Kamis, 18 Mei 2017

Kho Ping Hoo Bukek Siansu 2

Kho Ping Hoo Bukek Siansu 2Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Kho Ping Hoo Bukek Siansu 2
kumpulan cerita silat cersil online
-
Kho Ping Hoo Bukek Siansu 2
Kakek itu terkejut. "Bahaya maut? Apa maksudmu?"
"Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali. Begitu melihat aku, dia mengatakan bahwa
aku terserang hawa beracun dari sebelah dalam dan jika tidak diobati dengan tepat, dalam waktu kurang
dari setahun aku tentu akan mati."
"Hahh...?!" Kakek itu dan semua pembantunya terbelalak kaget memandang dara itu yang bersikap
sungguh-sungguh.
"Dan dia memang benar. Dia mengatakan bahwa setiap tengah malam aku tentu merasa pening dan di
bagian punggung seperti ditusuk-tusuk jarum, kalau pagi kedua kaki pegal-pegal dan sehabis makan tentu
merasa mual hendak muntah. Semua yang dikatakanya itu ternyata tepat sekali, Kongkong."
Berubah wajah kakek itu. Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya, bahkan disayang oleh
pembantunya karena dara inilah yang akan mewarisi seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan
menggantikannya menjadi Ketua Pulau Neraka. Tentu saja mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal
setahun, dia terkejut bukan main dan cepat memandang kepada Sin Liong.
Sin Liong sendiri bengong dan terheran-heran. Akan tetapi ketika dia memandang Soan Cu ketika kakek itu
membalik dan menghadapinya, dia melihat dara itu secara lucu telah mengejapkan mata kirinya, maka
mengertilah dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan cerdik bukan main dalam
usahanya untuk menolongnya!
"Kwa Sin Liong, benarkah cucuku diancam hawa beracun? Benarkah?!"
Melihat sikap Sin Liong meragu karena sukar bagi pemuda itu untuk membohong, maka Soan Cu cepat
berkata lagi, "Kongkong, dia mengatakan bahwa dia dapat memberikan obatnya, akan tetapi dia hanya
mau memberi obat kalau dia dan sumoi-nya dibebaskan dari sini. Terserah kepada Kongkong berat aku
atau berat mereka itu."
Swat Hong sudah hampir membuka mulutnya memaki dara itu yang dia tahu telah berbohong. Dia sendiri
mendengar percakapan mereka dan dara itu sama sekali tidak sakit, bahkan telah memberi obat penolak
binatang beracun kepada Sin Liong, dan menyatakan betapa dara tak tahu malu itu amat suka dan kagum
kepada Sin Liong, maka datang menolongnya. Sekarang dara itu mengatakan hal yang bukan-bukan!
Akan tetapi, ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu, tahulah dia bahwa dara itu kini membohong
untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari Pulau Neraka! Kenyataan ini membuat dia bungkam
kembali. Betapa baiknya dara itu dan betapa akan buruknya dia kalau dia membongkar rahasia gadis itu.
Tentu Sin Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin benci kepadanya. Pikiran inilah yang
membuat dia membungkam dan tidak melanjutkan niatnya untuk membantah Soan Cu.
Hati kakek itu makin bingung. Lenyaplah semua nafsunya untuk menawan Sin Liong dan Swat Hong. Dia
memandang Sin Liong dan bertanya, "Orang muda, benarkah engkau dapat menyelamatkan cucuku?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini Sin Liong yang menjadi bingung. Pemuda ini sama sekali tidak pernah membohong dan hatinya tidak
akan dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia menyangkal kata-kata Soan Cu, sama saja
mencelakakan gadis yang berniat baik kepadanya itu. Maka dia lalu menjawab dengan suara ragu-ragu
dan perlahan, "Aku dapat memberi obat pembersih darah dan penguat tulang kepadanya, Tocu."
"Dan kau menjamin bahwa cucuku tentu akan sembuh dan terhindar dari ancaman maut hawa beracun di
tubuhnya itu?" kakek itu mendesak.
"Kongkong, mengapa tidak percaya kepadanya? Lekas minta obatnya dan engkau yang harus menjamin
bahwa dia dan sumoi-nya tidak akan diganggu," kata Soan Cu.
Kakek berkepala besar itu meraba-raba jenggotnya. "Hemmm,harus ada buktinya dulu. Kwa Sin Liong,
mulai saat ini engkau dan sumoi-mu puteri Han Ti Ong harus tinggal di pulau ini sebagai tamu sambil
menanti hasil pengobatanmu kepada cucuku. Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm, aku tidak akan
mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku sembuh, barulah kita bicara lagi."
Sin Liong mengerutkan alisnya hendak membantah peraturan yang berat sebelah ini, akan tetapi dia
melihat Soan Cu mengedipkan mata kirinya. Maka dia menarik napas panjang dan mengangguk, lalu
berkata, "Harap sediakan alat tulis, biar kulukiskan bentuk daun yang harus dicari."
Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam daun yang mudah dicari dan yang mempunyai khasiat biasa
saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh. Ouw Kong Ek lalu menyuruh seorang pembantunya untuk
mencari daun-daun yang dilukis itu di pulau sebelah Pulau Neraka di mana terdapat banyak tetumbuhan.
Ada pun Sin Liong dan Swat Hong lalu diperlakukan sebagai tamu terhormat, bahkan disediakan dua
kamar yang bersih untuk mereka, dilayani baik-baik dan tentu saja di samping pelayanan ini, para pelayan
yang terdiri dari pembantu-pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga!
"Kuperingatkan kepada kalian agar menanti sampai cucuku sembuh. Lari pun tidak akan ada gunanya bagi
kalian karena perahu-perahu kalian telah kami simpan dan di sekeliling Pulau Neraka tidak akan ada
perahu sebuah pun. Tanpa perahu, bagaimana kalian akan dapat meninggalkan pulau ini?" demikinan
pesan Ouw Kong Ek sebelum dia meninggalkan dua orang itu sehingga Swat Hong menjadi mendongkol
sekali dan hampir saja dia memaki-maki ketua itu kalau tidak ditahan oleh Sin Liong yang memegang
lengannya.
Setelah ketua itu meninggalkan mereka berdua di dalam pondok di mana mereka tinggal untuk sementara,
Sin Liong menegur sumoi-nya, "Sumoi, mengapa kau bersikap seperti itu?"
"Suheng, aku tidak menyangka sama sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal alim kini bermain gila
dengan gadis puteri ketua Pulau Neraka. Huhh!"
Sin Liong mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada sumoi-nya. Hatinya bertanya, mengapa
sumoi-nya memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut paut dengan sumoi-nya?
"Sumoi, engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu melakukan hal itu demi menolong kita. Siapakah
yang main-main dengan dia?"
"Hemm, apa kau kira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan sengaja mendatangi kamar
tahananmu untuk merayumu?"
"Sumoi! Jadi sudah selama ini kau berada di sini? Dan kau diam saja? Sumoi, mengapa kau menyangka
yang bukan-bukan? Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya itu, tentu kau tahu juga bahwa dia datang
untuk memberi obat penolak binatang-binatang berbisa. Sumoi, kita semestinya berterima kasih
kepadanya. Dia bermaksud baik, bahkan tidak segan-segan membohong kepada Kongkong-nya demi
keselamatan kita."
"Ya, ya, memang dia baik sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?"
"Sumoi..., harap jangan marah. Dia adalah seorang gadis yang bernasib buruk sekali, ibunya meninggal
ketika melahirkan dia, ayahnya pergi entah ke mana dan sampai kini belum kembali..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang patut dikasihani, tidak seperti aku..." dan Swat Hong lalu
menelungkupkan muka di atas meja dan menangis!
Sin Liong terkejut. Beberapa kali ia hendak memegang lengan sumoi-nya akan tetapi ditahannya
tangannya. "Aihh... Sumoi, engkau pun bernasib buruk, dan aku merasa kasihan sekali kepadamu. Karena
aku merasa kasihan, maka aku menyusulmu. Sumoi, diamlah, jangan menangis. Apakah Sumoi telah
bertemu dengan Ibumu?"
Swat Hong seketika berhenti menangis, mengangkat mukanya yang basah air mata dan memandang
kepada Sin Liong. Pemuda itu merasa kasihan sekali, lalu mengeluarkan sapu-tangannya dan mengapus
air mata yang membasahi muka gadis itu.
"Suheng...apa maksudmu? Apa yang terjadi dengan dia? Bukankah ibu berada di Pulau Es dan aku sudah
mewakilinya?" mendengar tentang ibunya, seketika lupalah Swat Hong akan kemarahan dan kedukaan
hatinya sendiri.
"Ibumu juga telah pergi meninggalkan Pulau Es...," dengan singkat Sin Liong lalu menceritakan apa yang
terjadi setelah gadis itu lari pergi dari Pulau Es, betapa ibunya juga pergi, tidak mau disuruh tinggal di
Pulau Es setelah puterinya membuang diri ke Pulau Neraka. "Sumoi, ketika aku tidak melihatmu di sini,
tadinya aku mengharapkan karena engkau sudah bertemu dengan ibumu. Jadi engkau belum bertemu
dengan ibumu?"
Gadis itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala, wajahnya kelihatan muram mendengar akan
kepergian ibunya.
"Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?" Sin Liong termenung dan diam-diam dia pun merasa
prihatin sekali akan nasib wanita itu.
Tiba-tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju, mukanya agak pucat ketika dia berkata, "Aku mau pergi
dari sini sekarang juga! Aku harus mencari ibu sampai ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau Es!
Aku tidak akan sudi menggantikan ibu di Pulau Neraka ini pula. Bukankah ibu sudah meninggalkan Pulau
Es sehingga percuma saja aku mewakilinya?"
"Nanti dulu, Sumoi. Kau tidak bisa pergi begitu saja, tentu mereka akan menghalangimu!"
"Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan kubunuh!"
"Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita mencari permusuhan dengan mereka yang berjumlah banyak? Bukan
soal takut atau tidak takut, akan tetapi mereka adalah manusia-manusia yang bernasib buruk sekali,
dipaksa tinggal di tempat seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh dibilang senasib dengan ibumu dan
denganmu sendiri. Selain itu ke manakah kita harus mencari ibumu? Kalau kita berbaik dengan mereka,
bukankah kemudian mereka dapat membantu kita mencari? Dengan tenaga banyak orang kukira akan
lebih mudah mencari ibumu yang tidak jelas ke mana perginya itu."
Swat Hong dapat dibujuk dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil mengerutkan alisnya dengan
wajah muram. Betapa pun juga, setelah dia sadar bahwa cemburunya terhadap suheng-nya dan Soan Cu
tidak berdasar, kini terasalah olehnya betapa hatinya sesungguhnya merasa lega dan senang karena dapat
bertemu dan berkumpul dengan suheng-nya, apa lagi di tempat yang berbahaya ini.
Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum ‘obat’ yang terbuat dari daun-daun seperti yang
dilukiskan oleh Sin Liong. Setiap hari kakeknya bertanya dan dia menjawab bahwa penyakit yang
dideritanya, rasa nyeri seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsur-angsur sembuh! Girang bukan main
hati kakek itu, akan tetapi hati Swat Hong yang mendongkol melihat betapa Soan Cu seolah-olah mengulur
waktu ‘penyembuhannya’!
Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu mendatangi pondok tempat tinggal Sin Liong dan Swat
Hong. Dua orang muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di depan pondok dengan hati tidak
sabar, menanti berita kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka menyambut ketua Pulau Neraka dan
cucunya itu dengan penuh harapan karena melihat betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri.
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah tiba di depan mereka, Soan Cu segera berkata, "Sin Liong, Kakek merasa berterima kasih sekali
kepadamu dan menyetujui kau melanjutkan pengobatan dengan menggunakan sinkang!"
"Apa...?!"
Akan tetapi kata-kata Sin Liong yang bingung dan tidak mengerti itu segera diputus oleh Soan Cu,
"Bukankah dulu kau katakan, setelah beberapa hari minum obat penawar racun, kau akan melenyapkan
sama sekali hawa beracun itu dengan menggunakan sinkang menyedot ke luar hawa itu dari
punggungku?"
Ouw Kong Ek tertawa. "Orang muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah kupercaya penuh, tentu
aku tidak mengijinkan pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu, maka silakan. Mudahmudahan
saja dalam waktu singkat cucuku akan sembuh sama sekali." Setelah berkata demikian, kakek itu
membungkuk ke arah Sin Liong dan Swat Hong, lalu meninggalkan cucunya.
"Soan Cu, apa maksudmu?" Sin Liong segera berbisik menegur.
"Huh, tentu ingin berduaan denganmu di dalam kamar, apa lagi?" Swat Hong mengejek.
"Hushhh, harap kalian jangan ribut-ribut," bisik Soan Cu. "Mari kita masuk ke kamar dan bicara." dia
menggandeng tangan Sin Liong dan diajaknya masuk.
Melihat Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata, "Sumoi, marilah."
"Aku tidak sudi menggangu kalian!"
"Aih Enci Hong, mengapa begitu? Yang hendak kubicarakan adalah kepentingan kalian berdua. Marilah,"
kata Soan Cu.
Agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak pernah mengerti apa yang diejekkan oleh Swat Hong.
Agaknya cara hidup di Pulau Neraka membuat dia kurang mengerti akan tata susila sehingga tak pernah
merasa melanggar sesuatu biar pun dia memasuki kamar berdua dengan seorang pemuda. Sambil
bersungut-sunggut menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah menduga yang bukan-bukan, Swat
Hong ikut masuk.
"Aku memang berpura-pura, mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini karena aku mendengar
bahwa Kongkong dan para pembantunya tidak ingin membebaskan kalian setelah aku sembuh."
"Keparat! Kongkong-mu memang bukan manusia baik-baik! pantas menjadi ketua di Pulau Neraka! Aku
akan menemuinya!"
"Hushhh, Sumoi. Bersabarlah, dan mari kita dengar kata-kata Soan Cu."
Dengan muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang wajah Soan Cu. Wajah yang manis sekali,
pikirnya, manis dan polos. Pantaslah kalau andai kata Sin Liong jatuh cinta kepada gadis ini, pikirnya lagi
dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir.
"Kongkong telah berjaga-jaga dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga kalau-kalau kalian melarikan
diri. Berbahaya sekali."
"Habis bagaimana baiknya, Soan Cu?"
"Ada jalan," kata dara yang lincah dan cerdik itu. "Menurut pendengaranku ketika Kongkong merundingkan
di kamar rahasia bersama para pembantunya yang paling dipercaya, Kongkong tidak berniat buruk kepada
kalian. Setelah kau dapat menyembuhkan aku, maka Kongkong membutuhkan engkau sebagai ahli
pengobatan di pulau ini. Dia hendak menahanmu agar kau dapat mengobati setiap penghuni yang
terserang penyakit. Ada pun Enci Hong ditahan di sini sebagai sandera, untuk menahan kekuasaan Pulau
Es."
"Keparat...!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Jangan marah, Enci Hong. Kurasa kita harus menghadapi Kongkong yang berwatak kasar dengan sikap
dan akal halus. Kalau aku sudah sembuh, yaitu kalau kunyatakan bahwa aku sudah sembuh sama sekali,
sedikit banyak Kongkong tentu akan berterima kasih. Kemudian Liong-ko...heh, Sin Liong mengajarkan
Kongkong mengenal daun obat-obatan dengan janji akan membebaskan kalian. Kurasa Kongkong akan
mau menerimanya karena sebenarnya yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang ilmu pengobatan itu.
Dengan demikian, kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan dianggap sebagai sahabat dan
penolong. Bagaimana?"
"Kurasa baik juga akal ini," kata Sin Liong.
"Hemm, terserahlah. Akan tetapi jangan ada akal bulus di balik semua ini!" Swat Hong mengancam.
Soan Cu menarik napas panjang. "Enci Hong, harap jangan mencurigai aku. Aku sudah menyesal sekali
menjadi seorang yang terlahir di tempat ini. Aku ingin melanjutkan cita-cita Ayah-bundaku yang kabarnya
dahulu juga selalu berusaha agar penghuni Pulau Neraka tidak menjadi orang liar yang tidak mengenal
prikemanusiaan," setelah berkata demikian, Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu dengan muka tunduk.
"Seorang anak yang baik...," Sin Liong memuji sambil memandang tubuh dara itu yang melangkah pergi
meninggalkan pondok.
"Maksudmu, seorang dara yang cantik dan berbudi!"
Tanpa menoleh Sin Liong mengangguk. "Memang, dia cantik dan berbudi."
“Huh! Sudah kusangka demikian!"
Sin Liong menoleh kaget dan memandang wajah sumoi-nya. "Sumoi, apa maksudmu?"
Swat Hong membuang muka. "Hemm, tidak apa-apa. Begitulah!" lalu dia lari memasuki kamarnya,
membanting daun pintu keras-keras.
Sin Liong menggeleng kepalanya. Makin tidak mengerti dia akan sikap wanita pada umumnya, dan saat itu
sikap Swat Hong khususnya. Juga sikap Soan Cu yang amat aneh, kalau mengingat bahwa dia adalah
cucu ketua Pulau Neraka yang berwatak aneh dan kejam.
Semua terjadi seperti direncanakan oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh sama sekali dan Sin
Liong bersama Swat Hong menghadap ketua untuk minta pembebasan, Ouw Kong Ek malah
menggelengkan kepalanya.
"Kwa Sin Liong, kami berterima kasih sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu itu,
kami tidak akan menggangu kalian, bahkan menganggap kalian sebagai orang-orang berjasa. Akan tetapi,
terpaksa kami tidak dapat membebaskan kalian karena kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli
pengobatan di pulau ini. Maka, harap kalian suka mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggallah di sini dan
menjadi orang-orang terhormat, menjadi pembantuku yang paling baik," kata Ouw Kong Ek.
"Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para penghuni Pulau Neraka. Akan tetapi sungguh tidak
adil kalau menyuruh kami tinggal di sini selamanya, apa lagi amat tidak adil bagi Sumoi. Betapa pun juga,
karena aku mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini saja. Aku akan
sementara waktu tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan kepada Tocu, akan tetapi kuminta agar
Sumoi sekarang juga dibebaskan, diberi sebuah perahu agar Sumoi dapat pergi lebih dahulu meninggalkan
Pulau Neraka. Ada pun aku sendiri, kalau Tocu sudah mengenal semua daun dan bahan pengobatan, baru
aku akan pergi dari sini. Bagaimana?"
Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang duduk di sebelahnya dan
menundukan kepala saja.
"Hemmm, boleh juga sumoi-mu pergi. Biar pun dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan jasamu,
biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau... ah, aku sangat mengharapkan agar engkau menjadi...
keluarga kami, orang muda," kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukan
dunia-kangouw.blogspot.com
mukanya yang menjadi merah sekali.
"Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw!" beberapa orang pembantu berkata sambil
tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka.
"Aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Swat Hong berkata lantang. "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu
pengobatan, aku akan tinggal di sini juga sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau... kalau ada pengantin di
sini, kalau Suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi saksinya!" ucapan itu sebetulnya dikeluarkan
dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hati Swat Hong, akan tetapi para pembantu Ouw Kong Ek
menyambutnya dengan suara ketawa.
Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan sumoi-nya itu. Ada kesempatan yang amat baik
terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau berbahaya itu, dan kesempatan itu dibuang
begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong. Sekali bilang tidak mau, dipaksa
sampai mati pun tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali.
"Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Aku akan
memberi pelajaran ilmu pengobatan kepada Tocu. Setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi
penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas. Bagaimana?" berkata Sin Liong.
Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dengan alis berkerut. Berkali-kali dia melirik ke arah
cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua. Biar pun tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu
bahwa cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda lain di
Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela kalau pemuda itu
pergi meninggalkan pulau, karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka
dia hanya menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab.
Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melaju maju. Orang ini
kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya kurus kecil dan di lehernya ada
seekor ular merah melingkar. Dia adalah pembantu utama dari Ouw Kong Ek, seorang yang lihai ilmu
kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka yang merupakan
keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es.
Tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang dari Pulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak
melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau Neraka dia memperdalam ilmu-ilmunya dan menjadi orang
ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian
Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama
oleh Ouw Kong Ek.
"Twako (Kakak)," Lo Thong berkata. Tidak seperti lain penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua
mereka Tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak. "Mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua
orang anak-anak ini? Betapa pun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya mereka tunduk kepada
semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri,
boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" kata Lo Thong.
Ouw Kong Ek memandang pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan
yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya, Lo-tee?"
"Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara pemuda She Kwa ini dan Twako. Kalau dalam
pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoi-nya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni
pulau ini seperti kita semua."
"He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suheng-ku kalah oleh ketua kalian? Habis, kalau kemudian
ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring.
"Twako kalah? Ha-ha, mana mungkin?" Lo Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah
pemuda She Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi
meninggalkan pulau ini dengan bebas."
"Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia
dunia-kangouw.blogspot.com
ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara
yang ruwet. Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula. Maka biarlah kita membereskan urusan
ini dengan mengukur kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."
Sin Liong menggeleng kepalanya. "Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk
kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara kekerasan untuk menahan kami berdua selamanya
di pulau ini? Aku sudah bersedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu
membalasnya dengan membebaskan kami.”
"Tidak kita harus saling mengukur kepandaian dulu!" ketua itu berkeras.
Tiba-tiba Swat Hong melompat ke tengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan kepalanya.
"Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau
Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka
kalian!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur.
"Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah.
Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah liar yang sombong ini!" katanya.
"Baik Kongkong." Soan Cu bangkit berdiri dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika
mendengar suara Sin Liong.
"Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?"
Soan Cu meragu, memandang kepada Kongkong-nya, kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia
kembali duduk di tempatnya yang tadi.
"Soan Cu...," kakeknya menegur.
"Kongkong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku."
Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau... kau lebih taat
kepadanya? Ha-ha-ha-ha!"
Dia tertawa karena sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benar-benar telah jatuh cinta
kepada Sin Liong! Sampai-sampai berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin Liong
menghendaki demikian.
Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka
itu, selain agar menang pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada Suheng-nya bahwa dia lebih
pandai dari-pada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata Suheng-nya melarang Soan Cu dan dan putri Pulau
Neraka itu begitu taat!
"Ouw Kong Ek, kalau cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri
Raja Pulau Es!" dia menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan.
Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali bagaimana harus mencegah sumoi-nya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong membuat mukanya merah
dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang bocah
perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri!
"Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang ini" Lo Thong berkata.
Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan, "Akan tetapi cukup beri hajaran saja,
jangan sampai dia terbunuh."
"Baik saya mengerti, Twako," Lo Thong menjawab, lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat
dunia-kangouw.blogspot.com
ke depan Swat Hong.
Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam-diam Sin Liong khawatir sekali. Akan tetapi dia pun tidak dapat
mencegahnya karena maklum, kalau dia melarang Sumoi-nya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka
dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang.
Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata dengan suara mengejek,
"Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh
pergi dari sini?"
"Tidak," jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh pergi,
kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku."
"Setan alas! Siapa takut padamu?!" Swat Hong yang sudah kena dibakar hatinya itu membentak.
"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak.
"Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan
orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan kepandaian aku sendiri, bukan
karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kau keluarkan segala ilmumu!"
"Bocah sombong, sambutlah ini!" Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang
memandang rendah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian
tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya,
mengeluarkan jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkang-nya.
"Wuuuttt... sirrr...! Desss!"
Mula-mula Lo Thong menggerakkan tubuhnya rendah ke bawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak
itu hendak menangkap kaki Swat Hong. Akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya
meluncur dan mencengkeram ke arah pinggang dara itu.
Namun Swat Hong yang usianya belum lima belas tahun itu telah mewarisi inti kepandaian dari ilmu-ilmu
kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan
tangan kanannya. Maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari
samping yang mengenai lengan lawan.
Lo Thong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkang-nya. Gerakannya bukanlah langkah kaki,
melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama
sekali tidak terduga oleh lawan.
"Sumoi, awasilah gerakannya. Ginkang-nya lihai!" Sin Liong berseru.
Diam-diam Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah
mengenal di mana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat
Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat
bukan main. Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya
membuat dia pening karena harus menggerakkan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan.
Namun tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut,
dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk membalas dengan serangan yang tidak kalah
dahsyatnya.
Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum
sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andai kata tadi dia yang maju, dia
akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin bersyukur kepada Sin Liong
yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan kalah
kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang
tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tubuh mereka berdua yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua
bayangan berkelebatan ke kanan-kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang
hebat sekali, akan tetapi sekarang dia berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biar pun
masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak
dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkang-nya yang berdasarkan hawa murni dari im-kang
yang dingin.
Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu silat tangan kosong Jit-cap-ji-seng (Tujuh Puluh Dua
Bintang) yang mempunyai tujuh puluh dua jurus-jurus ampuh. Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum
Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya sediri pun bersumber pada ilmu
silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmuilmu
dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh ilmu silat
yang dimainkan oleh Swat Hong. Pula Lo Thong dahulu belum mempelajari Jit-cap-ji-seng sampai habis,
hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.
Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo
Thong menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan
ketuanya tadi. Kalau dia menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat
marah besar. Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh.
"Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi. Dalam
serangkaian serangan yang tak terduga saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram.
Swat Hong berseru sambil meloncat keatas tinggi sekali, kemudian bagaikan seekor burung walet
tubuhnya sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah melancarkan serangan dengan jurus
Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling ampuh dan yang dulu
dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan main daya
serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah
bergerak mencengkeram kearah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu!
"Hayaaa...!" kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya
dari atas.
Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah. Cepat dia
membuang diri kebelakang sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkang-nya untuk
berguling di atas lantai. Dengan gerakan ini, biar pun pakaiannya kotor terkena debu, namun dia selamat
dan dapat menghindarkan diri dari serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi betapa terkejutnya
melihat dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah
menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan.
"Haiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sinkang-nya.
"Sumoi, jangan...!" Sin Liong berteriak kaget ketika melihat betapa sumoi-nya itu menggunakan tenaga
Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinkang paling ampuh dari Pulau Es!
Untuk melatih diri agar bisa menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di atas
salju tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginnya menyusup tulang! Dan sebagai puteri
Raja Han Ti Ong, tentu saja Swat Hong telah menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk
menyerang selagi lawan terdesak.
"Ciaattt...!!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa serangan itu dengan dorongan
kedua tangannya.
Dua tenaga sinkang bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan akibatnya, Lo Thong
terhuyung ke belakang dan dari ujung bibirnya mengucur darah! Sambil menggereng keras, Lo Thong yang
merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap
menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan
membuat tubuhnya terlempar jauh ke arah tempat duduk Ouw Kong Ek!
dunia-kangouw.blogspot.com
Ketua Pulau Neraka ini marah sekali. Tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu-tahu tubuh Lo
Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut tadi, Ouw
Kong Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa
dadanya lega kembali. Begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang
dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkeram tubuh gadis itu.
Swat Hong terkejut sekali, tidak menyangka bahwa tubuh lawan akan secepat itu melayang kembali ke
arahnya. Maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat
mengelak lagi!
Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong telah berada di dekat sumoi-nya.
Dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoi-nya dan dengan tangan kanan dia menyampok ke atas.
Kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan cepat dia meloncat
ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum
bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong
Ek turun dari kursinya dan melangkah ke tengah lapangan.
"Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong menantang.
"Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu," Sin Liong mencegah sumoi-nya.
"Tidak, aku akan menghadapi sendiri!"
Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah Tocu menantang
sumoi-ku ini? Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoi-ku adalah seorang anak perempuan yang usianya
sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang
seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya
menjadi cucumu, silakan. Kalau Tocu cukup gagah, biarlah aku menerima tantanganmu tadi, mari kita
bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah, terserah kepada Tocu. Kalau aku menang, setelah aku
mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman.
Bagaimana?"
"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak takut!" Swat Hong berteriak-teriak.
Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah. Memang tidak keliru
omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang anakanak
dan perempuan lagi! Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang
seorang anak perempuan kecil!
"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian, Kwa Sin Liong," katanya.
Sin Liong menoleh kepada sumoi-nya. "Nah, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, bukan kau, Sumoi.
Mundurlah."
Swat Hong membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur. Akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw
Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk melayani jago Pulau Neraka yang mana pun juga."
Ouw Kong Ek dan Sin Liong sudah saling berhadapan. Keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolaholah
hendak mengukur dan menilai keadaan lawan dengan pandangan matanya. Melihat sikap pemuda
yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan bebas dari rasa takut mau pun kebencian
dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini, sukar untuk dipercaya
bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti
seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan
menulis huruf indah atau meniup suling.
"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata. Ia ragu-ragu untuk menggunakan kepandaiannya
menyerang orang yang kelihatannya lemah ini.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian ini, maka biarlah aku hanya menjaga diri saja."
Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek
karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali
tidak gentar menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah!
"Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, gerakannya
perlahan saja namun didahului sambaran angin pukulan dari kedua telapak tangannya.
"Wuuttt... wuuttt!!" hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong
ketika kakek itu menggerakkan kedua tangannya memukul.
Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelak sampai berturut-turut enam
kali. Ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan
berikutnya tanpa berhenti sedikit pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar
dahsyat dari segala jurusan! Barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu
ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya.
"Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berasil
menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian
dia menerjang lagi.
Kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak dengan cepatnya,
gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya. Kembali Sin
Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak ke sana-sini dan
hanya kalau terpaksa dia menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan
saja pemuda itu menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu
berhasil menghalau tangan lawan!
Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas
serangan lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya
dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas.
"Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak
memunggut mantu kepadamu?" Swat Hong berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suheng-nya
bertempur seperti orang mengalah saja.
Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah memukul
orang! Dia memang mempelajari silat yang tinggi sekali tingkatannya. Dari kitab-kitab lama yang rahasia
dan tak pernah dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mukjijat, di
antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau
harus memukul orang lain, apa lagi kepada kakek yang sama sekali tidak ada permusuhan apa-apa
dengannya itu.
Kini mendengar ejekan Swat Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya terguncang. Guncangan ini
memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya meleset
dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia
terhuyung ke belakang.
Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda itu membalas
serangannya, mungkin dia akan kalah! Maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung
dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi
penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu
merobohkannya. Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.
"Wuuut-plak-plak! Wuuut-plak-plak!!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali. Setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu
mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkeraman yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong
masih dapat menyampoknya! Bahkan pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir
dunia-kangouw.blogspot.com
balik dua kali dan sudah turun lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi!
Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat dia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat dengan
tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti kitiran saja sehingga kelihatannya
kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul-menyusul melakukan tendangan ke arah bagianbagian
berbahaya dari tubuh Sin Liong.
"Siuut-siutt...! Dess!!" Setelah berhasil mengelak ke kanan-kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa
dia menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan tenaga inti salju.
Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin yang menjalar melalui kaki yang
tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan rasa dingin sudah terusir. Dia memandang
lawannya dengan mata terbelalak lebar. Kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring dan
tubuhnya sudah melayang ke atas, lalu menukik kearah Sin Liong.
Sin Liong terkejut sekali. Dia maklum bahwa serangan terakhir ini bukan main hebatnya. Maka dia pun lalu
berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya
digerakkan di depan tubuhnya.
"Plak-plak... bruukkk!!" tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia bergulingan
beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening.
“Bukan main,” pikirnya.
Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar disambut oleh lawan yang sakti.
Akan tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua
telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras!
"Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk
bertempur, hal yang sama sekali tidak disukainya.
"Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang
gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh.
Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia merasa
heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan
asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak dikenalnya?
Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu
memang bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan
nenek moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari
mulutnya juga menyembur uap hitam yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong.
Sebagai seorang ahli pengobatan, Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu,
maka dia bersikap hati-hati setiap kali ada uap hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan
menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya. Dengan ilmu mukjijat yang didapatnya dari kitab, yaitu
mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang
dimainkan oleh lawannya.
"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi.
Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah
dan dipermainkan, membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga
tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau
balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut oleh Swat
Hong! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu
keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada
pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati, karena menyerang orang merupakan
dunia-kangouw.blogspot.com
hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali.
Terdengarlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus
kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras
dan tubuhnya terguling.
"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini?" kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya
tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan
penuh keheranan.
Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke
lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan
kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan
maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri...."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang
kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong... engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwataihiap
(Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku
sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong!
Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil
berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan
itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham,
kami akan mempersilakan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan
aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha
mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum
kepadamu," sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka
memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kongkong-mu yang sengaja mengalah
kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah.
Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua
orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja. Akan
tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah, dan dia sudah melihat betapa Swat Hong
membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikan tubuh
dan berlari pergi!
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong
melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu. Kemudian dia mencarikan
obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau buah yang
berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya
mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apa
lagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah
menggunakan obat-obat seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa
penolong mereka dan diperlakukan dengan sikap penuh hormat.
Setelah ‘terpaksa’ tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong mendapatkan kenyataan
dunia-kangouw.blogspot.com
bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga mudah saja di
antara mereka terjalin persahabatan yang akrab. Bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terangterangan
tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada
Sin Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu.
Diam-diam Swat Hong menaruh hati kasihan kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati
suheng-nya itu jauh dari-pada cinta! Suheng-nya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara
mereka, juga suheng-nya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu. Dianggapnya
suheng-nya itu terlalu ‘dingin’ dan sudah sering-kali dia sendiri merasa kecewa melihat suheng-nya
sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat!
Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suheng-nya. Sungguh pun dia merasa suka sekali
kepada pemuda itu, namun sebagai seorang dara remaja tentu saja dia merasa tidak puas menyaksikan
sikap pemuda yang ‘dingin’ saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal, tentu
saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan
suka. Bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini, agaknya akan merasa bangga kalau semua orang
laki-laki jatuh cinta kepadanya!
Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong diantar
oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, di mana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap
dengan layar, dayung, dan bekal makanan. Soan Cu mengantar dengan berlinang air mata. Semenjak tadi
dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong.
"Hushhh, apakah kau gila?" demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? Tidak tahukah
kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang menginjakkan kaki ke Pulau Es? Begitu kau tiba di
sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar hukum!"
Sin Liong dan Swat Hong juga melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang menghadapi
mala-petaka, bahkan dia bersama suheng-nya sedang berusaha mencari ibunya. Selama tiga bulan ini,
Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke
pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni
Pulau Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es.
Setelah perahu yang ditumpangi Sin Liong dan Swat Hong pergi jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya
menangis. "Kongkong, aku pun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka
tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang
pergi mencari ibunya!"
Kongkong-nya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu
kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia tahu, bahwa cucunya telah mulai
dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka.
Dia maklum bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan kalau
hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apa lagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah lenyap dan
satu-satunya orang yang selama ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu.
Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang
berdebar. Mereka sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong,
namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan
mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku untuk
mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah
mendekati Pulau Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapa pun marahnya, aku percaya bahwa
Suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang
berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam dari-pada racun yang paling
jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudahlah,
kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan
saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku
tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua."
"Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekali pun?"
"Menghadapi siapa saja, karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa pun."
"Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. Mari kita mendarat."
Hati Swat Hong makin tegang dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni
Pulau Es yang kebetulan berada di situ segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti
ketika dia dan suheng-nya memanggil mereka. Makin tidak enak perasaan mereka, namun dengan tenang
Sin Liong mengajak sumoi-nya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti
Ong dan bertanya tentang Liu Bwee.
Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-lari datang bersama
permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya
berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya dengan girang melihat dia pulang. Akan
tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong
menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak, "Manusia-manusia rendah! Kalian masih
berani menginjakkan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? Keparat!"
"Ayah...!!"
“Suhu...!!"
"Plak! Plak!!" tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan kilat telah
menampar mereka.
Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda
yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu. "Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian
berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga
Han! Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!"
"Ayahhh... apa... apa yang terjadi...? Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!"
"Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong yang berlutut itu menangis
sesenggukan.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!" suara Sin Liong ini mengandung wibawa sedemikian hebatnya sehingga Han Ti Ong sendiri
sampai terkejut dan menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri puterinya.
Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong ragu-ragu.
Teringatlah dia akan keadaan dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong The Kwat Lin,
menyuruhnya berhenti untuk menguburkan mayat-mayat. Seperti itu pula kekuatan mukjijat yang keluar
dunia-kangouw.blogspot.com
dari sepasang mata itu. Sepasang mata yang sedikit pun tidak membayangkan takut, atau marah, atau
kekerasan, hanya membayangkan kelembutan yang mengharukan.
"Suhu, harap suhu bersabar dulu. Sungguh tidak adil sekali menjatuhkan hukuman tanpa memberi-tahu
kesalahan orang, sungguh pun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri."
Bangkit kembali marah Han Ti Ong. "Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya? Kau masih berpura-pura lagi? Dia
pergi tanpa pamit, hal itu masih belum apa-apa. Akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi
sampai berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian tidak tahu malu dan menodakan nama baik keluarga
Kerajaan Han!"
Diam-diam Sin Liong terheran, mengapa Suhu-nya berubah seperti ini? Tentu saja dia tidak tahu betapa
para keluarga yang membenci Liu Bwee telah menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa
penghukuman atas diri Liu Bwee itu untuk membakar hati raja ini, terutama sekali melalui mulut permaisuri!
"Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan. Aku memang pergi dan bertemu dengan Suheng, akan tetapi
apakah salahnya dengan itu?"
"Hemm, apa, salahnya, ya? Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan seorang dara berdua saja sampai
hampir setengah tahun lamanya? Mungkinkah tidak akan terjadi apa-apa antara kalian di tempat sunyi dan
hanya berdua saja?! Hem... hemmm... siapa percaya tidak akan terjadi apa-apa yang kotor?" ucapan ini
keluar dari mulut permaisuri The Kwat Lin yang tersenyum mengejek.
"Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka. Mengapa ributribut?"
tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru berusia kurang lebih delapan tahun itu berkata dengan
suara nyaring.
"Hussshhh! Tutup mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut, tapi memandang
kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang mata mengejek.
Hampir saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang didengarnya. Ayah dan ibu tirinya menuduh dia
berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri
dan meloncat bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya, "Ayah!
Mengapa ada fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah. Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan...."
"Plak! Desss!!" tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena tamparan dan pukulan
tangan ayahnya sendiri.
"Suhu, ini tidak adil sama sekali!"
"Plak! Desss!!!" tubuh Sin Liong juga terjungkal.
Akan teapi pemuda ini sudah meloncat bangun kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini dia
memandang tajam kepada Han Ti Ong. "Suhu, andai kata Suhu memukul teecu sampai mati sekali pun,
sudah sepatutnya karena teecu hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan dari Suhu
dan teecu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetapi, Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging
suhu sendiri! Mengapa Suhu begitu tega? Di manakah rasa kasih di hati Suhu?"
"Keparat!" Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat betapa Sin Liong berani
menentangnya untuk membela Swat Hong, makin besar pula kepercayaannya akan desas-desus bahwa
puterinya main gila dengan muridnya ini. "Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang lain, aku
tidak akan peduli apa yang dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka aku
perlu menghajarnya!"
"Hemmm, begitukah cinta di hati Suhu? Cinta Suhu siap untuk berubah menjadi kemarahan, kebencian
yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu tidak menyenangkan hati Suhu? Itu bukan cinta,
Suhu! Suhu hanya mementingkan diri sendiri. Kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekali pun akan
Suhu perlakukan dengan baik. Akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!"
"Plak-plak! Dess...!" kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan hidungnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!" Swat Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suheng-nya.
"Anak durhaka, murid murtad!”
“Dess!" kini Swat Hong yang mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu.
Masih untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya berniat menghajar dan menghukum, kalau
berniat membunuh, tentu mereka sudah tak benyawa lagi. Saking marahnya, biar pun melihat murid dan
puterinya sudah beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan hidung mengeluarkan darah
serta muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja menghajar mereka.
"Ongya, harap ampunkan mereka...." Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama berlutut di depan Raja
yang marah ini dan menyabarkan hatinya.
Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah, mata terbelalak dan muka merah sekali. Dia menjadi
hampir putus napas saking marahnya. "Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!"
katanya.
"Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa diadili lebih dulu. Harap Ongya ingat
akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal semenjak ratusan tahun," kata seorang pembantu
yang sudah berusia lanjut.
Han Ti Ong menghela napas panjang dan dia teringat. Sebetulnya dia sedang berada dalam keadaan duka
dan kecewa. Duka mengingat akan istrinya, Liu Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya
karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu. Kecewa karena serangkaian peristiwa yang tidak
menyenangkan hatinya, mengganggu ketenteraman hidupnya di Pulau Es.
"Anak durhaka, untung engkau belum kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang
akan kau katakan!"
Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu Sumoi-nya bangkit duduk.
Bahkan tanpa mempedulikan keadaan dirinya sendiri, dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka
sumoi-nya, kemudian menarik sumoi-nya untuk berlutut di depan raja yang sedang marah itu.
"Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu...," bisiknya.
"Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah Ibu lenyap tak berbekas dan akan dibunuhnya... tentu akan
puas hatinya... hu-hi-huuukkk...." Swat Hong menangis terisak-isak.
Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh juga rasa hati Raja Han Ti Ong. "Sin Liong, hayo ceritakan apa
yang terjadi! Kami semua menuduh kalian berdua selama berbulan-bulan dan tentu kalian telah melakukan
perbuatan yang tidak senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohong, akan kubunuh kau sekarang
juga!"
"Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu tidak membohong sekali pun,
teecu menyerahkan nyawa teecu kepada Suhu. Sebetulnya, ketika melihat Sumoi pergi membuang diri ke
Pulau Neraka dan melihat Subo juga pergi, teecu merasa kasihan dan berkhawatir sekali. Maka teecu
diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka...." Kemudian dengan panjang lebar dan jelas Sin
Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan mengapa mereka sampai berbulanbulan
berada di pulau itu.
Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya dia percaya kepada muridnya ini. Tidak ada seorang pun di
dunia ini yang dapat membohong dengan sikap seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya
tidak berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar betapa Pulau
Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera!
"Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?!" bentaknya kepada dara yang masih menangis sesenggukan itu.
"Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku
dunia-kangouw.blogspot.com
dan Suheng berbohong, boleh bunuh seribu kali juga tidak apa."
Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah-bundanya. Pula dia memiliki watak keras,
tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap berani dan menantang!
"Siapkan pasukan tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!" Raja itu memerintah kepada
pembantunya dengan suara marah.
Pada hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke Pulau Neraka! Dapat
dibayangkan betapa kagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es yang
dipimpin oleh Raja Han Ti Ong sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, tapi dalam
belasan jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es
itu berada di Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek
menceritakaan keadaan sebenarnya, tepat seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin
Liong.
Maka mulailah raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu menghajar, bahkan hampir saja
membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya tidak berdosa. Mulailah dia teringat bahwa
kemarahannya itu timbul karena bujukan dan kata-kata yang membakar dari permaisurinya. Dia menjadi
marah sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di Pulau Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai
hukuman telah berani menahan puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan
pengobatannya, dihancurkan dan dibakarnya!
Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Han Ti Ong memimpin pasukannya meninggalkan Pulau
Neraka, meninggalkan para penghuni yang banyak menderita luka lahir batin itu. Dalam sekejap raja ini
telah menanamkan dendam yang makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka. Sepekan
kemudian, barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es.
Wajah raja ini seketika pucat setelah dia mendengar berita yang lebih hebat dan mengejutkan lagi, yaitu
bahwa sehari setelah dia dan pasukannya berangkat, permaisuri dan pangeran telah pergi meninggalkan
Pulau Es! Dan hingga kini belum pulang. Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat
kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta benda berupa emas dan
permata yang disimpan di dalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan bahwa
permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat!
"Mengapa tidak kalian larang mereka pergi? Mengapa? Sin Liong, engkau muridku, mengapa engkau
mendiamkan saja mereka pergi membawa pusaka-pusaka kita?" dalam bingung dan marahnya dia
menegur Sin Liong.
"Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul ke Pulau Neraka.
Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak ada yang mengira bahwa Subo takkan kembali,
dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap maafkan teecu."
Han Ti Ong membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi dia memeriksa
dan melihat kehilangan pusaka Pulau Es. Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong
dan Swat Hong melihat perubahan hebat terjadi pada diri raja sakti ini. Wajahnya menjadi suram dan
gelap, sepasang mata yang biasanya bersinar dan berpengaruh itu menjadi redup seperti lampu
kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak berubah putih hampir
seluruhnya.
Suaranya tidak bersemangat ketika berkata, "Sin Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan aku..."
"Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka.
"Ayah... jangan berkata begitu, Ayah...!" Swat Hong meloncat menubruknya.
Ayah dan anak itu saling berangkulan dan Sin Liong makin menundukkan mukanya ketika mendengar
Suhu-nya menangis mengguguk seperti anak kecil! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai kembali hatinya
dia mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong menyusuti air matanya dan
berlutut di dekat Sin Liong.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku telah berdosa. Sekarang baru aku tahu... aku telah berdosa. Mungkin sekali... tidak, aku yakin
sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya terkena fitnah... Aih, apa yang telah
kulakukan? Dan aku hampir saja membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anakku. Orang macam apa
aku ini? Dan aku mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada cinta di
dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya nafsu birahi sehingga mudah saja aku dipermainkan oleh wanita
itu. Aihhhh... kalian maafkan aku. Swat Hong, hanya satu pesanku kepadamu, anakku. Kau... kau jadilah
jodoh Sin Liong. Jadilah kalian suami istri, baru akan terobati hatiku...."
"Suhu...!"
"Ayah...!"
"Muridku... anakku..., maukah kalian melegakan hatiku? Aku ingin menebus kesalahanku... Aku ingin
melihat kalian menjadi suami istri, kalian anak-anak malang..."
"Suhu, teecu mohon ampun. Teecu.. tidak ada dalam hati teecu untuk memikirkan soal jodoh...."
"Ayah, mengenai jodoh tidak dapat ditentukan begitu saja. Biarkan kami menentukannya sendiri."
Han Ti Ong menarik napas panjang, memejamkan mata sebentar, kemudian bangkit berdiri. Ia
membalikkan tubuh dan berjalan memasuki kamarnya meninggalkan dua orang muda yang masih berlutut
itu. Semenjak saat itu, sampai berhari-hari lamanya, Raja itu tidak pernah keluar dari kamarnya sehingga
membuat gelisah semua pembantunya.
Keadaan di Pulau Es tidak seperti biasa, semua penghuni dapat merasakan ini. Semenjak terjadinya
peristiwa yang memalukan dan menyedihkan menimpa keluarga Raja Han Ti Ong, keadaan Pulau Es sunyi
dan semua wajah para penghuni kelihatan muram. Bahkan cuaca juga seolah-olah berubah suram, seringkali
malah menjadi gelap oleh mendung tebal. Hati semua orang merasa gelisah tanpa mereka ketahui
sebabnya, seolah-olah merupakan tanda rahasia bahwa akan terjadi hal-hal lebih hebat lagi.
Peristiwa menyedihkan yang menimpa Han Ti Ong bisa menimpa diri setiap orang, dan memang kita
sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar kesenangan sama artinya dengan memanggil
kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal akan keadaan yang lebih baik, lebih menyenangkan dari-pada
keadaan seperti apa adanya. Kita tidak pernah membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat ini,
tidak dapat melihat bahwa saat ini mencakup segala keindahan.
Dengan membandingkan keadaan kita dengan keadaan lain, kita selalu menganggap bahwa keadaan
buruk tidak menyenangkan, dan kita selalu memandang jauh kedepan, mencari-cari dan menghayalkan
yang tidak ada, keadaan yang kita anggap lebih menyenangkan. Karena kebodohan kita inilah maka kita
hidup dikejar-kejar oleh kebutuhan setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan.
Kebutuhan adalah keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejar-kejar. Lupa bahwa kalau
yang satu itu dapat tercapai, di depan masih menanti seribu hal lain yang akan menjadi keinginan dan
kebutuhan kita selanjutnya. Maka, berbahagialah dia yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti
menolak segala kesenangan, melainkan tidak mengejar apa-apa, sehingga kalau ada sesuatu yang datang
menimpa diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan dihadapi sebagai suatu yang
sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah keindahan yang murni!
Demikian pula keadaan Raja Han Ti Ong. Dia seorang yang sakti dan bijaksana namun tiba saatnya dia
lengah dan menganggap bahwa dia menemukan kebahagiaan dalam diri The Kwat Lin. Padahal yang dia
temukan hanyalah kesenangan yang timbul dari kenikmatan badani, dari terpuaskannya nafsu. Dia seolaholah
hidup di alam khayal, di alam mimpi. Setelah dia sadar dari mimpi, terasa bahwa yang manis menjadi
pahit bukan main, baru sadar bahwa perubahan dari senang ke susah sama mudahnya dengan
membalikkan telapak tangan! Dan menang kalah, suka dan duka hanyalah dwi muka (kedua muka) dari
sebuah tangan yang sama!
Perahu kecil itu terayun-ayun ke kanan-kiri, seperti menari-nari karena tidak dikuasai oleh layar mau pun
dayung, melainkan sepenuhnya dikuasai oleh air laut yang tenang. Dua orang yang duduk di perahu itu
seperti dua buah arca, diam dan pandang mata mereka melayang jauh ke kaki langit, melayang-layang di
dunia-kangouw.blogspot.com
permukaan laut seperti mencari-cari sesuatu yang hilang.
Dan memang pikiran Sin Liong dan Swat Hong, dua orang di perahu itu, sedang mencari-cari jawaban
pertanyaan hati mereka sendiri. Pulau Es hanya kelihatan sebagai sebuah garis putih mendatar dekat kaki
langit. Mereka berangkat pagi-pagi meninggalkan Pulau Es, setelah tiba di tempat jauh yang sunyi ini,
mereka menggulung layar dan membiarkan perahu mereka dibuai gelombang kecil. Mereka sudah lama
berdiam diri seperti itu, dibuai oleh lamunan masing-masing, lamunan yang timbul karena keadaan di Pulau
Es yang menyedihkan.
"Suheng...," suara panggilan Swat Hong ini lirih saja, namun karena sejak tadi mereka tidak mendengar
suara apa-apa, maka suara panggilan ini seolah-olah mengandung getaran hebat yang memenuhi seluruh
ruang kesunyian.
Sin Liong menoleh dan dia pun seolah-olah baru sadar dari alam mimpi. "Hemmm...?" jawabannya masih
ragu-ragu.
"Suheng mengajakku meninggalkan pulau, setelah tiba di sini, mengapa suheng tidak lekas bicara
melainkan melamun saja?"
"Aku terpesona akan keindahan alam yang sunyi ini, Sumoi...."
"Aku pun tadi terseret, Suheng. Akan tetapi melihat batu karang menonjol di depan itu, aku tersadar.
Apakah aku akan menjadi setua batu karang itu yang kerjanya hanya termenung di tempat sunyi? Suheng,
kau tadi bilang bahwa engkau mengajakku ke tengah laut untuk membicarakan urusan kita. Mengapa
harus ke sini?”
"Engkau sudah mengerti sendiri. Fitnah yang dilontarkan kepada kita, bahwa ada terjadi sesuatu yang
rendah di antara kita, membuat aku merasa tidak enak kalau mengajak kau bicara berdua saja di tempat
sunyi di atas pulau itu. Dapat menimbulkan prasangka yang bukan-bukan. Karena itulah maka kuajak ke
sini, agar kita dapat bicara dengan tenang dari hati ke hati tanpa ada yang mendengar dan melihat. Pula,
kuharap di tempat yang sunyi ini, yang membuat kita seolah-olah berada di dalam alam lain, kita akan
menemukan ilham..."
Swat Hong tertawa. Timbul kembali kegembiraan dara ini setelah dia tidak berada di Pulau Es yang
membuat dia selama ini ikut muram dan berduka. "Wah, Suheng! Kadang-kadang kau bicara seperti
seorang pendeta saja! Apa sih yang akan dibicarakan sampai-sampai kau membutuhkan ilham segala?"
"Mari kita bicara tentang cinta, Sumoi."
Wajah dara muda jelita itu terheran. Matanya memandang terbelalak dan perlahan-lahan kedua pipinya
menjadi agak kemerahan. "Aihh... apa maksudmu, Suheng?"
Sin Liong menarik napas panjang, dan menyentuh tangan sumoi-nya. "Perlukah aku menjelaskan lagi?
Suhu, Ayahmu sedang dilanda duka dan kedukaannya yang terakhir kali ini adalah menyangkut hubungan
antara kita. Suhu menghendaki agar kita berjodoh, dan kita secara jujur telah menyatakan tidak setuju akan
kehendaknya itu. Dan memang kita benar, Sumoi. Perjodohan tidak bisa ditentukan begitu saja, karena
perjodohan merupakan hal gawat bagi seseorang, akan melekat selama hidupnya. Akan tetapi bagaimana
kita tahu kalau hal ini tidak kita bicarakan secara terus terang? Maka, agar kita dapat mengambil keputusan
yang tepat tentang kehendak Suhu ini, marilah kita bicara tentang cinta!"
"Hemm, bicaralah. Aku tidak tahu apa-apa," kata Swat Hong yang tentu saja merasa malu untuk bicara
tentang hal yang asing baginya itu.
"Swat Hong, apakah kau cinta kepadaku?"
Dara itu makin merah mukanya. Tak disangkanya bahwa suheng-nya akan bertanya secara langsung
seperti itu sehingga dia merasa seperti diserang dengan tusukan pedang yang amat dahsyat! Dia
mengangkat muka memandang suheng-nya dengan bingung. "Aku... aku... ah, aku tidak tahu...," dan dia
menundukan mukanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sumoi, sudah sering aku melihat sikapmu yang aneh. Engkau marah-marah ketika kita berada di Pulau
Neraka. Engkau cemburu melihat Soan Cu berbuat baik kepadaku, dan kau tidak senang melihat
kongkong-nya hendak menjodohkan Soan Cu dengan aku. Sumoi, aku tidak tahu apa cemburu itu
tandanya cinta? Akan tetapi, jawablah demi pemecahan persoalan yang kita hadapi ini. Cintakah kau
kepadaku?"
Disinggung-singgung tentang sikapnya di Pulau Neraka yang jelas menandakan rasa cemburunya, Swat
Hong menjadi makin malu. Dicobanya untuk menjawab, akan tetapi begitu dia bertemu pandang dengan
suheng-nya, dia menjadi makin malu dan ditutupinya mukanya dengan kedua tangan. Kepalanya digelenggelengkan
dan dia berkata, "Aku tidak tahu... aku tidak tahu...! Kau saja yang bicara, Suheng. Kau saja
yang menjawab apakah kau cinta padaku atau tidak!"
Dan kini Swat Hong menurunkan kedua tangannya, sepasang matanya yang bening itu kini dengan penuh
selidik menatap wajah Sin Liong!
Sin Liong menarik napas panjang. "Itulah yang membingungkan hatiku selama ini, Sumoi. Mau bilang tidak
mencintaimu, buktinya aku suka kepadamu. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa aku cinta padamu, sulit
pula karena aku sendiri tidak tahu bagaimana sesungguhnya cinta itu. Apakah seperti cintanya suhu
terhadap ibumu yang berakhir dengan peristiwa menyedihkan itu? Ataukah seperti cintanya ibumu kepada
Suhu? Ataukah seperti cintanya The Kwat Lin dan Suhu? Hemm, mengapa semua cinta itu demikian palsu
dan mengakibatkan hal yang amat menyedihkan? Aku menjadi ngeri melihat cinta macam itu, Sumoi."
Swat Hong memandang heran. "Ahhh, aku tidak pernah memikirkan cinta seperti yang kau kemukakan ini,
Suheng."
"Mudah saja. Lihat saja apa yang terjadi antara Suhu, ibumu, dan The Kwat Lin. Seperti itukah cinta?
Hanya mendatangkan cemburu, kemarahan, kebencian, dan permusuhan hebat. Apakah itu cinta? Kalau
seperti itu, aku ngeri dan aku tidak berani berlancang mulut menyatakan cinta kepada siapa pun, Sumoi.
Karena kalau hanya seperti itu akibatnya, maka cinta yang kunyatakan hanyalah merupakan kembang bibir
belaka, hanya cinta palsu belaka. Bayangkan saja, Sumoi. Di antara kita berdua, sejak kecil sampai
sekarang menjelang dewasa, tidak pernah ada pertentangan dan tidak pernah ada urusan apa-apa. Akan
tetapi, setelah kita berdua mengaku cinta, lalu timbul soal-soal ceburu, kecewa dan lain-lain. Apa lagi
setelah menjadi suami istri...hemm, betapa mengerikan kalau melihat contoh yang kita saksikan di Pulau
Es ini."
Swat Hong menunduk dan tak mampu menjawab. Persoalan yang diajukan oleh Sin Liong itu terlampau
berat baginya, sulit untuk dimengerti. Baginya sebagai seorang wanita, dia haus akan cinta kasih, akan
perhatian, akan pemanjaan dari seorang pria yang menyenangkan hatinya, seperti suheng-nya ini. Akan
tetapi, setelah mendengar uraian Sin Liong tentang cinta yang diambilnya peristiwa di Pulau Es sebagai
contoh, dia pun ngeri dan tidak berani menyatakan perasaanya itu.
"Aku tidak tahu, Suheng..., aku tidak mengerti. Terserah kepadamu sajalah...."
Sin Liong kembali menarik napas panjang. Dia memang sudah mengambil keputusan di dalam hatinya
bahwa dia harus membalas budi kebaikan Suhu-nya yang sudah berlimpah-limpah diberikan kepadanya.
Satu-satunya jalan untuk membalas budi hanya dengan menyenangkan hati Suhu-nya yang sedang
berduka itu. Dia harus menerima keputusan Suhu-nya, yaitu menerima menjadi jodoh Swat Hong! Akan
tetapi dia tidak boleh membuat dara itu menderita dengan keputusannya ini, maka dia harus tahu terlebih
dahulu bagaimana pendirian Swat Hong. Dan sekarang dara itu sama sekali tidak berani mengaku tentang
cinta.
"Sumoi, sekarang begini saja. Andai kata aku memenuhi permintaan Suhu, yaitu mau menerima ikatan
jodoh denganmu, menjadi calon suamimu, bagaimana dengan pendapatmu?"
Swat Hong menunduk dan menggigit bibirnya. Akhirnya dia dapat berbisik. "Aku tidak tahu, terserah
kepadamu dan kepada Ayah..."
"Maksudku, apakah engkau merasa terpaksa? Apakah hal ini menyenangkan hatimu? Sumoi, harap kau
suka berterus terang. Kalau kau seperti aku, tidak bisa mengaku cinta begitu saja, setidaknya kau katakan,
apakah ikatan jodoh ini tidak menimbulkan penyesalan bagimu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Swat Hong tidak menjawab, hanya menggeleng kepala.
"Kalau begitu, andai kata aku menerima, engkau pun akan menerimanya dengan senang hati?"
Swat Hong mengangguk!
"Kalau begitu, mari kita pergi menghadap Ayahmu. Aku akan menerima permintaannya. Betapa pun juga,
kita harus menghiburnya, menyenangkan hatinya. Aku telah berhutang banyak budi dari suhu, maka kalau
dengan penerimaan ini aku dapat sekedar membalas budinya, aku akan merasa senang." Sin Liong
mengambil dayung perahu dan mulai menggerakkan dayung itu.
"Suheng, kau menerima karena kasihan kepada Ayah? Jadi kau... kau tidak cinta kepadaku?"
"Sumoi aku tidak berani berlancang mulut mengaku cinta. Aku telah banyak menyaksikan cinta kasih yang
kuragukan kemurniannya. Aku khawatir bahwa sekali cinta diucapkan dengan mulut, maka itu bukanlah
cinta lagi. Aku tidak tahu, apakah cinta itu sesungguhnya, maka aku tidak berani lancang mengaku,
Sumoi..."
"Ahhh...!!" Jeritan Swat Hong ini adalah campuran dari rasa kecewa dan juga kekagetan hebat. Matanya
terbelalak memandang ke depan.
Melihat wajah sumoi-nya, Sin Liong cepat menengok dan pada saat itu terdengar ledakan dahsyat
dibarengi dengan cahaya kilat yang seolah-olah membakar dunia. Sin Liong yang sedang terbelalak
memandang itu melihat air muncrat tinggi sekali, disusul asap dan api muncul dari permukaan laut antara
perahunya dan Pulau Es. Kedua orang muda yang terbelalak dengan muka pucat itu tidak berkesempatan
untuk terheran lebih lama lagi karena tiba-tiba perahu mereka dilontarkan keatas. Dalam saat lain perahu
itu telah dipermainkan oleh gelombang yang mendahsyat dan menggunung. Suara mengguruh memenuhi
telinga mereka dan keheningan yang baru saja mencekam lautan itu kini terisi dengan kebisingan yang
sukar dilukiskan.
Sin Liong berteriak, "Sumoi, bantu aku! Jangan sampai perahu terguling!"
Keduanya mengerahkan tenaga, menggunakan dayungnya untuk mengatur keseimbangan perahu.
Namun, kekuatan gelombang air laut yang amat dahsyat itu mana dapat ditahan oleh tenaga manusia, biar
pun kedua orang muda itu adalah tokoh-tokoh Pulau Es sekali pun? Perahu mereka menjadi permainan
gelombang, dilontarkan tinggi ke atas, disambut dan diseret ke bawah. Seolah-olah ada tangan malaikat
maut atau ekor naga laut yang menyeret perahu ke dasar laut, akan tetapi tiba-tiba diayun lagi ke atas,
ditarik ke kanan, didorong ke kiri sehingga kedua orang murid Raja Han Ti Ong itu menjadi pening dan
setengah pingsan!
Mereka tidak ingat akan waktu lagi, tidak tahu berapa lama mereka diombang-ambingkan air laut, tidak
tahu lagi berapa jauh mereka terbawa ombak. Mereka tidak sempat menggunakan pikiran lagi, yang ada
hanya naluri untuk menyelamatkan diri, menjaga sekuat tenaga agar perahu mereka tidak sampai terguling
dan tangan mereka tidak sampai terlepas memegangi pinggiran perahu. Dengan tangan kanan memegang
pinggiran perahu, tangan kiri Sin Liong memegang lengan kanan sumoi-nya. Betapapun juga, dia tidak
akan melepaskan sumoi-nya!
Swat Hong yang biasanya tabah dan tidak mengenal takut itu, sekali ini menangis dengan muka pucat dan
mata terbelalak. Terlampau hebat keganasan air laut baginya, terlampau mengerikan melihat gelombang
setinggi gunung yang seolah-olah setiap saat hendak mencengkeram dan menelannya itu! Tiba-tiba Swat
Hong menjerit. Segulung ombak besar datang dan menelan perahu itu. Mereka gelagapan karena ditelan
air, kemudian mereka merasa betapa perahu mereka dilambungkan ke atas.
"Brukkk...!" keduanya terpental keluar, akan tetapi masih saling bergandeng tangan.
Cepat Sin Liong menyapu mukanya agar kedua matanya dapat memandang. Ternyata perahu mereka
telah dilontarkan ke sebuah pulau kecil yang penuh batu karang, sebuah pulau yang menjulang tinggi akan
tetapi hanya kecil-kecil sekali, merupakan sebuah batu karang besar yang menonjol tinggi.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sumoi, lekas...! Kita naik ke sana...!!"
Sin Liong tidak mempedulikan tubuhnya yang terasa sakit semua, membantu sumoi-nya merangkak
bangun. Pipi kanan dan lengan kiri Swat Hong berdarah, akan tetapi gadis itu pun agaknya tidak
merasakan semua ini. Tersaruk-saruk dia dibantu suheng-nya merangkak dan menyeret perahu ke atas,
kemudian mereka melanjutkan pendakian ke atas puncak batu karang itu dengan susah payah. Akhirnya
mereka tiba di puncak batu karang dan apa yang tampak oleh mereka dari tempat tinggi ini benar-benar
menggetarkan jantung.
Di sekeliling mereka hanya air semata. Air yang menggila, bergerak berputaran, gelombang yang dahsyat
menggunung, suara yang gemuruh seolah-olah semua iblis dari neraka bangkit. Batu karang besar, atau
lebih tepat disebut pulau kecil dari batu itu tergetar-getar, seolah-olah menggigil ketakutan menghadapi
kedahsyatan badai yang mengamuk. Tidak tampak apa-apa pula selain air, air dan kegelapan, kadangkadang
diseling cahaya menyambar dari atas seperti lidah api seekor naga yang bernyala-nyala.
"Ouhhh..!" Swat Hong menangis dan cepat dipeluk oleh suheng-nya. Tubuh dara itu menggigil, pakaiannya
robek-robek.
"Tenanglah... tenanglah, Sumoi...." Sin Liong berbisik dan pemuda ini mengerti bahwa bukan hanya sumoinya
yang disuruhnya tenang, melainkan hatinya sendiri juga!
Pengalaman ini sungguh dahsyat dan tidak mungkin dapat terlupa selama hidupnya. Kebesaran dan
kekuasan alam nampak nyata. membuat dia merasa kecil tak berarti, kosong dan remeh sekali! Sin Liong
dan Swat Hong yang dipeluknya tidak tahu lagi berapa lamanya mereka berada di tempat itu. Siang malam
tiada bedanya, yang tampak hanya kegelapan, air, dan kadang-kadang kilatan cahaya halilintar. Yang
terdengar hanyalah gemuruh air, angin menderu, dan kadang-kadang ledakan guntur. Tidak memikirkan
dan merasakan apa-apa, yang ada hanya takjub dan ngeri!
Di luar tahunya dua orang itu, mereka telah berada di pulau batu karang selama sehari semalam! Akhirnya
badai mereda, badai yang ditimbulkan oleh ledakan gunung berapi di bawah laut! Kegelapan mulai
menipis, akhirnya tampak kabut putih bergerak perlahan meninggalkan tempat itu. Air mulai tenang dan
menurun, akhirnya tampaklah sinar matahari disusul oleh bola api itu sendiri setelah kabut terusir pergi.
Tampaklah lautan luas terbentang di bawah, dan baru sekarang dua orang muda itu sadar bahwa mereka
duduk di puncak batu karang yang amat tinggi!
Swat Hong mengeluh, baru terasa betapa penat tubuhnya, betapa luka-luka kecil dari kulitnya yang lecetlecet,
dan betapa haus dan lapar menyiksa leher dan perut!
"Sumoi, badai sudah mereda. Mari kita turun. Aihh, itu perahu kita. Untung tidak pecah," kata Sin Liong dan
dia menggandeng tangan sumoi-nya menuruni batu karang.
Perahu mereka tidak pecah, akan tetapi layar dan dayungnya lenyap. Sin Liong mengangkat perahu itu,
membawanya turun kebawah.
"Mari kita lekas pulang, Sumoi. Biar kudayung dengan kedua tangan."
Swat Hong duduk di dalam perahu, mengeluh lagi dan berkata penuh kegelisahan, "Bagaimana dengan
Pulau Es? Badai mengamuk demikian hebatnya, Suheng."
“Aku tidak tahu, mudah-mudahan mereka selamat. Maka dari itu, kita harus cepat pulang," suara Sin Liong
bergetar walau wajahnya terlihat tetap tenang.
Dia lalu menggunakan kedua tangannya yang kuat sebagai dayung. Perahu bergerak, meluncur di atas air
yang tenang dan licin seperti kaca. Sama sekali tidak ada tanda-tanda di permukaan air bahwa air itu telah
mengamuk sedemikian hebatnya baru-baru ini. Tak lama kemudian Sin Liong medapatkan dayung yang
dipatahkan dari batang pohon yang hanyut di air. Agaknya pulau-pulau kecil di sekitar tempat itu telah
diamuk badai sedemikian hebatnya sehingga pohon-pohon tumbang dan terbawa air.
Setelah keadaan cuaca terang kembali, Sin Liong dapat menentukan arah perahu dan tak lama kemudian
tampaklah Pulau Es dari jauh. Kelihatannya masih seperti biasa, sebuah Pulau keputihan memanjang di
dunia-kangouw.blogspot.com
kaki langit, berkilaun tertimpa sinar matahari. Hati mereka lega. Dari jauh kelihatannya tidak terjadi
perubahan di pulau itu. Setelah agak dekat, mereka melihat pula puncak atap istana di Pulau Es, maka
legalah hati mereka. Hati Sin Liong mulai berdebar tegang ketika perahunya sudah menempel di Pulau Es.
Keadaannya begitu sunyi. Sunyi dan mati! Tidak kelihatan seorang pun di pantai, bahkan tidak tampak
sebuah perahu pun. Dan bukit-bukit es tidak seperti biasanya, kacau-balau tidak karuan dan berubah
bentuknya! Dengan hati tidak enak kedua orang muda itu belari-lari ke tengah pulau. Makin ke tengah,
makin pucat wajah mereka. Tidak ada seorang pun kelihatan, dan juga pondok-pondok yang biasanya
terdapat di sana-sini, sekarang habis sama sekali. Tidak ada sebuah pun pondok yang tampak! Seolaholah
semua telah disapu bersih, tersapu bersih dari pulau itu.
"Auhhh...!" Swat Hong berdiri dengan muka pucat, kedua kakinya menggigil.
"Mari kita ke istana, Sumoi!" Sin Liong yang berkata dengan suara bergetar lalu menyambar lengan sumoinya
dan diajaknya dara itu lari ke dalam istana.
Beberapa kali terdengar Swat Hong mengeluarkan seruan tertahan, dan Sin Liong juga kaget bukan main.
Mereka seperti memasuki sebuah kuburan! Sunyi, kosong, dan tidak ada bekas-bekasnya tempat itu
didiami manusia! Habis sama sekali, baik perabotan istana mau pun manusia-manusianya! Tidak tertinggal
sepotong pun benda atau seorang pun manusia. Habis semua! Ke mana pun mereka lari dan berteriakteriak
memanggil, yang terdengar hanya gema suara mereka sendiri!
"Oughhh...!!" Swat Hong tidak mampu menahan himpitan perasaan yang ngeri dan berduka, tubuhnya
tergelimpang dan tentu akan terbanting kalau tidak cepat disambar oleh Sin Liong.
"Sumoi...!" akan tetapi suara ini kandas di kerongkongannya dan tanpa disadari pula, kedua pipi Sin Liong
basah oleh air matanya yang mengalir deras menuruni kanan-kiri hidungnya ketika dia memondong tubuh
sumoi-nya yang pingsan itu ke dalam kamar.
Akan tetapi dia termangu-mangu ketika tiba di ambang pintu kamar yang terbuka. Kamar itu kosong dan
bersih, tidak ada sebuah atau sepotong pun perabotannya. Terpaksa dia merebahkan tubuh sumoi-nya di
atas lantai, dan dia sendiri merebahkan kepala di atas kedua lututnya sambil menangis. Terlampau hebat
peristiwa yang dihadapinya, Pulau Es telah disapu bersih oleh badai! Bersih sama sekali sehingga agaknya
tidak ada seorang pun manusia yang tertolong. Tidak ada sepotong pun barang yang tertinggal, kecuali
bangunan istana yang memang amat kuat itu.
Setelah siuman, Swat Hong menangis, "Aih, mengapa...? Mengapa...? Ayah, kasihan sekali Ayah...!"
Akhirnya Sin Liong dapat menghibur dan membujuknya. Mereka berdua lalu mengadakan pemeriksaan
dan mendapat kenyataan bahwa benar-benar Pulau Es telah diamuk badai. Agaknya air laut telah naik
sedemikian tinggi sehingga pulau itu teredam air. Mereka menemukan beberapa potong pakaian yang
tersangkut di batu-batu. Dengan hati terharu penuh kedukaan mereka mengumpulkan pakaian itu, entah
punya siapa, tapi menjadi barang peninggalan yang amat berharga.
Kemudian mereka memeriksa istana. Memang ada beberapa benda yang masih tertinggal di dalam kamar
di bawah tanah, akan tetapi yang berada di atas, semua habis dan lenyap.
"Suheng, lihat ini...!" tiba-tiba Swat Hong berkata sambil menunjuk ke dinding.
Sin Liong cepat menghampiri dan keduanya mengenal goresan tangan Han Ti Ong yang agaknya
menggunakan jari tangan yang penuh tenaga sinkang untuk menulis di dinding batu itu!
‘Sin Liong dan Swat Hong, maafkan aku. Thian telah menghukum aku dan membasmi Pulau Es. Pergilah
kalian mencari wanita jahat itu, rampas kembali semua pusaka. Dan Bu Ong bukanlah puteraku, dia
keturunan Kai-ong’.
Pendek saja ‘surat dinding’ itu, namun cukup jelas isinya. Sin Liong menarik napas panjang. Kasihan dia
kepada Suhu-nya yang mati meninggalkan dendam itu!
"Suheng lihat ini...."
dunia-kangouw.blogspot.com
Tak jauh dari tulisan itu terdapat bekas jari-jari tangan mencengkeram dinding. Mudah saja mereka
menggambarkan keadaan Han Ti Ong dan keduanya tak dapat menahan tangis mereka. Agaknya dalam
menghadapi amukan badai, Han Ti Ong berhasil menggunakan tenaganya untuk mempertahankan diri
beberapa lamanya dengan mencengkeram dinding. Raja itu sempat pula membuat tulisan itu sebelum
kekuatan yang jauh lebih besar dari-pada kekuatannya menyeret ke luar dari istana dan bahkan dari pulau
itu!
"Kasihan sekali Suhu...." Sin Liong menghapus air matanya.
Swat Hong mengepal tinjunya. "Aku akan mencari perempuan iblis itu. Selain merampas kembali pusaka
Pulau Es, aku juga akan menghukumnya! Dialah yang mencelakakan Ibuku, yang mencelakakan Ayahku!"
Sin Liong menarik napas panjang. Sudah diduganya ini, tentu akan terjadi balas-membalas, dendam tak
kunjung habis!
"Sumoi, Suhu hanya meninggalkan pesan agar kita mencari kembali pusaka-pusaka itu...."
"Kau yang mencari pusaka, aku yang membunuh iblis betina itu!" Swat Hong berseru penuh semangat.
"Dan Bu Ong... hemm, apa pula artinya ini? Bukan putera ayah?"
"Sumoi, tenanglah dan dengarlah penuturanku. Mungkin hanya aku dan ayahmu saja yang tahu akan nasib
wanita itu, nasib yang amat buruk dan mengerikan. Tahukah kau apa yang telah dialami oleh The Kwat Lin
sebelum ditolong ayahmu?"
Sin Liong lalu menceritakan keadaan The Kwat Lin yang menjadi gila karena dua belas orang suheng-nya
dibunuh orang dan agaknya, melihat keadaannya, gadis yang tadinya seorang pendekar wanita perkasa itu
telah diperkosa di antara mayat para suheng-nya.
"Kurasa demikianlah kejadiannya. Setelah suhu menyatakan bahwa Bu Ong adalah keturunan Kai-ong,
teringatlah aku. Jelas bahwa The Kwat Lin diperkosa oleh pembunuh dua belas orang anak murid Butongpai
itu, sehingga anak yang dilahirkannya itu, Han Bu Ong, adalah keturunan Kai-ong yang
memperkosanya dan membunuh para suheng-nya."
Mendengar penuturan tentang nasib mengerikan yang dialami ibu tirinya, Swat Hong bergidik. Akan tetapi
dia mengomel. "Yang berbuat jahat kepadanya adalah Raja Pengemis itu, mengapa dia membalasnya
kepada ibu? Dan dia telah menghancurkan penghidupan Ayah. Betapapun juga, aku harus mencarinya dan
membalaskan sakit hati Ibu dan Ayah."
Sin Liong maklum bahwa membantah kehendak sumoi-nya ini percuma, hanya akan menimbulkan
pertentangan saja. Maka diam-diam dia mengambil keputusan untuk selalu mendamping sumoi-nya, selain
menjaga keselamatan dara ini, juga kalau perlu mencegah sepak terjangnya yang terdorong oleh nafsu
dan dendam. Betapa pun juga, setelah Pulau Es dibasmi oleh badai, dara ini kehilangan ayah-bunda, tiada
sanak kadang, tiada handai taulan dan dialah satu-satunya orang yang patut melindunginya, sebagai
suheng-nya. Ataukah sebagai calon suami? Sin Liong tidak mengerti dan tidak berani memutuskan. Biarlah
hal perjodohan itu diserahkan kepada keadaan kelak.
Dia tidak membantah ketika sumoi-nya mengajaknya meninggalkan Pulau Es yang telah kosong itu untuk
mencari ibunya, dan kalau masih juga tidak berhasil, untuk pergi ke daratan besar mencari The Kwat Lin.
Beberapa hari kemudian, setelah yakin benar bahwa tidak ada seorang pun di antara penghuni Pulau Es
yang selamat dan kembali ke pulau itu, Sin Liong dan Swat Hong berangkat meninggalkan Pulau Es.
Ketika perahu kecil yang mereka dayung itu meluncur meninggalkan pulau, Swat Hong memandang
kearah pulau dengan air mata bercucuran. Juga Sin Liong merasa terharu dan berduka mengingat akan
nasib para penghuni Pulau Es yang mengerikan itu. Mereka berdua mendayung perahu menuju ke selatan
dan di sepanjang perjalanan ini mereka menemukan bukti-bukti kedahsyatan badai dan keanehan alam
yang diakibatkan oleh letusan gunung berapi di bawah laut itu.
Ada pulau yang lenyap sama sekali, dan ada pula pulau yang baru muncul begitu saja, pulau yang amat
aneh, pulau batu karang yang masih jelas kelihatan bahwa pulau ini tadinya merupakan dasar laut dengan
dunia-kangouw.blogspot.com
segala keindahannya, dengan makhluk hidup dan tetumbuhannya yang kini semua mengeras menjadi batu
karang dengan bermacam bentuk. Banyak pulau yang mengalami nasib serupa dengan Pulau Es, yaitu
menjadi gundul, habis sama sekali tetumbuhan atasnya.
Diam-diam terbayang dalam pikiran Sin Liong betapa dahsyat kekuasan alam. Andai kata semua lautan
yang mengamuk seperti beberapa hari yang lalu itu, agaknya dunia akan menjadi kiamat! Melihat keadaan
pulau-pulau itu, timbul rasa khawatir dalam hati Sin Liong tentang keadaan Pulau Neraka. Tentu pulau itu
pun tidak terluput dari amukan badai, pikirnya. Padahal baru saja pulau itu mengalami penyerbuan Han Ti
Ong dan pasukannya! Sin Liong merasa kasihan sekali terhadap nasib para penghuni Pulau Neraka.
Apakah pulau itu seperti juga Pulau Es, disapu bersih dan seluruh penghuninya terbasmi habis?
Setelah merasa mencari dengan sia-sia, beberapa hari kemudian Sin Liong mengemukakan pendapat,
"Agaknya ibumu tidak berada di antara pulau-pulau ini. Bagaimana kalau kita mencari ke utara lagi. Siapa
tahu kali ini kita berhasil, dan kita dapat juga bertanya ke Pulau Neraka kalau-kalau ibumu ke sana."
"Hemm, agaknya engkau sudah rindu kepada Soan Cu, Suheng."
Sin Liong mengerutkan alisnya. "Sumoi, kau...cemburu lagi?"
Wajah dara itu menjadi merah. "Aku hanya berkata sewajarnya."
"Sudahlah. Kalau kau cemburu, kita tidak usah singgah di Pulau Neraka," kata Sin Liong menarik napas
panjang.
Keadaan menjadi hening sejenak. Mereka telah menghentikan gerakan dayung karena mereka masih
belum mendapat keputusan akan mencari ke mana.
"Kita ke Pulau Neraka!" tiba-tiba Swat Hong berkata.
"Ehhh...??"
"Aku harus ke sana. Aku akan menegur kakek berkepala besar itu! Pulau Neraka yang menjadi biang
keladi sehingga Ayah marah-marah kepada kita. Hampir saja kita dibunuhnya karena Pulau Neraka telah
berani menawanku."
"Hemm, Sumoi. Mengapa kejadian yang telah lewat dipersoalkan lagi? Bukankah Ayahmu telah menyerbu
ke sana? Menurut cerita anak buah pasukan, kurasa Ayahmu telah menghukum mereka. Kalau begitu, kita
tidak perlu pergi ke sana, sumoi."
"Aku harus pergi ke sana!" dara itu berkeras.
Sin Liong menggeleng-geleng kepala. Sukar benar melayani sumoi-nya ini yang memiliki watak aneh dan
hati yang keras sepeti baja.
"Aku hanya mau pergi ke Pulau Neraka kalau untuk mencari ibumu, akan tetapi kalau kita pergi ke sana
hanya untuk mencari perkara, aku tidak mau. Kau harus berjanji tidak akan membuat kekacauan di sana,
Sumoi."
"Hemmm, agaknya kau berkeinginan keras untuk menjadi sahabat baik Pulau Neraka, ya? Karena ada...."
"Sumoi, harap jangan bicara yang tidak-tidak. Memang kita sahabat baik mereka! Lupakah kau ketika
mereka mengantar saat kita meninggalkan pulau itu? Karena itu, aku hanya mau pergi ke sana kalau untuk
mencari ibumu dan menjenguk mereka sebagai sahabat, melihat keadaan mereka setelah ada badai
mengamuk."
Swat Hong cemberut, akan tetapi menjawab juga. "Baiklah, kita lihat saja nanti."
Mereka lalu mendayung perahu dengan cepat menuju ke Pulau Neraka. Akan tetapi, setelah mereka tiba di
daerah Pulau Neraka, mereka menjadi bingung dan pangling karena di daerah itu telah terjadi perubahan
hebat sekali. Mungkin karena akibat badai yang mengamuk, yang ternyata terjadi di daerah yang amat luas
dunia-kangouw.blogspot.com
itu, di sekitar situ telah muncul gunung-gunung es yang amat besar. Pulau Neraka yang biasanya tampak
dari jauh sebagai raksasa yang tidur itu kini tidak kelihatan lagi karena semua jurusan terhalang
pandangannya oleh gunung-gunung es. Mereka mendayung perahu berputar namun tidak dapat keluar
dari kurungan gunung-gunung es itu.
"Ahhh, dahulu tidak ada gunung-gunung es besar seperti ini," kata Swat Hong.
"Ini tentu diakibatkan oleh badai itu, Sumoi. Biarlah kita mengaso dulu dan aku akan coba melihat keadaan
dari puncak sebuah gunung. Kau tunggu saja di sini."
Perahu itu menempel pada sebuah bukit es yang tinggi dan Sin Liong meloncat ke daratan es. Kemudian
dia menggunakan ilmunya berlari cepat, mendaki gunung es itu untuk melihat dan mengenali daerah itu
dari atas puncaknya yang tinggi. Tiba-tiba terdengar suara gerengan keras sekali yang mengguncangkan
seluruh gunung es itu. Sin Liong terkejut dan dengan cepat dia menoleh untuk melihat apa yang
mengeluarkan suara seperti itu.
Dari jauh tampak olehnya seekor beruang besar sedang menggerakkan kedua kaki depannya ke arah
burung-burung yang menyambar-nyambar di atasnya. Burung-burung nazar (burung botak pemakan
bangkai) yang besar-besar beterbangan di atas beruang itu dan menyerangnya dari atas sambil
mengeluarkan suara pekik mengerikan. Melihat ini, Sin Liong cepat berlari mendekati.
Ternyata beruang itu terluka parah juga di beberapa bagian anggota badannya, sedangkan di bawah
kakinya tampak bangkai seekor ular laut yang besar. Jelaslah bahwa beruang itu tadi berkelahi dengan ular
laut itu dan dia menang, akan tetapi dia menderita luka-luka. Kini burung-burung nazar yang kelaparan itu
hendak mengeroyoknya dan tentu saja ingin makan bangkai ular besar.
Sin Liong segera menggunakan salju yang digenggam untuk menyambiti burung-burung itu. Terdengar
suara plak-plok-plak-plok disusul suara burung-burung nazar berkaok-kaok kesakitan. Mereka terbang
ketakutan menjauhi tempat itu karena setiap kali terkena sambitan salju terasa nyeri sekali. Dengan
beberapa loncatan saja Sin Liong sudah tiba di depan beruang itu. Beruang yang berkulit hitam dan amat
besar itu menyeringai dan mengerang, memperlihatkan gigi bertaring yang amat runcing kuat dan lidah
yang merah. Matanya terbelalak penuh kecurigaan dan kemarahan kepada Sin Liong.
"Tenanglah, aku datang untuk menolongmu," kata Sin Liong sambil maju lebih dekat.
"Aughhh..!" beruang itu mengerang dan kaki depannya yang kiri menyambar kearah dada Sin Liong.
Melihat betapa telapak kaki itu berdarah, Sin Liong mengelak dan cepat menangkap pergelangan kaki
depan itu. Kiranya telapak kaki itu tertusuk tulang dan masuk amat dalam. Agaknya dalam perkelahian
melawan ular laut, beruang itu mencengkeram tubuh ular dan sedemikian kuatnya dia mencengkeram
sampai tulang punggung ular patah dan menusuk ke dalam daging di telapak kaki depan itu.
Sin Liong segera mencabut tulang itu. Darah mengucur deras dan dia segera membalut dengan saputangannya.
Beruang itu kini tidak marah lagi. Agaknya dia cerdik dan dapat mengerti bahwa orang yang
datang ini bukan musuh, bahkan menolongnya. Kaki depan yang terluka itu kini tidak nyeri lagi, tentu saja
karena tulang yang membuat dia tersiksa rasa nyeri tadi telah tercabut.
"Coba kuperiksa, apa lagi yang perlu kuobati," Sin Liong berkata dan dia memeriksa luka-luka di tubuh
beruang itu. Ada sebuah luka di tengkuk yang membengkak. Tahulah Sin Liong bahwa luka ini cukup
berbahaya, kalau tidak lekas diberi obat yang cocok akan dapat membahayakan nyawa beruang itu.
"Hemmm, aku harus mencarikan daun obat untuk luka-lukamu," katanya, lupa bahwa beruang itu tentu
saja tidak mengerti apa yang dia katakan.
"Hai, Suheng, ada apakah?" tiba-tiba terdengar teriakan dari atas.
Sin Liong menoleh dan melihat sumoi-nya turun berlari-lari cepat sekali. Setelah dekat, beruang itu
mengerang dan memandang Swat Hong dengan marah.
"Huh, binatang buruk!" Swat Hong memaki.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dia terluka cukup berat, akan tetapi dia menang berkelahi melawan ular laut itu. Lihat, betapa besarnya
ular itu, Sumoi. Beruang ini kuat sekali, aku harus mengobatinya sampai sembuh."
Swat Hong mengerutkan alisnya. "Perlu apa menolong binatang buas seperti itu, Suheng? Membuangbuang
waktu saja."
"Dia tidak buas lagi, Sumoi. Lihat betapa jinaknya. Dia pun makhluk hidup yang perlu kita tolong. Aku
merasa kasihan kepadanya, Sumoi."
"Wah, kau lebih mementingkan dia..."
"Hei...! Ada apa engkau...?" Tiba-tiba Sin Liong berteriak melihat beruang itu menggereng-gereng dan
menarik-narik tangannya, seolah-olah hendak mengajak Sin Liong pergi dari situ! Beruang itu makin keras
menggereng dan makin kuat menariknya.
Diam-diam Sin Liong kagum bukan main. Tenaga beruang ini luar biasa besarnya, dan kiranya dia hanya
akan dapat menandingi tenaga raksasa ini kalau dia menggerakkan sinkang sekuatnya! Akan tetapi tibatiba
dia mendapat firasat tidak baik melihat sikap beruang itu, maka disambarnya tangan sumoi-nya dan
dia berteriak. "Awas, Sumoi. Mari kita lekas pergi. Dia menghendaki demikian, entah mengapa?"
Sin Liong memegang erat-erat lengan sumoi-nya dan membiarkan dirinya diseret oleh beruang itu.
Binatang itu mengajaknya setengah paksa berlompatan dan berlarian ke gunung es lain yang berdekatan.
Baru saja mereka melompat ke atas gunung es lain itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan gunung es di
mana mereka berada tadi telah pecah berantakan menjadi keping-keping kecil. Kiranya gunung es itu
ditabrak oleh gunung es yang lain dan hal ini agaknya telah diketahui oleh si beruang tanpa melihat
datangnya gunung es yang tak tampak dari situ. Ternyata binatang itu hanya diperingatkan oleh nalurinya
yang tidak ada pada manusia!
Sin Liong berdiri dengan muka pucat, kemudian dia merangkul beruang itu. "Terima kasih, Kakak Beruang.
Kiranya engkau malah menyelamatkan kami berdua."
Akan tetapi Swat Hong merasa tidak senang. "Suheng, mari kita segera pergi dari sini. Tempat ini amat
berbahaya. Lihat, gunung es tadi hancur dan itu perahu kita kelihatan dari sini. Untung tidak hilang.
Marilah, Suheng."
"Nanti dulu, Sumoi. Aku harus mencarikan daun obat untuk mengobati luka-luka di tubuh beruang ini."
"Ah, perlu apa? Kita bisa celaka di sini..."
"Sumoi, dia telah menyelamatkan nyawa kita!"
"Hemm, begitukah? Engkau pun tadi telah menyelamatkan nyawanya ketika kau mengusir burung-burung
nazar itu, bukan? Aku melihat dari jauh. Berarti sudah terbalas semua budi, bukan? Marilah, Suheng."
"Tidak, Sumoi. Kita tinggal di sini dulu sampai aku selesai mengobatinya."
Swat Hong menjadi marah. "Agaknya kau lebih sayang beruang betina ini dari-pada aku!"
"Sumoi...!"
Akan tetapi Swat Hong sudah berlari pergi. Ia berloncatan di atas pecahan es dan menuju ke perahu
mereka, meloncat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu pergi dari situ! Sin Liong menjadi bingung
dan hampir membuka mulut menegur, akan tetapi dia membatalkan niatnya karena maklum bahwa hal itu
percuma saja.
"Ngukkk... nguuukkk...." beruang itu mendengus-dengus dan menciumi kepalanya.
"Ahhh, Enci (Kakak Perempuan) beruang, betapa sukarnya menyelami watak wanita. Aku telah membuat
hatinya kecewa dan marah, akan tetapi bagaimana hatiku dapat tega meninggalkan engkau yang terancam
dunia-kangouw.blogspot.com
bahaya maut oleh lukamu?"
Sin Liong lalu mengajak beruang itu mencari daun. Karena perahu sudah dibawa pergi Swat Hong, maka
terpaksa dia mencari pulau yang masih ada tetumbuhannya dengan jalan berloncatan dari batu es lainnya.
Kalau jaraknya terlalu jauh, beruang itu menggendongnya dan membawanya berenang ke batu es lainya
atau kadang-kadang Sin Liong menggunakan sebongkah es yang mengambang sebagai perahu, didayung
dengan tangannya yang kuat. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang amat sukar, dapat juga dia
menemukan pulau yang masih ada tetumbuhannya. Di pulau kecil itu dia mulai mengobati luka-luka
beruang itu sampai sembuh.
Pada suatu hari dia melihat sebuah perahu kosong terbalik mengambang tidak jauh dari pulau. Dia merasa
girang sekali. Cepat menyuruh beruang mengambilnya dan hatinya terharu ketika mengenal perahu itu
sebagai sebuah di antara perahu Pulau Es.
“Tentu penumpangnya telah lenyap ditelan badai,” pikirnya.
Dia lalu membuat dayung dari cabang pohon. Setelah beruang hitam itu sembuh benar, dia lalu melompat
ke perahu dan mendayungnya meninggalkan pulau. Akan tetapi tiba-tiba beruang itu terjun ke air dan
berenang mengejar perahunya.
"Heii, Kakak Beruang, kembalilah. Engkau sudah sembuh, dan aku harus pergi mencari sumoi!"
"Nguuuk... nguukk...!" beruang hitam itu mengeluarkan suara mengeluh dan mukanya seperti orang
menangis!
Sin Liong tersenyum. "Hmm, kau hendak ikut, ya? Nah, loncatlah ke atas!"
Seolah-olah mengerti arti kata-kata Sin Liong, beruang itu lalu meloncat ke dalam perahu. Kini mukanya
kelihatan berseri, matanya bersinar-sinar dan lidahnya terjulur ke luar seperti sikap seekor anjing yang
kegirangan.
"Kau boleh ikut sampai aku dapat menemukan kembali sumoi!" kata Sin Liong. "Kalau sumoi tidak
menghendaki kau ikut, kau harus kutinggalkan karena kau telah sembuh."
Demikianlah Sin Liong kini melanjutkan perjalanan mencari Pulau Neraka. Dari puncak sebuah gunung es,
dia dapat melihat dari jauh dan kini dia tahu di mana letaknya Pulau Neraka. Beruang yang kini
menggantikan tempat Swat Hong menjadi temannya berlayar itu kelihatan girang sekali ketika perahu
meluncur. Binatang ini telah jinak benar-benar.
Setelah kini dia mengenal kembali keadaan dan tahu di mana letaknya Pulau Neraka, perjalanan dapat
dilakukan dengan cepat. Setelah dekat dengan Pulau Neraka, dia menyaksikan sesuatu yang membuatnya
terheran dan merasa tegang. Sebuah perahu besar kelihatan mendarat di Pulau Neraka. Jelas bukan
perahu Pulau Neraka yang kecil-kecil. Perahu itu besar sekali, perahu layar yang hanya dipergunakan
untuk pelayaran jauh. Dan perahu itu pun dalam keadaan payah, jelas kelihatan bekas diamuk badai. Tiang
layarnya patah, layarnya cabik-cabik dan perahu itu tidak ada orangnya sama sekali, berdiri miring di pantai
Pulau Neraka. Apakah yang telah terjadi di Pulau Neraka?
Ternyata bahwa seperti juga pulau lain, Pulau Neraka tidak luput dari amukan badai. Hanya karena
letaknya agak jauh dari pusat amukan badai, maka penderitaannya tidak sehebat pulau lain, terutama
Pulau Es. Air juga naik tinggi dan menenggelamkan setengah bagian pulau ini. Banyak pula penghuninya
yang tidak keburu lari ke tempat tinggi lalu diseret dan ditelan badai. Perahu-perahu lenyap, pohon-pohon
yang berada di tepi pantai bobol semua. Dan setelah badai mereda, sebuah perahu besar terdampar di tepi
pantai. Perahu itu adalah perahu bajak laut!
Setelah air menyurut, para bajak laut yang terdiri-dari dua puluh lima orang itu segera mendarat. Mereka itu
kelelahan dan kelaparan, bahkan ada lima orang di antara mereka tewas ketika badai mengamuk sehingga
jumlah mereka hanya tinggal dua puluh lima orang itulah. Mereka mendarat dikepalai oleh raja bajak yang
memimpin mereka, raja yang amat terkenal di sepanjang pantai muara-muara sungai Huangho dan
Yangce.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kepala bajak ini adalah seorang laki-laki tinggi besar yang buta sebelah matanya. Mata kiri yang buta
karena tusukan pedang lawan dalam pertandingan, kini ditutupi oleh sebuah kain hitam sehingga ia
kelihatan lebih menyeramkan lagi. Tubuhnya tinggi besar, dan di antara para nelayan dan pedagang yang
suka berperahu dia dikenal sebagai Tok-gan-hai-liong (Naga Laut Mata Satu), sedangkan nama aslinya
adalah Koan Sek.
Mereka sama sekali tidak tahu bahwa perahu mereka yang diamuk oleh badai dahsyat itu telah mendarat
di Pulau Neraka! Andai kata tahu juga, mereka tentu tidak merasa takut karena pada waktu itu nama Pulau
Neraka hanya dikenal oleh orang-orang Pulau Es. Untuk dunia ramai, yang dikenal hanyalah Pulau Es,
yang dikenal sebagai tempat yang hanya terdapat dalam sebuah dongeng. Betapa pun juga, Pulau Es
merupakan nama yang ditakuti oleh semua orang termasuk para bajak. Akan tetapi karena pulau di mana
perahu mereka mendarat bukanlah Pulau Es, melainkan pulau yang hitam penuh tetumbuhan, mereka
menjadi berani.
Setelah badai mereda dan air menyurut, mereka lalu menyerbu ke tengah pulau. Untung bagi mereka
bahwa badai yang amat dahsyat itu membuat air laut naik dan mengamuk di daratan pulau sehingga
binatang-binatang berbisa pun menjadi panik dan ketakutan, lari bersembuyi dan belum berani keluar.
Andai kata mereka itu berani menyerbu pulau dalam keadaan biasa, tentu mereka akan menjadi korban
binatang-binatang itu dan sukarlah dibayangkan apa akan jadinya. Mungkin sekali tidak ada di antara
mereka yang akan dapat lolos betapa pun liar, ganas dan lihai mereka itu.
Dapat dibayangkan betapa heran dan girangnya hati para bajak itu ketika mendapat kenyataan bahwa di
tengah pulau itu terdapat pondok-pondok yang dibuat oleh manusia! Akan tetapi keheranan mereka segera
berubah menjadi kekagetan hebat ketika para penghuni pulau itu menyambut mereka dengan serangan
dahsyat tanpa peringatan apa-apa. Karena mereka adalah bajak-bajak yang sudah biasa berkelahi dan
mengadu nyawa, maka serbuan para penghuni Pulau Neraka itu mereka sambut dengan gembira. Mereka
mengira bahwa penghuni pulau itu adalah orang-orang biasa saja. Maka besar sekali kekagetan mereka
ketika mendapat kenyataan betapa kurang lebih dua puluh orang, yaitu sisa penghuni Pulau Neraka yang
tidak dibasmi oleh badai, yang berani menyambut mereka dengan serangan itu rata-rata memiliki
kepandaian hebat!
Terjadilah perang tanding yang seru dan mati-matian. Bajak laut pimpinan Tok-gan-hai-liong itu pun bukan
orang-orang biasa melainkan penjahat-penjahat pilihan yang selain kuat dan ganas, juga rata-rata pandai
ilmu silat. Tok-gan-hai-liong Koan Sek sendiri sendiri adalah seorang ahli bermain senjata ruyung yang
ujungnya merupakan sebuah bola baja yang berat dan keras. Ia memiliki seorang pembantu yang
sebetulnya adalah sute-nya (adik seperguruan) sendiri yang bernama Coa Liok Gu, seorang ahli pedang
yang lihai sekali.
Para penghuni Pulau Neraka masih terguncang oleh amukan badai, bahkan ketua mereka, Ouw Kong Ek
sedang menderita sakit hebat. Semenjak penyerbuan pasukan Pulau Es yang dipimpin oleh Han Ti Ong,
Ouw Kong Ek jatuh sakit. Mungkin karena dia merasa terlalu marah, dan mungkin juga karena usianya
yang sudah tua. Penyerbuan dari Pulau Es itu merupakan hal yang amat menyakitkan hatinya, dan juga
hati para penghuni Pulau Neraka, mendatangkan rasa dendam yang lebih mendalam. Apa lagi melihat
betapa catatan pengobatan dari Kwa Sin Liong telah dihancurkan oleh Han Ti Ong, hati Ouw Kong Ek
merasa sakit sekali. Untung masih ada beberapa macam obat yang masih dihafal olehnya, akan tetapi
sebagian besar telah dibasmi oleh Raja Pulau Es yang marah itu.
Pada saat bajak laut menyerbu, Ouw Kong Ek tidak dapat bangun dari tempat tidurnya. Dia dijaga dan
dirawat oleh cucunya, Ouw Soan Cu. Maka dapat dibayangkan betapa kaget hati kakek ini ketika ada anak
buahnya yang datang melapor bahwa pulau yang baru saja diamuk badai itu kini disebu oleh sepasukan
bajak laut yang ganas dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi!
"Keparat...!" kakek itu meloncat bangun, akan tetapi terguling kembali.
Soan Cu segera memegang lengan kakeknya, membantunya untuk rebah kembali. "Tenanglah, Kongkong!
Biarlah aku yang keluar untuk membantu teman-teman membasmi bajak laut yang tidak tahu diri itu."
Ouw Kong Ek terpaksa hanya mengangguk karena dia sendiri masih tidak kuat untuk bangun, apa lagi
bertempur. "Hati-hatilah, Soan Cu..."
dunia-kangouw.blogspot.com
Dia percaya akan kepandaian cucunya yang tentu akan dapat mengusir bajak-bajak laut yang biasanya
hanya terdiri orang-orang kasar itu. Dengan pedang di tangan Soan Cu lalu berlari ke luar. Ia melihat anak
buahnya sudah bertanding mati-matian melawan bajak-bajak yang ganas. Di sebelah sana terlihat seorang
wanita Pulau Neraka digeluti oleh dua orang laki-laki kasar sampai wanita itu menjerit-jerit, namun dua
orang laki-laki itu malah tertawa-tawa dan merobek-robek pakaian wanita itu.
Soan Cu menjadi marah sekali. Dia mengeluarkan teriakan marah, tubuhnya yang ramping mencelat ke
depan, pedangnya menyambar dan dua orang bajak yang sedang memperkosa wanita itu roboh dengan
leher terkuak lebar dan hampir putus! Wanita itu cepat membereskan pakaiannya, menyambar goloknya
dan seperti seekor harimau kelaparan dia membacoki tubuh dua orang bajak tadi.
Melihat sepak terjang Soan Cu yang kembali sudah merobohkan dua orang bajak, Tok-gan-hai-liong Koan
Sek dan Coa Liok Gu, dibantu oleh beberapa orang bajak lain cepat mengepung dan mengeroyoknya.
Namun Soan Cu mengamuk hebat dan pedangnya berubah menjadi segulung sinar terang yang
menyambar dahsyat, membuat dua orang pimpinan bajak itu terkejut dan harus memainkan senjata
dengan hati-hati sekali agar jangan sampai mereka menjadi korban kedahsyatan sinar pedang yang
dimainkan oleh dara itu.
"Lepas tulang ikan!" tiba-tiba kepala bajak itu memberi aba-aba kepada sute-nya dan mereka berdua telah
meloncat mundur, membiarkan anak buah mereka yang empat orang banyaknya melanjutkan
pengeroyokan. Mereka berdua lalu mengayun tangan berkali-kali ke arah Soan Cu. Sinar lembut bertubitubi
menyambar ke arah Soan Cu dari depan dan belakang.
Dara ini memandang rendah senjata rahasia mereka. Dia adalah seorang dara Pulau Neraka, sudah terlalu
banyak racun dikenalnya bahkan dia telah menggunakan obat anti racun, maka dia tidak terlalu khawatir
ketika sebuah di antara senjata rahasia lawan yang lembut itu mengenai pahanya. Akan tetapi, betapa
kagetnya ketika dia merasa kakinya itu setengah lumpuh dan begitu dia menggerakkan pedang, tubuhnya
terhuyung, kepalanya pening.
"Aihhh...!" dia berseru nyaring, lebih banyak heran dari-pada khawatir.
Dara ini tidak tahu bahwa lawannya menggunakan am-gi (senjata gelap) berupa tulang berbentuk duri dari
sirip semacam ikan laut yang berbisa. Bisa dari ikan laut ini tentu saja tidak dapat disamakan dengan bisa
dari binatang darat, maka bisa yang asing ini tidak dapat ditolak oleh obat anti racun yang dipakainya.
"Sute, tangkap nona manis ini...!" teriak Koan Sek dengan girang.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara gerengan yang dahsyat dan yang membuat mereka kaget bukan
main. Dua orang bajak mendengar suara itu dekat sekali di belakang. Mereka segera menengok dan...
mereka lantas pula terjengkang dan merangkak untuk melarikan diri dengan ketakutan. Kiranya yang
mengerang itu adalah seekor binatang raksasa hitam yang menakutkan. Seekor beruang yang lebar
moncongnya cukup untuk mencaplok kepala mereka sekaligus!
Sin Liong yang datang bersama beruang itu cepat meloncat mendekati Soan Cu. Ia merampas pedang dari
tangan dara itu dan memondongnya dengan tangan kiri, kemudian sekali meloncat dia telah berada di
punggung beruang. Lengan kirinya memeluk dan menjaga tubuh Soan Cu yang dipangkunya karena dara
itu telah pingsan, sedangkan tangan kanan menggerakkan pedang dara itu sambil berseru.
"Kakak Beruang, lawan mereka yang berani mendekat!"
Beruang itu menggereng-gereng. Ketika melihat dari kiri ada sinar menyambar, yaitu sinar pedang yang
digerakkan oleh Coa Liok Gu, sute dari kepala bajak, tiba-tiba kaki depan kiri yang kini dipergunakan
seperti tangan itu bergerak menangkis, bukan menangkis pedang melainkan mencengkeram kepala Coa
Liok Gu.
Tentu saja orang ini sangat kaget. Cepat ia merendahkan tubuh, membalikkan pedang dan siap untuk
menyerang lagi. Begitu lengan beruang itu kembali menyambarnya, dia meloncat ke atas dan menusukan
pedangnya mengarah bagian antara kedua mata beruang itu.
"Cringgg...!!" pedangnya terpental dan dia harus cepat melempar tubuh ke belakang kalau tidak ingin
dunia-kangouw.blogspot.com
dadanya robek oleh cakar beruang setelah pedangnya ditangkis oleh Sin Liong tadi.
"Siuuut...!!" Senjata ruyung berujung baja di tangan Koan Sek sudah bergerak menyambar dengan ganas,
menghantam punggung beruang hitam dengan kecepatan kilat dan dengan tenaga dahsyat.
"Cringgg...! Tranggg...!!" dua kali senjata berat itu ditangkis oleh Sin Liong dan dua kali pula kepala bajak
itu berseru kaget karena telapak tangannya hampir terkupas kulitnya dan terasa panas serta perih.
Pada saat Koan Sek terbelalak dan terheran, beruang itu sudah membalikkan tubuh sambil kaki depannya
yang kanan menampar. Kepala bajak itu mencoba menangkis, namun senjatanya terlepas dari
pegangannya dan beruang itu sudah menubruknya, bahkan siap mencengkeram ke arah lehernya.
"Kakak Beruang, jangan ...!" Sin Liong membentak.
Beruang itu terkejut dan ragu-ragu, sehingga kesempatan itu dapat dipergunakan oleh Koan Sek untuk
meloncat jauh ke belakang. Dia dan pembantu utamanya, Coa Liok Gu berdiri dengan muka pucat
memandang pemuda yang menunggang beruang itu membawa pergi tubuh dara jelita yang pingsan. Biar
pun pedang masih berada di tangannya, Coa Liok Gu tidak lagi berani menyerang. Dia maklum bahwa
selain beruang raksasa itu amat kuat, juga pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa sekali.
Sin Liong merasa bingung dan gelisah menyaksikan pertempuran hebat itu. "Hentikan pertempuran...!" dia
berseru berkali-kali, namun percuma saja. Para bajak laut dan penghuni Pulau Neraka adalah orang-orang
kasar yang pada saat itu sedang marah, maka sukar untuk dibujuk.
Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi dan panjang. Suara itu segera disusul suara berdengungdengung
dan berdesis-desis. Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Sin Liong ketika dia melihat
datangnya binatang-binatang kecil yang berbisa. Ular, kelabang, kalajengking dan sebangsanya
berdatangan dari semua penjuru, merayap cepat seolah-olah digerakan oleh suara melengking itu, dan
yang lebih mengerikan lagi, lebah-lebah putih datang pula beterbangan!
Saking kagetnya Sin Liong melompat turun dari punggung beruang. Kini beruang itu pun terkejut dan
ketakutan, seolah-olah binatang raksasa ini sudah mengerti bahwa bahaya maut datang mengancamnya.
"Uhhh... apa yang terjadi...?" Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya.
Sin Liong agak lega melihat dara itu sudah siuman. "Bagaimana lukamu?" tanyanya.
"Nyeri sekali, panas... eh, siapa yang memimpin binatang-binatang berbisa itu?" Soan Cu segera turun dari
pondongan Sin Liong. "Cepat pergunakan obat penolak ini..."
Dia mengeluarkan sebungkus obat penolak dari ikat pinggangnya. Setelah menaburkan obat bubuk di
sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong dan beruang betina, Soan Cu berkata lagi, "Sin Liong
tolong... kau tangkap Si Mata Satu itu... Aku membutuhkan obat penawar racun am-gi-nya (senjata
gelapnya)...."
Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita kenyerian hebat, Sin Liong maklum bahwa
tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung racun luar biasa sekali. Maka tanpa menjawab
tubuhnya mencelat kearah Koan Sek yang masih bengong memandang ke depan.
Mata Koan Sek terbelalak ketika melihat betapa anak buahnya mulai menjadi korban pengeroyokan
binatang-binatang berbisa. Maka ketika tubuh Sin Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa
pemuda itu akan menyerangnya. Dia tadi sudah mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak cakap
lagi dia sudah mengayun senjatanya menghantam ke arah Sin Liong.
Pemuda ini tadi telah melepaskan pedangnya. Melihat betapa dia disambut serangan dahsyat, cepat dia
miringkan tubuhnya, membiarkan senjata berat itu lewat. Secepat kilat kedua tangannya lalu menyambar.
Sebelum Koan Sek tahu apa yang terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu
sedangkan tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma dia meronta,
karena pemuda itu sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam lingkaran obat penolak yang
ditaburkan Soan Cu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Koan Sek menggigil. Selain dia maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali
menyaksikan apa yang terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu. Terdengar jerit dan pekik mengerikan.
Orang-orang Pulau Neraka telah mundur dan menonton sambil tertawa-tawa. Akan tetapi anak buah bajak
laut itu menghadapi penyerangan binatang-binatang berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya. Apa lagi
penyerangan lebah-lebah putih membuat mereka panik. Mengerikan sekali melihat mereka berkelojotan
merintih-rintih dan menangis menggerung-gerung karena tidak tahan menderita rasa nyeri yang
menyengati sekujur tubuh.
"Cepat bertindak, halau mereka, Soan Cu!" Sin Liong berkata dengan alis berkerut. Biar pun yang
dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum bajak, namun dia tidak dapat menyaksikan peristiwa
mengerikan itu.
Soan Cu menggeleng kepala. "Tidak mungkin. Mereka digerakkan oleh suara melengking itu."
"Suara apa itu? Siapa yang membunyikan?"
Soan Cu tersenyum dan menggigit bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya seperti dibakar dan rasa nyeri
menusuk-nusuk jantung. "Siapa lagi? Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah Kongkong.
Augghh...!" dara itu roboh pingsan lagi dalam rangkulan Sin Liong.
"Aduh celaka..., binatang-binatang itu...." Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil. Dia hendak lari dari
tempat itu ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang untuk
berusaha mengusir lebah-lebah putih yang mengeroyoknya.
"Kalau keluar dari sini, engkau pun akan mengalami nasib yang sama," kata Sin Liong menunjuk ke arah
lingkaran putih dari obat penolak. "Binatang-binatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini."
Koan Sek memandang dan matanya terbelalak ngeri melihat betapa ular-ular beracun yang bermacammacam
warnanya itu benar saja membalik lagi ketika mendekati garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih
yang terbang dekat, agaknya mencium bau penolak itu dan mereka itu pun terbang membalik, mengamuk
dan menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran. Saking ngerinya melihat betapa Coa Liok Gu
menjerit dan roboh karena kakinya tergigit seekor ular, kemudian betapa pembantunya yang juga
merupakan sute-nya melolong-lolong dan bergulingan dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan,
kepala bajak ini tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut!
Sin Liong sendiri merasa ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Kalau saja dia dapat
melihat Ouw Kong Ek, tentu dia akan meloncat dan memaksa kakek itu menghentikan pekerjaannya yang
kejam, membunuh para bajak seperti itu. Akat tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar
diketahui dari mana datangnya, bahkan kakek itu pun tidak tampak. Pula, mana mungkin dia berani
meninggalkan Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak?
Maka pemuda ini merasa jantungnya seperti disayat-sayat menyaksikan pembunuhan yang amat kejam itu.
Melihat betapa dua puluh empat orang bajak menemui kematian secara mengerikan, berkelojotan dan
melolong-lolong, akhirnya suara jeritan mereka makin lemah dan berubah seperti suara binatang
disembelih, kemudian tubuhnya tidak berkelojotan lagi dan binatang-binatang kecil berbisa yang kelaparan
itu masih menggerogoti kulit dan daging mereka!
Kemudian tampaklah Ouw Kong Ek, Tocu Pulau Neraka. Kakek ini datang ke tempat itu sambil merangkak
dengan susah payah. Tubuhnya kelihatan lemah dan kurus, mukanya pucat dan sambil merangkak itu dia
meniup sebatang alat tiup terbuat dari-pada batang alang-alang, menyerupai suling kecil. Pantas saja
suaranya melengking tinggi dan aneh. Beberapa orang anggota Pulau Neraka segera maju dan
mengangkat ketua mereka, memapahnya datang.
Kini binatang-binatang itu berangsur-angsur merayap pergi setelah Ouw Kong Ek merubah suara tiupan
sulingnya. Akhirnya yang tinggal hanya mayat-mayat dua puluh empat orang bajak dalam keadaan
mengerikan, dan mayat tujuh orang penghuni Pulau Neraka yang tewas dalam pertempuran.
"Ahhh, engkau pula yang menolong cucuku, Taihiap?" Ouw Kong Ek dituntun anak buahnya datang
mendekat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sin Liong mengerutkan alisnya. "Tocu, sungguh kejam engkau membunuh mereka seperti itu."
Kakek itu terbelalak. "Aku? kejam? Dan mereka ini...?" dia menuding ke arah mayat-mayat para bajak laut.
"Dan...hei, siapa dia ini? Ah, bukankah dia ini pemimpin mereka?" Ouw Kong Ek sudah melangkah maju
menghampiri Koan Sek yang berdiri dengan muka pucat.
"Tahan dulu, Tocu! Memang dia pemimpin bajak, akan tetapi nyawa cucumu berada di dalam tangannya!"
"Soan Cu...!" Ouw Kong Ek memandang tubuh dara yang dipondong oleh Sin Liong dan berada dalam
keadaan pingsan itu. "Mengapa dia?"
"Terkena senjata beracun," jawab Sin Liong, kemudian dia memandang Koan Sek dan membentak. "Hayo
kau berikan obat penawar senjata gelapmu!"
Tok-gan-hai-liong Koan Sek adalah seorang yang sudah berpengalaman, seorang yang kenyang
menjelajah di dunia kang-ouw, maka dia tentu saja cerdik sekali. Tadi ketika menyaksikan betapa semua
anak buahnya, juga sute-nya, tewas secara mengerikan, dia ketakutan setengah mati dan kehilangan
akalnya. Akan tetapi sekarang setelah dia melihat kesempatan untuk menolong diri, timbul kembali
keberaniannya dan dia tersenyum.
"Agaknya kita telah salah masuk. Tidak tahu pulau apakah ini dan siapa kalian ini?" tanyanya kepada Sin
Liong karena dia merasa jeri sekali menghadapi pemuda yang dia tahu amat lihai dan sama sekali bukan
tandingannya itu.
"Kau belum tahu? Ini adalah Pulau Neraka dan dia itu adalah ketuanya," jawab Sin Liong sambil menuding
kepada Ouw Kong Ek. "Sedangkan nona ini adalah cucunya. Maka kau harus cepat memberikan obat
penawarnya."
"Ha-ha, mudah saja! Mudah saja memberi obat penawarnya. Aihh, kiranya kami telah memasuki sebuah
pulau iblis dengan penghuni-penghuninya yang seperti iblis pula! Benar-benar kami telah membuat
kesalahan besar! Orang muda, mudah saja mengobati luka nona ini, akan tetapi bagaimana dengan aku
sendiri? Anak buahku telah tewas semua dan aku dalam cengkeraman kalian!"
"Engkau... engkau akan kusiksa, kucincang sampai hancur!" Ouw Kong Ek membentak.
"Ha-ha-ha, boleh! Lakukan sekarang, karena aku tidak takut mati setelah aku melihat bahwa aku
mempunyai banyak teman, terutama sekali cucumu. Kalau orang tidak lagi menyayangkan kematian
seorang dara jelita muda remaja seperti dia ini, apa lagi kematian seorang tua bangka seperti aku. Ha-haha!
Biarlah aku mati ditemani oleh dara remaja ini!"
Ouw Kong Ek sudah marah sekali, kedua tangannya dikepal sehingga suling batang alang-alang itu hancur
di tangannya.
Melihat kemarahan ketua Pulau Neraka itu, Sin Liong berkata, "Ouw-tocu apa yang dikatakannya benar.
Sudah kuperiksa luka cucumu dan ternyata dia terkena racun yang aneh sekali yang belum pernah aku
melihatnya. Maka biarlah kita menukar keselamatannya dengan keselamatan Soan Cu. Betapa pun juga,
nyawa Soan Cu jauh lebih berharga dari-pada kehidupan seorang sesat seperti dia."
"Ha-ha-ha, itu baru omongan yang tepat!" Tok-gan-hai-liong Koan Sek yang merasa ‘mendapat angin’
berkata dengan dada dibusungkan. Dia tidak takut lagi sekarang. Nyawa cucu ketua Pulau Neraka berada
di tangannya. Apa lagi yang ditakutinya?
"Iblis keparat! Hayo kau berikan obat untuk cucuku dan kau boleh minggat dari sini!" Ouw Kong Ek
membentak.
"Ha-ha-ha, aku Tok-gan-hai-liong Koan Sek bukan seorang tolol," dia lalu menoleh kepada Sin Liong.
"Orang muda apakah kedudukanmu di Pulau Neraka ini?"
Dia memang tidak dapat menduga karena tadi dia mendengar ketua Pulau Neraka menyebut taihiap
dunia-kangouw.blogspot.com
(pendekar besar) kepada pemuda ini. Dan kalau ada yang dia percaya di situ, maka satu-satunya orang
adalah pemuda ini.
"Aku bukan penghuni Pulau Neraka, aku adalah seorang dari Pulau Es...."
"Heeehhh...?!" mata Tok-gan-hai-liong yang tinggal satu itu terbelalak dan mukanya pucat. Dia merasa
seolah-olah dalam mimpi. Setelah bertemu dengan Pulau Neraka yang aneh dan mengerikan di mana
semua anak buahnya tewas, dia bertemu pula dengan seorang pemuda sakti yang mengaku datang dari
Pulau Es, sebuah sebutan yang tadinya dikiranya hanya terdapat dalam dongeng tahayul belaka. Mimpikah
dia? Ataukah dia sudah mati ditelan badai dan sekarang ini adalah pengalaman dari rohnya?
"Pulau... Pulau... Es...?" dia berkata lirih.
Sin Liong mengangguk tak sabar. Dia tadi mengaku sebenarnya, siapa mengira malah membuat kepala
bajak ini menjadi termangu-mangu seperti orang sinting.
"Kalau begitu, aku hanya mau memberikan obat penawarnya jika engkau yang mengantarku sampai ke
sebuah perahu di pantai Pulau Neraka ini."
"Jahanam, kau tidak percaya kepadaku?!" Ouw Kong Ek membentak dan para pembantunya sudah
mengangkat senjata mengancam.
"Terserah, bunuhlah. Aku toh akan mati bersama dia ini."
Sin Liong menyerahkan tubuh Soan Cu yang masih pingsan kepada kakeknya, kemudian berkata, "Ouwtocu,
biarlah kita memenuhi permintaannya. Harap sediakan perahu untuknya."
Terpaksa Ouw Kong Ek menggerakkan kepalanya, memberi isyarat kepada anak buahnya, kemudian
memandang kepada kepala bajak itu dengan mata mendelik. Koan Sek lalu berjalan bersama Sin Liong
dan dua anak buah Pulau Neraka menuju ke tepi laut. Setelah sebuah perahu dipersiapkan, kepala bajak
itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam sakunya. Benda itu ternyata adalah seekor kuda laut sebesar
ibu jari tangan yang sudah kering.
"Nona itu terkena racun yang terkandung dalam duri ikan yang tidak dapat diobati kecuali dengan ini.
Tumbuklah hingga menjadi bubuk dan masak, lalu minumkan airnya, tentu dia akan sembuh."
Sin Liong mengerutkan alisnya. Sudah banyak pengetahuannya tentang pengobatan akan tetapi tentu saja
belum pernah dia mengenal rahasia racun yang keluar dari dalam lautan. Dia menyerahkan bangkai kuda
laut kering itu kepada dua orang penghuni Pulau Neraka sambil berkata, "Berikan ini kepada Ouw-tocu,
suruh menumbuk halus dan masak dengan air, kemudian minumkan kepada Nona. Bagaimana hasilnya
supaya cepat melapor ke sini. Aku menunggu di sini."
Dua orang itu menerima kuda laut mati dan berlari memasuki pulau, sedangkan Sin Liong lalu duduk di tepi
pantai dengan sikap tenang.
"Kau tidak mau membiarkan aku pergi?" Koan Sek bertanya penuh khawatir.
"Jangan tergesa-gesa," jawab Sin Liong. "Aku harus yakin dulu bahwa obatmu benar-benar manjur, baru
aku akan membolehkan engkau pergi. Bukankah itu adil namanya?"
Koan Sek menghela napas dan menjatuhkan diri duduk di dalam perahu. Dia maklum bahwa kalau
melawan, dia tidak akan menang. "Dia pasti akan sembuh. Dalam keadaan seperti ini, mana aku berani
main-main?"
Sin Liong diam saja.
Kepala bajak itu menggunakan mata tunggalnya untuk memandangi pemuda itu penuh selidik, kemudian
bertanya, "Orang muda, benarkah engkau dari Pulau Es?"
Sin Liong mengangguk.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dan siapa namamu?"
"Kwa Sin Liong. Mengapa engkau bertanya-tanya?"
"Tadinya aku mengira bahwa Pulau Es hanyalah sebuah dongeng..."
"Hemm.., memang sekarang hanya tinggal dongeng...." Sin Liong berkata sambil merenung jauh
membayangkan keadaan Pulau Es yang telah terbasmi oleh badai dan kini tinggal menjadi sebuah pulau
kosong yang menyedihkan.
"Ngukk... nguukkk..."
Sin Liong menoleh dan tersenyum. "Eh, Enci Beruang. Kau menyusulku?"
Beruang itu menghampiri, dan memperlihatkan taringnya ketika dia melihat Koan Sek di atas perahu di
depan pemuda itu.
"Binatang yang hebat!" Koan Sek berkata dan bulu tengkuknya berdiri. Pemuda ini seperti bukan manusia
biasa, bahkan mempunyai binatang peliharaan seperti itu!
"Kau bilang tadi... tinggal dongeng apa maksudmu?"
"Tidak apa-apa, lupakanlah," kata Sin Liong sambil mengelus beruang yang sudah bertiarap di depannya.
"Orang muda she Kwa... eh, Tai-hiap... kenapa kau mau membebaskan aku?"
Sin Liong mengangkat mukanya memandang. Kepala bajak itu menjadi lebih heran lagi melihat betapa
pandang mata pemuda itu sama sekali tidak membayangkan kebencian atau permusuhan dengannya.
"Mengapa tidak? Engkau pun membebaskan Soan Cu." Sin Liong menengok dan tampaklah dua orang
tadi datang berlari-lari.
"Kwa-taihiap, Nona sudah sembuh!"
Sin Liong mengangguk kepada Koan Sek. "Pergilah, cepat! Lebih cepat lebih baik dan harap kau jangan
sekali-kali mendekati pulau ini."
Koan Sek menjawab, "Terima kasih. Satu kali pun sudah cukuplah!" dia mengkirik. "Pulau Iblis seperti ini
siapa yang ingin melihatnya lagi?" dia lalu menggerakkan dayungnya dan perahu meluncur cepat
meninggalkan Pulau Neraka.
Ketika Sin Liong bersama beruangnya tiba kembali ke tengah pulau, benar saja bahwa Soan Cu telah
sembuh sama sekali dari pengaruh racun. Hanya luka di pahanya yang tinggal dan luka itu sudah diobati
oleh kongkong-nya. Para penghuni Pulau Neraka sedang sibuk menyingkirkan mayat-mayat yang
bergelimpangan mengerikan itu dan Sin Liong lalu diajak masuk ke pondoknya oleh Ouw Kong Ek dan
Soan Cu.
"Taihiap, lagi-lagi engkau yang datang menolong kami," kata Ouw Kong Ek.
"Kalau engkau tidak segera datang, entah bagaimana dengan aku. Mungkin sudah mati, Sin Liong," kata
Soan Cu dengan mata bersinar-sinar penuh kagum dan terima kasih.
"Ahh, mengapa Tocu dan kau masih bersikap sungkan terhadap aku? Bukankah kita ini sahabat?
Kedatanganku bukan hanya kebetulan saja. Aku datang dengan maksud yang sama seperti setahun yang
lalu, yaitu mencari Sumoi. Apakah dia tidak datang ke sini?"
Soan Cu dan kakeknya memandang kaget dan juga heran, dan di dalam pandang mata Ouw Kong Ek
terkandung rasa hati tidak senang. Sin Liong maklum akan ketidak-senangan hati kakek itu, maka dia
menarik napas panjang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Harap saja Tocu tidak menyangka yang bukan-bukan terhadap Sumoi. Apa yang dilakukan oleh Suhu di
sini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Sumoi," kata Sin Liong.
"Jadi Taihiap sudah tahu apa yang diperbuat oleh Han Ti Ong di sini?"
Sin Liong mengangguk. "Aku dapat menduganya. Tentu dia marah-marah karena puterinya pernah ditahan
di sini."
"Bukan hanya marah-marah!" kata Soan Cu mengepal tinju. "Orang itu sombong sekali! Dia menghina
kakek. Biar pun tidak melakukan pembunuhan tapi dia memukul semua orang!"
"Kau juga dipukulnya?" Sin Liong bertanya.
"Tadinya, melihat aku seorang wanita dan masih muda, dia tidak mau memukulku. Akan tetapi karena
melihat kakek dipukul, aku menyerangnya dan aku roboh oleh tamparan. Dia memang sakti, akan tetapi
ganas dan kejam, bahkan semua catatanmu dihancurkan! Sekali waktu kami akan menuntut balas, kami
akan menyerang Pulau Es!"
Sin Liong menarik napas panjang. "Lupakan saja niat itu, selain tidak baik juga tidak ada gunanya.
Kerajaan Pulau Es tidak ada lagi sekarang, telah musnah."
"Hei...? Apa maksudmu, Taihiap...?" kakek itu bertanya sambil terbelalak.
"Apa yang telah terjadi?" Soan Cu juga bertanya.
"Dilanda badai... habis seluruhnya! Semua penghuninya termasuk Suhu dan seluruh benda di sana habis
terbasmi kecuali bangunan istana yang telah kosong sama sekali..." Sin Liong lalu menuturkan dengan
singkat mala-petaka yang penimpa Pulau Es, dan betapa secara aneh dan kebetulan saja dia dan Sumoinya
terluput dari bencana.
Kakek dan cucu itu mendengarkan dengan melongo, kemudian kakek itu bertepuk tangan dan tertawa
bergelak. "Ha-ha-ha-ha! Ha-ha-ha-ha! Dendam ratusan tahun lenyap dalam sekejap mata! Kami orangorang
buangan yang dianggap berdosa, dianggap dikutuk Tuhan, malah masih dapat hidup melanjutkan
riwayat. Sedangkan penghuni Pulau Es yang suci dan agung, kaum bangsawan yang tinggi, sekali sapu
saja musnah! Ha-ha-ha, siapa yang lebih dilindungi Tuhan? Han Ti Ong, tanpa kami bergerak, engkau dan
kerajaanmu lenyap sudah!" kakek itu tertawa-tawa sampai air matanya keluar sehingga sukar dikatakan
apakah dia itu tertawa, ataukah menangis.
“Mengapa Taihiap sekarang mencari Nona Swat Hong ke sini? Apa yang terjadi dengan dia?"
Sin Liong lalu menceritakan niat perjalanannya bersama Swat Hong, yaitu untuk mencari ibu Swat Hong
yang sampai kini tidak diketahui berada di mana. Dan betapa di jalan mereka menjadi bingung dan tersesat
karena badai telah menciptakan pemandangan yang berbeda di permukaan laut sehingga mereka
mendarat di gunung es dan betapa dia menemukan beruang hitam.
"Sumoi berangkat melanjutkan perjalanan mencari Pulau Neraka karena disangkanya ibunya berada di
sini, sedangkan aku mengobati beruang...." Sin Liong menutup ceritanya, tentu saja dia tidak menceritakan
kemarahan Swat Hong kepadanya.
"Apakah dalam beberapa hari ini dia tidak datang ke sini?"
Soan Cu menjawab, "Untung saja dia tidak datang, Sin... eh, Taihiap."
"Soan Cu mengapa engkau meniru kakekmu yang bersungkan kepadaku dan menyebut Taihiap segala?"
"Biarlah, Taihiap," kata Ouw Kong Ek. "Tidak pantas kalau dia menyebut namamu begitu saja. Dan engkau
memang menolong kami dan pantas disebut Taihiap karena kepandaianmu tinggi sekali."
"Kau katakan tadi untung Sumoi tidak datang ke sini, mengapa?" tanya Sin Liong kepada Soan Cu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Andai kata dia datang, tentu akan terjadi apa-apa yang tidak baik antara dia dan Kongkong. Ketahuilah,
semenjak Raja Pulau Es datang mengacau di sini, Kongkong jatuh sakit, dan kebencian kami semua
terhadap Pulau Es makin mendalam. Maka kalau Sumoi-mu, Swat Hong datang, tentu akan terjadi hal
yang tidak baik," jawab Soan Cu.
Sin Liong mengangguk-angguk. Ia merasa lega bahwa sumoi-nya tidak mendahului datang ke Pulau
Neraka, akan tetapi juga menimbulkan kegelisahannya karena dia jadi tidak tahu di mana sumoi-nya yang
pemarah itu kini berada!
“Bajak-bajak laut itu, dari mana datangnya dan mengapa mengacau ke sini?" tanyanya.
"Entah. Tahu-tahu mereka muncul dan perahu besar mereka terdampar di tepi pulau."
"Agaknya mereka juga diamuk badai."
"Mungkin," jawab Soan Cu bimbang, kemudian ia melanjutkan, "Kami diserang selagi Kongkong sakit.
Kongkong tidak dapat turun dari pembaringan, maka aku yang menggantikannya. Aku keluar menyambut
mereka, akan tetapi karena kurang hati-hati, karena memandang rendah am-gi mereka, aku hampir celaka
kalau tidak ada engkau yang datang di waktu yang tepat, Taihiap."
"Akan tetapi, akhirnya biar pun sakit Kongkong-mu dapat membunuh semua bajak laut itu," Sin Liong
bergidik ngeri mengenangkan kematian para bajak itu.
"Ugh-ugh...!" kakek itu terbatuk-batuk. "Bajak-bajak macam itu saja kalau aku tidak sakit, kalau Soan Cu
tidak memandang rendah dan kalau para penghuni tidak baru saja diamuk badai, tidak ada artinya bagi
kami. Kalau binatang-binatang Pulau Neraka tidak bersembunyi ketakutan sehabis diamuk badai, mana
mereka mampu masuk? Sudahlah, sekarang saya hendak menyampaikan permohonan yang amat penting
bagi Taihiap."
"Ah, Tocu, Di antara kita yang sudah menjadi sahabat, perlu apa banyak sungkan lagi? Kalau ada sesuatu,
katakan saja, mana perlu menggunakan permohonan lagi?" jawab Sin Liong.
Akan tetapi tiba-tiba kakek itu turun dari bangkunya dan menjatuhkan diri berlutut di depan Sin Liong!
Tentu saja pemuda ini menjadi sibuk sekali. Cepat ia membangunkan kakek itu dan berkata, "Tocu, harap
jangan begini. Aku yang muda mana berani menerimanya? Ada keperluan apakah? Katakan saja, aku
tentu akan membantumu sedapat mungkin," Sin Liong berkata dengan hati tidak enak, menduga akan
menghadapi hal yang sulit.
Setelah duduk kembali dan mengatur napasnya yang terengah-engah karena kesehatannya belum pulih
kembali dan tubuhnya terasa amat lelah, kakek itu berkata, "Kwa-taihiap, aku sudah tua dan tidak
mempunyai keturunan lain kecuali Soan Cu. Taihiap sudah melihat sendiri keadaan di Pulau Neraka yang
merupakan tempat tidak baik untuk seorang dara seperti Soan Cu. Oleh karena itu, setelah kini kerajaan
Pulau Es tidak ada, berarti bahwa Pulau Neraka telah bebas dan kami bukanlah orang-orang buangan lagi.
Soan Cu juga bukan keturunan orang buangan lagi dan sewaktu-waktu kami boleh meninggalkan pulau ini.
Karena itu, aku mohon dengan sepenuh hatiku, sudilah Taihiap membawa Soan Cu bersama Taihiap untuk
mengenal dunia ramai, dan syukur kalau Taihiap dapat mengatur agar cucuku ini tidak usah lagi kembali
dan tinggal di Pulau Neraka ini. Kuharap permohonan ini tidak akan ditolak oleh Taihiap."
Sin Liong mengerutkan alisnya. Permintaan yang sama sekali tidak pernah disangkanya! "Akan tetapi,
Ouw-tocu, hendaknya diingat bahwa aku sendiri adalah seorang sebatang-kara yang tidak mempunyai
apa-apa, tidak mempunyai tempat tinggal dan masih belum kuketahui apa akan jadinya dengan diriku ini."
"Kalau Taihiap merantau, bawalah dia merantau, ke mana saja aku sudah pasrah sepenuhnya. Baik dia
akan Taihiap anggap sebagai sahabat, sebagai saudara, atau kalau mungkin... dari lubuk hatiku kuharap
sebagai calon jodoh, aku sudah merasa lega dan senang, asal dia tidak tersiksa tinggal di neraka ini."
Sin Liong merasa sukar untuk menolak, akan tetapi juga berat untuk menerima, maka dia menoleh kepada
Soan Cu dan berkata, "Soal ini sebaiknya kita serahkan kepada Soan Cu sendiri. Kalau memang dia suka
dunia-kangouw.blogspot.com
merantau meninggalkan pulau ini, tentu saja aku tidak keberatan mengadakan perjalanan bersama. Akan
tetapi hal ini bukan berarti bahwa aku menerima usul perjodohan Tocu, dan sewaktu-waktu dia boleh pergi
ke mana saja. Jadi aku tidak terikat oleh perjanjian apa pun juga."
"Taihiap, jangan khawatir. Memang aku sejak dulu tidak kerasan tinggal di sini. Hanya karena kedudukanku
sebagai seorang keluarga buangan saja yang mencegah aku meninggalkan Pulau Neraka. Sekarang aku
telah bebas, dan betapa pun juga, aku akan pergi dari sini. Hanya kalau bersama Taihiap, tentu hati
Kongkong akan merasa lebih aman, dan juga untukku sendiri yang tidak ada pengalaman, melakukan
perjalanan bersamamu merupakan hal yang menyenangkan sekali. Aku hendak pergi mencari ayahku,
Taihiap."
"Dan aku hendak mencari Swat Hong dan ibunya."
"Kalau begitu, mari kita mencari berdua, siapa tahu dalam mencari Sumoi-mu itu , aku dapat bertemu
dengan ayahku."
Setelah mendapat banyak pesan dan melihat Kongkong-nya membawa pula bekal berupa pakaian dan
sekantung emas simpanan Kongkong-nya, berangkatlah Soan Cu bersama Sin Liong meninggalkan Pulau
Neraka dengan sebuah perahu. Selama hidupnya yang lima belas tahun itu, belum pernah Soan Cu
meninggalkan pulau. Maka setelah perahu meluncur jauh, dan dia hampir tidak dapat melihat lagi
Kongkong-nya bersama semua sisa penghuni Pulau Neraka yang mengantarnya sampai ke pantai, Soan
Cu tak dapat menahan bercucurannya air matanya.
"Soan Cu, mengapa kau menangis? Kalau kau tidak tega meninggalkan kakekmu, masih belum terlambat
untuk kembali," kata Sin Liong yang sebetulnya merasa tidak enak sekali memikul kewajiban ini. Biar pun
dia tidak terikat sesuatu, namun sedikit banyak dia dibebani keselamatan dara ini. Kalau dara ini wataknya
seaneh Swat Hong, dia tentu akan menjadi lebih pusing lagi!
"Ah, tidak, Taihiap. Aku hanya merasa hatiku perih meninggalkan tempat yang sejak lahir menjadi tempat
tinggalku itu. Orang sedunia boleh menyebutnya Pulau Neraka, akan tetapi setelah aku berangkat
meninggalkan pulau itu, terasa olehku bahwa di situ adalah sorga."
Sin Loing tersenyum dan mendayung perahunya lebih cepat lagi. Pernyataan yang keluar dari mulut dara
ini merupakan pelajaran yang amat penting baginya, membuka matanya melihat kenyataan bahwa sorga
mau pun neraka itu berada dalam hati manusia itu sendiri!
Betapa pun indahnya suatu tempat, kalau tidak berkenan di hati akan merupakan neraka. Sebaliknya
betapa pun buruknya suatu tempat, kalau berkenan di hati akan menjadi sorga! Jadi, baik buruk, senang
susah, puas kecewa, semua ini bukan ditentukan oleh keadaan di luar, melainkan ditentukan oleh keadaan
hati dan pikiran sendiri. Keadaan di luar merupakan kenyataan yang wajar, dan hanya pikiranlah yang
menentukan dengan menilai, membandingkan, maka lahirlah puas, kecewa, senang, susah, baik, buruk,
dan lain-lain hal yang saling bertentangan itu.
Bahagialah orang yang dapat menghadapi segala sesuatu dengan mata terbuka, memandang segala
sesuatu seperti apa adanya, tanpa penilaian, tanpa perbandingan. Orang bahagia tidak mengenal susah
senang, karena bahagia bukan susah bukan pula senang, bukan puas bukan pula kecewa, melainkan
suatu keadaan di atas itu semua, sama sekali tidak terganggu oleh pertentangan-pertentangan itu.
Perahu yang ditumpangi Sin Liong dan Soan Cu meluncur terus. Ujung depannya yang meruncing
membelah air yang tenang seperti sebuah pisau membelah agar-agar biru. Soan Cu sudah melupakan
kesedihan hatinya. Kini dara itu memandang ke depan dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar
penuh harapan akan masa depan yang berlainan sama sekali dengan keadaan di Pulau Neraka. Banyak
sudah dia mendengar dongeng kakeknya yang juga hanya mendengar dari nenek moyangnya tentang
keadaan di dunia ramai, dan sekarang dia sedang menuju kepada kenyataan yang akan dilihatnya dengan
mata sendiri!
Pusat perkumpulan Pat-jiu Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tangan Delapan) berada di lereng
Pegunungan Heng-san. Dari luar tempat itu memang pantas disebut pusat perkumpulan pengemis karena
hanya merupakan tempat di dataran tinggi yang dikelilingi pagar bambu yang tingginya hampir dua kali
tinggi orang. Pagar yang butut dan bambu-bambu itu mengingatkan orang akan tongkat bambu yang biasa
dunia-kangouw.blogspot.com
dibawa oleh para pengemis. Akan tetapi kalau orang sempat menjenguk di dalamnya, dia akan terheranheran
menyaksikan sebuah rumah gedung yang pantas juga disebut sebuah istana kecil yang berdiri
megah dan mewah sekali! Inilah tempat tinggal Pat-jiu Kai-ong, Si Raja Pengemis yang menjadi ketua Patjiu
Kai-pang di lereng Heng-san!
Pat-jiu kai-ong sudah berusia kurang lebih tujuh puluh tahun, akan tetapi dia masih kelihatan tangkas dan
belum begitu tua. Sungguh pun pakaiannya selalu butut, sebutut tongkatnya, sama sekali tidak sesuai
dengan keadaan gedungnya. Hanya kalau hari sudah menjadi gelap saja maka berubahlah Raja Pengemis
ini. Pakaiannya diganti dengan pakaian tidur yang layaknya dipakai seorang pangeran! Dan mulailah
kehidupan yang berlawanan dengan keadaan hidupnya di waktu siang, berbeda jauh seperti bumi dan
langit.
Di waktu siang, dia lebih patut disebut seorang pengemis kelaparan yang berkeliaran di sekitar rumah
gedung itu. Akan tetapi di waktu malam, dengan pakaian indah dan tubuh bersih, dia bersenang-senang
makan minum dengan hidangan serba lezat dan mahal, dilayani oleh lima orang selirnya yang muda-muda,
cantik dan genit. Pat-jiu Kai-ong tinggal di dalam istananya yang mewah, akan tetapi dikelilingi pagar
bambu yang tinggi sehingga tidak tampak dari luar. Ia tinggal bersama lima orang selirnya, lima orang
pelayan dan selosin anak buahnya yang merupakan pengawal-pengawalnya.
Selosin orang ini tentu saja merupakan tokoh-tokoh dalam Pat-jiu Kai-pang, karena mereka adalah
pembantu yang boleh diandalkan, atau juga murid-murid tingkat satu dari Raja Pengemis itu. Para
pengawal itu melakukan penjagaan siang malam secara bergilir dan mereka tinggal di dalam rumah
samping di kanan-kiri istana ketua mereka. Ada pun Pat-jiu Kai-pang mempunyai anggota yang banyak
dan yang tersebar luas di kota-kota.
Dengan mengandalkan nama besar perkumpulan itu, terutama sekali nama besar Kai-ong, para anggota
itu dapat mengumpulkan sumbangan-sumbangan yang besar dan sebagian dari-pada hasil sumbangan ini
mereka setorkan kepada Pat-jiu kai-ong. Inilah yang membuat Raja Pengemis ini menjadi kaya raya dan
dapat hidup mewah sekali.
Selosin orang pembantunya, selain pengawal dan penjaga istananya, juga bertugas untuk turun tangan
mewakili ketua mereka apabila ada cabang yang kurang dalam memberi setoran! Pat-jiu Kai-ong sendiri
yang sudah hidup makmur jarang meninggalkan istananya di Heng-san. Hanya urusan besar saja yang
dapat menariknya pergi meninggalkan tempat yang amat menyenangkan hatinya itu.
Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dia ikut pula memperebutkan Sin-tong Si Anak Ajaib. Pada waktu itu
dia ingin cepat-cepat menyempurnakan ilmu yang sedang diciptakan dan dilatihnya, yaitu ilmu Hiat-cianghoat-
sut (Ilmu Sihir Tangan Darah). Jika pada waktu itu dia berhasil merebut Sin-tong, tentu dalam waktu
satu tahun saja ilmunya akan sempurna.
Akan tetapi karena seperti diceritakan di bagian depan, dia gagal dan Sin-tong dibawa pergi oleh pangeran
Han Ti Ong dari Pulau Es, maka dia harus mengorbankan puluhan orang bocah untuk dimakan otaknya
dan disedot darah dan sumsumnya. Kini dia telah mahir dengan ilmu hitam yang mengerikan itu, akan
tetapi sayangnya, setiap tahun dia harus mengisi tenaga itu dengan pengorbanan seorang bocah!
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, selagi Pat-jiu Kai-ong seperti biasa meninggalkan kehidupan malamnya
yang mewah, berpakaian sebagai seorang pengemis berjalan-jalan di dalam taman bunga di belakang
istananya, membawa tongkat butut dan berlatih silat di waktu embun pagi masih tebal, tiba-tiba seorang
pengawalnya datang menghadap dan melaporkan bahwa ada tiga orang tamu datang ingin bertemu
dengan Si Raja Pengemis.
"Hemm, siapakah pagi-pagi begini sudah datang menggangguku?" Pat-jiu Kai-ong berkata dengan alis
berkerut.
Akan tetapi karena merasa penasaran, dia tidak memerintahkan pengawalnya mengusir orang itu.
Terutama sekali setelah mendengar pelaporan itu bahwa yang datang adalah seorang kakek bersama dua
orang muda, seorang dara jelita dan seorang muda tampan. Hatinya tertarik sekali ketika mendengar
bahwa kakek itu mengaku sebagai seorang ‘sahabat lama’.
Ketika dia keluar membawa tongkat bututnya dan bertemu dengan tiga orang itu, Pat-jiu Kai-ong
dunia-kangouw.blogspot.com
memandang tajam. Dia kagum melihat pemuda yang amat tampan dan pemudi yang amat cantik jelita itu.
Wajah mereka yang mirip satu sama lain menunjukan bahwa mereka adalah kakak beradik. Pemudanya
berusia kurang lebih enam belas tahun, pemudinya lima belas atau empat belas tahun. Sampai lama
pandang mata Pat-jiu Kai-ong melekat kepada dua orang muda itu, keduanya membuat hatinya terguncang
penuh kagum dan andai kata dia tidak menahan perasaannya, tentu mulutnya akan mengeluarkan air liur!
Barulah dia terkejut ketika mendengar kakek itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Pat-jiu Kai-ong kurasa engkau belum begitu pikun untuk melupakan dua orang anakku ini.
Mereka adalah Swi Liang dan Swi Nio, ha-ha-ha!”
Akan tetapi Pat-jiu Kai-ong mengerutkan alisnya, sama sekali tidak mengenal kedua nama ini. Dia
memandang dengan mata terheran kepada laki-laki yang berdiri di depannya, seorang laki-laki berusia
kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian sederhana berwarna kuning. Kepalanya yang beruban itu
terlindung kain pembungkus rambut yang berwarna kuning pula.
Kakek itu tertawa lagi. "Wah, Pat-jiu Kai-ong, benar-benar engkau telah lupa kepada kami? Lupa kepada
sahabatmu di Lu-san ini?"
"Ahhhh...!" Pat-jiu Kai-ong tertawa, mukanya berseri dan dia cepat membungkuk untuk memberi hormat.
"Kiranya sahabat Bu yang datang? Maaf, maaf, mataku sudah lamur saking tuanya sehingga tidak
mengenal sahabat baik yang kurang lebih sepuluh tahun tak pernah kujumpai. Jadi ini kedua anakmu itu?
Dahulu mereka baru berusia lima enam tahun, kecil dan lucu serta berani. Kalau tidak salah, bahkan anak
perempuanmu ini yang dahulu menantang pibu kepadaku. Ha-ha-ha!"
Dara berusia lima belas tahun yang cantik jelita itu menunduk dan kedua pipinya berubah merah. "Harap
Pangcu sudi memaafkan saya."
"Aih-aih...! Ini tentu orang tua Lu-san ini yang mengajarnya. Menyebutku Pangcu segala!"
"Ha-ha-ha, Pangcu. Bukankah engkau memang Ketua dari Pat-jiu Kai-pang? Mengapa tidak mau disebut
Pangcu oleh puteriku?" kakek itu berkata.
"Wah, jangan berkelakar. Anak-anak yang baik, sebut saja aku paman. Marilah masuk, kita bicara di
dalam." Pat-jiu Kai-ong lalu bertepuk tangan dan para pengawalnya muncul. "Lekas beri-tahukan para
pelayan agar mempersiapkan hidangan makan pagi yang baik untuk tamuku yang terhormat, Lu-san Lojin
(Orang Tua Dari Lusan) dan dua orang putera-puterinya!"
Para pengawal itu mundur dan Pat-jiu Kai-ong menggandeng tangan kakek itu. Sambil tertawa-tawa
mereka memasuki istana dan duduk di ruangan dalam menghadapi meja dan duduk di kursi-kursi yang
berukir indah.
Sambil memandang ke kanan-kiri mengagumi keindahan ruangan itu, Lu-san Lojin berkata memuji,
"Sungguh hebat! Lama sudah aku mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong tinggal di sebuah istana yang megah,
kiranya keadaan di sini melampau segalanya yang telah kudengar. Hebat sekali!"
Sejak tadi Pat-jiu Kai-ong merayapi tubuh pemuda dan pemudi itu dengan pandangan matanya. Dia kagum
bukan main melihat dara cantik jelita dan pemuda yang tampan dan gagah itu.
"Ha-ha, kau terlalu memuji, sahabat. Aku tidak mengira bahwa hari ini tempatku yang buruk akan
menerima kehormatan kedatangan seorang tamu agung, seorang penolongku yang budiman bersama
putra dan puterinya yang begini elok."
Kedua orang tua ini lalu bercakap-cakap dengan gembira membicarakan masa lampau. Siapakah kakek
ini? Dia adalah Lu-san Lojin, seorang ahli silat dan ahli pengobatan yang semenjak istrinya meninggal
dunia, meninggalkan dua orang anak, lalu mengajak dua orang anaknya itu mengasingkan diri ke puncak
Lu-san. Di sana dia bertapa sambil mendidik dan menggembleng putera-puterinya.
Sepuluh tahun yang lalu, setelah gagal merebut Sin-tong, dalam kekecewaannya Pat-jiu Kai-ong lalu
mengamuk di sepanjang jalanan, menculik dan membunuhi bocah-bocah yang dianggapnya cukup sehat.
Ketika dia tiba di kaki Pegunungan Lu-san, dia berada dalam keadaan keracunan hebat. Hal ini terjadi
dunia-kangouw.blogspot.com
karena dia terlampau banyak membunuh anak laki-laki, makan otak mereka dan menghisap darah serta
sumsum mereka untuk menyempurnakan ilmunya, terlampau banyak melatih diri dengan ilmu hitam Hiatciang
Hoat-sut.
Hatinya amat penasaran karena dia tidak dapat mengalahkan Han Ti Ong dan merebut Sin-tong, maka dia
lupa akan ukuran tenaga sendiri dalam melatih diri dengan ilmu hitam itu. Dia terlampau terburu-buru, dan
akibatnya hawa mukjijat dari ilmu itu membalik dan membuat dia terluka dalam, keracunan hebat sehingga
dia terhuyung-huyung dan hampir pingsan ketika tiba di kaki pegunungan Lu-san. Dia maklum akan
keadaan dirinya, tahu bahwa dia terancam bahaya maut maka hatinya menjadi khawatir sekali.
Kebetulan baginya, pada saat itu keadaannya terlihat oleh Lu-san Lojin yang sedang turun gunung
bersama putera-puterinya yang pada waktu itu baru berusia enam dan lima tahun. Sebagai seorang gagah
dan berilmu tinggi, Lu-san Lojin cepat menolong Pat-jiu Kai-ong. Setelah memeriksa keadaan Raja
Pengemis itu, dia maklum bahwa Pat-jiu Kai-ong memerlukan perawatan khusus, maka diajaknya orang ini
naik ke puncak Lu-san. Di situ Pat-jiu Kai-ong diobati Lu-san Lojin sampai sembuh.
Selama satu bulan berada di Lu-san, Raja Pengemis ini menerima perawatan yang amat baik dari Lu-san
Lojin, maka dia merasa berterima kasih sekali dan menganggap pertapa itu sebagai penolong dan sahabat
baiknya. Juga dia mengenal dua orang bocah yang mungil itu. Karena kebaikan hati Lu-san Lojin, biar pun
dia melihat Swi Liang sebagai seorang anak yang mempunyai darah bersih dan tulang kuat, dia tidak tega
untuk mengganggu anak laki-laki itu.
Di lain pihak, ketika mendengar bahwa yang ditolongnya adalah Pat-jiu Kai-ong ketua Pat-jiu Kai-pang, Lusan
Lojin terkejut sekali. Akan tetapi dia menjadi bangga bahwa Raja Pengemis yang namanya terkenal itu
menganggapnya sebagai sahabat baik. Maka setelah sembuh, mereka berpisah sebagai sahabat yang
berjanji untuk saling mengunjungi dan saling membantu.
"Sungguh aku tidak tahu diri dan tidak mengenal budi," setelah makan minum Pat-jiu Kai-ong berkata
kepada tamunya. "Sepatutnya akulah yang datang mengunjungi kalian di Lu-san, bukan kalian yang jauhjauh
datang mengunjungi aku."
"Ahhh, mengapa kau menjadi sungkan begini? Kita bersama telah mempunyai kewajiban masing-masing
sehingga tentu saja telah sibuk dengan pekerjaan. Kami pun hanya kebetulan saja lewat di kaki
pegunungan Heng-san, maka aku teringat kepadamu dan mengajak kedua anakku untuk mendekati
pegunungan Heng-san mencarimu."
"Terima kasih, engkau baik sekali, Lu-san Lojin. Akan tetapi, kalau boleh aku mengetahui, kalian datang
dari manakah?"
Lu-san Lojin menarik napas panjang dan menoleh kepada puteranya, lalu memandang puterinya seolaholah
minta ijinnya. Swi Liang menganggukkan kepalanya kepada ayahnya, kemudian menunduk. Pemuda
ini menganggap bahwa Pat-jiu Kai-ong adalah seorang sahabat baik ayahnya, bahkan seperti saudara
sendiri, maka tidak ada salahnya kalau Raja Pengemis itu mengetahui urusannya. Siapa tahu Raja
Pengemis itu justru dapat membantunya.
"Kami baru saja datang dari Lok-yang. Setelah melakukan perjalanan sejauh itu ternyata sia-sia belaka
usaha kami untuk mencari Tee-tok Siangkoan Houw."
"Tee-tok Siangkoan Houw? Ah, ada urusan apakah engkau mencari Racun Bumi itu, Lu-san Lojin?"
"Sebetulnya urusan lama, urusan perjodohan semenjak kecil. Antara Tee-tok dan aku telah terdapat
persetujuan untuk menjodohkan puteraku Bu Swi Liang ini dengan puterinya yang bernama Siangkoan Hui.
Akan tetapi, setelah keduanya menjadi dewasa, tidak ada berita dari Tee-tok sehingga hatiku merasa
khawatir sekali. Aku sudah berusaha mencarinya, namun selalu sia-sia. Akhir-akhir ini aku mendengar
bahwa dia berada di Lok-yang, akan tetapi setelah jauh-jauh kami bertiga mencarinya ke sana, ternyata dia
tidak berada di sana pula. Hemm, sikap orang tua itu masih selalu aneh dan penuh rahasia."
"Ha-ha-ha, Itu salahmu sendiri! Mengapa mengikat perjanjian dengan seorang iblis seperti Tee-tok?"
"Pat-jiu Kai-ong, jangan bergurau. Ini urusan yang penting bagi kami, karena itu kami mengharap
dunia-kangouw.blogspot.com
bantuanmu yang mempunyai banyak anak buah, agar suka menyelidiki di mana kami dapat bertemu
dengan Tee-tok Siangkoan Houw."
"Baik, baik... jangan khawatir. Akan kusuruh anak buahku menyelidikinya. Kalian bermalamlah di sini,
jangan tergesa-gesa pulang."
Lu-san Lojin menggeleng kepala. "Sudah terlalu lama kami meninggalkan pondok. Kami hanya dapat
bermalam untuk satu malam saja, besok pagi-pagi kami harus melanjutkan perjalanan."
"Semalaman cukuplah, biar kupergunakan untuk menjamu kalian sepuas hatiku."
Tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk di luar istana Raja Pengemis itu. Tak lama kemudian dua orang
pengawal pribadi Kai-ong masuk dengan muka pucat dan kelihatan takut.
"Ada apa? Mau apa kalian mengganggu kami?" Kai-ong membentak marah dan menurunkan cawan
araknya keras-keras ke atas meja sehingga meja itu tergetar.
"Pangcu... ampunkan kami berdua... terpaksa kami mengganggu karena ada peristiwa yang amat aneh
dan mengkhawatirkan kami semua."
"Apa yang terjadi? Hayo cepat ceritakan!"
Dengan wajah ketakutan, seorang di antara dua orang pengawal itu lalu menceritakan apa yang baru saja
terjadi di luar istana. Karena Pangcu sedang menjamu tamu, para pengawal menjaga di luar dan mereka
sedang mengagumi seekor ayam jago kesayangan Pat-jiu Kai-ong. Raja Pengemis itu memang suka sekali
memelihara ayam jago dan kadang-kadang mengadunya.
Pagi hari itu seperti biasa, seorang pelayan memandikan dan memberi makan ayam jago itu, dan memujimujinya
sebagai jago peranakan tanah selatan yang amat baik. Tiba-tiba ayam jago itu menggelepar di
dalam kedua tangannya, darah muncrat dan ayam itu mati, dadanya ditembusi sehelai benda lembut yang
kemudian ternyata adalah sebatang daun! Di tangkai daun itu terdapat sehelai kain yang ada tulisannya.
"Kami telah meloncat dan mencari di sekeliling, akan tetapi tidak ada bayangan seorang pun manusia,
Pangcu. Agaknya hanya iblis saja yang dapat menggunakan sehelai daun untuk menyambit dan
membunuh ayam jago dan...."
"Cukup!" Raja Pengemis itu marah sekali mendengar jagonya dibunuh orang. "Kalian tolol semua! Mana
kain yang ada tulisan itu?!"
Kepala pengawal yang mukanya penuh brewok itu menyerahkan sehelai kain putih kepada ketuanya
dengan kedua tangan gemetar. Kain itu ada tulisannya dengan huruf-huruf kecil berwarna hitam, akan
tetapi ada noda-noda darah, darah ayam jago tadi. Akan tetapi Pat-jiu Kai-ong yang menerima kain itu
sejenak menjadi bingung, dan baru ia teringat bahwa dia tidak mampu membaca. Dia buta huruf! Dengan
jengkel dan agak malu dia lalu melemparkan kain itu kepada Lu-san Lojin.
"Harap kau bacakan ini untukku!" katanya.
Lu-san Lojin menyambar kain yang melayang ke arahnya itu, lalu matanya memandang tulisan. Mukanya
berubah, matanya terbelalak. "Wah... apa artinya ini?"
"Lojin! Bagaimana bunyinya?" Pat-jiu Kai-ong bertanya, suaranya membentak.
Lu-san Lojin lalu membaca huruf-huruf itu. “Malam ini, semua makhluk hidup yang tinggal di rumah Pat-jiu
Kai-ong, dari binatang sampai manusia akan kubasmi habis! Ratu Pulau Es.”
"Ratu Pulau Es...?" Pat-jiu Kai-ong tertawa. "Siapakah dia? Aku tidak mengenalnya. Hai pelawak dari
manakah yang main-main seperti ini? Ha-ha-ha, biar dia datang hendak kulihat bagaimana macamnya!"
"Kai-ong, harap jangan main-main. Biar pun hanya seperti dalam dongeng, nama Pulau Es amat terkenal.
Katanya penghuninya memiliki kepandaian seperti dewa, apa lagi dahulu yang terkenal dengan sebutan
dunia-kangouw.blogspot.com
Pangeran Han Ti Ong...."
"Ha-ha-ha, siapa peduli? Aku tidak ada permusuhan dengan Han Ti Ong, bahkan dia yang pernah
mengganggu aku. Mengapa sekarang ada ratu dari sana hendak membunuhku dengan ancaman
sesombong itu? Aku tidak percaya. He, pengawal! Apakah kalian tahu akan isi surat?"
Dua orang pengawal itu mengangguk. "Sudah Pangcu."
"Apa kalian takut?"
"Ti... tidak, Pangcu, Hanya... hanya amat aneh itu..."
"Sudahlah. Setelah kalian tahu isinya, hayo kalian dua belas orang melakukan penjagaan yang ketat,
terutama malam ini. Kita jangan mudah digertak lawan yang membadut! Biarkan dia datang, kita tangkap
dia dan kita permainkan dia, ha-ha-ha!"
"Kai-ong harap hati-hati...." kata Lu-san Lojin setelah para pengawal itu keluar dari ruangan itu.
"Ha-ha-ha, mengapa khawatir? Apa lagi baru seorang badut, biar Han Ti Ong sendiri yang datang, setelah
kini Hiat-ciang Hoat-sut kulatih sempurna, aku takut apa?"
Kakek dari Lu-san itu kelihatan ragu-ragu, akan tetapi untuk menyatakan bahwa dia takut, tentu saja dia
tidak mau. Dengan hati berat dia bersama dua orang anaknya menemani tuan rumah makan minum dan
bercakap-cakap sampai lewat tengah hari. Kemudian mereka dipersilakan mengaso sejenak dalam kamar
tamu, akan tetapi menjelang senja, mereka sudah dipersilakan makan minum lagi.
Sekali ini mereka benar-benar takjub melihat Pat-jiu Kai-ong kini bertukar pakaian, pakaian malam yang
indah dan mewah! Mengingat betapa siang tadi Kai-ong merupakan seorang pengemis yang berpakaian
butut, dan kini seperti seorang raja, benar-benar membuat Lu-san Loji hampir tertawa, seperti melihat
seorang badut pemain lenong! Dan hidangan yang dikeluarkan di meja juga istimewa, jauh lebih lengkap
dari-pada siang tadi!
"Ha-ha, ayo makan minum. Kita berpesta sampai kenyang!" kata tuan rumah itu mempersilakan tamutamunya.
Setelah hidangan tinggal sedikit dan perut mereka kenyang sekali, Pat-jiu Kai-ong mengusap-ngusap
bibirnya yang berminyak dan perutnya yang gendut. Matanya memandang ke arah Bu Swi Liang dan Bu
Swi Nio penuh gairah, lalu dia berkata, kata-kata yang sama sekali tidak pernah disangka oleh para
tamunya dan yang membuat mereka terkejut setengah mati.
"Lu-san Loji, sekarang kau tidurlah dalam kamarmu dan jangan hiraukan badut yang hendak mengganggu.
Ada pun dua orang anakmu ini, yang cantik jelita dan tampan gagah, biarlah mereka berdua besenangsenang
dengan aku dalam kamarku, ha-ha-ha!"
"Kai-ong!" Lu-san Lojin membentak. "Apa... maksud kata-katamu ini?"
Pat-jiu Kai-ong memandang tamunya sambil tersenyum lebar. "Apa maksudnya? Swi Liang begini tampan
gagah dan Swi Nio cantik jelita dan segar, sungguh aku suka sekali kepada mereka. Kalau mereka bedua
bersama dengan aku dalam kamarku, tentu mereka akan terlindung dan... hemmm, aku ingin sekali
bersenang-senang dengan mereka, tidur-tiduran dengan mereka sejenak."
"Kai-ong, apa kau gila?!" Lu-san Lojin hampir tak dapat percaya akan pendengarannya sendiri.
"Eh, mengapa? Apa salahnya aku tidur dengan dua orang keponakanku ini? Heh-heh, tak tahan aku
melihat puterimu yang muda dan cantik segar, juga puteramu yang tampan dan ganteng ini. Anak-anak
baik, marilah kalian layani pamanmu...."
"Keparat!" Lu-san Lojin melompat ke depan. Dua orang anaknya yang berada di belakangnya pun sudah
siap dengan pedang di tangan. "Pat-jiu Kai-ong! Harap kau jangan main gila dan jelaskan apa sebabnya
perubahan sikapmu ini. Mau apa engkau dengan anak-anakku?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ha-ha-ha! Siapa main gila? Sebelum kalian muncul, tidak pernah ada terjadi apa-apa di sini. Akan tetapi
begitu kalian muncul, muncul pula orang aneh yang membunuh ayamku dan mengeluarkan ancaman.
Siapa lagi kalau bukan teman dan kaki tanganmu? Dan kau tentu sudah mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong
tidak pernah menyia-nyiakan kecantikan seorang dara remaja seperti puterimu ini dan puteramu yang
tampan ini tentu memiliki otak yang bersih, darah yang segar dan sumsum yang kuat. Perlu sekali untuk
menambah keampuhan Hiat-ciang Hoat-sut agar makin kuat menghadapi lawan kalau malam ini ada yang
berani datang!"
"Iblis jahanam! Kiranya engkau seorang manusia iblis yang busuk!" Lu-san Lojin sudah menerjang maju
dengan kepalan tangannya.
Kakek ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Sebagai bekas murid Hoa-san-pai yang sudah
memperdalam ilmunya dengan ciptaannya sendiri, hasil renungannya di waktu bertapa, maka dapat
dibayangkan tingginya kemampuan Lu-san Lojin. Kepalan tangannya menyambar dahsyat, mengandung
tenaga sinkang yang amat kuat. Akan tetapi kiranya hanya dalam ilmu pengobatan saja dia menang jauh
dibandingkan dengan Pat-jiu Kai-ong. Dalam ilmu berkelahi, dia tidak mampu menandingi Kai-ong yang
amat lihai.
Sambil tertawa Kai-ong mengebutkan ujung lengan bajunya yang lebar dua kali. Kakek Lu-san itu terpaksa
harus menarik kembali kedua tangannya sehingga dari kedudukan menyerang, dia malah menjadi yang
diserang karena pergelangan kedua tangannya terancam totokan ujung lengan baju itu! Dua orang
anaknya yang sudah marah sekali karena merasa dihina, sudah menerjang maju pula dengan pedang
mereka. Swi Liang menusuk dari samping kiri ke arah lambung kakek pengemis itu, sedangkan dari kanan
Swi Nio membabatkan pedangnya ke arah leher.
"Ha-ha, bagus! Kalian benar-benar menggairahkan!" kata kakek itu dan dia bersikap seolah-olah tidak tahu
bahwa dirinya diserang.
Akan tetapi setelah kedua pedang itu menyambar dekat, tiba-tiba kedua tangannya menyambar dan.... dua
batang pedang itu telah dicengkeramnya dengan telapak tangan! Swi Liang dan Swi Nio terkejut bukan
main, akan tetapi melihat betapa kedua batang pedang mereka itu dipegang oleh tangan kakek itu, mereka
cepat menggerakkan tenaga menarik pedang dengan maksud melukai telapak tangan Pat-jiu Kai-ong.
Namun usaha mereka ini sia-sia belaka, pedang mereka tak dapat dicabut, seolah-olah dicengkeram
jepitan baja yang amat kuat.
"Manusia tak kenal budi!"
"Wirrrr... tar-tar!"
Pat-jiu Kai-ong merasa terkejut melihat sinar kuning menyambar. Ternyata bahwa Lu-san Lojin melolos
sabuknya yang berwarna kuning dan kini menggunakan sabuk itu sebagai senjata. Kakek ini memang
memiliki tenaga sinkang yang kuat, dan memainkan sabuk sebagai senjata sudah merupakan kehaliannya.
Sabuk lemas di tangannya itu dapat bergerak seperti pecut, dapat pula menjadi sebatang senjata yang
kaku dengan pengerahkan sinkang-nya.
"Krekk-krekkk!" dua batang pedang itu patah-patah dalam cengkeraman Pat-jiu Kai-ong. Sambil melompat
mundur menghindarkan sambaran ujung sabuk, Raja Pengemis ini menyambitkan dua ujung pedang yang
dipatahkanya ke arah Lu-san Lojin.
"Trang-tranggg!" dua batang ujung pedang itu terlempar ke lantai ketika ditangkis oleh ujung sabuk (ikat
pinggang).
Kini Lu-san Lojin mendesak ke depan dengan putaran senjatanya yang istimewa. Sedangkan kedua orang
anaknya telah mundur dan hanya menonton di pinggir karena mereka terkejut menyaksikan pedang
mereka dipatahkan begitu saja oleh kedua tangan lawan. Mereka sama sekali tidak berdaya dan tidak
berguna membantu ayah mereka.
Pada saat itu, muncullah empat orang pengawal yang mendengar suara ribut-ribut.
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat mereka, Pat-jiu Kai-ong berkata, "Tangkap dua orang muda ini. Akan tetapi awas, jangan lukai
mereka!"
Empat orang pengawal itu segera menubruk maju hendak menangkap Swi Liang dan Swi Nio. Tentu saja
kakak beradik ini melawan sekuat tenaga. Akan tetapi biar pun keduanya memiliki ilmu silat tinggi, namun
empat orang pengawal itu pun merupakan murid-murid terpandai dari Pat-jiu Kai-ong. Ketika dua orang di
antara mereka menggunakan tongkat, dalam belasan jurus saja Swi Liang dan Swi Nio dapat ditotok roboh
dan lumpuh.
“Ha-ha-ha, belenggu kaki tangan mereka baik-baik... kemudian lempar mereka ke atas tempat tidurku... haha-
ha!" Pat-jiu Kai-ong tertawa sambil menyambar tongkatnya.
Setelah bertongkat, maka kini dia menghadapi Lu-san Lojin dengan lebih leluasa. Kakek dari Lu-san itu
marah bukan main melihat putera dan puterinya digotong pergi dari ruang itu. Dia mengejar dan
menggerakkan ikat pinggangnya, namun Pat-jiu Kai-ong menghadangnya sambil tertawa-tawa dan
menyerangnya dengan tongkatnya sehingga terpaksa kakek Lu-san itu melayaninya bertanding.
Pertandingan yang amat seru dan diam-diam Pat-jiu Kai-ong harus mengaku bahwa ilmu kepandaian
kakek yang pernah menolongnya ini memang hebat.
"Pat-jiu Kai-ong, benar-benarkah kau lupa akan budi orang? Aku pernah menyelamatkan nyawamu,
apakah sekarang engkau mencelakakan kami bertiga?" Lu-san Lojin berkata membujuk karena khawatir
melihat nasib puterinya.
"Ha-ha-ha, dahulu memang engkau pernah menolongku, akan tetapi sekarang kalian datang dengan niat
buruk!"
"Tidak! Kau salah duga! Kami tidak ada sangkut pautnya dengan si pembunuh ayam!"
"Ha-ha-ha, Lu-san Lojin! Kalian menyelundup ke dalam dan bergerak dari dalam, sedangkan setan itu
bergerak dari luar. Begitukah?" Tongkat di tangan Pat-jiu Kai-ong menyambar ganas.
"Plak-plakk!" ujung sabuk kakek Lu-san menangkis dua kali akan tetapi dia merasa betapa telapak
tangannya tergetar tanda bahwa tenaga Si Raja Pengemis itu benar-benar amat kuat.
"Pat-jiu Kai-ong, kau salah menduga, kami tidak ada hubungan dengan musuh yang datang. Lepaskan
kedua anakku dan aku berjanji akan membantumu menghadapi musuh gelap itu."
"Wah, berat kalau disuruh melepaskan. Lu-san Lojin, dengar baik-baik. Aku tergila-gila melihat anakanakmu.
Pinjamkan mereka kepadaku untuk satu dua malam, dan kau bantu aku menghadapi musuh, baru
aku akan membebaskan kalian."
"Iblis busuk!" Lu-san Lojin marah sekali.
Dengan nekat dia lalu mengerahkan seluruh tenaga untuk melawan Raja Pengemis ini. Dia maklum bahwa
betapa pun juga hati yang kotor dari Raja Pengemis itu tidak mudah dibujuk. Satu-satunya jalan untuk
menolong anak-anaknya ialah melawan mati-matian.
"Plakkk!" tiba-tiba ujung sabuk melibat tongkat, keduanya saling betot untuk merampas senjata.
Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berhasil merampas senjata lawan dan kesempatan ini dipergunakan
oleh Pat-jiu Kai-ong untuk menggerakkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka ke arah lawan. Lusan
Lojin terkejut melihat telapak tangan yang menjadi merah seperti tangan berlumuran darah itu. Dia
belum pernah mengenal ilmu Hiat-ciang Hoat-sut dari Raja Pengemis itu, namun dia pernah mendengar
akan hal ini, tahu pula betapa keji dan berbahayanya ilmu itu. Akan tetapi untuk mengelak dia harus
melepaskan sabuknya dan hal ini pun amat berbahaya. Dengan senjata itu saja dia masih kewalahan
melawan Pat-jiu Kai-ong, apa lagi tanpa senjata, maka dengan nekat dia lalu menggerakkan tangan pula
menyambut pukulan itu.
"Dessss...! Aduhhh...!!" dua telapak tangan bertemu dan akibatnya tubuh Lu-san Lojin terjengkang dan
terbanting ke atas lantai, mulutnya mengeluarkan darah segar dan matanya mendelik. Kakek ini pingsan
dunia-kangouw.blogspot.com
dan menderita luka dalam yang amat parah!
"Lempar dia di kamar tahanan!" Pat-jiu Kai-ong berkata sambil tertawa.
Setelah tubuh kakek yang pingsan itu digusur pergi oleh para pengawalnya. Pat-jiu Kai-ong menghampiri
meja di mana dia tadi menjamu para tamunya, menyambar guci arak dan menenggaknya habis, kemudian
sambil tertawa-tawa dia memasuki kamarnya. Pemuda dan pemudi She Bu itu sudah rebah terlentang di
atas pembaringan Pat-jiu Kai-ong yang lebar dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya. Lima orang
selirnya menjaga di situ.
Ketika Pat-jiu Kai-ong masuk sambil tertawa gembira, Bu Swi Liang memandang dengan mata melotot
penuh kebencian, akan tetapi Bu Swi Nio memandang dengan mata terbelalak ketakutan dan
mencucurkan air mata. Pat-jiu Kai-ong menghampiri pembaringan, menggunakan tangannya untuk
membelai dan menghusap pipi Swi Nio dan Swi Liang.
"Manis, jangan menangis dan kau jangan marah. Aku akan menemani kalian dan bersenang-senang
sepuas hati setelah kami menangkan musuh gelap yang mengancam," kata Raja Pengemis.
Dia menengok ke arah lima orang selirnya dan berkata garang. "Temani mereka, jaga baik-baik jangan
sampai ada yang lolos. Kalau ada apa-apa, cepat berteriak memanggil para pengawal. Mengerti?"
Lima orang selir itu mengangguk dan kakek itu meninggalkan kamar lagi.
Sebelum orang yang membunuh ayam jagonya dan yang mengirim surat ancaman itu dapat ditangkap
atau dibunuh, tentu saja dia tidak bernafsu untuk bersenang-senang dengan dua orang muda yang
tertawan itu. Dia percaya penuh bahwa menghadapi seorang pengacau saja, para pengawalnya akan
dapat mengatasinya, akan tetapi dia harus berhati-hati dan ikut melakukan penjagaan sendiri. Setelah
keadaan benar-benar aman barulah dia boleh bersenag-senang.
Dia belum yakin benar apakah musuh gelap itu ada hubungannya dengan Lu-san Lojin dan kedua orang
anaknya. Akan tetapi ada hubungan atau tidak, setelah tiga orang itu dibuat tidak berdaya, berarti
mengurangi bahaya. Dia harus berhati-hati, maklum bahwa dia mempunyai banyak musuh. Siapa tahu
kalau Lu-san Lojin yang termasuk golongan putih itu juga memusuhi. Andai kata tidak sekali pun, mana
bisa dia melepaskan dua orang muda yang cantik jelita dan tampan itu?
Pat-jiu Kai-ong duduk lagi di ruangan tadi sambil melanjutkan minum arak. Dia maklum bahwa malam ini
dua belas orang pengawalnya pasti menjaga dengan tertib dan penuh kewaspadaan. Ingin dia tertawa
keras-keras mengusir kesunyian malam yang mendatangkan perasaan tidak enak.
“Hemmm, Ratu Pulau Es? Hanya dongeng!” dengusnya.
Pembunuh ayam itu tidak perlu ditakuti. Andai kata dia mampu mengalahkan dua belas orang
pengawalnya, hal yang sukar dipercaya, masih ada dia sendiri. Hiat-ciang Hoat-sut, ilmu yang dilatihnya
belasan tahun kini telah dapat diandalkan. Tadi pun ilmu itu telah merobohkan Lu-san Lojin, padahal ia
hanya menggunakan sebagian kecil tenaganya saja. Dia tidak takut!
"Aku tidak takut!" serunya kuat-kuat. "Datanglah kamu, hai Ratu Pulau Es keparat! Ha-ha-ha!"
Para pelayan sudah menyalakan lampu-lampu penerangan dan atas perintah para pengawal, pelayanpelayan
ini menambah jumlah lampu sehingga keadaan di seluruh gedung itu menjadi terang. Setelah
menyuruh para pelayan membersihkan meja di ruangan itu, dan sekali lagi memanggil kepala pengawal
dan menekankan agar penjagaan diperketat dan selalu diadakan perondaan bergilir, Pat-jiu Kai-ong lalu
duduk bersila di dalam ruangan itu untuk mengumpulkan tenaga dan mempertajam pendengarannya. Biar
pun dia berada di dalam istana, namun dia ikut pula menjaga dan meronda mempergunakan ketajaman
pendengarannya untuk menangkap semua suara yang tidak wajar di luar istana.
Malam makin larut dan keadaan sunyi sekali di istana itu dan sekitarnya. Para pelayan yang sudah
mendengar dari para pengawal, dengan muka pucat tinggal berkelompok di kamar seseorang di antara
mereka, tidak berani membuka suara dan hanya saling pandang dengan mata penuh rasa takut. Para selir
juga berkelompok di dalam kamar Pat-jiu Kai-ong. Mereka agak terhibur dengan adanya Swi Liang,
dunia-kangouw.blogspot.com
pemuda yang tampan itu. Bahkan ada di antara mereka yang tanpa-malu-malu membelai pemuda itu,
memegang tangannya, mengusap dagunya, membereskan rambutnya. Akan tetapi mereka tidak berani
berbuat lebih dari itu, dan tidak berani mengeluarkan suara. Juga para pengawal agaknya melakukan
penjagaan dengan teliti dan hati-hati, tidak bersuara seperti biasanya kalau mereka melakukan penjagaan
tentu diisi dengan sendau gurau dan mengobrol.
Kesunyian yang mengerikan itu tidak menyenangkan hati Pat-jiu Kai-ong. Akan tetapi dia amat
memerlukan kesunyian ini agar penjagaan dilakukan lebih tertib dan rapi pula. Dia merasa tersiksa dan
diam-diam dia memaki musuh gelap itu. Kalau sampai tertawan, tentu akan dihukum dan disiksanya
seberat mungkin!
Tiba-tiba terdengar suara jeritan susul-menyusul yang datangnya dari dalam kamarnya! Pat-jiu Kai-ong
cepat melompat dan hanya dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah menerjang masuk ke dalam
kamarnya. Dilihatnya kelima orang selirnya menangis dan kelihatan gugup dan ketakutan, akan tetapi dua
orang muda yang tadi terbelenggu di atas pembaringannya, seperti dua tusuk daging panggang yang
dihidangkan di atas meja makan dan siap untuk diganyangnya, kini telah lenyap tanpa bekas!
"Apa yang terjadi? Keparat, diam semua! Jangan menangis, apa yang terjadi?"
Lima orang selir itu menjatuhkan diri berlutut dan seorang di antara mereka bercerita dengan suara gagap,
"Ada... ada... setan...., hanya tampak bayangan berkelebat ke atas ranjang dan... dan mereka berdua...
tahu-tahu telah lenyap..."
"Tolol!!" Pat-jiu Kai-ong berkelebat ke luar melalui jendela kamar yang terbuka, terus berloncatan
memeriksa sampai dia bertemu dengan para pengawal di luar istana, namun dia tidak melihat jejak dua
orang tawanan yang lenyap itu.
"Kalian tidak melihat orang masuk?" bentaknya kepada para pengawal.
"Tidak ada, Pangcu."
"Bodoh! Kalau tidak ada, bagaimana dua orang tawanan itu lenyap?"
Kagetlah para pengawal itu. Pat-jiu Kai-ong dibantu oleh para pengawalnya lalu mengadakan pemeriksaan
di dalam istana. Mula-mula timbul dugaannya bahwa tentu Lu-san Lojin dan dua orang anaknya itu benarbenar
mempunyai kawan-kawan di luar, buktinya kedua orang muda itu ditolong mereka. Akan tetapi ketika
dia menjenguk kedalam kamar tahanan, Lu-san Lojin masih mengeletak pingsan di atas lantai!
"Cepat lakukan penjagaan seperti tadi. Tutup semua jalan masuk! Bagi-bagi tenaga!" Pat-jiu Kai-ong
memerintah dengan suara yang agak parau. Harus diakuinya bahwa jantungnya tergetar juga oleh rasa
gentar menyaksikan sepak terjang musuh gelap yang aneh dan amat luar biasa itu.
Setelah sekali lagi memeriksa sendiri dengan teliti, sampai tidak ada lubang yang tidak dijenguknya di
dalam dan di sekitar gedungnya, dan mendapatkan keyakinan bahwa tidak ada orang bersembunyi di
dalam gedung, akhirnya Pat-jiu Kai-ong kembali ke dalam ruangan besar dan menanti dengan jantung
berdebar.
Malam telah makin larut. Musuh yang aneh itu telah mulai memperlihatkan bahwa musuh itu memang ada
dengan menculik dua orang tawanan itu secara aneh. Biar pun lima orang selirnya bukan ahli-ahli silat
tinggi, namun lima pasang mata tidak dapat melihat orang yang menculik pemuda-pemudi itu di depan
hidung mereka, sungguh merupakan hal yang amat aneh! Pat-jiu Kai-ong bergidik dan membalik-balik
gudang ingatan di dalam otaknya.
Siapakah Ratu Pulau Es? Jangankan dengan ratunya, dengan penghuni Pulau Es dia tidak pernah
bertemu, kecuali satu kali dengan Han Ti Ong ketika memperebutkan Sin-tong. Dan di mana adanya pulau
dongeng itu dia pun tidak tahu. Pertemuannya dengan Han Ti Ong tidak boleh dianggap permusuhan, dan
adaikata ada yang sakit hati, kiranya sakit hati itu seharusnya datang dari dia, bukan dari pihak Pulau Es
atau Han Ti Ong yang telah berhasil memenangkan perebutan atas diri Sin-tong! Mengapa kini muncul
tokoh rahasia yang mengaku bernama Ratu Pulau Es? Siapakah yang bermain-main dengan dia?
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat sepak terjang orang rahasia ini, caranya membunuh ayam, dapat dipastikan bahwa orang itu kejam
dan aneh, ciri seorang tokoh golongan hitam, bukan golongan putih yang selalu datang secara berterang.
Siapakah tokoh golongan hitam yang memusuhinya? Tentu saja banyak, dan di antara mereka, yang
paling menonjol adalah Kiam-mo Cai-li Liok Si! Wanita itukah yang kini datang mengganggunya?
"Ha-ha-ha!" dia tertawa keras-keras, hatinya menjadi besar.
Mengapa dia takut? Andai kata Kiam-mo Cai-li sendiri yang datang, dia pun tidak takut! Dan siapakah lain
wanita di dunia kang-ouw yang lebih mengerikan dari-pada Kiam-mo Cai-li?
"Iblis atau manusia, jantan atau betina, keluarlah dari tempat persembunyian! Hayo serbulah, aku Pat-jiu
Kai-ong tidak takut kepada siapa pun juga! Kalau kau diam saja, berarti kau pengecut hina dan penakut,
ha-ha-ha-ha!"
Karena merasa tersiksa oleh keadaan sunyi yang mengerikan itu, Pat-jiu Kai-ong berusaha mengusir rasa
takutnya dengan teriakan keras ini yang tentu saja didengar oleh semua penghuni gedung itu. Dan
agaknya, sebagai sambutan atas tantangannya, tiba-tiba terdengar suara ayam jagonya yang berada di
belakang, di kandang ayam, berkeruyuk keras sekali!
"Ha-ha-ha!" Pat-jiu Kai-ong tertawa mendengar ayamnya sendiri yang menjawab, akan tetapi tiba-tiba dia
terkejut dan mukanya berubah.
“Kok!” suara ayam kesakitan ini memutus keruyuk ayamnya setengah jalan! Suara ini disusul dengan suara
berkotek riuh dari ayam-ayam betina di dalam kandang, seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu
mereka akan tetapi suara berkotek ini pun selalu berhenti setengah jalan.
“Kok...!” berkali-kali terdengar ayam dicekik atau dihentikan suara dan hidupnya!
"Keparat...!!"
Pat-jiu Kai-ong yang mukanya merah saking marahnya itu sudah meloncat ke luar dan langsung lari ke
kandang. Hampir dia bertubrukan dengan dua orang pengawal yang juga mendengar keanehan di kandang
itu. Kini dengan sebuah obor yang dipegang oleh pengawal, mereka bertiga memeriksa kandang. Di bawah
sinar obor tampaklah oleh mereka bahwa dua puluh ayam yang berada di kandang itu, jantan, betina,
semua telah tewas dengan leher putus! Darah merah muncrat ke mana-mana, membuat lantai dan dinding
kandang itu menjadi merah mengerikan.
"Jahanam...!" Pat-jiu Kai-ong memaki dan mereka bertiga sejenak menjadi seperti arca memandang ke
dalam kandang. Sunyi di situ, bahkan tidak ada angin berkelisik, membuat suasana menjadi menyeramkan.
"Ngeoonggg...!" suara kucing yang tiba-tiba terdengar ini membuat mereka tersentak kaget dan
memandang ke atas genting.
Si Putih, satu-satunya kucing peliharaan di gedung itu berkelebat melompat sambil menggereng, seolaholah
menghadapi musuh dan marah. Akan tetapi gerengannya terhenti tiba-tiba dan Pat-jiu Kai-ong cepat
melompat ke kiri ketika ada benda jatuh dari atas genteng menimpanya.
"Bukkk!" ketika pengawal yang membawa obor mendekat, ternyata yang terjatuh itu adalah bangkai kucing
Si Putih yang baru saja mengeong tadi!
"Jahanam...!" Pat-jiu Kai-ong memaki untuk kedua kalinya dan tubuhnya sudah melayang ke atas genting,
diikuti oleh dua orang pengawalnya.
Melihat betapa obor yang dipegang pengawal itu tidak padam ketika dia meloncat ke atas genting,
membuktikan bahwa pengawal itu sudah memiliki ginkang yang hebat. Akan tetapi kembali ketiganya
termangu-mangu di atas genting karena tidak tampak bayangan seorang manusia pun. Keadaan sunyi.
Sunyi sekali, bahkan terlampau sunyi seolah-olah gedung itu telah berubah menjadi tanah kuburan!
"Hung-hung! Huk-huk-huk...!!" kini giliran tiga ekor anjing peliharaan gedung itu riuh menggonggong dan
menyalak-nyalak di sebelah kanan gedung. Suara ini mengejutkan mereka, apa lagi suaran gonggongan
dunia-kangouw.blogspot.com
mereka yang riuh rendah itu tiba-tiba ditutup dengan suara....
"Kaing...! nguik... nguikkk... nguikkkkk!" dan suasana menjadi sunyi kembali, lebih sunyi dari tadi sebelum
terdengar gonggongan anjing-anjing itu.
"Bedebah...!" Raja Pengemis memaki.
Pat-jiu Kai-ong segera melompat dari atas genting. Saking cepatnya, dia tidak dapat disusul oleh dua orang
pengawalnya itu dan sebentar saja sudah tiba di sebelah kanan gedungnya, di kandang anjing. Seperti
sudah dikhawatirkannya, tiga ekor anjing itu sudah menggeletak mati dengan leher hampir putus dan darah
mengalir di bawah bangkai mereka. Tiga orang pengawal yang terdekat sudah tiba pula dan mereka saling
pandang dengan muka berubah pucat! Seperti terngiang di telinga Pat-jiu Kai-ong suara Lu-san Lojin ketika
membacakan isi surat, “Malam ini, semua makhluk hidup yang tinggal di rumah Pat-jiu Kai-ong, dari
binatang sampai manusia, akan kubasmi habis!”
Semua binatang peliharaannya, ayam, kucing, dan anjing, sudah mati semua dan sekarang tentu tiba
gilirannya manusianya! Teringat akan ini, Pat-jiu Kai-ong cepat berkata, suaranya sudah mulai gemetar.
"Cepat, semua berkumpul denganku di dalam gedung...!"
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh jeritan-jeritan di sebelah luar dan di depan gedung itu. Mereka cepat
berlari menuju ke depan gedung dan tampaklah oleh mereka dua orang pengawal yang berjaga di luar
sudah menggeletak tak bergerak di atas tanah. Ketika seorang pengawal yang membawa obor mendekat,
Pat-jiu Kai-ong melihat bahwa dua orang pengawalnya yang terlentang itu telah tewas. Mata mereka
melotot dan dari mata, hidung, telinga, dan mulut keluar darah hitam sedangkan di dahi mereka tampak
jelas cap jari tangan yang kecil panjang, tiga buah banyaknya. Mudah dilihat bahwa itu adalah tanda jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Begitu dalam gambar jari itu sampai garis-garisnya tampak!
"Kurang ajar! Mari kita berkumpul semua...!"
Akan tetapi kembali terdengar pekik mengerikan dari sebelah kiri gedung. Mereka kembali berlari-lari ke
tempat itu dan melihat tiga orang pengawal lain sudah menjadi mayat dalam keadaan yang sama seperti
dua orang korban pertama. Segera tersusul pula pekik-pekik mengerikan itu dari belakang gedung. Pat-jiu
Kai-ong dan tiga orang pengawalnya ini, termasuk pengawal kepala Si Brewok, mengejar ke belakang dan
empat orang pengawal sudah menggeletak tewas dalam keadaan mengerikan, persis seperti yang lain.
Dalam sekejap mata saja sembilan orang pengawal telah tewas. Mereka itu berada di depan, di sebelah
kiri, di belakang gedung, akan tetapi kematian mereka susul-menyusul begitu cepatnya, seolah-olah
banyak musuh yang datang dari berbagai jurusan. Biar pun mulutnya tidak menyatakan sesuatu, Pat-jiu
Kai-ong maklum bahwa tanda dari jari tangan itu dibuat oleh jari tangan yang sama, dan bahwa
pembunuhnya itu hanya satu orang saja, seorang yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa sehingga para
pengawal itu agaknya sama sekali tidak mampu melakukan perlawanan.
Tiga orang pengawal saling pandang dengan muka pucat. Melihat muka mereka, Pat-jiu Kai-ong menjadi
penasaran dan marah sehingga timbul kembali keberaniannya yang tadi agak berkurang karena jeri.
Pat-jiu Kai-ong lantas berteriak memaki, "Jahanan pengecut! Hayo keluarlah dan lawan aku Pat-jiu Kai
ong!"
Setelah dia mengeluarkan kata-kata ini dengan suara nyaring, keadaan menjadi sunyi sekali, sunyi yang
amat menggelisahkan dan menyeramkan. Dalam kegelapan dan kesunyian malam itu seolah-olah tampak
mulut iblis menyeringai dan menanti saat untuk menerkam dan mencabut nyawa!
Pat-jiu Kai-ong makin penasaran. Dia sendiri adalah seorang manusia yang dikenal sebagai iblis, jarang
menemui tandingan dan ditakuti banyak orang dari semua golongan. Akan tetapi malam ini dia, Raja
Pengemis yang menjadi ketua Pat-jiu Kai-pang yang terkenal, memiliki anggota ratusan orang banyaknya,
seorang di antara datuk kaum sesat atau golongan hitam yang ditakuti orang, dia dipermainkan orang! Dan
orang itu, kalau melihat namanya sebagai ratu tentulah seorang wanita! Apa lagi dia melihat bahwa bekas
jari tangan di dahi para korban itu pun jari tangan wanita yang kecil meruncing!
"Hem, pengecut benar dia," katanya kepada tiga orang pengawalnya yang diam-diam telah kehilangan
dunia-kangouw.blogspot.com
separuh dari nyali mereka. "Kita harus menggunakan pancingan. Biar aku mengintai dari atas, kalian
berjalan-jalan di sini. kalau dia muncul menyerang, aku tentu dapat melihatnya dan aku akan meloncat
turun. Bersiaplah kalian!"
Setelah berkata demikian, dengan gerakan ringan seperti seekor kelelawar, Pat-jiu Kai-ong melompat ke
atas genteng dan mendekam di wuwungan sambil mengintai. Dia melihat tiga orang pengawalnya itu
masing-masing telah mencabut senjata mereka. Si Brewok menggunakan sebatang tombak panjang yang
ujungnya berkait, orang ke dua mengeluarkan golok besar dan orang ketiga sebatang pedang. Mereka
berdiri saling membelakangi dan mata mereka memandang tajam ke depan, telinga mereka
memperhatikan setiap suara. Akan tetapi sunyi saja sekeliling tempat itu.
Tiba-tiba Pat-jiu Kai-ong melihat sesosok bayangan melayang turun dari atas pohon!
“Celaka!” pikirnya. “Kiranya si laknat itu bersembunyi di dalam pohon yang tumbuh di depan gedung.”
Bayangan itu sukar di lihat bentuknya karena cepat sekali gerakannya, tahu-tahu telah berada di depan Si
Brewok. Tiga orang pengawal itu menggerakkan senjata, akan tetapi anehnya, tampak oleh Pat-jiu Kai-ong
betapa tiga buah senjata mereka itu telah berpindah tangan! Entah bagaimana caranya, karena dari atas
genteng itu dia tidak dapat melihat jelas. Yang dia ketahuinya hanyalah betapa tiga orang pengawalnya itu
kini lari ketakutan!
"Hik-hik-hik!" Suara ketawa ini membuat bulu tengkuk Pat-jiu Kai-ong berdiri dan dia melihat sinar-sinar
menyambar ke arah tiga orang pengawal yang lari, melihat mereka roboh dan memekik, terjungkal tak
bergerak lagi karena punggung mereka ditembus oleh senjata mereka masing-masing!
"Keparat, jangan lari kau!" Pat-jiu Kai-ong sudah melayang turun dan tongkatnya sudah diputar-putar, akan
tetapi bayangan itu melesat dan lenyap dari tempat itu!
Pat-jiu Kai-ong menoleh ke kanan-kiri, akan tetapi tidak tampak gerakan sesuatu. Dia makin penasaran.
Dihampirinya tiga orang pengawalnya. Mereka telah tewas dan hanya mereka bertiga yang tidak dicap
dahinya dengan tiga buah jari tangan hitam akan tetapi kematian mereka cukup mengerikan. Tombak golok
dan pedang itu menembus punggung pemilik masing-masing sampai ujungnya keluar dari hulu hati!
Sambitan tiga buah senjata yang berlainan bentuknya itu dilakukan secara berbareng dari jarak yang cukup
jauh, tapi tepat mengenai tiga sasarannya yang sedang berlari. Hal ini saja membuktikan pula betapa
hebatnya kepandaian orang aneh itu. Mendadak Pat-jiu Kai-ong tersentak kaget. Di dalam gedung! Betapa
tololnya dia! Semua pengawalnya yang berjumlah dua belas orang telah tewas semua. Tentu sekarang
musuh itu masuk ke dalam gedung untuk membunuh orang-orang di dalam gedung.
Secepat kilat dia meloncat dan lari memasuki gedung. Benar saja, terdengar pekikan susul-menyusul dan
begitu melewati pintu depan, dia sudah melihat para pelayannya telah menjadi mayat dan berserakan di
sana-sini. Cepat dia lari ke dalam kamarnya dan dengan mata terbelalak dia melihat lima orang selirnya
telah mati semua. Pada dahi mereka juga ada bekas tanda tapak tiga jari tangan dan semua lubang di
muka mereka mengalirkan darah hitam!
Sunyi sekali di dalam gedung itu, kesunyian yang penuh rahasia. Lu-san Lo-jin! Pat-jiu Kai-ong mendadak
teringat dan dia cepat lari ke dalam tempat tahanan. Ketika tiba di sana dia hanya melihat bahwa kakek itu
pun telah tewas dan di dahinya terdapat pula tanda tapak tiga jari tangan, serta semua lubang di muka
kakek itu mengalirkan darah hitam! Kini dia benar-benar bingung. Jelas bahwa musuh ini bukanlah kawan
Lu-san Lojin seperti yang disangkanya semula!
Makin bingunglah dia dan dia lari pula ke dalam ruangan besar di mana dia tadi makan minum dengan Lusan
Lojin dan dua anaknya, di mana dia tadi menanti datangnya musuh rahasia. Dan begitu memasuki
ruangan itu, dia tertegun! Ruangan itu kini terang sekali, agaknya ada yang menambah lampu penerangan.
Ketika dia melihat, benar saja bahwa di situ terdapat banyak lampu, banyak sekali karena agaknya semua
lampu penerangan dibawa dan dikumpulkan di ruangan itu. Dan di atas kursinya yang tadi ditinggalkan
kosong, kini tampak duduk seorang wanita! Di depan wanita itu, juga duduk di atas kursi, tampak seorang
anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang memandangnya dengan mata penuh selidik.
Wanita itu cantik, pakaiannya mewah dan indah. Anak itu pun tampan dan bersih serta mewah pakaiannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Wanita itukah yang membunuh semua orang di gedungnya? Tak mungkin agaknya. Wanita itu usianya
paling banyak tiga puluh lima tahun, cantik dan kelihatan halus gerak-geriknya, hanya sepasang matanya
mengeluarkan sinar yang aneh dan dingin sekali.
"Ibu, dia inikah orangnya?" tiba-tiba anak kecil itu bertanya, suaranya nyaring memecahkan kesunyian
yang sejak tadi mencekam.
"Benar, dialah si bedebah Pat-jiu Kai-ong," wanita itu berkata, suaranya halus akan tetapi dingin
menyeramkan.
"Kalau begitu, mengapa Ibu tidak lekas membunuhnya?"
Wanita itu tersenyum dan wajah yang cantik itu makin cantik, akan tetapi juga makin dingin menyeramkan.
Wanita cantik itu kemudian bangkit berdiri perlahan-lahan. "Kau lihat sajalah Ibumu menundukkan si jembel
busuk ini."
Wanita itu ternyata bertubuh tinggi ramping, dan ketika melangkah maju tampak gerakan kedua kakinya
lemah lembut. Pat-jiu Kai-ong sudah dapat menguasai hatinya dan timbul keberaniannya setelah melihat
bahwa orang itu hanyalah seorang manusia biasa, wanita yang kelihatan lemah pula, bukan seorang iblis
yang menyeramkan sama sekali.
"Siapakah engkau? Siapa pembunuh orang-orangku dan apa hubunganmu dengan Ratu Pulau Es yang
mengancamku?"
Wanita itu kini tiba di depan Pat-jiu Kai-ong sehingga Raja Pengemis ini dapat mencium bau harum
semerbak yang keluar dari rambut dan pakaian wanita itu.
"Akulah Ratu Pulau Es, aku pula yang telah membunuh semua makhluk hidup di dalam gedungmu. Semua
telah kubunuh kecuali engkau, Pat-jiu Kai-ong. Aku harus membunuhmu perlahan-lahan, menyiksamu
sampai puas hatiku."
Mendengar ancaman ini, Raja Pengemis yang biasanya berhati kejam dan keras itu menjadi berdebar juga.
Akan tetapi kemarahannya melenyapkan semua rasa jeri dan dia membentak, "Perempuan sombong!
Siapakah engkau dan mengapa engkau memusuhi Pat-jiu Kai-ong?"
“Pat-jiu Kai-ong, agaknya kejahatanmu sudah begitu bertumpuk-tumpuk sehingga engkau tidak dapat
mengenal korban-korbanmu lagi. Pandanglah aku baik-baik dan kumpulkan ingatanmu! Lupakah kau apa
yang terjadi di kaki pegunungan Jeng-hoa-san sepuluh tahun yang lalu?"
Pat-jiu Kai-ong memandang dan terbayanglah peristiwa di Jeng-hoa-san sebelum dia naik ke puncak
gunung itu untuk mencari Sin-tong. Kini dia dapat mengenal wajah ini, wajah cantik yang pernah merintihrintih
dan memohon pembebasan, namun yang dia permainkan secara kejam. "Kau... kau... Cap-sha Sinhiap...?"
tanyanya ragu-ragu.
"Benar. Aku adalah anggota paling muda dari Cap-sha Sin-hiap. Dua belas orang Suheng-ku telah kau
bunuh. Ingatkah kau sekarang?"
Pat-jiu Kai-ong tertawa. Hatinya lega. Kalau hanya wanita muda itu, yang telah diperkosanya dan yang
hanya menjadi orang ke tiga belas dari Cap-sha Sin-hiap, perlu apa dia takut? Biar perempuan ini agaknya
telah memperdalam ilmunya selama sepuluh tahun ini, akan tetapi perlu apa dia takut?
"Ha-ha-ha, kiranya engkaukah ini, manis? Tentu saja aku masih ingat kepadamu, siapa bisa melupakan
kenang-kenangan manis selama tiga hari itu? Ha-ha-ha, betapa mesranya!"
“Jahanam! Kematian sudah di depan mata dan kau masih berlagak? Pat-jiu Kai-ong, aku telah datang dan
rasakanlah pembalasanku. Aku akan membuat kau menyesal mengapa kau pernah dilahirkan ibumu!"
"Perempuan sombong, mampuslah!" Pat-jiu Kai-ong sudah menerjang dengan tongkatnya.
Dia melakukan penyerangan dengan dahsyat, menusukkan tongkatnya yang tentu akan menembus dada
dunia-kangouw.blogspot.com
wanita itu kalau tidak cepat wanita itu mengebutkan ujung lengan bajunya menangkis.
"Trakk!" tongkat itu menyeleweng dan terkejutlah Pat-jiu Kai-ong.
Ternyata lawannya ini benar-benar telah memperoleh kemajuan hebat dan telah memiliki sinkang yang tak
boleh dipandang ringan. Tentu saja! Wanita itu bukan lain adalah The Kwat Lin yang selama sepuluh tahun
ini menjadi istri atau permaisuri Raja Pulau Es, Han Ti Ong yang sakti! Wanita ini selama sepuluh tahun
telah menggembleng diri di bawah petunjuk suaminya yang amat mencintainya. Bahkan suaminya telah
menurunkan ilmu-ilmu yang khusus untuk menghadapi ilmu tongkat Pat-jiu Kai-ong dan ilmu mukjijat Hiatciang
Hoat-sut dari Raja Pengemis ini atas permintaan The Kwat Lin. Karena itu, biar pun memiliki
sebatang pedang yang menempel di punggungnya, The Kwat Lin tidak menggunakan senjata, melainkan
ujung lengan bajunya untuk menghadapi tongkat karena memang kedua ujung lengan baju ini merupakan
sepasang senjata yang dilatihnya khusus untuk mengatasi tongkat Raja Pengemis itu.
Seperti telah dituturkan di bagian depan, The Kwat Lin menggunakan kesempatan selagi Han Ti Ong pergi
menyerbu Pulau Neraka untuk meninggalkan Pulau Es. Hal ini sudah bertahun-tahun dia cita-citakan. Dia
menjadi istri Han Ti Ong hanya karena ingin mewarisi ilmu kepandaiannya, akan tetapi setelah menjadi
permaisuri, dia pun ingin memiliki pusaka Pulau Es dan benda-benda berharga lainya. Maka dia menanti
kesempatan baik untuk meninggalkan pulau, tentu saja meninggalkan untuk selamanya karena pada
hakekatnya dia tidak suka tinggal di pulau itu. Siapa suka tinggal di Pulau Es yang membosankan dan jauh
dari dunia ramai itu?
Pergilah dia mengajak puteranya, Han Bu Hong, meninggalkan Pulau Es sewaktu suaminya tidak ada,
tentu saja sambil membawa pusaka Pulau Es. Dengan alasan akan menyusul suaminya yang menyerbu
Pulau Neraka, tidak ada seorang pun berani menghalangi kepergiannya dan akhirnya, dengan
kepandaiannya yang sudah tinggi, dia berhasil mendarat.
Berbulan-bulan setelah menyelidiki akhirnya dia dapat menemukan tempat tinggal musuh besarnya di
lereng Heng-san. Dia kemudian mengajak puteranya, dan setelah menyembunyikan puteranya, dia
menyelidiki keadaan istana Raja Pengemis itu. Hatinya amat tertarik saat melihat Swi Liang dan Swi Nio,
maka dia menculik mereka dan membawa mereka ke dalam hutan di mana Bu Hong menanti ibunya.
"Kalian kuselamatkan dengan maksud untuk mengangkat kalian berdua menjadi muridku," dia berkata
tanpa banyak cerita lagi. "Tinggal kalian pilih, mati atau hidup. Kalau ingin mati, kalian semestinya mati
karena kalian berada di gedung Pat-jiu Kai-ong. Karena sekarang belum malam, maka kalian belum
mestinya dibunuh dan karenanya boleh pula kukeluarkan dari sana. Kalau kalian ingin hidup harus suka
menjadi muridku. Bagaimana?"
Tentu saja dua orang muda itu ingin hidup dan segera berlutut di depan calon Subo (ibu guru) mereka.
"Harap subo sudi menolong Ayah kami...," kata Swi Liang.
"Kalian tinggal saja di sini menemani sute kalian ini. Tentang Ayahmu, kita lihat saja nanti."
The Kwat Lin meninggalkan dua orang murid itu bersama puteranya. Setelah itu mulailah dia turun tangan
membunuh semua binatang peliharaan di gedung Raja Pengemis itu, lalu membunuh semua pengawal,
pelayan, dan para selir. Lu-san Lojin juga dibunuhnya karena dia sudah berjanji akan membunuh semua
makhluk hidup di dalam gedung itu, apa lagi dia tahu bahwa kalau tidak dibunuh, kakek itu tentu akan
menjadi penghalang baginya mengambil murid Swi Liang dan Swi Nio yang menarik hatinya. Setelah
makhluk hidup yang tersisa tinggal Pat-jiu Kai-ong, dia lalu keluar dari gedung, menyuruh kedua orang
muridnya menanti di hutan. Akhirnya bersama puteranya, dia dapat berhadapan dengan musuh besarnya
itu.
Han Bu Ong, anak laki-laki yang baru berusia sepuluh tahun itu, duduk di kursi dan menonton pertandingan
dengan mata terbelalak dan jarang berkedip. Dia sama sekali tidak merasa takut atau khawatir. Dia
percaya penuh kepada kelihaian ibunya dan memang sejak kecil anak ini memiliki keberanian luar biasa
dan kekerasan hati yang amat aneh bagi seorang anak sebesar itu. Melihat kekejaman-kekejaman yang
terjadi, dia tidak pernah merasa ngeri, bahkan merasa gembira!
Hati Pat-jiu kai-ong terkejut sekali setelah selama lima puluh jurus dia mainkan tongkatnya namun tidak
mampu menembus pertahanan sepasang ujung lengan baju lawannya, bahkan lawannya terkekeh-kekeh
dunia-kangouw.blogspot.com
mengejeknya. Walau pun sang lawan hanya mainkan ujung lengan baju, namun ternyata tongkat yang
biasanya dia andalkan itu sama sekali tidak berdaya!
"Keparat, mampuslah!" tiba-tiba Pat-jiu Kai-ong berseru keras, disusul dengan gerengan dahsyat yang
menggetarkan seluruh ruangan itu.
Han Bu Ong terpelanting jatuh dari kursinya, akan tetapi bocah ini sudah duduk bersila dan mengatur
pernapasan, menutup pendengaran. Ternyata sekecil itu, Bu Ong telah digembleng hebat oleh ayahnya
sehingga dengan dasar latihan sinkang Inti Salju, dia kini mampu menulikan telinga dan menghadapi
auman Sai-cu Ho-kang dari Pat-jiu Kai-ong! Padahal lawan yang tidak begitu kuat sinkang-nya, mendengar
auman Sai-cu Ho-kang yang berdasarkan khikang yang amat kuat ini, sudah pasti akan roboh.
Sementara itu, The Kwat Lin yang melihat puteranya dapat menyelamatkan diri, sudah mengeluarkan
suara terkekeh-kekeh. Lawannya terkejut bukan main karena dari suara ini keluar getaran yang
menghancurkan ilmunya bahkan menyerangnya dengan hebat. Terpaksa dia menghentikan auman Sai-cu
Ho-kang dan mempercepat gerakan tongkatnya dengan Ilmu Tongkat Pat-mo-tung-hoat (Ilmu Tongkat
Delapan Iblis) yang dahsyat.
The Kwat Lin memang hendak mempermainkan lawannya, maka dia hanya menangkis dan mengelak. Hal
ini sengaja dilakukannya untuk memamerkan kepandaiannya dan untuk meyakinkan lawan bahwa akhirnya
lawan akan roboh olehnya sehingga lawannya yang amat dibencinya itu akan ketakutan setengah mati!
Dan memang usahanya ini berhasil.
Keringat dingin membasahi muka Pat-jiu Kai-ong dan tahulah kakek ini bahwa mengandalkan ilmu silat
saja, dia tidak akan menang melawan wanita yang pernah dipermainkannya dan diperkosanya selama tiga
hari tiga malam itu. Maka dia lalu mengerahkan tenaganya, mengerahkan sinkang, lalu tiba-tiba dia
memekik dan menghantamkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka.
The Kwat Lin sudah menduga bahwa lawannya tentu akhirnya akan menggunakan ilmu Hiat-ciang Hoatsut
ini. Dia sudah mendengar dari suaminya akan ilmu mukjijat ini, maka dia bersikap hati-hati dan tidak berani
memandang rendah. Bahkan dia amat terkejut ketika menyaksikan cahaya merah menyambar ke luar,
merasakan getaran mukjijat dan mencium bau amis darah yang memuakkan. Cepat dia menekuk kedua
lututnya sedikit, kemudian mendorongkan telapak tangan kanannya dengan tiga buah jari tangan
diluruskan. Hawa dingin meluncur ke luar dari telapak tangannya menyambut hawa pukulan Hiat-ciang
Hoat-sut.
"Dess!" benturan dua tenaga mukjijat bertemu dan tubuh kedua orang itu tergetar hebat!
Kiranya tenaga Hiat-ciang Hoat-sut sudah sedemikian ampuhnya sehingga dalam benturan tenaga ini Patjiu
Kai-ong dapat mengimbangi tenaga The Kwat Lin. Kalau kakek itu merasa betapa tubuhnya mendadak
menjadi dingin sekali, sebaliknya The Kwat Lin merasa tubuhnya panas! Namun keduanya dapat melawan
hawa ini dan berkali-kali mereka mengadu tenaga sinkang lewat telapak tangan mereka.
Tiba-tiba ujung lengan baju kiri The Kwat Lin menyambar ke arah ubun-ubun kepala kakek itu yang
menjadi terkejut sekali dan menangkis dengan tongkatnya. Ujung lengan baju melibat dan tangan The
Kwat Lin menyambar ke depan dari dalam lengan baju itu untuk menangkap tongkat. Pat-jiu Kai-ong cepat
menghantamkan tangan kirinya lagi dengan tenaga Hiat-ciang Hoat-sut sekuatnya, mengarah kepala
lawan. Namun hal ini sudah diperhitungkan oleh wanita itu yang cepat sekali menarik tongkat yang
dicengkeramnya untuk menangkis.
"Krekkkk!" tongkat Raja Pengemis itu hancur terkena pukulannya sendiri.
Selagi dia terkejut bukan main, tahu-tahu ujung lengan baju kanan wanita itu sudah menyambar ke arah
matanya! Dia berteriak kaget, miringkan kepala, akan tetapi ternyata ujung lengan baju itu tidak menyerang
mata, melainkan menyeleweng ke bawah dan menotok lehernya.
"Auggghh...!" Kalau orang lain terkena totokan yang tepat mengenai jalan darah, tentu akan roboh dan
tewas. Akan tetapi tubuh Pat-jiu Kai-ong sudah kebal, maka totokan yang kuat itu hanya membuat ia
terhuyung ke belakang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Melihat ini The Kwat Lin tertawa terkekeh. Kembali kedua tangannya bergerak dengan cepat sekali dan
biar pun Raja Pengemis itu sudah berusaha mati-matian membela diri, namun karena totokan pertama
membuat pandangan matanya berkunang sehingga gerakannya menjadi kurang cepat. Dua kali totokan
lagi dan sebuah tamparan dengan tiga jari tangan yang tepat mengenai punggungnya membuat dia roboh
pingsan!
Ketika dia siuman. Pat-jiu Kai-ong mendapatkan dirinya sudah rebah terlentang di atas lantai dan tidak
mampu menggerakkan kaki tangannya, bahkan tidak mampu mengeluarkan suara. Selain tertotok jalan
darah yang membuatnya menjadi lumpuh, juga urat gagu di lehernya telah ditotok. Tahulah dia bahwa dia
tak berdaya lagi dan nyawanya berada di tangan lawan. Dia pun maklum bahwa wanita ini tidak akan
mungkin mengampuni kesalahannya. Maka dia hanya memejamkan mata menanti datangnya kematian.
"Bret-bret-brettt...!”
“Hi-hi-hik! Lihatlah, Bu Ong. Lihat binatang ini!"
Pat-jiu Kai-ong memaki dalam hatinya. Apa maunya perempuan ini? Seluruh pakaiannya direnggut lepas
semua sehingga dia terlentang dalam keadaan telanjang bulat sama sekali! Karena ingin tahu, bukan
karena jeri sebab seorang datuk macam Pat-jiu Kai-ong juga tidak mengenal takut, dia menggerakkan
pelupuk mata dan mengintai dari balik bulu matanya. Dia melihat anak laki-laki itu turun dari kursinya,
memandanginya dan tertawa.
"Heh-heh, ibu,dia lucu sekali! Lucu dan amat buruk... eh, menjijikkan!"
The Kwat Lin tertawa-tawa. Sekali ujung lengan bajunya bergerak menyambar ke arah leher Pat-jiu Kaiong,
kakek ini terbebas dari totokan urat gagunya dan dapat mengeluarkan suara.
"Perempuan hina, mau bunuh lekas bunuh! Aku tidak takut mati!" teriaknya marah.
"Hi-hik, enak saja! Ingatkah kau betapa aku dahulu pun minta-minta mati kepadamu? Tidak, engkau harus
mengalami siksaan, mati sekerat demi sekerat! Bu Ong, dia inilah yang membunuh dua belas orang
Supek-mu secara kejam. Maukah kau membalaskan sakit hati dan kematian para Supek-mu?"
"Tentu saja! Akan kubunuh anjing tua ini!" Bu Ong sudah melangkah maju dan anak ini memandang
dengan muka bengis.
"Nanti dulu, Bu Ong. Terlampau enak baginya kalau dibunuh begitu saja. Tidak, untuk setiap orang dari
Suheng-ku, dia harus menderita satu macam siksaan. Jari tangannya. Hi-hik, jari-jari tangannya berjumlah
sepuluh, itu untuk sepuluh orang Suheng! Dan dua buah daun telinganya itu untuk kedua Suheng yang
lain."
The Kwat Lin mencabut pedangnya, menyerahkan kepada puteranya sambil tertawa-tawa, kemudian dia
mengerahkan khikang-nya, ‘mengirim suara’ dengan ilmunya yang tinggi ini sehingga suaranya hanya
terdengar oleh Pat-jiu Kai-ong, akan tetapi sama sekali tidak terdengar oleh anaknya.
"Pat-jiu Kai-ong, tahukah kau siapa bocah ini? Dia ini adalah puteramu! Keturunanmu! Hasil kotor dari
perkosaanmu atas diriku. Nah, sekarang kau lihatlah anakmu, darah dagingmu sendiri yang akan menyiksa
dirimu!"
Sepasang mata Pat-jiu Kai-ong terbelalak lebar, mukanya pucat sekali. Puluhan tahun dia ingin sekali
memperoleh keturunan, terutama seorang putera, akan tetapi Biar pun dia sudah berganti-ganti selir
sampai ratusan kali, tetap saja para selir itu tidak pernah memperoleh keturunannya. Sekarang secara
tidak sengaja dia telah memperoleh seorang putera! Dan puteranya itu dengan pedang di tangan
menghampirinya, siap untuk menyiksanya!
Tadi dia terheran melihat betapa bekas anggota Cap-sha Sin-hiap, murid Bu-tong-pai yang terkenal gagah
itu menjadi begitu keji, mengajar putera sendiri melakukan kekejaman. Kiranya wanita itu memang sengaja
hendak menyiksanya dengan menggunakan tangan keturunannya sendiri! Kiranya wanita itu juga
membenci anak itu seperti juga membencinya, maka sengaja membiarkan anak itu menyiksa dan
membunuh ayah sendiri!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Anak... jangan... dengarkanlah...."
"Pratttt...!" Pat-jiu Kai-ong tidak dapat melanjutkan kata-katanya yang tadinya hendak mmperingatkan anak
laki-laki itu karena urat gagunya di leher telah ditotok oleh lengan baju The Kwat Lin.
Bekas Ratu Pulau Es itu terkekeh menyeringai. "Pat-jiu Kai-ong, begini pengecutkah engkau? Haiii... di
mana kegagahanmu sebagai seorang datuk? Lihatlah baik-baik dan nikmatilah siksaan anak ini! Bu Ong,
pergunakan pedang itu. Pertama buntungi kedua daun telinganya untuk Twa-supek dan Ji-supek-mu!"
"Baik, Ibu!" Bu Ong lalu melangkah maju.
Ternyata anak itu sudah pandai menggunakan pedang. Dua kali pedang itu berkelebat, buntunglah kedua
daun telinga Pat-jiu Kai-ong ! Dapat dibayangkan betapa nyeri, perih dan pedih rasa badan dan hati kakek
itu. Air matanya meloncat ke luar membasahi pipinya!
"Ha-ha, Ibu! Lihat, dia menangis!" anak itu bersorak dan mengambil dua buah daun telinga itu. "He-he,
seperti telinga babi!"
Memang Pat-jiu Kai-ong menangis! Akan tetapi bukan menangis karena rasa nyeri dan pedih karena kedua
daun telinganya buntung, melainkan nyeri di hati yang lebih hebat lagi melihat betapa anaknya sendiri yang
sejak puluhan tahun yang lalu dirindukannya, kini bersorak girang melihat penderitaannya! Dia tidak takut
mati, tidak takut sakit, akan tetapi melihat betapa dia menghadapi siksaan dan kematian di tangan anaknya
sendiri, benar-benar merupakan tekanan batin yang hampir tak kuat dia menanggungnya.
"Teruskan, Bu Ong. Masih ada sepuluh orang Supek-mu yang belum dibalaskan sakit hatinya. Jari-jari
tangannya yang sepuluh itu! Perlahan-lahan saja, satu demi satu buntungkan!"
Mulailah penyiksaan yang amat mengerikan itu dilakukan oleh Bu-ong. Anak ini seolah-olah telah menjadi
gila. Dengan tertawa-tawa dia membuntungi semua jari tangan kakek itu satu demi satu dan setiap buntung
sebuah jari, dia bersorak kegirangan.
Memang sejak dapat mengerti omongan, anak ini dijejali dendam oleh ibunya, dendam terhadap Pat-jiu
Kai-ong. Diceritakan betapa Pat-jiu Kai-ong telah membunuh dua belas orang suheng-nya dan betapa Raja
Pengemis itu menyiksanya dan Bu Ong kelak harus membalas dendam itu. Maka kini anak itu sama sekali
tidak menaruh rasa kasihan, bahkan hatinya puas sekali dapat menyiksa kakek itu.
Dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan Pat-jiu Kai-ong. Namun dia tidak menyesali nasibnya. Dia
maklum bahwa dirinya pun telah melakukan perbuatan sewenang-wenang atas diri The Kwat Lin sehingga
pembalasan ini sudah jamak. Hanya satu hal yang membuat air matanya bercucuran, yaitu melihat betapa
dia disiksa dan akan dibunuh oleh darah dagingnya sendiri. Dia menangis melihat darah dagingnya sendiri
itu, yang baru berusia sepuluh tahun, telah menjadi seorang iblis cilik yang demikian kejam!
Kini The Kwat Lin membebaskan totokan yang membuat kaki tangannya lumpuh. Begitu kaki tangannya
dapat bergerak, Pat-jiu Kai-ong meloncat dan menerkam ke arah Bu Ong dengan ke dua tangan yang
sudah tak berjari lagi itu, yang berlumuran darah. Niat hatinya untuk membunuh saja anaknya itu agar
kelak tidak dijadikan iblis cilik oleh ibu yang membencinya. Akan tetapi sebuah tendangan dari samping
yang dilakukan oleh The Kwat Lin membuat dia terguling lagi. Rasa nyeri pada kedua ujung tangannya
membuat kakek itu menggeliat-geliat.
"Mundurlah, Bu-ong. Lihat sekarang Ibumu yang akan turun tangan. Aku akan membalas sendiri
perbuatannya kepadaku dahulu!"
The Kwat Lin menghampiri musuhnya dengan pedang di tangan. "Pat-jiu Kai-ong, ingatlah engkau akan
peristiwa dahulu itu? Bayangkanlah, hi-hik. Bayangkanlah betapa nikmatnya bagimu dan betapa tersiksa
dan sengsaranya bagiku. Sekarang aku yang menikmati dan kau yang menderita. Sudah adil bukan? Nah,
terimalah ini... ini... ini...!"
Bertubi-tubi pedang di tangan The Kwat Lin bergerak. Tubuh kakek itu bergulingan, berkelojotan karena
rasa nyeri yang amat hebat ketika ujung pedang itu membabat ke seluruh tubuhnya, dengan tepat sekali
dunia-kangouw.blogspot.com
membabat ujung semua jari kakinya, hidungnya, dagunya. Babatan itu hanya mengenai ujung sedikit, tidak
membahayakan keselamatan nyawa, namun menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Seluruh tubuh kakek itu
kini berlepotan darah, mukanya dipenuhi oleh kerut-merut menahan nyeri.
"Hi-hik, bagaimana? Masih kurang? Nah, rasakanlah ini!"
Kembali pedang itu digerakkan, kini menusuk-nusuk dan seluruh tubuhnya ditusuki ujung pedang bertubitubi.
Ujung pedang hanya menusuk dua senti saja sehingga menembus kulit daging, akan tetapi tidak
membunuh. Darah keluar makin banyak lagi, rasa nyeri makin menghebat sehingga tubuh kakek itu
berkelojotan seperti dalam keadaan sekarat.
"Ini yang terakhir!" The Kwat Lin berkata.
Ujung pedangnya membabat ke bawah pusar. Wanita itu tertawa bergelak, tertawa puas. Wajahnya yang
cantik itu pucat sekali dan dia tertawa sambil berdongak ke atas. "Suheng sekalian, terutama Twa-suheng,
lihatlah musuhmu. Sudah puaskah kalian?!" Dan dia terisak, lalu menghampiri tubuh yang berkelojotan itu.
"Akan tetapi aku belum puas! Kau harus tidur dalam keadaan tersiksa di antara mayat-mayat yang
membusuk, selama tiga hari tiga malam!"
The Kwat Lin menengok kepada anaknya dan berkata, "Bu Ong, kau tunggu di sini sebentar!"
Tubuh The Kwat Lin berkelebat meninggalkan ruangan itu. Dengan cepat dia telah datang kembali sambil
menyeret mayat-mayat para pengawal, selir dan pelayan sampai ruangan itu penuh dengan mayat-mayat
yang dia lemparkan ke sekeliling tubuh Pat-jiu Kai-ong yang mandi darah.
“Nah, nikmatilah sekaratmu selama tiga hari!"
The Kwat Lin lalu menggandeng tangan anaknya dan mengajak pergi meninggalkan gedung itu. Ketika
mereka berdua tiba di dalam hutan di depan gedung, Swi Liang dan Swi Nio menyambut mereka dengan
mata penuh harapan.
"Mana Ayah, Subo?" Swi Liang bertanya.
"Bagaimana dengan dia?" Swi Nio juga bertanya.
"Ayah kalian telah tewas...."
Dua orang muda itu mengeluh dan menangis. Swi Liang mengepal tinjunya dan berkata, "Si jahanam Patjiu
Kai-ong! Aku harus membalas kematian Ayah!"
"Subo, bantulah kami...," kata pula Swi Nio. "Kami harus menuntut balas!"
"Heh-heh, Suheng dan Suci, tenangkanlah hati kalian. Pat-jiu Kai-ong telah di balas dan sekarang sedang
sekarat di antara tumpukan mayat, he-he-heh! Wah, aku mendapat bagian pesta tadi. Akulah yang
membuntungi kedua telinganya dan sepuluh jari tangannya. Menyenangkan sekali!"
Swi Liang dan Swi Nio terbelalak memandang ‘sute’ ini. Ucapan anak itu benar-benar membuat mereka
merasa seram. Memang, mendengar kematian ayah mereka yang tanpa keraguan lagi mereka yakin tentu
dilakukan oleh Pat-jiu Kai-ong, mereka pun merasa sakit hati dan ingin membalas dendam. Akan tetapi apa
yang dilakukan oleh sute mereka menurut pengakuan anak itu, sungguh luar biasa sekali. Membuntungi
kedua daun telinga dan sepuluh jari tangannya, dan perbuatan itu dianggap menyenangkan sekali dan
berpesta, benar-benar membuat mereka bergidik!
"Musuhmu sedang menanti saat kematian, harap kalian tenang dan tidak memikirkannya lagi. Ayahmu
telah tewas, dan kalian akan kuajak bersamaku sebagai muridku. Akulah pengganti ayah kalian."
Swi Liang dan Swi Nio menjatuhkan diri dan berlutut di depan subo mereka sambil bercucuran air mata.
"Terima kasih Subo...," kata mereka di antara tangis mereka.
"Perkenankan kami mengubur jenazah Ayah," kata pula Swi Liang.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tidak perlu. Kita menanti di sini sampai tiga hari, setelah itu aku akan membakar gedung itu."
Biar pun merasa heran dan kasihan kepada mayat ayah mereka, kedua orang yang sudah merasa ditolong
dan dibalaskan sakit hati itu tidak membantah. Mereka tentu saja tidak tahu betapa mayat ayah mereka itu
ikut pula dilempar oleh The Kwat Lin di dekat tubuh Pat-jiu Kai-ong untuk ikut menyiksa musuh besar ini!
Memang Pat-jiu Kai-ong tersiksa hebat bukan main. Ketika tadi anaknya membuntungi jari-jari tangannya,
dia melihat muka anaknya itu berubah-ubah menjadi muka banyak anak laki-laki yang menjadi korbannya.
Puluhan, bahkan ratusan anak laki-laki yang menjadi korbannya itu seolah-olah mengeroyoknya, memaki
dan mengejeknya. Kini, setelah tubuhnya mandi darah dan rasa nyeri merasuk sampai menusuk-nusuk
tulang, dia ditinggalkan di antara mayat-mayat itu. Celaka baginya, tubuhnya yang terlatih memiliki daya
tahan yang amat kuat sehingga dia tidak menjadi pingsan oleh rasa nyeri itu. Kalau saja dia dapat pingsan
atau mati sekalian, tentu dia tidak akan menderita sehebat itu.
Mayat-mayat itu mulai mengeluarkan bau yang memuakkan pada hari ke dua. Bau darah yang mengering
dan membusuk, ditambah rasa nyeri di sekujur tubuhnya, masih diganggu lagi oleh bayangan anak-anak
yang dahulu menjadi korbannya, membuat Pat-jiu Kai-ong menangis di dalam hatinya. Ia amat menyesali
perbuatannya yang mengakibatkan dia mati dalam keadaan tersiksa seperti itu.
Tiga hari kemudian, The Kwat Lin muncul dan perempuan ini tertawa bergelak melihat musuh besarnya
masih belum mati. Senang sekali hatinya. Dahulu, dia diperkosa dan dipermainkan di antara mayat-mayat
suheng-nya selama tiga hari tiga malam, dan kini dia dapat membalas secara memuaskan sekali.
"Hi-hik, kau sudah puas sekarang?" ejeknya. "Nah, mampuslah kau. Pat-jiu Kai-ong!"
Pedangnya berkelebatan dan seluruh bagian tubuh di bawah pusar kakek itu dicincang hancur oleh pedang
di tangan The Kwat Lin. Setelah merasa puas melihat mayat musuh besarnya, barulah dia membuat api
dan membakar gedung itu, lalu berlari ke luar.
Dengan air mata bercucuran, Swi Liang dan Swi Nio memandang nyala api yang membakar gedung,
maklum bahwa mayat ayah mereka ikut terbakar.
"Ayahmu telah sempurna," kata The Kwat Lin. "Tak perlu menangis lagi, hayo kalian ikut bersamaku. Kalau
kalian rajin mempelajari ilmu, kelak kalian tidak akan mengalami penghinaan orang lagi."
Dengan hati berat namun karena tidak ada orang lain yang mereka pandang setelah ayah mereka
meninggal, dua orang muda itu terpaksa mengikuti The Kwat Lin bersama Han Bu Ong pergi meninggalkan
Heng-san.
--- dunia-kang-ouw.blogspot.com ---
Bu-tong-pai adalah sebuah perkumpulan silat yang besar, merupakan sebuah di antara ‘partai-partai’
persilatan yang terkenal. Akan tetapi pada saat ini Bu-tong-pai sedang berkabung. Di markas perkumpulan
itu yang letaknya di lereng pegunungan Bu-tong-san, dari pintu gerbang sampai rumah-rumah para tokoh
dan murid kepala, tampak kibaran kain-kain putih menghias pintu, tanda bahwa Bu-tong-pai sedang
berkabung. Siapakah yang meninggal dunia? Bukan lain adalah ketua Bu-tong-pai yang sudah berusia
lanjut, yaitu Kiu Bhok Sianjin yang meninggal dunia dalam usia delapan puluh tahun.
Baru saja upacara penguburan selesai dilakukan oleh para anak murid Bu-tong-pai. Para tamu telah
meninggalkan pegunungan Bu-tong-san, akan tetapi semua anak murid Bu-tong-pai masih berkumpul di
sekitar kuburan baru itu. Suasana penuh perkabungan dan masih tampak beberapa orang murid yang
mengusap air mata. Kui Bhok Sianjin terkenal sebagai seorang ketua dan guru yang baik dan yang dicintai
oleh para anak murid Bu-tong-pai.
"Suhu...!" seruan ini membuat semua orang menengok.
Tampaklah seorang wanita cantik berlari mendatangi, diikuti oleh sepasang muda-mudi remaja dan
seorang anak laki-laki. Wanita itu tidak menoleh ke kanan-kiri, melainkan langsung berlari menghampiri
kuburan baru itu dan menjatuhkan diri berlutut di depan batu nisan sambil menangis.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ahh, bukankah dia Sumoi The Kwat Lin...?" seorang murid Kui Bhok Sianjin yang usianya lima puluhan
berseru.
Semua orang memandang dan kini mereka pun mengenal wanita yang berpakaian indah seperti seorang
nyonya bangsawan itu. The Kwat Lin! Tentu saja mereka semua kini teringat. Bukankah The Kwat Lin
merupakan seorang anak murid Bu-tong-pai yang amat terkenal sebagai orang termuda dari Cap-sha Sinhiap
yang sudah bertahun-tahun lenyap tanpa meninggalkan jejak?
"Benar, dia orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap!" terdengar seruan-seruan setelah mereka mengenal
wanita cantik itu.
Mendengar suara-suara itu, wanita ini lalu bangkit berdiri, menyusuti air matanya, kemudian memandang
kepada mereka sambil berkata, "Benar, aku adalah The Kwat Lin, orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap.
Masih baik kalian mengenalku! Sekarang Suhu telah meninggal dunia, siapakah yang akan
menggantikannya sebagai ketua Bu-tong-pai?"
Para tokoh Bu-tong-pai terkejut menyaksikan sikap angkuh ini. Di antara mereka, terdapat delapan orang
yang terhitung suheng-suheng dari The Kwat Lin, dan orang tertua di antara mereka adalah seorang kakek
berpakaian seperti pendeta tosu. Sejak tadi kakek tosu ini mengerutkan alisnya setelah mendengar bahwa
wanita itu adalah orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap, maka kini mendengar pertanyaan Kwat Lin, dia
melangkah maju.
"Sian-cai..., tak pernah pinto sangka bahwa anggota termuda dari Cap-sha Sin-hiap akan muncul hari ini.
Berarti engkau adalah murid termuda dari mendiang Suheng, dan kalau engkau ingin mengetahui, pinto
yang dipilih oleh anak murid Bu-tong-pai, juga telah ditunjuk oleh mendiang Suheng menjadi ketua di Butong-
pai," ujar kakek yang berpakaian tosu ini.
Kwat Lin mengangkat mukanya memandang. Tosu itu bertubuh kecil sedang. Biar pun mukanya penuh
keriput, namun matanya bersinar terang. Jenggotnya yang terpelihara baik dan mengitari mulutnya itu
masih hitam semua, demikian pula rambutnya yang diikat dan diberi tusuk konde dari perak. Pakaiannya
sederhana saja, pakaian seorang pendeta To yang longgar.
"Siapakah Totiang?"
"Ha-ha-ha-ha, sungguh lucu kalau seorang murid keponakan tidak mengenal susiok-nya sendiri. Ketahuilah
bahwa pinto adalah Kui Tek Tojin, satu-satunya saudara seperguruan dari mendiang Kui Bhok Sianjin yang
masih hidup."
Kwat Lin sudah pernah mendengar nama susioknya (paman gurunya) ini, seorang tosu perantau, sute
termuda dan satu-satunya yang masih hidup dari mendiang Suhu-nya. Dia mencibirkan bibirnya yang
merah dengan gaya mengejek, kemudian berkata dengan suara lantang, "Ah, kiranya Susiok Kui Tek Tojin
yang menggantikan Suhu menjadi ketua Bu-tong-pai? Sungguh keputusan yang sama sekali tidak tepat!
Aku tidak setuju sama sekali kalau Susiok yang menjadi ketua!"
Tosu itu membelalakkan matanya dan memandang kaget, heran dan penasaran. Akan tetapi sebelum dia
mengeluarkan kata-kata, seorang tosu lain yang bernama Souw Cin Cu, murid tertua dari Kui Bhok Sianjin,
melangkah maju dan berkata, "Sumoi, apa yang kau katakan ini? Betapa beraninya engkau mengatakan
demikian! Keputusan ini tidak saja sesuai dengan petunjuk Suhu, juga telah menjadi keputusan kami
semua. Pula, Susiok merupakan satu-satunya saudara seperguruan mendiang Suhu, sehingga
kedudukannya paling tinggi dan usianya paling tua di antara kita. Siapa lagi kalau bukan beliau yang
menggantikan Suhu menjadi ketua kita?"
"Siancai, kedatangan yang mendadak dan tak tersangka-sangka, juga pendapat yang mengejutkan.
Betapa pun juga, sebagai murid mendiang Suheng, dia berhak berbicara untuk kepentingan dan kebaikan
Bu-tong-pai. The Kwat Lin, bukankah demikian namamu tadi? Kalau menurut pendapatmu, siapa gerangan
yang patut dijadikan ketua Bu-tong-pai menggantikan Suheng yang telah tidak ada?"
"Harap maafkan aku, Susiok. Bukan sekali-kali aku memandang rendah kepada Susiok, akan tetapi
penolakanku itu berdasarkan perhitungan yang matang," Kwat Lin berkata kepada calon ketua Bu-tong-pai
dunia-kangouw.blogspot.com
itu.
Tentu saja semua orang yang mendengar dan melihat sikap tidak menghormat dari wanita itu menjadi
terkejut dan heran. Kwat Lin melihat perubahan wajah orang-orang itu, namun dia tidak mempedulikan,
seakan-akan semuanya dalam keadaan wajar saja.
The Kwat Lin berkata lagi, "Pertama-tama sejak dahulu Susiok selalu merantau, tidak pernah
mempedulikan keadaan Bu-tong-pai, apa lagi Susiok adalah seorang tosu sehingga kalau Susiok yang
menjadi ketua Bu-tong-pai, ada bahayanya Bu-tong-pai akan berubah menjadi perkumpulan Agama To!
Berbeda sekali dengan pendirian mendiang Suhu yang bebas sehingga murid suhu pun terdiri dari
bermacam-macam golongan. Selain itu, selama ini Bu-tong-pai makin kehilangan sinarnya, menjadi bahan
ejekan dan bahan penghinaan orang lain."
"Ahhhh...!" terdengar suara memprotes dari sana-sini.
Souw Cin Cu kembali berkata penasaran, "Sumoi, aku benar-benar merasa heran mendengar kata-katamu
dan melihat sikapmu. Sepuluh tahun engkau dan para suheng-mu menghilang dan kini engkau muncul
seperti seorang yang lain. Seperti langit dengan bumi bedanya antara engkau dahulu dan engkau
sekarang! Sumoi, kau mengatakan bahwa Bu-tong-pai menjadi lemah dan menjadi bahan ejekan dan
penghinaan orang lain. Apa artinya ini?"
"Souw Cin Cu Suheng, selama bertahun-tahun ini Cap-sha Sin-hiap telah lenyap, tahukah engkau apa
yang terjadi dengan mereka?"
"Kami telah berusaha menyelidiki namun tidak dapat menemukan kalian."
"Hemm, itulah tandanya bahwa Bu-tong-pai amat lemah, sehingga semua Suheng-ku, tokoh-tokoh Capsha
Sin-hiap, dibunuh orang tanpa diketahui oleh Bu-tong-pai!"
Semua orang terkejut sekali mendengar bahwa dua belas orang dari Cap-sha Sin-hiap telah dibunuh
orang!
"Siapa yang membunuh mereka?" Souw Cin Cu bertanya dengan suara marah sekali. Hati siapa yang
takkan menjadi panas dan marah mendengar bahwa dua belas orang saudara seperguruannya dibunuh
orang!
"Hemm, terlambat sudah! Dua belas orang Suheng dibunuh oleh Pat-jiu Kai-ong ketua Pat-jiu Kai-pang di
Heng-san."
"Ohhh...!" kini Kui Tek Tojin berseru kaget. "Pat-jiu Kai-ong...? Mengapa...?"
Kwat Lin tersenyum mengejek. "Ahhh, tentu Susiok pernah mendengar nama besarnya dan menjadi
gentar, bukan? Memang dialah datuk sesat yang terkenal itu, yang telah membunuh dua belas orang
Suheng-ku, dan peristiwa itu berlalu begitu saja! Tiga belas orang tokoh Bu-tong-pai mengalami
penghinaan, dan Bu-tong-pai sendiri diam saja. Jangankan berusaha membalas dendam, bahkan tahu pun
tidak akan peristiwa itu! Ini tandanya bahwa Bu-tong-pai lemah! Kini Bu-tong-pai hendak diketuai oleh
Susiok, apakah akan dijadikan markas kaum pendeta Tosu dan menjadi makin lemah lagi? Aku sendirilah
yang harus turun tangan membunuh musuh-musuh besar kami, membunuh Pat-jiu Kai-ong dan membasmi
Pat-jiu Kai-pang di Heng-san. Melihat kelemahan Bu-tong-pai, aku tidak setuju kalau mendiang Suhu
digantikan kedudukannya oleh Susiok Kui Tek To-jin, harus diganti oleh orang yang memiliki kepandaian
tinggi dan dapat memajukan dan memperkuat Bu-tong-pai, barulah tepat!" Kwat Lin bicara penuh
semangat, mukanya yang cantik dan berkulit halus itu kemerahan, sepasang matanya bersinar-sinar dan
dengan tajamnya menyapu wajah semua anak murid Bu-tong-pai yang hadir di situ.
Pandang mata bekas orang termuda Cap-sha Sin-hiap ini membuat banyak anak murid Bu-tong-pai
merasa gentar. Mereka hanya menunduk untuk menghindarkan pandang mata Kwat Lin. Akan tetapi,
delapan orang suheng dari Kwat Lin memandang dengan marah dan penasaran. Ada pun Kui Tek Tojin
hanya tersenyum dan mengelus jenggotnya sambil mengangguk-angguk, matanya memandang wajah
wanita itu penuh selidik.
dunia-kangouw.blogspot.com
"The Kwat Lin, omonganmu penuh semangat terhadap kedudukan Bu-tong-pai. Andai kata benar semua
kata-katamu itu, habis siapakah yang kau pandang tepat untuk menjadi ketua Bu-tong-pai?" Kui Tek Tojin
berkata lagi dengan sikap tenang.
"Untuk waktu ini, kiranya tidak ada orang lain lagi dari Bu-tong-pai kecuali aku sendiri!"
Kini benar-benar terkejut dan terheran-heranlah semua anak murid Bu-tong-pai yang berada di situ. Begitu
beraninya wanita ini. Biar pun tak dapat disangkal lagi bahwa The Kwat Lin merupakan murid utama pula
dari mendiang Kui Bhok Sianjin dan orang termuda Cap-sha Sin-hiap, akan tetapi pada waktu itu dia
bukanlah orang yang memiliki tingkat tertinggi di Bu-tong-pai. Sama sekali bukan! Di atas dia masih ada
delapan orang suheng-nya, murid-murid Kui Bhok Sianjin yang lebih tua, dan lebih lagi di situ masih ada
Kui Tek Tojin yang tentu saja memiliki tingkat jauh lebih tinggi karena tosu ini adalah paman gurunya!
"Murid murtad!!" tiba-tiba Souw Cin Cu membentak garang dan meloncat maju, diikuti pula oleh sute-sutenya.
Telunjuk kirinya menuding ke arah muka The Kwat Lin. "The Kwat Lin, engkau sungguh tidak patut
menjadi murid Bu-tong-pai! Kiranya engkau menghilang sepuluh tahun hanya untuk pulang sebagai iblis
wanita yang murtad terhadap perguruanya sendiri. Dan kami berkewajiban untuk menghajar seorang murid
murtad!"
Sambil berkata demikian, Souw Cin Cu menerjang ke depan dengan dahsyat. Souw Cin Cu merupakan
murid pertama atau paling tua dari Kui Bhok Sianjin. Sungguh pun tidak dapat dikatakan bahwa dia
memiliki tingkat ilmu silat paling tinggi, akan tetapi setidaknya tingkatnya sejajar dengan orang-orang tertua
dari Cap-sha Sin-hiap dan sebenarnya masih lebih tinggi setingkat jika dibandingkan dengan ilmu
kepandaian The Kwat Lin ketika masih menjadi orang termuda Cap-sha Sin-hiap dahulu.
Akan tetapi, Kwat Lin sekarang sama sekali tidak bisa disamakan dengan Kwat Lin sepuluh tahun yang
lalu. Dia telah mewarisi ilmu silat tinggi dan mukjijat dari Pulau Es. Tingkatnya sudah tinggi sekali! Dengan
tenang saja dia memandang ketika suheng-nya itu menerjangnya. Apa lagi karena dia mengenal benar
jurus yang dipergunakan oleh suheng-nya, jurus dari ilmu silat Ngo-heng-kun.
Ketika tangan kiri Souw Cin Cu mencengkeram ke arah lehernya dan tangan kanan tosu itu menampar
pelipis, dia diam saja seolah-olah dia hendak menerima dua serangan ini tanpa melawan. Akan tetapi
setelah hawa sambaran pukulan itu sudah terasa olehnya, tiba-tiba tangan kirinya bergerak dari bawah ke
atas.
"Plak-plak-plak!!" kedua lengan Souw Cin Cu telah terpental, bahkan tubuh tosu ini terpelanting ketika
tangan Kwat Lin yang tadi sekaligus menangkis kedua lengan itu melanjutkan gerakannya dengan
tamparan pada pundaknya. Tamparan yang perlahan saja, akan tetapi sudah cukup murid pertama
mendiang Kui Bhok Sianjin terpelanting!
Diam-diam Kui Tek Tojin terkejut. Ia heran menyaksikan gerakan tangan wanita itu, gerakan yang amat
cepat dan aneh, gerakan yang sama sekali tidak dikenalnya dan tentu saja bukan jurus ilmu silat Bu-tongpai!
Akan tetapi tujuh orang sute dari Souw Cin Cu sudah menjadi marah dan tanpa dikomando lagi
mereka menerjang maju.
Akan tetapi The Kwat Lin tertawa, tubuhnya bergerak sedemikian cepatnya dan berturut-turut tujuh orang
ini pun terguling roboh di dekat Suow Cin Cu! Mereka sendiri tidak tahu bagaimana mereka dirobohkan,
akan tetapi tahu-tahu terpelanting dan bagian yang tertampar tangan Kwat Lin, biar pun tidak sampai patah
tulang, akan tetapi amat nyeri. Padahal tamparan itu perlahan saja. Bagaimana andai kata wanita itu
menampar dengan pengerahan tenaga sekuatnya? Sukar dibayangkan akibatnya.
Betapa pun juga, delapan orang murid utama dari Bu-tong-pai ini tentu saja tidak sudi menyerah begitu
mudah. Mereka sudah meloncat bangun dan mencabut senjata masing-masing!
"Ibu, mengapa tidak dibunuh saja tikus-tikus menjemukan ini?" tiba-tiba Bu Ong berteriak.
Anak ini sudah bertolak pinggang dan memandang marah kepada para pengeroyok ibunya. Kalau saja
tangannya tidak dipegang erat-erat oleh Swi Liang dan Swi Nio, suheng dan suci-nya, tentu dia sudah
menerjang maju membantu ibunya. Akan tetapi memang sebelumnya, Swi Liang dan Swi Nio sudah
dipesan oleh subo mereka untuk menjaga Bu Ong, dan terutama sekali mencegah bocah ini mencampuri
dunia-kangouw.blogspot.com
urusannya dengan orang-orang Bu-tong-pai.
Kwat Lin tersenyum mengejek melihat delapan orang suheng-nya itu mengeluarkan senjata. "Hemmm,
apakah kalian ini sudah buta? Apakah para suheng tidak melihat bahwa tingkat kepandaianku jauh
melebihi kalian, dan bahkan andai kata Suhu masih hidup, beliau sendiri tidak akan mampu menandingi
aku."
"Keparat...!"
Souw Cin Cu dan tujuh orang sute-nya menerjang maju, akan tetapi tiba-tiba Kui Tek Tojin berseru, "Tahan
senjata! Mundur kalian!"
Mendengar teriakan ini, delapan orang ini serentak mundur mentaati perintah calon ketua mereka.
Kui Tek Tojin melangkah maju menghampiri wanita yang tersenyum-senyum itu. "Siancai... kiranya engkau
telah memiliki kepandaian tinggi maka berani menentang Bu-tong-pai! The Kwat Lin, selama ini engkau
telah mempelajari ilmu silat dari luar Bu-tong-pai, tidak tahu dari perguruan manakah?"
"Memang benar dugaanmu, Susiok, akan tetapi tidak perlu aku menceritakan kepada siapa pun juga."
"Hei, tosu bau! Ibu adalah Ratu dari Pulau Es, tahukah engkau?"
"Bu Ong...!" Kwat Lin membentak puteranya, akan tetapi anak itu sudah terlanjur bicara.
Bukan main kagetnya Kui Tek Tojin dan para anak murid Bu-tong-pai mendengar ini. Pulau Es hanya
disebut-sebut dalam dongeng saja, dan memang nama besar tokoh Pangeran Han Ti Ong dari Pulau Es
amat terkenal di dunia kang-ouw. Timbul keraguan di dalam hati Kui Tek Tojin, akan tetapi karena wanita di
hadapannya itu juga merupakan anak murid Bu-tong-pai, maka dia menekan perasaannya dan berkata,
"The Kwat Lin, kalau engkau masih mengaku sebagai murid Bu-tong-pai, betapa pun tinggi ilmu
kepandaianmu, engkau harus tunduk kepada pimpinan Bu-tong-pai. Sebaliknya, kalau engkau sudah
mempelajari ilmu silat dari golongan lain dan tidak lagi merasa sebagai orang Bu-tong-pai, engkau tidak
berhak mencampuri urusan dalam dari Bu-tong-pai."
Kwat Lin tersenyum mengejek. "Susiok, tidak perlu kupungkiri lagi bahwa aku telah mempelajari ilmu silat
dari golongan lain dan tingkat kepandaianku menjadi jauh lebih tinggi dari-pada semua tokoh Bu-tong-pai.
Akan tetapi aku bukan saja masih mengaku orang Bu-tong-pai, bahkan ingin memimpin Bu-tongpai
menjadi perkumpulan terkuat di dunia. Akan kuperbaiki dan kupertinggi mutu ilmu silat Bu-tong-pai agar
tidak ada lagi golongan lain yang berani memandang rendah Bu-tong-pai, apa lagi menghina anak murid
Bu-tong-pai seperti yang terjadi kepada Cap-sha Sin-hiap sepuluh tahun yang lalu."
"Hemm, kalau begitu, pinto sebagai calon ketua Bu-tong-pai, terpaksa melarang dan menentang
kehendakmu, The Kwat Lin."
"Dengan cara bagaimana kau hendak menentangku, Susiok?"
"Dengan mempertaruhkan nyawaku. Kehormatan Bu-tong-pai lebih penting dari-pada nyawa seorang
ketuanya. Majulah dan mari kita putuskan persoalan ini dengan kepandaian kita."
The Kwat Lin tersenyum. "Susiok, betapa mudahnya bagiku membunuhmu, membunuh para suheng dan
membunuh semua orang yang menentangku. Akan tetapi, aku bahkan ingin menolong kalian, ingin
mengangkat nama Bu-tong-pai, maka biarlah aku hanya akan mengalahkan Susiok tanpa membunuhmu."
Ucapan ini malah merupakan penghinaan yang luar biasa sekali. Mengalahkan lawan tanpa membunuhnya
merupakan hal yang amat sukar dan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat kepandaian
yang jauh lebih tinggi dari lawannya! Merah muka tosu tua itu. Dia dipandang rendah oleh murid
keponakannya sendiri! Bukan hanya itu saja. Dia sebagai orang tertua dari Bu-tong-pai, sebagai calon
ketua Bu-tong-pai, dihina oleh seorang anggota muda Bu-tong-pai! Oleh karena itu, tosu tua ini mengambil
keputusan untuk mengadu nyawa dengan wanita yang kini dipandangnya bukan sebagai anggota Bu-tongpai
lagi, melainkan sebagai seorang musuh yang hendak mengacau Bu-tong-pai.
dunia-kangouw.blogspot.com
"The Kwat Lin sebagai seorang ketua Bu-tong-pai, pinto menyediakan nyawa untuk mempertahankan
kehormatan Bu-tong-pai terhadap siapa pun juga, dan saat ini pinto akan mempertahankannya terhadap
engkau! Majulah!" sambil berkata demikian tosu tua berjenggot lebat ini meloncat ke depan, tongkatnya di
tangan kanan dan ujung lengan bajunya melambai panjang.
Kwat Lin mengenal tongkat itu. Tongkat kayu cendana yang harum dan menghitam saking tuanya, tongkat
yang menjadi tongkat pusaka para ketua Bu-tong-pai sejak dahulu. Dia maklum pula bahwa tongkat itu
hanya sebagai lambang kedudukan ketua belaka, namun dalam hal ilmu silat bersenjata, ujung lengan baju
kakek itu jauh lebih barbahaya dari-pada tongkatnya.
Dia dapat menduga bahwa tentu kakek ini sudah memiliki tingkat tertinggi dari Bu-tong-pai, dan telah
memiliki sinkang yang amat kuat sehingga kedua ujung lengan bajunya dapat dipergunakan sebagai
senjata ampuh yang dapat menghadapi senjata apa pun juga dari lawan, dapat dibikin kaku keras seperti
besi dan lemas seperti ujung cambuk yang dapat melakukan totokan-totokan maut keseluruh jalan darah di
tubuh lawan!
Karena itu, dia tidak berani memandang rendah. Cepat dia mengeluarkan pekik melengking, dan tubuhnya
sudah bergerak maju, tangan kananya melakukan pukulan dorongan dengan telapak tangan sambil
mengerahkan tenaga sinkang Swat-im Sin-jiu. Hawa yang amat dingin menghembus ke depan menyerang
kakek itu. Swat-im Sin-jiu adalah tenaga dalam inti salju yang dilatihnya di Pulau Es, kekuatannya dahsyat
bukan main karena hawa yang menyambar ini mengandung tenaga sakti yang mendatangkan rasa dingin.
"Siancai...!!" Tosu itu berseru kaget.
Kui Tek Tojin merasa betapa hawa yang menyambar dari depan amat dinginnya, membuat tangannya
ketika mendorong kembali terasa membeku. Maka dia lalu menggerakan tongkat di tangan kanannya,
mengambil keuntungan dari ukuran tongkat yang panjang, menghantam ke arah kepala wanita itu dari
samping.
"Wuuttt... plakkk!"
Dengan berani sekali Swat Lin menggunakan tangan kiri yang dibuka untuk memapaki sambaran tongkat
dari samping, terus mencengkeram tongkat itu dan mengerahkan sinkang, menyalurkannya lewat getaran
tongkat. Kembali tosu itu berseru kaget ketika merasa betapa lengan kanannya yang memegang tongkat
terasa dingin dan lumpuh! Kesempatan baik ini, dalam satu detik pada saat lawan masih terkejut dan
belum sempat mengerahkan sinkang, dipergunakan oleh Kwat Lin dengan jalan menarik ke bawah,
bergulingan ke depan dan menghantam ke arah lawan dengan tangan kanannya, kini sambil mengerahkan
tenaga sinkang yang berhawa panas!
"Ouhhh...!" Kui Tek Tojin berteriak.
Cepat dia meloncat ke belakang, tapi tentu saja tongkatnya dapat dirampas. Dia tadi sudah mengerahkan
sinkang melawan getaran melalui tongkat dengan niat merampasnya kembali, akan tetapi pukulan
lawannya dari bawah yang ditangkis dengan tangan kanan ternyata luar biasa kuat dan panasnya. Kui Tek
Tojin terkejut karena perubahan sinkang yang berlawanan itu tidak disangka-sangkanya. Maka untuk
menyelamatkan diri, terpaksa dia meloncat ke belakang dan mengorbankan tongkatnya.
Kwat Lin sudah melompat ke belakang pula. Ia memegang tongkat itu dengan kedua tangan di atas kepala
sambil tertawa dan berkata, "Hi-hik, tongkat pusaka telah berada di tanganku, berarti akulah ketua Bu-tongpai!”
"Kembalikan tongkat!" Kui Tek Tojin berteriak marah.
Kedua lengan Kui Tek Tojin bergerak ketika tubuhnya menerjang maju. Dengan amat cepatnya kedua
ujung lengan bajunya bergerak seperti kilat menyambar-nyambar dan dalam segebrakan itu, Kwat Lin telah
dihujani sembilan kali totokan yang amat berbahaya! Sukarlah membebaskan diri dari ancaman totokan
yang hebat ini dan andai kata Kwat Lin bukan seorang pewaris ilmu-ilmu dari Pulau Es, tidak mungkin dia
dapat menghindarkan diri lagi.
Kwat Lin menggunakan ginkang-nya berloncatan menghindar. Akan tetapi sebuah totokan yang meleset
dunia-kangouw.blogspot.com
masih mengenai pergelangan tangannya, membuat tongkat pusaka itu terlepas dari peganganya! Kwat Lin
menjerit marah, pedangnya sudah dicabutnya, yaitu pedang Ang-bwe-kiam. Tampak sinar merah
berkeredepan dan menyambar-nyambar secara dahsyat.
"Bret-brettt...!!"
Kui Tek Tojin berteriak kaget. Ia meloncat mundur dan ternyata bahwa ujung lengan bajunya telah terbabat
buntung oleh pedang di tangan Kwat Lin. Sekarang wanita itu telah mengambil lagi tongkat pusaka yang
tadi terpaksa dilepaskan oleh tangannya yang tertotok.
"Susiok! Dan kalian para Suheng semua! Kalau kalian mendesak, terpaksa aku akan mematahkan tongkat
pusaka ini, kemudian membunuh kalian dan merampas Bu-tong-pai dengan kekerasan!" Dia mengangkat
tongkat itu tinggi-tinggi. "Aku hanya menuntut hak seorang murid Bu-tong-pai yang memiliki tingkat tinggi
dan memegang tongkat wasiat itu. Hak menjadi ketua dengan niat untuk mempertinggi tingkat Bu-tongpai!"
Delapan orang suheng itu masih penasaran dan mereka hendak menyerbu ke depan, akan tetapi Kui Tek
Tojin mengangkat tangan ke atas dan berkata, "Mundurlah kalian! Dia benar, kita tidak boleh melawan
pemegang tongkat pusaka!" Kemudian dia berkata kepada Kwat Lin, "Baiklah. Melihat tongkat pusaka di
tanganmu, kami tidak akan melawan. Akan tetapi, betapa pun juga kami tidak dapat menerima engkau
menjadi ketua kami. Kami harap engkau tidak memaksa anak murid Bu-tong-pai yang tidak mau tunduk
kepadamu dan ingin meninggalkan tempat ini."
Kwat Lin tersenyum. Memang bukan kehendaknya untuk memusuhi anak murid Bu-tong-pai. Dia tidak
membenci Bu-tong-pai, melainkan hendak mencarikan kemuliaan bagi puteranya dengan perantaraan
sebuah perkumpulan besar dan dia akan mengusahakan agar Bu-tong-pai menjadi sebuah perkumpulan
yang paling kuat dan paling besar.
"Terserah kepadamu, Susiok." Dia lalu memandang ke sekeliling, kepada para anak murid Bu-tong-pai.
"Haiii, semua anggota dan murid Bu-tong-pai, dengarlah baik-baik! Betapa pun juga aku adalah murid Butong-
pai sejak kecil, dan di dalam sepak terjang Cap-sha Sin-hiap, kalian juga sudah tahu betapa aku dan
para Suheng telah menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai. Aku ingin menyebarkan ilmuku kepada kalian
semua agar kalian menjadi orang-orang yang lihai dan Bu-tong-pai menjadi perkumpulan yang paling kuat
di dunia ini. Terserah kepada kalian, apakah hendak bersetia kepada nama Bu-tong-pai dan menjadi
murid-muridku, ataukah hendak bersetia kepada tosu Kui Tek Tojin dan delapan orang Suheng-ku ini yang
hendak membelakangi Bu-tong-pai!"
Berisiklah keadaan di situ setelah Kwat Lin mengeluarkan kata-kata ini. Para anak murid Bu-tong-pai saling
bicara sendiri, saling berbantahan. Akhirnya hanya ada dua puluh orang termasuk Kui Tek Tojin yang
meninggalkan tempat itu, menuruni bukit dan memasuki sebuah hutan di kaki bukit. Tempat ini dipilih oleh
Kui Tek Tojin untuk menjadi tempat tinggal mereka sementara waktu sambil menanti perkembangan
selanjutnya. Sisanya semua suka mengangkat Kwat Lin menjadi ketua mereka setelah mereka tadi
menyaksikan betapa lihainya Kwat Lin dan mereka semua ingin memperoleh bagian pelajaran ilmu silat
yang tinggi.
Demikianlah, mulai hari itu The Kwat Lin menjadi ketua yang baru dari Bu-tong-pai yang dipimpinnya
dengan gaya dan bentuk yang baru pula. Dengan harta benda berupa emas permata yang amat mahal
yang didapatkan dan dilarikannya dari Pulau Es, dia membangun markas Bu-tong-pai menjadi bangunan
yang megah, mewah dan kuat. Karena hatinya ingin lekas-lekas melihat Bu-tong-pai menjadi perkumpulan
yang kuat dan banyak anggotanya, dia pun menerima anggota-anggota baru.
Anggota baru diterima dari golongan apa pun juga. Syaratnya hanya satu, bahwa mereka itu haruslah
memiliki kepandaian sampai pada tingkat tertentu, dan bersumpah setia sampai mati kepada Bu-tongpai.
Karena mendengar bahwa ketua Bu-tong-pai yang baru adalah seorang wanita cantik yang memiliki
kesaktian hebat, juga amat kaya raya, maka banyaklah orang-orang berdatangan dan masuk menjadi
anggota Bu-tong-pai. Mereka terdiri dari orang-orang kang-ouw dan golongan kaum sesat yang tadinya
hidup sebagai perampok dan bajak-bajak yang tidak tertentu penghasilannya!
Mulai pulalah The Kwat Lin mengatur dan merencanakan cita-citanya untuk puteranya. Dengan kerja sama
antara dia dan para anggota baru yang berpengalaman, mulailah dia diam-diam mengadakan kontak dan
dunia-kangouw.blogspot.com
mencari kesempatan untuk menghubungi para pembesar tinggi yang merupakan kekuatan rahasia untuk
memberontak terhadap kaisar.
Inilah cita-cita The Kwat Lin! Dia pernah menjadi ratu, menjadi istri seorang raja, biar pun hanya raja kecil
yang menguasai Kerajaan Pulau Es. Karena itu dia menganggap bahwa puteranya, Han Bu Ong, adalah
seorang pangeran! Seorang pangeran haruslah bercita-cita menjadi raja. Bukan raja kecil yang hanya
menguasai sebuah pulau, melainkan raja besar! Dan satu-satunya jalan untuk dapat mencapai ini,
hanyalah menggulingkan kaisar sehingga kelak ada kesempatan bagi puteranya untuk menjadi kaisar!
Tentu saja untuk memberontak sendiri dengan mengandalkan kekuatan Bu-tong-pai merupakan hal yang
tak masuk di akal dan hanya merupakan usaha bunuh diri. Maka dia mencari kesempatan mengadakan
kontak dengan para pembesar tinggi yang berambisi seperti dia sehingga mungkin bagi mereka untuk
menggunakan bala tentara yang dapat dikuasai untuk mencapai cita-cita mereka itu.
Memang sesungguhnyalah bahwa kemuliaan duniawi atau alam benda merupakan keadaan yang amat
berbahaya. Tak dapat disangkal pula bahwa hidup memang memerlukan kebendaan sebagai pelengkap
dan pelangsung hidup, dan amat baiklah kalau orang dapat menggunakan keduniawian itu pada tempat
sebenarnya. Akan tetapi, akan celakalah dan hanya akan menimbulkan mala-petaka bagi diri sendiri dan
bagi orang lain kalau manusia sudah dikuasai oleh duniawi yang merupakan harta benda, kedudukan,
nama besar, kepandaian dan lain-lain sebagainya.
Alam kebendaan ini mempunyai sifat seperti arak. Diminum dengan kesadaran dan pengertian akan
menjadi obat, tapi di lain saat dalam keadaan lalai akan menjadi minuman yang memabukkan. Dan sekali
orang mabuk oleh duniawi, akan timbullah perbuatan sombong, sewenang-wenang, dan lupa segala. Yang
ada hanyalah keinginan memenuhi segala kehendaknya dengan cara apa pun juga tanpa mengharamkan
segala cara.
Demikian pula terjadi dengan The Kwat Lin. Dahulu, belasan tahun yang lalu, The Kwat Lin merupakan
seorang pendekar wanita yang gagah perkasa, penentang kejahatan yang gigih sehingga namanya
bersama dua belas orang suheng-nya sebagai Cap-sha Sin-hiap amatlah terkenal. Akan tetapi setelah
mala-petaka menimpa Cap-sha Sin-hiap, dendam menaburkan bibit yang merubah seluruh pandangan
hidupnya. Setelah dia berhasil membalas dendam secara keji dan kejam sekali, bibit itu masih berkembang
biak dan merubah sifat, dari dendam kepada pengejaran kemuliaan yang tanpa batas.
--- dunia-kang-ouw.blogspot.com ---
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Han Swat Hong, puteri dari Raja Han Ti Ong. Sebaiknya kita
mengikuti pengalamannya agar tidak tertinggal terlampau jauh. Seperti kita ketahui, Swat Hong yang
berwatak keras itu marah-marah ketika melihat betapa Sin Liong menolong seekor beruang dan tidak
mempedulikan dia. Dianggapnya Sin Liong sengaja mencari-cari alasan untuk menghambat perjalanan.
Padahal dia ingin sekali segera mencari dan menemukan ibunya yang tidak ia ketahui ke mana perginya
dan bagaimana nasibnya setelah badai yang amat dahsyat mengamuk di sekitar lautan itu.
Akan tetapi tentu saja dia hendak meninggalkan Sin Liong di pulau kosong itu bukan dengan hati yang
sesungguhnya, melainkan hanya untuk sekedar menunjukkan kemarahan hatinya saja. Karena itu setelah
perahunya jauh meninggalkan pulau itu, sehingga pulau di mana Sin Liong mengobati beruang itu tidak
nampak lagi, dara itu memutar lagi perahunya dan hendak kembali kepada Sin Liong. Sudah
dibayangkannya betapa Sin Liong yang selalu sabar dan selalu mengalah kepadanya itu akan minta maaf
dan menyatakan penyesalan hatinya, dan dia yang akan memaafkannya! Saat-saat seperti itu
mendatangkan keharuan, kebanggaan dan kemenangan di dalam hatinya.
Betapa bingung dan kagetnya ketika kemudian dia mendapat kenyataan bahwa dia tersesat jalan dan tidak
tahu lagi di mana dia meninggalkan Sin Liong tadi! Demikian banyaknya pulau yang sama bentuknya di
lautan itu, banyak sekali bongkahan es yang datang dan pergi seperti hidup saja! Setelah berputar putar
tanpa hasil dan yakin bahwa dia berada makin jauh dari tempat dimana Sin Liong berada, setelah
berteriak-teriak memanggil dengan pengerahan khikang tanpa ada jawabannya, akhirnya dia memutar
perahu ke luar dari daerah penuh pulau kecil yang membingungkan itu.
Biarlah, dia akan pergi saja melanjutkan perjalanan seorang diri mencari ibunya. Dia merasa yakin bahwa
suheng-nya itu tentu akan dapat menyelamatkan diri. Suheng-nya memiliki ilmu kepandaian yg amat tinggi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Swat Hong tidak tahu bahwa perahunya menuju ke selatan, bukan menuju ke daerah Pulau Es lagi. Namun
karena maksudnya untuk mencari ibunya, dara ini seolah-olah berlayar tanpa tujuan dan membiarkan saja
ke mana perahu yang terdorong angin itu membawanya.
Pada suatu hari, tampak olehnya garis hitam di sebelah kanan. Garis itu masih jauh sekali, akan tetapi
dengan girang dia dapat mengenal bahwa garis hitam yang amat panjang membujur dari kanan ke kiri itu
adalah sebuah daratan yang agaknya tiada bertepi.
“Aha! Itulah daratan besar,” pikirnya dengan girang.
Dia segera membelokan perahunya menuju ke garis hitam itu. Ketika perahunya sudah tiba di dekat pantai
yang sunyi, dia melihat ada sebuah perahu lain yang meluncur cepat dari sebelah kirinya. Perahu itu kecil,
dan di dalamnya ada seorang laki-laki muda yang kelihatannya gagah dan tampan. Pemuda itu pun
memandang kepadanya sehingga dua pasang mata saling pandang sejenak. Akan tetapi Swat Hong
membuang muka dan tidak mempedulikan orang yang tidak dikenalnya itu, terus saja mendayung
perahunya ke tepi.
Begitu perahunya mendekati daratan, dia lalu meloncat ke daratan, tidak menghiraukan perahunya lagi.
Memang dia tidak berpikir untuk kembali ke tempat itu dan berperahu lagi. Untuk apa berlayar? Pulau Es
sudah kosong. Dia akan mencari ibunya di daratan besar, karena kalau ibunya berada di suatu pulau,
agaknya tentu tidak akan dapat terlepas dari amukan badai yang dahsyat itu. Kalau ibu berada di daratan
besar, dan ini mungkin saja terjadi, barulah ada harapan bahwa ibunya masih hidup dan dapat bertemu lagi
dengannya. Andai kata tidak, dia pun akan merantau di daratan besar, tidak kembali ke laut.
Dia tahu bahwa demikian pula agaknya pendapat suheng-nya. Sebelum berpisah mereka sudah
membicarakan hal ini berkali-kali. Nenek moyangnya yang selama ini menjadi raja di Pulau Es juga berasal
dari daratan besar! Setelah kini Kerajaan Pulau Es terbasmi badai dan tidak ada lagi, sepatutnya kalau dia
sebagai ahli waris satu-satunya kembali pula ke daratan besar!
"Heiii... Nona! Tunggu...!!"
Swat Hong mengerutkan alisnya dan berhenti melangkahkan kakinya. Ia membalik dan melihat betapa
pemuda yang berada di dalam perahu tadi sudah menambatkan perahunya dan juga perahu yang
ditinggalkannya tadi di pantai. Kini pemuda itu berlari mengejarnya.
"Mau apa engkau mengejar dan memanggil aku?" Swat Hong bertanya, matanya memandang penuh
selidik.
Pemuda itu usianya tentu hanya lebih tua dua tiga tahun darinya, seorang pemuda yang berwajah tampan
dan gagah. Perawakannya tinggi besar, matanya menyorotkan kejujuran dan membayangkan kekerasan
dan keberanian. Kedua lengan yang tampak tersembul ke luar dari lengan baju pendek itu kekar berotot,
membayangkan tenaga yang hebat. Bajunya yang terbuat dari kain tipis membayangkan dada yang
bidang, terhias sedikit rambut, berotot dan kuat sekali. Melihat bahan pakaiannya dapat di duga bahwa
pemuda ini seorang yang beruang. Namun melihat dari keadaan tubuhnya dan kaki tangannya, agaknya
dia biasa dengan pekerjaan berat.
“Kalau bukan seorang petani, tentu seorang nelayan,” pikir Swat Hong, kagum juga memandang tubuh
yang kokoh kuat itu.
Pemuda itu tersenyum. Senyumnya lebar memperlihatkan deretan gigi yang kokoh kuat pula, senyum
terbuka seorang yang berwatak jujur dan bersahaja. Akan tetapi sikapnya ketika mengangkat kedua tangan
di depan dada sebagai penghormatan, membuktikan bahwa dia pernah ‘makan sekolahan’ alias terpelajar,
terbukti pula dari kata-katanya yang biar pun ringkas dan singkat akan tetapi tetap sopan.
"Maafkanlah aku. Nona meninggalkan perahu begitu saja, aku merasa sayang dan membantu
meminggirkannya. Melihat gerakan Nona ketika meloncat, jelas bahwa Nona berkepandaian tinggi. Aku
ingin sekali belajar kenal," ujarnya.
Swat Hong mengerutkan alisnya. Hatinya sedang tidak senang, karena selain kegagalannya mencari ibu,
juga perpisahanya dengan Sin Liong setidaknya mendatangkan rasa gelisah di hatinya. Kini ada pemuda
dunia-kangouw.blogspot.com
yang amat lancang ingin ‘belajar kenal’, sungguh menggemaskan.
"Aku tidak membutuhkan perahu itu lagi, dan aku tidak peduli apakah kau meminggirkannya atau hendak
memilikinya, aku tidak minta bantuanmu. Tentang belajar kenal biasanya hanya pedang, kepalan tangan
dan tendangan kaki saja yang mau belajar kenal dengan orang asing yang lancang!"
Sepasang mata lebar itu terbelalak seolah-olah memandang sesuatu yang amat aneh, namun
membayangkan kekaguman yang luar biasa. Dan memang, di luar dugaan Swat Hong sendiri, sikap dan
kata-katanya tadi mendatangkan rasa kagum yang amat besar di dalam hati pemuda ini. Watak pemuda ini
memang mengagumi sikap orang yang terbuka, jujur, kasar dan tanpa pura-pura, seperti sikap Swat Hong
yang baru saja diperlihatkan.
"Ha-ha-ha-ha!" pemuda itu tertawa bergelak dan kedua matanya menjadi basah oleh air mata. Ini pun ciri
khasnya. Kalau dia tertawa, air matanya keluar seperti orang menangis. Dengan punggung tangannya
yang besar dan berotot dia menghapus air matanya.
"Nona hebat sekali! Ha-ha-ha, aku Kwee Lun selama hidupku baru sekarang ini bertemu dengan seorang
Nona yang begini hebat! Diantara seribu orang gadis, belum tentu ada satu! Nona, kalau sudi,
perkenalkanlah aku Kwee Lun. Biar pun jelek dan kasar, bukanlah tidak terkenal. Ayahku adalah seorang
pelaut biasa dan sudah meninggal, demikian pula Ibuku. Aku anak pelaut akan tetapi sejak kecil aku sudah
ikut kepada guruku. Guruku inilah yang terkenal. Guruku adalah Lam-hai Sengjin, pertapa yang amat
terkenal di dunia kang-ouw, dan kami berdua tinggal di Pulau Kura-kura di Laut Selatan."
Melihat sikap terbuka ini, geli juga hati Swat Hong. Kini dia melihat jelas bahwa pemuda ini sama sekali
tidak kurang ajar. Kasar memang, akan tetapi kekasaran yang memang menjadi wataknya yang terbuka.
Orang macam ini baik dijadikan sahabat, pikirnya. Akan tetapi harus dibuktikan dulu apakah pemuda ini
pantas menjadi sahabatnya, sungguh pun menurut pengakuannya dia murid seorang pertapa yang
namanya terkenal di dunia kang-ouw!
Swat Hong tersenyum. "Aihh, engkau lebih pantas menjadi seorang penjual jamu! Setelah engkau
memperkenalkan semua nenek moyangmu kepadaku, dengan maksud apakah engkau seorang pria minta
berkenalan dengan seorang wanita?"
Kwee Lun mengerutkan alisnya yang sangat lebat seperti dua buah sikat ditaruh melintang di dahinya itu.
Dia lalu menggeleng-geleng kepalanya. "Memang, sebelum aku berangkat merantau, suhu berpesan
dengan sungguh bahwa aku tidak boleh mendekati wanita cantik yang katanya amat berbahaya melebihi
ular berbisa! Akan tetapi, biar pun Nona cantik sukar dicari cacatnya, namun kepandaian Nona tinggi dan
sikap Nona jujur menyenangkan. Aku ingin bersahabat, karena sekarang ini baru pertama kali aku
merantau seorang diri. Aku membutuhkan seorang sahabat yang pandai seperti Nona untuk memberi
petunjuk kepadaku. Untuk budi Nona ini, tentu aku akan berusaha menyenangkan hatimu."
Swat Hong makin terheran. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pintar atau bodoh. Sikapnya terbuka, katakatanya
teratur, akan tetapi ada bayangan ketololan. "Hemm, kau bisa apa sih? Bagaimana engkau bisa
menyenangkan hatiku?" dia menyelidik.
"Aku? Wah, aku bodoh, akan tetapi kalau ada orang-orang kurang ajar kepadamu, tanpa Nona turun
tangan sendiri, aku sanggup menghajar mereka!” dia melonjorkan kedua lengannya yang kekar berotot itu.
"Dan jangan Nona sangsi lagi, biar ada lima puluh orang, aku masih sanggup menghadapi mereka, kalau
perlu dibantu dengan senjataku kipas dan pedang. Kalau Nona senang sajak, aku banyak mengenal sajak
kuno yang indah dan di waktu Nona kesepian, aku dapat menghibur Nona dengan nyanyian! Aku suka
sekali bernyanyi."
Hampir saja Swat Hong tertawa geli. Orang yang kekar seperti seekor singa buas ini membaca sajak,
bernyanyi dan senjatanya kipas? Benar-benar seorang pemuda yang aneh, akan tetapi tentu saja dia
belum mau percaya begitu saja. Sambil memandang tajam dia berkata, "Hemm, kau bicara tentang pedang
dan kipas sebagai senjata, akan tetapi aku tidak melihat engkau membawa senjata apa-apa."
“Ahh, tunggu dulu, Nona. Aku memang sengaja meninggalkannya di perahu!"
Setelah berkata demikian, Kwee Lun membalikkan tubuhnya dan berlari cepat sekali ke perahunya. Ketika
dunia-kangouw.blogspot.com
dia sudah kembali ke depan Swat Hong, benar saja dia telah membawa sebatang pedang yang sarungnya
terukir indah dan sebuah kipas bergagang perak yang diselipkan di ikat pinggangnya!
"Mengapa baru sekarang kau memperlihatkan senjata-senjatamu?"
"Aih, kalau tadi aku membawa senjata, tentu akan menimbulkan dugaan yang bukan-bukan. Untuk
berkenalan dengan seorang gadis, bagaimana aku berani membawa senjata? Tentu disangka perampok
atau bajak!"
Mau atau tidak, Swat Hong tersenyum. Timbul rasa sukanya kepada pemuda kasar yang aneh ini.
"Betapapun juga, aku adalah seorang wanita dan engkau seorang pria, mana mungkin menjadi sahabat?
Tidak patut dilihat orang."
Mata yang lebar itu kembali terbelalak penuh penasaran dan tangan kirinya dikepalkan. "Apa peduli katakata
orang? Kalau ada yang berani mengatakan yang bukan-bukan tentu akan kuhancurkan mulutnya!
Wanita adalah seorang manusia, pria pun seorang manusia. Apa salahnya berkenalan dan bersahabat?
Nona, aku Kwee Lun bukan seorang yang berpikiran kotor, juga aku tidak akan sembarangan memilih
kawan! Aku kagum melihat Nona, maka kalau Nona sudi, harap memperkenalkan diri."
Swat Hong makin tertarik. Akan tetapi dia masih ragu-ragu, apakah orang ini patut dijadikan seorang
teman? Biar pun lagaknya seperti jagoan, siapa tahu kalau kosong belaka?
"Kau bilang tadi kau adalah murid seorang tosu yang terkenal?"
"Ya, Suhu Lam-hai Sengjin merupakan tokoh yang paling terkenal di daerah selatan!"
"Kalau begitu, ilmu silatmu tentu lebih lihai dari-pada bicaramu yang sepeti penjual jamu, bukan?"
"Ihhh, harap jangan mentertawakan! Biar pun tidak selihai Nona yang dapat kulihat dari gerakan meloncat
dari perahu tadi, akan tetapi masih tidak terlalu banyak orang di dunia ini yang akan sanggup mengalahkan
Kwee Lun!"
"Tidak ada artinya kalau hanya disombongkan dan dibanggakan tanpa ada buktinya! Aku juga tidak
sembarangan memperkenalkan diri kepada orang lain. Untuk membuktikan apakah kau patut menjadi
kenalanku, cabut kedua senjatamu, dan coba kau hadapi pedangku!" sambil berkata demikian, Swat Hong
sudah mencabut pedangnya perlahan-lahan dan tampaklah sinar pedang ketika sinar matahari
menimpanya.
"Akan tetapi, Nona...," Kwee Lun meragu. Biar pun dia tadi menyaksikan betapa gesit dan ringannya tubuh
nona itu melayang ke daratan, namun dia tidak percaya apakah nona ini mampu menandingi pedang dan
kipasnya!
"Tidak usah banyak ragu. Kalau kau tidak mau, pergilah dan jangan menggangguku lebih lama lagi!"
"Srat...!!" pedang terhunus sudah berada di tangan kanan Kwee Lun. Sarung pedangnya dilempar ke atas
tanah, sedangkan tangan kirinya sudah mencabut kipas gagang perak yang telah dikembangkan dan
melindungi dadanya, ada pun pedang itu dilonjorkan ke depan. "Aku telah siap, Nona."
Swat Hong memang ingin sekali melihat sampai di mana kepandaian pemuda yang aneh ini, maka tanpa
banyak kata lagi dia sudah meloncat ke depan dan menggerakkan pedangnya dengan hebat sekali.
Pedang di tangannya itu adalah pedang biasa saja, akan tetapi karena yang menggerakkan adalah tangan
yang mengandung tenaga sinkang istimewa dari Pulau Es, maka pedang itu lenyap bentuknya berubah
menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata dan tubuh dara itu juga tertutup oleh gulungan sinar
pedang saking cepatnya tubuh itu berloncatan.
"Aihhh...!!" Kwee Lun berseru keras.
Cepat dia menggerakkan pedang dan kipas. Memang sudah diduganya bahwa dara itu lihai sekali, akan
tetapi menyaksikan gerakan pedang yang demikian luar biasa, dia menjadi kaget, kagum, heran dan juga
gembira. Tanpa ragu-ragu dia lalu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan semua ilmu silatnya untuk
dunia-kangouw.blogspot.com
menandingi dara yang mengagumkan hatinya ini.
Seperti telah kita kenal di permulaan cerita ini, ketika para tokoh kang-ouw memperebutkan Sin Liong yang
ketika itu dikenal sebagai Sin-tong (bocah ajaib), guru pemuda itu, Lam-hai Sengjin, adalah seorang tosu
yang selain ahli dalam Agama To, juga pandai bernyanyi, dan lihai sekali ilmu silatnya. Tosu ini terkenal
sebagai pertapa atau pemilik Pulau Kura-kura di Lam-hai, dan senjatanya yang berupa hudtim dan kipas
telah mengangkat tinggi namanya di dunia kang-ouw.
Agaknya kepandaian itu telah diturunkan semua kepada murid tunggalnya ini. Namun tentu saja karena
muridnya bukanlah seorang tosu, senjata hudtim diganti dengan pedang. Pedang dan kipas adalah senjata
yang ringan, kini dimainkan oleh kedua lengan Kwee Lun yang mengandung tenaga gajah, tentu saja dapat
dibayangkan betapa cepatnya kedua senjata itu bergerak sampai tidak tampak lagi sebagai senjata kipas
dan pedang, melainkan tampak hanya gulungan sinar yang berkelebatan dan saling belit dengan sinar
pedang di tangan Swat Hong.
"Cringgg...!" tiba-tiba pemuda itu berseru kaget dan pedangnya mencelat ke atas terlepas dari tangannya.
Swat Hong tersenyum. Dia tadi sudah menyaksikan bahwa ilmu pedang pemuda itu cukup lihai, bahkan
dalam hal kecepatan dan tenaga tidaklah kalah banyak dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri.
Adanya dia dapat membuat pedang pemuda itu terlepas dalam waktu tiga puluh jurus, hanyalah karena
selain dasar ilmu silatnya lebih tinggi dari-pada pemuda itu, juga kenyataan bahwa pemuda itu tidak mau
menyerangnya dengan sungguh-sungguh dan mendasarkan permainannya pada tingkat penguji dan
berlatih saja. Kalau pemuda itu melawan dengan sungguh-sungguh, dia sendiri sangsi apakah akan dapat
merobohkannya dalam waktu seratus jurus.
"Wah, kau hebat sekali, Nona! Aku mengaku kalah!" Kwee Lun menjura dan menyimpan kipasnya.
Suaranya bersungguh-sungguh, karena memang pemuda ini walau pun tadi tidak mau menyerang
sungguh-sungguh, namun dari gerakan lawannya dia sudah dapat melihat bahwa dara itu benar-benar
memiliki ilmu silat yang amat aneh dan amat kuat. "Aku terlalu rendah untuk menjadi sahabatmu," ujarnya.
"Kwee-twako, kau terlalu merendah. Ilmu kepandaianmu hebat! Perkenalkanlah, aku bernama Han Swat
Hong...," sampai di sini dara itu meragu karena dia masih sangsi apakah dia akan memperkenalkan diri
sebagai seorang puteri dari Kerajaan Pulau Es yang asing dan yang telah terbasmi habis oleh badai itu.
"Ilmu pedang Nona hebat bukan main, juga amat aneh gerakannya. Selama melakukan perantauan
dengan Suhu dan mendengar penjelasan Suhu, sudah banyak aku mengenal dasar ilmu silat perkumpulan
besar di dunia kang-ouw. Akan tetapi melihat gerakan pedang Nona tadi, aku benar-benar tidak tahu lagi,
sedikit pun tidak mengenalnya. Maukah Nona Han Swat Hong memperkenalkannya kepadaku?"
"Kwee-twako, sebenarnya aku akan merahasiakan keadaanku. Baru pertama kali ini aku menginjak
daratan besar dan aku tidak ingin melibatkan diri dengan urusan di dunia kang-ouw, apa lagi
memperkenalkan diriku. Akan tetapi memang sudah nasib, begitu mendarat bertemu dengan engkau, dan
sikapmu menarik hatiku, membuat aku tidak dapat menyembunyikan diri lagi. Aku akan menceritakan
keadaanku hanya dengan satu janji darimu, Twako."
Kwee Lun memungut pedangnya, mengikatkan sarung pedang di punggung, lalu membusungkan dadanya
yang sudah membusung tegap itu sambil menepuk dada dan berkata, "Nona Han...."
"Kwee-twako, sekali mau mengenal orang, aku tidak mau bersikap kepalang. Aku menyebutmu Twako
(kakak), berarti aku sudah percaya kepadamu. Maka janganlah kau masih bersikap sungkan menyebutku
Nona. Namaku Swat Hong dan tak perlu kau menyebutku Nona seperti orang asing."
"Hemm, bagus sekali!" Kwee Lun bertepuk tangan dan memandang ke langit. "Bukan main! Aku benarbenar
berbahagia dapat memperoleh adik seperti engkau! Nah, Hong-moi (adik Hong), kau ceritakanlah
kepada kakakmu ini. Ceritakan semuanya, kalau ada penasaran, akulah yang akan membereskan
untukmu! Kakakmu ini sekali bicara tentu akan dipertahankan sampai mati!"
Diam-diam Swat Hong merasa girang dan kagum. Inilah seorang laki-laki sejati! Seorang jantan! Sekaligus
dia memperoleh seorang sahabat yang boleh dipercaya, seorang kakak, dan sebagai pengganti seorang
keluarga setelah dia kehilangan segala-galanya. Dia telah kehilangan ibunya, ayahnya, keluarga ayahnya,
dunia-kangouw.blogspot.com
bahkan akhirnya dia kehilangan suheng-nya. Namun dalam keadaan seperti itu tiba-tiba muncul seorang
seperti Kwee Lun!
"Kwee-twako aku baru saja meninggalkan tempat tinggalku di tengah-tengah laut di sekitar sana!" dia
menuding ke arah laut bebas.
"Di manakah tempat tinggalmu itu? Di sebuah pulau?"
Swat Hong mengangguk, masih agak ragu-ragu.
"Pulau apa, Hong-moi?"
"Pulau Es..."
"Hah...?!"
Benar saja seperti dugaan Swat Hong, nama Pulau Es mendatangkan kekagetan luar biasa, bahkan wajah
pemuda itu berubah menjadi agak pucat dan dia memandang dara itu seperti orang melihat iblis di tengah
hari!
"Pulau... Pulau Es...??"
Seperti juga semua orang di dunia kang-ouw, Pulau Es hanya didengarnya seperti dalam dongeng saja,
dan pangeran Han Ti Ong yang pernah menggegerkan dunia kang-ouw disebut sebagai seorang dari
Pulau Es, seorang yang memiliki kepandaian seperti dewa! Dan kini pemuda itu mendengar bahwa dara itu
dari Pulau Es.
"Kwee-twako! Jangan memandangku seperti memandang siluman begitu...!"
"Ohh... eh...., maafkan aku, Moi-moi! Hati siapa yang mau percaya? Akan tetapi aku percaya padamu,
Moimoi! Wah, aku percaya sekarang! Kau pantas kalau dari Pulau Es. Ilmu kepandaianmu luar biasa,
bukan seperti manusia lumrah. Mana ada gadis biasa mampu mengalahkan Kwee Lun dalam beberapa
jurus saja? Aku malah bangga! Seorang penghuni Pulau Es menyebutku twako dan kusebut Moi-moi! Haha-
ha-ha, Suhu tentu akan tercengang saking kagetnya kalau mendengar ini!"
Melihat pemuda itu petantang-petenteng mengangkat dada seperti orang membanggakan diri sebagai
seorang sahabat baik penghuni Pulau Es, Swat Hong menjadi geli hatinya.
"Hong-moi, engkau tidak tahu betapa bangga dan besarnya hatiku. Aihh, sekali ini, baru saja meninggalkan
Suhu untuk merantau seorang diri, aku telah bertemu dan dapat bersahabat denganmu. Betapa bangga
hatiku!"
Swat Hong terkejut. Baru teringat olehnya bahwa dia tadi belum melanjutkan syaratnya, maka cepat dia
berkata, "Kalau begitu, berjanjilah bahwa engkau tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga tentang
keadaan diriku, kecuali namaku saja. Berjanjilah Twako!"
Kwee Lun memandang kecewa. "Tidak menceritakan kepada siapa pun juga bahwa engkau adalah
penghuni Pulau Es? Wahhh... ini...," tentu saja hatinya kecewa karena hal yang amat dibanggakan itu tidak
boleh diceritakan kepada orang lain. Kalau begitu, mana bisa dia berbangga?
"Kwee Lun," tiba-tiba Swat Hong berkata dengan lantang. "Hanya ada dua pilihan bagimu. Berjanji
memenuhi permintaanku dan selanjutnya menjadi sahabat baikku, atau kau tidak mau berjanji akan tetapi
kuanggap sebagai seorang musuh!"
"Wah-wah... aku berjanji! Aku berjanji! Bukan karena takut kepadamu, Hong-moi. Aku bukan seorang
penakut dan juga tidak takut mati, akan tetapi karena memang aku merasa suka sekali kepadamu. Aku
tidak sudi menjadi musuh! Nah, aku berjanji, biarlah aku bersumpah bahwa aku tidak akan menceritakan
kepada siapa pun juga tentang asal-usulmu, kecuali... hemm, tentu saja kalau... kalau kau sudah
mengijinkan aku. Siapa tahu...," sambungnya penuh harap.
dunia-kangouw.blogspot.com
Swat Hong tersenyum lega. "Baiklah, Kwee-twako. Aku percaya bahwa engkau akan memegang teguh
janjimu. Sekarang dengarlah cerita singkatku dan kuharap kau suka membantuku. Aku adalah puteri dari
Raja Pulau Es..."
"Aduhhh...." kembali mata itu terbelalak dan kwee Lun segera membungkuk, agaknya malah akan berlutut!
"Twako, kalau kau berlutut atau melakukan hal yang bukan-bukan lagi, aku takan sudi bicara lagi
kepadamu!"
Kwee Lun berdiri tegak lagi. "Hayaaa... siapa bisa menahan datangnya hal-hal yang mengejutkan secara
bertubi-tubi ini? Baiklah, aku taat... eh, benarkah aku boleh menyebutmu Moi-moi?"
"Siapa bilang tidak boleh? Aku hanya bekas puteri raja! Ayahku telah meninggal dunia dan Ibuku..., ah, aku
sedang mencari Ibuku yang pergi entah ke mana. Kwee-twako, aku tidak bisa menceritakan lebih banyak
lagi. Yang penting kau ketahui hanya bahwa Ibuku telah berbulan-bulan meninggalkan Pulau Es, entah ke
mana perginya dan aku sedang mencarinya. Juga aku telah saling berpisah dengan Suheng-ku. aku
sedang pergi merantau dan sekalian mencari Ibuku dan Suheng-ku."
"Aku akan membantumu!" Kwee Lun menggulung lengan bajunya yang memang sudah pendek sampai ke
bawah siku itu. "Jangan khawatir!"
"Terima kasih, Twako. Dan sekarang, engkau hendak ke manakah?"
"Sudah kukatakan tadi bahwa aku meninggalkan Pulau Kura-kura untuk pergi merantau meluaskan
pengalaman, sekalian memenuhi permintaan penduduk kota Leng-sia-bun yang berada tak jauh dari pantai
ini."
"Permintaan apa, Twako?"
"Beberapa orang penduduk bersusah payah mencari Suhu di Pulau Kura-kura, dan mereka mohon
pertolongan Suhu untuk menghancurkan komplotan busuk yang merajalela di kota ini. Suhu lalu
memerintahkan aku pergi, dan sekalian aku diberi waktu setahun untuk merantau sendirian. Kebetulan
sekali aku bertemu denganmu di sini. Marilah kau ikut bersamaku ke Leng-sia-bun, tentu kau akan gembira
melihat keramaian ketika aku menghadapi komplotan itu. Setelah selesai urusanku di sana,aku
menemanimu mencari Suheng-mu dan Ibumu."
Swat Hong mengangguk setuju. Lega juga hatinya, karena kini ada seorang teman yang setidaknya lebih
banyak mengenal keadaan daratan besar dari-pada dia yang asing sama sekali. "Baik, Twako. Akan tetapi
perutku...."
"Eh, perutmu mengapa? Sakit...?"
"Sakit... lapar...!"
Kwee Lun tertawa-tawa bergelak dan Swat Hong juga tertawa. Keduanya merasa lucu dan gembira karena
mendapatkan seorang teman yang cocok wataknya!
"Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku! Mari kita cepat pergi. Leng-sia-bun terdapat banyak
makanan enak!"
"Tapi .... perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang curi nanti ?"
"Hemm, siapa berani mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kura-kura, lengkap
dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang tahu bahwa itu milik Pulau Kura-kura, siapa
berani mengganggunya? Perahumu yang berada di dekat perahuku juga aman."
"Wah, kalau begitu nama Suhumu sudah terkenal sekali!"
“Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar sama terkenalnya dengan nama suhu!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Berangkatlah kedua orang muda itu menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu, lalu mendekati sebuah
daerah pegunungan. Mereka menuju ke kota Leng-sia-bun yang letaknya tidak jauh dari pantai laut, tak
jauh dari muara sungai Huai. Kota Leng-sia-bun merupakan kota pantai yang ramai dan padat
penduduknya. Karena daerah ini merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi
dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu-perahu ke pantai laut yang lain, juga merupakan pasar besar
pagi para nelayan, maka penduduknya cukup makmur. Rumah-rumah besar, toko-toko, hotel-hotel dan
restoran-restoran membuktikan kemakmuran kota itu.
Akan tetapi, seperti biasa terjadi dimana pun juga di penjuru dunia dan di jaman apa pun, di kota Leng-siabun
muncul juga manusia-manusia yang mempergunakan kesempatan untuk mencari keuntungan dan
menumpuk harta benda dengan cara yang tidak layak, tidak halal, bahkan tidak mempedulikan lagi nilainilai
kemanusiaan.Telah bertahun-tahun, di kota itu merajalela komplotan yang dipimpin oleh seorang
hartawan bernama Ciu Bo jin dan terkenal dengan sebutan Ciu-wangwe (Hartawan Ciu).
Sebenarnya, tanpa diketahui oleh siapa pun di kota itu, Ciu-wangwe adalah bekas seorang perampok
tunggal yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia berhasil mengumpulkan
kekayaan, tinggallah dia di kota Leng-sia-bun menjadi seorang pedagang. Mula-mula dia mendirikan
sebuah rumah makan. Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah penginapan.
Tentu saja dia mengumpulkan bekas teman-temannya dari kalangan hitam untuk bekerja kepadanya dan
merangkap menjadi tukang pukul. Akan tetapi Ciu-wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk
memperlihatkan sikap kasar dan sewenang-wenang karena dia maklum bahwa itu bukan merupakan cara
untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah kota.
Dengan licin sekali Ciu-wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu dengan jalan sering-kali
mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan uang saja yang dijadikan umpan untuk memancing
ikan besar dan menjinakan haimau, akan tetapi dia juga mempergunakan wanita-wanita muda! Terkenallah
hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu-wangwe karena kedua tempat ini juga merupakan tempat
berpelesir di mana disediakan perempuan muda sebagai pelacur-pelacur kelas tinggi! Bahkan restorannya
juga amat laris karena di situ bercokol pula beberapa orang pelacur cantik yang melayani para tamu makan
minum dan memberi kesempatan kepada para tamu sambil makan minum untuk colek sana-sini!
Biar pun banyak penduduk Leng-sia-bun yang menjadi korban judi, banyak rumah tangga berantakan,
namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu-wangwe. Rumah judi, hotel dan restoran yang
dibukanya adalah sah dan mendapat restu serta perlindungan dari para pembesar setempat. Bahkan
secara terang-terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi langganan Ciu-wangwe.
Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan pokoan (tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa
saja sepuasnya. Tentu saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang-orang kepercayaan Ciu-wangwe
tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani kalangan umum, di situ dilakukan kecurangankecurangan
yang menjamin kemenangan bagi si bandar judi.
Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka mendatangi likoan (hotel) di mana
tersedia kamar yang mewah berikut pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan
istimewa! Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang menyediakan atau mengirim
arak wangi dan masakan lezat!
Kesewenang-wenangan Ciu-wangwe tidaklah tampak atau terasa secara langsung oleh penduduk. Hanya
apabila ada orang berani mendirikan tempat judi, restoran atau hotel baru yang menyaingi perusahannya,
maka diam-diam tukang pukulnya akan bertindak dan memaksa si pemilik perusahan itu untuk menutup
pintu dan menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain membuka, akan tetapi harus kecil-kecilan
dan mengirim ‘pajak’ sebagai penghormatan kepada Ciu-wangwe!
Akan tetapi, beberapa bulan belakangan ini terjadilah kegemparan-kegemparan di daerah kota Leng-siabun.
Kegemparan yang terasa oleh kaum pria yang doyan pelesir di restoran dan hotel milik Ciu-wangwe.
Hanya bedanya, kalau kegemparan para penduduk dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel-hotel
itu diiringi suara ketawa gembira, sungguh pun di malam hari juga mengakibatkan tangis mnyedihkan.
Apakah yang terjadi di kedua tempat itu?
Di kota Leng-sia-bun, di dalam hotel milik Ciu-wangwe, kini sering-kali terdapat ‘barang baru’, yaitu pelacurdunia-
kangouw.blogspot.com
pelacur muda yang baru. Daun-daun muda seperti ini paling disuka oleh bandot-bandot tua yang tidak
segan-segan membuang uang sebanyaknya untuk memetik daun-daun muda itu!
Di dalam tempat-tempat rahasia di belakang hotel, di dalam kamar-kamar gelap sering-kali terjadi hal yang
mengerikan di mana seorang gadis remaja dipaksa dan dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa
menyanggupi untuk dijadikan pelacur dan melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani
seorang tamu, segalanya akan berjalan lancar dan beberapa bulan kemudian perempuan remaja itu akan
menjadi seorang pelacur kelas tinggi yang dijadikan rebutan!
Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusun-dusun di sekitar daerah itu. Banyak terjadi pembelian
gadis-gadis muda, bahkan banyak terjadi penculikan dan perampokan secara terang-terangan dilakukan
oleh gerombolan perampok ganas! Keluarga gadis ini melakukan penyelidikan dan mereka akhirnya dapat
menemukan anak gadis mereka di Leng-sia-bun, dalam keadaan yang menyedihkan karena sudah menjadi
pelacur-pelacur!
Ada pula yang lenyap sama sekali, bahkan ada yang terlunta-lunta sebagai seorang wanita gila! Mereka ini
adalah gadis-gadis yang berkeras tidak mau menjadi pelacur. Ada yang disiksa sampai mati, dan ada yang
diperkosa dan akhirnya menjadi gila! Tentu saja banyak di antara mereka yang melapor kepada pembesar
di Leng-sia-bun, akan tetapi mereka itu malah dimaki-maki karena dianggap menghina Ciu-wangwe.
Dikatakan bahwa anak mereka menjadi pelacur, hal ini adalah orang-tua mereka yang tidak tahu malu dan
tak dapat mendidik anak, sekarang ada Ciu-wangwe yang menampung mereka sehingga tidak kelaparan,
mengapa mereka itu malah melapor dan menuntut Ciu-wangwe? Mereka yang melaporkan bahwa anak
gadisnya di culik orang, dan ternyata anak gadis mereka itu tahu-tahu telah menjadi pelacur di hotel milik
Ciu-wangwe, malah dijatuhi hukuman rangket karena menghina Ciu-wangwe.
Laporan mereka itu dianggap fitnah karena tidak ada bukti bahwa anak mereka diculik! Memang ada saja
jalan dan alasan para penegak hukum yang telah diperbudak oleh harta yang mereka terima dari Ciuwangwe
itu, di samping suguhan anak-anak perawan hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan
sendiri, tentu saja para pembesar ini merasa malu. Kini ada yang menculikkan untuk mereka, hati siapa
yang takkan senang?
Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya lagi, akhirnya mereka teringat akan nama besar Lam-hai
Sengjin, Majikan Pulau Kura-kura yang terkenal sebagai seorang pertapa yang suka menolong kesukaran
orang lain yang memerlukan pertolongan. Terutama sekali mereka yang mempunyai anak perempuan dan
yang merasa gelisah kalau-kalau pada suatu malam akan tiba giliran mereka didatangi penculik yang akan
melarikan anaknya. Mereka segera bermufakat untuk minta pertolongan pertapa itu, dan akhirnya
berangkatlah serombongan orang menuju ke Pulau Kura-kura.
Lam-hai Sengjin menerima pelaporan mereka dan merasa kasihan, maka dia mengutus murid tunggalnya
yang sudah mewarisi ilmu kepandaiannya untuk mewakilinya menyelidiki dan memberi hajaran kepada
komplotan penjahat itu. Juga dia memberi ijin kepada muridnya untuk merantau selama satu tahun.
Setelah mendapat banyak nasehat, berangkatlah Kwee Lun seorang diri naik perahu menuju ke daratan
besar. Tanpa disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han Swat Hong, puteri kerajaan Pulau Es!
Pada hari itu, kota Leng-sia-bun sibuk seperti biasa. Keadaan tetap ramai dan biasa seperti tidak terjadi
sesuatu dan seperti tidak akan terjadi sesuatu. Di antara sebagian besar penduduk yang memang sudah
tidak memikirkan lagi, tidak ada seorang pun yang tahu, bahwa malam tadi seperti biasa telah terjadi
pemerkosaan dara-dara culikan baru seperti sekelompok domba disembelih. Tidak ada pula yang tahu
bahwa pagi hari itu muncul dua orang yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu, menimbulkan
geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi bahan cerita sampai bertahun-tahun lamanya.
Setelah menyelidiki di mana letaknya rumah makan milik Ciu-wangwe, Kwee Lun mengajak Swat Hong
mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang bangunannya indah dan besar, dengan cat baru
dan di depan rumah makan terdapat tulisan dengan huruf besar ‘Ciu Lau’ (Rumah Arak) yang berarti
restoran.
"Hong-moi, engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di sini."
Swat Hong memandang heran. Bukankah ini rumah makan milik Hartawan Ciu yang menjadi pemimpin
dunia-kangouw.blogspot.com
komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee Lun? Dia memandang dan melihat mata pemuda
itu bersinar, kemudian Kwee Lun memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli.
Mengertilah dia kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai kenyang lebih dulu sebelum turun
tangan. Dan memang dia merasa lapar sekali!
"Aku tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu berkata lirih ketika mereka memasuki rumah
makan dan Swat Hong tersenyum-senyum.
Sepagi itu rumah makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang beruang, karena rumah makan ini
terkenal sebagai rumah makan mahal. Dua orang pelayan pria dan wanita menyambut mereka dengan
sikap manis. Yang wanita masih muda dan genit, dengan wajah yang ditutup warna putih dan merah yang
tebal seperti tembok dikapur dan digambar.
Kwee Lun dan Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut. Dengan suara lantang Kwee Lun
memesan makanan dan minuman yang paling lezat dalam jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi
terheran-heran mendengar pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan tetapi
melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua batang pedang dan kipas yang diletakan
di atas meja, mereka tidak berani banyak cakap dan melayani mereka.
Diam-diam seorang pelayan memberi tahu kepada kepala tukang pukul yang berada di dalam. Dua orang
tukang pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula, keluar dari dalam dan berjalan lewat
dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong. Kedua orang tidak peduli dan berpura-pura tidak melihat.
Swat Hong juga melanjutkan makan sambil kadang-kadang tersenyum geli menyaksikan betapa temannya
itu makan dengan lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah mangkok, Kwee Lun sudah menyapu
bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat Hong hanya melirik sebentar. Ia mengerahkan ilmu
sehingga telinganya terbuka dan dapat menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua orang
yang masih berjalan-jalan di ruangan itu, seolah-olah sedang memeriksa dan kadang-kadang
membenarkan letak kursi dan meja yang kosong.
"Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat berkata.
"Tapi gadis itu hebat...," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut. "Kalau dia bisa didapatkan,
tentu Loya (Tuan Tu) akan memberi banyak hadiah kepada kita."
"Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tiat-ci-kwi (Setan Berjari Besi)?"
"Ah, siapa tahu dengan cara halus bisa mendapatkan dia...?"
"Tapi pemuda itu kelihatan jantan!"
"Huh, takut apa? Orang kasar seperti itu...."
"Tapi jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu dimarahi Loya."
"Aku tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat, mereka telah selesai makan. Raksasa itu
makannya melebihi babi!"
Swat Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya mendengar temannya yang gembul
itu dimaki seperti babi. Akan tetapi Kwee Lun agaknya tidak mempedulikan apa pun. Ia tidak melakukan
penyelidikan seperti Swat Hong, tidak mendengar makian itu, maka ia hanya mengelus-elus perutnya yang
kenyang. Dia kelihatan puas sekali telah dapat makan minum secukupnya di dalam restoran itu.
Pada saat itu dua orang tukang pukul tadi sudah menghampiri mereka. Yang kurus pucat sudah menjura
sambil berkata, "Kami mewakili Ciu-wangwe pemilik restoran ini menghaturkan selamat datang kepada
Jiwi."
Sebelum Kwee Lun yang terheran-heran menjawab, si gendut pendek sudah menyambung sambil
menyeringai dalam usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu Jiwi datang dari jauh dan lelah. Majikan kami
juga memiliki hotel yang paling besar, paling bersih dan paling baik di kota ini, letaknya di sebelah kiri
dunia-kangouw.blogspot.com
rumah makan ini. Jiwi akan dapat mengaso dengan enak di hotel kami, dan kalau Loya kami mendengar
bahwa Jiwi adalah tamu dari jauh, tentu biayanya akan diberi potongan separuhnya."
Kwee Lun sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia seakan-akan memperoleh kesempatan
mulai beraksi. "Kalian berani mengganggu kami yang sedang makan...?"
Mendadak kakinya tertendang ujung kaki Swat Hong. Ketika dia memandang, dia melihat isyarat dalam
sinar mata gadis itu, maka dia hanya mengerutkan alis dan tidak melanjutkan kata-katanya. Swat Hong
sendiri segera berkata kepada dua orang itu dengan suara ramah dan sikap manis, "Kalian sungguh
ramah, tentu majikan kalian adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik, kami memang hendak bermalam
barang dua hari di kota ini. Akan tetapi melihat keramahan kalian, aku ingin bertemu dengan majikan kalian
untuk menghaturkan terima kasih."
Dua orang itu saling pandang. "Marilah kami antarkan Nona dan Tuan agar memperoleh kamar yang paling
baik di hotel, kemudian kami akan melapor kepada majikan kami...."
"Tidak usah repot-repot!" Swat Hong berkata cepat. "Temanku ini masih hendak melanjutkan makan
minum.... Heiii, pelayan! Tambah araknya! Biarlah saya yang menemui majikan kalian dan memilih kamar
di hotel sebelah. Kami sudah mendengar tentang kebaikan hati majikan kalian dari pembesar-pembesar di
kota ini, dan kami memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin bekerja apa saja yang pantas dan temanku
itu..., dia tentu bisa menjadi seorang penjaga keselamatan.”
Dapat dibayangkan betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah terbayang di depan mata betapa mereka
akan menerima pujian berikut hadiah dari Ciu-wangwe. Seorang nona begini cantik jelita seperti bidadari,
tanpa susah payah datang sendiri ke depan mulut, tinggal membuka mulut dan mencaplok saja! Ciuwangwe
tentu senang sekali, bukan untuk hartawan itu sendiri yang kesenangannya bukan memeluk
wanita cantik, melainkan untuk menyenang hati para pembesar setempat. Ciu-wangwe sendiri
kesenangannya hanya satu, yaitu uang dan kedudukan!
"Bagus sekali kalau begitu, Nona! Kebetulan pada saat ini Ciu-wangwe sedang menjamu pembesar yang
paling terhormat di kota ini. Mereka sedang berpesta di ruangan belakang hotel kami. Mari kami antar
Nona ke sana!"
"Tidak usah, kalian di sini saja melayani temanku!" sambil berkata demikian Swat Hong sudah bangkit
berdiri.
Cepat laksana kilat kedua tangannya bergerak seperti seorang wanita yang menepuk-nepuk pundak kedua
orang itu dengan ramahnya. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati kedua orang tukang
pukul itu ketika tiba-tiba tubuh mereka menjadi lemas dan kaki tangan mereka tak dapat digerakkan lagi.
"Ha-ha, duduklah kalian, mari temani aku minum arak!"
Kwee Lun yang dapat melihat gerakan temannya itu cepat bangkit berdiri. Kakinya bergerak dan kedua
lutut mereka telah terkena tendangan ujung sepatunya sehingga terlepas sambungannya. Sambil
tersenyum Kwee Lun sudah mendudukkan mereka di atas bangku di kanan-kirinya!
Para tamu hanya melihat empat orang itu seperti beramah tamah, maka mereka tidak tertarik lagi, hanya
tertarik kepada Swat Hong yang memang sejak tadi telah menjadi perhatian pandang mata para tamu pria
yang berada di dalam restoran. Mereka menahan napas melihat dara cantik jelita itu dengan langkah
gontai meninggalkan restoran, membawa dua batang pedang dan sebuah kipas.
"Aku pinjam dulu ini!" kata Swat Hong tadi kepada Kwee Lun yang hanya memandang dengan terheranheran
melihat kedua senjatanya dibawa pergi oleh Swat Hong. "Agar kau tidak kesalahan membunuh
orang!" kata pula Swat Hong sehingga Kwee Lun tersenyum.
Kiranya gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja membawa pergi kedua
senjatanya. Di dalam hatinya dia mentertawakan Swat Hong. Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan
tanganku tidak mampu membunuh orang? Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah,
pikirnya. Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan kelihaiannya tanpa
bantuan senjata.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sambil tertawa-tawa kepada dua orang tukang pukul yang duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak
itu, Kwee Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa mulai panas disebabkan oleh hawa arak, pemuda
perkasa ini melepaskan kancing bajunya sehingga tampak rambut halus di tengah dadanya yang bidang
dan kokoh kuat itu.
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja Kwee Lun. Pelayan ini tadi melihat ketidak-wajaran pada
kedua tukang pukul yang duduk berhadapan dengan pemuda itu. Mengapa mereka tidak bergerak-gerak
dan duduk dengan lemas? Ketika dia bertemu pandang, tukang pukul yang gendut pendek itu
mengejapkan mata kepadanya, sedangkan dari kedua mata tukang pukul kurus pucat itu keluar dua titik air
mata. Maka dia cepat menghampiri dan melihat dari dekat.
"Mau apa kau? Pergi!" Kwee Lun membentak.
Pelayan itu kaget sekali, lalu lari pergi masuk ke dalam untuk melaporkan keanehan itu kepada kepala
tukang pukul yang lain.
Kwee Lun bukanlah seorang yang bodoh. Dia maklum bahwa pelayan itu telah melihat keadaan dan tentu
akan melapor ke dalam. Maka dia memandang ke sekeliling dan mencari akal. Ketika dia melihat segulung
tambang yang besar dan kuat, timbullah akalnya. Dia bangkit berdiri, melangkah lebar ke dekat meja
pengurus, menyambar gulungan tambang itu dan berkata dengan suara lantang yang ditujukan kepada
para tamu yang duduk di ruangan restoran itu, "Semua orang yang berada di dalam restoran ini harap
lekas pergi! Restoran ini akan ambruk!"
Kemudian sekali melompat tubuhnya telah berada di luar restoran. Dia ikatkan ujung tambang ke pilar di
depan, pilar yang ikut menyangga atap, kemudian dia membawa ujung tambang yang lain ke jalan depan
restoran. Dengan memegang ujung tambang, mulailah pemuda raksasa ini menarik tambang, melalui atas
pundak kanannya yang menonjolkan otot besarnya yang amat kuat.
Tambang besar itu menegang, kemudian terdengar suara berkerotok. Orang-orang sudah mulai lari ke luar
rumah makan itu dan mereka ada yang ketawa geli menyaksikan pemuda itu menarik tambang. Tentu
pemuda itu sudah mabuk, pikir mereka. Mana mungkin merobohkan bangunan yang besar itu dengan cara
demikian? Menarik tambang yang diikatkan pada pilar yang demikian besar dan kuatnya, kalau tidak
mabuk tentu sudah gila!
Memang membutuhkan tenaga gajah untuk dapat menumbangkan pilar yang sedemikian kokohnya. Kwee
Lun mengerahkan tenaga, matanya terbelalak, dahinya penuh keringat dan mulutnya mengeluarkan
gerengan yang langsung keluar dari dalam pusarnya. Seluruh tubuhnya menarik tambang dengan
pemusatan perhatian dan tenaga.
"Krakkk...!" pilar yang kokoh kuat itu patah tengahnya!
Orang-orang berteriak kaget dan mulai berlari-lari ketakutan. Terdengar bunyi hiruk-pikuk ketika akhirnya
atap rumah makan itu runtuh ke bawah, dan menyusul debu mengebul tinggi dibarengi teriakan-teriakan
mengerikan dari dalam, di mana masih banyak pekerja restoran itu yang teruruk. Di antara suara hirukpikuk
ini terdengar suara ketawa dari Kwee Lun yang masih memegang tambang besar itu di kedua
tangannya. Tali besar itu sudah terlepas dari pilar dan kini menjadi senjata di kedua lengan yang dilingkari
otot itu.
Tempat itu menjadi sunyi. Biar pun banyak sekali penduduk kota yang berlari-larian datang, mereka hanya
menonton dari jauh saja, tidak ada yang berani mendekati restoran yang sudah runtuh itu. Belasan orang
tukang pukul datang berlarian. Mereka muncul dari belakang restoran yang roboh dan dari rumah judi yang
berada di sebelah kanan restoran.
"Itu orangnya..!" seorang pelayan restoran yang berhasil menyelamatkan diri menuding ke arah Kwee Lun.
"Tangkap penjahat...!"
"Serbu...!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bunuh...!"
Lima belas orang tukang pukul dengan bermacam senjata di tangan mereka belari-lari datang menyerbu
dan mengurung Kwee Lun. Pemuda ini masih tersenyum lebar. Tali tambang tadi masih melingkar-lingkar
di kedua lengan, kedua kakinya terpentang lebar dan sikapnya gagah sekali, membuat lima belas orang
tukang pukul itu merasa gentar dan ragu-ragu untuk mendahului maju menyerang. Seorang yang telah
meruntuhkan sebuah bangunan seperti restoran itu, sudah jelas memiliki tenaga gajah! Apa lagi melihat
sikap yang demikian gagah.
"Ha-ha-ha, hayo majulah! Mengapa ragu-ragu? Hayo keroyoklah aku! Memang aku datang untuk
membasmi komplotan yang merajalela di Leng-sia-bun. Kalian ini anak buah si keparat Ciu Bo Jin, bukan?
Mana itu hartawan Ciu jahanam, si penculik gadis orang! Suruh dia keluar, biar kuhancurkan kepalanya!"
"Serbu...!!" seru kepala tukang pukul, seorang she Ma yang juga memiliki ilmu kepandaian tinggi dan
menjadi tangan kanan Ciu-wangwe. Sebelumnya diam-diam dia mengutus seorang anak buahnya untuk
melaporkan kepada Ciu-wangwe di hotel, dan seorang anak buah lagi disuruh minta bala bantuan di
markas keamanan!
Tiga belas orang tukang pukul, dipimpin oleh Ma Siu menyerbu dengan senjata mereka. Akan tetapi Kwee
Lun tertawa bergelak dan begitu kedua lengannya bergerak, tali besar yang panjang menyambar dan
menjadi gulungan sinar yang besar panjang. Setiap senjata pengeroyok yang terbentur tali itu terlepas dari
pegangan pemiliknya sehingga terdengarlah teriakan-teriakan kaget. Dalam segebrakan saja, lima orang
tukang pukul kehilangan senjata mereka dan dua orang lagi terpelanting roboh dan tak dapat bangun
kembali karena tulang punggung dan tulang iga mereka patah oleh hantaman tambang!
Ma Siu menjadi marah sekali. Dengan nekat dia bersama sisa anak buahnya menyerbu dan menghujankan
senjata mereka kepada Kwee Lun. Namun pemuda Pulau Kura-kura ini sambil tertawa melakukan
perlawanan seenaknya. Teringat dia oleh perbuatan Swat Hong yang menyingkirkan pedang dan kipasnya.
Andai kata dia menggunakan dua senjata itu, agaknya sekarang semua tukang pukul sudah roboh
kehilangan nyawa mereka!
Dia tahu bahwa biang keladi semua kejahatan adalah orang She Ciu, ada pun para tukang pukul ini hanya
orang-orang yang mencari nafkah mengandalkan ilmu silat mereka! Biar pun cara mencari nafkah dengan
menjadi tukang pukul adalah perbuatan sesat yang menimbulkan kekejaman, namun andai kata tidak ada
Hartawan Ciu yang menjadi sumber maksiat, agaknya mereka tidak akan berani mengacaukan sebuah
kota besar seperti Leng-sia-bun. Diam-diam dia membenarkan tindakan Swat Hong dan teringat dia akan
nasehat Suhu-nya, bahwa di dalam perantauannya dia tidak boleh sembarangan membunuh orang!
Sementara itu, di dalam hotel juga terjadi keributan hebat. Dengan dua batang pedang tergantung di
punggung dan kipas gagang perak di tangan, Swat Hong memasuki hotel besar di sebelah kiri restoran.
Gedung ini lebih megah dan besar dari-pada restoran itu. Dengan sikap tenang dia berjalan menaiki anak
tangga di depan hotel. Beberapa orang pelayan segera menyambutnya dengan wajah berseri. Biar pun
dara ini membawa pedang di punggung namun kecantikannya yang luar biasa menyenangkan hati para
pelayan.
"Apakah Nona mencari kamar?" tanya seorang pelayan dengan senyum manis.
"Bukan mencari kamar, akan tetapi aku mencari Ciu-wangwe," jawab Swat Hong tanpa mempedulikan
senyum itu.
Wajah para pelayan itu berubah dan pandang mata mereka membayangkan kecurigaan. "Tidak semudah
itu mencari Loya, Nona. Pula kami tidak tahu di mana adanya Ciu-wangwe sekarang ini...," kata seorang di
antara mereka dengan suara hati-hati.
"Aihhh, kalian tidak perlu membohong lagi. Aku mengenal Ciu-wangwe dan kedatanganku adalah atas
undangannya. Aku tahu bahwa dia sedang menjamu kepala daerah di ruangan belakang hotel ini, bukan?
Kalau kalian tidak membawaku menemuinya sekarang juga, bukan hanya dia yang akan marah kepada
kalian, akan tetapi aku pun akan kehabisan sabar!"
Mendengar ini para pelayan itu saling pandang, lalu seorang di antara mereka memanggil tukang pukul.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dua orang tukang pukul datang berlari. Mereka adalah bekas-bekas perampok yang tentu saja dapat
menduga bahwa wanita ini tentulah seorang kang-ouw. Maka mereka segera memberi hormat dan
bertanya, "Ada urusan apakah Lihiap hendak bertemu dengan Ciu-wangwe?"
Swat Hong memandang tajam dan mengambil sikap marah. “Eh, pangkat kalian di sini apa sih berani
bertanya-tanya urusan antara aku dan Ciu-wangwe? Lekas bawa aku menemuinya!"
"Tapi... tapi.... Loya sedang menjamu Taijin, tidak boleh diganggu!"
"Siapa mau mengganggu? Aku justru datang memenuhi panggilannya untuk meramaikan pesta! Kalau dia
marah, biar aku yang tanggung-jawab, akan tetapi kalau kalian berani menolak aku, dia akan marah
kepada kalian!"
Dua orang tukang pukul itu saling pandang, kemudian mereka berkata, "Baiklah mari kami antarkan Lihiap
ke dalam."
Mereka telah mengambil keputusan dengan isyarat mata untuk mengawal dan menjaga wanita cantik ini.
Kalau wanita ini mempunyai niat buruk, masih belum terlambat untuk merobohkannya. Melihat
kecantikannya yang luar biasa, sangat boleh jadi kalau dia ini adalah seorang yang dikenal oleh Ciuwangwe
dan benar-benar dipesan datang untuk menghibur pembesar!
Dengan langkah tenang sambil mengipasi lehernya dengan kipas gagang perak, Swat Hong diiringkan dua
orang tukang pukul itu melalui gang yang berliku-liku, melalui kamar-kamar di mana terdapat wanita-wanita
cantik yang rata-rata berwajah layu dan bermata sayu. Di antara para wanita ini ada yang duduk sendiri,
ada pula yang sedang berduaan dengan seorang tamu pria karena terdengar suara ketawa laki-laki di
dalam kamar itu.
Kemudian tibalah mereka di ruangan belakang yang luas dan terjaga oleh belasan orang prajurit pengawal
yang bercampur dengan para tukang pukul. Ketika mereka bertiga muncul, tentu saja para penjaga dan
pengawal itu memandang Swat Hong dengan penuh perhatian.
Dua orang tukang pukul itu agaknya bangga dapat mengawal nona cantik jelita ini, maka sambil
mengacungkan ibu jari mereka berkata, "Barang baru! Pesanan khusus!"
Maka tertawa-tawalah para pengawal dan tukang pukul itu memasuki pintu besar yang menembus ke
ruangan dalam. Karena mereka yang duduk mengitari meja besar terdiri dari belasan orang berpakaian
serba indah, dan masing-masing dilayani dan dirubung wanita-wanita muda dan cantik, Swat Hong tidak
mau bertindak sembrono. Dia tidak tahu siapa Ciu-wangwe dan yang mana pula kepala daerah, maka dia
menanti dan membiarkan dua orang tukang pukul itu melapor. Akan tetapi sebelum kedua orang yang
sudah menjura penuh hormat itu sempat membuka mulut, seorang yang berpakaian serba biru, berusia
lima puluh tahun, bertubuh tinggi kurus dan matanya besar sebelah, telah bangkit berdiri dan membentak.
"Haii! Mengapa kalian lancang...?" dia tidak melanjutkan ucapannya karena matanya telah dapat melihat
Swat Hong dan kini dia memandang heran.
Swat Hong sudah melangkah ke dalam, mendekati meja, lalu bertanya kepada laki-laki berpakaian biru itu,
"Apakah aku berhadapan dengan Ciu-wangwe?"
Laki-laki itu memang benar Ciu Bo Jin. Dia merasa curiga sekali. Akan tetapi karena dia mengandalkan
ilmu kepandaiannya sendiri, pula dia berada di tempatnya sendiri yang terjaga oleh para anak buahnya,
bahkan di situ terdapat pula pasukan pengawal Gu-taijin, maka sambil tersenyum lebar dia melangkah
maju dan berkata, "Benar, aku adalah orang she Ciu yang kau cari. Nona siapakah dan... heiittt...!"
Dia cepat mengelak ke kiri ketika melihat nona cantik itu sudah menerjang maju, menggunakan tangan
kirinya mencengkeram ke arah pundaknya. Gerakan Ciu-wangwe cukup cekatan dan memang dia telah
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Akan tetapi sekali ini dia berhadapan dengan seorang dara perkasa yang
luar biasa lihainya, maka baru saja dia mengelak, tahu-tahu ujung gagang kipas yang terbuat dari perak itu
telah menotok jalan darah di punggungnya dan dia terpelanting roboh dengan tubuh lemas! Peristiwa ini
terjadi sedemikian cepatnya sehingga tidak terduga sama sekali, maka terjadilah keributan hebat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Seorang yang tubuhnya gendut dan mukanya merah sekali, agaknya sudah mabuk, bangkit berdiri dengan
tiba-tiba sehingga dua orang pelacur cantik yang tadinya duduk di atas kedua pahanya terpelanting jatuh
sambil menjerit. Orang ini berpakaian mewah dan sikapnya agung-agungan. Sambil berdiri dia berseru,
"Hai... pengawal...! Tangkap pengacau...!!"
Pintu depan terbuka dan para pengawal serta tukang pukul berlompatan masuk.
Swat Hong girang sekali karena dia dapat menduga bahwa Si Gendut itulah tentu yang menjadi kepala
daerah, orang she Gu yang diperalat oleh Ciu-wangwe. Maka dia sudah meloncat ke dekat orang itu,
mencabut pedangnya dan menempelkan pedang telanjang di leher Gu-taijin sambil menghardik, "Gu-taijin!
Cepat kau menyuruh mundur semua orangmu! Kalau tidak, pedang ini akan menyembelih lehermu!"
Swat Hong menahan geli hatinya melihat tubuh yang gendut itu menggigil semua dan dia menahan jijiknya
karena terpaksa menggunakan tangan kanan mencengkeram leher baju. Apa lagi ketika melihat betapa
lantai di bawah pembesar gendut ini tiba-tiba menjadi basah, tersiram air yang membasahi celana, dia
makin jijik. Ingin dia membacokkan pedangnya saja agar manusia tiada guna ini tewas seketika. Tetapi dia
teringat bahwa jalan satu-satunya untuk membantu Kwee Lun membereskan urusannya hanyalah
menangkap pembesar ini hidup-hidup, biar pun manusia gendut ini tidak ada gunanya.
Akan tetapi manusia yang bagaimana pun pengecut dan lemahnya, sekali menduduki pangkat besar akan
menjadi seorang yang sewenang-wenang dan jahat! Makin pengecut dan makin rendah watak orang itu,
makin celakalah kalau dia memperoleh kedudukan tinggi. Kerendahan akalnya akan membuat dia makin
jahat, mempergunakan kekuasaannya yang kebetulan melindunginya.
"Am... ampun...!" Gu-taijin dengan sukar sekali mengeluarkan suara.
Hampir saja dia pingsan mendengar betapa lehernya akan disembelih, apa lagi disembelih perlahan-lahan
dan sedikit demi sedikit, membayangkan betapa lehernya akan terasa perih dan nyeri, berlepotan darah,
betapa dia akan mati dan meninggalkan semua kemewahan dan kesenangan hidupnya!
"Suruh mereka mundur...!" kembali Swat Hong membentak dan tangan kirinya mencengkeram tengkuk.
"Oughhh...!" pembesar itu menjerit, mengira tengkuknya disembelih, padahal hanya jari-jari saja yang
mencengkeramnya. "Heii, mundur kalian! Tolol semua! Mundur kataku, dan jangan membantah... Li...
Lihiap...!"
Para pengawal menjadi bingung. Dengan muka pucat dan mata terbelalak lebar mereka mundur sambil
memandang penuh kesiap-siagaan.
Pada saat itu seorang tukang pukul telah berhasil membebaskan totokan Ciu-wangwe dan kini hartawan itu
dengan marahnya berteriak kepada tukang pukulnya, "Cepat serbu iblis betina itu...!"
Swat Hong kembali mencengkeram tengkuk Gu-taijin. "Suruh jahanam Ciu itu menyerah!"
"Oughhh... Ciu-wangwe... jangan...! Jangan melawan...!"
Ciu-wangwe yang melihat betapa kepala daerah itu telah ditangkap, sejenak menjadi bingung sekali. Akan
tetapi tentu saja dia tidak sudi menyerah.
Pada saat itu terdengar suara hiruk-pikuk di sebelah luar hotel. Tahulah Swat Hong bahwa Kwee Lun tentu
telah turun tangan dan pula beraksi pula. Maka dia berkata, "Orang she Ciu! Kejahatanmu berakhir di hari
ini juga!"
Selagi Ciu-wangwe kebingungan, tiba-tiba datang seorang tukang pukulnya dari luar dan berteriak-teriak,
"Celaka... Loya... ada orang merobohkan restoran kita...!"
Akan tetapi orang ini terbelalak memandang ke dalam dengan muka pucat. Dia melihat kepala daerah
berada dalam cengkeraman wanita cantik itu dan melihat Ciu-wangwe berdiri bingung.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar ini Ciu-wangwe menjadi kaget dan mengira bahwa tentu banyak musuh yang datang
menyerbunya. Dia tidak mau mempedulikan Gu-taijin lagi. Dalam keadaan seperti itu, yang terbaik baginya
adalah berada di luar dan berusaha mengerahkan seluruh anak buahnya untuk menghadapi para
penyerbu. Keselamatan Gu-taijin tentu saja tidak dipedulikannya lagi. Maka tanpa berkata apa-apa lagi dia
lalu berlari hendak keluar dari ruangan besar itu.
"Hendak kemana engkau?" Swat Hong cepat menotok roboh Gu-taijin dan meloncat ke depan. Tubuhnya
melayang dan Ciu-wangwe hanya melihat sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu wanita cantik itu
telah berdiri di depannya!
"Serbu...!" bentak Ciu-wangwe, dan dia sendiri sudah mencabut goloknya, lalu membacok dengan cepat
sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
"Sing-sing-singgg...!!" bertubi-tubi golok itu menyambar, dan kini anak buahnya juga sudah membantunya.
Swat Hong cepat memutar pedangnya dan mengerahkan sinkang yang disalurkan pada pedang itu.
"Cring-cring-trang-trang-trang...!!" sebatang golok di tangan Ciu-wangwe dan empat batang pedang
terlepas dari pegangan pemiliknya. Tiga orang pengeroyok roboh terkena totokan kipas perak di tangan kiri
Swat Hong!
Melihat kelihaian wanita ini, bukan main kagetnya hati Ciu-wangwe. Dia sudah berpengalaman dan tahulah
dia bahwa kalau dia melanjutkan, dia sendiri akan roboh di tangan wanita lihai ini. Maka jalan terbaik
baginya adalah lari ke luar untuk mengerahkan anak buahnya, dan kalau perlu melarikan diri!
Melihat orang yang hendak ditangkapnya itu lari, Swat Hong segera bermaksud mengejar. Akan tetapi
pada saat itu dia melihat tubuh gendut Gu-taijin sedang dibantu oleh beberapa orang meninggalkan tempat
itu.
“Celaka,” pikirnya.
Dia harus dapat menangkap pembesar itu, kalau tidak, tentu akan sukar menundukkan semua orang. Maka
dia lalu mengerahkan tenaga pada tangan kanan, yang kemudian digerakkan sehingga pedangnya
meluncur seperti kilat menyambar ke depan. Terdengar jerit mengerikan. Tubuh Ciu-wangwe terjungkal ke
depan, pedang menembus dari punggung hingga dadanya, dan dia tewas seketika!
Swat Hong telah melompat. Tangan kanannya kembali sudah mencabut pedang, kini pedang milik Kwee
Lun yang dicabutnya. Kipas di tangan kirinya merobohkan empat orang pengawal yang tadi membantu Gutaijin
dan mereka roboh tertotok. Sebelum pembesar itu sempat bergerak, dia sudah mencengkeramnya
lagi, bahkan yang dicengkeram adalah pundaknya sambil mengerahkan tenaga.
"Aughhh... add... duh... duh... duhhh... ampun, Lihiap...!" Gu-taijin berteriak-teriak seperti seekor babi
disembelih.
"Hayo cepat suruh mereka semua mundur!" bentak Swat Hong, kembali pedang telanjang ditekankan di
tengkuk pembesar itu.
"Mundur kalian semua! Keparat! Kurang ajar kalian! Disuruh mundur tidak cepat mentaati perintah! Apa
minta dihukum gantung semua?!"
Mendengar pembesar ini membentak-bentak dengan suara galak sekali, semua pengawal dan anak buah
Ciu-wangwe terbelalak ketakutan dan mundur. Apa lagi mereka melihat betapa Ciu-wangwe sudah tewas.
Para pelacur yang tadi melayani perjamuan itu, menjerit-jerit dan lari pontang-panting, kemudian
bersembunyi di kolong-kolong meja dan belakang-belakang lemari.
Swat Hong mendengar suara ribut-ribut di luar, suara pertempuran. Tahulah dia bahwa Kwee Lun sedang
dikeroyok. Cepat dia menarik tubuh pembesar Gu keluar dari hotel, kemudian dengan mencengkeram
punggung baju, dia membawa pembesar gendut itu meloncat ke atas genteng. Semua orang memandang
heran melihat betapa seorang gadis cantik dan muda seperti itu mampu meloncat sambil mencengkeram
tubuh seorang laki-laki bertubuh gendut dan berat seperti pembesar itu! Swat Hong masih terus
dunia-kangouw.blogspot.com
mencengkeram punggung Gu-taijin yang pucat sekali wajahnya, menggigil kedua kakinya.
Tentu saja pembesar ini merasa ngeri berada di atas genteng, apa lagi dia berdiri di pinggir sekali.
Terpeleset sedikit saja dia tentu akan melayang jatuh ke bawah, tubuhnya akan remuk! Selama hidupnya
tentu saja belum pernah dia naik ke atas genteng. Akan tetapi karena dia ditodong dan merasa takut sekali
kepada wanita perkasa yang mencengkeram punggungnya, dia mentaati perintah Swat Hong.
Dengan suara lantang Gu-taijin berteriak-teriak dari atas, "Haiii..., mundur semua...!"
Dia melihat pasukan keamanan sudah berada di situ, dipimpin oleh Bhong-ciangkun, perwira yang
mengepalai pasukan keamanan. "Bhong-ciangkun, suruh semua pasukan mudur!"
Pada saat itu Kwee Lun sedang mengamuk. Tadinya yang mengeroyoknya hanyalah para tukang pukul
anak buah Ciu-wangwe dan dia sudah berhasil merobokan belasan orang dengan tambang di tangannya
yang kini sudah berlepotan darah. Akan tetapi dia kewalahan juga ketika pasukan keamanan datang.
Pasukan yang jumlahnya hampir seratus orang itu tentu saja tidak mungkin dapat dia lawan seorang diri
hanya mengandalkan segulung tambang! Maka dalam amukannya itu, dia sudah menerima pula beberapa
bacokan senjata tajam yang melukai pinggul dan punggungnya, membuat pakaiannya berlepotan darah
pula. Namun sedikit pun semangatnya tidak menjadi kendur, bahkan darah dipakaiannya itu seolah-olah
membuat dia makin bersemangat lagi!
Melihat betapa atasannya berada di atas genteng dan mengeluarkan perintah itu, Bhong-ciangkun terkejut
dan cepat dia mengeluarkan aba-aba menyuruh pasukannya mundur. Kwee Lun ditinggalkan seorang diri,
berdiri dengan kedua kakinya terpentang lebar, pakaian dan tambangnya berlumuran darah, gagah bukan
main sikapnya. Sisa anak buah Ciu-wangwe tidak ada lagi yang berani maju setelah para pasukan itu
diperintahkan mundur. Apa lagi ketika mereka itu mendengar bisikan teman-teman bahwa Ciu-wangwe
telah tewas oleh dara di atas genteng itu!
Ketika Kwee Lun melihat betapa Swat Hong telah berdiri di atas genteng sambil membawa Gu-taijin, diamdiam
dia menjadi kagum bukan main. Kiranya gadis itu amat cerdiknya. Tahulah dia bahwa dara perkasa
itu hendak menggunakan kekuasaan Gu-taijin untuk membasmi kejahatan yang merajalela di Leng-siabun!
Maka sambil tertawa bergelak dia pun melompat. Tubuhnya melayang ke atas genteng, lalu hinggap
berdiri di samping Swat Hong.
"Hong-moi, bagaimana kalau kita dorong tong kotoran ini ke bawah saja dan melihat perutnya
berhamburan di bawah sana?" serunya mengejek.
"Jangan... jangan... aduh, ampunkan saya...." Gu-taijin berkata memohon dengan rasa takut menghimpit
hatinya.
"Kalau begitu, hayo kau membuat pengumunan dan perintah menurutkan kata-kataku," Swat Hong berbisik
di belakang pembesar itu.
Gu-taijin mengangguk-angguk, kemudian terdengarlah suaranya lantang mengikuti perintah yang dibisiki
oleh Swat Hong. "Hai, dengarlah baik-baik semua pembantuku dan semua penduduk Leng-sia-bun! Hari
ini, dengan bantuan Kwee-taihiap dari Pulau Kura-kura, aku baru mengetahui bahwa di kota ini terdapat
komplotan penjahat yang diketuai oleh Hartawan Ciu Bo Jin! Mereka mendirikan rumah judi, hotel
pelacuran, dan rumah makan di mana terjadi segala macam kejahatan perjudian curang, pemaksaan
terhadap gadis-gadis yang diculik untuk dijadikan pelacur dan penyogokan terhadap para petugas
pemerintah! Sekarang Ciu-wangwe telah tewas! Anak buahnya akan diampuni asal saja mulai sekarang
mau merubah watak dan tidak lagi melakukan kejahatan! Dan semua wanita yang dipaksa menjadi pelacur,
akan dibebaskan dan dikirim pulang ke rumah masing-masing dengan mendapat bekal masing-masing
seratus tail perak! Semua ini harus dijalankan sebaiknya. Kalau ada yang melanggar dia akan dihukum
sesuai dengan hukuman pemerintah. Selain itu, juga Kwee-taihiap sendiri akan selalu mengawasi dan
memberi hukuman terhadap mereka yang tidak mentaati perintah kami ini!"
Tiba-tiba terdengar sorak-sorai penduduk dan sekaligus terjadi keributan karena beberapa tukang pukul
yang pernah berbuat sewenang-wenang tiba-tiba dikeroyok oleh penduduk! Sekali ini para pasukan
pemerintah tidak ada yang berani melindungi para tukang pukul itu sehingga mereka mengaduh-aduh dan
tidak berani melawan. Semua tukang pukul itu mendapat hajaran dari penduduk sampai babak belur!
dunia-kangouw.blogspot.com
Sementara itu para wanita pelacur yang berasal dari keluarga baik-baik dan yang dipaksa menjadi pelacur
dengan berbagai ancaman dan siksaan sudah menangis riuh-rendah. Menangis saking girang, terharu, dan
juga duka.
"Awas kau, Gu-taihiap. Kalau sampai semua ucapanmu tadi tidak kau laksanakan, kami akan melaporkan
bahwa engkau sebagai seorang kepala daerah telah diperalat oleh orang jahat dengan jalan sogokan.
Selain itu, kami akan datang kembali khusus untuk menyembelih lehermu!" Swat Hong berbisik dengan
nada penuh ancaman.
Pembesar itu mengangguk-anggukkan kepalanya seperti seekor ayam mematuki gabah. Ketika dia
mengangkat muka memandang, ternyata kedua orang itu telah lenyap dan dia hanya berdiri sendiri saja di
atas genteng yang begitu tinggi. Tentu saja dia menjadi ngeri sekali. "Bhong-ciangkun... tolong... tolong
saya turun...!"
Bhong-ciangkun telah melihat bayangan kedua orang itu berkelebat, maka dia lalu meloncat naik ke atas
genteng dan membawa pembesar itu turun. "Bagaimana, apakah hamba harus mengejar mereka?" Bhongciangkun
berbisik.
"Hushhh...! Bodoh! Masih untung kita...." pembesar itu berbisik kembali, kemudian berkata lantang. "Hayo
laksanakan perintahku tadi!"
Demikianlah, peristiwa itu menjadi semacam dongeng sampai bertahun-tahun di kalangan penduduk Lengsia-
bun. Betapa pun mereka mencari, tak pernah lagi ada penduduk kota ini yang melihat kedua orang
pendekar itu. Memang Swat Hong dan Kwee Lun telah melarikan diri dari kota itu dan melanjutkan
perjalanan mereka dengan hati puas.
“Hebat kau, Hong-moi!" Kwee Lun memuji. "Luar biasa sekali! Kalau tidak ada engkau yang membantuku
dengan siasat yang cerdik itu, tentu akan lain jadinya! Aku masih sangsi, apakah aku akan mampu
menaklukkan mereka! Tentu akan terjadi banjir darah, dan mungkin aku sendiri akhirnya mati dikeroyok."
"Ah, sudahlah, Kwee-twako. Kau yang hebat, menggunakan tali merobohkan restoran dan dengan hanya
bersenjatakan tambang dapat menghadapi pengeroyokan puluhan orang!"
"Tidak ada artinya dibandingkan dengan sepak terjangmu, Moi-moi. Engkau telah membantuku sehingga
tugasku selesai dengan hasil baik. Tak pernah aku akan dapat melupakan ini! Dan sebagai balasannya,
aku akan membantumu mencari Ibumu dan Suheng-mu sampai berhasil pula!"
Wajah Swat Hong menjadi suram. Dia menarik napas panjang. "Hemm... Ibu dan Suheng pergi tanpa
meninggalkan jejak. Ke mana aku harus mencarinya?"
"Jangan khawatir, Moi-moi. Kalau memang Ibumu dan Suheng-mu mendarat tentu kita akan dapat mencari
mereka. Tempat yang paling tepat untuk mencari seseorang adalah kota raja. Memang belum tentu
mereka berada di sana, akan tetapi setidaknya kota raja merupakan sumber segala keterangan sehingga
kita dapat mendengar-dengar kalau-kalau ada berita dari dunia Kang-ouw tentang mereka."
Swat Hong menyetujui pendapat ini. Memang dia pun bermaksud mengunjungi kota raja, karena bukankah
nenek moyangnya dahulunya juga seorang anggota keluarga raja? Mereka pun melanjutkan perjalanan
dari luar kota Leng-sia-bun menuju kota raja.
Makin lama melakukan perjalanan bersama Kwee Lun, setelah lewat sebulan kurang lebih, makin sukalah
Swat Hong kepada pemuda itu. Dia makin mengenal Kwee Lun sebagai seorang yang benar-benar jantan,
keras hati, teguh dan tidak mempunyai sedikit pun pikiran menyeleweng. Pemuda ini juga suka bergurau,
walau pun kasar akan tetapi kekasaran yang bukan bersifat kurang ajar, melainkan karena terbawa oleh
kejujurannya yang wajar dan tak pernah mau menyembunyikan sesuatu. Pendeknya, pemuda itu benarbenar
seorang laki-laki yang gagah perkasa lahir bathinnya.
Di lain pihak, Kwee Lun juga merasa kagum kepada Swat Hong setelah dia mengenal sifat-sifat temannya
ini yang amat cerdik, periang, jenaka namun keras hati dan kadang-kadang tampak keagungan sikapnya
sebagai seorang puteri kerajaan! Namun dara itu sama sekali tidak angkuh atau sombong, sungguh pun
kini dia harus mengakui bahwa ilmu kepandaiannya sedikitnya kalah dua tingkat dibandingkan dengan dara
dunia-kangouw.blogspot.com
Pulau Es ini! Oleh karena inilah maka ada keseganan di dalam hatinya. Biar pun dia yang selalu memimpin
perjalanan dan menjadi petunjuk jalan, namun dalam segala hal, sampai dalam memilih makanan dan
penginapan yang selalu dibayar oleh Kwee Lun, pemuda ini selalu minta pendapat dan keputusan Swat
Hong!
Pada suatu hari tibalah kedua orang ini di kaki Pegunungan Tai-hang-san yang amat luas dan memanjang
dari selatan ke utara. Tujuan mereka adalah Tiang-an ibu kota Kerajaan Tang. Di dusun ini mereka
berhenti untuk makan di sebuah warung nasi sederhana. Mereka memesan nasi, mi, dan arak. Tak lupa
Kwee Lun minta air hangat untuk Swat Hong agar nona ini dapat mencuci muka setelah melakukan
perjalanan yang panas berdebu. Ketika Swat Hong sedang bercuci muka dengan air hangat, menggosok
mukanya dengan air bersih sampai kedua pipinya kemerahan, dia mendengar percakapan menarik dari
arah dapur warung itu.
"Bukan main ramainya!" terdengar suara seorang laki-laki, agaknya pekerja di dapur itu.
"Lebih ramai dari-pada kalau melihat dua orang jago silat berkelahi! Bayangkan saja! Harimau mengaum
sampai bumi tergetar, lalu menubruk dan mencakar ke arah beruang itu. Akan tetapi si beruang juga tidak
kalah lihainya, dia menggereng dan aku yakin engkau sendiri tentu akan terkencing-kencing mendengar
gerengan itu! Dia dapat menangkis dengan kaki depannya dan balas menggigit. Mereka saling cakar,
saling gigit, mula-mula saling menangkis lalu bergumul! Bukan main!"
"Ahhh, sudahlah. Siapa percaya omonganmu? Paling-paling kau melihat orang mengadu jangkerik dan kau
kalah bertaruh lagi! Lebih baik lekas masak air, tehnya hampir habis."
Swat Hong cepat menghampiri Kwee Lun dan berbisik, "Agaknya di sini ada jejak Suheng-ku!"
"Ehhh...? Kwee Lun bertanya heran.
"Ada orang di dapur tadi bercerita tentang pertandingan antara harimau dan beruang. Kalau tidak salah
perasaan hatiku, itu beruang kepunyaan suheng."
"Eh? Suheng-mu memelihara beruang?" Kwee Lun bertanya makin heran lagi.
"Belum kuceritakan kepadamu, Twako. Ketika aku berpisah dari suheng, dia sedang mengobati seekor
beruang terluka. Tentu beruang itu menjadi jinak dan sekarang menjadi binatang peliharaannya."
"Aduh! Suheng-mu tentu hebat sekali, berani mengobati seekor beruang!"
"Sudahlah, Twako. Kalau kelak dapat bertemu, engkau dapat berkenalan dengan Suheng sendiri.
Sekarang harap kau suka tanyakan kepada pekerja di dapur tentang beruang yang diceritakannya tadi."
"Mengapa tidak panggil saja dia ke sini? Hei, Bung pelayan!"
Pelayan itu segera menghampiri.
"Tolong kau panggilkan sahabat yang tadi berbicara tentang beruang, dia bekerja di dapur. Cepat!"
Pelayan itu terheran-heran, akan tetapi dia masuk juga ke dalam. Tak lama kemudian dia kembali ke situ
bersama seorang laki-laki muda yang kelihatan takut-takut. Laki-laki ini kurus kecil dan memakai pakaian
koki, agaknya dialah tukang atau pembantu tukang masak di warung itu.
"Saya... saya tidak tahu apa-apa...," orang itu berkata begitu tiba di dekat meja.
Kwee Lun menggerakkan tangannya tak sabar. "Aahh, mengapa takut? Kami hanya tertarik mendengar
cerita beruang bertanding dengan harimau. Di manakah kejadian itu dan bagaimana asal mulanya?” Kwee
Lun mengeluarkan sepotong uang dan memberikan kepada orang itu. "Nah, ceritakanlah! Jangan takuttakut,
ini hadiahnya."
Orang itu menerima hadiah. Setelah memandang ke kanan-kiri dia bercerita, "Pagi tadi, sebelum masuk
bekerja saya menemani saudara misan saya mengantar segerobak kayu bakar ke atas sana...." dia
dunia-kangouw.blogspot.com
menuding ke luar warung.
"Ke atas mana?"
"Di Puncak Awan Merah, tempat tinggal Siangkoan Lo-enghiong. Kami berdua mengantarkan kayu bakar
dan melihat ribut-ribut di sana. Mendengar gerengan-gerengan dahsyat, saya lalu menyelinap dan
mendahului saudara saya untuk mengintai. Ternyata di sana sedang diadakan permainan yang luar biasa,
yaitu adu harimau dan beruang! Entah milik siapa beruang itu, akan tetapi harimau itu saya kenal sebagai
harimau peliharaan Siangkoan Lo-enghiong yang biasanya di dalam kerangkeng. Bukan main ramainya
dan saya takut sekali. Agaknya di tempat Siangkoan Lo-enghiong ada tamu yang membawa beruang...."
"Siapa tamunya? Bagaimana macam orangnya?" Swat Hong mendesak penuh ketegangan hati.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru