Rabu, 03 Mei 2017

Cersil Bagus Kho Ping Hoo 2 Suling Pusaka Kumala

Cersil Bagus Kho Ping Hoo 2 Suling Pusaka Kumala cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Bagus Kho Ping Hoo 2 Suling Pusaka Kumala
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Bagus Kho Ping Hoo 2 Suling Pusaka Kumala

"Desss....!!" Ang-bin-sian roboh dan muntah darah. Kaki
Suma Kiang menyambar dan gerakannya amat cepat,
dilakukan dengan tubuh setengah terbang. Kakinya meluncur
cepat dan kuat sekali dan biarpun Pek-tim-sian berusaha
mengelak, tetap saja pundaknya terkena tendangan itu dan
diapun roboh muntah darah.
"Ha-ha-ha! Sam Ok, hayo kita cari anak itu!" kata Suma
Kiang dan dia segera meloncat dan lari menuju ke puncak.
"Heii, Huang-ho Sin-liong, " kenapa engkau malah naik?
Bukankah tosu tadi berseru ke bawah?"
"Ha-ha-ha, aku bukan seorang kanak kanak yang bodoh,
Sam Ok! Dan Ang bin-sian juga bukan seorang yang goblok
untuk berseru ke bawah kalau mereka itu bersembunyi di
bawah. Hayo kita berlumba mengejar dan menangkap
mereka!"
Dua orang manusia iblis itu berlari seperti terbang cepatnya
menuju ke puncak. Ang-bin-sian melihat ini dengan muka
pucat. Akan tetapi karena tidak mampu berbuat apa-apa lagi,
bersama Pek tim-sian dia lalu menghampiri It-kiam sian yang
menggeletak pingsan dengan lengan kanan buntung sebatas
atas siku. Dengan sisa tenaga yang masih ada, dua orang tosu
ini menotok jalan darah untuk menghentikan darah mengalir
keluar, kemudian mereka berdua menggotong It-kiam-sian
meninggalkan tempat itu. Mereka tidak dapat berbuat lain
kecuali berdoa agar dua orang manusia iblis itu tidak akan
menemukan Han Lin dan ibunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba di puncak bukit yang ada hutannya itu, dua
orang manusia iblis itu berdiri di atas batu besar dan mereka
tertawa sambil mengerahkan hawa sakti dari perut.
"Hua-ha-ha-ha!"
"Hi-hi-hi-hik!!"
Dua macam suara tawa rendah dan tinggi itu mengandung
kekuatan sakti, melanda permukaan puncak bukit itu gaikan
angin badai.
Dua orang ibu dan anak yang bersembunyi di dalam hutan
di puncak itu juga tergetar dan menggigil. Jantung mereka
terasa diguncang dan suara tawa itu seperti terdengar tepat di
atas kepala mereka.
"Han Lin, kita harus lari dari sini. Mereka telah datang
dekat!" Tulis Chai Li dengan jarinya di depan mukanya. Han
Lin mengikuti gerakan jari tangan itu dan menjawab.
"Akan tetapi, ibu. Tadi kita mendengar suara suhu Ang-binsian
yang melarang kita meninggalkan tempat persembunyian
kita ini," katanya ragu.
Ibunya menjadi cemas dan menulis lagi. "Itu kan tadi.
Sekarang buktinya mereka sudah begitu dekat suaranya,
Kalau kita tidak cepat pergi, tentu kita akan tertangkap.
Hayolah kita lari ke seberang puncak."
Karena ibunya lari sambil menarik tangannya, Han Lin
terpaksa juga mengikuti ibunya meninggalkan guna tertutup
semak belukar di mana tadi mereka bersembunyi.
Mereka lari menyeberangi hutan puncak itu dan tiba di
tempat terbuka yang banyak mengandung batu-batu besar.
"Ha-ha-ha! Kalian hendak lari ke mana?" tiba-tiba terdengar
suara nyaring dan dari sebelah kiri tampak Suma Kiang dan
Sam Ok datang berlari-lari sambil tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saking kagetnya, Chai Li terguling roboh. Akan tetapi
dengan sigapnya Hal Lin menangkap tubuh ibunya sehingga
tidak sampai jatuh terbanting.
"Jangan takut, ibu. Aku akan melindungimu " kata Han Lin
menghibur ibunya.
"Hayo lari cepat! Mereka mencari engkau, bukan aku! Lari
dan sembunyi!" Tulis Chai Li di udara.
Chai Li mendorong-dorong Han Lin dan anak itupun
terpaksa lari di depan ibunya. Belum jauh mereka lari, dikejar
dua orang manusia iblis yang tertawa-tawa, mereka berhenti
dan terbelalak melihat sebuah tebing jurang yang curam
menghadang di depan mereka.
"Han Lin, cepat kau lari ke sana!" Chai Li berkata dengan
suara yang tidak jelas, akan tetapi ia menunjuk-nunjuk ke
kanan. Han Lin menurut. Dia lari dan tiba di semak belukar.
Dia menyusup ke dalam semak belukar, mengintai dengan
mata terbelalak dan napas terengah-engah ketika melihat
bahwa ibunya tidak ikut lari bersamanya.
"Huang-ho Sin-Iiong, bunuh saja wanita itu dan biar aku
yang mengurus anaknya!" kata Sam Ok sambil tertawa.
"Enak saja engkau bicara, Sam Ok! Akupun membutuhkan
wanita itu!"
Sambil tertawa-tawa Suma Kiang menghampiri Chai Li.
Wanita ini ketakutan dan ia mundur-mundur mendekati jurang
yang ternganga lebar di belakangnya.
Suma Kiang tertawa menyering "Hua-ha-ha, Puteri Chai Li!
Setelah tambah tua, bagaikan bunga engkau lebih mekar
semerbak, bagaikan buah engki lebih matang menarik!"
Berkata demikian dia melangkah maju mendekat dan kedua
lengannya dikembangkan siap untuk merangkul dan
mendekap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chai Li menggeleng-geleng kepalanya kemudian tiba-tiba
saja wajahnya yang tadinya pucat menjadi kemerahan,
matanya yang ketakutan berubah menjadi penuh kemarahan,
bersinar-sinar dan sekali tangan kanannya bergerak, ia sudah
mencabut sebatang pisau yang tajam dan runcing. Agaknya
wanita ini telah mempersiapkan senjata sejak meninggakan
rumah. Kemudian, sambil mengeluarkan suara lengkingan
yang aneh, ia menyerang Suma Kiang dengan pisaunya. Akan
tetapi melihat ini sambil tertawa Suma Kiang menggerakkan
tangan kirinya sekali sampok saja pisau itupun terlempar dari
tangan Chai Li dan tangan kanannya menyambar ke depan
untuk menangkap pundak wanita itu. Chai Li meronta dengan
gerakan liar.
"Bretttt......!" Sebagian baju di bagian pundaknya robek
dan tangan kanannya dapat terpegang oleh tangan kanan
Suma Kiang. Chai Li dengan nekat lalu mendekatkan mukanya
menggigit tangan yang memegangnya itu.
"Aduh...!" Suma Kiang mengeluh dan terpaksa melepaskan
pegangannya.
Chai Li lalu berlari ke kanan. Akan tetapi Suma Kiang
menubruknya dan mereka jatuh bergulingan di tepi tebing
jurang itu. Chai Li meronta-ronta, menendang-nendang
dengan kedua kakinya se-hingga akhirnya terlepaslah kedua
buah batunya dan iapun terlepas lagi. Akan tetapi ia sudah
terkepung. Di depannya yang yang curam, di belakangnya
Suma Kiang. Untuk lari ke kanan atau ke kiri sudah tidak
mungkin lagi karena kedua lakinya yang tidak bersepatu amat
nyeri ketika menginjak batu karang. Ia tidak akan dapat
terlepas dari tangan Suma kiang, kecuali kalau ia mengambil
jalan yang satu ini. Dan ia mengambil jalan yang satu ini, yaitu
melompat ke dalam tebing jurang yang amat curam. Sekali
melompat, tubuhnya melayang ke bawah dan Suma Kiang
menggereng ketika melihat calon korbannya melayang turun
tanpa dia dapat menolongnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aiiiiihhhhh......!" Terdengar teriakan melengking, disusul
teriakan lain yang datang dari mulut Han Lin! Anak itu melihat
betapa ibunya melayang jatuh ke dalam jurang. Dia lupa diri
sendiri dan lupa akan bahaya. Adanya dalam hatin hanya
kemarahan terhadap Suma Kiang yang dianggap sebagai
pembunuh ibunya.
"Jahanaaaammmm....!" Han Lin melompat keluar dan lari
menerjang Suma Kiang dengan Suling Pusaka Kemala di
tangan kanannya. Biarpun Han Lin baru dua tahun belajar
ilmu silat, itupun hanya belajar dasar-dasar dan langkah
langkahnya saja dan ilmu silat yang sesungguhnya, yaitu Samsian
Kun-hoat baru dilatihnya kurang dari tiga bulan, namun
gerakannya sudah mantap, cepat dan tenaga besar.
Akan tetapi, semua itu bagi Suma Kiang tentu saja tidak
ada artinya. Hanya saja, Suma Kiang adalah seorang yang
sombong dan selalu memandang rendah orang lain, apalagi
seorang anak kecil seperti Han Lin. Melihat Han Lin
menerjangnya, dia hanya tertawa dan tidak mengelak atau
menangkis sama ekali. Han Lin menerkamnya dan
mengangkat suling kemala lalu menghantamkan suling itu
kepada dadanya dengan sekuat tenaga. Suma Kiang mengira
bahwa Han Lin adalah seorang anak yang biasa saja, maka dia
tidak mengelak dan menerima pukulan itu dengan dadanya.
"Dukkk.....!" Suma Kiang menyeringai.
Tak disangkanya anak itu memiliki tenaga yang amat kuat
dan benda yang dipergunakan anak itu untuk memukulnya
juga ternyata kuat sekali, seolah melebihi baja. Dia merasa
nyeri pada dadanya, maka cepat tangannya menyambar,
menotok dan Han Lin terkulai roboh di depan kakinya.
"Suma Kiang, berikan anak itu kepada ku!" kata Sam Ok
dan sekali bergerak tubuhnya sudah melayang ke arah Suma
Kiang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suma Kiang mengerutkan alisnya dan memandang kepada
Han Lin yang rebal di depan kakinya. Anak itu roboh tak
berdaya, akan tetapi tangan kanannya masih memegang
suling berbentuk naga kecil, seolah suling itu telah berakar di
tangannya dan tidak dapat dilepaskan lagi. Kemudian dia
memandang kepada Sam Ok dan menggeleng kepalanya
setelah melirik ke arah jurang di mana tadi Chai Li membuang
dirinya.
"Tidak bisa, Sam Ok. Aku baru saja telah kehilangan
ibunya, maka sebagai penggantinya aku harus mendapatkan
anaknya. Ini perlu sekali untuk menjadi bukti keberhasilanku.
Aku harus membawanya ke kota raja!"
"Suma Kiang, kita sudah saling berjanji bahwa engkau akan
mendapatkan ibu nya sedangkan aku memperoleh anaknya
Apakah engkau hendak melanggar janji-mu?"
"Hemm, bagi Huang-ho Sin-liong Suma Kiang, tidak ada
ikatan yang disebut janji itu. Sewaktu-waktu janji dapat
diubah menurut keadaan!"
"Suma Kiang, engkau berani menipuku? Apakah engkau
sudah bosan hidup?"
"Sam Ok, siapa yang takut kepadamu? Aku Suma Kiang
tidak pernah takut pada mu dan kalau sudah ingin mampus,
majulah dan cobalah untuk merampas anak ini dariku!"
"Bangsat kau!" Sam Ok berteriak dan mencabut pedang
Hek-kong-kiam.
"Sam Ok, sebelum terlambat dan engkau mati olehku,
biarlah aku menjanjikan sesuatu yang lebih baik bagimu.
Bagaimana kalau aku mencarikan lima orang anak yang
montok dan sehat sebagai pengganti anak ini untukmu?
Engkau akan puas dan kita tidak perlu bermusuhan."
"Tidak! Aku menghendaki keturunan Kaisar itu, biarpun
hendak kau ganti dengan sepuluh orang anak, aku tidak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerimanya. Serahkan anak itu kepadaku dan aku akan
meninggalkan engkau tanpa mengganggu lagi."
"Kalau begitu mampuslah!" Suma Kiang enjadi marah dan
tongkat ular hitam-nya menyambar dahsyat.
"Tranggg.....!" Sam Ok menangkis dengan pedang
hitamnya dan membal serangan itu dengan tusukan yang
tidak kalah berbahayanya. Suma Kiang memutar tongkatnya
menangkis dan kedua orang itu sudah saling serang dengan
dahsyatnya. Han Lin yang tidak dapat bergerak namun sadar
itu hanya dapat mengikuti perkelahian itu dengan pandang
matanya dam dia tidak tahu harus berpihak yang mana karena
kedua orang itu memperebutkan dirinya dan dia merasa
bahwa keduanya tidak mempunyai niat baik terhadap dirinya.
Jilid IV
BIARPUN tingkat kepandaian Sam Ok sudah tinggi dan ia
seorang diri mampu mengalahkan It-kiam-sian, namun kini
menghadapi Suma Kiang ia berhadapan dengan lawan yang
lebih lihai. Pertahanan tongkat ular hitam dari Suma Kiang
memang hebat sekali. Terutama tenaga sin-kangnya yang
amat kuat sehingga setelah lewat lima puluh jurus, Sam Ok
merasakan kelebihan tenaga awan ini. Pedang hitamnya mulai
terpental bilamana bertemu langsung dengan tongkat lawan.
"Sam Ok, kalau engkau tidak cepat pergi, engkau akan
mampus di tanganku!" Suma Kiang membentak dan
tongkatnya menyambar lagi dengan dahsyatnya.
"Tranggg.....!!" Tiba-tiba sinar keemasan menyambar,
menangkis tongkatnya dan membuat tongkat itu hampir saja
terlepas dari pegangan. Demikian kuatnya! sinar keemasan itu
menangkis tongkatnya. Suma Kiang terkejut bukan main dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat melompat ke belakang. Dia melihat seorang laki-laki
tinggi besar, berusia sekitar enam puluh tahun, berpakaian
mewah seperti seorang hartawan atau bangsawan,
tersenyum-senyum memandangnya dan dia memegang
sebatang pedang yang berbentuk seekor naga emas yang
indah sekali.
Wajah Suma Kiang berubah agak pucat ketika dia
memperhatikan orang itu. "Hemm, benarkah dugaanku bahwa
yang berhadapan denganku adalah Thai Ok Toat-beng Kui-ong
(si Jahat Pertama Raja Iblis Pencabut Nyawa)?"
Orang tinggi besar itu tertawa bergelak dan wajahnya yang
tampan itu tampak toapan (berbudi) dan ramah sekali, sama
sekali tidak menunjukkan bahwa dia memiliki watak yang
jahat. Akan tetap mengingat julukannya, sukar dibayangkan
betapa jahat dan kejamnya orang ini Sampai mendapat
julukan si Jahat Pertama, tentu wataknya luar biasa kejam dan
jahatnya. Ban-tok-ci yang demikian kejam dan jahat saja baru
mendapat julukan si Jahat ke Tiga atau Sam Ok! Apalagi yang
berjuluk Toa Ok atau Thai Ok tentu lebih kejam lagi!
"Ha-ha-ha, matamu memang tajam sekali, Huang-ho Sinliong!
Dugaanmu tidak keliru. Akulah yang disebut Toa Ok!"
"Hcmm, aku mendengar bahwa ketiga Sam Ok adalah
orang-orang gagah yang pantang berlaku curang dan tidak
sudi melakukan pengeroyokan. Akan tetapi mengapa sekarang
engkau membantu Sam Ok dan mengeroyok aku?"
"Ha-ha-ha, kalau berita sama dengan kenyataannya, untuk
apa kami disebut si Tiga Jahat? Pula, aku datang bukan untuk
membantu Sam Ok mengeroyokmu, melainkan aku datang
untuk mendapatkan anak ini dari tanganmu. Maka, kalau
engkau masih ingin hidup, pergilah, tinggalkan anak ini
untukku!"
"Setan! Untuk apa pula engkau menghendaki anak ini, Toa
Ok?" teriak Sam Ok penasaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, semua orang mempunyai kebutuhan masingmasing,
Sam Ok. Ak butuh anak ini karena dia merupakan
harta pusaka yang amat berharga bagi kerajaan Beng!"
"Toa Ok, anak ini adalah hakku, milik ku. Akulah yang
diutus oleh kerajaan Beng untuk menangkap dan
membawanya ke kota raja!"
"Hemmm, kaukira kami tidak tahu akan hal itu, Suma
Kiang? Engkau diutus oleh Pangeran Cheng Boan, bukan oleh
Kaisar. Akan tetapi aku berhak membawanya kepada Kaisar
yang tentu akan mem beri hadiah yang lebih besar lagi.
Bahkan kalau aku beruntung, Kaisar akan menghadiahkan
sebuah kedudukan yang cukup mulia bagiku, ha-ha-ha!"
"Jahanam, aku yang bersusah payah sejak bertahun-tahun
yang lalu, sekarang engkau mau enaknya saja!" bentak Suma
Kiang.
"Ha-ha-ha, tentu saja dan itu sudah baik dan adil namanya,
bukan?" jawab Toa Ok seenaknya.
Suma Kiang tidak dapat menahan kemarahannya lagi dan
dia sudah menerjang ke depan dengan tongkat ular hitamnya.
Akan tetapi sekali ini dia bertemu dengan Toa Ok, orang
pertama dari Tiga Jahat yang tentu saja memiliki ilmu
kepandaian yang paling hebat diantara ketiganya. Tongkat
ular hitamnya bertemu dengan sinar emas yang amat kuat
sehingga kembali tongkatnya terpental begitu bertemu dengan
Kim-liong-kiam (Pedang Naga Emas) dan dia terpaksa
berlompatan ke belakang agar tidak dikejar senjata lagi.
pertahanannya goyah.
"Mampuslah......! Wushhhh.....!" Serangkum hawa
menyerangnya dari samping dan dia cepat mengelak.
Ternyata itu adalah jari telunjuk tangan kiri Sam Ok yang
menyambutnya dengan sebuah serangan tusukan yang amat
berbahaya karena jari itu mengandung hawa beracun yang
amat ampuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Curang!" Bentak Suma Kiang. Akan tetapi Sam Ok malah
terkekeh seolah teriakan itu merupakan pujian baginya.
Serangan pedang Kim -liong-kiam telah datang membalas
dan serangan itu seperti kilat datangnya. Tidak mungkin bagi
Suma Kiang untuk mengelak maka terpaksa dia memutar
tongkatnya untuk menangkis.
"Trang-trang.....!" Kembali dua kali tongkatnya menangkis
dan untuk dua kali pula tongkatnya terpental sehingga
terpaksa dia melompat lagi ke belakang karena kalau lawan
mendesak dia tentu tidak mampu mempertahankan diri lagi.
Suma Kiang bukan orang bodoh. Dia maklum bahwa melawan
Toa Ok seorang saja sukar baginya untuk menang, apa lagi di
situ terdapat Sam Ok yang mengeroyoknya. Belum lagi kalau
Ji Ok muncul, tentu dia akan celaka. Maka sambil
mengeluarkan teriakan panjang karena kesal dan kecewa
bercampur penasaran dan marah, dia melarikan diri pergi dari
tempat itu.
"Toa Ok, untuk apa engkau anak ini? Aku
membutuhkannya untuk memperdalam latihanku dan
menghisap sari tenaganya. Anak ini keturunan kaisar, tentu
hawa sakti di tubuhnya melebihi anak-anak lain. Berikanlah
kepadaku, Toa Ok!"
"Hemm, bodoh! Engkau hanya memikirkan dirimu seorang,
Sam Ok. Ketahuilah, untuk kebutuhan itu di dunia ini masih
terdapat banyak sekali anak yang baik. Akan tetapi
kesempatan memetik keuntungan dengan mengembalikan
anak ini ke kerajaan Beng, hanya ada satu kali ini. Kalau tidak
kita pergunakan kesempatan ini, sungguh kita amat bodoh!"
"Akan tetapi, Toa Ok. Kaisar tentu sudah mendengar akan
nama kita, dan dia tentu akan mengambil sikap bermusuhan
dengan kita. Jangan-jangan dengan menyerahkan anak ini
kepadanya, kita malah ditangkap dan dihukum! Aku lebih
setuju dengan pendapat Suma Kiang. Kita serahkan saja anak
ini kepada Pangeran Cheng Boan dan minta uang tebusan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang besar. Dia pasti akan memenuhi permintaan kita, apalagi
kalau kita ancam bahwa kalau dia tidak mau memberi uang
tebusan besar, kita akan berikan anak ini kepada Kaisar Chenp
Tung!"
"Hemm, usulmu itu baik sekali!" kata Toa Ok menganggukangguk
sambil memandang ke arah Hari Lin yang masih
menggeletak tidak dapat bergerak di atas tanah.
"Kalau begitu, biar aku yang membawa anak itu dan
menjaganya agar jangan sampai direbut orang lain." Sam Ok
segera meloncat ke dekat Han Lin. Dia membebaskan totokan
Suma Kiang pada anak itu, akan tetapi sebelum Han Lin dapat
meronta, dengan sikap penuh kasih sayang Sam Ok sudah
memegang tangan kirinya.
"Anak yang baik, engkau menurut majalah kepada kami
dan kami tidak akan bersikap keras kepadamu."
Han Lin memandang ke arah jurang dan berseru dengan
suara bercampur tangis. "Ibuuuu.....!" Namun hanya suara
gema saja yang menjawab, gema yang terdengar mengaung
aneh dan mengerikan.
"Ibumu sudah jatuh ke dasar sana dan tentu hancur,
percuma saja kau panggil dan tangisi. Sudahlah, jadikan aku
sebagai pengganti ibumu!" kata Sam Ok menghibur dengan
kata-kata lembut.
"Tidak, ibuku tidak mati! Ibuku tidak boleh mati!" teriak
Han Lin dan dia meronta untuk melepaskan diri dari pegangan
tangan Sam Ok. Ketika merasa betapa pegangan itu erat
sekali dan dia tidak mampu melepaskan diri, Han Lin lalu
menggunakan suling yang masih dipegang di tangan
kanannya untuk memukul.
Sam Ok menangkap pergelangan tangan kanan itu dan
sekali tangan kirinya bergerak menotok, Han Lin tidak mampu
bergerak lagi dan tubuhnya menjadi lemas. Namun tetap saja
tangan kanannya masih memegang suling kemala. Sam Ok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu memanggul tubuh yang lemas itu dengan kepalanya di
depan.
"Anak baik, engkau menurut saja ke pada ibumu yang
baru, hidupmu tentu akan senang sekali!" kata Sam Ok dan ia
mendekatkan mukanya untuk mencium pipi Han Lin.
Kemudian mulutnya yang berbibir merah itu tiba-tiba berada
di dekat leher Han Lin dan mulut itu mengecup leher itu.
"Sam Ok, jangan lakukan itu!" tiba tiba Toa Ok menghardik.
Sam Ok melepaskan kecupan mulutnya dan di kulit leher
Han Lin tampak bekas bibirnya. Kulit leher yang dihisap tadi
tampak kemerahan namun belum terluka.
"Aih, Toa Ok. Aku hanya hendak mencicipi beberapa tetes
darahnya!" bantah Sam OK.
"Lepaskan dia, engkau tidak boleh membawanya. Biar aku
yang membawanya!" kata Toa Ok.
"Toa Ok mari kita berlaku adil. Biar kuhisap dulu darahnya
sampai habis, lalu kita penggal kepalanya dan bawa kepala itu
ke kota raja untuk minta uang tebusan!"
"Tidak, kalau dia sudah mati, tidak ada harganya lagi!
Berikan dia kepadaku!"
Sam Ok mendekati Toa Ok dan tiba-tiba ia melontarkan
tubuh Han Lin kepada kakek itu dengan kuat.
"Terimalah!"
Tubuh anak itu meluncur dengan cepatnya ke arah Toa Ok.
Kakek ini menyambut dengan tangan kanannya dan pada saat
itu, Sam Ok telah menyerangnya dengan Hek-kong-kiam
disusul tusukan jari telunjuk kirinya yang mengandung hawa
maut! Demikianlah kelicikan Sam Ok. Akan tetapi Toa Ok tidak
akan menjadi si Jahat Nomor Satu kalau dia tidak tahu akan
hal ini. Dia sudah siap siaga menghadapi kelicikan rekannya,
maka begitu diserang, dia sudah melempar tubuh Han Lin ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas tanah, lalu memutar Kim-liong-kiam di tangannya untuk
menangkis pedang Sam Ok. Kemudian tangan kirinya
membuat gerakan melingkar dan mengeluarkan hawa yang
menangkis serangan telunjuk kiri Sam Ok.
"Tranggg...... plakkk.....!" Tubuh Sam Ok terpelanting
saking kerasnya tangkisan Toa Ok.
"Ha-ha-ha, agaknya engkau sudah bosan menjadi Sam Ok
(si Jahat Ketiga) dan ingin menjadi si Jahat Mampus!" Toa Ok
berseru dan dia pun sudah mengelebat-kan pedang sinar
emasnya ke arah leher Sam Ok untuk memenggal leher
rekannya itu.
"Wuuuttt..... tinggg.....!" Sebuah batu kecil menyambar dan
menangkis pedang sinar emas itu, akan tetapi hantaman batu
kecil itu sedemikian kuatnya sehingga pedang itu hampir
terlepas dari tangan Toa Ok sedangkan kaki Toa Ok terpaksa
melangkah mundur sampai tiga langkah!
Tentu saja Toa Ok terkejut bukan main. Dia mengelebatkan
pedangnya di depan mukanya lalu memandang ke depan.
Ternyata di situ lelah berdiri seorang kakek yang tubuhnya
kecil bongkok, rambutnya tidak sependek tubuhnya melainkan
panjang dan terjurai sampai ke perut, demikian pula jenggot
dan kumisnya tergantung ke depan dadanya. Rambut yang
sudah banyak bercampur uban. Sukar menaksir usia kakek itu.
Kalau melihat rambut yang sudah separuhnya beruban itu,
tentu usianya sudah enam puluh tahun lebih Akan tetapi kalau
melihat wajahnya yang segar dan kemerahan seperti wajah
kanak kanak, dia kelihatan jauh lebih muda. Pakaiannya
sederhana sekali, dari kain kasar dan potongannya seperti
yang di pakai para petani sederhana.
"Heh-heh-heh!" Kakek itu tertawa dan tampak sebelah
dalam mulutnva yang sudah tidak bergigi lagi. Sudah ompong
sama sekali! "Toa Ok dan Sam Ok sudah saling serang dan
berusaha saling membunuh. Ini artinya bahwa Toa Ok dan
Sam Ok sudah tidak jahat lagi, berubah menjadi orang baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hendak menyingkirkan orang jahat! Heh-heh, bagus
sekali!"
Toa Ok memandang dengan alis berkerut. Dia tidak
mengenal kakek itu, akan tetapi dia tidak berani memandang
rendah. Dari sambitan batu kecil tadi saja dia sudah dapat
mengukur kekuatan dari tenaga sakti kakek itu yang amat
dahsyat.
"Sobat, siapakah engkau yang berani mencampuri urusan
kami?"
Kakek itu memandang ke langit, lalu menjawab dengan
sikap seperti orang mendeklamasikan sajak. "Nama itu
sungguh berbahaya, Dapat membuat kepala seseorang
menggelembung kemudian pecah di udara. Nama dapat pula
membuat seseorang disanjung-sanjung dan dipuja-puja, dapat
pula membuat seseorang dikutuk dan diinjak-injak. Nama
adalah suatu kepalsuan! Karena itu aku merasa ngeri dan
memilih tidak mempunyai nama. Toa Ok, aku adalah seorang
tua tanpa nama. Dan tentang mencampuri urusan pribadi itu,
mana bisa disebut urusan pribadi kalau menyangkut diri orang
lain? Kalau di sini tidak ada anak yang kalian perebutkan itu,
engkau dan Sam Ok hendak gempur-gempuran sampai
matipun aku tidak akan perduli. Akan tetapi melihat anak itu,
terpaksa aku campur tangan dan aku melarang kalian
membawa anak itu. Pergilah kalian berdua dengan aman dan
tinggalkan anak itu. Aku akan mengurusnya baik-baik, tidak
seperti kalian yang berpamrih untuk] keuntungan diri pribadi."
"Bu-beng Lo-jin (Orang Tua Tani Nama), lagakmu demikian
sombong sekali. engkau dapat meruntuhkan gunung dan
mengeringkan lautan! Apakah kau kira kami takut kepadamu?"
Tiba-tiba Sam Ok berseru dan tanpa banyak cakap lagi ia
lalu menyerang dengan pedangnya yang bersinar hitam. Ia
menyerang dari belakang dan bukan pedangnya saja yang
menyerang, akan tetapi telunjuk kirinya juga menyerang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan tusukan yang ngandung hawa beracun ke arah
punggut kakek pendek itu.
"Sam Ok, kita bunuh kakek tua bangka bosan hidup ini!"
Toa Ok juga menyerang dengan pedang sinar emasnya,
serangannya dahsyat sekali, membarengi serangan Sam Ok
yang dilakukan dari belakang kakek itu.
Menghadapi serangan hebat dari depan dan belakang,
kakek itu tampak tenang saja, sama sekali tidak tampak
gugup. Karena datangnya serangan Sam Ok dari belakang
datang lebih dulu, tanpa menoleh dia melompat ke depan
seperti menyambut serangan Toa Ok. Pedang sinar emas itu
meluncur ke arah dada kakek itu. Akan tetapi kakek itu
tenang-tenang saja menggerakkan tangan kirinya menangkis!
Tusukan pedang pusaka yang demikian ampuh ditangkis
dengan tangan kosong saja! Agaknya kakek itu mencari
penyakit.
Melihat ini Toa Ok tersenyum lebar dan menggetarkan
pedangnya dengan pengerahan sin-kangnya yang amat kuat.
Jangankan tangan kosong yang terdiri dari kulit dan daging,
biar pedang yang kuat menangkis pedangnya yang digetarkan
seperti ini akan menjadi patah!
"Plakkkk.....H"
Tubuh Toa Ok terpelanting keras dan hampir saja dia jatuh
terbanting. Pedangnya bertemu dengan benda lunak namuir
lentur sehingga pedang itu membalik seperti tenaganya
kembali bertemu dengari tenaga yang amat aneh, yang
membuat seluruh tenaga sin-kangnya membalik dan
menyerang dirinya sendiri sehingga dia terpelanting.
Pada saat itu, dari belakang Sam Ok kembali menyerang
dengan telunjuk kirinya, ditusukkan ke arah lambung kakek
itu. Kakek tanpa nama itu membalikkan tubuhnya dan melihat
jari telunjuk itu ditusukkan ke arah lambungnya dan kini
menuju perutnya, dia tertawa dan membusungkan perutnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerima tusukan dengan ilmu Ban-tok-ci (Jari Selaksa
Racun) yang mengandung hawa beracun yang amat jahatnya
itu.
"Cusss.....!" Telunjuk kiri itu bukan hanya menyerang
dengan hawa beracun, bahkan langsung mengenai perut yang
dibusungkan itu dan telunjuk itu "masuk" ke perut sampai ke
pergelangan tangan.
Sam Ok terkejut sekali karena merasa tangannya dingin
seperti direndam ke dalam es saja. Ia cepat menarik kembali
jari telunjuknya, akan tetapi tidak dapat ditarik lepas, seolaholah
telah terjepit ke dalam benda lunak yang amat kuat!
Selagi ia bersitegang berusaha mencabut telunjuk kirinya,
tiba-tiba kakek itu me-lembungkan perutnya dan tanpa dapat
dihindarkan lagi tubuh Sam Ok terdorong ke belakang sampai
terhuyung-huyung dan dengan susah payah baru ia dapat
mengatur keseimbangan dirinya sehingga tidak jatuh
terbanting!
Kakek itu mencium-cium ke arah perutnya dan
menyeringai, "Wah, telunjukmu bau, kotor dan jahat sekali!"
Sam Ok marah bukan main, akan tetapi ia juga terkejut
sekaligus merasa jerih. Seperti Toa Ok, ia menyadari bahwa ia
sama sekali bukan lawan kakek tanpa nama itu. Mungkin
hanya gurunya atau uwa-gurunya saja yang akan mampu
menandingi kakek pendek ini. la memandang kepada Toa Ok
dan kebetulan Toa Ok juga sedang memandang kepadanya.
Keduanya bertukar pandang dan tahulah mereka apa yang
harus mereka lakukan.
"Bu-beng Lo-jin (Orang Tua Tanpa Nama), kalau kami tidak
boleh memiliki bocah itu, tidak seorangpun di dunia ini yang
boleh!" Setelah berkata demikian, Toa Ok dan Sam Ok
menggerakkan tangan kirinya. Sinar-sinar hitam meluncur dari
tangan kiri mereka menuju ke arah tubuh Han Lin. Ternyata
Toa Ok telah menyerang dengan Hek-tok-teng (Paku Beracun
Hitam) dan Sam Ok menyerang dengan beberapa batang BanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tok-ciam (Jarum Berlaksa Racun), keduanya merupakan
senjata yang amat ampuh karena mengandung racun yang
seketika dapat mematikan orang yang terkena am-gi (senjata
gelap) itu. Akan tetapi, bagaikan segumpal asap saja saking
ringannya, tubuh kakek tanpa nama telah melayang ke arah
Han Lin dan sekali mengebutkan lengan bajunya ke arah
sinar-sinar yang menyambar ke tubut Han Lin, paku-paku dan
jarum-jarum iti meluncur kembali ke arah pemiliknya. Toa Ok
terkejut sekali dan terpaksa mereka berloncatan untuk
menghindarkan diri dari senjata yang hendak makan tuannya
sendiri itu. Mereka maklum bahwa kalau mereka melanjutkan,
keadaan mereka berbalik akan terancam bahaya sedangkan Ji
Ok yang ditunggu-tunggu tidak kunjung muncul. Maka setelah
saling pandang dan berkedip, tanpa banyak cakap lagi kedua
orang itu lalu melompat jauh dan melarikan diri dari puncak
bukit itu.
Setelah kedua orang itu pergi jauh, kakek itu lalu
menghampiri Han Lin dan sekali tangannya bergerak, ujung
lengan bajunya menyambar ke arah pundak dan dada Han Lin
yang segera dapat menggerakkan kaki tangannya kembali.
Anak itu tadi telah dapat melihat semua yang terjadi, maka
begitu ia dapat bergerak, dia sengaja menjatuhkan dirinya
berlutut di depan kakek itu, membentur-benturkan kepalanya
di tanah tanpa hentinya.
"Locianpwe (Orang tua yang gagah), harap jangan
kepalang tanggung menolong saya. Harap locianpwe suka
menyelamatkan pula ibu saya yang tadi terjatuh ke dalam
jurang itu!" Berkata demikian, Han Lin menunjuk ke jurang
sambil menangis sesenggukan.
"Han.....? Terjatuh ke jurang itu dan menyelamatkannya?
Anak yang baik, yang dapat menyelamatkan orang yang jatuh
ke jurang itu hanyalah Tuhan, dan aku bukan Tuhan. Juga
bukan burung yang bersayap dan pandai terbang. Bagai mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku dapat menolong ibumu kalau ia sudah terjatuh ke jurang
itu?"
"Ibuuu....! Jadi..... jadi locianpwe berpendapat bahwa tentu
ibuku sudah tewas .....?" Han Lin bertanya sambil terengahengah
menahan tangis.
Kakek itu menggunakan tangannya mengusap kepala Han
Lin. "Tenanglah, nak. Sudah kukatakan bahwa hanya Tuhan
yang dapat menolongnya. Kalau Tuhan mengulurkan tangan
menolongnya, entah melalui jalan apa, tentu ibumu masih
hidup. Akan tetapi kalau Tuhan tidak menolongnya, biarpun
seorang yang berilmu setinggi apapun kalau terjatuh ke situ
tentu akan menemui kematiannya."
Mendengar ucapan itu, Han Lin lalu menangis tersedusedu,
membayangkan, ibunya jatuh ke dasar jurang dan
hancur tubuhnya. Kemudian diapun menjatuhkan dirinya
berlutut lagi di depan kakek itu.
"Harap locianpwe tidak kepalang tanggung menolong
saya......"
"Ha-ha-ha, permintaan apalagi yang akan kau ajukan
kepadaku, anak yang baik?"
"Setelah ibu tidak ada, maka saya hidup sebatang kara di
dunia ini. Mengingat bahwa banyak orang jahat yang lihai
mempunyai niat jahat terhadap diri saya dan saya tidak akan
mampu melindungi diri sendiri, saya mohon sudilah kiranya
locianpwe menerima saya menjadi murid. Saya akan
mengerjakan apa saja untuk locianpwe dan akan menaati
semua perintah locianpwe."
Kakek itu mengamati wajah Han Lin dengan pandang mata
tajam, lalu bertanya dengan suara tegas, "Bukankah engkau
telah memiliki tiga orang guru? Bagaimana engkau dapat tibatiba
melupakan mereka dan hendak ikut aku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin terkejut sekali. Sama sekali tidak pernah dikiranya
bahwa kakek ini tahu pula akan Gobi Sam-sian. "Locianpwe,
memang benar saya telah menjadi murid sam-wi suhu (ketiga
guru) Gobi Sam-sian. Akan tetapi sam-wi suhu ternyata tidak
mampu melindungi ibu sehingga ibu meninggal di tempat ini
dan hampir saja saya juga tewas kalau tidak ditolong oleh
locianpwe. Keberadaan saya hanya membuat sam-wi suhu
Gobi Sam-sian mengalami kesulitan harus menentang orang
jahat seperti Suma Kiang yang lihai sekali. Sama sekali saya
tidak ingin meninggalkan Gobi Sam-sian, locianpwe, hanya
saya ingin mempelajari ilmu silat setinggi mungkin agar kelak
saya mampu menandingi Suma Kiang dan kawan-kawannya."
"Sejak kecil engkau digembleng oleh Gobi Sam-sian dan
engkau memperoleh ilmu kepandaian dasar yang kokoh dari
mereka. Karena itu engkau harus melanjutkan mematangkan
dasar itu dari mereka. Belajarlah kepada mereka selama lima
tahun, baru kemudian engkau boleh mencari aku dan menjadi
muridku."
"Akan tetapi, locianpwe, ke mana kelak saya dapat mencari
locianpwe? Dan ke mana sekarang saya harus mencari sam-wi
suhu Gobi Sam-sian? Tadi mereka berada di lereng bawah
sana untuk menghadang Suma Kiang dan temannya, akan
tetapi melihat Suma Kiang dan temannya sudah dapat
mengejar saya dan ibu ke sini, saya khawatir mereka..."
"Aku tahu di mana mereka berada. Mari, pegang tanganku
dan ikut aku."
Kakek itu lalu memegang tangan kiri Han Lin dan tiba-tiba
saja Han Lin merasa dirinya meluncur cepat sekali turun dari
puncak dan dia seolah bergantung kepada tangan kakek itu.
Melihat pohon di kanan kirinya meluncur cepat dari depan
seperti hendak menabrak dirinya, Han Lin memejamkan mata
dan membiarkan dirinya seolah dibawa terbang oleh kakek itu.
Tak lama kemudian mereka memasuki sebuah hutan di
lereng dekat kaki bukit dan ketika kakek itu membawa Han Lin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke tengah hutan di mana terdapat sebuah lapangan rumput,
mereka melihat Gobi Sarn-sian sudah berdiri saling berdekatan
dan mereka siap dengan senjata masing-masing. Akan tetapi
ketika mereka bertiga melihat kakek itu, ketiganya segera
menyimpan senjata dan cepat berlutut di depan kaki kakek itu.
"Supek..... (uwa guru)!" Mereka berseru dengan suara
menunjukkan kejutan besar. Mereka mengenal uwa guru
mereka ini sebagai seorang manusia setengah dewa yang
sudah puluhan tahun tidak pernah tampak di dunia ramai
bahkan mereka mengira bahwa supek mereka yang tidak
pernah mempunyai nama ini sudah meninggal dunia. Kini tibatiba
saja muncul menggandeng Han Lin !
"Ha, bagaimana keadaan kalian?" tanya kakek itu dan dia
lalu menghampiri Ang-bin-sian, memeriksa kesehatannya
dengan meraba sana-sini, lalu menghampiri It-kiam-sian,
memeriksa lengannya yang buntung, kemudian memeriksa
Pek-tim-sian.
"Bagus, ternyata kalian dapat mengatasi bahaya dan dalam
keadaan selamat dan sehat."
"Supek, teecu bertiga bertemu dengan lawan yang amat
lihai," kata Ang-bin-sian.
"Hemm, itu wajar saja. Setinggi-tingginya gunung masih
ada awan yang melebihi tingginya dan di atas awan masih ada
langit yang lebih tinggi. Tidak ada sesuatu yang paling tinggi
di dunia ini, dan wajarlah kalau sekali waktu kita bertemu
dengan orang lain yang memiliki ilmu kepandaian lebih tinggi
daripada kita. Aku akan memberikan sesuatu kepada kalian
masing-masing untuk penambah pengetahuan dan kalian
bertiga harus melanjutkan membimbing anak ini selama lima
tahun. Setelah lewat lima tahun, bawalah dia kepadaku di
puncak Thaisan dan aku yang akan menjadi gurunya."
Setelah berkata demikian, kakek katai ini tinggal bersama
Gobi Sam-sian di tengah hutan itu selama sebulan dan selama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dia mengajarkan ilmu silat kepada tiga orang murid
keponakannya yang membuat mereka bertiga menjadi lebih
lihai daripada sebelumnya. Bahkan It-kiam-sian yang lengan
kanannya buntung itu mendapat pelajaran ilmu pedang
tunggal yang dimainkan dengan tangan kiri yang
kehebatannya melebihi ketika kedua lengannya masih utuh.
Juga kakek yang sakti itu mengajarkan cara menghimpun
tenaga sakti dari alam, menghimpun inti sari tenaga matahari
dan rembulan sehingga kalau hal ini dilatih terus, dalam waktu
beberapa tahun saja tenaga sini kang (tenaga sakti) tiga
orang itu akan memperoleh kemajuan pesat.
Setelah sebulan memberi gemblengan kepada tiga orang
murid keponakannya; Bu-beng Lo-jin (Orang Tua Tanpa
Nama) itu lalu pergi meninggalkan bukit itu.
Gobi Sam-sian bersikap hati-hati Mereka maklum bahwa
bukan tidak terjadi Suma Kiang akan muncul lagi karena orang
jahat itu tentu masih merasa penasaran dan akan mencari
Hari Lin. Maka mereka lalu mengajak Han Lin pergi dari
daerah Pao-tow, pindah ke sebuah dusu yang berada di kaki
Pegunungan Yin san di sebelah utara kota Tai-goan yan telah
berada di sebelah dalam Tembok Besar, jauh sekali di sebelah
selatan dari daerah Pao-tow. Mereka tinggal di dusun yang
sunyi, hidup sebagai petani dan sama sekali tidak
memperlihatkan diri sebagai orang-orang dunia persilatan.
Melihat Han Lin selalu tenggelam ke dalam kedukaan, Angbin-
sian menghiburnya. "Han Lin, tidak ada gunanya bagimu
untuk menenggelamkan diri ke dalam kedukaan karena
kematian ibumu. Ingat bahwa manusia hidup sewaktu-waktu
tentu akan mati juga. Saat kematian setiap orang manusia
sudah ditentukan oleh Thian. Oleh karena itu tidak perlu
disesali sampai berlarut-larut. Boleh saja engkau bersedih,
karena tidak wajar kiranya kalau seorang anak ditinggal mati
ibunya tidak bersedih, akan tetapi ingatlah bahwa kedukaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berlarut-larut hanya akan melemahkan semangat dan
kalau awak tidak beruntung akan menimbulkan penyakit."
"Akan tetapi, suhu. Kalau teecu teringat betapa tewasnya
ibu terlempar ke dalam jurang karena ulah Suma Kiang...!"
"han Lin," kata It-kiam-sian. "Engkau kehilangan ibumu,
pinto kehilangan lengan kananku, hal ini sudah merupakan
takdir yang tidak dapat dibantah pula. Kenyataan ini harus kita
hadapi dengan tabah dan sama sekali jangan sampai
kenyataan ini menimbulkan dendam yang hanya akan
meracuni hati sendiri."
"Ji-suhu! Apakah suhu hendak mengatakan bahwa teecu
tidak boleh mendendam kepada Suma Kiang? Apakah kelak
teecu tidak boleh membalaskan dendam sakit hati karena
kematian ibu ini kepadanya?"
It-kiam-sian tersenyum lebar. "Bukan tidak boleh, Han Lin.
Akan tetapi ketahuilah bahwa ada dua keadaan hati kalau
engkau kelak menentang Suma Kiang Pertama, engkau
menentangnya karena engkau membenci orangnya dan ingin
membalas dendam. Dan kedua, engkau menentangnya karena
engkau anggap bahwa dia itu orang jahat dan bahwa
perbuatan jahatnya harus ditentang. Nah yang pertama itulah
yang tidak benar."
"Akan tetapi, teecu belum mengerti benar. Apa bedanya
antara keduanya itu Ji-suhu?"
Pek-tim-sian kini berkata, "Han Lin diantara kedua yang
diceritakan ji-suhu mu itu tentu saja terdapat perbedaan besar
sekali. Kalau hatimu diracuni dendam, engkau membenci
orang itu dan selalu menganggapnya keliru dan harus dibasmi
sehingga andaikata Suma Kiang kelak telah berubah menjadi
orang baik, dendammu akan membuat engkau tetap
menganggapnya sebagai orang jahat yang harus dibunuh,
membuatmu menjadi kejam. Sebaliknya kalau engkau
menentangnya berdasarkan kejahatannya, bukan orangnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka engkau akan menghadapinya sesuai dengan
keadaannya pada waktu itu. Kalau dia jahat, engkau
menentangnya, menentang kejahattannya. Sebaliknya kalau
dia berubah menjadi manusia yang baik, engkau tidak akan
menentangnya lagi dan tidak terdorong oleh nafsu
dendammu."
Han Lin terdiam, tenggelam ke dalam pikirannya sendiri.
Dapatkah dia bersikap seperti yang dikatakan guru-gurunya
itu? Dapatkah ia memaafkan seorang seperti Suma Kiang yang
pernah membuat ibunya sampai menggigit putus lidahnya
sendiri,kemudian bahkan yang membuat ibunya terjatuh ke
dalam jurang dan menewaskannya, juga menjadi penyebab
dia dan ibunya melarikan diri dari perkampungan Mongol?
Dendamnya bertumpuk, begitu teringat akan Suma Kiang
kebenciannya meluap. Andaikata kelak Suma Kiang telah
menjadi seorang baik, mampukah dia melupakan semua sakit
hati ini dan memaafkannya?
"Tidak mungkin!" teriaknya. "Tidak mungkin tcecu dapat
melupakan apa yang pernah dilakukan Suma Kiang terhadap
ibu!"
Ang-bin-sian tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Perasaan itu wajar saja; Han Lin. Manusia tidak akan dapat
terbebas daripada nafsunya sendiri. Akan tetapi kalau kelak
engkau sudah dewasa dan jiwamu sudah lebih matang,
engkau akan mengetahui sendiri bahwa membiarkan dendam
bertengger di hati sama dengan meracuni diri pribadi.
Sudahlah, sekarang engkau harus mencurahkan seluruh
perhatianmu kepada latihan silat yang akan kami berikan
kepadamu. Waktu lima tahun bukan waktu yang panjang
kalau engkau hendak melanjutkan pelajaran silatmu kepada
Toa-supek (Uwa Guru Pertama). Beliau adalah seorang sakti
dan untuk dapat menerima pelajarannya, engkau harus
memiliki dasar yang kuat. Mudah-mudahan kami akan berhasil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempersiapkan dirimu untuk menerima pelajaran dari su
pek."
Demikianlah, semenjak hari itu, Han Lin berlatih silat
dengan amat tekunnya, diajarkan oleh tiga orang tua itu tanpa
ada seorang pun di dusun itu mengetahuinya. Han Lin
memang berbakat sekali dan diapun patuh sehingga apapun
yang diajarkan ketiga orang gurunya dapat dikuasainya
dengan cepat dan baik sehingga Gobi Sam-sian menjadi
girang dan puas sekali.
Orang-orang bijaksana jaman dahulu mengatakan bahwa:
Kalau Tuhan menghendaki, apapun dapat terjadi. Dan kalau
Tuhan tidak menghendaki, apapun dapat terjadi sebaliknya.
Kata-kata ini bukan sekadar pendapat belaka, melainkan
diucapkan berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup.
Banyak sekali terjadi hal-hal yang tidak terjangn kau oleh hati
akal pikiran manusia tidak terjangkau oleh perhitungan
manusia. Banyak terjadi perubahan musim yang tidak sesuai
dengan perhitungan manusia. Banyak sekali terjadi hal-hal
yang berlawanan dengan perhitungan dan perkiraan, hati akal
pikiran manusia. Melihat hal-hal ini terjadi, orang-orang
bijaksana lalu mengatakan bahwa itulah kehendak Thian
kehendak Tuhan yang tidak dapat diubah oleh siapapun juga.
Tuhan Maha Kuasa. Jalan yang ditempuh kekuasaan Tuhan ka
dang tidak terjangkau oleh hati akal pikiran manusia. Bencana
alam terjadi di mana-mana, musim-musim berubah dari
perhitungan sehingga mengakibatkan bencana besar. Musim
kering berkepanjangan, musim hujan berlebihan, semua itu
mendatangkan bencana bagi manusia, merenggut banyak
nyawa dan harta benda.
Dalam hal kematian seseorangpun, tidak pernah
kepandaian manusia dapat menentukan. Kalau Tuhan belum
menghendaki kita mati, biar kita dihujani ribuan batang anak
panah sekalipun, kita akan mampu lolos dan tidak akan mati.
Sebaliknya kalau Tuhan sudah menghendaki kita mati, biar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersembunyi di lubang semut, maut akan tetap datang
menjemput. Seorang tentara yang puluhan tahun menjadi
tentara, hidup di antara kelebatan pedang dan hujan anak
panah, nyawanya terancam setiap saat oleh maut, akan tetap
hidup karena Tuhan belum menghendaki dia mati. Akan tetapi
setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan pulang
kampung, gigitan seekor nyamuk saja sudah cukup untuk
membuat dia sakit dan mati!
Mujijat terjadi setiap saat dan di manapun. Namun kita
tidak percaya karena kita menganggapnya tidak masuk di
akal, sampai kita menyaksikaan sendiri peristiwa kemujijatan
itu dan kita mengangguk-angguk mengakui bahwa ada
kekuasaan yang lebih tinggi yang mengatur segalanya
sehingga kadang-kadang tidak masuk dalam perhitungan akal
pikiran kita.
Orang menyebut kemujijatan yang ter jadi itu sebagai
Nasib. Namun, betapapun juga, orang tidak boleh
meninggalkan Ikhtiar, walaupun ikhtiar itu tidak menentukan
akibatnya. Orang sakit harus berikhtiar berobat, walaupun
tidak dapat dipastikan bahwa ikhtiar ini akan berhasil. Akan
tetapi patut kita ketahui bahwa tangan Tuhan menyentuh
melalui ikhtiar kita ini! Kalau Tuhan hendak menolong kita dari
penyakit, mungkin saja pertolongan itu terjadi melalui ikhtiar
pengobatan kita. Walaupun kalau Tuhan menghendaki
kematian kita, segala macam bentuk ikhtiar itu akan sia-sia
dan tidak mungkin dapat mengubah kehendakNya. Sebaliknya
kalau Tuhan menghendaki kita sembuh, mungkin dengan
secawan air putih saja penyakit kita akan dapat disembuhkan!
Bagi pendapat manusia pada umumnya, Chai Li yang
terjatuh ke dalam jurang yang ternganga itu pasti akan mati!
Agaknya tidak terdapat sedikit pun kemungkinan bagi wanita
itu untuk lolos dari maut. Namun, apabila Tuhan
Menghendaki, ada saja jalannya untuk dapat lolos dari
cengkeraman maut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tubuh itu mula-mula meluncur jatuh, Chai Li masih
sadar dan ia menjerit karena merasa ngeri mendapatkan
dirinya melayang ke bawah seperti seekor burung. Akan tetapi
segera jeritannya terhenti dan ia pingsan ketika tubuhnya
melayang tanpa daya dekat tebing.
Tiba-tiba tampak seseorang di tengah tebing, di mana
terdapat celah-celah seperti guha. Orang Ini melihat Chai LI
yang melayang jatuh dan cepat dia meloloskan ikat
pinggangnya yang berwarna putih dan terbuat dari kain.
Dengan cekatan, dia lalu menggerakkan tangan kanannya
yang memegang ujung sabuk putih itu. Sinar meluncur ke
depan dan tepat pada saat tubuh Chai Li meluncur ke
depannya, sabuk itu telah membelit pinggang Chai Li dan
menarik tubuh yang melayang jatuh itu ke arahnya. Dengan
tangan kiri dia menyambut tubuh itu dan mengerahkan tenaga
sin-kangnya sehingga dia mampu menahan tenaga luncuran
tubuh wanita itu. Tubuh Chai Li terdekap dalam rangkulan
lengan kirinya yang; kuat.
Ketika sadar dari pingsannya, Chai Li mendapatkan dirinya
rebah di atas tanah bertilamkan rumput kering dan tak jauh|
dari tempat ia rebah, tampak seorang laki-laki duduk di atas
batu dan memandangnya sambil tersenyum ramah. Laki-laki
itu tampaknya berusia tiga puluhan tahun, pakaiannya bersih
dan mewah seperti seorang sasterawan yang kaya.
Rambutnya digelung ke atas dan dijepit dengan penjepit
rambut terbuat dari emas. Wajahnya yang bundar itu tampan
sekali dengan sepasang mata yang bersinar dan senyumnya
selalu merekah di bibirnya. Kulit mukanya putih. Seorang lakilaki
yang tampan dan bersikap lembut.
Chai Li terheran-heran melihat ia rebah di situ. Teringatlah
ia betapa ia telah terjatuh ke dalam jutang! Tentu tubuhnya
telah terbanting hancur di dasar jurang. Akan tetapi mengapa
ia masin hidup, tubuhnya masih utuh dan rebah di tempat ini?
la bangkit duduk dan mengeluh lirih karena pinggangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terasa nyeri. Sabuk yang tadi melibat pinggangnya dan
menahannya dari kejatuhan menbuat pinggangnya terasa
nyeri. Setelah ia duduk, barulah tampak olehnya tebing jurang
menganga di depannya dan mengertilah ia bahwa ia telah
ditolong oleh orang ini, walaupun ia tidak tahu bagaimana
orang itu dapat menolongnya dari kejatuhan.
Mendengar Chai Li mengeluh dan melihat ia bangkit duduk,
orang itupun bangkit dari batu yang didudukinya. Setelah dia
bangkit baru tampak tubuhnya tinggi tegap dan tegak yang
membuatnya tampak gagah di samping ketampanannya. Dia
menghampiri dan bertanya, "Apakah ada yang terasa nyeri,
nona?" Suaranya tenang lembut dan ramah.
Chai Li menoleh kepadanya dan wanita ini lalu menulis
dengan telunjuk kanannya ke atas tanah. Ketika merasa
betapa tanah itu keras, ia lalu mengambil sebuah batu yang
runcing dan menulis dengan batu itu.
"Aku bukan nona, melainkan seorang nyonya dan
pinggangku terasa nyeri. Apa kah engkau yang
menyelamatkanku dari kejatuhan tadi?"
Laki-laki itu tercengang. Tidak menduga sama sekali bahwa
wanita di depannya itu gagu, akan tetapi tulisannya demikian
indah, jelas bukan tulisan wanita dusun biasa! Masih belum
yakin apakah wanita itu tidak gagu dan tuli, dia mengangguk
dan berkata, "Benar, aku yang telah menolongmu."
Mendengar ini, Chai Li lalu menjatuh kan dirinya berlutut di
depan pria itu. Pria itu cepat-cepat memegang kedua pundak
Chai Li dan membangunkannya dan merasakan dengan jarijari
tangannya betapa lembut dan halus kulit di bawah baju
itu. Dia memandang dan mengamati. Wajah itu amatlah
cantiknya dan memiliki daya tarik yang amat kuat. Terutama
mata itu. Sepasang mata yang bersinar-sinar seperti sepasang
bintang kejora!
"Siapakah suamimu dan engkau tinggal di mana, nyonya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chai Li menulis lagi di atas tanah.
"Saya..... suami saya meninggalkan saya... dan saya tinggal
bersama seorang anak saya di.... di dusun...."
Melihat betapa Chai Li menulis dengan ragu-ragu, pria itu
menjadi semakin tertarik.
"Siapa namamu, nyonya? Dan siapa pula nama suamimu
yang meninggalkanmu itu?" tanyanya.
Chai Li menjadi rikuh dan bingung. Tidak mungkin ia
mengaku bahwa suaminya adalah Kaisar Cheng Tung! Ia tidak
mengenal pria ini. Biarpun pria ini sudah membuktikan bahwa
dia seorang baik-baik yang telah menyelamatkannya, akan
tetapi ia tidak boleh mempercayai begitu saja dan
menceritakan kebenaran tentang dirinya, la lalu menulis lagi.
"Nama saya Chai Li dan suami saya bernama Han Tung. Inkong
(tuan penolong), tolonglah saya untuk naik ke atas
tebing dan untuk mencari anak saya."
Pria itu tersenyum. "Jalan menuju ke puncak tebing tidak
mudah, nyonya. Untuk itu engkau harus kupondong!"
Mendengar ini, wajah Chai Li berubah kemerahan dan hal
ini menambah kecantikannya yang aseli. ia menulis lagi,
"Terserah kepada in-kong dan sebelumnya saya
menghaturkan banyak terima kasih dan maaf bahwa saya
telah merepotkan in-kong."
"Ha-ha-ha, terlalu banyak terima kasih kau ucapkan, aku
menghendaki terima kasih dalam perbuatan nyata! Nyonya,
jawab saja pertanyaanku dengan geleng atau angguk. Apakah
engkau akan menyatakan terima kasihmu dengan mentaati
semua kata-kataku?"
Chai Li mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau akan menaati semua kata-kataku, menuruti semua
permintaanku tanpa membantah dan selanjutnya
menggantungkan hidupmu kepadaku?"
Chai Li berpikir agak lama akan tetapi kemudian iapun
mengangguk, ia sudah terlanjur percaya kepada laki-laki yang
tampaknya lembut, baik hati dan ramah sekali itu.
"Bagus kalau begitu, kuperintahkan engkau untuk
merebahkan dirimu di atas tanah, memejamkan kedua
matamu dan tertidurlah!" Dalam suara itu terkandung wibawa
yang amat kuat. Chai Li memandang heran, akan tetapi ia
segera melakukan apa yang dipinta orang itu. Ia rebah
telentang dan memejamkan kedua matanya.
"Engkau tidak dapat menahan kantukmu, engkau
tertidur..... tidur pulas sekali"
Pria itu menggerakkan kedua telapak tangannya di atas
muka dan tubuh Chai Li, seperti membelai dan segera
pernapasan Chai Li menjadi halus karena ia sudah tertidur
pulas.
"Chai Li, setelah nanti engkau sadar dari tidurmu, ingatlah
selalu bahwa aku ini adalah penolongmu, penyelamat nyawa
mu, kekasihmu juga suamimu yang mencintamu dan kaucinta.
Engkau akan melakukan apa saja yang kuperintahkan
kepadamu. Aku juga menjadi gurumu dan engkau menjadi
kekasih, isteri dan juga pembantuku yang setia." Berulangulang
pria itu mengeluarkan kata-kata yang sungguh aneh ini,
ada tujuh kali berulang-ulang dan Chai Li hanya menganggukanggukkan
kepala tanda mengerti dan setuju.
Setelah melihat betapa Chai Li sudah mengerti betul dan
sudah tunduk dalam pengaruh sihirnya, pria itu lalu berkata!
lagi, "Ingat, aku adalah suamimu dan kekasihmu. Engkau
amat mencinta dan setia kepadaku, aku suamimu yang
bernama Phoa Li Seng. Engkau akan siap mati untuk
membelaku. Mengertikah engkau?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chai Li mengangguk-angguk lagi. Ia| telah benar-benar
berada di bawah pengaruh sihir yang dilakukan oleh pria iti
dengan amat kuatnya.
"Sekarang bangunlah dari tidurmu dan laksanakan semua
kata-kataku!"
Chai Li membuka kedua matanya, berkedip-kedip, lalu
bertemu pandang denga pria yang mengaku bernama Phoa Li
Seng itu. Dan Chai Li memandang mesra lalu tersenyum dan
ketika Phoa Li Sen menjulurkan tangan membantunya bangkit
duduk, lapm memegang tangan itu.
Phoa Li Seng mendekatkan mukanya dan mencium pipi
Chai Li. Wanita itu menerima ciuman bahkan membalasnya
Chai Li telah benar-benar jatuh ke dalam pengaruh sihir pria
itu.
"Sekarang kulatih engkau menerima hawa sakti dan
mengendalikannya." kata Phoa Li Seng yang lalu duduk bersila
di depan Chai Li yang disuruhnya duduk bersila pula.
"Luruskan kedua lenganmu," perintahnya. Chai Li menurut
tanpa ragu. Pria itu lalu menyambut dengan kedua tangan nya
sehingga dua pasang telapak tangan bertemu.
"Terima saja, jangan melawan!" katanya dan diapun
mengerahkan sin-kangnya. Tenagd yang hangat menjalar dari
kedua telapak tangannya memasuki tubuh Chai li melalui
telapak tangan pula. Chai Li merasakan ini dan dengan patuh
ia menerima tanpa meronta atau melawan.
"Sekarang coba kerahkan tenaga dari bawah pusar dan
kendalikan hawa hangat itu di seluruh tubuhmu."
Chai Li menaati. Biarpun pada mulanya ia mengalami
kesukaran untuk menguasai hawa liangat itu, namun lambat
laun ia dapat pula menguasainya dan mengendalikannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Terus kendalikan, dorong keseluruh bagian tubuh
sampai ujung jari kaki dan tanganmu." kata Phoa Li Seng
sambil perlahan-lahan melepaskan kedua tangannya.
Sejam lamanya Chai Li berlatih. "Cukup, tarik napas dalamdalam
lalu turunkan tanganmu. Kelak akan kuajarkan engkau
bagaimana untuk menghimpun hawa murni untuk
memperkuat tenaga saktimu." Chui Li tersenyum dan
mengangguk-angguk dengan wajah memperlihat kan
kegembiraan. Hatinya memang merasa senang sekali kepada
pria ini, dan ia suka diajar ilmu silat.
Phoa Li Seng merangkulnya dan membelainya,
menciumnya. "Kelak engkau akan menjadi seorang wanita
sakti, menjadi pembantu utamaku, Chai Li." Dan wanita itu
merebahkan kepalanya di atas dada pria itu dengan wajah
bahagia!
Tak lama kemudian Phoa Li Seng memondong tubuh Chai
Li dan dibawanya mendaki tebing itu, naik ke atas. Chai Li
memejamkan matanya, ngeri melihat ke bawah karena
pendakian tebing yang amat terjal itu memang berbahaya
sekali.
Kalau orang tidak memiliki ilmu gin-kang (meringankan
tubuh) yang lihai, tidak mungkin dapat mendaki tebing seperti
itu, apalagi dengan memondong tubuh seorang wanita
dewasa! Dari kenyataan ini saja mudah diketahui bahwa Phoa
Li Seng adalah seorang yang memiliki ilrnu kepandaian tinggi.
Akhirnya Phoa Li Seng dapat sampai di puncak yang
berbatu-batu. Di situ terdapat hanya sebatang pohon dan dia
melepaskan tubuh Chai Li di bawah pohon itu. "Mengasolah di
sini Sebentar, kita nanti akan melakukan perjalanan jauh.
Akupun ingin mengaso," katanya dan dia pun mengambil
tempat duduk di atas sebuah batu datar, bersila dan duduk
melakukan siu-lian (samadhi). Chai Li yang merasa tubuhnya
lelah sekali setelah tadi berlatih sin-kang, menyandarkan
kepalanya di batang pohon lalu memejamkan mata mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk tidur, la sama sekali tidak ingat lagi kepada Han Lin,
tidak ingat akan semua hal yang telah lalu. Yang memenuhi
ingatannya hanyalah Phoa Li Seng yang dianggapnya sebagai
kekasih, suami dan juga guru yang harus ditaatinya, disayang
dan mencintainya!
Tiba-tiba terdengar suara orang yang lembut. "Bagus!
Kiranya engkau bersenang-senang dengan seorang wanita
cantik di sini!" Yang bicara itu adalah seorang laki-laki tinggi
besar.
Orang kedua, seorang wanita cantik juga berkata
mencemooh, "Orang tak tahu diri! Orang lain sedang repot
membutuhkan bantuan, engkau malah enak-enak dan
bersenang-senang dengan seorang wanita di sini. Rekan
macam apa engkau ini?"
Phoa Li Seng membuka matanya dan memandang kepada
dua orang itu sambil tersenyum. "Toa Ok dan Sani Ok, jangan
salah mengerti. Wanita ini adalah kekasihku, isteriku dan juga
muridku! Ada urusan apakah kalian berdua marah-marah
kepadaku?"
"Ji Ok, kami bertemu dengan lawan yang amat tangguh.
Kalau engkau muncul tadi, setidaknya dengan bertiga kami
akan mampu melawannya."
Phoa Li Seng, atau lebih terkenal dengan julukan Ji Ok (si
Jahat Kedua) tertegun dan terkejut mendengar ada orang
yang mampu membuat dua orang rekannya itu kewalahan.
Dia menoleh kepada Toa Ok dan terbelalak melihat Ton Ok
menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam meluncur dari
tangan kiri itu ke arah Chai Li yang masih bersandar di pohon.
"Crottt....!!" Darah mengalir di leher yang berkulit putih
mulus itu.
Ji Ok melompat turun dari atas batunya dan tangannya
sudah melolos sabuk sutera putihnya. "Toa Ok, berani engkau
mengganggu kekasihku, isteriku dan juga muridku?" Sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya bergerak, sabuk sutera putih itu meluncur dan
menyerang dengan totokan ke arah tubuh Toa Ok. Sabuk
sutera putih ini sama sekali tidak boleh dipandang ringan,
kaiena di tangan Ji Ok, sabuk yang lunak dan lemas itu dapat
berubah menjadi kaku menegang sehingga dapat dipakai
menotok jalan darah yang mematikan.
Toa Ok maklum akan bahayanya serangan sabuk itu, maka
dia melompat kesamping menghindarkan diri dan berseru
marah, "Ji Ok, cinta telah membuat matamu menjadi buta!
Lihat dulu baik-baik keadaan kekasihmu!"
Ji Ok menarik sabuk suteranya dan sekali melompat dia
sudah berada dekat pohon di mana Chai Li masih bersandar
sambil tertidur. Dia melihat dengan mata terbelalak kepada
seekor ular yang berada di pohon itu, tepat di atas Chai Li dan
moncong ular itu berada dekat sekali dengan lehernya. Kepala
ular itu kini meneteskan darah dan sudah ditembusi se-batang
paku yang menancap di pohon. Kiranya darah yang mengalir
di leher Chai Li itu adalah darah ular itu.
"Toa Ok, kau maafkanlah aku!" kat Ji Ok dengan muka
berubah merah. Tadi nya dia mengira bahwa Toa Ok
membunuh Chai Li.
"Apakah aku sudah gila membunuh wanita yang menjadi
isterimu?" kata Toa Ok mengejek, sedangkan Sam Ok tertawatawa
cekikikan.
Agaknya kekuasaan sihir masih amat menguasainya dan
membuatnya seperti orang mabok sehingga dalam keadaan
seperti itu Chai Li masih saja tertidur pulas! Ji Ok lalu
menggunakan daun membersihkan darah dari lehernya,
kemudian membangunkan Chai Li.
"Bangunlah, Chai Li."
Chai Li terbangun dan ia memandang kepada Toa Ok dan
Sam Ok dengan alis berkerut karena ia tidak mengenal dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang itu. la menengok dan memandang kepada Ji Ok dengan
mata mengandung pertanyaan.
"Perkenalkan, Chai Li. Ini adalah Toa Ok dan yang ini
adalah Sam Ok. Mereka berdua ini adalah rekan-rekan dan
sahabat-sahabatku, juga sahabatmu. Aku sendiri disebut Ji
Ok."
Karena pada dasarnya Chai Li memang wanita sopan, maka
setelah diperkenalkan, ia lalu memberi hormat dan
mengangkat kedua tangan depan dada.
"Toa Ok dan Sam Ok, ketahuilah bahwa Chai Li ini tidak
dapat bicara, akan tetapi ia pandai menuliskan kata-kata yang
akan ia ucapkan. Telah kuperiksa dan ternyata lidahnya
tinggal sepotong, Entah siapa yang telah memotong lidahnya
sehingga ia tidak bisa bicara, ia belum sempat menceritakan
kepadaku."
"Ji Ok, kalau engkau mengambilnya sebagai isteri dan
murid, engkau harus mengetahui benar riwayatnya agar kelak
tidak menyesal."
Ji Ok mengangguk angguk. "Kata-katamu itu benar juga,
Toa Ok." Setelah berkata demikian, dia memegang pundak
Chai Li dengan sikap lembut dan mesra, dan berkata dengan
halus namun mengandung wibawa, "Chai Li, sekarang
ceritakanlah semuanya. Untuk itu, rebahlah di atas tanah ini
dan tidurlah."
Chai Li menurut saja. la merebahkan dirinya telentang dan
memejamkan kedua matanya. "Sekarang engkau tertidur,
tidur yang nyenyak, tubuhmu terasa lelah sekali dan
membutuhkan tidur. Tidurlah yang pulas dan nikmat....." Ji Ok
menggerak-gerakkan kedua tangannya dekat wajah dan tubuh
Chai Li dan dalam waktu singkat saja Chai Li telah tertidur
nyenyak dan napasnya menjadi halus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Chai L i, sekarang engkau ingat akan semua riwayatmu,
sejak engkau masih gadis. Dari mana engkau berasal, siapa
pula yang memotong lidahmu."
"Hi-hi-hi-hik, aku tahu siapa ia!" Tiba-tiba Sam Ok berkata,
sementara itu Chai Li dalam tidurnya menangis terisak-isak.
"Sarn Ok, biarkan ia bercerita sendiri!" kata Toa Ok
menegur.
"Chai Li, ingat di sini ada aku, kekasihmu, suamimu,
gurumu dan penolongmu. Engkau ingat semua peristiwa itu
dan dengan singkat tuliskanlah semua itu agar aku mengerti.
Bangkit dan tuliskanlah semua riwayatmu!" perintah Ji Ok.
Masih dalam keadaan trrsihir Chai Li bangkit duduk,
kemudian menerima sepotong batu runcing dari tangan Ji Ok
dan mulailah ia menulis.. Tulisannya cepat namun indah dan
cukup jelas, dibaca oleh tiga orang itu.
"Aku bernama Chai Li, keponakan Kapokai Kham kepala
suku Mongol. Aku diperisteri Kaisar Cheng Tung ketika dia
menjadi tawanan paman. Akan tetapi dia meninggalkan aku,
kembali ke selatan. ketika aku mengandung, dengan janji
akan menjemputku kelak. Anakku terlahir bernama Cheng Lin
dan kuberi nama panggilan Han Lin agar tidak ada yang tahu
bahwa dia keturunan Kaisar Ceng-tiauw (kerajaan Beng). Lalu
muncul si jahat Suma Kiang. Dia menculik aku dan Han Lin,
membawa kami pergi meninggalkan perkampungan Mongol.
Dia hendak memperkosaku dan aku menggigit lidahku sendiri
untuk membunuh diri. Kami ditolong oleh Gobi Sam-sian dan
Han Lin menjadi muridnya dan kami pindah tinggal di kota
Pao-tow. Akan tetapi Suma Kiang yang jahat dapat mengejar
kami beberapa tahun kemudian dan dia mengejar-ngejar
kami. Aku dan anakku melarikan diri sampai di tepi jurang.
Suma Kiang mendesakku dan hendak menangkapku, maka
aku lalu meloncat terjun ke dalam jurang ......" Chai Li
berhenti menulis dan menangis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ji Ok memegang kedua pundak Chai Li dan berkata lembut,
"Akan tetapi aku telah menolongmu. Tidurlah kembali, Chai
Li." Seperti binatang peliharaan yang jinak sekali Chai Li
menurut dan tidur telentang, seketika tidur nyenyak.
"Sekarang dengar baik-baik, Chai Li. Setelah engkau
bangun dari tidurmu, engkau tidak ingat apa-apa lagi kecuali
bahwa aku adalah penolongmu, kekasihmu dan suamimu,
juga gurumu. Engkau hanya menaati semua kata dan
perintahku." Dia mengulang ucapan ini sampai tujuh kali,
setiap kali menambah tekanan dalam suaranya. Kemudian dia
membiarkan wanita itu tidur pulas.
"Nah, sekarang ceritakan bagaimana engkau bisa tahu
siapa ia!" kata Ji Ok sambil memandang kepada Sam Ok.
Wanita ini cekikikan dan kalau ia tertawa seperti itu,
keadaannya sungguh menyeramkan, seperti bukan manusia
lagi. "Aku ditemui Suma Kiang dan diajak untuk menandingi
Gobi Sam-sian, untuk merampas ibu dan anak. Dia bilang
padaku bahwa ibu itu adalah seorang puteri Mongol yang
hendak diperisteri, dan anak itu adalah seorang pangeran,
putera Kaisar kerajaan Beng. Untuk bantuan itu, dia
menjanjikan untuk menyerahkan bocah itu kepadaku. Bocah
itu sudah berada di tanganku, akan tetapi celaka sekali,
muncul Bu-beng Lo-jin itu yang merampasnya dari tangan
kami berdua. Kami menanti-nantimu untuk membantu, akan
tetapi engkau tidak kunjung muncul, Ji Ok!"
"Hemm, siapakah Bu-beng Lo-jin itu?" tanya Ji Ok
penasaran kepada Toa Ok. Kalau ada orang mampu
mengalahkan pengeroyokan Toa Ok dan Sam Ok, orang itu
tentu memiliki kesaktian luar biasa sekali. Mengalahkan Toa
Ok dan Sam Ok saja sudah merupakan suatu hal yang amat
sukar, apalagi mengalahkan pengeroyokan mereka berdua!
Siapakah tokoh di dunia ini yang sanggup melakukan hal ini?
"Kami juga tidak tahu dan tidak mengenalnya. Dia
merupakan tokoh sakti yang sama sekali tidak terkenal,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin seorang tokoh yang selama ini bertapa di
pegunungan sebelah utara. Akan tetapi ilmu kepandaiannya
sungguh luar biasa," kata Toa Ok.
"Aha, baru sekarang aku mendengar Toa Ok menyatakan
rasa jerihnya terhadap seseorang!" kata Ji Ok sambil tertawa
mengejek.
"Tidak perlu saling mengejek dan main-main. Sekali ini aku
bersungguh-sungguh. Kita bertiga tidak mendapat kemajuan
selama ini karena kita selalu mengandalkan kerja sama.
Karena itu, karena kini muncul lawan yang amat tangguhnya,
bahkan Suma Kiang itupun merupakan lawan yang tangguh
sekali, sebaiknya kita berpencar untuk mencari tambahan
pengetahuan masing-masing. Setahun sekali kita mengadakan
pertemuan bersama untuk memperlihatkan kemajuan masingmasing."
"Bagus!" Sam Ok tertawa genit. "Pertemuan itu sekaligus
untuk menentukan siapa yang berhak disebut Toa Ok, siapa
yang menjadi Ji Ok dan Sam Ok."
"Ha-ha-ha, Sam Ok agaknya sudah rindu sekali untuk
menjadi Toa Ok. Agak nya ilmumu Ban tok-ci kini sudah maju
pesat karena banyak darah dan sumsum anak remaja yang
kauhisap!"
Sam Ok tertawa genit. "Untuk menjadi Toa Ok, aku harus
lebih dulu menjadi Ji Ok, dan setahun kemudian engkaulah
yang menjadi Sam Ok, Phoa Li Seng!"
"Ha-ha-ha, kita sama lihat saja! Dalam setahun ini, aku
juga tidak akan tinggal diam untuk memajukan ilmu
kepandaianku." kata Ji Ok.
"Sudahlah jangan bertengkar. Kita tentukan waktunya.
Setahun kemudian pada bulan dan hari seperti ini kita
mengadakan pertemuan di tepi Huang-ho, di luar kota Paotow.
Setuju?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setuju, dan bersiap-siaplah kalian, karena kalau aku tidak
dapat menjadi Toa Ok, setidaknya menjadi Ji Ok. Sudahi
bosan aku menjadi orang nomor tiga, ha-ha-ha!" Sambil
tertawa-tawa Sam Ok menggerakkan tubuhnya dan ia sudah
melesat cepat sekali lenyap dari situ. Diam-diam Ji Ok terkejut
dan kagum. Kalau dia tidak berhati-hati dan memajukan
ilmunya, bukan tidak boleh jadi kedudukan Ji Ok akan direbut
wanita itu.
"Ji Ok, kalau engkau hanya tenggelam dalam pelukan
kekasihmu, setahun kemudian engkau akan menjadi Sam Ok
dan kedudukanmu akan digeser oleh Ban-tok-ci! Ha-ha-ha!"
Setelah berkata demikian, tubuh Toa Ok berkelebat lenyap
dari situ sedangkan suara tawanya masih bergema.
Ji Ok tersenyum, lalu menghela napas dan menghampiri
Chai Li. "Chai Li, bangunlah. Engkau tidak akan menghalangi
kemajuanku, bahkan engkau akan menjadi pembantuku yang
baik dan kita bersama akan mempelajari ilmu-ilmu yang lebih
tinggi daripada ilmu yang dikuasai Sam Ok, bahkan Toa Ok.
Marilah, kekasihku, kita pergi dari sini." Dia menggandeng
tangan Chai Li dan wanita itu tampak gembira, tersenyum
girang dan mereka pergi sambil bergandeng tangan seperti
dua orang kekasih yang saling mencinta.
Pegunungan Thai-san adalah sebuah pegunungan yang
luas dan memiliki banyak gunung yang puncaknya tinggi
menembus awan. Juga pegunungan itu kaya akan bukit-bukit
dan hutan-hutan. Para pemburu binatang hanya berani
berburu binatang di bukit-bukit yang tidak terlalu tinggi.
Banyak puncak yang belum pernah dikunjungi manusia karena
merupakan daerah berbahaya dan amat sukarlah untuk
mendaki puncak itu.
Akan tetapi pada suatu pagi yang cerah, di sebuah diantara
puncak-puncak yang menembus awan itu, tampak sinar
bergulung-gulung dibarengi suara mendesing-desing. Kalau
orang melihat ini, dia tentu akan merasa heran sekali dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak tahu sinar apa itu yang bergulung-gulung karena selain
sinar bergulung itu tidak tampak apa-apa. Sinar yang
mengeluarkan suara mendesing-desing itu berwarna kehijauan
dan ketika sinar itu menyambar-nyambar ke bawah sebatang
pohon, tampak daun-daun pohon berguguran. Bukan hanya
daun kuning, juga tampak daun hijau ikut berguguran.
Namun gerakan sinar itu makin melambat dan mulai
tampaklah kaki tangan orang diantara gulungan sinar itu,
kemudian bahkan tampak bahwa gulungan sinar kehijauan itu
adalah sebatang pedang yang dimainkan secara hebat sekali
oleh seorang anak perempuan. Anak itu masih remaja,
usianya kurang lebih tiga belas tahun. Sungguh menakjubkan
sekali betapa seorang anak berusia tiga belas tahun dapat
memainkan ilmu silat pedang sedemikian hebatnya!
Kalau orang mengetahui siapa yang memberi pelajaran
ilmu silat kepada si gadis cilik ini, tentu orang tidak merasa
heran lagi melihat bahwa ia masih begitu muda sudah
memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebat. Gurunya
adalah ayahnya sendiri dan ayahnya itu bukan lain adalah
Huang-ho Sin-liong Suma Kiang!
Bagaimana pula ini? Bagaimana Suma Kiang yang kita
ketahui hidup menyendiri itu memiliki seorang puteri?
Sebetulnya bukan anak kandmgnya sendiri dan peristiwanya
terjadi kurang lebih sepuluh tahun yang lalu.
Ketika itu, Suma Kiang sedang dalam perjalanan dari kota
raja menuju ke utara untuk mendatangi perkampungan orang
Mongol yang dikepalai Kapokai Khan, mencari keturunan
Kaisar Cheng Tung dan membunuhnya seperti ditugaskan
kepadanya oleh Pangeran Cheng Boan.
Dalan perjalanan itu, pada suatu pagi di luar sebuah dusun,
Suma Kiang melihat seorang wanita muda bersama seorang
anak perempuannya yang berusia tiga tahun sedang mandi
berdua di anak sungai yang airnya jernih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat wanita yang usianya dua puluh tahun lebih itu
mandi, hanya mengenakan pakaian dalam yang tipis, jantung
Suma Kiang bergejolak dan bangkitlah nafsu berahinya.
Wanita muda itu memang cantik dun memiliki tubuh yang
padat menggairahkan.
Jilid V
DIHAMPIRINYA wanita yang sedang mandi bersama
anaknya itu. Anak dan ibu tampak gembira sekali, sama sekali
tidak tahu bahwa ada seorang laki-laki datang menghampiri
mereka.
"Nyonya manis, tampaknya segar dan senang sekali engkau
mandi di sini." Suma Kiang duduk di atas batu di tepi sungai
dan menegur dengan suara lembut dan pandang matanya
seolah hendak menelan bulat-bulat tubuh yang berkulit putih
kuning mulus itu.
Wanita itu terkejut dan memandang ke arah suara. Ia
terbelalak lalu cepat merendam tubuhnya sampai ke leher.
"Siapa kau? Pergilah, dan jangan ganggu orang yang
sedang mandi!" tegurnya dengan alis berkerut.
Suma Kiang tertawa. "Jangan takut, manis. Keluarlah dari
air dan ke sinilah, aku ingin bicara denganmu."
"Tidak, tidak!!" Wanita itu menggeleng kepalanya dan
memandang ke kanan kiri untuk melihat kalau-kalau ada
orang yang dapat dimintai tolong. "Pergilah dan jangan
ganggu aku!"
Suma Kiang mengerutkan alisnya dan sekali tubuhnya
bergerak, dia sudah menyambar anak itu dan memegangnya
dengan tangan kirinya. Anak itu terkejut dan menangis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kembalikan anakku.....! Jangan ganggu anakku.....!"
Wanita itu berteriak dan karena khawatirnya, ia sampai lupa
diri dan bangkit berdiri tidak perduli betapa tubuhnya tampak
jelas membayang di balik pakaian dalam yang tipis dan basah.
"Boleh, ambillah ke sini." kata Suma Kiang sambil
melompat dari atas batu ke tepi sungai.
Khawatir akan keadaan anaknya, wanita itu tersaruk-saruk
keluar dari sungai dan menghampiri Suma Kiang sambil
menjulurkan kedua tangannya.
"Kembalikan anakku....!"
Anak perempuan itu ketakutan dan menangis makin keras.
"Ibu....! Ibu....!"
"Sini...., berikan anakku kepadaku....!" Ibu itu mengejar.
"Baik, aku bebaskan anakmu, akan tetapi engkau harus
menuruti kehendakku," kata Suma Kiang dan ia menurunkan
anak itu ke atas tanah, melepaskan tongkat ularnya dan tibatiba
saja ia sudah menangkap lengan wanita itu, menarik dan
mendekapnya.
"Tidak...., tidak...., jangan....!!" Wanita Itu meronta-ronta.
Akan tetapi apa dayanya seorang wanita seperti dia dalam
tangan seorang jagoan seperti Suma Kiang? la tidak dapat
meronta lagi dan banya dapat menangis tersedu-sedu ketika
dirinya digagahi Suma Kiang yang tidak mengenal kasihan
sedikitpun. Tangis ibu dan anak itu memecah kesunyian, dan
menarik perhatian empat orang laki-laki yang kebetulan lewat
di dekat sungai itu.
"Hei, apa yang terjadi?" Empat orang itu berseru. Rada saat
itu, Suma Kiang telah selesai memperkosa wanita itu dan dia
bangkit berdiri, membereskan pakaian nya. Melihat ada empat
orang laki-laki dusun berlari mendatangi, dia menyeringai,
menyambar tongkatnya dan begitu empat orang itu tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dekat, dia melompat dan menyambut mereka dengan
serangan tongkat ular hitamnya.
Kasihan empat orang itu. Mereka adalah orang-orang
dusun. Bagaimana mungkin mereka dapat bertahan diserang
oleh Suma Kiang dengan tongkatnya. Merekapun mengaduh
dan roboh satu demi satu.
Tiba-tiba terdengar jeritan mengerikan dan ibu muda yang
baru saja diperkosa itu, dalam keadaan setengah telanjang
telah lari dan menubrukkan dirinya kepada batu besar.
Kepalanya beradu dengan kerasnya menghantam batu besar
dan kepala itu pecah dan ia tewas seketika!
Melihat wanita itu telah tewas dan empat orang laki-laki
itupun sudah dibunuhnya, Suma Kiang tersenyum. Dia
mendengar tangis anak itu dan dengan beringas dia memutar
tubuh laiu menghampirinya. Pandang matanya sudah bengis
sekali karena timbul niat di hatinya untuk sekalian membunuh
anak itu.
Akan tetapi terjadilah keanehan. Hati Suma Kiang yang
biasanya keras seperti baja dan tidak pernah mengenal
kasihan Itu, tiba-tiba saja mencair ketika dia melihat wajah
anak yang menangis itu. Entah dari mana dan bagaimana,
timbul rasa sayang dan kasihan dalam hatinya terhadap anak
itu. Dijulurkan tangannya lalu dipondongnya anak perempuan
yang baru berusia tiga tahun itu.
"Sayang, diamlah sayang. Mari ikut dengan aku, ikut ayah
pergi." kata Suma Kiang dengan lembut. Dan sungguh aneh.
Anak itu berhenti menangis setelah dipondong oleh Suma
Kiang. Tanpa menoleh lagi kepada lima orang yang
menggeletak sebagai mayat itu, Suma Kiang lalu melompat
pergi sambil memondong anak tu. Dia tidak tahu bahwa
seorang diantara empat orang laki-laki tadi, tidak sampai
tewas oleh tongkatnya, melainkan hanya terluka parah
pundaknya dan dia pura pura mati. Laki-laki itu melihat semua
apa yang terjadi dan setelah lama Suma Kiang pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa anak perempuan itu, barulah dia bangkit,
terhuyung-huyung memasuki dusun dan minta pertolongan
waiga dusun.
Sementara itu, Suma Kiang membawa anak itu sampai
amat jauh meninggalkan dusun itu. Anak ituptin tidak
menangis.
"Anak baik, siapa namamu?"
"Eng Eng..... Eng Eng.....I" kata anak itu.
"Bagus" Namamu Suma Eng!" Suma Kiang tertawa
bergelak dan anak itu pun tertawa. Agaknya sikap Suma Kiang
menyenangkan hati anak yang belum tahu apa-apa ini.
Setelah tiba di sebuah dusun yang besar, Suma Kiang
menemukan seorang janda berusia empat puluhan tahun
tanpa anak. Dia menyerahkan Suma Eng kepada janda itu.
"Ibu anak ini sudah meninggal dunia dan aku sebagai
ayahnya tidak dapat memeliharanya karena aku mempunyai
tugas yang amat penting dan makan waktu lama. Kau
peliharalah anak ini dan ini uang boleh kaupakai secukupnya.
Beberapa tahun lagi mungkin, setelah tugasku selesai, aku
akan mengambil anak ini."
Janda Cia menerima tawaran Ini dengan senang hati
karena Suma Kiang memberinya uang emas yang cukup
banyak, arpun harus merawat anak itu selama bertahun
tahun, uang itu cukup, bahkan berleblhan. Setelah memesan
dengan disertai ancaman agar Bibi Cia memelihara Suma Eng
dengan baik-baik, Suma Kiang alu meninggalkan dusun itu
dan melanjutkan perjalanannya ke perkampungan Mongol di
utara.
Demikianlah, selama lima tahun dia meninggalkan anak itu
untuk mengurus tugasnya untuk membunuh keturunan Kaisar
Cheng Tung di Mongol. Akan tetapi tugasnya itu ternyata
gagal, bahkan Chai Li tewas dalam jurang dan Han Lin,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteranya itu terjatuh ke tangan Toa Ok dan Sam Ok. Setelah
Itu, dia teringat kepada Suma Eng dan dijemputnya anak itu
dari dusun.
Suma Eng telah menjadi seorang anak perempuan yang
mungil berusia delapan tahun ketika Suma Kiang
menjemputnya.
Oleh Bibi Cia, Suma Kiang diperkenalkan sebagai ayahnya.
Suma Eng menyambut ayahnya dengan gembira, walaupun
agak malu-malu. Akan tetapi karena Suma Kiang bersikap
ramah dan lemah-lembut kepadanya, sebentar saja hubungan
mereka menjadi akrab.
Ternyata Bibi Cia tidak menyia-nyia-kan tugas yang
dipikulnya. Bukan saja ia memelihara Suma Eng dengan baik,
bahkan anak itu diikutkan belajar membaca dan menulis dari
guru di dusun itu dan ternyata Suma Eng adalah seorang anak
yang cerdik dan pintar.
Dengan hati penuh kebanggaan dan kegirangan Suma
Kiang mengajak "puteri-nya" itu pergi dan membawanya
tinggal di sebuah puncak dari Pegunungan Thai-san di mana
dia menggembleng gadis cilik itu dengan ilmu silat. Suma Eng
juga menganggapnya sebagai ayah kandung dan gadis itu
ternyata amat sayang kepadanya. Hal ini mendatangkan rasa
kasih sayang yang besar sekali dalam hati Suma Kiang. Dia
mencurahkan seluruh perhatiannya untuk mengajarkan ilmu
silat kepada Suma Eng sehingga lima tahun kemudian, dalam
usia tiga belas tahun, Suma Eng telah menjadi seorang gadis
remaja yang pandai sekali dalam ilmu silat.
Selain berbakat dan pandai sekali, juga Suma Eng
menyukai pelajaran silat dan ia rajin sekali. Setiap pagi ia
berlatih seorang diri di bawah pohon besar itu dan ilmu
pedangnya telah mencapai tingkat yang lumayan tingginya.
Kalau hanya jago pedang yang biasa saja jangan harap akan
mampu menandinginya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah selesai memainkan ilmu pedangnya, Suma Eng
mengaso di bawah pohon. Ia menyeka keringat yang
membasahi lehernya. Ia seorang gadis remaja yang cantik
manis. Rambutnya hitam panjang dikuncir dua dan pada ujung
kuncirnya diikat dengan tali sutera merah.
Yang paling kuat daya tariknya adalah sepasang matanya
dan mulutnya. Sepasang matanya cemerlang dan bentuknya
indah, dengan kedua ujung agak menjungat ke atas dan
kerlingnya seperti pedang pusaka tajamnya. Hidungnya kecil
mancung dan mulutnya memiliki sepasang bibir yang selalu
merah segar. Seorang gadis remaja yang telah memiliki daya
pikat yang kuat sekali, bagaikan setangkai bunga yang sedang
berkuncup namun sudah semerbak wangi. Biarpun tubuh itu
masih kekanak-kanakan karena sedang bertumbuh, namun
sudah tampak betapa pinggang itu ramping sekali dan kulit
tubuhnya putih mulus kekuningan. Sepasang pipinya yang
jarang bertemu bedak itu selalu putih halus dan kemerahan
seperti diberi yanci (pemerah pipi).
Selagi Suma Eng duduk beristirahat setelah latihan pedang
tadi, ia tiba-tiba melihat tiga orang berjalan mendaki puncak di
depan. Puncak itu letaknya tidak berapa jauh dari puncak di
mana ia berada, maka ia dapat melihat dengan jelas tiga
orang itu. Yang berjalan di depan adalah seorang hwesio tua
berjubah kuning dan berkepala gundul, memegang sebatang
tongkat bambu. Sedangkan yang berjalan di belakang hwesio
itu adalah seorang laki-laki tinggi besar dan seorang lagi tinggi
kurus. Yang tinggi besar membawa sebatang tongkat seperti
liyung bentuknya dan yang tinggi kurus memanggul sebatang
cangkul bergagang panjang.
Peristiwa ini merupakan hal yang umat menarik hati Suma
Eng. Selama lima tahun ia tinggal di puncak itu bersama
ayahnya, tidak pernah ada orang berani naik ke puncak di
mana ia berada maupun di puncak sebelah depan itu. Ia
berhubungan dengan orang lain hanya kalau ia turun dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puncak ke lereng-lereng bagian bawah di mana terdapat
dusun-dusun para petani. Siapakah mereka? Ia tahu bahwa
peristiwa ini akan merupakan berita menarik bagi ayahnya.
Ayahnya pernah berkata kepadanya bahwa kalau ia melihat
ada orang naik ke puncak, agar cepat memberitahu
kepadanya.
"Kita berdua sedang menyepi di sini, sedangkan engkau
sedang mempelajari Ilmu silat. Tidak boleh ada orang lain
melihat kita." Demikian kata ayahnya.
Suma Eng menyimpan kembali pedang nya di sarung
pedang yang berada dipunggungnya dan iapun berlari mendak
puncak menuju ke pondok di mana ayah nya berada.
Ketika ia tiba di pondok, ayahnya sedang duduk di depan
pondok dan tersenyum ketika memandangiya. Suma Kian
amat mencinta puterinya ini dan di selalu memandang
puterinya dengan sinar mata penuh kebanggaan dan kasih
sayang. Dia bahkan lupa bahwa Suma Rng buka anaknya, dia
menganggapnya sebagi anak kandungnya sendiri. Naluri yan
membangkitkan cinta kasih seorang ayah terhadap anaknya
telah menggerakkai hatinya dan dia sungguh mencinta gadis
itu seperti mencinta puterinya sendiri.
"Engkau sudah berlatih pedang denga baik-baik, anakku?"
"Ayah, ada berita penting sekali. Aku melihat ada tiga
orang mendaki puncak Awan Putih di depan sana."
Suma Kiang terbelalak. "Tiga orang?? Benarkah yang
kaukatakan Itu?"
Otomatis Suma Kiang teringat kepada Gobi Sam sian dan
juga kepada Thian-te Sam Ok (Tiga Jahat Langit dan Bumi).
Entah yang mana dari kedua kelompok itu yang mendaki
puncak dan keduanya merupakan musuh-musuhnya.
"Bagaimana macam mereka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang pertama berpakaian seperti seorang hwesio berjubah
kuning dan memegang sebatang tongkat. Orang kedua
bertubuh tinggi besar dan memegang sebatang tombak
seperti dayung, sedangkan orang ketiga tinggi kurus dan
memanggul sebatang cangkul gagang panjang."
Suma Kiang bernapas lega. Ternyata bukan dua kelompok
yang diduganya itu. Dia tersenyum dan berkata, "Kalau begitu
aku harus mengunjungi mereka untuk menanyakan keperluan
mereka datang ke wilayah kita ini. Aku tidak mau tempat kita
diganggu orang-orang iseng." Suma Kiang bangkit berdiri.
"Ayah, aku ikut!"
Suma Kiang tersenyum memandang puterinya. Biarpun
baru berusia tiga belas tahun, anaknya ini telah memiliki ilmu
kepandaian silat yang cukup memadai untuk melindungi diri
sendiri.
"Mau apa engkau ikut?" tanyanya ingin menjenguk isi hati
anaknya.
"Aku ingin melihat bagaimana ayah akan mengusir mereka.
Kalau perlu aku ingin membantu!" kata Sumn Eng penuh
semangat dan ia membusungkan dadanya yang masih agak
kerempeng.
Suma Kiang tertawa bergelak. Hatinya senang sekali.
Anaknya ini bukan hanya mewarisi ilmunya, akan tetapi juga
mewarisi keberaniannya. "Ha-ha-ha, boleh-boleh. Engkau
boieh ikut dan lihat betapa ayahmu mengusir tiga orang yang
mengganggu ketenangan hidup kita itu!"
Mereka berdua meninggalkan pondok dan menuruni puncak
itu untuk pergi ke puncak di depan menyusul ketiga orang
yang tadi tampak oleh Suma Eng. Perjalanan itu tidak mudah.
Pendakian yang terjal. Namun agaknya Sumo Eng telah
terlatih dengan baik karena ia dapat mendaki puncak dengan
cepat mengikuti ayahnya yang sengaja bergerak cepat untuk
menguji kepandaian anaknya. Diam-diam dia semakin bangga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hal gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan berlari
cepat anaknyapun tidak mengecewakan!
Setelah melakukan pendakian yang melelahkan itu, tibalah
mereka di puncak. ternyata puncak itu tidak kalah indahnya
dengan puncak di mana mereka tinggal. di puncak itu juga
terdapat lapangan yang rata dan di tengah-tengah lapangan
Itu tampak seorang hwesio berusia sekitar enam puluh tahun
duduk bersila di atas ratu besar. Dia tampaknya sedang
bersamadhi, meletakkan kedua tangan di atas paha yang
duduk bersila dan kedua matanya terpejam. Terdengar suara
ketuk-ini-ketukan dan ketika mereka melihat kesebelah kiri, di
sana terdapat dua orang yang sedang bekerja membuat
rangka pondok dari kayu.
"Kalian tidak boleh membuat pondok di sini!" Suma Kiang
berseru dan dua orang itu berhenti bekerja. Ketika mereka
melihat Suma Kiang dan Suma Eng berdiri di situ, mereka lalu
meninggalkan pekerjaan mereka dan menghampiri Suma
Kiang dan puterinya. Seorang diantara mereka, yang bertubuh
tinggi besar, membawa sebuah dayung baja dan orang yang
tinggi kurus membawa sebatang cangku bergagang panjang.
Si pembawa dayung berpakaian seperti seorang nelayan dan 3
pembawa cangkul berpakaian sepert seorang petani.
Mereka menghampiri dan memandang kepada Suma Kiang
dengan penuh perhatian, kemudian si Nelayan berkata dengan
suaranya yang lantang.
"Siapakah engkau dan ada hak apakah engkau melarang
kami mendirikan pondok di sini?" Biarpun dia berpakaian
sebaga seorang nelayan sederhana, namun kata katanya
teratur dan tegas.
"Ha-ha-ha, kuberitahupun engkau tidak akan mengenal
siapa aku. Aku disebut orang Huang-ho Sin-liong din bernama
Suma Kiang. Dan siapakah kalian yang berani hendak
mendirikan pondok di sini Ketahuilah bahwa semua puncak di
Pegunungan Thai - san merupakan wilayahku dan tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorangpun boleh tinggal di satu puncak tanpa seijinku!"
Suma Kiang berkata dengan garang sambil menggerakkan
tongkat ular hitamnya.
"Aku she (bermarga) Gu akan tetap boleh disebut Si
Nelayan atau Nelayan Gu," jawab yang tinggi besar. "Dan ini
adalah si Petani atau Petani Lai. Kami berdua sedang
mendirikan sebuah pondok untuk suhu kami yang mulia.
Harap engkau tidak mengganggu kami."
"Ha-ha-ha, siapa yang mengganggu, lupa? Kalianlah yang
datang mengganggu ketenangan kami. Hayo cepat pergi dari
sini kalau kalian tidak ingin aku mempergunakan kekerasan
untuk mengusir kalian!"
Dua orang yang berusia kurang lebih lima puluh tahun itu
saling pandang, kemudian Petani Lai yang tinggi kurus itu
berkata dengan suaranya yang lembut. "Hemm, nama Huangho
Sin-liong sudah lama kami dengar. Kalau engkau hendak
menguasai sekitar lembah Huang-ho, hal Itu masih pantas
mengingat bahwa engkau adalah datuk lembah sungai itu.
Akan tetapi kalau engkau menganggap Thai-San ini
wilayahmu, sungguh lucu sekali. Apakah lembah sungai itu
sudah kekurangan makan maka engkau mengungsi ke
pergunungan?"
Suma Kiang mengerutkan alisnya.
"Tidak perlu banyak cakap. Kalian tinggal memilih ingin
hidup atau ingin mat Kalau ingin hidup, cepat pergi dan aja
hwesio itu meninggalkan tempat ini sekarang juga!"
"Hemm, kita berada di alam terbuka bukan milik siapasiapa.
Kami tidak akan pergi dari sini!" kata Nelayan Gu,
suaranya keras dan tegas.
Tiba-tiba Suma Eng meloncat ke depan, dan ia sudah
mencabut pedangnya. Pedang itu adalah sebatang pedang
yang ampuh pemberian ayahnya, yaitu Ceng-liong kiam
(Pedang Naga Hijau) yang mengeluarkan sinar kehijauan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menudingkan pedangnya ke arah muka Nelayan Gu ia
berkata, "Ayahku sudah menyuruh kalian pergi, mengapa
kalian tidak lekas pergi melainkan banyak membantah. Jangan
salahkan aku kalau pedangku yang bicara!"
Gadis cilik itu memandang dengan mata menantang kepada
Nelayan Gu.
Melihat lagak anak perempuan itu danmendengar suaranya,
Nelayan Gu tersenyum. Dia tidak merasa heran. Kalau
ayahnya seperti Huang-ho Sin-liong, tentu anaknya berlagak
jagoan pula!
"Anak yang baik, lebih baik engkau pulanglah kepada
ibumu dan belajar menyulam memainkan jarum daripada
memegang pedang. Tidak baik seorang anak perempuan
bermain pedang, salah-salah luka menggores tanganmu
sendiri!" Nelayan Gu mengeluarkan kata-kata itu sama sekali
bukan untuk mengejek, melainkan benar-benar memberi
nasihat. Akan tetapi Suma Eng menjadi marah.
"Jangan banyak cakap! Sambut permainan pedangku kalau
engkau memang rnampu!" Dan iapun menerjang dengan
pedangnya. Begitu menerjang, iapun menusukkan pedangnya
ke arah lambung Nelayan Gu dan gerakannya amat cepat dan
bertenaga.
"Wutttt...... singggg.....!" Nelayan Gu terkejut juga melihat
serangan yang hebat itu. Cukup hebat serangan itu maka diapun
tidak berani memandang rendah dan cepat mengelak,
kemudian dia memutar dayungnya untuk menyambut
serangan lanjutan.
Suma Eng memutar pergelangan tangannya, pedangnya
yang tadi luput menusuk membuat gerakan balik yang cepat
sekali dan kini menyambar ke arah pinggang orang dengan
bacokan yang kuat
"Bagus......1" Nelayan Gu memuji dan diapun
menggetarkan dayungnya untuk menangkis sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerahkan tenaga, karena dia ingin membuat pedang itu
terlepas dari pegangan Suma Eng. Akan tetapi Suma Eng
lincah sekali. Agaknya gadis cilik inipun maklum bahwa kalau
mengadu tenaga, mungkin ia kalah kuat, maka cepat ia
menarik kembali pedangnya dan sambil melangkah maju,
pedang itu kini menusuk ke arah ulu hati lawan!
Sekali ini Nelayan Gu benar-benar terkejut. Ternyata bocah
itu telah memiliki ilmu pedang yang dahsyat dan gerakannya
juga gesit sekali. Dia memalangkan dayungnya dan sekali ini
dapat menangkis pedang.
"Trangggg......!" Biarpun tangan Suma Eng terpental,
namun pedang itu tidak terlepas dari pegangannya.
Pedangpun terpental, akan tetapi cepat sekali pedang itu
meluncur lagi dan kini menyerampang kearah kedua kaki
Nelayan Gu! Begitu cepat gerakan itu sehingga yang tampak
hanya sinar kehijauan menyambar kearah kaki.
"Hebat....!" Nelayan Gu memuji dan terpaksa melompat ke
atas. Pedang itu menyambar lewat bawah kakinya. Melihat
bahwa kalau dia membiarkan dirinya maka gadis cilik itu akan
terus menyerangnya, kini Nelayan Gu lalu balas menyerang
dengan dayung bajanya. Dayung itu menyambar dahsyat dan
mendatangkan angin yang kuat. Namun, Suma Eng lebih
cepat dan iapun sudah mengelak, gerakannya bagaikan seekor
burung walet. Dayung baja itu terus menyerang bertubi-tubi
dan Suma Eng hanya mampu menghindarkan diri dengan
loncatan-loncatan ringan. Melihat puterinya terdesak dan tidak
mampu membalas serangan lawan, Suma Kiang melompat ke
depan sambil menggarukkan tongkatnya dan berseru kepada
puterinya.
"Eng Eng, mundur kau!"
"Tranggg...!" Dayung baja itu bertemu dengan tongkat ular
hitam yang menangkisnya dan Nelayan Gu terhuyung ke
belakang. Demikian kuatnya tongkat itu menangkis
dayungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika melawan Suma Eng tadi, jelas bahwa Nelayan Gu
banyak mengalah dan tidak berniat mencelakai atau melukai
gadis cilik itu. Hal ini saja sudah menunjukkan bahwa dia
bukan seorang yang berwatak kejam dan tidak berniat melukai
seorang anak-anak. Serangannya tadi seperti gertakan saja.
Akan tetapi Suma Kiang tidak mau tahu akan kenyataan ini.
Begitu dia maju dia mulai menyerang dengan tongkat ular
hitamnya dan serangannya dahsyat sekali. Nelayan Gu
maklum bahwa lawannya adalah seorang yang lihai, maka
diapun memutar dayung bajanya dengan hati hati melindungi
diri sendiri.
"Mampuslah!" bentak Suma Kiang dan tongkat ular
hitamnya menyambar dari atas ke bawah memukul ke arah
kepala Nelayan Gu. Orang yang diserang ini memegangi
dayungnya dengan kedua tangan dan memalangkannya di
atas kepala untuk menangkis.
"Tranggg.....!" Nelayan Gu harus mengerahkan seluruh
tenaganya karena tongkat ular hitam itu menghantamnya
dengan tenaga yang dahsyat. Setelah berhasil menangkis
tongkat, dayung itu diputar turun kini sebelah ujungnya
menyambar ke arah iga kiri Suma Kiang. Namun, datuk sesat
ini sudah memutar tongkatnya lagi menyambut.
Terdengar suara tang-tung tang-tung- berapa kali ketika
tongkat bertemu dayung dan akibatnya, Nelayan Gu
terhuyung mundur. Ternyata dalam hal tenaga lakti, Nelayan
Gu masih kalah kuat setingkat dibandingkan lawannya. Akan
tetapi, dengan seluruh tenaga yang dimilikinya, dia
mengadakan perlawanan dengan gigih sehingga terjadilah
perkelahian yang amat seru.
Biarpun dia menang dalam hal tenaga sin kang, namun
ilmu tongkat dayung Nelayan Gu sungguh hebat sehingga
Suma Kiang mengalami kesukaran untuk merobohkan lawan
ini. Diam-diam dia terkejut. Kalau orang yang memegang
cangkul dan disebut Petani Lai itu maju mengeroyoknya, tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia menjadi repot. Apalagi kalau hwesio itu yang maju pula
mengeroyok, mungkin akan sukar baginya untuk menang.
Oleh karena itu, dia berseru nyaring dan tongkatnya kini
menyambar-nyambar dengan dahsyatnya. Ternyata dia telah
mainkan Ciu-sian-tung-hoat (Ilmu Tongkat Dewa Arak) yang
kalau dimainkan, yang memainkannya seperti orang mabok,
akan tetapi gerakan tongkat itu sukar diikuti lawan.
"BukkkM" Karena bingung melihat perubahan ilmu tongkat
lawan, akhirnya punggung Nelayan Gu terkena hantaman
tongkat. Dia terhuyung dan melompat ke belakang. Namun
tongkat itu mengejarnya dan menyambar ke aral kepalanya.
"Trakkk!" Cangkul bergagang panjang itu menangkis dan
selamatlah Nelayan Gu. Dia melompat ke pinggir dan kini
Petani Lai yang bertanding hebat melawan Suma Kiang.
Melihat betapa Petani Lai melawan Suma Kiang seorang
diri, dan Nelayan Gu tidak ikut mengeroyok, dapat pula
diketahui watak gagah kedua orang itu Mereka tidak mau
main keroyok walaupun lawan amat tangguhnya. Ini
menunjukkan watak pendekar.
Petani Lai juga amat lihai memainkan cangkul gagang
panjangnya. Namun, setelah lewat lima puluh jurus dalam
perkelahian yang seru, akhirnya harus mengakui keunggulan
lawan. Dalam pertemui antara dua senjata mereka, gagang
cangkul itu patah dan terpaksa Petani Lui. harus melompat ke
belakang karena keadaannya berbahaya sekali. Akan tetapi
Suma Kiang yang merasa penasaran karena belum dapat
merobohkan seorang diantara mereka, melompat dan
mengejar dengan pukulan tongkatnya yang menyambar ke
arah punggung Petani Lai dengan totokan maut. Kalau ujung
tongkat itu mengenai punggung, maka Petani Lai akan
tertotok tewas! Demikian kejamnya hati Suma Kiang.
"Wuuuuttt..... plakk!" Suma Kiang terpental ke belakang
dan dia terpaksa membuat pok-sai (jungkir balik) di udara
sampai tiga kali barulah dia dapat turun ke atas tanah dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik. Dia terkejut Bukan main karena tadi hanya melihat
bayangan kuning berkelebat menangkis tongkatnya. Kiranya
hwesio berkepala gundul berjubah kuning itu kini telah berdiri
di depannya sambil merangkap kedua tangan di depan dada.
"Omitohud.....! Hwesio itu berdoa.
"Mengapa begitu kejam untuk membunuh lawan yang
sudah kalah? Sicu (tuan yang gagah), membunuh merupakan
dosa yang amat besar!"
Suma Kiang mengerutkan alisnya. "Hwesioo , siapakah
nama julukanmu?"
Dia bertanya secara tidak menghormat sama sekali.
"Orang menyebut pinceng (saya) Cheng Hian Hwesio."
jawab hwesio itu dengan sikap tetap sopan.
"Kenapa tidak kembali saja ke kuilmu dan berkeliaran di
sini?"
"Omitohud! Pinceng tidak mempunyai tempat tinggal yang
tetap, tidak mempunyai kuil. Kuil pinceng adalah tubuh ini dan
tempat tinggal pinceng adalah alam ini, atapnya langit dan
dindingnya gunung-gunung."
"Pergilah dari sini, hwesio, karena di sini merupakan
wilayahku. Jangan ganggu ketenangan hidupku di sini.
Pergilah!"
"Omitohud! Tidak ada manusia yang memiliki gununggunung.
Melihat tempat ini tidak dihuni orang maka pinceng
menetapkan untuk tinggal di sjni. Pinceng dan dua orang
murid tidak mengganggu siapa-siapa. Sebaliknya, siculah yang
mengganggu kami yang sedang membuat pondok."
"Hwesio, kalau engkau tidak mau pergi, terpaksa aku akan
menggunakan kekerasan!" bentak Suma Kiang sambil
menggerakkan tongkat ulat hitamnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omitohud, yang menggunakan kekerasan akan menjadi
korban kekerasan itu sendiri." kata hwesio itu sambil
merangkapkan kedua tangan di depan dada.
"Mampuslah!" bentak Suma Kiang dan dia langsung saja
menerjang maju, menggerakkan tongkatnya untuk menusuk
ke arah ulu hati hwesio itu.
Hwesio yang mengaku bernama Cheng Hian Hwesio itu
tidak mengelak, melainkan membuka kedua tangan yang
dirangkap di depan dada dan menyambut ujung tongkat itu
yang segera terjepit oleh kedua tangannya. Suma Kiang
terkejut dan mencoba untuk menarik tongkatnya, namun tidak
dapat tongkat itu ditarik, seolah-olah telah melekat pada
kedua telapak tangan itu. Suma Kiang mengerahkan seluruh
sin-kangnya untuk melepaskan tongkatnya, namun tetap saja
dia tidak mampu. Selagi dia bersitegang hendak melepaskan
tongkatnya, tiba-tiba Cheng Hian Hwesio melepaskan tongkat
itu sambil mendorong dan tubuh Suma Kiang terdorong ke
belakang sampai terhuyung-huyung!
Suma Kiang bukan hanya terkejut, akan tetapi juga marah
sekali. Dia masih belum dapat menerima kenyataan dan tidak
mau percaya bahwa ada orang mampu mengalahkannya
dalam segebrakan saja! Ditancapkannya tongkatnya di atas
tanah dan sekali kedua tangannya bergerak ke punggung dia
telah mencabut sepasang pedangnya. Tampak dua sinar hitam
menyambar ketika dia mencabut Tok-coa Siang kian
(Sepasang Pedang Racun Ular) yang ampuh itu.
"Omitohud, pinceng tidak ingin berkelahi, Suma sicu!"
Hwesio itu berseru. Akan tetapi sia-sia saja ucapannya in
karena Suma Kiang sudah bergerak maju, sepasang
pedangnya diputar cepat dan dia sudah menyerang dengan
dahsyat sekali. Sepasang pedang itu menyambar dari arah
yang berlawanan, yang kanan menyambar ke arah leher dan
yang kiri menyambar ke arah pinggang. Suatu serangan
berganda yang amat berbahaya karena pedang itu selain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tajam dan kuat, juga mengandung racun yang kalau
menggores kulit lawan, dapat mematikan seketika!
"Omitohud......!" Cheng Hian Hwesiio berkata lagi dan dia
menggerakkan tubuhnya mengelak sambil mengebutkan
kedua ujung lengan bajunya untuk menangkis sepasang
pedang itu.
Suma Kiang merasa betapa kuatnya ujung lengan baju itu
membentur pedangnya sehingga kedua tangannya tergetar
hebat, akan tetapi datuk yang keras kepala dan selalu
memandang rendah orang lain ini terus menyerang dengan
hebatnya, mengirim serangan - serangan hebat.
Cheng Hian Hwesio bergerak mengelak yang tampaknya
lambat, namun semua serangan itu dapat dielakkan dan yang
tidak terelakkan dia tangkis dengan ujung lengan baju.
Betapapun saktinya Cheng Hian Hwesio, kalau dia hanya
mengelak dan menangkis saja dan membiarkan Suma Kiang
terus menghujaninya dengan erangan, akhirnya dia terdesak
juga.
"Omitohud.....! Terpaksa pinceng melawan!" Setelah
berkata demikian, tubuhnya bergerak lebih cepat dan kedua
ujung bajunya juga menyambar-nyambar dengan tmat
cepatnya. Belum sampai tiga puluh jurus kakek ini bergerak
cepat, tiba-tiba saja sepasang lengan bajunya telah menotok
secara istimewa sekali dan menyentuh kedua pundak Suma
Kiang. Seketika Suma Kiang tidak mampu menggerakkan
tubuhnya dan berdiri seperti patung!
"Sudah cukup, Suma sicu!" kata Cheng Hian Hwesio dan
secepat kilat jari tangannya bergerak dua kali ke arah pundak
Suma Kiang dan datuk Lembah Sunga Huang-ho ini sudah
mampu bergerak kembali!
Akan tetapi dasar orang jahat yang berkepala batu, begitu
dapat bergerak dia sudah menubruk ke depan dan menyerang
dengan sepasang pedangnya Serangan itu tiba-tiba datangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan amat cepat. Akan tetapi tiba-tiba dia kehilangan kakek itu.
Ternyata, dalam keadaan gawat itu Cheng Hian Hwesio sudah
mencelat ke atas dan kini tubuhnya turun dengan jungkir
balik, tangan kanannya lurus dengan jari telunjuk menyerang
ke bawah.
Suma Kiang coba menghindar, namun serangan dengan
satu jari itu bukan main hebatnya. Hawa serangan itu saja
sudah membuat Suma Kiang tertegun dan sebelum dia
sempat mengelak, jari telunjuk kakek itu sudah menyentuh
pundak kirinya dan seketika tubuhnya menjadi lemas dan dia
terkulai roboh! Masih untung baginya bahwa kakek itu
menotok pundaknya, kalau jari itu menyentuh ubun-ubun
kepalanya, tentu dia akan tewas seketika. Dia tidak tahu
bahwa itulah ilmu totok It-yang-ci (Totok Satu Jari) yang amat
ampuh dari Siauw-lim-pai!
"Omitohud, pinceng harap engkau tidak akan
menggunakan kekerasan lagi, Suma sicu!" kata Cheng Hian
Hwesio setelah dia turun ke atas tanah.
"Berani engkau membunuh ayahku!" Tiba-tiba Suma Eng
berseru dan ia menerjang maju menyerang Cheng Hian
Hwesio dengan pedang Ceng-liong-kiam yang bersinar hijau.
Cheng Hian Hwesio menyambut serangan ini dengan
menyentil pedang itu menggunakan jari tangannya.
"Tringgg.....!" Tubuh Suma Eng terbawa pedang itu
terputar-putar mundur!
"Omitohud, ayahmu tidak mati, anak yang u-hauw
(berbakti)!" kata Cheng Hian Hwesio dan sekali tangannya
bergerak menotok, Suma Kiang dapat bergerak kembali. Sekali
ini, biarpun hatinya masih penuh dengan penasaran dan
marah, Suma Kiang maklum bahwa dia berhadapan dengan
seorang yang sakti dan memiliki kepandaian jauh lebih tinggi
daripada kepandaiannya. Maka diapun lalu menyimpan
sepasang pedangnya di punggung, mencabut tongkat ular
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hitamnya dan menggandeng tangan Suma Eng sambil
berkata, suaranya penuh dengan kekecewaan dan
kemurungan.
"Mari kita pergi dari sini, Eng Eng!"
Suma Eng mengerutkan alisnya dan ia merasa penasaran
dan kecewa sekali! Ayahnya yang dianggapnya orang paling
jagoan di dunia ini, sama sekali tidak berdaya melawan
seorang hwesio tua yang lemah! Hampir ia tidak dapat
percaya kalau tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri!
Setelah mulai mendaki puncak mereka sendiri, Suma Eng
tidak tahan lagi untuk berdiam diri. "Ayah, kenapa ayah kalah
oleh hwesio tua yang lemah itu?"
Suma Kiang menghela napas panjangi sebelum menjawab.
"Eng Eng, engkau tidak tahu. Hwesio itu sama sekali tidak
lemah. Dia adalah seorang sakti yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali. Dua orang muridnya itupun lihai,
akan tetapi dibandingkan guru mereka, sangat jauh selisihnya.
Sama sekali aku tidak pernah mimpi akan bertemu dengan
serang yang demikian lihainya. Ini berarti kita tidak dapat
lebih lama tinggal di tempat ini, Eng Eng."
"Akan tetapi kenapa, ayah?"
"Orang telah mengalahkan aku dan tinggal di puncak
sebelah, bagaimana mungkin aku lebih lama tinggal di sini?
Tentu dia akan datang menggangguku. Pula, melihat ada
orang yang lebih lihai dariku, engkau harus mendapat
pendidikan dari seorang sakti, karena itu engkau akan kubawa
menghadap supek-ku (uwa guruku) yang bertapa di puncak
Cin-ling-an."
Mendengar ini wajah yang manis itu menjadi berseri. "Ah,
apakah kepandaian supek-kong (kakek uwa guru) itu hebat
sekali, ayah? Bagaimana kalau dibandingkan dengan hwesio
tadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau bertanding melawan supek, Hwesio tadi pasti kalah.
Di dunia ini tidak ada orang yang mampu menandingi
kesaktian supek!" Suma Kiang menyombong dan puterinya
tersenyum puas.
"Kalau begitu aku ingin sekali belajar ilmu silat darinya."
Setelah tiba di pondok mereka di puncak, mereka berkemas
dan hari itu juga mereka berangkat meninggalkan Thai-san.
Melihat Suma Kiang dan Suma Eng sudah pergi jauh turun
dari puncak Awan Putih, Nelayan Cu dan Petani Lai lalu
menghadap Cheng Hian Hwesio dan mereka menjatuhkan diri
berlutut di depan hwesio itu yang masih berdiri tegak
memandang ke arah perginya Suma Kiang.
"Mohon paduka memberi ampun kepada hamba berdua
yang tidak mampu mengusir datuk sesat itu." kata Nelayan Gu
dengan sikap hormat sekali.
"Sudahlah, jangan pikirkan itu. Dia memang lihai sekali,
dan kalian hentikan sikap kalian ini. Ingat, telah puluhan tahun
aku menjadi Cheng Hian Hwesio yang juga menjadi guru
kalian. Pinceng lebih suka disebut suhu daripada sebutan
muluk lainnya. Ingatlah, hanya orang bodoh yang suka
berenang di lautan masa lalu. Masa lalu sudah lewat, sudah
mati, saat inilah yang penting. Karena itu, rubahlah sikapmu
agar jangan sampai orang lain mengetahui masa lalu
pinceng."
"Harap suhu sudi memaafkan kami." kata kedua orang itu
hampir berbareng.
"Sekarang lanjutkanlah membuat pondok untuk kita."
Hwesio itu kembali duduk di atas batu besar dan melanjutkan
samadhinya yang tadi terganggu dan dua orang pembantunya
itupun melanjutkan pekerjaan mereka membuat pondok
bambu yang sederhana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapakah hwesio yang sakti itu? Dan mengapa kedua orang
murrdnya itu bersikap seolah berhadapan dengan seorang
yang tinggi kedudukannya?
Hwesio yang mengaku bernama Cheng Hian Hwesio itu
bukan lain adalah Kaisar Hui Ti yang telah dinyatakan hilang
ketika kota raja Nan-king diserbu oleh pamannya, yaitu
Pangeran Yen yang kemudian menjadi Kaisar Yung Lo. Dia
melarikan diri dan dinyatakan hilang tak tentu rimbanya.
Peristiwa itu terjadi kurang lebih empat puluh tahun yang
lalu. Ketika itu pendiri Kerajaan Beng, Kaisar Hong Bi atau
lebih terkenal dengan nama Goan Ciang, meninggal dunia.
Karena puteranya telah lebih dulu meninggal dunia karena
sakit, maka yang menggantikan menjadi kaisar adalah
cucunya yang bernama Hui Ti. Kaisar Hui Ti memerintah
dalam usia muda, baru kurang lebih dua puluh tahun. Hal ini
mendatangkan kemarahan kepada Pangeran Yen, putera Cu
Goan Ciang yang lain dan yang menjadi panglima besar
berkedudukan di Peking. Pangeran Yen menganggap bahwa
setelah kakaknya meninggal dunia, sudah sepatutnya kalau
dia yang menggantikan menjadi kaisar, bukan keponakannya,
Hui Ti. Karena kemarahan ini dia lalu menggerakkan
pasukannya, dari Peking menyerbu ke selatan. Dalam perang
saudara ini pasukan Nan-king kalah dan pasukan Pangeran
Yen menyerbu ke istana. Istana Kaisar Hui Ti terbakar
sehingga ketika orang tidak menemukan Kaisar Hui Ti,
dikabarkan bahwa kaisar muda Itu mati terbakar di dalamistana.
Padahal, sebetulnya Kaisar Hui Ti yang muda itu tidak mati
terbakar dalam istananya, melainkan berhasil lolos bersama
para pengawalnya yang setia. Kaisar Hui Ti menggunduli
kepalanya dan menyamar sebagai seorang hwesio perantau
dan melakukan perjalanan di seluruh Tiongkok. Akhirnya dia
benar-benar menjadi hwesio yang mendalami pelajaran
agama. Bahkan dia bertemu dengan serang hwesio perantau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sakti, kemudian mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi dari
hwesio itu.
Setelah dia menjadi tua, yang mengikutinya hanya tinggal
dua orang yang sejak muda menjadi pengawalnya dan juga
menjadi sahabat-sahabatnya. Dua orang pengawal itupun
memiliki ilmu alat yang tinggi dan akhirnya belajar dari Cheng
Hian Hwesio yang telah menjadi seorang hwesio sakti. Mereka
menyamar sebagai seorang nelayan dan seorang petani,
kemudian disebut Nelayan Gu dan Petani Lai.
Demikianlah mengapa dua orang itu bersikap seperti itu,
menghormati Cheng Hian Hwesio sebagai seorang kaisar!
Mereka tidak pernah melupakan bahwa hwesio itu adalah
Kaisar Hui Ti. Kini dalam hati Cheng Hian Hwesio sudah bersih
dari pamrih untuk kembali ke kota raja. Biarpun Kaisar Yung
Lo sudah lama meninggal dunia dan dia tidak dikejar-kejar
lagi, namun dia memilih menjadi hwesio yang hidup tenang
dan penuh damai, mengajarkan keagamaan kepada para
hwesio muda di kuil-kuil dan memilih tempat-tempat indah
dan sunyi di puncak gunung gunung.
Ketika melihat puncak Awan Putih d Thai-san, dia merasa
suka sekali dan mengambil keputusan untuk membuat pondok
di situ dan untuk sebentar? menikmati keindahan alam yang
berada di tempat itu. Sama sekali tidak pernah tersangka oleh
Cheng Hian Hwesio bahwa di tempat itu dia akan diganggu
oleh, Huang-ho Sin-liong Suma Kiang. Akan tetapi dia telah
berhasil membuat datuk sesat itu menjadi jerih dengan ilmu
kepandaiannya yang tinggi.
Sebulan kemudian, pondok yang dibuat oleh dua orang
pengawal itu telah rampung. Sebuah pondok yang cukup
besar dan kokoh walaupun bentuknya sederhana.
Cheng Hian Hwesio sudah duduk di atas batu besar depan
rumah, dan dua orang pembantunya duduk di atas batu-batu
yang lebih kecil, di kanan kiri hwesio itu. Mereka tidak bicara,
namun mereka bertiga sadar sepenuhnya dan waspada akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan sekeliling mereka. Betapa indahnya saat itu tidak
dapat mereka gambarkan. Mereka merasa seolah-olah berada
di alam lain. Awan putih seperti domba berarak di atas, ber
gerak perlahan seperti sekumpulan domba yang taat dan jinak
digembala oleh Sang Gembala yang tidak nampak. Sinar
matahari pagi menembus awan-awan putih yang tipis,
mendatangkan kehangatan di permukaan puncak Awan Putih,
mengusir kabut yang masih enggan meninggalkan tanah,
memaksa kabut membubung ke atas bercampur dengan
awan. Permukaan puncak tampak terang dan segala yang
berada di situ mulai hidup menyambut cahaya matahari
pemberi kehidupan Burung-burung berkicau riang menyambut
sinar matahari pagi, siap untuk mulai dengan pekerjaan
mereka sehari-har mencari makan. Kuncup-kuncup bunga
mulai mekar tersentuh kehangatan matahari dan ujung-ujung
daun pohon masih menahan embun yang bergantungan
bagaikan mutiara. Angin pagi yang sejuk segar bersilir ringan,
dan tiga orang itu seperti tenggelam dalam keadaan itu.
Mereka merasa menjadi bagian dari keheninga dan keindahan
itu.
Kebesaran dan Kekuasaan Tuhan terasa sekali dalam
keadaan seperti itu dan hidup merupakan kebahagiaan,
terlepas dari kesenangan dan kesusahan. Alam menjadi satu
dengan kita, dan perasaan si-aku yang membuat kita hidup
terpisah dari segala sesuatu, juga terikat dengan segala
sesuatu, tidak terasa lagi pada saat itu. Memandang awan
berarak di atas, memandang rumput-rumput hijau segar,
bunga-bunga aneka warna yang indah, daun-daun pohon
yang dihias mutiara embun, sudah merupakan kebahagiaan
tersendiri. Bahkan menghirup udara yang bersih sejuk
memenuhi rongga dada dan perut merupakan kebahagiaan
tersendiri pula.
Nafsu-nafsu yang biasanya meliar, dalam keadaan seperti
itu menjadi jinak, tidak mengejar-ngejar, tidak menguasai diri,
tidak merajalela. Nafsu yang biasanya meniadakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebahagiaan, karena nafsu hanya mengejar kesenangan,
selalu ingin mendapatkan yang lebih daripada apa adanya.
Akan tetapi kita tidak mungkin hidup tanpa nafsu karena nafsu
yang membuat kita mencukupi semua kebutuhan hidup. Akan
tetapi kalau nafsu menguasai kita, nafsu pula yang menyeret
kita ke dalam duka dan perbuatan dosa.
"Suhu, mengapa hanya dalam keadaan seperti sekarang ini
saja teecu (murid) merasakan suatu keadaan yang amat
hahagia? Mengapa perasaan seperti ini tidak dapat terus
tinggal di dalam hati tecu?" tanya Petani Lai kepada hweaio
itu.
Cheng Hian Hwesio tersenyum. "Omitohud! Segala macam
perasaan yang meniadakan kebahagiaan adalah kalau hati
akal pikiran mulai bekerja. Hati aku pikiran kita sudah
bergelimang nafsu karena itu begitu hati akal pikiran mulai
bekerja, yang dicarinya hanya kesenangan. Pikiran mulai
membanding-bandingkan antara senang dan tidak senang,
antara indah dan buruk dan selalu merindukan yang baik-baik,
yang Indah-indah, yang menyenangkan saja. Sebaliknya,
dalam keadaan seperti yang kau katakan itu, hati akal pikiran
tidak bekerja dan apa pun yang ada diterima dengan apa ada
nya dan sewajarnya, tanpa baik buruk tanpa menyenangkan
atau menyusahkan dan itulah menimbulkan kebahagiaan
sejati."
"Kalau begitu, suhu. Apakah kita tidak boleh
mempergunakan hati akal pikiran dan menyerahkan segala
sesuatu, kepada keadaan saja, menerima sebulatnya?" tanya
Nelayan Gu.
"Omitohud, sama sekali tidak demikian. Sejak lahir kita
sudah disertai akal pikiran, sudah disertai nafsu, akan tetapi
semua peserta ini harus menjadi alat, jangan sampai
memperalat kita. Kita berkewajiban untuk mempergunakan
hati akal pikiran dan nafsu, demi kelangsungan hidup kita.
Kalau matahari bersinar terlampau terik, kita dapat berusaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mencari tempat teduh, sebaliknya kalau hawa udara
terlampau dingin, kita wajib berusaha untuk mencari
kehangatan melawan dingin. Akan tetapi kita harus menerima
segala sesuatu seperti apa adanya dan bertindak sesuai
dengan ke-adaan itu, tanpa mengeluh, tanpa merasa berduka,
tanpa dipengaruhi untung rugi dan baik buruk. Itulah yang
dinamakan hidup sesuai dengan kodrat alam."
"Akan tetapi, suhu. Kalau yang mendatangkan duka itu
nafsu adanya, mengapa kita tidak mematikan nafsu itu saja
agar terbebas daripada duka?"
"Omitohud! Tidak mungkin manusia mematikan nafsunya,
karena mematikan nafsu berarti mematikan dirinya. Yang
mungkin adalah mengendalikan nafsu se-hingga nafsu-nafsu
kita menjadi seperti beberapa ekor kuda yang jinak dan taat
agar dapat menarik kereta kita dengan benar. Kereta itu
diibaratkan kehidupan kita. Kalau kita dapat mengendalika
nafsu, maka nafsu akan menjadi seperti kuda yang jinak dan
penurut, sebaliknya kalau kita tidak mampu mengendalikan
nafsu, maka nafsu akan menjadi kuda kuda liar dan akan
membawa kabur kereta dengan kemungkinan masuk ke
jurang dan menghancurkan kereta itu."
"Akan tetapi bagaimana caranya mengendalikan nafsu yang
sudah menggelimangi hati akal pikiran kita, suhu?" tanya pula
Petani Lai.
"Dengan menyerahkan diri kepada Yang Maha Kuasa,
seikhlas-ikhlasnya mohon bimbingan dari Yang Maha Kuasa
agar kita dapat terbebas dari pengaruh nafsu dan mampu
mengendalikannya. Namun hal ini tidaklah mudah, perlu
latihan terus menerus selama hidup kita."
"Akan tetapi, suhu....." Petani Lai hendak bertanya lagi,
akan tetapi Chen Hian Hwesio mengangkat tangan kirinya, ke
atas dan berkata lembut, "Sudahlah,jangan bicara lagi.
Tengoklah ke sekelilingmu, buka mata batinmu dan
pandanglah mata pelajaran tentang hidup yang diberikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
alam. Pelajaran rahasia yang tidak dapat diterima hati akal
pikiran, karena kalau sudah diterima pikiran tentu
diselewengkan, melainkan terimalah dengan hati dan
sanubarimu. Kalau sudah begitu, segala macam pembicaraan
tidak ada gunanya lapi. Sekarang, sambutlah datangnya tamu
yang mendaki puncak. Tidak ada kebahagiaan yang lebih
mendalam laripada menerima seorang sahabat dari jauh yang
sudah lama tidak bertemu."
Dua orang murid itu mengangkat muka memandang ke
bawah puncak dan mereka kini melihat pula dua orang yang
sedang mendaki puncak itu. Seorang kakek bertubuh pendek
katai dengan rambut, sampai di pinggang dan jenggot sampai
ke dada, bersama seorang pemuda remaja berusia sekitar lima
belas tahun. Pemuda itu bertubuh tinggi tegap dan berwajah
tampan dan anggur, pandang matanya mencorong seperti
mata seekor naga! Dua orang bekas pengawal itu lalu bangkit
berdiri dan cepat menyambut kakek pendek dan pemuda
remaja itu. Keduanya tidak menghendaki kalau ada orang
mengganggu ketenteraman guru dan junjungan mereka. Dan
biarpun Cheng Hian Hwesio tadi mengatakan kedatangan
sahabat, akan tetapi mereka tahu bahwa guru mereka itu
menganggap semua orang sahabat. Mereka sendiri harus
berhati-hati. Siapa tahu kakek yang datang itu seorang jahat
seperti halnya Huang-ho Sin-liong Suma Kiang!
Akan tetapi melihat kakek itu sudah tua, tidak kurang dari
tujuh puluh tahun usianya, Nelayan Gu dan petani Lai segera
mengangkat kedua tangan depan dada.
"Selamat datang di Puncak Awan Putih, locianpwe (orang
tua yang gagah). Siapakah locianpwe dan ada keperluan
apakah locianpwe mendatangi tempat kami ini?"
Kakek itu bukan lain adalah Bu-beng Lo-jin (Orang Tua
Tanpa Nama). Dan anak remaja itu adalah Han Lin. Seperti
kita ketahui, ketika Bu-beng Lo-jin berhasil mengusir Toa Ok
dan Sam Ok dan menolong Han Lin, kakek itu membawa Han
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lin kepada Gobi Sam-sian, tiga orang murid keponakannya itu.
Dia minta agar Gobi Sam-sian menggembleng Han Lin selama
lima tahun. Baru setelah lewat lima tahun, tiga orang tokoh itu
diminta mengantarkan Han Lin kepadanya di puncak Thai-san.
Baru beberapa hari yang lalu, Gobi Sam-sian mengantarkan
Han Lin kepada supek mereka. di sebuah diantara puncakpuncak
di Thai-san. Setelah menyerahkan Han Lin yang telah
mereka gembleng selama lima tahun itu kepada Bu-beng Lojin,
Gobi Sam-sian lalu meninggalkan Han Lin dan supek
mereka.
Han Lin kini telah menjadi seorang pemuda berusia lima
belas tahun yang gagah. Dia telah menguasai ilmu-ilmu yang
diajarkan ketiga orang gurunya. bukan hanya ilmu silat tinggi
yang dipelajarinya dari Gobi Sam-sian, melainkan juga ilmu
sastera dan filsafat. Dia telah menjadi seorang pemuda remaja
yang pendiam, cerdik dan pandai membawa diri.
Setelah Gobi Sam-sian meninggalkan puncak di mana Bubeng
Lo-jin bertapa, kakek ini lalu berkata kepada Han Lin
"Han Lin, sebelum aku mulai dengan mengajarkan ilmu
kepadamu, terlebih dulu aku akan membawamu menghadap
seorang sahabat baikku yang baru saja datang di Puncak
Awan Putih dan agaknya hendak menetap di sana. Engkau
perlu kuperkenalkan karena dari orang itu engkau akan dapat
mempelajari berbagai ilmu kesaktian yang tinggi."
Demikianlah, pada keesokan harinya!
Han Lin berkunjung ke puncak di sebelah yaitu Puncak
Awan Putih yang menjadi tempat tinggal Cheng Hian Hwesio.
Dalam perjalanan yang sukar ini, diapun menguji ilmu
meringankan tubuh dari pemuda itu dan melihat bahwa apa
yang diajarkan ketiga Gobi Sam-sian ternyata tidak
mengecewakan.
Ketika Nelayan Gu menyambutnya dengan pertanyaan
siapa dia dan ada keperluan apa datang ke tempat itu, Bu
Beng Lo-jin memandang kepada dua orang Itu dan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, kalian berpakaian sebagai Nelayan dan petani,
memegang dayung dan cangkul, akan tetapi sikap kalian
seperti pengawal-pengawal yang setia kepada junjungannya!
Aku adalah Kakek tanpa Nama dan aku datang hendak
bertemu dengan sahabat baikku, Cheng hian Hwesio."
Nelayan Gu dan Petani Lai saling pandang dan
mengerutkan alisnya. Mereka merasa belum pernah bertemu
dengan kakek ini, akan tetapi kakek ini telah pagi-pagi sekali
Bu-beng Lo-jin mengejek dan menyindir mereka sebagai
pengawal-pengawal!
"Suhu sedang beristirahat dan tidak mau diganggu.
Katakan dulu apa keperluanmu sebelum menghadap suhu."
kata Nelayan Gu.
"Ha-ha, aku tidak mempunyai keperluan apapun. Akan
tetapi melihat Cheng Hian Hwesio memilih tempat tinggal di
puncak Awan Putih, tidak dapat tidak ku harus
mengunjunginya."
"Bagaimana kalau kami berdua melarangmu?" tanya pula
Nelayan Gu mencoba dan hendak melihat bagaimana sikap
tamu aneh ini.
Bu-beng Lo-jin tersenyum. "Ji-Ciangkun (Panglima Berdua),
aku tahu benar siapa kalian dan aku tahu pula siapa junjungan
kalian. Bukankah kenyataan ini sudah merupakan tanda
persahabatan yang akrab? Apakah kalian masih tidak percaya
kepadaku?"
Terdengar suara dari atas puncak "Nelayan Gu dan Petani
Lai, harap jangan memakai banyak peraturan dan persilahkan
sahabat pinceng itu naik ke sini!"
Dua orang murid itu menjawab, "Baik suhu. Silakan,
locianpwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari, Han Lin, kita temui orang yang paling aneh dan
paling baik di dunia ini." ajak si kakek katai itu dan Han Lin
berjalan di belakangnya dengan sikap hormat.
Bu-beng Lo-jin melangkah cepat menghampiri batu besar di
mana Cheng Hian Hwesio sudah duduk menanti sambil
tersenyum lebar.
"Sobat, bagaimana engkau tahu bahwa pinceng berada di
sini?" tanya Cheng Hian Hwesio sambil tersenyum dan
kemudian sepasang matanya yang lembut memandang ke
arah Han Lin dan mata itu mengeluarkan sinar kagum.
"Heh-heh, sudah hampir lima tahun aku tinggal di puncak
sebelah selat itu. Tentu saja aku tahu semua yang terjadi di
Puncak Awan Putih. Termasuk ketika engkau mengusir Huangho
Sin liong Suma Kiang dari sini." kata Bu beng Lo-jin sambil
tertawa.
"Omitohud! Pinceng sama sekali tidak mengusirnya."
bantah Cheng Hian Hwesio.
"Aku tahu! Seorang suci seperti engkau yang membunuh
seekor semut pun tidak mau, bagaimana tega hati untuk
mengusir seorang manusia walaupun manusia itu sejahat
Suma Kiang? Akan tetapi dia telah pergi sendiri dari puncak
yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Puterinya itu
seorang vang memiliki bakat baik sekali, sayang seorang yang
seperti itu dididik seorang datuk macam Suma Kiang."
"Omitohud, hal itu tidak bergantung kepada pendidikan
seseorang, melainkan atas karma anak itu sendiri. Mudah
mudahan saja ia berkarma baik dan tidak akan mewarisi
watak yang jahat dari pendidiknya."
"Ha-ha-ha, selamanya engkau berpengharapan baik, Cheng
Hian Hwesio."
"Tentu saja. Tanpa harapan-harapan haik dalam
kehidupan, lalu apa isinya? Tidak mungkin hanya diisi dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluh kesah belaka. Akan tetapi siapakah anak yang datang
bersamamu, Lo-jin?"
Bu-beng Lo-jin menoleh kepada Han lin dan berkata, "Dia
adalah muridku."
"Bagus, pinceng ikut gembira melihat engkau memiliki
seorang murid yang baik, Lo-jin."
"Aku membawanya menghadapmu agar engkau sudi
menjulurkan tangan menolongnya dengan membimbingnya
dan mengajarnya satu dua macam ilmu yang kau kuasai,
Cheng Hian Hwesio."
"Omitohud......! Setelah mempunyai guru seperti engkau,
ilmu apa lagi yang dapat diajarkan orang lain kepada
muridmu?"
"Aku bicara sungguh-sungguh, hwesio tua! Aku
menginginkan agar engkau mengajarkan ilmumu kepada anak
ini. Sebaiknya kalau dua orang muridmu itu menguji dulu
sampai di mana tingkat kepandaian anak ini sehingga kelak
mudah bagimu untuk mengajarnya. Nelayan Gu Petani Lai,
ajaklah muridku ke belakang dan ujilah sampai di mana
tingkat kemampuannya!"
Dua orang itu hendak membantah akan tetapi Cheng Hian
Hwesio menggerakkan tangan kepada mereka sambil berkata.
"Lakukanlah apa yang mintanya. Kalian tidak akan mampu
membantah kemauannya!" Dan hwesio itu tertawa lembut.
Nelayan Gu dan Petani Lai saling pandang, lalu dengan
sikap apa boleh buat mereka mengajak Han Lin. "Anak muda,
marilah engkau ikut dengan kami ke belakang pondok!"
Han Lin adalah seorang anak yang cerdik. Tanpa
dijelaskanpun dia sudah maklum akan apa yang dimaksudkan
oleh dua orang tua itu, maka diapun bangkit berdiri dan
mengikuti dua orang itu tanpa bertanya apalagi membantah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah Han Lin pergi bersama dua orang itu, Cheng Hian
Hwesio berkata kepada Bu-beng Lo-jin sambil tersenyum. "Lojin,
engkau agaknya hendak bicara padaku tanpa didengar
anak itu. Nah, katakanlah, apa yang hendak kaubicara-kan
itu?"
"Ha-ha-ha, siapa yang akan dapat membohongimu?
Agaknya engkau dapat membaca isi hati dan pikiran orang!
Memang sesungguhnya aku ingin bicara denganmu mengenai
anak itu dan kalau aku sudah bicara, aku tanggung engkau
tidak akan ragu lagi untuk menurunkan ilmu-ilmu mu
kepadanya."
"Katakanlah, tidak baik menyimpan rahasia."
"Ceng Hian Hwesio, engkau tentu mengetahui siapa adanya
Kaisar Cheng Tung, bukan?"
Hwesio itu tersenyum. "Apakah engkau hendak menggoda
pinceng, Lo-jin? Tentu saja pinceng tahu siapa adanya Kaisar
Cheng Tung, karena dia masih terhitung cucu-keponakan
pinceng sendiri."
"Dan tahukah engkau bahwa Kaisar Cheng Tung pernah
ditawan selama hampir dua tahun oleh seorang kepala suku
Mongol?"
"Kekalahan pasukan Beng di Hu lai itu? Suatu perbuatan
yang bodoh sekali dari Kaisar Cheng Tung'" kata Cheng Hian
Hwesio.
"Akan tetapi akhirnya dia dibebask dan ini merupakan suatu
kebijaksanaa dari kaisar itu sehingga dia tidak dibunuh bahkan
di sana dia telah menikah dengan seorang Puteri Mongol!"
"Ah, benarkah itu?"
"Dan anak yang dilahirkan Puteri Mongol itu seorang anak
laki-laki, bernama Cheng Lin yang kemudian disebut Han Lin
agar jangan diketahui orang bahwa dia keturunan Kaisar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cheng Tung. Dan pangeran berdarah Mongol itu adalah anak
yang menjadi muridku itu."
"Omitohud.......' Cheng Hian Hwesi tertegun lalu
termenung.
"Ya, dia adalah putera Kaisar Cheng Tung dan kalau kaisar
itu masih terhitung cucu-keponakanmu sendiri, berarti Han Lin
adalah cucu-buyut-keponakanmu."
"Omitohud! Bagaimana bisa begini kebetulan? Bagaimana
dia dapat menjadi muridmu dan di manakah ibunya?"
"Panjang ceritanya," kata Bu-beng Lo-jin sambil menarik
napas panjang. "Setelah melahirkan, tiga tahun lamanya
Puteri Mongol itu menanti-nanti penjemputan dari Kaisar
Cheng Tung, namun tidak kunjung tiba jemputan itu.
Kemudian, muncul datuk sesat Huang-ho Sin-liong Suma
Kiang yang menculik ibu dan anak itu dan membawa mereka
keluar dari perkampungan Mongol. Agaknya Suma Kiang itu
merupakan utusan dari kota raja, mungkin dari para pangeran
lain untuk membunuh ibu dan anak itu. Kebetulan sekali murid
keponakanku, Gobi Sam-sian, melihatnya dan mereka bertiga
menolong dan menyelamatkan ibu dan sejak itu,
membawanya mengungsi ke selatan. Akan tetapi tujuh tahun
kemudian, Suma Kiang muncul lagi bersama Sam Ok dan
mereka berhasil merampas anak Itu. Sedangkan ibunya
terpukul oleh Suma Kiang dan jatuh ke dalam jurang yang
amat dalam. Ketika aku datang, anak itu diperebutkan antara
Sam Ok dan Toa Ok maka aku turun tangan
menyelamatkannya. Kemudian aku membawanya menyusul
Gobi Sam-sian. Kiranya mereka tek luka-luka oleh Suma Kiang
dan Sam Ok bahkan It-kiam-sian buntung lengan kanannya
oleh Sam Ok. Setelah mengobati mereka aku lalu
menyerahkan Han Lin kepada mereka untuk digembleng lagi
selama lima tahun. Setelah lewat lima tahun beberapa hari
yang lalu mereka mengantarkan Han Lin kepadaku untuk
menjadi muridku. Aku lalu teringat bahwa engkau berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puncak Awan Putih ini, maka aku membawanya ke sini agar
engkau membantu aku menggemblengnya dengan ilmu-ilmu
yang kau kuasai."
"Omitohud......Kasihan sekali anak itu. Baiklah, Lo-jin.
Setelah pinceng memilih tinggal di sini, pinceng akan mendidik
anak itu bersamamu."
Sementara itu, Han Lin mengiringi Nelayan Gu dan Petani
Lai menuju belakang pondok di mana terdapat sebuah taman
yang baru dibuat sehingga tumbuh-tumbuhannya belum
banyak. Dua orang itu berhenti di petak rumput bawah pohon
lalu Nelayan Gu berkata kepada Han Lin.
"Anak muda, engkau mendengar sendiri tadi betapa
gurumu menyuruh kami untuk menguji kepandaianmu. Karena
itu, keluarkan senjatamu dan cobalah engkau melawan aku
selama beberapa jurus, hadapi tongkat dayungku ini!"
Han Lin memandang dengan sinar mata tajam, kemudian
dia berkata dengan sikap hormat. "Locianpwe......"
"Jangan sebut aku locianpwe. Cukup sebut aku Paman
Nelayan dan dia itu Paman Petani." kata Nelayan Gu.
"Baiklah, paman. Karena saya tidak memiliki senjata,
bolehkah kalau saya mengambil dari pohon ini?" Dia menuding
ke atas, ke arah pohon besar yang tumbuh di situ.
"Tentu saja boleh!" jawab Nelayan
Han Lin segera mengangkat mukanya, matanya mencaricari
kemudian sekali dia menggerakkan tubuhnya, dia telah
meloncat ke atas dan menghilang ke dahan pohon yang
daunnya lebat itu. Tak lama kemudian terdengar suara kayu
patah dan dia sudah melompat turun lagi sambil membawa
sebatang cabang pohon sebesar lengan dan panjangnya satu
meter lebih Dia membuangi ranting dan daun pada cabang itu
dan jadilah sebatang tongkal kayu yang akan dipergunakan
sebagai senjata!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid VI
MELIHAT ini, Nelayan Gu merasa tidak enak sekali. Dayung
bajanya akan dihadapi oleh pemuda remaja itu hanya dengan
sebatang kayu! Dia sejak mudanya telah mempelajari ilmu
silat dan bekerja sebagai seorang pengawal. Kemudian dia
bahkan memperdalam ilmunya, bersama Petani Lai, dibawah
bimbingan Cheng Hian Hwesio sendiri yang sudah menjadi
orang sakti setelah berguru kepada seorang hwesio perantau
dari siauw-lim-pai. Bagaimana mungkin kini dia harus
menghadapi seorang pemuda remaja yang hanya
bersenjatakan sebatang kayu sedangkan dia mempergunakan
dayung bajanya yang ampuh?
"Anak muda, aku menggunakan dayung baja, bagaimana
mungkin engkau akan melawanku hanya menggunakan
sebatang tongkat kayu?"
"Maaf, Paman Nelayan. Hanya ini senjata yang saya kenal."
"Apakah kakek yang menjadi gurumu itu tidak mengajarkan
ilmu menggunakan senjata lain kepadamu?"
"Kakek itu baru saja menjadi guru dan belum mengajarkan
apa-apa. Ketiga guruku yang dahulu mengajarkan saya
menggunakan tongkat seperti ini yang dapat dipergunakan
sebagai tongkat, sebagai pedang, dan juga sebagai gagang
kebutan. Saya tidak mengenal senjata lain, paman."
"Hemm, baiklah kalau begitu. Akupun hanya bertugas
untuk mengukur sampai di mana kemampuanmu. Sekarang,
lihat seranganku dan sambutlah!"
Setelah berkata demikian, Nelayan Gu menggerakkan
dayungnya. Dayung itu berat dan digerakkan dengan tenaga
yang kuat, maka dayung itu menyambar dan mengeluarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suara mendengung! Dayung itu menyambar ke arah kepala
Han Lin. Anak ini selama lima tahun telah digembleng oleh
Gobi Sam-sian dan tiga orang tokoh itu telah menurunkan
ilmu-ilmu mereka kepada Han Lin. Biarpun usianya baru lima
belas tahun namun Han Lin sudah menguasai ilmu-ilmu yang
tinggi. Melihat sambaran dayung yang dahsyat ini, Han Lin
mempergunakan keringanan tubuhnya dan mengelak dengan
cepat sambil menekuk kedua lututnya sehingga ubuhnya
merendah dan dayung itu lewat di atas kepalanya.
Menggunakan kesempatan yang amat singkat itu, Han Lin
sudah menusukkan tongkatnya ke arah ulu hati lawan.
"Hemm....!" Nelayan Gu kagum juga. baru segebrakan saja
anak muda Itu sudah mampu membalas serangannya! Dia
meemutar tongkatnya dengan kuat untuk menangkis tongkat
kayu dan sekaligus mengukur kekuatan pemuda itu. Demikian
cepatnya tangkisan itu sehingga Han Lin ndak sempat lagi
untuk menghindarkan tongkatnya dari benturan dengan
dayung baja.
"Tunggg.....'!" Han Lin merasa lengannya tergetar akan
tetapi dia sudah memutar tubuhnya untuk mematahkan
getaran itu dan meloncat ke kiri ketika dayung itu menyambar
ke arah pinggangnya. Akan tetapi dayung itu dengan cepat
dan hebatnya sudah menyambar lagi, kini menyerampang
kedua kakinya. Dengan gerakan amat ringan dan cepat, ginkang
yang dilatihnya dari Pek-tim-sian, Han Lin melompat ke
atas dan dayung itu menyambar ke bawah kakinya. Dan dari
atas itu kaki kanan Han Lin mencuat dan sudah menyambar
ke arah dagu Nelayan Gu!
Nelayan Gu terkejut sekali dan tahu bahwa anak itu telah
memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat.
Terpaksa dia mengelak ke belakang katau tidak ingin dagunya
tertendang!
Mereka sudah bergerak lagi saling serang. Hebatnya, Han
Lin tidak terdesak hebat, bahkan dapat membalas serangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawan. Tentu saja Nelayan Gu tidak berkelahi dengan
sungguh-sungguh karena diapun hanya ingin menguji saja.
Setelah tiga puluh jurus mereka bertanding, Petani Lai berseru
sambil melompat ke depan.
"Biarkan aku mengujinya!" Mendengar ini, Nelayan Gu
melompat kebelakang dan Petani Lai sudah menggerakkan
cangkul gagang panjangnya, menyerang dan serangannya
memang aneh. serangan itu digerakkan seperti orang
mencangkul. Cangkul menyerang ke arah kepala Han Lin dan
ketika Han Lin mengelak, cangkul itu membuat gerakan
membalik dan menyerang lagi seperti mengungkit! Han Lin
terkejut. Serangan senjata cangkul itu asing baginya, namun
dengan menggunakan gin-kangnya, dia selalu dapat mengelak
dan kadang dia menangis dengan tongkatnya. Dia tahu bahwa
menghadapi lawan inipun dia kalah kuat dalam hal tenaga
sakti, akan tetapi bagaimanapun juga dia masih menang
dalam hal kecepatan gerakan. Karena itu dia mengandalkan
kecepatan gerakan tubuhnya untuk mengelak dan membalas
serangan lawan. Diam-diam Petani Lai, seperti juga Nelayan
Gu, merasa kagum sekali. Biarpun kalau dalam perkelahian
yang sungguh-sungguh anak ini belum dapat
mengalahkannya, akan tetapi tingkat kepandaiannya sudah
demikian tinggi sehingga mampu menandinginya selama tiga
puluh jurus lebih. Kalau anak ini memiliki tenaga sin-kang
lebih hebat sedikit saja, tentu dia akan sukar
mengalahkannya.
Setelah lewat tiga puluh jurus, dia pun merasa cukup dan
melompat ke belakang sambil berseru, "Cukup!"
Han Lin juga menghentikan gerakannya dan membuang
tongkatnya lalu menjura kepada mereka berdua. "Banyak
terima kasih atas petunjuk yang paman berdua berikan
kepada saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang itu merasa senang. Seorang anak yang pandai
membawa diri dan sopan sekali, seperti seorang anak yang
terpelajar baik.
"Mari kita kembali menghadap suhu" kata Nelayan Gu dan
mereka bertiga kembali ke depan pondok. Di sana mereka
melihat betapa Bu-beng Lo-jin kini sedang asyik bermain catur
melawan-Cheng Hian Hwesio.
Dua orang kakek itu berhenti berma catur dan Cheng Hian
Hwesio memandang kepada Han Lin, kemudian kepada dua
orang pembantunya lalu bertanya.
"Bagaimana dengan hasil ujian kalian terhadap anak ini?"
"Suhu, dia sudah memiliki dasar yang kuat, dapat
menandingi teecu (murid) berdua lebih dari tiga puluh jurus
dengan bersenjatakan sebatang kayu. Biarpun tecu masih
menang dalam hal tenaga Sin-kang, namun ilmu gin-kang
yang dimilikinya sudah lebih tinggi dari yang tecu kuasai."
Nelayan Gu melapor.
Mendengar ini, wajah Cheng Hian Hwesio tampak berseri.
"Bagus! Han Lin, maukah engkau mempelajari ilmu silat dari
pinceng?"
Mendengar ini, Han Lin yang cerdik segera menjatuhkan
dirinya berlutut di depan kakek itu. "Sebelumnya teecu
menghaturkan terima kasih atas budi kebaikan suhu."
"Omitohud, pinceng senang sekali. Akan tetapi ingatlah
bahwa engkau adaan murid Bu-beng Lo-jin dan bahwa
pinceng hanya ikut memberi beberapa macam ilmu yang
kiranya berguna bagimu. Setiap bulan sekali engkau boleh
endaki puncak ini untuk menerima bimbingan beberapa
macam ilmu dari pinceng."
"Cepat haturkan terima kasih, Han Lin!" kata Bu-beng Lojin
sambil tertawa, "sebelum hwesio yang aneh ini balik pikir!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin memberi hormat kepada Cheng Hian Hwesio.
"banyak terima kasih teecu haturkan dan teecu berjanji akan
menaati semua petunjuk suhu."
Pada saat itu, terdengar teriak orang. "Losuhu, tolonglah
saya.....!"
Semua orang menengok dan tampaklah seorang pemuda
remaja dengan wajah pucat, rambut awut-awutan dan pakai
cabik-cabik, napas terengah-engah mendaki puncak itu lalu
menjatuhkan diri dan berlutut di depan batu yang diduduki
Ceng Hian Hwesio.
Cheng Hian Hwesio mengamati wajah pemuda itu dengan
penuh perhatian. Pemuda itu berusia sekitar enam belas
tahun, bentuk tubuhnya tinggi besar dan gagah, wajahnya
juga tampan sekali, walaupun pakaiannya seperti pakaian
seorang petani dan sudah compang-camping pula. Kedua
lengannya tampak luka-luka Berdarah.
Nelayan Gu dan Petani Lai mengerutkan alisnya dan sudah
hendak menegur anak muda yang berani mendaki puncak itu,
mengganggu ketenangan guru mereka. akan tetapi Cheng
Hian Hwesio mendahului mereka.
"Omitohud, anak muda, siapakah engkau dan mengapa
pula engkau berlari lari minta tolong kepada pinceng?"
Ditanya demikian, pemuda itu lalu menangis. "Celaka,
losuhu (guru tua, sebutan untuk pendeta). Seluruh keluarga
saya mereka bunuh.....! Dan saya nyaris dibunuh juga, maka
saya melarikan diri ke puncak ini.... mohon pertolongan
losuhu......" Anak itu menengok ke belakang, agaknya
khawatir kalau ada yang mengejarnya dari belakang.
"Omitohud, siapakah mereka yang membunuh dan
mengapa pula keluargamu dibunuh?"
"Saya..... saya tidak tahu, losuhu. mereka serombongan
terdiri dari lima utau enam orang, datang-datang mengamuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan membunuhi orang. Ayah dan ibu saya, dua orang saudara
saya dan dan seorang paman saya mereka bunuh. empat
orang tetangga sebelah yang datang hendak menolong kami
mereka bunuh. Saya telah melawan mati-matian namun
mereka itu demikian ganas kejam. Akhirnya saya mampu
meloloskan diri dan mereka kejar-kejar dan sampai melarikan
diri naik ke puncak ini."
"Di mana engkau tinggal?"
"Kami tinggal di dusun bawah lereng sana, losuhu.....'"
Pemuda remaja itu menuding ke bawah, dan air matanya mas
bercucuran.
"Nelayan Gu, obati luka-lukanya dan kemudian bersama
Petani Lai kalian lihatlah apa yang terjadi di dusun anak ini.
Ajak dia untuk menjadi petunjuk jalan," kata Cheng Hian
Hwesio.
Nelayan Gu dan Petani Lai mengajak anak itu memasuki
pondok, mengobati luka-luka di lengannya, kemudian
mengajaknya turun dari puncak. Ternyata anak muda itupun
pandai berlari cepat dan tak lama kemudian tibalah mereka di
sebuah dusun yang terpencil. Sebetulnya bukan dusun karena
hanya terdiri dari tiga rumah yang sederhana! Ketika mereka
menghampiri rumah itu, Nelayan Gu dan petani Lai segera
melihat mayat beberapa orang berserakan di situ.
Ketika mereka sedang memeriksa mayat-mayat itu,
terdengar rintihan dan pemuda itu lalu melompat dan
menubruk seorang laki-laki yang agaknya belum tewas.
"Ayah.....!" Pemuda itu berseru dan dia mencabut sebatang
pisau yang masih menancap di dada orang itu.
Nelayan Gu dan Petani Lai melompat.
"Jangan cabut....." Akan tetapi terlambat.
Pemuda itu sudah mencabutnya dan dia memanggilmanggil
ayahnya, mengguncang-guncang tubuhnya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang pisau
yang masih berlumuran darah itu.
"Ayah.....! Ayah....U" teriaknya sambil menangis.
Laki-laki berusia lima puluh tahun itu masih mampu
bergerak, mengangkat mukanya memandang pemuda itu,
menggerakkan tangan dengan lemah mencoba meraih kepala
anak itu.
"Kau..... kau.....!" Diapun terkulai tewas. Nelayan Gu dan
Petani Lai meloncat mendekat, akan tetapi ketika mereka
memeriksa, laki-laki itu telah meninggal dunia.
"Ayah.....! Ayah.....!" Anak itu memanggil-manggil terus.
"Lepaskan dia. Dia telah tiada." ka Petani Lai.
"Ayah....!!!" Pemuda Itu melempar pisau yang berlumur
darah, menubruk ayahnya dan menangis tersedu-sedu atas
dada ayahnya sehingga darah ayahnya mengenai baju dan
dagunya.
"Cukup! Yang mati tidak perlu ditangisi lagi. Tidak ada
gunanya!" Nelaya Gu membentak dan pemuda itu melepaskan
rangkulannya, berhenti menangis akan tetapi masih
sesenggukan menahan tangisnya.
Nelayan Gu dan Petani Lai lalu mengadakan pemeriksaan.
Mereka memeriksa mayat itu satu demi satu dan semuanya
tewas karena tusukan pisau belati itu. Ayah dan ibu anak itu,
lalu dua orang kakak dan adiknya, dua orang pamannya dan
empat orang laki-laki lain yang menurut pemuda itu adalah
tetangganya. semua ada sepuluh orang yang terbantai di
tempat itu secara kejam sekali.
Dua orang bekas pengawal itu mengadakan pemeriksaan
dengan teliti dan mendapat kenyataan bahwa rumah itu tidak
diganggu barang-barangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ada barangnya yang hilang?" tanya Petani Lai
kepada pemuda itu. Pemuda itu seperti orang yang ling-lung
Karena duka mengadakan pemeriksaan. Tidak banyak yang
dimilikinya dan dia menggeleng kepala.
"Tidak ada barang yang hilang." katanya lirih, dan air
matanya kembali mengalir bila mana dia menoleh kepada
mayat ayah dan ibunya.
"Hemm, berarti para pembunuhnya bukan golongan
perampok. Keadaan tiga keluarga ini sederhana saja, tidak
memiliki barang-barang berharga, juga tidak kehilangan
sesuatu. Lalu apa yang menyebabkan pembunuhan begini
banyak orang ini?" kata Nelayan Gu.
"Anak malang, siapakah namamu?"
"Saya she (marga) Coa, bernama Se akan tetapi panggilan
sehari-hari adalah A-seng," jawab pemuda remaja itu.
"Seluruh keluargamu terbunuh akan tetapi engkau mampu
membebaskan diri juga tadi engkau pandai berlari cepat.
Siapakah gurumu dalam ilmu silat?"
"Seorang tosu pengembara yang kebetulan lewat di tempat
tinggal kami mengajarkan ilmu silat kepada saya, akan tetapi
dia tidak mengatakan siapa naman dan bahkan tidak ingin
diketahui siapa namanya. Saya sempat dilatih selama
beberapa tahun kemudian disuruh latihan seorang diri.
Dengan segala kemampuan saya, saya melawan ketika
hendak dibunuh dan akhirnya dapat melarikan diri walaupun
luka-luka pada lengan saya."
"Siapakah orang-orang yang membunuh keluargamu?
Apakah engkau mengenal mereka?" tanya Petani Lai yang
juga tertarik sekali ingin mengetahui siapa pembunuhpembunuh
sadis yang membantai sepuluh orang dusun yang
tak berdosa Itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tidak mengenal mereka, akan tetapi di baju mereka
bagian dada ada gambar seekor harimau hitam."
"Seekor harimau hitam? Apa engkau tahu apa artinya itu?"
Nelayan Gu bertanya.
A-seng menggeleng kepalanya. "Saya hanya pernah
mendengar bahwa di balik puncak ini terdapat sebuah
perkampungan yang menjadi tempat tinggal Hek-houw-pang
(Perkumpulan Harimau Hitam) yang kabarnya ditakuti semua
orang karena mereka bersikap ugal-ugalan. Akan tetapi saya
sendiri tidak pernah pergi ke sana, apa lagi bertemu dengan
mereka."
"Hek-houw-pang.....? Petani Lai, pernahkah engkau
mendengar tentang Hek-houw-pang?" tanya Nelayan Gu
kepada Petani Lai yang dijawab dengan gelengan kepala.
"Sekarang lebih baik kita mengurus mayat-mayat ini
terlebih dulu. Karena di sini tidak ada orang lain, terpaksa kita
bertiga yang harus menguburnya dan setelah itu baru kita
melapor kepada suhu" kata Petani Lai.
Mereka bertiga lalu bekerja. Menggunakan cangkul gagang
panjang yang selalu dibawa Petani Lai, dia menggali tanah
belakang rumah-rumah itu dengan cepat Nelayan Gu dan Aseng
membantunya dengan menggunakan cangkul yang
mereka temukan di pondok ketiga orang tani itu.
Kalau tidak dikerjakan oleh Petani Lai dan Nelayan Gu,
tentu akan makan waktu lama menggali sepuluh buah lubang
kuburan itu. Akan tetapi kedua orang adalah orang-orang
yang memiliki kepandaian tinggi dan memiliki tenaga sakti
yang membuat pekerjaan itu dapat dilakukan cepat sekali.
Apalagi A-seng ternyata juga merupakan seorang pemuda
yang kuat dan dapat menggali dengan cepat walaupun
dilakukan dengan kadang diselingi tangisnya karena kematian
keluarganya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah selesai mengubur sepuluh jenazah itu dan
membiarkan A-seng berlutut sambil menangis menyebut ayah
ibunya nelayan Gu lalu menyentuh pundaknya,
"Sudahlah, cukup engkau menangis. Sekarang mari kita
menghadap suhu untuk mendapatkan petunjuk beliau
selanjutnya." A-seng bangkit dan sambil menundukkan
mukanya dengan sedih diapun mengikuti kedua orang itu
mendaki Puncak Awan utih.
Setelah Nelayan Gu, Petani Lai dan A-seng pergi
meninggalkan puncak, Bung Lo-jin berkata kepada Han Lin.
"Han Lin, sekarang tunjukkanlah kepada kami apa saja yang
sudah diajarkan Gobi Sam-sian kepadamu. Bersilatlah
menggunakan tongkat seperti ketika engkau melawan Nelayan
Gu dan Petani Lai tadi. Aku sendiri juga ingin mengetahui
sampai di mana kemampuanmu."
Han Lin mematuhi permintaan Bu-Beng Lo-jin. Dia mencari
lagi sebatang kayu cabang pohon, dijadikannya tongkat lalu
mulailah dia bersilat. Tongkat itu dimainkan sesuai dengan
ilmu tongkat yang dipelajarinya dari Ang-bin-sian, kemudian
dia mainkan seperti pedang sesuai dengan ajaran It-kiam-sian,
kemudian dia mainkan sebagai gagang kebutan yang
melakukan totokan-totokan seperti yang diajarkan Pek-timsian.
Dua orang kakek itu menonton dengan senang dan
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Cheng Hian Hwesio, apakah engkau hendak menerima
pemuda tadi sebar muridmu?"
"Kalau perlu, mengapa tidak? Ayah ibunya telah tewas dan
dia hidup sebatang kara, perlu ditolong, bukan?"
"Akan tetapi aku melihat bahwa anak itu terlalu cerdik, hal
ini dapat dilihat dari gerakan matanya. Engkau belum
mengenal benar asal-usulnya, bagaimana demikian mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerimanya sebaga murid? Bagaimana kalau engkau salah
pilih?"
"Omitohud, pinceng bermaksud baik. Kalau ternyata keliru,
hal itu adalah sudah menjadi karma masing-masing. Kenapa
engkau menaruh curiga kepada orang anak malang yang
belum kau kenal keadaannya?"
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru