua
gulungan sinar putih dan merah, dan dalam waktu belasan jurus saja sudah ada belasan orang anggota
Thian-li-pang roboh!
"Semua mundur!" terdengar bentakan dan muncullah Siangkoan Kok! Datuk ini dengan muka merah
karena marah menghadapi bekas puterinya, juga muridnya yang tadinya amat disayangnya. "Eng Eng,
cepat menyerah!"
Akan tetapi Hui Eng memandang kepada orang yang dulu dianggap guru dan ayahnya itu dengan mata
mencorong. "Kenapa aku harus menyerah kepadamu? Aku tidak sudi!"
Siangkoan Kok melotot. "Eng Eng, lupakah engkau bahwa aku adalah gurumu, juga pernah menjadi
ayahmu yang menyayangmu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku tidak lupa, semuanya aku tidak lupa, juga betapa engkau dengan kejam hampir membunuhku, dan
engkau membunuh pula sumoi Tio Sui Lan, membunuh pula isterimu yang pernah menjadi ibuku. Aku tidak
lupa dan sekaranglah saatnya aku membalaskan semua itu!" Setelah berkata demikian, dengan nekat Hui
Eng sudah menerjang maju menyerang datuk yang pernah menjadi guru dan ayahnya itu.
"Keparat, kalau begitu engkau tak layak dikasihani!" Siangkoan Kok membentak sambil menangkis, lalu
balas menyerang.
Guru dan murid itu segera saling serang dengan dahsyat dan terjadilah pertandingan yang amat seru
karena keduanya menyerang untuk membunuh.
Melawan bekas gurunya sendiri itu saja Hui Eng sudah kewalahan, karena betapa pun juga, semua
ilmunya ia dapatkan dari Siargkoan Kok, sehingga semua gerakannya telah diketahui oleh datuk itu. Biar
pun ia mengenal pula gerakan lawan, akan tetapi ia kalah pengalaman dan ilmunya kalah matang.
Apa lagi kini muncul dua orang tosu dari Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai yang tanpa banyak cakap sudah
maju membantu Siangkoan Kok. Hui Eng terdesak hebat dan ia hanya mampu memutar pedang dan
kebutannya untuk menangkis saja, tidak mendapat kesempatan lagi untuk membalas serangan tiga orang
lawannya.
Melihat kedua orang tosu yang membantunya itu menyerang dengan sungguh-sungguh, timbul
kekhawatiran di hati Siangkoan Kok bahwa gadis itu akan roboh dan tewas, atau akan terluka berat. Hal ini
tidak dikehendaki oleh Ouw-pangcu, juga dia sendiri tidak ingin melihat bekas murid dan puterinya itu
tewas.
Dia masih sayang kepada Eng Eng. Bahkan kini, setelah gadis itu bukan lagi puterinya, timbul keinginan di
hatinya untuk menarik gadis itu sebagai pengganti isterinya. Ia masih sayang kepada Eng Eng dan rasa
sayang sebagai guru dan ayah itu dapat dialihkan menjadi kasih sayang seorang pria terhadap seorang
wanita yang menjadi isterinya.
"Jangan lukai atau bunuh gadis ini. Kita tangkap hidup-hidup sesuai perintah pangcu!" kata Siangkoan Kok
dengan suara lantang.
Dan mendengar seruan ini, kedua orang tusu lalu mengubah gerakan mereka, tidak lagi menyerang
dengan pedang mereka, melainkan menggunakan pedang untuk menangkis dan menyerang dengan
totokan tangan kiri untuk merobohkan gadis itu tanpa melukai atau membunuhnya.
Setelah melakukan perlawanan mati-matian, akhirnya Hui Eng terkena totokan dan roboh terkulai lemas!
Siangkoan Kok cepat menelikungnya dan membawanya ke dalam, lalu memasukkannya ke dalam sebuah
kamar tahanan yang terbuat dari besi.
"Jaga baik-baik dan jangan sampai ia bisa meloloskan diri!" pesannya kepada beberapa orang Thian-lipang
yang sedang melakukan penjagaan. "Akan tetapi, siapa yang berani mengganggunya pasti akan
dihukum berat!"
Siangkoan Kok, Im Yang Ji dan Kui Thiancu kemudian meninggalkan tempat tahanan itu sebab mereka
sudah mendengar berita bahwa sekarang Ouw-pangcu sedang berusaha untuk menawan Si Bangau
Merah.
Seperti juga Hui Eng, Sian Li melakukan penyelidikan melalui samping perkampungan Thian-li-pang. Ia
pun meloncati pagar dan sama sekali tidak mendapatkan perlawanan karena di balik pagar tembok itu tidak
nampak seorang pun anggota Thian-li-pang.
Akan tetapi, sungguh tak mudah untuk menjebak Si Bangau Merah. Ia cukup waspada. Dan melihat
keadaan yang sepi itu, ia pun maklum bahwa agaknya pihak musuh sudah mengetahui akan kedatangan
dirinya dan kini sengaja mengosongkan tempat itu untuk memasang perangkap.
Dengan ginkang-nya yang sudah mencapai tingkat tinggi, Sian Li berkelebat, kemudian menyelinap ke
dalam sebuah taman kecil dan dari sini ia pun meloncat ke atas genteng dan bersembunyi di balik
wuwungan. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga para anggota Thian-li-pang yang mengawasinya
dunia-kangouw.blogspot.com
kehilangan jejaknya. Bahkan Ouw Seng Bu yang diam-diam juga mengamatinya dari dalam, menjadi
terkejut dan bingung karena Si Bangau Merah itu tidak nampak lagi.
Dari balik wuwungan, Sian Li mengintai ke bawah dan dia tersenyum mengejek ketika melihat beberapa
orang anak buah Thian-li-pang yang mulai bermunculan dari tempat sembunyi mereka. Seperti telah
diduganya, orang-orang Thian-li-pang telah mengetahui akan kedatangannya dan sengaja bersembunyi
untuk membiarkan dia masuk ke dalam jebakan mereka. Akan tetapi karena ia lenyap bersembunyi di
wuwungan, mereka mulai menjadi bingung dan ada yang keluar mencari-cari.
Sian Li mengambil jalan memutar. Ia melihat seorang anggota Thian-li-pang mencari ke arah belakang
dengan pedang terhunus di tangan sambil melongok-longok. Sian Li lalu bergerak mendekati dari atas.
Setelah cukup dekat, ia menggerakkan tangan kanannya dan sepotong genteng yang ia patahkan dari
ujung wuwungan menyambar dan tepat mengenai tengkuk orang itu. Dia hanya sempat mengeluh pendek,
pedangnya terlepas kemudian roboh terkulai, pingsan.
Sian Li menanti beberapa lamanya. Setelah yakin tidak ada orang melihat penyerangan itu, ia melayang
turun dan menarik lengan orang yang tak mampu bergerak itu ke dalam sebuah ruangan kosong, dan ia
menutupkan daun pintu ruangan itu.
Anggota Thian-li-pang itu terkejut bukan main ketika totokannya punah dan dia siuman. Ia melihat gadis
berpakaian merah itu menodongkan pedang tajam yang menggigit kulit lehernya. Pedangnya sendiri!
"Kalau engkau tidak mau mengaku terus terang, pedang ini akan langsung menembus tenggorokanmu!"
Sian Li mendesis.
Mata orang itu terbelalak, mukanya berubah pucat. Apa lagi ketika dia merasa perihnya kulit leher di mana
ujung pedangnya sendiri menempel.
"Saya... saya mengaku terus terang...," katanya lirih.
"Hayo katakan, di mana Sin-ciang Taihiap Yo Han? Jangan bohong!"
Orang itu semakin ketakutan. "Dia... dia... di tempat... tahanan..."
Berdebar-debar rasa hati Sian Li karena lega. Seperti sudah diduganya, Ouw Seng Bu hanya
membohonginya.
"Di mana tempat itu? Hayo antar aku ke sana!"
"Saya... saya tidak berani... ahhh...!"
Pedang itu menusuk, masuk ke kulit lehernya sampai setengah senti, mendatangkan rasa nyeri dan
ketakutan hebat. Sedikit saja nona baju merah itu menusukkan pedang itu, tentu lehernya akan tembus
dan matilah dia.
"Baik... baik...," katanya.
Sian Li menarik pedangnya. "Hayo jalan dulu, awas, kalau engkau memberi tanda atau berteriak, akan
kucincang tubuhmu."
Dengan tubuh gemetar ketakutan, anak buah Thian-li-pang itu lalu membawa Sian Li menyelinap melalui
sebuah lorong kecil. Setiap kali melihat ada anak buah Thian-li-pang lainnya, orang itu ditarik oleh Sian Li
untuk bersembunyi dengan pedangnya menodong pada punggung orang itu.
Akhirnya, setelah melalui jalan yang berliku-liku, orang itu membawa Sian Li memasuki ruangan bagian
belakang. Bangunan di situ cukup besar dan mereka memasuki lorong sehingga tiba di depan pintu sebuah
kamar yang terbuat dari besi dan ada jerujinya yang kokoh kuat. Pintu kamar itu dipasangi rantai yang
dikunci.
"Dia... dia ada di sana..." Orang itu menuding ke dalam kamar tahanan itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sian Li menggerakkan tangan kirinya dan orang itu terkulai lemas, tak mampu bergerak lagi karena
tertotok. Sian Li menghampiri jeruji pintu kamar itu dan melihat ke dalam. Jantungnya berdebar.
"Han-koko...!" Ia berseru, akan tetapi lirih karena tidak ingin membuat gaduh.
Ia melihat Yo Han duduk bersila, membelakangi pintu. Ia memang tidak melihat wajah orang itu, akan
tetapi perawakannya membuat ia mengenal pemuda itu, apa lagi anak buah Thian-li-pang tadi mengatakan
bahwa Yo Han ditawan di kamar itu.
"Han-koko...!" Ia memanggil lagi.
Akan tetapi orang yang bersila membelakanginya itu tidak menjawab dan tak bergerak. Agaknya Yo Han
terluka parah dan sedang menghimpun hawa murni, maka tidak dapat menjawabnya, pikir Sian Li. Dia
melihat betapa Yo Han menarik napas panjang dan menahan napas itu sampai lama.
Ahhh, Yo Han tentu terjebak musuh dan menderita luka, maka bisa tertawan, pikir Sian Li. Sekaranglah
saatnya membebaskannya, karena kalau sampai Ouw Seng Bu dan sekutunya muncul, tidak akan mudah
baginya untuk membebaskan kekasih hatinya itu.
"Han-koko, jangan khawatir, aku akan menolongmu!" katanya.
Ia memperhitungkan bahwa kalau kamar tahanan itu dipasangi jebakan, tentu Yo Han akan
memperingatkannya. Sian Li lalu mengeluarkan sulingnya.
Suling itu hanya disaput emas, akan tetapi sebetulnya di sebelah dalamnya terbuat dari baja pilihan yang
sangat kuat. Dia mengerahkan tenaganya, tenaga gabungan Im-yang Sinkang dari keluarga Pulau Es
seperti yang ia pelajari dari Suma Ceng Liong, memutar sulingnya dengan ilmu Kim-siauw Kiam-sut (Ilmu
Pedang Suling Emas) dan sinar emas menyambar ke arah lantai yang membelenggu daun pintu kamar
tahanan itu.
"Tranggg... trakkk!"
Rantai itu patah dan Sian Li mendorong daun pintu kamar tahanan itu sehingga terbuka. Dengan cepat,
namun hati-hati dan tidak kehilangan kewaspadaan, dia pun memasuki kamar tahanan itu. Pada saat itu
terdengar suara gaduh di luar dan ketika ia menengok, nampak banyak anak buah Thian-li-pang memasuki
rumah tahanan itu.
Hemmm, ia telah ketahuan musuh, pikirnya. Ia harus cepat membebaskan Yo Han.
"Han-koko, mari kita pergi..." Ia menahan kata-katanya dan terbelalak ketika orang yang tadinya bersila
membelakanginya itu meloncat ke depan, membalikkan tubuhnya dan ia berhadapan dengan Ouw Seng
Bu!
Kiranya, ketua baru Thian-li-pang yang tadi duduk bersila membelakanginya. Memang perawakan ketua
baru ini mirip dengan perawakan Yo Han, dan agaknya sang ketua ini sengaja menyamar sehingga rambut
yang dikucir bergantung dan melingkar leher itu pun sama, juga pakaiannya.
"Ha-ha-ha, Bangau Merah! Sudah kukatakan bahwa Yo Han telah berkhianat, dan dia sudah mati di dalam
sumur tua, dan engkau masih juga tidak percaya? Sekarang, lebih baik engkau menyerah dan membantu
kami berjuang melawan penjajah, sesuai dengan nama besar keluargamu sebagai pendekar-pendekar
yang gagah perkasa."
"Keparat Ouw Seng Bu! Engkau tentu telah menjebak Han-koko! Sekarang aku harus membalas dendam
kepadamu!" Setelah berkata demikian, Sian Li memutar suling dan menerjang maju. Akan tetapi, Ouw
Seng Bu menghindar dengan loncatan ke kiri.
"Ha-ha-ha, engkau sudah terkepung dan masih bicara besar? Lihatlah, di luar kamar ini anak buahku
sudah menghadang dan mengepung. Engkau tidak akan dapat lolos, Tan Sian Li. Melawan pun tiada
gunanya karena kalau Yo Han saja tak mampu menandingi aku, apa lagi engkau."
"Jahanam busuk yang sombong!" Sian Li berteriak dan ia pun menyerang lagi dengan dahsyat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Diam-diam Ouw Seng Bu terkejut karena serangan Si Bangau Merah itu memang kuat dan dahsyat bukan
main. Sulingnya berubah menjadi sinar emas yang mengeluarkan suara melengking-lengking aneh. Ia
melompat ke tepi kamar, tangannya cepat menekan tombol di dinding sehingga dinding di belakangnya
terbuka. Dan ia melompat masuk.
"Pengecut, hendak lari ke mana kau?" bentak Sian Li yang cepat-cepat mengejar. Dia pun ikut meloncat
masuk ke dalam kamar lain di mana Ouw Seng Bu sudah menunggu sambil tersenyum mengejek.
Pemuda itu menggerak-gerakkan kedua lengan tangannya secara aneh dan terdengar bunyi tulangtulangnya
berkerotokan! Dia telah menghimpun tenaga dari ilmunya yang sesat, yaitu Bu-kek Hoat-keng
yang salah latih. Kini wajahnya berubah, masih tampan, tapi senyumnya yang tadinya ramah dan manis itu
berubah menjadi wajah menyeringai yang amat menyeramkan, sadis dan dingin. Matanya liar dan suara
tawanya bagaikan setan tertawa.
Ketika Sian Li melihat keadaan Ouw Seng Bu seperti itu, ia pun tahu bahwa pemuda ini adalah seorang
yang tidak waras, atau miring otaknya! Ia tidak tahu bahwa keadaan itu merupakan akibat dari ilmu Bu-kek
Hoat-keng yang salah latihan.
"Iblis gila!" bentaknya dan ia menyerang lagi dengan sulingnya.
Kamar yang ini berbeda dengan kamar tahanan di depan tadi. Dinding yang tadi terbuka menembus ke
kamar tahanan sekarang sudah menutup kembali dengan sendirinya dan kamar ini lebih luas.
Sian Li menghantamkan sulingnya ke arah kepala pemuda itu. Akan tetapi, Seng Bu meloncat ke samping
dan ketika suling itu mengejar dengan sambaran ke samping, dia menangkis dengan tangan kirinya.
"Takkk...!"
Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya tubuh Sian Li terdorong ke belakang hingga tiga langkah.
Gadis itu terkejut bukan main. Sulingnya yang ditangkis tadi tergetar hebat. Ada tenaga aneh yang amat
dingin menyusup melalui suling dan tangannya dan tenaga itu amat kuat sehingga dia terdorong dan
terhuyung. Baiknya dia masih mengerahkan tenaga sinkang untuk menolak pengaruh hawa dingin aneh itu.
"Ha-ha-he-he-he!" Ouw Seng Bu terkekeh menyeramkan dan membusungkan dadanya. "Si Bangau Merah,
engkau tidak akan menang melawan aku. Ilmuku yang amat hebat ini tidak dapat ditandingi siapa pun juga.
Sebentar lagi aku akan menjadi jagoan nomor satu di dunia dan mengusai dunia kang-ouw. Bahkan
setelah menjatuhkan pemerintah penjajah Mancu, akulah yang layak dan pantas menjadi kaisar. Ha-haha!"
"Gila, dia gila akan tetapi memiliki ilmu yang ajaib," pikir Sian Li.
Ia harus dapat merobohkan orang ini, kalau tidak, ia tentu akan celaka. Baru orang ini saja sudah demikian
hebat, kalau para sekutunya datang mengeroyok, ia tahu bahwa ia tidak akan mampu menandingi mereka.
Sian Li mengeluarkan pekik melengking. Kini dia memutar suling emasnya, memainkan ilmu pedangnya
yang paling ampuh, yaitu Ang-ho Sin-kun (Silat Bangau Merah) yang ia pelajari dari ayahnya, Pendekar
Sakti Bangau Putih.
Sulingnya berubah menjadi sinar emas bergulung-gulung yang menyilaukan mata, dan tubuhnya juga
lenyap berubah menjadi bayangan merah yang berkelebatan terbungkus sinar emas. Dari gulungan sinar
emas itu mencuat sinar yang menyerang ke arah Ouw Seng Bu.
Namun, sambil terkekeh-kekeh aneh, Ouw Seng Bu berdiri tegak dan kedua tangannya membuat gerakangerakan
aneh, kadang diputar seperti baling-baling, dan dari kedua tangan itu menyambar hawa dahsyat
yang membuat semua serangan Sian Li tertolak kembali, mental sebelum mengenai tubuh lawan! Ketika
Ouw Seng Bu melangkah maju mendekat, hawa pukulan kedua tangannya semakin kuat sehingga kini
gulungan sinar emas itu makin menyempit, tanda bahwa Si Bangau Merah terdesak oleh tenaga aneh itu.
Pada saat itu terdengar suara wanita berteriak, "Bu-ko, jangan bunuh atau lukai dia!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar teriakan itu, Ouw Seng Bu lalu terkekeh. "Heh-heh-heh, tidak, tidak, sayang, jangan khawatir!"
Setelah berkata demikian, mendadak dia meloncat ke belakang dan berlari keluar dari ruangan itu melalui
sebuah lorong yang lebarnya sekitar dua meter dan panjang.
"Jangan lari!" bentak Sian Li yang mengejar.
Terdengar suara keras dan lorong itu sudah tertutup dari depan dan belakang oleh pintu rahasia. Sian Li
terkejut, merasa terjebak dalam lorong yang tertutup, akan tetapi karena Ouw Seng Bu masih berada di
situ bersamanya, ia tidak takut dan memutar suling lebih cepat untuk menjaga agar orang itu tidak
melarikan diri melalui sebuah pintu rahasia.
"Heh-heh-heh, engkau takkan dapat lolos, Bangau Merah!" kata Ouw Seng Bu.
Mendadak dari lantai lorong itu keluar asap kemerahan yang memenuhi lorong. Sian Li mencium bau
harum menyengat dan tahulah dia bahwa asap itu mengandung racun pembius! Akan tetapi, tidak ada
jalan keluar dan jalan satu-satunya hanya menyerang mati-matian pada lawan yang masih terus tertawatawa
walau pun asap merah semakin menebal.
Gadis perkasa yang cerdik ini menyesal akan kebodohan dirinya sendiri. Tentu saja, pikirnya. Ouw Seng
Bu telah memakai obat penawar! Asap sudah terpaksa disedotnya ketika ia bernapas.
"Keparat keji, pengecut, curang...!" Ia menyerang kembali akan tetapi kepalanya terasa pening, pandang
matanya berkunang dan ia pun roboh terkulai pingsan.
Ketika siuman kembali, Sian Li mendapatkan dirinya sudah rebah di atas sebuah dipan. Dia melihat betapa
kaki tangannya diikat oleh rantai baja yang panjang. Cepat ia turun dari pembaringan itu dan mengerahkan
tenaga sinkang untuk mematahkan rantai kaki tangannya.
"Jangan, Sian Li. Jangan patahkan rantai kaki tanganmu," terdengar suara orang.
Sian Li menengok dan melihat Hui Eng juga berada di kamar itu. Juga gadis ini dirantai kaki tangannya,
dengan rantai panjang yang membuat ia mampu bergerak ke sana sini, mampu mempergunakan tangan
kakinya, akan tetapi rantai itu tidak sampai pintu kamar tahanan yang beruji.
"Ahh, kiranya engkau pun sudah tertawan. Bagaimana dengan pang..." Sian Li teringat. Mereka berada di
tangan pemberontak Thian-li-pang, sungguh berbahaya kalau mereka mengetahui bahwa Cia Sun adalah
pangeran Mancu. "Di mana Sun-toako?"
"Entah, kami berpencar, bukan? Aku dikepung dan dikeroyok, lalu tertangkap."
"Tapi mengapa engkau melarang aku mematahkan rantai ini! Kurasa engkau pun akan mampu
mematahkan rantai kaki tanganmu."
"Agaknya aku akan mampu mematahkan rantai ini, akan tetapi apa gunanya? Mereka jelas tidak ingin
membunuh kita, dan rantai ini bagaimana pun juga masih memberi kebebasan bergerak kepada kita.
Dengan mematahkannya, belum berarti kita bebas. Kamar ini kokoh kuat dan terjaga kuat, juga mereka
dapat mempergunakan perangkap untuk menangkap kita kembali. Kalau sampai mereka menggantikan
rantai ini dengan belenggu yang membuat kita tidak mampu bergerak leluasa, bukankah hal itu lebih
menyiksa? Kita harus tenang dan sabar, tidak menuruti kemarahan."
Sian Li mengangguk membenarkan. "Mereka itu lihai, dan orang she Ouw itu agaknya miring otaknya. Dia
itu gila, akan tetapi memiliki ilmu seperti iblis sendiri. Belum pernah selama hidupku bertemu dengan lawan
setangguh itu yang memiliki ilmu seaneh itu."
"Aku... aku mengkhawatirkan pangeran..." kata Hui Eng lirih.
"Agaknya dia tidak seperti kita, tidak tertangkap. Mudah-mudah saja begitu karena kalau dia masih bebas,
berarti kita masih mempunyai harapan akan dapat tertolong. Aku sekarang mengerti bahwa anggota Thianli-
pang yang kutangkap tadi sengaja dipasang sebagai umpan perangkap. Mereka itu amat lihai dan licik
sekali. Sekarang aku sungguh mencemaskan keadaan Han-koko."
dunia-kangouw.blogspot.com
Mereka terdiam karena mendengar langkah kaki yang ringan menghampiri dari luar kamar tahanan.
Muncullah Cu Kim Giok, gadis manis dengan mata indah, akan tetapi kini wajahnya agak muram dan
matanya mengandung penyesalan.
"Hemmm, engkau sungguh tidak tahu malu masih berani muncul di depan kami!" Sian Li langsung
menyambut dengan ucapan keras. "Ingin aku melihat wajah Paman Cu Kun Tek serta Bibi Pouw Li Sian
yang gagah perkasa kalau melihat puterinya seperti ini, membantu orang-orang jahat!"
Cu Kim Giok memandang sedih. "Aihhh, tidak kusangka akan begini jadinya. Sungguh, aku bersumpah,
Sian Li, aku bukan orang yang membela orang jahat. Semua ini hanya salah sangka dari pihakmu saja.
Aku berani menanggung bahwa Ouw Seng Bu adalah orang yang gagah perkasa, seorang pendekar yang
berjiwa pahlawan. Bahkan dia mau mengorbankan apa saja dengan perjuangan membebaskan rakyat dari
cengkeraman penjajah. Salahkah aku kalau aku membantu perjuangan yang suci ini? Engkau terlalu
berprasangka dan menganggap buruk. Tentang kematian Pendekar Tangan Sakti Yo Han, sungguh bukan
kesalahan Ouw-toako. Aku sendiri menjadi saksinya. Yo Han yang berusaha membunuh Ouw-koko seperti
yang telah dilakukannya kepada para pimpinan Thian-li-pang, dan Ouw-koko hanya membela diri. Jika Yo
Han tidak tergelincir ke dalam sumur, dan tidak ditimbuni batu, tentu Ouw-koko yang tewas di tangannya.
Percayalah, Ouw-koko adalah seorang yang baik, seorang pendekar yang..."
"Gila! Ya, dia seorang yang miring otaknya, Kim Giok. Tidak tahukah engkau akan hal itu atau pura-pura
tidak tahu? Cu Kim Giok, katakan kepada iblis gila Ouw Seng Bu itu bahwa kalau benar Han-koko tewas di
tangannya, aku Tan Sian Li akan mengerahkan seluruh keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir untuk
membalas dendam! Aku tidak akan berhenti berusaha sampai aku dapat memenggal lehernya serta
membawa kepalanya dan hatinya untuk sembahyang kepada Han-koko!"
Berkata demikian, karena sambil membayangkan kematian Yo Han, kedua mata Sian Li lantas menjadi
basah dan suaranya gemetar, walau pun mengandung ancaman yang membuat Kim Giok merasa ngeri.
"Sian Li, engkau rela mengorankan apa pun untuk membela Yo Han, karena engkau menganggap dia
benar dan mencintanya. Apakah aku tidak boleh membela orang yang kuanggap benar dan yang kucinta?"
Dengan muka penuh kesedihan Kim Giok meninggalkan tempat itu dengan cepat. Dua orang gadis
perkasa itu masih sempat mendengar isak tangis yang dibawa lari gadis dari Lembah Naga Siluman itu.
"Sungguh aneh! Ia mencinta Ouw Seng Bu...!" kata Sian Li lirih.
"Ihhh, kenapa hal itu kau anggap aneh, Sian Li?" tanya Hui Eng, tersenyum.
"Akan tetapi Ouw Seng Bu itu orang gila! Iblis gila!"
Hui Eng tertawa geli dan Sian Li memandang heran. Memang nampak aneh dan lucu melihat gadis itu
tertawa-tawa geli, padahal mereka kini berada dalam tahanan musuh dengan kaki tangan dipasangi rantai!
Sungguh-sungguh merupakan keadaan yang patut mendatangkan tangis, bukan tawa geli! Ini saja sudah
membuktikan betapa tabah hati Sim Hui Eng menghadapi keadaan yang gawat. Dan hal ini membesarkan
pula hati Sian Li. Mempunyai seorang kawan sependeritaan setabah ini memang membesarkan hati.
"Hemmm, apa yang perlu ditertawakan? Apanya yang lucu?" tanya Sian Li.
"Engkau yang lucu," kata Hui Eng. "Mengapa engkau seperti orang kebakaran jenggot melihat gadis itu
mencintai Ouw Seng Bu?"
"Hushhh! Mana aku berjenggot?" cela Sian Li, akan tetapi kini ia pun tertawa geli.
"Sian Li, cinta membuat orang yang kita cinta nampak selalu benar selalu baik, selalu menarik, sebaliknya
benci membuat orang yang kita benci nampak selalu salah, selalu buruk, selalu menyebalkan. Buktinya,
engkau ditunangkan dengan pangeran Cia Sun, tapi engkau malah memilih Yo Han. Dan pangeran malah
memilih aku, padahal saat itu aku masih puteri ketua Pao-beng-pai yang memberontak kepada kerajaan
keluarganya. Dan aku pun memilih dia, padahal aku selalu tak suka kepada penjajah Mancu, dan aku
yakin, Yo Han juga tak akan suka memilih lain gadis kecuali engkau. Nah, apa anehnya kalau sekarang
gadis itu mencinta Ouw Seng Bu dan menganggap dia selalu baik dan benar?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Sian Li termenung. Kebenaran ucapan Hui Eng meresap dalam hatinya. Memang apa yang dikatakan Hui
Eng patut direnungkan.
Kita semua selalu mengambil kesimpulan dan mempunyai pendapat mengenai sesuatu berdasarkan
penilaian kita, dan kita menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk. Kita lupa bahwa sesuatu itu tiada
yang abadi, tak ada yang tetap dan selalu akan berubah-ubah.
Kita tidak mungkin dapat menentukan seseorang itu baik atau buruk, karena si orang yang kita nilai itu
sudah pasti akan mengalami perubahan, dan perubahan ini akan mendatangkan kesan berbeda-beda bagi
kita, ada kalanya kita anggap baik dan ada kalanya pula kita anggap buruk. Orang yang hari ini kita anggap
sebaik-baiknya orang, mungkin pada suatu saat kelak akan kita anggap seburuk-buruknya orang, demikian
sebaliknya.
Mengapa demikian? Pertama, karena tidak ada apa atau siapa pun di dunia ini yang tidak mengalami
perubahan. Dan kedua, karena pendapat tentang sesuatu berdasarkan penilaian, dan setiap penilaian,
diakui atau pun tidak, disadari mau pun tidak, selalu berdasarkan kepentingan si-aku, si penilai.
Penilaian muncul dengan pertimbangan untung rugi, disenangkan atau tak disenangkan. Jika seseorang
atau sesuatu benda itu menguntungkan dan menyenangkan, bagaimana mungkin kita menilainya jelek dan
jahat? Sebaliknya, kalau seseorang atau sesuatu itu merugikan dan tidak menyenangkan, sudah pasti kita
menilainya tidak baik, tak mungkin kita menilainya bagus atau baik.
Biar pun orang sedunia mengatakan bahwa seorang yang baik dan patut dipuji, akan tetapi kalau
memusuhi kita, merugikan dan tidak menyenangkan kita, mungkinkah kita menilainya sebagai seorang
yang baik dan patut dipuji? Sebaliknya, andai kata orang sedunia mencaci sebagai seorang yang jahat dan
patut dikutuk, akan tetapi kalau baik terhadap kita, menguntungkan dan menyenangkan kita, dapatkah kita
mengutuknya dan menilainya sebagai seorang yang jahat?
Bahkan seorang kekasih yang dicinta setengah mati pun, karena dia menyenangkan kita, kita puja karena
menguntungkan perasaan kita. Seandainya pada suatu hari dia itu melakukan sesuatu yang merugikan kita
dan tidak menyenangkan kita, misalnya menipu kita, menyeleweng dengan orang lain, tak mau melayani
kita sebagai kekasih, dapatkah kita tetap menilainya baik dan mencintanya? Biasanya, cinta itu berubah
menjadi benci!
Mengapa? Sebab benci itu merupakan akibat penilaian yang buruk terhadap seseorang! Kalau
menyenangkan, dinilai baik dan dicinta, kalau sekali waktu tidak menyenangkan, dinilai buruk dan dibenci!
Hujan tinggal tetap hujan, air yang jatuh dari atas. Akan tetapi jika hujan itu merupakan sesuatu yang
merugikan kita seperti banjir, atau menghalangi kesenangan, kita akan menganggapnya buruk dan
mengomel. Namun kalau hujan itu datang dan kita anggap menyenangkan dan menguntungkan, seperti
para petani yang berharap datangnya air untuk sawah ladang mereka, maka kita akan menilainya baik dan
hati kita senang, mulut tidak lagi mengomel dan cemberut, melainkan tertawa-tawa dan bersyukur!
Demikianlah panggung sandiwara dalam kehidupan ini, lebih lucu dan konyol dari pada panggung para
pelawak. Kita dipermainkan nafsu yang sudah menyusup dalam diri kita lahir batin, dan karena nafsu selalu
mengejar kesenangan, maka timbullah suka duka dan penilaian baik buruk, persahabatan permusuhan dan
segala macam kebalikan-kebalikan yang mendatangkan konflik lahir batin pula.
Dapatkah kita hidup tanpa menilai dan menerima kenyataan apa adanya? Apa pun yang terjadi dan
menimpa kehidupan kita merupakan suatu kenyataan hidup yang patut kita hadapi dengan segala
kewaspadaan dan kesadaran bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan!
Tuhan Maha Pencipta. Seluruh isi alam maya pada adalah milik Sang Maha Pencipta, jadi Dialah yang
menentukan segala. Kewajiban kita hanyalah berusaha dan berikhtiar untuk mempertahankan hidup ini
yang berarti membantu kodrat Tuhan yang sudah menghidupkan kita, dan mengisi kehidupan ini supaya
hidup kita bermanfaat bagi diri sendiri, bagi keluarga dan bagi lingkungan. Bermanfaat berarti tidak
merusak.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan pasrah, dengan menyerahkan kepada Tuhan yang menciptakan kita, menyerah penuh keiklasan
dan ketawakalan, barulah mungkin bagi kita untuk menerima segala yang terjadi dengan penuh kesadaran,
dengan keyakinan bahwa segala sesuatu, pada akhirnya ditentukan oleh kekuasaan-Nya.
"Aku mengerti sekarang, enci Eng, dan aku merasa kasihan kepada Kim Giok. Aku hampir yakin bahwa dia
sudah terbujuk, bahwa Ouw Seng Bu itu seorang yang tidak waras, orang gila yang teramat cerdik dan
licik, juga memiliki ilmu silat yang aneh dan berbahaya sekali."
"Kita lihat perkembangannya, adik Sian Li. Kita harus bersabar dan melihat apa yang akan mereka lakukan
terhadap kita. Aku yakin mereka akan menghubungi kita, mungkin melalui Cu Kim Giok tadi. Tidak perlu
kita bergerak dengan sia-sia, sebaiknya menanti datangnya kesempatan baru kita mematahkan rantai ini
dan mencoba untuk lolos."
Sian Li mengangguk, diam-diam dia merasa lega dan girang karena mempunyai teman seperti ini boleh
diandalkan…..
********************
Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tiba di kaki Bukit Naga. Terdapat sebuah kuil tua yang kosong di kaki bukit
sebelah itu. Dan karena hari menjelang senja, mereka mengambil keputusan untuk melewatkan malam di
kuil tua itu. Tadi mereka telah membeli bekal makanan dari dusun terakhir.
Di luar kuil tua yang tidak digunakan lagi itu, mereka berhenti dan terkejut melihat ada seorang tosu duduk
bersila di bagian depan kuil. Ciang Hun yang telah berpengalaman tidak berani lancang dan dia
menghampiri tosu itu. Bi Kim mengikutinya dari belakang, bersiap menghadapi segala kemungkinan karena
tahu bahwa mereka telah berada di daerah Bukit Naga.
"Harap Totiang memaafkan kami berdua. Karena kemalaman di perjalanan kami ingin melewatkan malam
di kuil tua ini, kalau saja tidak mengganggu Totiang."
"Siancai, silakan, Kongcu dan Siocia,” kata pendeta itu dengan sikap acuh.
Pada saat kedua orang muda itu hendak melangkah masuk, dari dalam keluar empat orang tosu lainnya.
Tentu saja hal ini membuat Ciang Hun sangat terkejut.
"Ahhh, maafkan kami, Cuwi Totiang. Kiranya kuil ini sekarang menjadi tempat tinggal Totiang sekalian?"
Tosu tertua yang tadi duduk bersila di luar berkata lembut, "Sama sekali bukan, Kongcu. Kami berlima juga
sedang berteduh dan melewatkan malam di sini. Kuil ini kosong dan tidak dipergunakan lagi."
"Ahh, kalau begitu kebetulan dan terima kasih Totiang."
Ciang Hun dan Bi Kim lalu membersihkan lantai di sudut ruangan depan karena ternyata hanya ruangan
depan itu saja yang masih agak utuh dan bersih, sedangkan ruangan tengah dan belakang kuil itu sudah
rusak dan kotor.
Lima orang tosu itu duduk bersila, dan dua orang muda di sudut itu lalu menyalakan lilin yang tadi mereka
beli sehingga ruangan itu tidak menjadi gelap lagi. Malam tiba dan hawa udara amat dinginnya. Dua orang
di antara para tosu itu lalu membuat api unggun dari kayu-kayu yang agaknya sudah mereka cari dan
kumpulkan siang tadi. Keadaan menjadi semakin terang oleh cahaya api unggun dan timbul kehangatan di
situ.
Bi Kim mengeluarkan buntalan makanan yang mereka beli tadi, dan dengan ramah dan hormat Ciang Hun
dan Bi Kim menawarkan makanan kepada lima orang tosu itu.
"Cuwi Totiang, mari silakan Cuwi Totiang makan malam bersama kami. Kita makan seadanya, Totiang,"
kata Bi Kim.
"Silakan, Totiang, kami akan gembira sekali untuk menjamu Cuwi dengan makanan kami yang sederhana,"
kata pula Ciang Hun.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siancai, Ji-wi adalah dua orang muda yang ramah dan baik. Terima kasih, Kongcu dan Siocia, kami tadi
sudah makan dan sekarang merasa kenyang. Silakan Ji-wi makan, harap jangan sungkan-sungkan," kata
tosu tertua.
Karena maklum bahwa mereka berdua menghadapi perjalanan yang mungkin sukar dan membutuhkan
banyak pengerahan tenaga, maka kedua orang muda itu tidak merasa sungkan-sungkan lagi dan mulai
makan bak-pao dan dendeng yang tadi mereka beli sebagai bekal. Setelah mereka selesai makan,
membersihkan mulut dan tangan dengan air yang mereka bawa, mereka diundang duduk dekat api unggun
oleh para tosu.
Dengan gembira dua orang muda itu duduk mengelilingi api unggun bersama lima orang pendeta itu.
"Kalau pinto (saya) tidak salah lihat, Ji-wi bukanlah dua orang muda biasa, melainkan dua orang muda
yang memiliki kepandaian silat. Bolehkah pinto mengetahui nama Ji-wi dan apa keperluan Ji-wi
mendatangi daerah yang berbahaya ini?"
Karena yakin bahwa lima orang pendeta ini adalah orang-orang beribadat yang baik, maka Ciang Hun tidak
merasa perlu untuk menyembunyikan keadaan mereka. "Totiang, saya bernama Gak Ciang Hun dan nona
ini adalah Gan Bi Kim. Kami berdua melakukan perjalanan ke sini untuk mencari seorang sahabat kami
yang jejaknya menuju ke bukit ini."
Tiba-tiba Gan Bi Kim berkata, "Mungkin sekali Cuwi Totiang ada yang melihat sahabat kami itu lewat di
sini!"
"Aihh, benar juga!" seru Ciang Hun girang. "Apakah Cuwi Totiang melihat sahabat kami itu lewat di sini?
Dia seorang gadis muda..."
"Pakaiannya serba merah?" potong seorang tosu.
"Benar, benar!" Ciang Hun berseru girang.
"Siancai, yang kalian cari itu bukankah Si Bangau Merah, nona Tan Sian Li?"
Dua orang muda itu hampir berteriak karena girangnya.
"Benar sekali, Totiang!" kata Gak Ciang Hun. "Apakah Totiang melihatnya? Di mana?" tanyanya dengan
penuh gairah.
"Nanti dulu, kalau Ji-wi mengenal Si Bangau Merah, tentulah Ji-wi bukan orang-orang sembarangan.
Kongcu she Gak? Hemmm...? Pinto sudah pernah mendengar tentang Beng-san Siang-eng (Sepasang
Garuda Beng-san), apakah hubungan Kongcu dengan para pendekar she Gak itu?"
"Saya adalah puteranya..."
"Ahh! Sungguh kami merasa beruntung bertemu dengan putera Beng-san Siang-eng!"
"Kalau boleh kami mengetahui, siapakah Cuwi Totiang?" Ciang Hun bertanya, sekarang sambil
memandang penuh perhatian.
Tosu tertua itu menghela napas panjang. "Pinto disebut Thian Tocu, seorang murid dari Bu-tong-pai dan
empat orang ini adalah para sute pinto. Baru kemarin pinto berlima bertemu dengan Si Bangau Merah,
bahkan dialah yang mengobati pinto dari pukulan beracun. Karena kekuatan pinto masih belum pulih, maka
kami berhenti di sini untuk memulihkan tenaga."
"Lalu, ke manakah perginya adik Sian Li?" tanya Ciang Hun.
Tosu itu menghela napas panjang. "Kami khawatir sekali. Ia pergi mendaki Bukit Naga dan hendak
berkunjung ke Thian-li-pang, padahal keadaan Thian-li-pang telah berubah sama sekali. Perkumpulan itu
telah menyeleweng dan dipimpin oleh seorang ketua baru yang seperti Iblis. Kami sungguh
mengkhawatirkan keselamatan pendekar wanita itu."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Totiang, apakah yang sudah terjadi?" Gan Bi Kim bertanya, ikut pula merasa khawatir mendengar ucapan
tosu itu.
Thian Tocu lalu menceritakan semua pengalaman mereka berlima. Mereka sengaja mendatangi Thian-lipang
karena mendengar berita tentang sepak terjang Thian-li-pang yang menyeleweng, yang
menundukkan para tokoh-tokoh kang-ouw dengan kekerasan dan melakukan pemerasan.
"Bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah berita mengenai terbunuhnya Pendekar Tangan Sakti Yo Han
oleh ketua baru Thian-li-pang..."
"Ahhh...! Benarkah itu, Totiang?" Ciang Hun berseru kaget.
"Kami pun tidak percaya. Ketika kami tanyakan hal itu kepada Ouw-pangcu, ketua baru Thian-li-pang, dia
bahkan mengatakan bahwa Yo Han telah membunuhi para pimpinan Thian-li-pang, kemudian Yo Han juga
menyerang dia. Dalam perlawanan yang dibantu anak buahnya, Yo Han akhirnya tewas. Demikian
keterangan Ouw-pangcu. Kami tidak percaya sehingga terjadi perkelahian, akan tetapi ketua baru itu
seperti iblis, lihai bukan main dan pinto terkena pukulan beracun darinya. Kami merasa kalah dan turun
bukit, lalu bertemu di jalan dengan Si Bangau Merah yang mengobati pinto. Kami sungguh
mengkhawatirkan Si Bangau Merah yang hendak melakukan penyelidikan ke tempat berbahaya itu."
"Kalau begitu, adik Sian Li terancam bahaya. Kita harus cepat ke sana, Kim-moi!" kata Ciang Hun, khawatir
sekali.
"Gak-taihiap, sebaiknya bila kita berhati-hati menghadapi Thian-li-pang. Selain ketuanya sangat lihai, juga
kini Thian-li-pang bergabung dengan tokoh-tokoh sesat yang berilmu tinggi seperti Siangkoan Kok bekas
ketua Pao-beng-pai, juga para tokoh Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai berada di sana. Sebaiknya kalau Ji-wi
bersabar sampai lewat malam ini dan besok pagi-pagi barulah kita mendaki ke sana."
"Kita?" Ciang Hun bertanya.
"Kongcu, melihat Ji-wi yang muda-muda tetapi begitu bersemangat untuk membantu Si Bangau Merah,
menentang bahaya dengan gagah berani, kami yang tua-tua merasa malu kalau hanya tinggal diam saja.
Kami akan menemani Ji-wi membantu pendekar wanita Bangau Merah, walau pun kami tahu bahwa
kekuatan kita ini tidak ada artinya dibandingkan kekuatan mereka yang mempunyai ratusan orang anak
buah."
"Kita tidak bermaksud menyerang Thian-li-pang, Totiang, tapi hanya hendak menyelidiki kalau-kalau adik
Sian Li terancam bahaya. Kita harus membantunya."
"Kami siap membantu, Kongcu."
Demikianlah, malam itu mereka lewatkan dengan beristirahat dan menghimpun tenaga karena siapa tahu,
besok mereka akan menghadapi musuh dan bahaya yang harus ditentang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ciang Hun, Bi Kim dan lima orang tosu dari Bu-tong-pai telah
mendaki Bukit Naga. Mereka bergerak cepat akan tetapi dengan hati-hati sekali dan tosu-tosu itu yang
memimpin pendakian karena mereka lebih mengenal daerah itu dari pada kedua orang muda yang baru
pertama kali itu berkunjung ke situ.
Akan tetapi gerak-gerik tujuh orang ini tidak terlepas dari pengintaian para anak buah Thian-li-pang. Ouw
Seng Bu maklum bahwa sebelum pemuda yang datang bersama Sian Li dan Hui Eng itu tertangkap, tentu
Thian-li-pang akan terancam bahaya.
Apa lagi ketika dia mendengar dari Siangkoan Kok bahwa pemuda itu adalah seorang pangeran Mancu!
Maka dia memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penjagaan tersembunyi, siang malam harus
melakukan pengamatan terhadap seluruh permukaan bukit itu. Karena itu begitu tujuh orang itu mendaki
bukit, para anak buah Thian-li-pang telah mengetahuinya dan diam-diam setiap gerak-gerik mereka telah
diamati dan diikuti.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sementara itu, di dalam rumah tahanan Cu Kim Giok kembali datang mengunjungi dua orang tawanan, Hui
Eng dan Sian Li. Kini Sian Li sudah dapat menekan kemarahan hatinya dan melihat munculnya Kim Giok,
ia bertanya, suaranya tenang saja. "Kim Giok, apa lagi yang hendak kau katakan kepada kami?"
"Sian Li, engkau melihat sendiri betapa Thian-li-pang bersikap baik kepada kalian yang bahkan tidak
dianggap sebagai musuh, melainkan sebagai tamu. Aku berharap dengan sepenuh hatiku supaya kalian
berdua juga bisa melihat kenyataan bahwa Thian-li-pang sesungguhnya mengharapkan persahabatan dan
kerja sama dengan kalian berdua, bukan permusuhan."
"Kim Giok, sekarang aku mengerti bahwa engkau saling mencinta dengan Ouw Seng Bu, maka engkau
membantu dan membelanya. Aku tidak akan mempersoalkan baik buruknya Ouw-pangcu itu, tetapi kalau
memang benar Thian-li-pang hendak berbaik dan bersahabat dengan kami, mengapa kami dijebak,
dikeroyok dan ditahan di dalam kurungan ini? Kenapa kami tidak dibebaskan saja?”
"Sian Li, percayalah, aku sudah minta-minta kepada pangcu supaya kalian dibebaskan, akan tetapi dia
mengajukan alasan kuat sehingga aku sendiri pun tidak berdaya karena alasannya memang tepat. Ia
mengatakan bahwa di dalam perjuangan, kita harus dapat membedakan mana kawan dan mana lawan.
Sekarang ini, kalian memperlihatkan sikap sebagai lawan, dan kalau kalian dibebaskan, sungguh amat
berbahaya bagi perjuangan Thian-li-pang. Kalian lihai dan dapat mendatangkan bencana kepada kami,
kecuali tentu saja kalau kalian suka bekerja sama dengan kami dan sama-sama berjuang menentang
pemerintah penjajah Mancu. Karena itu, aku mohon kepada kalian, jangan memusuhi Thian-li-pang, jangan
memusuhi Ouw-pangcu, jangan memusuhi kami. Sungguh aku bersumpah, kami tidak mempunyai niat
buruk terhadap kalian, hanya ingin mengajak kalian bekerja sama."
"Cu Kim Giok, tidak perlu engkau membujuk kami, tentu engkau sudah tahu bahwa kami tak akan sudi
untuk bekerja sama dengan golongan sesat. Sebetulnya, melihat engkau membantu Ouw-pangcu, hatiku
tidak rela, dan aku tidak ingin lagi berbicara denganmu. Akan tetapi mengingat ayah ibumu, orang-orang
yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, aku minta engkau berterus terang mengenai satu hal.
Benarkah Yo Han telah tewas di sumur tua itu?"
Kim Giok menghela napas panjang. Jawaban itu memang sudah diduganya. Akan tetapi bagaimana pun
juga, apa pun yang terjadi, ia akan tetap membela Seng Bu karena ia sudah benar-benar jatuh cinta
kepada pemuda itu.
"Sian Li, dengan menyesal sekali terpaksa kukatakan bahwa memang benar Yo Han telah tewas di dalam
sumur," katanya lirih.
Mendengar keterangan ini, Sian Li menahan jeritnya. Mukanya menjadi pucat dan dia hanya berdiri
termangu-mangu bagaikan patung. Kedua tangan yang dipasangi rantai pada pergelangannya itu
menggenggam…..
Melihat keadaan Si Bangau Merah itu, Hui Eng bertanya kepada Cu Kim Giok dengan suara yang tegas.
"Cu Kim Giok, katakan terus terang, demi nama baik nenek moyangmu yang terkenal sebagai pendekarpendekar
besar Lembah Naga Siluman, apa engkau melihat sendiri kematian Yo Han itu?"
Kini Cu Kim Giok memandang kepada Hui Eng dengan alis berkerut, "Hemmm, tidak perlu aku menjawab
pertanyaanmu. Engkau sendiri adalah puteri ketua Pao-beng-pai yang pernah mengacau dan memusuhi
keluarga besar kami, bahkan kemudian menurut ayahmu, engkau menjadi seorang pengkhianat dan anak
yang durhaka. Aku mau bicara dengan Tan Sian Li, bukan denganmu!"
"Kim Giok, engkau tidak tahu dengan siapa engkau bicara. Ketahuilah bahwa enci Eng ini adalah Sim Hui
Eng, puteri Paman Sim Houw yang hilang itu dan sekarang dia telah mengetahui siapa dirinya."
"Ahhh...! " Cu Kim Giok terkejut. "Kalau... kalau begitu, kalian berdua harus mau bekerja sama, aku tidak
ingin melihat kalian celaka. Aku mohon kepada kalian, terimalah uluran tangan Ouw Pangcu untuk bekerja
sama dan berjuang, atau setidaknya, kalian jangan memusuhi kami. Kalau kalian berdua mau berjanji di
depan pangcu, maka aku yang akan menanggung..."
"Sudahlah, Kim Giok. Sebaiknya kau jawab saja pertanyaan enci Hui Eng tadi. Apakah engkau melihat
sendiri tewasnya Han-koko di sumur tua itu?" tanya Sian Li tak sabar.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Pada saat Yo Han datang, aku memang melihatnya, bahkan kami berkenalan. Dia pun bicara dengan
baik-baik kepada Ouw-pangcu, kemudian dia bicara empat mata dengan Ouw-pangcu. Aku tidak tahu apa
yang terjadi, akan tetapi tahu-tahu aku mendapatkan Ouw-pangcu sudah terluka parah terkena pukulan di
dadanya, sedangkan para anggota Thian-li-pang melempar-lemparkan batu ke dalam sumur tua. Barulah
aku tahu bahwa Ouw-pangcu hampir dibunuh oleh Yo Han dan karena bantuan para anak buah, Yo Han
dapat didesak dan terjerumus ke dalam sumur. Para anggota Thian-li-pang menimbuni sumur itu dengan
batu karena maklum bahwa kalau Yo Han dapat keluar, tentu akan mengamuk dan semua orang dibunuhi."
Keterangan bahwa Kim Giok tidak melihat sendiri kematian Yo Han, membuat hati Sian Li merasa lega
kembali. Ia tetap tidak percaya bahwa Yo Han telah tewas. Lebih tidak percaya lagi bahwa Yo Han telah
membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan berusaha membunuh Ouw Seng Bu. Ia mengenal pria yang
dikasihinya itu.
Yo Han tidak mau membunuh orang, apa lagi para pimpinan Thian-li-pang di mana dia menjadi ketua
kehormatan. Tidak masuk di akal semua berita itu, walau pun ia percaya bahwa puteri Lembah Naga
Siluman ini tidak bohong. Tentu gadis ini telah dipengaruhi Ouw Seng Bu dan tertipu!
Pada saat itu ada dua orang pengawal masuk dan berkata kepada Cu Kim Giok dengan sikap hormat,
"Nona, pangcu minta agar Nona suka menemuinya di ruangan dalam."
Sikap dan ucapan penjaga itu saja sudah membuktikan bahwa ketua baru Thian-li-pang amat menghormati
gadis itu. Ia bukan dipanggil, melainkan diminta!
Cu Kim Giok menoleh kepada dua orang gadis tawanan, kemudian pergi meninggalkan tempat tahanan itu,
diikuti dua orang penjaga dengan sikap hormat. Setibanya di ruang dalam, Ouw Seng Bu sudah
menyambutnya dan kedua orang penjaga itu pun segera mengundurkan diri.
"Ada urusan apakah, Bu-Ko?" tanya Kim Giok.
"Giok-moi, ada lagi orang-orang yang menyelidiki tempat kita tetapi kini mereka telah tertangkap."
"Siapakah mereka?" Kim Giok mengerutkan alisnya.
Di dalam hatinya ia merasa tidak setuju kalau Thian-li-pang menangkapi orang, apa lagi kalau mereka yang
ditawan itu tokoh-tokoh pendekar seperti Sian Li dan Hui Eng. Kalau sampai Thian-li-pang memusuhi para
pendekar dan perkumpulan para pendekar dunia persilatan, hal itu sungguh tidak baik dan tidak benar.
Seluruh keluarganya tentu akan marah dan menyalahkan dia membantu perkumpulan yang memusuhi
dunia persilatan dan menawan para pendekar.
"Lima di antara mereka adalah para tosu Bu-tong-pai yang tempo hari, dan dua yang lain adalah seorang
pemuda dan seorang gadis. Bagaimana dengan hasil pembicaraan dengan Si Bangau Merah dan puteri
Paman Siangkoan Kok tadi?"
Kim Giok mengerutkan alisnya. "Mereka masih belum mau berbaik, dan puteri Paman Siangkoan Kok itu
ternyata adalah puterinya Paman Sim Houw yang dulu hilang dicullik orang ketika masih kecil. Hal ini
menambah gawat keadaan, Koko, karena Paman Sim Houw adalah Pendekar Suling Naga yang sakti,
pendekar besar dan tokoh di Lok-yang. Kalau ayah Sian Li, Pendekar Bangau putih dan Pendekar Suling
Naga mengetahui puteri mereka ditawan di sini, lalu memusuhi kita, sungguh amat berbahaya bagimu,
Koko. Lalu siapa pula dua orang pemuda dan gadis yang tertawan bersama lima orang tosu Bu-tong-pai
itu?"
Ouw Seng Bu kelihatan muram dan berduka. "Giok-moi, sesungguhnya engkau sendiri pun tahu bahwa
aku tidak pernah mencari perkara dan tidak pernah memusuhi mereka. Adalah mereka sendiri yang datang
memusuhi Thian-li-pang. Aku pun merasa heran mengapa para pendekar itu tidak mau menyadari dan
mereka bahkan berpihak kepada kerajaan Mancu, penjajah yang mencengkeram tanah air dan bangsa?
Nah, cobalah engkau temui dua orang muda itu dan syukur kalau dapat membujuk mereka dan lima orang
tosu itu, menyadarkan mereka akan pentingnya persatuan antara kita untuk dapat membebaskan rakyat
dari cengkeraman penjajah."
dunia-kangouw.blogspot.com
Kim Giok merasa lemas karena pekerjaan membujuk ini merupakan pekerjaan yang sangat berat baginya.
Akan tetapi, ia yakin bahwa kekasihnya benar, maka ia pun siap untuk membelanya.
Bagaimana lima orang Bu-tong-pai dan dua orang muda itu dapat tertawan? Seperti kita ketahui, Gak
Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu itu mendaki Bukit Naga untuk melakukan penyelidikan
terhadap Thian-li-pang karena dicurigai kebersihannya. Mereka tidak menyadari bahwa gerak-gerik mereka
telah diikuti oleh para anggota Thian-li-pang. Seorang di antara para anggota itu melapor kepada Seng Bu
yang segera ditemani Siangkoan Kok, Im Yang Ji dan Kui Thiancu, juga beberapa orang tokoh sesat lain
yang telah bergabung, menyambut rombongan yang mendaki bukit itu.
Sebelum sampai di perkampungan Thian-li-pang, Gak Ciang Hun dan kawan-kawannya secara tiba-tiba
saja sudah dikepung oleh puluhan orang Thian-li-pang sehingga mereka berhadapan dengan Ouw Seng
Bu dan kawan-kawannya.
Dengan sikap hormat Seng Bu mengangkat tangan memberi hormat kepada lima orang tosu dan dua
orang muda itu. "Selamat pagi Ngo-wi Totiang dan kalian berdua sobat muda. Tidak tahu, entah angin baik
apa yang meniup kalian datang ke sini. Kami harap saja Ngo-wi Totiang sudah menyadari bahwa akhirnya
kita semua, tanpa peduli dari golongan apa, mempunyai tekad yang sama, yaitu bersatu padu menghadapi
penjajah Mancu dan mengusir mereka dari tanah air kita."
Thian Tocu, tokoh Bu-tong-pai yang menjadi pemimpin rombongan tokoh Bu-tong-pai yang lima orang itu,
membalas penghormatan Ouw Seng Bu dan berkata dengan sikap dan suara yang amat dingin, "Ouwpangcu,
kami berlima datang kembali bukan dengan maksud untuk menyerah, walau pun kami mengakui
bahwa kami sudah kau kalahkan dalam pertandingan. Kami bertemu dengan dua orang sahabat muda ini
dan kami ingin menemani mereka untuk berkunjung ke Thian-li-pang. Ketahuilah bahwa saudara muda ini
adalah saudara Gak Ciang Hun, putera dari mendiang Beng-san Siang-eng, dan ini adalah nona Gan Bi
Kim."
"Ahhh, kiranya Gak-enghiong yang datang berkunjung. Kami dari Thian-li-pang merasa mendapat
kehormatan besar sekali dengan kunjungan Gak-enghiong dan nona Bi Kim. Kami memang sedang
menghimpun tenaga dari seluruh penjuru tanah air untuk segera mengadakan persiapan menyerang
penjajah Mancu dan mengusirnya. Kami mendengar bahwa keluarga Gak dari Beng-san adalah pendekarpendekar
dan pahlawan-pahlawan besar dan gagah yang tentu saja akan suka bekerja sama dengan kami
untuk mengusir penjajah Mancu."
Gak Ciang Hun sudah mendengar dari para tosu Bu-tong-pai betapa cerdik dan liciknya ketua baru Thianli-
pang itu. Kini begitu bertemu, ketua itu ternyata telah menunjukkan dua macam kelihaiannya.
Pertama, dia serombongannya mendadak saja sudah dikepung, ini berarti bahwa sejak mendaki bukit,
mereka telah diketahui dan dibayangi. Dan ke dua, begitu bertemu, ketua itu sudah bersikap demikian
ramah dan hormat sehingga dia sendiri andai kata belum mendengar dari para tosu, tentu akan terpikat
hatinya oleh keramahan pemuda tampan itu.
Akan tetapi karena sebelumnya dia sudah mendengar bahwa pemuda ini seorang yang palsu dan
dikabarkan telah membunuh Yo Han, dia pun menyambut dingin saja.
"Pangcu, kami sengaja datang ke Thian-li-pang dengan tujuan untuk mencari nona Tan Sian Li. Apakah ia
berada di sini?"
"Ahh, apakah kau maksudkan Si Bangau Merah? Benar, ia berada di sini, menjadi tamu kehormatan kami.
Ia sudah menyatakan setuju untuk membantu kami, untuk bekerja sama menentang penjajah Mancu.
Kalau Gak-enghiong ingin bertemu dengannya, mari, silakan masuk ke perkampungan kami!" kata Seng
Bu dengan wajah cerah berseri.
Mendengar jawaban ini, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tercengang. Jawaban yang tidak mereka sangkasangka
sama sekali dan mereka berdua sudah merasa gembira.
Akan tetapi, Thian Tocu, tosu Bu-tong-pai itu sudah berkata dengan suara lantang.
"Ouw-pangcu, tidak perlu engkau membohongi Gan-taihiap dan kami. Kami sama sekali tidak percaya
bahwa nona Tan Sian Li mau bekerja sama denganmu. Kami pun sudah berjumpa dengannya dan
dunia-kangouw.blogspot.com
mendengar bahwa engkau telah membunuh Sin-ciang Taihiap Yo Han, bagaimana mungkin ia mau bekerja
sama denganmu? Kalau kau mengatakan bahwa engkau telah menjebaknya dan menawannya, kami akan
lebih percaya!"
Wajah Seng Bu berubah merah dan matanya kini mencorong memandang kepada tosu Bu-tong-pai itu. Dia
merasa heran bagaimana tosu ini dapat sembuh demikian cepatnya, padahal dia tahu benar bahwa tosu ini
sudah terkena tangan beracun sehingga terluka parah.
"Totiang, kalau pihakmu hendak menjadi antek penjajah Mancu dan tidak mau bekerja sama dengan kami
para pejuang patriot bangsa, itu urusanmu. Akan tetapi tidak perlu banyak mulut di sini. Kami pernah
mengampuni kalian dan membiarkan kalian pergi. Apakah kini kalian minta mati?"
Perubahan sikap ketua Thian-li-pang ini membuat Gak Ciang Hun yang tadinya tertarik, menjadi terkejut
dan tidak senang. Sikap ketua Thian-li-pang itu sangatlah aneh. Baru saja wajahnya nampak tampan dan
ramah ceria, akan tetapi sekarang kelihatan begitu bengis, dingin dan sadis. Bahkan sepasang matanya
yang mencorong itu mengandung nafsu membunuh yang mengerikan.
"Ouw-pangcu, agaknya membunuh merupakan pekerjaan biasa bagimu dan mungkin menjadi
kegemaranmu. Kalau memang engkau merasa sebagai seorang yang gagah, jangan menyangkal
perbuatanmu sendiri dan akui sajalah apa yang telah terjadi dengan nona Tan Sian Li. Kecuali jika engkau
memang pengecut, tidak berani mempertanggung jawabkan perbuatanmu..."
"Tutup mulutmu, tosu jahanam!" Seng Bu membentak.
Seng Bu sudah menggerakkan tangannya. Dia menampar ke arah Thian Tocu sambil mengerahkan
ilmunya yang sangat dahsyat. Hawa beracun yang amat kuat menyambar ke arah tosu Bu-tong-pai itu.
Melihat hal ini, Gak Ciang Hun yang mengenal pukulan ampuh, meloncat ke depan dan menangkis dari
samping untuk menolong tosu itu.
"Dukkk...!"
Mendapat tangkisan ini, Seng Bu mengeluarkan seruan kaget. Dia mundur dua langkah, akan tetapi Gak
Ciang Hun lebih terkejut lagi karena dia sempat terhuyung! Padahal, putera pendekar kembar Gak ini
memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, sebab pernah menerima pemindahan tenaga sinkang dari
kakeknya, mendiang Bun-beng Lo-jin Gak Bun Beng! Tetapi, ketika menangkis, dia merasa betapa dari
tangan ketua Thian-li-pang itu menyambar hawa dingin yang aneh sekali, yang membuat dia sampai
terhuyung.
"Pangcu dari Thian-li-pang, kalau memang ucapan Thian Tocu Totiang tadi tidak benar, engkau berhak
menyangkal, akan tetapi jika benar, memang sudah sepatutnya engkau berterus terang, bukan malah lalu
menyerang seperti yang kau lakukan tadi!" Ciang Hun menegur.
Senyum iblis muncul di mulut Ouw Seng Bu. "He-he-he, kami hendak menerima kalian sebagai sahabat,
akan tetapi kalau kalian menghendaki kekerasan baiklah. Seperti yang kami lakukan terhadap Si Bangau
Merah, kami menawarkan persahabatan dan kerja sama, akan tetapi kalau kalian menolak dan bersikap
memusuhi kami, terpaksa kami harus menawan kalian seperti yang telah kami lakukan terhadap Si Bangau
Merah!"
Mendengar ini, Ciang Hun lalu mengerutkan alisnya. "Pangcu, kami tidak menghendaki persahabatan, juga
tidak mencari permusuhan. Akan tetapi bila engkau telah menawan nona Tan Sian Li, kami menuntut agar
engkau suka membebaskannya sekarang juga.”
"Heh-heh-heh, bagaimana kalau kami tidak mau membebaskannya?"
"Ouw Seng Bu, kalau engkau tidak mau membebaskan Tan Lihiap, kami akan mengadu nyawa
denganmu!" bentak Thian Tocu marah. Lima orang tosu Bu-tong-pai itu sudah mencabut pedang mereka
masing-masing, siap bertanding mati-matian untuk menolong Si Bangau Merah.
"Ouw-pangcu, kami harap engkau suka membebaskan nona Tan Sian Li, supaya kami tidak harus
menggunakan kekerasan."
dunia-kangouw.blogspot.com
Siangkoan Kok yang sejak tadi mendengarkan saja, kini menjadi tidak sabar. "Pangcu, serahkan saja
kepadaku untuk menelikung pemuda sombong ini!"
"Dan lima orang tosu Bu-tong-pai ini serahkan kepada kami!" kata Kui Thiancu dan Im Yang Ji.
Ouw Seng Bu mengangguk dan para pembantunya itu segera bergerak menyerang.
Lima orang tosu Bu-tong-pai, Ciang Hun beserta Bi Kim menggerakkan senjata mereka menyambut dan
terjadilah perkelahian yang berat sebelah. Baru tiga orang pembantu Seng Bu itu saja, bekas ketua Paobeng-
pai, wakil Pek-lian-kauw dan wakil Pat-kwa-pai sudah merupakan lawan berat bagi lima orang tosu.
Sementara itu masih banyak pula anggota Thian-li-pang tingkat tinggi yang melakukan pengeroyokan.
Akan tetapi, bagaimana pun juga Gak Ciang Hun adalah keturunan pendekar sakti. Permainan pedangnya
mantap dan kuat, tenaga sinkang-nya pun mampu menandingi lawan yang bagaimana pun sehingga
Siangkoan Kok yang menandinginya, tidak dapat mendesaknya dengan cepat.
Gan Bi Kim juga terdesak hebat oleh Kui Thiancu yang mengejeknya, sedangkan lima orang tosu
kewalahan menghadapi pengeroyokan banyak anak buah Thian-li-pang.
Melihat betapa Siangkoan Kok belum juga mampu menundukkan Ciang Hun, Seng Bu menjadi tidak sabar
lagi. Dia tahu bahwa bekas ketua Pao-beng-pai itu cukup tangguh dan tidak akan kalah, akan tetapi dia
tidak ingin perkelahian itu berlangsung terlalu lama.
Kalau sampai Kim Giok mengetahui, gadis itu tentu akan merasa tidak senang. Juga, tidak baik kalau
mereka ini sampai terbunuh. Kalau dia dapat membujuk orang-orang yang lihai itu untuk bersekutu
dengannya, hal itu akan amat menguntungkan dan akan memperkuat kedudukannya.
Maka ia pun segera meloncat ke depan dan menyerang Gak Ciang Hun dengan totokan jari tangannya,
menggunakan ilmunya yang aneh, akan tetapi dia membatasi tenaganya agar jangan sampai melukai berat
atau membunuh pemuda itu.
Dengan lengking yang aneh menyeramkan, Seng Bu menyerang dan Ciang Hun yang menghadapi
Siangkoan Kok saja sudah merasa sibuk karena ilmu kepandaian kakek tinggi besar itu memang hebat,
kini merasa ada sambaran angin dingin dari samping. Dia mengelak ke kiri dan pada saat itu, Siangkoan
Kok menyerangnya dengan pedang, dibarengi pula dengan tamparan tangan kiri. Ciang Hun menangkis
pedang lawan, lalu memutar tubuh dan menyambut tamparan tangan kiri lawan itu dengan tangan kirinya
pula.
"Trang... plakkk!"
Kedua tangan itu bertemu dan melekat dan pada saat itu, totokan kedua yang dilakukan Seng Bu tiba.
Ciang Hun tak mampu menghindar lagi dan dia pun roboh lemas terkena totokan ampuh jari tangan Seng
Bu.
"Tangkap mereka, jangan bunuh!" teriaknya dan teriakan Seng Bu ini menolong.
Gan Bi Kim yang sudah terdesak, juga lima orang tosu itu, akhirnya roboh. Hanya lima orang tosu itu yang
luka-luka, namun bukan luka yang terlalu parah. Sedangkan Gan Bi Kim juga roboh terkena totokan Im
Yang Ji.
Demikianlah, lima orang tosu Bu-tong-pai, Ciang Hun, dan Bi Kim lantas tertawan oleh Thian-li-pang.
Mereka dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang cukup lebar, tidak dirantai seperti halnya Sian
Li dan Hui Eng. Akan tetapi kamar tahanan itu berjeruji tebal dan kokoh kuat, sedangkan di depannya
terdapat penjagaan yang ketat terdiri dari belasan orang anak buah Thian-li-pang…..
********************
Ketika Cu Kim Giok berdiri di depan jeruji kamar tahanan itu dan melihat Ciang Hun, wajahnya berubah
agak pucat dan matanya terbelalak. Dia tidak begitu peduli melihat lima tosu Bu-tong-pai, juga ia tidak
dunia-kangouw.blogspot.com
mengenal gadis cantik yang ikut tertawan di kamar itu. Akan tetapi ia segera mengenal Gak Ciang Hun
yang pernah dijumpainya di dalam pesta pertemuan keluarga besar di rumah pendekar Suma Ceng Liong.
"Kau...?!" serunya kaget. "Bukankah engkau... saudara Gak Ciang Hun...?"
Ciang Hun hanya memandang dingin. Dia sudah mendengar dari para tosu Bu-tong-pai tentang gadis itu.
"Hemmm... dan engkau Cu Kim Giok, puteri paman Cu Kun Tek dan bibi Pouw Li Sian dari Lembah Naga
Biluman. Sungguh mengherankan sekali melihat engkau ada di sini dan menjadi kaki tangan seorang yang
sangat jahat seperti Ouw Seng Bu, pangcu baru dari Thian-li-pang."
Wajah Kim Giok berubah kemerahan.
"Gak-twako!" serunya dengan nada protes. "Agaknya engkau pun telah dipengaruhi lima orang tosu yang
sombong ini. Ouw Seng Bu bukanlah seorang jahat. Dia adalah ketua Thian-li-pang yang berjiwa pahlawan
dan bertekad untuk mengusir penjajah Mancu dari tanah air!"
"Pahlawan yang bergaul dengan para penjahat dan golongan sesat dari Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai?
Bukan orang jahat akan tetapi membunuh Sin-ciang Taihiap Yo Han, membunuhi para pimpinan Thian-lipang,
bahkan menawan Tan Sian Li? Dan engkau masih mengatakan dia tidak jahat?"
"Gak-twako, engkau salah mengerti! Yang membunuh para pimpinan Thian-li-pang ialah Yo Han, bahkan ia
pun hendak membunuh Ouw-pangcu. Ada pun Tan Sian Li terpaksa ditawan karena ia hendak membunuh
Ouw-pangcu dan mengamuk. Juga Ouw-pangcu yang hampir dibunuh Yo Han sampai terluka parah, dan
Yo Han terjerumus ke dalam sumur tua karena dikeroyok oleh para anggota Thian-li-pang yang membela
ketuanya. Dan tentang pergaulan dengan para tokoh kang-ouw, hal ini adalah karena kita semua harus
bersatu padu menghimpun kekuatan untuk menentang penjajah Mancu! Kalau tidak bersatu dengan semua
golongan, bagaimana mungkin penjajah Mancu bisa diusir dari tanah air? Harap engkau dapat memaklumi,
Gak-twako. Aku berharap sekali kalau engkau, enci ini, dan para tosu Bu-tong-pai suka bekerja sama
dengan kami, berjuang bahu-membahu menentang penjajah Mancu."
"Cukuplah. Kami tahu bahwa engkau telah terbius oleh racun yang diberikan Ouw Seng Bu kepadamu
sehingga engkau tidak lagi dapat melihat kenyataan, engkau tidak dapat lagi membedakan yang benar dan
yang salah," kata Ciang Hun marah.
"Sudahlah, Nona, pergilah dan jangan ganggu kami. Bujuk rayumu itu tak ada gunanya. Kami hanya
merasa menyesal sekali bahwa seorang gadis keturunan keluarga Lembah Naga Siluman seperti Nona ini
sampai dapat ditipu dan dibius oleh seorang penjahat gila seperti Ouw Seng Bu!" kata Thian Tocu.
Kim Giok tak dapat menahan lagi mendengar semua itu. Ia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan
tempat itu, wajahnya merah dan kedua matanya terasa panas menahan tangis. Ia merasa amat bingung
melihat betapa kekasihnya mempunyai semakin banyak musuh dari golongan para pendekar, dan hal ini
amat merisaukan hatinya.
Setelah memasuki kamarnya sendiri, Kim Giok tidak dapat lagi menahan tangisnya. Dia menelungkup di
atas pembaringannya dan menangis. Terjadi perang di dalam batinnya. Mau tidak mau ia mempunyai
kecondongan untuk membela dan mempercayai Sian Li, Hui Eng dan juga Ciang Hun.
Akan tetapi perasaan ini segera ditentang oleh cinta dan kepercayaannya kepada Seng Bu. Seng Bu
begitu baik kepadanya, begitu mencintanya dan menurut pendapatnya, kekasihnya itu seorang yang gagah
perkasa dan bijaksana. Kim Giok merasa bahwa kekasihnya tidak salah, bahkan mendatangkan harapan
besar bagi nusa bangsa untuk mengusir penjajah dari tanah air.
Sementara itu, Sian Li dan Hui Eng sudah menghentikan siu-lian mereka dan merasa tubuh mereka amat
segar dan penuh kekuatan. Akan tetapi Hui Eng melihat kemuraman membayang di wajah Sian Li yang
cantik. Dia tahu bahwa Si Bangau Merah itu tentu memikirkan Yo Han, maka ia pun menghibur.
"Adik Sian Li, tenangkan hatimu. Tidak baik dalam keadaan seperti ini membiarkan diri dicekam kerisauan,
membuat kita menjadi lemah," katanya lirih.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sian Li mengangkat muka memandang wajah Hui Eng, lalu menghela napas panjang. "Engkau benar, enci
Eng. Akan tetapi aku tidak pernah mampu melupakan Han-koko. Membayangkan ia berada di dalam sumur
yang ditimbuni batu... ahh, bagaimana hatiku takkan risau?"
"Kerisauan hatimu ini tidak akan menolong apa-apa, adik Sian Li, tidak ada manfaatnya sama sekali.
Jangan biarkan hatimu ditekan kerisauan yang menegangkan dan percaya sajalah bahwa Tuhan tentu
akan selalu menolong orang yang baik dan benar. Dan aku yakin bahwa Yo Han adalah orang yang berada
di pihak yang benar. Kalau Tuhan tidak menghendaki dia mati, biar pun dia benar-benar berada di dalam
sumur itu, aku yakin dia tidak akan mati. Yang penting sekarang memikirkan bagaimana kita dapat lolos
dari sini dan melanjutkan penyelidikan kita tentang Yo-twako itu."
"Akan tetapi bagaimana mungkin itu dilakukan, enci Eng? Kita dapat mematahkan rantai yang mengikat
kaki tangan kita, akan tetapi kita tidak akan dapat membuka pintu besi dan beruji itu, terlalu kuat. Selain itu,
para penjaga di luar tentu akan berteriak-teriak dan kalau Ouw Seng Bu datang bersama pera
pembantunya, mereka itu terlalu banyak dan terlalu kuat bagi kita."
"Tenangkan hatimu, adik Sian Li. Aku masih memiliki harapan. Lupakah engkau kepada kanda Cia Sun?"
kata Hui Eng dan kedua pipinya menjadi kemerahan ketika ia teringat kepada pangeran yang menjadi
kekasihnya dan kini menjadi tumpuan harapannya itu.
"Ahh, engkau benar, enci Eng. Melihat bahwa sampai sekarang Pangeran Cia Sun tidak nampak tertawan
musuh, hal itu berarti bahwa dia masih bebas. Dan tidak mungkin Pangeran Cia Sun akan membiarkan
saja gadis yang paling dicintanya di seluruh dunia tertawan musuh. Dia pasti berusaha untuk
membebaskanmu, enci Eng."
"Ihhh! Bukan hanya aku, akan tetapi engkau juga pasti akan dia usahakan agar dapat bebas."
"Akan tetapi, enci Eng. Bagaimana pun juga, kita mengetahui bahwa dalam hal ilmu silat, pangeran
tidaklah lebih lihai dari pada engkau atau aku. Bagaimana mungkin dia dapat mengatasi Ouw Seng Bu dan
para pembantunya yang lihai, juga anak buahnya yang cukup banyak?"
"Kukira dia tidak sebodoh itu, hanya mengandalkan tenaganya sendiri. Bagaimana pun juga dia seorang
pangeran dan tentu tak akan sulit baginya untuk mendapatkan bantuan pasukan yang terdekat, bukan?
Kalau dia mengerahkan pasukan yang besar, tentu gerombolan penjahat yang berkedok pejuang ini dapat
dibasmi."
"Engkau benar, enci Eng. Akan tetapi, bayangan itu sungguh tidak mengenakkan hatiku. Kalau pasukan
pemerintah yang datang menolong, bukankah itu sama artinya dengan kita berpihak kepada penjajah?”
"Adik Sian Li, kita harus dapat melihat kenyataan dan dapat mempertimbangkan dengan adil. Jika Thian-lipang
merupakan kelompok pejuang, golongan pendekar yang berjiwa patriot, apakah kita sampai
menentang mereka dan menjadi tawanan mereka? Ingatlah bahwa kalau pasukan pemerintah benar-benar
dikerahkan oleh pangeran Cia Sun untuk menggempur Thian-li-pang, yang digempur adalah gerombolan
penjahat, bukan sebuah perkumpulan pejuang sejati." Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan penuh
keyakinan.
"Aku mengenal baik Pangeran Cia Sun. Harus aku akui bahwa dia seorang pangeran Mancu, akan tetapi
dia tidak berjiwa penjajah, bahkan dia menghormati para pejuang dan tidak akan mencampuri urusan
pemberontakan para pejuang. Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin dia sampai menjadi adik angkat Sinciang
Taihiap Yo Han?"
Sian Li tersenyum. Tentu saja gadis itu akan membela mati-matian Pangeran Cia Sun, kekasihnya,
tunangan dan calon suaminya pula. Akan tetapi, pembelaan itu pun bukan hanya ngawur dan ia tak dapat
membantah kebenaran apa yang diucapan Hui Eng.
"Mudah-mudahan Pangeran Cia Sun cepat muncul dengan bala bantuannya, enci Eng. Aku ingin cepatcepat
bebas dan mencari Han-ko. Kalau perlu, akan kubongkar dengan tanganku sendiri batu-batu yang
menimbuni sumur tua itu."
dunia-kangouw.blogspot.com
Mereka menerima suguhan makan malam yang dimasukkan melalui lubang antara jeruji baja. Ternyata
Ouw Seng Bu tetap memperlakukan mereka dengan baiknya. Hidangan yang disuguhkan cukup mewah,
bahkan ada pula minuman anggur segar.
Mereka berdua tidak menolak dan makan sampai kenyang untuk menjaga kondisi tubuh mereka, kemudian
mereka bersemedhi lagi mengumpulkan kekuatan agar selalu siap menghadapi segala kemungkinan.
Diam-diam mereka pun bisa menduga bahwa berkat adanya Cu Kim Giok di situ, maka agaknya Ouw Seng
Bu bersikap lunak pada mereka.
Menyerah dengan penuh kepasrahan, penuh kepercayaan akan kekuasaan Tuhan, dan berdaya upaya
sekuat tenaga dan kemampuan yang ada merupakan dua persyaratan hidup yang tidak boleh dipisahkan
dan tidak boleh pula diabaikan kita. Hanya menyerah saja tanpa berupaya, atau hanya berupaya saja
tanpa penyerahan dengan keimanan kepada Tuhan, tidaklah lengkap dan tidak pula benar.
Kita hidup sebagai makhluk hasil ciptaan Tuhan yang sempurna dan lengkap. Semua perlengkapan yang
ada pada kita ini memang diikut sertakan kita agar bisa kita gunakan untuk keperluan hidup. Panca indera
kita, tangan kaki kita, hati akal pikiran, semua itu merupakan perlengkapan sempurna yang sudah
sepatutnya kita gunakan, kita kerjakan demi kelangsungan hidup ini, demi kesejahteraan, demi
kebahagiaan hidup.
Namun, di samping daya upaya ini, kita harus yakin sepenuhnya bahwa segala sesuatu baru dapat terjadi
kalau ditentukan oleh kekuasaan Tuhan! Menyerah saja tanpa usaha, sama saja dengan mempersekutu
Tuhan. Kalau perut kita lapar, kita harus makan dan untuk bisa makan kita harus mencari makanan itu.
Hanya menyerah saja tanpa makan, tidak mungkin kita terbebas dari rasa lapar.
Akan tetapi, mencari makanan saja tanpa penyerahan kepada Tuhan, kita dapat dibawa menyeleweng oleh
nafsu sehingga kita mudah melakukan penyelewengan, misalnya mengambil kebutuhan kita itu dari orang
lain, mencuri, merampok dan sebagainya.
Maka, kedua syarat itu tidak bisa terpisahkan, yaitu, pada lahirnya kita berusaha sekuat kemampuan kita,
pada batinnya kita menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Kalau sudah begini, lengkaplah sudah. Berhasil
atau tidaknya usaha kita, kita serahkan kepada Tuhan. Yang paling penting, kita berusaha sekuat
kemampuan kita!
Kalau sudah begini, berhasil atau gagal tidak membuat kita terlalu mabuk atau terlalu kecewa, karena kita
maklum sepenuhnya bahwa segala kehendak Tuhan pun jadilah! Kita hanya dapat bersyukur akan
kekuasaan Tuhan. Tuhan Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, tahu apa yang terbaik bagi kita.
Mungkin dalam suatu kenyataan yang bagi hati akal pikiran kita merupakan kegagalan, tersembunyi suatu
hikmah, tersembunyi suatu berkah demi kebaikan kita. Dalam hidup kita ini, alangkah banyaknya berkah
Tuhan bersembunyi di balik pengalaman yang kita anggap menguntungkan atau tidak menyenangkan.
Demikian pula dengan Yo Han. Meski menurut hati akal pikiran ia tertimpa mala petaka, terkubur hiduphidup
di dalam sumur tua, suatu hal yang amat tidak menyenangkan, juga yang mengancam keselamatan
nyawanya, namun pemuda ini sama sekali tidak tenggelam ke dalam keputus asaan, tidak terseret ke
dalam kedukaan.
Kekuatan seperti ini dapat kita miliki, yaitu kalau kita memiliki kepasrahan dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan, dengan iman yang sepenuhnya, sehingga kita sepenuhnya percaya bahwa apa pun yang
terjadi, tidak lepas dari kehendak Tuhan!
Yo Han terbebas dari kematian akibat tertimbun atau tertimpa batu. Kemudian, dia pun terbebas pula dari
bahaya kelaparan ketika dia berhasil menemukan jamur yang dapat dimakan. Kini, dia berusaha sekuat
tenaga untuk mencari jalan keluar tanpa sedikit pun pernah mengurangi penyerahannya kepada Tuhan.
Dan andai kata Tuhan menghendaki bahwa dia akan tewas, dia sudah siap setiap saat.
Dengan amat giat dan tekun, Yo Han terus mencari jalan keluar dengan cara menggali lubang-lubang yang
sempit, mencari jalan menuju keluar. Sebuah demi sebuah batu dia lepaskan, kemudian melanjutkan
gerakannya merayap dalam lubang terowongan yang kecil sempit itu. Setiap hari, bahkan dalam gelap pun
dia bekerja, hanya berhenti kalau dia memerlukan istirahat untuk menghimpun tenaga baru atau bila dia
benar-benar telah lapar dan mengantuk.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akhirnya, pada suatu siang, ketekunan yang penuh penyerahan itu mendatangkan hasil yang sama sekali
di luar dugaannya. Ada sinar terang di depan. Dia merayap terus, menyingkirkan batu-batu penghalang
lubang sempit itu dan akhirnya, ternyata lubang terakhir yang merupakan lorong amat panjang itu
membawa dia muncul di tepi sebuah tebing jurang, di lereng bukit!
"Terima kasih, Tuhan!"
Yo Han berlutut, dengan sepenuh hati merasa bersyukur akan kemurahan Tuhan yang telah
membebaskannya dari dalam bumi yang seolah menghimpitnya itu! Kemudian dia duduk bersila setelah
makan jamur dan menghimpun kekuatan. Dan menjelang sore, dia mulai mencari jalan menuruni tebing
yang curam itu.
Malam gelap membuat Yo Han terpaksa menghentikan usahanya dan dia melewatkan malam di tebing
jurang. Pada keesokan harinya, pagi-pagi setelah terang tanah, dia pun melanjutkan usahanya menuruni
tebing itu.
Dia harus segera kembali ke Thian-li-pang dan mengadakan pembersihan di sana. Kini dia mengerti bahwa
Ouw Seng Bu telah berkhianat, telah membunuhi para pimpinan Thian-li-pang dan mengangkat diri sendiri
menjadi ketua.
Dan pemuda yang aneh itu, yang memiliki ilmu aneh pula, sudah mengajak golongan sesat untuk
bersekutu. Thian-li-pang telah diselewengkan sehingga dia harus bertindak. Dialah yang bertaggung jawab.
Dia kemudian teringat akan pesan mendiang kakek Ciu Lam Hok, gurunya, supaya dia membersihkan
Thian-li-pang dan mengembalikan Thian-li-pang kepada cita-cita semula, yaitu perkumpulan orang-orang
berjiwa patriot, dan pendekar sejati yang berjuang untuk membebaskan bangsa dari penjajahan. Menjadi
pembela bangsa, bukan pengganggu keamanan rakyat, bukan menjadi penjahat…..
********************
"Giok-moi... kenapa engkau menangis...?"
Suara yang lembut dan sentuhan halus pada pundaknya membuat Kim Giok terkejut. Ia bangkit duduk dan
melihat Seng Bu sudah duduk pula di tepi pembaringannya, dan kini pemuda itu merangkul pundaknya.
"Koko... aku... aku merasa gelisah sekali..."
Seng Bu menarik gadis itu ke dadanya dan mengelus rambutnya yang halus. "Giok-moi tersayang,
mengapa engkau gelisah? Bukankah di sini ada aku yang selalu siap untuk melindungimu dan
membahagiakan hatimu?" Dia mengusap kening gadis itu dengan bibirnya. "Apakah yang telah terjadi,
sayangku?"
"Koko, betapa hatiku tak akan gelisah dan risau? Ketika aku mencoba untuk membujuk Sian Li dan Hui
Eng, aku hanya mendapat teguran, ejekan dan penghinaan. Ketika aku menemui tawanan baru itu,
ternyata pemuda itu adalah twako Gak Ciang Hun, dan aku pun di sana menerima celaan dan makian.
Ahhh, Koko, sungguh aku merasa malu dan bersedih sekali..."
"Kalau begitu, biarlah akan kuhajar mereka, kusiksa mereka yang berani menghina dan mengejekmu!"
Kim Giok memegang lengan pemuda itu. "Jangan, Koko! Bukan begitu maksudku. Aku gelisah dan risau
karena aku merasa bimbang. Mengapa mereka menolak berjuang bersama kita? Mengapa mereka
menganggap engkau bersalah dan jahat?"
Rangkulan Seng Bu semakin erat, dan dia berbisik dekat telinga gadis itu. "Giok-moi, apakah engkau tak
percaya kepadaku? Tentu saja mereka memusuhiku karena mereka semua itu memihak Yo Han, tidak
tahu bahwa Yo Han telah berubah, telah membunuhi para pemimpin Thian-li-pang, bahkan hampir saja
membunuhku. Engkau tahu sendiri betapa aku hampir mati, Giok-moi. Kalau engkau pun seperti mereka,
tidak percaya kepadaku, habislah sudah harapan hidupku. Hanya engkaulah satu-satunya orang yang
memberi harapan kepadaku. Biar seluruh manusia di dunia ini tidak percaya kepadaku dan memusuhiku,
akan kuhadapi dan kulawan mereka yang memusuhiku!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Koko..." Kim Giok yang kurang pengalaman itu terbuai oleh kemesraan kata-kata yang diucapkan Seng
Bu. "Aku akan selalu berpihak padamu, selalu membelamu dan setia kepadamu."
"Terima kasih, Giok-moi. Aku cinta padamu, Giok-moi. Aku cinta padamu sepenuh jiwa ragaku."
Ucapan ini menggetar penuh perasaan dan baru saat itulah Seng Bu benar-benar bicara dari lubuk hatinya.
Memang dia sudah jatuh cinta kepada Kim Giok, walau pun cintanya bergelimang nafsu birahi. Cintanya
timbul karena baginya tak ada lagi gadis yang lebih cantik menggairahkan dari pada Kim Giok. Dengan
tubuh gemetar, dia mendekap dan mencium pipi dan bibir gadis itu.
Kim Giok agak terkejut dan dengan halus dia melepaskan diri dari rangkulan. Ia sendiri kalau mau jujur,
merasa senang dengan perlakuan penuh kemesraan itu. Akan tetapi karena hatinya memang sedang
risau, dia pun tidak ingin melanjutkan kemesraan yang membuat jantungnya berdebar keras itu.
"Koko, aku ingin bicara padamu."
Seng Bu tersenyum. "Ehhh? Bukankah sudah sejak tadi kita bicara?"
Dia hendak merangkul lagi akan tetapi Kim Giok menolak dengan tangannya.
"Aku tidak main-main dan kuharap engkau juga bersungguh-sungguh, Bu-ko. Aku minta kepadamu agar
engkau suka membebaskan mereka bertiga, yaitu Sian Li, enci Hui Eng, dan Gak-twako. Kalau engkau
tidak membebaskan mereka, hatiku akan selalu merasa risau. Maukah engkau, Koko?"
Seng Bu mengerutkan alisnya. Sejenak dia menatap wajah kekasihnya penuh selidik. "Giok-moi, tidak
salahkah apa yang kudengar ini? Engkau minta kepadaku supaya aku membebaskan orang-orang yang
memusuhi aku dan yang hendak membunuhku?" Dia tersenyum, akan tetapi senyumnya masam. "Itu
berarti melepaskan tiga ekor harimau yang akan selalu mengancam keselamatanku, keselamatan kita
semua, bahkan akan menggagalkan usaha perjuangan kita. Itukah yang kau kehendaki?"
"Tentu saja tidak, Koko. Aku akan mengajukan syarat kepada mereka, kuminta mereka berjanji tidak
memusuhimu kalau kita bebaskan mereka."
"Itu berbahaya sekali, Giok-moi. Ingat, masih ada seorang lagi dari mereka yang lolos, yaitu Pangeran Cia
Sun. Dia merupakan ancaman besar bagi kita selama dia masih belum tertangkap. Setelah dia tertawan,
baru kita bicarakan lagi tentang permintaanmu itu. Percayalah padaku, Giok-moi. Bukankah selama ini aku
pun tidak pernah berbohong kepadamu dan kuperintahkan anak buah kita supaya memperlakukan para
tawanan itu dengan baik?"
Kembali Seng Bu meraih dan merangkul, hendak mencium dan hendak merebahkan gadis itu ke atas
pembaringan. Kim Giok meronta dan melepaskan diri, meloncat turun dari pembaringan, memandang
kepada kekasihnya dengan alis berkerut.
"Koko, apa yang kau lakukan ini?"
"Giok-moi, kita saling mencinta dan aku tahu, aku selalu sibuk dengan pekerjaan ini. Kini aku... aku ingin...
memiliki dirimu sepenuhnya. Giok-moi..."
Pemuda itu hendak merangkul lagi, akan tetapi Kim Giok sudah cepat-cepat melangkah mundur untuk
menghindar.
"Bu-ko, kita tidak boleh melakukan itu. Kita belum menikah!"
"Giok-moi, kasihanilah aku. Kita pasti akan menikah, akan tetapi aku harus meminang dirimu dulu kepada
orang tuamu dan hal itu akan makan waktu lama. Aku ingin memiliki dirimu sepenuhnya, sekarang..."
"Tidak, aku tidak mau!"
"Giok-moi...!" Seng Bu menjulurkan kedua tangannya, akan tetapi Kim Giok meloncat keluar dari dalam
kamar itu, dikejar oleh kekasihnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sebetulnya, Seng Bu bukanlah seorang pemuda yang gila wanita, bukan pula hamba nafsu birahi. Akan
tetapi, dia sungguh-sungguh jatuh cinta kepada Kim Giok dan ia takut kehilangan gadis itu yang agaknya
kini meragu dan bahkan minta agar para tawanan dibebaskan.
Kalau dia dapat menggauli Kim Giok sekarang, tentu gadis itu terikat kepadanya dan tak akan lepas lagi
dari tangannya, bahkan akan lebih kuat dan patuh kepadanya. Karena itu, sikapnya sekarang yang hendak
memaksa Kim Giok menyerahkan diri seperti lebih dipengaruhi perhitungan yang menguntungkan dirinya
dari pada sekedar terseret nafsu birahi.
Kim Giok berlari keluar dari bangunan itu. Dia masih terus dikejar oleh Seng Bu yang tentu saja tidak
hendak berlaku kasar, hanya mengejar untuk membujuk kekasihnya.
"Giok-moi, tunggu...!" seru Seng Bu sambil tertawa karena merasa betapa kekasihnya itu seperti
mengajaknya bermain kejar-kejaran seperti kanak-kanak saja.
Pada saat itulah terdengar suara terompet dan tambur, disusul kegaduhan luar biasa di bawah puncak.
Beberapa orang anak buah Thian-li-pang berlari-larian dan ketika Kim Giok dan Seng Bu yang berhenti
berlari memandang, nampak Kui Thiancu, Im Yang Ji dan Siangkoan Kok datang pula berlarian.
"Ahh, celaka, Pangcu!" berkata Im Yang Ji dengan muka pucat. Tosu Pat-kwa-pai yang tinggi kurus ini
nampak gugup.
"Apa yang terjadi? Kenapa kalian begitu panik?" Seng Bu bertanya.
"Pangcu, pasukan besar pemerintah sudah mengepung kita dari empat penjuru!" kata pula Im Yang Ji.
"Jahanam!" Seng Bu berseru marah dan matanya mulai mencorong aneh sehingga Kim Giok yang
melihatnya menjadi terkejut.
Dalam keadaan marah seperti itu, Seng Bu seolah sudah berubah. Wajahnya bengis, pandang matanya
mencorong dan otaknya mendadak saja menjadi cerdik dan licik luar biasa.
"Im Yang Ji Totiang, dan Kui Thiancu Totiang, kalian cepat atur pasukan kalian masing-masing menyambut
musuh dari sayap kanan dan kiri. Dan engkau, paman Siangkoan, cepat atur barisan Thian-li-pang kita,
bagi menjadi dua untuk mempertahankan depan dan belakang. Aku akan menangkap para tawanan untuk
dijadikan sandera, karena aku yakin Pangeran Cia Sun berdiri di belakang penyerbuan ini!"
Tiga orang pembantu itu segera pergi melakukan perintah dan Seng Bu hendak berlari masuk, agaknya
sudah lupa sama sekali kepada Kim Giok.
"Koko, jangan!" Kim Giok melompat dan gadis ini sudah berdiri menghadang Seng Bu.
"Giok-moi, minggirlah kau!" bentak Seng Bu marah. Matanya yang mencorong itu sama sekali sudah tidak
mengandung sinar kasih sayang, yang ada hanyalah kebengisan dan kemarahan.
"Tidak, Bu-koko! Engkau tidak boleh membuat mereka bertiga menjadi sandera. Bahkan setelah pasukan
pemerintah menyerang, jelas bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan itu karena mereka berada di
sini sebagai tawanan, maka kita sudah seharusnya membebaskan mereka sekarang juga. Mungkin mereka
akan menyadari dan membantu kita untuk melawan pasukan pemerintah."
"Minggir, Giok-moi! Kalau mereka tidak boleh dijadikan sandera, mereka bahkan harus dibunuh agar
musuh kita berkurang."
"Ingat, Bu-ko, musuh kita adalah penjajah Mancu, bukan anggota keluarga besar para pendekar!" kata Cu
Kim Giok dan kini Koai-liong Pokiam sudah terhunus di tangannya. "Aku tidak memperkenankan siapa pun
membunuh para tawanan itu!"
Mendengar kata-kata Giok Kim ini, tiba-tiba saja Ouw Seng Bu tertawa, dan suaranya tawanya sungguh
mendirikan bulu roma, sungguh mengerikan sekali.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ha-ha-ha-ha-ha, kiranya engkau pun kini menjadi musuhku, Giok-moi? Engkau kucinta sepenuh jiwa
ragaku, tetapi engkau pun memusuhi aku? Engkau tega sekali, Giokmoi..." dan laki-laki ini pun menangis!
Kim Giok sampai menjadi bengong. Baru sekarang dia dapat menduga bahwa pria yang dicintanya ini
adalah seorang yang miring otaknya.
"Ha-ha-ha!" Seng Bu tertawa lagi. "Engkau hendak membela mereka?" Ia pun berteriak kepada
sekelompok anak buahnya yang berlari dekat. "Heiii, kalian! Cepat suruh bakar tempat tahanan. Sekarang
juga, cepat!"
"Baik, Pangcu!" sahut mereka dan mereka pun berlarian ke arah rumah tahanan.
"Tidaaak, jangan...!" Kim Giok melompat ke depan untuk mengejar dan mencegah anak buah Thian-li-pang
itu melakukan pembakaran.
"Cu Kim Giok, engkau musuh kami!" terdengar bentakan Seng Bu dan dia pun sudah meloncat, lalu
langsung mengirim pukulan ketika tubuhnya dan tubuh Kim Giok masih melayang di udara.
Karena tak menduga bahwa pria yang dikasihinya itu akan menyerangnya, juga karena serangan aneh itu
datangnya amat cepat, membawa angin dingin, maka biar pun Kim Giok berusaha melakukan gerakan
poksai (salto) untuk menghindar, namun tetap saja lambungnya terkena pukulan itu.
"Aughhh...!"
Kim Giok mengeluh dan tubuhnya terkulai, lalu jatuh ke atas tanah. Ia rebah miring dan merasa betapa
lambungnya seperti dimasuki benda dingin sekali, seperti sebongkah air beku sehngga dadanya terasa
sesak, pandang matanya berkunang-kunang.
"Giok-moi... kekasihku... Giok-moi...!" Seng Bu menangis dan dia menghampiri tubuh yang roboh miring itu.
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara yang membuat Seng Bu kaget bagai disengat binatang berbisa.
Tengkuknya terasa dingin dan tebal saking ngeri dan takutnya…..
"Ouw Seng Bu, pengkhianat keji manusia berhati iblis!" Suara Yo Han.
Cepat Seng Bu membalikkan tubuhnya dan dia sudah berhadapan dengan Yo Han! Dia merasa seperti
dalam mimpi dan menatap wajah Yo Han dengan mata terbelalak. Apa lagi pada waktu itu dia mendengar
suara gaduh pertempuran yang menunjukkan bahwa pasukan pemerintah sudah menyerbu ke dalam
perkampungan Thian-li-pang.
Sementara itu, Kim Giok mengangkat mukanya. Dia terbelalak ketika melihat api sudah membakar rumah
tahanan. Melihat api mulai berkobar, seakan timbul semangat dan kekhawatirannya. Ia meloncat dan
dengan pedang di tangan, ia seperti melupakan rasa nyeri di lambungnya. Cepat ia berlari menuju ke
rumah tahanan itu, tidak mempedulikan lagi kepada Seng Bu.
Setelah tiba di dekat rumah tahanan itu, Kim Giok melihat ada beberapa orang anggota Thian-li-pang
sedang terus membakar bagian samping rumah tahanan yang telah mulai berkobar. Dengan marah Kim
Giok menggerakkan pedangnya sehingga keempat orang anggota Thian-li-pang itu langsung roboh.
Dua orang lagi yang menjadi terkejut melihat tunangan ketua mereka mengamuk, tahu bahwa calon
nyonya ketua itu kini menjadi musuh. Mereka menggerakkan golok, akan tetapi mereka pun segera
terpelanting mandi darah, menjadi korban pedang Koai-liong Po-kiam di tangan gadis dari Lembah Naga
Siluman itu.
Kim Giok tidak mempedulikan api yang berkobar, dan dengan cepat ia meloncat masuk, menyelinap dan
berlari menuju ke kamar para tahanan. Dia melihat betapa Sian Li dan Hui Eng sudah dapat mematahkan
rantai yang membelenggu kaki tangan mereka dan mereka berdua kini sedang berusaha sekuat tenaga
untuk menjebol jeruji baja dengan cara menarik dan membetot-betot, tetapi agaknya usaha ini tidak akan
membawa hasil. Juga di bagian ujung sana, di mana Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu
ditahan, terdengar pula suara gaduh ketika mereka mendorong-dorong pintu baja kamar tahanan mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan sisa tenaga terakhir, Kim Giok menyambut empat orang anggota Thian-li-pang yang agaknya
hendak meninggalkan ruangan yang mulai terbakar itu. Mereka adalah para penjaga sebelah dalam dan
dia tahu bahwa kunci kamar-kamar tahanan itu pasti berada di tangan mereka.
Pedangnya berkelebat menyambar-nyambar, maka robohlah empat orang itu. Kim Giok memeriksa
pakaian mereka dan menemukan gelang besi yang digantungi beberapa buah kunci. Cepat dia
menghampiri kamar tahanan di mana Sian Li dan Hui Eng sejak tadi memandangnya dengan sinar mata
penuh harapan dan kegembiraan.
Tentu saja mereka berdua merasa gembira sekali bahwa pada saat terakhir, ternyata Kim Giok
menunjukkan bahwa ia tetap seorang puteri sepasang pendekar dari Lembah Naga Siluman yang gagah
perkasa!
Setelah Kim Giok berhasil membuka kunci pintu dan menarik daun pintu baja terbuka, ia pun terhuyung. Ia
menyerahkan gelang kunci kepada Sian Li sambil berpegang kepada jeruji.
"Cepat... bebaskan mereka... di ujung sana...!" Dan ia pun terkulai roboh.
"Kim Giok...!" Sian Li berseru dan cepat merangkulnya. Kepada Hui Eng ia lalu berkata, "Enci Eng, cepat
bebaskan tawanan di ujung sana, bahkan kalau masih ada yang lain, bebaskan mereka semua."
Hui Eng menerima kunci itu, dan tidak lama kemudian ia sudah membuka pintu kamar tahanan di mana
Ciang Hun dan lain-lain dikeram.
Sian Li masih memeriksa keadaan Kim Giok dan terkejutlah ia ketika melihat lambung gadis itu terdapat
tanda menghitam dan sekali raba saja tahulah ia bahwa isi perut gadis itu telah menderita luka yang
agaknya tidak mungkin disembuhkan lagi.
"Kim Giok...!" Ia merangkul, penuh keharuan.
Biar pun gadis yang terluka parah itu tidak menerangkan, Sian Li sudah dapat menduga bahwa tentu Kim
Giok terpukul oleh Ouw Seng Bu pada saat gadis ini nekat hendak membebaskan ia dan Hui Eng. Hanya
yang membuat ia heran, bagaimana Kim Giok tetap masih dapat membebaskannya, padahal pukulan itu
merupakan pukulan maut yang mematikan.
"Sian Li... mintakan ampun... kepada ayah ibu...," Kim Giok mengeluh dan terkulai.
"Sian Li, cepat! Kita harus meninggalkan tempat ini. Kebakaran mulai membesar dan sebentar lagi tidak
akan ada jalan keluar," berkata Hui Eng yang datang bersama Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang
tosu Bu-tong-pai.
Sian Li memandang dan Ciang Hun juga berkata, "Benar, adik Sian Li, kita harus cepat pergi. Ahhh,
bukankah itu adik Cu Kim Giok? Kenapa dia?"
Sian Li menjawab dengan suara gemetar. "Gak-twako... tanpa pertolongan Kim Giok, kita semua akan
hangus dan mati terbakar. Ia yang menolong kita membukakan pintu tahanan dan ia... ia telah tewas. Mari,
bantu aku membawanya keluar, Twako."
Tanpa diminta untuk ke dua kalinya, Ciang Hun sudah mengangkat tubuh yang masih hangat dan lemas
itu, memondong dan membawanya ke luar bersama yang lain.
Melihat di luar telah terjadi pertempuran hebat antara anak buah Thian-li-pang melawan pasukan
pemerintah yang menyerbu masuk, Sian Li segera menyerahkan jenazah Kim Giok supaya ditunggu oleh
lima orang tosu Bu-tong-pai yang masih menderita luka-luka, sedangkan ia sendiri bersama dengan Hui
Eng, Ciang Hun dan Bi Kim lalu mengamuk, membantu pasukan menyerbu para anggota Thian-li-pang
sehingga mereka itu dibuat cerai-berai dan banyak yang jatuh.
"Aku harus mencari Seng Bu!" teriak Sian Li dengan marah.
"Aku akan mencari Siangkoan Kok!" kata pula Hui Eng.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi, mereka melihat Siangkoan Kok dan dua orang tosu pembantunya, yaitu Im Yang Ji tokoh Patkwa-
pai serta Kui Thiancu tokoh Pek-lian-kauw, sedang mengamuk dan membuat para prajurit dan perwira
yang mengeroyok menjadi kocar-kacir sehingga banyak prajurit yang roboh.
Hui Eng yang melihat Siangkoan Kok mengamuk, segera mencabut pedang dan maju menerjang bekas
ayah angkatnya, sekaligus gurunya itu. Memang Ouw Seng Bu tidak merampas senjata para tawanan itu
sehingga kini mereka dapat menggunakan senjata masing-masing.
Melihat gadis itu sudah nekat menyerang bekas ketua Pao-beng-pai yang lihai itu, Sian Li merasa khawatir
dan dia pun turut menerjang maju membantu Hui Eng mengeroyok Siangkoan Kok. Ada pun Gak Ciang
Hun bersama Gan Bi Kim sudah membantu para perwira dan prajurit yang mengeroyok dua orang tosu
Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw.
Siangkoan Kok yang kaget sekali melihat para tawanan sudah meloloskan diri, terpaksa mengerahkan
seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghadapi dua orang gadis yang amat tangguh itu. Tingkat
kepandaian bekas puteri dan muridnya itu sudah hampir menyusulnya, sedangkan Si Bangau Merah juga
merupakan seorang wanita yang amat lihai, maka dia pun harus mengeluarkan seluruh kepandaiannya
untuk membela diri.
Jumlah pasukan yang menyerbu sangatlah banyak sehingga orang-orang Thian-li-pang menjadi kewalahan
dan terdesak hebat. Tiba-tiba muncul pula Cia Sun yang memimpin sebuah regu prajurit pilihan. Saat
melihat betapa kekasihnya sudah bertanding melawan Siangkoan Kok dibantu Tan Sian Li, dia pun segera
memerintahkan para perwira dan prajurit yang memiliki kepandaian untuk ikut pula mengeroyok.
Pertandingan berat sebelah itu tidak berlangsung terlalu lama. Biar pun mereka bertiga berhasil
merobohkan banyak prajurit, tapi Siangkoan Kok, Im Yang Ji, dan Kui Thiancu akhirnya roboh setelah
menderita banyak luka-luka. Siangkoan Kok tewas dengan dada tertembus pedang di tangan Hui Eng. Im
Yang Ji dan Kui Thiancu juga tewas dengan tubuh penuh luka-luka.
Cia Sun gembira sekali melihat Hui Eng selamat. "Adik Sian Li, di sana kulihat kakak Yo Han sedang
bertanding melawan Ouw Seng Bu."
Sian Li mengeluarkan suara seperti sorak gembira mendengar ini dan dia pun berlari cepat menuju ke arah
yang ditunjuk Cia Sun diikuti oleh yang lain. Setelah tiba di tempat yang dimaksudkan, mereka tertegun
menyaksikan sebuah pertandingan yang luar biasa hebatnya.
Ketika ada yang hendak bergerak membantu Yo Han, Sian Li cepat berkata, "Jangan ada yang bergerak,
Han-koko tidak akan kalah. Dia tidak senang kalau dibantu dengan pengeroyokan."
Mendengar ucapan ini, semua orang maklum dan mereka menonton dengan kagum dan juga tegang,
kecuali Sian Li yang percaya sepenuhnya bahwa kekasih hatinya tak akan kalah.
Pertemuan antara Yo Han dan Ouw Seng Bu tentu saja membuat ketua Thian-li-pang itu terkejut setengah
mati. Wajahnya menjadi pucat, matanya terbelalak, akan tetapi perlahan-lahan wajah itu berubah merah
dan matanya menjadi mencorong liar penuh kebencian dan kemarahan.
"Kau...??!!" Seng Bu berseru dan suaranya terdengar dingin dan tajam mengiris jantung. Mulutnya kini
membentuk senyum menyeringai yang amat bengis.
Yo Han sendiri merasa bulu tengkuknya berdiri. Orang ini tidak waras, pikirnya.
"Ouw Seng Bu, kenapa engkau membunuh para pimpinan Thian-li-pang termasuk Lauw Pangcu?"
Seng Bu merasa tidak perlu lagi merahasiakan semua perbuatannya, maka dia tertawa. "Ha-ha-ha, mereka
itu tidak ada gunanya, membuat Thian-li-pang menjadi lemah saja. Thian-li-pang harus menjadi yang
terkuat, harus bisa mengajak seluruh kekuatan untuk menghancurkan penjajah Mancu. Mereka itu orangorang
lemah!"
"Ouw Seng Bu, engkau membunuh mereka dan menguasai Thian-li-pang bukan demi perjuangan, tetapi
untuk mencari kedudukan tinggi. Engkau bersekutu dengan golongan sesat, engkau juga membiarkan
anak buah Thian-li-pang melakukan perbuatan jahat. Bahkan engkau secara tak tahu malu dan curang
dunia-kangouw.blogspot.com
sekali menjebak aku ke dalam sumur. Heran sekali kenapa engkau, murid Lauw Pangcu yang dulu amat
dipercaya dan baik, mendadak berubah seperti iblis? Apakah engkau telah menjadi gila?"
"Yo Han, semua orang Thian-li-pang memujamu. Kau lalu menjadi sombong. Apa kau kira hanya engkau
yang telah menguasai Bu-kek Hoat-keng? Ha-ha-ha, aku pun telah menguasainya dan aku akan
membunuhmu untuk yang kedua kalinya!" Setelah berkata demikian, Ouw Seng Bu menyerang dengan
gerakan yang aneh dan dahsyat sekali.
Diam-diam Yo Han merasa heran dan terkejut sekali mendengar bahwa orang ini telah menguasai Bu-kek
Hoat-keng, apa lagi saat melihat serangan yang luar biasa itu. Yang membuat dia heran adalah dia dapat
mengenali gerakan tangan Seng Bu pada waktu menyerangnya. Memang itu adalah gerakan dari Bu-kek
Hoat-keng!
Karena merasa heran, Yo Han ingin sekali melihat lebih banyak lagi gerakan itu. Ia pun mengelak cepat
tanpa membalas, membiarkan Seng Bu menyerang secara bertubi-tubi. Dan tidak salah lagi, jurus-jurus
yang dimainkan Seng Bu ketika menyerangnya adalah ilmu Bu-kek Hoat-keng, akan tetapi semakin lama,
semakin aneh saja perkembangan jurus-jurus itu.
Hebatnya, serangan itu mengandung hawa dingin yang aneh karena ketika satu kali dia menangkis,
tangannya yang bertemu lengan lawan itu terasa panas! Pukulan Seng Bu itu mengandung hawa beracun
yang ganas luar biasa! Berbahaya sekali bagi lawan dan tidak mengherankan kalau Lauw Kang Hui dan
yang lain-lain tewas di tangan Seng Bu. Apa bila tidak menguasai Bu-kek Hoat-keng, dia sendiri tentu akan
terpengaruh hawa beracun itu.
Seng Bu yang merasa bahwa dia sudah memiliki ilmu yang tidak terkalahkan, semakin berbesar hati
melihat Yo Han tak pernah membalas dan hanya lebih banyak mengelak dan berloncatan untuk
menghindarkan serangan-serangannya. Namun dia pun merasa penasaran melihat dia belum juga
berhasil.
Secepatnya dia harus dapat membunuh Yo Han agar dia mendapat kesempatan untuk melarikan diri,
sebab ia melihat betapa banyaknya pasukan pemerintah yang menyerbu perkampungan Thian-li-pang itu.
Maka, dia segera berteriak memanggil anak buahnya dan sedikitnya dua puluh orang anak buah Thian-lipang
segera menggunakan senjata mereka mengepung dan mengeroyok Yo Han!
Yo Han maklum bahwa Seng Bu mencari kesempatan melarikan diri dan hal ini haruslah dicegah. Maka,
dia pun tidak pernah meninggalkan atau menjauhi Seng Bu. Dia mulai menggunakan ilmunya untuk
menyerang dan menutup jalan keluar Seng Bu, sedangkan para anak buah Thian-li-pang yang mengepung
dan mengeroyoknya dengan ragu-ragu dan gentar, dia robohkan dengan tendangan dan tamparan saja,
tidak membuat mereka terluka parah.
"Para anggota Thian-li-pang, cepat ajaklah kawan-kawan untuk melarikan diri! Jangan hiraukan lagi Ouw
Seng Bu yang menyeret kalian ke dalam penyelewengan!" beberapa kali Yo Han berseru.
"Kelak aku sendiri yang akan membangun kembali Thian-li-pang!" Yo Han berseru lagi.
Terjadi kebimbangan dalam hati para anggota Thian-li-pang. Mereka yang memang berwatak jahat dan
lebih senang dipimpin Seng Bu, sebab di bawah bimbingan Seng Bu mereka dapat melampiaskan nafsu
dan keserakahan mereka secara bebas, tidak mau mempedulikan seruan Yo Han ini dan mereka tetap
melakukan perlawanan dan setia kepada Seng Bu.
Akan tetapi, lebih banyak lagi anggota yang hanya terpaksa mentaati ketua baru itu, dan kini para anggota
ini segera menyampaikan pesan kepada kawan-kawan sehaluan dan mereka pun mulai berserabutan
mencari lubang untuk meloloskan diri dari penyerbuan pasukan pemerintah.
Mendengar teriakan Yo Han, dan melihat pula betapa anak buahnya yang mengeroyok Yo Han
terpelanting ke kanan kiri sehingga dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk meloloskan diri dari
Yo Han, Seng Bu menjadi marah dan nekat.
"Yo Han, engkau harus mati di tanganku!" bentaknya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Seng Bu pun menyerang lagi sambil mengeluarkan teriakan yang menyeramkan, bukan teriakan manusia
lagi melainkan teriakan iblis. Dan pada saat itulah Sian Li dan para tokoh lain muncul dan menjadi
penonton.
Yo Han juga melihat mereka dan hatinya berdebar girang bukan main melihat Sian Li dalam keadaan sehat
dan selamat. Dia pun mengenal Hui Eng dan Cia Sun, membuat hatinya menjadi semakin girang melihat
bahwa adik angkatnya itu telah bersatu dengan kekasihnya. Tetapi hanya sebentar dia dapat melirik ke
arah Sian Li dan yang lain-lain karena dia harus kembali memperhatikan lawannya yang ternyata sangat
tangguh dan memiliki ilmu silat yang amat aneh itu.
"Hyaaattt...!"
Melihat munculnya para tawanan, Seng Bu menjadi nekat. Tahulah dia bahwa dia harus membela diri matimatian
dan tak ada jalan keluar kecuali dia dapat membunuh Yo Han. Sambil mengeluarkan bentakan
nyaring, dia menyerang dengan gencar. Dua tangannya melakukan pukulan dengan cara mendorong
dengan telapak tangan, sehingga dari dua tangannya itu menyambar hawa yang dingin bagaikan es, dan
nampak pula uap hitam membiru keluar dari kedua telapak tangan itu.
"Hemmm...!"
Yo Han mengelak dan menampar dari samping. Lawannya agaknya mengenal gerakan serangan ini dan
dapat mengelak dengan baik, lalu membalas dengan dorongan tangan kanan. Diam-diam Yo Han makin
heran. Dia mengenal benar gerakan kaki tangan Seng Bu itu.
Kembali datang serangan dahsyat dari Seng Bu yang mengerahkan seluruh tenaganya dalam setiap
serangan. Yo Han merasa aneh. Dia yakin bahwa gerakan-gerakan itu benar ilmu Bu-kek Hoat-keng
seperti yang pernah dipelajarinya dari kakek Ciu Lam Hok.
Bagaimana mungkin Seng Bu dapat mempelajarinya? Kakek itu telah meninggal, dan semua coret-moret di
dalam lorong sumur tua telah dihapus. Dia tidak tahu bahwa kakek Ciu Lam Hok pernah membuat coretmoret
lain di sumur ke dua, yang ditemukan Seng Bu, catatan ilmu itu yang tidak lengkap sama sekali dan
yang telah dipelajari dengan keliru oleh Seng Bu.
Yo Han mengenal semua gerakan itu, tetapi ilmu Bu-kek Hoat-keng yang dipelajarinya memiliki daya
mengembalikan setiap pukulan lawan. Bu-kek Hoat-keng bukan pukulan untuk merobohkan orang,
melainkan mempunyai daya tolak yang luar biasa sehingga serangan yang bagaimana hebat pun, akan
membalik kepada penyerangnya sendiri.
Akan tetapi, gerakan yang mirip Bu-kek Hoat-keng dan dimainkan Seng Bu ini memiliki daya serang yang
demikian dahsyatnya, mengandung hawa maut dan beracun! Kalau dia sendiri mempergunakan tenaga
Bu-kek Hoat-keng, tentu pukulan aneh dari Seng Bu itu akan membalik dan mana mungkin ada manusia
dapat bertahan jika terkena pukulan sehebat itu?
Dia tak ingin membunuh Seng Bu, walau pun dia tahu bahwa Seng Bu telah membunuh Lauw Kang Hui
dan para pimpinan lain dan pemuda itu telah membawa Thian-li-pang menyeleweng. Dia ingin
menyadarkan Seng Bu dan membuat pemuda itu bertobat. Tidak ada istilah terlambat untuk bertobat selagi
manusianya masih hidup.
Akan tetapi, justru karena dia tak mau membunuh lawan, maka perkelahian itu menjadi amat seru dan juga
tidak mudah bagi Yo Han untuk menundukkan lawannya. Karena dia memiliki ilmu Bu-kek Hoat-keng yang
asli, tentu saja tingkatnya masih lebih tinggi dibandingkan Seng Bu. Bu-kek Hoat-keng yang dimiliki dan
dikuasai Seng Bu sudah menjadi ilmu sesat yang sangat keji dan berbahaya, sedangkan yang dikuasai Yo
Han adalah ilmu yang mengandung keajaiban, yang memiliki daya menolak semua kekuatan jahat, bahkan
menolak semua hawa beracun.
Namun, karena Yo Han tidak bermaksud membunuh, tidak membalas serangan lawan dengan jurus
ampuh yang mematikan, dan bahkan dia tidak mau menggunakan tenaga menolak balik serangan Seng
Bu, maka perkelahian itu menjadi ulet dan lama.
Seng Bu mengerahkan seluruh tenaganya, namun semua hawa sakti yang keluar dari tubuhnya, bagaikan
batu besar dilempar ke dalam telaga saja ketika dipakai menyerang Yo Han. Semua tenaga itu tenggelam
dunia-kangouw.blogspot.com
dan tidak mendatangkan akibat apa pun. Setiap kali Yo Han menangkis, tangan Seng Bu tergetar hebat
dan seperti lumpuh. Seng Bu tidak tahu bahwa bila Yo Han menggunakan tenaga sakti dari Bu-kek Hoatkeng,
maka tenaganya bukan hanya tenggelam, tapi membalik sehingga seolah dia memukul dirinya
sendiri.
Bagi mereka yang menonton, tentu saja perkelahian itu tampak menegangkan dan amat seru. Sian Li
sampai bermandi peluh menyaksikan perkelahian itu karena tidak kelihatan kekasihnya itu unggul, walau
pun juga tidak nampak terdesak. Agaknya kedua orang itu memiliki ilmu dan kekuatan yang serupa dan
setingkat!
"Haaaiiihhhhh...!!"
Kembali Seng Bu menyerang, sekali ini tubuhnya mencelat ke atas. Bagaikan seekor burung garuda dia
menyambar turun dengan kedua tangan dijulurkan lurus ke depan, dengan pengerahan tenaga
sepenuhnya pada kedua telapak tangannya yang berwarna kehitaman dan mengeluarkan uap hitam.
Melihat serangan maut yang amat berbahaya ini, Sian Li mengepal tangan kanannya dan matanya
memandang terbelalak. Sebagai seorang ahli ilmu silat Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah), ia tahu
betapa besar bahayanya serangan seperti itu, sebab di dalam ilmu silatnya terdapat pula jurus
penyerangan sambil melayang seperti itu.
Akan tetapi Yo Han juga mengenal jurus yang berbahaya ini. Tahulah dia bahwa Seng Bu sudah nekat dan
hendak mengadu nyawa! Dengan tenang Yo Han telah mengambil keputusan bahwa dia harus cepat
menundukkan Seng Bu dan merobohkannya, walau pun tidak harus membunuhnya.
Pemuda ini agaknya sudah miring otaknya, maka kalau dibiarkan lolos dan membawa pergi ilmunya yang
sesat, akan merupakan bahaya besar bagi umum, terutama sekali bagi dunia kang-ouw. Dia harus dapat
berusaha menyadarkannya atau merampas ilmu sesat itu.
Laksana seekor burung walet, tiba-tiba tubuh Yo Han juga mencelat ke atas menyambut serangan Seng
Bu. Melihat ini, Seng Bu mengeluarkan suara tertawa aneh karena dia girang dan yakin bahwa kali ini akan
mampu membunuh Yo Han. Dengan pengerahan seluruh tenaganya, dia menggunakan kedua tangannya
mendorong ke arah tubuh Yo Han.
"Wuuuttt...!"
Seng Bu terkejut karena tiba-tiba tubuh itu lenyap dari depannya dan kedua tangannya menghantam udara
kosong. Maklum bahwa dia telah terkecoh, dia berusaha membuat gerakan jungkir balik seperti yang
dilakukan Yo Han dengan cepat ketika mengelak tadi. Akan tetapi terlambat. Dari sebelah atasnya, Yo Han
telah menggunakan tangan yang dimiringkan untuk memukul punggung Seng Bu.
"Desss...!!"
Seng Bu mengeluarkan keluhan lirih dan tubuhnya terbanting ke atas tanah. Yo Han menyusulnya dengan
melayang turun. Akan tetapi, dapat dibayangkan kagetnya hati Pendekar Tangan Sakti ini ketika tiba-tiba
tubuh yang tadinya terbanting roboh itu telah bergerak meloncat bangun dan menyambut Yo Han yang
baru saja turun itu dengan dorongan kedua tangan, dahsyat bukan main karena Seng Bu mengerahkan
seluruh tenaga terakhir dalam serangan mendadak ini. Ternyata Seng Bu memiliki kekuatan luar biasa
sehingga pukulan Yo Han tadi seolah tidak terasa olehnya!
Tidak ada lain jalan bagi Yo Han kecuali dia juga menyambut dengan kedua tangannya didorongkan ke
depan.
"Wuuuttt... plakkk!"
Dua pasang tapak tangan itu bertemu dan melekat! Yo Han merasa betapa ada hawa yang amat dingin
menyerangnya. Akan tetapi, dia mengerahkan tenaga panas dan kini Seng Bu yang merasa betapa
kekuatannya terdorong oleh tenaga yang dahsyat sekali.
dunia-kangouw.blogspot.com
Seng Bu terus bertahan sehingga terjadilah dorong mendorong dengan menggunakan ilmu yang sama,
yaitu Bu-kek Hoat-keng. Akan tetapi kalau ilmu yang dikuasai Yo Han murni, sebaliknya yang dikuasai
Seng Bu merupakan ilmu sesat yang tercipta karena latihan yang keliru.
Dari kepala Yo Han mengepul uap putih, sebaliknya dari kepala Seng Bu mengepul uap hitam. Seng Bu
mendengus-dengus, muka serta lehernya sudah penuh keringat dan perlahan-lahan, tenaganya
mengendur sedangkan hawa panas dari telapak tangan Yo Han mulai memasuki dirinya melalui kedua
tapak tangannya.
Yo Han merasa mendapatkan kesempatan. Dia harus menggunakan tenaga saktinya untuk mendorong
keluar hawa beracun itu dari tubuh Seng Bu, sambil merusak pusat penghimpunan sinkang agar
selanjutnya Seng Bu tidak dapat lagi mempergunakan ilmu sesatnya itu.
Yo Han sudah mengambil keputusan bahwa itulah satu-satunya jalan untuk memaksa Seng Bu kembali ke
jalan yang benar, yaitu dengan meniadakan kekuatan yang akan mendorongnya melakukan kekejian.
Kalau Seng Bu sudah tidak memiliki kekuatan yang dapat dia andalkan, tentu dia tidak akan mampu
merajalela lagi.
Sian Li, Hui Eng, Ciang Hun, Cia Sun, dan Bi Kim yang maklum apa artinya adu tenaga sinkang antara
kedua orang muda yang lihai itu, menonton dengan hati tegang bukan main. Terutama sekali Sian Li.
Gadis ini maklum bahwa dalam adu tenaga sinkang seperti itu, berarti adu nyawa, dan kalau sampai
kekasihnya kalah dalam adu tenaga sinkang ini, ia tahu bahwa Seng Bu pasti tidak segan-segan untuk
membunuhnya. Untuk membantu, ia tidak mau karena hal itu akan merendahkan Yo Han dan tidak sesuai
dengan watak pendekar. Maka, wajahnya sudah mulai pucat karena ia merasa gelisah sekali.
"Jangan takut, dia pasti menang," terdengar Hui Eng berbisik di sampingnya dan Sian Li mengangguk,
berterima kasih karena dia pun tahu bahwa Hui Eng cukup lihai untuk dapat menduga yang tepat,
menghilangkan keraguannya sendiri.
Dan memang ucapan Hui Eng itu bukan sekedar hiburan kosong belaka. Gadis lihai ini sudah melihat
betapa Seng Bu terdesak hebat dalam adu tenaga itu, membuat uap tebal menghitam keluar dari
kepalanya, matanya mendelik dan keringatnya membasahi muka dan leher, juga nampak betapa tubuh
Seng Bu mulai menggigil.
Seng Bu maklum bahwa dia tak akan menang, akan tetapi dia pun tidak mau menyerah. Masih dikerahkan
tenaganya yang terakhir hingga dia seperti mendengar suara tulang patah di dalam dadanya. Ia pun
melangkah mundur, kedua tangannya ditarik lepas dari tangan Yo Han dan menggunakan kedua tangan
untuk menekan dadanya yang terasa nyeri. Akhirnya, ia pun memuntahkan darah segar, terhuyung ke
belakang.
"Ouw Seng Bu, masih ada kesempatan hidup bagimu. Pergi berobat dan bertobatlah!" kata Yo Han lembut.
Dengan mata mendelik penuh kebencian Seng Bu memandang kepada Yo Han, lalu dia masih nekat
hendak mengerahkan tenaga dan menyerang lagi. Akan tetapi begitu dia mengerahkan tenaga sinkang, isi
dada perutnya bagai diremas, membuat dia mengeluh dan terhuyung, dan dia memandang kepada Yo Han
dengan mata terbelalak bingung.
"Seng Bu, mulai kini engkau tidak akan dapat menggunakan tenaga berbuat kejahatan lagi. Bertobatlah!"
kata Yo Han lembut dan dalam suaranya terkandung perasaan iba.
Mendengar ini, tahulah Seng Bu bahwa sudah habis baginya, habis segala-galanya. Dia teringat secara
mendadak kepada Cu Kim Giok, gadis yang dicinta dan mencintanya, dan di dalam lubuk hatinya timbul
penyesalan yang amat mendalam. Dia mengeluarkan keluhan panjang, kemudian tubuhnya membalik dan
dia sudah berlari menuju ke tempat tahanan yang kini berkobar dimakan api. Yo Han dan semua orang
mengejarnya.
Ketika Seng Bu melihat lima orang tosu Bu-tong-pai berdiri, dan tak jauh dari situ rebah sesosok tubuh, dia
tersentak kaget mengenal tubuh Kim Giok yang dicarinya. Tanpa mempedulikan apa pun, dia berseru
memanggil, "Giok-moi...!!" Dan dia pun menubruk mayat gadis itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Giok-moi… ahhh, Giok-moi...!" Dia meratap dan menangis.
Yo Han dan yang lain-lain sudah tiba di situ.
"Ouw Seng Bu iblis busuk, tidak perlu lagi engkau pura-pura menangis! Simpan saja air mata buayamu itu
karena Kim Giok sudah tewas oleh pukulanmu. Engkaulah yang telah membunuhnya, kenapa engkau kini
berpura-pura menangis?" tegur Sian Li gemas dan marah.
Mendengar ucapan Sian Li, tangis Seng Bu semakin menjadi-jadi. Seperti anak kecil dia menangis dan
meratap, sesenggukan.
"Giok-moi... Kim Giok... ampunkan aku... ampunkan aku..." demikian ratapnya berulang kali.
Kemudian, tanpa diduga-duga oleh semua orang, mendadak dia menggerakkan tangan kanannya,
meringis menahan nyeri ketika mengerahkan tenaga terakhir dan tangan itu menyambar dan
mencengkeram ubun-ubun kepalanya sendiri. Terdengar suara tulang patah dan dia pun roboh dan tewas
di atas jenazah Kim Giok yang masih hangat.
Semua orang terbelalak, akan tetapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa.
"Mungkin inilah yang terbaik...," kata Yo Han halus, penuh rasa haru dan iba.
"Kakak Yo Han, untunglah engkau dapat muncul dalam keadaan selamat, kalau tidak... sukar aku
membayangkan apa yang akan terjadi dengan kami semua," kata Cia Sun.
Yo Han memandang kepada adik angkatnya itu sambil mengerutkan alisnya. Suaranya memang lembut,
namun penuh teguran ketika dia berkata, "Cia-siauwte, kenapa engkau melanggar janji, telah mengerahkan
pasukan pemerintah untuk menyerbu perkumpulan pejuang?"
Wajah Cia Sun berubah kemerahan. "Ah, Twako. Aku sama sekali bukan mengerahkan pasukan untuk
menyerbu perkumpulan pejuang, tetapi terpaksa mengerahkan pasukan untuk menolong Eng-moi dan
nona Sian Li dari tangan penjahat!”
Hui Eng segera maju membela. "Dia benar! Tanpa datangnya pasukan yang menyerbu perkumpulan
Thian-li-pang yang sudah menjadi gerombolan penjahat itu, mungkin kami sekarang telah tewas."
Sian Li sudah maju dan memegang lengan Yo Han dengan mesra. "Han-koko, mereka itu benar. Pangeran
mengerahkan pasukan bukan hanya untuk menyelamatkan kami berdua, bahkan untuk mencoba
menolongmu yang dikabarkan tewas dalam sumur."
Yo Han termangu. Jika Sian Li sudah memberi kesaksiannya, tentu dia tidak meragukan lagi
kebenarannya. "Kalau begitu, mari kita pergi dari sini dan bicara di luar tempat ini." Ia memandang kepada
gadis yang tewas di samping Seng Bu dan bertanya, "Siapakah nona yang tewas ini?"
"Han-koko, ia bukan orang lain. Ia adalah puteri Paman Cu Kun Tek dari Lembah Naga Siluman," kata Sian
Li.
Yo Han terbelalak. "Ahhh...!"
"Ia yang telah membebaskan kami dari rumah tahanan yang terbakar. Tanpa bantuan dirinya, kami semua
tentu sudah terbakar mati di dalam kamar tahanan," kata pula Sian Li, lalu ia menunjuk kepada lima orang
tosu, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim. "Lima orang Totiang ini dari Bu-tong-pai, dan ini kakak Gak Ciang
Hun dan enci ini..."
"Aku sudah mengenal Yo Taihiap dengan baik, adik Sian Li."
"Benar apa yang dikatakan oleh saudara Yo Han, kita bicara saja di luar. Biar kubawa jenazah nona Cu
Kim Giok ini keluar," kata Gak Ciang Hun, dan dia lalu memondong jenazah itu.
"Mari ikut aku. Aku yang akan membukakan jalan keluar," kata Cia Sun.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dia pun berjalan diikuti mereka semua. Tentu saja para perwira atau prajurit tidak berani menghalangi
pangeran ini keluar dari perkampungan Thian-li-pang, diikuti lima orang tosu Bu-tong-pai, Gak Ciang Hun
yang memondong jenazah Cu Kim Giok, Yo Han, Sian Li, Bi Kim, dan Hui Eng.
Setelah tiba di kaki bukit, barulah mereka berhenti. Menurut usul Gak Ciang Hun yang disetujui pula oleh
mereka semua, lima orang tosu Bu-tong-pai yang lebih mengetahui akan urusan itu, diminta agar
memilihkan sebidang tanah yang baik untuk mengubur jenazah Cu Kim Giok. Semua orang membantu
menggali lubang dan dengan upacara sederhana namun khidmat yang dipimpin oleh Thian Tocu tosu dari
Bu-tong-pai.
Setelah selesai pemakaman yang dilakukan tanpa ada yang bicara, akhirnya mereka mendapat
kesempatan untuk duduk di dekat makam dalam sebuah lingkaran. Barulah mereka saling menceritakan
pengalaman masing-masing.
Seperti dengan sendirinya, Sian Li duduk di dekat Yo Han dan pandang mata Sian Li bersinar-sinar penuh
kebahagiaan karena akhirnya dia dapat bertemu dan berkumpul dengan pria yang sejak kecil telah
dicintanya itu. Hui Eng juga duduk di dekat Cia Sun, sedangkan Bi Kim duduk di dekat Ciang Hun. Secara
bergantian mereka menceritakan pengalaman mereka.
Yo Han merasa lega dan gembira pada saat mendengar bahwa Hui Eng yang tadinya dianggap sebagai
puteri Siangkoan Kok, ternyata adalah gadis yang selama ini dicari-carinya, yaitu puteri Liong-siauw Kiamhiap
(Pendekar Pedang Suling Naga) Sim Houw yang hilang diculik orang sejak kecil. Apa lagi kini Hui Eng
sudah menemukan jodohnya, yaitu adik angkatnya, Pangeran Cia Sun yang dia tahu adalah seorang
pangeran Mancu yang berjiwa pendekar.
Makin besar rasa bahagia di dalam hatinya ketika dia melihat bahwa Gan Bi Kim, cucu keponakan gurunya
yang oleh nenek Ciu Ceng dijodohkan dengannya itu nampak akrab dan saling mencinta dengan Gak
Ciang Hun.
Ketika giliran Yo Han menceritakan pengalamannya, semua orang, terutama sekali Sian Li merasa ngeri
dan kadang mengeluarkan seruan tertahan sambil memegang lengan Yo Han. Mereka mendengarkan
dengan penuh ketegangan dan kengerian.
"Sian-cai..., sungguh amat menakjubkan sekali mendengar betapa dalam keadaan yang agaknya sudah
tidak ada harapan itu, ternyata Yo Taihiap masih dapat meloloskan diri! Mengagumkan sekali!"
Yo Han tersenyum melihat pandang mata mereka semua penuh kekaguman padanya. "Totiang, dan Cuwi
(Saudara sekalian), harap jangan memuji aku. Sesungguhnya, aku sendiri sudah meragukan apakah aku
akan mampu keluar dari dalam sumur yang sudah ditutup dari luar itu. Namun, dalam keadaan apa pun
juga, sebelum hayat meninggalkan badan, aku tidak akan pernah putus asa. Di atas segala kekuatan di
dunia ini, ada suatu kekuatan yang maha kuat, maha kuasa, dan maha mengetahui! Aku hanya menyerah
kepada kekuasaan itu, yakni kekuasaan Tuhan Sang Maha Pencipta. Aku selalu yakin sepenuhnya bahwa
kekuasaan itu menyerap sampai ke mana pun, bahkan di dalam tanah itu pun kekuasaanNya bekerja
dengan sempurna. Karena itu, selama badan ini masih dapat bergerak, aku harus berusaha sekuat
kemampuan untuk mempertahankan hidup ini, didasari penyerahan yang mutlak kepada kekuasaan itu."
"Kekuasaan itulah To..." Thian Tocu menggumam.
"Saya kira memang tepat ucapan Totiang. To yang dimaksudkan itulah Hukum Alam, atau Kekuasaan
Tuhan yang selalu bekerja dan bergerak tiada hentinya, tanpa pernah menyimpang sedikit pun dari
ketepatannya, seperti timbul tenggelamnya matahari dan bulan, seperti gerakan ombak samudera ke
kanan kiri yang tiada berkesudahan. Karena penyerahan mutlak kepada Yang Maha Mengetahui, Yang
Maha Kuasa itulah maka tak ada rasa gelisah atau takut sedikit pun. Dan ketenangan ini sangat
menguntungkan kita dalam menghadapi peristiwa apa saja. Demikianlah, dengan tekun dan tanpa
mengenal menyerah pada kesulitan, dengan pasrah kepada Tuhan, maka akhirnya kekuatan dari
kekuasaan Tuhan itu yang menuntunku hingga dapat lolos dari ancaman maut di perut bumi."
Semua orang terkesan dan suasana menjadi sunyi.
"Han-ko, bagaimana Seng Bu itu dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu? Bukankah dia pula yang
telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang, kemudian dia menjatuhkan fitnah bahwa engkaulah yang
dunia-kangouw.blogspot.com
telah membunuh mereka. Ketika melawannya, aku dapat merasakan betapa hebat tenaganya, dan melihat
ia bertanding denganmu tadi, sungguh menegangkan dan menggelisahkan. Lalu bagaimana seorang murid
Thian-li-pang dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu, Koko?"
Yo Han menghela napas panjang. "Agaknya hal itu akan tetap merupakan rahasia yang tidak terpecahkan,
Li-moi. Aku sendiri ketika bertanding dengannya, merasa heran dan terkejut bukan main karena aku
mengenal ilmunya sebagai ilmu yang pernah kupelajari. Padahal ilmu itu tak pernah dipelajari oleh orang
lain dan yang menguasainya hanyalah mendiang suhu sebagai penemunya dan aku sebagai muridnya.
Tapi entah bagaimana, agaknya Seng Bu dapat pula mempelajari ilmu itu, hanya saja... ilmu yang
dikuasainya itu mempunyai perbedaan bagai bumi dan langit dengan ilmuku. Ilmu itu menjadi sesat dan
berbahaya sekali, mengandung hawa beracun yang amat dahsyat. Jika tidak salah perhitunganku, agaknya
dia secara kebetulan, entah bagaimana, telah menemukan dan mempelajari ilmu itu, akan tetapi tanpa
bimbingan. Dia mempelajarinya secara keliru sehingga tanpa disengaja, dia telah menguasai ilmu yang
menjadi sesat dan dahsyat, dan mungkin saja karena penguasaan ilmu itu, dia menjadi berubah dan tidak
waras lagi."
"Aku ikut merasa menyesal sekali, Twako. Bagaimana pun juga, aku telah membantu hancurnya Thian-lipang,
padahal engkau tentu tahu bahwa aku tidak pernah memusuhi para pejuang," kata Cia Sun.
"Bukan salahmu, Cia-te. Thian-li-pang sudah diselewengkan menjadi gerombolan jahat yang bersekutu
dengan golongan sesat. Biarlah kelak aku akan mencoba menyusunnya kembali menjadi perkumpulan
para pejuang yang sehat dan berjiwa pendekar, seperti pesan mendiang suhu. Sekarang, apa yang akan
kalian lakukan?"
"Siancai, kami berlima harus mohon diri, karena kami sudah terlalu lama meninggalkan Bu-tong-san, Yo
Taihiap," berkata Thian Tocu. Lima orang tosu itu bangkit dan memberi hormat, dibalas oleh enam orang
muda itu.
"Ngo-wi Totiang dari Bu-tong-pai sungguh-sungguh merupakan sahabat yang amat baik, membelaku
sampai hampir menjadi korban kekejaman Ouw Seng Bu."
"Siancai..., Yo Taihiap tentu telah mengerti sepenuhnya bahwa orang-orang seperti kita ini, tidak pernah
membela seseorang mau pun memusuhi seseorang. Yang kita bela adalah kebenaran dan yang kita
tentang adalah kejahatan. Bukankah begitu, Taihiap?" kata Thian Tocu.
Yo Han dan yang lain-lain memandang kagum, kemudian mereka semua mengangguk menyetujui.
"Kalau begitu terima kasih dan selamat jalan, Totiang."
"Sampai jumpa, Yo Taihiap dan saudara sekalian."
Lima orang tosu itu lalu pergi meninggalkan tempat itu. Setelah lima orang tosu itu pergi, enam orang muda
itu saling pandang.
"Nah, kini tiba saatnya bagi kita untuk saling berpisah," kata Yo Han sambil memandang kepada Sian Li.
"Aku bersama adik Sian Li akan pergi ke rumah orang tua Li-moi, akan tetapi aku mengharap bantuan adik
Cia Sun untuk menemani kami. Terus terang saja, seperti yang mungkin sudah kalian ketahui, kami berdua
sudah bertekad untuk hidup berdua sebagai suami isteri, padahal oleh orang tuanya, Li-moi telah
dijodohkan dengan adik Cia Sun. Oleh karena itu, aku membutuhkan bantuan Cia-te untuk menemani kami
agar Cia-te yang memberi penjelasan kepada paman Tan Sin Hong berdua."
"Tentu, tentu saja aku akan menemani kalian!" seru Cia Sun gembira. "Tetapi sebelum itu, aku minta
kepada kalian semua untuk menemani aku dulu bersama adik Hui Eng. Aku hendak mengantarkan Engmoi
kepada orang tuanya di Lok-yang. Mengingat bahwa Eng-moi pernah bertemu dengan ayah ibu
kandungnya dalam keadaan yang tak menyenangkan di rumah pendekar Suma Ceng Liong, maka tentu
pertemuan itu akan terasa canggung. Kalau ada kalian semua yang ikut dan membantu memberi
kesaksian dan penerangan, tentu akan lebih menyenangkan. Terutama sekali, aku mohon bantuan Yotoako
untuk membicarakan urusan kami berdua kepada orang tua Eng-moi."
dunia-kangouw.blogspot.com
Yo Han tersenyum memandang kepada Hui Eng yang menjadi merah kedua pipinya dan menundukkan
kepalanya. "Aku mengerti, Cia-te, dan agaknya kita memang saling membutuhkan. Aku yakin Gak-twako
tidak akan keberatan untuk ikut pula ke Lok-yang membantu adik Sim Hui Eng."
"Ahh, tentu saja!" kata Gak Ciang Hun dan dia pun nampak tersipu dan salah tingkah. "Bahkan aku pun...
hemmm... aku pun atau maksudku kami berdua, aku dan adik Gan Bi Kim, amat membutuhkan
bantuanmu, Yo-siauwte. Aku pun ingin berterus terang saja. Aku sudah mendengar dari adik Bi Kim bahwa
oleh neneknya, dia sudah ditunangkan denganmu, Yo-te, akan tetapi kenyataannya sekarang, engkau
saling mencinta dengan adik Sian Li, sedangkan adik Bi Kim... ahhh, kami berdua saling mencinta dan
sudah mengambil keputusan untuk bisa berjodoh. Nah, tanpa bantuan Yo-te, bagaimana kami berdua akan
berani menghadapi keluarganya?"
Kini enam orang itu saling pandang, dan meledaklah suara tawa mereka. Sian Li yang memang berwatak
lincah jenaka itu tidak menyembunyikan tawanya karena geli hatinya. "Hik-hik-hik, alangkah lucunya!
Agaknya memang kita berenam ini sudah ditakdirkan untuk saling bantu dan harus melakukan perjalanan
bersama. Betapa menggembirakan! Kita saling kait mengait, saling membutuhkan bantuan!"
Yo Han mengangguk-angguk. "Memang aneh. Agaknya memang Tuhan menghendaki demikian! Aku
ditunangkan dengan Gan Bi Kim, namun adik Bi Kim berjodoh dengan Gak-twako dan aku berjodoh
dengan Li-moi yang sudah ditunangkan dengan Cia-te, sedangkan Cia-te berjodoh dengan Sim Hui Eng
yang selama ini kita cari-cari! Baiklah, sekarang diatur begini saja. Pertama-tama kita semua pergi ke
rumah orang tua adik Sim Hui Eng. Bagaimana pun juga, peristiwa bertemunya kembali adik Eng dengan
ayah dan ibunya merupakan hal yang sangat membahagiakan dan penting sekali. Nah, setelah dari sana,
kita tinggalkan dulu adik Eng bersama orang tuanya, dan Cia-te ikut dengan kami untuk menemui orang
tua Li-moi. Setelah itu, aku akan meninggalkan dulu Li-moi di rumah orang tuanya dan menemani Gaktwako
untuk berkunjung ke rumah adik Gan Bi Kim. Dengan demikian semua urusan akan menjadi beres!"
Demikianlah, tiga pasang kekasih itu lalu mulai melakukan perjalanan berantai itu untuk saling bantu. Mulamula
mereka berenam pergi berkunjung ke Lok-yang.
Pendekar Suling Naga Sim Houw dan isterinya, Can Bi Lan, menyambut kedatangan mereka dengan
gembira dan juga terheran-heran karena mereka mengenal Hui Eng sebagai gadis Pao-beng-pai yang
pernah membikin kacau pertemuan keluarga besar di rumah Suma Ceng Liong. Tetapi keheranan mereka
berubah menjadi kejutan yang luar biasa ketika mereka mendengar bahwa gadis itu bukan lain adalah Eng
Eng, atau Sim Hui Eng, anak kandung mereka!
Mula-mula mereka merasa sukar untuk percaya, akan tetapi setelah Yo Han, Sian Li, dan Pangeran Cia
Sun bercerita, ditambah lagi bukti tanda tahi lalat hitam di pundak kiri dan noda merah di ibu jari kaki di
telapak kaki kanan, Can Bi Lan menubruk puterinya sambil menjerit dan menangis. Terjadilah pertemuan
yang amat mengharukan hati, dan sukar dilukiskan betapa bahagia rasa hati Sim Houw dan Can Bi Lan
ketika mereka dapat menemukan kembali puteri mereka yang hilang sejak kecil itu.
Setelah suasana keharuan mereda, dengan hati-hati Yo Han dan Sian Li menceritakan mengenai
hubungan kasih sayang antara Hui Eng dan Cia Sun. Mereka juga bercerita tentang semua pengalaman
mereka, tentang pembelaan Cia Sun kepada Hui Eng.
Mula-mula, suami isteri itu tertegun. Mereka menemukan kembali puteri mereka, akan tetapi juga
mendengar bahwa puteri mereka ingin berjodoh dengan seorang pangeran Mancu? Akan tetapi, suami
isteri ini memang bijaksana.
Mendengar betapa pangeran calon menantu mereka itu adik angkat Pendekar Tangan Sakti Yo Han, juga
dipuji-puji sebagai bekas calon suami Si Bangau Merah Tan Sian Li, juga bahwa pangeran itu berjiwa
pendekar, tidak memusuhi para pejuang dan tidak setuju pula dengan penindasan, mereka pun dapat
menerima dengan hati lapang.
Pada keesokan harinya Yo Han dan Sian Li, Ciang Hun dan Bi Kim, mengajak Cia Sun untuk melanjutkan
perjalanan dan meninggalkan dulu Hui Eng bersama orang tuanya. Cia Sun berjanji kepada keluarga itu
untuk segera meminta kepada ayah ibunya untuk mengajukan pinangan secara resmi. Kemudian, Cia Sun
mengikuti Yo Han dan Sian Li mengunjungi orang tua Si Bangau Merah, yaitu Pendekar Bangau Putih Tan
Sin Hong yang tinggal di Ta-tung, sebelah barat Peking.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sekali ini, Tan Sin Hong dan Kao Hong Li menerima puteri mereka dengan gembira dan mereka berdua
bahkan merasa berbahagia sekali ketika mendengar keterangan mereka semua tentang pembatalan
pertalian jodoh antara puteri mereka dengan Cia Sun yang dengan jujur mengakui bahwa dia saling
mencinta dengan Sim Hui Eng.
Kini suami isteri ini dapat menerima pinangan Yo Han dengan rasa syukur karena bagai mana pun juga
sebetulnya mereka amat menyayangi Yo Han yang kini ternyata sudah menjadi seorang pendekar sakti
yang bernama besar sebagai Pendekar Tangan Sakti. Suami isteri ini pun turut merasa gembira
mendengar bahwa puteri keluarga Sim yang hilang sejak kecil itu telah ditemukan kembali, bahkan akan
menjadi jodoh Pangeran Cia Sun, bekas calon mantu mereka.
Dari rumah orang tua Sian Li, Yo Han mengikuti Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim ke kota raja. Juga
Pangeran Cia Sun hendak pulang ke kota raja untuk minta kepada orang tuanya meminang Sim Hui Eng.
Keluarga pembesar Gan Seng, juga nenek Ciu Ceng, menyambut pulangnya Gan Bi Kim dengan gembira
pula. Mereka agak tercengang ketika mendengar pengakuan Gan Bi Kim bahwa ia telah memutuskan
pertalian jodohnya dengan Yo Han, karena Yo Han telah berjodoh dengan gadis lain. Tetapi mereka pun
merasa lega ketika diperkenalkan dengan Gak Ciang Hun sebagai pemuda yang dipilih Bi Kim sebagai
calon jodohnya.
Apa lagi Yo Han ikut bicara dan memberi penjelasan bahwa sebelum bertemu Bi Kim, sesungguhnya dia
sudah mempunyai pilihan hati. Keluarga itu bahkan merasa bangga mendengar bahwa calon menantu
mereka, Gak Ciang Hun, adalah keturunan pendekar besar yang mempunyai nama harum di dunia
persilatan.
Demikianlah, tiga pasangan kekasih ini tidak menemui halangan apa pun dalam urusan perjodohan
mereka. Pihak orang tua telah menerima dengan senang hati dan pinangan resmi dilakukan, bahkan
pernikahan tiga pasang mempelai ini dirayakan dalam tahun itu juga.
Cia Sun mengajak isterinya, Sim Hui Eng, tinggal di rumahnya di kota raja, dan sekali waktu keduanya juga
tinggal di rumah mertuanya di Lok-yang. Sementara, Gak Ciang Hun mengajak isterinya, Gan Bi Kim
tinggal di Beng-san, di bekas tempat tinggal orang tuanya, yaitu di puncak Telaga Warna yang indah.
Yo Han sendiri bersama isterinya, Tan Sian Li, melakukan perjalanan bulan madu jauh ke Lembah Naga
Siluman, untuk menyampaikan berita duka tentang kematian Cu Kim Giok kepada keluarga Cu. Berita itu
tentu saja disambut dengan tangis oleh Cu Kun Tek dan Pouw Li Sian, dan mereka mendengarkan
keterangan Yo Han dan Sian Li tentang puteri mereka, dan menerima pesan terakhir Kim Giok melalui Sian
Li untuk memohon ampun kepada ayah ibunya.
Biar pun hati mereka terasa hancur karena kematian puteri mereka, namun setidaknya mereka terhibur
juga bahwa pada saat-saat terakhir, puteri mereka sadar dan bertindak sesuai dengan jiwa kependekaran
keluarga mereka. Puteri mereka, Cu Kim Giok, tewas sebagai seorang pendekar wanita yang membela
kebenaran. Juga mereka tidak merasa penasaran karena pembunuh puteri mereka, yaitu ketua Thian-lipang
Ouw Seng Bu, telah menemui ajalnya pula.
Kemudian Pendekar Tangan Sakti Yo Han bersama isterinya, Si Bangau Merah Tan Sian Li berkunjung ke
Bukit Naga. Di tempat itu, dengan dibantu oleh isterinya, Yo Han mulai menghimpun kembali perkumpulan
Thian-li-pang.
Para anggota lama yang semula memang tidak setuju dengan kesesatan Thian-li-pang dikumpulkan.
Perkumpulan itu pun didirikan kembali dengan jumlah anggota yang kecil. Akan tetapi di bawah bimbingan
Yo Han, Thian-li-pang dalam waktu yang singkat telah bangkit kembali menjadi perkumpulan para
pendekar pejuang yang terkenal bersih dan di kemudian hari, Thian-li-pang akan memegang peran penting
dalam perjuangan rakyat menentang kekuasaan penjajah Mancu.
Seperti tercatat dalam sejarah, setahun lebih kemudian, yaitu pada tahun 1796, Kaisar Kian Liong
meninggal dunia dan tahta kerajaan Ceng lalu dipimpin oleh Kaisar Cia Cing, putera Kaisar Kian Liong.
Kaisar Cia Cing memerintah selama dua puluh empat tahun (1796-1820), kemudian dilanjutkan oleh
puteranya, Kaisar Tao Kuang (1820-1850).
dunia-kangouw.blogspot.com
Tetapi, semenjak wafatnya Kaisar Kian Liong, kerajaan Mancu mulai kehilangan pamor dan kejayaannya
mulai memudar. Pemberontakan terjadi di mana-mana, ditambah lagi dengan masuknya kekuatan asing
barat (orang kulit putih) yang mulai menancapkan kuku kekuasaan mereka di daratan Cina…..
>>>>> T A M A T <<<<<
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru