Kamis, 04 Mei 2017

Cerita Silat Cersil Kho Ping Hoo 5 Tiga Naga Sakti

Cerita Silat Cersil Kho Ping Hoo 5 Tiga Naga Sakti Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cerita Silat Cersil Kho Ping Hoo 5 Tiga Naga Sakti
kumpulan cerita silat cersil online
Cerita Silat Cersil Kho Ping Hoo 5 Tiga Naga Sakti
Beng Han teringat akan adiknya dan dia merasa girang
bahwa Beng Lian telah mendapatkan seorang calon suami
seperti Yap Yu Tek yang gagah perkasa. Diam-diam dia
berdoa semoga nasib adiknya itu lebih baik dari pada
nasibnya!
Begitulah kita manusia selalu melemparkan sepala
kegagalan yang kita hadapi kepada NASIB! Semenjak kecil kita
dilolohi kata "nasib" ini sehingga kita selalu mengatakan
bahwa nasib kita sedang mujur, nasib kita sedang buruk dan
sebagainya. Apakah "nasib" itu ? Ada yang
menghubungkannya dengan "kehendak Tuhan". Jadi
kehendak Tuhankah bahwa kita harus celaka atau kita harus
beruntung? Jadi kita ini apa? Benda-benda mati? Kita selalu
menggunakan kata "nasib" untuk menghibur, untuk menutupi
penyesalan kita, kekecewaan kita, juga untuk menutupi iri hati
kita. Kita tidak berani membuka mata memandang kelemahan
kita sendiri, hati yang penuh dengan kecewa dan iri ini.
Kecewa kalau kita rugi dan iri kalau melihat orang lain untung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu kita menutupinya dengan kata-kata "sudah nasibku" atau
"sudah nasib dia". Seperti keadaan Beng Han itu. Nasibkah
yang menentukan sampai dia kecewa? Nasibkah yang
membuat dia berduka? Betapa menggelikan, namun sungguh,
kalau kita mau membuka mata, kita sendiri setiap saat
bermain-main dengan kata nasib ini, baik melalui mulut
ataupun hanya dibisikkan di dalam hati saja. Dan ketahyulan
yang dungu dan picik ini kita pelihara semenjak kita kecil
sampai akhirnya kita tunduk dan menghambakan diri kepada
NASIB ! Seolah olah kita tidak kuasa atas diri kita sendiri, atas
kelakuan kita sendiri, melainkan diatur oleh nasib. Padahal,
seperti dapat kita lihat dari keadaan Beng Han, Tidak ada
permainan nasib di situ, yang ada hanyalah permainan dirinya
sendiri. Dia mengharapkan sesuatu, mengharapkan cinta Kui
Eng harapannya tidak tercapai, dia kecewa dan berduka. Eh,
kenapa dia mengatakan nasibnya buruk ? Kalau dia tidak
mengejar sesuatu, dia tidak akan kecewa, dan tidak akan ada
pula yang dinamakan nasib buruk. Jadi nasib berada di tangan
kita sendiri !
Beng Han yang sedang dirundung kepedihan hati itu
mengharap agar pertunangan adiknya tidak akan mengalami
gangguan. Akan tetapi, ketika dia mengenangkan
pertunangan adiknya, teringatlah dia akan ucapan ibunya
bahwa pernikahan adiknya itu tidak akan dapat dilangsungkan
sebelum dia yang menjadi kakaknya itu menikah lebih dulu!
Beng Han menghela napas berat. Selain Kui Eng, gadis
manakah yang akan dapat menawan hatinya ?
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali dia sudah memasuki
sebuah dusun yang besar dan cukup ramai. Dusun Kiongnam-
teng ini memang memiliki daerah yang subur dan para
petani di dusun itu dapat hidup cukup lumayan karena hasil
sawah ladang mereka selalu baik. Karena baiknya hasil bumi
ini, maka dusun itu makin lama makin ramai, dan
perdagangan berjalan dengan lancar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Beng Han masuk ke dalam dusun, dia merasa heran
mengapa pada hari itu tidak nampak seorangpun di sawah
yang subur itu. Ketika dia memasuki dusun dan melewati
rumah-rumah penduduknya, dia melihat para petani duduk
berkelompok di depan rumah seperti sedang membicaiakan
sesuatu yang amat penting dengan wajah penuh kekhawatiran
dan kemarahan. Beng Han merasa heran dan ingin sekali tahu
apa yang terjadi, akan tetapi dia sebagai seorang asing
merasa kurang sopan untuk bertanya-tanya karena tidak baik
mencampuri urusan orang lain.
Akan tetapi karena dia dapat menduga bahwa tentu telah
terjadi atau akan terjadi sesuatu yang hebat hingga orangorang
dusun itu tidak pergi ke sawah pada hari itu, maka dia
mengambil keputusan untuk berdiam di dusun itu dan melihat
apakah gerangan yang terjadi. Setelah matahari naik tinggi,
tiba-tiba para penghuni dusun itu keluar dari rumah dan
mereka menuju kesebuah tempat terbuka di sudut dusun,
berkumpul di situ. Tak lama kemudian, dari jurusan timur
datang serombongan orang yang kedua tangannya
terbelenggu seperti orang-orang tawanan dan mereka
diiringkan oleh dua orang. Yang seorang berpakaian seperti
seorang tosu dan yang seorang lagi berpakaian seperti
seorang perwira tinggi.
Melihat ini Beng Han tidak dapat menahan keinginan
tahunya lebih lama lagi, maka dia lalu mendekati seseorang
petani tua dan berbisik kepadanya, " Lopek, sebetulnya
apakah yang sedang terjadi? Siapakah mereka yang ditawan
itu dan siapa pula tosu dan perwira itu? " Dia mengira bahwa
tawanan-tawanan itu tentulah penjahat-penjahat yang
tertangkap.
Kakek petani itu menarik napas panjang, lalu menjawab
dengan bisikan pula, "Kongcu, agaknya kongcu adalah
seorang pendatang dari jauh maka tidak tahu akan artinya
semua ini. Perwira dan tosu itu adalah utusan-utusan dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan dan mereka datang untuk memberi hukuman kepada
kepala dusun kami dan semua petugas yang memerintah
dusun kami,"
Beng Han menduga bahwa kepala dusun beserta para
pembantunya itu tentu telah melakukan semacam kejahatan
maka akan dihukum oleh utusan dari kota raja. Akan tetapi
kalau demikian halnya, kiranya para penduduk itu tidak akan
kelihatan berduka, bahkan sepatutnya bergirang.
"Kejahatan apakah yang telah mereka lakukan? " tanyanya
penasaran.
"Kejahatan? " kakek itu mengulang perkataan itu dengan
muka sedih. "Bukan kejahatan yang mereka lakukan, bahkan
karena mereka melakukan kebaikan, maka sekarang mereka
akan menerima hukuman ! "
Tentu saja Beng Han terkejut dan terheran sekali
mendengar ini dan dia memandang kepada kakek itu dengan
mata terbelalak. "Aneh sekali ! " katanya dengan agak keras
sehingga banyak orang menoleh dan memandang kepadanya.
"Bagaimana orang yang melakukan kebaikan dijatuhi
hukuman ? "
"Ssttt .... jangan keras-keras, kongcu, kalau terdengar oleh
mereka, kita akan dihukum pula, Kepala dusun kami adalah
seorang berhati mulia yang membela kami dan dengan diamdiam
dia mengurangi pemungutan pajak sawah dan di dalam
pelaporannya dia memperkecil jumlah dan luas sawah ladang
kami. Akan tetapi celaka, perbuatannya yang hendak
menolong kami itu diketahui oleh pembesar-pembesar
atasannya sehingga sekarang datang dua orang utusan dari
kota raja untuk menjatuhkan hukuman kepada dia dan para
pembantunya. "
Beng Han merasa penasaran dan juga timbul rasa kasihan
terhadap para petugas yang biarpun melakukan
penyelewengan tehadap tugasnya akan tetapi bukan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dimakan sendiri melainkan untuk meringankan beban rakyat
yang dipimpinnya itu. "Hukuman apakah yang akan dijatuhkan
kepada mereka ? "
"Entahlah, akan tetapi kami mendengar bahwa kepala
dusun akan dijatuhi hukuman limapuluh kali cambukan
sedangkan para pembantunya tigapuluh kali."
Sementara itu, rombongan orang yang dibelenggu itu telah
sampai di tengah lapangan. Mereka terdiri dari tujuh orang
laki-laki yang sudah berusia empatpuluh tahun lebih, dan
mereka semua menundukkan muka, kemudian terdengar
bentakan si perwira dan mereka bertujuh segera menjatuhkan
diri berlutut di atas lapangan.
Perwira tinggi besar tadi menggiring mereka lalu
memandang kepada semua orang dusun yang berkumpul dan
berdiri di sekeliling tempat itu. Kemudian dia berkata dengan
suara lantang, "Kalian lihatlah baik-baik ! Tujuh orang ini telah
melakukan kecurangan dan mencatut hasil negara, mereka
adalah pengkhianat-pengkhianat yang merugikan Negara.
Menurut patut,mereka harus dihukum mati ! Akan tetapi, Thio
taijin yang berwenang dalam urusan ini telah memperlihatkan
kebesaran dan kemurahan hatinya dan hanya menjatuhi
hukuman cambuk saja. Biarlah hukuman ini menjadi contoh
bagi semua orang yang berani membangkang dan melakukan
kecurangan dalam hal pembayaran pajak !"
Setelah berkata demikian perwira itu lalu memberi tanda
kepada seorang tentara untuk melaksanakan tugasnya. Baju
kepala dusun dan para pembantunya ditanggalkan hingga
tubuh atas mereka menjadi telanjang. Tujuh orang anggauta
tentara yang menjadi algojo sudah siap dengan cambuk
masing-masing di tangan kanan, menanti tanda.
Perwira tinggi itu mengangkat tangan kanan ke atas dan
terdengarlah bunyi cambuk berdetak-detak memekakkan
telinga seperti serombongan penggembala sedang
membunyikan cambuk mereka untuk menggiring kerbauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kerbau ke kandang. Akan tetapi segera terdengar suara pekik
dan rintihan kesakitan. Mana orang-orang tua dapat menahan
cambukan yang dilakukan dengan sekuat tenaga itu ? Baru
sepuluh kali cambukan saja pada punggung yang telanjang
sehingga kulit punggung terkelupas, dua orang di antara
mereka telah menjadi lemas dan roboh pingsan !
Beng Han tidak dapat mengendalikan perasaan hatinya
lebih lama lagi. Hatinya lebih condong kepada kepala dusun
dan para pembantunya yang oleh kakek dusun tadi diceritakan
sebagai orang-orang yang berhati mulia dan membela para
penghuni dusun, dan yang kini menerima hukuman berat. Dia
tahu bahwa orang-orang dusun yang bertubuh lemah ini, apa
lagi di antara mereka banyak yang sudah tua, kalau menerima
hukuman cambuk seperti itu lebih lama dan dibiarkan saja
tentu tidak akan kuat dan akan tewas.
Dengan bentakan marah pemuda ini melompat, sekali
bergerak dia telah berada di depan seorang algojo yang
melaksanakan tugas menghukum itu dan sekali tangannya
meraih, cambuk itu telah dirampasnya. Algojo yang bertubuh
tinggi besar itu terkejut, marah dan hendak memukul, akan
tetapi Beng Han menampar dan tangannya menyambar kepala
orang itu. Si algojo terpelanting dan bergulingan di atas tanah
sambil memegangi kepalanya dan meraung-raung karena
kepalanya terasa nyeri sekali seperti terpukul besi saja !
Perwira tinggi besar dan tosu yang mengawal para
hukuman itu bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka itu
adalah jagoan-jagoan utama di antara kaki tangan Thiothaikam
yang sedang bertugas memeriksa dan menghukum
kepala kampung di dusun Kiong-nam-teng itu karena kepala
dusun ini terlalu membela rakyatnya. Perwira tinggi besar itu
bukan lain adalah Bong Kak Im, kakak dari Bong Kak Liong.
Perwira ini lihai bukan main dan dalam deretan para pembantu
Thio - thaikam, dia adalah termasuk jago nomer dua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adapun Bong Kak Im dan Bong Kak Liong itu adalah tokohtokoh
dari Hoa-san-pai yang telah memiliki tingkat ilmu
kepandaian yarig tinggi sekali, akan tetapi sayang bahwa
keduanya adalah murid-murid murtad yang telah melakukan
penyelewengan sehingga mereka diusir dan tidak diakui lagi
oleh partai persilatan Hoa-san-pai yang terkenal. Kedua kakak
beradik ini tentu saja tidak akan berani bersikap sewenangwenang
karena mereka selalu diawasi oleh bekas perguruan
silat mereka. Akan tetapi, semenjak mereka memperoleh
kedudukan, terpakai oleh Thio thaikam dan menjadi perwiraperwira
kepercayaan pembesar itu, tentu saja kedudukan
mereka menjadi kuat, berkuasa dan terlindung sehingga
selanjutnya Hoa-san-pai sama sekali tidak berani mencampuri
urusan mereka! Siapa yang berani menentang dua orang
perwira Bong yang menjadi kepercayaan Thio-thaikam itu?
Salah-salah bisa dicap pemberontak dan dibasmi oleh pasukan
pemerintah!
Adapun tosu yang ikut menjalankan tugas menghukum
kepala dusun itu bukan lain adalah Tek Po Tosu, kakek yang
amat lihai dan menjadi pelindung atau pembantu utama dari
Thio-thaikam. Tek Po Tosu ini adalah seorang murid yang
telah tidak diakui lagi oleh partai persilatan Kong-thong-pai di
lereng Pegunungan Kun-lun. Seperti halnya kedua orang
saudara Bong itu, setelah dia menjadi kepercayaan Thiothaikam,
tidak ada lagi orang yang berani menentangnya dan
Kong - thong - pai terpaksa pura pura tidak mengenal tosu ini.
Perwira Bong Kak Im merasa marah sekali melihat
munculnya seorang pemuda gagah dan tampan dan yang
lancang sekali berani menyerang algojo yang sedang
menjalankan pekerjaannya.
"Bangsat rendah, apakah engkau hendak memberontak?"
bentaknya sambil melangkah maju menghampiri Beng Han.
"Perwira kejam, jangan kau menggunakan kedudukan
untuk menyiksa orang baik-baik!" Beng Han balas membentak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menentang pandang mata mengancam dari perwira itu
dengan berani.
Kedua bola mata Bong Kak Im yang besar itu berputaran
mendengar ucapan pemuda itu "Bocah gila! Tidak tahukah
engkau bahwa kau sedang berhadapan dengan seorang
perwira dari kota raja? Kau tidak tahu siapa aku, hah?"
"Tentu saja aku tahu siapa adanya orang macam engkau
ini," jawab Beng Han marah. "Engkau adalah seorang perwira
bayaran yang kejam dan ganas, yang menganggap bahwa di
dunia ini tidak ada orang lain yang akan berani menentangmu!
Engkau mengandalkan kedudukan untuk bertindak sewenangwenang
terhadap rakyat jelata! Akan tetapi aku, Gan Beng
Han, sama sekali tidak takut kepada seorang manusia iblis
macam engkau!"
"Kurang ajar!" Bong Kak Im yang selamanya dihormati
orang itu tentu saja menjadi marah bukan main. Sambil
membentak, dia sudah menerjang maju, memukul dengan
tangan kanannya. Pukulannya kuat dan cepat sekali
datangnya.
Akan tetapi Beng Han sudah bersiap sedia. Cepat dia
mengelak dan membalas dengan serangan yang cepat pula.
Diam - diam Bong Kak Im terkejut dan menangkis pukulan
pemuda itu. Tadinya Bong Kak Im memandang rendah
pemuda ini yang dianggapnya seorang pemuda biasa saja
yang tahu akan sedikit ilmu silat dan hendak kegagahgagahan
seperti pendekar. Akan tetapi begitu melihat gerakan
Beng Han ketika mengelak dari pukulannya dan balas
menyerang, tahulah dia bahwa pemuda ini bukanlah orang
yang boleh dipandang ringan begitu saja. Kini timbul
dugaannya bahwa agaknya pemuda inilah yang menjadi
tulang punggung sehingga lurah dan para petugas di dusun
itu berani membangkang perintah. Agaknya pemuda inilah
yang mendatangkan keberanian dalam hati mereka yang
menganggap telah mempunyai seorang jagoan yang pandai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kiranya engkau ini agaknya yang berdiri di
belakang mereka!" bentaknya dan kini Bong Kak lm
mengeluarkan teriakan keras sekali dan tiba - tiba dia telah
mencabut keluar sepasang senjatanya yang luar biasa
dahsyatnya dan yang mengerikan hati orang-orang yang
melihatnya. Sepasang senjata itu adalah sepasang kapak
besar dan tajam sekali sehingga ketika dia menggerakkan
sepasang senjata itu, nampak sinar berkilauan menyilaukan
mata. Sepasang senjata itu diputar-putar, mengeluarkan suara
mengaung bagaikan auman harimau yang marah dan Bong
Kak Im sengaja mainkan kedua buah senjata itu selain untuk
memamerkan ilmu kepandaiannya yang hebat, juga untuk
menggetarkan hati lawannya.
Orang-orang dusun yang melihat perwira itu memutarmutar
sepasang senjata yang demikian mengerikan, tak terasa
lagi mengeluarkan suara ketakutan dan mereka mundur
menjauh. Hal ini membuat hati Bong Kak Im bangga bukan
main. Akan tetapi, Beng Han hanya tersenyum tenang dan
pemuda inipun lalu mencabut pedangnya dan menghadapi
lawan dengan pedang melintang depan dada.
Sikap pemuda ini yang ternyata tidak gentar melihat
sepasang kapaknya, bahkan men cabut pedang dan
menantang tanpa kata, kemarahan Bong Kak Im menjadi
makin berkobar. Dia mengeluarkan seruan keras seperti
biruang menggeram, lalu menerjang sambil mengobat-abitkan
sepasang kapaknya, menyerang ke arah kepala dan pinggang
Beng Han. Agaknya, sekali bacok saja oleh kapak yang lebar
dan tajam itu, kepala pasti akan terbelah dan pinggang akan
putus! Beng Han memiliki ketenangan dan kewaspadaan, dia
tidak menjadi gentar menghadapi serangan sepasang senjata
yang amat kuat dan ganas itu, seperti seekor naga sakti
muncul dari tengah samudera, Beng Han menghadapi
sepasang kapak lawan dengan elakan dan tangkisan yang
teratur dan rapi sekali. Langkah-langkah kakinya tegap dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetap, gerakannya kokoh kuat dan tangkisannya disertai
tenaga yang dahsyat.
Bong Kak Ini merasa heran sekali oleh karena setiap kali
kapaknya kena tertangkis, dia merasa tangannya tergetar.
Bukan main hebatnya tenaga pemuda ini yang mampu
menggetarkan tangannya. Padahal, kapaknya telah dia
gerakkan dengan pengerahan sinkang, dan jarang ada orang
yang mampu menangkis kapaknya itu, apa lagi kalau
tangkisan itu hanya dilakukan dengan sebatang pedang,
senjata yang ringan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda
yang dihadapinya ini benar-benar bukan orang sembarangan
saja dan dia makin merasa heran, akan tetapi juga merasa
penasaran sekali. Malu sekali rasanya kalau sampai dia tidak
mampu mengalahkan pemuda ini, apa lagi pertempuran itu
ditonton oleh banyak penghuni dusun, apa lagi oleh lurah dan
para pembantunya, yang tentu akan girang sekali kalau
sampai dia kalah. Maka dia lalu mengeluarkan geramangeraman
hebat bagaikan seekor harimau marah. Bong Kak Im
mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk merobohkan
pemuda itu.
Di lain fihak, Beng Han juga terkejut bukan main
menyaksikan kelihaian lawannya. Dia tidak pernah menduga
bahwa perwira yang menjadi utusan Thio-taijin ini sedemikian
tangguhnya. Diam-diam dia mengeluh karena kalau di kota
raja terdapat banyak perwira yang setangguh ini, maka pasti
Bun Hong akan mengalami bencana besar. Baru saja dia
membagi pikirannya teringat akan bahaya yang mengancam
Bun Hong, hampir saja lambungnya terobek oleh ujung kapak
yang menyambar.
"Trangggg........!" Untung dia masih dapat menangkis dan
tangannya kesemutan ketika pedang itu bertemu dengan
kapak secara keras sekali.
Beng Han lalu mencurahkan seluruh perhatiannya dan
memainkan pedangnya sebaik mungkin. Dia maklum bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawannya ini tangguh bukan main. Untuk dapat menjatuhkan
lawan yang jelas memiliki ilmu kepandaian yang tidak berada
di sebelah bawah tingkat kepandaiannya sendiri, dia harus
menyerangnya dengan serangan-serangan maut dan kalau
perlu menewaskannya, karena kalau tidak, tentu dia sendiri
yang akan celaka. Maka Beng Han lalu mengubah gerakan
pedangnya yang kini lenyap bentuknya, berubah menjadi
segulung sinar terang yang menyambar-nyambar ganas. Sinar
pedangnya berkelebat bagaikan kilat menyambar dan mencari
lowongan di antara gulungan sinar dua batang kapak itu,
sehingga Bong Kak Im terpaksa harus berlaku hati-hati dan
melakukan perlawanan sambil mundur karena ujung pedang
lawannya itu beberapa kali hampir saja menusuk lehernya!
Pertandingan menjadi makin seru dan hebat, semua mata
para penonton yang terdiri dari orang-orang biasa itu menjadi
kabur dan silau oleh sinar-sinar senjata dan mereka merasa
ngeri mendengar bunyi berdesing-desing dan mengaungngaung,
apa lagi ditambah dengan sambaran angin yang
bersuitan.
Tek Po Tosu kehilangan sabarnya ketika melihat betapa
Bong Kak Im belum juga dapat merobohkan pengacau itu,
bahkan mendesakpun tidak mampu. Tosu ini lalu melompat
dan mengirim serangan dengan kebutan ujung lengan bajunya
ke arah leher Beng Han. Pemuda ini terkejut sekali karena
kebutan lengan baju itu mengandung tenaga sinkang yang
amat besar. Dia cepat menangkis dengan sampokan tangan
kirinya yang dikerahkan dengan tenaga sinkang sekuatnya dan
kebutan ujung lengan baju itu terpental. Terkejutlah Tek Po
Tosu dan kini mengertilah dia mengapa Bong Kak Im tidak
mampu mendesak pemuda ini karena memang pemuda ini
memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Jelas pemuda ini bukan
pemuda dusun itu. Dia merasa terheran, karena dari mana
datangnya seorang pemuda yang demikian lihainya ?
"Tahan dulu!" seru Tek Po Tosu dengan nyaring sambil
mencabut siang-kiamnya, yaitu sepasang pedang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeluarkan sinar berkeredepan, meloncat ketengah medan
pertempuran dan menahan kedua orang yang sedang
bertanding itu dengan sepasang pedangnya. Bong Kak Im
melompat ke belakang dan juga Beng Han tidak mau
mengejar. Dia berdiri melintangkan pedang di depan dada dan
memandang tajam kepada tosu yang lihai sekali itu.
"Orang muda, sebetulnya apakah kehendakmu membuat
kekacauan ini?" tanya Tek Po Tosu dengan suara halus.
Melihat sikap orang yang halus dan melihat pula bahwa
yang dihadapinya adalah seorang berpakaian pendeta atau
pertapa, maka Beng Han juga menjawab dengan sikap sopan.
"Totiang, sebagai seorang pendeta tentu totiang tahu betul
tentang perikemanusiaan. Saya datang mencampuri urusan ini
tiada lain karena terdorong oleh rasa perikemanusiaan.
Pembesar atasan telah melakukan pemerasan terhadap rakyat
kecil, terutama para petani miskin dengan memasang tarip
pajak yang mencekik leher. Itu namanya perbuatan yang
melanggar perikemanusian. Kemudian, kepala dusun ini dan
para pembantunya yang menurutkan dorongan
perikemanusiaan pula, membantu para petani miskin dan
meringankan beban pajak mereka, akan tetapi perbuatan yang
baik ini bahkan mendapatkan hukuman kejam dari perwira ini.
Apakah saya yang dididik untuk mengabdi prikemanusiaan dan
membela keadilan harus mendiamkan saja hal seperti ini
terjadi?''
Tek Po Tosu tersenyum mengejek. "Orang muda, jangan
engkau mencoba untuk memberi pelajaran kepada pinto
tentang perikemanusiaan yang palsu. Ketahuilah bahwa setiap
negara mempunyai peraturan masing-masing dan rakyat jelata
harus mentaatinya. Kalau ada yang tidak mentaati undangundang
itu berarti memberontak. Engkau yang digerakkan
oleh hatimu yang lemah, kalau engkau membela kepala dusun
ini dan melawan kami, berarti pula bahwa engkaupun
memberontak, karena pada saat ini kami mewakili pemerintah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melaksanakan hukum, yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Orang muda. apakah engkau ingin dianggap pemberontak ?"
Beng Han tersenyum mengejek dan pandangannya
terhadap tosu itu seketika berubah. Kiranya pendeta ini bukan
mengurus soal-soal kebatinan dan perikemanusiaan,
melainkan mengurus soal-soal keduniawian dan bahkan
menjadi kaki tangan penindas rakyat! "Totiang semua ucapan
totiang itu merupakan lagu lama bagiku! Memang alasan
itulah merupakan perisai bagi para petugas dalam melakukan
kekejaman mereka. Memberontak ! Orang-orang lemah
diinjak-injak, orang-orang miskin diperas, dicekik lehernya,
orang baik baik dicambuki dan disiksa, kalau perlu dibunuh.
Dan kalau mereka itu melawan? Mudah saja, lalu dicap
pemberontak ! Hemm. bagus, bagus! Akan tetapi aku tidak
takut dicap pemberontak dan selama aku masih hidup,
kekejaman macam ini tidak boleh berlangsung di depan
mataku!"
"Pemberontak hina bosan hidup!" Bong Kak Im sudah
membentak dan menyerang lagi dengan sepasang kapaknya.
Beng Han segera menangkis dan balas menyerang. Segera
terjadi pertempuran yane amat hebat di antara k dua orang
yang lihai ini.
Tek Po Tosu maklum akan kelihaian pemuda ini, maka dia
tidak mau tinggal diam dan cepat menggerakkan siangkiamnya
untuk mengeroyok, ilmu kepandaian tosu ini masih
lebih tinggi dari pada kepandaian Bong Kak Im, maka tentu
saja Beng Han merasa repot dan terdesak sekali ketika kedua
orang lawannya itu maju bersama. Menghadapi satu lawan
satu saja tidak akan mudah baginya untuk memperoleh
kemenangan, apalagi kini dikeroyok dua dan tosu itu ternyata
memang amat lihai sekali.
Akan tetapi, tidak percuma Lui Sian Lojin menggembleng
pemuda ini dengan ilmu silat tinggi. Kakek sakti itu telah pula
menciptakan semacam ilmu pedang khusus untuk menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengeroyokan lawan yang lebih kuat. ilmu pedang ini disebut
Dewa Berpayung Menolak Hujan. Pedangnya diputar cepat
sekali membentuk dinding baja bundar seperti payung yang
melindungi reluruh tubuhnya dari serangan kedua orang
lawannya yang amat tangguh itu. Jurus ini mengandalkan
kecekatan dan juga kekuatan pergelangan tangan karena
pedang itu diputar seperti kitiran angin cepatnya.
Betapapun juga. ilmu silat Tek Po Tosu dan Bong Kak Im
sudah mencapai tingkat yang tinggi, maka dengan kerja sama
mereka, empat buah senjata di kedua tangan mereka
merupakan bahaya maut yang mengancam nyawa Beng Han.
Oleh karena itu, biarpun jurus yang dipergunakannya amat
hebat dan untuk sementara dapat membendung serangan
kedua orang lawannya, sampai berapa lamakah dia akan
sanggup mempertahankan diri tanpa dapat membalas
sedikitpun juga ? Sepasang kapak di tangan Bong Kak Im
menyambar-nyambar dengan kekuatan besar sekali,
sedangkan sepasang pedang tosu itu selalu mencoba untuk
menerobos pertahanan pedangnya dengan gerakan gesit dan
tenaga sinkang yang kadang-kadang menggetarkan
pedangnya dan membuat gerakannya menjadi kacau.
Tek Po Tosu merasa penasaran dan malu karena dengan
mengeroyok dua, belum juga dia dan perwira itu dapat
merobohkan lawan, padahal mereka telah bertempur puluhan
jurus lamanya! Jarang dia menjumpai lawan yang dapat
bertahan bertempur melawannya sampai sekian lamanya, apa
lagi kalau dikeroyok dua bersama Bong Kak Im yang bukan
orang sembarangan pula.
"Haiiihhh....!!" Tek Po Tosu yang merasa penasaran sekali
mengeluarkan lengking panjang dan dia mendesak makin
hebat dengan pedang di tangan kirinya, sedangkan pedang di
tangan kanannya lalu dia simpan dan sebagai gantinya tangan
kanannya mengeluarkan senjata rahasianya yang amat
terkenal karena kelihaiannya. Senjata ini merupakan sehelai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saputangan yang kedua ujungnya disatukan sehingga mirip
bandringan, dan di dalamnya diisi dengan jarum-jarum. Apa
bila saputangan itu dikebutkan, maka jarum-jarum halus itu
beterbangan menyambar ke arah lawan. Kelihaian senjata
rahasia ini adalah karena sambitan dengan saputangan yang
merupakan bandringan ini sukar sekali diduga oleh lawan ke
mana arah jarum-jarum itu menyerang. Apa bila jarum-jarum
itu disambitkan biasa dengan tangan, maka gerakan tangan
akan dapat dilihat dan diduga ke mana jarum-jarum
diarahkan, sedangkan sapu tangan ini digerakkan oleh
pergelangan tangan sehingga sukar diikuti oleh mata lawan.
Beng Han belum
tahu senjata apakah
yang dikeluarkan oleh
lawannya itu, dan
tahu-tahu tosu itu
telah membentak,
"Robohlah!"
Saputangannya
dikebutkan dan pedang
di tangan kiri tosu itu
mendahului dengan
serangan kilat
sehingga Beng Han
yang pada saat itu
sedang mengelak
cepat dari sambaran
kapak Bong Kak Im,
terpaksa harus
menangkis pedang
yang menyambar ke
arah dadanya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tranggg........ !" Bunga api berpijar dan sinar bunga api
yang berpijar dari pertemuan kedua pedang itu bercampur
dengan sinar- sinar hijau yang tiba - tiba keluar dari
saputangan yang dikebutkan oleh tosu itu.
Beng Han terkejut bukan main. Dia sedang menangkis
pedang dan pandang matanya silau oleh bunga api yang
bercampur sinar-sinar hijau itu. Akan tetapi tahulah dia bahwa
itu adalah senjata rahasia musuh, maka cepat dia berseru
keras sambil melempar tubuhnya ke belakang untuk
menghindarkan diri dari sambaran senjata-senjata jarum kecil
itu. Akan tetapi, sebatang di antara jarum-jarum itu masih
menancap di pundak kirinya dan karena tepat mengenai urat
besar, Beng Han merasa betapa seluruh lengan kirinya
menjadi lumpuh!
Kesempatan ini dipergunakan oleh Bong Kak Im yang
menyerang dengan menggerakkan sepasang kapaknya,
menyambar ke arah kepala dan dada Beng Han, dibarengi
bentakan menyeramkan dari perwira itu. Beng Han sedang
terlentang dalam bergulingan tadi dan melihat datangnya
sepasang kapak yang amat hebat dan cepat, agaknya pemuda
itu takkan tertolong lagi kalau tidak kepalanya pecah tentu
dadanya akan berantakan !
Akan tetapi Beng Han memiliki ketabahan dan ketenangan
yang luar biasa sehingga biarpun nyawanya telah bergantung
kepada sehelai rambut dan keadaannya berbahaya sekali, dia
tidak pernah kehilangan akal. Kalau dia merasa ngeri dan
takut tentu dia akan menjadi bingung dan hal ini akan
melenyapkan nyawanya. Namun, murid pertama dari Liu Sian
Lojin ini tidak menjadi bingung atau kehilangan akal. Ketika
dia melihat datangnya serangan maut, melihat betapa kapak
itu datangnya tidak berbareng, yaitu yang di tangan kanan
datangnya lebih dulu menghantam kepalanya dan kapak kiri
yang kedua menyusul ke arah dada, cepat sekali pemuda itu
menggerakkan kepalanya, miring sehingga dengan suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keras kapak itu lewat dekat sekali dengan telinganya dan
menancap di atas tanah. Dan pada saat itu juga Beng Han
melakukan gerakan nekat, yaitu dengan pedangnya dia
menusuk ke arah tangan kiri Bong Kak Im untuk mendahului
lawan itu yang menggunakan kapaknya menghantam ke arah
dadanya.
"Hehh.......!!" Bong Kak In terkejut bukan main. Kalau
serangan kapak kirinya itu dia teruskan, sebelum kapak
mengenai dada lawan, tentu lebih dulu pergelangan tangan
akan tertusuk pedang, maka dia cepat menarik kembali
tangan kirinya, akan tetapi dia melepaskan kapaknya sehingga
senjata ini terus meluncur ke bawah, ke arah dada Beng Han!
Sekali ini pemuda itu terkejut bukan main karena serangan
lawan ini sungguh tak pernah disangkanya. Tadinya dia
mempunyai perhitungan bahwa dengan serangan balasan itu,
tentu lawannya akan menarik kembali tangan bersama
kapaknya, tidak tahunya perwira ini melanjutkan serangannya
dengan melepaskan kapak itu yang terus menghunjam ke
arah dadanya sambil menarik tangan untuk menghindarkan
tangan itu dari tusukan pedang.
Beng Han berseru keras sekali, melengking panjang dan
nyaring sambil menggulingkan tubuhnya, akan tetapi tidak
cukup cepat untuk dapat menghindarkan tubuhnya sama
sekali dari serangan itu, karena ketika tubuhnya bergulingan,
kapak itu masih berhasil menyerempet dan melukai bahu
kanannya. Bahu kanannya robek dan terluka, mengucurkan
banyak darah!
Beng Han melompat berdiri dan biarpun dia merasa betapa
bahu kanannya perih dan nyeri sekali, akan tetapi dia tidak
pernah mau melepaskan pedangnya dan cepat dia menyerang
Tek Po Tosu yang berada di dekatnya. Tangan kiri Beng Han
tidak dapat digerakkan dan masih lumpuh, sedangkan darah
tidak hentinya mencucur dari bahu kanannya, sehingga para
penduduk dusun yang menyaksikan pertempuran itu dan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadi sudah memejamkan mata ketika melihat Beng Han
diserang dengan kapak oleh perwira itu, kini merasa terharu
dan kasihan sekali.
"Ha ha, orang muda, bersiaplah untuk binasa!" Tek Po Tosu
tertawa bergelak lalu menyerang dengan ganas, sedangkan
Bong Kak Im telah mengambil kembali kapaknya dari atas
tanah. Melihat hal ini, Beng Han maklum bahwa dia tidak akan
mungkin dapat melawan terus, karena kalau dia terus
melawan, berarti dia mencari mati. Biarpun andaikata dia
masih akan dapat mempertahankan diri terhadap serangan
dua orang tangguh itu, tetap saja dia akan roboh karena
kehabisan darah. Tubuhnya sudah mulai terasa lemas dan
kepalanya terasa pening.
"Maaf. saudara-saudara petani, sekali ini siauwte tidak
dapat membela kalian!" serunya dengan hati kecewa dan
melompat jauh. Kedua orang itu tidak mengejar, hanya
tertawa bergelak saja karena mereka merasa gentar untuk
mengejar pemuda yang lihai itu, apa lagi karena mereka
menyaksikan betapa ilmu ginkang pemuda itu ketika
melompat jauh amat hebat dan sebentar saja Beng Han telah
lenyap dari pandang mata mereka. Kedua orang kepercayaan
Thio-thaikam ini melanjutkan pelaksanaan hukuman yang
tertunda itu dengan cepat dan segera meninggalkan dusun
Kiong-nam-teng karena mereka khawatir kalau kalau pemuda
kosen itu datang lagi membawa kawan-kawan yang pandai.
Dengan kepala terasa pening, tubuhnya lemas, dan bahu
kanannya terasa nyeri dan panas sekali, Beng Han terus
berlari memasuki hutan di luar dusun itu. Larinya mulai
terhuyung dan akhirnya dia roboh di atas tanah bertilamkan
rumput hijau. Yang terasa berat bukanlah luka di bahu kanan
itu, karena biarpun luka itu mengeluarkan banyak darah, akan
tetapi tidak berbahaya bagi tubuh Beng Han yang amat kuat.
Akan tetapi, ternyata bahwa jarum rahasia yang menancap di
pundak kirinya dan yang membuat seluruh lengan kirinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi lumpuh itu mengandung racun yang jahat. Inilah
yang membuat kepalanya menjadi pening dan tubuhnya lemas
sehingga dia terguling dan roboh pingsan.
(Oo-bud_dwkz-234-oO)
Ketika Gan Beng Han membuka kedua matanya, dia
memandang ke kanan kiri dengan bingung. Seperti dalam
mimpi saja ketika dia melihat seorang gadis berpakaian serba
putih berlutut di dekat tubuhnya yang rebah di atas rumput.
Beng Lian kah gadis ini? Dia memandang penuh perhatian.
Kepusingannya masih menekan berat pada kepalanya,
membuat pandang matanya kurang terang. Bukan, bukan
adiknya, akan tetapi seorang gadis yang amat cantik dan yang
sama sekali asing baginya. Cantik sekali seperti bidadari. Ah,
bidadarikah dia ini? Sudah matikah dia maka bertemu dengan
bidadari?
"Bidadari yang mulia, sudah matikah aku? " tanyanya
dengan suara berbisik sehingga wanita itu harus mendekatkan
kepalanya untuk dapat mendengar gerakan bibirnya. Tercium
oleh Beng Han keharuman rambut yang panjang hitam itu.
Wajah dara itu menjadi merah karena jengah mendengar
bisikan Bong Han yang menyebutnya bidadari itu.
"Taihiap, kau terluka parah. Mari kuantar ke pondok suhu
agar supaya engkau memperoleh perawatan yang baik."
katanya.
Kini sadarlah Beng Han bahwa dia bukan sedang mimpi,
juga bukan telah mati, dan bahwa dara itu bukan seorang
bidadari melainkan seorang manusia, seorang dara yang
cantik jelita dan yang hendak menolongnya. Dia tersenyum
dan mencoba bangun duduk. Kepalanya berdenyut-denyut
dan cepat dia memegangi kepala sambil mengeluh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari, taihiap, kalau terlambat aku khawatir mereka itu
akan datang ke sini "
Beng Han maklum akan kekhawatiran dara ini, maka dia
lalu bangun dan berdiri, akan tetapi hampir saja dia terguling
lagi kalau dara itu tidak cepat-cepat menyambar dan
memegang lengannya. Kepalanya terasa berdenyut denyut
dan tanah yang dipijaknya seakan-akan berubah menjadi
gelombang lautan atau tiba-tiba ada gempa bumi besar
sehingga seluruh tempat di sekelilingnya menjadi berputaran.
"Mari kubantu, taihiap. Tidak jauh pondok suhu dari sini,"
kata gadis itu dengan suara halus.
"Terima kasih........terima kasih....... " bisik Beng Han dan
dengan tersaruk-saruk dia melangkah lagi beberapa tindak,
akan tetapi kembai dia menahan langkahnya dan menjatuhkan
diri duduk di atas tanah. Dara itu berlutut di sebelahnya.
"Bagaimana, taihiap, tidak kuatkah kau.... ? " tanyanya
penuh kecemasan.
"Kepalaku........ ah, kepalaku......." Beng Han mengeluh
sambil memejamkan matanya karena kalau mata itu
dibukanya, dia merasa makin pening melihat segala sesuatu
berputar-putar di depan matanya itu. Bahkan wajah dara yang
sedang berusaha menolongnya itupun tidak dapat dia lihat
dengan jelas, dan hal ini mengesalkan hatinya benar.
Tiba-tiba dia merasa betapa jari-jari tangan yang halus dan
lunak memijit-mijit kepalanya. Sentuhan ini mengurangi
denyutan di dalam kepalanya.
"Enak....... enak dan nyaman sekali......." bisiknya dan
makin asyiklah kedua tangan gadis itu memijit-mijit kepalanya.
"Taihiap, kita harus lekas pergi dari sini. Kalau kedua orang
keparat itu lewat di sini kau akan mendapat celaka," bisik
gadis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah Beng Han kepada dua orang lawannya yang
tangguh. Maka dia lalu berdiri lagi dan berkata perlahan,
"Marilah, bawalah aku ke mana saja, aku percaya
kepadamu...... "
Dan dia lalu memaksa dirinya melangkah maju, berpegang
pada tangan dan pundak orang yang menolongnya itu, tidak
ingat sama sekai bahwa orang itu adalah seorang dara yang
muda dan cantik sekali!
"Kasihan.......
lenganmu penuh
darah........" dia
mendengar dara itu
berkata perlahan dan
suaranya seperti orang
menahan isak. Beng
Han diam saja, hanya
berjalan terhuyunghuyung
dan dipapah
oleh dara itu. Dia
memejamkan matanya,
menurut saja ke
manapun dia dibawa
oleh penolongnya.
"Kasihan, pemuda
gagah yang
malang.........." kata
gadis itu pula perlahan.
"Apa........apa katamu........... ?" Beng Han bertanya sambil
membuka matanya dan mencoba untuk memandang wajah
orang yang berjalan didekatnya itu, akan tetapi dia hanya
melihat bayang-bayang saja.
''Wajahmu pucat sekali......." kata gadis itu, akan tetapi
Beng Han tidak dapat mendengarnya lagi lanjutan kata-kata
itu karena tiba-tiba dia mengeluh dan roboh pingsan dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelukan gadis itu yang cepat menyambut tubuhnya yang
terguling. Dia tidak tahu betapa gadis itu dengan sigapnya lalu
memondong tubuhnya dan berlari menuju ke sebuah pondok
kecil di tengah hutan. Melihat tenaga dan kesigapan gadis itu
dapat dimengerti bahwa sedikitnya dia tentu memiliki ilmu
kepandaian silat yang lumayan juga.
Beng Han siuman kembali dari pingsannya. Panca indranya
bekerja kembali, kesadarannya yang tadi entah melayang ke
mana sekarang telah berkumpul kembali. Dia tidak membuka
matanya, takut kalau-kalau dia akan merasa pening lagi, dan
dia tetap rebah terlentang mengumpulkan kesadaran dan
ingatannya. Dia masih merasa bingung. Tiba - tiba suara yang
tadinya hanya merupakan bisikan-bisikan dari jauh itu makin
terdengar nyata.
"........ jarum itu tepat mengenai urat besar dan racun dari
jarum itu telah mengotorkan darahnya. Untung sekali
tubuhnya kuat sehingga dalam tubuhnya terdapat daya
penolak yang cukup kuat," terdengar suara orang yang
diucapkan dengan lemah-lembut, seperti suara orang yang
telah lanjut usianya dan tenang batinnya.
"Dia memang gagah dan berbudi, patut kita rawat dan kita
tolong sampai sembuh betul. Harap saja totiang sudi
menolongnya sedapat mungkin," kata suara orang lain.
"Pinto akan berusaha sedapat mungkin, dan pinto yakin
bahwa dia akan sembuh kembali, walaupun akan makan
waktu yang agak lama." kata suara lemah lembut tadi.
Beng Han membuka matanya dengan perlahan.
"Dia siuman kembali......!" tiba-tiba terdengar suara yang
merdu dan halus, suara yang membuat Beng Han teringat
akan semua peristiwa yang dialaminya, karena suara inilah
yang tadinya merupakan teka-teki baginya.Ketika dia siuman
tadi, suara ini seperti terngiang-ngiang di dalam rongga
telinganya, membuat dia memutar-mutar otak untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingatnya, akan tetapi tidak juga dia dapat mengingat
siapa orang itu atau suara siapakah yang menggema di dalam
telinganya itu. Kini setelah suara itu terdengar oleh telinganya,
teringatlah dia bahwa suara yang halus merdu itu adalah
suara orang yang telah menolongnya! Dia membuka matanya
dan pertama-tama yang dilihatnya adalah wajah seorang tua
yang berpakaian seperti seorang tosu. Pendeta ini sudah tua
sekali, rambut dan jenggotnya sudah putih semua dan
wajahnya membayangkan ketenangan dan kebijaksanaan,
Beng Han mengalihkan pandang matanya dan kini dia mulai
mencari-cari dengan pandang matanya yang sudah terang
kembali. Dia melihat wajah kepala dusun yang mendapat
hukuman dari dua orang utusan Thio-thaikam dan yang telah
dibelanya itu, akan tetapi dia tidak memperdulikan pandang
mata penuh kagum dan terima kasih dari orang tua ini, dan
segera dia melayangkan pandang matanya ke arah lain,
mencari-cari. Beberapa buah wajah orang yang dikenalnya
sebagai pembantu-pembantu kepala dusun itu dilewatinya
saja dan akhirnya bertemulah dia dengan wajah yang dicaricarinya.
Wajah seorang dara yang memiliki sepasang mata yang
indah sekali, membayangkan kemesraan dan kehalusan,
wajah vang manis dan bersih, wajah seorang bidadari!
Pandang mata Beng Han menatap wajah itu dan perlahanlahan
bibirnya tersenyum. Tiba-tiba wajah cantik itu menjadi
merah sampai ke telinganya dan mata yang halus lembut
sinarnya itu menunduk malu, mengerling dari bawah, akan
tetapi mulut yang kecil itu tersenyum manis.
"Terima kasih........" Beng Han berbisik.
"Taihiap," kata kepala dusun itu dengan suara hoimat,
"kami merasa bersyukur sekali melihat bahwa taihiap dapat
disembuhkan kembali. Kegagahan taihiap yang telah berani
mengorbankan diri untuk membela kami, sungguh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengagumkan hati, dan kami berterima kasih sekali
kepadamu."
Beng Han menarik napas panjang. "Sayalah yang harus
menghaturkan terima kasih karena kenyataannya ........ ah,
bukan saya yang menolong cuwi, akan tetapi bahkan
sebaliknya cu-wi yang telah menolong saya." pemuda itu
merasa kecewa sekali. Tadinya dia hendak menolong
penduduk dusun dari perbuatan sewenang-wenang, akan
tetapi kenyataannya, dia malah terluka dan kini sebaliknya
penduduk dusunlah yang menolongnya.
"Taihiap tidak perlu kecewa." kata tosu yang suaranya
halus itu, "agaknya taihiap tidak tahu siapa adanya dua orang
yang taihiap lawan itu. Mereka adalah jago-jago nomor satu
dari Thio-thaikam. Tosu itu adalah Tek Po Tosu yang menjadi
penasihat dan pengawal pribadi Thio-thaikam, sedangkan
perwira itu adalah jagonya yang bernama Bong Kak lm.
Kepandaian mereka itu lihai bukan main. akan tetapi, dengan
seorang diri saja taihiap dapat bertahan menghadapi mereka,
sungguh kegagahan itu jarang terdapat!"
"Totiang terlalu memuji. Sebaliknya siapakah totiang yang
telah menolong saya?"
Tosu itu tersenyum ramah. "Tidak ada sebutan menolong
dalam hal ini, taihiap. Pinto adalah seorang yang mengerti
akan soal pengobatan, maka sudah sepatutnyalah kalau pinto
merawat dan mengobati setiap orang yang menderita sakit.
Pinto disebut Bin Ho Tojin, dan yang menemukan taihiap di
dalam hutan lalu membawa taihiap ke sini adalah murid pinto
yang bernama Giok Hong, atau juga puteri dari kepala dusun
Yo ini "
Terkejutlah Beng Han mendengar penjelasan ini. Tidak
tahunya dara yang seperti bidadari itu, yang telah
menolongnya dan membawanya ke sini, adalah murid seorang
berilmu dan puteri dari kepala dusun itu sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kalau begitu saya telah menerima budi cu-wi......." Dia
hendak bangkit duduk dan menghaturkan terima kasih, akan
tetapi tubuhnya terasa lemas sekali sehingga terpaksa di
rebah lagi.
"Harap jangan banyak bergerak, taihiap," kata Bin Ho Tojin.
"Ketahuilah bahwa kau telah rebah dan pingsan selama lima
hari. Taihiap harus banyak beristirahat dan minum obat yang
pinto sediakan untuk membersihkan darahmu dari racun."
Beng Han hanya dapat mengangguk dan sambil mengerling
ke arah Giok Hong yang masih berdiri di sudut, dia berbisik
lagi, "Terimakasih........" setelah itu, dia memejamkan mata
lagi karena merasa betapa pandang matanya berkunang.
Tanpa terasa dia jatuh pulas karena pengaruh obat yang
didekatkan di bawah hidungnya oleh Bin Ho Tojin.
Ketika pada keesokan harinya dia terjaga dari tidurnya, dia
merasa heran sekali melihat Giok Hong telah berada di kamar
itu dan duduk di atas sebuah bangku dekat pembaringannya.
"....... kau........ nona.......?" Beng Han berkata dengan hati
heran dan tercengang.
Giok Hong mengangguk sambil tersenyum manis. "Engkau
sudah berangsur sembuh, taihiap, akan tetapi belum boleh
banyak bergerak."
Suara itu! Teringatlah Beng Han akan bidadari itu! Kesan ini
sukar dihilangkan dari dalam ingatannya maka tanpa
disadarinya dia lalu berkata, "Ah, engkaulah orangnya yang
menolongku itu........"
Kulit muka yang putih halus itu berobah merah. "Taihiap,
harap jangan disebut-sebut lagi hal itu, hanya membuat aku
merasa malu saja."
Beng Han diam saja dan memandang tajam kepada wajah
yang manis itu. Dia merasa heran sekali mengapa seorang
dara muda yang demikian cantik jelita, puteri kepala dusun,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengawaninya seorang diri saja di dalam kamar. Bukankah
hal ini amat janggal dan tidak sopan?
"Nona, siapakah yang menyuruh engkau menjagaku di
sini?"
Dara itu memandang dengan sepasang matanya yang
bersinar lembut, lalu menjawab perlahan, "Mengapa ? Aku
sendiri yang menghendakinya."
"Kau.........?"
"Ayah dan suhu sudah memperkenankannya."
Beng Han terdiam. Aneh sekali, pikirnya. Mengapa kepala
dusun itu membiarkan anak daranya menjaga di situ seorang
diri saja, sekamar dengan dia, seorang pemuda asing?
"Nona, engkau sungguh baik budi dan engkau membuat
aku merasa sangat tidak, enak........"
"Mengapa ? Tidak sukakah kau kujaga, taihiap ?"
"Bukan, sama sekali bukan demikian, nona. Akan tetapi,
aku merasa berhutang budi kepadamu. Engkau sudah
menolongku, menolong' nyawaku dan sekarang engkau
menjagaku pula.
"Apakah artinya semua ini dibandingkan dengan apa yang
telah kaulakukan untuk kami sedusun ?"
"Ah, aku tidak melakukan apa-apa, nona. Bahkan usahaku
untuk menghindarkan mereka dari hukuman saja telah gagal."
"Akan tetapi engkau telah memperlihatkan kegagahan,
memperlihatkan pengorbanan besar, taihiap. Kami sedusun
tidak akan dapat melupakan perbuatanmu yang gagah dan
mulia itu."
"Ah, kalian telah terlalu melebih-lebihkan ........" kata Beng
Han. Kemudian tiba-tiba dia teringat betapa ketika dara ini
menolongnya dia berjalan dengan bantuan nona ini yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirangkulnya. Tiba-tiba Beng Han merasa malu kepada diri
sendiri. Dia ingin sekali tahu apakah yang terjadi selanjutnya
setelah dia pingsan, maka dia lalu menatap wajah yang cantik
itu dan berkata dengan, gagap karena dia sendiri merasa
malu, "........ketika engkau menolongku dan aku
pingsan.......selanjutnya bagaimanakah? Harap kau suka
menceritakan nona."
Giok Hong adalah seorang dara yang terpelajar, berwatak
halus, dan jujur. Kini mendengar pertanyaan pemuda itu,
wajahnya menjadi makin merah dan dia tidak berani menatap
mata Beng Han. Dengan terpaksa dia menjawab, suaranya
agak gagap, "Kau pingsan dan ketika itu........aku khawatir
kalau-kalau mereka datang, maka........terpaksa....... aku lalu
memondongmu dan membawamu lari ke sini........"
Terbelalak kedua mata Beng Han memandangnya, bukan
terheran karena perbuatan itu yang agaknya kurang patut
dilakukan oleh seorang gadis, akan tetapi terheran karena
bagaimana seorang gadis lemah lembut seperti Giok Hong ini
kuat memondong tubuhnya, bahkan membawanya lari?
Kemudian dia teringat akan kata-kata Bin Ho Tojin bahwa
gadis ini adalah murid tosu itu, maka dia lalu berkata, "Ah,
nona, sebagai murid Bin Ho totiang, tentu lihai sekali ilmu
silatmu!"
Giok Hong menarik napas panjang. "Kalau ilmu silatku
selihai kepandaianmu, mana akan kudiamkan saja dua orang
keparat itu melakukan keganasan di dusunku?" Gadis itu lalu
menuturkan riwayatnya secara singkat
Ternyata bahwa Yo Giok Hong adalah puteri tunggal dari
Yo-chungcu, kepala dusun Kiong-nam-teng itu. Yo-chungcu
terkenal sebagai seorang kepala dusun yang budiman dan dia
bersikap sebagai seorang ayah terhadap orang-orang dusun
sehingga dia amat dihormat dan dikasihi oleh para penghuni
dusun itu. Beberapa tahun yang lalu, dusun itu di serang
wabah penyakit yang mengerikan sehingga banyak jatuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
korban. Yo-chungcu amat bingung menghadapi keadaan ini,
terutama sekali ketika isterinya sendiri menjadi korban dan
meninggal karena terserang penyakit itu. Bahkananak
tunggalnya, Yo Giok Hong yang ketika itu berusia sebelas
iahun, terserang pula oleh penyakit itu.
Kebetulan sekali, seorang ahli pengobatan yang
menjalankan dharma bakti dalam perantauannya, menolong
sesama manusia yang menderita penyakit, tiba di dusun itu.
Orang ini adalah Bin Ho Tojin yang setelah melihat keadaan di
dalam dusun itu segera menggulung lengan baju dan
memberikan pertolongan. Bun Ho Tojin adalah murid ahli
pengobatan yang bertapa di lereng Go-bi-san dan
kepandaiannya dalam hal ilmu pengobatan memang amat
tinggi. Semenjak dia datang, orang-orang yang menderita
sakit dapat disembuhkan dan setelah dia membagi - bagi obat
kepada mereka yang belum terserang penyakit, semua orang
menjadi sehat dan wabah itu lenyap dan pergi dari dusun itu.
Di antara mereka yang tertolong olehnya adalah Giok Hong
yang menjadi sembuh. Untuk menyatakan terima kasihnya,
juga melihat betapa lihainya tosu penolong dusunnya itu, Yochungcu
lalu menyerahkan puteri tunggalnya itu untuk
menjadi murid Bun Ho Tojin. Perbuatan kepala dusun ini
sebetulnya bukan semata karena memikirkan ke pentingannya
sendiri, akan tetapi terutama sekali karena bermaksud untuk
mengikat tosu itu supaya tinggal di dusunnya sehingga
keselamatan penduduk dusun Kiong-nam-teng akan terjamin.
Demikianlah, maka Giok Hong menjadi murid Bin Ho Tojin
yang merasa suka kepada anak yang memiliki dasar kehalusan
budi itu. Dia melatih ilmu pengobatan dan ilmu silat kepada
dara itu dan biarpun Giok Hong telah memiliki ilmu kepandaian
silat yang tidak boleh dibilang lemah namun dia tetap bersikap
lemah lembut dan gerak-geriknya tetap halus. Akan tetapi,
sesungguhnya Bin Ho Tojin lebih pandai dalam hal ilmu
pengobatan dari pada ilmu silat, sungguhpun kepandaiannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah cukup tinggi kalau hanya untuk menjaga diri dan
menghadapi penjahat-penjahat biasa saja!
Mendengar penuturan singkat ini. Beng Han merasa makin
kagum kepada Giok Hong. Kiranya dara cantik jelita ini selain
memiliki kepandaian ilmu silat yang lumayan sehingga kuat
memondong dan membawanya lari, juga tentu amat hebat
kepandaiannya dalam hal ilmu pengobatan. Kini dia tidak
merasa begitu heran lagi mengapa ayah dan guru gadis itu
membiarkan Giok Hong berjaga di situ sendirian saja, karena
mengingat ilmu silatnya, Giok Hong boleh dikata seorang
pendekar wanita yang memang dalam hal hubungan dengan
pria tidaklah terlalu terikat oleh peraturan sopan santun yang
kaku dan sebagai seorang ahli pengobatan maka pantaslah
kalau seorang perawat menjaga si sakit.
Racun yang terbawa oleh jarum Tek Po Tosu yang
menancap tepat di urat pundak Beng Han amat berbahaya.
Kalau saja Beng Han tidak memiliki tubuh yang kuat dan sinkang
yang kuat pula, dan tidak keburu tertolong oleh Bin Ho
Tojin yang pandai, tentu pemuda ini akan tewas atau
setidaknya menjadi lumpuh seluruh lengan kirinya. Betapapun
juga, dia harus menjalani perawatan yang penuh ketelitian
dari Bin Ho-Tojin dan Giok Hong sampai beberapa bulan
lamanya, barulah racun itu lambat-laun dapat dibersihkan dari
tubuhnya. Sebetulnya, betapapun jahat racun jarum dari tosu
itu, kalau tidak secara kebetulan mengenai urat besar dan
kemudian setelah terluka Beng Han masih terus melakukan
perlawanan dan menggunakan tenaga, kiranya akibatnya juga
tidak sedemikian parahnya. Ujung jarum yang diolesi racun
kemudian mengenai urat pundak yang besar, membuat racun
itu langsung memasuki darah dan inilah yang membutuhkan
waktu lama untuk penyembuhannya karena racun itu harus
dicuci bersih dari jalan darah di tubuhnya.
Karena Giok Hong setiap hari merawatnya, maka
hubungannya dengan dara itu menjadi baik dan akrab sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan para penduduk dusun yang berterima kasih dan kagum
kepadanya, kadang kadang datang berkunjung ke pondok Bin
Ho Tojinuntukmenengok Beng Han. Akan tetapi, perawatan
Beng Han di pondok tosu itu amat dirahasiakan dan sama
sekali para penduduk tidak boleh membicarakan dengan orang
luar, karena kalau sampai terdengar dan diketahui oleh Thiothaikam,
tentu pembesar itu tidak akan mendiamkannya saja.
Hal ini pula yang memaksa Beng Han harus tinggal
bersembunyi dan tidak keluar dari pondok kecuali kalau
malam. Dia bukannya takut ketahuan akan tetapi dia tidak
mau membuat dusun itu mengalami bencana karena dia
seorang.
Pada suatu hari, Yo-chungcu mengunjunginya dan pada
wajah kepala dusun ini terlihat tanda bahwa dia mempunyai
suatu maksud tertentu yang hendak dibicarakannya. Hal ini di
ketahui oleh Beng Han dan pemuda ini menduga-duga ketika
dia mempersilakan tamunya duduk.
'"Gan-taihiap," kata kepala dusun itu setelah mengambil
tempat duduk, "aku hendak menyampaikan maksud hatiku
yang telah lama terpendam. Harap saja engkau suka
memaafkan apabila merasa terhina dengan maksud hati yang
keluar dengan tulus dan jujur ini."
Beng Han merasa tidak enak mendengar ini Kesehatannya
telah pulih kembali dan dalam beberapa hari lagi dia sudah
akan dapat melanjutkan perjalanannya oleh karena dia amat
mengkhawatirkan keadaan sutenya yang telah lama
mendahuluinya ke kota raja itu. Dia tidak mau memusingkan
diri dengan menduga-duga, maka jawabnya tenang,
"Yo-Iopek, janganlah lopek bersikap sungkan dan
katakanlah saja apa gerangan maksud hati lopek itu."
"Gan-taihiap, engkau tentu .maklum sudah bahwa aku dan
seluruh penduduk dusun Kiong-nam-teng amat berterima
kasih kepadamu dan bahwa kami suka sekali kepada taihiap
yang gagah perkasa. Oleh karena itu, sudah lama sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkandung niat di hatiku, apabila engkau tidak merasa terhina
dan dapat menerima, aku akan merasa berbahagia sekali
untuk menjodohkan puteri tunggalku dengan taihiap."
Beng Han tercengang bukan kepalang. Wajahnya berobah
merah sekali, dan jantungnya berdebar. "Nona........ Giok
Hong.........?"
"Ya, puteriku Giok Hong biarpun bodoh dan buruk, akan
tetapi aku yakin dia akan menjadi seorang isteri yang baik
oleh karena, dia amat kagum dan suka kepadamu, taihiap."
Untuk beberapa saat lamanya Beng Han tidak mampu
mengeluarkan kata-kata untuk menjawab pernyataan Yochungcu
tadi. Dia menjadi bingung karena sesungguhnya dia
tidak pernah menyangka akan hal itu. Dia merasa suka sekali
kepada Giok Hong yang lemah lembut dan halus budi
pekertinya itu juga memiliki hati yang mulia, akan tetapi
tentang perjodohan dengan gadis itu, dia sama sekali belum
pernah memikirkannya apa lagi mengharapkannya. Kini,
menghadapi '"pinangan" dari ayah dara itu, terbayanglah
wajah Kui Eng di pelupuk matanya dan hatinya menjadi
berduka. Dia mencinta Kui Eng. dan terhadap Giok Hong,
biarpun gadis ini manis, cantik jelita, dan berbudi luhur,
namun dia hanya suka dan kagum saja. Benar-benarkah gadis
ini suka kepadanya, cinta kepadanya?
"Yo-lopek, mohon maaf sebanyaknya........dalam hal ini
saya........sama sekali belum pernah memikirkannya......."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid IX
JELAS nampak perubahan
pada muka Yo-chungcu yang
menjadi kecewa. "Taihiap,
apakah barangkali taihiap telah
mempunyai isteri atau
tunangan?" tanyanya hati-hati
dan khawatir.
Beng Han menggelengkan
kepala menyangkal tanpa dapat
mengeluarkan suara karena
hatinya masih terguncang.
"Kalau begitu, mungkin
taihiap tidak suka kepada
puteriku..........."
"Lopek, harap jangan terburu nafsu mengambil kesimpulan.
Perjodohan bukanlah hal yang remeh dan sederhana, yang
boleh diputuskan dengan tiba-tiba tanpa dipikir masak-masak.
Terus terang saja, lopek, jarang saya menjumpai seorang
gadis sebaik puterimu. Bahkan, saya merasa terlalu rendah
dan tidak pantas untuk menjadi jodohnya........ "
"Jangan kau terlampau merendahkan diri, taihiap," kata Yochungcu
yang menjadi bersinar kembali wajahnya, seolah-olah
timbul harapan baru dalam hatinya mendengar ucapan
pemuda itu.
Beng Han menarik napas panjang, "Sebenarnya, Yo-lopek,
dalam hal perjodohan saya tidak mempunyai kekuasaan,
karena urusan perjodohan adalah urusan orang tua. Maka,
harap lopek suka memaafkan. Sesungguhnya, saya tidak
berani memutuskan dan saya hanya menyerahkan urusan
perjodohan dalam tangan ibu saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berpikir beberapa lama sambil mengelus
jenggotnya, orang tua itu juga menarik napas panjang berkalikali,
menekan kekecewaan hatinya, akan tetapi dia lalu
memandang wajah pemuda itu dengan jujur dan berkata,
"Benar sekali pendapatmu itu, taihiap. Biarlah, kita tunda saja
dulu urusan ini dan biarlah kelak setelah taihiap bertemu
dengan ibumu, harap suka membicarakannya dan suka
memberi kabar lebih lanjut."
"Baiklah, lopek. Dan saya menghaturkan banyak terima
kasih atas budi kecintaan lopek dan atas penghormatan yang
lopek berikan kepada saya sehingga lopek sudi mengusulkan
perjodohan itu. Kelak akan saya sampaikan kepada ibu dan
biarlah urusan ini kelak dibicarakan lagi," kata Beng Han
dengan hati lega karena sesungguhnya amat berat baginya
untuk menolak kebaikan orang dan mengecewakan hati kepala
dusun yang amat baik dan yang telah menolongnya ini.
"Sekarang ada urusan lain yang penting sekali hendak
kusampaikan, taihiap. Urusan penting dan gawat sekali."
Melihat wajah kepala dusun itu demikian serius dan
suaranya juga mengandung kesungguhan dan kecemasan,
Beng Han terkejut dan memandang penuh perhatian, "Apakah
yang terjadi, lopek ?"
"Menurut berita yang sampai kepadaku, dan yang boleh
dipercaya, kini telah timbul gejala-gejala pemberontakan dari
kaum tani terhadap peraturan pajak yang amat mencekik
leher itu. Kami di dusun Kiong-nam-teng juga telah siap siaga,
menanti saatnya tiba. Memang keadaan pemerintah yang
dikuasai oleh Thio-thaikam dan orang-orang kebiri lainnya
sungguh amat buruk dan menindas rakyat. Kami hanya
mengharapkan bantuan orang-orang gagah seperti taihiap.
Alangkah baiknya apabila taihiap dapat mencari bala bantuan
dan sokongan dari semua orang gagah di dunia untuk
menentang kelaliman itu, sebagaimana yang diharapkan pula
oleh Bin Ho totiang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Beng Han terkejut bukan main. Hal yang
dikhawatirkan kini telah mulai nampak kenyataannya.
Pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh para
pembesar lalim membuat rakyat menjadi marah. Hal ini
sedapat mungkin harus dicegah. Perang saudara harus
diberantas, karena Beng Han sendiri sudah cukup menderita
karena perang Menurut anggapannya, yang perlu dibasmi
adalah biang keladi kekacauan ini, agar keadaan yang buruk
tidak sampai meluas dan makin memburuk. Dia teringat
kepada Bun Hong dan timbul keinginan hatinya untuk melihat
keadaan kota raja dan mencari tahu siapakah biang keladi
pemerasan terhadap rakyat ini. Siapa saja yang menjadi biang
keladinya, baik kaisar sendiri, patut dibasmi!
Akan tetapi, tentu saja dia tidak mau membicarakan urusan
itu dengan orang lain, maka untuk menyenangkan hati Yochungcu,
dia lalu menjawab, "Baiklah, Yo-lopek memang saya
juga sudah ingin melanjutkan perantauan saya, dan tentu
permintaan lopek itu akan menjadi perhatianku. Saya akan
berusaha untuk mencari kawan-kawan sepaham." Di dalam
hatinya, dia menentang usaha pemberontakan karena setiap
pemberontakan berarti perang saudara dan setiap perang
berarti mendatangkan kesengsaraan yang lebih mengerikan
kepada rakyat.
Beng Han lalu menghadap Bin Ho Tojin dan menghaturkan
terima kasih atas pertolongan dan pengobatan yang diberikan
kepadanya oleh pendeta itu sehingga dia terhindar dari
bahaya maut. Ketika dia berpamit kepada Giok Hong, dara itu
memandangnya dengan mata basah, akan tetapi sambil
memaksa keluarnya senyum manis, dara itu berkata perlahan,
"Gan-taihiap, semoga engkau tidak akan melupakan sama
sekali kepada dusun Kiong-nam-teng yang pernah menerima
budimu."
Setelah berpamit kepada para penghuni dusun yang sekali
ini memandangnya sebagai pahlawan karena mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengharapkan bantuan pemuda ini dalam rencana
pemberontakan mereka terhadap pemerintah, Beng Han lalu
meninggalkan tempat itu dan melanjutkan perjalanannya
menuju ke kota raja. Apa bila dia teringat akan kebaikan
orang-orang di dusun itu, terutama sekali kebaikan Giok Hong
yang telah merawat dan menjaganya ketika dia menderita
sakit dengan sangat teliti dan penuh perhatian, dia merasa
terharu sekali. Dia mencatat nama Giok Hong sebagai wanita
ke dua dalam hatinya, gadis ke dua sesudah Kui Eng yang
takkan pernah terlupa olehnya.
Akan tetapi, kenangan ini segera berganti rasa khawatir
apabila dia teringat kepada Bun Hong dan Kui Eng. Telah
berbulan-bulan Bun Hong mendahuluinya pergi ke kota raja
dengan maksud mencari dan membasmi pembesar jahat yang
memerintahkan para kepala dusun memeras rakyat jelata
dengan pajak berat. Bagaimanakah nasib sutenya itu? Kalau
sampai terjadi sesuatu atas diri sutenya, bagaimana dia akan
mempertanggungjawabkannya terhadap suhunya ? Sebagai
saudara tertua, dia berkewajiban menjaga sute dan sumoinya,
akan tetapi sekarang, sutenya itu bahkan pergi karena patah
hati dan karena hendak mengalah terhadap dia dalam soal
perjodohannya dengan Kui Eng!
Dan ke manakah perginya Kui Eng? Beng Han menjadi
khawatir sekali dan dia mengambil keputusan untuk mencari
Bun Hong dan apabila sudah bertemu, sutenya itu akan
diajaknya untuk mencari Kui Eng. Betapapun juga, dia harus
meyakinkan kedua orang itu bahwa biarpun pinangannya
ditolak oleh Kui Eng. namun dia tidak menaruh ganjalan di
hatinya, tidak menyesal dan dia menganggap mereka berdua
tetap sebagai adik sendiri. Dengan pikiran ini, Beng Han
menjadi bersemangat dan dia melakukan perjalanan dengan
cepat menuju ke kota raja.
(Oo-bud_dwkz-234-oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah bersama-sama dengan Pek Bi Lo-jin menyerbu ke
sarang gerombolan Kipas Hitam dan berhasil mengobrak-abrik
sarang penjahat-penjahat itu, Kui Eng lalu pergi menuju ke
kota raja. Dia ingin menyusul Ang Min Tek, pemuda pelajar
yang tampan dan halus itu yang telah menarik hatinya dan
menjatuhkan keangkuhan dan kekerasan hatinya!
Seperti juga Bun Hong begitu memasuki kota raja, Kui Eng
merasa kagum sekali melihat bangunan-bangunan raksasa
yang serba indah dan megah memenuhi kota. Belum pernah
selama hidupnya dia menyaksikan gedung-gedung yang
demikian indah dan toko-toko yang demikian banyak, penuh
memperdagangkan bermacam-macam barang. Dia berjalanjalan
mengagumi semua keindahan itu dan berpikir alangkah
sukarnya mencari orang di dalam kota yang besar dan banyak
penduduknya ini. Diam-diam dia memikirkan keadaan Bun
Hong. Di manakah adanya suhengnya itu sekarang? Akan
tetapi hanya sebentar saja dia teringat akan Bun Hong, karena
pikirannya segera penuh dengan bayangan lain, bayangan
seorang pemuda yang halus budi, bayangan Ang Min Tek!
Cinta asmara memang luar biasa anehnya. Mengapa kita
tertarik kepada seseorang sedemikian rupa tanpa kita sendiri
mengetahui kenapa demikian? Kenapa justeru si dia itulah
yang selalu terbayang oleh kita, yang selalu memenuhi hati
kita, yang selalu ingin kita dekati dan mendatangkan rindu
dendam yang menyiksa kalau kita berpisah dari dekatnya?
Mengapa?
Kui Eng sendiri tidak mengerti mengapa dia demikian
tertarik kepada Min Tek. Mungkin kesan pertama kali yang
menggores hatinya adalah sikap Min Tek yang demikian gagah
berani, padahal dia tahu bahwa pemuda itu adalah seorang
sasterawan yang jasmaninya lemah. Justeru di dalam
kelemahan badan akan tetapi diimbangi kekuatan
semangatnya itulah yang amat mengagumkan hatinya, dan
tentu saja ditambah pula oleh wajah pemuda itu yang baginya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak demikian tampan, mengagumkan dan setiap gerakgeriknya
membawa daya tarik istimewa baginya! Memang
cinta asmara amat aneh dan mengandung penuh rahasia!
Dia harus mencari Min Tek! Dia harus dapat segera
bertemu dengan pemuda itu! Akan tetapi ada pula rasa malu
yang membuat jantungnya berdebar kalau dia membayangkan
betapa nanti kalau dia sudah berhadapan dengan pemuda itu.
Apa yang akan dikatakannya? Untuk mencari Min Tek tidaklah
sukar karena pemuda itu telah memberitahukan bahwa selama
tinggal di kota raja, Ang Min Tek akan tinggal di rumah
seorang pamannya yang membuka sebuah toko obat. Nama
toko obat itu adalah Yok-goan-tong.
Pertama-tama Kui Eng mencari sebuah kamar di rumah
penginapan, dan setelah membersihkan diri, berganti pakaian
bersih, keluarlah dia dari rumah penginapan itu untuk mencari
toko obat Yok-goan-tong. Dengan mudah dia bisa
memperoleh keterangan dari orang-orang di mana letak toko
itu dan segera dia menuju ke tempat itu dengan jantung
berdebar tegang. Dan kebetulan sekali ketika dia tiba di toko
obat Yok-goan-tong yang cukup besar, dia melihat Min Tek
sendiri beserta kedua orang kawannya sedang bercakap-cakap
di ruangan depan. Min Tek segera melihatnya dan dengan
girang pemuda itu bangkit berdiri dan berlari keluar.
"Kui-lihiap....... !" tegurnya dengan wajah berseri,
sedangkan Lie Kang Coan dan Lie Kang Po juga memburu
keluar ketika mengenal dara pendekar yang menjadi penolong
mereka itu.
Tanpa disadarinya sendiri, wajah Kui Eng berubah merah,
berseri-seri dan sinar matanya penuh kegembiraan. Dia cepat
menjura membalas pemberian hormat mereka sambil berkata,
"Sam-wi kongcu, apakah sam-wi baik-baik saja dan sudah
berhasilkah ujian yang sam-wi tempuh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kui-lihiap, silakan masuk dan duduk di dalam, di sana kita
dapit bercakap-cakap dengan leluasa," kata Min Tek dengan
suara yang tenang, halus dan sopan
Kui Eng mengucapkan terima kasih dan mereka lalu masuk
ke dalam toko obat itu di mana mereka disambut oleh paman
Min Tek, seorang setengah tua yang peramah dan yang
memandang kepada Kui Eng dengan heran dan kagum.
"Siokhu, inilah Kui Eng lihiap yang gagah perkasa, penolong
kami yang sering kuceritakan kepada paman itu," kata Min Tek
kepada pamannya. Orang tua itu segera mengangkat kedua
tangan ke depan dada memberi hormat sambil tersenyum
ramah.
"Ah, kiranya Kui-lihiap yang datang. Sudah lama saya
mendengar nama lihiap yang gagah dari keponakan saya.
Silakan duduk, lihiap!" katanya dan Kui Eng cepat membalas
penghormatan itu.
"Keponakanmu terlalu melebih-lebihkan saja"' katanya
merendah.
Setelah mengambil tempat duduk, Min Tek dengan gembira
lalu menceritakan bahwa dia telah lulus dalam ujian dengan
baik dan mendapat gelar siucai. Mendengar ini, Kui Eng
segera menyatakan kegembiraannya, bangkit berdiri dan
berkata sambil merangkap kedua tangan. "Kiong-hi (selamat),
Ang-kongcu. Memang aku sudah menduga bahwa kau tentu
akan lulus !"'
Kemudian Kui Eng mendengar bahwa kedua orang saudara
Lie itu tidak lulus, dan kedua orang muda itu mengambil
keputusan untuk tinggal beberapa lama lagi di kota raja, di
mana mereka mempunyai seorang bibi yang menikah dengan
seorang pembesar sehingga mereka dapat melanjutkan
pelajaran mereka dan akan mengulangi penempuhan ujian
tahun depan. Adapun Min Tek menyatakan bahwa pemuda ini
besuk pagi akan kembali ke dusunnya. Mendengar penuturan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, tanpa ragu-ragu lagi Kui Eng berkata di luar kesadarannya,
seolah-olah semua yang dikatakan itu bukan kehendaknya
melainkan menurut dorongan hati yang muncul secara tibatiba.
"Ang-kongcu, kalau begitu kebetulan sekali! Aku sendiripun
tidak mempunyai keperluan sesuatu di kota raja ini, dan
hendak melanjutkan perjalananku. Kalau sekiranya kau tidak
keberatan, kita boleh mengadakan perjalanan bersama."
Sebagai seorang dara yang gagah perkasa, sederhana dan
berhati polos, Kui Eng tidak bisa berpura-pura lagi dan dia
mengucapkan kata-kata itu yang keluar langsung dari hatinya.
Tidak demikian halnya dengan Min Tek, seorang pemuda
pelajar yang semenjak kecil telah digembleng dengan
peraturan dan diharuskan menjaga teguh kesopanan.
Wajahnya menjadi merah sekali ketika dia mendengar ajakan
ini, dan biarpun hatinya merasa girang karena melakukan
perjalanan bersama seorang dara pendekar seperti ini, dia
tidak usah takut lagi akan segala rintangan di jalan, namun
pada lahirnya dia hanya tersenyum dan menjura "Terima kasih
banyak, lihiap. Aku hanya akan mengganggumu saja."
"Kita sudah menjadi kawan baik, mengapa harus bersikap
sungkan-sungkan lagi?" kata Kui Eng, dan kedua orang
saudara Lie juga membenarkan ucapan ini.
"Terus terang saja, lihiap," kata Kang Coan "Sebelum
engkau muncul tadi, kami bertiga memang sedang
membicarakan tentang lihiap. Ang-heng menyatakan
kekawatirannya tentang perjalanannya besok pagi, dan tadi
dia berkata kalau saja mempunyai seorang kawan
seperjalanan seperti Kui-lihiap, maka akan amanlah perasaan
hatinya. Nah, Ang-heng, sekarang Kui-lihiap telah muncul dan
kebetulan sekali besok juga hendak melanjutkan perjalanan
keluar dari kota raja, bukankah hal ini merupakan jodoh
namanya? Maksudku, jodoh untuk melakukan perjalanan
bersama tentu saja!" Kedua orang saudara Lie itu tertawa dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Min Tek bersama Kui Eng juga tersenyum untuk
menghilangkan rasa malu-malu yang timbul dalam hati
mereka oleh godaan itu.
Pada keesokan harinya, Min Tek dan Kui Eng berangkat
meninggalkan kota raja untuk pergi ke Ki-ciu, tempat tinggal
Ang Min Tek. Mereka berdua naik kuda yang disediakan oleh
paman Min Tek dan mereka menjalankan kuda mereka
dengan perlahan keluar dari pintu gerbang kota di sebelah
selatan. Biarpun mulutnya tidak mengatakan sesuatu, namun
jantung Kui Eng berdebar tegang dan penuh kegembiraan
yang luar biasa. Sama sekali dia tidak ingat lagi kepada
suheng-suhengnya dan seluruh perhatiannya hanya ditujukan
kepada pemuda yang halus budi dan yang kini menunggang
kuda berendeng di sampingnya itu.
Baru saja mereka keluar dari pintu gerbang kota raja, tibatiba
dari depan datang seorang penunggang kuda yang
membalapkan kudanya cepat sekali. Orang itu berbaju biru
dan masih muda, akan tetapi oleh karena dia melarikan
kudanya dengan cepat sehingga debu mengebul di kiri
kanannya, maka wajahnya tidak nampak nyata ketika dia
lewat berpapasan dengan Kui Eng dan Min Tek. Akan tetapi
Kui Eng yang memiliki pandang mata tajam itu dapat melihat
betapa orang itu menoleh dan memandang ke arahnya dan
dia merasa seperti mengenal wajah orang itu. Hanya dia tidak
begitu memperhatikan dan karena wajah orang itu tertutup
debu mengebul maka diapun hanya melihat sekelebatan saja
dan selanjutnya dia sama sekali tidak memikirkannya lagi
melainkan melanjutkan perjalanannya bersama Min Tek.
Sungguh terasa betapa bedanya perjalanan sekali ini
dibandingkan dengan perjalanan ketika dia memasuki kota
raja seorang diri. Kini segalanya nampak indah dalam pandang
matanya. Langit nampak cerah dan segala sesuatu kelihatan
berarti dan menarik. Bahkan batu-batu di atas jalan, tumbuhtumbuhan
di kanan kiri jalan, gunung yang membayang di
kejauhan-semua kelihatan berseri dan indah !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja Kui Eng sudah pasti tidak akan bersikap acuh
tak acuh seperti itu kalau saja dia mengetahui bahwa
penunggang kuda yang membalapkan kudanya tadi bukan lain
adalah Bun Hong! Sebetulnya, perpisahan antara Kui Eng dan
suhengnya itu, biarpun sudah berjalan cukup lama, kurang
lebih sebelas bulan lamanya, kiranya belum cukup lama bagi
Kui Eng untuk melupakan wajah suhengnja. Soalnya adalah
karena perhatiannya sebagian besar dicurahkan kepada
pemuda yang menunggang kuda di sampingnya, maka dia
seolah-olah tidak begitu memperhatikan lagi manusia-manusia
lain!
Laki-laki muda yang membalapkan kudanya tadi memang
benar adalah Tan Bun Hong, kakak seperguruan pendekar
wanita itu. Seperti telah diceritakan di bagian depan, untuk
menyelamatkan keluarga Pangeran Song, pendekar muda ini
telah dinikahkan dengan puteri sulung pangeran itu, yang
bernama Song Kim Bwee, seorang dara bangsawan yang
cantik jelita. Bahkan sebulan yang lalu, Song Kim Bwee telah
melahirkan seorang anak laki-laki!
Sebagai mantu seorang pangeran, suami seorang puteri
bangsawan yang cantik jelita dan yang dalam waktu kurang
dari setahun telah dianugerahi seorang putera, sudah
sepatutnya kalau Bun Hong berbahagia. Akan tetapi
kenyataannya sama sekali tidak demikian! Tidak, Bun Hong
tidak merasa bahagia hidupnya nampak makmur, mulia dan
terhormat, berenang di lautan kemewahan dan kehormatan,
namun tetap saja Bun Hong tidak merasa bahagia Betapapun
cantik isterinya yang amat mencintanya itu, namun dia tidak
dapat melupakan Kui Eng dan di dalam hatinya tidak terdapat
rasa cinta seperti yang dirasakan terhadap Kui Eng. Dia tidak
mempunyai rasa cinta seperti itu terhadap Kim Bwee, dan
setelah menjadi mantu Pangeran Song, dia merasa seolaholah
terikat kaki tangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang, seluruh manusia di dunia mendambakan
kebahagiaan, mengejar kebahagiaan dan sudah tentu semua
itu takkan ada hasilnya. Kebahagiaan tidak dapat dikejar, tidak
dapat ditangkap lalu disimpan sebagai milik kita. Bahkan
kebahagiaan tidak dapat dirasakan, dikunyah-kunyah dan
dinikmati seperti kalau kita menikmati kesenangan. Yang
biasanya kita anggap kebahagiaan itu tak lain hanyalah
kesenangan belaka, dan kesenangan itu hanya selewat saja
dan segera tempatnya digantikan oleh kesusahan karena
senang dan susah adalah saudara kembar yang tak
terpisahkan. Kebahagiaan tidak dapat dikenang, diingat-ingat,
seperti kesenangan. Kesenangan adalah buatan pikiran yang
mengingat-ingat dan mengenang sesuatu, suatu pengalaman,
baru pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Pengalaman yang menyenangkan ini dikenang, diingat-ingat,
digambarkan, dibayangkan sebagai suatu kesenangan yang
lalu dikejar dan dicari. Memang tidak mustahil kita dapat
mengejar dan menangkap kesenangan ini, lalu kita nikmati,
akan tetapi setelah terdapat, tentu akan timbul kebosanan
karena keinginan sudah mendesak lagi untuk mencari yang
lebih nikmat dari pada itu. Dan kesenangan juga menimbulkan
rasa takut, takut akan kehilangan yang menyenangkan itu.
Kesenangan menimbulkan kedukaan, yaitu duka kalau sampai
kehilangan yang menyenangkan itu. Kesenangan yang dikejarkejar
juga menimbulkan kecewa, yaitu kalau tidak terdapat
yang dikejar, atau kalau yang dikejar itu ternyata tidak begitu
menyenangkan seperti ketika dibayangkan, dan selanjutnya.
Pendeknya, kesenangan hanyalah barang hampa yang hanya
indah nampaknya sebelum terpegang, selagi dikejar-kejar,
akan tetapi setelah dapat, tidak begitu indah lagi karena kita
selalu membanding-banding, kita selalu dipermainkan oleh
pikiran kita yang tidak puas akan yang begini akan tetapi
selalu menghendaki yang begitu, yaitu yang tidak ada!
Kebahagiaan adalah keadaan di mana tidak terdapat rasa
takut, tidak terdapat duka, tidak terdapat rasa kecewa, tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdapat keinginan mengejar. Seperti cinta kasih, maka
kebahagiaan hanya pada saat ini, terdapat apa adanya dan
bukan merupakan suatu hasil dari pemikiran ! Kebahagiaan
sudah memenuhi jagat raya bagi siapa yang tidak
membutuhkan apa-apa, tidak mengejar apa-apa, tidak
mencari apa-apa. Kebahagiaan ada pada setiap saat, akan
tetapi begitu hal itu dianggap sebagai sesuatu yang
menyenangkan dan ingin dipertahankan, ingin dinikmati lagi,
maka itu bukanlah kebahagiaan lagi namanya, melainkan
kesenangan dan dengan munculnya kesenangan yang
diciptakan oleh pikiran itu maka lahir pulalah kecewa, takut,
dan duka !
Demikian pula halnya dengan Bun Hong. Dia tidak merasa
berbahagia karena hatinya ingin sesuatu yang lain dari pada
apa adanya. Dia tidak puas dengan keadaannya pada saat itu,
dia menginginkan suatu yang tidak ada, yaitu diri Kui Eng dan
sebagainya, maka sudah tentu saja timbul kekecewaan dan
penyesalan. Membanding-bandingkan hanya akan
menimbulkan dua hal, yaitu kesombongan atau iri hati. Kalau
merasa diri sendiri lebih, timbullah kesombongan, sebaliknya
kalau dalam perbandingan itu merasa diri sendiri kurang dan
kalah, maka selain kekecewaan dan penyesalan, juga
melahirkan iri hati.
Bun Hong merasa dirinya seperti terikat ketika dia menjadi
mantu Pangeran Song. Rasa bencinya terhadap Thio-thaikam
terpaksa harus dia kubur dalam lubuk hatinya, bahkan dia
dipaksa oleh kedudukannya untuk mengadakan pertemuan
dan perkenalan, beramah-tamah dengan para pembesar yang
tidak disukainya itu.
Bun Hong merasa kecewa sekali dan merasa betapa
hidupnya sama sekali tidak ada gunanya. Tadinya dia menuju
ke kota raja dengan maksud membasmi pembesar yang kejam
dan yang memeras rakyat dan bertindak sewenang-wenang,
hendak menyelidiki siapa orangnya yang berdiri di belakang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
layar dan yang memegang gagang cambuk yang menyiksa
rakyat,
Setelah dia tahu bahwa orang itu adalah Thio-thaikam, kini
dia tidak berdaya umuk menunaikan tugasnya, bahkan dia
mengikat diri dengan pernikahan, menjadi mantu Pangeran
Song yang harus berbaik dengan para pembesar, termasuk
tentu saja Thio-Ihaikam itu! Tidak berani bertindak oleh
karena hal ini tentu akan membahayakan keselamatan
sekeluarga ayah mertuanya.
Sering kali Bun Hong termenung dan hanya merasa rindu
sekali untuk pergi merantau dan melakukan perjalanan
sebagai seorang pendekar, menolong orang-orang yang
menderita dan menentang orang-orang jahat yang
mengganggu manusia lain, melakukan semua wejangan dari
gurunya. Juga dia merasa rindu sekali kepada Kui Eng dan
Beng Han yang diduganya tentu telah menjadi suami isteri
atau setidaknya tentu telah bertunangan. Akan tetapi ketika
dia menyatakan keinginannya untuk merantau ini, Pangeran
Song berkata dengan suara halus dan yang tentu saja
membuat Bun Hong tak mampu menjawab.
"Mantuku, pikirlah baik-baik. Engkau telah menjadi suami
Kim Bwee bahkan telah mendapat kurnia seorang putera,
mengapa engkau masih hendak melakukan perantauan seperti
seorang yang masih belum berkeluarga saja? Hidup merantau
banyak bahayanya, bagaimana kalau terjadi sesuatu
denganmu di perantauan? Apakah hal itu tidak akan membuat
isterimu. berduka? Juga, kalau sampai terlihat orang bahwa
mantu bendahara kaisar hidup sebagai seorang perantau dan
petualang, apakah akan kata orang? Bun Hong, demi kebaikan
kita sekeluarga, harap kaubatalkan niatmu itu dan apabila
engkau ingin sekali-kali melakukan perjalanan ke luar kota,
boleh saja engkau menunggang kuda ke luar kota, asal jangan
menimbulkan keributan dan tidak bermalam di tempat lain."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, untuk menghibur hatinya, sering kali Bun
Hong menunggang kuda ke luar kota raja. Isterinya tahu akan
hal ini dan maklum pula bahwa suaminya tidak mencintanya.
Akan tetapi Song Kim Bwee tidak menyatakan apa-apa. Dia
maklum bahwa pernikahannya dengan Bun Hong terjadi
karena terpaksa, dan untuk menolong keselamatan keluarga
Song, untuk menghilangkan kecurigaan Thio-thaikam yang
selalu mengincar kesalahan pembesar lain untuk dijerumuskan
ke dalam jurang kehancuran. Apa lagi Pangeran Song
merupakan seorang pembesar yang paling berani menentang
kekuasaan Thio-thaikam. Untuk semua itulah Bun Hong
menjadi suaminya, maka biarpun dia amat mencinta suaminya
itu, diapun tidak menyalahkan Bun Hong kalau suami yang
dicintaiya itu sebaliknya tidak mencintanya. Betapapun juga,
sikap Bun Hong terhadapnya amat baik dan cukup mesra,
maka diapun tidak berani mengharapkan lebih dari itu,
sungguhpun kadang-kadang kenyataan ini memancing air
matanya di waktu dia duduk seorang diri.
Pada pagi hari itu, ketika Bun Hong baru saja pulang dari
melancong dan membalapkan kudanya, tiba-tiba dia melihat
Kui Eng bersama eorang pemuda tampan, naik kuda berdua
dan bercakap-cakap. Bun Hong merasa girang sekali akan
tetapi juga merasa heran mengapa sumoinya itu melakukan
perjalanan bersama seorang pemuda yang sama sekali tidak
dikenalnya. Kalau dia melihat Kui Eng melakukan perjalanan
bersama Beng Han, tentu dia akan segera melompat turun
dan menghampiri mereka dengan hati girang. Akan tetapi,
ketika dia melihat Kui Eng bersama seorang pemuda lain, dia
menjadi heran dan pura-pura tidak melihat mereka, bahkan
mempercepat larinya kuda. Setelah jauh, dia menghentikan
kudanya dengan jantung berdebar. Pertemuannya kembali
dengan Kui Eng menimbulkan kegembiraan luar biasa dan
juga ketegangan. Perasaan hatinya terhadap sumoinya ini
terasa makin rnengganggu hati dan pikirannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Min Tek dan Kui Eng melanjutkan
perjalanan mereka dengan gembira. Min Tek merasa girang
sekali dapat melakukan perjalanan bersama gadis yang gagah
perkasa ini, yang selalu bersikap ramah-tamah kepadanya
sehingga dia merasa seolah-olah gadis ini adalah seorang
sahabat lamanya atau bahkan seperti seorang saudaranya
sendiri. Di lain fihak, Kui Eng tentu saja merasa gembira dapat
melakukan perjalanan bersama pemuda yang dikaguminya
dan yang diam-diam telah menundukkan hatinya itu. Min Tek
mempunyai pengetahuan yang luas sekali mengenai tempattempat
yang dilalui mereka karena pemuda ini telah
mempelajari ilmu bumi dan tahu akan sejarah yang ada
hubungannya dengan gunung-gunung dan tempat-tempat
yang menarik Tiada hentinya dia menceritakan tentang suatu
tempat yang mereka lalui sehingga tentu saja Kui Eng merasa
gembira sekali mendengar ceritanya itu.
Sore hari itu mereka bermalam di sebuah dusun, menyewa
dua buah kamar dalam rumah penginapan yang hanya ada
sebuah di dusun itu. Malam itu terang bulan dan cuaca indah
sekali. Melihat keindahan suasana malam, Min Tek dan Kui
Eng keluar berjalan-jalan dan melihat ke arah sebuah bukit di
mana terdapat sebuah menara yang tinggi. Min Tek dan Kui
Eng duduk di tepi sawah, memandang ke arah bukit itu dan
Min Tek lalu menceritakan suatu kisah kuno tentang menara
itu di mana menurut dongeng, dulu pernah seorang puteri
dikurung di sana oleh karena puteri itu menolak untuk
dikawinkan dengan seorang pangeran, Kui Eng mendengarkan
cerita itu dan merasa terharu sekali karena pandainya Min Tek
merangkai kata-kata dalam ceritanya.
"Ada sebuah lagu tentang peristiwa sedih itu," kata Min
Tek. "Kalau kau suka aku akan nenyanyikan dan mainkan lagu
itu dengan suling, lihiap."
"Ah, setelah kita menjadi sahabat, mengapa kau sungkan
sekali dan masih menyebutku lihiap segala, kongcu? Juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak enak diketahui orang bahwa aku adalah seorang wanita
kang-ouw yang kasar."
"Ah, maaf. Baiklah, nona. Mulai sekarang aku akan
menyebutmu nona saja," kala Min Tek sambil tersenyum dan
mengeluarkan sebatang suling yang tadi diselipkan di
pinggang, di balik bajunya.
"Aih, kiranya engkau pandai pula meniup suling, Angkongcu!"
kata Kui Eng sambil nemandang dengan mata
berseri dan mulut tersenyum.
"Pandai sih tidak, akan tetapi sekedar memperlengkap
dongeng tentang puteri itu, biarlah kumainkan lagunya
untukmu, nona," jawabnya merendah dan tak lama kemudian
di bawah sinar bulan purnama yang cerah dan sejuk, suasana
sunyi itu terisi oleh alunan nada tiupan suling yang merdu.
Lagu yang dimainkan oleh Min Tek itu terdengar sedih sekali.
Setelah lagu itu habis, pemuda itu lalu menyanyikan lagunya,
dan ternyata bahwa pemuda itu memang pandai sekali
bersuling dan bernyanyi, suaranyapun halus dan merdu.
Lagunya sedih dan menceritakan betapa puteri yang tidak
mau dipaksa kawin itu dikeram di dalam menara sehingga
akhirnya meninggal dunia karena duka nestapa. Kui Eng
memandang dengan bengong, seluruh perhatiannya terbetot
dan pandang matanya seperti tergantung dan melekat kepada
gerak bibir pemuda itu.
Setelah Min Tek selesai bernyanyi dan udara yang tadinya
asyik dengan suara-suara merdu itu kini menjadi kosong dan
hening lagi, Kui Eng memandang kepada pemuda itu dengan
basah dan dia berkata, "Ah, Ang-kongcu, tidak kusangka
bahwa engkau sepandai itu......." dia mengusap matanya yang
basah dan diam-diam Kui Eng merasa terkejut sendiri
mengapa sebuah nyanyian saja mampu memancing keluar air
mata !
"Engkau memuji saja. Kui - siocia. Kepandaian kampungan
yang tidak ada harganya. Hanya karena kegembiraanku saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka aku sampai berani melupakan kebodohanku dan meniup
suling serta bernyanyi. Kalau ada orang lain di sini pasti aku
tidak akan berani melakukannya, akan takut ditertawakan
orang."
"Ang-kongcu, mengapa engkau menjadi gembira?" tiba-tiba
Kui Eng bertanya, mukanya menunduk, akan tetapi sepasang
matanya mengerling dari bawah dengan sinar tajam sekali.
Ang Min Tek memandangnya dan menjawab, "Nona,
engkau adalah seorang yang amat baik budi dan aku merasa
berbahagia sekali nendapatkan seorang kawan seperti engkau.
Engkau mengingatkan aku kepada seorang...."'
Kui Eng mengangkat muka memandang. "Mengingatkan
kepada siapa kongcu?"
"Kepada seorang yang amat dekat di hatiku........"
"Siapakah dia ?"
Akan tetapi Min Tek tidak menjawab, hanya
menyimpangkan pembicaraan itu dengan ucapan perlahan,
"Kalau saja engkau seorang pria, tentu akan kuajak
mengangkat saudara. Engkau baik sekali seperti seorang
saudara sendiri bagiku."
Kui Eng diam saja dan jantungnya berdebar. Apakah
pemuda ini juga mencintanya ? Akan tetapi, kalau mencinta,
mengapa pemuda ini ingin mengangkat saudara dengan dia ?
Dara ini menjadi bingung. Dalam hal ilmu silat, boleh jadi Kui
Eng adalah seorang pendekar wanita yang lihai. Akan tetapi
mengenai lika-liku "cinta", dia masih hijau dan tidak mudah
menangkap apa yang dikatakan oleh pemuda itu. Dia,
menduga-duga dan menjadi 'birigung sendiri.
"Kui siocia, hari telah larut malam, mari kita kembali, besok
kita melanjutkan perjalanan pagi-pagi agar dapat sampai ke
Ki-ciu dalam waktu tiga hari."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kui Eng yang sedang termenung menjawab, "Ang-kongcu,
kau kembalilah dulu. Aku ingin duduk seorang diri di sini untuk
beberapa lama lagi."
"Baiklah, akan tetapi jangan terlalu lama, nona. Biarpun
udara terang dan hawanya sejuk, akan tetapi lama berada di
luar, kau akan dapat terkena angin dan kurang baik bagi
kesehatanmu." Pemuda itu lalu meninggalkan Kui Eng,
berjalan seorang diri kembali ke rumah penginapan yang tidak
berapa jauh letaknya dari tempat itu.
Kui Eng masih duduk termenung dan bermacam-macam
pikiran timbul di dalam benaknya. Tidak dapat diragukan lagi,
dia merasa jatuh cinta kepada pemuda yang halus dan sopan
itu. Ingin sekali dia menanyakan riwayat pemuda itu, untuk
mengetahui keadaannya akan tetapi dia merasa sangsi apakah
pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak akan melanggar batas
kesopanan. Kepada seorang pemuda seperti kedua suhengnya
yang belum dan tidak terlalu terikat dengan segala macam
peradatan dan sopan santun dia tidak akan merasa ragu-ragu
lagi. Akan tetapi Ang Min Tek adalah seorang pemuda yang
lain lagi sifatnya. Dia seorang yang terpelajar tinggi dan
mengutamakan sopan santun, sehingga dia tidak berani
bersikap sembarangan dan selalu menjaga diri agar jangan
sampai dianggap sebagai seorang gadis liar oleh Min Tek!
Tiba-tiba dia mendengar suara kaki di sebelah belakangnya
dan terdengar suara memanggilnya dengan suara lirih,
"Sumoi........"
Kui Eng cepat melompat berdiri dan membalikkan
tubuhnya. Ternyata Bun Hong telah berdiri di depannya.
"Ji-suheng.......!" Kui Eng berseru dengan girang sekali,
"Ah, kalau begitu, tentu engkau penunggang kuda yang
membalap tadi, bukan?"
"Benar, sumoi. Dan di manakah adanya tunanganmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terbelalak mata Kui Eng mendengar pertanyaan ini, akan
tetapi oleh karena semenjak dahulu sudah sering kali dan
sudah biasa Bun Hong berkelakar dan menggodanya, maka
dia menjawab sambil tertawa, "Suheng, masa datang-datang
kau hendak menggoda aku? Tunangan mana yang kau
maksudkan? "
"Aku tidak menggoda dan juga tidak berkelakar, sumoi.
Bukankah kau sudah bertunangan dengan suheng? "
"Maksudmu dengan twa-suheng? Ah, jangan kau bicara
yang bukan-bukan, ji-suheng !" kata Kui Eng, akan tetapi
wajahnya berobah merah.
"Apa !? Betul-betul engkau tidak bertunangan dengan
suheng? " tanya Bun Hong sambil melangkah maju dan
mendengar betapa suara Bun Hong mengandung getaran
aneh, Kui Eng memandang dengan heran.
"Ji-suheng, siapakah yang bertunangan? Aku tidak pernah
bertunangan dengan siapapun."
"Betulkah........? Bukankah suheng dulu telah
meminangmu........?"
"Memang ibunya meminangku, akan tetapi ..... "
"Kau menolaknya.......? Sumoi, jawablah, kau ....... kau
menolak pinangannya ? "
Kui Eng memandang makin terheran-heran."Eh, kenapakah
kau, ji-suheng? Memang benar aku telah menolaknya!"
"Kau.....kau tidak mencinta suheng, sumoi?"
Kini merahlah wajah Kui Eng dan sinar matanya mulai
memperlihatkan kemarahan. "Ji-suheng, ingatlah, kau
mengajukan pertanyaan yang bukan-bukan, sikapmu ini tidak
semestinya setelah kita saling berpisah selama setahun dan
baru bertemu sekarang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, dengan wajah pucat dan bibir gemetar Bun
Hong melangkah maju nada suaranya amat mendesak,
"Jawablah, sumoi ..., jawablah apakah engkau tidak mencinta
twa suheng.........?"
Kui Eng memandang dengan terbelalak. Wajah suhengnya
itu di bawah sinar bulan purnama nampak pucat mengerikan,
seperti orang yang sakit keras. Saking tegang dan heran
batinya, dia tidak mampu menjawab hanya nenggelengkan
kepala berkali-kali dan menarik napas panjang.
Tiba-tiba Bun Hong menjatuhkan dirinya berlutut di depan
Kui Eng sehingga dara itu menjadi kaget dan heran sekali, lalu
melangkah mundur.
"Sumoi....... sumoi.... ah, kalau kuketahui hal itu....... kalau
aku tahu bahwa engkau menolak pinangan suheng, bahwa
engkau tidak cinta kepadanya........ ahhh.......!"
Karena sejak kecil dia telah hidup di dekat Bun Hong, maka
timbullah kekhawatiran di dalam hati Kui Eng. Hubungannya
dengan Bun Hong sudah seperti kakak dan adik kandung saja,
maka melihat keadaan suhengnya ini, Kui Eng cepat
melangkah maju lagi dan memegang pundak Bun Hong,
ditariknya pemuda itu berdiri dan gadis itu menatap wajah
Bun Hong dengan tajam penuh selidik. "Ji-suheng. Kenapa
engkau ? Kurang lebih setahun kita tidak saling jumpa dan
engkau telah bcrobah sekali ..... mengapa kau begini pucat
dan gelisah? Apa yang telah terjadi ........?"
"Sumoi, kalau saja aku tahu........ ah, biarlah sekarang saja
kuakui semuanya. Sumoi. Dengarlah baik-baik. Sudah
semenjak kita berada di puncak Kwi-hwa-san, sejak kita masih
kecil aku..... aku telah mencintamu, sumoi. Aku mencintamu
dan selalu merindukanmu, mengharapkan setiap saat untuk
melihat api cinta terpancar dari matamu, mengharapkan
engkau membalas perasaanku. Kemudian......... kemudian aku
mendengar percakapan antara suheng dan ibunya, bahwa
ibunya hendak menjodohkan dia dengan engkau. Aku lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalah, aku pergi, karena takkan kuat hatiku melihat kau
bertunangan dengan suheng. Akan tetapi, aku rela, aku rela
mengundurkan diri dan mengalah. Aku terlalu mencinta
engkau dan suheng, tidak dapat aku menghalangi
kebahagiaan kalian. Akan tetapi sekarang........ ternyata kau
tidak membalas cintanya, kalian tidak bertunangan! Ya
Tuhan...... kalau aku tahu....... aku akan mencintamu dengan
seluruh jiwaku! Akan tetapi aku sekarang telah terikat eraterat!
Akan tetapi, sumoi, aku akan melepaskan belenggu itu
sekarang juga, aku cinta padamu, sumoi, marilah kita pergi
berdua ke alam bebas, menikmati hidup bersama. Sumoi, aku
cinta padamu.......!" Kembali Bun Hong menjatuhkan diri
berlutut di depan Kui Eng seperti orang yang telah berobah
ingatan ! Memang semua yang dihadapinya dalam hidup serba
mengecewakan hati Bun Hong, membuat pemuda ini seperti
gila karena menyesal. Semua sudah terlanjur dan dia ingin
menjangkau hal-hal di luar jangkauannya,mengira bahwa yang
dijangkaunya itu akan merobah kehidupannya yang dianggap
penuh dengan kekecewaan itu.
Kini Kui Eng tidak membangunkannya, bahkan sejak tadi,
dara yang mendengarkan pengakuan Bun Hong itu telah
menjadi pucat sekali mukanya dan tubuhnya menggigil. Kini
dia malah melangkah mundur dua tindak dengan kaki terasa
lemas, menjauhi suhengnya.
"Ji-suhcng........" suaranya gemetar, kedua kakinya
menggigil, wajahnya pucat, "jangan ..... jangan bersikap
demikian ..... ! "
"Sumoi, aku cinta padamu.......!" Bun Hong berbisik,
menyembah - nyembah dan mengangkat mukanya yang
tampan, yang ditimpa cahaya sinar lembut dari bulan
purnama, wajah yang pucat dan sinar mata yang penuh
permohonan, mengharapkan kasihan orang.
"Tidak, suheng. Kau tidak cinta padaku ! Hubungan antara
kita adalah sebagai kakak dan adik aku tidak bisa membalas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cintamu dan tidak mungkin menjadi jodohmu!" jawaban ini
diucapkan dengan suara tegas karena dara ini teringat kepada
Min Tek, pemuda yang benar-benar dicintanya itu.
Bu Hong mengangkat mukanya yang pucat dan dari
sepasang matanya menyambar keluar pandang mata yang
tajam. Tiba-tiba dia melompat berdiri dan sikapnya
menakutkan dengan wajahnya yang pucat dan matanya yang
kemerahan. "Sumoi, kalau begitu kau...... kau mencintai
pemuda kutu buku itu.......??"
Marahlah hati Kui Eng mendengar Min Tek yang tidak
bersalah apa-apa dimaki kutu buku "Andaikata benar, kau
perduli apakah?" jawabnya sambil membalas pandang mata
suhengnya dengan tajam dan sikapnya penuh tantangan.!
"Apa.......? Ha-ha, tidak mungkin! Kau, sumoiku yang
gagah perkasa ini, mencintai seorang kutu buku yang
mengangkat pena saja hampir tidak kuat? Tidak mungkin itu
dan .., tidak boleh! Aku akan melarangnya, lebih baik kubunuh
saja kutu buku itu!"
"Ji-suheng.......!"' Kui Eng membentak dengan suara penuh
kemarahan. Hatinya sebal sekali mendengar ucapan itu.
"Sumoi, aku cinta padamu. Kalau kau menikah dengan
suheng, aku akan mengalah dengan hati rela, aku akan
menghibur hatiku yang berdarah dan terluka dengan
kenangan dan bayangan betapa engkau hidup berbahagia
dengan suheng. Akan tetapi, aku tidak tahan melihat seorang
pria lain berdiri di sampingmu, menjadi suamimu. Apa lagi dia
seorang cacing buku yang lemah. Huh, akan kubunuh dia ! "
"Ji-suheng! Kau gila! Agaknya kau telah kemasukan iblis !"
Bun Hong tertawa masam. "Memang, memang aku telah
kemasukan iblis. Untuk menolong keluarga baik-baik, aku
terpaksa harus menikah dengan seorang yang tidak kucinta.
Aku terbelenggu seumur hidupku, dan tidak ada kekuatan
yang dapat mematahkan belenggu ini, kecuali engkau, sumoi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apabila engkau sudi membalas cintaku, sekarang juga
kupatahkan belenggu itu, dan biarpun dihadapan kita
terbentang lautan api yang menghadang, akan kuterjang
bersamamu!"
"Ji-suheng cinta kasih tidak dapat dipaksakan. Kau telah
tersesat! "
Bun Hong tertawa geli, kemudian dia melompat pergi dari
tempat itu dan terdengar suaranya mengancam, "Kau harus
tinggalkan dia, cacing buku itul Kalau kau melanjutkan
hubunganmu dengan dia, akan kubunuh jahanam itu, sumoi!"
Kui Eng hendak membantah akan tetapi bayangan
suhengnya telah lenyap ditelan kegelapan bayangan bayangan
pohon. Kui Eng berdiri bagaikan patung di tempat itu. Masih
belum lenyap keheranan dan terkejutnya melihat betapa Bun
Hong muncul dalam keadaan seperti itu. Tiba tiba saja
keluarlah air matanya. Semenjak dulu dia suka kepada jisuhengnya
ini yang pandai berkelakar dan suka
menggodanya, juga pandai menghiburnya. Bahkan, semenjak
kecil, seperti juga twa-suhengnya, Bun Hong sering kali
menolongnya, mencarikan buah-buah yang lezat, mencarikan
bunga - bunga yang indah.
Bun Hong melarang dia bergaul dengan Min Tek?? Tiba-tiba
merahlah wajah Kui Eng, merah karena marah. Siapa hendak
melarangnya ? Tidak ada iblis manapun yang akan dapat
melarangnya ! Dia tidak takut akan ancaman Bun Hong. Kalau
ji-suhengnya itu benar-benar telah gila dan hendak
membunuh atau menyerang Min Tek, dialah yang akan
membelanya ! Dia tidak takut sedikitpun juga sungguhpun dia
maklum akan kelihaian ji- suhengnya itu.
Dengan perlahan Kui Eng lalu berjalan kembali ke rumah
penginapan itu. Pada keesokan harinya, ketika Min Tek
menegurnya dengan senyum manis dan bertanya mengapa
wajahnya agak pucat dan muram, Kui Eng hanya tertawa saja
dan tidak menceritakan sesuatu tentang pertemuannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Bun Hong. Memang semalam dia tidak dapat tidur
sama sekali, gelisah seorang diri di atas pembaringan di dalam
kamar itu.
Mereka berdua lalu bersantap pagi, kemudian menunggang
kuda melanjutkan perjalanan mereka. Kui Eng selalu bersikap
waspada dan hatinya bersiap siaga menjaga segala
kemungkinan yang timbul sebagai akibat ancaman jisuhengnya
malam tadi. Ketika mereka tiba di sebuah hutan
yang sunyi, terbuktilah bahwa ancaman Bun Hong semalam
tidak kosong belaka karena di depan sana, di tengah jalan itu,
nampak berdiri seorang pemuda yang memegang sebatang
pedang di tangan kanan dan pemuda ini bukan lain adalah
Bun Hong ! Pakaian Bun Hong gagah sekali, seperti pakaian
seorang pangeran muda, dan hal ini baru sekarang nampak
oleh Kui Eng karena semalam dara ini kurang memperhatikan
pakaian suhengnya.
Kui Eng dan Min Tek menghentikan kuda mereka di depan
pemuda itu dan Min Tek memandang dengan penuh
keheranan dan penuh perhatian, juga dia diam-diam merasa
kagum kepada pemuda yang gagah dan tampan itu, menduga
duga siapa pemuda ini dan mengapa berdiri menghadang di
tengah jalan dengan pedang di tangan.
"Ji-suheng, mengapa kau menghadang perjalanan kami?"
terdengar Kui Eng bertanya dengan suara tenang.
Mendengar ucapan dara ini, Min Tek terkejut bukan main
dan cepat dia turun dari atas kudanya dan menjura kepada
Bun Hong. "Maafkan, siauwte tidak tahu bahwa taihiap adalah
suheng dari Kui-lihiap. Terimalah hormat dari Ang Min Tek."
Akan tetapi, Bun Hong sama sekali tidak memperdulikan
pemuda itu, bahkan dia lalu berkata kepada Kui Eng, "Sumoi
sekali lagi kuminta, kautinggalkan dia ini dan pergi bersamaku,
atau aku terpaksa akan memenggal dulu batang lehernya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kui Eng menjadi marah sekali dan cepat dia melompat
turun dari atas punggung kudanya sambil mencabut
pedangnya pula. "Suheng, suhu mengutus aku turun gunung
untuk membasmi kejahatan ! Biarpun engkau sendiri, kalau
berlaku jahat dan sewenang-wenang, terpaksa akan
kutentang!"
"Hemm, bagus! Kalau begitu, terpaksa aku akan
membunuh cacing ini!" Secepat kilat Bun Hong menggerakkan
pedangnya menyerang. Min Tek yang berdiri terlongong
karena tidak tahu mengapa kedua orang saudara seperguruan
ini begitu bertemu terus bertengkar, dan tidak tahu puia
mengapa pemuda yang gagah itu datang - datang hendak
membunuhnya !
"Tranggg........!" Pandang mata Min Tek silau oleh percikan
bunga api yang memancar keluar ketika pedang Kui Eng
menyambar dan menangkis pedang Bun Hong. Akan tetapi,
setelah pedangnya ditangkis oleh sumoinya, Bun Hong tidak
memperdulikan sumoinya, terus saja dia mengulangi
serangannya ke arah Min Tek.
"Cringgg.......I" Kembali pedangnya terpental oleh
tangkisan Kui Eng.
Bun Hong mengulangi serangannya sampai tiga kali, akan
tetapi tiga kali pula Kui Eng dapat menangkisnya.
"Ji suheng! Kalau kau tidak menarik kembali pedangmu,
terpaksa aku akan menyerang-mu! " Kui Eng membentak
marah.
Akan tetapi, Bun Hong menjawabnya dengan suara ketawa
yang menyeramkan dan kembali dia sudah menerjang maju,
menyerang dengan tusukan kilat ke dada Min Tek. Pemuda ini
terkejut dan hanya melangkah mundur dengan kaget. Sekali
ini, Kui Eng tidak dapat menahan sabarnya lagi, dan segera
satelah dia menangkis tusukan ke arah dada pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sasterawan itu diapun cepat membalas dengan serangan kilat
kepada ji-suhengnya.
"Tranggg........!" Kini Bun Hong terpaksa menangkis dan
pemuda ini harus mencurahkan seluruh perhatiannya karena
sumoinya itu telah menyerangnya dengan cepat sekali dan
secara bertubi-tubi karena Kui Eng telah menjadi marah bukan
main. Segera dua orang kakak beradik seperguruan itu telah
bertempur seru dan bayangan mereka lenyap digulung sinarsinar
pedang yang berkeredepan. Akan tetapi, Bun Hong tidak
pernah balas menyerang, hanya mengelak dan menangkis
saja.
"Sumoi, aku tak dapat mengganggumu, aku hanya ingin
membunuh cacing itu saja!" Bun Hong berkata sambil
menangkis dua kali tusukan pedang beruntun dari sumoinya.
"Tan Bun Hong!" Kui Eng membentak dengan sinar mata
berapi. "Kau bisa membunuhnya selelah melewati mayatku!"
"Aha, begitukah? Kalau kau sudah begitu nekat, terpaksa
aku harus membunuh kalian berdua ! Lebih baik melihat kau
mati di ujung pedangku dari pada melihat kau digandeng lakilaki
lain !" teriak Bun Hong dan kini diapun membalas dengan
serangan-serangan hebat. Terjadilah perkelahian mati-matian
yang amat hebat antara kedua saudara seperguruan ini.
Kekuatan mereka memang seimbang. Sungguhpun Bun Hong
menang tenaga dan keuletan, namun Kui Eng telah mendapat
pengalaman berkelahi lebih banyak dan memang sejak dulu di
antara tiga orang murid Lui Sian Lojin itu, Kui Eng memiliki
ginkang yang lebih tinggi sehingga gerakannya lebih gesit dan
lebih cepat dari pada gerakan Bun Hong.
Melihat perkelahian itu, Min Tek menjadi bingung bukan
main. Mendengar percakapan antara kedua orang muda itu
tadi, maklumlah dia bahwa gara-gara perkelahian itu adalah
dirinya sendiri ! Agaknya Kui Eng jatuh cinta kepadanya dan
suhengnya itu merasa cemburu ! Dia terkejut bukan main.
Celaka! Dia harus mencegah pertempuran itu. Maka, berulangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
ulang Min Tek berseru lantang, "Taihiap! Lihiap, berhentilah !
Dengarlah keteranganku....!"
Akan tetapi, Kui Eng dan Bun Hong keduanya memiliki
watak yang keras dan pantang mundur, maka seruan berkalikali
itu tidak mereka dengarkan dan mereka bahkan
bertempur makin seru dan nekat !
Pada saat itu, dari jauh datang seorang laki-laki dengan
jalan perlahan, akan tetapi ketika melihat pertempuran di
depan itu, dia lalu berlari cepat sekali menghampiri. Setelah
dekat, orang itu berseru keras, "Sute........! Sumoi... ! Apakah
kalian sudah menjadi gila? Tahan!" Orang ini bukan lain
adalah Gan Beng Han !
Setelah sembuh dari racun jarum akibat serangan Tek Po
Tosu, Beng Han meninggalkan dusun Kiong-nam-teng dan
pergi ke kota raja untuk mencari sutenya. Tak disangkanya
sama sekali bahwa dia akan bertemu dengan sute dan
sumoinya di tempat itu dalam keadaan saling serang secara
mati-matian.
Melihat betapa kedua orang itu tidak mau berhenti oleh
teriakannya, Beng Han lalu mencabut pedangnya dan
melompat ke tengah medan pertempuran, menggerakkan
senjatanya menangkis dan menahan sinar pedang kedua
orang adik seperguruannya itu.
"Tranggg........cring........!Berhenti.......!Berhenti.....! Kalian
orang-orang bodoh! Mengapa saling serang seperti orang
orang gila?"
Kui Eng berdiri dengan napas terengah-engah dan pedang
dipegangnya erat-erat, sedangkan Bun Hong berdiri dengan
dahi penuh keringat, juga memegang pedang sambil
memandang dengan muka pucat dan mata liar.
"Dia...... dia hendak membunuh Ang kongcu....." kata Kui
Eng kepada Beng Han, hidungnya kembang-kempis, matanya
berapi-api penuh kemarahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beng Han memandang ke arah pemuda pelajar itu yang
berdiri bengong dan bingung.
"Siapakah dia, sumoi?" tanya Beng Han.
"Dia adalah....... adalah sahabatku," jawab Kui Eng.
Beng Han memandang tajam ke arah Bun Hong. "Sute,
mengapa kau hendak membunuh dia ? "
Bun Hong cemberut, kemarahannya masih bergolak. Dia
tidak membenci Min Tek, bahkan tidak memperdulikan
pemuda itu. Pemuda itu tidak ada artinya baginya, kalau dia
hendak membunuhnya hanya karena pemuda itu dipilih oleh
Kui Eng. Pemuda itu karena dekat dengan Kui Eng, dan
siapapun orangnya yang didekati Kui Eng, tentu akan
dibunuhnya! Maka, pertanyaan suhengnya itu seperti tidak
didengarnya karena baginya, membunuh atau tidak
membunuh siucai itu tidaklah penting.
"Suheng, mengapa kau tidak jadi bertunangan dengan
sumoi ?" Pertanyaan itu diucapkannya keras-keras seperti
orang mencela dan menegur sehingga Beng Han menjadi
heran dan terkejut sekali dan wajahnya berobah merah.
Mendengar sutenya itu bicara seperti itu, di depan Kui Eng,
bahkan di depan seorang pemuda asing, benar-benar amat
mengejutkan sekali.
"Sute, omonganmu ini sungguh tidak patut!" bentaknya.
"Tidak patut katamu ? " Dada Bun Hong terengah-engah
karena menahan gelora hatinya yang penuh kemarahan.
"Suheng, kau tahu betapa perasaan hatiku terhadap sumoi !
Kita bertiga semenjak kecil bersama-sama, senasib
sependeritaan. Kalau sumoi menjadi jodohmu, aku rela .... aku
mengalah, akan tetapi kalau sumoi memilih laki-laki lain, aku
tidak rela ! Sumoi mencinta pemuda ini, maka dia harus
kubunuh! Kalau sumoi menghalangi, biar kubunuh keduanya !"
"Sute, kau gila......! "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kui Eng mengusap beberapa butir air mata yang menuruni
kedua pipinya. "Bun Hong, kau manusia kejam! Kau membikin
malu kepadaku. Mari kita bertanding mengadu jiwa!" Kui Eng
melompat maju dan menyerang, akan tetapi Beng Han
mencegahnya.
"Sumoi, sabarlah dan serahkan urusan ini kepadaku.
Sebetulnya, apakah yang terjadi? "
Kui Eng memandang kepada Beng Han dengan air mata
masih membasahi pipinya, "Suheng, aku tidak bersalah apaapa.
Aku hanya mengantar Ang-kongcu yang hendak kembali
ke dusunnya. Tahu-tahu ji - suheng menghadang di sini dan
hendak membunuh kami."
Beng Han berpaling kepada Bun Hong dani membentak.
"Sute, jangan kau melanjutkan kesesatanmu itu. Hubungan
kita dengan sumoi hanyalah sebagai saudara seperguruan dan
urusan pribadinya tidak boleh kita mencampurinya. "
"Ah, kau tidak tahu hatiku, kau tidak tahu penderitaanku.
Pendeknya, sumoi hanya boleh memilih antara kau atau aku,
tidak boleh memilih orang lain ! Biar kubunuh pemuda pucat
itu !" teriak Bun Hong marah. "Kalau kau membelanya,
suheng, terpaksa aku akan melawanmu pula !"
"Manusia sesat!" Beng Han membentak marah,"Sumoi, kau
lanjutkanlah perjalananmu bersama kongcu ini, biar aku yang
akan menghadapi sute." Sementara itu, Min Tek yang
mendengarkan semua ini, menjadi pucat dan tubuhnya
menggigil. Sama sekali bukan karena takut, akan tetapi karena
terharu. Baru sekarang dia tahu bahwa tiga orang ini adalah
saudara - saudara seperguruan yang tinggi ilmu
kepandaiannya, dan karena kini mereka bertengkar karena
dia, maka sudah tentu dia merasa bingung sekali. Mendengar
betapa Kui Eng mencintanya, dia merasa terharu bukan main.
Mula-mula, dara itu yang hendak membelanya dengan taruhan
nyawa, sampai melawan suheng sendiri, kini orang pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari tiga orang bersaudara seperguruan itupun hendak
membelanya
"Kui-lihiap, biarlah kujelaskan kepada suhengmu........"
katanya. Akan tetapi Kui Eng telah melompat ke atas
punggung kudanya dan berkata,
"Ang-kongcu, marilah kita pergi ! " Terpaksa Min Tek naik
ke atas punggung kudanya pula dan ikut pergi dengan cepat
menyusul Kui Eng yang telah mendahuluinya. Bun Hong
marah sekali. "Suheng, kau tidak tahu betapa besar cintaku
terhadap sumoi. Lebih baik aku mati di tanganmu dari pada
melihat sumoi menjadi isteri pemuda lemah dan pucat itu!
Kalau kaususul dia dan mengambil sumoi sebagai isterimu,
aku akan merasa bahagia dan rela, suheng. Akan tetapi, kalau
kau membiarkan dia merendahkan diri dan menjadi jodoh
pemuda itu, biar bagaimanapun juga, aku akan
menghalanginya."
"Sute, tidak kusangka bahwa setelah berada di kota raja,
engkau menjadi gila. Perasaan hatimu terhadap sumoi yang
kaunamakan cinta itu sesungguhnya bukanlah cinta kasih
yang sejati, melainkan cinta palsu yang diliputi nafsu semata,
nafsu hendak menyenangkan dirimu sendiri ! Kau hendak
membunuh pemuda pelajar yang tidak berdosa itu? Baik, ada
aku yang akan membelanya! "
"Kau........?? " Kedua mata Bun Hong yang sudah merah
karena marahnya itu tiba-tiba mengeluarkan dua titik air mata.
"Kau hendak melawan aku, suheng? Kau.......?"
"Apa boleh buat. Lebih baik melihat saudaraku yang
kukasihi mati dari pada melihat dia hidup melakukan
kejahatan!"
Bun Hong berteriak keras dan menerjang maju mengirim
tusukan dengan pedangnya. Beng Han menangkis dan
keduanya lalu bertempur hebat, lebih seru dan lebih matimatian
dari pada ketika Bun Hong bertempur melawan Kui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Eng tadi. Bun Hong memiliki kecepatan gerakan luar biasa dan
pedangnya berkelebat menyambar-nyambar dengan
ganasnya. Biarpun dia masih kalah cepat kalau dibandingkan
dengan Kui Eng, akan tetapi dibandingkan dengan suhengnya
ini dia masih menang tinggi tinggi ginkangnya. Akan tetapi,
Beng Han yang waspada dan tenang dapat menghadapinya
dengan baik dan mengembalikan setiap serangan sutenya
karena memang dasar ilmu silat Beng Han lebih matang dari
pada sutenya. Kalau tadi, ketika Bun Hong bertempur
melawan Kui Eng, mereka bergerak cepat seperti sepasang
naga memperebutkan mustika dan gerakan mereka itu amat
mirip karena keduanya mengandalkan kecepatan, adalah kini
pertempuran antara Bun Hong dan Beng Han memperlihatkan
gerakan yang amat berbeda di antara mereka. Bun Hong
bergerak gesit dan pedangnya menyambar ganas dan cepat,
sedangkan gerakan Beng Han tenang dan mantep, pedangnya
membentuk gulungan sinar yang kokoh kuat. Betapapun juga,
ilmu pedang mereka bersumber dari satu dasar ilmu pedang,
yaitu Kwi-hoa Kiam-hoat, maka tentu saja mereka dapat
mengembalikan setiap serangan dengan baik. Mereka hanya
mengandalkan keuletan dan kegesitan kaki tangan belaka dan
kedua orang kakak beradik seperguruan ini tidak jauh bedanya
dengan kalau mereka sedang berlatih ilmu pedang mereka!
Pantangan bagi orang yang sedang bertanding silat adalah
perasaan takut, bimbang dan terutama sekali nafsu amarah.
Biarpun Bun Hong tidak merasa takut, akan tetapi
menghadapi Beng Han dia merasa bimbang dan kehilangan
sebagian kepercayaan diri sendiri, dan hatinya masih diliputi
kemarahan sehingga gerakan pedangnya tidaklah semantap
dan setepat gerakan Beng Han. Oleh karena itu, beberapa kali
hampir saja dia menjadi korban pedang suhengnya, baiknya
Beng Han masih merasa tidak tega dan kasihan kepada
sutenya itu sehingga setiap kali ujung pedangnya sudah
mendekati sasaran, dia segera menarik kembali serangannya
itu. Beng Han amat mencintai adik seperguruannya ini, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu saja tidak tega hatinya untuk melukainya, apa lagi
membunuhnya.
Tiba-tiba Beng Han mengeluarkan bentakan nyaring,
pedangnya menyerang dengan jurus Angin Taufan
Menyambar Pohon. Gerakannya hebat dan kuat sekali
sehingga ketika Bun Hong menangkis, ujung pedang Beng
Han masih mendesak dan berhasil melukai lengan tangan Bun
Hong, Kulit dan daging lengan itu terobek dan darah
bercucuran keluar. Beng Han terkejut dan melompat mundur,
sedangkan Bun Hong dengan tersenyum pahit lalu
menggunakan ujung lengan bajunya untuk menghapus darah
di lengannya itu.
"Suheng, kau hebat sekali," katanya.
Beng Han berkata dengan suara sedih, "Su-te, janganlah
kita bertempur lagi. Insaflah, tidak baik ilmu pedang yang kita
pelajari dengan susah payah itu kita pergunakan untuk saling
serang sendiri."
Akan tetapi Bun Hong tertawa menyeramkan dan berkata,
"Suheng, ketahuilah. Selama berbulan-bulan hatiku gelisah
dan menderita karena memikirkan sumoi. Aku telah banyak
menderita, bahkan nasibku yang sial membawaku terbelenggu
dan untuk menolong keluarga Pangeran Song aku terpaksa
menikah dengan puterinya, sementara hatiku masih tetap
merindukan sumoi. Aku menghibur kesedihanku dengan
pikiran bahwa sumoi sudah sesuai menjadi jodohmu dan
karena kalian adalah orang-orang yang kukasihi, maka aku
merasa rela dan ikhlas. Tidak tahunya, kalian tidak
bertunangan dan bahkan sumoi mendekati seorang pemuda
pelajar yang lemah. Bagaimana hatiku bisa senang ? Luka
sedikit ini tidak ada artinya, ayo kita lanjutkan, suheng, dan
jangan kepalang tanggung kau mengerjakan pedangmu!"
"Sute........!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Bun Hong sudah melompat maju dan
menyerang pula sehingga Beng Han merasa bingung dan
berduka sekali. Terpaksa dia mengangkat pedangnya
menangkis. Pada saat itu terdengar suara tertawa keras
bergelakdan tiga bayangan orang berkelebat mendatangi.
Mereka itu adalah Tek Po Tosu, Bong Kak Im, dan Bong Kak
Liong, tiga orang jagoan kelas utama dari Thio-thaikam!
Mereka ini semenjak dahulu telah menaruh curiga terhadap
Bun Hong, akan tetapi oleh karena Bun Hong dapat
mengendalikan diri dan tidak pernah memperlihatkan
kepandaiannya, maka merekapun tidak mempunyai bukti dan
tidak berdaya untuk mencelakainya. Akan tetapi, mereka tidak
pernah berhenti menyebar penyelidik dan mereka mendengar
dari para penyelidik bahwa mantu Pangeran Song itu sering
kali berkuda ke luar kota, entah melakukan pekerjaan apa
Timbullah kembali kecurigaan tiga orang jagoan itu dan
setelah mereka memberi laporan kepada Thio-thaikam,
mereka lalu diutus untuk menyelidiki. Demikianlah, mereka
lalu mengadakan penyelidikan, selalu membayang Bun Hong
dengan diam-diam sehingga mereka dapat mengetahui ketika
Bun Hong bertempur dengan Kui Eng dan kemudian setelah
melihat munculnya Beng Han dan mendengar percakapan
mereka, tahulah tiga orang jagoan kota raja ini bahwa Bun
Hong benar benar adalah pemuda berkedok yang dulu pernah
menyerang Thio-thaikam. Segera mereka muncul dan
terdengar suara Tek Po Tosu.
"Aha, tidak tahunya mantu Pangeran Song benar-benar
adalah pemberontak yang kami cari cari!"
Bun Hong dan Beng Han terkejut sekali nendengar ini dan
mereka segera menghentikan perkelahian mereka dan berdiri
berdampingan, menghadapi tiga orang jagoan dari Thiothaikam
itu. Melihat Beng Han, Tek Po Tosu tertawa lagi
mengejek. "Eh, eh, tidak tahunya mantu Pangeran Song
adalah sute dari pemberontak yang telah kujatuhkan! Masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum mampuskah engkau? Baik, baik! Kalau begitu sekarang
akan kubinasakan kalian pemberontak-pemberontak rendah !"
Sambil berkata demikian, tosu itu mencabut siang-kiamnya
sedangkan Bong Kak Im juga sudah mengeluarkan sepasang
kapaknya yang dahsyat, diikuti oleh Bong Kak Liong yang
menarik keluar sebatang goloknya yang lihai.
"Sute, mari kita basmi anjing-anjing penjilat ini!" kata Beng
Han dengan penuh geram.
Bun Hong tersenyum. "Baik, suheng. Memang telah lama
sekali aku ingin membunuh anjing-anjing rendah ini!"
"Pemberontak hina, bersedialah menerima kematian!" Bong
Kak Im berseru dan mulai menyerang dengan sepasang
kapaknya. Serangannya ini disambut oleh Bun Hong.
"Penebang kayu, jangan kau menjual lagak di sini!"
teriaknya dan dia sudah menggerakkan pedangnya untuk
menangkis dan balas menyerang. Bong Kak Liong lalu
menggerakkan goloknya membantu kakaknya sehingga Buh
Hong segera dikeroyok dua, akan tetapi orang muda itu
dengan gagahnya memutar peding dan memainkan ilmu
pedangnya yang lihai.
Beng Han menghadapi Tek Po Tosu. Dia menudingkan
pedangnya ke arah muka tosu itu sambil berkata, "Pendeta
keparat! Sekarang tiba saatnya bagi kita untuk mengadu
kepandaian tanpa mengandalkan pengeroyokan. Majulah dan
kau boleh mempergunakan semua jarum-jarum jahatmu yang
hanya menunjukkan sifatmu yang pengecut itu!"
"Pemberontak sombong!" Tek Po Tosu berteriak dan segera
melompat dan menerjang Beng Han dengan sepasang
pedangnya yang digerakkan dari kanan kiri secara menyilang !
Akan tetapi, dengan sikap tenang Beng Han memutar
pedangnya dan sekaligus dia berhasil menangkis sepasang
pedang lawan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cring! Tranggg.......?!" Bunga api berpijar dan keduanya
meloncat mundur untuk memeriksa senjata masing-masing
karena pertemuan pertama yang dilakukan dengan
pengerahan tenaga tadi membuat mereka merasa tangan
mereka kesemutan dan khawatir kalau-kalau senjata mereka
menjadi rusak. Akan tetapi setelah melihat bahwa pedang
mereka tidak rusak, mereka sudah menerjang lagi ke depan
dan saling serang dengan mati-matian karena mereka maklum
bahwa mereka menghadapi lawan yang tangguh.
Terjadilah pertempuran yang amat hebat dan seru di
tempat sunyi itu, disaksikan oleh pohon pohon yang
bermandikan cahaya matahari yang terik. Tidak ada orang lain
di tempat itu kecuali lima orang yang sedang bertanding matimatian
itu. Kesunyian di tempat itu dipecahkan oleh suara
senjata yang beradu dan seruan-seruan mereka yang
berkelahi, terutama sekali suara sepasang kapak di tangan
Bong Kak Im yang setiap kali bertemu dengan pedang lawan
terdengar berdenting nyaring. Dua orang murid Lui Sian Lojin
itu harus mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan
seluruh kepandaian mereka karena sekali ini mereka benarbenar
menghadapi lawan-lawan yang tangguh
Bun Hong pernah menghadapi Bong Kak Liong, akan tetapi
pada waktu itu dia dikeroyok oleh banyak sekali perwira
sehingga dia tidak dapat mengukur kepandaian lawannya itu
yang memang lihai. Bong Kak Liong dan lebih-lebih lagi Bong
Kak Im adalah jago-jago yang amat diandaikan oleh Thiothaikam,
dan jika dibandingkan dengan panglima-panglima
pengawal di istana kaisar, mereka ini sedikitnya menduduki
tingkat tiga, maka kelihaian mereka tentu saja amat hebat.
Apa lagi kini kakak beradik ini maju berdua mengeroyok Bun
Hong, senjata mereka berkelebatan menyilaukan mata dan
setiap gerakan mereka merupakan serangan maut yang
berbahaya sekali. Akan tetapi, dengan bersemangat dan
penuh kegembiraan karena sudah lama Bun Hong memang
menahan-nahan gelora hatinya untuk menentang mereka ini,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bun Hong menyambut semua serangan dan membalasnya
dengan serangan yang tidak kalah hebatnya. Setelah kini
menghadapi musuh-musuh yang dibencinya ini sebagai lawan
berkelahi, permainan pedang Bin Hong menjadi makin lincah,
karena dia tidak merasa bimbang lagi dan seluruh kebencian
dan kemarahan yang timbul dari kekecewaan dan kedukaan
hatinya tadi kini ditimpakannya ke atas kepala dua orang
lawan yang tangguh ini !
Juga Beng Han menghadapi Tek Po Tosu dengan hati-hati
sekali karena dia tahu akan kelihaian lawan. Menghadapi
desakan tosu ini tanpa dikeroyok, Beng Han dapat
melayaninya dengan baik, bahkan dia dapat melancarkan
serangan-serangan balasan yang cukup mengejutkan hati Tek
Po Tosu. Tosu ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi
setingkat dari pada kepandaian dua orang perwira she Bong
itu, maka biarpun hanya seorang diri, dia dapat mengimbangi
kepandaian Beng Han. Sepasang pedangnya bergerak secara
luar biasa sekali dan gerakan pedang di tangan kanan ganas
dan cepat, akan tetapi sebagian besar hanya merupakan
gertakan saja untuk membingungkan lawan. Sebenarnya yang
berbahaya adalah pedang di tangan kirinya, karena walaupun
pedang di tangan kiri ini hanya bergerak lambat dan
dipergunakan untuk menangkis belaka, akan tetapi pada saat
yang tepat pedang itu melakukan tusukan atau bacokan yang
amat berbahaya dan tidak terduga-duga datangnya. Beng Han
maklum akan hal ini, maka dia bersilat dengan tenang dan
waspada, sama sekali tidak mau dikacau oleh gerakan pedang
di tangan kanan lawan itu.
Demikianlah, kedua orang muda seperguruan yang tadi
saling bertempur dengan hebat, kini dengan sendirinya telah
bersatu menghadapi tiga orang lawannya yang tangguh.
Diam-diam perasaan haru dan gembira menyelinap di dalam
hati kedua orang muda itu, karena dengan adanya
pertempuran dan bahu-membahu menghadapi musuh ini,
agaknya segala kesalah pahaman di antara mereka telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersapu bersih tanpa kata-kata, dan perasaan mereka kembali
seperti dulu ketika mereka masih bersama-sama belajar silat
di pondok Kwi-hoa-san.
Sambil bersilat membendung serangan-serangan Tek Po
Tosu, kadang-kadang Beng Han melirik ke arah Bun Hong
untuk melihat keadaan sutenya itu. Dia merasa gelisah juga
menyaksikan betapa tangguh adanya dua orang perwira itu.
Dia sendiri maklum bahwa tidak akan mudah baginya untuk
menjatuhkan Tek Po Tosu yang amat lihai, dan apa bila
pertempuran itu diteruskan, fihaknyalah yang akan menderita
rugi. Dia melihat betapa wajah Bun Hong agak pucat, tanda
bahwa sutenya itu kurang tidur dan banyak menderita tekanan
batin. Dia belum tahu jelas bagaimana keadaan hidup sutenya
itu karena belum mendapatkan kesempatan untuk bicara
dengan leluasa. Akan tetapi agaknya keadaan sutenya agak
lemah sedangkan kedua orang lawan sutenya itu benar benar
amat tangguh. Diam-diam Beng Han mencari akal untuk dapat
menyelamatkan sutenya. Dia tahu bahwa tanpa lebih dulu
menyingkirkan tosu ini, tak mungkin dia dapat membantu
sutenya.
Tiba-tiba dia berseru dengan nyaring dan pedangnya
bergerak cepat sekali. Tanpa diduga-duga oleh lawan, Beng
Han meloncat ke atas, seperti seekor naga terbang di angkasa
lalu menukik ke bawah, pedangnya meluncur dan diputarputar
menyambar ke arah tubuh Tek Po Tosu. Pendeta ini
terkejut bukan main karena serangan lawan itu sungguh amat
berbahaya, maka dia cepat meloncat jauh ke beIakang.
Memang inilah yang dikehendaki oleh Beng Han. Melihat
kesempatan ini, Beng Han segera melakukan gerakan kilat.
Dia melompat ke arah Bun Hong dan dari samping dia
mengirim serangan kilat kepada Bong Kak Liong yang
bersenjata golok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hyaaattt......!!" Beng Han menusukkan pedangnya ke arah
dada perwira yang bertubuh tinggi kurus dan bersenjata golok
itu.
Bong Kak Liong terkejut sekali karena pada saat itu dia
sedang mengangkat goloknya untuk membacok kepala Bun
Hong dengan pengerahan tenaga sepenuhnya. Melihat
berkelebatnya pedang yang menyerangnya secara tiba-tiba
itu, dia cepat menarik kembali goloknya dan membabat ke
arah pedang yang menusuk dadanya. Akan tetapi Bun Hong
yang melihat kesempatan baik lalu menggerakkan kakinya.
"Bukkk.....!" Tendangan itu hebat bukan main, dilakukan
oleh Bun Hong dengan pengerahan seluruh tenaganya dan
tendangannya tepat mengenai bawah iga sehingga
menggetarkan isi dada dan jantung perwira itu. Bong Kak
Liong mengeluarkan pekik mengerikan dan roboh dengan
muntah darah, tidak dapat bangkit kembali karena dia
menderita luka yang amat parah di dalam dadanya yang
mengguncang jantungnya. Tendangan yang amat keras dan
tepat jatuhnya itu jelas akan merenggut nyawa perwira itu.
Melihat ini bukan main marahnya Tek Po Tosu. Dia
mengeluarkan saputangannya dan mengebut beberapa kali
sehingga belasan jarum menyambar ke arah Beng Han dan
Bun Hong. Beng Han yang pernah menjadi korban kelihaian
jarum-jarum itu, segera berseru "Awas, sute, jarum-jarum
beracun!"
Bun Hong yang merasa girang karena berhasil merobohkan
Bong Kak Liong, segera menjatuhkan diri dan bergulingan
sehingga dia terhindar dari sambaran jarum, sedangkan Beng
Han yang sudah siap sedia, lalu memutar pedangnya sehingga
semua jarum dapat diruntuhkannya. Bun Hong menjadi marah
dengan berseru keras dia lalu menerjang Tek Po Tosu
sehingga pendeta itu tidak sempat mempergunakan
saputangannya lagi, dan terpaksa menyambut serangan Bun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong dengai siang-kiamnya. Kini Beng Han yang menghadapi
Bong Kak Im, musuh lamanya.
Perwira she Bong ini menjadi marah ketika meiihat adiknya
roboh dan tewas, akan tetapi hatinya juga merasa gentar.
Selama ini dia dan adiknya, bersama tosu itu menjagoi di
mana-mana, jarang ada orang berani melawan nereka bertiga
dan kalaupun ada yang melawan, tentu musuh-musuh itu
dapat mereka basmi dengan mudah. Karena terlalu
mengandalkan dirinya sendiri, maka mereka bertiga tadi
datang tanpa dikawal pasukan. Mereka sudah memastikan
bahwa mereka bertiga pasti akan dengan mudah menangkap
atau membunuh dua orang pemuda pemberontak itu. Siapa
kira, dua orang pemuda itu lihai sekali sehingga adiknya, Bong
Kak Liong, menjadi korban dan tewas. Maka tentu saja dia
merasa agak gentar.
Karena merasa gentar itulah maka permainan sepasang
kapak dari Bong Kak Im menjadi agak kacau dan lambat.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Beng Han dan karena
dia maklum bahwa kepandaian perwira itu tidaklah selihai si
tosu, maka dia lalu mengeluarkan serangan-serangan yang
paling hebat dari Kwi-hoa Kiam-hoat. Sebentar saja Bong Kak
Im terdesak tebat oleh jurus-jurus terampuh dari ilmu pedang
itu. Ketika Beng Han menyerang dengan jurus Hui-pauw-liucoan
(Air Terjun bertebaran). Bong Kak Im tidak dapat
mempertahankan diri lebih lama lagi.
"Hyaaaahhhh........!!" Bong Kak Im terkejut melihat
berkelebatnya sinar pedang. Dia berusaha menangkis dengan
kapak kirinya sambil mengerahkan tenaga, akan tetapi
ternyata lawan merobah gerakannya, memapaki tangkisannya
agak ke bawah.
"Crokkk.......! Aihhhh........!" Bong Kak lm menjerit ngeri
karena tangan kirinya itu telah terbabat putus dan kapaknya
melayang di atas kepalanya. Kesempatan baik ini
dipergunakan oleh Beng Han, pedangnya meluncur dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menembus dada Bong Kak Im. Ketika dia mencabut kembali
pedangnya sambil meloncat, tubuh lawan itu roboh dan tewas
di samping mayat adiknya.
Melihat ini Tek Po Tosu terkejut buka main. Sungguh
merupakan peristiwa hebat sekali melihat kematian kedua
orang perwira she Bong itu, yang selama ini menjadi
sekutunya dan bersama dia telah menjatuhkan entah berapa
puluh orang lawan! Kini dia harus melihat kematian mereka
didepan matanya tanpa dia mampu mencegahnya. Karena
tekejut, tentu saja gerakan siang-kiamnya menjadi kacau,
akan tetapi oleh karena ilmu kepandaiannya memang tinggi,
ketika Bun Hong mendesak, dia masih sempat menyelamatkan
diri dan melompat ke belakang dengan gerak Lo-wan-teig-ki
(Monyet Tua Melompat Cabang). Bun Hong hendak mengejar,
akan tetapi Beng Han segera memberi peringatan,
"Jangan, sute........ hati-hati terhadap jarum-jarumnya !"
Bun Hong sudah terlanjur mengejar dan tiba-tiba saja,
tepat seperti peringatan Beng Han, tosu itu menggerakkan
tangan ke belakang, saputangannya berkibar dan belasan
batang jarum sudah menyambar ke arah Bun Hong. Baiknya
Beng Han telah memberi peringatan sehingga saat itu
menurutkan teriakan suhengnya. Bun Hong sudah memutar
pedangnya di depan tubuhnya, membentuk benteng dari
gulungan sinar pedang. Biarpun dia telah berhasil memukul
runtuh semua jarum yang menyambar, namun hampir saja
sebatang jarum menghantam kakinya kalau saja Beng Han
yang melihat sinar menuju ke kaki sute-nya itu tidak cepat
melempar pedangnya yang meluncur ke depan dan pedang itu
setelah menangkis jarum lalu menancap di atas tanah di
depan kaki Bun Hong!
Bun Hong mengeluarkan keringat dingin, mukanya berobah
pucat dan dia tidak melanjutkan pengejarannya. "Lihai sekali
jarum-jarum tosu itu!" katanya dan dia mencabut pedang
suhengnya yang masih menancap di atas tanah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengembalikannya kepada suhengnya. Beng Han menyimpan
pedangnya lalu maju memeluk tubuh sutenya.
"Sute, kau hebat sekali! " katanya dengari suara menggetar
karena haru.
Ketika merasa betapa tubuhnya dipeluk oleh suhengnya
yang telah lama dirindukannya itu kedua mata Bun Hong
menjadi basah dan perlahan-lahan meneteslah air mata di
sepanjang kedua pipinya. Dia balas merangkul dan ke dua
orang muda itu berangkul-rangkulan sambil mencucurkan air
mata..
"Suheng, kau maafkan aku........"
"Sute, tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku tahu akan
kepahitan yang menggerogoti hatimu. Akan tetapi, sute,
bicara tentang patah hati, akulah yang sebenarnya lebih
menderita dari padamu. Aku telah ditolaknya, akan tetapi, aku
tetap mencintainya dan ingin melihat dia hidup bahagia,
biarpun aku sendiri menderita........"
"Suheng, engkau memang berhati mulia, tidak seperti
aku......." Tiba-tiba Bun Hong menghentikan kata-katanya,
wajahnya menjadi pucat sekali dan matanya terbelalak.
"Celaka........! " serunya.
"Eh, ada apakah, sute?" Beng Han bertanya heran dan
kaget melihat perobahan wajah sutenya. "Celaka sekali! Tosu
itu tentu membuka rahasiaku dan celakalah
keluargaku...........!"
"Keluargamu? Apa maksudmu......?" Beng Han bertanya,
masih heran.
Tiba-tiba Bun Hong memegang tangan suhengnya,
memegangnya erat - erat dan ditariknya tangan itu sambil
berkata, "Suheng, mari cepat kita mengejar tosu itu dan kita
kembali ke kota raja ! Urusan ini hebat sekali, suheng, biarlah
kuceritakan sambil berlari pulang........"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beng Han tidak banyak membantah lagi dan mereka
berdua lalu berlari cepat menuju ke kota raja. Di sepanjang
jalan, Bun Hong menceritakan pengalamannya, betapa dia
melukai Thio-thaikam dalam usahanya membalas sakit hati
para petani dan betapa dia gagal lalu bersembunyi di dalam
gedung Pangeran Song sehingga untuk menjaga keluarga
pangeran itu dari kehancuran, terpaksa dia menikah dengan
Kim Bwee, puteri sulung pangeran itu sehingga kini mereka
telah mempunyai seorang anak laki-laki. Semua ini
diceritakannya dengan singkat namun jelas sambil berlari
sehingga Beng Han merasa sedih sekali mendengar riwayat
adik seperguruannya yang amat dikasihinya itu.
"Betapapun juga, sute. Sebagai seorang laki-laki yang
menjunjung tinggi kegagahan dan keadilan, engkau harus
berlaku sebagai seorang suami yang baik. Engkau sudah
mempunyai putera, maka sudah selayaknya kalau kau
membuang pikiran-pikiran sesat dan memikirkan jalan untuk
membahagiakan isteri dan puteramu itu.
Bun Hong merasa terharu sekali dan insyaflah dia akan
kesesatannya. Dia telah menikah, telah mempunyai seorang
anak laki-laki, sedangkan isterinya begitu baik, begitu
mencintanya, juga mertuanya adalah seorang yang bijaksana.
Ah, dia telah berdosa besar terhadap isterinya, terhadap
mertuanya, juga terhadap Kui Eng !
"Aku harus membela mereka, suheng. Membela mereka
dengan nyawaku. Celakalah kalau sampai Thio-thaikam
melaporkan diriku kepada kaisar. Bagiku tidak ada artinya
menjadi orang buruan kaisar, akan tetapi keluarga
mertuaku........"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid X
"HAYO kita percepat lari
kita, sute. Kita harus bela
mereka ! Jangan kau
khawatir, ada suhengmu di
sini yang akan
mempertaruhkan nyawa
untuk membela engkau dan
anak isterimu!" Bun Hong
menahan isaknya karena
terharu mendengar ucapan
itu dan mereka berdua lalu
mengerahkan seluruh
kepandaian mereka, berlari
cepat sekali seperti terbang
sehingga sebentar saja
mereka telah tiba di kota raja
dan mereka langsung menuju
ke gedung Pangeran Song.
Pangeran Song Hai Ling menyambut kedatangan putera
mantunya dengan heran sekali dan juga cemas melihat betapa
putera mantunya itu pucat sekali wajahnya dan Nampak
khawatir sekali. Bun Hong segera menjatuhkan diri berlutut di
depan kaki pangeran itu dan berkata dengan suara gemetar,
"Gakhu....... celaka sekali...... ! Kita harus cepat-cepat lari.dari
sini.......!"
"Eh, kau kenapakah, Bun Hong ?" tanya Pangeran Song
sambil membangunkan mantunya dan memandang kepada
Beng Han dengan bingung.
"Celaka........ saya telah bertempur dan bahkan telah
membinasakan kedua orang perwira she Bong! Sedangkan
Tek Po Tosu dapat melarikan diri. Mereka telah mengetahui
rahasia saya. Celaka, kita sekeluarga terancam bahaya, kita
harus segera pergi, sekarang juga!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika pucat wajah Pangeran Song mendengar ini, akan
tetapi dengan sikap dan suara tenang yang membuat Beng
Han merasa kagum bukan main, dia berkata, "Tenanglah,
anakku. Ceritakan semua dengan jelas. Dan siapakah dia ini ?"
Pangeran itu memandang kepada Beng Han yang segera
menjura dengan sikap hormat.
Bun Hong segera memperkenalkan Beng Han sebagai
suhengnya, kemudian dia menceritakan betapa ketika dia dan
Beng Han sedang bercakap-cakap, tiga orang jagoan dari Thio
thaikam itu telah mengintai dan mendengarkan percakapan
mereka sehingga mengetahui rahasianya. Ketiga orang itu lalu
menyerang dan betapa dalam pertempuran itu, dia dan
suhengnya telah berhasil membunuh mati kedua orang
perwira Bong akan tetapi Tek Po Tosu sempat melarikan diri.
"Tosu keparat itu tentu akan melaporkan hal ini kepada
Thio-thaikam dan celakalah kita kalau sampai terlambat. Saya
tidak takut terhadap mereka, akan tetapi, gakhu sekeluarga,
isteri saya, anak saya........"
Pangeran Song yang menjadi pucat sekali wajahnya karena
dia dapat melihat kehebatan bahaya yang mengancam
keluarganya ketika mendengar peristiwa yang diceritakan oleh
mantunya itu, kini menggeleng kepala sambil tersenyum, "Bun
Hong, betapapun juga, aku merasa bangga bahwa engkau
dan suhengmu telah dapat membunuh dua orang perwira
keparat yang telah banyak menghinaku itu. Akan tetapi,
menyuruh aku melarikan diri akan sama halnya dengan
nenyuruh matahari bergerak dari barat ke timur ! Kaubawalah
anak isterimu lari dari sini, akan tetapi aku tidak dapat
meninggalkan gedungku."
Bukan main terkejutnya hati Bun Hong mendengar bahwa
mertuanya tidak mau lari. "Akan tetapi, gakhu, kalau mereka
datang, gakhu sekeluarga, pasti akan ditangkap dan dijatuhi
hukuman beserta seluruh keluarga! Marilah ita lari sebelum
terlambat!" katanya dengan cemas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran itu menggeleng-geleng kcpala sambil tersenyum.
"Bun Hong, tidak ingatkah engkau siapa adanya ayah
mertuamu ini? Aku adalah seorang pangeran keluarga kaisar,
bahkan Kaisar Hian Tiong dahulu adalah saudara misanku!
Tidak mungkin aku melarikan diri dan memberontak terhadap
kaisar! Biar aku dijatuhi hukuman yang bagaimana beratpun
aku tidak sudi memberontak."
Sementara itu, ketika mendengar suara ribut-ribut di
ruangan depan, keluarga Pangerar Song memburu ke luar,
termasuk Kim Bwee yang menggendong puteranya, dan Kim
Hwa. Setelah mereka mendengar akan peristiwa yang terjadi,
mereka menjadi terkejut sekali dan terdengarlah suara
tangisan yang memilukan seolah-olah baru saja terjadi
kematian di tempat itu. Kim Hwa menubruk kaki ayahnyj
sambil menangis, sedangkan Kim Bwee memandang kepada
suaminya dengan wajah penuh air mata yang mengalir di
sepanjang kedua pipinya. Bahkan anaknya yang baru berusia
satu bulan itupun menangis keras.
Melihat ini semua, Beng Han merasa terharu sekali dan Bun
Hong lalu merangkul isterinya dan berkata, "Kim Bwee, aku
adalah seorang suami yang buruk dan jahat. Akulah yang
mendatangkan malapetaka yang menimpa keluargamu ini Kim
Bwee, sekarang terserah kepadamu kalau kau suka, marilah
kita lari bersama putera kita."
Sambil menahan isaknya, Kim Bwe berkata,
"Kita lari dan meninggalkan ayah dan semua keluarga
menjalani hukuman? Tidak......., tidak.......! Kalau memang
sudah seharusnya semua keluarga binasa, biarlah aku ikut
pula.!" Nyonya yang cantik ini lalu menangis sambil nemeluki
tubuh puteranya.
"Akan tetapi anak kita ......." kata Bun Hong dengan suara
hampir tidak terdengar karena dadanya terasa sesak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kim Bwee lalu memberikan puteranya kepada Bun Hong
dan berkata sambil menangis, "Suamiku, kau larilah dan
bawalah anak kita ini......, biarkan aku membuktikan baktiku
kepada ayah sekeluarga......."
Bun Hong menerima puteranya dan berdiri bagaikan
patung. Dia memandang wajah anaknya yang mirip isterinya
itu, dan pada saat itu tiba-tiba dari luar terdengar suara hirukpikuk.
"Celaka, mereka telah datang menyerbu ke sini!" kata Beng
Han yang melihat berkelebatnya golok dan tombak serta
gemerlapnya pakaian para perwira kerajaan.
"Kalau begitu, aku akan mendahului mereka dan
membunuh anjing Thio-thaikam itu !" teriak Bun Hong dan
cepat dia menyerahkan puteranya kepada Beng Han yang
sebelum tahu harus berbuat apa, putera sutenya itu telah
berada dalam pondongannya. Bun Hong mencabut pedang
dan berlari ke luar. Beberapa orang perwira yang melihatnya
lalu menahannya, akan tetapi beberapa kali Bun Hong
menggerakkan pedang dan beberapa orang perajurit dan
perwira telah roboh terguling dan mandi darah. Bun Hong
cepat melompat dan berlari menuju ke istana Thio-thaikam !
Sementara itu, isteri Bun Hong yang tahu bahwa Beng Han
adalah suheng dari suaminya karena dulu suaminya sering kali
menyebut nyebut nama pemuda ini, lalu berlutut di depan
Beng Han sambil berkata, "Twako, tolonglah nyawa anakku,
selamatkanlah dia....... tolonglah.......dari alam baka saya akan
menghaturkan terima kasih atas budi pertolonganmu ini...... "
Beng Han tertegun dan memandang wajah yang cantik dan
pucat itu dan sebelum dia dapat menjawab, tiba-tiba
rombongan perwira dan perajurit telah menyerbu masuk dan
seorang perwira membentak nyaring, "Pangeran Son Hai Ling
! Atas nama kaisar, kami datang menangkap engkau
sekeluarga !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Song melangkah maju dengan wajah angkuh dan
langkah tegak. "Mana lengki?" tanyanya. Lengki adalah
semacam bendera yang dibawa oleh orang yang menjadi
utusan kaisar, semacam tanda kuasa. Seorang perwira tua
dengan senyum mengejek lalu memperlihatkan surat
perintahnya.
"Pangeran pemberontak? Kau masih hendak berlagak
memperlihatkan kekuasaanmu? Jangarr kau melawan kalau
kau menyayang dirimu sendiri dan keluargamu!"
Sementara itu, melihat datangnya para perwira yang
hendak menangkap keluarga Song, Beng Han lalu melompat
sambil memondong putera Bun Hong yang masih kecil.
"Heii, kau hendak lari ke mana? Semua penghuni rumah ini
tidak boleh pergi meninggalkan tempat ini ! " seorang perwira
lain yang segera mengejar membentak.
"Aku adalah seorang tamu dan bukan penghuni rumah ini!"
jawab Beng Han yang berlari terus.
"Tahan! Tunggu dulu! " teriak perwira itu dan ketika
melihat Beng Han tidak mentaati perintahnya, dia berseru,
"Tangkap orang itu !"
Beng Han maklum bahwa dia harus membuka jalan dengan
pertempuran, maka sambil memondong anak kecil itu dengan
lengan kiri dia mencabut pedangnya dan memutar pedang
dengan cepat ke arah para perajurit yang mengejarnya.
Melihat gerakan pedang itu, para perajurit mundur kembali
dan Beng Han mempergunakan kesempatan itu untuk
melompat naik ke atas genteng.
"Kejar! Tangkap........!" teriak perwira yang memimpin
penyerbuan itu dan dia sendiri diikuti oleh beberapa orang
peiwira lain lalu melompat pula ke atas genteng dan
melakukan pengejaran. Beng Han yang tahu bahwa untuk
bertempur sambil memondong anak itu adalah kurang leluasa
dan berbahaya baginya dan bagi anak itu, tidak mau melayani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dan berlari makin cepat. Tidak jauh dari situ, di
melihat betapa Bun Hong juga sedang dikepung oleh
beberapa orang perwira kerajaan dan sutenya itu sedang
mengamuk hebat. Di lalu melompat mendekati dan berseru
nyaring, "Sute, mari kita lari, jangan layani mereka !"
Melihat Beng Han muncul sambil memondong anaknya,
Bun Hong lalu menjawab sambil merobohkan seorang lagi
pengeroyoknya dengan pedang, "Suheng, larilah kau, biarkan
aku membasmi anjing-anjing rendah ini!"
"Sute, kita selamatkan dulu puteramu, nant kita berdua
membasmi mereka. Jangan khawatir, aku akan membantumu.
Hayolah!" Mendengar ucapan suhengnya itu, Bun Hong yang
sedang marah dan bingung, kini mentaatinya dan dia
memutar pedangnya secara hebat sekali sehingga para
pengeroyoknya menjadi gentar dan mundur. Maka dia lalu
melompat kebelakang, dan berlari cepat bersama suhengnya,
dikejar oleh beberapa orang perwira yang berkepandaian
tinggi. Akan tetapi, kedua orang muda yaug gagah perkasa itu
berlari cepat sekali sehingga sebentar saja mereka berdua
telah meninggalkan para pengejar itu dan lari keluar dari kota
raja, menerobos penjagaan di pintu gerbang dan memasuki
hutan.
Setelah tiba di tengah hutan, anak di dalam pondongan
Beng Han itu menangis keras, agaknya merasa kaget dan
ingin minum. Beng Han dengan canggung mengayun-ayun
anak itu dalam pelukannya dan Bun Hong lalu memintanya,
lalu dia memondong puteranya dengan hati penuh kedukaan.
Anak itu diayun - ayun oleh ayahnya lalu berhenti menangis,
memejamkan mata, lalu tertidur.
Bun Hong tak dapat menahan keharuan hatinya lagi,
dipeluknya anaknya itu dan dia menangis mengguguk,
sehingga Beng Han lau minta anak yang tidur itu karena
khawatir kalau anak itu akan menjadi kaget.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bun Hong menyerahkan anaknya kepada suhengnya, lalu
dia menjatuhkan diri di atas rumput, menutupi muka dengan
kedua tangannya. "Suheng.........." dia meratap, "....... aku
adalah seorang yang berdosa besar...... aku telah menyianyiakan
cinta kasih isteriku, aku bahkan mencelakakan seluruh
keluarganya ..... suheng, memang benar ucapanmu dahulu
itu....... aku telah........ telah menjadi gila !" Kemudian dia
mengepal tinju dan mukanya berobah beringas sekali. "Semua
ini gara-gara anjing kebiri Thio itu! Aku harus membunuhnya
!"
"Tenanglah, sute," jawab Beng Han menahan keharuan
hatinya, "kita sedang menghadapi peristiwa yang hebat dan
besar, maka kita harus mempergunakan ketenangan. Jangan
bertindak ceroboh menurutkan nafsu amarah. Sekarang
keluarga Pangeran Song telah ditawan semua. dan tindakan
pertama-tama yang kita harus lakukan ialah menolong dan
membebaskan isterimu dari tawanan."
"Akan tetapi....... dia......... dia tidak mau suheng........ "
kata Bun Hong dengan suara sedih.
''Kita harus memaksa dia keluar dari penjara dan
membebaskannya demi kepentingan anak ini, sute! Pangeran
Song boleh mempunyai pendirian lain karena dia memang
seorang bangsawan keluarga kaisar yang memegang teguh
keharuman namanya. Akan tetapi Song Kim Bwee adalah
isterimu, keluargamu. Dia isterimu dan ibu anakmu, maka dia
harus tunduk dan menurut kepada keputusanmu !"
Bun Hong menundukkan kepalanya, "Terserah kepadamu,
suheng. Aku bingung sekali....."
"Sebelum pergi membebaskan isterimu ada hal yang lebih
penting lagi yaitu anakmu ini. Kita harus mencari seorang
wanita yang boleh dipercaya untuk memeliharanya sewaktu
kita pergi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bun Hong memandang kepada puteranya laJam pondongan
suhengnya itu dan dia teringat akan sesuatu. "Di dusun
sebelah timur kota tinggal seorang janda dengan anak
perempuannya yang masih gadis. Aku pernah menolong
mereka ketika anak perempuannya itu dilarikan oleh seorang
penjahat. Kita titipkan Sian Lun kepada mereka, tentu mereka
suka menolongku."
Beng Han girang mendengar ini dan keduanya lalu
langsung menuju ke dusun itu. Janda tua dan anak gadisnya
yang berhutang budi kepada Bun Hong menerima permintaan
tolong mereka dengan segala senang hati dan Bun Hong
memesan kepada mereka dengan keras agar supaya mereka
tidak menceritakan kepada orang lain siapa sebenarnya anak
itu. "Kalau ada yang bertanya, katakan saja bahwa ini adalah
anak seorang keluargamu dari dusun lain yang dititipkan di
sini," kata Beng Han. Kedua orang muda itu mendapat
penyambutan baik sekali dan mereka bermalam di dalam
rumah janda itu.
"Kita harus berlaku hati-hati, sute. Karena mereka tahu
bahwa kita tentu akan kembali, maka tentu kota raja terjaga
keras sekali. Kita tidak boleh ceroboh dan sebelum bertindak
harus kita selidiki lebih dulu dengan baik di mana keluargamu
ditahan agar usaha kita tidak akan sia-sia. "
Bun Hong yang berduka dan bingung serta gelisah sekali
itu tidak kuasa menggunakan pikirannya, maka dia
menyerahkan segala keputusan dan pimpinan kepada
suhengnya. Janda tua itu membantu mereka dan disuruh
masuk ke kota raja untuk menyelidiki di mana adanya
keluarga Pangeran Song yang ditangkap itu. Tidak mudah bagi
janda tua itu untuk melakukan penyelidikan, akan tetapi
karena tidak ada orang mencurigai janda dusun yang tua ini,
dua hari kemudian, barulah janda itu memperoleh berita dan
cepat kembali ke dusun. Dia mengabarkan dengan muka
khawatir bahwa keluarga Song itu ditahan di tempat tahanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar yang khusus dibangun untuk menahan penjahatpenjahat
besar dan pemberontak-pemberontak sebelum
mereka dijatuhi hukuman mati! Dan menurut kabar, tempat
itu terjaga dengan ketat sekali
Mendengar ini, sambil mengerutkan kening dan mengepal
tinju, Bun Hong berkata, "Mari kita serbu mereka di tempat
itu, suheng!"
"Tentu, sute. Akan tetapi, tidak pada siang hari. Biarlah
malam nanti kita bekerja. Mudah-mudahan saja Thian
memberi berkah dan kita akan berhasilmenyelamatkan
isterimu."
Bun Hong memegang tangan Beng Han."Suheng, dengan
adanya engkau di sampingku, tenaga dan keberanianku
menjadi berlipat ganda. Dengan engkau, aku akan sanggup
melakukan apa saja. Kita pasti akan berhasil!"
"Mudah-mudahan saja, sute. Dan aku berjanji akan
mengorbankan segala yang ada padaku untuk menolongmu
dan demi kepentingan dan kebahagiaanmu"
Bun Hong memeluk suhengnya dengan hati terharu. "Kau
mulia sekali, suheng........ kau ampunkan kesalahanku yang
sudah-sudah......"
Beng Han menepuk-nepuk pundak sutenya lan setelah
berkemas, mereka lalu berangkat menuju ke kota raja. Untuk
keperluan ini, keduanya mengenakan pakaian hitam dan
membawa pedang mereka. Bahkan mereka mencari seberapa
potong batu karang kecil yang tajam dan keras yang mereka
masukkan ke dalam sebuah kantong dan digantung di
pinggang, untuk dipergunakansebagai senjata rahasia.
Demikianlah, pada malam hari yang gelap gulita itu, pada
waktu angin malam berhembus keras membangunkan bulu
roma karena dingin yang menyeramkan, dua bayangan hitam
berkelebat cepat bagaikan hantu-hantu malam, menuju ke
kota raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(Oo-bud_dwkz-234-oO)
Dengan hati penuh dengan perasaan marah, malu dan
penasaran, Kui Eng membalapkan kudanya, diikuti oleh Min
Tek yang sebaliknya merasa amat menyesal karena dia
merasa bahwa dia telah menjadi gara-gara dan biang keladi
terjadinya percekcokan antara tiga orang bersaudara itu.
"Kui-siocia.......!" serunya memanggil dan menendangnendang
perut kudanya agar dapat menyusul kuda Kui Eng.
"Kui-siocia, alangkah menyesal dan kecewa hatiku bahwa
aku telah mendatangkan perkara yang amat tidak enak itu!"
"Sudahlah, Ang-kongcu. Kau tidak bersalah apa-apa dan
jangan kau ulangi dan membicarakan lagi peristiwa yang
hanya membuat aku merasa malu itu."
"Kui-siocia, aku telah berdosa besar sehingga karena aku
maka kau telah bermusuhan dengan suhengmu sendiri.
Aku......aku....... ah sudahlah, lebih baik kautinggalkan saja
aku nona. Biar aku pulang seorang diri, dari pada terjadi
keributan itu."
Tiba-tiba Kui Eng menahan kudanya. "Apa? Apakah kau
tidak suka melakukan perjalanan bersamaku? "
Ang Min Tek terkejut. "Bukan, bukan demikian, nona. Aku
merasa suka dan berterima kasih sekali bahwa kau sudi
melakukan perjalanan bersama aku yang bodoh ini, sudi
melindungi aku dari segala ancaman bahaya di dalam
perjalanan. Akan tetapi, kalau hal ini hanya menimbulkan
pertikaian antara kau dan suhengmu, ahh....... aku merasa
tidak enak sekali, nona."
"Ang-kongcu, harap kau jangan sebut-sebutt lagi hal itu.
Seorang gagah tidak pernah rnerobah keputusan yang telah
diambilnya. Aku telah mengambil keputusan untuk
mengantarmu sampai di tempat tinggalmu dan apapun juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
takkan dapat merobah kepatusanku, kecuali... kecuali kalau
kau menyatakan tidak suka melakukan perjalanan denganku,
tentu saja aku tidak akan memaksamu."
Melihat kekerasan hati gadis itu, Min Tek menarik napas
parjang. Dia lidak nengerti akan sikap orang-orang kang-ouw,
dan tentu saja dia tidak berani mengatakan bahwa dia tidak
suka melakukan perjalanan bersama pendekar wanita yang
selain gagah peikosa, juga cantik jelita itu.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat dan tidak
banyak berkata-kata. Dan oleh karena kini mereka melakukan
perjalanan dengan naik kuda yang dibalapkan cepat, maka
pada malam harinya sampailah mereka di Ki-ciu, tempat
tinggal Ang Mm Tek. Kedatangan mereka disambut dengan
gembira sekali oleh ibu Min Tek,.seorang janda yang kaya.
Ketika mendengar bahwa puteranya telah lulus ujian, ibu yang
girang ini memeluk putera tunggalnya.!
"Anakku, alangkah besar dan girang rasa hatiku mendengar
bahwa engkau telah menjadi seorang siucai. Hanya dua hal
yang menjadi mimpi setiap malam bagiku, anakku. Pertama,
melihat engkau lulus ujian, dan ke dua melihat engkau
melangsungkan pernikahanmu dengan Bu-siocia Mereka tentu
akan girang sekali mendengar bahwa kau telah lulus. Min Tek,
besok pagi kita pergi ke rumah keluarga Bu dan menentukan
hari pernikahanmu dengan tunanganmu."
"Sssstt, ibu, hal itu mudah kita bicarakan nanti. Sekarang
perkenalkanlah dulu dengan seorang pendekar wanita yang
telah menolong nyawaku dan yang telah melindungiku selama
dalam perjalanan. Kalau tidak ada dia, mungkin kita takkan
dapat saling bertemu lagi, ibu."
Terkejutlah tyonya itu mendengar ucapa ini. "Siapa, nak?"
"Inilah dia........ Kui-siocia........." kata Min Tek sambil
menengok ke belakang, akan tetapi alangkah kaget dan
herannya ketika dia melihat bahwa di belakangnya tidak ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapa-siapa dan Kui Eng yang tadi ikut masuk di belakangnya
telah pergi tanpa meninggalkan bekas! "Eh, ke mana
dia.......?" Min Tek berseru dan cepat dia keluar lagi,
menengok ke sana-sini dan mencari-cari dengan pandang
matanya; namun tetap saja Kui Eng tidak kelihatan lagi.
Ibunya menjadi bingung melihat sikapnya itu.
"Min Tek, kau mencari siapakah ?"
Min Tek sadar, menarik napas panjang dan nenggelenggeleng
kepala. "Aihh... sungguh aneh sekali wataknya........!"
Lalu dia menuturkan kepada ibunya tentang diri Kui Eng yang
tadi mengantarnya sampai ke rumah, akan tetapi yang kini
telah pergi tanpa pamit. "Memang dia aneh sekali ibu, seorang
wanita perkasa yang amat gagah berani dan keras hati. Akan
tetapi, sampai matipun aku tidak akan dapat melupakannya,
karena tanpa adanya pendekar itu, aku tentu sudah mati."
Ibu dan anak itu membicarakan keadaan Kui Eng dengan
terheran-heran, akan tetapi Min Tek mengerti bahwa akan
percuma saja mencari Kui Eng karena apa yang telah
dilakukan oleh dara perkasa itu tentu takkan dapat dirubah
oleh orang lain.
Sebetulnya Kui Eng tadi juga ikut masuk ke rumah itu dan
merasa terharu menyaksikan pertemuan antara ibu dan anak
itu. Akan tetapi ketika dia mendengar ucapan nyonya Ang
terhadap puteranya, tiba-tiba dia menjadi pucat sekali dan
tanpa pamit lagi dia melompat keluar dan berlari pergi dari
tempat itu.
Dia tidak memperdulikan kudanya lagi dan terus berlari di
malam gelap. Setelah tiba di tempat sunyi, dia berhenti dan
terdengarlah isak tangisnya. Dia menjatuhkan diri di bawah
sebatang pohon dan menangis dengan sedihnya. Min Tek
hendak menikah? Sudah bertunangan dengan Bu siocia?
Ah..... sedangkan dia....... dia........ mengharapkan......ahh !
Mengapa pemuda itu tidak pernah membicarakan hal ini dan
mengapa pula dia tidak pernah memikirkan bahwa seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda seperti Min Tek itu belum tentu kalau masih "bebas"?
Celaka, dan dia sudah membela pemuda ini sehingga dia
bermusuhan dengan Bun Hong ! Dan pemuda ini sudah
mendengar tuduhan Bun Hong bahwa dia mencintanya, dan
alangkah rendahnya dia dalam pandangan Min Tek. Dia telah
mencinta seorang pemuda yang telah ditunangkan dengan
gadis lain dan yang pada besok hari akan ditentukan hari
pernikahannya !
Tiba-tiba timbul kekerasan hatinya. Ah, dia seorang dara
gagah perkasa yang memiliki ilmu kepandaian tinggi !
Kalahkah dia oleh tunangan Min Tek ? Dia harus melihat dulu
siapakah sebetulnya tunangan pemuda itu. Sampai di mana
kecantikannya dan sampai di mana kepandaiannya. Dia
merasa penasaran dan ingin, menyaksikan dengan mata
sendiri. Dan apakah Min Tek mencinta gadis itu? Dia harus
yakin akan hal ini.
Dengan hati terasa hancur, seluruh harapannya pecah
berantakan, Kui Eng duduk di bawah pohon itu semalam
suntuk memikirkan keadaan dirinya. Ketika dia teringat akan
ibunya, teringat akan pinangan Beng Han yang nencintanya,
dan teringat akan kata-kata Bun Hong yang juga menjadi
rusak hidupnya dan menderita karena cinta ji-suhengnya itu
kepadanya, dia menangis lagi dengan hati nelangsa.
Cinta yang didasari keinginan untuk kesenangan diri
sendiri, tak dapat dihindarkan lagi pasti mendatangkan duka,
mendatangkan kecewa, mendatangkan cemburu dan
mendatangkan sengsara. Karena pada hakekatnva cinta
seperti itu hanyalah KEINGINAN UNTUK SENANG atau
pengejaran kesenangan untuk diri sendiri belakaKita selalu
ingin dicinta, ingin orang yang menyenangkan hati kita itu
menjadi milik kita pribadi ingin agar orang itu selalu
menyenangkan hati kita.Oleh karena inilah maka cinta seperti
itu sering kali berakhir dengan kegagalan dan derita bagi diri
sendiri. Cinta seperti itu selalu disertai harapan harapan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau harapannya ini tidak tercapai, sudah tentu saja
mendatangkan kekecewaan dan kedukaan! Dan jangan dikira
bahwa kalau yang diinginkan atau diharapkan itu tercapai
akan mendatangkan kebahagiaan yang sesungguhnya!
Mungkin mendatangkan kelegaan dan kepuasan sementara
saja, seketika saja, selama sehari dua hari, sebulan dua bulan,
atau setahun dua tahun Namun kepuasan seperti itu mudah
sekali goyah dan di sebelah sana, dekat sekali, sudah menanti
kekecewaan-kekecewaan dan kedukaan yang sekali waktu
akan menggantikan kedudukan kesenangan itu !
Maka, timbul pertanyaan yang amat bcsar dan yang amat
menarik untuk kita selidiki. Apakah benar-benar Kui Eng
mencinta Min Tek ? Kalau benar gadis ini mencinta Min Tek,
apakah dia akan merasa sengsara melihat bahwa Min Tek
telah mempunyai seorang tunangan, bahwa Min Tek akan
hidup bahagia dengan tunangannya itu?
Kita selalu INGIN agar orang mencinta kita, agar orang baik
kepada kita. Akan tetapi, mengapa kita tidak pernah membuka
mata dan menyelidiki diri sendiri. Apakah kita mencinta. orang
lain? Apakah kita sudah baik kepadi orang lain? Inilah yang
penting! Bukan agar orang- orang mencinta dan baik kepada
kita!
Harapan agar semua orang atau seseorang tertentu
mencinta dan baik kepada kita hanyalah menimbulkan
kekecewaan dan penderitaan belaka. Akan tetapi mempelajari
diri sendiri MENGAPA kita tidak mencinta dan tidak baik
kepada orang lain, itulah yang penting. Kalau kita mempunyai
cinta kasih dan belas kasih kepada semua orang, maka
cukuplah itu! Cinta dan kebaikan bukanlah cinta dan kebaikan
namanya kalau mengharapkan ganjaran, mengha-spkan
imbalan. Bukan cinta dan bukan keba-kan namanya yang
mengharapkan ganjaran, baik dari orang lain maupun dari
Tuhan! Itu hanya merupakan penjilatan atau penyogokan
belaka, merupakan akal untuk memperoleh sesuatu ang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyenangkan kita, bukan? Kalau kita sudah mencinta dan
baik kepada semua orang, maka tidak menjadi persoalan lagi
apakah orang-orang itu baik kepada kita ataukah tidak, cinta
kepada kita ataukah tidak. Itu adalah persoalan mereka,
bukan persoalan kita.
Cinta kasih tidak menimbulkan duka! Kalau ada duka, kalau
ada kecewa, kalau ada cemburu, kalau ada benci, jelas itu
bukanlah cinta kasih namanya, melainkan cinta yang
didasarkan atas nafsu ingin senang untuk diri pribadi. Ini jelas
dan mudah sekali nampak oleh siapa saja yang mau membuka
mata melihat kenyataan! Selama masih ada "aku yang ingin
senang" maka tidaklah mungkin ada cinta kasih! Karena
sesungguhnya si aku inilah yang menjadi penghalang
timbulnya cinta kasih. Karena kalau yang mencinta itu adalah
si aku, jelaslah bahwa si aku hanya dapat mencinta segala
sesuatu yang menyenangkan dan menguntungkan si aku,
sebaliknya si aku pasti akan membenci segala sesuatu yang
menyusahkan dan merugikan si aku. Jadi, selama
menyenangkan dan menguntungkan, dicinta, akan tetapi
sekali waktu menyusahkan dan merugikan, lalu dibenci! Cinta
seperti itu hanyalah permainan nafsu yang amat dangkal, hari
ini bisa cinta, besok bisa saja menjadi benci karena hari ini
menyenangkan dan menguntungkan, akan tetapi besok
menyusahkan dan merugikan.
Tidak demikiankah adanya "cinta kasih" yang kita dengungdengungkan
selama ini? Tidak demikiankah "cinta kasih" yang
ada pada batin kita, terhadap isteri atau suami kita, terhadap
anak-anak kita, terhadap keluarga dan sahabat kita? Dan
kewaspadaan atau kesadaran akan hal ini, kesadaran yang
sedalam-dalamnya, membawa pengertian dan pengertian
inilah yang akan mendatangkan perobahan, karena selama
kita belum berubah, sudah pasti hidup kita akan selalu
dikelilingi oleh kecewa, cemburu, duka, sengsara, benci
dansebagainva
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, denpan hati sengsara Kui Eng menangisi
nasibnya ! Ah, betapa kita selalu melontarkan segala sesuatu
kepada "nasib"! Mengapa kita tidak membuka mata
memandang diri sendiri, bercermin dan menjenguk diri sendiri
sampai sedalam-dalamnya, mengamati diri sendiri setiap saat
? Segala sesuatu yang terjadi kepada kita berpokok pangkal
kepada diri kita sendiri, sumbernya berada di dalam diri kita
sendiri ! Susah senang adalah permainan pikiran kita sendiri,
ditimbulkan oleh pikiran sendiri. Kita menjadi permainan
pikiran sendiri Segala sesuatu yang kita lakukan timbul dari
pikiran, si aku, dan kemudian pikiran pula yang menyesal,
kecewa, berduka. Lalu pikiran pula yang melemparkan
kesemuanya itu, pertanggungan jawab itu, kepada sang nasib!
Nasib buruk! Dan kita masih saja melanjutkan kesesatan dan
penyelewengan kita, dan kalau terjadi akibat buruk, mudah
saja, melemparkan kepada nasib! Betapa kita selalu buta, atau
membutakan mata ?
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru